Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

DOSEN PENGAJAR

Ns.RIRIN SRI HANDAYANI.,M.Kep.Sp.KMB

DISUSUN OLEH
NAMA : RISKA AYU FITRIANI
NIM : 1914401072
KELAS : TINGKAT 2 REGULER 2

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Tugas Filariasis !

Seorang laki-laki usia 23 tahun bekerja sebagai petani datang ke Puskesmas dengan
keluhan kaki bengkak sudah 4 bulan sebelum berobat. Pasien diduga menderita filariasis.

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan filariasis, penyebab dan cara penularannya !

2. Apa saja tanda dan gejala filariasis ? (hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik)

3. Bagaimanakah tatalaksana filariasis menurut Kemenkes RI ?

Jawaban :

1. Filariasis atau kaki gajah adalah pembengkakan tungkai akibat infeksi cacing jenis


filaria. Cacing ini menyerang pembuluh getah bening dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk.Penyakit kaki gajah masih ada di Indonesia, terutama di daerah Papua, Nusa
Tenggara Timur, Jawa Barat, dan Nanggroe Aceh Darussalam. Menurut data
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, tercatat hampir 13.000 kasus kaki gajah
di Indonesia.Selain tungkai, bagian tubuh lain, seperti organ kelamin, lengan, dan
dada, juga dapat mengalami pembengkakan. Sebelum timbul pembengkakan,
penyakit kaki gajah tidak menimbulkan gejala yang spesifik, sehingga pengobatannya
sering kali terlambat.Oleh karena itu, pencegahan kaki gajah sangat penting.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan mengikuti
program pemberian obat pencegahan massal (POPM) yang dilakukan oleh
pemerintah.

Penyebab dan Penularan Kaki Gajah

Penyakit kaki gajah atau filariasis disebabkan oleh infeksi cacing jenis filaria pada
pembuluh getah bening. Cacing ini dapat menular dari satu orang ke orang lain
melalui gigitan nyamuk.Walaupun menyerang pembuluh getah bening, cacing filaria
juga beredar di pembuluh darah penderita kaki gajah. Jika penderita kaki gajah digigit
oleh nyamuk, cacing filaria dapat terbawa bersama darah dan masuk ke dalam tubuh
nyamuk.

Lalu bila nyamuk ini menggigit orang lain, cacing filaria di tubuh nyamuk
akan masuk ke dalam pembuluh darah dan pembuluh getah bening orang tersebut.
Cacing filaria kemudian akan berkembang biak di pembuluh getah bening dan
menyumbat peredaran getah bening, hingga menyebabkan kaki gajah.

Beberapa jenis cacing filaria yang menyebabkan filariasis atau kaki gajah
adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timor. Sedangkan jenis
nyamuk penyebar cacing filaria adalah nyamuk jenis Culex, Aedes,
Anopheles, dan Mansonia.

Melihat cara penularannya, seseorang akan lebih berisiko terkena penyakit kaki
gajah jika:

 Tinggal di lingkungan endemik kaki gajah.


 Tinggal di lingkungan yang tingkat kebersihannya buruk.
 Sering digigit nyamuk atau tinggal di lingkungan yang banyak nyamuk.

2. Gejala Filariasis
Pada awalnya filariasis tidak menimbulkan gejala. Namun seiring dengan
perkembangan penyakit, ada beberapa gejala yang umum terjadi pada penderitanya,
antara lain:

 Demam berulang-ulang
 Pembengkakan kelenjar getah bening (daerah lipatan paha dan ketiak)
 Pembengkakan tungkai, lengan, payudara, dan alat kelamin
 Alat kelamin terlihat kemerahan dan terasa panas
 Nyeri otot
 Sakit kepala
 Mual
 Sensitif terhadap cahaya

Anamnesis
Perjalanan penyakit filariasis limfatik dibagi menjadi 3 fase, asimtomatik, akut, dan
kronis.
 Fase Asimtomatik
Fase awal terinfeksi mikrofilaria biasanya asimtomatik karena cacing belum
menjadi dewasa/mati dan menginisiasi reaksi inflamasi di saluran limfatik. Pada fase
ini, gejala bisa muncul apabila jumlah mikrofilaria sangat banyak dan menyebabkan
inflamasi granuloma akut atau kronis akibat destruksi limfa. Hematuria juga dapat
terjadi karena mikrofilaria menyebabkan kerusakan ginjal.
 Fase Akut
Anamnesis pada pasien dengan filariasis akut pada umumnya dapat ditemukan
demam filarial disertai pembengkakan kelenjar getah bening. Demam filarial biasanya
berulang selama 3-5 hari. Pembengkakan kelenjar getah bening dapat ditemukan di
daerah lipatan paha, ketiak yang tampak kemerahan, panas, dan nyeri. Abses filarial
dapat terjadi akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah bening, abses dapat
pecah dan mengeluarkan nanah serta darah. Limfedema dini dapat ditemui dengan
gejala pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantung buah zakar yang terlihat
kemerahan dan terasa panas. Pada wanita dapat terjadi mastitis, sedangkan pada laki-
laki gejala yang timbul dapat berupa orkitis, epididimoorkitis, dan funikulitis. Gejala
ini biasanya timbul dalam 6 bulan hingga 1 tahun pertama terinfeksi.[3,5]
Walau umumnya terjadi pada fase kronis, serangan awal adenitis dermatolimangio
akut (ADLA) dapat terjadi pada fase akut. Gejala yang timbul berupa demam, sakit
kepala, nyeri di kelenjar getah bening yang terinfeksi, dan muntah. Pada kasus yang
berbahaya dapat terjadi toksemia, gangguan urinarius, hingga gangguan kesadaran.
[18]
 Fase Kronis
Gejala dan tanda klinis filariasis kronis meliputi limfedema atau pembesaran yang
menetap pada tungkai, lengan, buah dada, dan hidrokel. Filariasis W.
bacrofti  biasanya menyebabkan limfedema pada ekstremitas, genital, dan buah dada.
Sedangkan filariasis oleh B. malayi hanya menyebabkan limfedema pada tungkai
bawah dan/atau atas tanpa disertai pembengkakan genital atau buah dada. Gejala ini
disebabkan oleh cacing dewasa yang menggumpal mengakibatkan limfadenitis dan
limfangitis retrograde disusul dengan obstruktif menahun.
Limfedema yang diikuti dengan fibrosis jaringan adiposa sekitar akan menyebabkan
dermatosklerosis yang menyebabkan kulit berlipat-lipat, timbul nodul dan kutil,
papilomatosis, hiperpigmentasi, dan hipertrikosis. Selain itu, stasisnya cairan limfatik
dapat menyebabkan ruptur limfe sehingga terjadi chyluria, chylocele, chyloascitis,
dan chylotoraks.[3,5]
Manifestasi lain dari filariasis kronis adalah adenitis dermatolimfangio akut (ADLA).
Adenitis dermatolimfangio akut adalah serangan akut berulang pada inflamasi kronis
akibat limfedema. Limfedema menyebabkan terganggunya aliran sistem limfatik dan
membuat sistem imun tubuh menjadi lemah. Hal ini menyebabkan penderita gampang
terkena infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur. Gejala yang muncul biasanya
demam mendadak dan limfadenopati yang terasa nyeri. Gejala akan hilang dalam ± 1
minggu namun dapat terjadi rekurensi.[3,6]

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik filariasis meliputi pemeriksaan kelenjar getah bening
umum, serta pemeriksaan testis dan tes transiluminasi untuk menilai adanya hidrokel.
Penting untuk memeriksa entry lesions infeksi pada lipatan kulit limfedema untuk
mencegah ADLA.
Pemeriksaan Fisik Limfedema dan Elephantiasis
Pemeriksaan fisik limfedema dan elephantiasis perlu dilakukan
penilaian staging deformitas berdasarkan rekomendasi WHO:
 Stadium 1 : Limfedema bersifat reversibel semalam
 Stadium 2 : Limfedema ireversibel, kulit masih tampak normal
 Stadium 3 : Limfedema ireversibel, terdapat penebalan lipatan dangkal pada
kulit
 Stadium 4 : Limfedema ireversibel disertai dengan benjolan dan cekungan
pada kulit
 Stadium 5 : Limfedema ireversibel dengan lipatan yang dalam (dasar lipatan
dapat terlihat jika dipisahkan dengan jari)
 Stadium 6 : Limfedema ireversibel dengan kaki tampak sangat besar dan
berbenjol-benjol / mossy foot
 Stadium 7 : Limfedema ireversibel yang menyebabkan kesulitan melakukan
pekerjaan sehari-hari[3]

3. Penatalaksanaan kaki gajah, disebut juga sebagai filariasis limfatik atau elephantiasis,
bertujuan untuk memberantas penyakit ini dan dilakukan melalui dua pilar kegiatan
yaitu pemutusan mata rantai penularan filariasis dan pencegahan kecacatan.
Pemutusan mata rantai penularan dilakukan dengan pemberian obat pencegahan
massal (POPM) di daerah endemis sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut.
Pencegahan kecacatan dilakukan dengan penatalaksanaan filariasis mandiri, berupa
edukasi cara perawatan limfedema secara mandiri disertai dengan kunjungan
lapangan secara teratur.
Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis
POPM filariasis bertujuan untuk mengeliminasi filariasis dengan mencegah
penularan dari penderita kepada calon penderita filariasis. Obat yang saat ini
digunakan untuk pengobatan massal berdasarkan kesepakatan global di bawah arahan
WHO adalah diethylcarbamazine (DEC) ditambah albendazole, diberikan dosis
tunggal sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut di daerah endemis filariasis. DEC
memiliki efek membunuh  mikrofilaria, sedangkan albendazole dipakai untuk
membunuh filarial dewasa. Dosis DEC 6 mg/kgBB dan dosis albendazole 400 mg,
keduanya diberikan sebagai dosis tunggal sekali setahun selama 5 tahun berturut-
turut.

Anda mungkin juga menyukai