STEP 1
1. Elephantiasis :
suatu keadaan dimana terjadi obstruksi pada pembuluh limfe yang
menahun sehingga terjadi granulasi proliferatif yang mengakibatkan
varises limfe dimana kadar protein tinggi sehingga membentuk
jaringan ikat dan kolagen dikarenakan adanya cacing filariasis (W.
Bancrofti dan Brugia Malay, Timori) yang menahun, terjadi pada
ekstremitas bawah
2. Microphyllaria :
Larva cacing hasil dari kopulasi cacing betina biasanya pada cacing
W. Bancrofti dikeluarkan lebih dari 10000 per hari pada manusia
yang menderita elephantiasis
STEP 2
STEP 3
3. What is the relation between this disease and the area which
mosquito is easily found?
Filariasis
Penularan nya dngan menggigit penderita dengan filariasis ambil
mikrofilaria larva std 1,2,3 (mulut nyamuk) nyamuk menggigit
penedrita berupa larva masuk sal limfe perifer sal limfe distal
kel. Limfe (tahunan) cacing dewasa hidup di sal limfe
menghasilkan mikrofilaria di pembuluh darah & sal. Limfe
Eosinophilia
Tentara untuk infeksi parasit adanya parasit kerja meningkat
Eosinofil berikatan dengan IgE peningkatan IgE dan IgG
Membesar :
Cacing dewa tumbuh di kgb obstruksi stasis pembuluh limfe
(verises)
Nyeri :
- Cacing beranak
- Menekan saraf
- Adanya mediator inflamsi
Klasifikasi:
a. Filariasis Tanpa gejala
Di daerah endemik , anak 6 tahun tanpa gejala adanya infeksi
b. Filariasis peradangan
Adanya tanda funikulitis, epididimitis, orkitis, limfogitis,
pembengkakan setempat, kemerahan lengan dan tungkai
c. Filariasis penyumbatan
Terjadi perlahan, secara terus menerus dan bertahun tahun
Limfadema:
1. Edem pitting
2. Pitting/ non pitting edem
3. Edem non pitting, kulit menebal
4. Edem non pitting, ada jaringan fibrosis, veruccosa,
ELEPHANTIASIS
Gejala Klinis:
W. Bancrofti
- demam berulang 3 – 5 hari
- pembengkakan kgb di lipat paha simetris dan ketiak kemerahan,
panas dan sakit
- pembesaran tungkai, lengan yang terlihat agak kemerahan dan
terasa panas
- hidrocele, epididimitis
Kronis : Operatif
STEP 4
Daerah endemik
Etiologi : W. Bacrofti,
Brugia malay, timor
Siklus nyamuk
Siklus manusia
peradangan penyumbatan
FILARIASIS
Gejala Tanpa gejala
STEP 7
Zona memicu chemoreceptor dasar ventrikel keempat telah banyak dopamin D 2 reseptor 5-
HT3reseptor serotonin, reseptor opioid, reseptor asetilkolin dan reseptor untuk zat P.
rangsangan dari reseptor yang berbeda yang terlibat dalam berbeda jalur menuju emesis, di
jalur umum akhir substansi p tampaknya menjadi terlibat.
Sistem vestibular yang mengirimkan informasi ke otak melalui saraf kranial VIII
(vestibulocochlear saraf). Ini memainkan peran besar dalam mabuk dan kaya muscarinic
reseptor dan reseptor1 H histamin.
Saraf kranial X (vagus saraf), yang diaktifkan bila faring jengkel, menuju refleks muntah.
Vagal dan enterik sistem saraf masukan yang mengirimkan informasi mengenai keadaan
sistem pencernaan. Iritasi mukosa GI oleh kemoterapi, radiasi, distention, atau gastroenteritis
infeksi akut mengaktifkan reseptor 5-HT3 input ini.
CNS menengahi muntah timbul dari gangguan kejiwaan dan stres dari otak lebih tinggi pusat.
Despopoulos & Silbernagl. 2003. Color Atlas Of Physiology Chapter 9. Elsevier: Philadelpia
MUAL
(2) impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan motion
sickness, atau
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Guyton & Hall Edisi 11, EGC
Jawab :
Mual terjadi akibat timbulnya rangsangan terhadap pusat mual, sehingga kemudian
menimbulkan gerakan antiperistaltik sehingga terjadi gerakan muntah, yang
sebelumnya diawali dengan rasa mual. Intinya, dalam kasus ini, kerusakan traktus
gastrointestinal adalah penyebab rilis berbagai mediator proinflamasi yang akan
menimbulkan rangsangan tersebut.
PGE2 sebagai produk metabolisme asam arakidonat menyebabkan rasa nyeri karena
menaikkan kepekaan nosiseptor, fenomena ini disebut sentral sensitisasi. Tinggi
rendahnya kadar PGE2 mempunyai korelasi dengan berat ringannya mialgia. Kadar
PGE2 yang menurun menyebabkan mialgia berkurang (Tamtomo, 2007). Jadi,
mialgia terjadi sebagai salah satu efek dari peningkatan kadar PGE2 pada proses
demam.
Jawab :
Mual terjadi akibat timbulnya rangsangan terhadap pusat mual, sehingga kemudian
menimbulkan gerakan antiperistaltik sehingga terjadi gerakan muntah, yang
sebelumnya diawali dengan rasa mual. Intinya, dalam kasus ini, kerusakan traktus
gastrointestinal adalah penyebab rilis berbagai mediator proinflamasi yang akan
menimbulkan rangsangan tersebut.
PGE2 sebagai produk metabolisme asam arakidonat menyebabkan rasa nyeri karena
menaikkan kepekaan nosiseptor, fenomena ini disebut sentral sensitisasi. Tinggi
rendahnya kadar PGE2 mempunyai korelasi dengan berat ringannya mialgia. Kadar
PGE2 yang menurun menyebabkan mialgia berkurang (Tamtomo, 2007). Jadi,
mialgia terjadi sebagai salah satu efek dari peningkatan kadar PGE2 pada proses
demam.
Nafsu makan pasien berkurang, karena salah satu mediator inflamasi, yaitu serotonin,
yang dilepaskan pada proses radang, yaitu iritasi mukosa, mempunyai mekanisme
menekan nafsu makan dengan menekan pusat pengatur rasa kenyang dan rasa lapar di
hipotalamus.
Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari kerjasama IL-1 dan TNF-α. Keduanya
akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa. Peningkatan leptin dalam
sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke hipothalamus ventromedial yang berakibat
pada penurunan intake makanan (Luheshi et al., 2000).
Badan pasien terasa lemas, karena pasien tidak mendapatkan makanan yang ada
sebagai sumber energi akibat kurangnya asupan nutrisi karena pasien merasa mual
dan nafsu makan berkurang.
Acute filarial lymphangitis (AFL). Kelainan yang timbul diakibatkan oleh matinya
cacing dewasa baik secara alami maupun setelah pengobatan. Kelainan yang terjadi
berupa limfadenitis dan limfangitis lokal yang menyebar kearah distal, disertai dengan
gejala sistemik berupa demam, menggigil, sakit kepala, mialgia, artralgia, dan
kadang-kadang disertai dengan delirium. AFL dapat disertai limfedema seperti
hidrokel akut, namun bersifat ringan dan menghilang dalam waktu singkat.
Acute Dermatolymphangiodenitis (ADLA). Dilatasi saluran limfe (limfektasi)
merupakan lesi utama, ditemukan pada hampir semua penderita , baik yang
mengalami mikrofilaremia maupun amikrofilaremia, baik yang tidak atau yang
menunjukan manifestasi klinis. Cacing dewasa memiliki kemampuan untuk
merangsang sel endotel saluran limfe dan menimbulkan dilatasi saluran tersebut.
Toksin yang dihasilkan oleh bakteri Wolbachia spp., sejenis riketsia yang banyak
terdapat di dalam cacing W. bancrofti dan Brugia malayi, diduga berperan penting
dalam proses reproduksi dan perkembangan filaria, serta kelainan yang
ditimbulkannya. Simbiosis antara bakteri tersebut dengan filaria disebut sebagai
endosimbiosis. Beberapa penelitian awal mengenai pemberian doksisiklin pada fila-
riasis, menunjukkan beberapa keuntungan. Limfektasi menimbulkan gangguan fungsi
saluran limfe sehingga menimbulkan limfedema di daerah yang terkena, kulit di
atasnya menjadi mudah terkena infeksi sekunder oleh berbagai mikroba,sehingga
menimbulkan kelainan yang disebut sebagai Acute Dermatolymphangiodenitis
(ADLA ). ADLA yang berulang akan menimbulkan limf-edema kronis ( chronic
lymphatic filariasis) . Pada bentuk kronis ini dapat terjadi hidrokel yang masif
sehingga dapat mengganggu aktifitas seperti berjalan kaki dan sebagainya. Pada
umum-nya testis berisi cairan jernih atau kuning pucat, pada beberapa kasus berisi
cairan yang mengandung darah atau cairan limfe. Kadang-kadang mikrofilaria dapat
ditemukan dari cairan tersebut.
Elefantiasis merupakan bentuk limfedema kronis yang berat dan sering ditemukan,
biasanya asi-metris dan dimulai dari bagian distal.
Chyluria terjadi akibat pecahnya pembuluh limfe kedalam pelvis ginjal atau kandung
kemih, dapat terjadi pula gangguan drainase saluran limfe kedalam intestinal.
Filariasis dapat menimbulkan gangguan saluran nafas yang disebut sebagai Tropical
Pulmonary Eosinophilia ( TPE ), pada keadaan ini terjadi hiperesponsif reaksi
imunologi terhadap antigen filaria. Pada pemeriksaan laboratorium terjadi
peningkatan IgG terhadap antigen filaria dan IgE, disertai dengan peningkatan hebat
dari eosinofil dalam darah perifer. Biopsi paru menunjukkan foki inflamasi disekitar
mikrofilaria yang dihancurkan. Penemuan ini disertai dengan tidak ditemukannya
mikrofilaremia dalam darah penderita TPE, memperkuat asumsi bahwa peng-
hancuran mikrofilaria terjadi dalam paru dengan melibatkan sistim imunitas.
http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=200912011554
3. What is the relation between this disease and the area which
mosquito is easily found?
Daur Hidup Cacing Filaria ( Wuchereria bancrofti)
Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector
yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
2. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang
lebih 7 bulan.
Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk tersebut
menggigit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis, sehingga mikrofilaria
yang terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria
tersebut masuk kedalam paskan pembungkus pada tubuh nyamuk, kemudian
menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot-otot dada (toraks). Bentuk
mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang
lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang
yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya larva berganti kulit
untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh menjadi lebih panjang dan kurus, ini adalah
larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai
bermigrasi mula-mula ke rongga perut (abdomen) kemudian pindah ke kepala dan alat
tusuk nyamuk.
Apabila nyamuk yang mengandung mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka
mikrofilaria yang sudah berbentuk larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut
masuk kedalam tubuh manusia (hospes). Bersama-sama dengan aliran darah dalam
tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe.
Didalam pembuluh limfe larva mengalami dua kali pergantian kulit dan tumbuh
menjadi cacing dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan larva stadium V.
Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan
menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan. Siklus hidup pada tubuh
nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang
terkena filariasais, sehinggamikrofilaria yang terdapat di tubuh penderita ikut terhisap
ke dalam tubuh nyamuk. Cacing yang diisap nyamuk tidak begitu saja dipindahkan,
tetapi sebelumnya tumbuh di dalam tubuh nyamuk. Makhluk mini itu berkembang
dalam otot nyamuk. Sekitar 3 minggu, pada stadium 3, larva mulai bergerak aktif dan
berpindah ke alat tusuk nyamuk.Nyamuk pembawa mikrofilaria itu lalu gentayangan
menggigit manusia dan ”memindahkan” larva infektif tersebut. Bersama aliran darah,
larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe.
Uniknya, cacing terdeteksi dalam darah tepi pada malam hari, sedangkan pada siang
hari dia berada didalam kapiler alat-alat dalam seperti pada paru-paru, jantung dan
hati, selebihnya bersembunyi di organ dalam tubuh.Pemeriksaan darah ada-tidaknya
cacing biasa dilakukan malam hari. Setelah dewasa (Makrofilaria) cacing menyumbat
pembuluh limfe dan menghalangi cairan limfe sehingga terjadi pembengkakan. Selain
di kaki, pembengkakan bisa terjadi di tangan, payudara, atau buah zakar. Ketika
menyumbat pembuluh limfe di selangkangan, misalnya, cairan limfe dari bawah
tubuh tidak bisa mengalir sehingga kaki membesar. Dapat terjadi penyumbatan di
ketiak, mengakibatkan pembesaran tangan.
Pada saat dewasa (Makrofilaria) inilah, cacing ini menghasilkan telur kemudian akan
menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut mikrofilaria. Selanjutnya,
mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah
kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva
tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada
nyamuk, kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat
penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini.
Diagnosis
Didaerah endemis, bila ditemukan adanya limfedema di daerah ekstremitas disertai dengan
kelainan genital laki-laki pada penderita dengan usia lebih dari 15 tahun, bila tidak ada sebab
lain seperti trauma atau gagal jantung kongestif kemungkinan filariasis sangat tinggi.
Pemeriksaan laboratorium dapat berupa :
1. Identifikasi mikrofilaria dari darah, cairan hidrokel atau walau sangat jarang dari cairan
tubuh lain. Bila sangat diperlukan dapat dilakukan Diethylcarbamazine provocative test.
2. Identifikasi cacing dewasa pada pembuluh limfe skrotum dan dada wanita dengan
memakai high frequency ultrasound dan teknik Doppler, cacing dewasa terlihat
bergerak-gerak ( filaria dance sign ) dalam pembuluh limfe yang berdilatasi.
Pemeriksaan ini selain memerlukan peralatan canggih juga sulit mengidentifikasi cacing
dewasa di tempat lain.
3. Identifikasi antigen filaria ( circulating filarial antigen / CFA ) dengan teknik : ELISA,
Rapid Immu-nochromatography Card. Pemeriksaan ini memberikan nilai sensitifitas dan
spesifitas yang tinggi
5. Identifikasi antibodi spesifik terhadap filaria : sedang dikembangkan lebih lanjut karena
hasil dari penelitian awal menunjukkan nilai spesifitas yang kurang. Penelitian mengenai
deteksi antifilaria IgG4 memberi perbaikan akan kinerja uji identiifikasi antibodi terhadap
filaria karena reaksi si-lang terhadap antigen cacing lain relatif kecil. Perbaikan kinerja juga
diperlihatkan bila reagen yang dipakai berupa antigen rekombinan yang spesifik untuk filaria.
Uji identifikasi antibodi ini penting untuk menapis penderita filariasis yang disebabkan oleh
Brugia spp. karena uji identifikasi antigen untuk jenis cacing tersebut belum ada yang
memuaskan.
Treatment for infected patients is usually done using a drug called diethylcarbamazine (DEC).
The medicine kills the microfilariae in the bloodstream and sometimes adult worms in the
lymph vessels. It has some side effects which include: dizziness, fever, headache, nausea and muscle
and joint pain. DEC should only be used, if Wuchereria bancrofti has been identified. This is because
most people with lymphedema are not infected with parasites. DEC can worsen Onchocerciasis (an
eye disease caused byOnchocerca volvulus) and can cause encephalopathy (brain disease) and death
in people who are infected with Loa loa.
Another drug, ivermectin, can also be used, although it only kills microfilariae. In some cases
lymphedema can be prevented from getting worse by exercising the swollen leg or arm to improve the
lymph flow. The swollen skin is vulnerable to bacterial infections because immune defences
cannot work properly due to the impaired flow of fluids. That is why the skin must be kept
clean.
Terapi filariasis bertujuan untuk mencegah atau memperbaiki perjalanan penyakit. Obat
antifilaria berupa Diethylcarbamazine citrate ( DEC ) dan Ivermectine, DEC memiliki khasiat
anti mi-krofilaria dan mampu membunuh cacing dewasa, Ivermectine merupakan anti
mikrofilaria yang kuat tapi tidak memiliki efek makrofilarisida. Bidang penelitian mengenai
pengobatan filariasis yang men-janjikan adalah pemberian antibiotik yang ditujukan terhadap
bakteri Wolbachia spp. Penelitian dengan pemberian doksisiklin selama 6 – 8 minggu
mempengaruhi kehidupan cacing dewasa, mikrofilaria, dan perbaikan patologi.
Efek samping bisa terjadi sebagai reaksi terhadap DEC atau reaksi terhadap cacing dewasa
yang mati. Reaksi terhadap DEC dapat berupa sakit kepala,malaise,anoreksia,rasa
lemah,mual,muntah, dan pusing. Reaksi tubuh terhadap protein yang dilepaskan pada
saat cacing dewasa mati dapat terjadi beberapa jam setelah pengobatan, didapat 2
bentuk yang mungkin terjadi yaitu reaksi sistemik dan reaksi lokal.
Ivermectin.
Pemberian dosis tunggal ivermectine 150 ug/kg BB efektif terhadap penurunan derajat
mikrofilaria W.bancrofti, namun pada filariasis oleh Brugia spp. penurunan tersebut bersifat
gradual. Efek samping ivermectine sama dengan DEC, ivermectine tidak boleh diberikan
pada wanita hamil atau anak anak yang berumur kurang dari 5 tahun.
Karena tidak memiliki efek terhadap cacing dewasa, ivermectine harus diberikan setiap 6
bulan atau 12 bulan untuk menjaga agar derajat mikrofilaremia tetap rendah.
Pengobatan simtomatik
Pemeliharaan kebersihan kulit, dan bila perlu pemberian antibiotik dan atau anti jamur akan
mengurangi serangan berulang DLA, sehingga mencegah terjadinya limfedema kronis.
Fisioterapi kadang diperlukan pada penderita limfedema kronis. Antihistamin dan
kortikosteroid diperlukan untuk menga-tasi efek samping pengobatan. Analgetik dapat
diberikan bila diperlukan.
Pengobatan operatif
Kadang-kadang hidrokel kronik memerlukan tindakan operatif, demikian pula pada chyluria
yang tidak membaik dengan terapi konservatif. Pengobatan operatif elefantiasis kaki pada
umumnya tidak memberi hasil yang memuaskan, akhir-akhir ini dengan memakai
lymphovenous procedure diikuti dengan pembuangan jaringan subkutan dan lemak
yang berlebihan, disertai dengan drainase postural dan fisioterapi yang adekuat
memberi berbagai keuntungan bagi penderita.
Prof.Dr. Alex Chairufatah, Sp.A(K). Infeksi & Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia
Gejala Klinis:
W. Bancrofti
- demam berulang 3 – 5 hari
- pembengkakan kgb di lipat paha simetris dan ketiak kemerahan,
panas dan sakit
- pembesaran tungkai, lengan yang terlihat agak kemerahan dan
terasa panas
- hidrocele, epididimitis
Brugia Malay & Timori
- demam
- limfedenitis berulang
- pembengkakan asimetris
- jaarang terjadi komplikasi
Kronis : Operatif