Anda di halaman 1dari 5

Epidemiologi gastroenteritis merupakan penyakit yang sangat umum ditemukan di

belahan dunia manapun, termasuk di negara maju. Sebanyak 350 juta kasus di
Amerika Serikat dilaporkan. Sedangkan berdasarkan data Riskesdas 2018, di Indonesia
prevalensi diare adalah 6,8%.[12]

Global
Gastroenteritis adalah salah satu penyebab utama penyakit secara global. Di seluruh
dunia, penyakit ini melibatkan lebih dari 3 hingga 5 miliar anak setiap tahun. Di Amerika
Serikat, ada lebih dari 350 juta kasus gastroenteritis akut setiap tahun, dan di
antaranya, sejumlah 48 juta kasus akibat bakteri pada makanan. Penyakit ini
menyumbang 1,5 juta kunjungan ke dokter perawatan primer setiap tahun dan sekitar
200.000 rawat inap anak di bawah usia 5 tahun.

Travelers diarrhea terjadi pada lebih dari 50% orang yang bepergian dari negara maju
ke negara berkembang. Di Amerika Serikat, anak-anak di bawah usia 5 tahun dirawat di
rumah sakit sebanyak 9 dari 1000 anak per tahun. Di Inggris dan Australia, jumlah
kasus yaitu sekitar 12 per 1000 anak per tahun. Selain itu, prevalensi Clostridium
difficile juga meningkat pada orang dewasa dan anak-anak.[12,13]
Indonesia
Menurut Riskesdas 2018, prevalensi diare di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga
Kesehatan sebesar 6,8% dan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala
yang pernah dialami sebesar 8%. Kelompok umur dengan prevalensi diare
(berdasarkan diagnosis tenaga Kesehatan) tertinggi yaitu pada kelompok umur 1-4
tahun sebesar 11,5% dan pada bayi sebesar 9%.

Kelompok umur 75 tahun ke atas juga merupakan kelompok umur dengan prevalensi
tinggi (7,2%). Prevalensi pada perempuan, daerah pedesaan, pendidikan rendah, dan
nelayan relatif lebih tinggi dibandingkan pada kelompok lainnya. Daerah dengan
prevalensi tertinggi yaitu Sumatera Utara (14,2%). Di Indonesia, diare merupakan
penyebab kematian nomor satu pada balita.[14,15]

Mortalitas
Secara global, pada populasi umum gastroenteritis memiliki angka mortalitas 1,5 hingga
2,5 juta kematian per tahunnya. Pada anak di bawah 5 tahun, gastroenteritis
merupakan penyebab kematian kedua terbanyak akibat penyakit infeksi. Di Amerika
Serikat, gastroenteritis jarang menyebabkan kematian, tetapi terdapat 300 kematian
balita per tahunnya.[12,16]
Referensi
12. Sattar SBA, Singh S. Bacterial Gastroenteritis.In: StatPearls. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Tersedia di:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513295/
13. Dos Santos AMP, Ferrari RG, Conte-Junior CA. Virulence Factors in Salmonella
Typhimurium: The Sagacity of a Bacterium. Curr Microbiol. 2019 Jun;76(6):762-773.
14. Kementerian Kesehatan R.I, Riskerdas. 2018
15. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019
16. Medscape. Bacterial gastroenteritis. Tersedia di:
https://emedicine.medscape.com/article/176400-overview#a5

Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus yang ditandai
dengan buang air besar encer sebanyak >3 kali dalam waktu 24 jam. Gastroenteritis
yang terjadi dalam waktu kurang dari 14 hari disebut akut, dan jika lebih dari 30 hari
maka disebut kronis. Feses dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala
penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam, dan
tanda-tanda dehidrasi.[1,2]

Pada gastroenteritis akibat virus, biasanya masa inkubasi tergolong pendek (20 - 60
jam), durasi yang pendek (12 - 60 jam), dan frekuensi muntah yang tinggi, termasuk
diare. Gastroenteritis viral akut biasanya self-limited dan dapat diterapi dengan
penggantian cairan dan nutrisi berkelanjutan. Tidak ada terapi spesifik yang tersedia
saat ini atau agen farmakologi yang diberikan. Agen farmakologi yang digunakan
adalah terapi tambahan. Pasien dengan dehidrasi berat membutuhkan resusitasi
cairan.[3]
Rotavirus. Sumber: A Eckert, JA Allen, PHIL CDC, 2016.
Gambar: Ilustrasi 3D dari Rotavirus, patogen utama penyebab gastroenteritis.

Penyebab gastroenteritis antara lain infeksi, malabsorbsi, keracunan atau alergi


makanan, dan psikologis penderita. The most typical cause of gastroenteritis among
children 5 years old or younger is rotavirus. Infeksi akibat bakteri Entamoeba
histolytica disebut disentri, Giardia lamblia disebut giardiasis, sedangkan Vibrio
cholerae disebut kolera.[1]
Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus yang ditandai
dengan buang air besar encer sebanyak >3 kali dalam waktu 24 jam. Gastroenteritis
yang terjadi dalam waktu kurang dari 14 hari disebut akut, dan jika lebih dari 30 hari
maka disebut kronis.[1]

Prognosis gastroenteritis biasanya baik, tetapi bisa menjadi fatal jika pasien jatuh ke
dehidrasi berat yang tidak ditangani dengan baik. Pencegahan gastroenteritis
dititikberatkan kepada edukasi kepada masyarakat untuk menjaga sanitasi dan
kebersihan air, serta makanan dan minuman yang dikonsumsi. Vaksinasi rotavirus,
terutama pada anak-anak, adalah komponen penting pencegahan diare pada anak.[4]

1. PB IDI. Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas Tingkat Pertama. Cetakan ke-2.
Jakarta; 2017
2. Medscape. Viral gastroenteritis. Tersedia di:
https://emedicine.medscape.com/article/176515-overview#a4
3. Alexandraki, Smetana. Acute viral gastroenteritis in adults. Uptodate. 2021.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 tahun:
Rekomendasi IDAI tahun 2020. 2020; Tersedia di:
https://www.idai.or.id/tentang-idai/pernyataan-idai/jadwal-imunisasi-idai-2020

Patofisiologi gastroenteritis terjadi melalui 2 mekanisme antara lain yaitu akibat kerusakan pada
vili usus yang menyebabkan malabsorbsi dan diare osmotik serta pelepasan toksin yang
berikatan dengan reseptor enterosit spesifik dan menyebabkan pelepasan ion klorida ke lumen
intestinal sehingga menyebabkan diare sekretorik.[2,5]

Gastroenteritis Akibat Virus


Transmisi gastroenteritis umumnya terjadi melalui rute fekal-oral dari makanan dan air yang
terkontaminasi. Beberapa virus, seperti norovirus, dapat ditularkan melalui jalur udara.
Manifestasi klinis berhubungan dengan infeksi usus, tetapi mekanisme yang tepat dari terjadinya
diare masih belum jelas.[2]
Studi yang paling banyak dilakukan yaitu pada rotavirus. Rotavirus melekat dan memasuki
enterosit dewasa di ujung vili usus halus. Virus ini menyebabkan perubahan struktural pada
mukosa usus halus, termasuk pemendekan vili dan infiltrasi sel inflamasi mononuklear di lamina
propria. Infeksi rotavirus menyebabkan gangguan pencernaan karbohidrat, dan akumulasinya di
lumen usus, serta malabsorbsi nutrisi dan penghambatan reabsorpsi air secara bersamaan, dapat
menyebabkan komponen malabsorbsi diare.[2]

Rotavirus mensekresi suatu enterotoksin yaitu NSP4, yang menyebabkan aktivasi mekanisme
sekretori dari Ca2+ yang dependen terhadap Cl-. Mobilisasi kalsium intraseluler kalsium akibat
ekspresi NSP4 endogen maupun eksogen dapat menyebabkan sekresi klorida secara transien.[2]

Gastroenteritis Akibat Bakteri


Pada gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri, mekanisme yang terjadi meliputi invasi
mukosa, perlekatan, dan produksi toksin. Untuk menentukan protokol manajemen gastroenteritis,
penting untuk memahami dengan baik patofisiologi gastroenteritis. Usus halus memiliki peran
penting untuk menyerap cairan. Dalam kasus gastroenteritis, usus halus gagal dalam menyerap
cairan dikarenakan adanya toksin pada usus.[5]

Faktor virulensi lain yang signifikan pada gastroenteritis akibat bakteri adalah perlekatan.
Beberapa bakteri perlu melekat pada mukosa usus, terutama pada awal infeksi. Untuk dapat
melakukan hal tersebut, bakteri menghasilkan beberapa faktor perekat dan protein yang
membantu perlekatan yang diperlukan pada dinding usus. Misalnya, bakteri Vibrio
cholerae (kolera) menggunakan jenis adhesin permukaan tertentu untuk dapat menempel pada
usus. Contoh lain adalah E. coli enterotoksigenik yang memproduksi antigen faktor kolonisasi
yang merupakan protein perlekatan. Gejala disentri akibat infeksi shigella dan E. coli terjadi
sebagai akibat dari invasi dan penghancuran mukosa usus halus.[5]
Faktor virulensi penting terakhir pada gastroenteritis akibat bakteri adalah produksi toksin,
termasuk enterotoksin. Enterotoksin dapat menyebabkan diare berair karena adanya efek
sekretori pada mukosa usus halus.[5]

2. Medscape. Viral gastroenteritis. Tersedia di: https://emedicine.medscape.com/article/176515-


overview#a4
5. Al Jassas B, Khayat M, Alzahrani H, Asali A, Alsohaimi S, Alharbi H, et al. Gastroenteritis in adults.
Int J Community Med Public Health. 2018 Nov;5(11)

Anda mungkin juga menyukai