Anda di halaman 1dari 18

FILARIASIS

Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit
menular menahun yang disebabkan oleh berbagai jenis nyamuk. Pennyakit ini dapat
menimbulkan cacat seumur hidup berupa pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar.
Cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Infeksicacing filaria dapat
menyebabkan gejala klinis akut dan atau kronik

 Etiologi
Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar getah
bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah. Mikrofilaria ditemukan
dalam darah tepi pada malam hari.
Cacing filaria berasal dari kelas Secernentea, filum Nematoda. Filariasis di Indonesia
disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu:
o Wuchereria bancrofti
o Brugia malayi
o Brugia timori

W. bancrofti Burgia malayi Burgia timori


Panjang 250 – 300 u x 8 u 200 – 260 u x 8 u 280 – 310 u x 7 u
Kepala Panjang = lebar Panjang = 2x Panjang = 3 x
lebar lebar
Ekor Tanpa ini tambahan 2 inti tambahan 2 inti tambahan
Init Teratur Tidak teratur Tidak teratur
Lekuk badan Luwes Kaku, patah-patah Kaku, patah-patah
Sarung:pada Tidak terpulas Berwarna merah Tidak terpulas
pewarnaan jambu
Giemsa
1. Wuchereria bancrofti

2. Brugia malayi

3. Brugia timori
 Vektor

 Hospes
A. Manusia
Setiap orang mempunyai peluang yang sama untuk dapat tertular filariasis apabila
digigit oleh nyamuk infektif (mengandung larva stadium III). Manusia yang mengandung
parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan (suseptibel). Biasanya
pendatang baru ke daerah endemis (transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan
lebih menderita dari pada penduduk asli. Pada umumya laki-laki banyak terkena infeksi karena
lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Gejala penyakit lebih nyata pada
laki-laki karena pekerjaan fisik yang lebih berat.
B. Hewan
Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan filariasis (hewan
reservoir). Hanya Brugia malayi tipe sub periodik nokturna dan non periodik yang ditemukan
pada lutung (Presbytis criatatus), kera (Macaca fascicularis), dan kucing (Felis catus)

 Siklus Hidup Cacing Filaria

 Siklus Hidup atau Daur Hidup Wuchereria Bancrofti

Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:

1. Berkembangnya cacing Filaria di dalam tubuh nyamuk.


2. Berkembangnya cacing Filaria di dalam tubuh manusia (hospes).
Dari dua tahapan tersebut, berikut keterangan lebih jelasnya:

Jika seekor nyamuk menggigit dan menghisap darah manusia yang mengidap
penyakit filariasis, disinilah siklus hidup cacing filaria dimulai. Mikrofilaria yang terdapat di
dalam tubuh penderita filariasis akan ikut terhisap dan masuk ke dalam tubuh nyamuk.
Kemudia mikrofilaria masuk ke dalam paskan pembungkus pada tubuh nyamuk yang
selanjtnya menembus dinding lambung serta bersarang diantara otot-otot dada (toraks)
nyamuk tersebut.

Bentuk seperti sosis dari mikrofilaria yang telah ikut terhisap oleh nyamuk disebut
dengan larva stadium I. Setelah kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh
menjadi lebih gemuk dan panjang (larva stadium II). Dihari selanjutnya yakni hari ke sepuluh
sampai seterusnya larva akan berganti kulit untuk yang kedua kalinya, sehingga ia akan
berkembang lagi menjadi semakin panjang namun kurus, ini adalah larva stadium III. Larva
stadium III ini dapat bergerak dengan sangat aktif ke bagian-bagian tubuh hewan nyamuk,
pergerakan tersebut kemudian mendorongnya berimigrasi mulai ke rongga perut (abdomen)
juga sampai pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk.

Inilah kemudian kemungkinan terjadinya penularan. Jika nyamuk yang di dalam


tubuhnya telah telah mengandung mikrofilaria (hasil hisapan darah dari penderita) menggigit
manusia lain yang belum tercemar cacing ini, maka mikrofilaria yang sudah berbentuk
larva stadium III) tersebut melalui tusuk nyamuk masuk kedalam tubuh manusia (hospes).
Setelah nymuk menggigit manusia dan microlilaria masuk k eke tubuh manusia melalui kulit
yang telah digigit nyamuk, bersama dengan aliran darah dalam tubuh manusia, larva keluar
dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe.

Selanjutnya masuklah menuju proses yang disebut larva stadium IV dan stadium V,
larva mengalami dua kali pergantian kulit serta tumbuh menjadi cacing dewasa di dalam
pembuluh limfe. Disinilah cacing filaria dewasa yang bertempat di pembuluh limfe, akan
menyumbat pembuluh limfe. Dari penyumbatan tersebut mengakibatkan terjadi
pembengkakan. Proses ini cukup jelas menerangkan bahwa ketika nyamuk menggigit
penderita filariasis, cacin akan ikut ke dalam darah yang diserapnya. Di dalam tubuh nyamuk,
cacing kemudian berproses dan ketika sudah mencapai pada tahap larva stadium V barulah ia
dapat menular pada orang lain yang digigit oleh nyamuk tersebut.
Ketika cacing tersebut masuk ke tubuh manusia, hanya ketika malam hari kita dapat
mendeteksinya, tidak pada sian hari. Karena pada malam hari, ia terdapat pada darah tepi,
sedangkan pada siang hari cacing ini berada dalam kapiler dalam. Karena cacing ini
berpindah-pindah antara siang dan malam dalam alat peredaran darah manusia, sehingga oleh
sebab itu biasanya pemeriksaan darah biasa dilakukan malam hari untuk mendeteksi ada
tidaknya cacing.

Selain kemungkinan pembengkakan terjadi di kaki, anggota tubuh yang lain seperti
pembengkakan yang juga dapat terjadi pada tangan, payudara atau buah zakar. Satu contoh
jika terdapat penyumbatan pembuluh limfe pada bagian selangkangan, maka cairan limfe
tidak dapat mengalir dari bagian bawah tubuh, kondisi ini yang menyebabkan kaki dapat
membesar. Ketika penyumbatan terjadi dibagian ketiak, maka dapat mengakibatkan
pembesaran tangan.

Ketika dewasa di dalam tubuh manusia, makrofilaria kemudian akan menghasilkan


telur dan menetaskan anak cacing kecil yang disebut mikrofilaria. Anak-anak cacing
(mikrofilaria) akan beredar di dalam darah. Larva mampu bergerak pindah menuju ke
peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika terdapat nyamuk yang menggigit tepat di posisi
larva dan menghisap darah manusia tersebut sekaligus bersama larvanya dalam darah, pada
waktu itulah larva menembus dinding usus nyamuk kemudian masuk ke dalam otot dadanya.

Dan setelah mengalami pertumbuhan, ia akan sampai ke alat penusuk nyamuk. Jika
nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit filariasis. Daur hidup
wuchereria bancrofti memang sangat berkaitan erat dengan kejadian penularan penyakit
filariasis (kaki gajah). Karena proses daur hidup wuchereria bancrofti inilah yang
menyebabkan terjadinya penyakit kaki gajah. Perlu anda tahu bahwa Vector dari cacing
filaria adalah nyamuk Culex, Anopheles dan Aedes.

 Pola Penyebaran

Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Wuchereria bancrofti ditemukan di daerah
perkotaan seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang, Semarang, dan
Pekalongan. Wuchereria bancrofti bersifat periodik nokturna, artinya mikrofilaria banyak
terdapat dalam darah tepi pada malam hari. Wuchereria bancrofti tipe perkotaan ditularkan oleh
nyamuk Culex quinquefasciatus yang berkembangbiak di air limbah rumah tangga, sedangkan
Wuchereria bancrofti tipe pedesaan ditularkan oleh nyamuk dengan berbagai spesies antara
lain Anopheles, Culex, dan Aedes.
Brugia malayi tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan beberapa pulau di
Maluku. Brugia malayi tipe periodik nokturna, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada
malam hari. Nyamuk penularnya adalah Anophelesbarbirostispadadaerah persawahan. Brugia
malayi tipe subperiodik nokturna, mikrofilaria ditemukan lebih banyak pada siang hari dalam
darah tepi. Nyamuk penularnya adalah Mansonia sp pada daerah rawa.
Brugia timori tersebar di kepulauan Flores, Alor, Rote, Timor, dan Sumba. Brugia timorii tipe
non periodik, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam maupun siang hari.
Nyamuk penularnya adalah Mansonia uniformis yang ditemukan di hutan rimba. Brugia timori
tipe periodik nokturna, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Nyamuk
penularnya adalah Anopheles barbostis di daerah persawahan di Nusa Tenggara Timur dan
Maluku Tenggara.

 Gejala

Jika seseorang telah terserang filariasis akut, maka aka nada gejala-gejala klinis yang tampak.
Diantaranya yaitu :

1. Demam yang dialami secara berulang-ulang selama 3-5 hari, demam bisa saja hilang
ketika si penderita beristirahat, namun ia dapat muncul lagi jika si penderita bekerja
berat.
2. Terjadinya pembengkakan kelenjar getah bening, yang menyebabkan terlihat bengkak
didaerah lipatan pada bagian paha, bagian ketiak yang tampak seperti kemerahan,
panas dan juga sakit.
3. Adanya pembesaran yang dialami oleh tungkai, lengan, buah dada ataupun buah
dzakar, yang juga terlihat agak kemerahan dan terasa panas.

 Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Filariasis


Menurut Depkes RI (2005), tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis yang
dapat dilakukan adalah:
o Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran kaki,
tangan, kantong buah zakar, atau payudara.
o Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh
petugas kesehatan.
o Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.
o Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk penular.
o Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu pada
saat tidur.

 Penanggulangan dan Pengobatan


Tujuan utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah adalah
membasmi parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh penderita, sehingga tingkat
penularan dapat ditekan dan dikurangi.
Dietilkarbamasin {diethylcarbamazine (DEC)} adalah satu-satunya obat filariasis yang
ampuh baik untuk filariasis bancrofti maupun malayi, bersifat makrofilarisidal dan
mikrofilarisidal. Obat ini tergolong murah, aman dan tidak ada resistensi obat. Penderita yang
mendapatkan terapi obat ini mungkin akan memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang
bersifat sementara dan mudah diatasi dengan obat simtomatik.
Dietilkarbamasin tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan
oral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3
jam, dan diekskresi melalui air kemih. Dietilkarbamasin tidak diberikanpada anak berumur
kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat ataudalam keadaan lemah.
Namun pada kasus penyakit kaki gajah yang cukup parah (sudah membesar) karena
tidak terdeteksi dini, selain pemberian obat-obatan tentunya memerlukan langkah lanjutan
seperti tindakan operasi.
Untuk memberantas penyakit filariasis ini sampai tuntas WHO sudah menetapkan
Kesepakatan Global, yaitu The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public
Health problem by The Year 2020 (ANONIM, 2002). Program eliminasi dilaksanakan melalui
pengobatan masal dengandengan kombinasi diethyl carbamazine (DEC) dan albendazole (Alb)
yang direkomendasikan setahun sekali selama lima tahun.
Schistosoma
Pada manusia ditemukan 3 spesies penting: Schistosoma japonicum, Schistosoma
mansoni, dan Schistosoma haematobium.
Selain spesies yang ditemukan pada manusia, masih banyak spesies yang hidup pada
binatang dan kadang-kadang dapat menghinggapi manusia.
1. Schistosoma japonicum
 Hospes
Hospes utama pada Schistosoma joponicum ini adalah manusia dan beberapa jenis
hewan seperti tikus, babi hutan, sapi dan anjing hutan. Hospes perantara dari cacing ini adalah
keong air. Habitat keong air yang berada di danau, ladang, dan sawah yang tidak terpakai lagi,
parit diantara sawah dan didaerah hutan perbatasan bukit serta didaerah dataran rendah.
Manusia merupakan hospes definitive dari Schistosoma joponicum sedangkan babi,
anjing, sapi, kucing dan rodensia merupakan hospes reservoir. Hospes ini memerlukan hospes
perantara seperti siput air tawar.
Parasite ini menyebabkan penyakit yaitu Oriental schistomiasis, Schistosomiasi
japonica dan penyakit Katayama atau demam keong.
 Morfologi

Cacing dewasa menyerupai Schistosoma mansoni dan Schistosoma haemotobium.


Namun pada Schistosoma joponicum tidak memiliki integumentary tuberculation.
Cacing jantan memiliki panjang 12-20 mm, diameter 0,5-0,55 mm, integument ditutupi
dengan duri-duri yang sangat halus dan lancip, lebih menonjol pada daerah batil isap dan
kanalis ginekoporik, memiliki 6-8 buah testis.
Gambar 1. Morfologi Schistosoma joponicum
Cacing betina memilik panjang ± 26mm dan dengan diameter ± 0,3mm. letak ovarium
yaitu pada pertengahan tubuh, kelenjar vitellaria terbatas didaerah lateral ¼ bagian posterior
tubuh. Uterus merupakan saluran yang panjang dan berisi 50-100 butir telur.
Telurnya memiliki lapisan hialin, subsperis atau oval jika dilihat dari lateral, dekat salah
satu kutub terdapat daerah melekuk tempat tumbuh semacam duri rudimenter (tombol);
berukuran (70-100) x (50-65) m. telur cacing ini diletakkan dengan memusatkan pada vena
kecil pada submukosa maupun mukosa organ yang berdekatan. Tempat telur Schistosoma
joponicum biasa ada percabangan vena mesenterika superior yang mengalirkan darah dari usus
halus.
Telur-telur jenis Schistosoma joponicum lebih besar dan lebih bulat dibanding dengan
jenis lainnya, berukuran 70-100 mm dan lebarnya 55-64 mm. Kerangka di telur Shistosoma
joponicum lebih kecil dan kurang mencolok jika dibandingkan dengan spesies lainnya.

 Siklus hidup
Schistosoma hidup terutama didalam vena mesenterika superior, dimana tempat ini
cacing betina akan menonjolkan tubuhnya dari yang jantan atau meninggalkan yang jantan
untuk bertelur didalam venula-venula mesenterika kecil pada dinding usus. Telur berbentuk
oval hingga bulat dan memerlukan waktu beberapa hari untuk berkembang menjadi mirasidium
matang didalam kerangka telur. Massa telur menyebabkan adanya penekanan pada dinding
venula yang tipis, yang biasanya dilemahkan oleh sekresi dari kelenjar histolitik mirasidium
yang masih berada didalam kulit telur. Dinding itu kemudian sobek, dan telur menembus lumen
usus yang kemudian keluar dari tubuh. Pada infeksi berat, beribu-ribu cacing ditemukan pada
pembuluh darah.
Selanjutnya jika kontak dengan siput sesuai, larva menembus jaringan lunak dalam 5-
7 minggu, membentuk generasi pertama dan kedua dari sporokista. Pada perkembangan
selanjutnya dibetuk serkaria yang bercabang. Serkaria ini dikeluarkan jika siput berada pada
atau dibawah permukaan air. Dalam waktu 24 jam, serkaria menembus kulit. Tertembusnya
kulit ini sebagai hasil kerja dari kelenjar penetrasi yang menghasilkan enzim proteolitik,
menuju aliran kapiler, ke dalam sirkulasi vena menuju jantung kanan dan paru-paru, terbawa
sampai ke jantung kiri menuju sirkulasi sistemik. Tidak sepenuhnya rute perjalanan ini diambil
oleh Schistosoma muda pada migrasi mereka dari paru-paru ke hati. Schistosoma merayap
melawan aliran darah sepanjang arteri pulmonalis, jantung kanan dan vena cava menuju kehati
melalui vena hepatica. Infeksi dapat berlangsung dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
Menetasnya telur berlangsung didalam air walaupun dipengaruhi kadar garam, pH,
suhu dan aspek penting lainnya. Migrasi Schistosoma joponicum dimulai dari masuknya cacing
tersebut kedalam pembuluh darah kecil, kemudian ke jantung dan sistem peredaran darah.
Cacing yang sedang bermigrasi jarang menimbulkan kerusakan atau gejala, tetapi kadang
menimbulkan reaksi hebat pada tubuh penderita.
 Epidemologi

Schistosoma joponicum merupakan salah satu dari trematoda darah pada manusia yang
ditemukan di daerah Cina yang mana merupakan penyebab Schistomiasis japonica yang
merupakan salah satu penyakit yang terutama terjadi didaerah danau dan rawa. Schistomiasis
merupakan infeksi yang disebabkan oleh cacing Schistosoma sp. Schistosoma joponium
memiliki sifat yang paling menular diantara spesies Schistosoma lainnya. Infeksi oleh cacing
Schistosoma diikuti demam Katayama akut. Penyakit ini sangat endemik didaerah Katayama,
Jepang.

Gambar 4. Epidemologi Schistosoma joponicum


Apabila tidak diobati, maka penyakit ini akan berkembang menjadi penyakit kronis
yang ditandai dengan penyakit hepatosclemic dan perkembangan fisik yang terganggu. Tingkat
keparahan dari Schistosoma joponicum muncul dalam 60% dari semua peyakit syaraf karena
migrasi telur ke otak.
Strain bersifat geographical. Di Indonesia, khususnya di pulau Sulawesi, dengan
keadaan endemik tinggi terdapat didaerah danau Lundu. Pada tahun 1971, dari pemeriksaan
tinja didapatkan infeksi schistosoma joponicum sebanyak 53% dari 126 penduduk pada usia
antara 7-70 tahun.

2. Schistosoma mansoni
 Hospes dan nama penyakit

Hospes definitifnya adalah manusia, sedangkan hospes reservoirnya adalah kera,


Baboon dan hewan pengerat. Hospes perantaranya adalah keong air tawar
genus Biomphalaria sp. dan Australorbis sp.. Habitat cacing ini adalah vena kolon dan
rectum. Pada manusia cacing ini dapat menyebabkan Skistosomiasis usus, Disentri mansoni dan
Skistosomiasis mansoni
 Morfologi

Bentuk cacing dewasa seperti Schistosoma haematobium, tetapi ukurannya lebih kecil.
Cacing betina panjangnya 1.7 – 7.2 mm. Kelenjar vitelaria meluas ke pinggir pertengahan
tubuh. Ovariumnya di anterior pertengahan tubuh, uterus pendek berisi 1 – 4 butir telur. Cacing
jantan panjangnya 6.4 – 12 mm, gemuk dengan bagian ventral terdapat ginaekoforalis, testes 6– 9
buah dan kulit terdiri dari duri-duri kasar. Telur berbentuk lonjong, berwarna coklat kekuning-
kuningan, dinding hyalin, berukuran 114 - 175 x 45 – 64 mikron. Pada satu sisi dekat ujung
terdapat duri agak panjang, telur berisi mirasidium.

Gambar 5. Morfologi dan telur Schistosoma mansoni

 Distribusi geografi
Parasit Schistosoma mansoni ditemukan di banyak Negara di Afrika, Amerika Selatan
(Brasil, Suriname dan Venezuela), Karibia (termasuk Puerto Rico, St Lucia, Guadeloupe,
Martinique, Republik Dominika, Antigua dan Montserat) dan di bagian Timur Tengah.

 Siklus hidup

Gambar 6. Siklus hidup Schistosoma mansoni


Manusia terinfeksi oleh serkaria di air tawar melalui penetrasi pada kulit.
Serkaria masuk tubuh melalui sirkulasi vena ke jantung, paru-paru dan sirkulasi portal.
Setelah tiga minggu serkaria matang dan mencapai vena mesenterika superior usus halus lalu
tinggal disana serta berkembang biak. Telur yang dikeluarkan oleh cacing betina di dalam
usus menembus jaringan sub mukosa dan mukosa lalu masuk kedalam lumen usus dan keluar
bersama tinja. Telur yang berada di air tawar menetas dan melepaskan mirasidium yang
kemudian berenang bebas mencari hospes perantaranya yaitu keong. Dalam tubuh keong
mirasidium berkembang menjadi sporokista 1 dan 2 kemudian menjadi larva serkaria yang
ekornya bercabang. Serkaria selanjutnya akan mencari hospes definitif dalam waktu 24 jam.
 Epidemologi

Parasit Schistosoma mansoni ditemukan di banyak Negara di Afrika, Amerika Selatan


(Brasil, Suriname dan Venezuela), Karibia (termasuk Puerto Rico, St Lucia, Guadeloupe,
Martinique, Republik Dominika, Antigua dan Montserat) dan di bagian Timur Tengah. Host
definitifnya adalah manusia, sedangkan hospes reservoirnya adalah kera Baboon dan hewan
pengerat. Hospes perantaranya adalah keong air tawar genus Biomphalaria sp.
dan Australorbis sp. Habitat cacing ini adalah vena kolon dan rektum.Pada manusia cacing ini
dapat menyebabkan Skistosomiasis usus, Disentri mansoni dan Skistosomiasis mansoni.
3. Schistosoma haemotobium
 Hospes dan nama penyakit

Hospes definitif dari cacing ini adalah manusia, kera dan baboon. Hospes perantaranya
adalah keong air tawar bergenus Bulinus sp, Physopsis sp, dan Biomphalaria sp. Penyakit yang
disebabkan oleh cacing ini adalah skistosomiasis vesikalis, hematuriskistosoma, bilharziasis
urinarius. Cacing ini tidak ditemukan di Indonesia.
 Morfologi

Cacing dewasa jantan gemuk berukuran 10-15 x 0,8-1 mm. Ditutupi integumen
tuberkulasi kecil, memiliki dua batil isap berotot, yang ventral lebih besar. Di sebelah belakang
batil isap ventral, melipat ke arah ventral sampai ekstremitas kaudal, membentuk kanalis
ginekoporik. Di belakang batil isap ventral terdapat 4-5 buah testis besar. Porus genitalis tepat
di bawah batil isap ventral. Cacing betina panjang silindris, ukuran 20x0,25 mm. Batil isap
kecil, ovarium terletak posterior dari pertengahan tubuh. Uterus panjang, sekitar 20-30 telur
berkembang pada saat dalam uterus. Kerusakan dinding pembuluh darah oleh telur mungkin
disebabkan oleh tekanan dalam venule, tertusuk oleh duri telur dan mungkin karena zat lisis
yang keluar melalui pori kulit telur sehingga telur dapat merusak dan menembus dinding
pembuluh darah.

Gambar 8. Morfologi Schistosoma haemotobium

 Distribusi geografi

Distribusi Schistosoma haematobium ini sebagian besar diSub-Sahara, di lembah Sungai


Nil, Afrika, Negara utara lainnya, dandi Timur Tengah.

Gambar 9. Distribusi geografi Schistosoma haemotobium

 Siklus hidup
Gambar 10. Siklus hidup Schistosoma haemotobium
Orang yang terinfeksi buang air kecil atau buang air besar di air, air kencing atau
kotoran mengandung telur cacing. Telur cacing menetas dan cacing pindah ke keong, cacing
muda pindah dari keong ke manusia. Dengan demikian, orang yang mencuci atau berenang di air di mana
orang yang terinfeksi pernah buang air kecil atau buang air besar, maka ia akan terinfeksi.
Cacing atau serkaria (bentuk infektif dari Schistosoma haematobium) menginfeksi dengan cara
menembus kulit pada waktu manusia masuk kedalam air yangmengandung serkaria. Waktu
yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10 menit. Setelah serkaria menembus kulit, larva ini
kemudian masuk ke dalam kapiler darah, mengalir dengan aliran darah masuk ke jantung
kanan, lalu paru dan kembali ke jantung kiri, kemudian masuk ke system peredaran darah
besar, ke cabang-cabang vena portae dan menjadi dewasa di hati. Setelah dewasa, cacing ini
kembali ke vena portae dan vena usus atau vena kandung kemih dan kemudian betina bertelur
setelah berkopulasi. Cacing betina meletakkan telur di pembuluh darah. Telur dapat menembus
keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau
kendung kemih untuk kemudian ditemukan di dalam tinja atau urine. Telur menetas di dalam
air, dan larva yang keluar disebut mirasidium. Mirasidium ini kemudian masuk ke tubuh keong
air dan berkembang menjadi serkaria.
 Epidemologi
Schistosoma haematobium ini merupakan trematoda darah vesicalis yang dapat
menimbulkan schistomiasis vescicalis, schitosomoasis haematobia, vesical atau urinary
bilharziasis, schitosomal hematuria. Infeksi Schistosoma haematobium sering terjadi dilembah
hulu Sungai Nil, meliputi bagian besar Afrika termasuk kepulauan di pantai Timur Afrika,
ujung Selatan Eropa, Asia Barat dan India.

Cacing dewasa Scihtosoma

Morfologi Serkaria

DAFTAR PUSTAKA

Abercrombie, et al. 1997. Kamus Lengkap Biologi. Jakarta : Erlangga.

Entjang, Indan. 1982. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : Penerbit Alumni.

Parasitologi Kedokteran. Ed 4. Dapartemen Parasitologi, FKUI, Jakarta

Prianto, Juni L.A., dkk. 1999. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai