SKENARIO 2
“NYERI PERUT”
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2021
SKENARIO 2
Nyeri Perut
Seorang laki-laki berusia 31 tahun datang ke poliklinik umum rumah sakit dengan keluhan nyeri
perut yang hilang timbul sejak ± 2 minggu yang lalu. Keluhan disertai nausea, buang air besar
cair 2-3x sehari, nafsu makan menurun, berat badan menurun, pruritus ani, dan cephalgia.
Keluhan kejang dan demam disangkal. Pasien mengaku sering mengonsumsi daging setengah
matang. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil kesadaran compos mentis, tekanan darah
120/80mmHg, nadi 96 x/menit, respirasi 19x/menit, suhu 36,1°C. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan epigastrium (+). Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan eosinofilia.
Dokter melakukan pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut pada pasien.
STEP 1
1. Pruritis ani : sebuah sensasi gatal di lubang anus atau dubur. Sensasi kulit tidak
menyenangkan dan ada rasa ingin menggaruk karena gatal atau biasa disebut itching.
2. Cephalgia : nyeri kepala adalah rasa nyeri dan tidak nyaman di kepala bisa menjalar
samapi ke wajah, mata, maupun leher.
3. Eosinophilia : peningkatan jumlah eosinophil dalam darah yang di definisikan dengan
hitung jenis leukosit. Dengan BN <500 sel mikroL
STEP 2
1. Mengapa pasien dapat merasakan keluhan tersebut seperti nyeri perut pada epigastrium,
disertai bab cair, nafsu makan menurun, berat badan turun, nausea, pruritis ani, dan
cephalgia?
2. Apa hubungan konsumsi daging setengah matang dengan keluhan pasien?
3. Apa makna interpretasi eosinophilia dari hasil pemeriksaan pasien?
4. Bagaimana penegakkan diagnosis pada pasien tersebut?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien tersebut?
STEP 3
1. Mengapa pasien dapat merasakan keluhan tersebut seperti nyeri perut pada epigastrium,
disertai bab cair, nafsu makan menurun, berat badan turun, nausea, pruritis ani, dan
cephalgia?
Karena pasien mengkonsumsi daging setengah matang dapat mengadung mikroba yang
terkandung seperti parasite, bakteri, maupun virus. Saaat terdapat mikroba dalam
makanan lalu terkonsumsi dapat masuk ke GIT dan menyebar ke dalam tubuh kita. Sakit
perut epigastrium ini karena ada infeksi atau inflamasi karena mikroba yang masuk
kedalam GIT. Penyekit ini karena zoonosis yang terkandung dalam makanan.
Nausea : kemungkinan disebabkan leh makanan kurang matang saat di konsumsi dan
masuk kedalam GIT. Lalu berkembang dan menyebabkan inflamasi dalam usus yang
mengaktifkan kemoreseptor dan mengirim sinyal ke nervus vagus lalu memberi feedback
yang menyebabkan muntah.
Diare : disebabkan karena cacing masuk tubuh> bermigrasi ke GIT> jdi dewasa >
mengaktivasi mediator inflamasi dan igE > meningkatkan gerakan peristaltic dan
hipersekresi dan menyebabkan diare cair.
STEP 4
1. Mengapa pasien dapat merasakan keluhan tersebut seperti nyeri perut pada epigastrium,
disertai bab cair, nafsu makan menurun, berat badan turun, nausea, pruritis ani, dan
cephalgia?
Karena pasien mengkonsumsi daging setengah matang dapat mengadung mikroba yang
terkandung seperti parasite, bakteri, maupun virus. Saaat terdapat mikroba dalam
makanan lalu terkonsumsi dapat masuk ke GIT dan menyebar ke dalam tubuh kita. Sakit
perut epigastrium ini karena ada infeksi atau inflamasi karena mikroba yang masuk
kedalam GIT. Penyekit ini karena zoonosis yang terkandung dalam makanan.
Nausea : kemungkinan disebabkan leh makanan kurang matang saat di konsumsi dan
masuk kedalam GIT. Lalu berkembang dan menyebabkan inflamasi dalam usus yang
mengaktifkan kemoreseptor dan mengirim sinyal ke nervus vagus lalu memberi feedback
yang menyebabkan muntah.
Diare : disebabkan karena cacing masuk tubuh> bermigrasi ke GIT> jdi dewasa >
mengaktivasi mediator inflamasi dan igE > meningkatkan gerakan peristaltic dan
hipersekresi dan menyebabkan diare cair.
Karena makanan kurang matang mengandung acing masuk kedalam tubuh dan imigrasi
di GIT. Lalu cacing akan berubah jadi dewasa dan menyebabkan inflamasi di GIT dan
akhirnya menyebabkan rasa sakit perut epigastrium. Aktivasai antibody igE dan mediator
inflamasi yang berperan untuk mengeluarkan sitokin dan menyebabkan hipersekresi di
interstinal lalu menyebabkan diare.
Pruritus ani di sebabkan karena Sebagian cacing dewasa akan menghasilkan telur yang
akan terbawa feses dan keluar melalui anus sehingga ada kontak langsung dengan anus
yang menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan histamin yang menimbulkan rasa gatal
yaitu pruritus ani.
Cacing masuk tubuh, jadi dewasa, bermigrasi ke mukosa usus menyebabkan inflamasi
dan mengaktivasi kemoreseptor yang meyebabkan keluhan sakit perut, diare, dll
Aktivasi igE menyebabkan diare karena hipersekresi. Peningkatan c-AMP menyebabkan
peningkatan sekresi NaCl dan air kedalam lumen usus.
Salah satu contoh penyakit yang timbul : taeniasis yang di sebabkan cacing pita. Pada
daging sapi T.saginata dan T.solium pada daging babi.
Sapi dan babi terinfeksi karen mengonsumsi telur cacing taenia yang dibuang oleh hewan
lain yg terinfeksi.
Siklus hidup taenia
Embrio cacing (onkosfer) akan menembus dinding usus halus hewan tersebut yang
selanjutnya dapat menginfeksi otot hewan dalam bentuk sistiserkus. Sistiserkus adalah
bentuk infektif yang dapat masuk kedalam tubuh manusia karena terdapat di otot hewan
tersebut. Saat tertelan masuk GIT akan menempel dan jadi dewasa dan menghasilkan
telur yang terbuang Bersama feses dan akan mengulangi ke siklus awal.
MIND MAP
TAENIASIS
PENEGAKKAN
ETIOLOGI FAKTOR RESIKO KLASIFIKASI SIKLUS HIDUP TATALAKSANA
DIAGNOSIS
ANAM FAKMAKO
PEMFIS NON-FARMAKO
PENUNJANG
STEP 5
REFLEKSI DIRI
Alhamdulillah PBL SK 2 Blok 4.2 berjalan dengan lancar semoga kedepannya bisa menjadi
lebih baik lagi.
STEP 6
Belajar Mandiri
STEP 7
- Phylum : Nemathelminthes
- Ordo : Ascaridida
- Family : Ascaridae
- Genus : Ascaris
- Ascariasis lumbricoides berbentuk silinder
- Cacing jantan berukuran lebih kecil daric acing betina
- Pada stadium dewasa cacing ini akan hidup dan berkembang di dalam rongga
usus kecil
- Cacing jantan berukuran panjang 15-40 cm disertai ujung posteriornya yang
melengkung kearah ventral dan diikuti adanya penonjolan spikula yang
berukuran sekitar 2 mm, selain itu dibagian ujung posterior cacing juga
terdapat banyak papil-papil kecil
- Cacing betina berukuran 20-25 cm dengan ujung posteriornya yang lurus,
cacing ini memiliki 3 buah bibir masing-masing satu bagian dorsal dan dua
bagian ventrolateral
- Cacing dewasa hidup dalam jangka waktu kurang lebih 10-24 bulan
- Cacing dewasa dilindungi oleh pembungkus keras yang kaya akan kolagen
dan lipid serta menghasilkan enzimm protease inhibitor untuk melindungi
cacing agar tidak tercerna di system pencernaan manusia
- Cacing ini juga memiliki sel-sel otot somatic yang besar dan memanjang
sehingga mampu mempertahankan posisinya di dalam usus kecil
- Cacing betina mampu bertahan hidup selama 1-2 tahun dan memproduksi 26
juta telur selama hidupnya dengan 100.000 – 200.000 butirr telur perhari yang
terdiri dari telur yang telah dibuahi , dan yang tidak dibuahi, maupun telur
dekortikasi (telur yang sudah dibuahi tapi kehilangan lapisan albuminoidnya)
c. Factor resiko
- Kebiasaan defekasi buang air besar sembarangan
Kebiasaan BAB sembarangan menyebabkan tanah terkontaminasi telur
cacing, pada umumnya telur cacing bertahan pada tanah yang lembab dan
kemudian berkembang menjadi telur infektif
- Tidak mencuci tangan sebelum makan
Telur cacing infektif yang ada di tanah dapat tertelan masuk ke dalam
pencernaan manusia bila tidak mencuci tangan sebelum makan
- Anak-anak yang bermain di tanah tanpa menggunakan alas kaki. Infeksi
cacing ini juga dapat terjadi melalui larva cacing yang berpenetrasi melalui
kulit
d. Siklus hidup dan pathogenesis
Siklus ini biasanya membutuhkan fase diluar tubuh manusia dengan atau tanpa
hospes perantara
Terlur cacing yang sudah dibuahi dan keluar Bersama tinja lalu penderita akan
berkembang menjadi infektif jika terdapat di tanah yang lembab dan suhu yang
optimal dalam waktu kurang lebih 3 bulan.
Seseorang akan terinfeksi ascaris ini apabila masuknya telur yang infektif ini ke
dalam mulut bersamaan dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi
tanah akibat misalkan tidak mencuci tangan sebelum makan yang mengandung
tinja penderita
Telur infektif yang tertelan manusia akan melewati lambung tanpa terjadi
kerusakan oleh asam lambung akibat proteksi yang tebal pada lapisan telur
tersebut dan akan menetas didalam usus halus
Kemudian larvanya akan secara aktif menembus dinding usus halus menuju
vena porta hati dan pembuluh limfe Bersama dengan aliran vena ascaris ini akan
beredar menuju jantung kanan dan berhenti di paru
Saat di dalam paru-paru larva yang berdiameter 0,03 mm akan masuk ke dalam
kapiler paru yang hanya berukuran 0,01 mm maka kapiler tersebut akan pecah
dan larvanya masuk ke alveolus kemudian larva berganti kulit
Larva tersebut akan ke alveoli lalu naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus
setelah dari kapiler paru selanjutnya mengarah ke faring dan terjadilah reflex
batuk
Hingga tertelan untuk kedua kalinya sampai ke usus halus lagi. Masa migrasi ini
berlangsung 10-15 hari. Cacing akan berkembang menjadi dewasa, kawin dan
bertelur di usus halus dalam waktu 6-10 minggu.
Cara penularan
o Telur infektif A.lumbricoides yang masuk ke dalam mulut bersamaan dengan
makanan dan minuman yang terkontaminasi, melalui tangan yang kotor
tercemar terutama pada anak
o Telur infektif yang terhirup udara bersamaan dengan debu. Pada keadaan telur
infektif yang terhirup oleh pernapasan, telur tersebut akan menetas di mukosa
alat pernapasan bagian atas dan larva akan segera menembus pembuluh darah
dan beredar bersama aliran darah
o Cara penularan Ascariasis juga dapat terjadi melalui sayuran dan buah karena
tinja yang dijadikan pupuk untuk tanaman sayur-mayur maupun buah-buahan
Manifestasi klinis
1. Gejala timbul akibat migrasi larva. Selama fase ini penderita akan
membuat perdarahan kecil di dinding alveolus sehingga timbul batuk dan
demam. Lalu pada foto thorax akan tampak infiltrate yaitu tanda terjadinya
pneumonia dan eosinofilia di daerah perifer yang disebut sindrom Loeffler,
ini dapat menghilang dalam waktu 3 minggu
2. Gejala akibat cacing dewasa. Selama fase ini akan menyebabkan iritasi
dengan gejala mual, muntah dan sakit perut Kelamaan bisa menyebabkan
obstruksi di berbagai tempat misalkan apendiks, ampula vateri dan ductus
colestitis, pasien juga biasanya mengalami gangguan gizi akibat malabsorbsi
yang disebabkan cacing dewasa perhati menyerap 2,8 gram karbohidrat, 0,7
gram protein sehingga pada anak-anak dapat memperlihatkan gejala berupa
buncit, pucat, lesu, rambut yang jarang.
e. Penegakkan Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
1. Foto thorax :Gambaran infiltrat yang menghilang dalam 3
minggu
3. Tinja/feses
- Bentuk lonjong
- Ukuran 60x45
- Kulit telurnya tebal dengan 3 lapisan (lapisan albumin, glycogen, dan
lapisan lipiodal)
- Isi : embrio sedang membelah
f. Tata laksana
Penatalaksanaan
1. Memberi pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya kebersihan diri
dan
lingkungan, antara lain:
- Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
- Menutup makanan
- Masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga
- Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
- Kondisi rumah dan lingkungan dijaga agar tetap bersih dan tidak lembab.
2. Farmakologis
- Pirantel pamoat 10 mg/kg BB/hari, dosis tunggal, atau
- Mebendazol, dosis 100 mg, dua kali sehari, diberikan selama tiga hari
berturut-turut, atau
- Albendazol, pada anak di atas 2 tahun dapat diberikan 2 tablet (400 mg)
atau 20 ml suspensi, dosis tunggal. Tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
g. Komplikasi
Reaksi alergi, pneumonia, pneumonitis
Melalui makanan yang terkontaminasi telur cacing (tidak dicuci dengan bersih
atau dimasak kurang matang)
Didalam duodenum bagian
usus halus larva akan
menetas, menembus dan
berkembang dimukosa usus
alus hingga terjadi trauma
yang menimbulkan iritasi
dan peradangan pada
mukosa usus ditempat
perlekatannya bisa terjadi
perdarahan, selain itu cacing
juga mengisap darah hospes
makanya terjadi anemia
dan ini nanti dewasa di
sekum
Siklus ini berlangsung selama lebih kurang 3 bulan : cacing dewasa akan hidup
selama 1 sampai 5 tahun dan cacing betina dewasa akan hidup selama 1 sampai 5
dan cacing dewasa akan menghasilkan 3000 sampai 20.000 telur setiap harinya
Telur yang telah dibuahi kemudian akan dikeluarkan dari tubuh manusia atau
hospes Bersama dengan tinja
Telur tersebut akan matang dalam waktu 3-6 minggu pada lingkungan yang sesuai
yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh
Telur yang dihasilkan tidak akan berkembang bila berada di lingkungan yang
terpapar sinar matahari secara langsung dan akan mati apabila berada pada suhu
dibawah -9 derajat atau diatas 52 derajat.
d. Manifestasi klinis
Pada anak-anak sering terjadi prolapsus recti (keluarnya mukosa rectum dari
anus), hal ini terjadi karena :
e. Penegakan diagnosis
Anamnesis
1. Sakit perut diare yang kadang-kadang disertai bercak darah.
2. Demam ringan.
3. Sakit kepala.
4. Berat badan menurun.
5. Kembung
6. Mual muntah
7. Malnutrisi
Pemeriksaan fisik
1. Prolapse recti
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan sering mengungkapkan eosinofilia dari invasi jaringan yang
sedang berlangsung (berbeda dengan semua cacing usus kecuali Strongyloides
stercorali).
2. Endoskopi
Endoskopi sering menunjukkan cacing dewasa menempel pada mukosa usus.
3. Pemeriksaan feses
Ciri-ciri telur :
f. Tata laksana
Non Farmakologi:
1. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum makan.
2. Cuci, kupas atau masak sayuran dan buah-buahan sebelum dimakan.
3. Mengajarkan pada anak-anak jangan bermain ditanah terutama tanah yang
kemungkinan terdapat kotoran manusia
Farmakologi
g. Komplikasi
Perforasi usus, prolapss rekti pada kasus berat.
b. Patofisiologi
dan Siklus
hidup
Telur keluar bersama feses yang merupakan telur tidak infektif biasanya berisi
blastomere. Pada tanah yang teduh, gembur, berpasir, dan hangat ini akan
memudahkan untuk pertumbuhan telur biasanya telur akan menetas dalam 1-2
hari dalam bentuk rhabditiform larva setelah waktu kurang lebih 5-10 hari
tubuh menjadi larva filariform yang merupakan bentuk infektifbentuk dari larva
filariform ini dapat dikenal dari buccal cavity yang menutupbila periode
infektif terjadi kontak dengan kulit manusia, maka filariform larvaakan
menembus kulit dan masuk jaringanlalu memasuki peredaran darah dan
pembuluh limfe, dengan mengikuti peredaran darah venasampai ke jantung
kanan masuk keparu-paru lewat arteri pulmonalismasuk kekapiler karena
ukuran larva lebih besar akhirnya kapiler pecah.
Kemudian bermigrasi menuju alveoli, bronchus, laring, paring, dan akhirnya ikut
tertelan masuk ke dalam usus
Setelah di usus halus larva melepaskan kulitnya lalu melekatkan diri pada mukoa
usus, tumbuh sampai menjadi dewasa. Waktu yang dibutuhkan infeksi melalui
kulitnya lalu lalu melekatkan diri pada mukosa usus, tumbuh sampai menjadi
dewasa (waktu yang dibutuhkan infeksi melalui kulit sampai cacing dewasa
betina menghasilkan telur kurang lebih 5 minggu. Infeksi juga bisa melalui mulut
apabila manusia tanpa sengaja menelan filariform larva langsung ke usus dan
tumbuh menjadi dewasa tanpa melalui lung migration.
Pathogenesis
Manifestasi klinis
1. Batuk terus menerus
2. Dyspneu
3. Hemoptisis
4. Anoreksia
5. Panas
6. Diare
7. Berat badan turun
8. Anemia
c. Penegakkan diagnosis
Anamnesis
1. Sembelit
2. Diare
3. Rasa tidak enak diepigastrium
4. Pucat
Pemeriksaan fisik
1. Pucat
2. Perut buncit
3. Rambut kering dengan mudah lepas
Pemeriksaan penunjang
e. Tata laksana
Non farmakologi :
Memberi pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya kebersihan diri
dan lingkungan, antara lain:
- Masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga.
- Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
- Menggunakan alas kaki, terutama saat berkontak dengan tanah.
Farmakologis :
e. Komplikasi
1. Anemia
2. Dermatitis
3. Defisiensi besi
4. Penyakit paru
- Cacing betina berukuran Panjang 4-13 mm, lebar 0,3-0,5 mm dan memiliki
ekor yang meruncing
- Bentuk jantan lebih kecil dan berukuran Panjang 2-5 mm, lebar 0,1-0,2 mm
dan memiliki ujung kaudal yang melengkung
Manusia terinfeksi bila menelan telur infektif telur akan menetas di dalam usus
daerah sekam dan kemudian akan berkembang menjadi dewas cacing betina
mungkin memerlukan waktu kira-kira satu bulan menjadi matang dan mulai
memproduksi telurnyasetelah membuahi cacing betina, cacing jantan biasanya
mati dan mungkin akan keluar Bersama tinja didalam cacing betina yang
gravid hampir seluruh tubuhnya dipenuhi oleh telurpada saat ini bentuk betina
akan turun kebagian bawah kolon dan keluar melalui anuslalu telur-telur akan
diletakkan diperianal di kulit perineumkadang-kadang cacing betina bermigrasi
ke vagina
Factor resiko
1. Faktor iklim, enterobiasis lebih umum di daerah dingin pada daerah tropis
insiden lebih sedikit karena cukupnya sinar matahri dan udara panas. Telur
menjadi rusak karena terkenan sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet.
Telur cacing kremi bertahan pada lingkungandi daerah rumah sekitar 2-3
minggu.
2. Kelompok umur, cacingan pada umumnya menyerang pada anak-anak karena
daya tahan tubuhnya masih rendah. Prevalensi terbanyak cacingan adalah
anak-anak berupa diatas 2 tahun (usia sekolah).
3. Kepadatan penduduk, daerah pemukiman yang padat penduduk akan
memudahkan terjadinya penularan penyait enterobiasis melalui debu.Kondisi
ekonomi sosial, cacingan banyak terpadat pada daerah miskin, sosial ekonomi
rendah.
Cara penularan
1. Telur cacing pindah dari sekitar anus ke pakaian , sprey dan mainan
2. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal atau
tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri
karena memegang benda benda maupun pakaian yang terkontaminasi
3. Debu merupakan sumber infeksi karena mudah diterbangkan oleh angin
sehingga telur melalui debu dapat tertelan
4. Retrofeksi melalui anus : larva dari telur yang menetas disekitar anus kembali
ke usus.
Cacing betina gravia mengembara dan dapat bersarang di vagina dan tuba fallopi
sehingga menyebabkan apendisitis
Manifestasi klinis
1. Anak menjadi rewel (karena rasa gatal dan tidur malam yang terganggu)
2. Kurang tidur (dikarenakan rasa gatal yang timbul
3. Nafsu makan berkurang, berat badan menurun
4. Rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan , jika cacing dewasa
masuk kedalam vagina)
5. Kulit disekitar anus menjadi lecet atau infeksi akibat penggarukan
6. Nyeri perut
7. Mual muntah
8. Diare
d. Penegakkan diagnosis
Anamnesis
1. Penurunan nafsu makan
2. Penurunan BB
3. Aneurisma
4. Gatal dimalam hari
5. Peningkatan aktivitas
Pemeriksaan penunjang
1. Anal swab : dilakukan segera setelah bangun tidur pagi dan sebelum mandi
dengan sebelum BAB ditemukan telur cacing dewasa dilakukan 3 hari
- Telur cacing kremi tampak seperti bola tangan dengan 1 sisi mendatar
- Bentuknya lonjong bagian lateral tertekan , datar di satu sisi dan
berukuran Panjang 50-60 nm, lebar 20-30 nm
- Dinding 2 lapis tipis dan transparan : dinding luar
- Lapisan albumin yang bersifat mekanikal protection
- Dinding dalam merupakan lapisan lemak bersifat cemical protection
- Telur selalu berisi larva
e. Tata laksana
Farmakologi
Obat Dosis
Mabendazole Dosis tunggal 500 mg diulang setelah 2
minggu
Albendazole Dosis tunggal 400 mg diulang setelah 2
minggu
Piperazin sitrat 2x1 g/hari selama 7 hari dapat diulang
dengan interval 7 hari
Pirblum pamoat 5mg/kgbb maksimum 0,25 g dan diulangi 2
minggu kemudian. Obat menyebabkan
mual,muntah,warna tinja jadi warna merah
Pyrantel pamoat Dosis tunggal 10 mg/kgbb maksimum 1 g
Non farmakologi
2) Trichinella Spiralis
a. Definisi
Trichinella spiralis atau disebut juga Cacing Otot adalah hewan dari anggota
hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nematoda. Cacing ini
menyebabkan penyakit trichinosis pada manusia, babi, atau tikus.Trichinosis
adalah penyakit parasite disebabkan oleh cacing nematoda trichinella sp, parasite
masuk ke tubuh manusia melalui daging babi yang dimasak kurang
matangDidalam usus manusialarva berkembang menjadi cacing
mudaCacing muda bergerak ke otot melalui pembuluh limfe atau darah dan
selanjutnya menjadi cacing dewasa.
b. Etiologic dan morfologi
- Kindom : animalia
- Phylum : nematodes
- Class : enoplea
- Order : trichochephalide
- Family : trichinellidae
- Genus : trichinella
- Spesies : Trichinella spiralis
- Cacing jantan berukuran 1,4-1,5 mm x 0,06 mm
- Cacing betina berukuran lebih Panjang, dapat mencapai 4 mm
- Pada ujung posterior cacing jantan terdapat 2 buah papil yang membedakan
bentuknya dengan cacing betina
- Cacing betina tidak bertelur melainkan melahirkan larva (vivipar) larva cacing
berukuran sampai 100 . namun dalam otot hospes umumnya larva terdapat
dalam bentuk kista
Siklus hidup parasite ini dimulai dengan infeksi fase enteral yaitu ketika manusia
atau binatang memakan daging yang terkontaaminasi dan mengandung larva otot
stadium 1
Cairan pencernaan lambung (pepsin dan asam clorida) menghancurkan kapsul
selubung larva dan melepaskan larva lewat dan menuju usus halus dimana mereka
menginvasi sel epitel columnar
Kemudian larva berganti kulit empat kali 10-28 jam setelah tertelan lalu
berubah menjadi cacing dewasa
Kemudian terjadi perkawinan 30-34 jam setelah tertelan dan 5 hari kemudian bayi
larva lahir. Jumlah bayi larva baru lahir tergantung status imun host yang
terinfeksi dan jenis parasite tersebut diperkirakan 500-1500 bayi larva lahir
selama rentang kehidupan cacing betina dewasa sebelum reaksi respon imun host
memaksa mereka keluar dari usus kecil. Fase parental dimulai saaat infeksi larva
yang baru ini lewat dan masuk ke dalam jaringan
Lalu ke jaringan limfatik dan kemudian memasuki sirkulasi darah pada ductus
toracikus, lalu larva ini tersebar luas dijaringan melalui sirkulasi dan akhirnya
membuat jalan mereka sendiri melalui kapiler darah ke dalam otot
Merupakan fase awal infeksi otot setelah berada dalam otot mereka berkembang
menjadi infektif dalam waktu 15 hari dan tetap infektif selama berbulan-bulan
sampai bertahun-tahun.
Manifestasi klinis
1. Sakit perut
2. Mual dan muntah
3. Diare
4. Nyeri hebat pada otot-otot gerak
5. Gangguan pernapasan
6. Gangguan menelan
7. Sulit berbicara
8. Pembesaran KGB
9. Edema sekitar mata, hidung dan tangan
10. Demam
11. Ruam
d. Penegakkan diagnosis
Anamnesis
- Sakit perut
- Mual dan muntah
- Diare
- Nyeri hebat otot-otot
- Edema sekitar mata, hidung, tangan
- Ruam
- Sulit berbicara, menelan
- Gangguan pernapasan
Pemeriksaan penunjang
e. Tata laksana
Tidak ada terapi anthelmentik yang spesifik, bahkan setelah diagnosa definitif.
Pengobatan khusus untuk menghilangkan parasit dapat menggunakan berbagai
jenis benzimidazoles (mebendazole atau albendazole).
1. Pemberian mebendazole pada awal infeksi mungkin dapat mengurangi jumlah
larva. Sebagaimana telah disebutkan, pasien mungkin menyembunyikan
cacing dewasa yang akan menghasilkan bayi larva sela-ma beberapa minggu
selama infeksi fase akut tanpa terdeteksi.
2. Mebendazole (200 mg/hari selama 5 hari) atau albendazole (400 mg/hari
selama 3 hari) harus diberikan untuk orang dewasa (kecuali ibu ha-mil), dan
juga untuk anak-anak (5 mg per kg [berat badan] per hari selama 4 hari) .
3. Prednisolon dengan dosis 40-60 mg/hari untuk mengurangi demam dan
peradangan yang disebabkan adanya kerusakan sel yang dihasilkan oleh
penetrasi larva ke dalam jaringan. Gejala tersebut biasanya menghilang dalam
hitungan hari setelah dosis awal diberikan.
4. Pengobatan dengan steroid berkepanjangan tidak dianjurkan, meskipun gejala
mungkin terjadi kembali ketika perawatan telah mereda. Gejala sisa efek
jangka panjang harus diobati secara simptomatik ketika muncul kembali.
C. CESTODA
1) Hymenolepiasis Nana
a. Definisi
Merupakan parasite yang termasuk dalam kelas cestode yang hidup dalam usus
manusia dan dapat menyebabkan penyakit hymenolepiasis nana atau dwarf tape
worm infection, cacing ini tidak ada hospes intermediet sehingga disebut non
obligatory intermediet, sedangkan hospes definitifnya adalah manusia, ini bisa
menginfeksi anak kecil terutama pada tingkat hygiene rendah
Telur parasit yang berembrio keluar bersama tinja → telur tertelan oleh serangga
→ berkembang menjadi cysticercoid → manusia dan hewan pengerat terinfeksi
ketika telur berembrio atau cysticercoid tertelan → telur melepaskan oncospheres
(larva hexacanth) → menembus vili usus dan berkembang menjadi cysticercoid
→ masuk ke lumen → melekatkan diri pada mukosa dan berkembang menjadi
cacing dewasa dalam waktu 10 – 12 hari → cacing dewasa berada pada bagian
ileum dari usus halus → telur keluar bersama tinja ketika keluar dari proglotid
gravid atau ketika proglotid gravid hancur dalam usus halus → autoinfeksi
internal dapat terjadi ketika telur melepaskan embrio hexacanth yang menembus
vili usus kemudian melanjutkan siklus infektif tanpa melalui lingkungan eksternal
→ cacing dewasa dapat berumur 4 – 6 minggu tetapi autoinfeksi internal
memungkinkan infeksi bertahan selama bertahun-tahun.
Manifestasi klinis
1. Paling sering tanpa gejala
2. Iritasi kronis dapat mengakibatkan terjadi lesi, akibat dari absorbs sisa
metabolism parasite akan menyebabkan keracunan dengan gejala
3. Lemas
4. Sakit kepala
5. Anoreksia
6. Sakit perut
7. Diare
d. Penegakkan diagnosis
Anamnesis
Infeksi parasit Hymenolepis nana dan Hymenolepis diminuta paling sering tanpa
gejala. Iritasi kronis pada mukosa usus dapat mengakibatkan terjadinya lesi.
Akibat dari absorbsi sisa metabolisme parasit akan mengakibatkan keracunan
dengan gejala-gejala seperti diare, enteritis, kataralis, dan alergi. Infeksi berat
dapat menyebabkan lemas, sakit kepala, anoreksia, sakit perut, dan diare.
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur pada sampel feses. Teknik
konsentrasi dan pemeriksaan berulang dapat meningkatkan kemungkinan
mendeteksi adanya infeksi ringan. Pemeriksaan feses didapatkan telur
Ciri-ciri telur Hymenolepis nana :
Berbentuk oval atau globuler.
Ukuran 30 – 50 μm.
Dinding 2 lapis : outer layer (lapisan luar) lebih tipis, dan inner layer (lapisan
dalam) terdapat penebalan pada kedua ujungnya, masing-masing mempunyai
4 – 8 filamen.
Di dalam telur terdapat hexacanth embrio
e. Tata laksana
Pengobatan Hymenolepiasis nana :
1. Praziquantel, dewasa dan anak-anak, 25mg / kg dalam terapi dosis tunggal.
2. Obat alternatif dapat menggunakan niclosamide dan nitazoxanide. Dosis
niclosamide pada orang dewasa : 2 gram dalam dosis tunggal selama 7 hari;
anak-anak 11-34 kg : 1 gram dalam dosis tunggal pada hari 1 kemudian 500
mg per hari secara oral selama 6 hari; anak-anak> 34 kg : 1,5 gram dalam
dosis tunggal pada hari 1 kemudian 1 gm per hari secara oral selama 6 hari.
Dosis nitazoxanide pada orang dewasa : 500 mg per oral dua kali sehari
selama 3 hari; anak-anak berusia 12-47 bulan : 100 mg per oral dua kali sehari
selama 3 hari; anak-anak 4-11 tahun, 200 mg per oral dua kali sehari selama 3
hari
Pencegahan
Hymenolepiasis nana :
2) Hymenolepis Diminuta
a. Definisi
Hymenolepis diminuta merupakan parasit yang termasuk dalam kelas cestoda
yang hidup dalam usus tikus dan manusia, cacing ini dapat menyebabkan penyakit
Hymenolepiasis diminuta. Hospes definitif cacing ini adalah tikus dan manusia,
sedangkan hospes intermediernya adalah golongan pinjal (Xenopsylla cheopis,
Pulex irritans), golongan kumbang (Tenebrio sp.), golongan diplopoda (Fontaria
virginensis, Julus sp.), serta golongan kecoa (Periplaneta sp., Blatta sp., Blatella
sp.). Nama lain Hymenolepis diminuta adalah cacing pita tikus, the rat tape worm,
dan Taenia diminuta.
Manifestasi klinis
- Paling sering tanpa gejala. Iritasi kronis pada mukosa usus dapat
mengakibatkan terjadinya lesi.
- Akibat dari absorbsi sisa metabolisme parasit akan mengakibatkan keracunan
dengan gejala-gejala seperti
- Diare
- Enteritis
- Kataralis
- Dan alergi.
- Infeksi berat dapat menyebabkan lemas
- Sakit kepala
- Anoreksia
- Sakit perut dan diare.
d. Penegakkan diagnosis
Anamnesis
Infeksi parasit Hymenolepis nana
dan Hymenolepis diminuta paling
sering tanpa gejala. Iritasi kronis
pada mukosa usus dapat
mengakibatkan terjadinya lesi.
Akibat dari absorbsi sisa
metabolisme parasit akan mengakibatkan keracunan dengan gejala-gejala seperti
diare, enteritis, kataralis, dan alergi. Infeksi berat dapat menyebabkan lemas, sakit
kepala, anoreksia, sakit perut, dan diare.
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur pada sampel feses. Teknik
konsentrasi dan pemeriksaan berulang dapat meningkatkan kemungkinan
mendeteksi adanya infeksi ringan.Ditemukan telur
Ciri-ciri telur Hymenolepis diminuta :
e. Tata laksana
D. TREMATODA
1) Fasciolopsis Buski
Fasciolopsis buski merupakan salah satu parasite trematoda terbesar yang dapat
menginfeksi manusia. Transmisi fasciolopsis buski ke manusia terjadi karena minum
air mentah dan mengkonsumsi tumbuhan air yang mentah seperti teratai dan genjer.
Fasciolopsis buski menyebabkan penyakit pada usus manusia.
Manifestasi klinis
1. Peradangan akibat perlekatan cacing pada mukosa usus
2. Ulserasi yang agak dalam pada luka Abses dengan sakit di daerah epigastrium
3. Mual
4. Diare ringan sampai berat
5. Pada infeksi yang berat dapat terjadi oedem dan ascites
6. Anemia ringan dengan leukositosis dan eosinofilia sampai 35%
c. Penegakkan diagnosis
Anamnesis
Peradangan akibat perlekatan cacing pada mukosa usus , Ulserasi yang agak dalam
pada luka Abses dengan sakit di daerah epigastrium, Mual,Diare ringan sampai
berat ,Pada infeksi yang berat dapat terjadi oedem dan ascites Anemia ringan
dengan leukositosis dan eosinofilia sampai 35%
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan feses
- Cacing berbentuk bulat panjang seperti daun, merupakan trematoda yang
terbesar, kelihatan tebal berdaging
- Ukuran : panjang 2 – 7 cm, lebar 0,5 – 2 cm, dan tebal 0,5 – 3 mm
- Tidak mempunyai cephalic cone / tonjolan konis ventral sucker lebih besar
(diameter 2 – 3 mm) daripada oral sucker (diameter 0,5 mm)
- Alat pencernaan dimulai dari pharinx dan oesophagus yang pendek
dilanjutkan ke percabangan saekum ke posterior
- Testis bercabang-cabang banyak
- Vitelaria yang terletak di sebelah lateral meluas dari ventral sucker sampai
ujung posterior badan
- Uterus berkelok-kelok
- Telur memiliki operculum berwarna kekuning-kuningan
- Telur besar, berbentuk oval hampir sama dengan telur fasciola hepatica
dengan ukuran panjang 130 – 140 μm dan lebar 80 – 85 μm
d. Tatalaksana
Non farmakologi
Farmakologi
2) Fasciola Hepatika
a. Definisi
Fasciola hepatica adalah salah satu trematoda hati yang bersifat hermaprodit yang
dapat menimbulkan penyakit fascioliasis. Parasit ini disebut juga dengan Sheep
Liver Fluke. Hospes definitif : manusia, binatang ternak (domba, kambing, sapi,
kelinci) dan rusa
- Hospes intermediet 1 : keong air
- Hospes intermediet 2 :tumbuhanair
- Berbentuk pipih seperti daun dengan bentuk bahu yang khas, karena adanya
cephalic cone (tonjolan konis), sedangkan bagian posterior lebih besar
- Ukuran : panjang 20 – 30 mm dan lebar 8 – 13 mm
- Mempunyai 2 buah batil isap (sucker) yaitu oral sucker dan ventral sucker
yang sama besarnya (diameter ± 1 – 1,5 mm)
- Tractus digestivus mulai pharynx dajnoesophagus yang pendek dan khas,
intestinal pecah menjadi dua coecum yang berbentuk seperti huruf Y yang
terbalik dan masing-masing coecum bercabang sampai ujung posterior
- Testis sebanyak 2 buah dan bercabang-cabang kecil sehingga disebut
Dendritic
- Ovarium bercabang-cabang terletak dekat testis
- Kelenjar vitelaria bercabang-cabang secara merata fi bagian lateral dan
posterior
- Uterus relative pendek dan berkelok-kelok
d. Penegakkan diagnosis
Anamnesis
Gejala klinis yang ditimbulkan dapat pula bersifat subakut yaitu berupa
kelemahan, anoreksia, perut kembung dan terasa sakit apabila disentuh. Gejala
akut pada sapi berupa gangguan pencernaan yaitu gejala konstipasi yang jelas
dengan tinja yang kering dan kadang diare, terjadi pengurusan yang cepat, lemah
dan anemia. Kematian mendadak pada kambing dan domba.2
Gejala kronis berupa penurunan produktivitas dan pertumbuhan yang
terhambat pada hewan muda, keluar darah dari hidung dan anus seperti pada
penyakit antrax, kelemahan otot berupa gerakan–gerakan yang lamban, nafsu
makan menurun, selaput lendir pucat, bengkak diantara rahang bawah (bottle
jaw), bulu kering, rontok, kebotakan, hewan lemah dan kurus. Pemeriksaan pasca
mati penderita fasciolosis akut menunjukkan terjadinya pembendungan dan
pembengkakan hati, bercak-bercak warna merah baik di permukaan sayatan
maupun di sayatannya, kantung empedu dan usus mengadung darah. Kondisi
kronis di temukan dinding empedu dan saluran empedu menebal, anemia, kurus,
hidrotoraks, hiperperikardium, degdarasi lemak dan sirosis hati.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan feses
e. Tata laksana
Benzimidazol sintesis dengan dosis 5 mg/kg BB dan 10 mg/kg BB sebagai
faciolicidal pada domba. Albendazol plus Closantel yang di berikan secara
oral dapat membunuh Fasciola hepatica, cacing pita dan nematoda (100%).
Fenbendazol dan Clorsulon dengan dosis 25mg/kg BB dan dosis 35mg/kg BB
dapat mengurangi infeksi cacing hati dewasa (99,6%) dan cacing hati muda.
Closantel dan Rafoxanide dengan dosis masing-masing 7,5 mg/kg BB dan 10
mg/kg BB dapat digunakan untuk mengontrol Haemonchus sp dan Fasciola
sp.
Diamphenethide dengan dosis 10 mg/kg BB juga dapat digunakan untuk
pengobatan infeksi Fasciola sp pada domba
3) Taenia Saginata
a. Definisi
Taenia saginata merupakan parasit yang termasuk dalam kelas cestoda yang
hidup dalam usus manusia dan dapat menyebabkan penyakit Taeniasis saginata.
Cacing ini disebut juga dengan Taeniarhynchus saginata dan cacing pita sapi.
Hospes definitif dari parasit ini adalah manusia sedangkan hospes intermediernya
adalah sapi.
1. Cacing dewasa jarang menimbulkan gejala yang nyata, keluhan yang mungkin
dijumpai adalah
2. Rasa sakit di epigastrium
3. Diare
4. Rasa tidak enak di perut yang tidak nyata.
5. Proglotid dapat bergerak aktif, kadang dapat ditemukan pada pakaian dalam
atau tempat tidur dan ini dapat menimbulkan gangguan misalnya rasa
bingung, jijik dan lain-lain. Kemungkinan cysticercosis sangat kecil dan
prognosa taeniasis adalah baik.
Penegakkan diagnosis
Anamnesis
Cacing dewasa jarang menimbulkan gejala yang nyata, keluhan yang mungkin
dijumpai adalah rasa sakit di epigastrium. diare, rasa tidak enak di perut yang
tidak nyata. Proglotid dapat bergerak aktif, kadang dapat ditemukan pada pakaian
dalam atau tempat tidur dan ini dapat menimbulkan gangguan misalnya rasa
bingung, jijik dan lain-lain. Kemungkinan cysticercosis sangat kecil dan prognosa
taeniasis adalah baik
Pemeriksaan penunjang
Telur dalam tinja atau daerah perianal dengan cara swab. Telur Taenia saginata
sulit dibedakan dengan telur Taenia solium tetapi proglotid gravidnya dapat
dibedakan berdasarkan jumlah lateral uterus atau scolexnya yang tidak
mempunyai kait-kait
- Ukuran : panjang 30 – 40 μm dan lebar 20 – 30 μm.
- Berwarna coklat tengguli.
- Lapisan embriofore bergaris-garis radier.
- Didalamnya terdapat hexacanth embrio
d. Tata laksana
Pencegahan Taeniasis saginata :
a. Memasak daging sapi sampai matang sempurna.
b. Memeriksa daging sapi akan adanya cysticercosis.
c. Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati dan mencegah kontaminasi
tanah dengan tinja manusia.
d. Melakukan pendinginan daging sapi.
4) Schistosomiasis
a. Etiologi
Skistosoma adalah salah satu penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh cacing
trematoda dari genus schistosoma (blood fluke). Terdapat tiga spesies cacing
trematoda utama yang menjadi penyebab skistosomiasis yaitu Schistosoma
japonicum, Schistosoma haematobium dan Schistosoma mansoni. Spesies yang
kurang dikenal yaitu Schistosoma mekongi dan Schistosoma intercalatum. Di
Indonesia spesies yang paling sering ditemukan adalah Schistosoma japonicum
khususnya di daerah lembah Napu dan sekitar danau Lindu di Sulawesi Tengah.
Untuk menginfeksi manusia, Schistosoma memerlukan keong sebagai
intermediate host. Penularan Schistosoma terjadi melalui serkaria yang
berkembang dari host dan menembus kulit pasien dalam air. Skistosomiasis
terjadi karena reaksi imunologis terhadap telur cacing yang terperangkap dalam
jaringan. Prevalensi Schistosomiasis di lembah Napu dan danau Lindu berkisar
17% hingga 37%.
Faktor Risiko:
Orang-orang yang tinggal atau datang berkunjung ke daerah endemik di sekitar
lembah Napu dan Lindu, Sulawesi Tengah dan mempunyai kebiasaan terpajan
dengan air, baik di sawah maupun danau di wilayah tersebut.
Pemeriksaan Fisik
Pada skistosomiasis akut dapat ditemukan:
a.Limfadenopati
b.Hepatosplenomegaly
c.Gatal pada kulit
d.Demam
e.Urtikaria
f.Buang air besar berdarah (bloody stool)
Pada skistosomiasiskronik bisa ditemukan:
a.Hipertensi portal dengan distensi abdomen, hepatosplenomegaly
b.Gagal ginjal dengan anemia dan hipertensi
c.Gagal jantung dengan gagal jantung kanan
d.Intestinal polyposis
e.Ikterus
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Feses
S. Japonicum
S. Hematobium
S. Mansoni
d. Tata Laksana
Penatalaksanaan
1. Pengobatan diberikan dengan dua tujuan yakni untuk menyembuhkan pasien
atau meminimalkan morbiditas dan mengurangi penyebaran penyakit.
2. Prazikuantel adalah obat pilihan yang diberikan karena dapat membunuh
semua spesies Schistosoma. Walaupun pemberian single terapi sudah bersifat
kuratif, namun pengulangan setelah 2 sampai 4 minggu dapat meningkatkan
efektifitas pengobatan. Pemberian prazikuantel dengan dosis sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
1. Tiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
2. Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasanya.
Edisi Kedua. Penerbit Erlangga. 2011
3. Longo D, Fauci A. Harrison’s Gastroenterology and Hepatology. First Edition. New York.
Mc. Graw Hill; 2010.
4. Saputera M, Budianto W. Diagnosis dan Tatalaksana Gastroesophageal Reflux Disease
(GERD) di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer. CDK-252/Vol. 44 No. 5. Jakarta: Kalbemed;
2017.
5. Emmanuel S, Inns S. Lecture Notes: Gastroenterologi dan Hepatologi. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2014.