STEP 1
1. Elephantiasis :
suatu keadaan dimana terjadi obstruksi pada pembuluh limfe yang
menahun sehingga terjadi granulasi proliferatif yang mengakibatkan
varises limfe dimana kadar protein tinggi sehingga membentuk
jaringan ikat dan kolagen dikarenakan adanya cacing filariasis (W.
Bancrofti dan Brugia Malay, Timori) yang menahun, terjadi pada
ekstremitas bawah
2. Microphyllaria :
Larva cacing hasil dari kopulasi cacing betina biasanya pada cacing W.
Bancrofti dikeluarkan lebih dari 10000 per hari pada manusia yang
menderita elephantiasis
STEP 2
STEP 3
Siklus hidup pada tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap
darah orang yang terkena filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di tubuh penderita
ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria yang masuk ke paskan sarung
pembungkusnya, kemudian mikrofilaria menembus dinding lambung dan bersarang di antara
otot-otot dada (toraks).
Bentuk cacing Filaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang
lebih 1 minggu, larva ini berganti kulit, tumbuh akan lebih gemuk dan panjang yang disebut
larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya, larva berganti kulit untuk kedua
kalinya, sehingga tumbuh semakin panjang dan lebih kurus, ini yang sering disebut larva
stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi
(pindah), mula-mula ke rongga perut (abdomen) kemudian pindah ke kepala dan ke alat tusuk
nyamuk.
Siklus hidup cacing Filaria dalam tubuh manusia terjadi apabila nyamuk yang mengandung
mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka mikrofilaria yang sudah berbentuk larva infektif
(larva stadium III) secara aktif ikut masuk ke dalam tubuh manusia (hospes).
Bersama-sama dengan aliran darah pada tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh darah
kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Di dalam pembuluh limfe, larva mengalami dua kali
pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan
stadium V. Cacing Filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan
menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan, misalnya pada kaki dan disebut
kaki gajah (filariasis).
Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui cacing filaria
dewasa (makrofilaria). Cacing dewasa yang tak tahu diri ini melalui saluran limfe aferen atau sinus-
sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe pada tempat-tempat yang dilaluinya. Dilatasi ini
mengakibatkan banyaknya cairan plasma yang terisi dari pembuluh darah yang menyebabkan
penebalan pembuluh darah di sekitarnya.
Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta makrofag di dalam
dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi inilah yang menyebabkan terjadi proliferasi
jaringan ikat dan menyebabkan pembuluh limfe di sekelilingnya menjadi berkelok-kelok serta
menyebabkan rusaknya katup-katup di sepanjang pembuluh limfe tersebut. Akibatnya, limfedema dan
perubahan statis-kronis dengan edema pada kulit di atas pembuluh tersebut menjadi tak terhindarkan
lagi.
Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa (Makrofilaria) yang
merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh penderita yang mengakibatkan
proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh. Respon inflamasi ini juga diduga sebagai penyebab
granuloma dan proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe secara total. Ketika cacing masih
hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing sudah mati akan terjadi reaksi yang
memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe. Kemudian akan terjadi obstruksi limfe total
karena karakteristik pembuluh limfe bukanlah membentuk kolateral (seperti pembuluh darah), namun
akan terjadi malfungsi drainase limfe di daerah tersebut.
Infeksi oleh mikrofilaria dapat asimtomatik dan dapat memberi gejala yang
bervariasi, mulai dari bentuk ringan sampai bentuk berat ( elefantiasis ). Kebanyakan
kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan patologi anatomi berhubungan dengan
cacing dewasa dan lokasi kelenjar limfe yang terkena. Patogenesis filariasis belum
sepenuhnya diketahui, dari berbagai penelitian ditemukan 2 bentuk sindroma yaitu :
Acute filarial lymphangitis (AFL). Kelainan yang timbul diakibatkan oleh matinya
cacing dewasa baik secara alami maupun setelah pengobatan. Kelainan yang terjadi
berupa limfadenitis dan limfangitis lokal yang menyebar kearah distal, disertai
dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil, sakit kepala, mialgia, artralgia, dan
kadang-kadang disertai dengan delirium. AFL dapat disertai limfedema seperti
hidrokel akut, namun bersifat ringan dan menghilang dalam waktu singkat.
Acute Dermatolymphangiodenitis (ADLA). Dilatasi saluran limfe (limfektasi)
merupakan lesi utama, ditemukan pada hampir semua penderita , baik yang
mengalami mikrofilaremia maupun amikrofilaremia, baik yang tidak atau yang
menunjukan manifestasi klinis. Cacing dewasa memiliki kemampuan untuk
merangsang sel endotel saluran limfe dan menimbulkan dilatasi saluran tersebut.
Toksin yang dihasilkan oleh bakteri Wolbachia spp., sejenis riketsia yang banyak
terdapat di dalam cacing W. bancrofti dan Brugia malayi, diduga berperan penting
dalam proses reproduksi dan perkembangan filaria, serta kelainan yang
ditimbulkannya. Simbiosis antara bakteri tersebut dengan filaria disebut sebagai
endosimbiosis. Beberapa penelitian awal mengenai pemberian doksisiklin pada fila-
riasis, menunjukkan beberapa keuntungan. Limfektasi menimbulkan gangguan fungsi
saluran limfe sehingga menimbulkan limfedema di daerah yang terkena, kulit di
atasnya menjadi mudah terkena infeksi sekunder oleh berbagai mikroba,sehingga
menimbulkan kelainan yang disebut sebagai Acute Dermatolymphangiodenitis (ADLA
). ADLA yang berulang akan menimbulkan limf-edema kronis ( chronic lymphatic
filariasis) . Pada bentuk kronis ini dapat terjadi hidrokel yang masif sehingga dapat
mengganggu aktifitas seperti berjalan kaki dan sebagainya. Pada umum-nya testis
berisi cairan jernih atau kuning pucat, pada beberapa kasus berisi cairan yang
mengandung darah atau cairan limfe. Kadang-kadang mikrofilaria dapat ditemukan
dari cairan tersebut.
Elefantiasis merupakan bentuk limfedema kronis yang berat dan sering ditemukan,
biasanya asi-metris dan dimulai dari bagian distal.
Chyluria terjadi akibat pecahnya pembuluh limfe kedalam pelvis ginjal atau kandung
kemih, dapat terjadi pula gangguan drainase saluran limfe kedalam intestinal.
Filariasis dapat menimbulkan gangguan saluran nafas yang disebut sebagai Tropical
Pulmonary Eosinophilia ( TPE ), pada keadaan ini terjadi hiperesponsif reaksi
imunologi terhadap antigen filaria. Pada pemeriksaan laboratorium terjadi
peningkatan IgG terhadap antigen filaria dan IgE, disertai dengan peningkatan hebat
dari eosinofil dalam darah perifer. Biopsi paru menunjukkan foki inflamasi disekitar
mikrofilaria yang dihancurkan. Penemuan ini disertai dengan tidak ditemukannya
mikrofilaremia dalam darah penderita TPE, memperkuat asumsi bahwa peng-
hancuran mikrofilaria terjadi dalam paru dengan melibatkan sistim imunitas.
http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=200912011554
3. What is the relation between this disease and the area which mosquito
is easily found?
Spesies Penyebaran Vektor Tempat Tempat Manifestasi
hidup cacing hidup klinis utama
dewasa mikrofilaria
Hidrokel
• Diagnosis klinik
Ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik
penting dalam menentukan angka kesakitan dan menahun. Jika pada
keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung adalah gejala
dan pengalaman limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan
gejala menahun.
• Diagnosis parasitologis
Ditemukan mikrofilaria pada pemeriksaan darah jari pada malam hari.
Pemeriksaan dapat dilakukan siang hari, 30 menit setelahpemberian
dietilkarbamasin100mg. Jika dalam keadaan amikrofilaremik dapat
menggunakan pemeriksaan antiobodi ( namun tidak dapat
membedakan antara infeksi lama dan infeksi dini )
• Diagnosituk epidemiologik
Endemisitas suatu daerah ditentukan dengan menentukan microfilaria
rate ( mf rate), acute disease rate ( ADR) dan chronic disease rate
( CDR) engan memeriksa sedikitnya 10% dari jumlah penduduk.
Pendekatan praktis untuk menentukan daerah endemisitas
elefantiasis. Dengan ditemukannya satu penerita elefantiasis di antara
1000 penduduk, dapat diperkirakan ada 10 penderita klinis akut dan
100 yang mikrofilaremik
Eosinophilia
Peningkatan eosinofil :
Tempat hidup Makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe dan kelenjar limfe.
Sedangkan pada malam hari mikrofilaria terdapat di dalam pembuluh darah tepi, dan
pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat-alat dalam, misalnya: paru-paru,
jantung, dan hati.
Penyebab periodisitas nokturnal ini belum diketahui, namun diduga sebagai bentuk
adaptasi ekologi lokal, saat timbul mikrofilaremia pada malam hari, pada saat itu
pula kebanyakan vektor menggigit manusia. Diduga pula pH darah yang lebihrendah
saat malam hari berperan dalam terjadinya periodisitas nokturnal.
http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/629_pp0911252.pdf
Tempat hidup Makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe dan kelenjar limfe.
Sedangkan pada malam hari mikrofilaria terdapat di dalam pembuluh darah tepi, dan
pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat-alat dalam, misalnya: paru-paru,
jantung, dan hati.
Penyebab periodisitas nokturnal ini belum diketahui, namun diduga sebagai bentuk
adaptasi ekologi lokal, saat timbul mikrofilaremia pada malam hari, pada saat itu
pula kebanyakan vektor menggigit manusia. Diduga pula pH darah yang lebihrendah
saat malam hari berperan dalam terjadinya periodisitas nokturnal.
http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/629_pp0911252.pdf
6. Why the physical examination shows a tumor as large as a chicken’s
egg, painful and hard with palpation?
Nutmat TB, James W kazura . Filariasis.Dalam: Guerrant RL, walker DH, Weller PF,
penyunting.,Tropical Infectious Disease. Edisi ke-2. Philadelphia: Elsevier;2006:1152-9
Infeksi oleh mikrofilaria dapat asimtomatik dan dapat memberi gejala yang
bervariasi, mulai dari bentuk ringan sampai bentuk berat ( elefantiasis ).
Kebanyakan kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan patologi anatomi
berhubungan dengan cacing dewasa dan lokasi kelenjar limfe yang terkena.
Patogenesis filariasis belum sepenuhnya diketahui, dari berbagai penelitian
ditemukan 2 bentuk sindroma yaitu :
Acute filarial lymphangitis (AFL). Kelainan yang timbul diakibatkan oleh matinya
cacing dewasa baik secara alami maupun setelah pengobatan. Kelainan yang
terjadi berupa limfadenitis dan limfangitis lokal yang menyebar kearah distal,
disertai dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil, sakit kepala, mialgia,
artralgia, dan kadang-kadang disertai dengan delirium. AFL dapat disertai
limfedema seperti hidrokel akut, namun bersifat ringan dan menghilang dalam
waktu singkat.
Acute Dermatolymphangiodenitis (ADLA). Dilatasi saluran limfe (limfektasi)
merupakan lesi utama, ditemukan pada hampir semua penderita , baik yang
mengalami mikrofilaremia maupun amikrofilaremia, baik yang tidak atau yang
menunjukan manifestasi klinis. Cacing dewasa memiliki kemampuan untuk
merangsang sel endotel saluran limfe dan menimbulkan dilatasi saluran tersebut.
Toksin yang dihasilkan oleh bakteri Wolbachia spp., sejenis riketsia yang banyak
terdapat di dalam cacing W. bancrofti dan Brugia malayi, diduga berperan penting
dalam proses reproduksi dan perkembangan filaria, serta kelainan yang
ditimbulkannya
Wuchereria bancrofti,
Brugia malayi
Brugia timori
Morfologi umum
Cacing dewasa berbentuk silindrik seperti benang, berwarna putih
kekuning-kuningan. Pada ujung anteriornya terdapat mulut tanpa bibir dan
dilengkapi baris papila 2 buah, baris luar 4 buah dan baris dalam 10 buah.
Cacing betina berukuran 55 x 0,16 mm dengan ekor lurus. Cacing betina
mengeluarkan mikrofilaria bersarung, panjangnya 177 – 230 mikron,
lekuk tubuh kaku, panjang ruang kepala dua kali lebarnya. Inti tubuh tidak
teratur dan ekornya mempunyai 1 – 2 inti tambahan.
Cacing jantan berukuran 23 x 0,09 mm, ekor melingkar dan bagian
ujungnya terdapat papila 3 – 4 buah dan di belakang anus terdapat
sepotong papila. Pada ujung ekor terdapat 4 – 6 papila kecil dan 2 spikula
yang panjangnya tidak sama. (Onggowaluyo, J.S, 2002).
Gambar.1 Mikrofilaria Wuchereria bancrofti
Siklus Hidup
Bentuk cacing Filaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang
lebih 1 minggu, larva ini berganti kulit, tumbuh akan lebih gemuk dan panjang yang disebut
larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya, larva berganti kulit untuk kedua
kalinya, sehingga tumbuh semakin panjang dan lebih kurus, ini yang sering disebut larva
stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi (pindah),
mula-mula ke rongga perut (abdomen) kemudian pindah ke kepala dan ke alat tusuk
nyamuk.
Bersama-sama dengan aliran darah pada tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh darah
kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Di dalam pembuluh limfe, larva mengalami dua kali
pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering disebut larva stadium IV
dan stadium V. Cacing Filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga
akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan, misalnya pada kaki dan
disebut kaki gajah (filariasis).
Cara Penularan
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut digigit
nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3). Nyamuk
tersebut mendapat mikrofilaria pada saat menghisap darah penderita filariasis yang
mengandung mikrofilaria. Kemudia nyamuk yang mengandung larva stadium III tersebut
menggigit orang lain, maka orang tersebut akan tertular filariasis atau terserang penyakit
kaki gajah.
Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia,
Aedes & Armigeres. Karena inilah, Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.
Klasifikasi filariasis
1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel ) bila tungkai
diangkat.Tingkat
2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal(Irreversible ) bila tungkai
diangkat.Tingkat
3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel ) bilatungkai diangkat, kulit
menjadi tebal.Tingkat
4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit (elephantiasis).
2.Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnyagejala klinis yang biasanya
berkisar antara 8-16 bulan.
Filariasis bancrofti
Pada filariasis yang disebabkanWuchereria bancrofti pembuluh limfe alat kelamin laki-laki
sering terkena disusul funikulitis, epididimitis danorchitis. Limfadenitis inguinal atau aksila,
sering bersama denganlimfangitis retrograd yang umumnya sembuh sendiri dalam 3-15
hari.Serangan biasanya terjadi beberapa kali dalam setahun.
Filariasis brugia
Pada filariasis yang disebabkan Brugia malayi Dan Brugia timori limfadenitis paling sering
mengenai kelenjar inguinal, sering terjadi setelah bekerja keras. Kadang-kadang disertai
limfangitis retrograd. Pembuluh limfemenjadi keras dan nyeri, dan sering terjadi limfedema
pada pergelangan kakidan kaki. Penderita tidak mampu bekerja selama beberapa hari.
Serangandapat terjadi 12 kali dalam satu tahun sampai beberapa kali perbulan.Kelenjar
limfe yang terkena dapat menjadi abses, memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan parut
yang khas, setelah 3 minggu hingga 3 bulan.
4.Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama.Mikrofilaria jarang
ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitismasih dapat terjadi. Gejala kronis ini
menyebabkan terjadinya cacat yangmengganggu aktivitas penderita serta membebani
keluarganya.
Filariasis bancrofti
Keadaan yang sering dijumpai adalah hidrokel. Di dalam cairanhidrokel dapat ditemukan
mikrofilaria. Limfedema dan elefantiasis terjadi diseluruh tungkai atas, tungkai bawah,
skrotum, vulva atau buah dada, denganukuran pembesaran di tungkai dapat 3 kali dari
ukuran asalnya.Chyluria dapat terjadi tanpa keluhan, tetapi pada beberapa penderita
menyebabkan penurunan berat badan dan kelelahan.
Filariasis brugia
Elefantiasis terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan lengan bawah.Ukuran pembesaran
ektremitas umumnya tidak melebihi 2 kali ukuranasalnya.
1. Identifikasi mikrofilaria dari darah, cairan hidrokel atau walau sangat jarang dari
cairan tubuh lain. Bila sangat diperlukan dapat dilakukan Diethylcarbamazine
provocative test.
2. Identifikasi cacing dewasa pada pembuluh limfe skrotum dan dada wanita dengan
memakai high frequency ultrasound dan teknik Doppler, cacing dewasa terlihat
bergerak-gerak ( filaria dance sign ) dalam pembuluh limfe yang berdilatasi.
Pemeriksaan ini selain memerlukan peralatan canggih juga sulit mengidentifikasi
cacing dewasa di tempat lain.
3. Identifikasi antigen filaria ( circulating filarial antigen / CFA ) dengan teknik : ELISA,
Rapid Immu-nochromatography Card. Pemeriksaan ini memberikan nilai sensitifitas
dan spesifitas yang tinggi
4. Identifikasi DNA mikrofilaria melalui pemeriksaan PCR
5. Identifikasi antibodi spesifik terhadap filaria : sedang dikembangkan lebih lanjut
karena hasil dari penelitian awal menunjukkan nilai spesifitas yang kurang. Penelitian
mengenai deteksi antifilaria IgG4 memberi perbaikan akan kinerja uji identiifikasi
antibodi terhadap filaria karena reaksi si-lang terhadap antigen cacing lain relatif
kecil. Perbaikan kinerja juga diperlihatkan bila reagen yang dipakai berupa antigen
rekombinan yang spesifik untuk filaria. Uji identifikasi antibodi ini penting untuk
menapis penderita filariasis yang disebabkan oleh Brugia spp. karena uji identifikasi
antigen untuk jenis cacing tersebut belum ada yang memuaskan.
1. Filariasis limfatik
1. Filariasis subkutan
Disebabkan oleh loa loa, mansonella streptocerca, onchocerca volvulus dan dracunculus
medinensis
PENGOBATAN
Terapi filariasis bertujuan untuk mencegah atau memperbaiki perjalanan
menunjukkan gejala.
Efek samping bisa terjadi sebagai reaksi terhadap DEC atau reaksi
terhadap cacing dewasa yang mati. Reaksi terhadap DEC dapat berupa
dilaporkan. Reaksi lokal terjadi lebih lambat namun berlangsung lebih lama
dari reaksi sistemik. Efek samping DEC lebih berat pada penderita
Onchorcercia val-vulus.
Ivermectin.
wanita hamil atau anak anak yang berumur kurang dari 5 tahun.
Dietilkarbamasin adalah satu satunya obat filariasis yang ampuh baik untuk w.
kemoprofilaksis
Pemakaian :
Sesudah makan malam. Diserap cepat mencapai konsentrasi puncak dalam darah
Memilik 2 komponen :
populasi beresiko ( pemberian dosis tunggal 2 obat bersamaa 1 kali per tahun –