Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PARASITOLOGI

Dosen Pengampu : Siti Hapsah Amd AK


Nama : Desy Lianti
NIM : P17334119409
Kelas : DIV-1A

LAPORAN PRAKTIKUM
Tanggal : 6 April 2020
Judul : Kapita Selekta Mikrofilaria Dari Morfologi Wuchereria Bancrofti, Brugia
Malayi,Brugia Timori dari Sediaan Darah
Tujuan : Mengetahui perbedaan morfologi mikrofilaria morfologi Wuchereria bancrofti,
Brugia Malayi,Brugia timori dari sediaan darah
Prinsip : Secara mikrokopis morfologi spesies mikrofilaria dapat di bedakan berdasarkan
ukuran ruang kepala serta warna sarung pada pewarnaan giemsa, susunan inti
badan, jumlah dan letak inti pada ujung ekor.
Dasar Teori : NEMATODA JARINGAN / DARAH
Nematoda Darah / Jaringan Tubuh Manusia dan Hewan. Nematoda darah atau dikenal
sebagai Nematoda filaria, menyebabkan penyakit kaki gajah atau elefantiasis/filariasis. Di
Indonesia terdapat 3 spesies cacing ini yang dikenal juga sebagai cacing filaria limfatik.Spesies
cacing filaria yang ada di Indonesia adalah: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia
timori. Cacing filaria ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang menjadi vektornya.
Cacing dewasa nematoda jaringan atau darah hidup dalam sistem limfatik, subkutan dan
jaringan ikat dalam tubuh manusia. Mikrofilaria (prelarva) yang bersarung dan tidak bersarung
dan terdapat pada darah perifer atau jaringan kulit serta sifatnya sangat aktif. Penularan penyakit
melalui vektor arthopoda (nyamuk). Siklus hidup tiap spesies memiliki pola yang kompleks
(Larva infektif berkembang menjadi dewasa dan memerlukan waktu bertahun-tahun agar dapat
menimbulkan gangguan klinis nyata pada manusia). Adanya mikrofilaria dalam darah perifer
pada manusia pada tiap spesies berbeda-beda diantaranya mikrofilaria yang ada pada  malam
hari didaerah perifer disebut periodisitas noktura, siang hari di darah perifer disebut perioditas
diura, dan tidak memiliki periode yang tetap disebut nonperiodik.
Distribusi geografis nematoda jaringan dan darah banyak terdapat di daerah tropis yang
cocok untuk tempat perindukan vektor. Nematoda jaringan dewasa berbentuk silindris panjang,
menyerupai benang, terdiri dari cacing betina dan jantan dengan ukuran bervariasi. Mikrofilia
nematoda jaringan dan darah terdapat dalam darah perifer (W. Brancofti, B.Malayi, B. Timori,
Onchocerca volvulus, Loa loa, Mansonella ozzardi, Onchocerca volvulus dan Loa loa)
sedangkan larva Dracunculus medinensis dalam jaringan. Mikrofiliria bersarung ada pada W.
Brancofti,B.Malayi,B. Timori, dan loa-loa, sedangkan mikrofilaria tidak bersarung terdapat pada
Mansonella ozzardi dan Dracunculus medinensis. Untuk melengkapi daur hidupnya nematoda
jaringan dan darah membutuhkan hospes perantara vektor yaitu nyamuk (W. Brancrofti, B.
Malayi, dan B. Timori), lalat (M. Ozzardi ,O. Vulvulus, Loa loa) sebangsa Copepoda (D.
medinensis). Larva infektif berkembang dalam tubuh vektor dan ditularkan melalui gigitan dan
tubuh dewasa dalam hospes defenitif atau inang (manusia dan mamaila lainya).
Aspek klinis penderita yang terinfeksi oleh nematoda jaringan dan darah dapat
ditimbulkan oleh cacing dewasa, larva dan mikrofilaria. Aspek klinis ada yang bersifat
simtomatik dan asimtomatik. Cara menetapkan diagnosa nematoda jaringan dan darah dilakukan
dengan menemukan mikrofilaria dalam darah tepi, larva dalam jaringan dan cacing dewasa yang
diperoleh dari bahan biopsi. diagnosis lebih terarah jika di konfirmasi dengan gejala dan
perjalanan penyakit. Apabila cacing sulit ditemukan dapat dilakukan uji seroimunologis.
1. Wuchereria branchofti (filarial worm)

A.  Epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini


Parasit ini tersebar luas di daerah tropik dan subtropik, meluas jauh ke utara
sampai ke Spanyol dan ke selatan sampai Brisbane, Australia. Di belahan Timur Dunia
dapat ditemukan di Afrika, Asia, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia dan kepulauan
Pasifik selatan. Di belahan Barat Dunia di Hindia barat, Costa Rica dan sebelah utara
Amerika Selatan. Penyakit ini di Amerika Selatan dimasukkan oleh budak belian dari
Afrika melalui kota Charleston, Carolina Selatan, tetapi telah lenyap 40 tahun yang lalu.
Frekuensi filariasis yang bersifat periodik, berhubungan dengan kepadatan penduduk
dan kebersihan yang kurang, karena Culex quinquefasciatus sebagai vektor utama,
terutama membiak di dalam air yang dikotori dengan air got dan bahan organik yang
telah membusuk.
Vektor utama di belahan Barat Dunia ialah Culex quinquefasciatus
(=fatigans) dan di Pasifik Selatan Aedes polynesiensis. Nyamuk Culex quinquefasciatus
menggigit pada malam hari dan hidup di rumah dan di daerah kota, sedangkan
nyamuk Aedes polynesiensis menggigit pada siang hari dan hidup di luar rumah dan di
daerah hutan. Sekurang-kurangnya 48 spesies nyamuk termasuk Aedes, Anopheles,
Culex dan Mansonia, merupakan vektor alami atau vektor percobaan
B.  Morfologi 
Cacing dewasa menyerupai benang, berwarna putih kekuning-kuningan. Cacing
betina berukuran 90-100x0,25 mm ekor lurus dan ujungnya tumpul, didelfik dan
uterusnya berpasangan (paired). Cacing jantan berukuran 35-40mmx0,1mm, ekor
melingkar dan dilengkapi dua spikula.
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung dan berukuran 250-300x7-8
mikron. Mikrofilaria terdapat di dalam darah dan paling sering ditemukan di aliran darah
tepi, tetapi pada waktu tertentu saja. Pada umumnya mikrofilaria. Cacing ini mempunyai
periodisitas nokturna karena mikrofilaria dalam darah tepi banyak ditemukan pada
malam hari, sedangkan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler organ-organ
visceral (jantung, ginjal, paru-paru dan sebagainya).
Di daerah pasifik, mikrofilaria W. bancrofti mempunyai periodisitas subperiodik diurnal.
Di Thailand terdapat mikrofilaria dengan periodisitas subperiodik nokturna.
C.  Siklus hidup
Untuk melengkapi siklus hidupnya, W. bancrofti membutuhkan manusia (hospes
definitif) dan nyamuk (hospes perantara). Nyamuk terinfeksi dengan menelan
microfilaria yang terisap bersama-sama dengan darah. Di dalam lambung nyamuk,
mikrofilaria melepaskan sarungnya dan berkembang menjadi stadium 1 (L-1), larva
stadium 2 (L-2), dan larva stadium 3 (L-3) dalam otot toraks kepala. Larva stadium 1 (L-
1) memiliki panjang 135-375 mikron, bentuk seperti sosis, ekor memanjang dan lancip,
dan masa perkembangannya 0,5-5,5 hari (di toraks). Larva stadium 2 (L-2) memiliki
panjang 310-1.370 mikron, bentuk gemuk dan lebih panjang daripada L-1, ekor pendek
membentuk krucut, dan masa perkembangannya antara 6,5-9,5 hari (di toraks dan
kepala). Larva stadium 3 (L-3) memiliki mobilitas yang cepat sekali, kadang-kadang
ditemukan di probosis nyamuk sehingga larva ini bersifat infektif dan ditularkan pada
manusia melalui gigitan nyamuk.
Apabila L-3 ini masuk ke dalam jaringan manusia kemudian masuk ke sistem
limfatik perifer dan bermigrasi ke saluran limfe distal dan akhirnya ke kelenjar limfe dan
tumbuh menjadi L-4 dan L-5 (cacing betina dewasa dan jantan dewasa). Cacing betina
yang sudah matang dan gravid mengeluarkan mikrofilaria dan dapat dideteksi di darah
perifer dalam waktu 8-12 bulan pascainfeksi.
D.  Diagnosis
Diagnosis filariasis hasilnya lebih tepat bila didasarkan pada anamnesis yang
berhubungan dengan vektor di daerah emdemis dan di konfirmasi dengan hasil
pemeriksaan laboratorium. Bahan pemeriksaan adalah darah yang diambil pada malam
hari. Sediaan darah tetes tebal yang diperoleh dari tersangka, langsung diperiksa dengan
mikroskop untuk melihat adanya mikrofilaria yang masih bergerak aktif, sedangkan
untuk menetapkan spesies filarial dilakukan dengan membuat sediaan darah tetes tebal
dan halus tipis yang diwarnai dengan larutan Giemsa atau Wright.
Dalam darah penderita dengan gejala filariasis tidak selalu ditemukan
mikrofilaria. Bila mikrofilaria W. boncrofti  dapat ditemukan dalam urin penderita
kiluria, mikrofilaria ini dapat dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Mikrofilaria akan
banyak ditemukan bila urin penderita banyak mengandung cairan kiluria.
E.   Patologi dan gejala klinis
Kelainan dan perubahan patologis disebabkan oleh cacing dewasa maupun
mikrofilaria. Cacing dewasa pada stadium akut menimbulkan limfadenitis dan
limfangitis retrograde dan dalam waktu 10-15 tahun menjadi obstruktif. Microfilaria
tidak mengakibatkan kelainan, namun dalam kondisi tertentu menyebabkan occult
filariasis.
Patogenesis filariasis bancrofti dibagi dalam tiga stadium, yaitu stadium
mikrofilaremi, stadium akut, dan kronis. Ketiga stadium ini tidak menunjukkan batas-
batas yang tegas karena prosesnya menjadi tumpang tindih. Pada stadium akut terjadi
peradangan kelanjar, limfadenitis maupun limfangitis retrograd. Dalam waktu satu
tahun, peradangan ini hilang timbul berkali-kali. Kasus peradang yang umum dijumpai
adalah peradangan sistem limfatik organ genital pria, misalnya epididimitis, funikulitis,
dan orkitis.
F.  Pencegahan, pengobatan dan pengendalian
Kelompok yang mudah terserang adalah umur dewasa muda, terutama yang status
social ekonominya rendah. Obat DEC kurang baik untuk upaya pengendalian, oleh
karena itu pencegahan bisa dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk.
Preparat antinom dan arsen dapat membunuh mikrofilaria dalam darah bila pengobatan
dilakukan dalam waktu yang lama. Obat pilihan yang sering digunakan adalah dietil
karbamasin sitrat (DEC).
2.  Brugia malayi  (filarial malayi)
A.  Epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini
Distribusi geografik yang luas daripada parasit ini meliputi Srilangka, Indonesia,
Filipina, India Selatan, Asia, Tiongkok, Korea, dan suatu daerah kecil di jepang. Ini
merupakan infeksi filarial yang predominan di India Selatan dan Srilangka. Daerah
distribusinya sepanjang pantai yang datar, sesuai dengan tempat hospes serangga yang
utama yaitu nyamuk Mansonia. Nyamuk ini banyak terdapat di daerah rendah dengan
banyak kolam yang bertanaman Pistia, suatu tumbuhan air, penting untuk perindukan
nyamuk tersebut di atas. Bila vektor penyakit adalah nyamuk Mansonia, maka penyakit
itu terutama terdapat di daerah luar kota, tetapi bila vektornya adalah nyamuk Anopheles
penyakit itu terdapat di daerah kota dan sekitarnya.
B.  Morfologi 
Cacing dewasa berbentuk silindrik seperti benang, berwarna putih kekuning-
kuningan. Pada ujung anteriornya terdapat mulut tanpa bibir dan dilengkapi baris papilla
2 buah, baris luar 4 buah dan baris dalam 10 buah. Cacing betina berukuran 55x0,16 mm
dengan ekor lurus, vulva mempunyai alur transversal dan langsung berhubungan dengan
vagina membentuk saluran panjang. Cacing jantan berukuran 23x0,09 mm, ekor
melingkar dan bagian ujungnya terdapat papilla 3-4 buah, dan di belakang anus terdapat
sepotong papilla. Pada ujung ekor terdapat 4-6 papila kecil dan dua spikula yang
panjangnya tidak sama.Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung, panjangnya
177-230 mikron, letak tubuh kaku, panjang ruang kepala dua kali lebarnya, inti tubuh
tidak teratur dan ekornya mempunyai 1-2 inti tambahan. Mikrofilaria ini terdapat dalam
darah tepi. Periodisitas Brugia malayi ada yang nokturna, subperiodik nokturna, dan
nonperiodik. 
C.  Siklus hidup
Brugia malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh Anopheles
barbirosrtis. Brugia Malayi yang hidup pada manusia dan mamalia lainnya ditularkan
oleh Mansonia sp. Brugia timori, sedangkan yang hanya hidup pada manusia ditularkan
oleh Anopheles barbirostris.
Cacing ini mempunyai siklus hidup yang kompleks dan ukuran tubuh lebih
pendek bila dibandingkan dengan ukuran tubuh Wuchereri bancrofti. Masa pertumbuhan
larva di dalam tubuh vektor kira-kira 10 hari. Di sini larva mengalami pergantian kulit
dan berkembang menjadi L-1, L-2, dan  L-3. Pada manusia, masa pertumbuhan bisa
mencapai 3 bulan. Pada tubuh manusia, perkembangan ke dua cacing ini mempunyai
pola hidup yang sama seperti Wuchereria bancrofti.
D.  Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang dikonfirmasi dengan
menemukan mikrofilaria dalam darah perifer. Pada stadium awal, belum ditemukan
mikrofilaria dalam darah perifer. Untuk mengetahui potongan cacing dewasa, dapat
dilakukan pemeriksaan dari bahan biopsi kelenjar limfe yang membengkak.
Untuk keperluan diagnosis, sekarang telah dikembangkan tes imunologik, tetapi masih
dalam penelitian, terutama untuk meningkatkan kepekaan cara diagnosis ini.
E.   Patologi dan gejala klinis
Gejala filariasis brugia sama dengan filariasis bancrofti. Pathogenesis berlangsung
berbulan-bulan, bahkan sampai bertahun-tahun setelah terjadi infeksi. Penderita sering
tidak menunjukkan gejala yang nyata meskipun di dalam darahnya ditemukan
mikrofilaria.
Pada stadium akut akan terjadi demam dan peradangan saluran maupun kelenjar
limfe inguinal. Keadaan ini berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh sendiri walaupun
tidak diobati. Peradangan kelenjar limfe dapat menimbullkan limfangitis retrograde.
Peradangan pada saluran limfe tampak garis merah yang menjalar ke bawah dan bisa
menjalar ke jaringan yang ada di sekitarnya. Pada stadium ini , tungkai bawah  penderita
membengkak dan mengalami limfedema. Limfedenitis lama-kelamaan menjadi bisul dan
apabila pecah akan membentuk ulkus. Ulkus pada pangkal paha apabila sembuh akan
meninggalkan bekas berupa jaringan parut. Hal ini merupakan satu-satunya objektif
filariasis limfatik.
F.  Pencegahan, pengobatan dan pengendalian
Dalam program pencegahan, harus diperhatikan hospes reservoir selain manusia.
Cara pencegahan sama dengan filariasis bancrofti.
Obat yang dapat dipilih adalah dietilkarbamazin sitrat (DEC), namun efek sampingnya
lebih berat jika dibandingkan untuk pengobatan filariasis brugia. Oleh karena itu, untuk
pengobatan filariasis brugia dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi waktu pengobatan
dilakukan dalam waktu yang lebih lama.
3. Brugia timori (filaria timori)

A.   Epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini


Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur yaitu di Pulau Timor, Flores,
Rote, Alor, dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur. Brugia timori hanya
terdapat di pedesaan, karena vektornya An.barbirostris tidak dapat berkembang biak
diperkotaan. Yang terkena penyakit ini terutama adalah petani dan nelayan. Kelompok
umur dewasa muda paling sering terkena penyakit ini, sehingga produktivitas penduduk
dapat berkurang akibat serangan adenolimfangitis yang berulang kali. Manusia yang
mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan
(suseptibel). Biasanya pendatang baru ke daerah endemi (transmigrasi) lebih rentan
terhadap infeksi filariasis timori dan lebih menderita daripada penduduk asli. Pada
umumnya laki-laki untuk mendapat infeksi (exposure). Juga gejala penyakit lebih nyata
pada laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih berat.
B. Morfologi
Pada kedua jenis kelamin, ujung anteriornya melebar pada kepalanya yang
membulat. Ekornya berbentuk seperti pita dan agak bundar. Pada tiap sisi terdapat 4
papil sirkum oral yang teratur pada bagian luar dan bagian dalam membentuk lingkaran,
esophagus panjangnya lebih kurang 1 mm dengan ujung yang kurang jelas diantara otot
dan kelenjar.
Cacing jantan, ekornya melengkung dengan 4 sampai 5 papila adanal terdiri atas
subventral, sebuah preanal yang besar serta satu pasang posanal yang lebih kecil.
Terdapat pula satu pasang papilla intermediate subventral serta satu pasang papilla
kaudal terminal. Pada daerah anus terdapat papilla lateral. Spikula tidak sama panjang
seperti pada B. malayi, panjangnya yang sebelah kiri 400 mm dan sebelah kanan 142
mm berbentuk seperti bulan sabit, gubernakulum 30 x 4 mm.
Cacing betina, vulva sebelah anterior dari dasar esophagus. Ovejektor menyerupai
buah pir dengan ukuran 160 x 58 mm. vagina terletak disamping ovejektor berbentuk
celah. Ekor panjangnya lebih dari 196 mm ditumbuhi beberapa kutikulum bosses.
C. Siklus Hidup
Siklus hidupnya mirip dengan W banrofti. Waktu yang diperlukan untuk
perkembangan vector 6,8-8,5 hari. Periodisitas mikrofilaria Brugia timori adalah bersifat
periodik nokturna, dimana mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari
dengan konsentrasi maksimal pada pukul 22.00 hingga 02.00.
Daur hidup Brugi timori cukup panjang. Masa pertumbuhannya di dalam nyamuk
kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam tubuh nyamuk,
parasit ini juga mengalami dua kali pergantian kulit, berkembang dari larva stadium I
menjadi larva stadium II dan III.
Brugia timori hanya terdapat pada manusia. Manusia yang mengandung parasit
selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan (suseptibel). Biasanya
pendatang baru ke daerah endemi (transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis
dan lebih menderita daripada penduduk asli. Pada umumnya laki-laki lebih banyak yang
terkena infeksi, karena lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure).
Juga gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih berat.
Penyakit yang disebabkan oleh Brugia timori disebut filariasis timori.
D. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan dibuktikan dengan menemukan
microfilaria di dalam darah tepi (Parasitologi kedok). Diagnosis parasitologi : sama
dengan pada filariasis bankrofti, kecuali sampel berasal dari darah saja.
E. Patologi dan gejala klinis
Gejala klinis pada filariasis timori sama dengan gejala klinis pada filariasis
malayi. Gejala klinis pada kedua penyakit tersebut tidak sama dengan filariasi bankrofti.
Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan saluran dan
kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai
kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah penderita
bekerja berat di ladang atau sawah. Limfadenitis biasanya berlangsung 2-5 hari dan
dapat sembuh dengan sendirinya, tanpa pengobatan. Kadang-kadang peradangan pada
kelenjar limfe ini menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan menimbulkan
limfangitis retrograde, yang bersifat khas untuk filariasis. Peradangan pada saluran limfe
ini dapat dilihat sebagai garis merah yang menjalar kebawah biasanya ikut membengkak
dan menimbulkan gejala limfedema. Limfadenitis dapat pula berkembang menjadi bisul,
pecah menjadi ulkus. Ulkus pada pangkal paha, bila sembuh meninggalkan bekas
sebagai jaringan parut dan tanda ini merupakan salah satu gejala obyektif filariasis
limfatik. Limfadenitis dengan gejala komplikasinya dapat berlangsung beberapa minggu
sampai tiga bulan lamanya.
F. Pencegahan, pengobatan dan pengendalian
Tindakan pencegahan brugiasis sesuai dengan upaya pencegahan pada filariasis
bancrofti, yaitu pengobatan penderita, pengobatan masal penduduk didaerah endemik,
pencegahan pada pendatang dan pemberantasan vektor penular filariasis malayi.

Hasil Pengamatan :
Perbedaan:

Anda mungkin juga menyukai