Anda di halaman 1dari 39

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang

Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin. Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis (Abercrombie et al, 1997) seperti di Indonesia. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah itu tidak muncul dan sekarang belum diketahui bagaimana perkembangannya. Filariasis tersebar luas hampir di seluruh Propinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.

Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan oleh pemerintah semata. Masyarakat juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif. Dengan mengetahui mekanisme penyebaran filariasis dan upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasinya, diharapkan program Indonesia Sehat Tahun 2010 dapat terwujud salah satunya adalah terbebas dari endemi filariasis.

B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, dapat ditarik suatu rumusan masalah antara lain sebagai berikut. 1. Apa yang dimaksud dengan filariasis? 2. Bagaimana mekanisme terjadinya filariasis? 3. Bagaimana upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis? C. Tujuan Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah mengacu pada rumusan masalah di atas sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan filariasis. 2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya filariasis. 3. Untuk mengetahui upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis. D. Manfaat Manfaat penyusunan makalah ini adalah agar masyarakat dapat mengetahui segala sesuatu tentang filariasis, bagaimana mekanisme terjadinya filariasis, dan bagaimana upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasi filariasis. Dengan demikian, diharapkan masyarakat ikut memberantas penyakit ini secara aktif sehingga tidak menjadi endemi di masyarakat.

vBAB II PEMBAHASAN A. Klasifikasi Cacing filaria (Wuchereria bancrofti) Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut filarial. Cacing filaria penyebab penyakit kaki gajah berasal dari genus wuchereria dan brugia. Di Indonesia cacing yang dikenal sebagai penyebab penyakit tersebut adalah wuchereria bancrofti, brugia malayi, dan brugia timori.

Klasifikasi ilmiah Kingdom: Animalia Classis: Ordo: Upordo: Family: Genus: Species: Secernentea Spirurida Spirurina Onchocercidae Wuchereria Wuchereria bancrofti

Ciri-ciri cacing Filaria 1. Cacing dewasa (makrofilaria), bentuknya seperti benang berwarna putih kekuningan. Sedangkan larva cacing filaria (mikrofilaria) berbentuk seperti benang berwarna putih susu. 2. Makrofilaria yang betina memiliki panjang kurang lebih 65 100 mm, ekornya berujung tumpul, untuk makrofilarial yang jantan memiliki panjang kurang lebih 40 mm, ekor melingkar. Sedangkan mikrofilaria berukuran panjang kurang lebih 250 mikron, bersarung pucat. 3. Tempat hidup Makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe dan kelenjar limfe. Sedangkan pada malam hari mikrofilaria terdapat di dalam pembuluh darah tepi, dan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat-alat dalam, misalnya: paru-paru, jantung, dan hati B. Daur Hidup Cacing Filaria ( Wuchereria bancrofti) Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:

1.

Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.

2. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang lebih 7 bulan.

Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis, sehingga mikrofilaria yang terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria tersebut masuk kedalam paskan pembungkus pada tubuh nyamuk, kemudian menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot-otot dada (toraks). Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh menjadi lebih panjang dan kurus, ini adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi mula-mula ke rongga perut (abdomen) kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Apabila nyamuk yang mengandung mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka mikrofilaria yang sudah berbentuk larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut masuk kedalam tubuh manusia (hospes). Bersama-sama dengan aliran darah dalam tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Didalam pembuluh limfe larva mengalami dua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan larva stadium V. Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan. Siklus hidup pada tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terkena filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di tubuh penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Cacing

yang diisap nyamuk tidak begitu saja dipindahkan, tetapi sebelumnya tumbuh di dalam tubuh nyamuk. Makhluk mini itu berkembang dalam otot nyamuk. Sekitar 3 minggu, pada stadium 3, larva mulai bergerak aktif dan berpindah ke alat tusuk nyamuk.Nyamuk pembawa mikrofilaria itu lalu gentayangan menggigit manusia dan memindahkan larva infektif tersebut. Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Uniknya, cacing terdeteksi dalam darah tepi pada malam hari, sedangkan pada siang hari dia berada didalam kapiler alat-alat dalam seperti pada paru-paru, jantung dan hati, selebihnya bersembunyi di organ dalam tubuh.Pemeriksaan darah ada-tidaknya cacing biasa dilakukan malam hari. Setelah dewasa (Makrofilaria) cacing menyumbat pembuluh limfe dan menghalangi cairan limfe sehingga terjadi pembengkakan. Selain di kaki, pembengkakan bisa terjadi di tangan, payudara, atau buah zakar. Ketika menyumbat pembuluh limfe di selangkangan, misalnya, cairan limfe dari bawah tubuh tidak bisa mengalir sehingga kaki membesar. Dapat terjadi penyumbatan di ketiak, mengakibatkan pembesaran tangan. Pada saat dewasa (Makrofilaria) inilah, cacing ini menghasilkan telur kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk, kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini. C. Prinsip patologis penyakit filariasis

Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui cacing filaria dewasa (makrofilaria). Cacing dewasa yang tak tahu diri ini melalui saluran limfe aferen atau sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe pada tempat-

tempat yang dilaluinya. Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan plasma yang terisi dari pembuluh darah yang menyebabkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya. Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi inilah yang menyebabkan terjadi proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan pembuluh limfe di sekelilingnya menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan rusaknya katup-katup di sepanjang pembuluh limfe tersebut. Akibatnya, limfedema dan perubahan statis-kronis dengan edema pada kulit di atas pembuluh tersebut menjadi tak terhindarkan lagi. Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa (Makrofilaria) yang merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh penderita yang mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh. Respon inflamasi ini juga diduga sebagai penyebab granuloma dan proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe secara total. Ketika cacing masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing sudah mati akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe. Kemudian akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh limfe bukanlah membentuk kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi drainase limfe di daerah tersebut. D. Gejala Klinik Apabila seseorang terserang filariasis, maka gejala yang tampak antara lain: 1. Demam berulang-ulang selama 3 - 5 hari, demam dapat hilang bila si penderita istirahat dan muncul lagi setelah si penderita bekerja berat. 2. Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak ( lymphadenitis) yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran kelenjar limfe yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung ( Retrograde lymphangitis) yang dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah. 3. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahandan merasa panas (Early lymphodema). Sedangkan gejala klinis filariasis kronis yaitu E. Diagnosa penyakit Filariasis (Kaki gajah)

Bentuk menyimpang dari filariasis (eosinoffilia tropikal) ditandai oleh hipereosinivilia, adanya microfilaria di jaringan tetapi tidak terdapat di dalam darah, dan titer antibody antifilaria yang tinggi. Microfilaria mungkin ditemukan di cairan limphatik. Tes serologi telah tersedia tetapi tidak dapat diandalkan sepenuhnya. Diagnosa berdasarkan gejala klinis dan dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium: 1. Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria di dalam darah, cairan hirokel atau cairan chyluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi Knott dan membran filtrasi. 2. Pengambilan darah dilakukan pada malam hari mengingat periodisitas mikrofilarianya umumnya nokturna. Pada pemeriksaan histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai pada saluran dan kelenjar limpah dari jaringan yang di curigai sebagai tumor. 3. Diferensiasi spesies dan stadium filarial, yaitu dengan menggunakan pelacak DNA yang spesies spesifik dan antibody monoclonal untuk mengidentifikasi larva filarial dalam cairan tubuh dan dalam tubuh nyamuk vektor sehingga dapat membedakan antara larva filarial yang menginfeksi manusia dengan yang menginfeksi hewan. Penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan survey. F. Upaya Pencegahan, Pengobatan, dan Rehabilitasi Filariasis 1. Upaya Pencegahan Filariasis Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M. 2. Upaya Pengobatan Filariasis Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria dan

cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis akibatWuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filariasis akibatBrugia malayi dan Brugia

timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini
adalah demam, menggigil, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan oleh Brugiamalayi dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC. Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan. 3. Upaya Rehabilitasi Filariasis Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berikut adalah kesimpulan dalam makalah ini: 1. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam sistem limfe dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat menetap. Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara deteksi parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.

2. Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin. 3. Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan Albendazol dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi. B. Saran Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan Indonesia mampu mewujudkan program Indonesia Sehat Tahun 2012

Cacing filaria (Wuchereria bancrofti)

A.

Klasifikasi Cacing filaria (Wuchereria bancrofti) Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut filarial. Cacing filaria penyebab penyakit kaki gajah berasal dari genus wuchereria dan brugia. Di Indonesia cacing yang dikenal sebagai penyebab penyakit tersebut adalah wuchereria bancrofti, brugia malayi, dan brugia timori. Klasifikasi ilmiah Kingdom: Animalia Classis : Secernentea Ordo : Spirurida Upordo : Spirurina Family : Onchocercidae Genus : Wuchereria Species : Wuchereria bancrofti Morfologi dan siklus hidup cacing filaria Ciri-ciri cacing filaria Cacing dewasa (makrofilaria), berbentuk seperti benang berwarna putih kekuningan. Sedangkan larva cacing filaria (mikrofilaria) berbentuk seperti benang berwarna putih susu.

B.

Cacing dewasa hidup dalam pembuluh kelenjar limfa. Cacing betina ukurannya 65-100 mm x 0.25mm dan ekornya lurus berujung tumpul, sedangkan cacing jantan berukuran 40mm x 0.1mm dan ekor melingkar. Cacing betina mengeluarkan microfilaria. Microfilaria bersarung berukuran panjang kurang lebih 250 mikron dan pada umumnya ditemukan dalam darah tepi pada waktu malam(periodisitas nocturna). (rosdiana safar 2010) Siklus hidup cacing filaria (wuchereria bancrofti) Vector dari cacing filaria adalah nyamuk Culex (cx. Quinquifafasciatus), Anopheles, dan Aedes. Nyamuk menghisap darah manusia yang mengandung microfilaria waktu malam hari. Dalam lambung, nyamuk microfilaria akan berubah menjadi larva yang berbentuk gemuk dan pendek (stadium 1), lalu pindah ke thorax nyamuk menjadi larva yang berbentuk gemuk dan panjang(stadium 2), kemudian masuk ke kelenjar ludah nyamuk membentuk larva yang panjang dan halus(stadium 3). Bila nyamuk menggigit manusia maka nyamuk (stadium 3)akan dimasukkan ke pembuluh darah dan pembuluh limfa manusia menjadi nyamuk (stadium4). Kemudian (stadium4) akan menuju kelenjar limfa dan menjadi dewasa jantan dan betina yang disebut (stadium5). Setelah cacing dewasa kawin dikelenjar limfa maka yang betina akan melahirkan microfilaria. Lingkaran hidup didalam tubuh manusia mulai (stadium3) masuk kedalam tubuh manusia sampai ditemukan microfilaria didarah perifer, berlangsung dalam waktu 10-14 hari.(rosdiana safar 2010) C. Prinsip patologis/mekanisme penyakit filariasis Penyakit filariasis atau biasa disebut dengan penakit kaki gajah merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Tetapi tidak semua pengandung w.bancrofti ini menjadi sakit. Microfilaria pada umumnya tidak menimbulkan kelainan, namun yang menyebabkan gejala ialah cacing dewasa,bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui cacing filaria dewasa (makrofilaria). Cacing dewasa ini melalui saluran limfe aferen atau sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe pada tempat-tempat yang dilaluinya. Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan plasma yang terisi dari pembuluh darah yang menyebabkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya. Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi inilah yang menyebabkan terjadi proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan pembuluh limfe di sekelilingnya menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan rusaknya katup-katup di sepanjang pembuluh limfe tersebut. Akibatnya, limfedema dan perubahan statis-kronis dengan edema pada kulit di atas pembuluh tersebut menjadi tak terhindarkan lagi. Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa (Makrofilaria) yang merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh penderita yang mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh. Respon inflamasi ini juga diduga sebagai penyebab granuloma dan proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe secara total. Ketika cacing masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing sudah mati akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe. Kemudian akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh limfe bukanlah membentuk kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi drainase limfe di daerah tersebut. D. Epidemiologi cacing filaria (wuchereria bancrofti) Wuchereria bancrofti endemis di 78 negara dan mempengaruhi 128 juta orang di seluruh dunia Nematoda ini tersebar luas di seluruh zona lembab dan tropis di Asia, Afrika, Amerika dan kepulauan pasifik dan sering terjadi pada daerah dengan tingkat ekonomi

miskin. Wuchereria bancrofti adalah agen menular. Dalam 91% kasus LF. LF juga diakui sebagai yang kedua nyamuk paling mematikan setelah malaria. Sampai saat ini 44juta oang mengalami penyakit klinis, namun 76 juta menderita pra klinis kerusakan ginjal dan system limfatik. Sebanyak 1.3 miliar orang di daerah endemic diperkirakan beresiko membangun LF etiap tahun, meskipun tidak fatal tetapi bias menyebabkan cacat permanen, kelemahan, dan morbiditas kronis. Vector control dan distribusi obat obtan telah membuktikan langkah efektif dalam pengurangan epidemic. E. Diagnosa, Pencegahan dan Pengobatan Filariasis Diagnosa Filariasis Kita bisa mendiagnosa seseorang terserang penyakit kaki gajah berdasarkan gejala-gejala klinis akut atau kronis melalui pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil sampel darah pada jari si penderita. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan pada pada pukul 20.00 waktu setempat. Karena pada saat malam hari mikrofilaria terdapat didalam darah tepi penderita. Jika memang ditemukan mikrofilaria didalam darah si penderita, maka orang tersebut telah dinyatakan terserang penyakit kaki gajah (filariasis). Jika seseorang telah terserang filariasis akut, maka gejala-gejala klinis yang akan tampak antara lain : 1. Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila si penderita beristirahat dan muncul lagi jika si penderita bekerja berat. 2. Pembengkakan kelenjar getah bening, sehingga terlihat bengkak didaerah lipatan paha, ketiak yang tampak kemerahan, panas dan sakit. 3. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada dan buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas.

Sedangkan untuk gejala klinis filariasis kronis yaitu berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar (elephantiasis skroti). (http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Penyakit%20Kaki%20Gajah%20(Filariasis) &&nomorurut_artikel=372) Pencegahan filariasis Pencegahan dapat dilakukan dengan cara memberantas nyamuk yang berperan sebagai vector yang hidup pada air kotor, serta menghindari diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan memasang kelambu saat tidur, menyemprot obat nyamuk pada ruangan atau mengoleskan obat nyamuk pada tubuh agar mengurangi frekuensi gigitan nyamuk dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Tetapi dari semua cara tersebut juga harus dilakukan 3M untuk lebih efektifnya.

Pengobatan filariasis Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-

satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis akibatWuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filariasis akibatBrugia malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan oleh Brugiamalayi dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC. Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.

Brugia malayi (Filaria malayi)


Hospes definitif Hospes perantara/vektor Habitat

: Manusia, anjing, kucing, kera, lutung : Nyamuk (Anophels, Aedes, Mansonia) : - Cacing dewasa: Saluran dan kelenjar limfe

- Mikrofilaria : Darah dan limfe Penyakit Distribusi geografik : Brugiasis malayi, filariasis malayi, kaki gajah tipe malayi : Asia (Asia Tenggara, India sampai ke Jepang

Di Indonesia : Sumatera sampai Seram ( sumber : http://ettaabu.blogspot.com/2011/06/brugia-malayi-filaria-malayi.html ) Pengertian Brugia malayi adalah nematoda (cacing gelang), salah satu dari tiga agen penyebab filariasis limfatik pada manusia. Filariasis limfatik, juga dikenal sebagai kaki gajah , adalah kondisi yang ditandai oleh pembengkakan pada tungkai bawah. Dua penyebab filaria lain dari

filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti dan Brugia timori , yang berbeda dari B. Malayi morfologis, gejalanya, dan dalam batas geografis. ( Sumber : http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Brugia_m alayi&ei=J4GCT5avFsyGrAeDloDuBQ&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=3&ved=0C C8Q7gEwAg&prev=/search%3Fq%3Dpatogenitas%2Bbrugia%2Bmalayi%26hl%3Did%26c lient%3Dfirefox-a%26sa%3DX%26/rls%3Dorg.mozilla:enUS:official%26biw%3D1360%26bih%3D664%26prmd%3Dimvns) Penyebaran brugiasis Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan pembuluh limfe, sedangkan mikrofilaria dijumpai didalam darah tepi hospes definitif. Bentuk cacing dewasa mirip bentuknya dengan W. bancrofti, sehingga sulit dibedakan. Panjang cacing betina Brugia malayi dapat mencapai 55 mm, dan cacing jantan 23 cm. Brugia timori betina panjang badannya sekitar 39 mm dan yang jantan panjangnya dapat mencapai 23 mm. Mikrofilaria Brugia mempunyai mempunyai selubung, panjangnya dapat mencapai 260 mikron pada B.malayi dan 310 mikron pada B.timori. Ciri khas mikrofilaria B. malayi adalah bentuk ekornya yangn mengecil, dan mempunyai dua inti terminal, sehingga mudah dibedakan dari mikrofilaria W. bancrofti. Brugia ada yang zoonotik, tetapi ada yang hanya hidup pada manusia. pada Brugia malayi bermacam-macam, ada yang nocturnal periodic, nocturnal subperiodic, atau non periodic. Brugia timori bersifat periodik nokturna. Nyamuk yang dapat menjadi vektor penularannya adalah Anopheles (vektor brugiasis non zoonotik) atau mansonia (vektor brugiasis zoonotik). ( sumber : http://ekspresiman.blogspot.com/2012/03/brugia-malayi-dan-b-timori.html )

Vektor dan Epidemiologi Brugia timori merupakan spesies baru yang ditemukan di Indonesia sejak 1965, yang ditularkan oleh vektor yaitu Anopheles barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur di Pulau Timor, Flores, Rote, Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur. ( sumber : http://doctorology.net/?p=92 ) Siklus kehidupan Brugia malayi (Filaria malayi)

Gambar siklus kehidupan http://doctorology.net/?p=92 ) Patofisiologi

Brugia

malayi

(Filaria

malayi)

Sumber

Brugia timori / malayi ditularkan oleh An. barbirostris. Didalam tubuh nyamuk betina, mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada dinding lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga menjadi larva filariform infektif, kemudian berpindah ke proboscis. Saat nyamuk menghisap darah, larva filariform infektif akan ikut terbawa dan masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak mengikuti saluran limfa dimana kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali sebelum menjadi cacing dewasa. ( Sumber :

http://doctorology.net/?p=92 )

Gambar 1

Gambar 2

Gambar cacing Brugia Malayi : (1) http://doctorology.net/?p=92 , (2) http://budisetiawan-eptropmed.blogspot.com/2010/09/penyebab-filariasis-limfatik.html Gejala Klinis Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah penderita bekerja berat di ladang atau di sawah. Limfadenitis biasanya berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh dengan sendirinya. Kadang perandangan limfe ini dapat menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan menimbulkan limfangitis retrograd, yang bersifat khas pada filariasis. Peradangan pada saluran limfe ini dapat terlihat sebagai garis merah yang menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat pula menjalar ke jaringan sekitarnya, menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada stadium ini tungkai bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema. Limfadenitis biasanya berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus pada pangkal paha ini bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jaringan parut. Dan tanda ini merupakan salah satu gejala obyektif filariasis limfatik. Limfadenitis dengan gejala komplikasinya dapat berlangsung beberapa minggu sampai tiga bulan lamanya. Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena, lambat laun pembengkakan tungkai tidak menghilang pada saat gejala peradangan sudah sembuh, akhirnya timbullah elefantiasis. Kecuali kelenjar limfe inguinal, kelenjar limfe lain di bagian medial tungkai, di ketiak dan di bagian medial lengan juga sering terkena. Pada filariasis brugia, elefantiasis hanaya mengenai tungkai bawah, di bawah lutut, atau kadang-kadang lengan bawah di bawah siku. Alat kelamin dan payudara tidak pernah terkena, kecuali di daerah filariasis brugia yang bersamaan dengan filariasis bankrofti. Kiluria bukan merupakan gejala klinis filariasis brugia. ( SUMBER : http://doctorology.net/?p=92 )

Pengobatan brugiasis Hingga sekarang DEC masih merupakan obat pilihan. Dosis yang dipakai di beberapa negara Asia berbeda-beda. Di Indonesia dosis yang dianjurkan adalah 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping DEC pada pengobatan filariasis brugia jauh lebih berat, bila dibandingkan dengan yang terdapat pada pengobatan filariasis bankrofti. Untuk pengobatan masal pemberian dosis standard dan dosis tunggal tidak dianjurkan. Yang dianjurkan adalah pemberian dosis rendah jangka panjang (100 mg/minggu selama 40 minggu) atau garam DEC 0,2 0,4 % selama 9 12 bulan. Pengobatan dengan iver mektin

sama dengan pada filariasis bankrofti. Untuk mendapatkan hasil penyembuhan yang sempurna, pengobatan ini perlu diulang beberapa kali. Stadium mikrofilaremia, gejala peradangan dan limfedema dapat disembuhkan dengan pengobatan DEC. Kadang elefantiasis dini dan beberapa kasus elefantiasis lanjut dapat diobati dengan DEC. ( sumber : http://doctorology.net/?p=92 )

Pencegahan brugiasis Tindakan pencegahan brugiasis sesuai dengan upaya pencegahan pada filariasis bancrofti, yaitu pengobatan penderita, pengobatan masal penduduk didaerah endemik, pencegahan pada pendatang dan pemberantasan vektor penular filariasis malayi. ( sumber : http://ekspresiman.blogspot.com/2012/03/brugia-malayi-dan-b-timori.html )

Wuchereria bancrofti (filaria Bancrofti / Bancrofts Filaria)



Free Software Urticaria

Larvas

Blogs

Software Download

Epididy mitis

Free Downloads

Allergies

Tweets

Atom

Free Software

Urticaria

Wuchereria bancrofti (filaria Bancrofti / Bancrofts Filaria) Penyakit : Filariasis bancrofti, Wuchereriasis, Elephantiasis Distribusi Geografis : Parasit ini tersebar di daerah tropis dan subtropis, ke Utara sampai ke Spanyol, ke Selatan sampai ke Australia, Afrika,Asia, Jepang, Taiwan, Philiphina, Indonesia dan Kepulauan Pasifik Selatan. Habitat : Bentuk dewasa ditemukan di saluran dan kelenjar lymphe manusia.

Vector : Nyamuk (Culex, Aedes, Anopheles) Morfologi : Cacing dewasa: berbentuk memanjang seperti rambut (hair like), warna transparans, bentuk filariform dengan ujung meruncing sedikit demi sedikit. Cacing jantan dan betina didapatkan saling melingkar di dalam habitatnya dan sukar untuk dilepaskan. Jantan : Ukuran 25-40 X 0,1 mm, bagian posterior melengkung ke ventral dan mempunyai spiculae Betina : Ukuran 80-100 X 0,25 mm. Life span : kurang lebih 5-10 tahun. Mikrofilaria : Gambar mikro filaria W.bancrofti Setelah dilahirkan oleh induknya dalam saluran lymphe, mereka akan menemukan jalannya menuju saluran lymphe utama dan akhirnya berada dalam aliran darah tepi. Morfologi mikrofilaria dapat diamati dengan baik dengan mengambil darah penderita, dan dibuat sediaan tetes tebal yang diwarnai dengan Wright/Giemsa. Pada sediaan yang baik akan terlihat mikrofilaria sebagai suatu bentukan silinder memanjang. Ciri-ciri khas dari mikrofilaria Wuchereria bancrofti sbb :

Ukuran kurang lebih 290 X 6 mikron Terbungkus oleh suatu selaput hialin (hyaline sheath), tetapi pada pengecatan dengan Giemsa sheath ini jarang nampak dan hanya nampak pada pengecatan yang pekat. Curva tubuhnya halus dan tak mempunyai lekukan tubuh sekunder (secondary kink negatif) Tubuhhya terisi oleh body nuclei yang tersebar merata, nampak seolah-olah teratur. Pada ujung anterior terdapat bagian yang bebas dari body nuclei, disebut cephalic space yang ukuran panjangnya kurang lebih sama dengan lebarnya (Cephalic space ratio 1 : 1). Ujung posterior tidak mengandung body nuclei (Terminal nuclei negatif)

Siklus hidup :

Siklus hidup W. bancrofti sumber www.dpd.cdc.gov/dpdx Wuchereria bancrofti mempunyai 2 host yaitu : 1. Dalam Tubuh Manusia (Definitif host) :

Cacing dewasa berada dalam saluran dan kelenjar lymphe, setelah kawin cacing betina akan melahirkan mikrofilaria (ovo vivipar) sesuai dengan sifat periodisitasnya mikrofilariamikrofilaria tersebut akan berada di darah tepi . Bila kebetulan ada nyamuk yang sesuai menggigit penderita tersebut, maka mikrofilaria akan ikut terhisap bersama darah penderita dan masuk ke tubuh nyamuk. Didalam tubuh manusia mikrofilaria dapat bertahan hidup lama tanpa mengalami perubahan bentuk. 2. Dalam Tubuh Intermediate host : Nyamuk yang berperan sebagai vektor biologis/hospes perantaraan untuk Wuchereria bancrofti adalah dari genus : Culex, Anopheles,Aedes. Mikrofilaria yang terhisap masuk pada saat terjadinya gigitan, sesampai di lambung nyamuk akan melepaskan sheathmya. Dalam waktu 1-2 jam kemudian ia menembus dinding usus nyamuk menuju ke otot-otot thorax untuk mengadakan metamorfosis. Dalam waktu kurang lebih 2 hari mikrofilaria akan tumbuh menjadi larva stadium I (l24-250 mikron X 10-17 mikron) dan 3-7 hari kemudian menjadi larva stadium II yang panjangnya (225-330 mikron dan lebar 15-30 mikron) dan pada hari ke 10-11 pertumbuhan larva dapat dikatakan telah lengkap menjadi larva stadium III dengan ukuran panjang 1500-2000 mikron dan lebarnya 18-23 mikron), yaitu stadium yang infektif untuk manusia. Larva tersebut bermigrasi ke kelenjar ludah (proboscis). dan siap untuk ditularkan bila nyamuk tersebut menggigit manusia lagi. Cara Infeksi :

Melalui inokulasi (gigitan) nyamuk betina. (Culex, Aedes, Anopheles), di India dan China : Culex fatigans, di Kepulauan Pasific : Anopheles punctulatus Bentuk infektif untuk manusia larva stadium III Portal of entry : kulit

Habitat : System lymphatic dari extremitas superior atau inferior, hal ini tergantung dari lokasi gigitan Kebanyakan di regio Inguino-scrotal Pathogenesis : Effect pathogen yang nampak pada Wuchereria dapat disebabkan oleh bentuk dewasa baik yang hidup maupun yang mati. Bentuk dewasa atau larva yang sedang tumbuh dapat menyebabkan kelainan berupa reaksi inflamasi dan system lympatic. Sedangkan bentuk microfilarianya yang hidup didalam darah belum diketahui apakah menghasilkan productproduct yang bersifat pathogen, kecuali pada accult filariasis. Hasil metabolisme dari larva Wuchereria yang sedang tumbuh menjadi dewasa pada individu yang sensitif dapat menyebabkan reaksi allergi seperti: urticaria, "fugitive swelling". (pembengkakan, nyeri, pembengkakan pada kulit extremitas) dan pembengkakan kelenjar lymphe. Gejala ini dapat timbul awal dalam waktu beberapa bulan (kurang lebih 3 1/2 bulan) setelah penularan. Pemeriksaan darah tepi untuk mencari mikrofilaria pada stadium ini biasanya negatif (gagal ditemukan), tetapi pada biopsi kelenjar lymphe setempat mungkin dapat ditemukan cacing Wuchereria bancrofti muda atau dewasa. Gejala Klinis : Karena filariasis bancrofti dapat berlangsung selama beberapa tahun maka dapat terjadi gambaran klinis yang berbeda-beda. Reaksi pada manusia terhadap infeksi filaria berbeda dan beraneka ragam. Akibat infeksi yang disebabkan oleh filaria maka dapat diklasifikasi sbb :

1. Bentuk dengan peradangan 2. Bentuk dengan penyumbatan dan 3. Bentuk tanpa gejala. 1. Bentuk dengan peradangan (Filariasis dengan peradangan) Filariasis dengan peradangan merupakan fenomen alergi karena kepekaan terhadap bahanbahan metabolit yang berasal dari larva yang sedang tumbuh dari cacing betina yang melahirkan mikrofilaria, atau dari cacing dewasa yang hidup dan yang mati. Dapat juga terjadi infeksi sekunder yang disebabkan oleh streptococcus atau oleh jamur. Lymphangitis dari anggota tutuh pembengkakan setempat dan kemerahan lengan dan tungkai merupakan gejala yang khas dari serangan yang berulang- ulang. Demam menggigil, sakit kepala, muntah dan kelemahan dapat menyertai serangan tersebut yang dapat berlangsung beberapa hari-minggu yang terutama terkena ialah saluran limphe tungkai dan alat genital; dapat terjadi funiculitis, epididymitis, orchitis. Dapat terjadi leucocytosis sampai 10.000 dengan Eosinophyl 6-26%. 2. Bentuk penyumbatan (Filariasis dengan penyumbatan) Penyumbatan dapat terjadi akibat perubahan dinding dan proliferasi endothel saluran lymphe karena proses peradangan (obliterative endolymphangitis) juga karena fibrosis kelenjar lymphe dan jaringan ikat sekitarnya akibat keradangan yang berulang-ulang atau dapat juga akibat efek mekanis misalnya penyumbatan oleh cacing dewasa pada lumen pembuluh lymphe. Penyumbatan pada filariasis terjadinya perlahan-lahan biasanya setelah terkena infeksi filaria selama bertahun-tahun. Akibat penyumbatan limfatik tersebut maka dapat terjadi pelebaran lumen dan menurunnya elastisitas pembuluh lymphe, disebut lymp varix. Dapat juga timbul kebocoran dinding pembuluh lymphe yang menyebabkan cairan lymphe keluar dari lumen; hidrocele, chyluria. Hypretrofi jaringan yang terkena proses yang menahun menyebabkan penebalan jaringan sehingga bisa terjadi Elephanthiasis. 3. Bentuk tanpa gejala (Filariasis tanpa gejala) Di daerah endemi, anak-anak mungkin terkena penyakit sejak umur muda, dan pada umur 6 tahun pada mereka telah dapat ditemukan mikrofilaria di dalam darah tanpa menimbulkan gejala yang menunjukkan adanya infeksi ini. Pada pemeriksaan tubuh tampak mikrofilaria dalam jumlah besar dan adanya eosinofil. Pada waktu cacing dewasa mati mikrofilaria menghilang tanpa penderita menyadari akan adanya infeksi. Diagnose : Diagnosa filariasis ditegakkan berdasarkan atas :

Anamnese yang berhubungan dengan nyamuk didaerah endemi Dari gejala klinis seperti tersebut diatas Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan pemeriksaan darah yang diambil pada waktu

malam (terutama untuk yang bersifat xacternal periodicyty). Diagnosa pasti bila kita menemukan parasitnya. Perlu kiranya diketahui bahwa darah penderita dengan gejala filariasis tidak selalu ditemukan mikrofilaria. Selain dengan pemeriksaan tersebut dapat juga dilakukan dengan : Xeno Diagnosis yaitu Nyamuk yang steril digigitkan pada orang yang diduga menderita Wuchereriais, kemudian dilakukan pembedahan atau nyamuk-nyamuk tersebut dilumatkan untuk mencari mikrofilaria atau larva.

Metode yang lain adalah : Biopsi kelenjar: gambaran yang khas dari infeksi Wuchereriasis kelenjar sangat membantu. Serologis : dapat dilakukan dengan tes kulit (skin test) maupun Complement Fixation Test, dengan menggunakan antigen yang berasal dari Dirofilaria immitis. Metode ini sangat membantu diagnosa terutama pada fase- fase permulaan. Ada keadaan-keadaan tertentu dimana mikrofilaria tidak ditemukan pada pemeriksaan darah tepi penderita, yaitu: - Selama permulaan fase allergie

Setelah serangan limfangitis, karena cacing dewasa telah mati. Pada kasus-kasus Elephanthiasis, karena sumbatan sistim limfatik sehingga mikrofilaria tak dapat mencapai peredaran darah. Pada Occult Filariasis.

Terapi : Obat-obat Filarisida yang dapat dipakai antara lain : 1. Diethyl Carbamazin (Hetrazan) o terutama untuk mikrofilarianya o dosis dan cara pemberiannya masih bervariasi o dosis standart yang dipakai adalah 2 mg/ kg berat badan 3 X sehari selama 714 hari o untuk mengurangi efek samping (sakit kepala,pusing, mausea, demam) pemberian obat dimulai 2. dari dosis rendah, kemudian ditingkatkan secara bertahap 3. Preparat Arsen ; Mel W, Mel B, untuk cacing dewasanya. 4. Suramin 5. Corticosteroid ; untuk mengurangi efek allergie 6. Antibiotika: dapat dipakai pada limfangitis rekurens yang disebabkan oleh infeksi sekunder. 7. Operasi Pencegahan : Pencegahan Wuchereriasis di daerah endemis meliputi pemberantasan nyamuk dan mengobati penderita yang merupakan sumber infeksi. Perlindungan manusia dengan menutup ruangan dengan kawat kasa, memakai kelambu atau repelent.

Brugia malayi
Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Nematoda Kelas: Secernentea Order: Spirurida Keluarga: Onchocercidae Genus: Brugia Spesies: B. malayi Nama binomial Brugia malayi Brugia malayi: spesies filaria Malaya, agen penting dari filariasis manusia dan gajah di Asia Tenggara dan Indonesia, tertular kepada manusia dengan spesies Mansonia dan nyamuk Anopheles; parasit dewasa menyebabkan lymphangitis dan limfadenitis, tetapi dengan sedikit keterlibatan daerah genital dan lebih rendah anggota badan, dan insiden yang relatif lebih besar dari penyakit pada tungkai atas dibandingkan dengan infeksi Wuchereria bancrofti (Sebelumnya disebut Wuchereriamalayi).

SEJARAH Lichentenstein dan Brug pertama diakui B. malayi sebagai patogen yang berbeda pada tahun 1927. Mereka melaporkan terjadinya suatu spesies filariae manusia di Sumatera Utara yang baik fisiologis dan morfologis berbeda dari W. bancrofti mikrofilaria umumnya ditemukan di Jakarta dan bernama patogen Filaria malayi. Namun demikian, meskipun studi epidemiologi mengidentifikasi malayi Filaria di India, Sri Lanka, Cina, Vietnam Utara, dan Malaysia pada tahun 1930-an, Lichentenstein dan's hipotesis Brug tidak diterima sampai 1940-an, ketika Rao dan Mapelstone diidentifikasi cacing dewasa di India. Berdasarkan kesamaan dengan W. bancrofti, Rao dan Mapelstone diusulkan untuk menyebutnya parasit Wuchereria malayi Pada tahun 1960, bagaimanapun, Buckley diusulkan untuk membagi genus tua Wuchereria, ke dalam dua generasi, dan Brugia dan Wuchereria nama Filaria malayi Brugia malayi sebagai berisi. Wuchereria W. bancrofti, yang sejauh ini hanya ditemukan menginfeksi manusia, dan Brugia berisi B. genus malayi, yang menginfeksi manusia dan hewan, serta spesies zoonosis lainnya. Periodisitas nokturnal: mikrofilaria tidak terdeteksi dalam darah untuk sebagian besar hari, namun puncak kepadatan microfilarial antara tengah malam dan 2:00 malam. Nocturnal subperiodicity: mikrofilaria yang hadir dalam darah setiap saat, tetapi muncul pada kerapatan terbesar di antara siang dan 08:00. Transmisi: Vektor dan Reservoir B. malayi ditularkan oleh nyamuk vektor. Prinsip vektor Mansonia Nyamuk meliputi, Anopheles, dan Aedes nyamuk. nyamuk berfungsi sebagai vektor biologis - ini diperlukan untuk siklus perkembangan parasit. Penyebaran geografis dari penyakit ini demikian tergantung pada habitat pembiakan nyamuk yang cocok. Bentuk periodik nokturnal ditularkan oleh nyamuk Mansonia dan beberapa Anopheline di rawa terbuka dan beras daerah berkembang.Nyamuk ini cenderung menggigit pada malam hari dan tampaknya hanya menginfeksi manusia. Alam infeksi hewan langka dan hewan percobaan tidak mempertahankan infeksi. Bentuk subperiodic malam ditularkan oleh Mansonia di rawa hutan, dimana gigitan nyamuk di tempat teduh setiap saat. infeksi zoonosis alam umum. Kucing, anjing, monyet, lambat lorises, musang kucing, dan hamster semuanya telah berhasil eksperimental terinfeksi dengan B. malayi dari manusia dan dapat berfungsi sebagai waduk penting. Akumulasi dari banyak ratusan gigitan nyamuk infektif beberapa-ribuan-diwajibkan melakukan infeksi. Hal ini karena seekor nyamuk yang kompeten biasanya hanya mengirimkan larva infektif stadium3 sedikit dan kurang dari 10% dari mereka kemajuan larva melalui semua langkah yang diperlukan menyilih dan berkembang menjadi cacing dewasa. Jadi mereka yang paling berisiko untuk infeksi adalah orang yang tinggal di endemik

jangka pendek turis-daerah tidak mungkin untuk mengembangkan filariasis limfatik. Morfologi Dewasa Dewasa menyerupai cacing nematoda cacing gelang klasik. Panjang dan benang, B. dan lain nematoda malayi hanya memiliki otot longitudinal dan bergerak dalam S-bentuk gerakan sebuah. Orang dewasa biasanya lebih kecil dari dewasa W. bancrofti, meskipun beberapa orang dewasa telah diisolasi. cacing dewasa Wanita (50 m) lebih besar dari cacing jantan (25 m). Mikrofilaria Mikrofilaria B. malayi mempunyai panjang 200-275 m dan bulat mengakhiri anterior dan posterior ujung runcing. mikrofilaria ini adalah berselubung, yang banyak noda dengan Giemsa. selubung ini sebenarnya kulit telur, lapisan tipis yang mengelilingi kulit telur sebagai mikrofilaria yang beredar dalam aliran darah. mikrofilaria yang mempertahankan sarungnya sampai dicerna dalam midgut nyamuk. Gejala B. malayi adalah salah satu agen penyebab filariasis limfatik , suatu kondisi yang ditandai dengan infeksi dan pembengkakan dari sistem limfatik. Penyakit ini terutama disebabkan oleh adanya cacing dalam pembuluh limfatik dan respon host yang dihasilkan. Tanda-tanda infeksi biasanya konsisten dengan yang terlihat di bancroftian-filariasis demam, limfadenitis, lymphangitis, lymphedema, dan infeksi bakteri sekunder-dengan beberapa pengecualian. Diagnosis Laboratorium Berdasarkan tes PCR sangat sensitif dan dapat digunakan untuk memantau infeksi baik pada manusia dan vektor nyamuk. Namun, tes PCR yang memakan waktu, tenaga kerja yang intensif dan membutuhkan peralatan laboratorium. Limfatik filariasis terutama mempengaruhi masyarakat miskin, yang tinggal di daerah tanpa sumber daya tersebut. Kartu antigen uji ICT secara luas digunakan dalam diagnosis W. bancrofti, namun komersial antigen B. malayi belum tersedia secara luas historis. Namun, perkembangan penelitian terbaru telah mengidentifikasi antigen rekombinan (BmR1) yang bersifat spesifik dan sensitif dalam mendeteksi antibody terhadap B. IgG4 malayi dan B. timori dalam ELISA dan cepat Dipstick immunochromatographic (Brugia Rapid) uji. Namun, tampaknya immunoreactivity bahwa untuk antigen ini adalah variabel pada orang yang terinfeksi nematoda filarial lainnya. Penelitian ini telah menyebabkan perkembangan dua baru cepat immunochromatographic IgG4 kaset tes-WB cepat dan panLF cepatyangmendeteksi Filariasis bancroftian dan semua tiga spesies filariasis limfatik, masing-masing, dengan sensitivitas yang tinggi dan selektivitas. Epidemiologi

B. malayi menginfeksi 13 juta orang di selatan dan Asia Tenggara dan yang bertanggung jawab untuk hampir 10% dari total kasus di dunia filariasis limfatik. Infeksi B. malayi adalah endemik atau berpotensi endemik di 16 negara, di mana ia paling umum di Cina selatan dan India, tetapi juga terjadi di Indonesia, Thailand, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Korea Selatan. Penyebaran B. malayi tumpang tindih dengan W. bancrofti di wilayah ini, tetapi tidak hidup berdampingan dengan B. timori. Daerah fokus dari endemisitas ditentukan sebagian oleh vektor nyamuk.

Habitat
Loa loa tinggal di daerah dengan panas, iklim basah, seperti hutan hujan dan rawa. Mereka ditransfer oleh lalat tabinid untuk mereka manusia host, di mana mereka tinggal di jaringan subkutan, meskipun mereka telah dikenal untuk bermigrasi lebih dalam ke dalam tubuh (. Gardon, et al, 1997. , Roberts dan Janovy, 2000 )

Daerah habitat tropis air tawar Bioma terestrial hutan hujan Bioma air danau dan kolam sungai dan sungai kolam sementara Wetlands rawa rawa

Fitur Habitat Lain perkotaan pinggiran kota pertanian tepi pantai

Deskripsi Fisik
Loa loa silindris, memiliki kutikula dengan tiga lapisan luar utama terbuat dari kolagen dan senyawa lainnya. Lapisan luar yang non-seluler dan disekresikan oleh epidermis. Lapisan kutikula melindungi nematoda sehingga mereka dapat menyerang saluran pencernaan hewan. Cacing meranggas empat kali, dua yang pertama sebelum menetas, dan kemudian sebelum tahap dewasa mereka. Nematoda memiliki membujur otot di sepanjang dinding tubuh. Otot-otot yang miring diatur dalam band. Punggung, perut dan longitudinal kabel saraf yang terhubung ke tubuh utama otot. Loa loa dewasa kecil, cacing tipis mulai panjang 20-70 mm dan panjang 350-430 mikrometer lebar. Wanita biasanya lebih besar daripada laki-laki. Kepala Loa loa sederhana dan tidak memiliki bibir. Ekor tumpul. Loa loa remaja terlihat seperti orang dewasa, tapi jauh lebih kecil (. Barnes, 1987 ; Brusca dan Brusca 2003 , Roberts dan Janovy, 2000 )

Fitur Fisik Lainnya ectothermic homoiothermic simetri bilateral Dimorfisme Seksual perempuan lebih besar jenis kelamin berbentuk berbeda Rentang panjang 20 sampai 70 mm 0,79-2,76 di

Pembangunan
Setelah kawin, betina Loa loa melahirkan mikrofilaria. Mikrofilaria yang bermigrasi ke dalam aliran darah. Pada tahap ini, mereka dapat dicerna oleh sejumlah rusa terbang spesies yang pakan pada komputer terinfeksi. Dalam fly, mikrofilaria yang berkembang dalam lemak tubuh hingga mencapai tahap remaja. Infektif remaja Loa loa pindah ke mulut lalat sehingga ketika irisan membuka manusia untuk memberi makan, yang Loa loa lagi dapat menyerang host manusia. Setelah setahun pembangunan di inang definitif mereka, Loa loa adalah orang dewasa yang dapat memulai siklus baru. ( Roberts dan Janovy, 2000 )

Reproduksi

Betina dapat menghasilkan phermomone untuk menarik laki-laki. Kumparan laki-laki di sekitar wanita dengan bidang lengkung di atas pori genital perempuan. Gubernakulum, terbuat dari jaringan kutikula, panduan spikula yang memperpanjang melalui kloaka dan anus. Pria menggunakan spikula untuk memegang betina saat kopulasi. Nematoda sperma amoeboid-seperti dan kurangnya flagela (. Barnes, 1987 ; Brusca dan Brusca 2003 , Roberts dan Janovy, 2000 )

Fitur kunci Reproduksi seksual pemupukan o intern ovoviviparous Investasi Parental pra-pembuahan o Provisioning

Umur / Panjang Umur


Dewasa dapat hidup sampai 15 tahun atau lebih. ( Roberts dan Janovy, 2000 )

Tingkah laku
Cacing dewasa bermigrasi ke seluruh jaringan subkutan dari tuan rumah mereka setiap saat sepanjang hari. Ketika mereka berlama-lama di satu daerah cukup lama, pembengkakan dalam bentuk cacing dapat dilihat pada kulit. Mikrofilaria hidup aliran darah pada siang hari ketika tuan rumah kemungkinan besar untuk digigit oleh lalat. Pada malam hari, mereka mundur ke paru-paru. Dalam hospes perantara lalat mereka, Loa loa mikrofilaria tinggal di lemak tubuh, sedangkan remaja infektif menghuni mulut fly. ( Roberts dan Janovy, 2000 )

Perilaku Kunci parasit yg dpt mengubah tempat tak berpindah-pindah

Komunikasi dan Persepsi


Nematoda dalam Secernentea memiliki phasmids, yang kelenjar uniseluler. Phasmids kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor. Betina dapat menghasilkan feromon untuk menarik laki-laki. Nematoda pada umumnya memiliki papila, setae dan amphids sebagai organ-organ indera utama. Setae mendeteksi gerakan (mechanoreceptors), sedangkan amphids mendeteksi bahan kimia (kemoreseptor) (. Barnes, 1987 ; Brusca dan Brusca 2003 , Roberts dan Janovy, 2000 )

Saluran Komunikasi berkenaan dgn peraba kimia Mode Komunikasi Lainnya

feromon Saluran Persepsi berkenaan dgn peraba kimia

Kebiasaan Makanan
Loa loa adalah endoparasit obligat, makan pada cairan dalam jaringan manusia. Kelenjar faring dan epitel usus memproduksi enzim pencernaan untuk memberi makan pada cairan tubuh host. Pencernaan ekstraseluler dimulai dalam lumen dan selesai intraseluler. Tabanid lalat berfungsi sebagai host intermediate (. Barnes, 1987 ; Brusca dan Brusca 2003 , Roberts dan Janovy, 2000 )

Diet Primer karnivor o makan cairan tubuh Makanan Hewan cairan tubuh

Predasi
Parasit ini biasanya tidak memangsa langsung, tapi yang tertelan. Kematian larva yang tinggi karena sebagian besar parasit tidak mencapai host yang sesuai (. Barnes, 1987 ; Brusca dan Brusca 2003 , Roberts dan Janovy, 2000 )

Peran Ekosistem
Loa loa adalah endoparasit obligat, makan pada cairan dalam jaringan manusia. Tabanid lalat berfungsi sebagai host intermediate. ( Roberts dan Janovy, 2000 )

Dampak Ekosistem parasit

Spesies Digunakan sebagai host


Tabanidae Homo sapiens

Pentingnya ekonomi untuk Manusia


Pentingnya ekonomi untuk Manusia: Negatif Loa loa adalah parasit serius manusia di daerah pedesaan Afrika Barat. Ketika Loa loa bermigrasi ke jaringan yang lebih dalam dari sebuah host, mereka dapat menyebabkan ensefalitis, kadang-kadang menyebabkan kematian. Efek patogen lainnya termasuk nyeri sendi disebabkan oleh pembengkakan ketika cacing tetap dekat bersama untuk jangka waktu dan kerusakan pada mata sebagai cacing merangkak melalui kornea dan jaringan penghubung

(. Blum, et al, 2000. , Chippaux, dkk ., 1996 , Gardon, et al, 1997. , Roberts dan Janovy, 2000 )

Dampak Negatif melukai manusia o menyebabkan penyakit pada manusia

Loa loa adalah filaria nematoda (cacing gelang) spesies yang menyebabkan Loa loa filariasis . Hal ini umumnya dikenal sebagai "cacing mata". Distribusi geografis termasuk Afrika dan India. [1] L. loa adalah satu dari tiga filarial nematoda parasit yang menyebabkan subkutan filariasis pada manusia. Dua nematoda filaria lainnya Mansonella streptocerca dan Onchocerca volvulus (menyebabkan kebutaan sungai ). Jatuh tempo larva dan orang dewasa dari "cacing mata" menempati lapisan subkutan kulit lapisan lemak - manusia, menyebabkan penyakit. Larva muda berkembang di horseflies dari genus Chrisops (rusa lalat, lalat kuning), termasuk spesies C. dimidiata dan C. silacea , yang menginfeksi manusia dengan menggigit mereka.

Isi
Morfologi
Loa loa cacing memiliki tubuh yang sederhana termasuk kepala, tubuh, dan ekor. Pria berkisar dari 20mm ke 34mm panjang dan 350m untuk 430m lebar. Betina berkisar dari 20mm ke 70mm panjang dan sekitar 425m lebar. [1]

Siklus hidup
Tiga spesies yang terlibat dalam siklus hidup termasuk parasit Loa loa, vektor lalat, dan host manusia: [2]

Sebuah vektor lalat menggigit tuan rumah manusia yang terinfeksi dan ingests mikrofilaria. Mikrofilaria pindah ke lemak tubuh dari host serangga. Mikrofilaria berkembang menjadi larva tahap pertama, tahap larva kemudian ketiga. Larva tahap ketiga (infektif) perjalanan ke belalai lalat. Sebuah vektor lalat terinfeksi menggigit tuan rumah manusia terinfeksi dan larva tahap ketiga menembus kulit dan masuk jaringan subkutan manusia. Larva tumbuh menjadi dewasa, yang memproduksi mikrofilaria yang telah ditemukan dalam cairan tulang belakang, urine, darah perifer, dan paru-paru.

Penyakit
Patogenesis
Loa loa parasit menginfeksi host manusia dengan perjalanan melalui jaringan subkutan seperti punggung, dada, pangkal paha, kulit kepala, dan mata. Parasit ini menyebabkan peradangan di kulit mana pun mereka bepergian. Jika parasit berhenti di satu tempat untuk waktu singkat, tuan rumah manusia akan menderita peradangan lokal dikenal sebagai Calabar pembengkakan. Ini sering terjadi pada pergelangan tangan dan sendi pergelangan kaki, tetapi menghilang segera setelah parasit mulai bergerak lagi. Parasit juga dapat melakukan perjalanan melalui dan menginfeksi mata, menyebabkan pembengkakan mata. Gejala umum termasuk gatal, nyeri sendi, kelelahan, dan kematian. [1]

Diagnosis dan pengobatan


Metode utama diagnosis termasuk adanya mikrofilaria dalam darah, adanya cacing di mata, dan adanya pembengkakan kulit. Operasi pengangkatan cacing dapat dengan mudah dilakukan. Pengobatan umum untuk penyakit ini adalah penggunaan salah satu dari dua obat: diethylcarbamazine (DEC) atau Ivermectin . [1]

Referensi

Loa loa Loa loa mikrofilaria dalam hapusan darah tipis ( Giemsa stain ) Klasifikasi ilmiah Raya: Animalia Filum: Nematoda Kelas: Chromadorea Order: Spirurida Superfamili: Filarioidea Keluarga: Onchocercidae Genus: Loa Spesies: L. loa Nama Binomial Loa loa (Cobbold, 1864) [ verifikasi diperlukan ] Sinonim

Filaria loa Cobbold, 1864

Loa loa filariasis (juga dikenal sebagai loiasis, loaiasis, Calabar bengkak, Buronan pembengkakan, pembengkakan Tropical [1] : 439 dan Afrika eyeworm) adalah kulit dan penyakit mata yang disebabkan oleh nematoda cacing, loa loa . Manusia terjangkit penyakit ini melalui gigitan lalat Deer atau Mango terbang (Chrisops spp), yang vektor untuk Loa loa. Orang dewasa Loa loa cacing Filaria bermigrasi sepanjang subkutan jaringan manusia, sesekali menyeberang ke subconjunctival jaringan mata di mana ia dapat dengan mudah diamati. Loa loa biasanya tidak mempengaruhi penglihatan seseorang tetapi dapat menyakitkan ketika bergerak bola mata atau di jembatan hidung. [2] [3] Penyakit ini dapat menyebabkan pembengkakan gatal merah di bawah kulit yang disebut "Calabar bengkak". Penyakit ini diobati dengan obat diethylcarbamazine (DEC), dan pada saat yang tepat, metode bedah dapat digunakan untuk menghilangkan cacing dewasa dari konjungtiva.

Sinonim

Loa loa dalam jaringan subconjunctival. Sumber: JD McLean, McGill Medicine.

Sinonim untuk penyakit ini termasuk cacing African mata, Loaiasis, Loaina, Loa loa filariasis, Filaria loa, Filaria lacrimalis, Filaria subconjunctivalis, Calabar pembengkakan, pembengkakan Buronan, Loaina, dan Mikrofilaria diurnal. [4] Loa loa, nama ilmiah untuk menular agen, adalah istilah adat itu sendiri dan kemungkinan bahwa ada banyak istilah lain yang digunakan dari daerah ke daerah.

Distribusi geografis
Sebaran geografis loiasis manusia terbatas pada hutan hujan dan rawa kawasan hutan Afrika Barat , menjadi sangat umum di Kamerun dan di Sungai Ogoou . Manusia adalah satusatunya dikenal reservoir alami . Diperkirakan bahwa 12-13000000 manusia terinfeksi dengan loa larva Loa. Sebuah bidang perhatian yang luar biasa tentang loiasis adalah co-endemisitas dengan onchocerciasis di daerah tertentu dari Afrika barat dan tengah, sebagai pengobatan ivermectin massa onchocerciasis dapat menyebabkan efek samping yang serius ( SAE ) pada pasien yang memiliki Loa loa kepadatan mikrofilaria tinggi, atau beban . Fakta ini memerlukan pengembangan lebih tes diagnostik khusus untuk Loa loa sehingga daerah dan individu pada risiko yang lebih tinggi untuk konsekuensi neurologis dapat diidentifikasi sebelum perawatan microfilaricidal. Selain itu, pilihan perawatan untuk loiasis, diethylcarbamazine, dapat mengakibatkan komplikasi serius dalam dan dari dirinya sendiri bila diberikan dalam dosis standar untuk pasien dengan Loa loa mikrofilaria beban tinggi. [3]

Sejarah penemuan
Kasus pertama infeksi Loa loa tercatat di Karibia (Santo Domingo) pada tahun 1770. Seorang ahli bedah Prancis bernama MONGIN mencoba tetapi gagal untuk menghapus cacing yang lewat di mata seorang wanita. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1778, ahli bedah Franois Guyot mencatat cacing di mata budak Afrika Barat pada kapal Perancis ke Amerika, ia berhasil dihapus cacing dari mata seorang pria. Identifikasi microfilaria dibuat pada tahun 1890 oleh dokter mata McKenzie Stephen. Localized angioedema, presentasi klinis umum dari loiasis, diamati pada tahun 1895 di kota Nigeria pesisir Calabar-maka nama, "Calabar" pembengkakan. Pengamatan ini dibuat oleh seorang dokter mata Skotlandia bernama Douglas Argyll-Robertson, tetapi hubungan antara Loa loa dan Calabar pembengkakan tidak menyadari sampai 1910 (oleh Dr Patrick Manson). Penentuan vektor-Chrisops spp.-dibuat pada tahun 1912 oleh parasitologist Inggris Robert Thomson Leiper . [5]

Presentasi klinis pada manusia


Filariasis seperti loiasis paling sering terdiri dari asimtomatik microfilaremia. Beberapa pasien mengembangkan disfungsi limfatik menyebabkan lymphedema . Episodic angioedema (pembengkakan Calabar) di lengan dan kaki, yang disebabkan oleh reaksi kekebalan tubuh yang umum. Ketika kronis, mereka dapat membentuk kista seperti pembesaran dari jaringan ikat sekitar selubung otot tendon , menjadi sangat menyakitkan saat dipindahkan. Pembengkakan dapat berlangsung selama 1-3 hari, dan bisa disertai dengan lokal urtikaria (erupsi kulit) dan pruritus (gatal). Migrasi subconjunctival dari cacing dewasa untuk mata

juga bisa sering terjadi, dan ini adalah alasan Loa loa juga disebut "cacing mata Afrika." Bagian atas bola mata dapat dirasakan, tapi biasanya membutuhkan waktu kurang dari 15 menit. Kejadian Gender eyeworms memiliki sekitar frekuensi yang sama, tetapi cenderung meningkat dengan usia. Eosinofilia sering menonjol dalam infeksi filaria. Cacing mati dapat menyebabkan kronis abses , yang dapat menyebabkan pembentukan reaksi granulomatosa dan fibrosis .

Transmisi
Loa loa larva infektif (L3) yang ditularkan kepada manusia oleh mangga (juga, bakau) atau vektor deerfly, Chrisops silicea dan C. dimidiata. Vektor adalah penghisap darah dan harimenggigit, dan mereka ditemukan di hutan hujan seperti lingkungan di Afrika barat dan tengah. Larva infektif (L3) matang untuk dewasa (L5) di jaringan subkutan dari host manusia, setelah dewasa cacing-asumsi adanya microfilaria pria dan wanita cacing-mate dan menghasilkan. Siklus infeksi berlanjut ketika mangga yang tidak terinfeksi atau rusa terbang mengambil makan darah dari host manusia microfilaremic, dan tahap transmisi dimungkinkan karena kombinasi dari periodisitas diurnal microfilaria dan kecenderungan hari-menggigit dari Chrisops spp. [6]

Reservoir
Manusia merupakan reservoir utama untuk Loa loa. Waduk potensial kecil lainnya telah ditunjukkan dalam berbagai lalat menggigit studi kebiasaan: kuda nil, ruminansia liar (misalnya, kerbau), hewan pengerat, dan kadal. Sebuah jenis simian dari loiasis ada di monyet dan kera tapi ditularkan oleh Chrisops langi. Tidak ada cross-over antara jenis manusia dan kera dari penyakit. [7]

Vector
Loa loa ditularkan oleh beberapa spesies lalat Tabanid (Order: Diptera ; Kelas: Tabanidae ). Meskipun horseflies dari genus Tabanus sering disebut-sebut sebagai vektor Loa, dua vektor menonjol adalah dari Chrisops genus tabanids-C. silicea dan C. dimidiata. Spesies ini hanya ada di Afrika dan dikenal sebagai deerflies dan mangga, atau bakau, lalat. [8] Chrisops spp kecil (5-20 mm) dengan kepala besar dan mulut menunjuk ke bawah. [6] [8] Sayap mereka jelas atau berbintik-bintik coklat. Mereka hematophagous dan biasanya hidup di habitat hutan dan berlumpur seperti rawa, sungai, waduk, dan membusuk vegetasi. Mangga Perempuan dan deerflies membutuhkan makan darah untuk produksi batch kedua telur. Batch ini disimpan di dekat air, di mana telur menetas dalam 5-7 hari. Larva matang dalam air atau tanah, [6] di mana mereka memakan bahan organik seperti hewan membusuk dan produk nabati. Fly larva 1-6 cm panjang dan memakan waktu 1-3 tahun untuk matang dari telur hingga dewasa. [8] Ketika sepenuhnya dewasa, C. silacea dan C. dimidiata menganggap kecenderungan hari-menggigit semua tabanids. [6]

Loa loa vektor. Sumber: JD McLean. McGill Kedokteran Gigitan lalat mangga bisa sangat menyakitkan, mungkin karena gaya laserasi digunakan; daripada menusuk kulit seperti nyamuk tidak, mangga (dan deerfly) membuat robekan pada kulit dan kemudian meminum darah. Lalat betina memerlukan cukup darah untuk tujuan tersebut mereka reproduksi dan dengan demikian dapat mengambil beberapa makanan darah dari host yang sama jika terganggu selama yang pertama. [6] Menariknya, meski Chrisops silacea dan C. dimidiata tertarik pada hutan berkanopi, mereka tidak melakukan menggigit mereka di sana. Sebaliknya, mereka meninggalkan hutan dan mengambil sebagian makanan darah di daerah terbuka. Lalat tertarik untuk merokok dari api kayu dan mereka menggunakan isyarat visual dan sensasi bulu karbon dioksida untuk menemukan inang yang disukai, manusia. [7] Sebuah studi Chrisops spp kebiasaan menggigit menunjukkan bahwa C. silacea dan C. dimidiata mengambil makanan darah manusia sekitar 90% dari waktu, dengan hippopatomus, ruminansia liar, hewan pengerat, dan makanan darah kadal yang membentuk 10% lainnya. Fakta bahwa ada simian (ex: monyet atau kera) makan darah diambil menunjukkan bahwa tidak ada persilangan antara jenis manusia dan kera dari Loa loa. Seekor lalat yang terkait, Chrisops langi, telah diisolasi sebagai vektor simian loiasis, namun varian ini berburu di dalam hutan dan belum belum dikaitkan dengan infeksi pada manusia. [7]

Masa inkubasi
Dalam inang manusia, Loa loa larva bermigrasi ke jaringan subkutan di mana mereka matang untuk cacing dewasa di sekitar satu tahun, tapi kadang-kadang sampai empat tahun. Cacing dewasa bermigrasi di jaringan subkutan, kawin dan memproduksi lebih microfilaria. Cacing dewasa dapat hidup sampai 17 tahun di host manusia. [6]

Morfologi
Dewasa Loa cacing seksual, dengan laki-laki jauh lebih kecil daripada betina pada 30-34 mm dan 0,35-0,42 mm lebar dibandingkan dengan 40-70 mm dan lebar 0,5 mm. Dewasa hidup di jaringan subkutan manusia, di mana mereka kawin dan menghasilkan cacing-seperti telur yang disebut mikrofilaria. Mikrofilaria ini 250-300m panjang, 6-8m luas, dan dapat dibedakan secara morfologis filariae-mereka berselubung dan mengandung inti tubuh lainnya yang meluas ke ujung ekor. [3]

Siklus hidup

Loa loa siklus hidup. Sumber: CDC The vektor untuk Loa loa filariasis adalah lalat dari dua hematophagous spesies dari genus Chrisops ( rusa lalat ), C. silacea dan C. dimidiata. Selama makan darah, seekor lalat yang terinfeksi (genus Chrisops, lalat sehari-menggigit) memperkenalkan tahap ketiga filaria larva ke kulit manusia tuan rumah , di mana mereka menembus ke dalam luka gigitan. Larva berkembang menjadi orang dewasa yang umumnya berada di jaringan subkutan . Para perempuan cacing ukuran 40 sampai 70 mm dan 0,5 mm, sedangkan laki-laki ukuran 30 hingga 34 mm dan 0,35-0,43 mm. Dewasa menghasilkan mikrofilaria berukuran 250 sampai 300 pM oleh 6 sampai 8 pm, yang berselubung dan memiliki periodisitas diurnal. Mikrofilaria telah pulih dari cairan tulang belakang , urine , dan sputum . Pada siang hari mereka ditemukan dalam darah perifer, tetapi selama fase noncirculation, mereka ditemukan di paru-paru . Lalat mencerna mikrofilaria selama makan darah. Setelah konsumsi, mikrofilaria kehilangan selubung mereka dan bermigrasi dari midgut lalat melalui hemocoel ke otot-otot dada dari arthropoda . Ada mikrofilaria berkembang menjadi larva tahap pertama dan selanjutnya ke tahap ketiga larva infektif. Ketiga tahap larva infektif bermigrasi ke lalat belalai dan dapat menginfeksi manusia lain saat fly mengambil makan darah.

Diagnosis
Identifikasi mikrofilaria oleh mikroskopis pemeriksaan adalah praktis diagnostik prosedur. Pemeriksaan sampel darah akan memungkinkan identifikasi mikrofilaria Loa loa. Hal ini penting untuk waktu pengumpulan darah dengan periodisitas diketahui mikrofilaria. Sampel darah dapat menjadi sediaan tebal, diwarnai dengan Giemsa atau hematoksilin dan eosin (lihat pewarnaan ). Untuk meningkatkan sensitivitas , teknik konsentrasi dapat digunakan. Ini

termasuk sentrifugasi dari sampel darah lyzed di 2% formalin ( teknik Knott ), atau filtrasi melalui membran nucleopore . Antigen deteksi menggunakan immunoassay untuk sirkulasi antigen filaria merupakan pendekatan diagnostik yang berguna, karena microfilaremia bisa rendah dan variabel. Menariknya, Institute for Tropical Medicine melaporkan bahwa tidak ada diagnostik serologi yang tersedia. [9] Sementara ini pernah benar, dan banyak dari metode baru ini dikembangkan dari Antibodi deteksi yang terbatas nilai karena antigenik lintas reaktivitas substansial ada antara filaria dan lainnya cacing parasit (cacing), dan tes serologi positif tidak selalu membedakan antara infeksi-up dan datang tes serologis yang sangat spesifik ke Loa loa yang ditindaklanjuti pada tahun 2008. Mereka belum pergi point-of-perawatan, tapi menunjukkan menjanjikan untuk menyoroti daerah-daerah berisiko tinggi dan individu dengan loiasis coendemik dan onchocerciasis. Secara khusus, Dr Thomas Nutman dan rekan-rekannya di National Institutes of Health telah menggambarkan alat tes immunoprecipitation luciferase (LIPS) dan QLIPS terkait (versi cepat). Sedangkan LISXP-1 ELISA uji dijelaskan sebelumnya memiliki sensitivitas miskin (55%), uji QLIPS bersifat praktis, karena hanya membutuhkan inkubasi 15 menit, dan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (97% dan 100%, masing-masing). [10] Tidak ada laporan tentang status distribusi LIPS atau pengujian QLIPS tersedia, tetapi tes ini akan membantu untuk membatasi komplikasi yang berasal dari pengobatan ivermectin massal untuk onchocerciasis atau dosis kuat berbahaya diethylcarbamazine untuk loiasis sendiri (sebagai berkaitan dengan individu dengan tinggi Loa loa beban mikrofilaria). Secara fisik, Calabar pembengkakan (lihat gambar) adalah alat utama untuk diagnosis. Identifikasi cacing dewasa adalah mungkin dari sampel jaringan dikumpulkan selama subkutan biopsi . Cacing dewasa bermigrasi di mata lain adalah potensi diagnostik, tetapi untuk jangka waktu pendek untuk bagian cacing melalui konjungtiva membuat pengamatan ini kurang umum. Di masa lalu, dokter memakai suntikan provokatif Dirofilaria iminitis sebagai tes antigen kulit untuk diagnosis filariasis. Jika pasien terinfeksi, ekstrak akan menyebabkan reaksi alergi dan buatan terkait Calabar pembengkakan serupa dengan yang disebabkan, secara teori, dengan produk metabolisme dari worm atau cacing mati. Tes darah untuk mengungkapkan microfilaremia berguna dalam banyak, namun tidak semua kasus, sebagai salah satu sepertiga pasien loiasis yang amicrofilaremic. Sebaliknya, eosinofilia hampir dijamin dalam kasus loiasis, dan pengujian darah untuk fraksi eosinophile mungkin berguna. [3]

Pengobatan
Pengobatan loiasis melibatkan kemoterapi atau, dalam beberapa kasus, operasi pengangkatan cacing dewasa diikuti dengan pengobatan sistemik. Obat saat ini pilihan untuk terapi adalah diethylcarbamazine (DEC), meskipun penggunaan ivermectin tidak beralasan. The merekomendasikan dosis Desember adalah 6 mg / kg / d diminum tiga kali sehari selama 12 hari. The pediatrik dosis sama. Desember efektif terhadap mikrofilaria dan agak efektif terhadap macrofilariae (cacing dewasa). [11]

Pada pasien dengan beban microfilaria tinggi, namun, pengobatan dengan DEC mungkin kontraindikasi, sebagai tindakan microfilaricidal cepat obat dapat menimbulkan ensefalopati. Dalam kasus ini, albendazole administrasi telah terbukti membantu, dan unggul ivermectin, yang juga dapat berisiko meskipun ini lambat-akting efek microfilaricidal. [11] Manajemen infeksi loa Loa dalam beberapa kasus dapat melibatkan operasi, meskipun jangka waktu selama operasi pengangkatan cacing harus dilakukan sangat singkat. Sebuah strategi bedah rinci untuk menghapus cacing dewasa adalah sebagai berikut (dari kasus nyata di New York City). 2007 prosedur untuk menghapus cacing dewasa dari imigran laki-laki Gabonian dipekerjakan proparacaine dan tetes povidone-iodine, kawat kelopak mata spekulum, dan 0.5ml 2% lidocaine dengan epinephrine 1:100.000, disuntikkan superior. Sebuah sayatan 2 mm dibuat dan cacing bergerak telah dihapus dengan forsep. Gatifloksasin tetes dan matapatch lebih salep yang digunakan pasca operasi dan tidak ada komplikasi (sayangnya, pasien tidak kembali untuk terapi Desember untuk mengelola tambahan cacing microfilaria dan hadir dalam tubuhnya). [12]

Epidemiologi
Pada 2009, loiasis adalah endemik ke 11 negara, semua di Barat atau Afrika tengah, dan sekitar 12-13000000 orang memiliki penyakit. Insiden tertinggi terlihat di negara-negara berikut:

Kamerun Republik Kongo Republik Demokratik Kongo Republik Afrika Tengah Nigeria Gabon Guinea Ekuatorial

Tingkat infeksi Loa loa lebih rendah tetapi masih hadir dalam dan Angola , Benin , Chad dan Uganda . Penyakit ini pernah mewabah ke negara-negara Afrika barat Ghana , Guinea , Guinea-Bissau , Pantai Gading dan Mali tetapi sejak menghilang. [4] Sepanjang Loa loa-daerah endemik, tingkat infeksi bervariasi 9-70 persen dari populasi. [3] Area beresiko tinggi reaksi dampak buruk terhadap pengobatan massal (dengan Ivermectin) yang saat ini ditentukan oleh prevalensi pada populasi> 20 microfilaremia%, yang baru-baru ditunjukkan di Kamerun Timur (2007 studi), misalnya, antara lokal lain di wilayah tersebut.
[4]

Endemisitas berhubungan erat dengan habitat dari dua veetors loiasis dikenal manusia, Chrisops dimidiata dan C. silicea . Kasus telah dilaporkan pada kesempatan di Amerika Serikat , tetapi dibatasi untuk wisatawan yang telah kembali dari daerah endemik. [12] [13] Peta co-endemisitas Onchocerca. Sumber: Gilbert M. Burnham. Ivermectin mana loa endemik

Pada 1990-an, satu-satunya metode penentuan intensitas loa Loa adalah dengan pemeriksaan mikroskopik apusan darah standar, yang tidak praktis di daerah endemik. Karena metode diagnostik massal tidak tersedia, komplikasi mulai muncul ke permukaan setelah program pengobatan ivermectin massal mulai dilaksanakan untuk Onchocerciasis , filariasis lain. Ivermectin , obat microfilaricidal, mungkin kontraindikasi pada pasien yang koinfeksi dengan loiasis dan telah dikaitkan tinggi mikrofilaria beban. Teorinya adalah bahwa pembunuhan jumlah besar microfilaria, beberapa di antaranya mungkin berada di dekat mata dan wilayah otak, dapat menyebabkan ensefalopati. Memang kasus ini telah didokumentasikan begitu sering selama dekade terakhir bahwa istilah telah diberikan untuk ini set komplikasi:. Neurologis efek samping yang serius (SAE) [14] Metode diagnostik canggih telah dikembangkan sejak penampilan SAE, tetapi tes diagnostik yang lebih spesifik yang telah atau saat ini sedang pembangunan (lihat: Diagnostik) harus harus didukung dan didistribusikan jika surveilans loiasis layak dapat dicapai. Citra sebelah kanan adalah hasil dari sebuah studi geo-mapping yang telah dilapisi dengan endemisitas onchocerciasis dengan loiasis. Seperti yang dapat dilihat, ada banyak tumpang tindih antara endemisitas dari dua filariases berbeda, yang mempersulit program pengobatan massal untuk onchocerciasis dan memerlukan pengembangan diagnostik yang lebih besar untuk loiasis. Di Afrika Barat dan Tengah, inisiatif untuk mengontrol onchocerciasis melibatkan pengobatan massal dengan Ivermectin. Namun, daerah ini biasanya memiliki tingkat tinggi koinfeksi dengan kedua L. loa dan O. volvulus, dan pengobatan massal dengan Ivermectin dapat memiliki efek samping yang parah (SAE). Ini termasuk perdarahan konjungtiva dan retina, heamaturia, dan ensefalopati lainnya yang semuanya dikaitkan dengan awal L. loa beban mikrofilaria pada pasien sebelum perawatan. Studi telah berusaha untuk menggambarkan urutan peristiwa setelah pengobatan Ivermectin yang menyebabkan neurologis SAE dan kadang-kadang kematian, sementara juga berusaha untuk memahami mekanisme reaksi negatif untuk mengembangkan pengobatan yang lebih tepat. Dalam sebuah penelitian yang mengamati pengobatan Ivermectin massal di Kamerun, salah satu daerah endemik terbesar untuk kedua onchocerciasis dan loiasis, urutan peristiwa dalam manifestasi klinis efek samping yang dicantumkan. Telah dicatat bahwa pasien yang digunakan dalam penelitian ini memiliki L. loa mikrofilaria beban lebih besar dari 3.000 per ml darah. Dalam 12-24 jam perawatan pasca-Ivermectin (D1), individu mengeluh kelelahan, anoreksia, dan sakit kepala, sendi dan nyeri lumbar-membungkuk ke depan berjalan adalah karakteristik selama tahap awal ini disertai dengan demam. Sakit perut dan diare juga dilaporkan di beberapa individu. Oleh hari 2 (D2), banyak pasien mengalami kebingungan, agitasi, dysarthria, bisu dan inkontinensia. Beberapa kasus koma yang dilaporkan sedini D2. Tingkat keparahan efek samping meningkat seiring dengan beban mikrofilaria lebih tinggi. Pendarahan dari mata, khususnya daerah retina dan konjungtiva, merupakan tanda umum yang terkait dengan SAE pengobatan Ivermectin pada pasien dengan L. Infeksi loa dan diamati antara D2 dan D5 pasca perawatan. Ini dapat terlihat hingga 5 minggu setelah pengobatan dan telah meningkatkan keparahan dengan banyak mikrofilaria lebih tinggi.

Hematuria dan proteinuria juga telah diamati pengobatan Ivermectin berikut, tapi ini umum bila menggunakan Ivermectin untuk mengobati onchocerciasis. Efek ini diperburuk ketika ada L. tinggi loa mikrofilaria beban bagaimanapun, dan microfilaria dapat diamati dalam urin sesekali. Umumnya, pasien pulih dari SAE dalam 6-7 bulan perawatan pasca-Ivermectin, namun ketika komplikasi mereka unmanaged dan pasien dibiarkan terbaring di tempat tidur, kematian muncul akibat perdarahan gastrointestinal, syok septik, dan abses besar ( [15] ). Mekanisme untuk SAE telah diusulkan. Meskipun beban mikrofilaria merupakan faktor risiko utama untuk pasca-Ivermectin SAE, tiga hipotesis utama telah diusulkan untuk mekanisme. Mekanisme pertama menunjukkan bahwa Ivermectin menyebabkan imobilitas di mikrofilaria, yang kemudian menghalangi mikrosirkulasi di daerah otak. Hal ini didukung oleh pendarahan retina terlihat pada beberapa pasien, dan mungkin bertanggung jawab atas neurologis SAE melaporkan. Hipotesis kedua menyatakan microfilaria yang mungkin mencoba untuk melarikan diri terapi obat dengan migrasi ke otak kapiler dan selanjutnya ke jaringan otak, hal ini didukung oleh laporan patologi menunjukkan kehadiran mikrofilaria dalam jaringan perawatan pascaIvermectin otak. Terakhir, atribut hipersensitivitas ketiga hipotesis dan peradangan pada tingkat otak komplikasi perawatan pasca-Ivermectin, dan mungkin pelepasan bakteri dari L. loa setelah perawatan untuk SAE. Hal ini telah diamati dengan bakteri Wolbachia yang hidup dengan O. volvulus. Lebih banyak penelitian ke dalam mekanisme pasca-Ivermectin pengobatan SAE diperlukan untuk mengembangkan obat yang sesuai dengan individu yang menderita dari beberapa infeksi parasit ( [15] ). Salah satu obat yang telah diusulkan untuk pengobatan onchocerciasis adalah doxycycline . Obat ini telah terbukti efektif dalam membunuh kedua cacing dewasa O. volvulus dan Wolbachia, bakteri diyakini memainkan peran utama dalam timbulnya onchocerciasis, sementara tidak memiliki efek pada mikrofilaria L. loa. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di 5 berbeda wilayah co-endemik onchocerciasis dan loiasis, doxycycline telah terbukti efektif dalam mengobati lebih dari 12.000 orang yang terinfeksi dengan kedua parasit dengan komplikasi minimal. Kelemahan menggunakan Doxycycline termasuk resistensi bakteri dan kepatuhan pasien karena rejimen pengobatan yang lebih lama dan munculnya Wolbachia doxycycline-tahan. Namun, dalam studi lebih dari 97% dari pasien mematuhi pengobatan, sehingga tidak menimbulkan sebagai pengobatan menjanjikan untuk onchocerciasis, sambil menghindari komplikasi yang terkait dengan L. loa co-infeksi ( [16] ).

Strategi pencegahan dan vaksin kesehatan masyarakat dan


Diethylcarbamazine telah terbukti sebagai profilaksis efektif untuk infeksi Loa loa. Sebuah studi relawan Korps Perdamaian di Gabon Loa-endemik yang sangat, misalnya, memiliki hasil sebagai berikut: 6 dari 20 individu dalam kelompok plasebo tertular penyakit itu, dibandingkan dengan 0 dari 16 pada kelompok-Desember diobati. Seropositif untuk

antifilarial antibodi IgG juga jauh lebih tinggi pada kelompok plasebo. Dosis yang dianjurkan adalah 300 mg profilaksis Desember diberikan secara oral sekali seminggu. Gejala hanya terkait di Korps Perdamaian adalah studi mual. [4] [17] Para peneliti percaya bahwa geo-pemetaan habitat yang tepat dan pola pemukiman manusia mungkin, dengan menggunakan variabel prediktor seperti hutan, tutupan lahan, curah hujan, suhu, dan jenis tanah, memungkinkan untuk estimasi Loa loa transmisi dalam ketiadaan titik-perawatan tes diagnostik. [18] Selain geo-mapping dan kemoprofilaksis, strategi pencegahan yang sama digunakan untuk malaria harus dilakukan untuk menghindari kontraksi loiasis. Secara khusus, DEET yang mengandung obat nyamuk , permetrin pakaian basah, dan tebal, lengan panjang dan pakaian berkaki panjang seharusnya dipakai untuk kerentanan menurun menjadi gigitan mangga atau vektor deerfly. Karena vektor adalah hari-menggigit, nyamuk (tidur) jaring tidak meningkatkan perlindungan terhadap loiasis. Strategi pemberantasan vektor merupakan pertimbangan yang menarik. Telah terbukti bahwa vektor Chrisops memiliki jangkauan terbang yang terbatas, [19] tetapi upaya pemberantasan vektor yang tidak umum, mungkin karena serangga menggigit di luar ruangan dan memiliki beragam, jika tidak panjang, jangkauan, tinggal di hutan dan menggigit di membuka, seperti yang disebutkan dalam bagian vektor. Tidak ada vaksin telah dikembangkan untuk loiasis dan ada laporan kecil pada kemungkinan ini.

Anda mungkin juga menyukai