Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MK PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG

PENGGANGGU
NAMA : RHEINALDY MARCELINO PATIMBANO
NIM : 711335120016

KONSEP DASAR FILARIASIS


A. Definisi
Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit
menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh
berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa
pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di saluran dan
kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan
atau kronik (Depkes RI, 2005).
B. Etiologi
Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar getah
bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah. Mikrofilaria ditemukan
dalam darah tepi pada malam hari.
Cacing filaria berasal dari kelas Secernentea, filum Nematoda. Filariasis di Indonesia
disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu:
a) Wuchereria bancrofti
b) Brugia malayi
c) Brugia timori
Cacing Wuchereria bancrofti inilah yang dapat menyebabkan penyakit kaki gajah karena
sifatnya yang dapat mengganggu peredaran getah bening. Sedangkan Brugia malayi
dan Brugia timori tidak.
Pada Wuchereria bancrofti, mikrofilarianya berukuran ±250µ, cacing betina dewasa
berukuran panjang 65 – 100mm dan cacing jantan dewasa berukuran panjang ±40mm.
Di ujung daerah kepala membesar, mulutnya berupa lubang sederhana tanpa bibir (Oral
stylet). Sedangkan pada Brugia malayi dan Brugia timori, mikrofilarianya berukuran
±280µ. Cacing jantan dewasa panjangnya 23mm dan cacing betina dewasa panjangnya
39mm. Mikrofilaria dilindungi oleh suatu selubung transparan yang mengelilingi
tubuhnya. Aktifitas mikrofilaria lebih banyak terjadi pada malam hari dibandingkan siang
hari. Pada malam hari mikrofilaria dapat ditemukan beredar di dalam sistem pembuluh
darah tepi. Hal ini terjadi karena mikrofilaria memiliki granula-granula flouresen yang
peka terhadap sinar matahari. Bila terdapat sinar matahari maka mikrofilaria akan
bermigrasi ke dalam kapiler-kapiler paru-paru. Ketika tidak ada sinar matahari,
mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam sistem pembuluh darah tepi. Mikrofilaria ini muncul
di peredaran darah pada waktu 6 bulan sampai 1 tahun setelah terjadinya infeksi dan
dapat bertahan hidup hingga 5 – 10 tahun.
C. Vektor
Di Indonesia telah terindentifikasi 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu Mansonia,
Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres yang menjadi vektor filariasis. Sepuluh
spesies nyamuk Anopheles diidentifikasikan sebagai vektor Wuchereria bancrofti tipe
pedesaan. Culex quinquefasciatus merupakan vektor Wuchereria bancrofti tipe
perkotaan. Enam spesies Mansonia merupakan vektor Brugia malayi.
Di Indonesia bagian timur, Mansonia dan Anopheles barbirostris merupakan vektor
filariasis yang paling penting. Beberapa spesies Mansonia dapat menjadi vektor Brugia
malayi tipe subperiodik nokturna. Sementara Anopheles barbirostris merupakan vektor
penting Brugia malayi yang terdapat di Nusa Tenggara Timur dan kepulauan Maluku
Selatan.
D. Siklus Hidup Cacing Filaria
Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:
a. Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai
vector yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
b. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes)
kurang lebih 7    bulan.
Siklus hidup cacing Filaria dalam tubuh nyamuk
Siklus hidup pada tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan
menghisap
darah orang yang terkena filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di tubuh
penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria yang masuk lepaskan
sarung
pembungkusnya, kemudian mikrofilaria menembus dinding lambung dan bersarang di
antara otot-otot dada (toraks).
Bentuk cacing Filaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu
kurang
lebih 1 minggu, larva ini berganti kulit, tumbuh akan lebih gemuk dan panjang yang
disebut
larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya, larva berganti kulit untuk kedua
kalinya, sehingga tumbuh semakin panjang dan lebih kurus, ini yang sering disebut larva
stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi
(pindah), mula-mula ke rongga perut (abdomen) kemudian pindah ke kepala dan ke alat
tusuk nyamuk.
Perkembangan filaria dalam tubuh manusia
Siklus hidup cacing Filaria dalam tubuh manusia terjadi apabila nyamuk yang
mengendung mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka mikrofilaria yang sudah berbentuk
larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut masuk ke dalam tubuh manusia
(hospes).
Bersama-sama dengan aliran darah pada tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh
darah kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Di dalam pembuluh limfe, larva mengalami
dua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering disebut larva
stadium IV dan stadium V. Cacing Filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh
limfe, sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan,
misalnya pada kaki dan disebut kaki gajah (filariasis).
E. Pola Penyebaran
Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Wuchereria bancrofti ditemukan di daerah
perkotaan seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang, Semarang, dan Pekalongan. Wuchereria
bancrofti bersifat periodik nokturna, artinya mikrofilaria banyak terdapat dalam darah tepi
pada malam hari. Wuchereria bancrofti tipe perkotaan ditularkan oleh nyamuk Culex
quinquefasciatus yang berkembangbiak di air limbah rumah tangga, sedangkan
Wuchereria bancrofti tipe pedesaan ditularkan oleh nyamuk dengan berbagai spesies
antara lain Anopheles, Culex, dan Aedes.
Brugia malayi tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan beberapa pulau di
Maluku. Brugia malayi tipe periodik nokturna, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi
pada malam hari. Nyamuk penularnya adalah Anophelesbarbirostispadadaerah
persawahan. Brugia malayi tipe subperiodik nokturna, mikrofilaria ditemukan lebih
banyak pada siang hari dalam darah tepi. Nyamuk penularnya adalah Mansonia sp pada
daerah rawa.
Brugia timori tersebar di kepulauan Flores, Alor, Rote, Timor, dan Sumba. Brugia timori
tipe non periodik, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam maupun siang
hari. Nyamuk penularnya adalah Mansonia uniformis yang ditemukan di hutan rimba.
Brugia timori tipe periodik nokturna, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam
hari. Nyamuk penularnya adalah Anopheles barbostis di daerah persawahan di Nusa
Tenggara Timur dan Maluku Tenggara.
F. Gajala Pada Penderita Filariasis
Gejala-gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal (akut) dan
gejala lanjut (kronik). Gejala awal (akut) ditandai dengan demam berulang 1-2 kali atau
lebih setiap bulan selama 3-4 hari apabila bekerja berat, timbul benjolan yang terasa
panas dan nyeri pada lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka di badan, dan teraba
adanya tali urat seperti tali yang bewarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau
ketiak dan berjalan kearah ujung kaki atau tangan. Gejala lanjut (kronis) ditandai dengan
pembesaran pada kaki, tangan, kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita
sehingga menimbulkan cacat yang menetap (Depkes RI, 2005).
G. Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Filariasis
Menurut Depkes RI (2005), tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis yang
dapat dilakukan adalah:
 Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran
kaki, tangan, kantong buah zakar, atau payudara.
 Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh
petugas kesehatan.
 Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.
 Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk penular.
 Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu pada
saat tidur.
H. Penanggulangan dan Pengobatan Filariasis
Tujuan utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah adalah
membasmi parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh penderita, sehingga tingkat
penularan dapat ditekan dan dikurangi.
Dietilkarbamasin {diethylcarbamazine (DEC)} adalah satu-satunya obat filariasis yang
ampuh baik untuk filariasis bancrofti maupun malayi, bersifat makrofilarisidal dan
mikrofilarisidal. Obat ini tergolong murah, aman dan tidak ada resistensi obat. Penderita
yang mendapatkan terapi obat ini mungkin akan memberikan reaksi samping sistemik
dan lokal yang bersifat sementara dan mudah diatasi dengan obat simtomatik.
Dietilkarbamasin tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan oral
sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah
dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. Dietilkarbamasin tidak diberikanpada
anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat
ataudalam keadaan lemah.
Namun pada kasus penyakit kaki gajah yang cukup parah (sudah membesar) karena
tidak terdeteksi dini, selain pemberian obat-obatan tentunya memerlukan langkah
lanjutan seperti tindakan operasi.
Untuk memberantas penyakit filariasis ini sampai tuntas WHO sudah menetapkan
Kesepakatan Global, yaitu The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a
Public Health problem by The Year 2020 (ANONIM, 2002). Program eliminasi
dilaksanakan melalui pengobatan masal dengandengan kombinasi diethyl carbamazine
(DEC) dan albendazole (Alb) yang direkomendasikan setahun sekali selama lima tahun.
ARTIKEL :
https://www.ubb.ac.id/index.php?page=artikel_ubb&&id=372&judul=Penyakit%20Kaki
%20Gajah%20(Filariasis)
https://diskominfo.pasuruankab.go.id/artikel-924--waspada-filariasis-yang-ditularkan-melalui-
semua-jenis-nyamuk.html
https://www.pemkomedan.go.id/artikel-14188-cara-mengobati-penyakit-kaki-gajah.html

SUMBER :
Eka. 2008. Pengobatan Massal Penyakit Filariasis Secara Gratis.  Diakses dari situs
http://www.enrekangkab.go.id.
Diakses dari situs https://www.halodoc.com/kesehatan/filariasis
Entjang, Indan. 1982. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : Penerbit Alumni.
Prianto, Juni L.A., dkk. 1999. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Abercrombie, et al. 1997. Kamus Lengkap Biologi. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai