Anda di halaman 1dari 166

COVER

PENGARUH INDONESIAN GROUP-BASED DIABETES EDUCATION


PROGRAMMED (InGDEP) DAN DUKUNGAN KELUARGA
TERHADAP PENGETAHUAN, SELF–CARE ACTIVITY
DAN DIABETES DISTRESS PADA PASIEN DIABETES
MELLITUS TIPE II DI PUSKESMAS
KOTA PADANG TAHUN 2019

TESIS

OLEH :

HIDAYATUL RAHMI
BP. 1721312059

PROGRAM STUDI S2 KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2019
TESIS

PENGARUH INDONESIAN GROUP-BASED DIABETES EDUCATION


PROGRAMMED (InGDEP) DAN DUKUNGAN KELUARGA
TERHADAP PENGETAHUAN, SELF–CARE ACTIVITY
DAN DIABETES DISTRESS PADA PASIEN DIABETES
MELLITUS TIPE II DI PUSKESMAS
KOTA PADANG TAHUN 2019

Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Magister Keperawatan

OLEH :

HIDAYATUL RAHMI
BP. 1721312059

PROGRAM STUDI S2 KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2019

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya tulis dengan judul “Pengaruh

Indonesian Group-Based Diabetes Education Programmed dan dukungan

keluarga terhadap Pengetahuan, Self-Care Activity dan Diabetes Distress pada

pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kota Padang tahun

2019” adalah hasil karya sendiri dan bukan merupakan jiplakan dari hasil karya

orang lain kecuali kutipan yang sumbernya dicantumkan. Jika dikemudian hari

pernyataan yang saya buat ini ternyata tidak betul, maka status kelulusan dan gelar

yang saya peroleh menjadi batal dengan sendirinya.

Padang, Juli 2019

Yang membuat pernyataan,

Hidayatul Rahmi

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama Mahasiswa : Ns. Hidayatul Rahmi, S.Kep


Nomor BP : 1721312059
Judul Penelitian/Tesis : Pengaruh Indonesian Group-Based Diabetes
Education Programmed dan dukungan keluarga
terhadap Pengetahuan, Self-Care Activity dan
Diabetes Distress pada pasien Diabetes Mellitus
tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kota Padang
tahun 2019

Tesis ini telah diperiksa, disetujui dan siap untuk dipertahankan dihadapan
Tim Penguji Kompre Program Studi S2 Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

Padang, Juli 2019

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

Pembimbing I

( Hema Malini, S.Kp, MN, Ph.D )

Pembimbing II

( Emil Huriani, S. Kp, MN )TRAK

iii
Program Studi Magister Keperawatan
Peminatan Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

Tesis, Juli 2019


Hidayatul Rahmi

Pengaruh Indonesian Group-Based Diabetes Education Programmed


(InGDEP) Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pengetahuan, Self-Care
Activity Dan Diabetes Distress Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Puskesmas Kota Padang Tahun 2019

XV + 190 Hal + 17 Tabel + 16 Lampiran + 5 Skema

Abstrak
Prevalensi kejadian Diabetes Melitus diseluruh dunia selalu meningkat tiap tahun.
Fokus utama intervensi Diabetes Melitus adalah edukasi untuk meningkatkan
pengetahuan, self-care activity dan mengendalikan masalah psikologis untuk
terkontrolnya kadar HbA1c. Untuk meningkatkan keberhasilan program edukasi,
dukungan keluarga perlu diintegrasikan dalam program edukasi terstruktur.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Indonesian Group-
Based Diabetes Education Programmed (InGDEP) dan dukungan keluarga
terhadap pengetahuan, self-care activity dan Diabetes Distress pada pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kota Padang tahun 2019. Desain penelitian
ini adalah quasi experimental dengan pre dan post test non-equivalentt control
group. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 64 orang (32 orang pada tiap
kelompok). Penelitian ini melibatkan dokter, perawat, ahli gizi dan kesehatan
masyarakat sebagai tim InGDEP. Data dikumpulkan dengan menggunakan
Diabetes Knowledge Quesionnare (DKQ24),The Summary Of Diabetes Self-care
Acrivity (SDSCA) dan Diabetes Distress Scale (DSS17). Analisa data
menggunakan program SPSS yang menunjukan terdapat pengaruh InGDEP
terhadap pengetahuan (P=0,000), self-care activity (P=0,000), HbA1c (P=0,031)
dan Diabetes Distress (P=0,000). InGDEP dan dukungan keluarga ini efektif
dalam meningkatkan pengetahuan dan self-care activity serta menurunkan tingkat
diabetes distress dan kadar HbA1c, namun kadar HbA1c masih tergolong tinggi,
penelitian lebih lanjut diperlukan tentang faktor yang mempengaruhi kadar
HbA1c.

Kata Kunci: Education Diabetes Program, Self-care activity, Diabetes Distress,

Daftar Pustaka : 83 (2005-2018)

iv
Nursing Faculty Master Program
Specialized Nursing of Medical Surgery
The fakulty of Nursing Andalas Unuversity

Thesis, Juni 2019


Hidayatul Rahmi

Effect of Indonesian Group-Based Diabetes Education Programmed


(InGDEP) and Family Support on Knowledge, Self-Care Activity and
Diabetes Distress in Type 2 Diabetes Melitus Patients in the Padang City
Health Center in 2019

XV + 190 Things + 17 Tables + 16 Attachments + 5 Schemes

Abstract

The prevalence of diabetes mellitus throughout the world always increases every
year. The main focus of the intervention of Diabetes Mellitus is education to
increase knowledge, self-care activity and control psychological problems for the
control of HbA1c levels. To improve the success of the education program, family
support needs to be integrated into a structured education program. The purpose
of this study was to analyze the effect of Indonesian Group-Based Diabetes
Education Programmed (InGDEP) and family support on knowledge, self-care
activity and Diabetes Distress in Type 2 Diabetes Mellitus patients in the Padang
City Health Center in 2019. The study design was quasi experimental with pre
and post test non-equivalentt control group. The sample in this study were 64
people (32 people in each group). This study involved doctors, nurses,
nutritionists and public health as the InGDEP team. Data were collected using
Diabetes Knowledge Quesion (DKQ24), The Summary Of Diabetes Self-care
Acrivity (SDSCA) and Diabetes Distress Scale (DSS17). Data analysis using the
SPSS program showed that there was an effect of InGDEP on knowledge (P =
0,000), self-care activity (P = 0,000), HbA1c (P = 0,031) and Diabetes Distress
(P = 0,000). InGDEP and family support are effective in increasing knowledge
and self-care activity and reducing diabetes distress and HbA1c levels, but HbA1c
levels are still high, further research is needed on factors that affect HbA1c levels.

Key Word: Education Diabetes Program, Self-care activity, Diabetes Distress,


Family Support

Refferency : 83 (2005-2018)

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas kesehatan dan

keselamatan yang diberikan hari ini, sehingga peneliti mampu menyelesaikan tesis

penelitian yang berjudul “Pengaruh Indonesia Group-Based Diabetes

Education Program (InGDEP) dengan dukungan keluarga terhadap

pengetahuan, Self-care activity dan diabetes disstress pada pasien Diabetes

Melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kota Padang”. Tesis ini diajukan

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan.

Ucapan terima kasih peneliti ucapkan kepada Ibuk Hema Malini,

S.Kp., MN, Ph.D selaku pembimbing I dan Ibuk Emil Huriani, S.Kp,MN selaku

pembimbing II yang telah memberikan arahan dan banyak masukan sehingga tesis

ini terselesaikan dengan baik. Peneliti juga menyadari bahwa selesainya tesis ini

tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Penelitian juga mengucapkan banyak

terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Andalas, Ibu Prof. Dr. dr.

Rizanda Machmud, M.Kes, FISPH, FISCM yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu pada program Magister

Keperawatan Universitas Andalas.

2. Kepala Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Andalas, Ibu Dr. Yulastri Arif, M.Kep yang telah memberikan

peneliti kesempatan untuk menyusun tesis ini.

3. Bapak Defriman Djafri, SKM., MM, Ph.D selaku penguji I yang telah

memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan tesis ini.

vi
4. Ibu Ns. Widyawati, M.Kep., Sp.KMB selaku penguji II yang telah

memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan tesis ini.

5. Ibu Ns. Elvi Oktarina, M.Kep., Sp.KMB selaku penguji III yang telah

memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu staf dosen tenaga pendidik Program Studi Magister

Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang telah

banyak membantu peneliti dalam menambah ilmu tentang keperawatan.

7. Pihak Puskesmas Lubuk Buaya dan Puskesmas Anak Air yang telah

memberikan izin sebagai tempat pengambilan data dan penelitian

8. Seluruh pasien Diabetes Melitus terutama yang tergabung dalam Prolanis

dari Puskesmas Lubuk Buaya dan Puskesmas Anak Air yang telah bersedia

menjadi responden dalam penelitian ini.

9. Orang tua, suami dan anak tercinta, serta seluruh keluarga yang tiada henti

hentinya memberikan do’a, semangat dan dukungan sehingga peneliti dapat

menyelesaikan tesis ini.

10. Rekan-rekan mahasiswa program studi S2 Keperawatan Fakultas

Keperawatan Universitas Andalas Angkatan 2017 yang saling membantu

dan memberikan ide-ide cemerlang serta semnagat selama melaksanakan

penyusunan tesis.

Padang, Juli 2019

Peneliti

Hidayatul Rahmi

vii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER………………………………………………………………………....
….i
PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………..……………....
….ii
ABSTRAK…….……………………………………………………………….…
iii
ABSTRACT……………………………………………………………………....i
v
KATA PENGANTAR………………………………………………………….....v
DAFTAR ISI…………………………………..
………………………………….vi
DAFTAR TABEL…………………………………...……………….
…………..vii
DAFTAR
SKEMA………………………………………………………….......viii
DAFTAR
LAMPIRAN…………………………………………………………..ix
BAB I....................................................................................................................xiv
PENDAHULUAN...................................................................................................2
1.1. Latar Belakang.........................................................................................2
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................15
1.3. Tujuan Penelitian...................................................................................15
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................17
BAB II...................................................................................................................18
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................18
2.1. Konsep Diabates Mellitus......................................................................18
2.2. Konsep Pengetahuan.............................................................................28
2.3. Konsep Self-care Activity......................................................................29
2.4. Konsep Diabetes Distress......................................................................32
2.5. Program Edukasi Terstruktur.................................................................36

viii
2.6. Konsep Indonesian Group Based Diabetes Education
Program (InGDEP)................................................................................38
2.7. Dukungan Keluarga...............................................................................42
2.8. Penelitian Terkait Indonesia Group Based Diabetes Education
Program ( InGDEP ) dan dukungan keluarga.......................................48
2.9. Kerangka Teori Penelitian.....................................................................51
BAB III..................................................................................................................52
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL.....52
3.1. Kerangka Konsep..................................................................................52
3.2. Hipotesis................................................................................................53
3.3. Definisi Operasional..............................................................................54
BAB IV..................................................................................................................56
METODE PENELITIAN....................................................................................56
4.1. Jenis Penelitian......................................................................................56
4.2. Populasi Dan Sampel Penelitian............................................................57
4.3. Tempat Penelitian..................................................................................60
4.4. Waktu Penelitian....................................................................................61
4.5. Etika Penelitian......................................................................................61
4.6. Alat Pengumpulan Data.........................................................................63
4.7. Uji Validitas Dan Reabilitas..................................................................65
4.8. Prosedur Pengumpulan Data.................................................................67
4.9. Pengolahan Dan Analisa Data..............................................................76
BAB V....................................................................................................................80
HASIL PENELITIAN..........................................................................................80
5.1. Gambaran Karakteristik Responden......................................................84
5.2. Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan, Self-care Activity dan Diabetes
Distress Sebelum dan Setelah Mendapatkan Program Edukasi
Terstruktur Dengan Model Indonesian Group-Based Diabetes
Education Programmed (InGDEP) Dan Dukungan Keluarga Pada
Kelompok Intervensi Dan Program Edukasi Pada Kelompok Kontrol
……………………………………………………………………….87

ix
5.3. Pengaruah Indonesian Group-Based Diabetes Education Programmed
(InGDEP) Dan Dukungan Keluarga Pada Kelompok Intervensi Dan
Program Edukasi Pada Kelompok Kontrol...........................................92
BAB VI..................................................................................................................96
PEMBAHASAN...................................................................................................96
6.1. Interpretasi Dan Diskusi Hasil Penelitian
6.1.1. Karakteristik Responden Diabetes Melitus Tipe-2 Pada Kelompok
Intervensi Dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Data
Demografi…………………………………………………………. 96
6.1.2. Perbedaan Rerata Skor Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Program
Edukasi Terstruktur Dengan Model Indonesian Group-Based Diabetes
Education Programmed (InGDEP) Dan Dukungan Keluarga Pada
Kelompok Intervensi Dan Program Edukasi PadaKelompok
Kontrol………………………..……………………………….……
6.1.3. Pengaruh Program Edukasi Terstruktur Indonesian Group-Based
Diabetes Education Programmed (Ingdep) dan dukungan keluarga Pada
Kelompok Intervensi Dan Program Edukasi Pada Kelompok Kontrol
……………………….……………………….……………………...118
6.2. Implikasi Penelitian.............................................................................127
6.3. Keterbatasan Penelitian.......................................................................129
BAB VII..............................................................................................................130
7.1. Kesimpulan..........................................................................................130
7.2. Saran....................................................................................................131
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................134

x
DAFTAR TABEL

Nomor Hal

Tabel 2.1 Kegiatan Selama 4 Sesi Dalam Program Edukasi InGDEP….. 42


Tabel 3.1 Definisi Operasional………………………………………….. 54
Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas………………………………………….. 78
Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenita………………………………………… 79
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden……………… 85
Tabel 5.2 Rerata Umur, Lama Menderita Diabetes Melitus, Indeks 86
Massa, Tubuh (IMT) dan Gula Darah Puasa (GDP)
Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan Saat Pre test Dengan 87
Post-test Pada Kelompok Intervensi Dan KontrolDi
Puskesmas Lubuk Buaya Dan Puskesmas Anak Air Padang
Tahun 2019…………………………………………………..
Tabel 5.4 Perbedaan Rerata Skor Self-Care Activity Saat Pre test 88
Dengan Post-test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol
Di Puskesmas Lubuk Buaya Dan Puskesmas Anak
AirPadang Tahun 2019………………………………………
Tabel 5.5 Perbedaan Rerata Skor Dukungan Keluarga Saat Pre test 89
Dengan Post-test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol
Di Puskesmas Lubuk Buaya Dan Puskesmas Anak Air
Padang Tahun 2019…………………………………………..
Tabel 5.6 Perbedaan Distribusi Frekuensi Diabetes Distress Saat Pre 90
test Dengan Post-test Pada Kelompok Intervensi Dan
Kontrol Di Puskesmas Lubuk Buaya Dan Puskesmas Anak
Air Padang Tahun 2019……………………………………...
Tabel 5.7 Perbedaan Rerata Skor HbA1c Saat Pre test Dengan Post- 91
test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol Di Puskesmas
5.7
Lubuk Buaya Dan Puskesmas Anak Air Padang Tahun
2019................................................................................
Tabel 5.8 Pengaruh Indonesian Group-based Diabetes Education 92
Programmed (InGDEP) dan dukungan Keluarga Terhadap
Pengetahuan Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok

xi
Kontrol Di Puskesmas Lubuk Buaya Dan Puskesmas Anak
Air Padang Tahun 2019……………………………………...
Tabel 5.9 Pengaruh Indonesian Group-based Diabetes Education 93
Programmed (InGDEP) dan dukungan Keluarga Terhadap
Self-care Activity Antara Kelompok Intervensi Dan
Kelompok Kontrol Di Puskesmas Lubuk Buaya Dan
Puskesmas Anak Air Padang Tahun 2019……………...........
Tabel 5.10 Pengaruh Indonesian Group-based Diabetes Education 94
Programmed (InGDEP) dan dukungan Keluarga Terhadap
Dukungan Keluarga Antara Kelompok Intervensi Dan
Kelompok Kontrol Di Puskesmas Lubuk Buaya Dan
Puskesmas Anak Air Padang Tahun 2019…………………..
Tabel 5.11 Pengaruh Indonesian Group-based Diabetes EducationP 94
rogrammed (InGDEP) dan dukungan Keluarg Terhadap
HbA1c Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok
Kontrol Di Puskesmas Lubuk Buaya Dan Puskesmas Anak
Air Padang Tahun 2019……………………………………...
Tabel 5.12 Pengaruh Indonesian Group-based Diabetes Education 95
rogrammed (InGDEP) dan dukungan KeluargaTerhadap
Diabetes Distress Antara Kelompok IntervensiDan
Kelompok Kontrol Di Puskesmas Lubuk Buaya Dan
Puskesmas Anak Air Padang Tahun 2019…………………

xii
DAFTAR SKEMA

Halaman
Skema 2.1 Kerangka Teori……………………………………………………….51

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian…………………………………………52

Skema 4.1 Desain Penelitian……………………………………………………..56

Skema 4.2 Desain Alur Pelatihan Tim InGDEP………………………...………74

Skema 4.3 Desain Alur Penelitian……………………………………..…….…..75


Analisa Data :
Univariat, Bivariat dan
Multivariat

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Konsul Hasil Penelitian


Lampiran 2 : Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3 : Lembar Informed Consent
Lampiran 4 : Karakterisrik Responden
Lampiran 5 : Kuesioner Pengetahuan Diabetes ( DKQ-24 )
Lampiran 6 : Kuesiner Self-care Activity ( SDSCA )

Lampiran 7 : Kuesioner Diabetes Distress ( DDS-17 )


Lampiran 8 : Kuesioner Hensarling Diabetes Family Support Scale/HDFSS
Lampiran 9 : Surat Izin Uji Etik
Lampiran 10 : Surat Keterangan lulus Uji Etik
Lampiran 11 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 12 : Surat Selesai Penelitian
Lampiran 13 : Hasil Penelitian (SPSS)
Lampiran 14 : Jadwal Penelitian
Lampiran 15 : Dokumentasi Penelitian
Lampiran 16 : Modul InDEP

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan

hiperglikemia yang bersifat kompleks yang membutuhkan perawatan medis

secara terus-menerus dengan pengurangan risiko komplikasi dan resiko

multifaktorial di luar kontrol glikemik (American Diabetes Association

(ADA), 2014).

Data yang didapat dari World Health Organization (2016)

memperkirakan adanya peningkatan kasus Diabetes Melitus diberbagai

negara di dunia yang menjadi salah satu ancaman kesehatan global.

International Diabetes Federation, (2015) menyatakan pada tahun 2015

kasus Diabetes Melitus Tipe 2 didunia terjadi pada 413 juta penduduk

dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat di tahun 2040. Pada tahun

2017 sekitar 425 juta orang di dunia hidup dengan Diabetes Melitus.

Diperkirakan kasus ini akan meningkat pada tahun 2045 (International

Diabetes Federation, 2017)


Data World Health Organization (2016) mempekirakan sekitar 1,5 juta

kematian di dunia pada tahun 2014 disebabkan karena tingginya kasus

Diabetes Melitus, kasus ini meningkatan 8,5% dari tahun 2013. Di Asia

Tenggara lebih dari 10,58 % orang meninggal karena Diabetes Melitus.

Indonesia menempati peringkat ke-5, dari 10 negara teratas yang

penduduknya menderita Diabates mellitus, naik dua peringkat dibandingkan

tahun 2013 yang menempati peringkat ke-7 di dunia.

1
2

International Diabetes Federation, (2015) menyatakan bahwa

prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia pada tahun 2015 terdapat 10 juta

orang dan diperkirakan meningkat sebanyak 16,1 juta orang pada tahun

2040. International Diabetes Federation (2017) memperkirakan prevalensi

Diabetes Melitus di Indonesia akan meningkat 14,1% ditahun 2045, dengan

mayoritas populasi pada usia 25-35 tahun. Hasil Balitbangkes Kemenkes RI,

(2013), prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia sebesar 1,5%, diabetes

melitus memepati posisi keempat setelah asma, Penyakit Paru Obstruksi

Kronis (PPOK) dan degeneratif.

Prevalensi Diabetes Melitus di Sumatera Barat terdapat sebesar 1,8% dari

3,7 juta penduduk usia lebih dari 15 tahun (Kemenkes RI, 2014). Laporan

tahunan Dinas Kota Padang Propinsi Sumatera Barat tahun 2017,

menyebutkan kasus Diabetes Melitus selalu meningkat tiap tahunnya hampir

diseluruh Puskesmas yang ada di kota Padang, yaitu mencapai 18.973 dari 23

Puskesmas di kota Padang. Hal ini dapat disebabkan karena kebiasaan

masyarakat di Sumatera Barat yang terkenal dengan pengkonsumsi

makanan yang tinggi karbohidra, lemak, mengkonsumsi protein hewani dan

bersantan yang lebih banyak, tetapi jarang mengkonsumsi sayur-sayuran

dan kurangnya asupan serat, rendahnya aktifitas fisik serta tidak patuh pada

proses pengobatan yang akhirnya akan memperburuk kondisi sakitnya dan

kontrol gula darah yang tidak lagi adekuat sehingga menyebabkan kadar

guala darah meningkat dan terjadi hiperglikemia (Kemenkes RI, 2014).

Hiperglikemi terjadi karena kontrol glikemik yang buruk dimana kontrol

glikemik ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan aktivitas perawatan diri
3

pasien terhadap penyakitnya. Hiperglikemi membutuhkan perawatan yang

cukup panjang dan secara terus menerus yang dapat diberikan melalui

pendidikan kesehatan terstruktur dan dukungan. Pendidikan kesahatan

terstruktur ini bertujuan agar pengetahuan pasien cukup tinggi dalam

melakukan aktivitas perawatan diri terhadap penyakitnya sehingga dapat

mencegah komplikasi dan mengurangi resiko komplikasi jangka panjang

yang dapat menyebabkan timbulnya masalah psikologis (American Diabetes

Association (ADA, 2018; Briefs & Systems, 2016; Skinner, 2013)

Pengetahuan merupakan bekal utama terbentuknya suatu tindakan

seseorang. Tindakan seseorang akan mencerminkan pengetahuan seseorang.

Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting dalam proses perawatan dan

penatalaksanaan penyakit. Pengetahuan merupakan hasil dari tau yang

diperoleh setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek.

Pengetahuan mencakup enam tahap kognitif yaitu dimulai dari tahu,

memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan penilaian kembali. Perilaku yang

diinginkan akan terwujud jika seseorang melewati keenam tahan tersebut

yang menbutuhkan waktu dan proses. Seorang educator bertanggung jawab

atas terlaksananya proses tersebut. Proses tersebut dapat diperoleh melalui

pendidikaan kesehatan terstruktur sebagai proses penambahan pengetahuan

dan kemauan seseorang dan berhasil menumbuhkan keinginan untuk

berperilaku dalam hidup (Soewondo, 2009)

Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai pengetahuan pasien

Diabetes Melitus. Penelitian oleh Putri and Isfandiari (2013) menyatakan

43,4% responden dengan tingkat pengetahuan yang rendah memiliki nilai


4

kadar gula darah yang tinggi. Pengetahuan yang baik pada pasien Diabetes

Melitus akan mendasari self-care activity (aktivitas perawatan diri) yang

dilakukan pasien dalam mengontrol kadar glukosa darah.

Self-care activity merupakan perawatan Diabetes Melitus secara mandiri

yang dapat diwujudkan melalui perilaku seseorang dalam menjaga kesehatan

dan mempertahankan sehat dalam kehidupan (Thojampa, 2019). Self-care

activity merupakan suatu proses evolusi dalam mengaplikasikan dan

mengembangkan pengetahuan atau kesadaran untuk belajar survive terhadap

kompleksnya penyakit Diabetes Melitus dalam konteks social. Menurut

AADE7TM, (2014), self-care activity merupakan aktivitas perawatan yang

dilakukan pasien Diabetes Melitus yang meliputi makan sehat (diet), aktivitas

fisik (exercise), monitoting kadar gula darah (kontrol glikemik), manajemen

obat (farmakologis), kemampuan untuk memecahkan masalah (problem

solving), koping yang sehat (healthy coping) dan mengurangi terjadinya

resiko (reduction risk).

Self care activity merupakan tindakan pasien yang terencana dalam

mengendalikan penyakitnya untuk mempertahankan dan meningkatkan

kesehatan dan kesejahteraan pasien (Alligood, 2014). Mc Sharry, Moss-

Morris and Kendrick (2011) menyebutkan Self-care activity merupakan salah

satu bentuk kontrol glikemik yang dapat dilakukan oleh pasien Diabetes

Melitus yang dapat didorong oleh keyakinan dan persepsi pasien terhadap

penyakit dan kesehatannya. Penelitian oleh Aini (2011) mengenai perilaku

pasien dalam menjalani proses perawatan menyebutkan 86,7 % responden

memiliki perawatan diri sedang dalam penatalaksanaan Diabetes Melitus.


5

Pengetahuan dan Self-cre activity yang baik akan berdampak baik pada

kontrol glikemik sehingga dapat mencegah dan mengurangi komplikasi.

Komplikasi yang terjadi pada pasien Diabetes Melitus terutama Diabetes

Melitus tipe 2 dapat menyebabkan masalah fisik dan masalah psikologis.

Masalah fisik yang dialami dapat mengganggu pola hidup dan fungsi diri

baik secara interpersonal, sosial, dan spiritual (International Diabetes

Federation, 2015; Skinner, 2013). Masalah psikologis dapat berupa distress

diabetes, depresi, kecemasan, gangguan makan, ketergantungan pada alkohol

dan nikotin, gangguan penyesuaian, gangguan kepribadian, dan disfungsi

kognitif (Skinner, 2013; Bowling, 2014; Briefs and Systems, 2016).

Masalah psikologi yang paling utama dan paling sering dialami pasien

Diabetes Melitus tipe 2 adalah berupa diabetes distress. Diabetes disstres

merupakan respon emosional pasien yang rasional terhadap dampak penyakit

yang dapat mempengaruhi pola pikir pasien dalam proses pengobatan dan

perawatan. Diabetes Distress meliputi kekhawatiran pasien tentang

manajemen diri, persepsi berhubungan dengan dukungan keluarga terdekat,

beban emosional dan akses keperawatan kesehatan yang berkualitas

Diabetes Distress mengacu pada kekhawatiran komplikasi, kekhawatiran

tentang komplikasi fisik dan kekhawatiran dukungan orang terdekat terutama

keluarga. Anggota keluarga yang merawat orang dengan diabetes perlu

diperhatikan, termasuk orang tua, anak-anak dan mitra orang dewasa

(pasangan) dengan diabetes, karena mereka juga dapat mengalami tekanan

emosional dan kekhawatiran terkait diabetes dan perawatannya (Fisher and

Snouffer, 2016).
6

Diabetes Distress terjadi erat kaitanya dengan kontrol glikemik dan

perawatan diri yang buruk (Fisher L, Phd, Danielle M. Hessler, Phd William

H. Polonsky, Phd, Joseph Mullan, 2012). Diabetes Distress mempunyai

hubungan timbal balik dengan kadar gula darah atau HbA1c, dimana jika

Diabetes Distress meningkat maka nilai HbA1c akan naik atau sebaliknya (E.

S. dan L. Fisher, 2016). Sebagian besar pasien Diabetes Melitus mengalami

Diabetes Distress yaitu 73,3% terjadi pada wanita dan 61,4% pada pria

(Abdulbari, Abdulla, Elnour, 2011).

Sidhu and Tang (2017) mengatakan bahwa 52,5% pasien dengan

Diabetes Melitus tipe 2 mengalami Diabetes Distress yang disertai dengan

meningkatnya kadar HbA1c. Gahlan et al (2018) dalam penelitiannya

mengatakan 18,0% pasien Diabetes Melitus mengalami Diabetes Distress

yang disertai dengan meningkatnya nilai HbA1c, predictor utama terjadinya

Diabetes Distress ini adalah karena rendahnya pengetahuan pasien tentang

penyakitnya sehingga pasien tidak mampu dalam mengontrol kadar glukosa

dan ini akan menyebabkan nilai HbA1c meningkat. Penelitian di RSUD dr.

Soebandi Jember diperoleh data 93,3% pasien yang dirawat dengan Diabetes

Melitus mengalami Diabetes Distress sedang dan sebagian besar pasien

Diabetes Melitus tipe 2 mengatakan kalau mereka membutuhkan dukungan

untuk perawatan dan manajemen diri yang bagus terhadap penyakitnya

sehingga pasien mampu untuk mengontrol kadar gula darahnya (Fuji

Rahmawati, Elsa Pudji Setiawan, 2014; Wiastuti & Widayati, 2017)

(Nurkamilah, 2018).
7

Salah satu bentuk dukungan yang dapat diberikan pada pasien adalah

melalui bekerja sama antara keluarga dengan tenaga kesehatan profesional

dalam program perawatan Diabetes Melitus yang dapat diwujudkan melalui

pendidikan terstruktur. Melalui pendidikan terstruktur ini diharapkan

pengetahuan tenaga profesional kesehatan, pasein dan keluarga dapat

meningkat serta aktivitas perawatan diri juga semakin bagus sehingga kontrol

glikemik juga bagus dan masalah psikologis berupa Diabetes Distress dapat

teratasi (Funnell et al., 2011; International Diabetes Federation, 2015). Focus

utama dalam mengatasi masalah psikologis pada pasien yang mengalami

Diabetes Melitus adalah peningkatan pengetahuan sebagai sarana / media

dalam meningkatkan kemampuan self-care activity (aktivitas perawatan diri)

dalam mengontrol kadar glukosa darah (Snoek et al., 2012 ; Zagarins et al.,

2012)

Program pendidikan terstruktur ini tidak hanya merupakan kebutuhan

pasien tetapi juga kebutuhan keluarga dan tenaga professional kesehatan.

Program pendidikan terstruktur menjadi kebutuhan keluarga sebagai pemberi

dukungan terhadap anggota keluarganya yang menjalani perawatan dan

pengobatan Diabetes Melitus, sedangkan bagi tenaga professional kesehatan,

program pendidikan terstruktur merupakan salah satu komponen penting

dalam intervensi Diabetes Melitus terutama sebagai educator dalam

meningkatkan pengetahuan agar dapat mencegah dan menangani masalah

psikologis seperti Diabetes Distress (Berry, Lockhart, Davies, Lindsay, &

Dempster, 2015).
8

Program pendidikan (edukasi) merupakan salah satu dari empat pilar

penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu edukasi, terapi nutrisi medis, latihan

jasmani dan intervensi farmakologis (PERKENI, 2015). Perawat sebagai

educator dapat membantu pasien dalam bentuk supportive-educative dengan

harapan pasien mampu melakukan manajemen diabetes dan mampu

melakukan perawatan secara mandiri sehingga kadar glukosa darah terkontrol

dan diabetes disstres tidak terjadi (Javanbakht et al., 2012).

Para peneliti dari beberapa negara didunia telah melakukan penelitian

tentang program pendidikan terstruktur yang cocok untuk pasien Diabetes

Melitus diantaranya yaitu DESMOND (Diabetes Education & Self-

Management for Ongoing & Newly Diagnosed), DAFNE (The Dose

Adjustment for Normal Eating) dan DSME (Diabetes Self Management

Education). Secara umum keempat program edukasi diatas mampu

meningkatkan pengetahuan dan meningkatkan gaya hidup pasien dengan

Diabetes Melitus sehingga pasien mampu dalam mengontrol kadar gula

darah. Model ini dilaksanakan sesuai dengan budaya barat dan belum

menggukanan pendekatan dukungan keluarga (Chau, Chung, & Wong, 2012;

National Institute for Clinical Excellence, 2003). Hal ini menyebabkan model

edukasi diatas sulit untuk diterapkan di Indonesia karena latar belakang

budaya yang berbeda.

Indonesia memiliki satu program pendidikan terstruktur yang telah

dikembangkan dan di uji beberapa kali dan menunjukan hasil yang efektif

dalam meningkatkan kemampuan manajemen diri pasien Diabetes Melitus.

Model ini dikembangkan oleh Malini, Copnell and Moss ( 2017) dengan
9

nama Indonesian Group Based Diabetes Education Programmed (InGDEP).

InGDEP ini telah disesuaikan dengan latarbelakang budaya, etnis, masalah

geografis, kemudahan akses dan sumber daya manusia di Indonesia (Malini et

al., 2017), sehingga InGDEP ini dapat diterapkan dimasyarakat Indonesia.

Indonesian Group-based Diabetes Education Programmed (InGDEP)

adalah suatu program pendidikan terstruktur untuk pasien Diabetes Melitus

Tipe-2 yang diberikan pada pasien yang baru terdiagnosa ataupun pasien yang

telah lama terdiagnosa Diabetes Melitus. InGDEP ini berbasis kelompok

yang dilakukan oleh tim edukasi yang telah mengikuti pelatihan InGDEP

yang terdiri dari tenaga kesehatan profesional yaitu dokter, perawat, ahli gizi

dan kesehatan masyarakat yang ada di Puskesmas. Program edukasi ini

memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaanya.

Kelebihannya yaitu program ini dilaksanakan di Puskesmas sebagai pusat

edukasi dan layanan primer (utama), menggunakan metode diskusi/sharing

dalam kelompok sehingga memudahkan interaksi antar sesama pasien

diabetes dan dengan tenaga kesehatan. Program InGDEP tediri dari 4 sesi

yang dilakukan selama satu bulan setiap minggunya. Diakhir sesi akan

dilakukan diskusi (Malini et al., 2017).

Malini, Copnell and Moss, (2015) melakukan penelitian untuk melihat

pengaruh InGDEP terhadap pengetahuan dan aktivitas perawatan diri pada

pasien Diabetes Melitus di kota Lampung, Indonesia. Penelitian ini

menunjukan hasil bahwa InGDEP dapat bekerja sangat baik untuk

peningkatan pengetahuan. Penelitian terkait juga dilakukan oleh Saputri

(2017), menyebutkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan InGDEP


10

terhadap self care behaviour pasien Diabetes Melitus Tipe 2, melalui

pendidikan kesehatan dan aktivitas perawatan diri (self-care activity) pasien

dapat ditingkatkan.

Namun dari kedua penelitian diatas, belum terkait dengan integrasi

dukungan keluarga. Kedua penelitian diatas hanya terfokus pada pasien saja

belum melibatkan keluarga dan belum mempertimbangkan dukungan

keluarga, sehingga pada saat dirumah pasien kurang mendapatkan fasilitasi

dan dukungan dari keluarga. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam

pengelolaan Diabetes Melitus. Dukungan keluarga dan dukungan tenaga

profesional kesehatan secara signifikan berkonstribusi terhadap peningkatan

kejadian Diabetes Melitus termasuk masalah psikologis Diabetes Distress

pada pasien (Berry et al., 2015;PERKENI, 2015; American Diabetes

Association (ADA), 2017).

Dukungan dari tenaga profesional kesehatan dapat diberikan melalui

pendidikan terstruktur salah satunya yaitu melalui kegiatan InGDEP yang

bisa pasien dapatkan di Puskesmas. Sedangkan dukungan keluarga dapat

diberikan melalui keikutsertaan dan peran aktif keluarga dalam menfasilitasi

pasien menjalani proses perawatan dan meningkatkan upaya perubahan gaya

hidup sesuai dengan kondisi Diabetes Melitus. Keikutsertaan dan peran aktif

keluarga dalam memberikan dukungan pada anggota keluarga dengan

Diabetes Melitus dapat berupa peran aktif keluarga dalam menfasilitasi

perubahan pola diet pasien sesuai diet yang diancurkan untuk Diabetes

Melitus, mengajak pasien untuk melakukan aktifitas fisik seperti jalan pagi

dan melakukan olahraga ringan lainnya serta pemanfaatan waktu luang


11

terhadap hal yang positif, mengingatkan dan menyediakan obat pasien,

mengajak pasien untuk kontrol/cek kesehatan secara rutin kepelayanan

kesehatan, ini merupakan bentuk peran serta aktif anggota keluarga dalam

memberikan dukungan terhadap anggota keluarga dengan Diabetes Melitus.

Peran serta aktif keluarga ini sesuai dengan konsep paradigma sehat yaitu

perawatan dan penyembuhan tidak hanya berfokus pada kesembuhan pasien,

tetapi juga mengupayakan anggota keluarga yang sehat juga penting untuk

dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan keluarganya baik yang

sakit maupun yang sehat. Oleh karena itu dalam perawatan dan

penatalaksanaan Diabetes Melitus yang dibutuhkan tidak hanya pendekatan

organobiologik saja tetapi juga dukungan keluarga melalui pendekatan

keluarga (Soewondo, 2009);

Dukungan keluarga dukungan keluarga adalah segala bentuk perilaku

dan sikap positif yang diberikan keluarga kepada anggota keluarga yang

sakit atau mengalami masalah kesehatan sehingga akan memberikan

kenyamanan fisik dan psikologis pada orang yang mendapatkan dukungan

baik kepada anggota keluarga yang sakit atau yang mengalami masalah

kesehatan termasuk masalah psikologis (Friedman, M.M Bowden, V R. &

Jones, 2010; Kaakinen et al., 2010).

Mengingat begitu pentingnya dukungan keluarga dalam penatalaksanaan

Diabetes Melitus maka keluarga akan diikutsertakan dalam pendidikan

terstruktur InGDEP. Keikutsertaan keluarga dalam pendidikan terstruktur ini

merupakan suatu pendekatan terhadap keluarga sebagai serangkaian kegiatan

pelayanan kesehatan yang terencana dan terarah untuk menggali,


12

meningkatkan dan mengarahkan peran serta keluarga agar dapat menfasilitasi

potensi atau sumber yang ada guna menyembuhkan anggota keluarga dan

menyelesaikan masalah kesehatan keluarga yang sedang mereka hadapi

sehingga keluarga dapat menjadi mitra kerja dalam penyembuhan dan

perawatan pasien Diabtes Mellitus (Soewondo, 2009)

Karena dukungan keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam

penatalaksanaan Diabetes Melitus, maka penelitian yang akan dilakukan di

Puskesmas kali ini akan menggunakan dukungan keluarga dalam

penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu dalam program pendidikan terstruktur

InGDEP dan ini merupakan salah satu perbedaan penelitian ini dengan kedua

penelitian diatas. Dalam penelitian ini keluarga akan dilibatkan dalam sesi

InGDEP dan selama perawatan pasien dirumah. Keluarga bersama dengan

pasien akan mendapatkan pengetahuan tentang penyakit Diabetes Melitus

sarta cara perawatan sehingga pada saat dirumah keluarga dapat menbantu

dan menfasilitasi pasien dalam menjalani perawatan Diabetes Melitus.

Bentuk dukungan yang dapat keluarga berikan meliputi empat dimensi

yaitu dimensi emosional, penghargaan, infomasi dan instrumental. Dimensi

emosional berupa keluarga mengerti dengan masalah yang dialami oleh

pasien, mendengarkan keluhan pasien tentang penyakit yang dirasakan,

serta memberikan kenyamanan kepada pasien dalam mengatasi masalahnya.

Dimensi penghargaan antara lain dorongan dari keluarga untuk mengontrol

gula darah, mematuhi diet, pengobatan serta kontrol kesehatan. Dimensi

instrumental antara lain keluarga membantu mengingatkan dan menyediakan

makanan sesuai diet, mendukung usaha pasien untuk olah raga, serta
13

membantu membayar pengobatan. Dimensi informasi antara lain

menyarankan pasien untuk ke dokter, menyarankan mengikuti edukasi

serta memberikan informasi baru kepada pasien tentang Diabetes Melitus.

Dengan keikutsertaan keluarga dalam proses penatalaksaan Diabetes

Melitus ini diharapkan prevalensi Diabetes Melitus tidak lagi meningkat tiap

tahunya, terutama dikota Padang. Prevalensi Diabetes Melitus di Kota Padang

selalu meningkat tiap tahunya yaitu dengan jumlah kunjungan 18.973 kasus

pada tahun 2017 dari 11 kecamatan yang ada di Kota Padang. Penelitian kali

ini akan dilakukan di Puskesmas yang ada di Kecamatan Koto Tangah Kota

Padang. Kecamatan Koto Tangah merupakan Kecamatan terbesar di Kota

Padang dan dengan jumlah Puskesmas terbanyak yaitu ada 5 (lima)

Puskesmas dan juga dengan jumlah penduduk terbanyak. Pemilihan tempat

penelitian ini dilakukan melalui random dari lima Puskesmas yang ada di

Kecamatan Koto Tangah ini. Puskesmas Lubuk Buaya terpilih sebagai

kelompok intervensi dan Puskesmas Anak Air sebagai kelompok kontrol.

Selian itu Puskesmas Lubuk Buaya juga merupan Puskesmas dengan angka

kejadian Diabetes Melitus terbanyak pada tahun 2017 yaitu 2.703 kunjungan.

Peneliti melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Lubuk Buaya dan

Puskesmas Anak Air pada tanggal 26 dan 27 Juni 2018. Dari hasil wawancara

dengan kepala Puskesmas Lubuk Buaya didapatkan informasi bahwa angka

kejadian Diabetes Melitus di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya

mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Dokter penanggung

jawab Prolanis mengatakan selama ini tim kesehatan dari puskesmas telah

berusaha untuk melakukan perawatan yang baik pada pasien Diabetes Melitus
14

diantaranya yaitu melalui pemeriksaan gula darah dan pemberian obat serta

pendidikan kesehatan. Pendidikan Diabetes telah iberikan melalui penyuluhan

yang merupakan bagian dari program Prolanis yang terlaksana dalam agenda

kerja bulanan puskesmas. Penyuluhan ini berlangsung satu kali seminggu tiap

bulannya, hanya berfokus kepada pasien saja tidak melibatkan atau tidak

mengikutsertakan keluarga pasien. Pendidikan secara terstruktur belum ada

dalam program kerja puskesmas.

Begitu juga halnya dengan Puskesmas Anak Air, terjadi peningkatan

kasus Diabetes Melitus Tipe 2 dari tahun sebelumnya. Masalah yang sering

muncul adalah kurangnya keinginan dari pasien untuk kontrol ke Puskesmas

dan untuk mengikuti program prolanis yang diadakan tiap minggunya.

Sehingga tenaga kesehatan professional di Puskesmas merasa kesulitan dalam

mengontrol kondisi pasien yang berada diwilayah kerjanya.

Hasil wawancara dengan tujuh orang pasien Diabetes Melitus tipe 2

didapatkan tiga orang pasien mengatakan datang berobat ke puskesmas

kadang diantar oleh keluarga, dua orang sering datang sendiri. Pasien juga

mengatakan kalau dirumah pasien mengalami kesulitan untuk melaksanakan

perawatan karena pasien kurang mendaparkan motivasi dan dukungan dari

keluarga, terutama dalam memenuhi diet, keluarga jarang menyediakan

makanan sesuai diet Diabetes Melitus sehingga pola makan pasien tidak

terkontrol. Lima orang pasien mengatakan khawatir akan mengalami

komplikasi yang lebih parah, khawatir tidak akan bisa mengikuti proses

pengobatan dan perawatan, khawatir keluarga akan bosan merawatnya

dengan penyakit yang menahun ini. Tiga orang pasien lainnya mengatakan
15

malas untuk pergi berobat dan kontrol kepelayanan kesehatan serta malas

mengikuti program penyuluhan yang ada karena pasien sering merasa bosan

dengan metode penyuluhan yang bersifat ceramah dan monoton tidak ada

pembaruan setiap kali penyuluhan.

Dengan demikian kondisi penyakit Diabetes Melitus tipe 2 yang

dialami pasien menimbulkan berbagai masalah psikologis yang bermuara

pada pentingnya dukungan orang- orang sekitar terutama keluarga. Karena

itu peneliti melakukan penelitian tentang “Pengaruh Indonesian Group-Based

Diabetes Education Proggramed dengan dukungan keluarga terhadap

pengetahuan, Self-care activity dan Diabetes Distress pada pasien Diabetes

Melitus tipe 2 di Puskesmas Kota Padang”

1.1 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitan ini adalah apakah terdapat pengaruh

InGDEP dan dukungan keluarga terhadap pengetahuan, Self-care activity,

diabetes disstress dan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes Melitus tipe

2 di wilayah kerja Puskesmas Kota Padang ?

1.2 Tujuan Penelitian

1.1.1. Tujuan Umum


Tujuan umum penelitian ini diketahuinya pengaruh InGDEP

dengan dukungan keluarga terhadap pengetahuan, Self-care activity,

dan diabetes disstress pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 Puskesmas

Lubuk Buaya dan Puskesmas Anak Air.


1.1.2. Tujuan Khusus
a. Diketahui karakteristik pasien Diabetes Melitus tipe 2 di wilayah

kerja Puskesmas Lubuk Buaya dan Puskesmas Anak Air.


16

b. Diketahui perbedaan pengetahuan pasien Diabetes Melitus tipe 2

sebelum dan sesudah diberikan intervensi InGDEP dengan dukungan

keluarga
c. Diketahui perbedaan Self-care activity pada pasien Diabetes Melitus

tipe 2 sebelum dan sesudah diberikan intervensi InGDEP dengan

dukungan keluarga
d. Diketahui perbedaan distribusi frekuensi Diabetes Distress pada

pasien Diabetes Melitus tipe 2 sebelum dan sesudah diberikan

intervensi InGDEP dengan dukungan keluarga


e. Diketahui pengaruh InGDEP dengan dukungan keluarga terhadap

pengetahuan pasien Diabetes Melitus tipe 2 sesudah diberikan

intervensi InGDEP dengan dukungan keluarga pada kelompok

intervensi.
f. Diketahui pengaruh InGDEP dengan dukungan keluarga terhadap

Self-care Activity pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 sesudah

diberikan intervensi InGDEP dengan dukungan keluarga.


g. Diketahui pengaruh InGDEP dengan dukungan keluarga terhadap

Diabetes Distress pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 sesudah

diberikan InGDEP dengan dukungan keluarga

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Dapat memberikan dan menambah pengetahuan bagi instansi

pendidikan tentang pengaruh diabetes edukasi program dalam

menurunkan masalah psikologis seperti diabetes disstress dan

menunrunkan HbA1c pada pasien Diabetes Melitus tipe 2

1.3.2. Instansi pendidikan


17

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumber informasi,

rujukan, dan bahan acuan dalam memberikan edukasi pada pasien

Diabetes Melitus tipe 2

1.3.3. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat dalam menerapkan proses penelitian

untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh

InGDEP dengan dukungan keluarga


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes merupakan masalah kesehatan global yang dikenal lebih umum

di kalangan kelompok-kelompok budaya dan etnis tertentu. Genetika mungkin

menjadi faktor, insiden yang lebih tinggi dalam mengelola penyakit ini mungkin

disebabkan kebiasaan budaya dari generasi ke generasi.

2.1. Konsep Diabates Mellitus


2.1.1. Pengertian Diabates Mellitus
Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolik yang

terjadi ketika pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin atau ketika

tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif

sehingga terjadi hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa dalam

darah (Kemenkes RI, 2014; PERKENI, 2015; World Health Organization,

2016).
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang bersifat

kompleks yang membutuhkan perawatan medis secara terus-menerus

dengan pengurangan risiko komplikasi dan resiko multifaktorial di luar

kontrol glikemik yang berkaitan dengan kerusakan jangka panjang,

disfungsi dan kegagalan dari beberapa organ terutama mata, ginjal, saraf,

jantung dan pembuluh darah (American Diabetes Association (ADA),

2014; American Diabetes Association (ADA, 2018)


Diabetes Melitus terjadi ketika tubuh tidak dapat menghasilkan

cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin dan didiagnosis

dengan mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah. Insulin adalah

18
19

hormon yang diproduksi di pankreas; diperlukan untuk mengangkut

glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh yang digunakan sebagai energi

(Skinner, 2013; World Health Organization, 2016). Ketidakefektifan

insulin pada seseorang dengan Diabetes Melitus menyebabkan gangguan

metabolisme sehingga glukosa tetap beredar di dalam darah dan jumlahnya

akan meningkat dan terjadi hiperglikemia. Seiring waktu, kadar glukosa

yang tinggi dalam darah (hiperglikemia) menyebabkan kerusakan banyak

jaringan di dalam tubuh, yang mengarah pada pengembangan komplikasi

kesehatan yang mengganggu dan mengancam jiwa (International Diabetes

Federation, 2015 ). Selain ketidakmampuan tubuh dalam menghasilkan

cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin, Diabetes Melitus juga

dapat terjadi karena faktor genetik, obesitas dan kurangnya aktivitas fisik.

Penyebab-penyebab tersebut merupakan hal-hal sepele yang jarang

diperhatikan oleh masyarakat (Briefs & Systems, 2016; International

Diabetes Federation, 2015; No Title, n.d.)


Pada awalnya Diabetes Melitus tidak menimbulkan masalah

yang serius pada kesehatan, namun apabila tidak segera ditangani

penyakit Diabetes Melitus ini akan semakin memperburuk kesehatan

diantaranya dapat merusak jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan

saraf sehingga pasien akan mengalami berbagai komplikasi.


2.1.2. Komplikasi
Diabetes Melitus adalah gangguan multi sistem kronis dengan

komplikasi serius yang mempengaruhi banyak organ. Komplikasi yang

dialami oleh pasien Diabetes Melitus tipe 2 tidak hanya berupa

masalah fisik tetapi juga memiliki dampak yang berhubungan dengan

masalah psikologi, sosial, maupun ekonomi. Masalah psikologi erat


20

kaitannya dengan stress yang dialami oleh pasien dan keluarganya.

Masalah sosial akan terganggu akibat keputusasaan pasien dalam

pengobatan dalam mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Masalah

ekonomi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 berhubungan dengan biaya

perawatan yang cukup panjang sehingga dapat mempengaruhi

produktifitas kerja (Fuji Rahmawati, Elsa Pudji Setiawan, 2014;

Zainuddin, Utomo, & Herlina, 2015)


Berbagai komplikasi yang dihadapi pasien Diabetes Melitus tipe 2

dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis. Penderita akan

mengalami perubahan fisik dan masalah psikologis. Perubahan fisik yang

dialami dapat mengganggu pola hidup dan fungsi diri baik secara

interpersonal, sosial, dan pekerjaan. Perubahan fisik yang terjadi pada

pasien Diabetes Melitus tipe 2 dapat berupa kebutaan, lumpuh bahkan

dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke (International

Diabetes Federation, 2017; Skinner, 2013; World Health Organization,

2016)
Pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi juga akan

mengalami masalah psikologis berupa distress, depresi, kecemasan,

gangguan makan, ketergantungan pada alkohol dan nikotin, gangguan

penyesuaian, gangguan kepribadian, dan disfungsi kognitif. Masalah

fisik dan psikologis yang dialami pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan

komplikasi dapat mempengaruhi kualitas hidupnya dan salah satu bentuk

masalah psikologis yang terjadi pada pasien Diabetes Melitus tipe adalah

Diabetes Distress (National Institute of Health and Care Excellence

(NICE), 2015; Young, Ekene & Unachukwu, 2012)


21

Diabetes Distress dan kualitas hidup yang rendah mengakibatkan

pasien Diabetes Melitus tipe 2 sulit untuk beradaptasi, melaksanakan

aktivitas, mengelola penyakit, dan cendrung memiliki strategi koping yang

salah yang mengakibatkan kesehatannya semakin menurun (Skinner, 2013,

fisher, 2010)
Komplikasi dalam bentuk masalah fisik pada pasien Diabetes

Melitus umumnya merupakan komplikasi kronik dan komplikasi akut.

Komplikasi kronik yaitu komplikasi mikro-vaskular (misalnya neuropati,

nephrolopathy dan retinopati) dan komplikasi makro-vaskular (misalnya

infark miokard, angina pektoris, stroke dan amputasi). Komplikasi akut

dapat berupa kesulitan mengambil agen antidiabetik oral beberapa kali

sehari, takut injeksi subkutan insulin yang terus menerus, dan insiden

hipoglikemia yang dapat menekan pasien Diabetes Melitus dan

mengurangi kualitas hidup .


2.1.3. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 secara umum bertujuan

untuk mencegah komplikasi dan meningkatkan pengetahuan sehingga

dapat mencegah terjadinya Diabetes Distress dan penurunan kualitas

hidup pasien Diabetes Melitus (PERKENI, 2015).


Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 meliputi tujuan jangka

pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah menurunkan

tanda dan gejala Diabetes Melitus Tipe 2, mempertahankan rasa

nyaman, dan target pengendalian glukosa darah. Tujuan jangka panjang

adalah mencegah dan menghambat progresivitas komplikasi

makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neuropati diabetik. Akhir dari

penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penurunan morbiditas


22

dan mortalitas pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang dibuktikan dengan

tidak terjadinya distress diabetic dan kualitas hidup pasien tetap baik atau

meningkat (PERKENI, 2015; World Health Organization, 2016).


Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 dapat berupa terapi

farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis melibatkan obat-

obatan. Terapi non farmakologis dapat berupa pengaturan pola diet, dan

aktifitas fisik dan olahraga untuk mengontrol gula darah serta mencegah

gejala dengan tujuan untuk mencapai kontrol metabolik, meminimalkan

komplikasi diabetes, mengurangi diabetic distress dan mencapai kualitas

hidup yang baik (Mustapha, 2014; PERKENI, 2015)


Menurut PERKENI (2015) ada 4 pilar penatalaksanaan Diabetes

Melitus tipe 2 yaitu, edukasi melalui pendidikna terstruktur, terapi nutrisi

medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.


a. Edukasi
Edukasi memegang peranan yang sangat penting dalam

penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 karena pemberian edukasi

kepada pasien dapat merubah perilaku pasien dalam melakukan

pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 secara mandiri sehingga distress

tidak terjadi dan kualitas hidup dapt dipertahankan atau ditingkatkan.

Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 membutuhkan keterampilan merawat

diri dan memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk

menghindari komplikasi kronis. Perawat memberikan edukasi

kepada pasien dengan melihat latar belakang, ras, etnis, budaya,

psikologi, dan kemampuan pasien menerima informasi dari

perawat. Edukasi yang diberikan meliputi konsep dasar Diabetes

Melitus, terapi yang diberikan, pencegahan komplikasi, dan


23

perawatan diri, pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah

mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya.

Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri,

setelah mendapat penengetahuan khusus (PERKENI, 2015)


b. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Terapi nutrisi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan

diabetes. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh

dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan lain serta

pasien dan keluarga). Setiap pasien diabetes sebaiknya mendapat

TNM (diet) sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi

dan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis,

dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat

penurun glukosa darah atau insulin. Diet yang harus dilakukan oleh

penderita Diabetes Melitus Tipe 2 untuk mengatur jumlah kalori dan

karbohidrat yang akan dikonsumsi setiap hari. Jumlah ini

tergantung dari kebutuhan individu dalam mempertahankan,

menurunkan atau meningkatkan berat badan.


Secara umum diakui bahwa langkah-langkah untuk mengurangi

obesitas dan tinggi lemak konten dalam diet dan meningkatkan

aktivitas fisik menguntungkan bisa berdampak baik kejadian diabetes

dan komplikasinya.
Komposisi makanan yang dianjurkan untuk pasien Diabetes

Melitus Tipe 2 adalah karbohidrat, lemak, protein, natrium, serat dan

pemanis alternative. Karbohidrat yaitu 45-65% total asupan energi.

Terutama karbohidrat yang berserat tinggi. Dianjurkan makan tiga

kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan selingan seperti
24

makan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori

sehari. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori,

dan tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energy. Batasi

konsumsi bahan makanan yang banyak mengandung lemak jenuh dan

lemak trans seperti daging berlemak dan susu fullcream.


Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber

protein yang baik adalah ikan, udang, cumi,daging tanpa lemak, ayam

tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan

tempe. Natrium, anjuran asupan natrium untuk pasien Diabetes

Melitus Tipe 2 sama dengan orang sehat yaitu <2300 mg/hari. Sumber

natrium antara lain adalah garam dapur, soda dan bahan pengawet

seperti natrium benzoate dan natrium nitrit. pasien Diabetes

Melitus Tipe 2 dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-kacangan,

buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.

Anjuran konsumsi serat adalah 20-35gram/hari yang berasal dari

berbagai sumber bahan makanan ( PERKENI, 2015).


c. Latihan Fisik
Latihan fisik dapat mempermudah transport glukosa ke dalam

sel–sel dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Penderita

Diabetes Melitus Tipe 2 akan mendapatkan insulin dan akan kesulitan

dalam pengambilan glukosa selama latihan fisik sehingga dapat

menyebabkan hipoglikemia. Latihan fisik akan disesuaikan dengan

penderita Diabetes Melitus Tipe 2 agar dapat mengontrol kadar

glukosa darah mereka dapat mempertahakan kadar glukosa darah

normal hanya dengan menjalankan terapi diet dan latihan fisik.

Kegiatan dan latihan jasmani dilakukan secara teratur (3-4 kali


25

seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah

satupilar dalam pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Kegiatan

sehari-hari sepertiberjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, dan

berkebun.
Latihan jasmani berfungsi untuk menjaga kebugaran dan

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani

yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik

seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status

kesegaran jasmani. Bagi mereka yang relatif sehat, intensitas

latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudahmendapat

komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2 dapat dikurangi. Hindarkan

kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan

(PERKENI, 2015)

d. Farmakologis

Berdasarkan cara kerjanya, obat hipoglikemik oral (OHO)

dibagi menjadi 5 Golongan : yaitu Pemicu sekresi insulin

(sulfonylurea dan glinid), peningkatan sensitivitas terhadap insulin

(metformin dan tiazolidindion), penghambat glukoneogenesis

(metformin), penghambat absorpsi glukosa (penghambat

glukosidase), DPP IV inhibitor α

Terapi farmakologis untuk penderita Diabetes Melitus Tipe 2

terdiri dari obat oral dan injeksi (PERKENI, 2015). Pengobatan

untuk penyakit diabetes mellitus itu sendiri memerlukan waktu yang


26

lama yaitu seumur hidup dan tidak hanya pengobatan saja yang

harus dilakukan oleh penderitanya, namun juga gaya hidup yang

harus dikontrol membuat penderita diabetes mellitus terkadang

mengalami putus asa dan dapat mempengaruhi kualitas hidupnya.

2.1.4. Kadar Gula Darah


Kadar gula darah merupakan istilah yang mengacu pada

tingkat glukosa dalam darah. Tingkat gula darah bertahan pada batas

yang sempit sepanjang hari (70-150 mg/dl). Peningkatan terjadi

setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari,

sebelum orang makan (Briefs & Systems, 2016; Skinner, 2013)


Terdapat beberapa tipe pengukuran kadar gula darah.

Pengukuran kadar gula darah puasa digunakan untuk mengetahui

kadar glukosa darah setelah 8 jam tidak makan / puasa ( ≥ 126 mg/dl).

Pemeriksaan gula darah postprandial digunakan untuk mengetahui

kadar glukosa darah 2 jam setelah makan (≥ 200 mg/dl). Pemeriksaan

gula darah random mengukur kadar gula darah tanpa mengambil waktu

makan terakhir. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% Dengan menggunakan

metode yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin

Standarization Proggam (World Health Organization, 2011, PERKENI,

2015).
HbA1c merupakan ikatan antara glukosa dengan hemoglobin yang

terbentuk dalam tubuh akan disimpan dalam sel darah merah dan akan

terurai secara bertahap bersama dengan berakhirnya masa hidup sel

darah merah (rata-rata umur sel darah merah adalah 120 hari). HbA1c

menggambarkan konsentrasi glukosa darah rata- rata selama 3 bulan.

Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan setiap 3 bulan sekali.


27

Jumlah HbA1c yang terbentuk sesuai dengan konsentrasi glukosa darah

sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kualitas dari kontrol gula

darah. Pada penderita diabetes, kadar glukosa cenderung mudah

meningkat, menurun dengan olah raga, meningkat setelah makan,

apalagi setelah makan makanan manis, sehingga sulit untuk dikontrol.

Normalnya nilai HbA1C adalah 3,5%-5,5%. pada diabetes, HbA1c

yang baik adalah di bawah 6.5%. ditetapkan sebagai kriteria diagnostik

diabetes (American Diabetes Association (ADA, 2018)


2.2. Konsep Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu yang berdampak pemikiran setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek dimana

kegiatan ini melibatkan pancaindera manusia yakni penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba.


Abbasi et al., 2018) menyebutkan terdapat beberapa tahapan pengetahuan.

Tahapan dari pengetahuan dimulai dari tahu yang berarti telah mengingat

materi yang telah dipelajari sebelumnya, memahami yang berarti mampu

menjelaskan objek yang telah diketahui, aplikasi yang berarti mampu

untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi sebenarnya, analisa yang berarti kemampuan menjabarkan materi

atau suatu objek kedalam komponen-komponen yang masih ada kaitan satu

dengan yang lain, sintesis yang berarti kemampuan untuk meletakkan

hubungan dari informasi yang diperoleh dalam satu keseluruhan, dan

yang terkahir yaitu evaluasi dimana merupakan kemampuan memberikan

penilaian atau justifikasi terhadap suatu materi atau objek.


Pengetahuan seorang pasien dapat ditingkatkan melalui pendidikan

kesehatan sebagai sarana dalam penambahan pengetahuan dan


28

kemampuan seseorang melalui teknik praktek belajar atau intruksi

dengan tujuan mengingat kondisi fakta/kondisi nyata, dengan cara

memberikan dorongan terhadap pengarahan diri (self direction) dan aktif

memberikan informasi (Atak, Gurkan, Science, & Kose, 2013; Bodenheimer,

Lorig, Holman, & Grumbach, 2010; Etienne et al., 2017)


2.3. Konsep Self-care Activity
Self-care activity atau aktivitas perawatan diri merukan hal yang sangat

penting dalam proses perawatan dan pengelolaan Diabetes Melitus.


2.3.1. Pengertian Self-care activity
Self-care activity atau aktivitas perawatan diri merupakan hasil dari

tindakan yang diarahkan untuk diri sendiri atau terhadap lingkungan untuk

mengatur fungsi seseorang dalam kepentingan hidup seseorang yang

terintegrasi sejahtera. Aktivitas perawatan diri merupakan program atau

tindakan yang harus dijalankan dan menjadi tanggung jawab penuh oleh

pasien. Perawatan diri (self care) merupakan suatu tindakan individu

yang terencana dalam rangka mengendalikan penyakitnya untuk

mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan dan

kesejahteraannya (Alligod, 2014)


Menurut AADE7TM (2014) perawatan diri diabetes melitus

(diabetes melitus self care) merupakan kemampuan seseorang dalam

melakukan perawatan diri dan melakukan tindakan perawatan diri

diabetes untuk meningkatkan pengontrolan gula darah., self care

activity akan meningkatkan derajat kesejahteraan pasien diabetes.


2.3.2. Bentuk aktivitas perawatan diri (Self care activity)
American Assosiation Diabetes Educators (AADE, 2014)

menyebutkan bentuk aktifitas perawatan diri (self care activity) pada

penderita diabetes yang meliputi 7 domain, yaitu :


29

a. Makan Sehat (Diet)


Pola makan dikatakan sehat apabila pola makan itu mengacu

pada diet seimbang, sehat, pemilihan makanan yang tepat, memahami

ukuran porsi yang ideal dan frekuensi makan (AADE, 2014). Tujuan

dari diet Diabetes Melitus adalah membantu para penderita diabetes

untuk mencegah komplikasi yang lebih berat serta memperbaiki

kebiasaan makan untuk mendapatkan kontrol metabolisme yang lebih

baik yang didasarkan pada status gizi pasien Diabetes Melitus.


b. Aktivitas Fisik (Olahraga)
Jenis aktivitas fisik yang dapat dilakukan oleh penderita Diabetes

Melitus tipe 2 seperti olahraga ringan dengan cara berjalan kaki

selama 30 menit, olahraga cepat seperti jogging dan olahraga sedang

seperti berjalan cepat selama 20 menit. Senam khusus Diabetes

Melitus dan yoga juga dapat dilakukan oleh pasien Diabetes Melitus.
c. Pemantauan Kadar Glukosa Darah
Salah satu hal terpenting dalam penatalaksanan Diabetes Melitus

adalah kontrol glikemik atau pemantauan kadar gula darah

(PERKENI, 2015). Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan

secara mandiri yang disebut dengan self-monitoring blood glucose

(SMBG). SMBG memungkinkan klien untuk mendeteksi dan

mencegah hiperglikemia atau hipoglikemia, serta berperan dalam

memelihara normalisasi glukosa darah, sehingga pada akhirnya akan

mengurangi komplikasi diabetic jangka panjang (Smeltzer et al.,

2013).
d. Manajemen Obat
Kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam menjalani proses

perawatan dan pengobatan sangat membantu pasien dalam mencegah

dan mengurangi komplikasi Diabetes Melitus Sehingga dalam


30

penatalaksanaan Diabetes Melitus tipe-2 diperlukan manajemen obat

bagian pasien (PERKENI, 2015).


e. Kemampuan Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam

menemukan masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan

informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat

dan cermat. Pasien Diabetes Melitus harus mempunyai kemampuan

dalam problem solving yaitu belajar bagaimana mengenali dan

bereaksi terhadap kadar gula darah tinggi dan rendah, belajar

bagaimana mengelola pada saat sakit. (AADE, 2014).


f. Koping yang Sehat
Diabetes Melitus dapat menimbulkan masalah fisik dan masalah

psikologis. Hidup dengan Diabetes Melitus dapat membuat pasien

Diabetes Melitus merasa kecil hati, stress bahkan depresi. Hal tersebut

merupakan respon alami karena memiliki perasaan khawatir terhadap

penyakit diabetes. Metode koping yang sehat dapat digunakan untuk

melalui masa-masa sulit tersebut seperti mengikuti kegiatan edukasi,

keagamaan, olahraga, meditasi, hobi (AADE, 2014).

g. Mengurangi Resiko (Reduction Risk)


Kontrol glikemik yang bagus dapat mencegah dan mengurasi

komplikasi. Ada beberapa hal yang dapat pasien Diabetes Melitus

lakukan dalam mencegah dan mengurangi resiko diantaranya yaitu

menghindari rokok, pergi ke dokter secara teratur, mengunjungi dokter

mata sekali dalam setahun, mengunjungi dokter gigi, melakukan

perawatan kaki dan mengenali gejala-gejala diabetes.


2.4. Konsep Diabetes Distress
2.4.1. Pengertian
31

Diabetes Distress didefinisikan sebagai kekhawatiran pasien

tentang manajemen diri terhadap penyakit, dukungan, beban emosional,

dan akses keperawatan. Diabetes-distress merupakan bagian dari diabetes

dan merupakan gangguan non-psikiatri (L. Fisher et al., 2009).


Diabetes Distress merupakan reaksi emosional yang berhubungan

langsung dengan beban dan kekhawatiran dari hidup karena penyakit

kronis. Kondisi ini ditandai dengan cemas, kekhawatiran, dan mungkin

sedikit kelelahan. Emosi ini dapat terkait misalnya, kekhawatiran

tentang pengobatan yang tepat atau berkomunikasi secara efektif dengan

penyedia layanan kesehatan, selain itu juga berkaitan dengan manajemen

diri dan kontrol glikemik serta dukungan keluarga dan sosial ( Erika,

2013;Karlsen and Bru, 2014)

2.4.2. Aspek Diabetes Distress


a. Beban Emosional
Penyandang Diabetes Melitus tipe 2 yang mengalami beban

emosional akan merasa lelah mental dan fisik setiap harinya.

Mereka dalam keadaan marah, takut, dan tertekan ketika mereka

memikirkan tentang diabetes dan mereka berfikir bahwa diabetes

mengendalikan hidup mereka. Mereka cenderung khawatir

terhadap komplikasi panjang dan kewalahan dengan tuntutan hidup

dengan diabetes (Arifin et al., 2017; World Health Organization, n.d.)


b. Hubungan dengan Tenaga Kesehatan
Hubungan baik dengan tenaga kesehatan perlu dalam

meyakinkan pemahaman terkait diabetes dan perawatan diabetes.

Terkadang tenaga kesehatan memiliki harapan yang tidak realistis

terhadap penyandang Diabetes Melitus tipe 2. mereka ingin


32

mengubah gaya hidup sesuai dengan diagnosa Diabetes Melitus

tipe 2 tanpa mempertimbangkan pentingnya kesadaran diri dan

kesiapan mengubah diri (Arifin et al., 2017; World Health

Organization, n.d.)
c. Kesulitan Perawatan Diri
Domain Kesulitan dalam perawatan diri merupakan perasaan

bersalah terhadap ketidakmampuan atau rasa tidak percaya diri

penderita Diabetes Melitus tipe 2 terhadap pengelolaan diabetes.

Penderita Diabetes Melitus tipe 2 kewalahan dalam melakukan

perawatan diri sehingga mereka berpikiran berlebihan dan

menjadikan beban mental tersendiri, sehingga diperlukan

keyakinan dan efektifitas diri tentang bagaimana kita hidup

dengan baik walaupun terkena diabetes (Arifin et al., 2017; World

Health Organization, n.d.).


e. Interpersonal Distres
Interpersonal Distres merupakan perasaan bahwa orang-orang

terdekat tidak cukup mendukung upaya perawatan diri dan tidak

mengerti kesulitan hidup dengan diabetes. Orang terdekat perlu

memberi dukungan emosional bagi penderita Diabetes Melitus tipe

2 sehingga mampu meningkatkan kepercayaan diri dalam

melakukan aktivitas perawatan diri (Arifin et al., 2017; World Health

Organization, n.d.)
2.4.3. Diabetes Distress Scale (DDS)
Skala Diabetes Distress (DDS) dikembangkan pertama kali oleh

William H. Polonsky (2005) terdiri dari 17 item yang mengukur perasaan

pasien dalam empat domain. Pertama, domain distress interpersonal

(interpersonal distress, 3 item) emosi psikologis dan perasaan pasien


33

dengan Diabetes Melitus selama interaksi mereka dengan keluarga, teman-

teman, atau orang-orang di sekitar mereka. Kedua, domain (physician

distress, 4 item) menggambarkan penderitaan dan pengalaman pasien

dengan Diabetes Melitus selama interaksi dengan tenaga kesehatan.

Domain ketiga, rejimen distress (regimen distress, 5 item),

menggambarkan penderitaan yang dirasakan oleh pasien dengan Diabetes

Melitus karena kebutuhan untuk mematuhi rencana manajemen terapi.

Domain terakhir adalah beban domain emosional ( emosional burden, 5

item), yang menggambarkan penderitaan yang terkait dengan emosi

pribadi dari pasien Diabetes Melitus, termasuk takut akan kemungkinan

komplikasi Diabetes Melitus. Tanggapan terhadap pertanyaan

menggunakan 6-point skala Likert (Arifin et al., 2017)


Penelitian oleh Arifin et al. ( 2017) dilakukan di empat rumah sakit

dan dua fasilitas perawatan primer di pulau Jawa. Tahap revisi merupakan

langkah berikutnya setelah fase terjemahan. Tahap revisi dalam Minggu

pertama Februari 2015 hanya pada satu rumah sakit yaitu RSUD

Yogyakarta. Pada tahap validasi, membagikan instrumen untuk tiga rumah

sakit lainnya, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah di Yogyakarta, Rumah

Sakit Moewardi di Solo, Jawa Tengah, dan BLUD Sekarwangi di

Sukabumi, Jawa Barat, sambil terus proses pengumpulan data di Rumah

Sakit RSUD Kota Yogyakarta. Pada tingkat perawatan primer, Proses

validasi instrument dilakukan oleh dokter keluarga di Wonosari,

Yogyakarta, dan di sebuah pusat kesehatan masyarakat di Pakis, Surabaya,

Jawa Timur. Tahap validasi keseluruhan berlangsung bulan Februari

sampai Juli 2015. Penelitian ini disetujui oleh Komite Etika Medis dari
34

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Indonesia di nomor dokumen KE /

FK / 1188 / EC pada 12 November 2014. Izin untuk mengembangkan versi

DDS bahasa Indonesia untuk digunakan pada pasien Diabetes Melitus tipe

2 yang menjalani rawat jalan telah diperoleh dari penulis asli William H.

Polonsky, University of California, San Diego, CA pada Februari 2015

(Arifin et al., 2017)


Apabila nilai rata-rata kurang dari 2 dikategorikan sebagai

normal, nilai 2,0-2,9 dikategorikan sebagai stres sedang, dan nilai lebih

dari atau sama dengan 3 dikategorikan sebagai stress berat, sehingga

memerlukan penanganan klinis untuk menurunkan tingkat stress

tersebut (Mr Islam, Karim, Habib, & Yesmin, 2013; Sidhu & Tang, 2017).

Instrumen DDS ini terdiri dari empat sub skala yang terdiri dari beban

emosi, kesulitan terkait tenaga kesehatan, kesulitan terkait penanganan

dan perawatan, kesulitan terkait hubungan interpersonal.

Pengelompokan tersebut untuk mempermudah pemberian pelayanan

sesuai dengan prioritas (William H. Polonsky, Phd, 2005; Fisher 2010

;Arifin et al., 2017,)


2.5. Program Edukasi Terstruktur
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis seumur hidup yang

membutuhkan pengetahuan dan kemampuan melakukan aktivitas diri (self-

care activity) dalam perawatan penyakitnya. Pengetahuan dan Self-care

activity dapat dicapai melalui pendidikan (edukasi) terstruktur yang tidak

terlepas dari dukungan keluarga serta konsultasi berkelanjutan atau terus

menerus dengan penyedia layanan professional. Pendidikan terstruktur pada

pasien Diabetes Melitus merupakan salah satu program manajemen diri yang

ditawarkan atau diberikan kepada pasien dan keluarga yaitu berupa informasi
35

terkait Diabetes Melitus dan konseling secara berkala. Melalui edukasi atau

pendidikan terstruktur ini kemampuan manajemen diri pasien dapat

ditingkatkan sehingga kontrol glikemik adekuat dan Diabetes Distress dapat

dicegah (Dennick, Sturt, & Speight, 2017)


Penanatalaksanaan Diabetes Melitus tipe 2 yang dilakukan oleh tim

kesehatan (perawat, dokter umum, diabetologists, ahli gizi dll) diharapkan

dalam pelaksanaannya tidak hanya berpusat pada masalah fisik tetapi juga

harus memperhatikan masalah psikologis seperti diabetes disstres yang harus

dinilai secara berkala. Kehadiran satu atau lebih faktor risiko yang terkait

dengan diabetes disstres yang lebih buruk pada pasien Diabetes Melitus tipe 2

harus menarik perhatian penyedia layanan kesehatan yang akan dinilai dan

dikelola. Pendidikan kesehatan pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dan juga

terhadap keluarga harus sepenuhnya dan secara teratur dilaksanakan untuk

mencegah dan mengurangi terjadinya diabetes disstres pada pasien Diabetes

Melitus tipe 2 (Al-shehri, 2014).


Pendidikan kesehatan pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 sangat penting

sekali karena melalui pendidikan dapat membantu proses perawatan dan

mencegah komplikasi lebih lanjut pada pasien Diabetes Melitus tipe 2.

Pengetahuan tentang penyakit tidak selalu menghasilkan perawatan diri yang

lebih baik, itu dianggap sebagai tambahan yang berpotensi penting untuk

perubahan perilaku karena pendidikan diabetes dapat mengurangi risiko

komplikasi, metode ini dianggap sebagai pengobatan utama. Studi di Afrilka

Selatan dan negara-negara lain menunjukkan bahwa perawatan melalui

pendidikan terstruktur dengan baik dapat meningkatkan kemampuan pasien


36

dalam melakukan perawatan Diabetes Melitus tipe 2 (Chau et al., 2012;

Mash, Levitt, & Steyn Zwarenstein, 2012)


Pendidikan diabetes telah menjadi komponen penting dari manajemen

diabetes sejak 1930-an dan semakin diakui sebagai bagian integral dari

manajemen penyakit kronis. Tujuan memberikan pendidikan kepada pasien

Diabetes Melitus tipe 2 ini adalah untuk mengoptimalkan kontrol metabolik;

mencegah komplikasi akut dan kronis; meningkatkan kualitas hidup dengan

mempengaruhi perilaku pasien dan menghasilkan perubahan pengetahuan,

sikap dan perilaku yang diperlukan untuk mempertahankan atau

meningkatkan kesehatan (Atak et al., 2013).

Disebagian negara didunia terdapat beberapa program pendidikan

terstruktur yang telah dikembangkan dan diimplementasikan sesuai budaya

barat, diantaranya yaitu DAFNE, X-PERT dan SDME. Di Indonesia terdapat

sebuah model edukasi yang telah dikembangkan dan di uji beberapa kali yang

hasilnya efektif meningkatkan kemampuan manajemen diri pasien Diabetes

Melitus. Model edukasi ini dikenal dengan nama InGDEP (Indonesian Group

Base Diabetes Education Program) dikembangkan oleh Malini (2017).

InGDEP ini telah disesuaikan dengan latarbelakang budaya, etnis, masalah

geografis, kemudahan akses dan sumber daya manusia di Indonesia.

Indonesia memiliki kepercayaan dan nilai-nilai Budaya Timur. Dalam

menjalankan program edukasi ini perlu dipertimbangkan informasi tentang

penyesuaian makan yang biasa dikonsumsi dan perlu juga

mempertimbangkan cara mengatur pola makan sehari hari. Berbagai macam

pertimbangan ini dapat dipengaruhi oleh berbagai aspek, misalnya isi dari
37

program edukasinya, interaksi sesama tenaga kesehatan dan interaksi tenaga

kesehatan dengan peserta program edukasi itu sendiri (Malini et al., 2017).

2.6. Konsep Indonesian Group Based Diabetes Education Program

(InGDEP)

Pendidikan diabetes adalah elemen penting dari perawatan bagi pasien

diabetes, karena diabetes merupakan penyakit yang dapat dikendalikan oleh

manajemen diri yang didapatkan melalui program pendidikan. Pendidikan

diabetes yang diberikan kepada pasien tidak dapat terlepas dari dukungan

keluarga sehingga kehadiran keluarga sebagai pendukung atau support sistem

dalam pasien Diabetes Melitus tipe 2 sangat penting dalam mendampingi

pasien pada saat pasien mendapatkan pendidikan mengenai diabetes dalam

rangka meningkatkan manajemen diri (Berry et al., 2015).

Manajemen diri yang baik pada pasien diabetes dapat mencegah atau

menunda komplikasi diabetes. Pendidikan Diabetes dalam rangka

meningkatkan manajemen diri didefinisikan sebagai suatu proses yang

berkelanjutan dalam memfasilitasi pasien dan keluarga dalam meningkatkan

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan manajemen diri (National

Institute of Health and Care Excellence (NICE), 2015)


2.6.1. Gambaran Umum InGDEP
Indonesia Group-Based Diabetic Education Program (InGDEP)

merupakan program pendidikan berbasis kelompok terhadap pasien

Diabetes Melitus di Indonesia. InGDEP ini diadopsi dari tiga model

program pendidikan terstruktur oleh NICE Guidelines yaitu DAFNE,

Desmond dan X-PERT. Pengembangan model InGDEP ini telah


38

disesuaikan dengan etnis dan sistem kesehatan di Indonesia, seperti

adanya kelompok multi-etnis di Indonesia, kepercayaan kesehatan

terutama dalam pengobatan tradisional, penyembuhan spiritual dan

fakta bahwa mayoritas orang di Indonesia adalah Muslim. Selain itu,

keterbatasan dana dan sumber daya untuk kesehatan publik, kekurangan

pendidik diabetes dan rendahnya tingkat pengetahuan tentang

manajemen diabetes di kalangan profesional kesehatan merupakan

faktor yang telah dipertimbangkan dalam pengembangan model

program edukasi ini (Malini et al., 2017)


InGDEP menggunakan puskesmas sebagai pusat utama dalam

melakukan program pendidikan ini. InGDEP menyediakan program

pelatihan pendidik bagi para profesional kesehatan yang terlibat dalam

program ini. Program pendidikan ini disampaikan kepada tim

profesional kesehatan yang menghadiri program pelatihan, yang terdiri

dari dokter, perawat, kesehatan masyarakat (promkes), dan ahli diet.

Para profesional kesehatan disarankan untuk mengundang anggota

keluarga pasien diabetes untuk bergabung dan menghadiri sesi

pendidikan (Malini et al., 2017). Hal itu diharapkan bahwa dengan

menghadiri sesi pendidikan, anggota keluarga akan memiliki beberapa

kapasitas untuk memfasilitasi orang-orang dengan diabetes untuk

melakukan perilaku manajemen diri selama perawata dirumah (National

Institute for Clinical Excellence, 2003)


2.6.2. Program pelatihan tim professional kesehatan
Program pelatihan tim professional kesehatan dalam program

InGDEP ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para

profesional kesehatan yang terlibat dalam penelitian ini mengenai


39

manajemen diabetes dan cara menyampaikan sesi pendidikan

kesehatan. Program ini disampaikan oleh dua fasilitator yaitu tenaga

pendidik spesialis endokrinologi dari sebuah Universitas dan tenaga

pendidik diabetes daerah (perawat) dari suatu rumah sakit. Pelatiha tim

profesinal kesehatan ini berlangsung selama 2 hari lebih kurang 16 jam.

Bahan pendidikan yang diberikan yaitu berupa manajemen diabetes

sehari-hari dan cara memberikan program pendidikan kesehatan

terhadap pasien ataupun masyarakat. Pelatihan disampaikan melalui

ceramah, diskusi dan role play atau demonstrasi. Materi pelatihan ini

diambil dari modul IDF 2011 dan dari NICE.


2.6.3. Prosedur pelaksanan Program edukasi InGDEP
Program edukasi InGDEP ini terdiri dari 4 sesi dalam 1 bulan yang

dalam pelaksanaannya dibagi menjadi kelompok mingguan dimana satu

sesi dilaksanakan dalm satu minggu. Satu kelompok terdiri dari 10-15

orang. Satu sesi akan berlangsung selama 1 – 1,5 jam. Evaluasi dari

empat sesi ini dilakukan setelah 3 bulan. Dalam pelaksanaan 4 sesi ini

diterapkan melalui model teori pembelajaran orang dewasa yaitu

membangun komunikasi, mengeksplorasi pengalaman pasien Diabetes

dengan cara berkolaborasi dengan pasien Diabetes dan

mengembangkan rencan pembelajaran. Media yang digunakan berupa

audio dan video seperti model piramida makanan, booklet/leaflet dan

rekaman video. Materi yang digunakan dan program edukasi InGDEP

ini diambil dari satu publikasi dan asosiasi ahli endokrinologi Indonesia

(PERKENI) dan IDF.


Berikut dijelaskan tentang kegiatan selama empat sesi dalam program

edukasi InGDEP ini (Malini et al., 2017).


40

Tabel 2.1
Kegiatan Selama Empat Sesi Dalam Program Edukasi Ingdep

Sesi 1 Pengetahuan tentang Diabetes :


Mengetahui apa itu Diabetes, jenis komplikasi diabetes,
cara mengidentifikasi gejala dan manajen diabetes.
Metode : diskusi dan simulasi
Sesi 2 Pengelolaan Diet :
Mengukur kalori dan asupan makan pasien diabetes serta
mengatur menu pasien diabetes
Metode : diskusi dan berlatih
Sesi 3 Aktivitas dan latihan :
Membahas tentang jenis latihan, durasi dan intensitas
pelaksaan aktivitas dan latihan fisik, latihan kaki
Membahas topik yang terkait dengan pasien
Metode : diskusi dan latihan
Sesi 4 Gaya hidup dan obat-obatan :
Lifestyle,manajemen Obat, kepatuhan pasien dalam
menjalankan prosedur pengobatan dan perawatan,
penatalaksanaan dengan dukungan keluarga
Metode : Berlatih / Diskusi (sesi keluarga)

2.7. Dukungan Keluarga


Dukungan keluarga sangat diharapkan dapat membantu kerja tenaga

kesehatan dalam melakukan penatalaksanaan masalah psikologis pasien

Diabetes Melitus. Kurangnya dukungan yang dirasakan dari keluarga dan

secara signifikan berkonstribusi terhadap peningkatan Diabetes Distress dan

masalah ini sering terabaikan ketika merancang intervensi (Berry et al.,

2015;PERKENI, 2015; American Diabetes Association (ADA), 2017).


Keluarga merupakan sumber dukungan yang paling utama.

Dukungan keluarga sangat membatu pasien Diabetes Mellitu tipe 2 untuk

dapat meningkatkan keyakinan akan kemampuannya melakukan tindakan

perawatan diri. Pasien Diabetes Mellitu tipe 2 yang berada dalam

lingkungan keluarga dan diperhatikan akan dapat menimbulkan perasaan

aman dan nyaman sehingga akan menumbuhkan motivasi untuk


41

melaksanakan perawatan diri dalam kontrol glikemik sehingga resiko

komplikasi dapat dicegah (Kara, Demirtaş, & Kılıç, 2017).


Dukungan keluarga terdiri atas dukungan orangtua anak, anak ke

orangtua, saudara ke saudara, antar pasangan, cucu ke kakek/ nenek.

Dukungan yang diberikan keluarga bisa dalam bentuk dukungan emosional,

penghargaan, instrumental informasi. Dukungan yang diberikan kepada

anggota keluarga sakit dapat meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan

distress sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup keluarga yang sakit

(Pamungkas, Chamroonsawasdi, & Vatanasomboon, 2017).


Dukungan keluarga yang diberikan ini dapat diiringi dengan edukasi

terstruktur terhadap pasien dan keluarga (Buraena, As, Makbul, & Armyn,

2016). Dalam penelitiannya Mendenhall et al (2010) mengenai the Family

Education Diabetes Series (FEDS) mengatakan bahwa responden yang

mengikuti program FEDS ini menunjukan peningkatan yang signifikan dalam

status kesehatan pasien Diabetes Melitus tipe 2 meliputi kontrol glikemik,

berat badan dan juga tekanan darah yang cendrung stabil.


Dalam penelitianya Baek, Tanenbaum and Gonzalez ( 2014)

menyatakan bahwa keluarga merupakan sumber pendukung utama dalam

kesehatan pasien Diabetes Melitus. Keluarga diharapkan dapat membantu

dalam manajemen sehari-hari pada pasien Diabetes Mellitis serta memberikan

dukungan dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan perawatan

pasien Diabetes Melitus


2.7.1. Dimensi Dukungan Keluarga terdiri dari :
a. Dimensi emosional/empati.
Dukungan ini melibatkan ekspresi, rasa empati dan perhatian

terhadap seseorang sehingga membuatnya merasa lebih baik,

memperoleh kembali keyakinannya, merasa dimiliki dan dicintai


42

pada saat stres. Dimensi ini memperlihatkan adanya dukungan dari

keluarga, adanya pengertian dari anggota keluarga yang lain

terhadap anggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus.

Komunikasi dan interaksi antara anggota keluarga diperlukan untuk

memahami situasi anggota keluarga. Dimensi ini didapatkan dengan

mengukur persepsi pasien tentang dukungan keluarga berupa

pengertian dan kasih sayang dari anggota keluarga yang lain.

Dimensi emosional yang diberikan keluarga antara lain keluarga

mengerti dengan masalah yang dialami oleh responden, mendengarkan

keluhan responden tentang penyakit yang dirasakan, serta

memberikan kenyamanan kepada responden dalam mengatasi

masalahnya.

b. Dimensi penghargaan
Dimensi ini terjadi melalui ekspresi berupa sambutan yang

positif dengan orang-orang disekitarnya, dorongan atau pernyataan

setuju terhadap ide-ide atau perasaan individu. Dukungan ini

membuat seseorang merasa berharga, kompeten dan dihargai.

Bentuk dukungan penghargaan ini muncul dari pengakuan dan

penghargaan terhadap kemampuan dan prestasi yang dimiliki

seseorang. Dukungan ini juga muncul dari penerimaan keluarga secara

total terhadapa penderita Diabetes Melitus meliputi kelebihan dan

kekurangan yang dimiliki. dimensi penghargaan yang diperoleh

responden antara lain berupa dorongan dari keluarga untuk

mengontrol gula darah, mematuhi diet, pengobatan serta kontrol

kesehatan.
43

c. Dimensi Instrumental
Dimensi ini memperlihatkan dukungan dari keluarga dalam

bentuk nyata terhadap ketergantungan anggota keluarga. Dimensi

instrumental ini meliputi penyediaan sarana ( peralatan atau saran

pendukung lain ) untuk mempermudah atau menolong orang lain,

termasuk didalamya memberikan peluang waktu. Dukungan

instrumental keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan

penuh keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana,

maupun menyediakan waktu untuk melayani dan mendengarkan

keluarga yang sakit dalam menyampaikan perasaannya. Dimensi

instrumental yang diperoleh responden antara lain keluarga

membantu mengingatkan dan menyediakan makanan sesuai diet,

mendukung usaha responden untuk olah raga, mendukung usaha

perawatan DM tipe 2 serta membantu membayar pengobatan.


d. Dimensi informasi
Dimensi ini menyatakan dukungan keluarga yang diberikan bisa

membantu pasien dalam mengambil keputusan dan menolong

pasien dari hari ke hari dalam manajemen penyakitnya. Aspek

informasi ini terdiri dari pemberian nasehat, pengarahan atau

keterangan yang diperlukan oleh individu yang bersangkutan serta

untuk mengatasi masalah pribadinya. dimensi informasi yang

diperoleh responden antara lain menyarankan responden untuk ke

dokter, menyarankan mengikuti edukasi serta memberikan informasi

baru kepada responden tentang diabetes.


Dukungan keluarga terkait dengan kesejahteraan dan kesehatan

dimana lingkungan keluarga menjadi tempat individu belajar seumur


44

hidup. Dukungan keluarga telah didefenisikan sebagai faktor penting

dalam kepatuhan manajemen penyakit untuk remaja dan dewasa

dengan penyakit kronik. Dukungan keluarga signifikan dalam

mengatasi hambatan makan untuk pasien diabetes melitus (Wen et al,

2009). Dukungan keluarga merupakan indikator yang paling kuat

memberikan dampak positif terhadap perawatan diri pada pasien

Diabetes Melitus.

2.7.2. Penatalaksanaan Diabetes Melitus dengan pendekatan keluarga


Paradigma sehat untuk pasien Diabetes Melitus adalah suatu

konsep atau cara pandang tentang kesehatan dimana pelaksanaanya

mementingkan peran serta dari keluarga untuk hidup sehat terutama

pada keluarga dengan resiko tinggi menderita Diabetes Melitus

sehingga mampu untuk mandiri, memelihara dan meningkatkan serta

waspada akan munculnya Diabetes Melitus. Hal yang paling mendasar

adalah pada upaya pencegahan. Upaya pencegahan yang melibatkan

peran penting keluarga menitikberatkan pada periode prapatogenesis

(sebelum sakit) dalam semua tahapan kehidupan, dari lahir sampai

meninggal, upaya tersebut adalah:


a. Tindakan terhadap faktor instrinsik (imunisasi/ kekebalan,

keseimbangan jasmani dan mental psikologikal)


b. Upaya terhadap resiko Diabetes Melitus dan komplikasinya
c. Upaya untuk memantapkan, meningkatkan keseimbangan sosial

dalam keluarga
d. Upaya terhadap lingkungan rumah tangga.

Penatalaksanaan dengan pendekatan keluarga merupakan

serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang terencana dan terarah


45

untuk menggali, meningkatkan dan mengarahkan peran serta keluarga agar

dapat menfasilitasi potensi atau sumber yang ada guna menyembuhkan

anggota keluarga dan menyelesaikan masalah kesehatan keluarga yang

sedang mereka hadapi sehingga keluarga dapat menjadi mitra kerja dalam

penyembuhan dan perawatan pasien Diabtes Mellitus (Soewondo, 2009)

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik, sehingga timbul

kejenuhan atau kebosanan pada pasien mengenai jadwal pengobatan

terdahulu, oleh karena itu untuk mengatasi hal ini perlu tindakan

terhadap faktor psikologis dalam penyelesaian masalah Diabetes

Melitus. Keikutsertaan anggota keluarga lainnya dalam memandu

pengobatan, diet, latihan jasmani dan pengisian waktu luang yang

positif bagi kesehatan keluarga merupakan bentuk peran serta aktif

bagi keberhasilan penatalaksanaan Diabetes Melitus. Pembinaan

terhadap anggota keluarga lainnya untuk bekerja sama menyelesaikan

masalah Diabetes Melitus dalam keluarganya, hanya dapat dilakukan bila

sudah terjalin hubungan yang erat antara tenaga profesional kesehatan

dengan pihak pasien dan keluarganya (Soewondo, 2009)


2.8. Penelitian Terkait Indonesia Group Based Diabetes Education

Program ( InGDEP ) dan dukungan keluarga


Indonesia Group Based Diabetes Education Programmed (InGDEP)

sebelumnya telah pernah diguanakan dalam sebuah penelitian yaitu oleh

Malini ( 2015) di Bandar Lampung, Indonesia dan Saputri (2017) di

Singkarak Kabupaten Solok. Kedua penelitian ini sama-sama menggunakan

metode dasar InGDEP berbasis kelompok.


46

Penelitian oleh Malini ( 2015), menggunakan metode mixed method

study, melibatkan dua kelompok responden yaitu 12 orang dari tenaga

kesehatan dan 62 orang dari orang adengan Diabates Mellitus. penelitian ini

dilakukan di tiga Puskesmas selama 3 bulan. Hasil dari penelitian ini adalah

terdapat peningkatan pengetahuan dan keterampilan manajemen diri pasien

terhadap diabetes serta kontrol metabolic yang semakin baik. Selain pada

pasien Diabetes Melitus, peningkatan pengetahuan dan keterampilan juga

terjadi pada tenaga kesehatan dalam memberikan intervensi pendidikan

terstruktur pada pasien Diabetes Melitus.

Penelitian lain yang menggunakan intervensi yang sama juga telah

dilakukan oleh Saputri (2017) di Singkarak Kabupaten Solok, merupakan

penelitain kuantitatif yang dilakukan di satu Puskesmas. Saputri (2017)

dalam penelitiannya ini menyebutkan bahwa terdapat pengaruh InGDEP

terhadap self care behaviour pasien Diabetes Melitus Tipe 2.

Penelitian terkait dengan dukungan keluarga dilakukan oleh Aini

Yusra (2010). Aini menyebutkan bahwa dengan adanya dukungan keluarga

sangat membantu pasien Diabetes Melitus tipe2 untuk dapat meningkatkan

keyakinan akan kemampuannya melakukan tindakan perawatan diri. Pasien

Diabetes Melitus tipe 2 yang berada dalam lingkungan keluarga dan

diperhatikan oleh anggota keluarganya akan dapat menimbulkan

perasaan nyaman dan aman sehingga akan tumbuh rasa perhatian

terhadap diri sendiri dan meningkatkan motivasi untuk melaksanakan

perawatan diri. Rasa nyaman yang timbul pada diri pasien Diabetes Melitus

tipe 2 akan muncul karena adanya dukungan baik emosional,


47

penghargaan, instrumental dan informasi dari keluarga. Kondisi ini akan

mencegah munculnya stress pada pasien Diabetes Melitus tipe 2. Dampak

yang terjadi baik fisik maupun psikologis tentunya akan berlanjut

terhadap penurunkan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus tipe 2.


Dari hasil telaah terhadap ketiga penelitian diatas, maka penelitian

yang akan dilakukan peneliti kali ini sama-sama menggunakan InGDEP

sebagai intervensi namun terdapat beberapa perbedaan lain. Dalam

penelitian ini intervensi InGDEP yang dilakukan akan disertai dengan

dukungan keluarga. Selain itu penelitan ini secara tidak langsung tidak

melihat pengaruh InGDEP terhadap pengetahun dan keterampilan pasien,

namun lebih melihat pengaruh InGDEP terhadap tingkat distress pada

pasien Diabetes Melitus tipe 2. Penelitian ini akan dilakukan di dua

puskesmas selama 3 bulan.

2.9. Kerangka Teori Penelitian

Skema 2.1 Kerangka Teori

Kontrol glikemik rendah Membutuhkan keyakinan


pasien dalam pengelolaan
Masalah Fisik : penyakitnya
kebutaan, lumpuh bahkan
Diabetes
dapat Mellitus Tipe
meningkatkan 2
risiko Kadar gula darah
penyakit jantung dan Penatalaksanaa
Indonesia Group( 4 Pilar
BasedDM )
terkontrol
stroke (International 1. Edukasi
Diabetes Education Pengetahuan
Diabetes Federation, 2017; 2.Programmed
Terapi Nutrisi Medis )
Komplikasi Akut dan ( InGDEP Pasien tentang
Skinner, Kronis
2013; World 3. Latihan Fisik
4. Farmakologis pengelolaan
Health Organization, 2016) (Malini et al., 2017)
( PERKENI, 2015) Diabetes Mellitus
Dukungan Keluarga
48

Kadar
Glukosa Darah
Self-care Activity (HbA1c)
Terkontrol
Aktivitas
Masalah Psikologis :
perawatan diri Diabetes Distress
Distress diabetes, depresi,
kecemasan,gangguan Pasien dalam tidak terjadi
makan, gangguan pengelolaan
kepribadian, dan Diabetes Mellitus
disfungsi kognitif (manajemen diri)
(Skinner, 2013; Bowling,
2014; Briefs and Systems,
Referensi :
2016)
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri

dari dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen.

Variabel independen adalah Indonesia Group-Base Diabetes Education

Program (InGDEP) dengan dukungan keluarga, sedangkan variabel

dependen adalah pengetahuan, Self-care activity dan Diabetes Distress

pasien Diabetes Melitus tipe 2. Kerangka konsep penelitian ini dapat

digambarkan dalam bagan berikut:

Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Dependen Variabel Independen Variabel Dependen

Indonesia Group-Based Diabetes


Education Program (InGDEP) dengan
Dukungan Keluarga

Pengetahuan, Pengetahuan,
Kadar Gula Self-care activity, Self-care activity, Kadar Gula
darah Diabetes Distress Diabetes Distress darah
( HbA1c ) Dukungan Keluarga Dukungan Keluarga ( HbA1c )
( Pre-Test ) ( Post-Test )

52
53

Keterangan :

= Diteliti

= Diteliti

Kerangka konsep diatas menggambarkan apakah terjadi perubahan pada

pengetahuan, Self-cara activity, Diabetes Distress pada pasien Diabetes

Melitus tipe 2 setelah mendapatkan intervensi berupa program edukasi

Indonesian Group-Based Diabetes Education Proggramed (InGDEP) plus

Dukungan Keluarga.

3.2. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan

penelitian. Hipotesis menggambarkan hubungan antara dua atau lebih

variabel. Hipotesis yang baik disusun secara sederhana, jelas dan

menggambarkan definisi variabel secara konkrit (Dharma, 2011)

Hipotesis dari penilitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh InGDEP dan Dukungan Keluarga terhadap nilai

pengetahuan pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 setelah mendapatkan

intervensi.

2. Terdapat pengaruh InGDEP dan Dukungan Keluarga terhadap nilai Self-

care Activity pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 setelah mendapatkan

intervensi.

3. Terdapat pengaruh Indonesia Group-Based Diabetes Education Program

(InGDEP) dengan Dukungan Keluarga terhadap Diabetes Distress pada

pasien Diabetes Melitus tipe 2 setelah mendapatkan intervensi.


54

3.3. Definisi Operasional

Bagian ini menjelaskan tentang definisi operasional yang bertujuan untuk

menghindari salah pengertian dari konsep yang digunakan dalam penelitian

ini. Definisi operasional menjelaskan tentang variable penelitian, definisi

variable, alat ukur, cara ukur, hasil ukur dan skala ukur. Definisi operasional

penelitian ini digambarkan dalam table 3.1 berikut :


Table 3.1
Definisi Operasional

Variable Skala
Definisi Variable Alat Ukur dan cara ukur Hasil Ukur
Penelitian Ukur
Variabel InGDEP : Materi pendidikan diabetes - -
Indepen Merupakan suatu metode dan manajemen diri diabetes
den pemberian pendidikan dengan yang terdapat dalam 4 sesi
melibatkan dukungan keluarga InGDEP :
terhadap pasien Diabetes di - Modul
Indonesia yang telah disesuaikan - Leaflead
dengan etnis dan budaya
Indonesia
Dukungan keluarga : Keterlibatan peran serta aktif
keluarga dalam
Dukungan yang mendampingi pasien
diberikan keluarga kepada Diabetes Melitus menjalani
pasien DM tipe 2 yang perawatan selama diruma
meliputi empat dimensi, yaitu
dimensi emosional,
penghargaan, instrumental dan
informasi

Variabel Pengetahuan : Kuesioner pengetahun Total Score Rasio


Dependen Suatu pemahaman yang dimiliki
tentang Diabetes Pada
pasien Diabetes Melitus tipe 2 rentang 0
(DKQ-24) Bahasa (versi)
-24
tentang penyakitnya yang
Indonesia. Instrumen ini
didapat dari proses
terdiri dari 24 pertanyaan
pembelajaran/pendidikan.
(Agrimon,2014)
Self-care Activity (Aktivitas Kuesioner self-care activity Total Score Rasio
Perawatan Diri) (SDSCA) versi Indonesia. pada
Suatu aktivitas yang dilakukan rentang 0 -
Instrumen ini terdiri dari
105
oleh pasien Diabetes Melitus
55

tipe-2 untuk merawat diri sendiri 15 pertanyaan (Agrimon,


sebagai bentuk penatalaksanaan 2014)
penyakit yang dideritanya
Diabetes Distress: Kuesioner Diabetes Distress Mean < 2,0 Ordinal
Rasa kekhawatiran yang
Scale (DDS) bahasa Tidak
dirasakan pasien tentang Distress
manajemen penyakit, dukungan, Indonesia. Instrumen ini Mean 2-
beban emosional, dan akses terdiri dari 17 pertanyaan 2,9 Distress
keperawatan. (Arifin et al., 2017) sedang
Mean ≥ 3
Distress
berat
Kadar glukoda darah (HbA1c) : Clover A1c Self Kadar gula Nominal
yang disebut juga sebagai dengan metode afinitas darah
glikohemoglobin, atau boronat dalam %
hemoglobin glikosilasi
merupakan komponen kecil
pada haemoglobin yang
berikatan terhadap gula darah
untuk melihat rata-rata nilai gula
darah di dalam tubuh selama
beberapa minggu/ bulan
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan

Quasi experimental dengan pendekatan pre dan post test non-equivalentt

kontrol group. Penelitian ini bertujuan untuk menguji suatu intervensi pada

sekelompok subjek tanpa kelompok pembanding dan tidak dilakukan

randomisasi. Efektifitas intervensi dinilai dengan cara membandingkan nilai

post test dengan nilai pre test (Dharma, 2011).


Desain penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut :
Skema 4.1
Desain Penelitian

R1 : O1 X1 O2
X0 O2
R2 :
Keterangan : O1
R1 : Responden Kelompok Intervensi
R2 : Responden kelompok kontrol
01 : Pre test pada kedua kelompok sebelum intervensi
02 : Post test pada kedua kelompok setelah intervensi
X1 : InGDEP dan dukungan keluarga pada kelompok intervensi
X2 : Kelompok kontrol tanpa intervensi

Dalam penelitian ini ada dua kelompok yaitu kelompok intervensi dan

kontrol. Pada kelompok intervensi pre test dilakukan untuk mengukur skor

pengetahuan, Self-care Activity, dukungan keluarga, tingkat Diabetes Distress

dan HbA1c sebelum dilakukan intervensi InGDEP dengan dukungan

56
57

keluarga. Post-test juga dilakukan untuk mengukur nilai pengetahuan, Self-

care activity , dukungan keluarga, tingkat diabetes dan nilai kadar gula darah

(HbA1c) distress setelah dilakukan intervensi InGDEP dengan dukungan

keluarga.
4.2. Populasi Dan Sampel Penelitian
4.2.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus tipe

2 di Puskesmas Kota padang yaitu sebanyak 18.973 kasus pada tahun

2017 yang tersebar di sebelas Kecamatan di Kota Padang.

Jumlah Kunjungan
No Kecamatan Puskesmas
tahun 2017
1 Padang Barat Padang Pasir 1.282
2 Padang Timur Andalas 1.201
3 Padag Utara Ulak Karang 874
Alai 1.077
Air Tawar 44
4 Padang Selatan Subarang Padang 113
Pamancuangan 348
Rawang Barat 186
5 Koto Tangah Lubuk Buaya 2.703
Dadok Tunggul Hitam 161
Air Dingin 1.404
Anak Air 269
Ikur Koto 179
6 Nanggalo Nanggalo 1.404
Lapai 223
7 Kuranji Kuranci 179
Belimbing 1.404
Ambacang 223
8 Pauh Pauh 1.310
9 Lubuk Kilangan Lubuk Kilangan 846
10 Lubuk Begalung Lubuk Begalung 725
Penggambiran 534
11 Bungus Bungus 42
11 Kecamatan 23 Puskesmas 18.973

4.2.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara

tertentu hingga dapat dianggap mewakili pupolasi yang ada. Metode


58

pengambilan sampel pada penelitian ini dengan cara sistematik random

sampling (Dharma, 2011).

Responden yang dijadikan sampel pada penelitian ini memiliki

kriteria inklusi (pasien) yaitu responden yang didiagnosa Diabetes

Melitus tipe 2, berumur 17-75 tahun, dapat berkomunikasi verbal dan

berbahasa Indonesia dengan baik serta bersedia menjadi responden

penelitian. Kriteria inklusi keluarga yang merawat yaitu ikatan darah

sebagai keluarga inti (suami, istri dan anak), tinggal satu rumah dan usia

30-40 tahun.

Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien

Diabetes Melitus tipe 2 yang mengalami masalah kesehatan yang

mendadak seperti pusing, letih, dan lemah dan masalah lain yang

tidak memungkinkan untuk jadi responden dan tidak bersedia

menjadi responden penelitian

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

2�2 (Z1-α/2 + Z1-β)2


n =
(µ1 - µ2 )2

Keterangan :
n : Besar Sampel
Z1-α/2 : Standar nominal deviasi untuk α
Z1-β : Standar nominal deviasi untuk β
µ1 : Nilai mean yang didapat dari penelitian sebelumnya
59

µ2 : Nilai mean yang didapat dari penelitian sebelumnya


�2 : Estimasi varian kedua kelompok berdasarkan
literature yang dihitung dengan rumus = ½ (µ12+ µ22)
n = 2x6,09725 (1,96+0,842)2
( 12,48 – 10,56 )2

12,1945 x 7,8512
n =
3,6864
n : 27,33 orang ( 28 Orang )

Untuk mengantisipasi kemungkinan subyek terpilih drop out maka perlu

dilakukan koreksi terhadap besar sampel dengan menambahkan sejumlah

subjek agar besar sampel tetap terpenuhi dengan menggunakan rumus:

n’ = . n .
1-f

Keterangan:
n’ = ukuran sampel setelah direvisi
n = ukuran sampel asli
1-f = Perkiraan proporsi drop out, yang diperkirakan 10 % (f = 0,1)

n’ = 28
0,9
n ’ = 32 x 2
= 64 orang

Maka dengan menggunakan rumus tersebut jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah 64 orang, yang terdiri dari 32 orang kelompok kontrol

dan 32 orang untuk kelompok intervensi.

4.3. Cara Pengambilan Sampel


sampel dalm penelitian ini tentukan dengan cara random sampling. Random

sampling adalah suatu teknik pengambilan sampel pada sebuah populasi


60

dengan cara tertentu sehingga setiap anggota populasi memiliki peluang yang

sama untuk terpilih atau terambil (Dharma, 2011)


4.4. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 2 (dua) Puskesmas di Kota Padang. Kota

Padang memiliki 23 (dua puluh tiga) Puskesmas yang tersebar di 11

(sebelas) Kecamatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara

sistematik random sampling . Cara random ini yaitu berdasarkan Kecamatan

dengan jumlah Puskesmas terbanyak. Dari 11 Kecamatan di Kota Padang,

Kecamatan Koto Tangah merupakan Kecamatan dengan jumlah Puskesmas

terbanyak. Dari 23 Puskesmas yang ada di Kota Padang, 5 diantaranya berada

di wilayah Kecamatan Koto Tangah yaitu Puskesmas Lubuk buaya, Anak Air,

Air Dingin, Ikur Koto dan Dadok Tunggul Hitam. Dari 5 Puskesmas ini

dilakukan lagi acak dengan cara mengundi dan terpilih Puskesmas Lubuk

Buaya dan Puskesmas Anak Air.

Puskesmas lubuk Buaya dan Puskesmas Anak Air merupakan Puskesmas

yang berada pada satu wilayah dengan karakteristk responden yang hampir

sama dengan latar belakang social dan ekonomi yang sama sehingga hasil

penelitian ini nantinya tidak bias atau tidak dipengaruhi oleh karakteristik

responden.

4.5. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan sejak bulan Maret 2018 sampai dengan

bulan Juni 2019 dan dilanjutkan dengan pengolahan hasil serta penulisan

laporan penelitian.
61

4.6. Etika Penelitian


Adapun etika penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
4.6.1. Uji etik penelitian
Untuk melindungi hak azazi dan kesejahteraan subjek penelitian ini,

penelitian ini telah disetujui oleh Tim Komite Etika Penelitian Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas Padang dengan nomor 027/KEP/FK/2019


4.6.2. Informed Consent
Informed consent merupakan lembar bentuk persetujuan antara

peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan. Informed consent diberikan kepada responden sebelum

penelitian dilakukan. Tujuan informed consent adalah agar responden

mengerti maksud dan tujuan penelitian, dan mengetahui dampaknya.


Adapun langkah-langkah dalam melakukan proses Informed consent

adalah :
a. Peneliti memberikan formulir persetujuan yang di tanda tangani oleh

responden penelitian, dimana isi dari Informed consent tersebut adalah

penjelasan tentang judul penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,

permintaan kepada subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian,

penjelasan prosedur penelitian, penjelasan tentang jaminan

kerahasiaan dan anonimitas, pernyataan persetujaun untuk ikut serta

dalam penelitian
b. Peneliti memberikan penjelasan langsung kepada responden

mencakup seluruh penjelasan yang tertulis dalam formulir Informed

consent dan penjelasan lain yang diperlukan untuk memperjelas

pemahaman subjek tentang pelaksanaan penelitian


c. Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya

tentang aspek-aspek yang belum di pahami dari penjelasan peneliti

dan menjawab seluruh pertanyaan subjek dengan terbuka


62

d. Peneliti memberikan waktu yang cukup kepada responden untuk

menentukan pilihan mengikuti atau menolak ikut serta sebagai subjek

penelitian
e. Peneliti meminta responden untuk menanda tangani formulir Informed

consent, sebagai tanda menyetujui ikut serta dalam penelitian

(Dharma, 2011).
4.5.2. Tanpa nama (anonymity)
Saat memberikan informed consent, peneliti sekaligus memberikan

penjelasan kepada responden tentang jaminan dalam penggunaan subjek

penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama

responden pada lembar atau hasil penelitian yang akan disajikan.

4.5.3. Kerahasiaan (confidentiality)

Peneliti juga memberikan penjelasan tentang jaminan kerahasiaan

hasil penelitian, baik informasi maupun data-data yang diperoleh selama

penelitian dengan cara merahasiakan identitas responden dalam hasil

penelitian.

4.5.4. Beneficence
Penelitian yang dilakukan harus mempunyai keuntungan baik

bagi peneliti maupun responden penelitian. Sebelum pengisian

kuesioner dilakukan, peneliti memberikan penjelasan tentang manfaat

penelitian ini serta keuntungannya bagi responden dan peneliti.


4.6. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan kuesioner pengetahuan diabetes (DKQ-24),

kuesioner self-care activity (SDSCA), kuesioner Diabetes Distress Scale

(DDS-17) dan kuesioner dukungan keluarga (HDFSS).

4.6.1. Kuesioner Pengetahuan Diabetes (DKQ-24)


63

Tingkat pengetahuan pasien Diabetes Melitus dalam penelitian ini

diukur dengan menggunakan instrumrn DKQ-24 versi Indonesia yang

dikembangkan oleh Agrimon (2014) di Yogyakarta tahun 2014.

Instrument DKQ-24 ini terdiri dari 6 kategori yaitu definisi diabetes (skor

6); mengidentifikasi gejala (skor 4); persepsi tentang diabetes (skor 2);

manajemen diet (skor 3); manajemen gaya hidup (skor 5); dan komplikasi

diabetes (skor 4). Tanggapan terhadap pertanyaan menggunakan dua

option yaitu benar dan salah.

4.6.2. Kuesioner Self-Care Activity (SDSCA)

Self-Care Activity pasien Diabetes Melitus dalam penelitian ini

diukur dengan menggunakan instrumrn The SDSCA versi Indonesia yang

dikembangkan oleh Agrimon (2014). Bentuk aktifitas perawatan diri

(self care) pada penderita diabetes ada 7 yang meliputi makan sehat (diet),

aktivitas fisik (exercise), monitoring kadar glukosa darah, manajemen

obat, kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving), koping

yang sehat (healthy coping) dan mengurangi resiko (reduction risk)

(AADE, 2014). Pertanyaaan-pertanyaan dalam instrument ini menanyakan

tentang kegiatan perawatan diri diabetes responden selama 7 hari terakhir.

Tanggapan terhadap pertanyaan menggunakan 8 option yaitu berupa angka

dari nol (0) sampai delapan (7). ( 0 sampai 7 menunjukan hari ).

Responden pilih satu jawaban sesuai yang responden alami selama 7 hari

kebelakang.

4.6.3. Kuesioner Diabetes Distress Scale (DDS-17).


64

Tingkat disstres pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dalam

penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen Diabetes Distress

Scale (DDS) versi Indonesia yang dikembangkan oleh Arifin et al., (2017)

yang telah memperoleh izin dari penulis aslinya yaitu oleh William H.

Polonsky, University of California, San Diego, CA pada Februari 2015.

Instrumen ini terdiri dari 17 masalah potensial. Tanggapan terhadap

pertanyaan menggunakan 6-point skala Likert. Penilaian keparahan

distres dinilai dengan cara menghitung nilai rata-rata dari skor yang telah

dikumpulkan skor total dengan dibagi 17 (William H. Polonsky, Phd,

2005; Arifin et al., 2017).

Apabila nilai rata-rata (mean) ≤ 2 dikategorikan sebagai tidak

distress, jika nilai rata-rata (mean) 2,0 - 2,9 distres sedang, dan nilai rata-

rata (mean) ≥3 dikategorikan sebagai distress berat, sehingga memerlukan

penanganan klinis untuk menurunkan tingkat distress tersebut (Sidhu &

Tang, 2017).

4.6.4. Kuesioner Dukungan Keluarga Hensarling Diabetes Family Support

Scale (HDFSS)

Kuesioner dukungan keluarga diadopsi dari Hensarling Diabetes

Family Support Scale (HDFSS) yang dikembangkan oleh Hensarling

(Janice Hensarling, 2009). HDFSS mencakup dimensi emosional terdiri

dari 10 item (pertanyaan nomor 4, 5, 6, 7, 13, 15, 17, 24, 27, 28),

dimensi penghargaan 8 item (pertanyaan nomor 8, 10, 12, 14, 18, 19, 20,

25), dimensi instrumental 8 item (pertanyaan nomor 9, 11, 16, 21, 22, 23,

26, 29) dan dimensi informasi 3 item ( pertanyaan nomor 1, 2, 3).


65

Jumlah total pertanyaandukungan keluarga adalah 29 item dengan

alternatif jawaban:Untuk pertanyaan positif : Selalu : 4, Sering : 3,

Jarang : 2, Tidak pernah : 1. Untuk pertanyaan negatif :Selalu : 1, Sering :

2, Jarang : 3, Tidak pernah : 4.

4.7. Uji Validitas Dan Reabilitas


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang

sudah baku dan sudah diuji validitas dan reliabilitas oleh peneliti sebelumnya.
4.7.1. Kuesioner pengetahuan Diabetes (DKQ-24)
Kuesioner pengetahuan Diabetes (DKQ-24) versi Indonesia

sebelumnya telah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas dan

dikembangkan oleh Agrimon (2014) di Yogyakarta tahun 2014. Uji ini

dalam rangka penyusunan Tesis untuk pemenuhan persyaratan untuk gelar

Doktor Filsafatnya, yaitu dengan nilai Alpha Cronbach untuk versi

Indonesia dari DKQ-24 adalah 0,603.


4.7.2. Kuesioner aktivitas perawatan diri (SDSCA)
Kuesioner aktivitas perawatan diri (SDSCA) versi Indonesia

sebelumnya juga telah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas yang juga

dikembangkan oleh Agrimon (2014) di Yogyakarta tahun 2014, yaitu

dengan nilai Alpha Cronbach untuk versi Indonesia dari DKQ-24 adalah

0,473.
4.7.3. Kuesioner Diabetes Distress Scale (DDS-17)
Hasil uji validitas dan reabilitas Kuesioner Diabetes Distress Scale

(DDS) Bahasa Indonesia dari penelitian yang dilakukan oleh Arifin et al.

(2017) didapatkan r hitung (0,64-0,98) > r tabel 0,47 sehingga masih

memungkinkan untuk digunakan sebagai skala ukur. Uji reabilitas

kuesioner Diabetes Distress Scale (DDS) dengan nilai alpha cronbach’s

0,83 untuk domain interpersonal distress, 0,83 untuk domain physician

distress, 0,78 untuk domain regimen distress dan 0,81 untuk domain
66

emosional burden. dimana r alpha lebih besar dari r tabel, sehingga

pernyataan pada kuesioner Diabetes Distress Scale (DDS) Bahasa

Indonesia reliabel.

4.7.4. Kuesioner Dukungan Keluarga Hensarling Diabetes Family Support

Scale (HDFSS)

Instrument dukungan keluarga (HDFSS) berbahasa Inggris,

sebelum dilakukan uji validitas dan reliabilitas telah dilakukan translasi

dan re-translasi oleh Aini Yusra tahun 2010 kepada 20 orang responden

dengan Diabetes Melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUPF

Jakarta. Hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap 25 item pertanyaan

yaitu nilai validitas ( r 0,395-0.856) dan nilai reliabelnya (Alpha

Cronbach 0.940). Total skor responden terendah 28 dan tertinggi 100


4.8. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan melalui

beberapa tahapan sebagai berikut :

4.8.1. Tahap Persiapan

Sebelum melakukan pengambilan data penelitian, peneliti

mendapatkan terlebih dahulu surat izin pelaksanaan penelitian dari

bagian akademik Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas

Andalas. Kemudian peneliti memasukan surat pra penelitian ke bagian

diklat Dinas Kesehatan Kota Padang untuk mendapatkan data dan

rekomendasi melakukan penelitian di Puskesmas . Berdasarkan surat izin

dan rekomendasi tersebut, peneliti menghadap Kepala Puskesmas untuk

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta meminta kesediaan

mereka untuk membantu dalam pelaksanaan pengambilan data penelitian.


67

Permintaan peneliti diterima oleh Kepala Puskesmas. Selanjutnya peneliti

diizinkan untuk melakukan pengambilan data dan melakukan penelitian.

Setelah mendapatkan izin penelitian langkah selanjutnya adalah

mengumpulkan responden (sampel) sesuai dengan kriteria inklusi. Sampel

dipilih dengan cara random sampling. Responden yang diperoleh akan

diberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian serta konsekuensi dari

penelitian. Responden dapat bertanya mengenai hal-hal yang tidak

dimengerti kepada peneliti. Setelah Responden setuju maka Responden

akan mengisi lembar inform consent.

4.8.2. Tahap Pelaksanaan

Penelitian ini diawali dengan pelatihan tenaga profesional

kesehatan sebagai tim InGDEP yang terdiri dari dokter, perawat dan ahli

gizi. Pelatihan dilaksanakan selama 2 hari yaitu tanggal 8 dan 9 Januari

2019 yang dilaksanakan di Puskesmas Lubuk Buaya Padang. Pelatihan

diberikan oleh educator Diabetes dari Universitas Andalas dan RSUP. DR.

M.Djamil Padang. Diakhir pelatihan tenaga profesional yang telah

mengikuti pelatihan InGDEP ini diberi sertifikat sebagai tanda telah

mengikuti pelatihan. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini

dimulai dengan pemilihan sampel melalui simple random sampling.

Penelitian ini terdiri dari pre test dan post-test untuk masing-masing

sampel pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Kelompok intervensi dibagi atas dua kelompok, kelompok satu

dan kelompok dua. Tujuan pembagian kelompok menjadi dua ini adalah

agar jumlah responden dalam masing-masing kelompok tidak terlalu ramai


68

dan menjaga kenyamanan selama mengikuti edukasi InGDEP. Masing-

masing kelompok terdiri dari 16 orang responden dan 16 orang keluarga

yang mendampingi. Kelompok kontrol tidak dibagi dalam bentuk

kelompok karena edukasi yang didapakan oleh kelompok kontrol bersifat

individu dan ini merupakan kegiatan rutin satu kali sebulan pada saat

sampel memeriksakan kesehatan ke Puskesmas. Pada kelompok kontrol ini

keluarga tidak terlibat, baik dalam mengikuti edukasi ataupun dalam

mendampingi sampel selama melakukan perawatan dirumah, selain itu

juga tidak ada follow up setelah edukasi. Sampel dalam kelompok kontrol

ini juga sebanyak 32 orang. Sampel dalam kelompok kontrol berasal dari

Puskesmas Anak Air Padang.

Sampel yang diperoleh pada kelompok Intervensi diberikan

penjelasan mengenai tujuan penelitian serta konsekuensi dalam penelitian

ini. Sampel dapat bertanya mengenai hal-hal yang tidak dimengerti kepada

peneliti. Sample dinyatakan setuju mengkuti penelitian ini setelah sampel

mengisi lembar inform consent. Setelah itu peneliti melakukan Pre test

terhadap responden. Pretest dilakukan pada tanggal 23 januari 2019 berupa

pengisian kuesioner pengetahuan (DKQ24), self-care activity (SDSCA)

dan Diabetes Distress (DDS17). Sebelum mengisi kuesioner sampel

mengisi data demografi (karekteristik) dan menjalani pengukuran tinggi

badan, berat badan, takanan darah dan pemeriksaan kadar gula darah

puasa. Pengisian kuesioner pada tiap sampel dilakukan ± 30-60 menit.

Proses pengisian kuesioner dilakukan 1 jam sebelum jam pelayanan

dimulai sehingga tidak menganggu konsentrasi responden dan tidak


69

mengganggu aktivitas pelayanan di Puskesmas. Bagi responden yang

mengalami kesulitan dalam mengisi kuesioner akan dibantu dengan cara

peneliti dan enumerator membacakan pertanyaan yang ada didalam

kuesioner. Peneliti mengecek kembali kelengkapan pengisian kuesioner.

Jawaban yang kurang lengkap diklarifikasi kembali kepada sampel untuk

dilengkapi. Satu hari setelah dilakukan pre test maka dilakukan program

edukasi terstruktur InGDEP dan dukungan keluarga oleh tim InGDEP

yang telah mengikuti pelatihan.

Pelaksanaan InGDEP dan dukungan keluarga ini dilaksanakan

selama tiga bulan dari tanggal 23 Januari sampai dengan 16 April 2019.

Bulan pertama merupakan fase pelaksanaan edukasi terstruktur InGDEP

yang terdiri dari empat sesi (satu sesi/minggu). Fase ini dilaksanakan dari

tanggal 24 Januari sampai 13 Februari 2019, dilaksanakan di Puskesmas

Lubuk Buaya. Program edukasi terstruktur InGDEP ini diberikan oleh

tim yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya. Fase ini diikuti oleh

responden dan keluarga. Sesi edukasi dilaksanakan dengan metode

kelompok dan diskusi menggunakan media presentasi (laptop dan LCD)

dan liflead. Selama pelaksanaan InGDEP ini ada beberapa responen dan

keluarga yang berhalangan hadir. Agar responen dan keluarga yang

berhalangan ini tidak ketinggalan materi maka peneliti dan tim melakukan

lagi sesi InGDEP ini esok harinya terhadap responen dan keluarga yang

tidak hadir sesuai kontrak yang telah disepakati. Diakhir sesi bulan

pertama ini responen diberikan buku catatan harian. Dalam buku catatan

harian ini responen diminta untuk mengisi mengenai pengaturan diet


70

responden meliputi jenis, jumlah dan jadwal makan, selain itu buku catatan

harian juga berisi tentang pengaturan aktivitas fisik dan olah raga yang

meliputi jenis olahraga, jam pelaksanaan dan lama pelaksanaan. Buku

catatan harian ini diisi setiap hari sampai hari terakhir bulan ketiga.

Bulan kedua merupakan fase follow-up melalui kunjungan rutin

tiap minggunya. Fase ini dilaksanakan dari tanggal 20 februari sampai 13

Maret 2019. fase Fase follow-up ini dilakukan oleh tim InGDEP dan

peneliti. Fase follow up ini berupa diskusi antara tim, peneliti, responden

dan keluarga mengenai penyakitnya, perawatan yang telah dilakukan

dirumah dan juga evaluasi terhadap buku catatan harian responden

mengenai diet dan aktivitas responden selama dirumah, fase ini dilakukan

1 kali seminggu selama 4 minggu.

Bulan ketiga merupakan fase follow-up melalui telephone kepada

masing-masing responden dan keluarga mengenai penyakit dan perawatan

yang dijalanai dirumah dan ini lebih bersifat mengingatkan kembali

responden dan keluarga tentang perawatan diabetes. Fase ini dilaksanakan

dari tanggal 20 Februari sampai 10 April 2019. Fase ini dilakukan 2 kali

seminggu selama 4 minggu.

4.8.3. Tahap Evaluasi

Tahap akhir dari penelitian ini yaitu melakukan pos-test terhadap

responden setelah mendapatkan edukasi terstruktur InGDEP. Post-test

dilaksanakan pada tanggal 16 April 2019. Tahapan post-test ini berupa

pengisian kembali kuesioner pengetahuan (DKQ24), kuesioner self –care

activity (SDSCA) dan kuesioner Diabetes Distress Scale (DDS) oleh


71

responden. Dua minggu setelah post-test dilakukan pemeriksaan kadar

gula darah (HbA1c) yaitu pada tanggal 2, 3 dan 4 Mei 2019. Pemeriksaan

HbA1c ini yang merupakan program rutin Prolanis Puskesmas

bekerjasama dengan BPJS dan Pramita.

Selama pelaksanaan penelitian ini dari awal (pre-test) sampai post-

test tidak ada responden droup out baik itu pada kelompok intervensi

ataupun kelompok kontrol. Tetapi pada saat pemeriksaan HbA1c ada

responden yang tidak hadir yaitu pada kelompok intervensi sebanyak

sebanyak 9 orang dan pada kelompok kontrol sebanyak 13 orang yang

disebabkan karena ada kepentingan masing-masing dan dengan berbagai

alasan yang diungkapkan responden. Dalam hal ini peneliti berusaha agar

responden tetap dapat melakukan pemeriksaan gula darah dengan cara

menelpon ulang dan jemput kerumah masing-masing responden, tetapi

responden tetap tidak bisa menghadiri pemeriksaan HbA1c.

Pada kelompok kontrol pretest dilakukan pada tanggal 25 sampai

27 Januari 2019. Edukasi secara individu dilakukan mulai tanggal 26

Januari 2019. Edukasi diberikan setiap hari terhadap responden yang

datang kontrol rutin saat itu. Untuk masing-masing responden, edukasi

hanya diberikan satu kali dalam sebulan yaitu pada saat responden kontrol

rutin saja tanpa ada follow up dan keterlibatan keluarga. Edukasi ini

diberikan selama tiga bulan. Setelah semua responden mendapatkan

edukasi maka dilakukan posttest yaitu tanggal 20 sampai 23 April 2019.

Pemeriksaan HbA1c dilakukan tanggal 10 dan 11 Juni 2019. Responden

pada kelompok kontrol tidak mendapatkan buku catatan harian. Tahap


72

akhir dari penelitian ini yaitu melakukan pos-test terhadap responden

setelah mendapatkan edukasi terstruktur InGDEP. Post-test dilaksanakan

pada tanggal 16 April 2019. Tahapan post-test ini berupa pengisian

kembali kuesioner pengetahuan (DKQ24), kuesioner self –care activity

(SDSCA) dan kuesioner Diabetes Distress Scale (DDS) oleh responden.

Dua minggu setelah post-test dilakukan pemeriksaan kadar gula darah

(HbA1c) yaitu pada tanggal 2, 3 dan 4 Mei 2019. Pemeriksaan HbA1c ini

yang merupakan program rutin Prolanis Puskesmas bekerjasama dengan

BPJS dan Pramita.

Selama pelaksanaan penelitian ini dari awal (pre-test) sampai post-

test tidak ada responden droup out baik itu pada kelompok intervensi

ataupun kelompok kontrol. Tetapi pada saat pemeriksaan HbA1c ada

responden yang tidak hadir yaitu pada kelompok intervensi sebanyak

sebanyak 9 orang dan pada kelompok kontrol sebanyak 13 orang yang

disebabkan karena ada kepentingan masing-masing dan dengan berbagai

alasan yang diungkapkan responden. Dalam hal ini peneliti berusaha agar

responden tetap dapat melakukan pemeriksaan gula darah dengan cara

menelpon ulang dan jemput kerumah masing-masing responden, tetapi

responden tetap tidak bisa menghadiri pemeriksaan HbA1c.

Pada kelompok kontrol pretest dilakukan pada tanggal 25 sampai

27 Januari 2019. Edukasi secara individu dilakukan mulai tanggal 26

Januari 2019. Edukasi diberikan setiap hari terhadap responden yang

datang kontrol rutin saat itu. Untuk masing-masing responden, edukasi

hanya diberikan satu kali dalam sebulan yaitu pada saat responden kontrol
73

rutin saja tanpa ada follow up dan keterlibatan keluarga. Edukasi ini

diberikan selama tiga bulan. Setelah semua responden mendapatkan

edukasi maka dilakukan posttest yaitu tanggal 20 sampai 23 April 2019.

Pemeriksaan HbA1c dilakukan tanggal 10 dan 11 Juni 2019. Responden

pada kelompok kontrol tidak mendapatkan buku catatan harian.

Skema 4.2
Alur Pelatihan Tim InGDEP

Tenaga profesional kesehatan ( Dokter,


Perawat, Ahli Gizi dan Kesehatan DM dengan Diabetes
masyarakat ) dari Puskes mas Lubuk Distres sedang-berat
Buaya dan Anak Air

Pelatihan InGDEP :
( selama 2 hari ) Sampel yang memenuhi
kriteria inklusi

Hari Pertama : Hari Kedua :


Pengenalan program Simulasi Program InGDEP
InGDEP dan Manajemen dalam memberikan
Diabetes Edukasi

Post-Test
TIM InGDEP : Kuesioner Pengetahuan , Self-care activity,
Puskesmas Lubuk Buaya Diabetes Distress Dukungan keluarga
Puskesmas Anak Air dan nilai HbA1c
74

Skema 4.3
Alur Penelitian Analisa Data :
Univariat, Bivariat dan
Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Multivariat

DM dengan Diabetes
Distres sedang-berat

Ekslusi Inklusi
Sampel yang memenuhi
kriteria inklusi

Kelompok Kelompok
Kontrol Intervensi

Pre-Test : Kuesioner Pre-Test : Kuesioner


Pengetahuan , Self-care activity, Pengetahuan , Self-care activity,
Diabetes Distress, Dukungan keluarga Diabetes Distress, Dukungan keluarga
dan nilai HbA1c dan nilai HbA1c
Post-Test
Kuesioner Pengetahuan , Self-care activity,
Diabetes Distress Dukungan keluarga
Intervensi : penyuluhan individu saat Intervensi : InGDEP plus
dan nilai HbA1c
kontrol rutin 1 bulan sekali sebanyak Dukungan keluarga sebanyakAnalisa Data :
3 kali selama 3 bulan 12 kali selama 3 bulan
Univariat, Bivariat dan
Multivariat

Kelompok Intervensi 1 (satu ) : Jam 8.30 – 9.30 wib


Kelompok Kontrol 1 (satu) : Jam 8.30 – 9.30 wib Bulan ke-1 : 4 sesi Edukasi
Bulan ke-1 : 1 sesi Edukasi Bulan ke-2 : 4 sesi Follow Up
Bulan ke-2 : 1 sesi Edukasi Bulan ke-3 : 4 sesi Follow Up
Bulan ke-3 : 1 sesi Edukasi

Kelompok Kontrol 2 (ua) : Jam 10,00 – 11.00 wib Kelompok Intervensi 2 (dua ) : Jam 10.00 – 11.00 wib
Bulan ke-1 : 1 sesi Edukasi Bulan ke-1 : 4 sesi Edukasi
Bulan ke-2 : 1 sesi Edukasi Bulan ke-2 : 4 sesi Follow up
Bulan ke-3 : 1 sesi Edukasi Bulan ke-3 : 4 sesi Follow up

Post-Test : Kuesioner Post-Test : Kuesioner


Pengetahuan , Self-care activity, Pengetahuan , Self-care activity,
Dukungan keluarga dan Diabetes Distress, Dukungan keluarga
Diabetes Distress dan pengukuran nilai HbA1c
75

4.9. Pengolahan Dan Analisa Data


4.9.1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan data (editing)
Kegiatan ini dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan

kuesioner /data yang masuk. Editing meliputi kegiatan memastikan

bahwa setiap pernyataan dalam kuesioner terisi semua, jelas atau

terbaca, konsistensi jawaban, relevansi jawaban dengan pernyataannya

yang secara keseluruhan berkaitan dengan kemungkinan kesalahan.

Dalam penelitian ini editing dilakukan sendiri oleh peneliti dengan

cara memeriksa masing-masing item jawaban responden dalam

masing-masing kuesioner.
b. Pengkodean data (coding)
Pengkodean data merupakan proses penyusunan secara sistematis

data mentah (data dalam kuesioner) kedalam bentuk yang mudah

dibaca oleh computer yaitu dengan cara memberi tanda atau kode

berbentuk angka pada masing-masing jawaban. Pemberian kode

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


1) Jenis kelamin : Laki-laki = 1 dan perempuan =2
2) Pendidikan : SD = 1, SMP=2, SMA=3, Perguruan tinggi=4
3) Keluarga yang merawat : Suami =1, Istri=2, Anak=3
4) Tingkat Diabetes Distress : Distres berat =1, Distress ringan=2,

Tidak distress=3

c. Memasukkan data (data entry/processing)


Memproses data untuk dianalisis yang dilakukan dengan cara

memasukkan data dari masing-masing responden kedalam program

atau software di komputer. Dalam penelitian ini entry data dilakukan

dengan menggunakan Microsoft Exel.


d. Pembersihan data (cleaning)
Pembersihan data dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh data

yang sudah dimasukkan telah sesuai dengan yang sebenarnya.


76

Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan dilakukan

untuk mengetahui kemungkinan kesalahan-kesalahan kode maupun

ketidaklengkapan data.
4.9.2. Analisis Data
Sebelum dilakukan analisa data, terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas dan uji homogenitas setelah itu berdasarkan berdistribusi

normal atau tidaknya data baru dilakukan analisa univariat dan bivariate

(Dahlan, 2010).
a. Uji Univariat
Analisis univariat yaitu analisa yang digunakan untuk menganalisis

variabel secara deskriptif dengan membuat tabel rerata dan distribusi

frekuensi. Variabel yang dideskripsikan dalam bentuk table rerata

(mean dan standar deviasi) adalah karakteristik responden (usia,

lamanya menderita Diabetes Melitus tipe 2, IMT dan kadar gula darah

puasa) dan data dengan skala numeric (variable pengetahuan, self-care

activity, dukungan keluarga dan HbA1c). Data kategorik dijelaskan

dalam bentuk distribusi frekuensi meliputi jenis kelamin, pendidikan,

keluarga yang merawat. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas pada

karakteristik responden untuk melihat kesamaan karakteristik

responden.
Tabel 4.1
Hasil Uji Homogenitas

Variabel Ρ value
Umur 0,922
Jenis Kelamin 1,000
Pendidikan 0,054
Keluarga yang Merawat 0,845
Lama Menderita Diabetes Melitus 0,786
Indeks Massa Tubuh (IMT) 0,316
Kadar Gula Darah Puasa (GDP) 0,019

b. Uji Bivariat
77

Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesis

penelitian yaitu melihat perbedaan pengetahuan, self-care activity,

Diabetes Distress antara sebelum dan setelah dilakukan intervensi

InGDEP dan untuk melihat pengaruh InGDEP dan dukungan

keluarga..

Sebelum dilakukan uji untuk membuktikan hipotesis maka

dilakukan dulu uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov

dengan nilai kemaknaan p>0,05. Uji ini dipakai karena jumlah sampel

dalam penelitian ini besar atau lebih dari 50 orang (64 orang).

Tabel 4.2
Hasil Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnova
Variabel
n P
Pengetahuan pre test intervensi 32 .098
Pengetahuan post-test intervensi 32 .115
Self-care Activity Pre test Intervensi 32 .200*
Self-care Activity Post-test Intervensi 32 .200*
Dukungan keluarga pre test intervensi 32 .200*
Dukungan keluarga post-test Intervensi 32 .200*
Pengetahuan pre test control 32 .069
Pengetahuan post-test kontrol 32 .071
Self-care Activity Pre test Kontrol 32 .200*
Self-care Activity Post-test Kontrol 32 .200*
Dukungan keluarga pre test kontrol 32 .200*
Dukungan keluarga post-test kontrol 32 .200*

1) Data Numerik (Rasio)

Data dalam penelitian ini berdistribusi normal (P>0,05) maka:

a) Untuk melihat perbedaan pengetahuan, Self-care activity,

dukungan keluarga dan HbA1c dari nilai pretest dan posttest

digunakan Paired T-test dengan Ha diterima karena p<0,05


78

b) Untuk melihat perbedaan pengetahuan, Self-care activity,

dukungan keluarga dan HbA1c antara kelompok kontrol dan

kelompok Intervensi digunakan Independent T-test dengan Ha

diterima karena p < 0,05.

2) Data Kategorik (Ordinal)

a) Untuk melihat perbedaan diabtes distress antara Pre –

PostTest. digunakan Uji Wilcoxon Test.


b) Untuk melihat perbedaan diabtes distress antara kelompok

kontrol dan kelompok intervensi dengan menggunakan uji

Mann Withney test.


BAB V

HASIL PENELITIAN

Bab V ini menguraikan dan menjelaskan hasil penelitian mengenai

pengaruh Indonesian Group-based Diabetes Education Programed (InGDEP)

dan dukungan keluarga terhadap pengetahuan, self-care activity, diabetes

disstress dan kadar glukosa darah (HbA1c) pada pasien Diabetes Mellitus

tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kota Padang yaitu di Puskesmas Lubuk Buaya

dan Puskesmas Anak Air Padang.

Penelitian ini diawali dengan pelatihan tenaga profesional kesehatan

sebagai tim InGDEP yang terdiri dari dokter, perawat dan ahli gizi. Pelatihan

dilaksanakan selama 2 hari yaitu tanggal 8 dan 9 Januari 2019 yang dilaksanakan

di Puskesmas Lubuk Buaya Padang. Pelatihan diberikan oleh educator Diabetes

dari Universitas Andalas dan RSUP. DR. M.Djamil Padang. Diakhir pelatihan

tenaga profesional yang telah mengikuti pelatihan InGDEP ini diberi sertifikat

sebagai tanda telah mengikuti pelatihan. Proses pengumpulan data dalam

penelitian ini dimulai dengan pemilihan sampel melalui simple random sampling.

Penelitian ini terdiri dari pre test dan post-test untuk masing-masing sampel pada

kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Kelompok intervensi dibagi atas dua kelompok, kelompok satu dan

kelompok dua. Tujuan pembagian kelompok menjadi dua ini adalah agar jumlah

responden dalam masing-masing kelompok tidak terlalu ramai dan menjaga

kenyamanan selama mengikuti edukasi InGDEP. Masing-masing kelompok

terdiri dari 16 orang responden dan 16 orang keluarga yang mendampingi.

Kelompok kontrol tidak dibagi dalam bentuk kelompok karena edukasi yang

79
80

didapakan oleh kelompok kontrol bersifat individu dan ini merupakan kegiatan

rutin satu kali sebulan pada saat sampel memeriksakan kesehatan ke Puskesmas.

Pada kelompok kontrol ini keluarga tidak terlibat, baik dalam mengikuti edukasi

ataupun dalam mendampingi sampel selama melakukan perawatan dirumah,

selain itu juga tidak ada follow up setelah edukasi. Sampel dalam kelompok

kontrol ini juga sebanyak 32 orang. Sampel dalam kelompok kontrol berasal dari

Puskesmas Anak Air Padang.

Sampel yang diperoleh pada kelompok Intervensi diberikan penjelasan

mengenai tujuan penelitian serta konsekuensi dalam penelitian ini. Sampel dapat

bertanya mengenai hal-hal yang tidak dimengerti kepada peneliti. Sample

dinyatakan setuju mengkuti penelitian ini setelah sampel mengisi lembar inform

consent. Setelah itu peneliti melakukan Pre test terhadap responden. Pretest

dilakukan pada tanggal 23 januari 2019 berupa pengisian kuesioner pengetahuan

(DKQ24), self-care activity (SDSCA) dan Diabetes Distress (DDS17). Sebelum

mengisi kuesioner sampel mengisi data demografi (karekteristik) dan menjalani

pengukuran tinggi badan, berat badan, takanan darah dan pemeriksaan kadar gula

darah puasa. Pengisian kuesioner pada tiap sampel dilakukan ± 30-60 menit.

Proses pengisian kuesioner dilakukan 1 jam sebelum jam pelayanan dimulai

sehingga tidak menganggu konsentrasi responen dan tidak mengganggu aktivitas

pelayanan di Puskesmas. Bagi responen yang mengalami kesulitan dalam mengisi

kuesioner akan dibantu dengan cara peneliti dan enumerator membacakan

pertanyaan yang ada didalam kuesioner. Peneliti mengecek kembali kelengkapan

pengisian kuesioner. Jawaban yang kurang lengkap diklarifikasi kembali kepada

sampel untuk dilengkapi. Satu hari setelah dilakukan pre test maka dilakukan
81

program edukasi terstruktur InGDEP dan dukungan keluarga oleh tim InGDEP

yang telah mengikuti pelatihan.

Pelaksanaan InGDEP dan dukungan keluarga ini dilaksanakan selama tiga

bulan dari tanggal 23 Januari sampai dengan 16 April 2019. Bulan pertama

merupakan fase pelaksanaan edukasi terstruktur InGDEP yang terdiri dari empat

sesi (satu sesi/minggu). Fase ini dilaksanakan dari tanggal 24 Januari sampai 13

Februari 2019, dilaksanakan di Puskesmas Lubuk Buaya. Program edukasi

terstruktur InGDEP ini diberikan oleh tim yang telah mengikuti pelatihan

sebelumnya. Fase ini diikuti oleh responden dan keluarga. Sesi edukasi

dilaksanakan dengan metode kelompok dan diskusi menggunakan media

presentasi (laptop dan LCD) dan liflead. Selama pelaksanaan InGDEP ini ada

beberapa responen dan keluarga yang berhalangan hadir. Agar responen dan

keluarga yang berhalangan ini tidak ketinggalan materi maka peneliti dan tim

melakukan lagi sesi InGDEP ini esok harinya terhadap responen dan keluarga

yang tidak hadir sesuai kontrak yang telah disepakati. Diakhir sesi bulan pertama

ini responen diberikan buku catatan harian. Dalam buku catatan harian ini

responen diminta untuk mengisi mengenai pengaturan diet responen meliputi

jenis, jumlah dan jadwal makan, selain itu buku catatan harian juga berisi tentang

pengaturan aktivitas fisik dan olah raga yang meliputi jenis olahraga, jam

pelaksanaan dan lama pelaksanaan. Buku catatan harian ini diisi setiap hari

sampai hari terakhir bulan ketiga.

Bulan kedua merupakan fase follow-up melalui kunjungan rutin tiap

minggunya. Fase ini dilaksanakan dari tanggal 20 februari sampai 13 Maret 2019.

fase Fase follow-up ini dilakukan oleh tim InGDEP dan peneliti. Fase follow up
82

ini berupa diskusi antara tim, peneliti, responden dan keluarga mengenai

penyakitnya, perawatan yang telah dilakukan dirumah dan juga evaluasi terhadap

buku catatan harian responden mengenai diet dan aktivitas responden selama

dirumah, fase ini dilakukan 1 kali seminggu selama 4 minggu.

Bulan ketiga merupakan fase follow-up melalui telephone kepada masing-

masing responden dan keluarga mengenai penyakit dan perawatan yang dijalanai

dirumah dan ini lebih bersifat mengingatkan kembali responden dan keluarga

tentang perawatan diabetes. Fase ini dilaksanakan dari tanggal 20 Februari sampai

10 April 2019. Fase ini dilakukan 2 kali seminggu selama 4 minggu.

Tahap akhir dari penelitian ini yaitu melakukan pos-test terhadap

responden setelah mendapatkan edukasi terstruktur InGDEP. Post-test

dilaksanakan pada tanggal 16 April 2019. Tahapan post-test ini berupa pengisian

kembali kuesioner pengetahuan (DKQ24), kuesioner self –care activity (SDSCA)

dan kuesioner Diabetes Distress Scale (DDS) oleh responden. Dua minggu setelah

post-test dilakukan pemeriksaan kadar gula darah (HbA1c) yaitu pada tanggal 2,

3 dan 4 Mei 2019. Pemeriksaan HbA1c ini yang merupakan program rutin

Prolanis Puskesmas bekerjasama dengan BPJS dan Pramita.

Selama pelaksanaan penelitian ini dari awal (pre-test) sampai post-test

tidak ada responden droup out baik itu pada kelompok intervensi ataupun

kelompok kontrol. Tetapi pada saat pemeriksaan HbA1c ada responden yang

tidak hadir yaitu pada kelompok intervensi sebanyak sebanyak 9 orang dan pada

kelompok kontrol sebanyak 13 orang yang disebabkan karena ada kepentingan

masing-masing dan dengan berbagai alasan yang diungkapkan responden. Dalam

hal ini peneliti berusaha agar responden tetap dapat melakukan pemeriksaan gula
83

darah dengan cara menelpon ulang dan jemput kerumah masing-masing

responden, tetapi responden tetap tidak bisa menghadiri pemeriksaan HbA1c.

Pada kelompok kontrol pretest dilakukan pada tanggal 25 sampai 27

Januari 2019. Edukasi secara individu dilakukan mulai tanggal 26 Januari 2019.

Edukasi diberikan setiap hari terhadap responden yang datang kontrol rutin saat

itu. Untuk masing-masing responden, edukasi hanya diberikan satu kali dalam

sebulan yaitu pada saat responden kontrol rutin saja tanpa ada follow up dan

keterlibatan keluarga. Edukasi ini diberikan selama tiga bulan. Setelah semua

responden mendapatkan edukasi maka dilakukan posttest yaitu tanggal 20 sampai

23 April 2019. Pemeriksaan HbA1c dilakukan tanggal 10 dan 11 Juni 2019.

Responden pada kelompok kontrol tidak mendapatkan buku catatan harian.

Hasil penelitian ini dijelaskan berupa analisa univariat dan bivariat yang

disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

5.1 Analisa Univariat

Analisa univariat menjelaskan tentang karakteristik. Karakteristk responden

dibagi menjadi dua berdasarkan jenis data yaitu data kategorik (jenis kelamin,

pendidikan responden dan keluarga yang merawat) dan data numerik (umur,

lama menderita Diabetes Melitus, indek massa tubuh (IMT), nilai gula darah

puasa (GDP).

1.
5.1.1. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin,
Pendidikan dan Keluarga yang Merawat Pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol
84

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin, Pendidikan dan Keluarga yang Merawat Pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol di Puskesmas Lubuk Buaya dan
Puskesmas Anak Air Padang Tahun 2019

Kelompok
Intervensi Kontrol
Karakteristik
(n=32) (n=32)
n % n %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 7 21.9 7 21.9
Perempuan 25 78.1 25 78.1
Pendidikan
SD 6 18.8 6 18.8
SMP 7 21.9 13 40.6
SMA 13 40.6 13 40.6
PT 6 18.8 0 0
Keluarga yang Merawat
Suami 15 46.9 18 56.3
Istri 7 21.9 6 18.8
Anak 10 31.3 8 25

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui sebagian besar responden pada

kelompok intervensi dan kontrol adalah perempuan yaitu sebanyak 25

orang (78.1%) dengan tingkat pendidikan responden terbanyak adalah

SMA yaitu sebanyak 13 orang (40.6%). Hampir separuh responden pada

kelompok intervensi dirawat oleh suami yaitu sebanyak 15 orang

(46.9%) dan pada kelompok kontrol lebih dari separoh dirawat oleh

suami yaitu 18 orang (56.3%).


85

5.1.2. Gambaran karakteristik responden berdasarkan Umur, Lama


Menderita Diabetes Melitus, Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Gula
Darah Puasa (GDP) Responden Pada Kelompok Intervensi dan
Kontrol

Tabel 5.2
Rerata Umur, Lama Menderita Diabetes Melitus, Indeks Massa
Tubuh (IMT) dan Gula Darah Puasa (GDP) Responden Pada
Kelompok Intervensi dan Kontrol di Puskesmas Lubuk Buaya
dan Puskesmas Anak Air Padang Tahun 2019

Intervensi Kontrol
Kelompok (n=32) (n=32)
Mean SD Mean SD
Umur 54,76 6,92 54,66 7,10
Lama Menderita DM 5,13 3,07 5,56 2,40
Indeks Massa Tubuh
Pre-Test 23,82 3,00 24,45 2,41
Post-test 23,42 2,63 24,24 2,48
Gula Darah Puasa
Pre-Test 174,16 39,26 175,00 26,02
Post-test 160,87 27,15 173,3 24,30

Berdasarkan tabel 5.2 diatas rerata umur responden pada kelompok

intervensi yaitu 54,76 (SD±6,92), sedangkan pada kelompok kontrol

yaitu 54,66 (SD±7,10). Lama menderita Diabetes Melitus pada kelompok

intervensi adalah 5,13 (SD±3,07) sedangkan pada kelompok kontrol

adalah 5,56 (SD± 2,40).

Tabel 5.2 juga menjelaskan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan kadar

Gula Darah Puasa (GDP) responden. IMT responden pada kelompok

intervensi saat pre test adalah 23,82 (SD±3,00) dan saat post-test 23,42

(SD± 2,63), sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata IMT saat pre test

adalah 24,45 (SD±2,41) dan saat post-test 24,24 (SD±2,48).

GDP respoden pada kelompok intervensi saat pre test adalah 174,16

(SD±39,26) dan saat post-test adalah 160,87 (SD±27,15), sedangkan


86

pada kelompok kontrol saat pre test adalah 175 (SD±26,02) dan saat

post-test 173,3 (SD±24,30).

5.2 Analisa Bivariat

5.3.1. Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan, Self-care Activity dan Diabetes


Distress pre test dan post test Pada Kelompok Intervensi Dan
Kelompok Kontrol

a. Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan Reponden Pre Test Dan Post


Test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol

Tabel dibawah ini menjelaskan tentang perbedaan rerata skor pengetahuan

saat pre test dengan post-test pada kelompok intervensi yang mendapatkan

edukasi terstruktur InGDEP dan dukungan keluarga dan kelompok kontrol

yang mendapatkan edukasi secara individu saat pemeriksaan rutin tiap bulan
Tabel 5.3
Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan Saat Pre test Dengan
Post-test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol Di Puskesmas
Lubuk Buaya Dan Puskesmas Anak Air Padang Tahun 2019

Pre-Test Post-test
Pengetahuan P Value
Mean SD Mean SD
Intervensi (n=32) 15,13 1,40 19,22 2,16 0,000
Kontrol (n=32) 15,19 1,35 17,94 1,74 0,000

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.3 diketahui rerata skor

pengetahuan pada kelompok intervensi saat pre test adalah 15,13

(SD±1,40) dan saat post-test menjadi 19,22 (SD±2,16) sedangkan pada

kelompok kontrol rerata skor pengetahuan saat pre test adalah 15,19

(SD±1,35) dan saat post-test menjadi 17,94 (SD±1,74).

Hasil uji statistik Paired T-Test didapat P value 0,000 pada kelompok

intervensi dan pada kelompok kontrol. Dapat disimpulkan bahwa ada

perbedaan skor rerata pengetahuan pada saat pre test dan post-test pada

kelompok intervensi dan kontrol.


87

b. Perbedaan Rerata Skor Self-Care Activity Responden Pre Test Dan Post
Test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol

Tabel dibawah ini menjelaskan tentang perbedaan rarata skor Self-Care

Activity saat pre test dengan post-test pada kelompok intervensi yang

mendapatkan edukasi terstruktur InGDEP dan dukungan keluarga dengan

kelompok kontrol yang mendapatkan edukasi secara individu 1 kali sebulan


Tabel 5.4
Perbedaan Rerata Skor Self-Care Activity Saat Pre test Dengan
Post-test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol Di Puskesmas
Lubuk Buaya Dan Puskesmas Anak Air Padang Tahun 2019

Pre-Test Post-test
Self-care Activity P value
Mean SD Mean SD
Intervensi (n=32) 47,88 15,76 64,25 7,96 0,000
Kontrol (n=32) 33,75 6,69 34,19 6,45 0,124

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.4 diketahui rerata skor self-care

activity pada kelompok intervensi saat pre test adalah 47,88 (SD±15,76)

dan saat post-test menjadi 64,25 (SD±7,96) sedangkan pada kelompok

kontrol rerataskor self-care activity saat pre test adalah 33,75 (SD±6,69)

dan saat post-test menjadi 34,19 (SD±6,45).

Hasil uji statistik Paired T-Test didapat P value 0,000 pada kelompok

intervensi dan P value 0,124 pada kelompok kontrol. Dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan skor rerata self-care activity pada

saat pre test dengan saat post-test pada kelompok intervensi dan pada

kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

c. Perbedaan Rerata Skor Dukungan Keluarga Responden Pre Test Dan


Post Test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol
88

Tabel dibawah ini menjelaskan tentang perbedaan rerata skor dukungan

keluarga saat pre test dengan post-test pada kelompok intervensi yang

mendapatkan edukasi terstruktur InGDEP dan dukungan keluarga dengan

kelompok kontrol yang mendapatkan edukasi secara individu saat

pemeriksaan rutin tiap bulannya

Tabel 5.5
Perbedaan Rerata Skor Dukungan Keluarga Saat Pre test Dengan
Post-test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol Di Puskesmas
Lubuk Buaya Dan Puskesmas Anak Air Padang Tahun 2019

Dukungan Pre-Test Post-test


P value
Keluarga Mean SD Mean SD
Intervensi (n=32) 75,78 12,78 89,81 6,29 0,000
Kontrol (n=32) 67,88 14,61 70,06 12,27 0,023

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.5 diketahui perbedaan rerata skor

dukungan keluarga pada kelompok intervensi saat pre test adalah 75,78

(SD±12,78) dan saat post-test menjadi 89,81 (SD±6,29) sedangkan

pada kelompok kontrol rerata skor dukungan keluarga saat pre test

adalah 67,88 (SD±14,61) dan saat post-test menjadi 70,06 (SD±12,27).

Hasil uji statistik Paired T-Test didapat P value 0,000 pada kelompok

intervensi dan P value 0,023 pada kelompok kontrol. Dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan skor rerata dukungan keluarga pada

saat pre test dengan saat post-test pada kelompok intervensi dan

kontrol.
89

d. Distribusi Frekuensi Diabetes Distress Responden Pre Test Dan Post


Test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol

Tabel dibawah ini menjelaskan tentang perbedaan tingkat Diabetes

Distress saat pre test dengan post-test pada kelompok intervensi yang

mendapatkan edukasi terstruktur InGDEP dan dukungan keluarga

dengan kelompok kontrol yang mendapatkan program edukasi secara

face to face saat pemeriksaan rutin tiap bulannya.


Tabel 5.6
Perbedaan Tingkat Diabetes Distress Saat Pre test Dengan
Post-test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol Di Puskesmas
Lubuk Buaya Dan Puskesmas Anak Air Padang Tahun 2019

Pre-Test Post-test
Diabetes Distress (n=32) (n=32) P value
n % n %
Intervensi
Distress Berat 19 59,4 6 18,8
0,000
Distress Sedang 13 40,6 13 40,6
Tidak Distress 0 0 13 40,6
Kontrol
Distress Berat 16 50 14 43,8
0,157
Distress Sedang 16 50 18 56,3
Tidak Distress 0 0 0 0

Tabel 5.6 menyajikan hasil analisa uji Wilcoxon Test. Pada

kelompok intervensi saat pre test lebih dari separoh responden

mengalami Diabetes Distress yaitu 19 orang (59,4%) sedangkan pada

saat post-test didapatkan hampir separo responden mengalami distress

sedang dan tidak distress yaitu sebanyak 13 orang (40,6%). Pada

kelompok kontrol saat pre test sepaoh responden mengalami distress

berat dan sedang yaitu sebanyak 16 orang (50%) sedangkan saat post-

test lebih dari separo yang mengalami distress sedang yaitu sebanyak

18 orang (56,3%).
Hasil analisis uji Wilcoxon Test pada kelompok intervensi diperoleh

P value = 0,000 yang artinya terdapat perbedaan pre test dengan post-
90

test pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol

diperoleh P value = 0,157 yang artinya tidak terdapat perbedaan pre

test dengan post-test pada kelompok kontrol.


e. Perbedaan Rerata Skor Kadar Hba1c Responden Pre Test Dan Post
Test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol

Tabel dibawah ini menjelaskan tentang perbedaan rata-rata skor

HbA1c saat pre test dengan post-test pada kelompok intervensi yang

mendapatkan edukasi terstruktur InGDEP dan dukungan keluarga

dengan kelompok kontrol yang hanya mendapatkan edukasi secara face

to face.
Tabel 5.7
Perbedaan Rerata Skor HbA1c Saat Pre test Dengan Post-test
Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol Di Puskesmas Lubuk
Buaya Dan Puskesmas Anak Air Padang Tahun 2019

Pre-Test Post-test
Hba1c P value
Mean SD n Mean SD n
Intervensi 10,41 2,07 23 9,43 1,88 23 0,031
Kontrol 10,61 1,70 19 10,82 1,82 19 0,513

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.7 diatas diketahui perbedaan rerata

HbA1c pada kelompok intervensi saat pre test adalah 10,41 (SD±2,07)

dan saat post-test menjadi 9,43 (SD±1,88) sedangkan pada kelompok

kontrol rata HbA1c saat pre test adalah 10,61 (SD±1,70) dan saat post-

test menjadi 10,82 (SD±1,82).

Hasil uji statistik Paired T-Test didapat P value 0,031 pada kelompok

intervensi dan P value 0,513 pada kelompok kontrol. Dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata HbA1c pada saat pre test

dengan saat post-test pada kelompok intervensi, sedangkan pada

kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan.


91

5.3.2. Pengaruah Indonesian Group-Based Diabetes Education Programmed


(InGDEP) Dan Dukungan Keluarga Pada Kelompok Intervensi Dan
Program Edukasi Pada Kelompok Kontrol

a. Pengaruah InGDEP Dan Dukungan Keluarga Terhadap


Pengetahuan Responden pada Kelompok Intervensi

Tabel dibawah ini menjelaskan tentang pengaruh Indonesian

Group-Based Diabetes Education Programmed (InGDEP) Dan

Dukungan Keluarga terhadap pengetahuan responden pada kelompok

intervensi.
Tabel 5.8
Pengaruh InGDEP dan dukungan Keluarga Terhadap
Pengetahuan Antara Kelompok Intervensi Dan Kontrol Di
Puskesmas Lubuk Buaya Dan Anak Air Padang Tahun 2019

Pengetahuan Intervensi Kontrol


Ρ value
(n=32) (n=32)
Mean 4,09 2,75
0,000
SD 1,61 1,07

Table 5.8 menguraikan tentang rerata skor pengetahuan pada

kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi

rata-rata skor pengetahuan sebesar 4,09 (SD±1,61) sedangkan pada

kelompok kontrol adalah 2,75 (SD±1,07).  Hasil uji Independen T-Test

diperoleh P value 0.000, dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan

pengetahuan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol

b. Pengaruah InGDEP Dan Dukungan Keluarga Terhadap Self-care


activity Responden pada Kelompok Intervensi

Tabel dibawah ini menjelaskan tentang pengaruh Indonesian

Group-Based Diabetes Education Programmed (InGDEP) Dan

Dukungan Keluarga terhadap self-care activity responden pada

kelompok intervensi.
92

Tabel 5.9
Pengaruh InGDEP dan dukungan Keluarga Terhadap Self-care
Activity Antara Kelompok Intervensi Dan Kontrol Di Puskesmas
Lubuk Buaya Dan Puskesmas Anak Air Padang Tahun 2019

Self-care activity Intervensi Kontrol


P Value
(n=32) (n=32)
Mean 16,38 0,44
0,000
SD 11,57 1,56

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.9 diatas diketahui rerata skor

self-care activity pada kelompok intervensi adalah sebesar 16,38

(SD±11,57) sedangkan pada kelompok kontrol adalah 0,44 (SD±1,56).

Hasil uji Independen T-Test diperoleh P value 0,000 dapat diartikan

bahwa terdapat perbedaan self-care activity antara kelompok intervensi

dengan kelompok kontrol.

c. Pengaruah Indonesian Group-Based Diabetes Education


Programmed (InGDEP) Dan Dukungan Keluarga Terhadap
Dukungan Keluarga Responden
Tabel dibawah ini menjelaskan tentang pengaruh Indonesian Group-

Based Diabetes Education Programmed (InGDEP) Dan Dukungan

Keluarga terhadap dukungan keluarga responden pada kelompok intervensi

Tabel 5.10
Pengaruh InGDEP dan dukungan Keluarga Terhadap Dukungan
Keluarga Antara Kelompok Intervensi dengan Kontrol Di
Puskesmas Lubuk Buaya Dan Anak Air Padang Tahun 2019

Dukungan Intervensi Kontrol


(n=32) (n=32) P Value
Keluarga
Mean 14,03 2,19
0,000
SD 9,73 5,17
93

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.11 diatas diketahui rerata skor

dukungan keluarga pada kelompok intervensi yaitu sebesar 14,03 (SD±

9,73) sedangkan pada kelompok kontrol yaitu 2,19 (SD±5,17). Hasil uji

Independen T-Test diperoleh P value 0,000 dapat diartikan bahwa

terdapat perbedaan dukungan keluarga antara kelompok intervensi

dengan kelompok kontrol

d. Pengaruah Indonesian Group-Based Diabetes Education


Programmed (InGDEP) Dan Dukungan Keluarga Terhadap HbA1c
Responden
Tabel dibawah ini menjelaskan tentang pengaruh Indonesian Group-

Based Diabetes Education Programmed (InGDEP) Dan Dukungan

Keluarga terhadap HbA1c responden pada kelompok intervensi dan

pengaruh program edukasi pada kelompok kontrol.

Tabel 5.11
Pengaruh InGDEP dan dukungan Keluarga Terhadap HbA1c
Antara Kelompok Intervensi Dan Kontrol Di Puskesmas Lubuk
Buaya Dan Puskesmas Anak Air Padang Tahun 2019

Kadar HbA1c Intervensi Kontrol P Value


Mean 0,98 -0,21
0,030
SD 2,04 1,37

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.12 diatas diketahui rata-rata

HbA1c pada kelompok intervensi yaitu sebesar 0,98 (SD±2,04)

sedangkan pada kelompok kontrol yaitu -0,21 (SD±1,37).  Hasil uji

Independen T-Test diperoleh P value 0,030, dapat diartikan bahwa

terdapat perbedaan HbA1c antara kelompok intervensi dengan

kelompok kontrol

e. Pengaruah Indonesian Group-Based Diabetes Education


Programmed (InGDEP) Dan Dukungan Keluarga Terhadap
Diabetes Distress Responden
94

Tabel dibawah ini menjelaskan tentang pengaruh Indonesian

Group-Based Diabetes Education Programmed (InGDEP) Dan

Dukungan Keluarga terhadap Diabetes Distress responden pada

kelompok intervensi

Tabel 5.12
Pengaruh InGDEP dan dukungan Keluarga Terhadap Diabetes
Distress Antara Kelompok Intervensi Dan Kontrol Di Puskesmas
Lubuk Buaya Dan Puskesmas Anak Air Padang Tahun 2019

Kelompok n Z P value
Intervensi 32
4,715 0,000
Kontrol 32

Berdasarkan hasil Uji Mann Whitney pada tabel 5.12 diatas diperoleh P

value 0,000 yang artinya terdapat perbedaan perubahan tingkat Diabetes

Distress antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.


BAB VI

PEMBAHASAN

Bab VI ini menjelaskan tentang makna hasil penelitian mengenai pengaruh

InGDEP dan dukungan keluarga terhadap pengetahuan, Self-care activity dan

diabetes disstress pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di wilayah kerja

Puskesmas Kota Padang yaitu di Puskesmas Lubuk Buaya dan Puskesmas Anak

Air Padang dan membandingkan hasil penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya. Pembahasan ini menjelaskan interpretasi dan diskusi hasil penelitian

serta akan dijelaskan juga tentang keterbatasan penelitian yang telah dilaksanakan

dan implikasi hasil penelitian.

1.4 Pembahasan Penelitian


6.1.1. Karakteristik Responden Diabetes Melitus Tipe-2 Pada Kelompok
Intervensi Dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Data Demografi

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis

kelamin, pendidikan, lama menderita Diabetes Melitus, keluarga yang

merawat, Indek Massa Tubuh (IMT) dan kadar Gula darah puasa (GDP).

Berdasarkan hasil uji homogenitas diketahui bahwa karakteristik

responden antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol memiliki

varians yang sama dimana P value > 0,05 dengan artian bahwa

karakteristik responden dari kedua kelompok tidak terdapat perbedaan

(homogen). Namun ada satu karakteristik yang variansnya tidak sama

yaitu kadar gula darah pusa (GDP) dengan P value < 0,05.

95
96

Kadar gula darah puasa (GDP) pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol sama-sama mengalami penurunan, namun penurunan

pada kelompok kontrol tidak sebesar penurunan pada kelompok intervensi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Etienne et al.,

(2017) yang menyatakan terjadi perubahan kadar gula darah puasa antara

kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan P value < 0,001, tetapi

penurunan pada kelompok kontrol tidak sebesar penurunan pada kelompok

intervensi. Berdasarkan hasil uji homogenitas ini dapat disimpulkan bahwa

variable pengetahuan, self-care activity, Diabetes Distress tidak

dipengaruhi oleh karakteristik responden.

6.1.2. Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan, Self-care Activity dan Diabetes


Distress pre test dan post test Pada Kelompok Intervensi Dan
Kelompok Kontrol

a. Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan Reponden Pre Test Dan Post


Test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol

Berdasarkan analisis dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat

perubahan pengetahuan yang signifikan antara sebelum (15,13±1.40)

dan sesudah (19,22±2,16) diberikan Indonesia Group-Based Diabetes

Education Programmed (InGDEP) dan Dukungan Keluarga.

Program edukasi terstruktur yang peneliti lakukan kali ini

melibatkan keluarga dalam mengikuti sesi InGDEP. Program edukasi

ini tidak hanya merupakan kebutuhan responden saja tetapi juga

merupakan kebutuhan keluarga sebagai fasilitator dan pendamping

responden dalam menjalani perawatan dan juga mengingat penyakit


97

Diabetes Melitus ini merupakan penyakit herediter yang menyebabkan

anggota keluarga yang lain memiliki resiko terkena Diabetes Melitus.

Peran perawat sebagai tenaga profesional kesehatan dan educator

dapat membantu pasien dan keluarga dalam meningkatkan pengetahuan

melalui pemberian edukasi yang dapat diikuti oleh pasien dan keluarga

(Dillon, 2016; Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2010) sedangkan

peran keluarga sebagai support system bagi pasien dapat membantu

dalam menumbuhkan rasa percaya diri dan keyakinan dalam menjalani

perawatan (Kara et al., 2017; Pamungkas et al., 2017).

Peran perawat sebagai tenaga profesional dan peran keluarga

sebagai support system merupakan satu kesatuan yang tidak bisa

dipisahkan dalam usaha meningkatkan pengetahuan pasien dan

keluarga (Gomes-Villas Boas, Foss, Freitas, & Pace, 2012). Program

edukasi yang dikembangkan bersamaan dengan kertlibatan keluarga

berkonstribusi dalam manajemen penyakit dan control glikemik pada

pasien Diabetes Mellitus (Rintala, Jaatinen, Paavilainen, & Åstedt-

Kurki, 2013).

Keterlibatan keluarga dalam sesi edukasi menambah pengetahuan

keluarga sehingga keluarga mampu menjadi teman diskusi dan berbagi

ilmu untuk responden saat berada dirumah. Selain itu kertlibatan

keluarga juga dapat menciptakan komunikasi dan interaksi yang efektif

antara responden dengan peneliti dan juga dengan tenaga profesional

kesehatan dan ini akan mempermudah dalam meningkatkan

pengetahuan responden. Keluarga merupakan fasilitator dalam


98

pengelolaan Diabetes Mellitus yang berpusat pada pertukaran informasi

yang dapat meningkatkan keyakinan dan kesadaran sehingga

menimbulkan perasaan dihargai dan dicintai oleh orang lain (Cardoso,

Queirós, & Ribeiro, 2015)

Keterlibatan keluarga ini merupakan salah satu bentuk dukungan

keluarga kepada responden. Dukungan keluarga adalah segala bentuk

perilaku dan sikap positif yang diberikan kepada anggota keluarga

yang sakit atau yang mengalami masalah kesehatan sehingga akan

memberikan kenyamanan fisik dan psikologis (Friedman, M.M

Bowden, V R. & Jones, 2010; Kaakinen et al., 2010).

Dukungan keluarga yang diberikan dapat berupa dukungan

emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan

dukungan informasi. Masing-masing dukungan ini memberikan

kontribusi tersendiri terhadap pengetahuan responden. Dukungan

emosional melibatkan ekspresi, rasa empati dan perhatian terhadap

seseorang sehingga membuatnya merasa lebih baik, memperoleh

kembali keyakinannya, merasa dimiliki dan dicintai (Friedman, M.M

Bowden, V R. & Jones, 2010).

Komunikasi dan interaksi sangat diperlukan dalam dukungan

emosional ini. Dengan adanya keterlibatan keluarga dalam mengikuti

edukasi maka hal ini akan mempermudah komunikasi dan interaksi ini,

sehingga keluarga dengan mudah mengerti dengan masalah yang

dialami oleh responden, mendengarkan keluhan responden tentang

penyakit yang dirasakan, serta memberikan kenyamanan kepada


99

responden dalam mengatasi masalahnya (Kaakinen et al., 2010).

Menurut peneliti dukungan emosional ini menciptakan emosional yang

bagus pada responden sehingga pikiran responden menjadi tenang dan

memberikan kemudahan bagi responden menerima informasi dari

keluarga.

Hal lain yang menyebabkan meningkatnya pengetahuan kelompok

intervensi ini adalah karena adanya dukungan penghargaan dan

informasi dari keluarga. Melalui dukungan penghargaan ini responden

merasa dihargai atas pengetahuan yang responden miliki tentang

penyakitnya. Selain itu adanya dukungan informasi dari keluarga

berupa pemberian nasehat dan pengarahan, keluarga menjadi tempat

responden belajar dan berbagi informasi sehingga pengetahuan

responden bertambah dan mengalami peningkatan.

Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman responden mengenai

penyakit dan gejala Diabetes Melitus ini maka akan memicu

keingintahuan responden mengenai gaya hidup dan manajemen diet

yang tepat untuk Diabetes Melitus. Hal ini terlihat dari hasil statistic

penelitian ini yang menunjukan bahwa pengetahuan responden

mengenai gaya hidup menunjukan perubahan besar yaitu 3,75 saat

pretest menjadi 4,66 saat posttest. Hal ini menunjukan bahwa

pendidikan terstruktur dapat merubah pengetahuan responden mengenai

gaya hidup sesuai kondisi penyakitnya. Responden memiliki potensi

untuk merubah gaya hidup sesuai teori ataupun materi yang didapatkan

selama mengikuti edukasi. Perubahan pengetahuan tentang gaya hidup


100

ini meliputi pengetahuan mengenai kepatuhan minum obat, pentingnya

pemeriksaan gula darah rutin, aktifitas fisik dan cara perawatan kaki.

Berdasarkan hasil statistic diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa

responden mulai mengetahui bahwa pengelolaan Diabetes Melitus dan

kontrol glikemik tidak hanya dapat dikendalikan oleh obat saja tetapi

juga melalui aktifitas fisik, olahraga teratur, latihan jasmani. Aktivitas

fisik dan latihan jasmani pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang

dilakukan secara teratur, 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30

menit dapat dilakukan dalam perawatan Diabetes. Aktivitas fisik dapat

berupa kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,

menggunakan tangga, dan berkebun (PERKENI, 2015).

Pengetahuan pada kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol

sama-sama mengalami peningkatan setelah mendapatkan edukasi.

Peningkatan pada kelompok intervensi lebih besar daripada kelompok

kontrol. Menurut peneliti hal ini disebabkan karena kedua kelompok

sama-sama mendapatkan edukasi mengenai diabetes dan cara

pengelolaanya. Edukasi pada kelompok intervensi merupakan edukasi

terstruktur dengan materi dan waktu yang sistematis, edukasi berbasis

kelompok dan diskusi yang memberikan kemudahan kepada responden

untuk memahami materi serta memberikan kemudahan untuk berbagi

pengalaman dan informasi. Adanya keterlibatan keluarga dalam edukasi

dan selama mendampingi responden menjalani perawatan membuat

responden merasa ada tempat untuk bertanya dan diskusi saat berada

dirumah.
101

Meskipun kelompok intervensi mendapatkan dukungan dari

keluarga namun peningkatan pengetahuan pada kelompok intervensi ini

tidak terlalu menunjukan perubahan yang jauh meningkat setelah

mendapatkan edukasi. Menurut peneliti hal ini disebabkan karena ada

faktor internal responden dan keluarga menyangkut kemampuan dalam

memahami dan mengingat segala sesuatu yang telah pernah dipelajari.

Factor internal dari keluarga itu sendiri juga akan mempengaruhi

kemampuan keluarga dalam berbagi ilmu dengan responden.

Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Saputri (2018) yang

menyatakan bahwa terjadi perubahan pengetahuan yang signifikan

setelah mendapatkan intervensi pendidikan terstruktur InGDEP tetapi

pada penelitian Saputri ini tidak terlihat jelas seberapa persen kenaikan

dari nilai pengetahuan responden. Hasil penelitian Saputri ini sama

dengan hasil penelitian kali ini yaitu sama-sama menunjukan perubahan

pengetahuan pada responden setelah mendapatkan edukasi terstruktur

InGDEP . Namun penelitian Saputri ini belum adanya keterlibatan

keluarga baik itu dalam mengikuti sesi InGDEP ataupun keterlibatan

keluarga dalam perawatan responden selama dirumah. Sehingga dalam

pengelolan dan perawatan Diabetes responden menjalaninya sendiri

tanpa ada keterlibatan dan dukungan dari keluarga. Responden tidak

mempunyai teman atau tempat untuk bertanya dan berdiskusi mengenai

penyakit dan perawatan yang harus dijalaninya selama dirumah.

Selain peningkatan pengetahuan pada kelompok intervensi,

pengetahuan pada kelompok kontrol juga mengalami peningkatan dari


102

sebelum 15,19 ±1,35 dan setelah 17,94±1,74 mendapatkan edukasi.

Kelompok kontrol tidak mendapatkan edukasi terstruktur tetapi hanya

mendapatkan edukasi secara individu pada saat responden melakulan

kontrol rutin dan pengambilan obat satu kali sebulan. Edukasi pada

kelompok kontrol ini bersifat individu tanpa diskusi dan sharing.

Responden pasif dan hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh

tenaga kesehatan. Waktu pemberian edukasi dan materi kurang

maksimal dan kurang terstruktur berhubung banyak responden lain

yang antri yang juga ingin kontrol. Setelah mendapatkan edukasi

responden tidak mendapatkan follow up atau evaluasi lanjutan sehingga

resiko lupa tentang materi yang didapat tinggi. Edukasi pada kelompok

control tidak ada terlibatan keluarga sehingga pada saat dirumah

responden tidak mempunyai tempat atau orang untuk diskusi.

Namun meskipun begitu, responden bisa mendapatkan informasi

dan tambahan ilmu dari lingkungan sekitar dan juga kemampuan dalam

memanfaatkan media sosial. Kebebasan informasi ini juga dapat

diperoleh dari penderita Diabetes Melitus tipe 2 lainnya yang berada

dalam ruang yang sama untuk bertukar informasi saat menunggu giliran

control.

b. Perbedaan Rerata Skor Self-Care Activity Responden Pre Test Dan Post
Test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.4 terjadi peningkatan nilai self-

care activity responden setelah mendapatkan edukasi (pre test


103

47,88±15.76, post-test 64,25±7,96). Hal tersebut didukung oleh hasil

uji Paired T Test didapkan P value 0,000, ini menunjukan bahwa

terdapat perbedaan self-care activity antara sebelum dan sesudah

mendapatkan intervensi InGDEP dan dukungan Keluarga.

Self-care activity ini menggambarkan enam domain yaitu domain

diet, olahraga, pemeriksaan gula darah, penggunaan obat, perawatan

kaki dan domain merokok (AADE7TM, 2014).

Pada domain diet menunjukan perubahan sebesar 6,8% (16,97

pretest dan 19,78 postest). Meningkatnya domain ini menunjukan

bahwa responden mampu mengatur pola diet dan memilih makanan

yang sesuai dengan kondisinya dan responden mampu menghindari

makanan yang memicu peningkatan kadar gula darah.

Pola diet penderita Diabetes Melitus dikatakan sehat apabila

pola diet itu mengacu pada diet seimbang, sehat, pemilihan

makanan yang tepat, memahami ukuran porsi dan frekuensi makan

yang ideal (AADE, 2014). Tujuan dari diet Diabetes Mellitus

adalah untuk membantu para penderita diabetes dalam mencegah

komplikasi yang lebih berat serta memperbaiki kebiasaan makan

untuk mendapatkan kontrol metabolisme dan kontrol glikemik yang

lebih baik yang didasarkan pada status gizi pasien Diabetes

Mellitus tersebut (AADE, 2014 ; PERKENI, 2015). Jannoo, Bee, et al.,

(2017) dalam penelitianya menyebutkan bahwa hal terpenting dalam

perawatan diabetes adalah kepatuhan dan penyesuaian diet, perawatan

kaki, olahraga dan berhenti merokok dimana kelima item ini merupakan
104

bagian dari self-care activity yang perlu ditekankan dan selalu

ditingkatkan.

Terjadinya perubahan pada domain diet ini tidak terlepas dari

adanya dukungan keluarga. Keterlibatan keluarga dalam mengikuti sesi

InGDEP ini mampu merubuah pengetahuan keluarga sehingga keluarga

paham dan tau apa yang harus dilakukan dalam mendampingi dan

memfasilitasi responden dalam melakukan self-care activity selama

dirumah. Dengan adanya keluarga ini maka responden tidak lagi merasa

sendiri dalam berjuang merubah gaya hidup sesuai dengan kondisi

penyakitnya. Responden merasa terbantu dan mendapatkan kemudahan

dalam menyiapkan dan menyedikan semua kebutuhan yang diperlukan

dan diharuskan dalam perawatan Diabetes Mellitis sehingga responden

merasa memiliki tanggung jawab terhadap penyakit dan peningkatan

status kesehatanya. Menurut peneliti hal diataslah yang menyebabkan

terjadinya peningkatan pada kelompok intervensi.

Hasil peneliti ini didukung dengan hasil penelitian oleh Thojampa

(2019) yang mengatakan bahwa sangat penting bagi pasien Diabetes

Melitus untuk memiliki sistem pendukung yang kuat dari siapa pun di

sekitarnya meliputi anggota keluarga, dokter, perawat, dan penyedia

layanan kesehatan dan sukarelawan. Dukungan dari keluarga akan

sangat membantu pasien Diabetes Melitus dalam melakukan perawatan

selama dirumah. Sonsona (2014) menyatakan bahwa pasien Diabetes

Melitus yang menerima dukungan sosial dari anggota keluarga

menunjukkan praktek pengelolaan diri diabetes yang positif.


105

Terjadinya perubahan self-care activity yang signifikan (P=0,000)

pada kelompok intervensi terutama perubahan pada manajemen diet

seiring dengan terjadinya penurunan yang signifikan (P=0,031) juga

pada nilai HbA1c. Hal ini dapat disebabkan karena responden dengan

bantuan keluarga memiliki kemampuan yang baik dalam memenuhi diet

seimbang untuk penderita Diabetes Melitus mulai dari menyiapkan

jenis dan jumlah makanan yang tidak memicu peningkatan kadar gula

darah dan makan sesuai jadwal yang disarankan. Dari hasil diskusi

dengan responden saat fase follow up, responden mengatakan bahwa

mereka sangat terbantu dengan adanya kerterlibatan keluarga

mendapinginya dalam menjalani perawatan selama dirumah, terutama

saat menyiapkan semua kebutuhan diet responden. Dengan keterlibatan

keluarga seperti ini responden lebih memiliki motivasi dan keyakinan

untuk selalu mematuhi aturan diet sesuai kondisi penyakitnya.

Responden merasa memiliki tanggung jawab terhadap penyakitnya.

Meskipun terjadi penurunan kadar HbA1c pada kelompok intervensi

ini, namun kadar HbA1c responden masih tergolong tinggi. Hal ini

dapat disebabkan karena fisiologis penyakit itu sendiri.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dwi, Amatayakul and

Karuncharernpanit, 2017; Jannoo, Bee, et al., (2017) yang menyatakan

bahwa kepatuhan pasien Diabetes dalam self-care activity akan

membantu pasien dalam menurunkan tingkat Hba1c, menurunkan berat

badan dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Adam, Connor, &

Garcia, (2017) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan


106

dari self-care activity pasien Diabetes Melitus tiga bulan setelah

mendapatkan intervensi edukasi selanjutnya menyebabkan

meningkatnya manajemen diri Diabetes yang dapat mengurangi

komplikasi baik fisik maupun psikologis.

Domain selanjutnya adalah domain perawatan kaki yang juga

menunjukan peningkatan (17,25 pretest dan 26,28 posttest).

Peningkatan pada domain perawatan kaki ini sejalan dengan

peningkatan pengetahuan responden pada domain gaya hidup, dimana

kedua domain ini sama-sama menggambarkan kemampuan responden

dalam melakukan perawatan kaki sesuai dengan kebutuhan kondisi

penyakitnya.

Perawatan kaki ini meliputi pengecekan sepatu sebelum responden

memakai sepatu, mencuci kaki, merendam kaki dan membersihkan

sela-sela jari kaki. Sebelum responden mendapatkan edukasi terstruktur

ini mungkin masalah perawatan kaki menjadi hal sepele yang tidak

begitu terperhatikan oleh responden, tetapi setelah mendapatkan

edukasi terstruktur domain ini menunjukan perubahan terbesar. Hal ini

dapat disebabkan karena tingginya pengetahuan responden mengenai

gaya hidup sehingga responden mampu melakukan perawatan

sebagaimana mestinya untuk menghindi terjadinya komplikasi.

Kemampuan responden dalam melakukan perawatan kaki ini

merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya komplikasi

Diabetes Melitus berupa ulkus kaki (Briefs & Systems, 2016;

PERKENI, 2015)
107

InGDEP dan dukungan keluarga memberikan pengaruh yang

sangat besar pada self-care acivity. Hal ini disebabkan karena keluarga

terlibat langsung dalam membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan

perawatan. Mulai dari menyiapkan diet seimbang, mengingatkan

responden untuk selalu memenuhi jadwal makan sesuai aturan diet

Diabetes Melitus, mengingatkan dan mendampingi responden untuk

selalu melakukan aktifitas fisik seperti jalan pagi, jogging dan senam.

Menfasilitas sarana dan juga dana untuk responden pada saat

melakukan pemeriksaan kesehatan ke pelayanan kesehatan.

Berbeda dengan kelompok intervensi, responden pada kelompok

kontrol menunjukan perubahan self-care activity (P=0,031) dan HbA1c

(P=0,513) yang tidak signifikan. Menurut peneliti hal ini disebabkan

karena kurang maksimalnya responden dalam mendapatkan

pengetahuan mengenai penyakitnya sehingga pengetahuan responden

tidak setinggi pengetahuan pada kelompok intervensi yang mengikuti

program edukasi terstruktur dan dukungan keluarga rutin setiap

minggunya. Selain itu tidak adanya evaluasi atau follow up

berkelanjutan sehingga reponden merasa tidak memiliki tanggung

jawab dalam melakukan aktivitas perawatan diri selama dirumah. Tidak

adanya keterlibatan keluarga juga merupakan penyebab lainnya yang

membuat responden merasa sendiri, merasa tidak ada orang yang

mengerti dan mau mendampinginya dalam menjalankan perawatan,

responden juga kehilangan motivasi untuk melakukan perawatan dan

pengontrolan status kesehatan kepelayanan kesehatan terutama dalam


108

mengontrol kadar gula darahnya. Berdasarkan hasil analisis tabel 5.4

terjadi peningkatan nilai self-care activity responden setelah

mendapatkan edukasi (pre test 47,88±15.76, post-test 64,25±7,96). Hal

tersebut didukung oleh hasil uji Paired T Test didapkan P value 0,000,

ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan self-care activity antara

sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi InGDEP dan dukungan

Keluarga.

Self-care activity ini menggambarkan enam domain yaitu domain

diet, olahraga, pemeriksaan gula darah, penggunaan obat, perawatan

kaki dan domain merokok (AADE7TM, 2014).

Pada domain diet menunjukan perubahan sebesar 6,8% (16,97

pretest dan 19,78 postest). Meningkatnya domain ini menunjukan

bahwa responden mampu mengatur pola diet dan memilih makanan

yang sesuai dengan kondisinya dan responden mampu menghindari

makanan yang memicu peningkatan kadar gula darah.

Pola diet penderita Diabetes Melitus dikatakan sehat apabila

pola diet itu mengacu pada diet seimbang, sehat, pemilihan

makanan yang tepat, memahami ukuran porsi dan frekuensi makan

yang ideal (AADE, 2014). Tujuan dari diet Diabetes Mellitus

adalah untuk membantu para penderita diabetes dalam mencegah

komplikasi yang lebih berat serta memperbaiki kebiasaan makan

untuk mendapatkan kontrol metabolisme dan kontrol glikemik yang

lebih baik yang didasarkan pada status gizi pasien Diabetes

Mellitus tersebut (AADE, 2014 ; PERKENI, 2015). Jannoo, Bee, et al.,


109

(2017) dalam penelitianya menyebutkan bahwa hal terpenting dalam

perawatan diabetes adalah kepatuhan dan penyesuaian diet, perawatan

kaki, olahraga dan berhenti merokok dimana kelima item ini merupakan

bagian dari self-care activity yang perlu ditekankan dan selalu

ditingkatkan.

Terjadinya perubahan pada domain diet ini tidak terlepas dari

adanya dukungan keluarga. Keterlibatan keluarga dalam mengikuti sesi

InGDEP ini mampu merubuah pengetahuan keluarga sehingga keluarga

paham dan tau apa yang harus dilakukan dalam mendampingi dan

memfasilitasi responden dalam melakukan self-care activity selama

dirumah. Dengan adanya keluarga ini maka responden tidak lagi merasa

sendiri dalam berjuang merubah gaya hidup sesuai dengan kondisi

penyakitnya. Responden merasa terbantu dan mendapatkan kemudahan

dalam menyiapkan dan menyedikan semua kebutuhan yang diperlukan

dan diharuskan dalam perawatan Diabetes Mellitis sehingga responden

merasa memiliki tanggung jawab terhadap penyakit dan peningkatan

status kesehatanya. Menurut peneliti hal diataslah yang menyebabkan

terjadinya peningkatan pada kelompok intervensi.

Hasil peneliti ini didukung dengan hasil penelitian oleh Thojampa

(2019) yang mengatakan bahwa sangat penting bagi pasien Diabetes

Melitus untuk memiliki sistem pendukung yang kuat dari siapa pun di

sekitarnya meliputi anggota keluarga, dokter, perawat, dan penyedia

layanan kesehatan dan sukarelawan. Dukungan dari keluarga akan

sangat membantu pasien Diabetes Melitus dalam melakukan perawatan


110

selama dirumah. Sonsona (2014) menyatakan bahwa pasien Diabetes

Melitus yang menerima dukungan sosial dari anggota keluarga

menunjukkan praktek pengelolaan diri diabetes yang positif.

Terjadinya perubahan self-care activity yang signifikan (P=0,000)

pada kelompok intervensi terutama perubahan pada manajemen diet

seiring dengan terjadinya penurunan yang signifikan (P=0,031) juga

pada nilai HbA1c. Hal ini dapat disebabkan karena responden dengan

bantuan keluarga memiliki kemampuan yang baik dalam memenuhi diet

seimbang untuk penderita Diabetes Melitus mulai dari menyiapkan

jenis dan jumlah makanan yang tidak memicu peningkatan kadar gula

darah dan makan sesuai jadwal yang disarankan. Dari hasil diskusi

dengan responden saat fase follow up, responden mengatakan bahwa

mereka sangat terbantu dengan adanya kerterlibatan keluarga

mendapinginya dalam menjalani perawatan selama dirumah, terutama

saat menyiapkan semua kebutuhan diet responden. Dengan keterlibatan

keluarga seperti ini responden lebih memiliki motivasi dan keyakinan

untuk selalu mematuhi aturan diet sesuai kondisi penyakitnya.

Responden merasa memiliki tanggung jawab terhadap penyakitnya.

Meskipun terjadi penurunan kadar HbA1c pada kelompok intervensi

ini, namun kadar HbA1c responden masih tergolong tinggi. Hal ini

dapat disebabkan karena fisiologis penyakit itu sendiri.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dwi, Amatayakul and

Karuncharernpanit, 2017; Jannoo, Bee, et al., (2017) yang menyatakan

bahwa kepatuhan pasien Diabetes dalam self-care activity akan


111

membantu pasien dalam menurunkan tingkat Hba1c, menurunkan berat

badan dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Adam, Connor, &

Garcia, (2017) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

dari self-care activity pasien Diabetes Melitus tiga bulan setelah

mendapatkan intervensi edukasi selanjutnya menyebabkan

meningkatnya manajemen diri Diabetes yang dapat mengurangi

komplikasi baik fisik maupun psikologis.

Domain selanjutnya adalah domain perawatan kaki yang juga

menunjukan peningkatan (17,25 pretest dan 26,28 posttest).

Peningkatan pada domain perawatan kaki ini sejalan dengan

peningkatan pengetahuan responden pada domain gaya hidup, dimana

kedua domain ini sama-sama menggambarkan kemampuan responden

dalam melakukan perawatan kaki sesuai dengan kebutuhan kondisi

penyakitnya.

Perawatan kaki ini meliputi pengecekan sepatu sebelum responden

memakai sepatu, mencuci kaki, merendam kaki dan membersihkan

sela-sela jari kaki. Sebelum responden mendapatkan edukasi terstruktur

ini mungkin masalah perawatan kaki menjadi hal sepele yang tidak

begitu terperhatikan oleh responden, tetapi setelah mendapatkan

edukasi terstruktur domain ini menunjukan perubahan terbesar. Hal ini

dapat disebabkan karena tingginya pengetahuan responden mengenai

gaya hidup sehingga responden mampu melakukan perawatan

sebagaimana mestinya untuk menghindi terjadinya komplikasi.

Kemampuan responden dalam melakukan perawatan kaki ini


112

merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya komplikasi

Diabetes Melitus berupa ulkus kaki (Briefs & Systems, 2016;

PERKENI, 2015)

InGDEP dan dukungan keluarga memberikan pengaruh yang

sangat besar pada self-care acivity. Hal ini disebabkan karena keluarga

terlibat langsung dalam membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan

perawatan. Mulai dari menyiapkan diet seimbang, mengingatkan

responden untuk selalu memenuhi jadwal makan sesuai aturan diet

Diabetes Melitus, mengingatkan dan mendampingi responden untuk

selalu melakukan aktifitas fisik seperti jalan pagi, jogging dan senam.

Menfasilitas sarana dan juga dana untuk responden pada saat

melakukan pemeriksaan kesehatan ke pelayanan kesehatan.

Berbeda dengan kelompok intervensi, responden pada kelompok

kontrol menunjukan perubahan self-care activity (P=0,031) dan HbA1c

(P=0,513) yang tidak signifikan. Menurut peneliti hal ini disebabkan

karena kurang maksimalnya responden dalam mendapatkan

pengetahuan mengenai penyakitnya sehingga pengetahuan responden

tidak setinggi pengetahuan pada kelompok intervensi yang mengikuti

program edukasi terstruktur dan dukungan keluarga rutin setiap

minggunya. Selain itu tidak adanya evaluasi atau follow up

berkelanjutan sehingga reponden merasa tidak memiliki tanggung

jawab dalam melakukan aktivitas perawatan diri selama dirumah. Tidak

adanya keterlibatan keluarga juga merupakan penyebab lainnya yang

membuat responden merasa sendiri, merasa tidak ada orang yang


113

mengerti dan mau mendampinginya dalam menjalankan perawatan,

responden juga kehilangan motivasi untuk melakukan perawatan dan

pengontrolan status kesehatan kepelayanan kesehatan terutama dalam

mengontrol kadar gula darahnya.

f. Perbedaan Tingkat Diabetes Distress Responden Pre Test Dan Post


Test Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol

Hasil penelitian ini menunjukan perubahan tingkat Diabetes

Distress responden. Perubahan ini dapat terlihat pada masing-masing

tingkat diabetes distress. Sebelum mengikuti program InGDEP dan

dukungan keluarga semua responden mengalami distress yaitu

sebanyak 19 orang (59,4%) mengalmi distress berat dan sebanyak 13

orang (40,6%) mengalami distress sedang. Sementara itu setelah

mengikuti program InGDEP dan dukungan keluarga terdapat sebanyak

13 orang (40,6%) yang tidak distress dan hanya 6 orang (18,80%) yang

mengalami distress berat. Dari hasil uji Wilcoxon diperoleh P value

0,000 pada kelompok intervensi. Dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan tingkat Diabetes Distress yang signifikan pada kelompok

intervensi antara sebelum dengan sesudah mendapatkan Indonesian

Group-based Diabetes Education Programmed (InGDEP) dan

dukungan keluarga.

Perubahan tingkat Diabetes Distress ini terlihat jelas pada

perubahan masing-masing domain. Domain regimen distress

menunjukan sebesar 33%% (17,63 saat pretest turun menjadi 13,25

saat posttest). Domain ini meliputi perasaan bersalah terhadap

ketidakmampuan atau rasa tidak percaya diri responden terhadap


114

pengelolaan diabetes. Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 kewalahan

dalam melakukan perawatan diri dan mereka berpikiran berlebihan

tentang penyakitnya dan menjadikan beban mental tersendiri sehingga

diperlukan keyakinan dan efektifitas diri tentang bagaimana hidup

lebih baik walaupun menderita diabetes (Arifin et al., 2017; World

Health Organization, 2016).

Dalam penelitian ini regimen distress menunjukan penurunan.

Dapat diartikan bahwa responden tidak lagi memiliki rasa bersalah dan

rasa tidak percaya diri dalam menjalani perawatan. Responden sudah

memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya menjalani perawatan.

Menurut peneliti ini dapat disebabkan karena responden mengalami

perubahan pengetahuan yang besar mengenai gaya hidup sehingga self-

care activity juga meningkat. Dengan peningkatan pengetahan dan

selfcare activity ini responden mulai memiliki rasa percaya diri dan

keyakinan dengan kemampuannya dalam melakukan perawatan sehari-

hari, responden mulai menyadari betapa pentingnya melakukan

pengecekan kadar gula darah dan mengatur diet sesuai kebutuhan

Diabetes Melitus sehingga kekhawatiran dan rasa tidak percaya diri

responden dalam melakukan perawatan diri berkurang.

Adanya dukungan keluarga berupa dukungan emosional/rasa

empati dan dukungan penghargaan membuat responden merasa lebih

baik, merasa diperhatikan dan dimengerti, merasa dimiliki dan dicintai

sehingga responden memiliki motivasi dan memperoleh kembali

keyakinannya dalam menjalani perawatan dan menghadapi


115

kekhawatiran karena penyakitnya sehingga komunikasi antara

responden dengan keluarga bisa terarah dan saling memahami.

Komunikasi dan interaksi antara anggota keluarga diperlukan untuk

memahami situasi psikologis anggota keluarga (Friedman, M.M

Bowden, V R. & Jones, 2010)

Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Erika,(2013) yaitu

seseorang dengan Diabetes Distress harus selalu mendapatkan

dukungan dari orang terdekat baik itu dari keluarga, teman sejawat dan

juga dari tenaga kesehatan profesional. Keluarga yang berasal dari

status perkawinan (suami/istri) memiiki hubungan yang signifikan

terhadap kejadian Diabetes Distress (Islam et al., 2014; Dogra, S and

Subhashchandra, 2017). Selain itu seseorang dengan Diabetes Distress

juga harus sering mengikuti program edukasi terstruktur yang

berbasiskan kelompok dengan tujuan agar pasien tidak merasa sendiri

dan ada orang lain juga yang sama menderita Diabetes Melitus sebagai

tempat berbagi pengalaman dalam menghadapi dan dalam menjalani

perawatan (Arifin et al., 2017; Wiastuti & Widayati, 2017).

Jika dilihat dari distribusi frekuensi Diabetes Distress antara

sebelum dan setelah intervensi, jumlah responden yang mengalami

distress sedang sama-sama berjumlah 13 orang. Hal ini bukan berarti

tidak terjadi perubahan tingkat diabetes distress. Jika dilihat dari

masing-masing responden, yang mengalami distress sedang pada saat

posttest respondennya tidak sama dengan responden yang mengalami


116

distress sedang pada saat posttest. Hal ini terlihat dari penurunan jumlah

responden yang mengalami distress berat saat post test.

Selain menjelaskan tingkat Diabetes Distress pada kelompok

intervensi, hasil penelitian ini juga menjelaskan tingkat Diabetes

Distress pada kelompok kontrol dimana tidak terdapat perbedaan

tingkat Diabetes Distress yang signifikan (P=0,157) pada kelompok

kontrol antara sebelum dengan sesudah mendapatkan edukasi secara

individu. Hal ini disebabkan karena responden tidak mendapatkan

dukungan keluarga dalam menjalani perawatan selama dirumah yang

membuat responden merasa sendiri, merasa tidak ada yang mengerti

dengan kekhawatirannya menghadapi penyakitnya dan menjalani

perawatan. Keluarga kurang memahami bagaimana perubahan

psikologis pada pasien Diabetes Melitus dan keluarga tidak mampu

memberikan dukungan emosional/empati dalam rangka meningkatkan

status psikologis responden.

Meskipun tidak terjadi penurunan yang signifikan pada kelompok

kontrol ini tetapi terdapat dua orang yang pengalami penurunan tingkat

Diabetes Distress setelah mendapatkan edukasi secara face to face. Hal

ini dapat disebabkan karena faktor internal dari diri responden itu

sendiri yang membuat responden itu memilik rasa tanggung jawab

terhadap penyakitnya walaupun keterlibatan keluaraga tidak ada

mendampinginya menjalani perawatan. Namun begitu perubahan ini

tidak menunjukan perubahan yang signifikan terhadap penurunan

diabetes distres pada kelompok kontrol.


117

6.1.3. Pengaruah Indonesian Group-Based Diabetes Education Programmed


(InGDEP) Dan Dukungan Keluarga Pada Kelompok Intervensi

a. Pengaruah InGDEP Dan Dukungan Keluarga Terhadap


Pengetahuan Responden pada Kelompok Intervensi

Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh

InGDEP dan dukungan keluarga terhadap pengetahuan responden pada

kelompok intervensi. Hasil ini diperkuat dengan hasil analisis uji

Independen T-Test yang menunjukkan adanya perbedaan pengetahuan

antara kelompok intervensi dengan kontrol (P=0,000).

Meskipun perubahan pengetahauan pada kelompok intervensi

menunjukan perubahan yang signifikan, tetapi rentang perubahan skor

dari pretest ke posttest tidak terlalu besar. Hal ini dapat disebabkan

karena pengetahuan itu berhubungan dengan factor internal seseorang

terhadap kemampuannya dalam memahami dan mengingat sesuatu.

Program edukasi merupakan salah satu dari empat pilar

penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu edukasi, terapi nutrisi medis,

latihan jasmani dan intervensi farmakologis (PERKENI, 2015).

Penatalaksaan Diabetes Melitus Tipe 2 yang memberikan peranan

penting adalah edukasi. Tujuan edukasi adalah untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan pasien Diabetes Melitus dalam

melakukan self-care activity sehingga pasien dapat menghindari

komplikasi baik komplikasi secara fisik ataupun psikologis (PERKENI,

2015; World Health Organization, 2016; IDF, 2017; ADA 2018).

Keterlibatan keluarga dalam edukasi terstruktur InGDEP ini

memiliki peran andil dalam peningkatan pengetahuan responden.


118

Dengan bertambahnya pengetahuan keluarga ini, keluarga mampu

berbagi ilmu pada anggota keluarganya yang sakit dan sehat yang tidak

hanya bermanfaat terhadap pasien saja tetapi juga untuk anggota

keluarga yang lain karena memiliki resiko untuk menderita Diabetes

Melitus (Friedman, M.M Bowden, V R. & Jones, 2010; Kaakinen et al.,

2010).

Menurut peneliti terdapatnya pengaruh InGDEP dan dukungan

keluarga terhadap pengetahuan pada kelompok intervensi ini

disebabkan karena program pendidikan yang didapatkan oleh responden

merupakan program pendidikan terstruktur yang diberikan secara

sistematis dan berkelompok dengan jumlah perkelompok dibatasi agar

responden merasa nyaman dan tidak ricuh atau ribut. Adanya sesi tanya

jawab dan diskusi yang memberikan kesempatan kepada responden

untuk berbagi ilmu dan pengalaman mengenai penyakit dan apa yang

dirasakannya. Terstrukturnya edukasi ini memberikan kemudahan

kepada responden dalam memahami dan mengingat materi yang

diberikan.

Program pendidikan terstruktur membantu responden mendapatkan

pemahaman dan keyakinan serta meningkatkan motivasi internal dari

diri sendiri untuk mencapai perubahan perilaku sehingga responden

memiliki keputusan sendiri untuk meningkatkan manajemen

pengelolaan penyakitnya (Reaney et al., 2013)

Selain itu program edukasi InGDEP ini mengikutsertakan keluarga

dalam setiap sesinya sehingga pengetahuan keluarga juga semakin


119

bertambah sehingga keluarga bisa berbagi lagi dengan responden dalam

menambah pengetahuan responden. Keluarga bisa menjadi tempat

sharing dan berdiskusi bagi responden saat responden berada dirumah.

Metode kelompok dan diskusi serta adanya keterlibatan keluarga ini

membuat responden merasa ada tempat berbagi pengalaman dan tempat

berbagi informasi dan ilmu. Responden dan keluarga saling mendukung

dalam meningkatkan pengetahuan sehingga responden juga bisa

mendapatkan pengetahuan dari keluarga terutama dalam mengingatkan

kembali mengenai penyakit atau sebagai tempat responden bertanya dan

diskusi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Wichit et al., (2016) yang menunjukan adanya pengaruh edukasi

terstruktur dan berorientasi keluarga terhadap peningkatan pengetahun

pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Penelitian oleh Atak et al. (2013) juga

menyatakan bahwa terjadi peningkatan pengetahun pada pasien

Diabetes Melitus setelah mendapatkan pendidikan terstruktur yang

berorientasi keluarga. Dukungan keluarga akan meningkatkan

kemampuan adaptif dan kognitif seseorang dalam meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan diri terhadap pengelolaan Diabetes

Melitus Tipe 2. (Buraena et al., 2016; Mendenhall et al., 2010;

Pamungkas et al., 2017)

Hasil analisis dalam penelitian ini juga menjelaskan peningkatan

pengetahuan pada kelompok kontrol. Meskipun pada kelompok kontrol

ini tidak ada keterlibatan keluarga dalam mendampingi responden


120

menjalani perawatan, tetapi pengetahuan responden tetap mengalami

peningkatan, namun peningkatannya tidak sebesar peningkatan

pengetahuan pada kelompok intervensi. Terjadinya peningkatan pada

kelompok kontrol ini dapat disebabkan karena responden juga

mendapatkan edukasi pada saat melakukan kontrol rutin (perindividu)

tetapi edukasi yang didapatkan hanya satu kali tanpa ada follow up.

Selain itu responden juga bisa mendapatkan pengetahuan dan informasi

mengenai penyakitnya dari kemampuan responden dalam

memanfaatkan media social sebagai sarana dalam mencari informasi.

Edukasi yang diberikan secara individu pada saat kontrol rutin

hanya memberikan pengetahuan saja pada pasien diabetes mellitus

pasien tidak mendapatkan pemahaman dan keyakinan untuk mencapai

perubahan perilaku baru karena pasien pasif danmenerima apa yang

disampaikan oleh tenaga profesional (Bodenheimer et al., 2010; Reaney

et al., 2013)

Menurut Atak et al, 2013; Etienne et al., (2017) pengetahuan

seorang pasien dapat ditingkatkan melalui pendidikan kesehatan

sebagai sarana dalam penambahan pengetahuan. Meskipun begitu

program pendidikan yang diberikan secara kelompok tetap lebih efektif

dalam meningkatkan pengetahuan dan pengontrolan kadar gula darah

pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dibanding edukasi trsdisional atau

individu (Bodenheimer et al., 2010).

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat peneliti simpulkan bahwa

pasien dengan penyakit kronis seperti Diabetes Melitus Tipe 2 ini


121

sebaiknya rutin mengikuti program edukasi terstruktur agar

pengetahuan pasien selalu meningkat mengenai penyakit dan cara

perawatanya, begitu juga dengan keluarga sebaiknya ikut serta aktif

dalam mengikuti edukasi dan mendampingi keluarga dalam menjalani

perawatan selama dirumah. Pasien juga sebaiknya mendapatkan

dukungan dari tenaga kesehatan dan keluarga agar pasien selalu

termotivasi dalam mengikuti program edukasi terstruktur dan selalu

mengupdate ilmunya. Selain itu follow up post edukasi juga harus

terjadwal dan selalu pasien dapatkan baik melalui pertemuan lanjutan

ataupun via telpon

b. Pengaruah InGDEP Dan Dukungan Keluarga Terhadap Self-care


Activity Responden pada Kelompok Intervensi

Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan self-care acvtivity pada kelompok intervensi tetapi tidak

pada kelompok kontrol. Berdasarkan hasil uji Paired T-Test terjadi

peningkatan self-care avtivity pada kelompok intervensi (P=0,000)

dibandingkan dengan kelompok kontrol (I=0,124). Hasil ini

diperkuat dengan hasil uji Independen T-Test yang menunjukkan

adanya perbedaan signifikan (P=0,000) self-care avtivity antara

kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Hasil ini

menunjukan bahwa terdapat pengaruh Indonesian Group-based

Diabetes Education Programmed (InGDEP) dan dukungan keluarga

terhadap self-care avtivity pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2.


122

InGDEP merupakan salah satu bentuk edukasi yang efektif

diberikan kepada pasien Diabetes Melitus dalam meningkatkan

pengetahuan mengenai Diabetes Melitus dan menambah keterampilan

pasien dalam melakukan self-care avtivity secara mandiri (Malini et al.,

2017). Kemampuan pasien dalam melakukan perawatan diri dapat

memberikan perubahan dalam hidupnya untuk menjadi lebih baik

(Buraena et al., 2016; Kara et al., 2017).

Hasil penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat pengaruh

InGDEP terhadap perubahan kemampuan pasien dalam melakukan

aktivitas perawatan diri terkait Diabetes Melitus setelah pasien

mendapatkan edukasi (Malini et al., 2018). Hal ini disebabkan karena

sebagian besar responden menyadari bahwa diet dan olahraga penting

untuk kondisi mereka. Pengelolaan diabetes secara mandiri ini dapat

dilakukan oleh pasien dan keluarga selama menjalani perawatan di

rumah. Keluarga diharapkan dapat membantu pasien dalam manajemen

sehari-hari serta memberikan dukungan dalam pengambilan keputusan

berhubungan dengan self-care activity pasien Diabetes Melitus

Badriah & Sahar (2018) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa

dukungan keluarga berupa kehangatan dan keramahan, dukungan

emosional terkait monitoring glukosa, diet dan latihan dapat

meningkatkan efikasi diri pasien sehingga mendukung keberhasilan

dalam perawatan diri. Aini (2010) menyebutkan dalam penelitianya

bahwa dukungan keluarga yang optimal dapat meningkatkan rasa

percaya diri pasien dalam melakukan aktivitas perawatan diri dan


123

menghindarkan pasien dari komplikasi psikologis serta mampu

meningkatkan kualitas hidup pasien Diabtes Mellitus.

Adanya dukungan keluarga terutama dukungan emosional tidak

hanya memberikan sebatas rasa nyaman dan rasa kasih sayang saja

tetapi juga dapat menumbuhkan motivasi dan keyakinan responden

dalam melakukan self-care activity yang juga akan berpengaruh pada

nilai kadar gula darah responden (HbA1c). Cristiane et al (2017) dalam

penelitianya menyatakan bahwa edukasi yang disertai dengan dukungan

keluarga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai indeks

massa tubuh (IMT) dan kadar gula darah (HbA1c).

Pasien Diabetes Mellitu tipe 2 yang berada dalam lingkungan

keluarga dan diperhatikan oleh anggota keluarganya dapat

menimbulkan perasaan aman dan nyaman sehingga menumbuhkan

motivasi untuk melaksanakan perawatan diri dalam kontrol glikemik

sehingga resiko komplikasi dapat dicegah (Kara et al., 2017)

Berbeda dengan kelompok intervensi, pada kelompok kontrol tidak

terdapat perubahan self-care activity yang signifikan. Hal ini

disebabkan karena program edukasi yang responden dapatkan tidak

bersifat kelompok dan diskusi hanya individu, informasi dan ilmu yang

responden dapatkan tidak semaksimal yang kelompok intervensi

dapatkan sehingga responden kurang memiliki kemampuan dalam

melakukan perawatan. Selain itu juga karena tidak adanya keterlibatan

keluarga dalam mengikuti sesi edukasi yang membuat keluarga tidak

paham dan tidak tau apa yang harus dilakukan selama mendampingi
124

responden sehingga responden merasa sendiri dalam menghadapi

penyakitnya dan hal ini menyebabkan responden kurang bersemangat

dalam menjalani perawatan dirumah.

Adam et al. (2017) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

program pendidikan terstruktur yang berbasis kelompok lebih efefktif

dalam meningkatkan perubahan gaya hidup dan kepatuhan self care

activity dibanding dengan edukasi perorangan.

c. Pengaruah InGDEP Dan Dukungan Keluarga Terhadap Diabetes


Distress Responden pada Kelompok Intervensi

Berdasarkan hasil analisis uji Wilcoxon dapat terlihat perubahan

tingkat Diabetes Distress pada kelompok intervensi (P=0,000) dan

kelompok kontrol (P=0,157). Hasil analisis uji Mann Whitney

didapatkan P value 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat

pengaruh InGDEP dan dukungan keluarga terhadap perubahan tingkat

Diabetes Distress pada pasien Diabetes Melitus.

Diabetes Distress merupakan reaksi emosional yang berhubungan

langsung dengan beban dan kekhawatiran dari hidup karena

penyakit kronis. Kondisi ini ditandai dengan cemas, kekhawatiran,

dan mungkin sedikit (Lawrence Fisher et al., 2010; Mohammad Islam

et al., 2014). Kekhawatiran ini meliputi kekhawatiran tentang

pengobatan yang tepat atau berkomunikasi secara efektif dengan

penyedia layanan kesehatan, selain itu juga berkaitan dengan

manajemen diri dan kontrol glikemik serta dukungan keluarga dan

sosial ( Erika, 2013;Karlsen and Bru, 2014).


125

Terjadinya perubahan tingkat Diabetes Distress pada kelompok

intervensi ini dapat disebabkan karena adanya keterlibatan keluarga

dalam mengikuti sesi edukasi sehingga keluarga memiliki kemampuan

dalam mengerti dan memahami kekhawatiran yang dirasakan oleh

responden. Dengan begitu keluarga memiliki rasa empati yang tinggi

terhadap anggota keluarganya yang menderita Diabetes Melitus.

Keluarga lebih perhatian dan lebih memahami kekhawatiran responden

sehingga keluarga mampu memberikan dukungan yang optimal dalam

memfasilitasi semua kebutuhan responden baik secara fisik ataupun

secara psikologis. Menurut peneliti rasa empati yang tinggi inilah yang

memberikan rasa nyaman dan rasa semangat yang tinggi bagi

responden sehingga responden tidak merasa sendiri dalam menjalani

perawatan Diabetes Melitus selama dirumah, dengan begitu

kekhawatiran mengenai massa depannya dapat berkurang sehingga

distress pada responden juga dapat berkurang dan teratasi (Baek et al.,

2014; Msw & Sun, 2014).

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan Pamungkas,

Chamroonsawasdi and Vatanasomboon, (2017) bahwa dukungan yang

diberikan kepada anggota keluarga yang sakit dapat meningkatkan

rasa nyaman dan menurunkan distress sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup anggota keluarga yang sakit.

Berbeda dengan kelompok intervensi, kelompok kontrol hanya

mendapatkan edukasi pada saat responden kontrol rutin satu kali

sebulan dan tidak melibatkan keluarga dalam edukasi dan dalam


126

mendampingi responden melakukan perawatan selama dirumah.

Keluarga kurang memahami bagaimana perubahan spikologis pada

pasien Diabetes Melitus dan keluarga juga tidak memiliki pemahaman

dan kemampuan dalam memberikan dukungan dan support terhadap

responden. Oleh karena itu tidak terdapat perubahan tingkat Diabetes

Distress yang bermakna pada kelompok kontrol (P value = 0,157).

6.2. Implikasi Penelitian

6.2.1. Institusi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program pendidikan

terstruktur InGDEP dan dukungan keluarga efektif dalam meningkatkan

pengetahuan, self-care activity dan menurunkan tingkat Diabetes Distress

dan HbA1c pada pasien Diabetes Melitus. InGDEP dan dukungan

keluarga dapat dijadikan sebagai salah satu program baru untuk

dimasukkan kedalam asuhan keperawatan Diabetes Melitus baik

diperkotaan ataupun dipedesaan, namun InGDEP dan dukungan keluarga

ini masih belum banyak diterapkan di Indonesia. Hal ini perlu menjadi

perhatian khusus bagi perawat terutama perawat spesialis endokrin dan

perawat spesialis komunitas untuk melaksanakan InGDEP dan dukungan

keluarga ini sebagai salah satu bagian dari intervensi keperawatan dalam

proses pemberian asuhan keperawatan bagi pasien Diabetes Melitus baik

di Puskesmas ataupun di Rumah Sakit.

Perawat dalam edukasi terstruktur dapat berperan sebagai care

leader yang mengkoordinir dan bertanggung jawab dalam mengatur dan

memimpin jalannya program edukasi terstruktur ini. Sebagai care


127

leaderSebagai perawat medikal bedah, perawat spesialis endokrin dapat

menjalankan perannya sebagai educator dalam meningkatkan pengetahuan

dan mendapatkan informasi yang cukup dan berlanjut dan perawat

spesialis komunitas sebagai motivator dan konsultan dapat meningkatkan

motivasi dan keyakinan pasien dalam menjalani perawatan selama

dirumah. Perawat dapat berperan sebagai pembaharu atau researcher

terhadap hasil penelitian yang diperoleh peneliti sehingga manfaat dari

InGDEP dan dukungan keluarga dalam intervensi keperawatan dapat terus

dikembangkan. Terintegrasinya InGDEP dan dukungan keluarga ini

sebagai salah satu intervensi keperawatan memerlukan dukungan dari

semua pihak baik paramedis (keluarga dan masyarakat) maupun medis

(dokter, perawat, ahli gizi dan kesehatan masyarakat).

6.2.2. Penelitian

a. Hasil penelitian ini menambah bukti bahwa InGDEP efektif terhadap

peningkatan pengetahuan dan self-care activity yang berkorelasi dengan

HbA1c serta program InGDEP ini terbukti efektif untuk diterapkan

dipedesaan ataupun diperkotaan karena penelitian sebelumnya sudah

pernah dilakukan dilingkungan pedesaan dan perkotaan.

b. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa InGDEP dan dukungan keluarga

juga efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan self-care activity serta

menurunkan HbA1c pasien Diabetes Melitus

c. Program InGDEP dan dukungan keluarga juga terbukti efektif dalam

mengatasi masalah psikologis yang sering terabaikan baik oleh tenaga

kesehatan, keluarga dan pasien itu sendiri.


128

d. Efektifnya InGDEP dan dukungan keluarga ini dapat menambah landasan

untuk dilakukannya penelitian lanjutan dalam pengembangan edukasi

terstruktur.

6.3. Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga hasil dalam

penelitian masih memerlukan penelitian lebih lanjut.


Keterbatasan dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Penelitian ini hanya melibatkan dua Puskesmas dalam satu kota sehingga

belum mendukung dalam pengenalan dan pengembangan program edukasi

terstruktur yang masing belum banyak diketahui dan diterapkan oleh

instansi kesehatan baik Puskesmas ataupun Rumah Sakit sehingga

perlukan tahap pengembangan yang lebih luas

b. Kriteria sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini belum membatasi

tingkat Diabetes Distress dan nilai HbA1c.

c. Keterbatasn media yang digunakan pada saat pemberian materi tentang

manajemen diet, penelitian ini belum menggunakan model atau alat peraga

saat mendemonstrasikan pengaturan diet seimbang untuk pasien Diabetes

Melitus.
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

1.5 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh InGDEP dan dukungan

keluarga terhadap pengetahuan, self-care activity dan diabetes disstress

pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kota

Padang, dapat peneliti simpulkan sebagai berikut:

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

7.1.

a. Gambaran karakteristik responden dalam penelitian ini adalah Sebagian

besar berjenis kelamin perempuan dengan umur 54 tahun dan sudah

menderita Diabetes Melitus 5 tahun, tingkat pendidikan terbanyak adalah

SMA. Pada kelompok intervensi hampir separoh reponden dirawat oleh

suami.

b. Terdapat perbedaan rerata pengetahuan yang signifikan (P=0,000) antara

pretest dan posttest pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

c. Terdapat perbedaan rerata self-care cctivity yang signifikan (P=0,000)

antara pretest dan posttest pada kelompok intervensi

129
d. Terdapat perbedaan tingkat Diabetes Distress yang signifikan (P=0,000)

antara pretest dan posttest pada kelompok intervensi

e. Terdapat pengaruh InGDEP dan dukungan keluarga terhadap pengetahuan

pasien Diabetes Mellitus tipe 2 pada kelompok intervensi (P=0,000).

f. Terdapat pengaruh InGDEP dan dukungan keluarga terhadap self-care

activity pasien Diabetes Mellitus tipe 2 pada kelompok intervensi

(P=0,000).

130
131

g. Terdapat pengaruh InGDEP dan dukungan keluarga terhadap diabetes

disstress pasien Diabetes Mellitus tipe 2 pada kelompok intervensi

(P=0,000).

7.1. Saran

7.1.1. Institusi Pelayanan Kesehatan


a. Institusi pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas perlu melakukan

program pendidikan terstruktur yang berbasiskan kelompok dan diskusi

serta mengikutsertakan keluarga dalam mengikuti program edukasi

sehingga keluarga juga memiliki pengetahuan yang lebih mengenai

penyakit dan cara perawatan Diabetes Melitus dengan harapan keluarga

mampu menfasilitasi pasien dalam melakukan perawatan selama

dirumah.
b. Institusi pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas perlu melakukan

evaluasi/follow up rutin tiap minggu pada pasien dan juga keluarga

terhadap ilmu yang telah pasien dapatkan selama mengikuti program

pendidikan terstruktur dan terhadap kemajuan dalam melakukan

perawatan selama dirumah.


c. Institusi pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas perlu melakukan

pengecekan kadar gula darah rutin setiap 3 bulan atau 6 bulan sekali

tiap tahunya yang diwajibkan untuk semua pasien Diabetes Melitus

tanpa terkecuali baik pasien BPJS ataupun mandiri.


d. Institusi pelayanan kesehatan Puskesmas dan Rumah Sakit perlu lebih

memperhatikan masalah psikologis pada pasien Diabetes Mllitus yang

dapat memberikan efek negative terhadap kadar gula darah pasien.

e. Institusi pelayanan kesehatan di Rumah sakit diharapkan mampu untuk

menerapkan program edukasi terstruktur ini dan melibatkan keluarga

sehingga pada saat pulang dari Rumah Sakit pasien dan keluarga
132

memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakit dan cara

pengelolaan selama dirumah.

1.

7.2.2. Institusi Pendidikan

a. Institusi pendidikan dan pelayanan perlu mengadakan diskusi secara

terjadwal dalam mengembangkan model program edukasi berupa

program edukasi terstruktur dengan dukungan keluarga agar dapat

memberikan pengaruh yang lebih bermakna lagi pada pasien Diabetes

Melitus dan ini masih merupakan hal yang baru di Indonesia khususnya

di Sumatera Barat.

b. Organisasi profesi yang berkaitan dengan Diabetes Melitus atau

perkumpulan perawat medikal bedah dan perawat komunitas baik yang

diinstansi pendidikan ataupun dipelayanan kesehatan perlu untuk

memfasilitasi pengembangan ilmu dengan mengadakan seminar,

workshop ataupun pelatihan edukator tentang keunggulan dari program

pendidikan terstruktur dengan dukungan keluarga.

7.2.3. Penelitian
a. Program pendidikan terstruktur bermanfaat terhadap peningkatan

pengetahuan, self-care activity, dukungan keluarga, menurunkan

Diabetes Distress namun masih perlu dilakukan penelitian lanjutan

untuk mengeksporasi perasaan pasien dan keluarga selama dan setelah

mengikuti program pendidikan terstruktur serta adanya dukungan

keluarga (kualitatif).
b. Program pendidikan terstruktur InGDEP dan dukungan keluarga

mampu meningkatkan self-care activity sehingga perlu dilakukan


133

penelitian lanjutan terhadap self efficacy pada pasien Diabetes Melitus


c. Program pendidikan terstruktur InGDEP dan dukungan keluarga

mampu mengatasi masalah psikologis seperti menurunkan tingkat

Diabetes Distress sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap

masalah psikologis yang lain seperti depresi dan kualitas hidup pada

pasien Diabetes Melitus


d. Program pendidikan terstruktur InGDEP dan dukungan keluarga

mampu menurunkan kadar HbA1c pada pasien Diabetes Millitus Tipe

2, tetapi rentang hbA1c responden dalam penelitin ini masih

tergolomng tinggi. Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk

memberikan intervensi khusus mengenai manajemen diet agar kadar

HbA1c pasien bisa berada pada rentang normal.

DAFTAR PUSTAKA

AADE7TM. (2014). Self-Care Behaviors American Association of Diabetes


Educators (AADE) Position Statement. Lincolin Arsyad, 3(2), 1–46.
https://doi.org/http://dx.doi.org/110.21043/equilibrium.v3i2.1268

Abbasi, Y. F., See, O. G., Ping, N. Y., Balasubramanian, G. P., Hoon, Y. C., &
Paruchuri, S. (2018). Diabetes knowledge, attitude, and practice among type
2 diabetes mellitus patients in Kuala Muda District, Malaysia – A cross-
sectional study. Diabetes and Metabolic Syndrome: Clinical Research and
Reviews, 12(6), 1057–1063. https://doi.org/10.1016/j.dsx.2018.06.025

Adam, L., Connor, C. O., & Garcia, A. C. (2017). Evaluating the Impact of
Diabetes Self-Management Education Methods on Knowledge , Attitudes
and Behaviours of Adult Patients With Type 2 Diabetes Mellitus. Canadian
Journal of Diabetes, 1–8. https://doi.org/10.1016/j.jcjd.2017.11.003
134

Agrimon, O. H. (2014). Exploring the Feasibility of Implementing Self-


Management and Patient Empowerment through a Structured Diabetes
Education Programme in Yogyakarta City Indonesia: A Pilot Cluster
Randomised Controlled Trial. Clinical Medicine in Family Medicine, (July).

Aini, N., Fatmaningrum, W., & Yusuf, A. (2011). Upaya Meningkatkan Perilaku
Pasien Dalam Tatalaksana Diabetes Mellitus Dengan Pendekatan Teori
Model Behavioral System Dorothy E. Johnson. Jurnal Ners, 6(1), 1–10.
Retrieved from http://210.57.222.46/index.php/JN/article/view/579/579

Al-shehri, F. S. (2014). Quality of Life among Saudi Diabetics. Journal of


Diabetes Mellitus, 4(August), 225–231.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.4236/jdm.2014.43032 Quality

Ali, M. (2015). A New Approach in Type 2 Diabetes Mellitus Treatment:


Evaluation of the Beneficial Effect of L-cysteine in the Treatment of Type 2
Diabetes Mellitus.

Alligood, M. (2014). Nursing Theory And Their Work (8th ed.). United States of
America: Elsevier Ltd.

American Diabetes Association (ADA. (2018). Standards Of Medical Care In


Diabetes — 2018, 41(January).

American Diabetes Association (ADA). (2014). Standards of Medical Care in


Diabetes 2014. Care.diabetisjournals.org, 37, 67.
https://doi.org/10.2337/dc14-S014

American Diabetes Association (ADA). (2017). Standard of medical care in


diabetes - 2017. Diabetes Care, 40 (sup 1)(January), s4–s128.
https://doi.org/10.2337/dc17-S003

Arifin, B., Perwitasari, D. A., Thobari, J. A., Cao, Q., Krabbe, P. F. M., & Postma,
M. J. (2017). Translation, Revision, and Validation of the Diabetes Distress
Scale for Indonesian Type 2 Diabetic Outpatients with Various Types of
Complications. Value in Health Regional Issues, 12, 63–73.
https://doi.org/10.1016/j.vhri.2017.03.010

Atak, N., Gurkan, T., Science, E., & Kose, K. (2013). The effect of education on
knowledge , self management behaviours and self efficacy of patients with
type 2 diabetes. Australian Journal Of Advanced Nursing, 26(2), 66–74.

Badriah, S., & Sahar, J. (2018). Family support in caring for older people with
diabetes mellitus: a phenomenology study. Enfermería Clínica, 28, 245–249.
https://doi.org/10.1016/S1130-8621(18)30077-9

Baek, R. N., Tanenbaum, M. L., & Gonzalez, J. S. (2014). Diabetes Burden and
Diabetes Distress: the Buffering Effect of Social Support. Annals of
Behavioral Medicine, 48(2), 145–155. https://doi.org/10.1007/s12160-013-
9585-4
135

Balitbangkes Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas) 2013.


Jakarta.

Berry, E., Lockhart, S., Davies, M., Lindsay, J. R., & Dempster, M. (2015).
Diabetes distress: Understanding the hidden struggles of living with diabetes
and exploring intervention strategies. Postgraduate Medical Journal,
91(1075), 278–283. https://doi.org/10.1136/postgradmedj-2014-133017

Bodenheimer, T., Lorig, K., Holman, H., & Grumbach, K. (2010). Patient self-
management of chronic disease in primary care. Journal of the American
Medical Association, 288(19), 2469–2475.
https://doi.org/10.1001/jama.288.19.2469

Bowling, A. (2014). Methods Review 16 Quality of life measures and meanings in


social care research. Retrieved from
http://sscr.nihr.ac.uk/PDF/MR/MR16.pdf

Briefs, S., & Systems, I. N. (2016). Metabolic Response of Slowly Absorbed


Carbohydrates in Type 2 Diabetes Mellitus.

Buraena, S., As, S., Makbul, A., & Armyn, A. (2016). The Effect of Education
against Glycemic Control in Type 2 Diabetes Mellitus : Studies of Family
Support and Compliance Treatment Supervision, 4531(February 2015), 202–
215.

Cardoso, A. F., Queirós, P., & Ribeiro, C. F. (2015). Therapeutic self-care


management interventions for individuals with diabetes mellitus: systematic
review. Revista Portuguesa de Saude Publica, 33(2), 246–255.
https://doi.org/10.1016/j.rpsp.2015.04.001

Chau, J. P.-C., Chung, L. C.-L., & Wong. (2012). An Evaluation of a Web-Based


Diabetes Education Program Designed to Enhance Self-management Among
Patients Living With Diabetes. CIN: Computers, Informatics, Nursing,
30(12), 672–679. https://doi.org/10.1097/NXN.0b013e318261f1d2

Cristiane, L., Claudia, A., Coelho, M., Gomides, S., Foss-freitas, M. C., César, M.,
& Emilia, A. (2017). Contribution of family social support to the metabolic
control of people with diabetes mellitus : A randomized controlled clinical
trial, 36, 68–76. https://doi.org/10.1016/j.apnr.2017.05.009

Dahlan, M. S. (2010). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan (5th ed.).


Ciracas: Salemba Medika.

Dennick, K., Sturt, J., & Speight, J. (2017). What is diabetes distress and how can
we measure it? A narrative review and conceptual model. Journal of
Diabetes and Its Complications, 31(5), 898–911.
https://doi.org/10.1016/j.jdiacomp.2016.12.018

Dharma, K. K. (2011). Metodelogi Penelitian Keperawatan (Pedoman


Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta Timur: CV. Trans
136

Info Media.

Dillon, P. M. (2016). Nursing Health Assessment The Foundation of Clinical


Practice (3rd ed.). United States of America: Lisa Houck.

Dogra, P., S, R. P., & Subhashchandra, B. J. (2017). Assessment of depression and


diabetes distress in type 2 diabetes mellitus patients in a tertiary care hospital
of South India, (October). https://doi.org/10.18203/2320-
6012.ijrms20173696

Dwi, A., Amatayakul, A., & Karuncharernpanit, S. (2017). International Journal of


Nursing Sciences Predictors of diabetes self-management among type 2
diabetics in Indonesia : Application theory of the health promotion model.
International Journal of Nursing Sciences, 4(3), 260–265.
https://doi.org/10.1016/j.ijnss.2017.06.010

Erika, G. (2013). Diabetes distress. American Diabetes Association, 1–4.


https://doi.org/10.1007/s11892-015-0660-z.Hagger

Etienne, A., David, W. T., Vincent, K., Patrick, K., Cyprien, N., Joseph, U., …
Charlotte, B. (2017). Effects Of a Lifestyle Education Program On Glycemic
Control Among Patients With Diabetes At Kigali University Hospital.
Diabetes Research and Clinical Practice.
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2017.02.001

Fisher, E. S. dan L. (2016). Diabetes Distress : Expert Interview A Real And


Normal Part Of Diabetes, 62(3), 29–34.

Fisher, L., Glasgow, R. E., & Strycker, L. A. (2010). The Relationship Between
Diabetes Distress and Clinical Depression With Glycemic Control Among
Patients With Type 2 Diabetes. Journal of Managed Care Pharmacy JMCP,
33(5), 1034–1036. https://doi.org/10.2337/dc09-2175.

Fisher, L., Mullan, J. T., Skaff, M. M., Glasgow, R. E., Arean, P., & Hessler, D.
(2009). Predicting diabetes distress in patients with Type 2 diabetes: A
longitudinal study. Diabetic Medicine, 26(6), 622–627.
https://doi.org/10.1111/j.1464-5491.2009.02730.x

Fisher L, Phd, Danielle M. Hessler, Phd William H. Polonsky, Phd, Joseph


Mullan, P. (2012). When Is Diabetes Distress Clinically Meaningful?, 35,
259–264. https://doi.org/10.2337/dc11-1572

Friedman, M.M Bowden, V R. & Jones, E. . (2010). Buku Ajar Keperawatan


Keluarga Riset, Teori dan Praktek. Jakarta: EGC.

Fuji Rahmawati, Elsa Pudji Setiawan, T. S. (2014). Pengaruh dukungan keluarga


terhadap kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2, 2.

Funnell, M. M., Brown, T. L., Childs, B. P., Haas, L. B., Hosey, G. M., Jensen, B.,
… Weiss, M. A. (2011). National standards for diabetes self-management
137

education. Diabetes Care, 34(SUPPL.1). https://doi.org/10.2337/dc11-S089

Gahlan, D., Rajput, R., Gehlawat, P., & Gupta, R. (2018). Prevalence and
determinants of diabetes distress in patients of diabetes mellitus in a tertiary
care centre. Diabetes and Metabolic Syndrome: Clinical Research and
Reviews, (2017), 10–13. https://doi.org/10.1016/j.dsx.2017.12.024

Gomes-Villas Boas, L. C., Foss, M. C., Freitas, M. C. F. de, & Pace, A. E. (2012).
Relationship among social support, treatment adherence and metabolic
control of diabetes mellitus patients. Revista Latino-Americana de
Enfermagem, 20(1), 52–58. https://doi.org/10.1590/s0104-
11692012000100008

International Diabetes Federation. (2015). Definition and Diagnosis Of Diabetes


Mellitus And Untermediate Hyperglicemia.

International Diabetes Federation. (2017). Global Perspectives on Diabetes, 64(3).

Islam, M., Islam, M., Karim, M., Alam, U., & Yesmin, K. (2014). Predictors of
diabetes distress in patients with type 2 diabetes mellitus. International
Journal of Research in Medical Sciences, 2(2), 631.
https://doi.org/10.5455/2320-6012.ijrms20140549

Islam, M., Karim, M., Habib, S., & Yesmin, K. (2013). Diabetes distress among
type 2 diabetic patients. International Journal of Medicine and Biomedical
Research, 2(2), 113–24. https://doi.org/10.14194/ijmbr.224

Janice Hensarling, M. (2009). Development And Psychometric Testing Of


Hensarling’s Diabetes Family Support Scale, 168.

Jannoo, Z., Bee, Y., Mohd, A., & Azmi, M. (2017). Journal of Clinical &
Translational Endocrinology Examining diabetes distress , medication
adherence , diabetes self-care activities , diabetes-specific quality of life and
health-related quality of life among type 2 diabetes mellitus patients. Journal
of Clinical & Translational Endocrinology, 9, 48–54.
https://doi.org/10.1016/j.jcte.2017.07.003

Javanbakht, M., Abolhasani, F., Mashayekhi, A., Baradaran, H. R., & Jahangiri
noudeh, Y. (2012). Health Related Quality of Life in Patients with Type 2
Diabetes Mellitus in Iran: A National Survey. PLoS ONE, 7(8), 1–9.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0044526

Joyce M. Black, J. H. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis


untuk Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Jakarta.

Kaakinen, J. R., Gedaly-Duff, V., Coehlo, D. P., & Hanson, S. M. H. (2010).


Family Health Care Nursing Theory, Practice and Research. Family Health
Care Nursing: Theory, Practice and Research.

Kara, B., Demirtaş, A., & Kılıç, Ö. (2017). General Internal Medicine and Care
138

The Relationship Between Illness Perception , Glycemic Control and Family


Support in Turkish Adults with Type 2 Diabetes.

Karlsen, B., & Bru, E. (2014). The relationship between diabetes-related distress
and clinical variables and perceived support among adults with type 2
diabetes: A prospective study. International Journal of Nursing Studies,
51(3), 438–447. https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2013.06.016

Kemenkes RI. (2014). Situasi dan Analisis Diabetes. Pusat Data Dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. https://doi.org/24427659

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2010). Medical-
Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems. Study
Guide for Medical-Surgical Nursing: Assessment and Management of
Clinical Problems (9th ed.). Elsevier Inc.

Lu, Y., Wang, N., Chen, Y., Nie, X., Li, Q., Han, B., … Lu, Y. (2017). Health-
related quality of life in type-2 diabetes patients: A cross-sectional study in
East China. BMC Endocrine Disorders, 17(1), 1–7.
https://doi.org/10.1186/s12902-017-0187-1

Malini, H., Copnell, B., & Moss, C. (2017). Considerations in adopting a


culturally relevant diabetes health education programme: An Indonesian
example. Collegian, 24(2), 183–190.
https://doi.org/10.1016/j.colegn.2015.11.002

Malini, H., Yeni, F., & Saputri, D. E. (2018). The Effect of InGDEP on Type 2
Diabetes Patients ’ Knowledge and Self-Care, 6(3), 235–242.

Mash, Levitt, & Steyn Zwarenstein. (2012). Effectiveness of a group diabetes


education programme in underserved communities in South Africa:
pragmatic cluster randomized control trial. BMC Family Practice, 13, 126.
https://doi.org/10.1186/1471-2296-13-126

Mc Sharry, J., Moss-Morris, R., & Kendrick, T. (2011). Illness perceptions and
glycaemic control in diabetes: A systematic review with meta-analysis.
Diabetic Medicine, 28(11), 1300–1310. https://doi.org/10.1111/j.1464-
5491.2011.03298.x

Mendenhall, T. J., Berge, J. M., Harper, P., Greencrow, B., & Littlewalker, N.
(2010). The Family Education Diabetes Series ( FEDS ): community-based
participatory research with a midwestern American Indian community, 17(4),
359–372.

Msw, J. W., & Sun, F. (2014). Social Work in Health Care Factors Associated
With Diabetes- Related Distress : Implications for Diabetes Self-
Management Factors Associated With Diabetes-Related Distress :
Implications for Diabetes, (August 2014), 37–41.
https://doi.org/10.1080/00981389.2014.884038
139

Mustapha, W. (2014). Management and Impact of Diabetes on Quality of Life


among the Lebanese Community of Sydney: A Quantitative Study. Journal
of Diabetes & Metabolism, 5(1), 1–10. https://doi.org/10.4172/2155-
6156.1000329

National Institute for Clinical Excellence. (2003). National Institute For Clinical
Excellence Final National Institute For Clinical Excellence (2003) “National
Institute For Clinical Excellence Final Appraisal Determination”, (May), Pp.
1–26. Available At: Https://Www.Nice.Org.Uk/Guidance/Ta57/Documents/F,
(May), 1–26. Retrieved from
https://www.nice.org.uk/guidance/ta57/documents/final-appraisal-
determination-patienteducation-models-for-diabetes2

National Institute of Health and Care Excellence (NICE). (2015). Type 2 diabetes
in adults: management. NICE guideline (NG 28). NICE Guidelines,
(December 2015). Retrieved from
https://www.nice.org.uk/guidance/ng28/resources/type-2-diabetes-in-adults-
management-1837338615493

No Title. (n.d.).

Pamungkas, R., Chamroonsawasdi, K., & Vatanasomboon, P. (2017). A


Systematic Review: Family Support Integrated with Diabetes Self-
Management among Uncontrolled Type II Diabetes Mellitus Patients.
Behavioral Sciences, 7(3), 62. https://doi.org/10.3390/bs7030062

PERKENI. (2015). Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia 2015. Perkeni.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Putri, N. H. K., & Isfandiari, M. A. (2013). Hubungan Empat Pilar Pengendalian


DM Tipe 2 dengan Rerata Kadar Gula Darah. Berkala Epidemiologi, 1(2),
234–243.

Reaney, E.G., Z., A., G., N., H., S., C., U., P., & V., K. (2013). Impact of
conversation map education tools versus regular care on diabetes-related
knowledge of people with type 2 diabetes: A randomized, controlled study.
Diabetes Spectrum, 26(4), 236–245. Retrieved from
http://spectrum.diabetesjournals.org/content/26/4/236.full.pdf+html
%5Cnhttp://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?
T=JS&PAGE=reference&D=emed12&NEWS=N&AN=2014051437

Rintala, T. M., Jaatinen, P., Paavilainen, E., & Åstedt-Kurki, P. (2013).


Interrelation Between Adult Persons With Diabetes and Their Family: A
Systematic Review of the Literature. Journal of Family Nursing, 19(1), 3–28.
https://doi.org/10.1177/1074840712471899

Saputri, D. E. (2017). Pengaruh Indonesia Group Based Diabetes Education


Program (InGDEP) Terhadap Sefl Care Behaviour Pada Pasien Diabetes
140

Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Singkarak Kabupaten Solok, 1–


3.

Sidhu, R., & Tang, T. S. (2017). Diabetes Distress and Depression in South Asian
Canadians with Type 2 Diabetes. Canadian Journal of Diabetes, 41(1), 69–
72. https://doi.org/10.1016/j.jcjd.2016.07.008

Skinner, T. C. (2013). Psychology In Diabetes Care - Frank Snoek. Retrieved


from papers2://publication/uuid/A95DE849-25E1-4A1A-83B6-
FB96DBC05439

Smeltzer, S. C., Hinkle, J. L., Bare, B. G., & Cheever, K. H. (2013). Keperawatan
Medikal Bedah Brunner and Suddarth (8th ed.). Jakarta: EGC.

Snoek, F. J., Kersch, N. Y. A., Eldrup, E., Harman-Boehm, I., Hermanns, N.,
Kokoszka, A., … Skovlund, S. E. (2012). Monitoring of individual needs in
diabetes (MIND)-2: Follow-up data from the cross-national diabetes
attitudes, wishes, and needs (DAWN) MIND study. Diabetes Care, 35(11),
2128–2132. https://doi.org/10.2337/dc11-1326

Soewondo, I. S. S. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu (2nd ed.).


Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.

Sonsona, J. B. (2014). Factors Influencing Diabetes Self-Management of Filipino


Americans with Type 2 Diabetes Mellitus : A Holistic Approach, (c), 68–145.

Thojampa, S. (2019). International Journal of Africa Nursing Sciences Knowledge


and self-care management of the uncontrolled diabetes patients.
International Journal of Africa Nursing Sciences, 10(November 2018), 1–5.
https://doi.org/10.1016/j.ijans.2018.11.002

Wiastuti, S. M., & Widayati, N. (2017). ( DSME / S ) Terhadap Stres Pada Pasien
Diabetes Melitus ( DM ) Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Patrang
Kabupaten Jember ( The Effect of Diabetes Self-Management Education and
Support [ DSME / S ] on Stress in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus in
t, 5(2), 133–140.

Wichit, N., Mnatzaganian, G., Courtney, M., & Schulz, P. (2016). Randomized
controlled trial of a family-oriented self-management program to improve
self-efficacy , glycemic control and quality of life among Thai individuals
with Type 2 diabetes. Diabetes Research and Clinical Practice, 123, 37–48.
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2016.11.013

William H. Polonsky, PhD, C. (2005). Assessing Psychosocial Distress in


Diabetes. Development of the Diabetes Distress Scale. Diabetes Care, 28(3),
626–631.

World Health Organization. (n.d.). Diabetes-Distress Kuesioner-Eng.PDF.

World Health Organization. (2011). Use of Glycated Haemoglobin ( HbA1c ) in


141

the Diagnosis of Diabetes Mellitus, 1–25.

World Health Organization. (2016). Global Report on Diabetes. Isbn, 978, 88.
https://doi.org/ISBN 978 92 4 156525 7

Young, Ekene, & Unachukwu, C. N. (2012). Review Article Psychosocial aspects


of diabetes mellitus. African Journal of Diabetes Medicine, 20(1), 5–7.

Zagarins, S. E., Allen, N. A., Garb, J. L., & Welch, G. (2012). Improvement in
glycemic control following a diabetes education intervention is associated
with change in diabetes distress but not change in depressive symptoms.
Journal of Behavioral Medicine, 35(3), 299–304.
https://doi.org/10.1007/s10865-011-9359-z

Zainuddin, M., Utomo, W., & Herlina. (2015). Hubungan Stres dengan Kualitas
Hidup Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Jom, 2(1), 890–898.
142
Lampiran 2

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.
Ibu/Bapak Responden
Di
Tempat

Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ns. Hidayatul Rahmi, S.Kep
BP : 1721312059
Akan mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Indonesia Group-Based
Diabetes Education Programmed (InGDEP) dengan dukungan keluarga terhadap
Pengetahuan, Self-care Activity, Diabetes disstress dan kadar gula darah pada
pasien Diabetes Melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kota Padang”.
Saya bermaksud meminta ibu/bapak (responden) untuk bersedia menjadi
responden dalam penelitian saya ini dan bersedia mengikuti proses pemberian
pendidikan terstruktur InGDEP yang bertujuan untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan kemampuan bapak/Ibuk dalam manajemen Diabetes serta
kesediaan bapak/Ibuk dalam memberikan data/ informasi yang nyata dan akurat
melalui pengisian kuesioner yang akan saya lampirkan pada surat ini.
Bapak/Ibu berhak untuk berpartisipasi atau tidak dalam penelitian ini, namun
penelitian ini sangat berdampak terhadap kemajuan dalam bidang keperawatan
bila semua pihak ikut berpartisipasi.
Bila Bapak/ibu setuju terlibat dalam penelitia ini, mohon menandatangani
lembaran persetujuan menjadi responden yang telah disediakan dan mohon
menjawab pertanyaan dalam kuesioner dengan sejujurnya. Kesediaan dan
perhatian Bapak/ibu sangat saya harapkan dan atas partisipasinya saya ucapkan
terima kasih.
Padang, _____________2019
Peneliti

Ns. Hidayatul Rahmi, S.Kep


Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Judul penelitian : Pengaruh Indonesian Group-Based Diabetes Education


Programmed (Ingdep) Dengan Dukungan Keluarga Terhadap
Pengetahuan, Self-care Activity, Diabetes Disstress dan kadar
gula darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Padang
Peneliti : Hidayatul Rahmi

Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan oleh peneliti tentang


penelitian yang akan dilaksanakan sesuai judul tersebut diatas, saya
mengetahui bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh
Indonesia Group-Based Diabetes Education Program (Ingdep) Dengan Dukungan
Keluarga Terhadap Pengetahuan, Self-care Activity dan Diabetes Disstress Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Padang
Saya memahami bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar
manfaatnya bagi peningkatan kualitas pelayanan keperawatan sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
Saya memahami bahwa resiko yang akan terjadi sangat kecil dan saya
berhak untuk menghentikan keikutsertaan saya dalam penelitian ini tanpa
mengurangi hak-hak saya mendapatkan pelayanan perawatan di pusat pelayanan
ini.
Saya juga mengerti bahwa catatan mengenai penelitian ini akan dijamin
kerahasiaannya, semua berkas yang mencantumkan identitas subjek penelitian
hanya akan digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah tidak
digunakan akan dimusnahkan serta hanya peneliti yang tahu kerahasiaan data
tersebut.
Selanjutnya secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, dengan ini
saya menyatakan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
Padang, 2019

Responden Peneliti

(………………………...) Ns. Hidayatul Rahmi, S.Kep


Lampiran 4
KARAKTERISTIK RESPONDEN

Pengaruh Indonesia Group-Based Diabetes Education Program (InGDEP)


Dengan Dukungan Keluarga Terhadap Pengetahuan, Self-care Activity dan
Diabetes Disstress Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Kode Responden:

Petunjuk pengisian :
1. Bacalah dengan cermat dan teliti pada setiap item pertanyaan.
2. Pilih salah satu jawaban yang menurut Bapak/Ibu paling sesuai dengan
kondisi yang dialami dengan memberi tanda ceklis (√) pada pilihan yang
dipilih.
3. Isilah titik-titik yang tersedia dengan jawaban yang benar.

A. Karakteristik Responden
Nama (inisial) :
Alamat :
Umur : Tahun
Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Pendidikan : 1. SD
2. SMP
3. SMA
4. PT
B. Lama menderita Diabetes Melitus (DM) : …………tahun…………bulan
C. Keluarga yang selama ini merawat:
Suami Istri Anak Ayah/Ibu
Yang lain sebutkan ……
LEMBAR PEMERIKSAAN KLINIS

No Pemeriksaan Klinis Hasil Ket


1. Tinggi Badan (cm)
2. Berat Badan (kg)
3. Indek Massa Tubuh (kg/m2)
4. Gula Darah Puasa (mg/dl)
5. Tekanan Darah ( mmHg )
6. Gula Sewaktu (mg/dl)
7. Hba1c (%)

Lampiran 5
KUESIONER PENGETAHUAN TENTANG DIABETES
(THE DIABETES KNOWLEDGE QUESTIONNAIRE - 24)

No Pertanyaan Benar Salah


1 Makan terlalu banyak gula dan makanan manis lainnya
merupakan penyebab diabetes
2 Penyebab umum diabetes adalah kurangnya insulin yang
efektif dalam tubuh.
3 Diabetes disebabkan karena kegagalan ginjal mencegah gula
masuk ke dalam kencing
4 Ginjal memproduksi insulin
5 Pada diabetes yang tidak diobati, jumlah gula dalam darah
biasanya meningkat
6 Jika saya menderita diabetes, anak-anak saya perpeluang
lebih besar menderita diabetes juga
7 Diabetes dapat disembuhkan
8 Kadar gula darah puasa 210 adalah terlalu tinggi.
9 Cara terbaik memeriksa diabetes adalah dengan tes kencing
10 Olah raga teratur akan meningkatkan kebutuhan atas insulin
atau obat diabetes lainnya.
11 Ada dua jenis utama diabetes: Tipe 1 (tergantung pada
insulin) dan Tipe 2 (tidak tergantung pada insulin)
12 Insulin bekerja disebabkan karena makan terlalu banyak
13 Obat lebih penting daripada diet dan olah raga untuk
mengendalikan diabetes
14 Diabetes menyebabkan peredaran darah yang tidak baik
15 Luka dan lecet pada penderita diabetes sembuhnya lebih lama
16 Penderita diabetes harus sangat berhati-hati saat memotong
kuku kaki
17 Penderita diabetes harus membersihkan luka dengan yodium
(betadine) dan alkohol
18 Cara memasak makanan sama pentingnya dengan makanan
yang dimakan oleh penderita diabetes
19 . Diabetes dapat merusak ginjal
20 Diabetes dapat menyebabkan mati rasa pada tangan, jari-jari
dan kaki
21 Gemetaran dan berkeringat merupakan tanda tingginya kadar
gula darah
22 Sering kencing dan haus merupakan tanda rendahnya kadar
gula darah
23 Kaos kaki yang ketat boleh dipakai oleh penderita diabetes
24 Diet diabetes sebagian besar terdiri dari makanan khusus

Lampiran 6
KUESIONER AKTIFITAS PERAWATAN DIRI
( THE SUMMARY OF DIABETES SELF-CARE ACTIVITIES )
Pertanyaan dibawah ini menanyakan mengenai aktivitas perawatan diri yang Anda
lakukan selama 7 hari terakhir ini untuk penyakit diabetes Anda. Jika Anda sakit selama 7
hari ini, silahkan pikirkan kembali 7 hari terakhir sebelumnya ketika Anda tidak sakit.
Lingkari jumlah hari sesuai dengan aktivitas yang Anda lakukan.

No Pertanyaan Jumlah Hari


Diet
1 Dalam tujuh hari (seminggu) terakhir, berapa 0 1 2 3 4 5 6 7
hari Anda mengikuti pola makan yang sehat?
[4 sehat 5 sempurna]
2 Dalam sebulan ini, rata-rata, berapa HARI 0 1 2 3 4 5 6 7
per minggu Anda mengikuti pola makan
tersebut?
3 Dalam tujuh hari (seminggu) terakhir, pada 0 1 2 3 4 5 6 7
berapa hari Anda makan lima takaran/sediaan
atau lebih buah dan sayuran dalam per-hari-
nya?
4 Dalam tujuh hari (seminggu) terakhir, pada 0 1 2 3 4 5 6 7
berapa hari Anda makan makanan tinggi
lemak seperti daging merah, produk susu
tinggi lemak atau santan?
Olahraga

6 Berapa hari selama 7 hari terakhir ini, Anda 0 1 2 3 4 5 6 7


melakukan sesi olahraga khusus? (seperti
berenang, berjalan, bersepeda) selain apa
yang Anda lakukan di sekitar rumah atau
sebagai bagian dari pekerjaan Anda
Pemeriksaan Gula Darah
7 Berapa hari selama 7 hari terakhir ini, Anda 0 1 2 3 4 5 6 7
mengetes kadar gula darah Anda?

Penggunaan Obat
8 Berapa hari selama 7 hari terakhir ini, Anda 0 1 2 3 4 5 6 7
menggunakan obat diabetes (seperti pil,
tablet,atau injeksi insulin) sesuai dengan
jumlah yang direkomendasikan?
9 Berapa hari selama 7 hari terakhir ini, Anda 0 1 2 3 4 5 6 7
menyuntikkan insulin sesuai dengan jumlah
yang direkomendasikan?
10 Berapa hari selama 7 hari terakhir ini, Anda 0 1 2 3 4 5 6 7
meminum obat diabetes oral (tablet/atau pil)
sesuai jumlah yang direkomendasikan?
Perawatan Kaki
11 Berapa hari selama 7 hari terakhir ini, Anda 0 1 2 3 4 5 6 7
mengecek kaki Anda?
12 Berapa hari selama 7 hari terakhir ini, Anda 0 1 2 3 4 5 6 7
memeriksa bagian dalam sepatu Anda?
13 Berapa hari dalam 7 hari terakhir ini, Anda 0 1 2 3 4 5 6 7
mencuci kaki Anda?
14 Berapa hari selama 7 hari terakhir ini, Anda 0 1 2 3 4 5 6 7
merendam kaki Anda?
15 Berapa hari selama 7 hari terakhir ini, Anda 0 1 2 3 4 5 6 7
mengeringkan sela-sela antara jari kaki Anda
setelah dicuci?
Status Merokok
16 Apakah Anda merokok (meskipun hanya 0 1 2 3 4 5 6 7
sekali isapan) selama 7 hari terakhir ini?

0 = Tidak

1 = Iya

Lampiran 7
KUESIONER PENELITIAN
DIABETES DISTRESS SCALE ( DDS - 17 )

Masalah Masalah
Tidak Masalah Masalah Masalah
Cukup Sangat
Masalah Ringan Sedang Serius
No Pertanyaan Serius Serius
(1) (2) (3) (5)
(4) (6)
1 Saya merasa bahwa dokter yang
menangani saya tidak cukup
mengetahui tentang perawatan
diabetes.
2 Saya merasa diabetes mengambil
terlalu banyak energy jiwa dan fi sik
setiap harinya.
3 Saya merasa tidak percaya diri dengan
kemampuan keseharian saya dalam
menangani masalah diabetes.
Contohnya: menjaga pola makan dan
kebersihan, minum obat tepat waktu
dan olah raga teratur.
4 Saya merasa marah, takut dana tau
tertekan ketika saya memikirkan
tentang hidup dengan menderita
diabetes.
5 Saya merasa bahwa dokter tidak
memberikan petunjuk yang cukup jelas
tentang bagaimana menangani
diabetes.
6 Saya merasa bahwa saya tidak cukup
sering melakukan pengetesan gula
darah.
7 Saya merasa bahwa saya akan berakhir
dengan komplikasi serius jangka
panjang, terlepas dari apapun yang
saya lakukan
8 Saya merasa bahwa saya sering gagal
dengan rutinitas diabetes saya.
9 Saya merasa bahwa keluarga saya
tidak cukup mendukung usaha
perawatan mandiri (contohnya: mereka
mengajak saya makan makanan yang
salah)
10 Saya merasa bahwa diabetes
mengontrol hidup saya, dimana saya
merasa bahwa aktivitas saya menjadi
terbatas sejak menderita diabetes.
11 Saya merasa dokter tidak cukup serius
dalam memperhatikan kekhawatiran
yang saya rasakan.
12 Saya merasa bahwa saya tidak ketat
dalam menyiapkan makanan yang
baik.
13 Saya merasa bahwa teman-teman atau
keluarga tidak menghargai bagaimana
sulitnya hidup dengan diabetes
14 Saya merasa kewalahan oleh tuntutan
hidup dengan penyakit diabetes.
15 Saya merasa tidak mempunyai dokter
yang bisa saya temui secara teratur
untuk berkonsultasi masalah diabetes
16 Saya sendiri merasa tidak termotivasi
untuk meneruskan penanganan
diabetes
17 Saya merasa bahwa keluarga saya
tidak memberikan dukungan
emosional yang saya inginkan. Contoh
dukungan emosional misalnya mereka
selalu mengingatkan saya agar makan
makanan yang baik, olahraga,
mengingatkan minum obat dan
menjaga kebersihan

Lampiran 8
KUESIONER DUKUNGAN KELUARGA
HENSARLING DIABETES FAMILY SUPPORT SCALE (HDFSS)

Tidak
No Pertanyaan Jarang Sering Selalu
Pernah
1 Keluarga memberi saran supaya saya
kontrol ke dokter .
2 Keluarga memberi saran supaya saya
mengikuti edukasi diabetes.
3 Keluarga memberikan informasi baru
tentang diabetes kepada saya.
4 Keluarga mengerti saat saya
mengalami masalah yang berhubungan
diabetes.
5 Keluarga mendengarkan jika saya
bercerita tentang diabetes.
6 Keluarga mau mengerti tentang
bagaimana saya merasakan diabetes.
7 Saya merasakan kemudahan
mendapatkan informasi dari keluarga
tentang diabetes.
8 Keluarga mengingatkan saya untuk
mengontrol gula darah jika saya lupa.
9 Keluarga mendukung usaha saya
untuk olah raga.
10 Keluarga mendorong saya untuk
mengikuti rencana diet/makan.
11 Keluarga membantu saya untuk
menghindari makanan yang manis.
12 Keluarga makan makanan pantangan
saya didekat saya.
13 Diabetes yang saya alami membuat
keluarga merasa susah.
14 Keluarga mengingatkan saya untuk
memesan obat diabetes
15 Saya merasakan kemudahan minta
bantuan kepada keluarga dalam
mengatasi masalah diabetes
16 Keluarga mengingatkan saya tentang
keteraturan waktu diet .
17 Keluarga merasa terganggu dengan
diabetes saya.
18 Keluarga mendorong saya untuk
memeriksakan mata saya ke dokter
19 Keluarga mendorong saya untuk
memeriksakan kaki saya ke dokter
20 Keluarga mendorong saya untuk
periksa gigi ke dokter
21 Saya merasakan kemudahan minta
bantuan keluarga untuk mendukung
perawatan diabetes saya
22 Keluarga menyediakan makanan yang
sesuai diet saya
23 Keluarga mendukung usaha saya
untuk makan sesuai diet.
24 Keluarga tidak menerima bahwa saya
menderita diabetes
25 Keluarga mendorong saya untuk
memeriksakan kesehatan saya ke
dokter
26 Keluarga membantu ketika saya
cemas dan stress dengan diabetes.
27 Keluarga memahami jika saya sedih

dengan diabetes
28 Keluarga mengerti bagaimana cara
membantu saya dalam mengatasi
diabetes saya.
29 Keluarga membantu saya membayar
pengobatan diabetes.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : HIDAYATUL RAHMI


Tempat dan Tanggal Lahir : Lawang, 07 januari 1984
Alamat : Komplek Jondul 1 Blok A 17 Rt 001 Rw 016
Simapang Gia Tabing Padang.
Asal Institusi : Universitas Andalas
Riwayat Pendidikan:
1. SD Negeri 05 Puncak Lawang, Kec,Matur, Kab.Agam tahun lulus 1996
2. SMP Negeri 03 Matur, Kec,Matur, Kab.Agam, tahun lulus 1999
3. SMU Negeri 01 Matur, Kec. Matur, Kab.Agam, tahun lulus 2002
4. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Andalas, tahun lulus 2007
5. Profesi Ners Universitas Andalas, tahun lulus 2009

Riwayat Pekerjaan:
Akademi Keperawatan Nabila Padang Panjang, 2010 - 2014

Anda mungkin juga menyukai