Anda di halaman 1dari 5

FILARIASIS

I.
Pengertian
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi nematoda jaringan yang ditularkan
oleh berbagai jenis nyamuk dalam kelenjar getah bening. Penyakit ini bersifat menahun dan
bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran
kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
Cacing filaria yang menginfeksi manusia mempunyai 8 spesies dan 6 diantaranya bersifat
patogen. Parasit yang hidup dalam pembuluh getah bening adalah: Wuchereria bancrofti,
Brugia malayi, Brugia timori, Loa-loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca,
Mansonella pertans,dan Mansonella ozzardi. Dua spesies yang terakhir yakni Mansonella
pertans dan Mansonella ozzarditidak memberikan gejala klinis.
II. Etiologi
Filariasis dapat disebabkan oleh infestasi satu atau dua cacing jenis filaria yaituWuchereria
bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam
tubuh manusia terutama dalam kelenjar 8jm getah bening dan darah selama 4 - 6 tahun dan
dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (mikrofilaria)
yang beredar dalam darah terutama malam hari.
Manusia adalah hospes defenitif dari W. bancrofti. Strain tertentu dari B. malayi juga dapat
menginfeksi beberapa spesies hewan (kucing dan monyet). Wuchereria bancroftimerupakan
filariasis yg paling sering dilaporkan di seluruh dunia, dengan jumlah penderita mencapai 80
juta orang yang sebagian besar hidup di India, Cina dan Indonesia. Penderita filariasis
terutama tersebar di daerah tropis, misalnya di Afrika Timur. Arus urbanisasi meningkatkan
penyebaran filariasis bancrofti di daerah perkotaan
Hospes Reservoir
Penularan filariasis umumnya dari manusia ke manusia melalui vektor serangga, tetapi ada
satu strain Brugia malayi mempunyai hospes reservoir kera, anjing dan kucing dan
bersifat zoonosis. Filariasis bancrofti dan timori tidak mempunyai hospes reservoir hewan.
Dalam perkembangannya, saat ini di Indonesia telah teridentifikasi ada 23 spesies nyamuk
dari 5 genus yaitu : Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres yang menjadi vektor
filariasis.
III. Patofisiologi
Siklus hidup mikrofilaria terjadi dalam dua tahap yaitu dalam tubuh manusia dan dalam tubuh
nyamuk. Selama mengisap darah, nyamuk yang terinfeksi memasukkan larva stadium tiga (L3) melalui kulit manusia dan penetrasi melalui luka bekas gigitan. Larva berkembang menjadi
dewasa dan pada umumnya habitatnya pada kelenjar limfatik. Cacing dewasa menghasilkan
microfilaria yang migrasi ke limfe dan mencapai sirkulasi darah perifer. Nyamuk mengingesti
microfilaria selama mengisap darah. Setelah masuk dalam tubuh nyamuk, selubung (sheath)
dari microfilaria terlepas dan melalui dinding proventikulus dan ke usus bagian tengah
(midgut) kemudian mencapai otot toraks. Microfilaria berkembang menjadi larva stadium
pertama (L-1). Kemudian menjadi L-2 dan selanjutnya menjadi larva stadium tiga (L-3). Larva
stadium tiga bermigrasi menuju probosis dan dapat menginfeksi penderita yang lain ketika
mengisap darah.
Filariasis terutama disebabkan karena adanya cacing dewasa yang hidup dalam pembuluh
getah bening. Cacing tersebut akan merusak pembuluh getah bening yang mengakibatkan
cairan getah bening tidak dapat tersalurkan dengan baik sehingga menyebabkan
pembengkakan pada tungkai dan lengan. Cacing dewasa mampu bertahan hidup selama 5 7
tahun di dalam kelenjar getah bening.
Kerusakan pembuluh getah bening akibat inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa
yang hidup di pembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan
menyebabkan pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan dinding pembuluh. Infiltrasi
sel plasma, eosinofil, dan makrofag di dalam dan sekitar pembuluh getah bening yang
mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan ikat, menyebabkan
berliku-likunya sistem limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah

bening. Perubahan pembuluh limfe dapat berbentuk obstruksi, atresi atau dilatasi dan dapat
pula terjadi aliran balik ke arah kulit (dermal back flow).
IV. Diagnosis
A.
Gejala Klinis
Gejala inflamasi kemungkinan juga disebabkan oleh cairan yang dikeluarkan oleh larva
pada waktu pergantian kulitnya, dan mungkin pula oleh zat mukoid yang dikeluarkan cacing
betina pada waktu mengeluarkan larvanya. Cacing dewasa yang mati dapat menimbulkan
kalsifikasi, fibrosis dan obliterasi total saluran limfe. Jalannya penyakit filariasis dapat dibagi
dalam beberapa tahap :
1.
Masa inkubasi biologis
Berlangsung dari masuknya larva stadium 3 ke dalam tubuh, sampai terdapat mikrofilaria
untuk pertama kali dalam darah. Bagi penduduk yang berdiam di daerah endemik sejak kecil,
masa inkubasi ini berlangsung kurang lebih satu tahun dan biasanya tidak disertai dengan
gejala klinis.
2.
Masa paten tanpa gejala
Berlangsung mulai dari terdapatnya mikrofilaria di dalam darah sejak kecil di daerah endemik,
masa ini kadang-kadang dapat berlangsung seumur hidup tanpa penderita ini sadar bahwa di
dalam darahnya mengandung parasit filaria.
3.
Stadium akut
Penderita mengeluh demam, terdapat pembesaran kelenjar limfe yang terasa nyeri dan
panas. Gejala berupa demam, limfangitis dan limfadenitis.
4.
Stadium menahun
Stadium akut lambat laun beralih ke stadium menahun dengan gejala hidrokel, kiluria,
limfedema dan elefantiasis.
Filariasis dapat menimbulkan gangguan saluran napas yang disebut sebagai Tropical
Pulmonary Eosinophilia (TPE), pada keadaan ini terjadi hiperesponsif reaksi imunologi
terhadap antigen filaria. Gejala yang timbul adalah hipereosinofilia (20-90%), kadang-kadang
disertai batuk dngan sesak napas, pembesaran kelenjar limfe dan tidak ditemukan microfilaria
dalam darah.
Perjalanan penyakit filariasis terutama dipengaruhi oleh faktor toleransi. Di daerah endemik,
banyak penderita yang mengandung mikrofilaria di dalam darahnya merasa tidak sakit. Hal
sebaliknya terjadi pada pendatang yang dianggap tidak mempunyai kekebalan, banyak yang
jatuh sakit setelah beberapa minggu berada di daerah endemik dengan gejala filariasis.
B.
Pemeriksaan Laboratorium
1.
Deteksi parasit : menemukan mikrofilaria dalam darah, cairan hidrokel atau cairan
kiluria, asites, dan cairan pleura. Diagnosis dapat dibuktikan dengan menemukan mikrofilaria
dalam darah tepi dengan cara pembuatan sediaan darah tipis dan tebal yang dipulas dengan
giemsa. Parasitemia yang rendah, dapat dilakukan teknik konsentrasi metode Knott, teknik
provokasi, atau membran filtrasi.

Teknik konsentrasi metode Knott : darah vena sebanyak 1 ml ditambah 10 ml formalin


2% untuk hemolisis dan sedimen diperiksa secara langsung (direct smear) atau diwarnai
dengan giemsa.

Teknik provokasi : dilakukan untuk menginduksi mikrofilaria ke darah tepi menggunakan


DEC dosis tunggal. Sampel darah diambil 15 menit -1 jam setelah pengobatan, dengan
menggunakan DEC 100 mg yang diminum secara oral, biasanya dapat menimbulkan
microfilaria dalam darah tepi.

Teknik membrane filtrasi : darah vena diambil pada malam hari dan disaring melalui
filter membran berpori silindris polikarbonat, memudahkan deteksi mikrofilaria dan
menghitung beratnya infeksi. Biasanya diamati pada tahap awal penyakit sebelum
manifestasi klinis berkembang. Setelah limfedema, mikrofilaria umumnya sudah tidak ada
dalam darah perifer.
C.

Periodisitas Mikrofilaria

Mikrofilaria di dalam darah umumnya terdapat dalam darah tepi hanya pada waktu-waktu
tertentu, sehingga disebut mempunyai periodisitas.
1.
Bila mikrofilaria terdapat di dalam darah tepi pada malam hari, periodisitasnya disebut
periodik nokturnal
2.
Pada siang hari, periodisitasnya di sebut periodik diurnal
3.
Di dalam darah tepi secara tidak teratur maka bersifat non periodik
4.
Adakalanya mikrofilaria di dalam darah tepi pada siang hari dan malam hari dalam
jumlah yang tidak berbeda banyak. Bila jumlah agak lebih pada siang hari disebut sub periodi
diurnal
5.
Cacing dewasa kadang-kadang dapat ditemukan pada biopsi kelenjar limfe.
6.
Filariasis yang menimbulkan TPE terjadi hiperesponsif reaksi imunologi terhadap
antigen filaria. Pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan IgG terhadap antigen
filaria dan IgE, disertai dengan peningkatan hebat dari eosinofil dalam darah perifer yang
terjadi akibat penghancuran mikrofilaria yang berlebihan oleh sistem kekebalan penderita
karena zat anti dalam tubuh hospes akibat adanya hipersensitivitas terhadap antigen
mikrofilaria. Biopsi paru menunjukkan foki inflamasi disekitar mikrofilaria yang dihancurkan.
Penemuan ini disertai dengan amikrofilaremia dalam darah penderita TPE.
7.
Tes Imunologi, dengan teknik ELISA dan imunokromatografi (ICT) menggunakan
antibodi monoklonal yang spesifik. Tes ELISA positif dalam tahap awal penyakit ketika cacing
dewasa hidup dan menjadi negatif setelah cacing dewasa mati.1 Contoh alat untuk Elisa
adalah CELISA dan ICT dari BINAX (Portland,USA) serta ICT dari AMRAD, New South Wales).
8.
PCR, untuk mendeteksi DNA W. bancrofti sudah mulai dikembangkan. Beberapa studi
menyebutkan bahwa metode ini hampir sama bahkan lebih sensitif dibanding metode
parasitologik
9.
Radiodiagnostik
10. USG Dopler. Pemeriksaan USG Dopler skrotum pada pria dan payudara pada wanita
memperlihatkan gambaran filaria dance sign (cacing dewasa yang bergerak aktif dalam
pembuluh limfe yang berdilatasi)
11. Limfoskintigrafi, dengan radionuklir pada ekstremitas menunjukkan abnormalitas sistem
limfatik, baik pada mereka yang asimptomatik mikrofilaremik dan penderita dengan
manifestasi klinik.
V.
DIAGNOSIS BANDING
a.
Pembesaran ekstremitas
Limfangitis bakterial akut, limfadenitis kronik,LImfogranuloma inguinale dan limfadenitis
tuberkulosis dapat menyebabkan limfedema ekstremitas bawah.5 Trauma pada saluran limfe
akibat operasi juga dapat menyebabkan limfedema. Pasien dengan limfedema tanpa adanya
riwayat serangat akut berulang dikenal sebagai cold lymphedema merupakan kelainan
bawaan.8 Tumor dan pembentukkan jaringan fibrotik juga dapat menyebabkan tekanan pada
saluran limfe dan menurunkan aliran limfe sehingga terjadi limfedema secara perlahan.
Mastektomi dengan limfedenektomi merupakan salah satu hal penyebab terjadinya
limfedema pada ekstremitas atas.
b.
Lipedema
Pembesaran kronik akibat jaringan lemak yang berlebihan, biasanya pada tungkai atas dan
pinggul. Kelainan simetris, telapak kaki normal. Kelainan ini terjadi pada saat pubertas atau 12 tahun sesudahnya.
c.
Hernia inguinalis
Kelainan ini dapat menyerupai hidrokel. Pada hernia batas atas masuk kedalam perut,testis
teraba, isi dapat keluar masuk dan pada auskultasi bising usus (+). Pada saat pasien berdiri
terlihat dasar hidrokel menyempit berbeda dengan hernia yang dasarnya melebar.
d.
Knobs
Knobs/lump dengan pertumbuhan cepat dengan atau tanpa perdarahan dapat disebabkan
oleh kanker kulit. Misetoma dan kromoblastosis juga dapat memberikan gambaran
benjolan/nodus. Misetoma merupakan infeksi kronik yang disebabkan oleh jamur yang
ditemukan pada tanah dan tumbuhan. Jamur masuk melalui luka kemudian terbentuk abses,
sinus dan fistel yang multiple. Didalam sinus terdapat butir-butir (granules) yang merupakan

kumpulan dari jamur tersebut. Kromoblastosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
jamur berpigmen yang ditemukan pada kayu, tumbuhan dan tanah. Perlu dibedakan
kromoblastomikosis dengan limfedema stadium 6 yang memberikan gambaran mossy foot.
e.
Kiluria
Keadaan ini dapat juga disebabkan oleh trauma, kehamilan, tumor atau diabetes mellitus.
Pada diabetes mellitus, kiluria terjadi akibat pus. Untuk membedakan ke dua keadaan ini,
pasien diminta menampung urin dalam wadah transparan dan membiarkan urin selama 30-40
menit. Jika terjadi pemisahan antara sedimen dan urin, maka pasien tidak menderita kiluria
VI. Terapi
Obat anti-filaria yang digunakan

Diethylcarbamazine citrate (DEC)


Diethylcarbamazine citrate (DEC) telah digunakan sejak 40 tahun lamanya dan masih
merupakan terapi anti-filarial yang digunakan secara luas. WHO merekomendasikan
pemberian DEC dengan dosis 6 mg/kgBB untuk 12 hari berturut-turut. Cara pemberian
tersebut tidak praktis digunakan untuk community-based control programme karena mahal.
Andrade dkk (1995) membandingkan pemberian dosis tunggal DEC 6 mg/kgBB dan
pemberian DEC dosis yang sama selama 12 hari, didapatkan kadar mikrofilaria yang sama
pada ke-2 grup setelah terapi 12 bulan, meskipun pada bulan 1, 3 dan 6 kadar mikrofilaremia
tinggi pada grup dosis tunggal.
Dosis yang disarankan WHO digunakan untuk terapi selektif/perorangan, dimana orang
tersebut yang mencari pertolongan, sedangkan untuk terapi massal digunakan dosis tunggal
6mg/kgBB yang diberikan setiap tahun selama 4-6 tahun berturut-turut. Terapi massal adalah
terapi yang diberikan kepada seluruh penduduk di daerah endemis filariasis. Di Indonesia,
dosis 6 mg/kg BB memberikan efek samping yang berat, sehingga pemberian DEC di lakukan
berdasarkan usia dan dikombinasi dengan albendazol.

Ivermectin
Ivermectin terbukti sangat efektif dalam menurunkan mikrofilaremia pada filariasis bancrofti
di sejumlah negara. Obat ini membunuh 96% mikrofilaremia dan menurunkan produksi
mikrofilaremia sebesar 82%. Obat ini merupakan antibiotik semisintetik golongan makrolid
yang berfungsi sebagai agent mikrofilarisidal poten. Dosis tunggal 200-400 g/kg dapat
menurunkan mikrofilaria dalam darah tepi untuk waktu 6-24 bulan. Dengan dosis tunggal 200
atau 400l/kg dapat langsung membunuh mikrofilaremia dan menurunkan produksi
mikrofilaremia. Obat belum digunakan di Indonesia.

Albendazol
Obat ini digunakan untuk pengobatan cacing intestine selama bertahun-tahun dan baru baru
ini di coba digunakan sebagai anti-filaria. Dosis tunggal albendazol tidak mempunyai efek
terhadap mikrofilaremia. Albendazole hanya mempunya sedikit efek untuk mikrofilaremia dan
antigenaemia jika digunakan sendiri. ADosis tunggal 400 mg di kombinasi dengan DEC atau
ivermectin efektif menghancurkan mikrofilaria.
Penatalaksanaan filariasis bergantung kepada keadaan klinis dan beratnya
penyakit.

Asimptomatik atau subklinis


Pengobatan awal dengan anti-filaria pada pasien asimptomatik sangat disarankan untuk
mencegah kerusakan limfatik lebih lanjut. Efektifitas terapi dapat di evaluasi dengan
melakukan tes mikrofilaria 6-12 bulan setelah terapi.

Stadium akut
Selama serangan akut pemberian DEC tidak di anjurkan, karena diduga akan memperberat
keaadaan akibat matinya cacing dewasa. Terapi supportif harus dilakukan termasuk istirahat,
kompres, elevasi ekstremitas yang terkena dan pemberian analgetik dan antipiretik. Pada
serangan akut ADLA pemberian antibiotik oral dapat dilakukan sewaktu menunggu hasil
kultur.

Stadium kronik
Obat anti-filaria jarang digunakan untuk keadaan kronik tetapi diberikan jika pasien terbukti
menderita infeksi aktif, misalnya dengan ditemukannya mikrofilaria, antigen mikrofilaria atau

filarial dancing sign. Kerusakan limfatik akibat filariasis bersifat permanen dan obat anti-filaria
tidak menyembuhkan keadaan limfedema, tetapi limfedema dapat di tatalaksana dengan
cara menghentikan serangan akut dan mencegah keadaan menjadi berat/buruk. Terdapat 5
komponen dasar dalam penatalaksanaan limfedema yang dapat dilakukan oleh pasien yaitu
kebersihan, pencegahan dan perawatan luka/entry lesion, latihan, elevasi dan penggunaan
sepatu yang sesuai. Komponen tambahan dalam penatalaksanaan limfedema adalah
penggunaan emolien, verban, stocking, pijat, antibiotik pofilaksis dan tindakan bedah.
Pemberian benzopyrenes, termasuk flavonoids dan coumarin dapat menjadi terapi tambahan.
Obat ini mengikat protein yang telah terakumulasi sehingga menginduksi fagositosis
makrofag menyebabkan terpecahnya protein yang kemudian keluar kedalam vena dan
dibuang oleh sistem vascular.
Tindakan bedah pada limfedema bersifat paliatif, indikasi tindakan bedah adalah jika tidak
terdapat perbaikan dengan terapi konservatif, limfedema sangat besar sehingga mengganggu
aktivitas dan pekerjaan dan menyebabkan tidak berhasilnya terapi konsevatif. Berbagai
prosedur operasi digunakan tetapi secara umum tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Yang termasuk dalam prosedur ini adalah lymphangioplasty, lympho-venous anastomosis dan
eksisi (de-bulking) dari jaringan subkutan yang fibrotik. Peranan tindakan pembedahan
limfedema ekstremitas akibat filariasis sangat terbatas.
Penatalaksanaan hidrokel adalah dengan pemberian obat anti-filaria, perawatan dasar seperti
kebersihan, dan tindakan bedah. Indikasi operasi pada pasien dengan hidrokel adalah jika
mengganggu pekerjaan, mengganggu aktivitas seksual, mengganggu berkemih, dan memberi
efek sosial terhadap keluarga. Prosedur yang digunakan adalah dengan melakukan eksisi
tunika vaginalis sebanyak mungkin dan membalikkannya (Bergmann Wingklemann) untuk
hidrokel besar dan prosedur Lord untuk hidrokel kecil dimana dilakukan pengecilan tunika
vaginalis dengan merempel.
Penatalaksanaan kiluria adalah istirahat, diet tinggi protein rendah lemak, minum banyak
(paling sedikit 2 gelas/jam selama BAK masih seperti susu). Tindakan bedah masih kontroversi
tetapi di anjurkan untuk kasus yang berat.15,16,28 Prosedure yang digunakan adalah lymphovenous disconnection, lymphangio-venous anastomosis, lymphnode-saphenous vein
anastomosis.
Tropical Pulmonary Eosinophil
DEC adalah obat pilihan untuk TPE. Gejala pernapasan membaik secara cepat setelah
pemberian DEC. Pemberian DEC 21-28 hari menyebabkan hilangnya microfilaria secara cepat
dibandingkan dengan dosis tunggal 6 mg/kgBB, sehingga pemberian terapi lebih lama lebih
disarankan.
VII.
Pencegahan dan kontrol filariasis
Tahun 1997, the World Health Assembly (WHA) mengajak anggota WHO untuk mendukung
program The Global Elimination of Lymphatic Filariasis (GPELF) sebagai masalah kesehatan
masyarakat.Tahun 2000 WHO mulai menetapkan GPELF dan merekomendasikan semua
penduduk yang tinggal didaerah beresiko untuk di obati satu kali dalam satu tahun dengan
dua kombinasi obat dan diberikan dalam 4-6 tahun berturut-turut.Tiga obat anti-parasit yang
di sarankan adalah DEC, albendazol, ivermectin.
Pencegahan melawan infeksi filariasis juga dapat dilakukan secara individu dengan cara
menghindari terkenanya gigitan nyamuk. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memakai
kelambu dan menggunakan repellent, tetapi hal ini tidak bisa diterapkan disemua wilayah.

Anda mungkin juga menyukai