Oleh:
Khoirul Ritonga
Nim: 11150340000239
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.ag)
Oleh:
Khoirul Ritonga
Nim: 11150340000239
Di bawah Bimbingan
i
LEMBAR PERNYATAAN
ii
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Pembimbing,
iii
ABSTRAK
Khoirul Ritonga
MAKNA KATA FITNAH DALAM AL-QUR‟AN ANALISIS
PENAFSIRAN AL-SYA'RĀWĪ
Dalam percakapan sehari-hari istilah Fitnah digunakan dalam
pengertian tuduhan yang dilontarkan kepada seseorang dengan maksud
menjelekkan atau merusak nama baik orang tersebut, padahal dia tidak
pernah melakukan perbuatan buruk sebagaimana yang dituduhkan itu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pun Fitnah diartikan senada, yaitu
perkataan yang bermaksud menjelekkan orang, seperti menodai nama
baik, merugikan kehormatan orang. Untuk menunjukkan bahwa Fitnah itu
sangat keji, masyarakat menyatakan Fitnah itu lebih kejam daripada
pembunuhan. Ungkapan ini sebenarnya terjemahan dari sepotong ayat
dalam Surat al-Baqarah ayat 191. Memang benar dalam ayat tersebut
disebutkan bahwa Fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan,
tetapi apakah Fitnah yang dimaksud dalam ayat tersebut sama artinya
dengan Fitnah yang kita gunakan sehari-hari.
Persoalan yang akan dicari dari penelitian ini adalah pertama
bagaimana penafsiran al- Sya‟rawi terhadap makna kata Fitnah dalam
mahakaryanya tafsir al-Khawatir. Kedua bagaimana relevansi penafsiran
Al-Sya’ra>wi tentang makna Fitnah dalam konteks kehidupan yang terjadi
sekarang ini di masyarakat. Adapun jenis penelitian ini adalah jenis
penelitian pustaka (library research), al-Qur‟an sebagai sumber primer dan
karya cendikiawan lain sebagai data sekunder. Setelah melakukan
penelitian, dapat diketahui bahwa kata Fitnah dalam al-Qur‟an terulang
sebanyak 60 kali dengan aneka macam arti.
Menurut Al-Sya’ra>wi adapun Fitnah berarti cobaan. Jadi, Fitnah
itu bukan sesuatu yang buruk, ketika dikatakan: “sipulan berada dalam
Fitnah”. Sebagai seorang mukmin, hendaklah kita mendoakannya agar
bisa berhasil menghadapinya. Jadi, Fitnah bukan mus}i>bah yang telah
terjadi, dan sebaliknya, mus}i>bah akan terjadi bila gagal menghadapi
tersebut.
Kata kunci: Fitnah Dalam Al- Qur’an; Analisis AL-SYA'RĀWĪ
iv
KATA PENGANTAR
v
vi
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padananya dalam aksara latin.
No Huruf Huruf
Keterangan
Arab Latin
1. ا Tidak dilambangkan
2. ب B Be
3. خ T Te
4. ز Ṡ Es dengan titik atas
5. ض J Je
6. ح Ḥ h dengan titik bawah
viii
ix
7. خ KH ka dan ha
8. د D De
9. ر Ż Z dengan titik atas
10. س R Er
11. ص Z Zet
12. ط S Es
13. ػ Sy es dan ya
14. ص Ṣ es dengan titik di bawah
15. ض Ḍ de dengan titik di bawah
16. ط Ṭ te dengan titik di bawah
17. ظ Ż zet dengan titik di bawah
18. ع koma terbalik di atas hadap kanan
19. غ G Ge
20. ف F Ef
21. ق Q Ki
22. ك K Ka
23. ه L El
24. ً M Em
25. ُ N En
26. ٗ W We
27. ٓ H Ha
28. ء ˋ Apostrof
29. ٛ Y Ye
2. Vokal
Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri
dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
x
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Tanda Vokal Latin Keterangan
Arab
تا Ā a dengan garis di atas
ْٜ ِت Ī i dengan garis di atas
ُْ٘ت Ū u dengan garis di atas
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan
dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
syamsiah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-
dīwān bukan ad- dāwān.
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydìd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
ّ dalam alih aksara ini dilambangkan
dengan sebuah tanda tasydìd )َ)
xi
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku dalam Ejan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain
untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama
bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Hāmid al-
Ghazālī bukan Abū Hāmid Al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi.
xii
xiii
xiv
1
Said Agil Husein Al-Munawwar, Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki, (Jakarta: Ciputat perss, 2002), 12.
1
2
1
Muhammad Abi Bakr Ar-Razi, Mukhtasar Al-Sihab, (Beirut: Dar Al –Ma‟rifah,
2005), 430.
2
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta Balai Pustaka, 2005), 318.
3
Habibuddin, Fitnah Dalam Al-quran (Medan: Tesis IAIN Sumatra Utara, 2012),
21.
4
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Bahasa Arab -Indonesia (Yogyakarta: Unit
Pengadaan Buku Ilmiah Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1997), 1032-1033.
5
Perpustakaan Nasional RI, “Fitnah” Ensiklopedia Hukum Islam, ed, Abdul Aziz
Dahlan, et, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoove, 1996), 379.
3
Hal yang senada diungkapkan pula oleh „Abdul Muji>b bahwa Fitnah
merupakan aktivitas menyebarkan berita tanpa kebenaran, yang pada
hakikatnya untuk merugikan orang lain.6 Artinya, di Indonesia makna
Fitnah menjadi implisit mengikat dan lebih sempit. Padahal makna
Fitnah lebih umum daripada itu.
Sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah (2): 191 sebagai berikut:
ْس اَ ْخ َشجُْ٘ ُم ٌْ َٗا ْىفِ ْرَْحُ اَ َش ُّذ ٍَِِ ا ْىقَ ْر ِو َٗ ََل ُ ْٞس َشقِ ْفرُ َُْ٘ ُٕ ٌْ َٗاَ ْخ ِشجُْ٘ ُٕ ٌْ ٍِّ ِْ َح ُ ٞ﴿ َٗا ْقرُيُْ٘ ُٕ ٌْ َح
َ ِٔ فَا ِ ُْ ٰقرَيُ ْ٘ ُم ٌْ فَا ْقرُيُْ٘ ُٕ ْۗ ٌْ َم ٰز ِىْٞ ُٰق ِريُْ٘ ُم ٌْ ِفٝ ّٚذُ ٰق ِريُْ٘ ُٕ ٌْ ِع ْْ َذ ا ْى ََ ْغ ِج ِذ ا ْى َح َش ِاً َح ٰر
﴾ َِْٝ ل َج َض ۤا ُء ا ْى ٰن ِف ِش
Dan bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka, dan usirlah
mereka dari mana mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah itu
lebih kejam daripada pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi
mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di
tempat itu. Jika mereka memerangi kamu, maka perangilah
mereka. Demikianlah balasan bagi orang kafir.7
Fitnah yang tercantum pada ayat di atas, menjelaskan bahwa
kaum musyrikin Mekkah telah menganiaya kaum muslimin, menyiksa
kaum muslimin dengan aneka siksaan jasmani, perampasan harta, dan
pemisahan sanak saudara, teror dan pengusiran dari tanah tumpah
darah, bahkan menyangkut agama dan keyakinan, sehingga
pembunuhan dan pengusiran yang diizinkan Allah itu adalah suatu
yang wajar, dan hendaknya semua mengetahui bahwa Fitnah yakni
penganiayaan seperti yang disebutkan di atas, atau kemusyrikan yakni
penolakan mereka atas keesaan Allah lebih keras yakni besar
bahayanya atau dosanya daripada pembunuhan yang diizinkan dan
diperintahkan oleh Allah.8
6
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001),
301.
7
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan)
jilid2. (Jakarta: Lentera Abadi, 2010).
8
Laela Qadriani Makna Kata Fitnah Dalam Al-Qur‟an, (Makassar: Skripsi
Univesitas Hasanuddin, 2017), 4.
4
9
Ismai‟l Ibn Kas\i>r, Tafsir Al-quran Al-A‟zim (Gizah: Maktabah As-Syeikh Wa
Awladihi Li At-Turas, 2000), 57.
10
Ani, Konsep Fitnah Dalam Alqur‟an (Makssar: Skripsi Uin Allaudin, 2017), 2.
5
11
Habibuddin, Fitnah Dalam Al-qu‟an (Tesis: AIN Sumatra Utara, 2012), 10.
12
Az-Zamakhsyari, Tafsir Al-Kassyaf, (Riyad: Maktabah Al- „Abikan, 1998), 574.
6
13
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an jilid 2 (Jakarta: Lentera Hati, 2010),
781.
14
Islah Gusmian, “Hasanah Tafsir Indonesia “, Vol 1, 2015, 23.
7
B. Identifikasi Masalah
Untuk membentuk kejelasan pada skripsi ini penulis
mengidentifikasikan masalah dengan beberapa hal:
1. Banyaknya kata Fitnah dalam al-Qur‟an yang redaksi makna dan
tafsir ayatnya berbeda.
2. Pemahaman masyarakat akan makna Fitnah sangat „awam karena
serapan Bahasa arab terhadap Indonesia.
3. Timbulnya dampak Negatif dari makna Fitnah dikalangan
nasyarakat.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui hakikat Fitnah, supaya masyarakat awam betul-
betul memahami kandungan dan maksud dari pada ayat Fitnah yang
peneliti ungkap.
2. Memberikan sumbangsih dalam kajian-kajian keislaman terutama
yang berhubungan dengan tafsir.
3. Mengatahui makna kata Fitnah dalam setiap ayat dan surah,
khususnya analisis imam al-Sya’ra>wi.
8
E. Manfaat Penelitian
Setelah penulis mengetahui analisis penafsiran imam al-
Sya’ra>wi tentang ayat Fitnah, selanjutnya penulis berharap penelitian
ini dapat memberikan sumbangsih khazanah keilmuan bagi para
akademisi maupun lembaga. Memberi banyak kontribusi dan solisusi
bagi para mahasiswa khususnya mahasiswa yang tengah menyusun
tugas akhir.
Selain itu penelitian juga disusun untuk memenuhi salah satu
syarat tercapainya gelar sarjana agama di bidang ilmu al-Qur‟an dan
Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Kajian Pustaka
Berdasarkan hasil penelusuran penulis mengenai tema tentang
ayat-ayat Fitnah, ditemukan beberapa penelitian yang sudah membahas
tema tersebut, diantaranya:
Yang pertama, Skripsi Siti Nurfitriah dengan judul Fitnah
Perspektif Qurish Shihab (Telaah Ayat-Ayat Fitnah dalam Tafsir al-
Misbah) dari jurusan Ilmu A-quran Dan Tafsir Fakultas Ushuluddin,
Adab dan Dakwah IAIN Ponorogo. Di dalam skripsi ini hanya
menafsirkan kata Fitnah menurut pandangan Quraish Shihab. Menurut
M. Quraish Shihab dalam karyanya tafsir al-Misbah kata Fitnah
memiliki beragam makna di antaranya: Fitnah berarti kezaliman atau
penganiyayaan, membakar secara mutlak yaitu brupa az\ab neraka,
dapat juga berarti setan karena dia adalah cobaan bagi manusia, siksaan
atau hukuman, malapetaka dan cobaan atau ujian yang secara rinci
dapat digambarakan dalam berbagai bentuk yaitu harta dan anak-anak,
keburukan dan kebaikan, sihir, nikmat hidup, godaan dan pengaruh
luar yang dapat menjadikan seseorang melanggar perintah Allah,
9
17
Ani, Konsep Fitnah Dalam Al-qur‟an “Suatu Kajian Tahlili atas QS al-Anfa>l
/8:25” (Makassar: Skripsi UIN Alauddin, 2017).
18
Mu‟awanah, Fitnah Dalam Al-qur‟an “Studi tematik (Semarang: skripsi IAIN
Wali Songo,2006).
19
Husniyah, “Fitnah Dalam Perspektif Al- qur‟an” (Banda Aceh: Skripsi UIN Ar-
Raniry, 2016).
11
dikategorikan sesuai surah dan jumlah ayat dalam surah tersebut dan
memberikan jumlah makna yang sama dalam ayat dan surah. 20
Yang ketujuh, artikel yang menjelaskan macam-macam Fitnah
yang dibagi menjadi dua macam yaitu Fitnah Syubhat yang berarti
samar-samar, dalam Fitnah syubhat seseorang menjadi rusak dari segi
ilmu dan keyakinanya sihingga menjadikan perkara ma‟ruf menjadi
samar dengan kemungkaran. Sementara kemungkaran sendiri tidak ia
hindari (dikerjakan), Fitnah syubhat merupakan Fitnah yang sangat
berbahaya oleh karena kurangya ilmu dan lemahnya bashirah, ketika
diiringi dengan niat buruk dan hawa nafsu maka timbullah Fitnah besar
dan keji. Yang kedua Fitnah syahwat merupakan segala perbuatan yang
dapat melemahkan dan mengikis iman seseorang disebabkan oleh
mengikuti hawa nafsu. Mereka yang terkena Fitnah syahwat biasanya
malas beribadah serta tidak segan melanggar perintah Allah dan
mengerjakan apa yang dilarang. Hal ini disebabkan oleh hawa nafsu
beserta andil dari iblis yang senantiasa mengiringi dan membuat iman
menjadi lemah.21
Dari beberapa penelitian di atas hanya ada dua skripsi yang
menjelaskan kata Fitnah dari sudut pandang penafsir yaitu Fitnah dalam
perspektif Quraish Shihab dan Pengertian Fitnah dan Macam-Macam
Makna Fitnah Menurut al-Razi dalam Tafsir Mafa>tih Al-Gaib. Jadi
penulis tertarik mengangkat tema kajian Fitnah dari sudut pandang
imam al-Sya’ra>wi.
20
Laela Qadriyani, “Makna Kata Fitnah Dalam Al-qur‟an (suatu tinjauan
semantik) Makassar: skripsi universitas Hasanuddin, 2017.
21
Review Redaksi Dalamislam, “Fitnah Dalam Islam Hukum, Macam-Macam
Fitnah dan Bahayanya”, diakses pada 15-06-2020,
https://dalamislam.com/akhlaq/larangan/fitnah-dalam-islam.
12
G. Metodologi Penelitian
Metode penelitian di perlukan dalam setiap penelitian untuk
menuntun jalannya penelitian tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini
adalah penelitian tafsir, maka metodologi yang digunakan adalah
metodologi tafsir.22 Dalam penelitian ini, penulis hanya melakukan
penelitian kepustakaan (library research). Yang dimaksud library
research adalah menghimpun buku-buku dan bahan lain dan berbagai
sumber yang berkaitan dengan yang dibahas dalam skripsi ini.
Sementara itu, pembahasannya sendiri menggunakan pendekatan
tafsir maud}u’i. adapun yang dimaksud dengan metode tafsir maudhu‟i
tersebut adalah menghimpun seluruh atau sebagian ayat-ayat yang
berkenaan dengan topik pembahasan tertentu untuk mencari benang
merah dari suatu persoalan. Atau seperti yang dikemukakan M.
Quraish Shihab bahwa tafsir tematik adalah karya-karya tafsir yang
menetapkan suatu topik tertentu, dengan jalan menghimpun seluruh
atau sebagian ayat-ayat dari beberapa surat, yang berbicara tentang
topik tersebut, untuk kemudian dikaitkan dengan yang lainnya sehingga
pada akhirnya diambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah
tersebut menurut pandangan al-quran.23 Dalam kaitan ini, maka topik
yang dimaksud adalah ayat-ayat al-Qur‟an yang berkenaan dengan kata
Fitnah.
22
Abdul Muin Salim, dkk, Metodologi PenelitianTafsir Maudhui‟ (makassar:
Pustaka Al-Zikra, 2011), 7.
23
M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an: fungsi dan peran wahyu dalam
kehidupan masyarakat (Bandung: penerbit Mizan, 1999), 114. Metode tematik di Mesir
untuk pertama kalinya dicetuskan oleh al-Farmawy.
13
27
Muhammad Kahfi Al-Banna, Kehidupan Penduduk Neraka di Dalam Al-qur‟an
(Kajian Tafsir Tematik), (Skripsi: UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016), 13.
28
Abd Al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟I dan cara penerapannya, terj,
Rosihon Anwar (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), 51.
16
I. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatakan pembahasan yang sistematis dan mudah
dipahami, maka penulisan skripsi ini akan terbagi menjadi beberapa
bab. Adapun rencana garis besar sistematika penulisan skripsi ini
antara lain:
Bab pertama yaitu pendahuluan. Di dalamnya terdapat latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
tinjaun pustaka, metedologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab yang kedua menjelaskan landasan teori Fitnah dan segala
yang berhubungan dengannya termasuk pendapat para ulama
mengenai pengertian Fitnah, macam-macam dan dampaknya, Dalam
hal ini, Terdiri dari beberapa sub bab, yakni:
1. Pengertian Fitnah baik dalam Al-Quran maupun secara umum.
2. Menampilkan ayat-ayat Fitnah secara keseluruhan.
3. Menampilkan pendapat para ulama tentang Fitnah.
Bab yang ketiga, pada bagian ini akan membahas Muhammad
Mutawalli al-Sya’ra>wi dan Tafsirnya yang dari riwayat hidup
Muhammad Mutawalli al-Sya’ra>wi, karya-karya Muhammad
Mutawalli al-Sya’ra>wi, pandangan ulama tentang Muhammad
Mutawalli Al-Sya’ra>wi, serta pengenalan tafsir al-Sya’ra>wi.
Bab yang keempat Analisis arti Fitnah dalam al-Qur‟an, Fitnah
dalam surah al-Nisa> ayat 91, Fitnah dalam surah al-Baqarah ayat 191
dan 217, Fitnah dalam surah al-Anfa>l ayat 25 dan kesaman dan
perbedaan makna yang ditunjuk.
Bab kelima, penutup. Sebagai penutup pembahasan ini akan
ditarik kesimpulan dan menjawab permasalahan yang telah dibahas
dibab-bab sebelumnya sembari menguraikan saran-saran atas
permsalahan tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI TENTANG FITNAH
A. Pengertian Fitnah
1. Menurut Bahasa dan istilah.
Kata Fitnah berasal dari kata fatana yang terdiri dari tiga huruf
fa-ta-na yang bermakna cobaan, ujian serta bencana. Menurut Ragib
al-Asfahani (w. 502 H) pada mulanya kata tersebut memiliki makna
dasar seperti ungkapan “membakar emas untuk mengetahui kadar
kualitasnya” seorang pandai emas disebut dengan al-Fatin, dengan
tujuan menguji kadar kualitas dari logam tersebut. 1 Dari segi
Bahasa, kata Fitnah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai “ perkataan bohong atau tanpa dasar kebenaran yang
disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti: menodai
nama baik, merugikan kehormatan orang). Ia adalah bentuk mashdar
(verbal-noun atau kata jadian). ia terambil dari akar kata arab
dengan huruf-huruf f, t, n, yang menunjukkan pada makna ibtila>‟
wa ikhtibar (ujian dan cobaan), imtih}an (ujian), al-Ih}raq (membakar
atau menyiksa), misalnya fatanul al-z|ahaba fi al-nar (aku telah
membakar emas dengan api).2
Kata Fitnah dan derivasinya terdapat dalam al-Qur‟an
sebanyak 60 kali. Menurut Ibn Manz}u>r dalam kitabnya lisan al-Arab
Fitnah mempunyai makna yang sesuai dengan konteksnya, antara
lain: cobaan atau ujian, kufur, syirik, penganiyayaan, bencana dan
lain-lain. Adapun kata Fitnah ditinjau dari segi ilmu sharaf
(morfologi) berasal dari susunan tiga huruf fa, ta dan nun. Bentuk
1
Ahmad Bin Faris Bin Zakariya, Mu‟jam Maqayis al-Lugah, juz IV (Dar al-Fikr,
1319H/1979 M), 472.
2
Mardan, Wawasan Al-Qur‟an Tentang Malapetaka, (Jakarta, 2008), 68.
17
18
3
Lilik Ummi Kaltsum, “Cobaan Hidup Dalam Al-Qur‟an: Studi Ayat Fitnah
Dengan Aplikasi Metode Tafsir Tematik”. Ilmu Ushuluddin, Vol. 5 no.2 (juli 2018): 138.
19
4
Umar Latif, “konsep Finnah Menurut Al-Qur‟an” Jurnal Al-Bayan, vol. 22 no, 31
(Januari-Juni 2015): 74.
20
5
Abdul Mustaqim, “Teologi Bencana Dalam Perspektif Al-Qur‟an” Jurnal nun, vol
1, no 1, (2015): 103.
6
Mardani, Wawasan Al-Qur‟an Tentang Malapetaka, 69.
21
7
Lilik Ummi Kaltsum, “Cobaan Hidup Dalam Al-Qur‟an”, 139.
8
Lilik Ummi Kaltsum,” Cobaan Hidup Dalam Al-Qur‟an, 140.
22
9
Muhammad Ahmad Al-Mubayyadh, “Al-Mausu‟ahim Wa Asyrath As-sa‟ah Terj:
Ahmad Dzulfikar, Ensiklopedia Akhir Zaman”, cet, I (Surakarta: Mediatama, 2014), 450.
23
10
Dede Rodin, Teologi Bencana Dalam Perspektif al-Qur‟an, (Semarang: Puslit
IAIN Walisongo, 2010), 38.
11
Siti Nurfutriah, Fitnah Dalam Perspektif M. Quraish Shihab “Telaah Ayat-Ayat
Fitnah Dalam Al-Qur‟an”, (skripsi: IAIN Ponorogo, 2017), 40.
24
14
Siti Nurfitriah, Fitnah Dalam Perspektif M. Quraish Shihab “Telaah Ayat-Ayat
Fitnah Dalam Al-Qur‟an”, 42.
25
15
Al-Adnani, Abu Fatih, “Fitnah Dan Petaka Akhir Zaman: Detik-Detik Menuju
hari Kehancuran Alam Semesta”, Cet, 1. (Surakarta: Granada Mediatama, 2007), 111.
16
Al-Adnani, Abu Fatih, “Fitnah Dan Petaka Akhir Zaman: Detik-Detik Menuju
hari Kehancuran Alam Semesta”, 112.
26
17
Habibuddin, “Fitnah Dalam Al-Qur‟an” (Tesis: IAIN Sumatra Utara, 2012), 96.
18
M. Quraish shihab, “Membumikan Al-Qur‟an” Jilid 2, cet, 1. (Jakarta: Lentera
Hati, 2010), 772.
19
Mardani, Wawasan Al-Qur‟an Tentang Malapetaka, 54.
27
20
Abu Ja‟far Muhammad Bin Jarir al- Thabari, Jami‟ al-Bayan „an Ta‟wili ayi al-
Qur‟an, Penerjemah Ahmad Affani vol 10(Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2008): 854-
877.
28
21
M. Quraish shihab, Tafsir Al-Misabah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur‟an,
juz XV, Cet. I (Jakarta: Lentera Hati, 2013), 184.
22
M.Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi: Al-Qur‟an dan Dinamika Mehidupan
Masyarakat, (Jakarata: Lentera Hati 2006), 403.
23
Dede Rodin, Teologi Bencana dalam Perspektif al-Qur‟an, (Semarang, Puslit
IAIN Walisongo, 2010), 38.
24
Al-Raghib al-asfahani, Mu‟jam Mufradat Fi Alfaz al-Qur‟an, (Beirut: Dar al-
kutub al- „Ilmiyayah, 1971), 322.
29
2. Mus}i>bah
Kata mus}i>bah sudah sangat populer di kalangan masyarakat
Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mus}i>bah
diartikan dengan: kejadian (pristiwa) yang menimpa, malapetaka,
bencana.25 Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa
mus}i>bah adalah semua kejadian atau pristiwa yang menimpa
manusia, baik yang bersifat ringan maupun yang berat yang sering
disebut dengan dengan berbagai bencana, seperti bencana alam,
berupa banjir, kebakaran, tanah longsor, angin puting beliung, dan
gempa bumi.
Jika menela‟ah al-Qur‟an, maka kata mus}i>bah yang berasal
dari asal kata As}aba ini beserta derivasinya cukup banyak
ditemukan, yaitu ada 77 kali disebutkan. Dan khusus kata Mus}i>bah
disebutkan dalam al-Qur‟an sebanyak 10 kali menunjukkan bahwa
kata tersebut memiliki nilai yang penting bagi manusia. sebagai
contoh kata mus}i>bah dikemukakan dalam al-Qur‟an dalam surat at-
T}aga>bun [64]:11
ّ ٰ َٗ ْۗ ََٔ ْٖ ِذ قَ ْيثٝ اّلل
﴾ ٌٌ ْٞ ِ ٍء َعيْٜ ّللاُ تِ ُن ِّو َش ٰ ٰ
ِ ّ ِ ُّْؤ ٍِ ْۢ ِْ تٝ ِْ ٍَ َٗ ْۗ ّللا
ِ ّ ُِ ْثَ ٍح اِ ََّل تِا ِ ْرٞص
ِ ٍُّ ِْ ٍِ اب
َ صَ َ﴿ ٍَآْ ا
“Tidak ada sesuatu mus}i>bah yang menimpa (seseorang),
kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada
Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya.
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”
Dalam menjelaskan ayat tersebut di atas Ibn Kas\ir
mengemukakan bahwa Allah menyatakan tiada sesuatu pun yang
terjadi di alam ini melainkan dengan kehendak dan kekuasan Allah
swt, sedang siapa yang beriman kepada Allah baik Qad}a> maupun
takdirnya , dengan iman itulah hati akan mendapatkan
25
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998):
602.
30
29
Mardani, Wawasan Al-Qur‟an Tentang Malapetaka, 79.
29
Iskandar Arnel, “Azab Dalam Eskatalog Ibn „Arabi”, An-Nida jurnal pemikiran
islam, vol.39, no. 1. (Januari-Juni 2014): 19.
32
30
Khafidoh, Teologi Bencana Dalam Persepktif M. Quraish Shihab, Esensia vol.14.
no. 1. (april 2013): 46.
31
Mardani, Wawasan Al-Qur‟an Tentang Malapetaka, 81.
32
Mardani, Wawasan Al-Qur‟an Tentang Malapetaka, 76.
33
M. Quraish shihab, ensiklopedia al-Qur‟an: kajian kosakata, cet, I. (Jakarta:
lentera hati, 2007), 352.
33
34
M. Quraish shihab, ensiklopedia al-Qur‟an: kajian kosakata, 360.
35
Khafidoh, Teologi Bencana Dalam Persepktif M. Quraish Shihab, 50.
34
36
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, “Fitnah” Ensiklopedi Islam, jil. 1.
(Jakarta: 1992), 301.
37
M. Qurasih Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,
vol 10. (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 440.
35
38
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, “Fitnah” Ensiklopedi Islam, 300.
39
Syu‟bah Asa, Dalam Cahaya Al-Qur‟an Tafsir Ayat-Ayat Sosial Politik, (Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), 191.
36
40
M. Qurasih Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,
440.
41
Husniyah, Fitnah Dalam Persepktif Al-Qur‟an, (Skripsi: UIN Ar-Raniry
Darussalam Banda Aceh, 2016), 80.
37
42
Sayyid Mujtaa Musawi Lati, Hati: Penyakit Dan Pengobatannya, terj, Hadi
Prasetyo, (Jakrta: IKAPI, 2005), 62.
43
Said Ḥawa, Al-Mustakhliṣ fi Tazkiyah an-Nafs, cet. 14, (Kairo: Dar as-Salam,
2008), 137.
38
44
Saiful Amin Ghofur, Bahaya Akhlak Tercela, (Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2007), 20.
45
Mardani, Wawasan Al-Qur‟an Tentang Malapetaka, 384.
BAB III
MUHAMMAD MUTAWWLI AL-SYA’RA>WI DAN TAFSIRNYA
A. Biografi Muhammad Mutawalli Al-Sya’ra>wi
Nama Lengkap al-Sya’ra>wi adalah Muhammad bin Mutawalli al-
Sya’ra>wi al-Husainia. Al-Sya’ra>wi lahir pada hari Ahad tanggal 17
Rabi‟ al-Akhir 1329 H bertepatan dengan 16 April 1911 M di desa
Daqadus Mait Ghamir, ad-Dakhaliyyah. Ketekunan al-Sya’ra>wi dalam
studi al-Qur‟an sudah nampak sejak kecil. Di mana sejak ia berusia 11
tahun sudah hafal al-Qur‟an di bawah bimbingan gurunya „Abd al-
Majid Pasha. Beliau adalah seorang tokoh kenamaan yang lahir di tanah
Mesir yang menjadi daerah tempat tinggalnya para ulama pembaharu
Islam (mujaddid) seperti al-Thanthawi, Jamal al-Din al-Afghani,
Muhammad „Abduh, Rasyid Ridha dan lain-lain. Al-Sya’ra>wi yang
dikenal sebagai seorang pemikir yang populer saat itu juga termasuk
salah seorang ahli tafsir kontemporer yang telah melahirkan beberapa
karya tafsir Karenanya, tidak aneh ketika ia dewasa menjadi salah satu
tokoh dalam bidang tafsir kontemporer abad 21.1
Berkaitan dengan nasab (keturunan) al-Sya‟awi, dalam sebuah
kitab berjudul Ana min Sulalat Ahl al-Bait, al-Sya’ra>wi menyebutkan
bahwa beliau merupakan keturunan dari cucu Nabi Saw. yaitu Hasan
dan Husain. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga terhormat yang
punya pertalian dengan para ulama serta para wali. Ayahnya adalah
seorang petani sederhana yang mengolah tanah milik orang lain.
Walaupun demikian, ayah al-Sya’ra>wi mempunyai kecintaan terhadap
ilmu dan sering mendatangi majelis-mejelis untuk mendengarkan
taushiyah-taushiyah para ulama. Ia mempunyai hasrat dan keinginan
1
Sa‟id Abu Al-„Ainain, al-Sya’ra>wi Ana Min Sulalat Ahli Al-Bait, (Al-Qahirah:
Akhbar Al-Yaum, 1955), 6.
39
40
2
Ahmad Umar Hasyim, al-Imam al- Sya‟rawi Mufassiran wa Da‟iyah, (Kairo:
Akhbâr al-Yaum, 1998), 24.
3
Ahmad Al-Marsi Husein Jauhar, Muhammad Mutawalli Al-Sya’ra>wi: Imam Al-
„Asr, (Al-Qahirah: Handat Misr, 1990), 74.
41
4
Hikmatiar Pasya, Studi Metodologi Tafsir Al-Sya’ra>wi, Studia Quranika, vol.1,
no. 2 (Januari,2017), 149.
5
Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya’ra>wi,
(Jakarta: PT. Mizan Publika, 2004), 27.
42
6
Mahmud Rizq Al-Amal, Tarikh Al-Imam al-Sya’ra>wi, Majalah Manar Al-Islam,
vol.27, no 6. (September, 2001), 35.
7
Taha Badri, Qalu‟an al-Sya’ra>wi ba‟da Rahilihi, (Al-Qahirah: Maktabah Al-Turas
Al-Islami t..t), 5-6.
43
8
Ahmad Rofi‟ Usmani, Ensiklopedia Tokoh Muslim, (Bandung: Mizan Pustaka,
2015), 475.
9
Herry Mohammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006), 277.
44
10
Ahmad Karomain, “Tafsir al-Sya’ra>wi Khawatir al-Sya’ra>wi Haula al-Qur‟an
al-Karim, 2012” Diakses pada 7 Oktober 2020
https://karomain.wordpress.com/2012/12/06/tafsir- al-Sya’ra>wi -khawatir- al-Sya’ra>wi -
haula-al-quran-al-karim.
11
Aniesa Maqbullah, Pemaknaan Amanah Dalam Surah AL-Ahzab Ayat 72,
Perspektif Penapsiran al-Sya’ra>wi, (Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah, 2018), 44.
45
menjadi bahasa tulisan dan tertulis dalam sebuah buku, karena tindakan
ini membantu program sosialisasi pemikirannya dan mencakup asas
manfaat yang lebih besar bagi manusia secara keseluruhan. Tapi,
ceramah-ceramahnya yang dicetak dalam bentuk buku mendapatkan
sambutan luas di kalangan umat Islam. Bahkan buku Mukjizat al-
Qur‟an telah dicetak sebanyak 5 juta eksemplar. Hasil penjualan buku-
buku beliau ini ia sumbangkan untuk kegiatan-kegiatan sosial.12
Di antara kata-kata mutiara al-Sya’ra>wi adalah, “Sesungguhnya
Allah SWT menyembunyikan tiga hal di dalam tiga hal. Dia
menyembunyikan ridha-Nya di dalam ketaatan kepada-Nya. Maka
jangan sampai meremehkan ketaatan apapun bentuknya, karena ada
seseorang yang memberi minum kepada anjing lalu Allah berterima
kasih kepadanya dan mengampuninya. Dan Allah SWT
menyembunyikan murka-Nya di dalam kemaksitan terhadap-Nya.
Sesungguhnya ada seorang wanita yang masuk neraka karena kucing
yang ia kurung, ia tidak memberinya makan tidak juga membiarkannya
pergi. Dan Allah menyembunyikan rahasia-rahasia-Nya pada diri
hamba-hamba-Nya. Maka janganlah kalian menghina seorang hamba-
Nya, karena banyak orang yang kusut berdebu, namun jika ia
bersumpah atas nama Allah, maka Allah akan mengabulkan sumpah-
Nya itu”.13
Al-Sya’ra>wi mempunyai sejumlah karangan-karangan, beberapa
orang yang mencintainya mengumpulkan dan menyusunnya untuk
disebarluaskan, sedangkan hasil karya yang paling populer dan yang
paling fenomenal adalah Tafsir al-Sya’ra>wi terhadap al-Qur‟an yang
Mulia. Dan di antara sebagian hasil karyanya adalah:
12
Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya’ra>wi, 31.
13
Riesti Yuni Mentari, “Penafsiran Asy-Sya‟rawi Terhadap Alquran Tentang
Wanita Karir”, (Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah, 2012), 36.
46
14
Aniesa Maqbullah, Pemaknaan Amanah Dalam Surah AL-Ahzab Ayat 72,
Perspektif Penapsiran al-Sya’ra>wi, 48- 49.
48
15
Ahmad Al-Marsi Husein Jauhar, Muhammad Mutawalli Al-Sya’ra>wi: Imam Al-
„Asr, 51.
16
Malkan, Tafsir Al-Sya’ra>wi Tinjauan Biografis dan Metodologis, Al-Qalam, vol.
9, no. 2 (Mei-Agustus 2012), 204.
49
lisan semata, akan tetapi ia bahkan merasuk ke relung hati yang paling
dsalam.17
Seorang Muhamamd Ghanim dalam harian Al-akbar tanggal 14
Agustus 1980 mengemukakan bahwa: “sungguh Allah SWT. Telah
memberikan kepada al-Sya’ra>wi ilmu yang melimpah, otak yang
cemerlang, akal yang logis, pemikiran yang sistematis, hati yang ikhlas,
kemampuan yang luar biasa dalam menafsirkan Dan menjelaskan ayat-
ayat Allah swt. Dengan menggunakan gaya bahasa yang sederhana dan
jelas, dengan contoh-contoh yang dapat ditangkap dan dipahami oleh
akal orang awam”, sungguh penomena ini merupakan suatu khazanah
yang layak memperoleh penghargaan dan penghormatan serta
pengakuan secara khusus.18
Seorang Menteri Wakaf, yaitu Muhammad Hamid Zaqzuq dalam
sebuah pidatonya mengenang wafatnya al-Sya’ra>wi ia menyatakan
bahwa al-Sya’ra>wi bukan hanya seorang mufassir yang tangguh,
melainkan juga ia adalah seorang profil da‟i ideal yang sangat langka
dijumpai. Allah Swt. Telah memberikan keliaihan dalam berdakwah
dengan niat yang tulus Dan murni karena Allah semata. Hal
demikianlah yang melatarbelakangi kecintaan umat kepadanya dan
kerinduan untuk selalu ingin mendengar ceramah dan nasehatnya. al-
Sya’ra>wi adalah seorang tokoh yang sangat masyhur, bukan hanya di
Mesir melainkan juga di sentra dunia. Hal ini dapat dilihat dengan
banyaknya utusan dari berbagai Negara untuk melakukan
penghormatan terakhir pada saat ia wafat, di antaranya adalah:
1. Utusan dari Indonesia. Yaitu Dede Muhammad Bukhari, seorang
alumnus al-Azhar. Ia adalah seorang pengagum berat al-Sya’ra>wi.
17
Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir Al-Sya’ra>wi, 140.
18
Malkan, Tafsir Al-Sya’ra>wi Tinjauan Biografis dan Metodologis, 206.
50
yang Sholeh. Ketiga hal tersebut di atas adalah suatu nikmat yang
hanya diberikan kepada hamba-Nya yang dicintai.19
22
Malkan, Tafsir al-Sya’ra>wi Tinjauan Biografis dan Metodologis, 208.
53
23
Riaz Hassan, Keragaman Iman “Studi Komparatif Masyarakat Muslim”, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2006), 31.
24
Hikmatiar Pasya, Studi Metodologi Tafsir al-Sya’ra>wi, Studia Quranika, 150.
54
25
Philip K. Hitti, History of The Arabs (New York: Palgrave Macmillan, 1976),
745- 757.
26
Anwar Sadat, Jalan Panjang Menuju Revolusi “Sebuah Catatan di Lembah
Sungai Nil”, (Jakarta: Beunebi Cipta, 1987), 22-28.
55
27
Badruzzaman M. Yunus, Tafsir al-Sya’ra>wi: Tinjauan Terhadap Sumber, Metode
dan Ittijah, 24.
28
Hikmatiar Pasya, Studi Metodologi Tafsir Al-Sya’ra>wi, Studia Quranika, 149.
56
yang asli. Jika dalam bentuk tulisan maka tidak semua orang dapat
membacanya. Dengan begitu beliau tidak menafikan untuk
mengalihbahasakan apa yang beliau sampaikan menjadi bahasa
tulisan sehingga akan lebih bermanfa‟at bagi manusia secara
keseluruhan.
Seperti ulama klasik dan modern sebelumnya, motivasi
beliau ialah menjelaskan isi al-Qur‟an kepada orang lain, oleh
sebab itu ia mengatakan bahwa penafsirannya ini mungkin benar
dan mungkin pula salah. Selain itu beliau juga menginginkan agar
umat Islam memiliki keyakinan bahwa al-Qur‟an adalah mu‟jizat
yang agung dari segi kandungan, segi kebahasaan, mengungkap
rahasia al-Qur‟an. Beliau juga termotivasi untuk menjaga
kelestarian al-Qur‟an. Ketika menafsirkan al-Qur‟an beliau
berpegang teguh pada dua aspek, yaitu:
a. Komitmen kepada Islam yang dianggapnya sebagai metode
atau landasan memperbaiki kerusakan yang diderita umat Islam
saat ini terutama dalam bidang pemikiran dan keyakinan.
b. Modernisasi, dimana syekh al-Sya’ra>wi menganggap
mengikuti perkembangan saat ini, sehingga tafsirnya bisa
dikatakan berciri modern.
2. Nama Tafsir al-Sya’ra>wi
Nama tafsir al-Sya’ra>wi di ambil dari nama asli pemiliknya
yakni Muhammad Mutawalli al-Sya’ra>wi. Menurut Muhammad
Ali Iyazi, judul yang terkenal dari karya ini adalah Tafsir al-
Sya’ra>wi Khawatir al-Sya’ra>wi Haula al-Qur‟an al-Karim. Pada
mulanya tafsir ini hanya di beri nama Khawatir al-Sya’ra>wi yang
dimaksudkan sebagai sebuah perenungan (Khawatir) dari diri al-
57
29
Muhammad Ali Iyazi, al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, (Teheran:
Mu‟assasah al-Thaba‟ah wa al-Nasyr, 1372 H), 268.
30
Aniesa Maqbullah, Pemaknaan Amanah Dalam Surah AL-Ahzab Ayat 72,
Perspektif Penapsiran al-Sya’ra>wi, 54.
58
31
Ahmad karomain, “Tafsir al-Sya’ra>wi Khawatir al-Sya’ra>wi Haula al-Qur‟an al-
Karim, 2012, Diakses pada 7 Oktober 2020
https://karomain.wordpress.com/2012/12/06/tafsir- al-Sya’ra>wi -khawatir-al-syarawi-
haula-al-quran-al-karim.
32
Riesti Yuni Mentari, “Penafsiran al-Sya’ra>wi terhadap al-Qur‟an tentang Wanita
Karir, 38.
59
35
Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir al-Sya’ra>wi, 49.
36
Ahmad Karomain, “Tafsir al-Sya’ra>wi Khawatir al-Sya’ra>wi Haula al-Qur‟an
al-Karim, 2012, Diakses pada 8 Oktober 2020
https://karomain.wordpress.com/2012/12/06/tafsir- al-Sya’ra>wi -khawatir-al-syarawi-
haula-al-quran-al-karim.
61
37
Riesti Yuni Mentari, “Penafsiran al-Sya’ra>wi terhadap al-Qur‟an tentang Wanita
Karir”, 41-42.
38
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. III
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 220.
39
Az-Zahabi, “At-Tafsir wa-Al-Mufassirun”, Cet VII, jilid I (Cairo: Maktabah
Wahbah, 2000), 8.
63
40
Abdul Rahman, Badruzzaman M. Yunus dan Eni Zulaiha, Corak Tasawuf dalam
Kitab-Kitab Tafsir Karya K.H. Ahmad Sanusi, 97.
64
41
Ahmad karomain, “Tafsir al-Sya’ra>wi Khawatir al-Sya’ra>wi Haula al-Qur‟an al-
Karim, 2012, Diakses pada 8 Oktober 2020
https://karomain.wordpress.com/2012/12/06/tafsir- al-Sya’ra>wi -khawatir-al-syarawi-
haula-al-quran-al-karim.
42
Malkan, Tafsir al-Sya’ra>wi Tinjauan Biografis dan Metodologis, 201.
65
43
Ahmad Karomain, “Tafsir al-Sya’ra>wi Khawatir al-Sya’ra>wi Haula al-Qur‟an
al-Karim, 2012, Diakses pada 8 Oktober 2020
https://karomain.wordpress.com/2012/12/06/tafsir- al-Sya’ra>wi -khawatir-al-syarawi-
haula-al-quran-al-karim.
66
46
Aniesa Maqbullah, Pemaknaan Amanah Dalam Surah AL-Ahzab Ayat 72,
Perspektif Penapsiran al-Sya’ra>wi, 55-56.
47
Ahmad Karomain, “Tafsir al-Sya’ra>wi Khawatir al-Sya’ra>wi Haula al-Qur‟an
al-Karim, 2012, Diakses pada 8 Oktober 2020
68
69
70
dari kawannya. Hal ini berarti pada saat ayat ini turun, muslimin belum
menemukan kaum seperti yang disebut Allah dalam ayat ini. Saat itu,
kaum kafir meragukan kebenaran isi al-Qur‟an. Selanjutnya Allah
menjelaskan bahwa dia selalu memperhatikan hamba-nya
menyampaikan segala kejadian yang telah dan akan menimpanya.
Manusia tidak perlu berselisih pendapat tentang hal itu, karena itu
sebagai bukti bahwa manusia selalu dalam pengawasan-Nya.1
Kaum yang disebut pada kalimat, kelak kamu akan dapati mereka
golongan yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman daripada
kamu, adalah suatu kaum dari Bani Asad dan Gathfan yang tinggal di
pinggiran kota Madinah. Mereka menemui muslimin dan berkata “kami
bersama kalian” begitu juga ketika mereka menemui kaum kuffar dan
“berkata kami bersama kalian” Padahal sebenarnya mereka tidak
mampu untuk menghadapi salah satu dari kedua kubu ini. Itulah
sebabnya al-Qur‟an menerangkan setiap kali mereka di ajak untuk
kepada Fitnah (syirik), mereka pun terjun kedalamnya. Setiap kali
fitnah datang kepada mereka, mereka pun kembali dan mereka gagal
dalam mengahadapi fitnah tersebut, mereka terjun kedalamnya, karena
unsur keimanan belum tumbuh pada diri mereka. Oleh sebab itu
mereka senantiasa berada dalam kebimbangan.
Adapun Fitnah berarti cobaan. Jadi, Fitnah itu bukan sesuatu
yang buruk, ketika dikatakan: “sipulan berada dalam Fitnah”. Sebagai
seorang mukmin, hendaklah kita mndoakannya agar bisa berhasil
menghadapinya. Jadi, fitnah bukan mus}i>bah yang telah terjadi, dan
sebaliknya, mus}i>bah akan terjadi bila gagal menghadapi tersebut.2
1
Muhammad Mutawalli Al-Sya’ra>wi. Tafsir Sya’ra>wi i, terj, Dr. H. Zinal Arifin,
MA dan Dr. Ardiansyah, MA, jilid III cet. I (Medan: Duta Azhar, 2011), 281.
2
Al-Sya’ra>wi. Tafsir Sya’ra>wi, 282.
71
Dalam bahasa Arab istilah Fitnah ini diambil dari sesuatu yang
konkrit, yaitu Fitnah emas atau Fitnah besi. Fitnah emas adalah
peleburan emas hingga mencair, saat itu unsur-unsur campuran selain
emas akan mengapung. Begitu juga dengan besi. Fitnah emas dan besi
dapat memperlihatkan adanya campuran asing di dalamnya. Lalu kata
Fitnah ini berpindah arti dari benda yang kongkrit kepada makna yang
abstrak. Hingga akhirnya dia memiliki arti sebagai cobaan yang
dihadapi manusia, baik dia berhasil atau pun gagal menghadapinya.
Demikianlah al-Qur‟an memberitahukan kepada mukminin
tentang keberadaan kaum yang tidak kuat imannya. Setiap kali kaum
mereka mengajak untuk kembali syirik dan memerangi muslimin,
mereka memenuhi panggilan tersebut dan berpaling dari imannya.
Mereka adalah seburuk-buruk musuh. Kemudian Allah menerangkan
startegi yang harus dilakukan mukminin dalam menyikapi orang-orang
yang telah kembali kepada Fitnah tersebut.
Allah memberi kuasa penuh kepada muslimin untuk menindak
mereka. Kekuasaan ini maksudnya kekuatan yang terdiri dari dua
macam: pertama kekuatan yang memaksa manusia untuk melakukan
suatu perbuatan, tapi dia tidak mampu memaksa hatinya untuk ikhlas
dalam berbuat. Seperti seseorang yang menyuruh orang lain tersebut
berhenti. Akan tetapi, kekuatan ini tidak mampu untuk memaksa
hatinya untuk rela berhenti. Kedua, kekuatan argumentatip atau
pemberian dalil yang membuat manusia puas dan rela untuk melakukan
pekerjaan tersebut.
Perbedaan antara dua kekuasaan ini, kekuasaan pertama memaksa
manusia untuk sujud, dan jenis kedua, membuat manusia sujud dengan
suka rela. Sedang kekuasaan yang dimaksud Allah dalam ayat ini
adalah jenis pertama, yang dapat digunakan untuk melakukan apapun
72
3
Al-Sya’ra>wi. Tafsir Sya’ra>wi, 283.
4
Aḥmad Syakir, „Umdah at-Tafsir „an al-Ḥafiz Ibn Kas\ir, juz II (Mansyurah: Dar
al-Wafa‟, 2005), 239.
73
5
Muhammad ABU Zahrah, Zahrah at-Tafasir, juz IV (Kairo: DMuḥamār al-Fikr al-
„Arabi, tt), 3127.
6
Umar Latif, “konsep Finnah Menurut Al-Qur‟an” Jurnal Al-Bayan, vol. 22 no, 31
(Januari-Juni 2015): 73.
74
Maksud dari Fitnah fi ad-Din (Fitnah dalam agama) pada ayat ini
adalah, menyakiti orang-orang mukmin, seperti mencegah mereka dari
akidah yang mereka anggap benar, atau menghalangi mereka untuk
tetap berpegang terhadap agama tersebut, kemudian meminta mereka
meninggalkan agama yang sudah mereka peluk, seperti yang diperbuat
orang-orang musyrik terhadap kaum mukminin kota Makkah.
7
Muḥammad Abu Bakr al-Qurṭhubi, Al-Jami‟u li Aḥkam Alquran, juz II (Beirut:
Muassasah ar-Risalah, 2005), 246-247.
75
10
Al-Sya’ra>wi. Tafsir Sya’ra>wi, 613
78
dakwah ini maka dia akan dihancurkan. Karena perbuatan itu berarti ia
telah menghalangi orang yang ingin melaksanakan ajaran agamanya. 11
Arti ayat tersebut juga menjelaskan tentang perjanjian
Hudaibiyah, ketika Rasulullah saw dihalang-halangi oleh orang-orang
Quraisy untuk memasuki kota Mekkah, di situ diadakan suatu
perjanjian, yang pada pokok isinya agar kaum muslimin menunaikan
ibadah umroh pada bulan Dzulqo‟dah tahun berikutnya. Ketika
Rasulullah saw serta para sahabatnya berangkat ke Mekkah lagi untuk
menunaikan ibadah umroh sebagaimana yang telah dijanjikan oleh
kaum Quraisy. Namun mereka menghalangi atau memerangi untuk
masuk ke baitullah (Masjidil Haram) sedang kaum muslimin merasa
enggan untuk mengadakan peperangan di bulan yang mulia (haram)
dan sebagai penjelasan bagi kaum muslimin apabila mereka diserang
oleh musuh maka Allah memperbolehkan kaum muslimin mengadakan
peperangan sekalipun di bulan haram.12
Dari penjelasan di atas dan asab an-nuzul dari ayat tersebut
bahwa yang selama ini masyarakat banyak berdalil dengan mengatakan
bahwa Fintah itu lebih kejam dari pada pembunuhan, ternyata
pengertian Fitnah di dalam ayat ini bukan berita bohong atau tuduhan,
melainkan ujian yang dirasakan oleh ummat islam.
Kaum musyrikin yang tidak ridha dengan risalah yang dibawa
oleh Rasul saw. kerap kali menimbulkan kekacauan di sekitar umat
Islam ketika itu, berbagai siksaan dan kecaman dirasakan oleh umat
Islam, perampasan terhadap hak dan harta mereka, serta hujatan-
hujatan menyangkut agama yang mereka peluk, sampai pada hal
pengusiran, yang akhirnya membuat mereka tergusur dari negrinya
11
Al-Sya’ra>wi. Tafsir Sya’ra>wi, 614.
12
Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi, Asbabun Nuzul, terj. Rohadi Abu Bakar
(Semarang: Wicak sana, 1989), 166.
79
sendiri. Menanggapi kondisi seperti itu Allah berfirman dan fitnah itu
lebih besar bahayanya dari pembunuhan, yakni, penyiksaan atau
pengusiran yang dilakukan kaum musyrikin terhadap umat Islam, atau
sikap mereka yang mensekutukan Allah, lebih besar akibatnya dari
pada aksi pembunuhan yang dilakukan umat Islam terhadap mereka,
sekalipun itu berada di arena Masjid al-Ḥaram, yang pada hakikatnya
Allah melarang adanya aksi pembunuhan di sekitarnya.
Ad-Dhamagani menjelaskan makna Fitnah di sini sebagai
kesyirikan. Al-Baidhawi menjelaskan, ujian yang dengannya manusia
dicoba, seperti keluar dari negeri sendiri, yang demikian lebih berakibat
dari pada dibunuh, karena terusir dari negeri sendiri sangat melelahkan
dan menyakitkan. Ada juga yang mengatakan bahwa maksud Fitnah di
sini adalah, kondisi mereka yang mensekutukan Allah di sekitar Masjid
al-Ḥaram, dan mengusirmu dari sana lebih berakibat dari pada aksi
pembunuhan yang kalian lakukan terhadap mereka.13
Al-Alusi memberikan penafsiran terhadap ayat ini, “Mereka yang
mensekutukan Allah, sedang mereka berada disekitar Masjid al-Ḥaram
sangatlah buruknya, maka tidak apa jika kamu membunuh meraka di
sekitar Masjid al- Ḥaram, karena melakukan sesuatu yang buruk
dengan tujuan menghilangkan yang lebih buruk adalah bagian dari
rukhsah (keringanan) bagi kamu, dan tidak ada dosa bagimu. Atau
ujian yang menyebabkan seseorang tersakiti, seperti keluar dari negeri
tercinta demi mencari kihidupan yang lebih nyaman jauh lebih sakit
dari pada dibunuh, karena yang demikian sangat melelahkan dan
menyakitkan. Mengusir seseorang dari negeri sendiri, sama halnya
menelantarkan orang tersebut tanpa tujuan yang pasti, tidak hanya
13
Muḥammad al-Damaghani, Qamus al-Qur‟an, (Beirut: Dar al- „Ilmu lil Malayin,
1983), 347-348.
80
14
Syihabuddin Maḥmud al-Alusi al-Baghdadi, Ruḥ al- Ma„ani fi Tafsir Alquran wa
Sab„a Masani, juz II (Beirut: Iḥya‟ at-Turas al-„Arabi, t.t), 75.
81
15
„Abdul Fattah „Abdul al-Ghani al-Qadhi, Asbab an-Nuzul „an al-Ṣahabah wa al
Mufassirin, cet. III (Mesir: Dar as-Salam, 2003), 37,
82
18
Al-Sya’ra>wi. Tafsir Sya’ra>wi, 690.
85
19
Al-Sya’ra>wi. Tafsir Sya’ra>wi, 691.
20
Umar Latif, “konsep Finnah Menurut Al-Qur‟an, 83.
86
21
Muhammad Mutawalli al-Sya’ra>wi. Tafsir Sya‟rawi, terj, Dr. H. Zinal Arifin, MA
dan Dr. Ardiansyah, MA, jilid V cet. I (Medan: Duta Azhar, 2011), 304.
87
melihat bahwa anak itu memakan bagian anak yang lain dari belakang
tanpa izin. Di sini ibu wajib memeberi sanki agar tidak berkelanjutan. 22
Begitu juga bila ditemukan anak memilih mainan dengan harga
tinggi di atas kemampuan keluarga, sang ayah perlu memeberi sanksi
bila ternyata hal itu diperoleh bukan dengan cara yang halal, agar anak
itu tidak merusak dirinya. Untuk itu allah menetapkan diyah atau uang
darah dalam pembunuhan yang tidak disengaja kepada keluarga yang
berakal dari pihak ayah. Akibat tanggung jawab itu, maka keluarga
akan menindak tegas bila ada dari pihak kelurga meneror orang lain.
Untuk itu ditemukan manusia yang melihat kezaliman namun
tidak dicegah, Allah menurunkan murka kepada semuanya secara
umum. Karena kezaliman dapat dan telah merajalela. Ditemukan Abu
Bakar berkata:" wahai sekalian manusia bacalah: "Hai orang-orang
yang beriman, jagalah dirimu, tiadalah orang yang sesat itu akan
memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.
Kamu meletakkannya bukan pada posisi yang sebenarnya.
Karena saya mendengar Rasulullah bersabda: " Manusia bila melihat
kemungkaran kemudian tidak mencegahnya, niscaya Allah akan
menurunkan sanki-Nya secara umum. Rasulullah menerangkan cara
efektif untuk menegaskan hukum dengan contoh yang sesuai dalam
keadaan bagaimana pun.
Orang boleh saja bertanya mengapa sanksi akan diberikan kepada
orang zalim dan dizalimi? Zalim wajar mendapat sanksi akibat
melakukan dosa. Sedangkan yang dizalimi apa dosa mereka hingga
disiksa? Jawabannya, orang yang dizalimi terkadang mampu menolak
kezaliman tapi dia berdiam diri, maka siksa itu pun berlaku untuk
22
Al-Sya’ra>wi. Tafsir Sya’ra>wi, 305.
88
23
Al-Sya’ra>wi. Tafsir Sya’ra>wi, 306.
24
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur‟an
jilid 7, cet, v (Jakarta: Lentera Hati, 2003), 714.
89
25
Muhammad Nasib Ar-Rifa'i, Ringkasan Tafsir Ibn Kas\ir, jilid 2 (Jakarta: Gema
Insani, 1999), 506.
26
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, juz 9 (Semarang:
Thoha Putra, 1994), 357.
90
27
Sayyid Quthb, Tafsir Fī Zhilalil Qur‟an Di Bawah Naungan Al-Qur'an, jilid 5
(Jakarta: Gema Insani, 172
28
Hamka, Tafsir Al-Azhar, juz 9 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), 286-287.
91
29
Mahmud Yunus, Tafsir Qur'an Karim cet, 73 (Jakarta: Hidakarya Agung, 2004),
249.
92
30
Habibuddin, “Fitnah Dalam Al-Qur‟an” (Tesis: IAIN Sumatra Utara, 2012), 111.
93
31
Ishom el-Saha dan Saiful Hadi, Sketsa Al-Qur'an, Tempat, Tokoh, Nama dan
Istilah dalam Alquran, cet, 1 (Lista Fariska Putra, 2005), 174.
32
Muhammad Mutawalli al-Sya’ra>wi. Tafsir Sya‟rawi, terj, Dr. H. Zinal Arifin, MA
dan Dr. Ardiansyah, MA, jilid V cet. I (Medan: Duta Azhar, 2011), 312.
94
33
Habibuddin, “Fitnah Dalam Al-Qur‟an”, 135.
34
Mansur ibn Turas ibn Idris al-Bahuti, Kassyaf al-Qana‟ ‟an Matan al-Iqna‟, jilid
ke-3, (Beyrut: Dar al-Fikr, 1982), 217-218.
96
97
98
B. SARAN
Skripsi ini bermaksud menguak makna Fitnah, makna kata
tersebut perlu dikaji kembali karena dikontekstualisasikan dengan
99
101
102