Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama
(S.Ag.)
Oleh:
Fradhita Sholikha
11140340000189
i
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu‘alaikum Warahmatullaah Wabarakaatuh
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan
kesabaran, kasih sayang-Nya Yang Maha Luas dan Maha Besar, berkat
mungkin. Shalawat dan salam tak lupa saya haturkan kepada junjungan Nabi
besar Muhammad SAW, yang telah mengubah zaman dari zaman jahiliyah
menuju zaman islamiyah, terang benderang menuju Islam yang rahmatan lil
‘alamin. Beliaulah Nabi akhir zaman yang telah memberikan cahaya di atas
cahaya, manusia paling sempurna, dan petunjuk jalan yang benar dan abadi
kepada umat Islam untuk pedoman hidup, serta do’an untuk para keluarganya,
ini dengan baik. Skripsi merupakan salah satu tugas akhir yang harus dikerjakan
oleh setiap mahasiswa/wi untuk mendapatkan gelar sarjana (S-1), yang disusun
dengan berbagai sumber-sumber dari karya-karya orang yang sesuai dengan judul
Penulisan skripsi ini tidak akan bisa selesai tanpa bantuan, dukungan,
motivasi, dorongan, dan support dari berbagai pihak dan orang-orang terdekat
saya. Maka dari itu, pada kesempatan ini saya ucapkan terima kasih dan peng-
ii
apresiasi-an yang terbaik dan setinggi-tingginya kepada mereka semua yang telah
Terlebih dahulu saya ucapkan terima kasih dan doa yang selalu
dipanjatkan untuk mereka, yaitu kepada Mamah tercinta tercinta, Hj. Ety
Mahmudah dan Ayah tercinta, H. Mahruf. Keduanya yang selalu saya rindukan
ketika saya sedang jauh dengan mereka. Dengan ketegasan, kedisiplinan, kasih
sayang, dan keuletan Ayah, penulis dapat menggunakan waktu dengan sebaik
sayang Mamah, penulis banyak bersabar dalam menulis skripsi ini. Banyak
pelajaran hidup yang telah penulis dapati dari mereka, arahan yang baik, dan
dosanya, selalu mempermudah urusan dan rezeki mereka, dan selalu dalam
besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, selaku ketua Jurusan Ilmu al-
sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Serta seluruh dosen dan
iii
dan Tafsir yang telah meluangkan waktu dan tenaganya, berbagi ilmu
khairan jazaa.
langkahnya, Amiin.
agar selalu fokus dan teliti dalam penulisan skripsi. Darinya dan
iv
karenanya, penulis mendapat berbagai pengalaman dan arahan selama
Ibu H. Dedi Suherman yang sudah seperti kedua orang tua sendiri.
11. Teman-teman KKN Selapak 052 UIN Jakarta, satu bulan bersama
silaturahmi.
telah penulis kunjungi, baik yang berada di UIN Jakarta maupun yang
v
di luar UIN yang telah melayani penulis dalam mempergunakan
Fradhita Sholikha
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................................... ix
vii
E. Kedudukan Tikrâr .......................................................................................... 52
BAB V PENUTUP................................................................................................................. 90
A. Kesimpulan...................................................................................................... 90
B. Saran-Saran ..................................................................................................... 91
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
ب B Be
ت T Te
ث ts te dan es
ج J Je
خ Kh ka dan ha
د D De
ر R Er
ز Z Zet
س S Es
ش Sy es dan ye
ف F Ef
ix
ق Q Ki
ك K Ka
ل L El
م M Em
ن N En
و W We
ه H Ha
ء ˋ Apostrof
ي Y Ye
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri
dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Vocal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,
transliterasinya sebagai berikut:
x
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ﹷي ai a dan i
ﹷو au a dan u
3. Vokal Panjang
4. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah
maupun huruf qomariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-diwân, bukan ad-
diwân.
5. Syaddah (Tasydīd)
xi
6. Ta Marbûṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta matbûtah tersebut
diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/
(lihat contoh 3).
1 طريقة Ṯarîqah
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan
yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan
permulaan kalimt, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.
Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hamîd Al-
Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).
xii
Berkaitan dengan penulisana nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya, ditulis Abdussamad al-Palimbani,
tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
ْ َُب األ
ستَا ُذ َ َذه dzahaba al-ustâdzu
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.
Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak pelru
dialihaksaraka. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd, Mohamad
Roem, bukan Muẖammad Rûm, Fazlur Rahman, bukan Fadl al-Raẖmân.
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam mengandung jalan hidup manusia yang universal1 dan paling
kebahagiaan dan kesejahteraan. Al-Qur‟an adalah sumber utama dan mata air
keyakinan tersebut, namun tetap saja tidak akan ada hasilnya jika tidak dimulai
Oleh sebab itu, sangat bijaksana sekali jika manusia mampu merenungkan
Al-Qur‟an diturunkan oleh Allah melalui via malaikat Jibrîl kepada Nabi
Muẖammad Saw untuk disampaikan kepada umat manusia tanpa pandang ras,
agama, negara, jenis kelamin, dan umur. Kitab ini disajikan sebagai pembawa
menjadi acuan moral secara universal bagi umat manusia untuk memecahkan
1
Universal berarti berlaku untuk semua orang atau untuk seluruh dunia, KBBI, Edisi
Kelima.
2
Allamah M.H. Thabathaba‟i, Mengungkap Rahasia Al-Qur‟an, (Bandung: Penerbit
Mizan, 1992), Cetakan Keempat, hlm. 21.
3
Abdul Rahman Dahlan, Kaidah-Kaidah Penafsiran al-Qur‟an, (Bandung: Penerbit
Mizan, 1997), Cetakan Pertama, hlm. 145.
4
Nasaruddin Umar, Ulumul Qur'an: Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi al-
Qur‟an, (Jakarta: Al-Ghazali Center, 2008), Cetakan Pertama, hlm. 354.
1
2
Qur‟an secara kategoris dan tematik, justru dihadirkan untuk menjawab berbagai
problema aktual yang dihadapi masyarakat sesuai dengan konteks dan dinamika
sejarahnya. Karena itu masuk akal jika para mufassir sepakat bahwa profesi
dan konteks masalah yang dihadapi umat manusia. Diturunkan secara berangsur-
angsur sudah tentu menunjukkan tingkat kearifan5 dan kebesaran Tuhan, sekaligus
membuktikan bahwa pewahyuan total pada satu waktu adalah mustahil, karena
juga dimaksudkan agar selaras dan sejalan dengan kebutuhan objektif yang
dan makna yang datang dari Allah Swt. Dan sesungguhnya lafazh yang berbahasa
Arab itu diturunkan Allah ke dalam kalbu Rasûlullâh Saw. Dalam hal ini
dengan uslûb (gaya bahasa) yang indah dan menantang kaum Arab untuk meniru
gaya bahasa al-Qur‟an. Namun, kenyataanya tidak ada seorangpun yang mampu
5
Kearifan berarti paham, mengerti, KBBI, Edisi kelima.
6
Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur‟an, (Jakarta: Penerbit Permadani, 2008), Cetakan
kelima, hlm. 22-23.
3
apa yang disampaikan tidak melebihi dari pemahaman manusia. Seseorang yang
Dengan cara itu, mereka mulai berpikir, menggunakan nalar mereka untuk
wajib dipatuhi, ialah karena al-Qur‟an diturunkan dari Allah dengan jalan qath‟i
bahwa al-Qur‟an itu datang dari Allah ialah mukjizat al-Qur‟an yang mampu
orang yang hendak menirunya. Sebab, al-Qur‟an memiliki uslub yang indah,
sesuatu yang akan terjadi. Maka, setiap yang terjadi yang dikhabarkan oleh al-
7
Mukjizat ialah kejadian atau peristiwa yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal
manusia, KBBI, Edisi Kelima.
8
Syaikh Muẖammad „Alî al-Sabuni, Al-Tibyân fî „ulûm al-Qur‟ân, terj. Muhammad
Qodirun Nur (Jakarta: Pustaka Amani, 2001), Cetakan Pertama, hlm. 140.
9
Fahd bin Abdirrahman ar-Rumi, Ulumul Quran: Studi Kompleksitas al-Qur‟an, terj.
Amirul Hasan dan Muhammad Halabi (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), Cetalan Pertama,
hlm. 90-91.
10
Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Bandung: Penerbit Risalah,
1985), Cetakan Kedua, hlm. 23.
4
tinggi dan memikat, uslub yang berlainan dari para bulaga, dan melukis khabar
isi kandungan al-Qur‟an. Kedua, kehebatan susunan bahasanya yang tidak dapat
ditiru dan dibuat oleh siapapun. Dan ketiga, sejumlah keunikan yang terdapat di
lafazhnya pilihan dan sesuai dengan setiap keadaan, serta sifat-sifat lain yang
dapat ditiru oleh sastrawan Arab sekalipun, karena adanya susunan yang indah
dan berlainan dengan setiap susunan yang diketahui mereka dalam bahasa Arab.
Mereka mengetahui al-Qur‟an memakai bahasa dan lafaz mereka, tetapi ia bukan
puisi, prosa atau syair dan mereka tidak mampu membuat yang seperti itu15.
penelitian. Membuka ide para pakar untuk meneliti al-Qur‟an dari segi ke-
11
Teuku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran dan
Tafsir, (Jakarta: PT Bulan Bintang), hlm. 142.
12
Manshuri Sirojuddin Iqbal, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Penerbit Angkasa,
2005), Cetakan Pertama, hlm. 289.
13
Abdul Chaer, Perkenalan Awal dengan Al-Quran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2014),
Cetakan Pertama, hlm. 24.
14
Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki, Keistimewaan-Keistimewaan Al-Quran,
(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), hlm. 14-15.
15
Sayyid Aqil Husin al-Munawwar dan Masykur Hakim, I‟jaz Al-Quran dan Metodologi
Tafsir, (Semarang: Dina Utama, 1994), hlm. 3.
5
kata dan kalimat yang sangat indah dan mampu membuat para pendengar dan
pembacanya terpukau17.
pilihan katanya yang sangat diyakini sebagai bagian dari iʻjâz al-Qur‟ân karena
derajatnya yang tinggi. Keunikan uslûb al-Qur‟an dapat dilihat pada sisi: 1.
dan akal manusia, baik yang awam maupun mereka yang sudah merasakan
ayatnya18.
Kemukjizatan al-Qur‟an tidak dapat dilihat dari satu aspek saja tetapi
merupakan kemukjizatan utama dan pertama yang ditujukan kepada bangsa Arab
mukjizat dalam bentuk teks bahasa dengan susunan dan ritme yang sangat indah
dan menakjubkan20.
Bahkan tidak hanya orang muslim saja yang mempelajari al-Qur‟an, tetapi
menyimaknya, dan berupaya membuat karya yang di dalamnya terdapat kajian al-
Qur‟an. Mereka mengubah puisi dan prosa, kata-kata bijak digunakan dalam
redaksi ayat-ayat atau kisah tertentu, sehingga banyak dijumpai dalam al-Qur‟an
ayat-ayat yang beredaksi mirip bahkan banyak juga pengulangan yang sama.
Fenomena ini merupakan realitas menarik yang tidak dapat dihindarkan oleh para
mufassir.
Sering ditemukan dalam al-Qur‟an bentuk kata dan kalimat yang berulang,
bahkan berulangnya bentuk ayat sekalipun. Berulang kata, kalimat dan ayat
tersebut merupakan gaya bahasa yang unik dimiliki al-Qur‟an. Gaya bahasa
seperti ini disebut uslûb al-Takrâr. Tidak salah bila dikatakan bahwa gaya bahasa
unsur iʻjâz yang menunjukkan kepada kekuasaan Allah SWT yang sudah tentunya
21
Orientalis berarti ahli bahasa, kesusastraan, dan kebudayaan bangsa-bangsa Timur
(Asia), KBBI Edisi Kelima, 2016.
22
Rosihon Anwar, Ulum al-Qur‟an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), Cetakan
Keempat, hlm. 193.
23
Syaikh Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur‟an, terj. Aunur Rafiq El-
Mazni, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), Cetakan Pertama, hlm. 335.
7
di kalangan mereka. Hal ini bertolak belakang dari realitas metode al-Qur‟an
mendeskripsikan sesuatu.
Sudah menjadi hal yang maklum bahwa sesuatu yang penting sering
dan terus disebut-sebut, walaupun setiap ayat yang berulang tersebut memiliki
Dalam al-Qur‟an terdapat ayat-ayat yang diulang, baik itu dalam satu surat
atau pada surat yang lain. Ayat-ayat yang diulang adakalanya secara utuh sama
antara yang satu dengan yang lainnya, dan ada yang sebaliknya24.
lafazhnya adalah pilihan dan sesuai dengan setiap keadaan, serta sifat-sifat lain
sebenarnya isinya identik. Sebagai contoh, pengulangan 31 ayat dalam surat al-
24
Said Agil Husin al-Munawwar, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002) Cetakan Pertama, hlm. 52.
25
W. Montgomery Watt, Pengantar Studi al-Quran, terj. Taufiq Adnan Amal, (Jakarta:
Rajawali Press, 1991), hlm. 78.
8
Sementara itu bagi kalangan umat Islam sendiri, repetisi ayat atau
berupa pengulangan gagasan, pernyataan, atau kata yang berlebih dan tidak
diperlukan penafsiran27.
yang lebih mendalam terhadap ayat-ayat yang diulang redaksinya, karena dengan
kajian tersebut akan diperoleh satu pemahaman yang utuh atas makna yang
kajian tersebut akan membantu mengungkap rahasia atau hikmah yang ada di
redaksi ayat juga terkesan sia-sia, karena akan memunculkan makna dan maksud
yang sama. Padahal kalau melihat pendapat para ulama bahwa ayat-ayat yang
diulang itu mempunyai firman, fungsi, tujuan, dan maksud yang berbeda pula,
karena di dalamnya terkandung rahasia dan hikmah yang cukup luas. Bahkan
26
Manshur Sirojudin Iqbal, Ringkasan dan Kritikan terhadap Buku Mohammadenism,
(Bandung: Sinar Baru, 1984), hlm. 33.
27
Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Quran: Kajian Kritis terhadap Ayat-Ayat
yang Beredaksi Mirip, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 10.
9
Imam Ghazali dengan tegas mengatakan bahwa di dalam al-Qur‟an tidak ada
terkesan diulang-ulang.
“Bahwa al-Qur‟an diturunkan dalam kurun waktu yang tidak singkat, tentunya
banyak keberagaman kabilah yang ada di komunitas Arab waktu itu cukuplah
banyak, sehingga jika ada pengulangan ayat, maka bisa jadi ibrah dari berbagai
kisah tersebut hanya terbatas pada kaum tertentu saja28”. Ungkapan tersebut
menunjukkan betapa pentingnya kaidah takrâr, seakan tanpa adanya takrâr dalam
al-Qur‟an, kisah-kisah yang sarat hikmah tersebut hanya akan menjadi sekedar
Bahkan banyak pula orang yang bukan berasal dari bangsa Arab dan tidak
mengerti apalagi memahami bahasa Arab yang beriman kepada al-Qur‟an. Hal itu
menjadi wajar sekali jika agama Islam ingin tersebar ke seluruh penjuru dunia,
maka bangsa Arab yang hidup di kawasan tempat Rasul diutus harus
menerimanya dan dari para mukmin inilah agama itu tersebar ke seluruh dunia. Di
kemaslahatan bersama agar agama Islam tetap terjaga kemurniannya. Salah satu
28
Abu Muhammad „Abdullah Ibn Muslim Ibn Qutaibah, Ta‟wil Musykil al-Quran,
(Kairo: Maktabah Dar al-Turats, 2006), hlm. 250.
10
bahwasanya tidak ada kesulitan bagi orang Muslim walaupun selain bangsa Arab
Ayat tersebut diulang sebanyak empat kali dalam Surah Al-Qamar (ayat
17, 22, 32, dan 40) yang menegaskan kepada umat Muslim, Allah telah
menurunkan Al-Qur‟an tidak hanya sebagai kitab suci umat Muslim saja,
makna perintah yakni, hafalkanlah al-Qur‟an itu oleh kalian dan ambillah sebagai
nasihat buat diri kalian. Sebab tidak ada orang yang lebih hafal tentang al-Qur‟an
Maka dari itu, dari problema-problema al-Qur‟an yang muncul dan telah
tentang pengulangan ayat tersebut. Penulis tertarik untuk meneliti dan mengambil
judul, “Tikrâr Ayat dalam al-Qur’an (Analisis Surah al- Qamar Ayat 17, 22, 32,
40).
11
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah penulis paparkan, berbagai problema yang
terkait dengan pengulangan ayat yang memang makna dan tujuannya selalu
pengulangan ayat pada Surah Al-Qamar, yaitu dari beberapa referensi dan kitab
tafsir yang telah diteliti, bahwa penafsiran dari ayat-ayat tersebut, menyangkut
tentang bagaimana al-Qur‟an diciptakan untuk dibaca, dihafal, dan digali ilmu al-
atau peristiwa yang terjadi, dengan menggunakan bahasa Arab yaitu bahasa yang
dipakai oleh masyarakat. Sedangkan menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir Fî Ẕilâl
yang ingkar dengan ayat-ayat Allah. Dalam ayat ini berupa sejumlah kisah umat
terdahulu yang mendustakan kebenaran yang dibawa oleh para Rasul sehingga
di antaranya adalah:
ayat tersebut?
12
para ulama tafsir sebagai mediator untuk sampai kepada jawaban yang bersifat
yaitu hanya fokus membahas tikrâr ayat pada QS. Al Qamar Ayat 17, 22, 32 dan
kepada beberapa kitab-kitab tafsir klasik dan kontemporer yang mana sesuai
dengan penelitian yang akan dikaji. Alasan pemilihan surah dan ayat yang diulang
tersebut yaitu karena di dalam surah al-Qamar banyak sekali pelajaran dan
peringatan yang wajib diketahui dan diperhatikan oleh setiap umat manusia.
Seperti gambaran pada hari kiamat, siksaan bagi kaum-kaum terdahulu yang
mendustakan rasul-rasul mereka, jaminan bagi orang yang akan mempelajari al-
memudahkan al-Qur‟an untuk diambil ibrah di dalamnya, dan balasan bagi orang-
orang yang bertakwa. Terdapat satu ayat yang diulang sebanyak empat kali, ayat
tersebut diletakkan setelah pemaparan kisah umat-umat tedahulu yang sangat keji
dan buruk, sebagai penutup dan nasihat bagi mereka yang ingin mempelajari al-
Qur‟an. Maksudnya, al-Qur‟an tidak hanya dibaca, namun juga diambil pelajaran
13
permasalahan, yaitu: “Apa sasaran tikrâr dan hikmah yang terdapat pada Surah
Tujuan utama dari penelitian skripsi ini adalah untuk menguraikan dan
Ayat 17, 22, 32 dan 40 dengan cara menganalisis dan mendeskripsikan keempat
ayat tersebut. Karena ayat tersebut sebagai penutup dari pemaparan kisah suatu
kaum yang terazab, seperti kaum Lûṯ, kaum „Ȃd, kaum Nûẖ, dan kaum Tsamûd.
Oleh karena itu, penulis ingin mencari tahu apakah ada kaitannya antara keempat
akan selalu memiliki maksud dan tujuan tertentu. Selain itu, dapat berguna
Bagi penulis, skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir (wajib) di
masa perkuliahan jenjang S1 ini, juga sebagai salah satu syarat untuk
E. Metode Penelitian
literatur lain yang tentunya berhubungan dengan pembahasan pada skripsi ini.
Dengan penelitian ini, data-data yang diperoleh berkaitan dengan hal-hal yang
Dalam hal ini penulis merujuk kepada dua sumber, yakni sumber utama
perpustakaan umum lainnya yang sangat mendukung dan membantu dalam proses
ayat-ayat tersebut dengan cara memberikan uraian mengenai makna ayatnya dan
penjabaran pendapat para ulama tafsir mengenai pengulangan ayat tersebut. Maka,
akan terlihat hasilnya, apa sasaran dan hikmah terhadap pengulangan satu ayat
F. Tinjauan Pustaka
kajian di atas, yaitu tentang pengulangan redaksi ayat dalam al-Qur‟an. Kebetulan
Hadis) yang ditugaskan oleh dosen untuk memberikan judul yang akan dikaji
kepada dosen, serta setelah mengetahui judul yang akan dikaji, diperintahkan
untuk mencari bahan bacaan dan sumber-sumber yang satu tema dengan kajian
tersebut yang agak mirip (sesuai) dengan penelitian yang akan dilakukan,
sehingga bisa dijadikan sebuah gambaran atau arahan dari judul yang akan dikaji
Namun sangat jarang pembahasan atau hasil karya tulis tentang tikrâr
redaksi ayat dalam al-Qur‟an. Maka dari itu, penulis sangat tertarik untuk
yang sama:
macam repetisi, seperti repetisi dalam segi sastra (Arab), dalam segi
Namun, pada skripsi ini membahas repetisi dalam al-Quran saja, dan
16
dijelaskan sebelumnya.
menjelaskan sifat-sifat Allah, seperti Sifat Maha Pengasih pada ayat 78,
sifat Allah ada (wujud), pada ayat 3, 14, dan 15, sifat berkehendak pada
ayat 1-4, sifat Allah berdiri sendiri pada ayat 6, 7, 10, dan 29, dan sifat-
yang ingin mengetahui suatu sasaran dan hikmah yang terkandung, atas
dan syair-syair Arab, dan penafsiran al-Qur‟an dalam pandangan Bint al-
penulis juga fokus dengan surah al-Qamar saja, yang memiliki satu ayat
yang diulang sebanyak empat kali dengan lafaz dan makna yang sama,
tikrâr yang hanya sekilas saja. Sedangkan pada skripsi ini, membahas
perbuatan mereka.
Perbedaan dengan skripsi ini yaitu, hanya menganalisis satu ayat yang
Adam yang meliputi penciptaan Adam AS, pemberian ilmu kepada Adam
penempatan Adam AS dan istrinya di dalam syurga, tipu daya iblis dan
surah makkiyah atau madaniyah, dan juga pengulangan ayat pada surah
tersebut.
G. Sistematika Penulisan
menyusunnya dalam 5 bab, dimana antara bab satu dengan yang lainnya
Bab satu: Bab ini merupakan pendahuluan yang meliputi: latar belakang
penulisan.
Bab dua: Bab ini merupakan pemaparan dan pembahasan dari pengertian
tikrâr secara umum, tipologi tikrâr dalam Al-Qur‟an, kaidah-kaidah tikrâr, fungsi
Bab tiga: Pada bab ini, akan difokuskan mengenai gambaran umum surah
munasabah surah, pesan-pesan yang terkandung (tujuan dan maksud ayat ini
diturunkan).
Bab empat: Analisis pengulangan ayat dalam surah al-Qamar. Pada bab
ini, penulis akan menganalisis pengulangan satu ayat yang diulang sebanyak
empat kali. Bagaimana kandungan makna yang terdapat pada ayat 17, 22, 32, dan
40. Apakah ada kaitannya dengan kisah-kisah yang dipaparkan sebelum ditutup
oleh ayat-ayat tersebut atau tidak. Untuk menjawab rumusan masalah, penulis
memaparkan beberapa penafsiran dari kitab-kitab tafsir yang sesuai dan gamblang
Bab lima: Kesimpulan dan saran. Dalam bab yang terakhir ini, akan
permasalahan yang terdapat pada latar belakang masalah dan rumusan masalah
yang disajikan secara per point. Kemudian dilanjutkan kepada permohonan saran-
saran sebagai masukan dari para pembaca untuk melengkapi penelitian dari hasil
karya penulis yang cukup terbatas dan tentunya masih banyak kekurangan.
BAB II
Salah satu iʻjâz1 yang terdapat dalam al-Qur‟an adalah pengulangan yang
terjadi pada ayat-ayatnya atau yang lebih dikenal dalam cabang ilmu al-Qur‟an,
penulis akan mencoba memberikan definisi tikrâr, disertai dengan bentuk tikrâr,
mashdar dari kata kerja “ ” كررyang merupakan rangkaian dari kata huruf كر
berarti “لتقرير “ ” اعادة اللفظ َمَّرًة بَ ْع َد َمَّرةٍ او مرادفةmengulangi lafal atau yang
1
I‟jâz berarti menetapkan kelemahan atau menjadikan tidak mampu. Kelemahan menurut
pengertian umum ialah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu.
2
Secara bahasa, Mutasyâbih berasal dari kata tasyâbuh yang berarti keserupaan dan
kesamaan. Tasyâbaha dan isytabahâ berarti dua hal yang masing-masing menyerupai yang
lainnya. Adapun secara istilah, mutasyâbih ialah ayat-ayat yang maknanya belum jelas, samar,
dan hanya Allah yang mengetahui maksudnya. Masuk ke dalam kategori mutasyabih antara lain:
mujmal (global), mu‟awwal (harus ditakwil), musykil, dan mubham (ambigius).
3
Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Maqâyis al-Lughah, Juz V (Beirut:
Ittihad al-Kitab al-„Arabi, 1423 H/2002 M) hlm. 126.
20
21
sinonimnya4 sekali atau lebih untuk menetapkan (taqrir) makna”5. Selain itu,
ada juga yang memaknai al-tikrâr dengan “ فصاعدا ” ذكر الشيء مرتني
menyebutkan sesuatu dua kali berturut-turut atau penunjukkan lafal terhadap
sebuah makna secara berulang6. Sedangkan yang dimaksud dengan tikrâr dalam
al-Qur‟an yaitu satu kata atau kalimat yang diulang beberapa kali karena
yaitu dari Ibnu Naqib, ia mengartikan al-tikrâr ialah suatu lafaz yang diucapkan
dari seorang pembicara kemudian mengulanginya dengan lafaz yang sama, baik
ataupun tidak, atau ungkapan tersebut hanya sama dengan maknanya bukan
dengan lafaznya.
4
Sinonim ialah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk bahasa
lain, KBBI, Edisi Kelima.
5
Ibrâhîm Muẖammad al-Jurumi, Muʻjâm „Ulûm al-Qur‟ân, (Al-Dimasyqi: Darul
Qolam), hlm. 103.
6
Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Maqâyis al-Lughah, (Beirut:
Ittihad al-Kitab al-„Arabi, 1423 H/2002 M) hlm. 126.
7
Muẖammad Abû Mûsa, al-Balâghah al-Qur‟âniyah fî Tafsîr al-Zamakhsyari, hlm. 673.
8
Semantik ialah ilmu tentang makna kata dan kalimat, pengetahuan mengenai seluk
beluk dan pergeseran arti kata, KBBI, Edisi Kelima.
9
Rohi Baalbaki, Al-Maurid Qamus ´Arabi-Injilizi, (Beirut: Dar el-ilmi lil malayin, 2006),
hlm. 360.
10
Dendy Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 1167.
22
Sehingga arti dari kata repetisi adalah pengulangan, hal mengulang kembali,
pembahasan tentang takrâr ini erat kaitannya dengan pembahasan tentang iṯnâb
meniru uslûb al-Qur‟an13. Dengan adanya gaya bahasa al-Qur‟an yang seperti ini,
yang terdapat dalam al-Qur‟an. Al-Qur‟an menggunakan kalam Arab tentu dalam
unsur pengungkapannya juga menerapkan teori dan kaidah-kaidah yang ada dalam
bahasa induknya. Model dan seni pengulangan al-Qur‟an ini telah banyak
dibukukan oleh para ulama, baik dalam tema khusus maupun dalam sub tema14.
11
Ahmad Attabik, Kamus Inggris-Indonesia-Arab, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika),
Cetakan Pertama, hlm. 700.
12
Imam Akdlari, Imam Balaghah, Tarjamah Jawhar al-Maknun, terj. Moch. Anwar
(Bandung: PT al-Ma‟arif, 1993), hlm. 114.
13
Maẖmûd al-Sayyid Syaikhun, Asrâr al-Tikrâr fî Lughoh al-Qur‟ân, (Mesir: Dar Al-
Hidayat), hlm. 9.
14
Ahmad Attabik, Repetisi Redaksi Al-Quran, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta,
2014), Cetakan Pertama, hlm. 21-22.
23
Pembahasan tikrâr tidak sebatas pada pengulangan lafal, akan tetapi juga
mencakup pada pengulangan makna, seperti yang banyak terkandung dalam al-
Qur‟an.
al-Qur´ân. Pembahasan pada cabang ilmu ini sangat umum, karena masuk di
dengan Al-tikrâr fî Al-Qur‟ân adalah pengulangan redaksi kalimat atau ayat dalam
al-Qur‟an dua kali atau lebih, baik itu terjadi pada lafalnya ataupun maknanya
persoalan khusus takrâr. Misalnya, Maḥmûd bin Hamzah bin Nasr al-Karmânî
tema pengulangan dalam sub judul tertentu, misalnya al-Zarkasyî dalam karyanya
Kalâm”15.
15
Khoridatul Mudhiah, “Menelusuri Makna Pengulangan Redaksi dalam Surah al-
Rahman”, vol. 8, Juni 2014, hlm. 4.
24
dalam kitab ini salah satunya membahas ayat-ayat diulang dalam suatu surat yang
(takrâr) merupakan bagian dari uslûb fasâẖah. Hal ini dilandasi oleh anggapan
kalimat atau kata-kata, terutama yang saling berkaitan satu sama lainnya. Hal ini
dikuatkan oleh kebiasaan orang Arab dalam beretorika dan berkomunikasi, ketika
mereka menaruh perhatian terhadap suatu perkara agar dapat terealisasi dan
Fenomena ini dapat menggunakan bukti kelemahan („ajz) mereka untuk dapat
janji, dan ancaman, karena manusia memiliki tabiat yang berbeda-beda dan
semuanya mengajak kepada hawa nafsu, hal itu tidak dapat terpuaskan kecuali
16
Ahmad Attabik, Repetisi Redaksi Al-Quran, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta,
2014), Cetakan Pertama, hlm. 22.
17
Retorika ialah keterampilan bahasa secara efektif, KBBI, Edisi Kelima.
18
Ahmad Attabik, Repetisi Redaksi Al-Quran, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta,
2014), Cetakan Pertama, hlm. 23.
19
Khoridatul Mudhiah, “Menelusuri Makna Pengulangan Redaksi dalam Surah al-
25
sebuah gagasan dalam jiwa seseorang. Tujuan penetapan ini dapat dicapai dengan
cara dilafalkan secara berulang-ulang dan kontinyu20. Ketika sesuatu itu diulangi
secara terus menerus, maka akan menancap dalam hati dan akan diterima lapang.
Pengulangan juga berpengaruh besar bagi nalar orang-orang yang berpikir. Hal itu
dikarenakan sesuatu yang diulang berpengaruh dalam rongga tabiat alam bawah
dan menetapkan kandungan makna dalam jiwa dan sanubari pembaca dan
pengulangan kalam Arab yang disinyalir oleh para ulama Balaghah, pengulangan
Tidak hanya para sahabat saja yang mendapatkan repetisi, tetapi Nabi
sendiri secara periodik mendapat repetisi dari Allah melalui malaikat Jibrîl, yaitu
sekali repetisi setiap tahun. Pada tahun beliau wafat, repetisi diadakan oleh Jibrîl
dua kali. Sewaktu repetisi itu beliau disuruh memperdengarkan bacaan al-Qur‟an
bahkan hal itu menjadikan ayat-ayat al-Qur‟an menjadi sangat indah, puitis, dan
romantis, sehingga tidak membosankan untuk dibaca, didengar, dan dikaji makna
digunakan dan sering dipraktekkan dalam dunia pendidikan karena secara luas
diingat.
tersebut ditemukan kaidah yang berbunyi: “Pengulangan kata yang sama dalam
satu redaksi, bila ia berbentuk ma‟rifah, maka kata yang pertama sama
nakirah, maka kandungan makna kata yang kedua berbeda dengan yang
24
Humaidi Tatapangarsa, Al-Qur‟an yang Menakjubkan, (Surabaya: PT Bina Ilmu
Offset, 2007), hlm. 24.
25
Hasan Bisri, “Makalah Balaghah Asrâr al-Tikrâr fī al-Qur‟ân, Pendidikan Bahasa Arab
Program Pasca Sarjana”, UIN Sunan Gunung Djati, 2008, hlm. 4.
26
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an Jilid 2, (Tangerang: Penerbit Lentera Hati,
2011), hlm. 636.
27
mengandung makna yang sama. Dan kata yusrâ yang kedudukannya nakirah
terulang dua kali. Namun, kata yusrâ yang pertama berbeda dengan kata yang
kedua. Sehingga dapat dipahami bahwa setiap ada satu kesulitan, maka dapat
sebuah pengulangan yang terjadi pada kalimat atau kata yang pengucapannya
dilakukan berulang-ulang. Tikrâr juga termasuk dalam ilmu iʻjâz al-Qur‟ân. Ilmu
ini sangat penting dan berguna dalam pengucapan kata atau kalimat, karena jika
Tikrâr dalam al-Qur‟an pada garis besarnya terbagi menjadi dua macam,
yakni tikrâr lafaz dan tikrâr maʻnâ. Tikrâr lafaz adalah pengulangan redaksi al-
Qur‟an baik dalam bentuk kata maupun jumlah (kalimat). Sedangkan tikrâr maʻnâ
ialah pengulangan suatu makna dengan lafaz yang berbeda. Namun, perlu digaris
bawahi, bahwa setiap pengulangan yang disampaikan, tidak memiliki makna atau
tujuan penyampaian yang sama pula, karena setiap yang disampaikan di dalam al-
Di dalam al-Qur‟an ditemukan beberapa ayat yang ketika dilihat dari segi
28
lafaz dan maknanya secara berulang terdapat dalam beberapa surah, hal ini
memiliki tujuan tertentu. Sehingga disebut al-tikrâr fî al-Qur‟ân. Oleh karena itu,
dalam Al-Qur‟an dua kali atau lebih, baik itu terjadi pada lafalnya ataupun
maknanya dengan tujuan dan alasan tertentu. Berikut pembagian tikrâr secara
rinci.
1. Tikrâr Kalimat
menggunakan kalimat yang diulang-ulang. Dari segi redaksi, contoh yang paling
mudah diingat yaitu pada surah al-Qamar sebanyak empat kali dan surah al-
tersebut yang memiliki faidah, terdapat dalam Surah Al-Fajr ayat 21-22:
ِ
ُ َك َّّل إِ َذا ُد َّكت ْاْل َْر
﴾ ٕٔ﴿ ًض َد ّكاً َد ّكا
27
Surah Al-Qamar yang diulang sebanyak empat kali
28
Surah Al-Raẖmân yang diulang sebanyak 31 kali.
29
Lafadz dakkâ dan saffâ merupakan bentuk isim yang keduanya sama-
sama diulang dalam satu ayat secara berurutan. Tujuan dari repetisi pada
sebagai ẖâl (posisi iʻrâb) dari kata yang pertama30. Sehingga memiliki
digoncangkan berturut-turut)31.
Tikrâr pada kalimat fiʻil merupakan kata kerja yang terbentuk dari
kata kerja lampau. Salah satu contohnya terdapat pada surah Ali
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
﴾۳﴿ ني
َ اصطََفاك َعلَى ن َساء الْ َعالَم ْ ََوإِ ْذ قَالَت الْ َمّلَئ َكةُ يَا َم ْرَيُ إِ َّن اللّو
ْ اصطََفاك َوطَ َّهَرك َو
“Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: "Hai
Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan
kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang
semasa dengan kamu)”.
29
Mohammad Luthfi Anshori, Kajian tentang Fenomena Pengulangan dalam Al-Quran,
(STAI Al-Anwar, Gonrojo-Kalipang Sarang Rembang), Artikel, hlm: 64.
30
Kedudukan dakkan yang pertama dibaca nashab merupakan mashdar mu‟akkad li
al-fi‟il, dan yang kedua juga sama dibaca nashab, tetapi kedudukannya sebagai ta‟kid untuk
mashdar yang kedua.
31
Ahmad Attabik, Repetisi Redaksi Al-Quran, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta),
Cetakan Pertama, Juni 2014, hlm. 53.
30
Maryam32.
penyesuaian pada fi‟il yang kedua, amhil, sebab fi‟il itu merupakan
bentuk aslinya.
32
Qurrota A‟yun, NIM: 13210539, “ Repetisi Frasa Yaghfiru Liman Yasyâ‟ wa
Yuʻadzdzibu Man Yasyâ‟ dalam Al-Quran (Studi Komparatif Tafsir Teologis)”, Skripsi Program
Studi Ilmu al-Quran dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, hlm. 29.
31
pada kata kerja yang sedang dilakukan saat ini maupun pada masa
akan mendatang.
Pengulangan huruf juga banyak terjadi dan sering ditemui di dalam al-
ِ ِ ِ ِ
ُ ُّم َوُكنتُ ْم تَُراباً َوعظَاماً أَنَّ ُكم ُُّّمَْر
﴾۳۳﴿جو َن ْ أَيَع ُد ُك ْم أَنَّ ُك ْم إذَا مت
“Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu
telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu
sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)”
33
Syaikh Muẖammad „Alî al-Sâbuni, Safwatut Tafâsir, terj. Yasin, (Jakarta: Pustaka
Kautsar, 2011), Jil. 5, hlm. 722.
32
dua kali, yakni pada kalimat ayaʻidukum annakum kemudian diikuti oleh
Contoh lain pada tikrâr ini, seperti pengulangan pada bunyi huruf
ra dan ha34.
اْلنْ َسا َن ِم ْنِْ َّى ِر ََلْ يَ ُك ْن َشْيئًا َم ْذ ُك ًورا (ٔ) إِنَّا َخلَ ْقنَا ِ ان ِح
ْ ني م َن الدٌ ِ اْلنْ َس ِْ َى ْل أَتَى َعلَى
يل إِ َّما َشاكًِرا َوإِ َّما َك ُف ًوراِ َّ ُصريا (ٕ) إِنَّا َى َديْنَاه ِ ِ ِ ِ ٍ نُطْ َف ٍة أَم َش
َ السب ً َاج نَْبتَليو فَ َج َع ْلنَاهُ ََس ًيعا ب ْ
)ٗ( ين َس َّل ِس َل َوأَ ْغ َّلًَل َو َسعِ ًريا ِ ِ ِ
َ )إنَّا أ َْعتَ ْدنَا ل ْل َكاف ِر۳(
35
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang
dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang
bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan
larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang
bersyukur dan ada pula yang kafir. Sesungguhnya Kami telah
menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang
kafir ”.
34
Hasan Bisri, “Makalah Balaghah Asrâr al-Tikrâr fî al-Qur‟ân”, Pendidikan Bahasa
Arab Program Pasca Sarjana, UIN Sunan Gunung Djati, 2008, hlm. 3.
35
QS. al-Insân /76: 1-4.
36
QS. „Abasa/80: 17-20)
33
2. Tikrâr Maʻnâ
ulang. Sehingga tujuan dan maksudnya sama. Pengulangan ini tidak terjadi
dalam satu surah saja, namun terdapat pada surah lain. Pengulangan suatu
makna dalam satu surah akan berbeda lafaznya dengan surah lain, namun
memiliki makna yang sama. Dengan demikian, yang sama hanya maknanya,
bukan lafalnya37.
al-Naẖl/16: 103.
َّه ْم يَ ُقولُو َن إََِّّنَا يُ َعلِّ ُموُ بَ َشٌر لِّ َسا ُن الَّ ِذي يُلْ ِح ُدو َن إِلَْي ِو أ َْع َج ِمي َوَى َذا لِ َسا ٌن
ُ َولََق ْد نَ ْعلَ ُم أَن
﴾ٔٓ۳﴿ ني ٌ َِعَرِب ُّمب
“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata:
"Sesungguhnya Al Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya
(Muhammad)." Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa)
Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam38, sedang Al-Qur‟an adalah
dalam bahasa Arab yang terang.”
37
Ahmad Hasmi Hashoma, “Uslûb al-Tikrâr fî al-Qur‟ân al-Karîm”, Skripsi jurusan BSA
Fakultas Adab dan Humaiora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009, hlm. 20.
38
Bahasa 'Ajam ialah bahasa selain bahasa Arab dan dapat juga berarti bahasa Arab yang
tidak baik, karena orang yang dituduh mengajar Muhammad itu bukan orang Arab dan hanya
mengetahui sedikit-sedikit bahasa Arab.
34
sholat. Dalam ayat tersebut, lafaz khash yaitu shalat al-wustha di „athf-kan
kapada lafaz „am yaitu al-shalawat. Yang pertama dinamakan ma‟thuf (yang
mengikuti) dan lafaz yang kedua dinamakan ma‟thuf „alaih (yang diikuti).
disebabkan waktunya antara pertengahan siang dan malam. Ada pula yang
mengatakan shalat Ashar. Namun dari beberapa pendapat tersebut, yang lebih
kuat dan telah dikatakan oleh hadis riwayat Muslim, bahwa Nabi Muhammad
39
Shalat wustha ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. Ada yang
berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar. Menurut
kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-
baiknya.
40
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, (Jakarta: PT: Qaf Media Kreativa, 2017),
Cetakan Pertama, hlm. 405.
41
Sayyid Khadar, al-Tikrâr al-Uslûb fî al-Lugah al-„Arabiyyah, (Mesir: Darel-Wafa,
2003), hlm. 147.
35
3. Shibhut Tikrâr
Jenis tikrâr yang ketiga ini merupakan tikrâr yang lafazhnya diulang
berkali-kali dan mirip. Akan tetapi setelah diteliti secara mendalam, lafazh
tersebut memiliki bentuk yang berbeda. Sehingga shibhut tikrâr ini tidak
tikrâr ini mirip dengan tikrâr dan tampak adanya kesamaan makna akan tetapi
maknanya berbeda42.
Salah satu contoh jenis shibhut tikrâr terdapat pada surah al-Kâfirûn
pada lafazh aʻbudu.
﴾۳﴿ قُ ْل يَآاَيُّ َهاالْ َكافُِرو َن ﴿ٔ﴾ آل اَ ْعبُ ُد َما تَ ْعبُ ُدو َن ﴿ٕ﴾ َوَآل أَنْتُم َعا بِ ُدو َن َمآ أ َْعبُ ُد
ِل ِدي ِنِ ِ ِ ِ
َ ﴾ لَ ُك ْم دينُ ُكم َو۳﴿ َوَآل اَنَاْ َعاب ٌد َّما َعبَ ْد ُُْت ﴿ٗ﴾ َوَآل أَنْتُم َعا ب ُدو َن َمآ أ َْعبُ ُد
﴾ٙ﴿
“Katakanlah: "Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah
apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
seolah diulang dua kali pada ayat tiga ketiga dan kelima seolah-olah diulang
dua kali dan memiliki makna yang sama. Namun jika diteliti lebih dalam,
(sekarang) dan lafaz aʻbud menunjukkan pada waktu mustaqbal (yang akan
tersebut ialah “Dan pada saat ini kamu sekalian bukanlah penyembah Tuhan
macam tikrâr dalam al-Qur‟an, di antaranya tikrâr kalimat, tikrâr makna, dan
shibhut tikrâr. Tikrâr kalimat terbagi menjadi tiga, yaitu tikrâr kalimat isim,
tikrâr kalimat fiʻil yang terdiri dari fiʻil mâḏî, fiʻil muḏâri‟, dan fiʻil amr, dan
C. Kaidah-Kaidah Tikrâr
antara lain:
Hal itu disebabkan karena sasaran pada ayat tersebut, konteks, dan latar
43
Khalid ibn Usman, Qawa‟id Tafsir, hlm. 702.
44
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, (Jakarta: PT. Qaf Media Kreativa, 2017),
Cetakan Pertama, hlm. 775.
37
ٍِ
َ َِويْ ٌل يَ ْوَمئذ لِّْل ُم َك ِّذب
﴾ٔ۹﴿ ني
hambanya. Ketika ayat tersebut diulang, maka nikmat yang dijelaskan juga
berlainan.
Tidak ada dua kata atau kalimat yang terjadi secara berulang-ulang
dengan makna yang sama pula tanpa adanya pemisah yang berbeda
maknanya dari dua yang dipisahkan itu, ada pemisah diantara dua kata atau
kalimat tersebut.
pengulangan suatu ayat dengan lafal dan makna tanpa fashil (pemisah)
38
Fâtiẖah ayat 3:
﴾۳﴿الرِحي ِم
َّ الر ْْح ِن
َّ
“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”
Lafaz Basmallah jika tanpa fashil dengan surah al-Fâtiẖah, maka lafaz
kaidah kedua.
makna pula. Contohnya terdapat dalam firman Allah surah al-Kâfirûn ayat
2-3:
﴾۳﴿ ََل أ َْعبُ ُد َما تَ ْعبُ ُدو َن ﴿ٕ﴾ َوآل أَنتُم َمآ أَعبُ ُد
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah”.
Kata أَعبُ ُد yang merupakan bentuk dari fi‟il mudhari dan َعابِ ُدو َن
bentuk isim fa‟il, dalam ayat itu berasal dari kata dasar yang sama, yaitu
„ عبدmenyembah‟. Dalam ayat َآل أ َْعبُ ُد َما تَعبُ ُدو َنterdapat dua kata kerja
mudhari, yaitu أ َْعبُ ُد dan تَعبُ ُدون. Maka kandungan ayat itu ialah “saya
45
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, (Jakarta: PT. Qaf Media Kreativa, 2017),
Cetakan Pertama, hlm. 782.
39
Jadi, kata َعابِ ٌد „penyembah‟ maksudnya ialah penyembahan dari seorang
„ أ َْعبُ ُدsaya menyembah‟ ialah penyembahan dari saya pada masa kini dan
mendatang bukan kelangsungan penyembahan secara subtantif. Dengan
demikian, ayat ini mengandung makna, “penyembahan dari pihak saya
tidak pernah dan tidak akan terjadi ada dalam kenyataan, apapun
bentuknya dan kapanpun pada masa yang akan mendatang”. Penyembahan
yang tidak pernah ada dalam kenyataan itu ditujukan terhadap ُّْ ََّما َعب
دُت
(apa yang kalian pernah sembah) pada masa lampau. Oleh karena itu, Nabi
Muhammad menyatakan dan memberitahukan ketiadaan penyembahan
yang dilakukannya dalam bentuk apapun terhadap tuhan-tuhan yang lain
yang telah disembah kaum musyrikin Makkah kapan pun itu. Artinya, jiwa
Nabi tidak mungkin menerima dan mau adanya penyembahan itu.
Demikianlah bentuk kata أ َْعبُ ُد berbeda maknanya dengan bentuk kata
46
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, (PT: Qaf Media Kreativa, Jakarta), Cetakan 1,
November 2017, hlm. 781.
40
عابِ ٌد.
َ Jelaslah bahwa perubahan bentuk kata mengakibatkan bentuk
makna.
pertanyaan, “Kau akan pergi perang? Kau akan pergi perang?” pertanyaan
ِ ِ ِ ِ
ُ ُّم َوُكنتُ ْم تَُراباً َوعظَاماً أَنَّ ُكم ُُّّمَْر
﴾۳۳﴿ جو َن ْ أَيَع ُد ُك ْم أَنَّ ُك ْم إ َذا مت
“Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila
kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu
sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)47”
ُ َّاَن
Kalimat كم اَيَعِ ُد ُكمkemudian diikuti oleh kalimat اَنَّ ُكم ُّمَُْر ُجو َن
mengandung arti mustahilnya kebangkitan setelah kematian. Ayat ini
merupakan jawaban dari orang-orang kafir terhadap hari akhir.
47
Maksudnya: dikeluarkan dalam keadaan hidup sebagai waktu di dunia.
41
diperhatikan dan terus disebut-sebut. Hal ini akan sangat berpengaruh bagi
para pembaca dan peneliti guna memenuhi tuntutan dari maksud tersebut.
Sebagai contoh kaidah kelima ini, dalam firman Allah surah al-
﴾۳﴿ َكّلَّ َسيَعلَ ُمو َن ﴿ٗ﴾ ُثَّ َكّلَّ َسيَعلَ ُمو َن
“Sekali-kali tidak kelak mereka akan mengetahui. Kemudian
sekali-kali tidak kelak mereka mengetahui”
namun belum bisa diketahui tepatnya (waktu hari akhir tiba). Sebuah
peringatan dan ancaman bagi mereka yang menolak dan tidak yakin
dengan datangnya hari kiamat tersebut. Oleh karena itu lafaz tersebut juga
Jika terdapat dua isim yang disebutkan dalam suatu ayat, maka ada
menunjukkan maʻrifah, atau isim yang pertama nakirah dan isim yang
48
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, (PT: Qaf Media Kreativa, Jakarta), Cetakan 1,
November 2017, hlm. 786.
42
kedua maʻrifah, dan isim yang pertama maʻrifah, sedang yang kedua
nakirah49.
antara lain:
ٍ ض ْع ِ ِ ٍ ض ْع ِ
ف قُ َّوًة ُثَّ َج َع َل َ ف ُثَّ َج َع َل من بَ ْعد َ اللَّوُ الَّذي َخلَ َق ُكم ِّمن
﴾۳ٗ﴿ يم الْ َق ِد ُير ِ
ُ ض ْعفاً َو َشْيبَةً َُيْلُ ُق َما يَ َشاءُ َوُى َو الْ َعل
ٍ ِ ِ
َ من بَ ْعد قُ َّوة
49
Manna‟ Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur‟an, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa), hlm. 285.
50
Isim Nakirah secara bahasa merupakan gabungan dari kata isim dan nakirah. Isim
merupakan bentuk kata benda dari kata kerja sama-yasmu, yang artinya memberi nama, dan isim
artinya nama. Sedangkan nakirah adalah isim mashdar (bentuk kata benda) dari kata kerja nakira-
yankaru, yang artinya bodoh atau tidak memahami, belum mengetahui. Dengan demikian nakirah
dapat diartikan sebagai kebodohan atau tiadanya pemahaman, keadaan belum mengetahui. Lafaz
isim nakirah ialah kata benda yang menunjukkan suatu yang tidak tertentu, misalnya اب ِ
ٌ َ( كتsuatu
buku) berbeda dengan kataاب ِ
ُ َ( اَلْكتbuku itu). Isim nakirah dalam al-Qur‟an itu ternyata mempunyai
kandungan makna yang bermacam-macam antara lain: mengagungkan, merendahkan, jumlah yang
banyak, jumlah sedikit, berlaku umum bila terkait nafy-nahy, syarat, dan lain-lain.
43
51
Muhammad Chirzin, Al-Qur‟an dan Ulumul al-Qur‟an, (Yogyakarta: PT Dana Bakti
Prima Yasa), Cetakan Kedua, April 2003, hlm. 192.
52
Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, Jami‟ li Ahkam al-Qur‟an, Juz XI,
Kairo, Daar el Hadits, 2002, hlm. 369.
53
Manna‟ Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur‟an, (Bogor: Pustaka Lentera Antar
Nusa), hlm. 286.
54
Isim ma‟rifah secara bahasa merupakan gabungan dari kata isim dan ma‟rifah. Isim
merupakan bentuk kata dari kata kerja sama-yasmu yang atinya memberi nama, dan isim artinya
nama. Sedangkan ma‟rifah, adalah isim mashdar (kata benda) dari kata kerja „arafa-ya‟rifu yang
artinya mengetaui menetapkan, meneliti/menganalisis. Dengan demikian, ma‟rifah dapat diartikan
sebagai pengetahuan, penetapan, atau penelitian/analisis.
44
ين ِ َّ ِ
diikuti oleh isim iḏâfah
َ صَرا َط الذ. Maka isim yang pertama
dengan yang kedua sama.
c. Isim al-Nakirah berada di awal dan isim al-Maʻrifah berada
setelahnya. Jenis yang ketiga ini bahwa kedua isim tersebut
surat al-Muzzammil/73:15-16.
ِ ِ
َ ٔ﴾ فَ َع۳﴿ًإِنَّا أ َْر َس ْلنَا إِلَْي ُك ْم َر ُسوَلً َشاىداً َعلَْي ُك ْم َك َما أ َْر َس ْلنَا إِ َل ف ْر َع ْو َن َر ُسوَل
صى
﴾ٔٙ﴿ ًَخذاً َوبِيّل ْ َخ ْذنَاهُ أ
َ ول فَأ
َ الر ُسَّ فِْر َع ْو ُن
55
Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang
benar. Yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi
taufik.
56
Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua
golongan yang menyimpang dari ajaran Islam.
57
Muhammad Chirzin, Al-Qur‟an dan Ulumul al-Qur‟an, (Yogyakarta: PT Dana Bakti
Prima Yasa, 2003), Cetakan Kedua, hlm. 193.
45
Rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat.”
Maksudnya, bisa dilihat pada arti dari kedua ayat tersebut yang
menjelaskan bahwa kata Rasul pada penyebutan kedua adalah
sama dengan yang pertama, yaitu Nabi Musa AS. Jadi makna
nabi pada ayat 15 yang diutus kepada Firʻaun adalah juga nabi
yang diingkarinya pada ayat yang setelahnya58.
d. Isim maʻrifah berada di awal, dan isim nakirah berada
setelahnya.
ِ
َ اع ٍة َك َذل
﴾۳۳﴿ك َكانُوا يُ ْؤفَ ُكو َن ِ
َ اعةُ يُ ْقس ُم الْ ُم ْج ِرُمو َن َما لَبِثُوا َغْي َر َس
َ الس
َّ وم
ُ َويَ ْوَم تَ ُق
Lafaz ُاعة
َ السterulang sebanyak dua kali pada ayat tersebut,
َ
yang pertama isim maʻrifah, sedang yang kedua isim
nakirah. Dalam kasus ini, kedua lafaz tersebut berbeda,
karena lafaz yang pertama menunjukkan pada hari kiamat,
sedangkan yang kedua lebih tertuju pada waktu. Hal ini
disebabkan adanya siyâq al-kalâm (sama benar).
Kaidah ini tidak selalu demikian, namun bisa diambil
58
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, (Jakarta: PT. Qaf Media Kreativa, 2017),
Cetakan Pertama, hlm. 789.
46
Pada ayat di atas kata illah terulang dua kali, yang pertama
adanya Tuhan60.
59
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), Cetakan Pertama,
hlm. 50.
60
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), Cetakan Pertama,
hlm. 51.
47
Raẖmân/55:60.
ayat 27-28:
ٕ﴾ قُرآناً َعَربِيّاً َغْي َر۷﴿آن ِمن ُك ِّل َمثَ ٍل لَّ َعلَّ ُه ْم يَتَ َذ َّك ُرو َن
ِ َّاس ِِف ى َذا الْ ُقر ِ
ْ َ ِ ضَربْنَا للن َ َولََق ْد
﴾ٕ۸﴿ِذي ِع َو ٍج لَّ َعلَّ ُه ْم يَتَّ ُقو َن
61
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), Cetakan Pertama,,
hlm. 52.
48
ayat 1-2:
﴾ٕ﴿ ُاْلَاقَّة
ْ اَْلَاقَّةُ ﴿ٔ﴾ َما
“Hari Kiamat, apakah hari Kiamat itu?”
kaidah yang satu dengan yang lainnya. Namun, pada dasarnya kaidah-
kaidah tersebut juga merupakan bagian dari tipologi tikrâr. Karena jika
62
Muhammad Chirzin, Al-Qur‟an dan Ulumul al-Qur‟an, (Yogyakarta: PT Dana Bakti
Prima Yasa, 2003), Cetakan Kedua, hlm. 193.
49
Tikrâr memiliki fungsi yang beraneka ragam dan ilmu ini sangat
terdapat sesuatu yang lemah dari al-Qur‟an tersebut, misalnya fenomena tikrâr
yang dianggap oleh beberapa kalangan sebagai sesuatu yang sia-sia, maka
antara lain:
a. Sebagai taqrîr
ِ َن مع اللّ ِو ِآِلةً أُخرى قُل َلَّ أَ ْشه ُد قُل إََِّّنَا ىو إِلَو و ِ
اح ٌد َ ٌ َُ ْ َ َْ َ َ َ َّ أَئنَّ ُك ْم لَتَ ْش َه ُدو َن أ
﴾ٔ۹﴿ َوإِن َِّن بَ ِريءٌ ِِّّمَّا تُ ْش ِرُكو َن
“Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain
di samping Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui." Katakanlah:
"Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya
aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)."
63
Mohammad Luthfi Anshori, “Kajian tentang Fenomena Pengulangan dalam Al-Quran”,
(STAI Al-Anwar, Gonrojo-Kalipang Sarang Rembang), hlm. 72.
50
mutlak, tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan jika ada yang
Hal ini dikarenakan terkadang tikrâr mengulang lafal dan makna yang
ك ِمن بَ ْع ِد َىا
َ َّصبَ ُرواْ إِ َّن َرب
َ اى ُدواْ َو
ِ ِ ِ
َ اج ُرواْ من بَ ْعد َما فُتنُواْ ُثَّ َج
ِ ِ َُّثَّ إِ َّن رب
َ ك للَّذ
َ ين َى َ َ
﴾ٔٔٓ﴿ يم ِ لَغَ ُف
ٌ ور َّرح
ٌ
“Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang
berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan
sabar. Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha
Pengampun Lagi Maha Penyayang”.
Karena terpisah dari uraian yang cukup panjang, maka ayat ini
rasa heran dan penasaran atas apa yang akan terjadi pada hari kiamat
nanti, sehingga rasa takut dan mencekam pasti datang pada setiap insan
Mu‟minûn/40: 38-39.
ِِ ِ ِ ِ
ب َ إِ ْن ُى َو إََِّل َر ُج ٌل افْ تَ َرى َعلَى اللَّو َكذباً َوَما ََْن ُن لَوُ ِبُْؤمن
ِّ ٖ﴾ قَ َال َر۸﴿ ني
﴾ٖ۹﴿ ون ِ انصرِن ِِبَا َك َّذب
ُ ُْ
“Orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku, ikutilah aku, aku
akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku,
52
Tikrâr juga merupakan salah satu metode yang mudah untuk diingat dan
dihafalkan.
E. Kedudukan Tikrâr
hidayah.
menyingkap aneka nikmat Allah dan ciptaan Allah yang berupa bumi,
Oleh karenanya, tidak heran jika orang Arab tidak mampu menandingi
annya. Sehingga terhindar dari rasa jenuh bagi setiap pendengar dan
dalamnya67.
yang terjadi pada makna maupun pada lafaznya. Meski terlihat sama dan
65
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), Cetakan Pertama, hlm.
82.
66
Anshori, Ulumul Qur‟an; Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2013), Cetakan Pertama, hlm. 127.
67
Anshori, Ulumul Qur‟an; Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2013), Cetakan Pertama, hlm. 127.
54
Karena adanya gaya bahasa dan pola pengulangan seperti yang telah
dijelaskan dalam tipologi tikrâr di atas. Tentu ada alasan yang menjadi
Salah satu penamaan surah yang berasal dari nama sebuah benda langit,
yaitu Al-Qamar yang berarti Bulan. Surah ini terletak setelah surah al-Najm dan
mereka. Adanya keunikan dalam surah ini yang menggunakan gaya penyampaian
yang berbeda dengan surah lain. Setiap kali pemaparan suatu kisah umat
terdahulu, ditutup dengan ayat yang artinya “Dan sumgguh telah Kami
mudahkan al-Qur‟an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil
hamba-Nya yang ingin mengambil pelajaran tersebut. Hal ini dijelaskan di dalam
Surah Al-Qamar.
Qur‟an. Dinamakan Al-Qamar yang berarti Bulan, berasal dari Al-Qamar yang
terdapat pada ayat pertama dalam surah ini. Namun, nama tersebut tidak hanya
digunakan sebagai nama pada surah saja, tetapi diterangkan pada ayat yang
terdapat dalam surah ini tentang terbelahnya bulan1 yang menurut sebagian ulama
1
Terbelahnya bulan adalah mukjizat yang dikaitkan dengan Nabi Muhammad berasal
dari ayat-ayat al-Qur‟an 54: 1-2, dan disebutkan oleh tradisi Muslim seperti Asbāb al-Nuzūl,
kebanyakan komentator Muslim menafsirkan kejadian tersebut sebagai perpecahan literal di bulan,
sementara beberapa lainnya mengidentifikasi sebagai peristiwa yang akan terjadi pada hari
penghakiman.
55
56
dan sebagian ulama lagi dipahami akan terjadi terbelahnya bulan pada saat hari
kiamat2 datang. Terdiri dari 55 ayat dan pada masa Nabi Muẖammad saw, surah
ini terkenal dengan nama yang dipilih dari ayatnya yang pertama, yakni, Surah
Iqtarabat al-Sâʻah3 yang dinilai oleh mayoritas ulama sebagai surah yang turun
sebelum Nabi hijrah ke Madinah4. Semua ayat dalam surah ini diakhiri dengan
huruf ra5.
negara-negara Islam lainnya, seperti Maroko, Arab, Libya, dan Pakistan, menurut
“Dari Abdullah berkata bawa bulan terbelah menjadi dua bagian di zaman Rasulullah, kemudian
Rasulullah bersabda: Saksikanlah” (HR Muslim: 7249).
Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa ketika kaum Kafir Makkah meminta Rasulullah untuk
memperlihatkan tanda-tanda kebesaran Allah serta menguji kebenaran Risalah Baginda Rasulullah
dengan memintanya membelah bulan. Maka Allah Swt mengabulkan doa beliau hingga pada
malam hari tampaklah bulan terbelah menajdi dua bagian, dimana bagian lainnya berada di sisi
Gunung Safa dan bagian lainnya di sisi Gunung Qaikan dan terlihat di antaranya bukit Hira.
Adapun dasar untuk menetapkan bahwa ayat itu menerangkan suatu peristiwa yang akan terjadi,
bukan yang telah terjadi adalah pernyataan ini muncul setelah menjelaskan bahwa saat itu hampir
tiba. Sedangkan bulan terbelah dua adalah suatu kejadian yang besar, yang sekiranya memang
pernah terjadi, tentunya banyak orang yang melihat, tidak hanya orang Arab saja, dan tentulah
berupa suatu mukjizat yang tidak dapat dipungkiri.
2
Hari kiamat ialah peristiwa dimana alam semesta beserta isinya hancur luluh yang
membunuh semua makhluk di dalamnya tanpa terkecuali. Hari kiamat ditandai dengan bunyi
terompet sangkakala oleh Malaikat Israfil atas perintah dari Allah Swt. Setelah semua makhluk
yang hidup mati, maka Allah Swt akan kembali memerintahkan Malaikat Israfil untuk meniup
terompet yang kedua kalinya guna membangunkan semua orang yang telah mati untuk bangkit
kembali mulai dari manusia pertama zaman Nabi Adam hingga manusa yang terakhir saat kiamat
tiba untuk melaksanakan hari pembalasan untuk mempertanggung jawabkan semua amal
perbuatannya selama hidup di dunia.
3
M Quraish Shihab, Al-Lubâb; Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-
Qur‟an, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 109.
4
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), Cetakan Kedua, hlm. 221.
5
Ayatullah Allamah Kamal Faqih Imani dan Tim Ulama, Tafsir Nûrul Qur‟ân: Sebuah
Tafsir Sederhana Menuju Cahaya Al-Qur‟an, (Jakarta: Nur Al-Huda, 2013), Cetakan Pertama,
hlm. 613.
6
Muchlis Muhammad Hanafi, Makkiy dan Madaniy: Periodisasi Pewahyuan Al-Quran,
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2017), Cetakan Pertama, hlm. 522.
57
Surah tersebut diturunkan sesudah surah al-Ṯarîq7 dan sebelum surah Sâd,
merupakan surah ke-tiga puluh tujuh yang diterima Nabi Muẖammad dan turun
Makkî berasal dari kata Mekah, yang merupakan kota suci, kota para Nabi, dan
Ada beberapa pendapat yang menilai ayat 44 sampai dengan ayat 46, turun
pada saat Perang Badar bulan Ramadhan tahun kedua hijriyah. Namun, pendapat
tersebut tidak mendapat banyak dukungan karena mungkin Nabi Muẖammad baru
tergolong surah Makiyah, karena seperti yang telah dijelaskan bahwa surah
tersebut mengandung unsur ciri-ciri Makkiyah tersebut. Maka dari itu, jelaslah
bahwa surah tersebut tergolong Makkiyah yang diturunkan sesudah surah al-
Ṭāriq. Nama al-Qamar memiliki arti bulan, penamaan tersebut diambil dari satu
7
Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu al-Qur‟an, (Jakarta: AMZAH, 2006), Cetakan Kedua,
hlm. 233.
8
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), Cetakan Kedua, hlm. 222.
9
Makkî adalah kumpulan ayat-ayat atau surat-surat al-Qur‟an yang turun sebelum
Rasûlullâh hijrah bukan turun di Mekkah, dan ayat-ayat yang sasarannya lebih ditujukan kepada
masyarakat Arab. Secara spesifik, ciri-ciri ayat-ayat Makkiyah antara lain: mengandung kisah para
nabi dan umat terdahulu, tidak terlalu panjang (pendek), biasanya diawali dengan kata “kallâ”,
gambaran tentang hari kiamat, dan orang-orang musyrikin.
Sedangkan Madaniyah, berasal dari kata Madânî, yakni tempat hijrah dan kota Rasûlullâh.
Madânî adalah ayat-ayat al-Qur‟an yang turun sesudah Rasulullah hijrah dan sasarannya lebih
ditujukan kepada penduduk Madinah. Ciri-cirinya antara lain: ayat-ayatnya mengandung hukum
faraid dan had, menyingkap orang-orang munafik, ayatnya panjang-panjang, terdapat sindiran-
sindiran terhadap kaum munafik, menjelaskan permasalahan ibadah, muamalah, hudud, warisan,
dan keutamaan jihad.
10
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), Cetakan Kedua, hlm. 221.
58
Surah al-Qamar memaparkan kisah kaum „Ȃd, Tsamûd, Nûẖ, Lûṯ, dan
Firʻaun, bukti bahwa kaum tersebut ada kaitannya dalam sejarah masa lalu.
Kemudian dengan tema akidah, surah tersebut memaparkan hari akhir dan
gambaran hari akhir yang akan dikumpulkan seluruh manusia yang akan
menjadi hari penentuan bagi manusia selama perjalanan hidup di dunia dan akan
pemaparan hari akhir tersebut ialah agar manusia segera bersiap-siap dalam
yang baik13. Ada banyak pelajaran yang terkandung di dalam surah ini,
bahwasanya apa yang telah dikehendaki Allah pasti akan terjadi dan manusia
berakhirnya kehidupan dunia, dan tidak berfungsi lagi benda-benda langit. Allah
mengatakan apabila orang-orang kafir melihat satu tanda ke-Nabian, maka mereka
tersebut14.
Tema utama pada surah ini terlihat pada kecaman dan peringatan kepada
kaum musyrikin yang sangat tidak pantas untuk ditiru karena keangkuhan dan
kedurhakaannya. Semua ayat yang terdapat pada surah itu memaparkan kejadian-
11
Abdul Chaer, Pengenalan Awal dengan al-Qur‟an, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014),
Cetakan Pertama, hlm. 162.
12
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, Keniscayaan Hari Akhir: Tafsir Al-Qur‟an
Tematik, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2010), Cetakan Pertama, hlm. 47.
13
Muchlis Muhammad Hanafi, Makkiy dan Madaniy: Periodisasi Pewahyuan Al-Quran,
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2017), Cetakan Pertama, hlm. 527.
14
Ahmad Attabik, Repetisi Redaksi Al-Qur‟an: Memahami Ayat-Ayat Al-Qur‟an yang
Diulang, (Yogyakarta: IDEA Press), hlm. 79.
59
kejadian yang terdapat pada umat-umat terdahulu, hanya ada dua ayat terakhir
saja yang menjelaskan orang-orang yang bertakwa. Terdapat empat kaum, yaitu
Kaum Nabi Nûẖ, ʻȂd, Tsamûd, dan Lûṯ yang pembangkang. Kisah tersebut
diuraikan dalam surah ini dengan menggunakan gaya yang berbeda berupa uraian-
Misi surah al-Qamar ialah menentukan sebuah pilihan agar manusia dapat
memilih untuk mengikuti jalan orang-orang kafir yang telah diberikan siksaan dari
yang selalu memberi peringatan bahwa hari kiamat pasti terjadi dan akan datang.
Tugas manusia agar mentaati perintah Allah, percaya terhadap kehendak Allah,
malaikat. Selain itu, ada beberapa kisah yang dipaparkan pada surah tersebut,
kisah umat terdahulu yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya, sehingga mereka
agar mereka sadar bahwa balasan yang Allah berikan merupakan sebuah
Menurut Ṯâhir ibn „Ȃsyûr, surah ini bertujuan untuk menjelaskan betapa
ayat Allah, sehingga ancaman dan hari kiamat juga mengingatkan mereka atas
nasib yang akan mereka hadapi dan temukan. Sedangkan menurut Sayyid Quṯb
15
M Quraish Shihab, Al-Lubâb; Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-
Qur‟an, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), Cetakan Pertama, Juli, hlm. 110.
16
Amru Khalid, Khowatir Qur‟aniyah, Kunci Memahami Tujuan Surat-surat al-Quran,
(Jakarta: Al-I‟tishom, Anggota IKAPI, 2011), Cetakan Kedua, hlm.643.
17
Penerjemah/Penafsir al-Quran, Al-Quran dan Terjemahnya Juz 21-30, hlm. 877.
60
ancaman bagi kaum musyrikin hingga datanganya hari kiamat, dan bagi orang-
orang mukmin lagi bertakwa, mereka mendapat ketenangan dalam hidupnya dan
Maka terbelahlah bulan dua kali di Makkah, dan turunlah surah al-Qamar ayat
peristiwa tersebut, tetapi mereka tetap saja berpaling, seakan-akan tidak ada
Pada surah ini, ayat 1-8 menjelaskan tentang orang-orang musyrikin yang
selalu mengikuti hawa nafsu mereka. Padahal mereka telah diberi peringatan
tidak berguna bagi mereka. Sehingga mereka seperti belalang yang beterbangan 20.
Kembali pada ayat-ayat sebelumnya (akhir surah al-Najm), kiamat semakin dekat
dan bulan akan hancur menjadi kepingan kecil-kecil karena peredarannya yang
menyimpang21.
Pada ayat 9-17, menerangkan kisah kaum Nûẖ yang pada saat itu telah
dibuatkan kapal sebagai peringatan. Allah telah menurunkan hujan yang deras dan
mengeluarkan air yang memancar dari dalam tanah sehingga menimbulkan banjir.
18
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), Cetakan Kedua, November, hlm. 221-222.
19
Syaikh Muẖammad „Alî al-Sabuni, Shafwatut Tafâsir, terj. Yasin, (Jakarta: Pustaka
Kautsar, 2010), Cetakan Pertama, hlm. 145.
20
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar, (Semarang:
CV Toha Putra), Juz. 27, hlm. 131.
21
Departmen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Lembaga Percetakan Al-Qur‟an
Departmen Agama), hlm. 563.
61
berupa banjir besar dan topan yang dahsyat22. Kemudian banjir tersebut
menenggelamkan kaum Nûẖ yang tidak mau (enggan) untuk naik ke bahtera Nabi
Nûẖ, termasuk anaknya. Hanya Nabi Nûẖ yang selamat dan mengendarai
atas perbuatannya. Allah telah menjadikan kisah tersebut sebagai pelajaran, bukan
hanya sekedar dibaca atau sejarah saja. Maka ambillah pelajaran, nasehat dari al-
Kemudian penjelasan pada ayat 18-22, berupa kisah Kaum „Ȃd yang
merupakan kaumnya Nabi Hûd. Telah jelas bagi orang yang selalu melakukan
kencang untuk kaum „Ȃd ketika hari yang malang turun pada mereka semua.
diterbangkan ke angkasa lalu dibalik dengan kepala di bawah sampai leher mereka
dijelaskan pada ayat 23-32 pada surah Al-Qamar. Berawal dari unta Nabi Sâlih
supaya memberitahukan kepada mereka bahwa air sumur akan dibagi antara unta
dengan mereka. Sehari digunakan untuk unta dan hari lain untuk kaum Tsamûd.
Namun adanya ketidakrelaan yang dilakukan oleh seorang dari kaum tersebut
22
Departmen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Lembaga Percetakan Al-Qur‟an
Departmen Agama), hlm. 571.
23
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar, (Semarang:
CV Toha Putra), Juz. 27. hlm. 149.
24
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar, (Semarang:
CV Toha Putra), Juz. 27. hlm. 151.
62
yang bernama Qudar, dia menebas kaki-kaki unta dengan pedang, sehingga unta
tersebut jatuh. Azab Allah pun datang, mereka seperti pohon kering yang sangat
kering, tidak berdaya, dan tercerai berai ketika kandang binatang dibangun. Meski
mereka hanya mendustakan Nabi Salih seorang, berarti mendustakan Allah dan
Selanjutnya pada ayat 33-40, terdapat kisah Kaum Lûṯ yang mendustakan
batu-batu dan menimpa mereka kecuali keluarga Lûṯ. Perbuatan yang dilakukan
oleh Kaum Lûṯ sangatlah keji, karena mereka menggauli sesama lelaki, bukan
wanita yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh seorang pun di antara
seluruh alam. Azab Allah pun datang, dengan cara mengirimkan angin dan
ditimpakan batu-batu yang terbuat dari tanah kering yang menyangkut pada angin
tersebut, kecuali orang yang beriman diperintahkan keluar pada akhir malam
supaya selamat dari ancaman tersebut. Mereka sangat berdosa karena perlakuan
homoseksual yang ingn dilakukan dengan para malaikat tamu Nabi Lûṯ26.
Dijelaskan pula kisah kaum Firʻaun pada ayat 41-42, mereka mendustakan
dalil, ayat demi ayat, dan bukti-bukti yang telah dikirim kepada Nabi Musa,
sehingga mereka mendapatkan hukuman dari apa yang telah mereka perbuat27.
Selain empat kaum (kaum Nûẖ, kaum „Ȃd, kaum Tsamûd, dan kaum Lûṯ)
yang telah dijelaskan di atas, pada surah ini juga dijelaskan kisah kaum kafir
25
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar, (Semarang:
CV Toha Putra), Juz. 27. hlm. 155.
26
Departmen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Lembaga Percetakan Al-Qur‟an
Departmen Agama), hlm. 580.
27
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar, (Semarang:
CV Toha Putra), Juz. 27. hlm. 169.
63
Quraisy ayat 43-46 yang tidak mneyadari dan tidak mau kembali dari kesesatan
mereka sendiri. Sehingga mereka ditimpa bencana seperti yang pernah menimpa
kaum pendusta sebelum mereka dan tidak akan selamat. Kaum Quraisy lebih
keputusan Allah akan menimpa mereka, dan mereka akan dihanyutkan dan
mengalah apabila ketetapan Allah telah tiba. Mereka akan hidup menyendiri,
berbagai tempat28.
rasul mereka dengan berbagai macam ancaman, kekafiran, dan pendustaan, maka
kepedihan dan penyesalan kelak di akhirat yang akan mereka terima, kekal di
dalam neraka sebagai balasan dan penistaan bagi mereka. Apabila orang-orang
takut terhadap hukuman Tuhan mereka, mereka patuh terhadap perintah-Nya dan
rasul-rasul-Nya, maka Allah akan memberi pahala atas apa yang telah diperbuat
pernah ada sedikitpun di dunia. Seperti syurga yang bawahnya mengalir sungai-
sungai, gelang dan emas yang digunakan sebagai perhiasan mereka, kasur yang
Dari awal sampai akhir surat ini, merupakan serangan keras bagi orang-
orang yang mendustakan Allah dan rasul-Nya. Secara khusus, tujuan dari surah
28
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar, (Semarang:
CV Toha Putra), Juz. 27. Hlm. 171.
64
ini memberikan ancaman dan peringatan disertai berbagai macam fenomena pada
pada sebagian ayatnya menjelaskan tentang hari kiamat, terbelahnya bulan, kisah
kafir yang enggan dalam mempelajari dan mentadabburi al-Qur‟an. oleh karena
itu, mereka mendapat siksaan atas apa yang telah mereka perbuat, dan
memberikan dampak positif bagi mereka yang bertaubat. Beberapa kaum yang
dibinasakan, antara lain: Kaum Nûẖ yang enggan untuk menerima ajakan agar
pohon kurma. Kaum Tsamûd yang mendustakan peringatan dari Nabi Sâlih,
sehingga mereka seperti batang-batang kering. Kaum Lûṯ yang dihujani dengan
keji.
permulaan ayat dan akhirnya, menunjukkan hubungan sebab akibat antar ayat dan
persesuaian al-Qur‟an antara bagian demi bagian yang tersusun dengan berbagai
29
Syaikh Muẖammad „Alî al-Sabuni, Shafwatut Tafâsir, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
2011), Cetakan Pertama, jil. 5, hlm. 145.
30
Acep Hermawan, „Ulumul Qur‟an: Ilmu untuk Memahami Wahyu, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2016), Cetakan Ketiga, hlm. 138.
65
menghubungkan satu bagian dengan bagian yang lain. Bagian demi bagian
ayat, antara awal surat dengan akhir surat, antara surat yang dengan surat yang
susunan yang utuh dan menyeluruh31. Dalam munasabah antar ayat maupun antar
surat, teks merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, adanya bagian-bagian
yang saling sinkron. Oleh karena itu, para mufassir berusaha menemukan
keterkaitan antara ayat dengan ayat dan surat dengan surat 32. Jenis munasabah al-
Qur‟an sangatlah banyak. Namun, yang sering digunakan ialah munasabah antar
di antaranya adalah munasabah antar ayat dan ayat dalam satu surat, antara kata
dalam satu ayat, munasabah antar surah dengan surah sebelumnya, dan antara
rasul-Nya beserta azab dan hukuman yang diterima. Padahal sudah benar-benar
31
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013),
Cetakan Pertama, hlm. 237.
32
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur‟an, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2016), Cetakan
Pertama, hlm. 197.
33
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al-Qur‟an dalam Tafsir al-Misbah,
(Jakarta: AMZAH, 2015), Cetakan Pertama, hlm. 164.
66
menceritakan tentang hari kiamat pada awal surah tersebut, sedangkan pada akhir
surah al-Najm, mencerikan hari akhir pula. Akhir surat al-Najm serupa dengan
surah al-Qamar.
ْْاعة
َ الس ِْ َاقْ تَ َرب
َّ ْت
“Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan”.
Terlihat persesuaian yang serasi pada kedua surah tersebut. Sehingga kalau
diamati hubungan antara keduanya sangat mirip dari sisi nama kedua surah
penegasan bahwa kiamat telah dekat dan Allah juga menampakkan kuasa-Nya
34
Ahmad Attabik, Repetisi Redaksi Al-Qur‟an: Memahami Ayat-Ayat Al-Qur‟an yang
Diulang, (Yogyakarta: IDEA Press), hlm. 88.
35
Amru Khalid, Khowatir Qur‟aniyah, Kunci Memahami Tujuan Surat-surat al-Quran,
(Jakarta: Al-I‟tishom, Anggota IKAPI, 2011), Cetakan Kedua, hlm. 883.
36
Ahmad Attabik, Repetisi Redaksi Al-Qur‟an: Memahami Ayat-Ayat Al-Qur‟an yang
Diulang, (Yogyakarta: IDEA Press), hlm. 78.
37
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur‟an Majid an-Nur,
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2016), Cetakan Pertama, hlm. 201.
67
terhadap penduduk Makkah yang ingin melihat suatu mukjizat, yaitu terbelahnya
umat terdahulu yang tidak taat kepada para rasul39 dan mendustakan rasul-rasul
Dalam surah al-Qamar, banyak pesan yang disampaikan oleh Allah, yaitu
bahwa Allah telah menjamin bahwa al-Qur‟an mudah untuk dipahami dan diambil
Qamar ayat 17, 22, 32, dan 40, yang diulang sebanyak empat kali.
pedoman hidup bagi siapapun yang ingin memperdalaminya, dan juga sebagai
pelajaran dan penghafalan. Adanya sebuah perintah dalam ayat tersebut yang
38
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, Tafsir Ringkas Jilid 2, Cetakan Pertama, hlm.
703.
39
Penerjemah/Penafsir al-Quran, Al-Quran dan Terjemahnya Juz 21-30, hlm. 876.
40
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV Toha Putra), Juz. 27,
hlm. 129.
68
Karena selain penghafalan dalam diri manusia, tetapi juga diaplikasikan dalam
kehidupan.
Allah41.
terhadap umat-umat terdahulu yang durhaka terhadap rasul, agar menjadi sebuah
pelajaran dan tidak mengikuti kaum kafir, tidak lalai terhadap perintah Allah dan
tersirat. Adanya peringatan yang harus dilakukan oleh setiap umat di dunia,
supaya bersiap-siap dalam menghadapi hari akhir yang semakin dekat, karena
setiap amal perbuatan di dunia sudah tercatat oleh para malaikat pncatat yang
mulia, mentaati rasul-rasul-Nya, dan senantiasa bertakwa di sisi Tuhan agar kelak
beriman kepada hari akhir dengan cara melakukan amalan-amalan yang baik
selama hidup, karena Allah pasti akan memberikan siksaan sesuai apa yang telah
41
Amru Khalid, Khowatir Qur‟aniyah, Kunci Memahami Tujuan Surat-surat al-Quran,
(Jakarta: Al-I‟tishom, Anggota IKAPI, 2011), Cetakan Kedua, hlm. 648.
42
Penerjemah/Penafsir al-Quran, Al-Quran dan Terjemahnya Juz 21-30, hlm. 883.
43
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV Toha Putra), Juz. 27.
hlm. 182.
69
Dalam surah ini, terdapat satu ayat yang diulang sebanyak empat kali.
terdahulu yang disertai dengan penjelasan dari kisah-kisah tersebut. Ayat tersebut
berbunyi:
menjadi pendorong sebagai sarana dan niat yang tulus agar mereka mau
ada satupun yang dapat menyaingi isi kandungannya, karena sejak dahulu hingga
kini al-Qur‟an mendapat perhatian yang sangat besar dan sangat baik, sudah
memahami dan menafsirkan jutaan jilid buku sepanjang masa. Meskipun al-
Qur‟an menggunakan bahasa Arab yang pastinya sangat asing bagi orang awam
al-Qur‟an44.
kisah tersebut. Dengan maksud agar ayat ini mampu menggugah kalbu manusia,
44
M Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi; Al-Qur‟an dan Dinamika Kehidupan
Masyarakat, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), Cetakan Kedua, hlm. 298.
45
As-Saʻdi, Taisîr al-Karîm al-Raẖmân fî Tafsîr Kalâm al-Mannan, hlm. 905.
70
menyeru dengan seruan yang tenang agar meresapinya setelah maupun sebelum
dihadapi azab yang pedih46. Meskipun al-Qur‟an membuat lemah para ahli
Balaghah untuk menciptakan al-Qur‟an, hal ini tidak menjadikan al-Qur‟an jauh
dari gaya bahasa Arab yang biasa diucapkan orang Arab sebagai kemudahan
bahwa setiap ayat memiliki makna yang sama, yaitu Allah telah menegaskan
banyak yang dapat dilakukan oleh seorang hamba dengan al-Qur‟an, seperti
mengungkap sebuah makna ayat dengan meneliti tafsirnya, dan menjadikan al-
Qur‟an sebagai pedoman hidup manusia. Selain itu, ayat yang diulang tersebut,
perlakuan kaum musyrikin pada saat itu. Alasannya, mereka selalu membangkang
menentang dakwah mereka, dan sifat kesombongan atas kemampuan yang mereka
miliki. Oleh karena itu, Allah membalas perbuatan mereka dengan menurunkan
azab berupa siksaan yang pedih atas perlakuan mereka semua. Inilah pelajaran
yang dapat diambil dan direnungi, bahwasanya semua yang terjadi pada masa
46
Sayyid Quthb, Tafsîr fî Ẕilâl al-Qur‟ân: Di Bawah Naungan al-Qur‟an, (Jakarta:
Robbani Press, 2009), Cetakan Pertama, Juni, Juz XXVII, hlm. 102.
47
Khalid bin Abdul Karim Al-Lahim, Al-Quran Tak Sekedar Dibaca, terj. Agus
Suwandi, Cetakan Kedua, hlm. 49.
BAB IV
Surah al-Qamar dari awal sampai akhir ayat membahas serangan keras dan
hari kiamat yang pasti akan semakin dekat datangnya. Semua diuraikan secara
jelas dan rinci sehingga dapat meluluhkan hati bagi para pembacanya yang
sangatlah berbeda dan memiliki kekhasan tersendiri daripada surah lain. Adanya
episode dari suatu kisah-kisah tersebut. Setiap setelah pemaparan kisah, terdapat
Ayat tersebut diulang sebanyak empat kali yang bertujuan agar manusia
yang diwahyukan oleh Allah dan memiliki banyak manfaat bagi pemeluknya.
Maka dari itu, al-Qur‟an mampu membantu bagi siapa saja yang memiliki niat
71
72
lafaznya dan maknanya bagi siapa saja yang menghendaki agar manusia dapat
mengambil pelajaran. Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran dari al-
Qur‟an yang sudah Allah Azza wa Jalla mudahkan untuk dihafal dan difahami?”1.
Kemudian beliau mengutip ayat lain yang menunjukkan makna yang sama,
ِ ُِّرْبِِوْْالْمت َِّقيْْوت
ْنذ َرْْبِِوْْقَ ْوماْْلُّ ّدْا ِ ِفَِإََّّنَاْي َّسرنَ ْاهْبِلِسان
َ َ ُ َْكْْلتُبَش َ َ ُ ْ َ
“Maka sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur`ân itu untuk
bahasamu agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan al-Qur`ân itu kepada
orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya
kepada kaum yang membangkang”. (Maryam/19:97).
membacanya. Isi kandungan al-Qur‟an selalu terkait dengan kabar gembira bagi
orang bertakwa dan balasan bagi perbuatan keji manusia yang membangkang.
Oleh karena itu, sikap manusia yang patut diterapkan ialah bertakwa, mentaati
Ibnu Hurairah berkata, “Salah satu tipu daya setan yaitu menjerumuskan
Ayat ini diulang sebanyak empat kali dalam surah al-Qamar, yang
membawa makna yang menyeluruh dan menyentuh setiap jiwa manusia terhadap
mereka dan pendustaannya. Di antaranya terdapat Kaum Nûẖ, „Ȃd, Tsamûd, dan
Lûṯ, atas kemungkarannya mereka diberikan dan ditimpakan azab yang sangat
tersebut sesuai dengan makna al-Qur‟an, yaitu bacaan yang diturunkan untuk
akidah yang disinyalir oleh manusia dalam keimanan dan keagungan Tuhan dalam
3
Khalid bin Abdul Karim Al-Lahim, Al-Quran Tak Sekedar Dibaca, Cetakan Kedua,
Desember 2011, hlm. 49.
4
„Abdurraẖmân Hasan Habannakah al-Maydâni, Al-Balâghah al-„Arabiyyah: Ususuhâ,
„Ulumuhâ, wa Funûnuhâ, (Beirut: Al-Dâr al-Syâmiyah), Jil. 2, hlm. 74-75.
5
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira‟at: Keanehan Bacaan al-Qur‟an, Qiraat Ashim dan
Hafash, (Jakarta: AMZAH, 2011), Cetakan Pertama, hlm. 55.
74
agar manusia dapat mengambil sebuah pelajaran dari hal tersebut. Petunjuk
mengenai akidah dan akhlak yang bersumber dari norma-norma dan susila,
mengetahui cara hidup yang baik dan positif dengan memperhatikan norma-
menyangkut pola hidup manusia secara keseluruhan dan meluas telah termaktub
di dalam al-Qur‟an6.
dan lebih utama. Orang yang belajar dan mengajarkan al-Qur‟an merupakan
profesi yang terbaik di antara sekian banyak profesi. Karena tidak ada manusia di
dunia ini yang lebih baik daripada membaca dan mengajarkan al-Qur‟an terhadap
muslim yang baik dan taat terhadap perintah-Nya, maka jangan sampai tidak
Kenikmatan yang luar biasa dapat dirasakan saat membaca al-Qur‟an, tidak
adanya rasa bosan meski membacanya sepanjang malam dan siang, seperti harta
orang saleh yang diberikan kepada orang-orang yang beriman dan membutuhkan.
Diberikan derajat yang tinggi di sisi Allah maupun di sisi manusia, seorang
mukmin yang membaca al-Qur‟an baik secara lahir batin niatnya karena Allah,
akan menjadi manusia yang baik lahir batin dalam pandangan Allah dan manusia.
6
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan Pustaka, 2013), Cetakan Pertama, hlm. 57.
75
Namun, tidak hanya sekedar membacanya saja, tetapi juga dengan memperhatikan
ilmu tajwid yang baik dan benar agar tepat dalam membacanya dan pengucapan
dengan Tuhan, dan jiwanya akan selalu bersih dan tenang. Sebaiknya, seorang
muslim tidak lupa dengan al-Qur‟an yang menjadi pedoman hidup bagi mereka
Selain keutamaan dan tujuan pokok al-Qur‟an, seorang muslim juga harus
mengetahui adab sebelum membaca al-Qur‟an agar menambah nilai moral yang
tinggi di sisi Allah. Adab membaca al-Qur‟an antara lain ikhlas yang diawali dari
sebuah niat yang tulus dengan menghadirkan perasaan dalam jiwanya bahwa ia
sedang bermunajat pada Allah. Hendaknya dalam keadaan suci terlebih dahulu,
terhindar dari kotor dan najis, dan menghadap kiblat. Memulai membacanya
kecuali Surah al-Taubah, memahami ayat dan maknanya, dan tak lupa untuk
7
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira‟at: Keanehan Bacaan al-Qur‟an, Qiraat Ashim dan
Hafash, (Jakarta: AMZAH, 2011), Cetakan Pertama, hlm. 56-59.
8
Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Al-Tibyân fî Ȃdâbi Hamalatil Qur‟âni,
(Maktabah Ibnu Abbas), hlm. 67-75.
76
B. Kandungan Ayat 17
suatu pelajaran agar dapat dihafal dan dicerna kembali. Sesungguhnya kalam ini
memiliki unsur-unsur kata dan makna terbaik, dan juga penjelasan yang eksplisit.
Mencakup peringatan secara universal dan global, berupa halal, haram, akidah,
Allah swt telah mengemas al-Qur‟an sebagai kitab suci yang paling mudah
diekspresikan oleh kalangan umat manusia. Janji dari Sang Pencipta yang
manusia dengan kelembutan. Menyibak sebuah kisah umat terdahulu yang belum
nya. Mengungkap abstrak dan sastra yang kasat oleh indrawi melalui
penyelektifan kosa kata dalam bahasa yang ringan diucapkan dan dimengerti oleh
kalangan umat manusia sehingga menjadi terkenal dan terlihat menarik dalam
pikiran dan hati bagi para pendengar dan pembacanya, juga tidak diragukan
9
Syaikh ʻAbd al-Raẖmân bin Nasir al-Saʻdi, Tafîir al-Karîm al-Raẖmân fî Tafsîr Kalâm
al-Mannan, (Jakarta: Darul Haq), Cetakan Kedua, hlm. 78.
77
keserasiannya dengan nalar dan akal manusia supaya terhindar dari keraguan dan
kerancuan makna10.
agar dapat mudah diingat, diresapi, dan dihayati pelajarannya. Takwil dari ayat ini
ialah apakah masih ada orang memiliki akal sehat yang berminat mempelajari al-
Apakah masih diperlukan bagi seorang penuntut ilmu dan pencari keberkahan
ketika kiamat datang. Namun pendapat ini salah dan aneh serta tidak mendukung.
Karena ulama tafsir Ijmak bahwa tidak seperti itu. Alasannya Allah berfirman
dengan fiʻil mâḏi, اقرتبت , mengarahkan kepada bentuk lampau. Kisah orang-
orang kafir terdahulu telah datang dengan mendustakan para rasul. Mereka
membawa suatu nasihat dan pelajaran bagi kaum mereka agar tidak selalu dalam
kesesatan dan kekafiran, namun tetap saja tidak ampuh sedikitpun. Peringatan
tersebut tidak berguna juga meski al-Qur‟an telah diwahyukan bagi mereka
10
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran,
(Tangerang: Lentera Hati, 2009), Cetakan Kedua, Vol. 15, hlm. 242-243.
11
Abû Jaʻfar Muẖammad bin Jarîr Al-Tabarî, Tafsîr Al-Tabarî, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2009), Cetakan Pertama, hlm. 271-272.
12
Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwatut Tafasir, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
2011), Cetakan Pertama, Jil. 5, hlm. 152.
78
Salah satunya kisah awal yang dipaparkan dalam surah tersebut dan ayat
sebelumnya. Kaum Nûh membentak dan mencaci maki Nabi Nûh ketika
berdakwah. Mereka menganggapnya gila dan tidak puas karena Nabi Nûh
mengucapkan sesuatu yang tidak dapat direspon oleh orang yang berakal.
Sungguh, ini merupakan pendustaan yang sangat tidak baik. Mereka mendustakan
risalah dan tanda-tanda kekuasaan-Nya13. Tidak ada jawaban dari kaum Nabi Nûẖ
atas hasil dakwahnya selama ratusan tahun, hanya sebagian orang saja yang masih
Nabi Nûẖ mengundang azab Allah. Sehingga Nabi Nûẖ memohon kepada Allah
agar diberikan balasan untuk mereka dan penolongan terhadap agama. Kemudian
doa Nabi Nûẖ terkabulkan. Turunlah hujan yang lebat sehingga menimbulkan
banjir bandang. Sengaja Allah menurunkan hujan lebat tersebut dengan maksud
memberikan azab kepada kaum kafir pada saat itu. Nabi Nûẖ menaiki perahu yang
terbuat dari papan kayu yang lebar, ditenggelamkannya kaum Nûẖ oleh banjir
bandang yang menjadi sebuah pelajaran bagi mereka agar mengetahui kezaliman
mereka terhadap Nabi mereka. Karena ini semua sudah menjadi rencana Allah
hanya Nabi Nûẖ dan orang-orang beriman saja yang dapat menaiki perahu
Maka adakah orang yang mau mengambil sebuah pelajaran dari kisah
manusia akan menggunakan akal, pikiran, dan nalarnya dalam mengambil hikmah
13
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an, terj. M. Misbah, (Jakarta: Robbani Press,
2008), Cetakan Pertama, Jilid. 11, hlm. 517.
79
dari sebuah kisah-kisah14. Oleh karena itu, kisah Nabi Nûẖ ini dapat dijadikan
sebagai pelajaran, peristiwa pada masa lalu agar manusia tidak medustakan Allah
sombong, inilah hikmah dibalik peristiwa resebut, sehingga Allah tak segan-segan
untuk mmeberikan azab yang pedih bagi mereka yang melakukan perbuatan keji
dan mungkar.
C. Kandungan Ayat 22
Kisah Kaum „Ȃd dimulai dari ayat 18-22 setelah kisah kaum Nûẖ, kaum
ini memiliki fisik yang amalek, perawakannya tinggi, dan sombong, tetapi cerdas
peduli dengan orang lain, dan melupakan Allah15. Kaum „Ȃd juga tak jauh berbeda
dengan kisah kaum sebelumnya yang mendustakan rasul mereka, yaitu Nabi Hûd
yang diutus untuk kaum ini. Dakwah Nabi Hûd kepada kaumnya agar mengesakan
Allah dan menjauhkan kemaksiatan. Namun, sama saja semua seruan berbuah
pelecehan dan pengingkaran dari kamu „Ȃd tersebut. Allah memberikan siksaan
yang mengenaskan dengan cara menurunkan angin dingin dan bersuara sangat
menjatuhkan mereka sehingga remuk leher mereka dan terpisah kepala dan tubuh
14
Syaikh Muẖammad „Alî al-Sâbuni, Shafwatut Tafasir, terj. Yasin, (Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2011), Cetakan Pertama, Jil. 5, hlm. 154-155.
15
Wisnawati Loeis, “Kandungan Moral al-Qur‟an dalam Kisah „Ȃd dan Tsamûd serta
Relevansinya dengan Kehidupan Kontemporer”, Tesis Program Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2004, hlm. 134-135.
80
mereka yang besar dan tumbang ke bawah tanpa kepala. Dengan demikian
bersambunglah siksaan mereka di dunia dan di akhirat. Kembali lagi pada ayat
terakhir, yang menjelaskan Allah sengaja mengulang-ulang ayat ini kembali untuk
Nya dalam membaca dan merenungkan maknanya. Maka dari itu, apakah masih
ada orang yang mau mengambil nasihat, pelajaran, dan larangan-larangan dari
penuntut ilmu yang diberikan syafaat dengannya? Telah dimudahkan oleh Kami
dalam membacanya melalui lisan. Jika kemudahan tersebut tidak diberikan, maka
Nya yang mengajak mereka menuju kebaikan dunia akhirat. Senantiasa berusaha
dan melakukan perbuatan baik, tidak melupakan Allah, karena dengan sifat yang
sombong, kikir, dapat berpaling dari-Nya. Munasabah ayat 17 ini terhadap kisah
D. Kandungan Ayat 32
Ayat ini menanyakan apakah kisah yang telah dipaparkan itu masih belum
cukup untuk memberikan kesadaran kepada manusia. Apakah masih ada orang
16
Syaikh Muẖammad „Alî al-Sâbuni, Shafwatut Tafâsir, terj. Yasin, (Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2011), Cetakan Pertama, Jil. 5, hlm. 156.
17
Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6, terj. Agus Ma‟mun,
(Jakarta: Darus Sunah Press, 2014), Cetakan Kedua, hlm. 203.
81
yang menerima peringatan dari al-Qur‟an yang diarahkan melalui kisah dan
terciptanya salah satu manusia melebihi orang lain. Jika kaum „Ȃd mampu
membangun gedung-gedung tinggi, lain halnya dengan kaum Ṡamud yang mampu
indah, dan membuat tempat tinggal mereka dengan memahat bebatuan. Hal
Misi Nabi Saleh sama seperti para nabi lainnya dengan cara berdakwah
risalah dengan cara berlebihan19. Mereka mengajarkan sesuatu yang tidak sesuai
Allah jelas membantahnya dengan memberikan bukti-bukti yang akurat dan nyata
sebagai mukjizat untuk menampakkan kebenaran dan keadilan Nabi Saleh untuk
menguji mereka, apa yang akan mereka perbuat dengan unta tersebut20. Cara yang
dilakukan yaitu dengan memanfaatkan air sumur yang digunakan untuk minum
dibagi gilirannya antara mereka dengan unta betina tersebut, setiap orang dapat
18
Ayatullah Allamah Kamal Faqih Imani dan Tim Ulama, Tafsir Nurul Quran: Sebuah
Tafsir Sederhana Menuju Cahaya al-Qur‟an, (Jakarta: Nur Al-Huda, 2013), Cetakan Pertama, Jil.
17, hlm. 643.
19
Syaikh Muẖammad „Alî al-Sâbuni, Shafwatut Tafâsir, terj. Yasin, (Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2011), Cetakan Pertama, Jil. 5, hlm. 156-157.
20
Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6, terj. Agus Ma‟mun,
(Jakarta: Darus Sunah Press, 2014), Cetakan Kedua, hlm. 229.
82
mengambil jatah minum jika sudah gilirannya. Alhasil, sudah terbukti langsung
ketika mereka kecewa dengan pembagian jatah air minum yang seperti itu.
Mereka membunuh seekor unta sekaligus memotongnya. Allah sangat marah atas
perlakuan kaum tersebut yang sudah durhaka. Lalu mereka mendapatkan azab
berupa suara keras yang mengguntur dan menakutkan, sehingga mereka semua
mati dengan cepat sekali seperti batang-batang kering yang layu, rapuh, dan tidak
terawat.
Hal ini menjadi pelajaran bagi mereka yang berakal dan mengambil suatu
ibrah dari setiap kejadian. Terbukti azab Allah sangat mengenaskan, mengerikan,
dan menakutkan. Maka dari itu, hendaklah bagi orang yang beriman dapat
Tidak ada kata sulit, bagi siapapun yang ingin meluangkan waktunya untuk
E. Kandungan Ayat 40
Ayat ini kembali meneguhkan pernyataan penuh makna. Kaum Nabi Lûṯ
tidak mau menerima hikmah dan nasihat baik dari siksaan dan peringatan. Namun,
kembali pada masa saat ini, apakah orang-orang yang sudah terjerat melakukan
perbuatan bejat dan keji akan menyesali perbuatannya dan bertaubat kepada
Allah?21.
dilarang dan keji, belum pernah ada satupun orang di bumi ini yang
peringatan yang jelas kepada kaumnya yang mendustakannya, tetap saja mereka
bahkan tidak mau berhenti dan bertaubat dari perbuatan dan pendustaannya,
sangatlah tidak pantas, apa yang telah mereka lakukan seharusnya menyadarinya.
sodomi. Mereka hanya mau menikah dengan pasangan sesama jenis. Ketika para
malaikat bertamu kepada Nabi Lûṯ, beberapa diantara malaikat tersebut menjelma
melakukan perbuatan mesum kepada para malaikat. Nabi Lûṯ menutup pintu dan
menghalangi mereka agar mereka tidak dapat masuk. Namun, mereka berontak
dengan menghancurkan pintunya. Jibril pun keluar dan menemui mereka, mata
bisa melihat selamanya. Atas perintah Allah kepada malaikat Jibril, mereka diusir
dari negeri mereka dan mengangkatnya, hingga menghujani mereka dengan batu
yang jatuh dari neraka jahannam, batu itu mengejar mereka dan melepaskannya.
Inilah siksaan dunia akhirat yang akan menjerumuskan mereka masuk ke dalam
neraka. Hanya Nabi Lûṯ dan pengikutnya saja yang selamat dari batu tersebut,
22
Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6, terj. Agus Ma‟mun,
(Jakarta: Darus Sunah Press, 2014), Cetakan Kedua, hlm. 231.
23
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, Tafsir Ringkas Jilid 2, Cetakan Pertma, 2016,
hlm. 708.
84
pada waktu sahur. Sebagai nikmat dan balasan bagi orang yang beriman, mereka
dijauhkan dan terhindar dari siksaan-Nya. Maka apakah masih ada orang yang
mengetahui bahwa Allah akan menurunkan siksaan dan hukuman di dunia akhirat.
Namun, tetap saja mereka enggan, tidak ada rasa sedikitpun untuk bertaubat,
memperbaiki diri, dan menghindari perbuatan maksiat. Sehingga Allah pun murka
dan marah terhadap perbuatan mereka yang keji dan tidak sewajarnya. Maka dari
itu, masih adakah orang yang mau mengambil petuah dan pelajaran dari al-
Qur‟an? Karena Allah telah memberikan kemudahan bagi siapa saja yang ingin
24
Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwatut Tafasir, terj. Yasin, (Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2011), Cetakan Pertama, Jil. 5, hlm. 161-162.
25
Departmen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Lembaga Percetakan Al-Qur‟an
Departmen Agama), hlm. 580.
85
Ayat ini diulang sebanyak empat kali dengan redaksi yang sama
menggunakan lafaz dan makna yang sama. Penyusunannya terletak setiap setelah
menjadi pelajaran yang amat berguna dan tepat agar selamat dunia akhirat dan
terhindar dari marabahaya. Pesan dari ayat ini agar manusia senantiasa berpegang
maknanya, meresapi, dan lebih baik lagi dapat menghafalnya 26. Ayat ini juga
setidaknya ada sedikit orang yang mau mengambil pelajaran, mengikuti petunjuk
terhindar dari kemurkaan Allah27. Ciri paling khas dalam konteks surat ini yaitu
maka disusul dengan ayat ini yang selalu diulang-ulang kembali setelah
pemaparan dari kisah dan azab umat-umat terdahulu. Dengan tujuan sebagai
26
Amru Khalid, Khowatir Qur‟aniyah, Kunci Memahami Tujuan Surat-surat al-Quran,
(Jakarta: Al-I‟tishom, Anggota IKAPI, 2011), Cetakan Kedua, hlm. 648.
27
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur‟an Majid an-Nur,
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2016), Cetakan Pertama, Jil. 4, hlm. 209.
86
mengajak manusia agar selalu berpikir atas azab yang sangat mengenaskan pada
masa dahulu28.
Kata depan (harf) ْقَد selalu ditempatkan sebelum fi‟il madhi atau fi‟il
ulama bahasa dalam buku-buku nahwu mengenai kata ْ قَ ْدmasih bersifat umum,
sehingga maknanya hanya dilihat dalam kaitannya dengan kata kerja yang
bersambungan dengannya, tidak perlu melihat kaitannya dengan subjeknya
(pelaku). Begitupula pandangan ulama tafsir juga demikian, apabila ْقَ ْد
bersambung dengan fi‟il mudhori, maka maknanya juga sama seperti itu karena
segala sesuatu yang disandarkan kepada Allah tidak ada batasnya29.
beberapa huruf hijaiyyah ketika membaca al-Qur‟an yang disebabkan oleh faktor
suku, keturunan, atau sudah dari lahir, namun jika mereka ingin berusaha untuk
28
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an, terj. M. Misbah, (Jakarta: Robbani Press,
2008), Cetakan Pertama, Jil. 11, hlm. 521.
29
Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, (Jakarta, PT. Qaf Media Kreativa, 2017),
Cetakan Pertama, hlm. 570.
87
melatihnya dan membenarkan bacaan secara rutin, pasti akan semakin terdengar
Saʻid bin Jubair berkata: “Hanya al-Qur‟an yang secara lahiriah dan
keseluruhan dihafal, sementara kitab lain tidak. Hal itu membutikan bahwa al-
Qur‟an tidak ada yang dapat menandingi al-Qur‟an dan isinya, semua sudah
tersusun dengan gaya bahasa yang indah dan bermacam-macam, karena al-Qur‟an
sangat jelas, karena menjadikan isinya sebagai petuah. Maksudnya antara al-
Qur‟an yang mereka hafal dan diamalkan akan menyatu dalam diri mereka seperti
sebuah susunan31.
pelajaran?”. Abu Bakar Al Warraq dan Ibnu Syaudzab berkata: “ apakah ada
orang yang mencari keberkahan ilmu, niscaya syafaat akan datang dan diberikan
kepadanya?”.
terhadap para rasul dan siksaan yang mereka hadapi akibat perbuatannya. Lalu
pelajaran baginya.
30
Syaikh Imam al-Quthubi, Tafsir al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka AZZAM), Cetakan
Pertama, Mei 2009, 473.
31
Abu al-Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi al-Naisaburi, Al-Wasîṯ fî Tafsîr al-Qur‟ân al-
Majîd, (Beirut: Daar al-Kutub al-„Ilmiyah, hlm. 209.
88
dapat dijadikan sebuah pemahaman mereka yang telah tersusun pada jiwa mereka
dan dijadikan bantahan atas perbuatan mereka. Oleh karena itu, huruf lam dari hal
berfungsi sebagai lil istiʻrâḏ (pemaparan) dan huruf ha‟ sebagai lil istikhraj
Pelajaran yang dapat diambil dari kisah keempat kaum tersebut yaitu
menghadirkan Allah dalam setiap perbuatan, selalu berbuat positif, beriman akan
pemimpin jika itu berlandaskan pada hukum syariat yang berlaku, harus saling
perbuatan keji. Artinya, kemaksiatan bisa datang kapan dan dimana saja. Salah
satu caranya agar terhindar dari kemaksiatan tersebut yaitu berkumpul dan
berteman dengan orang-orang yang faham agama, dan memperbaiki diri agar
lawan jenis. Senantiasa bermunajat kepada Allah dalam setiap ibadahnya dan
memahami isi kandungan al-Qur‟an secara dalam. Misalnya dalam kisah Kaum
„Ȃd dan Tsamûd yang mengingkari ayat-ayat Allah terhadap Rasul mereka. Lalu
pelajaran apa yang dapat diambil dari perbuatan tersebut? Berusaha dan selalu
32
Syaikh Imam al-Quthubi, Tafsir al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka AZZAM, 2009),
Cetakan Pertama, hlm. 474.
89
dan kedustaan pasti ada balasan, setiap amal baik dan amal buruk pasti ada
Nya selama hidup di dunia. Ayat ini sebagai penutup dari kisah-kisah umat
terdahulu, susunan kalimatnya sering dipakai oleh orang Arab ketika mereka
penting33. Setiap pengulangan mampu membawa suatu hal yang bersifat positif
setelah pengulangan ayat “Fa biayyi âlâ irabbikumâ tukadzdzibân”, maka barang
siapa yang berdusta dan mencela nikmat tersebut, pasti akan dicela kembali oleh
Allah34.
dengan segala bentuk gaya bahasa yang mudah dipelajari, dipahami, diambil
pudar, karena sudah termaktub secara permanen, tak seorangpun yang mampu
33
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur‟an Majid an-Nur,
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2016), Cetakan Pertama, Jil. 4. hlm. 210.
34
Syaikh Muẖammad „Alî al-Sâbuni, Shafwatut Tafâsir, terj. Yasin, (Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2011), Cetakan Pertama, Jil. 5, hlm. 162.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan mengenai tikrâr ayat pada Surah
al-Qamar ayat 17, 22, 32, dan 40 yang diletakkan setelah pemaparan kisah umat-
yaitu “Apa sasaran tikrâr dan hikmah yang terdapat pada Surah Al-Qamar Ayat
ِّ ِ“ ولََق ْد يَ َّس ْرنَا الْ ُق ْرءا َن لDan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-
لذ ْك ِر فَ َه ْل ِم ْن ُم َّدكِر َ َ
Qur’an untuk (menjadi) pelajaran, maka adakah orang yang (mau) mengambil
pelajaran?”
Antara lain:
1. Merupakan pengulangan ayat secara makna dan lafaz karena setiap kali
ayat tersebut diulang, tidak ada perubahan makna dan lafaz, namun
memiliki pengaruh yang sangat besar dan mendalam. Dalam artian, ayat
mengetahui tidak ada kesulitan bagi orang yang mau mengambil pelajaran
90
91
sekali jika masih banyak orang muslim yang enggan dalam meluangkan
ini, merupakan suatu pelajaran bagi seorang hamba agar senantiasa tidak
pelajaran di dalamnya.
B. Saran-Saran
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, kesalahan, dan
keterbatasan ilmu dalam penulisan skripsi ini. Begitu pula dari beberapa literatur-
kritik, dan saran dari para pembaca dan peneliti dari berbagai kalangan demi
perbaikan karya ini. Oleh karena itu, penulis sangat mebutuhkan kritikan dan
penyempurnaan skripsi ini agar lebh baik dan bermanfaat bagi kalangan umat.
Akhirnya, dengan mengucap rasa syukur dan berterima kasih kepada Allah
SWT, penulis dapat menyelsaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin sesuai usaha
dan upaya (kemampuan) yang penulis miliki. Semoga karya ini mampu
92
dan memberikan kontribusi di tengah masyarakat agar dapat membahas lebih jauh
dan lebih mendalam terkait pengulangan dalam al-Qur’an. Wa Allâhu aʻlâm bi al-
DAFTAR PUSTAKA
Badawi, Ahmad. Min Balâgah al-Qur’ân. Kairo: Dâr Naẖḏah Misr li al-Tab‟ wa
al-Nasyr.
Baalbaki, Rohi. 2006. “Al-Maurid Qamus ´Arabi-Injilizi”. Beirut. Dar el-ilmi lil
Malayin.
Chaer, Abdul. 2014. Pengenalan Awal dengan al-Qur’an. Jakarta. PT. Rineka
Cipta.
Hakim, Masykur dan Sayyid Aqil Husin al-Munawwar. 1994. I’jaz Al-Quran dan
Metodologi Tafsir. Semarang. Dina Utama.
Hanafi, Muchlis Muhammad. 2017. Makkiy dan Madaniy: Periodisasi
Pewahyuan Al-Qur’an. Jakarta. Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an.
Harun, Salman. 2017. Kaidah-Kaidah Tafsir. Jakarta. PT: Qaf Media Kreativa.
http://www.kelasindonesia.com/2015/03/pengertian-dan-contoh-majas-repetisi
lengkap.html.
Lahim, Khalid bin Abdul Karim. 1993. Al-Quran Tak Sekedar Dibaca.
Loeis, Wisnawati. 2004. “Kandungan Moral al-Qur‟an dalam Kisah „Ȃd dan „
Tsamûd serta Relevansinya dengan Kehidupan Kontemporer”. Tesis
Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Naisaburi, Abu al-Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi. Al-Wasîṯ fî Tafsîr al-Qur’ân
al-Majîd. Beirut. Daar al-Kutub al-„Ilmiyah.
Al-Nawawi, Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf. Al-Tibyân fî Ȃdâbi Hamalatil
Qur’âni. Maktabah Ibnu Abbas.
Qaththan, Syaikh Manna‟ Khalil. 2006. Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an. Jakarta.
Pustaka al-Kautsar.
Qutaibah, Abu Muhammad „Abdullah Ibn Muslim Ibn. 2006. Ta’wil Musykil al
Quran. Kairo. Maktabah Dar al-Turats.
Suma, Muhammad Amin. 2013. Ulumul Qur’an. Jakarta. Raja Grafindo Persada..
Syakir, Syaikh Ahmad. 2014. Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6. Jakarta. Darus
Sunah Press.
Al-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir. 2009. Tafsir Ath-Thabari. Jakarta.
Pustaka Azzam.
Tim Ulama dan Ayatullah Allamah Kamal Faqih Imani. 2013. Tafsir Nurul
Qur’an: Sebuah Tafsir Sederhana Menuju Cahaya al-Qur’an. Jakarta. Nur
al-Huda.
Zakariya, Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn. 2002. Maqâyis al-Lughah, Juz V
Beirut. Ittihad al-Kitab al-„arabi.