Anda di halaman 1dari 79

“FASÂD AL-ARḌI DALAM TAFSIR AL-SYA’RAWI”

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:
BAGUS ERIYANTO
NIM: 11140340000075

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2019 M
ABSTRAK

Bagus Eriyanto
“FASÂD AL-ARḌI DALAM TAFSIR AL-SYA’RAWI”
Saat ini banyak sekali terjadi bencana-bencana alam, sebagaimana yang
telah dirasakan sendiri di Negara Indonesia ini. Begitu banyak bencana alam yang
terjadi itu dapat dikatakan berawal dari ulah tangan-tangan manusia yang tersesat
dalam kebebasan mereka untuk mengambil dan memanfaatkan segala sesuatu
yang ada di bumi ini yang diberikan oleh Allah Swt. kepada mereka dalam
tugasnya sebagai khalifah.
Fenomena yang terjadi saat ini khususnya di Indonesia tidak seperti yang
seharusnya dilakukan seorang manusia sebagai khalifah, kebanyakan fakta yang
saat ini terlihat, manusia dalam memelihara dan mengembangkan kehidupan
terkadang melampaui batas kewajaran dalam mengeksploitasi sumber daya yang
ada di bumi ini. Sehingga hal itu menimbulkan kerusakan-kerusakan di muka
bumi ini. Kerusakan dalam bahasa Arab disebut dengan kata Fasâd.
Al-Qur'an menyebutkan Fasâd dan segala bentuk derivasinya sebanyak 50
kali. Salah satu ayat yang membahas mengenai kerusakan alam ini adalah QS.Ar-
Rum ayat 41, dalam ayat tersebut sudah mencakup hampir keseluruhan dari
pembahasan mengenai Fasâd ini. Syaikh Mutawwali Asy-Sya’rawi adalah salah
satu mufasir yang penafsirannya banyak mengaitkan dengan ilmu-ilmu
pengetahuan. Seperti penafsirannya terhadap QS.Ar-Rum ayat 41, dengan
mengaitkan beberapa hal yakni tentang tugas manusia sebagai khalifah yang dapat
dilihat dalam penafsirannya.
Banyak orang salah dalam memahami kerusakan lingkungan ini. Mereka
beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana akibat faktor alami dari alam
itu sendiri tanpa merenungkan akibat dari ulah tangan manusia yang rakus dan
tamak. Inilah yang membuat penulis merasa terpanggil untuk menelitinya lebih
mendalam, dengan mengambil penafsiran dari Tafsir asy-Sya’rawi yaitu dengan
menggunakan metode tahlili atau analisis.
Karena penelitian ini termasuk dalam penelitian perpustakaan (Library
Reseach), maka penulis merujuk kepada Al-Qur’an Al-Karim, hadis-hadis
Rasulullah Saw, dan Tafsir as-Sya’rawi sebagai data primer. Kemudian didukung
oleh data dari literatur yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
Setelah dilakukan penelitian melalui bab per bab, maka sebagai hasil dari
kajian ini adalah pandangan as-Sya’rawi tentang Fasâd Al-Arḍi adalah,
banyaknya kerusakan dimuka bumi adalah sebab perbuatan tangan manusia yang
terlalu menuhankan hawa nafsu semata. Manusia sebagai khalifah di bumi
seharusnya dapat bersikap adil terhadap sesamanya maupun terhadap makhluk
lainnya, seperti apabila manusia mengambil manfaat dari makhluk lainnya maka
ia harus memberikan timbal balik sehingga terjadi keseimbangan antara keduanya.
Karena sesungguhnya antara manusia dan makhluk lain serta alam ini sama-sama
saling membutuhkan. Jika keadilan tersebut sudah dapat tercapai maka manusia
baru dapat dikatakan berhasil dalam tugasnya sebagai khalifah.
Kata Kunci: Fasâd Al-Arḍi, Kerusakan Bumi, Tafsir asy-Sya’rawi
KATA PENGANTAR

‫ ﻣﻦ‬،‫ وﻧﻌﻮذ ﺑﺎ ﻣﻦ ﺷﺮور أﻧﻔﺴﻨﺎ وﻣﻦ ﺳﯿﺌﺎت أﻋﻤﺎﻟﻨﺎ‬، ‫ ﻧﺤﻤﺪه وﻧﺴﺘﻌﯿﻨﮫ وﻧﺴﺘﻐﻔﺮه‬،‫إن اﻟﺤﻤﺪ‬
، ‫وأﺷﮭﺪ أن ﻻ إﻟﮫ إﻻ ﷲ وﺣﺪه ﻻ ﺷﺮﯾﻚ ﻟﮫ‬،‫ وﻣﻦ ﯾﻀﻠﻠﮫﻓﻼ ھﺎدي ﻟﮫ‬،‫ﯾﮭﺪه ﷲ ﻓﻼ ﻣﻀﻞ ﻟﮫ‬
‫وأﺷﮭﺪ أن ﺳﯿﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪا ﻋﺒﺪه ورﺳﻮﻟﮫ‬

Alhamdulillah, puji dan syukur bagi Allah SWT karena dengan rahmat dan
pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Agama Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini dengan sebagaimana
mestinya. Salawat dan salam kepada baginda Rasulullah SAW yang berjuang
membawa umat manusia ke jalan yang diridhai Allah SWT.
Sebagaimana yang diketahui bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis
banyak menghadapi cobaan dan rintangan, namun ini semua tidak mematahkan
semangat penulis untuk terus menyelesaikannya. Penulis juga menyadari bahwa
dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan yang tentunya tidak
disengaja. Namun berkat bimbingan dari berbagai pihak, maka penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini, pada tempatnyalah penulis mengucapkan berbanyak
terima kasih yang tidak terhingga kepada mereka yang telah banyak membantu
penulis, baik secara langsung maupun tidak secara langsung. Secara khusus penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kepada Yth. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Rektor, Prof. Dr. Masri Mansoer M.A.
selaku Dekan Fakutas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Kepada Yth. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M. A. Selaku Ketua Program Studi
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir dan Dra. Banun Binaningrum, M. Pd. Selaku
Sekretaris Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Juga kepada Seluruh
Dosen Fakultas Ushuluddin Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan ilmu dan motivasi
selama di bangku kuliah serta dukungannya kepada penulis.

v
3. Kepada yang disayangi dan dikasihi Ibunda Susi tercinta dan Ayahanda
Mahpudin. Terima kasih karena telah banyak memberi penulis nasihat,
dorongan suport moril dan materil, membantu penulis dalam menyelesaikan
perkuliahan ini serta mendoakan penulis dengan setulus hati. Serta adikku
sayang Hayatus Sahla Sabila yang selalu menjadi pelipur lara dan
pembangkit semangat penulis. Serta seluruh keluarga lain yang tak dapat
penulis sebutkan satu persatu. Merekalah yang senantiasa mendoakan dan
memotivasi penulis untuk terus berkreasi dan menuntut ilmu. Kaianlah
salah satu alasanku menggapai cita-cita.
4. Kepada Yth. Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, MA. selaku pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pemikiran untuk berdialog dengan
penulis, serta memeberikan motivasi yang sangat luar biasa dan berharga.
Semoga Allah SWT. Senantiasa menjaga kesehatan beliau, memberikan
keberkahan hidup serta kebahagiaan dunia dan akhirat atas perjuangan
beliau membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Terima kasih kepada Penida Nur Apriani, S.Ag atas segala kekuatan,
semangat, dan motivasi serta selalu sabar mengingatkan penulis agar tidak
patah semangat dalam setiap keadaan.
6. Kepada kawan-kawan seperjuangan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir B, M.
Husni, Agus Sulistiantono, Fitrah Permana S.Ag, Raja Hotlan S.Ag, Abdul
Haisman, Yayang Zulkarnain, Pramudita Suciati S.Ag, dan seluruhnya yang
tak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih, untuk senantiasa
menasehati dan saling memotivasi.
7. Kepada sahabat sependeritaan dan sepenanggungan, Dadan, Roy, Boim,
Bahal, Pace, Kiki Betawi, Imam, Mbot, Aprido, Bahar, dan Coeng
terimakasih untuk solidaritas dan motivasi selama ini.
8. Kepada teman-teman KKN Share Solution, terkusus Denda Maulasa,
Sayyidah S.H, Ipul, Rizki Setiawan, Indah Tamala Sari S.IP, Annisa S.E,
Ambar dan lainnya yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu terimakasih
untuk semangat kalian.
9. Kepada para sahabat Alumni IKADA, Fuad Naufal, Diki Saputra S.Si,
Robby Fathurrohman Al-Fajri S.Si, terimakasih untuk tak pernah lelah

vi
mendukung penulis dalam segala hal. Kepada kakanda Muhammad Zaenuri
S.H, Dimas Masyhudi S.H, dan Humaedi S.H salam hormat dan terimakasih
untuk ilmu yang berharga selama ini.

Semoga kita semua mendapat manfaat dari segala hasil upaya yang baik dan
kehidupan kita senantiasa diberkati dunia dan akhirat. Amin yaa Rabbal ‘Alamin.

Jakarta, Desember 2018

Bagus Eriyanto

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii
ABSTRAK........................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................viii
TRANSLITERASI .......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 8
E. Metode Penelitian ..............................................................................10
F. Sistematika Penulisan .......................................................................13

BAB II DESKRIPSI FASÂD AL-ARḌI .........................................................14


A. Pengertian Fasâd Al-Arḍi ...................................................................14
B. Urgensi Penjagaan Bumi ...................................................................19
C. Dampak Kerusakan Bumi ..................................................................21
D. Ekosistem Kehidupan di Bumi ...........................................................27

BAB III BIOGRAFI SYEIKH M. MUTAWALLI AL- SYA’RAWI ............29


A. Kelahiran dan Nasab .........................................................................29
B. Pendidikan dan Karirnya ...................................................................30
C. Karya-Karyanya ................................................................................31
D. Sekilas Tafsir al-Sya’rawi .................................................................32
E. Wafatnya ...........................................................................................35
F. Metode dan Corak Tafsir al-Sya’rawi.................................................36
G. Latar Belakang Penulisan dan Penamaan Kitab .................................38
H. Kelebihan dan Kekuranagn Tafsirnya ................................................39

viii
BAB IV ANALISIS TAFSIR AL-SYA’RAWI TENTANG AYAT-AYAT
FASÂD AL-ARḌI ............................................................................................40
A. Penafsiran Fasâd Al-Arḍi dalam Tafsir Al-Sya’rawi .........................40
1. Surah al-Rûm ayat 41 ....................................................................40
2. Surah al-A‘râf ayat 56 ...................................................................46
3. Surah al-Baqarah ayat 205 .............................................................48
4. Surah al-A’râf ayat74 ....................................................................54
5. Surah asy-Syu’arâ ayat 152 ...........................................................56

BAB V PENUTUP ...........................................................................................59


A. Kesimpulan ........................................................................................59
B. Saran..................................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................62

ix
PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin dalam skripsi ini menggunakan pedoman


transliterasi yang sesuai dengan Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Nomor: 507 Tahun 2017 tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara
latin:
Huruf Huruf
Keterangan
Arab Latin
‫ا‬ Tidak dilambangkan

‫ب‬ b Be

‫ت‬ t Te

‫ث‬ ts te dan es

‫ج‬ j Je

‫ح‬ ë h dengan titik bawah

‫خ‬ kh ka dan ha

‫د‬ d De

‫ذ‬ dz de dan zet

‫ر‬ r er

‫ز‬ z zet

‫س‬ s es

‫ش‬ sy es dan ye

‫ص‬ ê es dengan titik di bawah

x
‫ض‬ ý de dengan titik di bawah

‫ط‬ ţ te dengan titik di bawah

‫ظ‬ ẓ zet dengan titik di bawah

‫ع‬ ‘ koma terbalik di atas hadap kanan

‫غ‬ gh ge dan ha

‫ف‬ f ef

‫ق‬ q ki

‫ك‬ k ka

‫ل‬ l el

‫م‬ m em

‫ن‬ n en

‫و‬ w we

‫ه‬ h ha

‫ء‬ ˈ apostrof

‫ي‬ y ye

2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri
dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagian berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َ a Fatëah

َ i Kasrah

xi
َ u Ýammah

Adapun untuk vocal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah


sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
‫َي‬ ai a dan i

‫َو‬ au a dan u

3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa
Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Tanda Vokal
Katerangan
Arab Latin
‫ى‬ â a dengan topi di atas

‫ىي‬ î i dengan topi di atas

‫ىو‬ ù u dengan topi di atas

4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan
dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
syamsiyah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-
dìwân bukan ad- dìwân.
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan sebuah tanda ( ) dalam alih aksara ini

dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang


diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang
menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh

xii
huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (‫ )الضرورة‬tidak ditulisah ad-darùrah

melainkan al-ýarùrah, demikian seterusnya.


6. Ta Marbùţah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbùtah terdapat
pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan
menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal ini sama juga berlaku jika
ta marbutah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun,
jika huruf ta marbutah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara

1 ‫طريقة‬ Ţarîqah

2 ‫اجلامعة اإلسالمية‬ al-Jâmî’ah al-Islâmiyyah

3 ‫وحدة الوجود‬ waëdat al-Wujùd

7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI),
antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat,
nama bulan, nama diri, dan lain-lain. jika nama diri didahului oleh kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama
diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abù Hâmid
al-Ghazâlî bukan Abù Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat
diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak
miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu
ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya,
demikian seterusnya.

xiii
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan
meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis
Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin
al-Raniri, tidak Nùr al-Dîn al-Rânîrî.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf
(harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara
atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada
ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara
‫ذهب األستاذ‬ dzahaba al-ustâdzu

‫ث بت األجر‬ tsabata al-ajru

‫احلركة العصريَّة‬ al-ëarakah al-‘aêriyyah

‫أشهد أن ال إله إأل هللا‬ asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh

‫الصالح‬
َّ ‫موالَن ملك‬ Maulânâ Malik al-Ëâlië

‫ي ؤثركم هللا‬ yu’atstsirukum Allâh

‫املظاهر العقليَّة‬ al-maẓâhir al-‘aqliyyah

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri


mereka. Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak
perlu dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nùr Khâlis
Majîd; Mohamad Roem, bukan Muhammad Rùm; Fazlur Rahman, bukan
Fadl al-Rahmân.

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bumi pada kalanya memiliki struktur yang baik untuk dapat dihidupi oleh
makhluk hidup. Bumi sendiri tidak dapat bertahan dengan baik jika makhluk
hidup sendiri tidak bisa melestarikan dan menjaganya dengan baik. Keadaan bumi
yang sekarang bahwa kita ketahui sudah tercemar dari berbagai aspek lingkungan.
Tercemarnya bumi ini menjadikan bumi terasa sakit. Ketimpangan yang terjadidi
sebabkan oleh keseimbangan lingkungan yang sudah tidak dapat dikontrol.
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa
lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain. Undang-undang tersebut menunjukkan bahwa kita perlu melindungi
dan mengelola lingkungan kita dengan tidak minumbalkan kerusakan. 1

Kondisi sekarang yang kita ketahui adalah terjadinya kerusakan yang


sekarang kian dirasakan oleh makhluk hidup sendiri. Hal kecil yang dapat
dirasakan sekarang ini yaitu pemanasan global yang semakin meningkat serta
perubahan iklim yang tidak menentu menjadi bukti adanya ketidak seimbangan
lingkungan yang menjadikan bumi ini sakit. Selain pemanasan global dan
perubahan iklim yang terjadi adanya kerusakan di bumi yang disebabkan
oleh manusia sendiri seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan
penggundulan hutan. Dengan seiring berjalannya perkembangan teknologi dan
jaman manusia mulai mengesampingkan alam yang sudah mulai rusak oleh ulah
manusia.2

1
N.H.T Siahaan, Hukum Lingkunan dan Ekologi Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2004),
h. 4
2
Rachmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,
2018), h. 23

1
2

Pada dahulu kala manusia lebih mengutamakan kelestarian alam, dimana


mereka menghargai barang buatan manusia sendiri. Sehingga, pada dahulu
kalaharmonisasi antar manusia begitu kuat dan kental. Namun, yang kita
tahusekarang ini mesin menjadi prioritas utama untuk mebuat produk yang cepat
danlebih efektif membuat manusia lupa akan dampak yang terjadi. Mereka
menjadikan alam sebagai bahan bakar untuk membuat mesin itu bekerja. Sehingga
dampak dari mesin tersebut menimbulkan kerusakan yangsekarang dampaknya
kian dirasakan semakin meningkat. Bagaimana bisa manusia tidak bertanggung
jawab merusak dan dengan mudahnya mengabaikan lingkungan yang ada
dibumi. Manusia yang berperan besar dalam kerusakan lingkungan sendiri
seharusnya dapat menjaga lingkungan dengan baik. Rusaknya bumi ini selain
diakibatkan oleh teknologi yang semakin canggih dan menjadikan alam seebagai
bahan bakar teknologi juga pembangunan yang semakin banyak menimbulkan
banyak dampak negatif yang diperbuat. Pembangunan yang dilakukan tidak
melihat seberapa besar dampak yang akan terjadi seperti limbah pembangunan
yang mengotori sungai hingga tercemar dan tanah yang kian menipis akibat
adanya pembangunan itu terjadi. Maka dari itu dimulai dari diri sendiri kita
harusmulai menjaga dan melestarikan ligkungan dengan baik dan benar.
Kerusakan yang ada di dunia ini akibat dari tangan-tangan manusia perlu
melakukan nazar, melihat, membahas, menelaah, mengapa kerusakan terjadi.
Ternyata kerusakan terjadi karena hidup yang berlebihan, boros, dan bermewah-
mewah, itulah life style manusia saat ini, sehingga melakukan perbaikan atas alam
ini sudah menjadi tanggung jawab manusia. Di sinilah Al-Qur‟an memberikan
kaidah-kaidah kehidupan, yaitu membunuh satu jiwa bagaikan membunuh semua
jiwa dan memberi kehidupan pada satu jiwa bagaikan memberi kehidupan pada
semuanya.3
Manusia diamanahkan untuk mengurus alam ini. Inilah jabatan khalifah,
sebagaimana disebutkan Al-Qur‟an dalam Surah al-Baqarah: 30. Dalam perannya
sebagai khalifah, manusia harus mengurus, memanfaatkan, dan memelihara, baik
langsung maupun tidak langsung. Amanah tersebut meliputi bumi dan segala
isinya, seperti gunung-gunung, laut, air, awan dan angin, tumbuh-tumbuhan,

3
Mujiono Abdillah, Agama Ramah lingkungan, (Jakarta: Paramadina, 2001) h. 23
3

sungai, binatang-binatang, sehingga manusia dapat memiliki perilaku yang baik.


Pola hidup bersih merupakan bagian penting dalam upaya manusia untuk
memelihara lingkungan hidup.4
Korelasi agama dengan bumi sebagai tempat hidupnya sudah sejak lama
menjadi telaah para ilmuwan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa menyadarkan
manusia agar bersifat efisien dalam hidup dari hari ke hari sangat sulit dilakukan.
Segala slogan yang dikeluarkan, seperti hidup sederhana, tampaknya hanya slogan
belaka karena yang tampak adalah sikap dan gaya hidup yang konsumtif dan
boros. Gaya hidup seperti ini bukan hanya terdapat di negara maju, namun juga
menjalar ke negara-negara berkembang dan miskin. Penulis melihat bagaimana
sebagian masyarakat memenuhi ambisinya dengan mengambil apa saja dari
kekayaan alam ini, tanpa mengindahkan dampak dan akibat dari semua itu.
Penebangan pohon secara illegal, perusakan area resapan, adalah contoh
perbuatan manusia yang berdampak buruk pada diri dan lingkungannya.
Undang-undang dan berbagai macam aturan yang dibuat pemerintah
ternyata belum tampak menunjukkan hasil yang maksimal, yang terjadi adalah
pembalak hutan dan penggali tambang sering bebas di pengadilan. Keberadaan
perundang-undangan yang ada sekarang masih dianggap “angin lalu”, sehinngga
memerlukan nilai baru dalam memelihara lingkungan. Segala pendekatan sudah
dilakukan untuk memelihara lingkungan ini. Di indonesia, misalnya, dilakukan
pendekatan-pendekatan berikut:
1. Pendekatan kebijakan dan perundang-undangan. Sudah banyak peraturan
perundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan pengelolaannya.
2. Pendekatan kelembagaan. Lembaga-lembaga pemerintah, seperti KLH,
Dephut, Perguruan Tinggi, LIPI, LSM, dan lain-lain sudah melakukan
langkah-langkah dalam melestarikan lingkungan hidup diantaranya.
3. Pendekatan politik. Indonesia sudah meratifikasi berbagai konvensi
internasional di bidang lingkungan, misalnya konvensi Perubahan Iklim
Global, Konvensi Konservasi Keanekaragaman Hayati, dan Konvensi
Pembangunan Berkelanjutan.5

4
Ahzami Saimun Jazuli, Kehidupan Dalam Pandangan Al-Qur’an (Al-Hayat Fii Al-Qur’an
Al-Karim), (Jakarta:GIP, 2006). h.35
5
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: KOMPAS, 2010), h.87
4

Itulah beberapa pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh pemerintahan


untuk memelihara bumi sebagai lingkungan hidup di indonesia. Tinggal satu
peran yang selama ini sering terlupakan, yaitu peran agama dan etika.
Membangun sebuah nilai sosial melalui penafsiran teks-teks wahyu merupakan
keniscayaan. Penafsiran tematik tentang lingkungan merupakan hal yang penting.
Lebih penting lagi adalah bagaimana mengimplementasikan pesan-pesan Al-
Qur‟an dalam kaitannya dengan pemeliharaan lingkungan. Sehingga masalah
lingkungan tidak hanya pada tataran teorim tetapi juga secara implementatif dapat
dilakukan.
Sebagaimana dimaklumi bahwa segala tindakan manusia di dunia adalah
untuk ibadah, baik ibadah mahdah (langsung), maupun ghair mahdah (tidak
langsung). Dengan aturan ini manusia diharapkan menjadi makhluk yang baik di
dunia dan akhirat. Norma-norma aturan Islam tidak akan terlepas dari tujuan-
tujuan mulia: yaitu hifzud-din (memelihara agama), hifzun-nafs (memelihara
jiwa), hifzul-mal (memelihara harta), hifzun-nasl (memelihara keturunan), hifzul-
aql (memelihara akal), hifzul-bi’ah (memelihara lingkungan).6
Pendidikan lingkungan telah diajarkan oleh Rasulullah Saw kepada para
sahabatnya. Abu Darda ra pernah mengatakan bahwa di tempat belajar yang
diasuh oleh Rasulullah Saw telah diajarkan pentingnya bercocok tanam, dan
menanam pepohonan, serta pentingnya usaha mengubah tanah yang tandus
menjadi kebun yang subur. Perbuatan tersebut akan mendatangkan pahala yang
besar di sisi Allah Swt dan bekerja untuk memakmurkan bumi merupakan amal
ibadah kepada Allah Swt.
Pendidikan lingkungan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw berdasarkan
wahyu, sehingga banyak kita jumpai ayat-ayat ilmiah Al-Qur‟an yang membahas
tentang lingkungan. Pesan-pesan Al-Qur‟an mengenai lingkungan sangat jelas dan
prospektif.
Surat Al-Rûm [30] ayat 41-42 menjelaskan tentang Larangan Membuat
Kerusakan di Muka Bumi.

6
Achmad Baiquni, “Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi”, (Jakarta: Bhakti Prima
Yasa, 1995). h.105
5

‫ط‬َ ۡ‫اس ِلٍُزٌِقَ ُِن بَع‬ َ ‫سادُ فًِ ۡٱلبَ ِ ّش َّ ۡٱلبَ ۡح ِش بِ َوا َك‬
ِ ٌَّ‫سبَ ۡث أَ ٌۡذِي ٱل‬ َ َ‫ظ َِ َش ۡٱلف‬
َ
ُ ً‫ض فَٱ‬
ْ‫ظ ُشّا‬ ِ ‫ٍشّاْ فًِ ۡٱۡل َ ۡس‬
ُ ‫) قُ ۡل ِس‬١٤( َ‫ٱلَّزِي َع ِولُْاْ لَعَلَّ ُِ ۡن ٌَ ۡش ِجعُْى‬
)١٤( َ‫ف َكاىَ َٰ َع ِق َبةُ ٱلَّزٌِيَ ِهي قَ ۡب ُۚ ُل َكاىَ أَ ۡكثَ ُشُُن ُّه ۡش ِشكٍِي‬ َ ٍۡ ‫َك‬
Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Katakanlah: Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu
adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (Q.S. Al-Rûm : 41-
42)
Selain untuk beribadah kepada Allah, manusia juga diciptakan sebagai
khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah, manusia memiliki tugas untuk
memanfaatkan, mengelola dan memelihara alam semesta. Allah telah
menciptakan alam semesta untuk kepentingan dan kesejahteraan semua makhluk-
Nya, khususnya manusia.Keserakahan dan perlakuan buruk sebagian manusia
terhadap alam dapat menyengsarakan manusia itu sendiri. Tanah longsor, banjir,
kekeringan, tata ruang daerah yang tidak karuan dan udara serta air yang tercemar
adalah buah kelakuan manusia yang justru merugikan manusia dan makhluk hidup
lainnya.7
Islam mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal
ini seringkali tercermin dalam beberapa pelaksanaan ibadah, seperti ketika
menunaikan ibadah haji. Dalam haji, umat Islam dilarang menebang pohon-pohon
dan membunuh binatang. Apabila larangan itu dilanggar maka ia berdosa dan
diharuskan membayar denda (dam). Lebih dari itu Allah SWT melarang manusia
berbuat kerusakan di muka bumi
Tentang memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, banyak upaya
yang bisa dilakukan, misalnya rehabilitasi SDA berupa hutan, tanah dan air yang
rusak perlu ditingkatkan lagi. Dalam lingkungan ini program penyelamatan hutan,
tanah dan air perlu dilanjutkan dan disempurnakan. Pendayagunaan daerah pantai,
wilayah laut dan kawasan udara perlu dilanjutkan dan makin ditingkatkan tanpa
merusak mutu dan kelestarian lingkungan hidup.8

7
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: KOMPAS, 2010), h. 90
8
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, h. 91
6

Dalam Surah Al-A„râf [7] Ayat 56-58 pun dijelaskan tentang Peduli
Lingkungan.
َّ َ‫ط َوع ُۚا إِ َّى َس ۡح َوث‬
ِ‫ٱَّلل‬ َ َّ ‫عٍُْ خ َْۡفا‬ ُ ‫ض بَعۡ ذَ إِصۡ َٰلَ ِح َِا َّ ۡٱد‬ ِ ‫َّ ََل ج ُ ۡف ِسذُّاْ فًِ ۡٱۡل َ ۡس‬
ّ ِ ‫) َُّ َُْ ٱلَّزِي ٌُ ۡش ِس ُل‬٦٥( َ‫قَ ِشٌب ِّهيَ ۡٱل ُو ۡح ِسٌٍِي‬
َ‫ٱلش ٌََٰ َح بُ ۡش َۢ َشا َب ٍۡيَ ٌَذَ ۡي َس ۡح َو ِح ِۖۦ‬
‫س ۡق ٌَََُٰ ِلبَلَذ َّه ٍِّث فَأًَزَ ۡلٌَا ِب َِ ۡٱل َوا ٰٓ َء فَأ َ ۡخ َش ۡجٌَا ِبِۦَ ِهي ُك ِّل‬ُ ‫س َحابا ثِقَاَل‬ َ ‫َححَّ َٰ ٰٓى ِإرَآٰ أَقَلَّ ۡث‬
‫ج ًَبَاجَُُۥ‬ ُ ‫ب ٌَ ۡخ ُش‬ َّ ُ ‫) َّ ۡٱلبَلَذ‬٦٥( َ‫ت َك َٰزَلِكَ ًُ ۡخ ِش ُج ۡٱل َو ْۡجَ َٰى لَعَلَّ ُك ۡن جَزَ َّك ُشّى‬
ُ ٍِّ‫ٱلط‬ ِ ُۚ ‫ٱلثَّ َو َٰ َش‬
َ‫ث ِلقَ ْۡم ٌَ ۡش ُك ُشّى‬ ِ ٌَ َٰ ٰٓ ‫ف ۡٱۡل‬ َ ًُ َ‫ج ِإ ََّل ًَ ِكذ ُۚا َك َٰزَلِك‬
ُ ‫ص ِ ّش‬ ُ ‫ث ََل ٌَ ۡخ ُش‬َ ُ‫ِبإِ ۡر ِى َس ِبّ ِۖۦَ َّٱلَّزِي َخب‬
)٦٥(
Artinya : “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah
(Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah
amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan dialah yang
meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan
rahma Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah membawa awan
mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan
hujan di daerah itu. Maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai
macam buah-buahan. Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang
yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah
yang baik, tanam-tanamannya tumbuh dengan seizin Allah, dan tanah yang
tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah
kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami)bagi orang-orang yang
bersyukur.” (Q.S. Al-A„râf : 56-58)
Bumi sebagai tempat tinggal dan tempat hidup manusia dan makhluk Allah
lainnya sudah dijadikan Allah dengan penuh rahmat-Nya. Gunung-gunung,
lembah-lembah, sungai-sungai, lautan, daratan dan lain-lain semua itu diciptakan
Allah untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia, bukan
sebaliknya dirusak dan dibinasakan.Hanya saja ada sebagian kaum yang berbuat
kerusakan di muka bumi. Mereka tidak hanya merusak sesuatu yang berupa
materi atau benda, melainkan juga berupa sikap, perbuatan tercela atau maksiat
serta perbuatan jahiliyah lainnya. Akan tetapi, untuk menutupi keburukan tersebut
sering kali mereka menganggap diri mereka sebagai kaum yang melakukan
perbaikan di muka bumi, padahal justru merekalah yang berbuat kerusakan di
muka bumi.9

9
Mujiono Abdillah, Agama Ramah lingkungan, (Jakarta: Paramadina, 2001) h.30
7

Allah SWT melarang umat manusia berbuat kerusakan di muka bumi karena
Dia telah menjadikan manusia sebagai khalifahnya. Larangan berbuat kerusakan
ini mencakup semua bidang, termasuk dalam hal muamalah, seperti mengganggu
penghidupan dan sumber-sumber penghidupan orang lain (lihat QS Al Qasas :
4).10
Allah menegaskan bahwa salah satu karunia besar yang dilimpahkan kepada
hamba-Nya ialah Dia menggerakkan angin sebagai tanda kedatangan rahmat-Nya.
Angin yang membawa awan tebal, dihalau ke negeri yang kering dan telah rusak
tanamannya karena tidak ada air, sumur yang menjadi kering karena tidak ada
hujan, dan kepada penduduk yang menderita lapar dan haus. Lalu Dia
menurunkan hujan yang lebat di negeri itu sehingga negeri yang hampir mati
tersebut menjadi subur kembali dan penuh berisi air. Dengan demikian, Dia telah
menghidupkan penduduk tersebut dengan penuh kecukupan dan hasil tanaman-
tanaman yang berlimpah ruah.
Oleh karena itu, kerusakan bumi sebagai lingkungan hidup tergantung pada
bagaimana sikap manusia memperlakukan bumi itu sendiri. Karena al-Qur‟an
telah menjelaskan tentang pentingnya menjaga lingkungan dengan meletakkan
dasar dan prinsipnya secara global. Maka, pada bab selanjutnya, penulis akan
coba memaparkan bagaimana al-Sya‟rawi menjelaskan dalam tafsirnya terkait
Fasâd Al-Arḍi.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah


Dalam melakukan penelitian ini penulis membatasi penelitian terkait Fasâd
al-Arḍi hanya kepada penafsiran Syaikh al-Sya‟rawi saja. Kata kunci yang penulis
batasi adalah hanya pada kata Fasâd dan Islâh saja. Penulis mengambil al-
Sya‟rawi sebagai mufasir umat muslim yang memiliki penguasaan ilmu luas dan
pemikiran berbeda dengan penafsir pada umumnya dan juga berdasar pada
konsentrasi sains yang cukup kental dalam tafsirnya. Dan sebagai refleksi konsep
Fasâd al-Arḍi yang menunjukan pemaknaan yang berbeda pula terkait etika
sumber daya manusia dengan lingkungannya. Berdasarkan pembatasan masalah

10
Mujiono Abdillah, Agama Ramah lingkungan, (Jakarta: Paramadina, 2001) hal.32
8

diatas, maka rumusan masalahnya adalah bagaimana interpretasi Tafsir al-


Sya‟rawi terhadap pemaknaan Fasâd al-Arḍi.

1. Apa makna dari Fasâd al-Arḍi dalam al-Qur‟an?


2. Bagaimana interpretasi Tafsir al-Sya‟rawi dan mengenai ayat-ayat Fasâd
al-Arḍi dalam al-Qur‟an?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui makna dari Fasâd al-Arḍi dalam al-Qur‟an.
2. Untuk mengetahui bagaimana interpretasi Tafsir al-Sya‟rawi mengenai
ayat-ayat Fasâd al-Arḍi.
Adapun kegunanaan dari penelitian ini adalah, secara teoritis berguna untuk
menambah khazanah keilmuan, sebagai talak ukur dalam bertindak dan
memutuskan sebuah perkara yang berkaitan dengan kemashlahatan umat, dan
pastinya dapat memberikan sumbangsih pemikiran khususnya pada jurusan Ilmu
al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Tinjauan Kepustakaan
Setelah menelusuri beberapa sumber bacaan, penulis menemukan
beberapa sumber yang akan dijadikan acuan dalam menulis skripsi, diantaranya:

Buku Tim penulis Gajah Mada Tim Press yang berjudul “Jagat Biru Rahayu
Lingkungan dan Kehidupan Bermartabat”,11 banyak menyajikan fakta-fakta
kerusakan lingkungan yang semakin parah menggerogoti bumi. Buku ini hadir
dengan analisinya terhadap hal-hal apa saja yang menjadi penyebab dasar
kerusakan alam dan upaya solutif untuk menanggulangi ketimpangan terhadap
alam ini. Buku ini penulis jadikan rujukan untuk memahami faktor-faktor
penyebab kerusakan bumi .

11
Gajah Mada Tim Press, “Jagat Biru Rahayu Lingkungan dan Kehidupan Bermartabat,
(Yogyakarta: UGM Press, 2001).
9

Buku selanjutnya adalah buku “Manajemen Penaggulangan Bencana” yang


di tulis oleh I. Khambali.12 Buku ini membahas secara lengkap tentang berbagai
aspek hidup dalam kehidupan menurut terkait cara-cara tepat menangani kasus-
kasus bencana yang ditimbulkan dari berbagai akibat ulah tangan manusia.
Termasuk bagaimana seharusnya manusia memperlakukan lingkungannya.
Kemudian buku dengan judul “The End Of Future” karya Moch. Faisal
Karim.13 Buku ini menjelaskan kerusakan lingkungan telah membawa penderitaan
bagi hampir sebagian besar manusia yang hidup di muka bumi ini. Dan bagaimana
keadaan bumi di masa depan jika kerusakan dan kejahatan terhadap bumi tidak
dilakukan pencegahannya.
Selain dari buku penulis menemukan skripsi dengan judul “Kerusakan
Lingkungan Perspektif Al-Qur’an (Studi Tentang Pemanasan Global)”14, oleh
Muhamad Mukhtar, jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuludin Dan Filsafat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010. Menjelaskan
tentang bagaimana kerusakan-kerusakan di bumi timbul akibat ulah manusia baik
secara materil maupun imateril terutama kerusakan-kerusakan di darat yang
menyebabkan berbagai bencana alam yang merugikan manusia itu sendiri.
Dijelaskan pula bagaimana peran al-Qur‟an menyikapi hal tersebut.
Skripsi selanjutnya adalah skripsi berjudul "Fasad Fi Al-Ard Menuruf Al-
Tabari (Studi Tentang Penafsiran Kitab Jami' Al-Bayan 'An Tak'wil Ay Al-Qur'an
Karya Al-Thabari15 karya Ali Ashar, jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuludin
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogakarta tahun 2005. Di dalam
skripsinya dijelaskan berbagai ayat-ayat kerusakan dalam al-Qur‟an dan
penejelasan tafsir menurut Ibnu Jarir Al-Thabari. Kesimpulan skripsi ini
menekankan pada upaya manusia yang harus lebih sabar dan menahan diri dari
keinginannya mengekspoitasi bumi secara berlebihan. Karena hubungan yang
dibangun antara manusia dan bumi adalah konsep keseimbangan. Maka jika ada
12
I. Khambali, “Manajemen Penaggulangan Bencana” (Yogyakarta: Penerbit ANDI,
2017).
13
Moch.Faisal Karim, “The End Of Future” (Yogyakarta: Andi Offset, 2004).
14
Muhamad Mukhtar, Kerusakan Lingkungan Perspektif Al-Qur’an (Studi Tentang
Pemanasan Global) Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
15
Ali Ashar, "Fasad Fi Al-Ard Menuruf Al-Tabari (Studi Tentang Penafsiran Kitab Jami'
Al-Bayan 'An Tak'wil Ay Al-Qur'an Karya Al-Thabari” Skripsi Fakultas Ushuluddin. Prodi Tafsir
Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005.
10

upaya pengambilan manfaat bumi atau alam yang dampaknya akan merusak alam
itu sendiri harus di lakukan pula upaya pelestarian.
Kemudian, selain buku dan skripsi, adapula karya berupa jurnal berjudul
Konsep Kejahatan Dalam Al-Quran (Perspektif Tafsir Maudhu’i) Karya
Muzdalifah Muhammadun. 16 Tulisan ini menerangkan tentang konsep kejahatan
dalam al-Qur‟an dengan interpretasi tafsir Maudhu‟i. Penjelasan dari tulisan ini
menginformasikan bahwa al-Qur‟an menggunakan banyak term dalam
menjelaskan konsep kejahatan yang dilakukan oleh manusia diantaranya, al-fasad,
al-fusuq, al-isyan, al-itsm, al-zulm, al-fahsiyah, al-munkar, al-bagy, al-batil dan
makr. Dijelaskan pula Faktor penyebab kejahatan adalah faktor internal yang
berupa kepicikan dan kebodohan, kesombongan dan keangkuhan, keputusasaan
dalam hidup. Selain itu faktor eksternal yaitu godaan setan dan kesenangan dunia.
Akibat dari kejahatan adalah munculnya kerusakan (al-fasad) dan keburukan (al-
syarr).
Karya jurnal lainnya dengan judul Etika Islam Dalam Mengelola Bumi
karya17 Rabiah Z. Harahap Dosen Fakultas Hukum UMSU berisi tentang
bagaimana beretika terhadap alam dan lingkungan hidup. Alam dan
lingkungan hidup merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidup
manusia, karena seluruh kebutuhan manusia semua berasal dan terpenuhi dari
alam sekitarnya baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Oleh karena itu
Islam berpesan melalui al-Qur‟an bahwa manusia harus melestarikan alam
sekitarnya agar keberlangsungan hidupnya tidak terganggu oleh ulah sekelompok
manusia yang tidak mau melestarikan alam. Berdasarkan hal itu, maka ajaran
Islam memberikan rambu-rambu untuk manusia agar juga beretika terhadap
lingkungan.
E. Metode Penelitian
Agar penelitian ini mendapatkan hasil yang dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah, maka diperlukan metode yang sesuai dengan objek yang dikaji.
Metode berfungsi sebagai cara mengajarkan sesuatu untuk mendapatkan hasil
yang memuaskan sesuai dengan tujuan tersebut. Di samping itu, metode

16
Muzdalifah Muhammadun, Konsep Kejahatan Dalam Al-Quran (Perspektif Tafsir
Maudhu’i), Jurnal Hukum Diktum, Volume 9, Nomor 1, Januari 2011.
17
Rabiah Z. Etika Islam Dalam Mengelol Bumi Jurnal EduTech Vol .1 No 1 Maret 2015.
11

merupakan cara bertindak supaya penelitian berjalan terarah, efektif dan bisa
mencapai hasil yang memuaskan. Adapun metode yang dipakai dalam penelitian
ini adalah:

1. Jenis Penelitian
Penelitian skripsi ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan
(library research) yaitu penelitian yang menitik beratkan pada literature dengan
penelitian baik dari sumber data primer maupun sekunder.

2. Sumber Data
Data primer diperoleh dari kitab suci al-Qur‟an dan kitab-kitab tafsir seputar
ayat-ayat tentang Fasâd al-Arḍi, dan data sekunder diperoleh dari kitab, buku dan
rujukan lain yang masih terkait dengan materi yang sedang dibahas.

3. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan menggunakan metode
dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan cara mencari data mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan permasalahan tema.

4. Metode Pengolahan Data

Untuk penelitian ini, penulis mengambil kitab tafsir al-Sya‟rawi sebagai


rujukan primer (primary resources). Kemudian yang menjadi rujukan sekunder
(secondary resources) adalah buku-buku sains Islam yang terkait dengan
pembahasan diatas. kemudian buku-buku ilmiah, jurnal, artikel, skripsi, tesis,
menjadi penunjang untuk menambah keilmuan mengenai konsep yang dibahas.

5. Metode Analisis Data


Untuk menggunakan metode yang tepat pada judul “Fasâd Al-Arḍi Dalam
Tafsir Al-Sya’rawi” ialah dengan menggunakan metode analisis (Tahlîlî) yaitu
suatu metode penafsiran yang berusaha menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan
memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu
serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai urutan bacaan
12

yang terdapat di dalam al-Qur‟an Mushaf Utsmani dengan keahlian dan


kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.18
Adapun langkah-langkah dalam metode tafsir tahlili adalah:
1. Menerangkan munasabah, atau hubungan ayat yang ditafsirkan dengan ayat
sebelum atau sesudahnya, maupun antara satu surah dengan surah lainnya.
2. Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat (asbâb al-nuzûl),
3. Menganalisis kosakata (Mufradat) dari sudut pandang bahasa Arab, yang
terdapat pada setiap ayat yang akan ditafsirkan sebagaimana urutan dalam
al-Qur‟an, mulai dari surah al-Fatihah hingga surah al-Nâs,
4. Menjelaskan makna yang terkandung pada setiap potongan ayat dengan
menggunakan keterangan yang ada pada ayat lain, atau dengan
menggunakan hadith Rasulullah Saw atau dengan menggunakan penalaran
rasional atau berbagai disiplin ilmu sebagai sebuah pendekatan.
5. Menarik kesimpulan dari ayat tersebut yang berkenaan dengan hukum
mengenai suatu masalah, atau lainnya sesuai dengan kandungan ayat
tersebut.19

Penulis ingin menguraikan apa adanya diskusi mengenai konsep Fasâd al-
Arḍi di dalam tafsir al-Sya‟rawi dengan mengupayakan penilaian obyektif dan
profesional perihal konstruk pemikirannya dan penulisannya di dalam karya
mereka masing-masing. Untuk itu penulis mengambil ayat-ayat al-Qur‟an yang
membahas tentang Fasâd al-Arḍi.
Meskipun metode tafsir tahlili yang menjadi dasar pendekatan dalam studi
ini, namun dalam menganalisis masalah, pendekatan lainpun turut berperan,
seperti yang telah disebut di atas. Semua ilmu bantu yang dapat memperjelas
pembahasan sepanjang pendekatan itu masih relevan dengan masalah yang
dibahas.

18
Muhammad Baqir al-Sadr, “Pendekatan Tematik Terhadap Tafsir al-Qur’an”, Jurnal
Ilmu dan Kebudayaan, No.4, Vol.1, 1990, 1-28; Lihat juga Azyumardi Azra, (ed), Sejarah Ulumul
Qur’an: Bunga Rampai, Cet I, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999) hlm.172-174.
19
Abuddin Nata, Studi Islam Komperhesif, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.169.
13

F. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan merupakan rangkaian pembahasan yang termuat
dalam isi skripsi. Agar pembahasan ini terarah dan tidak mengakar kemana-mana,
maka penulis perlu membatasi sistematika pembahasan dari tema di atas sebagai
berikut:
Bab pertama, berupa pendahuluan, dalam bab ini berisi latar belakang
masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua, berupa definisi Fasâd al-Arḍi, Juga berisi urgensi penjagaan
bumi, dampak kerusakan bumi dan ekosistem makhluk bumi.
Bab ketiga, berupa selayang pandang terkait tafsir yang akan dibahas, yakni
Tafsir Al-Sya‟rawi karya Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi. Terkait profil,
karya-karya, metode dan corak tafsir dan pendapat para ulama tentang tafsir
tersebut.
Bab keempat, berupa analisis ayat-ayat Fasâd al-Arḍi. Dalam bab ini berisi
pendapat ahli tafsir tentang lima ayat yang membahas kerusakan lingkungan
hidup.
Bab kelima, bab terakhir berupa penutup, dalam bab ini berisi kesimpulan
dan saran.
BAB II

DESKRIPSI FASÂD AL-ARḌI

Allah Swt. menciptakan manusia sebagai makhuk istimewa yang memiliki


kelebihan bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain. 1 Akan tetapi,
manusia juga makhluk yang sama dengan makhluk yang lain, yang
membutuhkan interaksi dengan lingkungan hidupnya. Secara ekologi manusia
merupakan bagian integral dari bumi sebagai lingkungan hidupnya. Manusia
terbentuk oleh lingkungan hidupnya dan sebaliknya manusia membentuk
lingkungan hidupnya. Manusia tidak dapat berdiri sendiri di luar lingkungan
hidupnya.
Bumi sebagai tempat tinggal manusia kita kenal sebagai lingkungan hidup
dengan segala komponen yang ada di dalamnya, yang sangat dibutuhkan
dalam pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia. Allah Swt. telah
menciptakan lingkungan dengan berbagai macam komponen yang dapat
dipergunakan manusia dalam rangka menjalankan tugas yang telah ditetapkan
Allah Swt, baik pelaksanaan tugas itu dalam rangka ibadah, dalam rangka
menjalankan amanat sebagai khalifah di muka bumi ini, maupun dalam rangka
membangun dan memakmurkan bumi.2

A. Pengertian Fasâd Al-Arḍi


Saat ini banyak sekali terjadi bencana-bencana alam, sebagaimana yang
telah dirasakan sendiri di Negara Indonesia ini. Begitu banyak bencana alam yang
terjadi itu dapat dikatakan berawal dari ulah tangan-tangan manusia yang tersesat
dalam kebebasan mereka untuk mengambil dan memanfaatkan segala sesuatu
yang ada di bumi ini yang diberikan oleh Allah Swt. kepada mereka dalam
tugasnya sebagai khalifah.

1
Manusia dibedakan dari seluruh makhluk sebab dikaruniai akal dan kehendak bebas.
Lihat Yasien Mohamed, Insan Yang Suci: Konsep Fitrah Dalam Islam, terjemahan oleh Masyur
Abadi, Judul asli Fitrah al-insan fi al-islam (Bandung: Mizan, 1997), h. 25
2
Dalam rangka ibadah lihat Surah al-Dzâriyât: 56, sebagai khalifah di muka bumi
Surah al-Baqarah: 30, dan memakmurkan bumi Surah Hud: 61

14
15

Pada umumnya manusia bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya


yaitu berupa sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari.
Sumber daya alam yang utama bagi manusia adalah tanah, air, dan udara. Tanah
merupakan tempat manusia untuk melakukan berbagai kegiatan. Air sangat
diperlukan oleh manusia sebagai komponen terbesar dari tubuh manusia. Untuk
menjaga keseimbangan, air sangat dibutuhkan dengan jumlah yang cukup banyak
dan memiliki kualitas yang baik. Selain itu, udara merupakan sumber oksigen
yang alami bagi pernafasan manusia. Lingkungan yang sehat akan terwujud
apabila manusia dan lingkungannya dalam kondisi yang baik.
Bumi di Indonesia perlu ditangani dikarenakan adanya beberapa faktor yang
mempengaruhinya, salah satunya yaitu adanya masalah mengenai keadaan
lingkungan hidup seperti kemerosotan atau degradasi yang terjadi di berbagai
daerah. Secara garis besar komponen lingkungan dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu kelompok biotik (flora darat dan air, fauna darat dan air),
kelompok abiotik (sawah, air dan udara) dan kelompok kultur (ekonomi, sosial,
budaya serta kesehatan masyarakat).

1. Pengertian Fasâd / Kerusakan

Term yang sejak dini dugunakan oleh al quran untuk menunjukkan tindakan
kejahatan yang berpotensi merusak adalah dengan term yufsidu. Kata ini
digunakan oleh malaikat untuk menunjukan reaksi mereka ketika Tuhan
menyampaikan maksudnya untuk menciptakan manusia. Selengkapnya malaikat
memberi tanggapan sebgaimana terekam dalam surah al-Baqarah [2]: 30 berikut:

Terjemahnya: Mereka berkata: "Apakah Engkau akan menjadikan di bumi


(makhluk) yang akan merusak di dalamnya dan menumpahkan darah,
sementara kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan mensucikan-
Mu?"
Kata yufsidu berasal dari kata afsada yang merupakan bentuk mazid dari
kata Fasâda yang secara bahasa merupakan antonim dari kata al-salah atau
almaslahah. Sesuatu dapat dikatakan salih apabila mempunyai keadaan yang
menghimpun nilai-nilai tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan dalil akal dan
sebagian atau keseluruhan, sehingga substansi yang bersangkutan tidak berfungsi
16

sebagaimana biasanya, maka keadaan semacam ini disebut Fasâd.3 Dengan


demikian afsada adalah tindakan yang menyebabkan kerusakan (Fasâd). Kata
Fasâd dengan segala perubahan bentuknya disebutkan di dalam al-Qur‟an
sebanyak 50 kali. 4 Kata ini lebih sering muncul dalam bentuk fi’il mudari dan isim
fâi1.5

Boleh jadi ini adalah isyarat dari al-Qur‟an bahwa tindakan merusak adalah
tindakan yang secara terus menerus dilakukan oleh manusia sebagaimana yang
dipahami dari bentuk fi’l mudari bahkan menjadi sifat yang melekat pada
kebanyakan manusia (sebagaimana yang dipahami dari bentuk ism fai‟l), apalagi
tindakan merusak adalah salah satu sifat orang munafik yang ditonjolkan oleh
Allah (al-Baqarah [2]: 12). berikut:

Terjemahnya: Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang


membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.
Kata Fasâd menurut Izutsu adalah kata yang sangat komprehensif dan
mampu menunjukkan semua jenis perbuatan buruk sesuatu yang bersifat religius
maupun nonreligius.6 Dengan menelusuri ayat-ayat Al-Qur‟an nampak bahwa
penggunaan kata ini memang sangat komprehensif. Fir'aun misalnya digolongkan
sebagai al-mufsidûn karena tindakannya menyembelih anak laki-laki bangsa Israil
(al-Qasas [28]: 4), atau karena ia ingkar dan berbuat zalim terhadap ayat-ayat
Allah (al-A'raf [7]: 103), kaum Nabi Syu'aib juga disebut al-mufsidûn dalam
konteks kecurangan mereka dalam menggunakan takaran dan timbangan serta
mengambil hak orang lain dengan cara yang curang (Hud [11]: 85); al-Syu'ara'
[26]: 183; alAnkabut [29]: 36 dan al-A'raf [7]: 85), kaum Luth juga disebut al-
mufsidun karena perilaku homoseksual yang mereka lakukan secara terang-
terangan, al-Ankabut [29]: 30.

3
Muhammad ibn Abi Bakar ibn 'Abd al-Qadir al-Raziy, Mukhtar al-Sihhah (Mesir: Dar al-
Manar, t.th.), h 235; Abu al-Fadl Jamal al-Din Muhammad ibn Manzur, Lisan al- Arab, Juz III
(Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 335.
4
Abd. Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam al-Qur'an (Cet. III; Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2002), h. 127.
5
Muhammad Fuad 'Abd al-Baqi. AI-Mujam al-Mufahras li al Alfaz al-Qur'an al-Karim
(Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 658-659.
6
Toshihiko Izutsu, Ethico Religious Concepts in The Qur'an, diterjemahkan oleh Agus
Fahri Husein dkk. dengan judul Konsep-Konsep Etika Religius dalam Qur'an (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 1993), h. ix.
17

Meskipun demikian, al-Qur‟an secara khusus banyak merangkaikan kata ini


dengan frase fi al-Ardi. Dalam Surah al-Baqarah [2]: 205, Allah menginfomasikan
bahwa orang-orang munafik adalah perusak natural environment yang
dilambangkan dengan dua terma yaitu al-hars (flora) dan al-nasl (fauna).
Tindakan pengrusakan terhadap dua hal ini adalah pengrusakan terhadap
lingkungan alam secara keseluruhan karena keduanya merupakan sumber utama
kehidupan. Dari sini dapat dipahami bahwa merusak lingkungan adalah salah satu
bentuk kejahatan. Berikut tampilan ayatnya.

Terjemahnya: Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi


untuk Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Ungkapan
kebinasaan di sini adalah ibarat dari orang-orang yang berusaha
menggoncangkan iman orang-orang mukmin dan selalu mengadakan
kekacauan

Definisi kerusakan menurut KBBI ialah berasal dari kata “rusak” yang
berarti sudah tidak sempurna. Kerusakan memiliki arti dalam kelas nomina atau
kata benda sehingga kerusakan dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat,
atau semua benda dan segala yang dibendakan. Kerusakan berarti dapat diartikan
sebagai sesuatu yang hilang yang tidak sama seperti sedia kala. 7 Jadi kerusakan
adalah upaya menhilngkan manfaat dari suatu benda tanpa memikirkan perbaikan
kembali.8 Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya
sumber daya air, udara, dan tanah juga kerusakan ekosistem dan punahnya fauna
liar. Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara
resmi diperingatkan oleh High Level Threat Panel dari PBB.9

2. Pengertian al-Arḍ / Bumi


Kata al-arḍ dalam Lisan al 'Arab berarti bumi yang merupakan tempat
tinggal dan tempat berkehidupan. 10 Bumi adalah perwujudan “Ibu Pertiwi”,
simbolisasi ini menempatkan kedudukan bumi sebagai kerahiman yang penuh
kasih. Ia menjadi pelindung bagi segenap isinya termasuk manusia didalamnya.

7
KBBI (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016) h.45
8
N.H.T Siahaan, Hukum Lingkunan dan Ekologi Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2004),
h.6
9
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerusakan_lingkungan. Di akses pada selasa pukul 13.28
10
Ibn Manzhur, Lisan al 'Arab, (Beirut: Dar al-Shadir, 2000), juz:1., h. 27
18

Bumi dalam pandangan kosmologi timur dipahami berdasarkan adanya suatu


hubungan dialektis dan co-existence yang saling melengkapi satu sama lainnya.
Hubungan antara penciptaan dan perusakan, penyatuan dan perpecahan menjadi
siklus pergerakan dinamis alam semesta.
Bumi adalah tempat tinggal bagi jutaan makhluk hidup, termasuk manusia.
Sumber daya mineral Bumi dan produk-produk biosfer lainnya bersumbangsih
terhadap penyediaan sumber daya untuk mendukung populasi manusia global.
Istilah bumi yang merupakan lingkungan tempat makhluk hidup berasal dari
bahasa Inggris yaitu Environment And Human Environment yang berarti
lingkungan hidup atau lingkungan hidup manusia. Istilah tersebut dalam ilmu
pengetahuan sering digunakan ketika pembuatan suatu peraturan.11 Secara tidak
langsung istilah lingkungan hidup sering kita gunakan untuk menyebutkan segala
sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup
di bumi. Berdasarkan UU no 23 tahun 1997 lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya
manusia yang melangsungkan kehidupan dan kesejahteraan.
Otto Soemarwoto12 berpandangan mengenai bumi atau lingkungan hidup
manusia adalah seluruh kondisi dan materi (benda) didalam ruang yang kita
tempati ini dan mempengaruhi kehidupan kita. Otto menyatakan bahwa
pengertian lingkungan hidup ini sangatlah luas tidak hanya yang meliputi bumi
dan seisinya saja tetapi juga yang meliputi luar angkasa. 13
Demikian juga Soedjono 14 mengartikan bumi sebagai lingkungan jasmani
atau fisik yang terdapat di alam semesta. Pengertian ini menjelaskan bahwa
manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan dianggap sebagai perwujudan fisik

11
M. Daud silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Indonesia
(Bandung: P.T. Alumni 2001), h. 8
12
Otto Soemarwoto merupakan seorang pakar ekologi Indonesia dan lulusan Universitas
Gajah Mada. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Lembaga Ekologi Nasional selama kurang lebih
19 tahun, yaitu antara tahun 1972-1991. Gelar yang disandangnya adalah Profesor, Doktor,
Insinyur. Ia pun pernah mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Pertanian
Wageningen, Belanda.
13
Otto Soemarwoto. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Jakarta: Djambatan,
1997), h. 59.
14
Prof. Dr. Raden Soedjono Djoened Poesponegoro adalah mantan Menteri Urusan
Research Nasional pertama setelah Indonesia merdeka. Jabatan tersebut diembannya antara tahun
1962 hingga 1966. Tokoh lulusan Universitas Leiden, Belanda ini juga pernah menjabat menjadi
Dekan Fakultas Kedokteran Indonesia di tahun 1952. Jabatan yang dipegangnya hingga tahun
1969.
19

jasmani. Menurut definisi yang diartikan Soedjono, lingkungan hidup mencakup


lingkungan hidup manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan yang ada di
dalamnya. 15

B. Urgensi Penjagaan Bumi


Masalah kerusakan lingkungan bukan lagi suatu hal yang baru di telinga
kita. Saking familiarnya hal tersebut, kita dengan mudah dan sistematis dapat
menunjuk apa saja jenis kerusakan lingkungan yang terjadi serta menyebutkan
akibat yang akan muncul dari kerusakan tersebut.
Misalnya, dengan cepat dan sistematis kita tahu bahwa ekploitasi alam dan
penebangan hutan secara berlebihan akan mengakibatkan banjir, tanah longsor
atau kekeringan. Membuang limbah industri ke sungai akan menggangu kematian
ikan dan merusak habitatnya. Penangkapan ikan dengan dinamit akan
menyebabkan rusaknya terumbu karang dan biota laut lainnya, dan masih banyak
lagi jenis sebab akibat yang terjadi dalam lingkungan hidup kita.
Dari beberapa contoh pengetahuan kita terhadap sebab akibat dari tindakan
terhadap lingkungan hidup di atas sayangnya ia tidak terjadi dalam pemeliharaan
dan atau perawatan lingkungan hidup. Pengetahuan kita hanya seakan terhenti
pada „mengetahui‟ tanpa diikuti oleh kesadaran akan perawatan atau pemeliharaan
lingkungan hidup. Sekarang pertanyaannya adalah, apakah kita tidak lagi bisa
berfikir secara jernih, logis serta sistematis lagi sehingga pengetahuan atau
tindakan kita untuk mengeksploitasi alam hanya terhenti pada pengetahuan atau
tindakan pengekploitasian semata tanpa diikuti dengan rasa tanggung jawab untuk
memelihara dan merawatnya. 16
Lemahnya kesadaran kita akan arti penting memelihara dan menjaga
lingkungan hidup mungkin disebabkan oleh anggapan kita yang menganggap
tindakan ekploitasi tersebut adalah hal yang wajar. Wajar karena kita adalah
manusia yang di ciptakan oleh Tuhan sebagai khalifah, sebagai pengganti-Nya
sekaligus penguasa atas ciptaan-Nya yang lain di muka bumi.

15
N.H.T Siahaan, Hukum Lingkunan dan Ekologi Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2004),
h.4
16
Majid Fakhry, Ibnu Khaldun (Jakarta: Grapindo, 2001), h. 126
20

Sebagai penguasa, maka manusia berhak melakukan apa saja terhadap yang
dikuasainya termasuk terhadap alam. Menebang pohon untuk kebutuhan manusia
adalah hal yang sangat wajar, misalnya. Menambang untuk mencukupi keinginan
hidup termasuk hal yang lumrah, atau dalam skala kecil membuang sampah
sembarangan adalah juga termasuk hal yang biasa, tidak ada aturan tegas baik itu
pemerintah apalagi agama yang mengatur hal tersebut. Namun, tidak semua
anggapan kita di atas sepenuhnya benar.17
Melihat ketergantungan menusia inilah yang membuat alam dan lingkungan
menjadi bagian penting dalam keberlangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup pada umumnya. Alam menjadi tempat sentral makhluk hidup untuk terus
berkembang dan berkelangsungan. Diantara urgensi penjagaan bumi dan
pemeliharaannya bagi manusia adalah: 18

1. Urgensi Bumi sebagai Tempat Tinggal


Tiap-tiap makhluk hidup akan bertempat tinggal di dalam lingkungan
tempat mereka berada. Makhluk hidup akan selalu berkelompok dengan jenisnya
masing-masing. Dalam hal ini makhluk hidup dalam lingkungan ada yang hidup
sebagai individu, populasi, komunitas atau ekosistem tertentu.

2. Urgensi Bumi sebagai Tempat Berlangsungnya Aktivitas


Kehidupan manusia diwarnai oleh berbagai aktivitas yang bertujuan
memenuhi kebutuhan bagi hidupnya. Sehubungan dengan itulah terjalin interaksi
sosial yang menunjukkan ketergantungan antar sesama manusia. Melalui proses
interaksi sosial manusia mampu mencapai kesejahteraan bagi hidupnya.

3. Urgensi Bumi sebagai Wahana/Tempat bagi Kelanjutan


Kejadian tumpahnya minyak mentah di laut lepas akibat kebocoran kapal
tanker, merupakan salah satu berita buruk bagi pola kehidupan di laut. Demikian
pula kasus kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatra yang membawa dampak
tercemarnya udara dan ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat di
sekitarnya. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa kelangsungan hidup seluruh
organisme di bumi ini sangat tergantung pada kondisi lingkungannya.

18
Rachmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,
2018), h.30
21

C. Dampak Kerusakan Bumi


Bumi sebagai lingkungan tempat hidup manusia mempunyai keterbatasan,
baik dalam hal kualitas maupun kuantitasnya. Dengan kata lain, bumi dapat
mengalami penurunan kualitas dan penurunan kuantitas. Penurunan kualitas dan
kuantitas bumi ini menyebabkan kondisinya kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
untuk mendukung kehidupan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Kerusakan
bumi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan penyebabnya,
kerusakan bumi sebagai lingkungan hidup dapat dikarenakan proses alam dan
karena aktivitas manusia.

1. Dampak Kerusakan Fisik Bumi


a. Dampak kerusakan Udara
Pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya salah satu atau lebih
pencemaran yang masuk ke dalam udara atmosfer yang terbuka yang dapat
berbentuk sebagai debu, uap, gas, kabut, bau, asap atau embun yang dicirikan
bentuk jumlahnya, sifatnya dan lamanya. Pencemaran ini dapat mengganggu
kesehatan manusia, tanaman dan binatang atau pada benda-benda, dapat pula
mengganggu pandangan mata, kenyamanan hidup dari manusia dan pengguna
benda-benda. 19
Penyebab pencemaran udara secara alamiah ialah diantaranya
kebakaran hutan, penyebaran benang sari dari beberapa jenis bunga, erosi
tanah oleh angin, gunung meletus, penguapan bahan organik dari beberapa
jenis daun seperti jenis pohon cemara yang mengeluarkan terpenten
hydrokarbon, dekomposisi dari beberapa jenis bakteri pengurai, deburan
ombak air laut yaitu sulfat dan garam dan radio aktivitas secara alamiah
seperti gas dari deposit uranium, fosfat dan granit. Yang hampir semua emisi
bahan pencemar yang berasal dari proses alamiah selalu tersebar ke seluruh
permukaan bumi sehingga jarang terkonsentrasi dan mengakibatkan
kerusakan.20

19
Gunarwan Suratmo, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Gajah Mada University
Press: Yogyakarta, 2004), h.108
20
Darmono, Lingkungan Hidup Dan Pencemaran: Hubungannya Dengan Toksikologi
Senyawa Logam (Jakarta : UI Press, 2001), h.13
22

Sementara itu dampak pencemaran udara yang dilakukan oleh aktivitas


manusia terjadi karena proses pembakaran menggunakan alat perlengkapan
rumah tangga, seperti penggunaan AC, kendaraan bermotor, efek rumah kaca
asap pabrik dan industri yang menyebabkan polusi merupakan penyebab
umum terjadinya polusi udara akibat ulah tangan manusia.21
Selanjutnya udara yang rusak akibat aktivitas hidup manusia, antara
lain, disebabkan oleh asap sisa hasil pembakaran, khususnya bahan bakar
fosil (minyak dan batu bara) yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor,
mesin-mesin pabrik, dan mesin-mesin pesawat terbang atau roket. Dampak
yang ditimbulkan dari pencemaran udara, antara lain, berkurangnya kadar
oksigen (O2) di udara, menipisnya lapisan ozon (O3), dan bila bersenyawa
dengan air hujan akan menimbulkan hujan asam yang dapat merusak dan
mencemari air, tanah, atau tumbuhan. Akibat yang ditimbulkan oleh
pencemaran udara, antara lain: Terganggunya kesehatan manusia, misalnya
batuk, bronkhitis, emfisema, dan penyakit pernapasan lainnya, rusaknya
bangunan karena pelapukan, korosi pada logam, dan memudarnya warna cat,
terganggunya pertumbuhan tanaman, misalnya menguningnya daun atau
kerdilnya tanaman akibat konsentrasi gas SO2 yang tinggi di udara, adanya
peristiwa efek rumah kaca yang dapat menaikkan suhu udara secara global
serta dapat mengubah pola iklim bumi dan mencairkan es di kutub dan
terjadinya hujan asam yang disebabkan oleh pencemaran oksida nitrogen. 22
Pengaruh yang sangat penting adanya pencemaran udara pada manusia
adalah dalam aspek: kesehatan, kenyamanan, keselamatan, estetika dan
perekonomian. Bahaya terhadap kesehatan dapat ditimbulkan oleh udara yang
telah tercemar. Misalnya pengaruh dari karbon monoksida dari kendaraan di
kota. Telah banyak pula tercatat adanya penyakit yang acute sampai pada
kematian yang disebabkan oleh udara yang tercemar.
Kemudian selain faktor kesehatan pencemaran udara juga dapat
menganggu perekonomian. itu terjadi karena berkurangnya produksi tanaman
pertanian yang biasanya sangat terpenaruh oleh sulfur dioksida, nitrogen

21
Soedarto, Lingkungan Dan Kesehatan (CV Sagung Seto Jakarta, 2013), h.38
22
Rachmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan (Jakarta: PT RajaGrapindo Persada,
2018), h.71
23

oksida dan lain-lainnya. Kesehatan ternak akan dapat terganggu pula oleh
adanya fluorine. Benda-benda dapat menjadi rusak karena berbagai macam
polutan udara pengikisan terhadap batu karena kabut asam dan dampak-
dampak lainnya.23

b. Dampak Pada Pencemaran Air


Air merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting sehingga
terlihat dalam sejarah berdirinya desa-desa dan kota-kota dari jaman dulu
sampai sekarang selalu berada di dekat sumber air seperti sungai, danau dan
pantai. Saat ini baik di indonesia maupun di negara-negara lain di seluruh
dunia air sudah merupakan sumber daya alam yang kritis baik dalam kualitas
maupun kuantitas. Perubahan kualitas dan kuantitas air dapat terjadi karena
adanya buangan bahan organik dan inorganik ke dalam air, yang dapat larut
dalam air maupun tidak. 24
Walaupun air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui
tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia.
Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan yang bermacam-macam
sehingga dengan mudah dapat tercemar. Seperti aktivitas rumah tangga baik
itu mencuci dengan menggunakan bahan kimia maupun membuang limbah
rumah tangga ke sungai.
Jika dikelompokkan air dapat mengalami pencemaran oleh bahan-bahan
pengotor air yang berasal dari sumber alami, sumber pertanian, dan air
buangan limbah seperti limbah industri, limbah pertambangan, polutan air
tanah dan sampah.
Sumber alami pengotor air dapat berasal dari udara, mineral yang
terlarut di air, tumbuhan air, dan tumbuhan lain yang membusuk, bangkai
hewan dan air hujan. Selanjutnya sumber pengotor air yang berasal dari
bidang pertanian dapat berupa pupuk tanaman, kotoran hewan, pestisida, air
irigasi dan pencemaran akibat terjadinya erosi. Selain itu waduk juga dapat
mengotori dan mencemari lingkungan karena lumpur yang dibawanya dan
tanaman air yang merupakan gulma yang hidup di waduk. Kemudian limbah
23
Gunarwan Suratmo, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, h.109
24
Gunarwan Suratmo, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, h.110
24

yang mengotori lingkungan dapat berasal dari limbah pemukiman, limbah


industri, limbah yang berasal dari kapal. Masuknya zat-zat polutan yang tidak
dapat diuraikan dalam air, seperti deterjen, pestisida, minyak, dan berbagai
bahan kimia lainnya, selain itu, tersumbatnya aliran sungai oleh tumpukan
sampah juga dapat menimbulkan polusi atau pencemaran. 25
Berbagai macam kegiatan industri dan teknologi saat ini harus
memperhatikan pengelolaan limbah. Di dalam kegiatan industri, air yang
telah digunakan tidak boleh langsung ke lingkungan karena dapat
menyebabkan pencemaran. Air tersebut harus diolah terlebih dahulu agar
mempunyai kualitas yang sama dengan kualitas air lingkungan. Jadi air
limbah industri harus mengalami proses daur ulang sehingga dapat digunakan
lagi atau dibuang kembali ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran air
lingkungan. Proses daur ulang air limbah industri atau water treatment
recycle process adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh industri
yang berwawasan lingkungan.
Apabila semua kegiatan industri dan teknologi memperhatikan dan
melaksanakan pengolahan air limbah industri dan masyarakat umum juga
tidak membuang limbah secara sembarangan maka masalah pencemaran air
sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. Namun dalam kenyataannya masih
banyak industri atau suatu pusat kegiatan kerja yang membuang limbahnya ke
lingkungan melalui sungai, danau, atau langsung ke laut. Pembuangan air
limbah secara langsung ke lingkungan ialah yang menjadi penyebab utama
terjadinya pencemaran air. Limbah baik berupa padatan maupun cairan yang
masuk ke air menyebabkan terjadinya penyimpangan dari keadaan normal air
dan ini berarti merupakan suatu penemaran.
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui: adanya perubahan suhu air,
adanya pH atau konsentrasi ion Hydrogen, adanya perubahan warna bau dan
rasa air, timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut, adanya mikroorganisme
dan meningkatnya radio aktivitas air lingkungan. Dan akibat dari air yang
tercemar dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi manusia. Kerugian

25
Soedarto, Lingkungan Dan Kesehatan,h.26
25

tersebut berupa: air menjadi tidak bermanfaat lagi, dan air menjadi penyebab
timbulnya penyakit.26
Kerusakan ekosistem laut juga merupakan dampak dari kerusakan
ekosistem air. Ini terjadi karena eksploitasi hasil-hasil laut secara besar-
besaran, misalnya menangkap ikan dengan menggunakan jala pukat,
penggunaan bom, atau menggunakan racun untuk menangkap ikan atau
terumbu karang. Rusaknya terumbu karang berarti rusaknya habitat ikan,
sehingga kekayaan ikan dan hewan laut lain di suatu daerah dapat berkurang
bahkan punah.
c. Dampak Kerusakan Tanah

Tidak jauh berbeda dengan udara dan air, daratan pun dapat mengalami
pencemaran. Tanah mengalami pencemaran apabila ada bahan-bahan asing,
baik yang bersifat organik maupun bersifat anorganik berada di permukaan
tanah yang menyebabkan daratan menjadi rusak, tidak dapat memberikan
daya dukung bagi kehidupan manusia. Dalam keadaan normal daratan harus
dapat memberikan daya dukung bagi kehidupan manusia, baik untuk
pertanian, peternakan, kehutanan maupun untuk pemukiman.
Apabila bahan-bahan asing tersebut berada di daratan dalam waktu
yang lama dan menimbulkan gangguan terhadap kehidupan manusia, hewan
maupun tanaman, maka dapat dikatakan bahwa daratan telah mengalami
pencemaran. Kalau hal ini terjadi maka kenyamanan hidup, yang merupakan
sasaran peningkat kualitas hidup, tidak dapat dicapai. 27
Pencemaran Tanah disebabkan karena sampah plastik ataupun sampah
anorganik lain yang tidak dapat diuraikan di dalam tanah. Pencemaran tanah
juga dapat disebabkan oleh penggunaan pupuk atau obat-obatan kimia yang
digunakan secara berlebihan dalam pertanian, sehingga tanah kelebihan zat-
zat tertentu yang justru dapat menjadi racun bagi tanaman. Dampak rusaknya
ekosistem tanah adalah semakin berkurangnya tingkat kesuburan tanah

26
Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, (Yogyakarta: Andi Offset,
2004), h.74
27
Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, h.99
26

sehingga lambat laun tanah tersebut akan menjadi tanah kritis yang tidak
dapat diolah atau dimanfaatkan.
Faktor alamiah yang menyebabkan pencemaran daratan biasanya
dikarenakan oleh peristiwa alam seperti letusan gunung berapi yang
memuntahkan pasir, batu dan bahan vulkanik lainnya yang menutupi dan
merusak daratan sehingga daratan menjadi tercemar. Pencemaran karena
faktor alamiah ini tidak terlalu menjadi beban dalam masalah lingkungan
karena dianggap sebagai musibah bencana alam.
Selanjutnya faktor pencemaran dapat terjadi karena ulah dan aktivitas
manusia yang merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian seksama
dan sungguh-sungguh agar daratan tetap dapat memberikan daya dukung
alamnya bagi kehidupan manusia.28
Pencemaran akibat ulah tangan manusia terjadi karena misalnya
penggunaan pupuk secara berlebihan, pemberian pestisida atau insektisida,
jadi pestisida dan insektisida yang amat membantu manusia jika dipakai
dalam jumlah yang tepat tidak akan merusak tanah justru dapat membunuh
mikroba jika dipakai berlebihan. Demikian juga pupuk yang amat berguna
memberikan unsur hara bagi tanaman, jika diberikan berlebihan menjadikan
racun bagi tanaman. Tumbuhan, hewan kecil dapat terbunuh jika ada dalam
jumlah yang terlalu banyak di dalam tanah.
Dan pembuangan limbah yang tidak dapat dicerna seperti plastik., dapat
mencemari daratan seperti deterjen yang tersisa tidak dapat terurai akan
mencemari tanah karena zat-zat yang ada dalam deterjen itu merupakan racun
untuk tanah. Kemudian limbah sampah padat yang menumpuk yang tidak
dapat teruraikan oleh makhluk terurai (bakteri) dalam kurun waktu yang lama
akan mencemari tanah. Karena yang dimasukkan ke dalam sampah ialah
bahan yang tidak terpakai lagin (refuse), yang telah terambil manfaatnya dan
menjadi barang yang tidak berguna dan tidak bernilai secara ekonomi seperti
sampah plastik, pakaian bekas dan barang-barang elektronik yang tidak
didaur ulang. 29

28
Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, h.97
29
A. Tresna Sastra Wijaya, Pencemaran Lingkungan, Cet. Kedua, (Pt Rineka Cipta:
Jakarta, 2009). h.84
27

Pencemaran dapat juga melalui air. Air yang mengandung pencemar


(polutan) akan mengubah susunan kimia tanah sehingga mengganggu jasad
yang hidup di dalam atau di permukaan tanah. Dan pencemaran tanah dapat
juga melalui udara, udara yang tercemar akan menurunkan hujan yang
mengandung bahan pencemar akibatnya tanah akan tercemar juga.
Kemudian, masalah degradasi lahan yang juga merupakan dampak dari
kerusakan daratan. Degradasi lahan ini merupakan bentuk kerusakan akibat
pemanfaatan lingkungan oleh manusia yang tidak memperdulikan
keseimbangan lingkungan. Bentuk degradasi lahan seperti: Lahan kritis yang
terjadi karena praktik ladang berpindah ataupun karena eksploitasi
penambangan yang besar-besaran.
Sementara itu, rusaknya bidang pertanahan tidak lepas dari adanya
lahan-lahan yang krisis akibat penggundulan hutan yang tidak memerhatikan
aturan dan rusaknya kadar produktif tanah sebab dieksploitasi secara terus-
menerus. Hutan yang menyangga sebagai sistem lingkungan hidup dunia
telah mengalami kerusakan. Terdapat persentase sebesar 42% dari luas hutan
dunia telah rusak dengan tanpa bisa diperbaiki kembali. Rusaknya hutan
otomatis mengakibatkan juga rusaknya habitat-habitat satwa langka, seperti
semakin punahnya satwa-satwa yang tergolong dilindungi. 30 Kerusakan hutan
terjadi umumnya karena ulah manusia seperti penebangan liar, kebakaran
hutan, dan praktik peladangan berpindah. Kerugian yang ditimbulkannya
misalnya punahnya habitat hewan dan tumbuhan, keringnya mata air, serta
dapat menimbulkan bahaya tanah longsor dan banjir.

D. Ekosistem Kehidupan di Bumi


Bumi sering diistilahkan lingkungan hidup, digunakan untuk menyebutkan
segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk
hidup di bumi. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di
dalamnya manusia dan perilakunya serta makhluk hidup lainnya.

30
Rachmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan, h. 69-71
28

Unsur-unsur lingkungan hidup terbagi tiga, yaitu: 31


1. Unsur Hayati (Biotik); yakni unsur lingkungan hidup yang terdiri dari
makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik.
Jika kalian berada di kebun sekolah, sehingga lingkungan hayatinya
didominasi tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka lingkungan
hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.
2. Unsur Sosial Budaya; yakni lingkungan sosial dan budaya yang dibuat
manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam
perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai
keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati
oleh segenap anggota masyarakat.
3. Unsur Fisik (Abiotik); yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-
benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan
lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap
kehidupan di bumi. Bayangkan, apa yang terjadi jika air tak ada lagi di
muka bumi atau udara yang dipenuhi asap, tentu saja kehidupan di muka
bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana
kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang
tidak teratur, munculnya berbagai penyakit, dll.

31
Soedarto, Lingkungan Dan Kesehatan, (CV Sagung Seto : Jakarta, 2013), h.45
BAB III

BIOGRAFI ASY-SYA’RAWI

A. Biografi Syeikh Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi (w. 1998 M)


1. Kelahiran dan Nasab
Syeikh Muhammad Mutawali al-Sya’rawi adalah seorang tokoh yang lahir
di tanah Mesir yang menjadi lahan subur bagi lahirnya para pembaharu
(mujaddid) seperti at-Thanthawi, al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha
dan yang lainnya. Ia yang dikenal sebagai da‟i pemikir yang populer saat itu, juga
termasuk salah seorang ahli tafsir kontemporer yang telah melahirkan beberapa
karya ilmiah.
Muhammad Mutawali al-Sya’rawi dilahirkan pada hari Ahad tanggal 17
Rabiul Akhir 1329 H bertepatan dengan 16 April 1911 M di Daqadus, salah satu
kota kecil yang terletak tidak jauh dari kota Mayyit Ghamr, Propinsi ad-
Dahaliyyat. Beliau wafat pada 22 Safar 1419 H bertepatan dengan 17 Juni 1998
M, dimakamkan di desa Daqadus. Ayahnya memberi gelar “Amin” dan gelar ini
dikenal masyarakat di daerahnya. Beliau adalah ayah dari tiga anak laki-laki dan
dua anak perempuan bernama Sami, Abdurrahim, Ahmad, Fatimah dan Salihah.
Tentang nasab beliau, dalam sebuah kitab berjudul Ana Min Sulalat Ahli al-
Bait, al-Sya’rawi menyebutkan bahwa beliau merupakan nasab dari cucu Nabi
s.a.w. yaitu Hasan r.a dan Husein r.a. Ia dibesarkan dilingkungan keluarga
terhormat yang punya pertalian erat dengan para ulama dan para wali. Ayahnya
seorang petani sederhana yang mengelola tanah milik orang lain. Walaupun
demikian ia mempunyai kecintaan yang sangat besar terhadap ilmu dan sering
mendatangi majlis-majlis mendengarkan nasihat-nasihat ulama’. Ia mempunyai
hasrat dan keinginan yang besar untuk mengarahkan anaknya menjadi seoarang
ilmuwan. Untuk merealisasiakan cita catanya ini, ia memantau Sya’rawi sejak dari
kecil. Ia ingin as Sya’rawi kelak masuk ke perguruan al-Azhar.1

1
Makmun Gharib, al-Imam al-Sya‟rawi wa Haqaiq al-Islam (Maktab al-Gharin, Kaherah,
1987), h. 2.

29
30

2. Pendidikan dan Karir


Pendidikan awal al-Sya’rawi bermula sejak berumur 5 tahun dengan belajar
al-Qur’an di bawah bimbingan salah seorang daripada 4 orang Syeikh pengajar al-
Qur’an yang terdapat di kampung Daqadus, iaitu Syeikh ‘Abdul Majid Basha. Al-
Sya’rawi berjaya menghafaz al-Qur’an dalam usia 10 tahun. Pendidikan rasmi
pula bermula daripada Ma‟had Agama al-Ibtidâ‟i (permulaan) kemudian al-I‟dadi
(persiapan) kemudian al-Thanawi (menengah) pada tahun 1936 M. Kesemuanya
di kota al-Zaqaziq. Selanjutnya al-Sya’rawi menjalani hidup di ma‟had dengan
penuh kesungguhan. Ia termasuk pelajar terbaik dalam berpidato dan penulisan
syair serta penyampaiannya. 2
Selanjutnya al-Sya’rawi berpindah ke Kaherah untuk meneruskan pelajaran
di Universitas Al-Azhar Fakultas Bahasa Arab. Al-Sya’rawi sukses mendapatkan
gelar sarjana muda (al-Shahadah al „Alamiyyah) pada tahun 1941 M, kemudian
sukses pula mendapatkan sertifikat mengajar (Ijazah Tadris) pada tahun 1943 M.
Pada tanggal 2 April 1990 M al-Sya’rawi dikurniakan Doktor Kehormat daripada
Universitas al-Mansurah, Mesir.
Al-Sya’rawi memulai karirnya sebagai seorang guru di kota Tanta pada
tahun 1943 M, kemudian di Ma’had Agama Islam di kota al-Zaqaziq, selanjutnya
di Ma’had Agama Islam di kota Alexanderia, kesemuanya di Mesir.3
Pada tahun 1950 M al-Sya’rawi dikirim oleh Al-Azhar ke Mekkah, Saudi
Arabia sebagai pensyarah di Universitas Ummul Qurra Fakultas Syariah. Al-
Sya’rawi dipercayakan untuk mengajar materi akidah padahal beliau lulusan
fakultas bahasa Arab. Meskipun demikian al-Sya’rawi mampu mengajar dengan
baik sehingga mendapat pujian daripada berbagai kalangan.
Pada tahun 1960 M al-Sya’rawi ditunjuk sebagai wakil direktor di Ma’had
Agama Islam Tanta, dan pada tahun 1961 M ditunjuk pulasebagai pengarah
urusan dakwah di Kementerian Wakaf Mesir. Pada tahun 1962 M dipilih sebagai
penyelia ilmu-ilmu agama Islam di Al Azhar. Kemudian pada tahun 1966 M
beliau dipilih sebagai pengetua delegasi Al-Azhar di Algeria. Al-Sya’rawi
bermukim di sana selama 7 tahun dan kembali lagi ke Kaherah. Pada tahun 1970

2
Makmun Gharib, al-Imam al-Sya‟rawi wa Haqaiq al-Islam, h. 3.
3
Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah, (Kaherah: Dar al
Nashr, 1990), h. 8.
31

M al-Sya’rawi ditunjuk sebagai profesor jemputan di Universitas King Abdul


Aziz Fakultas Syariah, Mekkah.
Pada tahun 1975 M dipilih sebagai pengarah umum di pejabat Kementerian
Wakaf Urusan Al-Azhar dan setahun kemudian ditetapkan sebagai timbalan
menteri di Kementerian Wakaf sehingga mengakhiri masa tugasnya pada tanggal
15 April 1976 M. Kemudian pada bulan Agustus 1976 M al-Sya’rawi mendapat
anugerah ‘Darjat Utama’ sempena berakhirnya masa pengabdiannya. Selanjutnya
ia ke lapangan dakwah sepenuh masa.
Pada tahun 1977 M al-Sya’rawi ditunjuk oleh Perdana Menteri Mesir ketika
itu, Mahmud Salim untuk menjadi menteri di Kementerian Wakaf, al-Sya’rawi
menerima amanah tersebut tetapi dengan syarat Majlis menteri-menteri tidak
boleh menetapkan sesuatu yang bertentangan dengan syariat Islam. Beliau
berhenti pada bulan Oktober 1978 M sehingga dapat menumpukan diri dalam
bidang dakwah. Selanjutnya al-Sya’rawi menolak setiap tugas yang berhubungan
dengan politik dan administrasi. Berbagai peristiwa terjadi sepanjang al-Sya’rawi
menjadi menteri. Sikapnya yang tegas dalam pembasmian korupsi di kalangan
pegawai kementerian membuat dirinya tidak disukai oleh pihak tertentu. Al-
Sya’rawi hanya mampu bertahan selama 18 bulan diKementerian Wakaf.
Pada tahun 1980 M beliau ditunjuk sebagai anggota dewan pakar Majma‟
al-Buhuth al-Islamiyyah, yaitu sebuah lembaga terpenting dalam ilmu-ilmu Islam
di Al-Azhar. Al-Sya’rawi juga pernah melawat berbagai negara dalam tugas
dakwah seperti Amerika, Eropah, Jepang, Turki dan lain-lain. Pada tahun 1988 M
al-Sya’rawi mendapat hadiah penghormatan daripada negara Mesir dan pada
tahun 1998 M menjadi tokoh terpilih daripada negara Dubai. 4

3. Karya-Karyanya
Syeikh al-Sya’rawi meninggalkan karya-karya yang cukup banyak bagi
masyarakat sepanjang masa, di antaranya: Tafsir al-Qur‟an al-Sya‟rawi (30 juz).
Mukjizat al-Qur‟an (5 juz). Al-Mar‟ah fi al-Qur‟an al-Karim. Al-Qasas al-
Qur‟ani fi Surah al-Kahfi. „Aqidah al-Islam. Allah wa al-Nafs al-Bashariyyah. Al-
Adillah al-Madiyah „ala Wujud Allah. Al-Syaitan wa al-Insan. Al-Sihru wa al-

4
Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah, h.12-13.
32

Hasad. Mu‟jizah ar-Rasul. Al-Isra‟ wa al-Mi‟raj. Nihayah al-„Alam. Yawm al-


Qiyamah. Al-Qada wa al-Qadar. Al-Ghayb. Al-Islam: Haddathah wa Hadarah.
Al-Halal wa al-Haram. Al-Fatawa. 100 soal-jawab dalam Fikah Islam. Ad-Du‟a
al-Mustajab. Al-Haj al-Mabrur. Al-Khayr wa al-Shar. Al-Rizq. Al-Hayah wa al-
Mawt. Al-Fadilah wa ar-Razilah.5

4. Sekilas Tafsir al-Sya’rawi


Syeikh Sya’rawi telah membekali diri dengan berbagai bacaan dari banyak
bidang ilmu di samping penguasaan ilmu al-Qur’an dan pemahaman terhadap
berbagai pemikiran dan falsafah yang ada. Beliau mampu menarik perhatian
penonton ketika tampil di kaca televisi menafsirkan al-Qur’an secara langsung.
Mereka melihat ada sesuatu yang baru pada diri al-Sya’rawi dan berbeda dengan
tokoh-tokoh yang selama ini mereka ketahui. Sya’rawi tampil menyampaikan
kebenaran Islam dengan susunan kata yang mudah difahami dan dengan
kandungan makna yang dalam sekali. Itulah sebabnya beliau mendapat sambutan
yang luar biasa, beliau bercakap kepada akal dan hati masyarakat.
Syeikh Sya’rawi saat menafsirkan al-Qur’an, dalam ungkapan beliau, ia
adalah getaran-getaran hati (khawatir), menggunakan berbagai cara dan sarana
sehingga tafsirnya dapat sampai ke hati dan akal, dalam masa yang sama beliau
menggunakan mantik, bahasa yang sederhana, mengutarakan berbagai pendapat
yang ada dalam sesuatu perkara, sehingga tafsir beliau dapat diterima oleh para
pendengar dengan kepuasan yang sempurna. 6
Apa yang dibawakan oleh al-Sya’rawi dalam penafsiran al-Qur’an adalah
suatu karya tafsir meskipun beliau sendiri menafikannya. Dikatakan sebagai suatu
karya tafsir karena menerangkan ayat secara tertib satu persatu menurut urutan
dalam al-Qur’an, menerangkan kata-katanya, menjelaskan kandungannya,
mengikat dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya, menerangkan sebab turun
(Asbâb al-Nuzûl)nya, menampakkan aspek kehebatan (I‟jaz)nya. Meskipun
demikian al-Sya’rawi menyebut usahanya itu sebagai Khawatir Imaniyyah; yaitu
getaran-getaran hati yang muncul karena keimanan kepada Allah. Mungkin
penyebutan itu untuk tujuan merendahkan diri karena beliau sendiri tidak

5
Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah, h. 18
6
Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi:Baina al-Islam wa al-Siyasah, h. 30-31
33

membantah kitab beliau yang terbit dan beredar di pasaran berjudul “Tafsir al-
Sya‟rawi”. Seandainya tidak boleh disebut tafsir tentu beliau sendiri tidak
mengizinkan judul tersebut dipakai.
Tafsir al-Sya’rawi berbeda dengan tafsir-tafsir yang sudah ada, karena
tujuan sebenar daripada Syeikh al-Sya’rawi adalah memastikan unsur keimanan
(al-Fikrah al-Imaniyyah) sampai ke setiap hati dan fikiran pendengar. Oleh karena
itu, tafsir al-Sya’rawi nampak berjalan di atas metode tersendiri. Sya’rawi
mengikat ayat yang tengah dibahaskan dengan ayat lain yang sama-sama
membahaskan tema yang sama untuk tujuan mendapatkan pemahaman yang lebih
sempurna dan lebih mendalam sehingga al-Qur’an nampak sebagai satu kesatuan.
Oleh karena itu dapat dilihat bahwa banyak ayat yang ditafsirkan oleh Sya’rawi
memiliki penjelasan yang sangat panjang bahkan ada yang berpindah kepada
penjelasan yang lain, dan ada kalanya pula tidak lagi menjelaskan ayat yang
tengah dibahaskan tetapi menerangkan penjelasan ayat pula.7
Adapun Sya’rawi sendiri memberikan penjelasan tentang tafsirnya:
“Segala puji bagi Allah Tuhan Sekalian Alam, selawat dan salam ke atas
penghulu sekalian rasul, Nabi Muhammad s.a.w. dan juga ke atas keluarga
dan para sahabat beliau. Selanjutnya saya mohon maaf atas penjelasan
yang menyangkut diri saya sendiri, yaitu mengenai getaran-getaran
(khawatir) hati saya ketika menerangkan ayat-ayat suci al-Qur‟an. Ada
yang mengira bahawa getaran-getaran hati itu adalah tafsir al-Qur‟an,
tetapi sebenarnya ia bukanlah tafsir alQur‟an. Getaran-getaran hati itu
muncul disaat saya berusaha menuju keadaan suci bersama al-Qur‟an,
yaitu di saat akal dan jiwa memahami dan menghayati firman-firman Allah
itu, bagi saya setiap ayat al-Qur‟an lebih daripada sebatang sungai yang
dinikmati oleh setiap akal dan jiwa yang suci. Masing-masing merasakan
kenikmatan sesuai dengan kadar yang dikehendaki oleh Allah SWT. Saya
katakan perkara ini adalah karena tidak ada seorang pun manusia yang
boleh menafsirkan al-Qur‟an dengan menerangkan semua makna dan
kehebatan yang dikandunginya. Masing-masing hanya mampu
menerangkan dengan akal dan jiwa yang ada padanya. Itulah rahsia
mengapa al-Qur‟an akan tetap sebagai mukjizat sepanjang masa”.8

7
Irsyadul Haq bin Abdullah, Metode Tafsir Syeikh Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi,
Disertasi Sarjana di Fakultas Pengajian Islam Universiti Kebangsaan Malaysia, t.t., h. 53.
8
Irsyadul Haq bin Abdullah, Metode Tafsir Syeikh Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi, h.
57.
34

Sistematika Tafsir al-Sya’rawi dimulai dengan muqaddimah, menerangkan


makna ta`awuz, dan tertib nuzul al-Qur’an. Dalam memulai menafsir setiap surah,
beliau mulai dengan menjelaskan makna surah, hikmahnya, hubungan surah yang
ditafsirkan dengan surah sebelumnya kemudian menjelaskan maksud ayat dengan
menghubungkan ayat lain, sehingga disebut menafsirkan ayat al-Qur’an dengan
al-Qur’an. 9
Dalam menafsirkan ayat atau kelompok ayat, Sya’rawi menganalisis dengan
bahasa yang tajam dari lafaz yang dianggap penting, dengan berpedoman pada
kaidah-kaidah bahasa dari aspek nahwu, balaghah dan lain sebagainya.
Sedangkan ketika menafsirkan ayat aqidah dan iman beliau mengikuti mufassir
terdahulu, seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Sayyid Qutb. Dalam hal ini,
Sya’rawi membahasnya secara mendalam dengan argumen yang rasional dan
ilmiyah agar keyakinan dan ketauhidan mukminin lebih mantap, dan mengajak
selain mereka untuk masuk dalam agama Allah yaitu Islam.
Tafsir al-Sya’rawi tidak terbatas kepada pengungkapan makna suatu ayat,
baik makna umum maupun makna rinci. Lebih dari itu, as Sya’rawi berusaha
mensosialisasikan teks al-Qur’an ke dalam realitas kehidupan masyarakat. Dalam
mengupas satu ayat, Sya’rawi seringmemulainya dengan menerangkan korelasi
ayat tersebut dengan ayat sebelumnya, kemudian melanjutkan dengan tinjauan
bahasa, akar kata, soraf dan nahwunya, terlebih lagi jika kalimat tersebut
mempunyai banyak i‟rab. Terkadang, ia memasukkan aneka qiraat untuk
menerangkan perbedaan maknanya, mengutip ayat lain dan hadis yang
berhubungan dengan ayat yang ditafsirkan, juga mengutip sya’ir dalam
menerangkan makna satu kata, sisi sastra suatu ayat dijelaskan, ditulis sabab
nuzulnya, apabila berdasarkan hadis sahih.
Ketika melewati ayat al-Ahkâm (ayat hukum), al-Sya’rawi tidak mau
terperosok jauh tentang perdebatan antar mazhab, melainkan langsung
menyebutkan hukum suatu perkara, dan tak kalah penting, selalu menyatukan al-
Qur’an dengan realitas kehidupan yang kontemporer. Tafsir al-Sya’rawi memakai
metode tafsir tahlili, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara menyeluruh dan
tertib dengan menguraikan arti kosa kata, sabab an-nuzul, munasabah atau

9
Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah, h. 27.
35

kolerasi antar ayat, kandungan ayat dan sebagainya. Daam tafsir tersebut
dipaparkan ayat per ayat secara berurutan, sesuai dengan urutan ayat dalam
mushaf al-Qur’an mulai dari Surah al-Fatihah hingga Surah an Nas. Hal ini
dikarenakan sense of language (hassah lughawiyah) beliau sangat tajam,
menjadikannya mampu memahami suatu kata secara detail dengan
membandingkan kata tersebut dengan kata yang sama di lain ayat sehingga
membentuk satu pengertian yang utuh.10
Kitab ini merupakan hasil kolaborasi kreasi yang dibuat oleh murid al-
Sya’rawi yakni Muhammad al-Sinrawi dan ‘Abdul al-Waris ad-Dasuqi dari
kumpulan pidato-pidato atau ceramah-ceramah yang disampaikan al-Sya’rawi.
Sementara itu, hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Tafsir al-Sya’rawi di
takhrij oleh Ahmad ‘Umar Hasyim. Kitab ini diterbitkan oleh Akhbar al-Yawm
Idarah al-Kutub wa al Maktabah pada tahun 1991 (tujuh tahun sebelum Sya’rawi
meninggal dunia). Dengan demikian, Tafsir al-Sya’rawi ini merupakan kumpulan
hasil-hasil pidato atau ceramah al-Sya’rawi yang kemudian di edit dalam bentuk
tulisan buku oleh murid-muridnya. Tafsir ini merupakan golongan tafsir bi al-
lisan atau tafsir sauti (hasil pidato atau ceramah yang kemudian di bukukan).11

5. Wafatnya
Kesehatan al-Sya’rawi semakin tidak menentu pada hari-hari terakhir usia
beliau. Penyakit kali ini nampak tidak seperti biasanya. Ia merasa sakit pada
sebelah belakangnya. Al-Sya’rawi dibawa ke rumah sakit dan di X-Ray. Ia
menolak untuk memakan obat meskipun para doktor memaksanya. Setelah
berjalan 4 hari beliau meminta untuk ditempatkan di rumah. Beliau juga
memohon supaya keluarga tidak berkumpul di sekelilingnya dan membiarkan
dirinya berseorangan dengan Allah dalam salat dan zikir. Beliau hanya
memperkenankan keluarganya untuk membawakan makanan pada waktu azan
Maghrib. Beliau hanya menjamah air putih sekadar membasahi bibir.
Kemungkinan pada hari itu beliau berpuasa.

10
Irsyadul Haq Bin Abdullah, Metode Tafsir Syeikh Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi, h.
60.
11
http://islamuna-adib.blogspot.com/ di akses pada 11 November 2018 pukul 00.41.
36

Dua hari sebelum wafat telah diusahakan untuk menyuntikkan glukosa ke


dalam tubuhnya tetapi tidak berhasil. Ketika itu ia berkata: “Sudahlah, tinggalkan
aku bersama Tuhanku”. Pada pagi Rabu 22 Safar 1419 Hijriah bertepatan pada
17 Juni 1998 Masehi, al-Sya’rawi nampak sehat, ia meminta makanan. Setelah
memakannya satu sendok ia bertanya: “Hari apa kita sekarang?” Anak
sulungnya menjawab: “Hari Rabu”. Lalu al-Sya’rawi meminta dicarikan mobil
untuk membawanya ke kampung kelahirannya, Daqadus. Kemudian ia juga
sempat bertanya kepada salah seorang pekerjanya yang telah diperintahkan
menggali kuburan untuknya.
Pada pukul 6 pagi, nampak keadaannya semakin membimbangkan. Ahli
keluarga pun berkumpul di sekelilingnya, as Sya’rawi meminta air dan setelah
meneguknya satu tegukan lalu ia memuji Allah dan meletakkan tangannya di atas
dada sebagai isyarat menutup percakapan dengan manusia dan memulai
kebersamaan dengan Allah SWT. Ketika itulah jiwanya yang tenang kembali
kepada Allah untuk ditempatkan disisi-Nya.
Dengan wafatnya Syeikh al-Sya’rawi maka umat Islam kehilangan salah
seorang tokoh yang terbilang. Dr. Yusuf al-Qaradawi berpendapat bahwa Syeikh
al-Sya’rawi merupakan salah seorang 52 ulama besar dalam menafsirkan al-
Qur’an. Karyanya akan tetap memberikan manfaat kepada agama Islam. 12
Syeikh al-Sya’rawi seorang pejuang yang tidak pernah berhenti menabur
bakti di tengah masyarakat. Melalui ilmu yang kental dan cara dakwah yang
berkesan beliau telah berperan serta dalam menyelamatkan umat daripada
kelalaian yang boleh membawa kepada kebinasaan. Mudah-mudahan Allah
menerima perjuangan dan mengumpulkannya bersama para nabi, para syuhada
dan orang-orang saleh.

6. Metode dan Corak Tafsir al-Sya’rawi


a. Nao / Jenis
Dalam sumber penafsiran atau yang disebut juga dengan naw‟u (jenis),
ada dua sumber yaitu bi al-ma‟tsûr dan bi al-ra‟yi. tafsir ini dikategorikan
sebagai tafsir bi al-ra‟yi. Walapupun terdapat riwayat hadits Nabi dalam
12
Mohd Rumaizuddin Ghazali, Jejak Ulama: Syiekh Muhammad Mutawalli al-Sya'rawi
Tokoh Tafsir Mesir Abad 21, dalam www.abim.org. Akses 11 November 2018 pukul 00.56.
37

kitabnya, namun ia lebih dominan menggunkan pemikiran dan


perenunggannya dalam memahami ayat al-Qur’an. Karena, bisa kita lihat
langsung ketika al-Sya’rawi menjelaskan ayat dengan hasil pemikirannya,
lalu menggabungkan dengan ayat lain yang satu kaitan, serta menjalaskan
makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Ini membuktikan bahwa tafsir
ini merupakan corak tafsir bi ar-ra‟yi.13

b. Laun / corak
Dalam penafsirannya, corak yang menonjol adalah Adabi Ijtima’i.
melalui penafsirannya ini Sya’rawi mengemukakan pemikirannya tentang
pendidikan, perhatiannya terhadap problematika masyarakat muslim juga
problematika pemerintahan. Meskipun ada juga yang mengatakan corak
penafsiran kitab tafsir asy-Sya’rawi ini adalah at-Tarbawî al-Ishlahi
(pendidikan)14. Hal itu bisa dilihat dari isi kitab tafsir as-Sya’rawi yang
banyak sekali mengandung nasihat dan mendidik umat Islam untuk lebih
menuju ke arah yang lebih baik 15.

c. Metode Tafsir
Secara umum, apabila kita menggunakan konsep metode tafsir yang
dicetuskan oleh al-Farmawi, maka tafsir al-Sya’rawi ini termasuk tafsir yang
menggunakan metode tahlili. Karena dari segi sisi tafsir ini berusaha
menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai aspeknya. Tafsir
ini menjelaskan kosa kata, lafadz, arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju
oleh ayat tersebut, keindahan susunan kalimat, i‟jaz, balâghah, tata bahasa,
menjelaskan pengambilan hukum (istinbath) dari ayat tersebut, serta
mengemukan korelasi antar ayat dan surat, bahkan juga mencantumkan
riwayat-riwayat dari Rasulullah, sahabat, dan tabi’in16.

13
Muhammad Ali Ayâzî, Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, (Teheran : Mu’assasah
at-Taba’ah wa an-Nasyr, 1373 H), h. 118.
14
Badruzzaman M. Yunus, Tafsir al-Sya‟rawi : Tinjauan Terhadap Sumber, Metode, dan
Ittijah, (Disertasi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 40. Mengutip dari Ahmad al-Mursi
Husein Jauhar, Al-Syeikh Muhammad al-Mutawalli al-Sya’rawi : Imam al-‘Ashr, h. 12.
15
Metodologi Tafsir al-Sya‟rawi, h. 10-11, Pdf. (telah diunduh Jum’at, 18-12-2015, pada
pukul 07.48 WIB)
16
Gamal al-Banna, Evolusi Tafsir : Dari Jaman Klasik Hingga Jaman Modern, terj.
Novriantoni, I (Jakarta Timur : Qisthi Press, 2004), h. 139.
38

7. Latar Belakang Penulisan dan Penamaan Kitab


Al-Sya’rawi dalam muqaddimah tafsirnya, menyatakan bahwa: “Hasil
renungan saya terhadap al-Qur’an bukan berarti tafsiran al-Qur’an, melainkan
percikan pemikiran yang terlintas dalam hati seorang mukmin saat membaca al-
Qur’an. Kalau memang al-Qur’an dapat ditafsirkan, sebenarnya yang lebih berhak
menafsirkannya hanya Rasulullah SAW, karena kepada beliaulah ia diturunkan.
Beliau banyak menjelaskan kepada manusia ajaran al-Quran dari dimensi ibadah,
karena hal itu yang diperlukan umatnya saat ini. Adapaun rahasia al-Qur’an
tentang alam semesta, tidak beliau sampaikan, karena kondisi sosio intelektual
saat itu tidak memungkinkan untuk dapat menerimanya. Jika hal itu disampaikan
akan menimbulkan polemik yang pada gilirannya akan merusak puing-puing
agama, bahkan memalingkan umat dalam jalan Allah SWT.
Nama tafsir al-Sya’rawi di ambil dari nama asli pemiliknya yakni al-
Sya’rawi. Menurut Muhammad Ali Iyazi, judul yang terkenal dari karya ini
adalah Tafsir al-Sya‟rawi Khawatir al-Sya‟rawi Haula al-Qur‟an al-Karim. Pada
mulanya tafsir ini hanya di beri nama Khawatir al-Sya‟rawi yang dimaksudkan
sebagai sebuah perenungan (Khawatir) dari diri al-Sya’rawi terhadap ayat-ayat al-
Qur’an yang tentunya bisa saja salah dan benar terhadap orang yang
menafsirkannya.17
Kitab ini merupakan hasil kolaborasi kreasi yang di buat oleh murid al-
Sya’rawi yakni Muhammad al-Sinrawi, Abd al-Waris al-Dasuqi dari kumpulan
pidato-pidato atau ceramah-ceramah yang dilakukan al-Sya’rawi. Sementara itu,
hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Tafsir al-Sya’rawi di takrij oleh Ahmad
Umar Hasyim. Kitab ini diterbitkan oleh Ahbar al-Yaum Idarah al-Kutub wa al-
Maktabah pada tahun 1991 (yaitu tujuh tahun sebelum al-Sya’rawi meninggal
dunia). Dengan demikian, Tafsir al-Sya’rawi ini merupakan kumpulan hasil-hasil
pidato atau ceramah al-Sya’rawi yang kemudian di edit dalam bentuk tulisan buku
oleh murid-muridnya. Tafsir ini merupakan golongan tafsir bi al-lisan atau tafsir
sauti (hasil pidato atau ceramah yang kemudian di bukukan).

17
Hendro Kusuma, Penafsiran Al-Thabari dan Al-Sya‟rawi Tentang Makanan (Skripsi:
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta:, 2009), h. 33.
39

8. Kelebihan dan Kekurangan Tafsirnya


Dalam dunia tafsir, pola penyajian adalah perangkat dan tata kerja yang
dipakai dalam proses penafsiran al-Qur’an. Secara historis, setiap penfsiran telah
menggunakan suatu pola atau lebih. Pilihan pola tergantung pada kecenderungan
dan sudut pandang penafsir serta latar belakang keilmuan dan aspek-aspek lain
yang melingkupinya. Banyak sekali kelebihan yang dimiliki oleh tafsir al-
Sya’rawi yang diantaranya adalah: Sya’rawi menyajikan karya tafsirnya dengan
nuansa yang bersentuhan langsung dengan tema-tema kemasyarakatan, melalui
teknik bahasa yang cukup sederhana. Hal ini sebagai upaya meletakan al-Qur‟an
pada posisi sebagai pedoman dalam realitas kehidupan sosial. Serta dalam tafsir
al-Sya’rawi kandungan di dalamnya dapat menjawab persoalan masyarakat yang
selalu selalu berkembang karena menggunakan corak al-Adab al- Ijtima‟i.
Namun juga ada kekurangan dalam tafsir ini Sya’rawi tidak banyak
memberikan perhatian kepada pembahasan kosakata atau tata bahasa, kecuali
dalam batas-batas untuk mengantarkan kepada pemahaman kandungan petunjuk
petunjuk al-Qur’an. Serta tidak adanya sebuah referensi ketika terdapat
penyebutan sebuah pendapat ulama lain. Dan tidak adanya perhatian terhadap
sanad hadis.
BAB IV

“ANALISIS AYAT-AYAT FASÂD AL-ARḌI DALAM TAFSIR AL-


SYA‟RAWI”

Sebelum menjelaskan penafsiran al-Sya‟rawi Kerusakan Lingkungan Hidup


atau Fasâd Al-Arḍi. Terlebih dahulu penulis akan menyampaikan ayat-ayat yang
berbicara tentang kerusakan lingkungan di dalam al-Qur‟an. Dalam mencari ayat
tentang Fasâd Al-Arḍi, penulis mencoba menelusuri ayat-ayat Al-Qur‟an dengan
kata kunci yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan hidup yaitu al-Fasâd dan
al-Ishlâh, maka kata al-fasâd ditemukan sebanyak 50 kali dalam 23 surah di
dalam Al-Qur‟an.dan kata Al-Ishlah ditemukan sebanyak 179 kali dalam 52
surat.1
Penyebutan kata ini dalam al-Quran memiliki konteks beragam yang
mencakup berbagai aspek kehidupan. Mengingat banyaknya ungkapan kata yang
seakar dengan kata al-Fasad dan al-Ishlah, maka penulis membatasi kajian ini
kepada 5 ayat. Ayat-ayat tersebut adalah seperti berikut:
1. Surah al-Rûm ayat 41
2. Surah al-A‟râf ayat 56
3. Surah al-Baqarah ayat 205
4. Surah al-A‟râf ayat74
5. Suarah asy-Syu‟arâ ayat 152

Ayat-ayat tersebut dipilih karena kondisi yang berbeda isim dan fi‟il dan
terdapat penafsiran tentang Fasâd Al-Arḍi pada setiap ayat yang dikaji di dalam
Tafsir al-Sya‟rawi agar penulis dapat mencari titik perbedaan atau persamaan di
dalam tafsir tersebut.
1. Surat Al-Rûm Ayat 41

ِْ‫ض ٱىَّز‬ َ ‫ضبدُ فِٓ ۡٱىبَ ِ ّش ََ ۡٱىبَ ۡح ِش بِ َمب َم‬


ِ َّ‫ض َب ۡج أَ ۡٔذِْ ٱىى‬
َ ۡ‫بس ِىُٕزِٔقَ ٍُم بَع‬ َ َ‫ظ ٍَ َش ۡٱىف‬
َ
)١ٔ( َ‫َع ِميُُاْ ىَعَيَّ ٍُ ۡم َٔ ۡش ِجعُُن‬

1
Muhammad Fu‟ad Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfad al-Qur‟an (Beirut: Dar
al-Fikr, 1994), h. 929-930.

40
41

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan


tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
(Q.S. Al-Rûm [30]: 41).
Ayat ini mengemukakan pertentangan antara tauhid dan syirik. Ajaran
tauhid berkaitan dengan tanda-tanda kekuasaan Allah. Tauhid berarti keesaan
Allah. Ajaran syirik menunjukkan sebaliknya, yakni enggan meyakini kekuasaan
Allah. Orang yang jiwa tauhidnya rapuh pasti cenderung berbuat kerusakan. Jadi,
hubungan antara kuatnya tauhid dan kebaikan moral sangat erat. Rapuhnya tauhid
menjadikan seseorang bermental buruk. Salah satunya berwatak perusak (al-
fasid).

Dalam tafsir al-Sya‟rawi Kata َ


‫ظ ٍَ َرش‬ artinya bâna dan wadhaḫa atau telah

jelas tapi terkadang tidak terlihat. Selama Allah mengatakan ayat diatas, maka
kerusakan itu ada dan telah terjadi, tapi para perusak menutup-nutupinya sehingga
ia bagaikan api dalam sekam dan tiba-tiba dapat merusak masyarakat.2
Kerusakan itu terkadang tidak terlihat tapi efek negatifnya sangat dirasakan.
Contohnya, gempa bumi yang menguak kecurangan yang dilakukan oleh para
insinyur bangunan. Pada saat gedung selesai dibangun, kerusakan yang
diakibatkan tidak sesuai dengan bestek tidak terlihat, baik karena keteledoran atau
lupa, tapi pada saat gempa terjadi terkuaklah kebobrokan mental insinyur yang
ingin mengambil untung besar dengan mengabaikan keselamatan penghuni
bangunan.
Saat kecurangan mewabah dan menyebar. Allah pasti memperlihatkan
efeknya kepada manusia. Pada saat itu tidak seorangpun yang dapat melawan efek
dari kerusakan yang ditimbulkan. Allah sengaja campur tangan untuk membuka
kedok para perusak dan menimbulkan efek dari apa yang mereka kerjakan.

Terkadang َ bermakna ghalaba atau kemenangan,3 seperti firman Allah


‫ظ ٍَ َرش‬
Swt.
َ ٰ ْ‫عذ ّ ٌَُِ ِۡم فَأَصۡ بَ ُحُا‬
(ٔ١) َ‫ظ ٍِ ِشٔه‬ َ ّٰ َ‫ فَأَٔ َّۡذوَب ٱىَّزِٔهَ َءا َمىُُاْ َعي‬...

2
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar (PT. Ikrar Mandiri Abadi: Jakarta, 2011), h. 590
3
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 591
42

“Maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap


musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.”
(Q.S. al-Saff [61]: 14)
Atau bermakna „uluw atau tinggi seperti,

َ ٰ َ‫ٱصخ‬
)٧٩( ‫طعُُاْ ىَ ۥًُ و َۡقبب‬ َ ٰ ‫ٱص‬
ۡ ‫طعُ ُٓاْ أَن َٔ ۡظ ٍَ ُشَيُ ََ َمب‬ ۡ ‫فَ َمب‬
“Maka mereka (Yakjuj dan Makjuj) tidak bisa mendakinya dan mereka
tidak bisa pula melobanginya.” (Q.S. Al-Kahfi [18]: 97)

Jadi makna َ َ‫ظ ٍَ َش ْاىف‬


ُ ‫ضبد‬ َ kerusakan akan menang, dan meninggit saat
manusia mengikuti hawa nafsu. Seperti dalam firman Allah:

‫ض ََ َمه فِٕ ٍِ َّۚ َّه َب ۡو أَحَ ٕۡ ٰىَ ٍُم‬


ُ ‫ض ٰ َم ٰ َُثُ ََ ۡٱۡل َ ۡس‬
َّ ‫ث ٱى‬ َ َ‫ََىَ ُِ ٱحَّ َب َع ۡٱى َح ُّق أَ ٌۡ َُآ َءٌ ُۡم ىَف‬
ِ َ ‫ضذ‬
)٩ٔ( َ‫ِبز ِۡم ِشٌ ِۡم فَ ٍُ ۡم َعه ر ِۡم ِشٌِم ُّمعۡ ِشضُُن‬
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah
langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami
telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi
mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (Q.S. Al-Mu‟minûn [23]: 71).
Karena Allah telah menciptakan alam raya ini dalam keadaan baik dan layak
pakai. Semuanya siap untuk menyambut manusia. bukti perkara ini benar lihatlah
di alam ini dari planet dan hutan yang tidak ada campur tangan manusia, tidak
kita temukan kerusakan di dalamnya.

‫بس ََ ُمو فِٓ فَيَل‬ َ ‫ش َٔ ۢىبَ ِغٓ ىَ ٍَب ٓ أَن ح ُ ۡذ ِسكَ ۡٱىقَ َم َش ََ ََل ٱىَّ ٕۡ ُو‬
ِ َّۚ ٍَ َّ‫صب ِب ُق ٱىى‬ َّ ‫ََل ٱى‬
ُ ۡ‫شم‬
)١ٓ( َ‫َٔ ۡضبَ ُحُن‬
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak
dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”
(Q.S. Yâsîn [36]: 40).
Apakah Allah menciptakan kita dan memfasilitasi kita dengan ikhtiar untuk
merusak alam ini atau tidak, di dunia ini manusia sedang diuji untuk mengikuti
manhaj yang benar atau salah. Kerusakan akan datang saat manusia
mencampakkan undang-undang Allah dalam manhaj-Nya dan menggantikannya
dengan undang-undang buatan sendiri yang bertentangan.
Allah memperingatkan manusia dengan kejadian-kejadian yang terjadi di
sekitar mereka seakan-akan kejadian itu berkata : “Lihatlah akibat ulah manusia
43

yang melawan manhaj Allah.” Saat musibah datang yang timbul akibat ulah
manusia, ditemukan mereka bertambah rindu kepada Allah dan bertambah pula
ketaatan kepada-Nya, tapi saat musibah itu dapat diatasi mereka dengan mudah
dan cepat melupakan-Nya dan tidak menjadikannya sebagai pelajaran.
َ dengan demikian menunjukkan sesuatu yang terjadi, seakan-akan
Kata ‫ظ ٍَش‬

ia berkata: “Bila kalian mengulangi kerusakan akan terulang pula efek kerusakan
itu.” Timbulnya kerusakan benar-benar telah terjadi pada zaman Nabi Muhammad
akibat permusuhan yang dilakukan kaum Quraisy. Mereka mengisolasi,
mengucilkan hingga memaksa para sahabat untuk hijrah ke Habsyah agar mereka
tidak dapat menetap dengan tenang di Makkah.4
Akibat permusuhan yang merusak ini, Nabi Muhammad pun berdo‟a: “Yaa
Allah timpakan musibah kepada mereka dalam bentuk paceklik seperti terjadi
pada masa Nabi Yusuf.” (H.R Ahmad) do‟a Nabi pun dikabulkan Allah hingga
kaum kafir Quraisy berada dalam kondisi paceklik. Dikisahkan saat mereka pergi
ke laut untuk menangkap ikan, ikan itu menjauh hingga mereka pulang dengan

ْ َ‫ََ ْاىب‬
tangan kosong. Inilah di antara makna ‫ح ِش‬ ‫ضبد ُ فِٓ ْاى َب ِ ّش‬َ َ‫ظ ٍَ َش ْاىف‬
َ .
Allah menerangkan sebab timbul kerusakan ini ‫بس‬ ِ َّ‫ج أَ ْٔذِْ اىى‬ ْ َ‫ضب‬
َ ‫بِ َمب َم‬. Bila
diteliti saat Allah mengucurkan rahmat, Dia tidak menyebutkan alasannya, tapi
saat kerusakan datang ia menyebutkan sebab alasannya. Karena rahmat dari Allah
pertama dan utama terjadi berkat fadilah-Nya. Sementara siksa terjadi berkat
Keadilan-Nya. Allah memiliki standar satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali
lipat. Dapat diartikan satu kebaikan dapat menutupi sepuluh kesalahan.

Seperti firman Allah:

‫ِ إِ ََّل‬
ٓ ٰ َ‫ض ِّٕئَ ِت فَ ََل ُٔ ۡجز‬ َ ‫َمه َجب ٓ َء ِب ۡٲى َح‬
َّ ‫ضىَ ِت فَيًَۥ ُ َع ۡش ُش أ َ ۡمثَب ِى ٍَ ۖب ََ َمه َجب ٓ َء ِبٲى‬
)ٔ٦ٓ( َ‫ِم ۡثيَ ٍَب ٌََ ُۡم ََل ُٔ ۡظيَ ُمُن‬
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh
kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka
dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya,

4
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 591
44

sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (Q.S. Al-An„âm [6]:


160).

Selama Allah berkata ِ َّ‫ج أَ ْٔذِْ اىى‬


‫بس‬ ْ َ‫ضب‬
َ ‫بِ َمب َم‬ maka kerusakan pasti datang

dari sisi manusia. Kita tidak menemukan polusi udara yang ditimbulkan oleh
Tuhan, tapi akibat campur tangan manusia. Buktinya saat kita pergi ke padang
rumput yang belum dihuni manusia kita temukan udara disana sangat segar.

Kita sering temukan bahwa Amerika Serikat membuang susu ke laut dan
menghancurkan makanan yang layak konsumsi dalam jumlah besar hanya untuk
menstabilkan harga, sementara di belahan bumi yang lain ditemukan manusia
yang mati kelaparan. Inilah sikap ego manusia yang merusak.

Kata ْ َ‫ضب‬
‫ج‬ َ ‫َم‬ dalam bahasa Arab artinya untuk berbuat baik dan iktasaba

untuk berbuat buruk. Karena kebaikan dapat dilakukan mukmin secara normal
tanpa ada beban dan keterpaksaan. Sedangkan kejahatan bertentangan dengan
nurani yang sehat hingga saat dilakukan ada beban dan keterpaksaan. Namun pada
ayat ini tidak digunakan kata iktasaba melainkan kasaba karena kejahatan telah
menjadi perbuatan biasa dan mudah dilakukan hingga mendarah daging bagaikan
melakukan perbuatan baik. Adalah puncak kejahatan, saat seorang bangga telah
berhasil melakukan kejahatan dan memamerkannya di hadapan khalayak ramai. 5

Kata ‫ض اىَّزِْ َع ِميُُا‬


َ ‫ِىُٕزِٔقَ ٍُ ْم بَ ْع‬ kata idzâqoh atau merasakan maksudnya

adalah uqâbah atau siksaan pada saat Allah menyiksa manusia akibat ulah mereka
tujuannya untuk mereka sadar dari kealfaan dan mengembalikan mereka kepada
fitrah iman. Fitrah ini bertahan selama kesadaran imannya timbul. Allah telah
menyiksa kaum kafir Quraisy akibat kekufuran mereka dalam wujud kelaparan
hingga tidak ada yang dapat dimakan kecuali darah unta yang bercampur
kotorannya.

Kata َ‫ىَ َعيَّ ٍُ ْم َٔ ْش ِجعُُن‬ kata karena pesan ini di dunia bukan di akhirat. Allah

menyiksa mereka di dunia agar mereka beriman dan bertaubat karena mereka
hamba dan makhluk Allah dan Dia Mahakasih lebih dari ibu kepada ibunya.

5
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 593
45

Menurut penulis pangkal penyebab kerusakan menurut ayat ini adalah


akibat ulah tangan manusia. Sebagaimana yang dijelaskan oleh asy-Sya‟rawi, ulah
tangan manusia yang dimaksud adalah kemaksiatan dan perbuatan dosa manusia.
Pelanggaran manusia terhadap dînu-Lâh baik dalam hal aqidah maupun syariah
itulah yang menjadi penyebab kerusakan.
Bila pada ayat-ayat sebelumnya Allah menjelaskan sifat buruk orang
musyrik mekah yang menuhankan hawa nafsu, hemat penulis melalui ayat ini
Allah menegaskan bahwa kerusakan di bumi juga adalah akibat mempertuhankan
hawa nafsu. Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, baik kota maupun desa,
disebabkan karena perbuatan tangan manusia yang dikendalikan oleh hawa nafsu
dan jauh dari tuntunan fitrah.
Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan
buruk mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar dengan menjaga
kesesuaian perilakunya dengan fitrahnya. Perbuatan buruk manusia akan
mendatangkan azab sebagaimana azab yang telah menimpa umat-umat terdahulu.
Azab itu juga akan datang kepada umat-umat di masa sekarang maupun yang akan
datang sebagai sunatullah jika mereka memiliki karakter yang sama.
Azab dari Allah merupakan teguran atas perbuatan manusia yang
melampaui batas supaya mereka bertaubat kepada Allah dan kembali kepada-Nya
dengan meninggalkan kemaksiatan, selanjutnya keadaan mereka akan membaik
dan urusan mereka menjadi lurus.

2. Surat Al-A„râf Ayat 56

ِ َّ َ‫ط َمع َّۚب ِإ َّن َس ۡح َمج‬


‫ٱَّلل‬ ُ ‫ض َبعۡ ذَ ِإصۡ ٰيَ ِح ٍَب ََ ۡٱد‬
َ ََ ‫عُيُ خ َُۡفب‬ ِ ‫ََ ََل ح ُ ۡف ِضذَُ ْا ِفٓ ۡٱۡل َ ۡس‬
)٦٦( َ‫قَ ِشٔب ِّمهَ ۡٱى ُم ۡح ِضىِٕه‬
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah
amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-A„râf [7]:
56).
Di dalam tafsir al-Sya‟rawi dijelaskan bumi adalah tempat khalifah, di
dalamnya terdapat kebutuhan dasar kelangsungan hidup manusia. langit, bumi,
46

dan udara semuanya diciptakan Allah untuk manusia. Kita dihimbau untuk tidak
melakukan kerusakan pada batas yang kita mampu, karena kita tidak mampu
merusak undang-undang alam yang lebih tinggi, seperti mengganti perjalanan
matahari, bulan dan angin. Kerusakan terjadi pada yang dapat dijangkau oleh
manusia. Allah tidak membiarkan kita bebas, tetapi menjaga dengan manhaj al-
Qur‟an yang mengatur pilihan dan usaha manusia. dengan demikian Allah telah
memberi unsur penting dalam perbaikan.6
Dalam ayat utama ini Allah kembali membicarakan tentang do‟a. Yang lalu
adalah perintah berdo‟a secara merendahkan diri dan dengan suara pelan,
َ ََ
kemudian pada ayat ini dengan ‫ط َمعرب‬ ‫خ َُْفرب‬, ‫ خ َُْفرب‬dari sifat kekuasaan Allah dan
َ terhadap ampunan rahmat Allah.
‫ط َمعب‬
َ‫َّللا قَ ِشٔب ِمهَ ْاى ُم ْح ِضىِٕه‬
ِ َّ َ‫“ إِ َّن َس ْح َمج‬Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat
kepada orang-oang yang berbuat baik.” Yang menentukan dekatnya rahmat pada
manusia adalah manusia itu sendiri. Bila dia berbuat baik, rahmat menjadi dekat
karena kendali ada di tangannya. Allah tidak bersifat diktator, jika kamu mau
mendapat rahmat, silahkan berbuat baik. Jumlah dan volume kehadiranmu di
depan Tuhan, terserah kita. Dia hanya menetapkan lima waktu, namun waktu-
waktu yang lain tergantung pada kita untuk melakukannya. Kita dapat berada di
depan Allah kapan saja.7

“Barangsiapa yang datang kepaka-Ku berjalan kaki, aku akan datang


kepadanya dengan berlari kecil. Barang siapa yang mengingat-Ku di
hadapan khalayak ramai, Aku akan sebut dia di hadapan seluruh
malaikat.”
Ini semakin memperkuat bahwa rahmat Allah, tergantung pada keinginan
seorang hamba, dan itu telah diberikan-Nya. Sebagian ulama mempertanyakan
rahasia tentang tidak adanya tâ ta‟nîts (menunjuk perempuan) pada kata qarîbun
atau dekat yang merujuk pada kata rahmatun yang muannats. Di kalangan Arab
kata ini sama pemakaiaannya untuk muzakkar atau muannats. Artinya rahmat

6
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 665
7
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h.665
47

Allah mendekati orang yang berbuat baik. Jadi persoalan ini bukan rahmat yang
didekatkan tapi kebaikan itu yang mendekatinya.

Hemat penulis ayat ini berisi larangan berbuat kerusakan di muka bumi,
yang mana berbuat kerusakan merupakan salah bentuk pelampauan batas. Alam
raya diciptakan Allah Swt. dalam keadaan yang harmonis, serasi, dan memenuhi
kebutuhan makhluk. Allah Swt. telah menjadikannya dalam keadaan baik, serta
memerintahkan hamba-hambaya untuk memperbaikinya.

Salah satu bentuk perbaikan yang dilakukan oleh Allah adalah dengan
diutusnya para Nabi sebagai roll model atau contoh untuk meluruskan dan
memperbaiki kehidupan di masyarakat. Maka merusak setelah diperbaiki jauh
lebih buruk daripada sebelu diperbaiki. Karena ayat tersebut secara tegas
menggaris bawahi larangan tersebut, walaupun memperparah kerusakan atau
merusak sesuatu yang baik juga dilarang.

Larangan membuat kerusakan ini mencakup semua bidang, seperti merusak


pergaulan, jasmani dan rohani orang lain, kehidupan dan sumber-sumber
penghidupan (pertanian, perdagangan, dan lain-lain), merusak lingkungan hidup,
dan sebagainya. Allah menciptakan bumi dengan segala kelengkapannya
ditujukan kepada manusia agar dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk
kesejahteraan mereka.

Hakikat diciptakannya manusia dengan kelengkapan alam semesta semata-


mata untuk menyembah Allah. Agar manusia mendapatkan kedudukan yang
tinggi, maka manusia dituntut untuk bertanggungjawab terhadap perbuatannya

Pada akhir ayat dijelaskan “Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik”. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
suratAl-Rahman ayat 60:

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (Q.S. Al-


Rahman:60)
Maka barang siapa melaksanakan ibadah dengan baik, maka akan
memperoleh balasan yang baik pula. Dalam hal ini, Allah juga menyeru untuk
berbuat baik dalam segala hal dan mengharamkan berbuat jahat dalam segala hal.
48

3. Surat Al-Baqarah Ayat 205

ُّ‫ٱَّللُ ََل ُٔ ِحب‬ َ ‫ض ِىُٕ ۡف ِضذَ فِٕ ٍَب ٍََُٔۡ يِلَ ۡٱى َح ۡش‬
َّ ََ ‫د ََٱىىَّ ۡض َّۚ َو‬ ِ ‫صعَ ّٰ فِٓ ۡٱۡل َ ۡس‬
َ ّٰ َّ‫ََإِرَا حَ َُى‬
)ٕٓ٦( َ‫ضبد‬ َ َ‫ۡٱىف‬

“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk


mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.” (Q.S. Al-Baqarah
[2]: 205).

Mahasuci Allah yang mengetahui hal yang ghaib dan menciptakan langit,
karena Dia yang menjaga kita antara satu dengan yang lain. perlu disyukuri karena
Allah telah menutupi rahasia kita, karena hati selalu berbolak-balik. Kalau anda
mengetahui hati saya di saat tidak menyenangimu, mungkin anda tidak akan
melupakannya untuk selama-lamanya. Mungkin anda akan berpikiran buruk
kepada saya, untuk selama-lamanya.

ِ ‫صر َع ّٰ فِرٓ ْاۡل َ ْس‬


‫ض ِىُٕ ْفضِرذَ فِٕ ٍَرب‬ َ ّٰ َّ‫ََ ِإرَا حَ َرُى‬ Dan apabila ia berpaling (dari

kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya. ّٰ َّ‫حَر َرُى‬


mempunyai arti, berpaling dan mengikuti tema setia. Maksudnya bila seseorang
berkata kepadamu membuatmu takjub, namun bila berpaling darimu dia memutar
balik perkataan yang telah diucapkannya itu. Tatkala dia sudah berpaling darimu
dia akan setia kepada yang lain.8
َ ‫ض ِىُٕ ْف ِضذَ فِٕ ٍَب ََُٔ ٍْيِرلَ ْاى َح ْرش‬
‫د ََاىىَّضْر َو‬ ِ ‫صعَ ّٰ فِٓ ْاۡل َ ْس‬
َ ّٰ َّ‫ ََإِرَا حَ َُى‬Dan apabila
ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan
padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak. Sebelum ada campur
tangan manusia, bumi diciptakan dalam keadaan tertata rapi, kerusakan di bumi
akibat ulah perbuatan manusia. Kenapa manusia sering mengeluh krisis makanan,
dan tidak mengeluh karena krisis udara. Hal ini disebabkan karena udara tidak ada
campur tangan manusia padanya.
Pencemaran air juga akibat campur tangan manusia, mungkin kita tidak
menyalurkannya melalui pipa yang bagus, maka terjadilah pencemaran,

8
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 644.
49

sejauhmana terjadi campur tangan manusia sejauh itulah terjadi pencemaran.


Dahulu orang mengambil air langsung dari sumbernya, seperti mata air yang
murni diciptakan Allah tanpa ada campur tangan manusia, maka tidak pernah
terjadi pencemaran.
Kalau begitu kerusakan terjadi akibat manusia dalam mengolah kehidupan
yang tidak dibimbing dengan Iman. Makhluk selain manusia tidak punya manhaj,
tapi dia diciptakan dengan insting untuk menjalankan tugasnya. Seekor binatang
misalnya tidak pernah berontak di saat engkau tunggangi, dan tidak pernah mogok
membawa beban yang berat, atau minta tolong ketika membajak sawah atau
mengairinya sawah. Hingga saat dipotong sekalipun dia tidak enggan. Karena dia
ciptakan dengan insting untuk melaksanakan tugas yang bermanfaat tanpa ikhtiar.
Meskipun sewaktu-waktu dia enggan disebabkan sesuatu hal seperti sakit.
Manusia yang berbuat dengan ikhtiar harus memakai manhaj “berbuat atau
tidak berbuat”. Bila konsisten dengan manhaj ini, kehidupan akan berjalan stabil,

bila tidak kehidupan akan rusak. Itulah makna yang kita pahami dari ّٰ َّ‫ََ ِإرَا حَ َرُى‬
ِ ‫صعَ ّٰ فِٓ ْاۡل َ ْس‬
‫ض ِىُٕ ْف ِضذَ فِٕ ٍَب‬ َ dan apabila dia berpaling (dari mukamu) ia berjalan
di bumi untuk mengadakan kerusakan.

Ayat di atas mengindikasikan bahwa kerusakan itu membutuhkan aksi dan


pekerjaan, dan cara yang paling sederhana merawat alam dan makhluk di dunia ini
(selain manusia) adalah membiarkannya hidup dan berkembang biak apa adanya
sesuai dengan kodratnya, niscaya dia akan berkembang dengan sempurna sesuai
dengan yang diharapkan. Pada dasarnya bumi beserta apa yang ada di atasnya
hidup dalam keadaan baik dan alami. Maka bila manusia tidak berusaha untuk
menambah kebaikan jangan pula berusaha untuk merusaknya. 9

ِ ‫ََإِرَا قِٕ َو ىَ ٍُ ۡم ََل ح ُ ۡف ِضذَُاْ فِٓ ۡٱۡل َ ۡس‬


ٓ َ َ‫ض قَبىُ ُٓاْ إِوَّ َمب و َۡح ُه ُمۡۡ ِي ُحُنَ (ٔٔ) أ‬
‫َل إِوَّ ٍُ ۡم‬
)ٕٔ( َ‫ٌُ ُم ۡٱى ُم ۡف ِضذَُنَ ََ ٰىَ ِنه ََّل َٔ ۡشعُ ُشَن‬
“Bila dikatakan kepada mereka janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi, mereka menjawab, “Sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan, ingatlah! Sesungguhnya mereka itulah orang-

9
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 645
50

orang yang membuat kerusakan tetapi mereka tidak sadar.” (Q.S. Al-
Baqarah [2]: 11-12).
Dari sini dapat dipahami, bahwa mereka menyangka bumi perlu tenaga
mereka untuk perbaikannya, sekalipun bumi akan tetap baik tanpa mereka, karena
mereka sendiri bekerja tanpa manhaj Allah.

Dari ayat ini dapat dipahami arti ketiga dari ّٰ َّ‫حَر َرُى‬ yaitu berkuasa.

Maksudnya apabila manusia berkuasa di muka bumi ini dia pasti akan
merusaknya, kecuali bila ia mengikuti manhaj Allah. Selama manusia punya
ikhtiar maka wajib baginya untuk mengikuti manhaj yang tinggi untuk menjaga
ikhtiar itu sendiri, bila tidak bermanhaj dia akan menuruti hawa nafsunya yang
berakibat kerusakan dan ini tidak mustahil. Perhatikanlah kedunguan orang yang
membuat kerusakan di muka bumi, apakah dia menyangka bahwa yang akan
rusak di bumi ini adalah dia sendiri tanpa mengganggu orang lain. Dia lupa suatu
hakekat, sebagaimana dia merusak yang lain, begitu juga dia akan dirusak, Semua
kita akan rugi.10

Kembali kepada firman Allah Swt yang sedang kita kaji saat ini ّٰ َّ‫ََ ِإرَا حَ َرُى‬
َ ‫ض ِىُٕ ْف ِضذَ فِٕ ٍَب ََُٔ ٍْيِلَ ْاى َح ْرش‬
‫د‬ ِ ‫ص َع ّٰ فِٓ ْاۡل َ ْس‬
َ apabila dia berpaling (dari mukamu),
ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak
َ ‫ ْاى َح ْرش‬mempunyai dua arti: ladang dan
tanam-tanaman dan binatang ternak. Kata ‫د‬

istri. Arti pertama itu terdapat pada Q.S. Al-Anbiyâ` [21]: 78.

“Dan (ingatlah!) kisah nabi Daud dan Sulaiman di waktu keduanya


memberi keputusan mengenai al-harts (tanaman). Karena tanaman itu
dirusak kambing kepunyaan kaumnya.” (Q.S. Al-Anbiyâ` [21]: 78).

Tanaman merupakan merupakan hasil dari pengolahan tanah dan zat


penyuburan. Manusia melaksanakan pembibitan, penyiraman dan dia akan besar
pada udara yang diciptakan Allah. Oleh karena itu Allah mengingatkan kita
dengan firmal-Nya:

“Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang


menumbuhkannya ataukah kami yang menumbuhkannya?”. (Q.S. Al-
Wâqi„ah [56]: 63-64).

10
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 648
51

Arti kedua dari َ ‫ ْاى َح ْرش‬yaitu istri, Istri kamu adalah ‫د‬
‫د‬ َ ‫ْاى َح ْرش‬ (ladang) bagi

kamu, (Q.S. Al-Baqarah [2]: 223). Bila bercocok tanam bertujuan menghasilkan
tumbuh-tumbuhan, begitu juga istri adalah untuk melahirkan keturunan,
Datangilah harts (istrimu) bagaimana kamu senangi, (QS al-Baqarah: 223) ayat
ini juga mengindikasikan boleh menikmati seluruh tubuh istri selama hal itu

dilakukan di tempat َ ‫( ْاى َح ْش‬ladang). Ladang adalah tempat tumbuh, maka ‫د‬
‫د‬ َ ‫ْاى َح ْرش‬
(ladang) pada diri istri adalah vaginanya. Artinya, dilarang untuk menikmatinya di
tempat lain, seperti pada dubuannya. Karena tempat itu tidak akan bisa digunakan
sebagai tempat melahirkan keturunan. Untuk itu Allah mengecap orang yang
mengucapkan perkataan yang manis tetapi berbuat kerusakan di muka bumi

dengan firmannya َ ‫ ََُٔ ٍْيِلَ ْاى َح ْش‬membinasakan ladang keturunan.


‫د ََاىىَّ ْض َو‬

Ayat tersebut diakhiri dengan bunyi َ َ‫َّللاُ ََل ُٔ ِحربُّ ْاىف‬


‫ضربد‬ َّ ََ dan Allah tidak

suka kepada kerusakan. Artinya Allah menghendaki jika kamu tidak dapat
memberikan sumbangan pemikiran yang telah diberikan Allah kepadamu, maka
paling tidak biarkan fenomena itu seperti apa adanya, Allah tidak menyukai
kerusakan, karena semua yang diciptakan-Nya sudah baik.11
Ayat yang telah lalu hanya suatu gambaran dan bentuk-bentuk sambutan
dakwah Islam pada fase pertama. Di antara mereka ada yang menyikapinya
dengan kemunafikan yang kental, mereka mengucapkan perkataan dan perbuatan
yang menakjubkan orang. Kita ketahui bahwa kemunafikan adalah tantangan
utama umat Islam, oleh sebab itu kemunafikan tidak ada di Makah, tapi muncul di
Madinah, dan di antara penduduk Madinah mereka keterlaluan dalam
kemunafikan (Q.S. Al-Taubah [9]: 101).

Bagaimana muncul kemunafikan di lingkungan iman yang kuat di kota


Madinah, Karena Islam di Mekah masih lemah, yang lemah tidak akan dinifakkan
oleh seseorang, sedang Islam di Madinah sudah kuat, yang kuat akan selalu
menemukan musuh dalam selimut yang terkenal dengan identitas mereka sebagai
munafik. Jelaslah, adanya kemunafikan di Madinah sebagai fenomena telah

11
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 649
52

kuatnya iman sebagaimana yang diakui oleh musuh-musuh Islam pada saat itu.
Mereka mengucapkan perkataan yang indah dan bagus, kadang-kadang mereka
berbuat baik di depan orang Islam, tetapi bila mereka berpaling, mereka kembali
ke agama mereka, atau bila mereka merasa aman mereka berbuat kerusakan.
Ayat ini memaparkan tanggapan kaum muslimin terhadap suatu
kemunafikan. Ayat ini membuka skandal orang-orang munafik yang di antara
tokohnya adalah al-Akhnas. Allah menceritakan hal mereka dan mengingatkan
orang mukmin agar selalu tanggap terhadap mereka. Berkenaan dengan sikap
orang-orang munafik, dimana mereka selalu berusaha menghancurkan sawah dan
ladang kaum muslim. Perilaku perusakan disini memang bukan untuk
memperkaya dirinya, namun terdorong oleh kebencian terjadap umat muslim.
Meskipun begitu term Fasad disini yang berarti merusak sawah ladang dan
tanamal-tanaman atas dasar kebencian, juga menvangkup segala perbuatan yang
tidak bermanfaat, termasuk merusak lingkungan. Sehingga menurut al-Razi12 jika
perilaku merusak tersebut dilakukan oleh orang Islam, maka ia juga yang
termasuk dikritik oleh ayat ini, atau layak menyandang sifat munafik. 13
Dari penjelasan secara deskriptif tentang term fasad bisa dijelaskan sebagai
berikut: untuk term fasad, jika berbentuk masdar dan berdiri sendiri maka
menunjukkan kerusakan yang bersifat bissi atau fisik, seperti banjir, pencemaran
udara, dan lain-lain. dan jika berupa kata kerja atau fi‟il atau bentuk masdar
namun sebelumnya kalimat fi‟il maka yang terbanyak adalah menunjukkan arti
kerusakan yang bersifat non fisik atau maknawi, seperti kafir, syirik, munafik, dan
semisalnya.
Dengan demikian, bisa dipahami bahwa kerusakan yang bersifat fisik pada
hakikatnya merupakan akibat dari kerusakan non fisik atau mental.
Argumentasinya adalah bahwa ayat-ayat yang bisa diidentifikasi sebagai yang

12
Abu Abdullah, Abu al Fadhl Muhammad ibnu Umar ar Razi, atau lebih popular dengan
nama Imam ar Razi dan Fakhr ar Razi, merupakan salah seorang ensiklopedis Islam terbesar di
sepanjang masa. Sebagian kalangan bahkan menganggap beliau sebagai argumentator Islam
(Hujjatul Islam), setelah Imam Al Ghazali. Dengan multi-telenta yang dimilikinya, beliau mampu
menguasai berbagai bidang ilmu, seperti Filsafat, sejarah, matematika, astronomi, kedokteran,
teologi dan tafsir. MOZAIK PERADABAN ISLAM, Published on 18 September, 2017. Dikutip
pada 7 Desember 2018, 13.03.
53

menujukan makna kerusakan lingkungan juga tidak secara spesifik dinyatakan


sebagai akibat langsung dari perilaku manusia, seperti illegal loging, pencemaran
udara, dan lain-lain. dari sini, bisa dilihat adanya korelasi positif antara kerusakan
lingkungan dengan rusaknya sikap mental atau keyakinan yang menyimpang.
Jika demikian, menurut penulis keruskakan akidah yang dianggap sebagai
sebab keruskan lingkungan, mestinya bukan diukur dari benar atau salahnya
akidah seseorang, akan tetapi diukur dari perilakunya, atau bisa dipahami, bahwa
perilaku menyimpang, merusak, dan tidak bermanfaat sebenarnya menjadi
cerminan rusaknya mental sesorang.
Golongan manusia semacam ini, dapat dikategorikan sebagai golongan
munafik yang apabila ia telah meninggalkan orang yang ditipunya itu, ia
melaksanakan tujuannya yang sebenarnya. Ia melakukan kerusakan-kerusakan di
atas bumi, tanaman-tanaman dan buah-buahan dirusak dan binatang ternak
dibinasakan, apalagi kalau mereka sedang berkuasa, di mana-mana mereka
berbuat sesuka hatinya, korupsi, memakan makanan haram, bahkan menodai
wanita dan lain sebagainya.
Tidak ada tempat yang aman dari perbuatan jahatnya. Fitnah di mana-mana
mengancam, hingga masyarakat merasa ketakutan. Sifat-sifat semacam ini, tidak
disukai Allah sedikit pun. Dia murka kepada orang-orang yang berbuat demikian,
begitu juga kepada setiap orang yang perbuatannya kotor, menjijikkan. Hal-hal
yang lahirnya baik, tetapi tidak mendatangkan maslahat, Allah tidak akan
meridainya karena Dia tidak memandang cantiknya rupa dan menariknya kata-
kata, tetapi Allah memandang kepada ikhlasnya hati dan maslahatnya sesuatu
perbuatan.
Oleh sebab itu, Allah mendedikasikan untuk senantiasa menjaga bumi ini
jika perilaku penduduknya mencerminkan seseorang muslih sebagai antonim dari
mufsid, yaitu senantiasa berusaha untuk mengembangkan kebjikan yang bersifat
sosial. Dengan kata lain, memeiliki dampak secara nyata dalam kehidupan
kemanusiaan dan lingkungan hidup secara umum.
54

4. Surat al-A‟râf Ayat 74

ُ ‫ض حَـخ َّ ِخزُ َۡنَ ِم ۡه‬


‫ص ٍُ ُۡ ِى ٍَب‬ َ ۡ ِّ‫ََ ۡار ُم ُش َۡۤۡا ا ِۡر َج َعيَـ ُن ۡم ُخيَفَب ٓ َء ِم ۢۡه بَعۡ ِذ َعبد ََّبَ َُّاَ ُم ۡم ف‬
ِ ‫اَل ۡس‬
َ‫ض ُم ۡف ِضذ ِۡٔه‬ ِ ‫اَل ۡس‬ ِ ‫ۡ ُۡسا ََّحَ ۡـى ِحخ ُ ُۡنَ ۡاى ِجبَب َه بُُٕ ُۡحب َّۚ فَ ۡبر ُم ُش َۡۤۡا ٰا ۤۡ ََل َء ه‬
َ ۡ ِّ‫َّللا ََ ََل حَعۡ ثَ ُۡا ف‬ ُ ُ‫ق‬

Artinya: Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-


pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum „Ad dan memberikan tempat
bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar
dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah
nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat
kerusakan.

Sebelumnya Allah berkata: “wadzkuruu idz ja‟alkum khulafa‟a min ba‟di


qaumi nuhi”dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu
sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh. (QS
al-A‟raf[7]:69)

Pada ayat bahasan ini Allah Swt berfirman: “wadzkuruu idz ja‟alkum
khulafa‟a min ba‟di qaumi nuhi ba‟da aadi” ingatlah ketika Dia menjadikan
kamu sebagai khalifah setelah kaum „Ad, karena hubungan kaum Tsamud dengan
„Ad masih dekat. Kisah mereka masih diingat dengan baik. Adapun kisah Nabi
Nuh sudah lama dan telah dilupakan.14

Allah mengingatkan mereka bahwa Dia telah menjadikan bumi ini sebagai
tempat tinggal. Pada tempat-tempat yang datar, mereka dapat membangun istana.
Dan mereka juga memahat gunung untuk tempat tinggal. Umur manusia di saat
itu lanjut dan panjang, satu orang dapat melampaui dua generasi rumah. Artinya
dua rumah berganti untuk satu orang. Untuk tujuan itu, mereka memahat gunung
untuk dijadikan rumah agar bertahan lama. Ketika manusia melihat rumah umat
Nabi Shaleh, maka akan terbayang kekuasan Allah dalam mengingatkan manusia,
ini juga termasuk nikmat Allah. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan. Nikmat Allah

14
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 691
55

tidak terhitung, maka mereka diingatkan untuk tidak menebarkan kerusajan di


muka bumi. 15

Dalam ayat ini asy-Sya‟rawi kembali memberi pelajaran kemada manusia


untuk senantiasa bersyukur dengan banyaknya nikmat Allah yang tak ternilai
dengan menjaga ciptaan-Nya termasuk bumi sebagai tempat tinggal manusia.
Pada ayat ini sesudah Nabi mengajak kaumnya menyembah Allah dan menasihati
mereka supaya berbuat baik kepada unta itu barulah diingatkan kepada mereka
nikmat-nikmat Allah yang mereka peroleh antara lain mereka diberi kekuasaan
dan kekuatan untuk memakmurkan bumi ini sebagai pengganti kaum `Ad.

Mereka kaum Tsamud diberi oleh Allah kecakapan dan kesanggupan


membuat istana-istana dan pengetahuan membuat bahan-bahan bangunan seperti
batu bata, kapur, dan genteng dan keahlian serta ketabahan dalam memahat bukit-
bukit dan gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah kediaman dan tempat
tinggal mereka pada musim dingin menjadikan bukit dan gunung sebagai rumah
untuk menghindarkan bahaya hujan dan dingin dan barulah mereka keluar dari
bukit itu pada musim-musim lain guna pertanian dan pekerjaan-pekerjaan yang
lain.

Inilah kenikmatan yang di serukan Allah, supaya mereka mengingati


nikmat-nikmat Allah tersebut agar mereka bersyukur kepada-Nya dengan hanya
menyembah kepada-Nya dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang merusak di
atas bumi ini antara lain perbuatan yang tidak diridai oleh Allah berupa kekufuran
dan kemusyrikan serta kezaliman.

5. Surat asy-Syua‟arâ Ayat 152

ِ ‫اىَّزِٔهَ ُٔ ْف ِضذَُنَ فِٓ ْاۡل َ ْس‬


ْ ُٔ ‫ض ََ ََل‬
َ‫ۡ ِي ُحُن‬

“Yang membuat kerusakan di bumi dan tidak mengadakan perbaikan.”


Orang yang melampaui batas disifatkan dengan perusak di bumi dan bukan
muslihin. Seakan-akan bumi telah diciptakan dalam keadaan layak dan baik, tapi

15
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 691
56

saat manusia campur tangan terjadilah kerusakan. Untuk itu telah sering kita
ucapkan: “Bila kita melihat alam raya di sekeliling kita pasti ia dalam keadaan
yang sangat baik, selama belum ada campur tangan manusia, bila manusia telah
campur tangan timbullah tanda-tanda kerusakan.”

Bila manusia tanpa agama mengatur alam dapat dipastikan alam akan rusak,
tetapi bila manusia mengaturnya berdasarkan manhaj agama niscaya alam
semakin baik dan terpelihara. Minimal manusia akan meninggalkan alam ini
dalam keadaannya yang baik. Contoh, bila aku bertemu sumur maka yang
dilakukan manusia adalah memperbaikinya dengan mendinding bibir sumur agar
kotoran dan batu tidak masuk ke dalamnya, serta memudahkan manusia menimba
air darinya, atau minimal dibiarkan sumur itu apa adanya dengan cara tidak
merusaknya,

ُّ‫َّللاُ ََل ُٔ ِحب‬ َ ‫ض ِىُٕ ْف ِضذَ فِٕ ٍَب ََُٔ ٍْيِلَ ْاى َح ْش‬
َّ ََ ۗ ‫د ََاىىَّ ْض َو‬ ِ ‫صعَ ّٰ فِٓ ْاۡل َ ْس‬
َ ّٰ َّ‫ََإِرَا حَ َُى‬
َ َ‫ْاىف‬
َ‫ضبد‬

Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk


mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. (QS al-Baqarah [2]:
205)

Kaum ini tidak saja digambarkan sebagai perusak, tapi dilanjutkan lagi
dengan “wala yuslihun” dan tidak mengadakan perbaikan. Manusia terkadang
merusak dan tidak pernah memperbaikinya.

Permasalahan hidup ini timbul saat manusia menciptakan sesuatu dan


melihat sepintas hal itu adalah baik, padahal di balik itu terdapat kerusakan,
karena mereka tidak melihat aspek norma dan etika. Contohnya, pembasmi
serangga yang ditemukan manusia sebagai pembuka gerbang sains yang berperan
penting membasmi ulat kapas dan serangga tanaman lainnya. Setelah berjelag
waktu ditemukan bahwa pembasmi serangga itu menjadi wabah bagi manusia, di
mana tumbuhan dan binatang ternak keracunan karenanya, dan berakhir pada
keracunan makanan yang dikonsumsi manusia. bahkan air, irigasi dan burung pun
57

keracunan. Sampai pada puncaknya dapat kita katakan bahwa pembasmi serangga
itu merusak alam yang telah diciptakan Allah.16

َ ‫ص ْعُٕ ٍُ ْم فِٓ ْاى َح َٕبةِ اىذُّ ْو َٕب ٌََُ ْم َٔ ْح‬


َ‫ضبُُن‬ َ َ‫ض ِشٔهَ اىَّزِٔه‬
َ ‫ض َّو‬ َ ‫قُ ْو ٌ َْو وُىَبّـِئ ُ ُنم ِببَلَ ْخ‬
ُ َ‫أَ َّو ٍُ ْم ُٔ ْح ِضىُُن‬
‫ص ْىعب‬

Katakanlah: “Apakah akan kami beri tahukan kepadamu tentang orang-


orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah
sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka
menyangkan bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (QS al-Kahfi [18]:
103-104).
Analisa penulis dalam ayat ini sependapat dengan asy-Sya‟rawi dalam hal
campur tangan manusia dalam penjangaan lingkungan dapat berbalik menjadi
kerusakan lingkungan apabila perilakunya tak sesuai dengan tuntunan al-Qur‟an
dan sunah Nabi.
Dalam konteks ayat di atas ayat sebelumnya menjelaskan tentang
bagaimana kaum Tsamud mengadakan kerusakan ditegah-tengah kaum Nabi
Shaleh. Sejalan dengan apa yang disampaikan asy-Sya‟rawi, bahwa mereka
mengajak orang-orang untuk ingkar kepada Allah dan terjun kedalam
kemusyrikan dan mengajak manusia kepada kekafiran dan kemaksiatan, maka
Nabi Saleh mengingatkan kaumnya agar tidak tertipu oleh beberapa orang itu
karena sikapnya yang melampaui batas; yang mengadakan kerusakan di bumi dan
tidak mengadakan perbaikan. Namun nasehat Nabi Saleh tidak mereka hiraukan,
bahkan mereka mengatakan, "Sungguh, engkau hanyalah termasuk orang yang
kena sihir,”

16
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 106
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan seluruh pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari berbagai penafsiran yang ditampilkan oleh al-Sya’rawi Al-Sya’rawi
menafsirkan secara umum sebagaimana pendapat-pendapat ulama’
sebelumnya mengemukakan pertentangan antara tauhid dan syirik. Ajaran
tauhid berkaitan dengan tanda-tanda kekuasaan Allah. Tauhid berarti
keesaan Allah. Ajaran syirik menunjukkan sebaliknya, yakni enggan
meyakini kekuasaan Allah. Orang yang jiwa tauhidnya rapuh pasti
cenderung berbuat kerusakan. Jadi, hubungan antara kuatnya tauhid dan
kebaikan moral sangat erat. Rapuhnya tauhid menjadikan seseorang
bermental buruk dan dapat sewenang-wenang merusak ciptaan Allah Swt.
2. Menurut al-Sya’rawi, jika manusia menginginkan rahmat Allah Swt maka
hendaknya manusia itu sendiri berbuat kebaikan. Karena Allah menurunkan
rahmatnya tergantung pada perilaku manusianya dalam memelihara fasilitas
yang Allah berikan kepada manusia. artinya Allah akan menurunkan
rahmat-Nya bagi manusia yang berbuat baik. Term Ishlah disini
bertentangan dengan kata Fasad. Artinya manusia dilarang keras untuk
melakukan kerusakan atau sesuatu yang tidak mendatangkan kemanfaatan
baik menyangkut perilaku seperti mencemari sungai, menebang pohon, dan
mengeksploitasi alam lainnya. Pun dengan perusakan akidah seperti
kemusyrikan, kekufuran atau bentuk kemaksiatan lainnya. Ulama
berpendapat menyangkut akidah bukanlah perbaikan fisik. Artinya, Allah
Swt. telah memperbaiki bumi ini dengan mengutus Rasul, menurunkan al-
Qur’an sebagai petunjuk bagi orang-orang beriman, dan penetapan syari’at
Melihat hal ini, terjadinya kerusakan mental akan menjadi sebab terjadinya
kerusakan fisik.
3. Menurut penafsiran al-Sya’rawi, jika manusia melakukan kerusakan
terhadap alam (benda) yang sudah diperbaiki oleh Allah Swt maka manusia

59
60

dinilai melakukan dua kali perusakan yakni kerusakan pertama manusia


tidak mampu melestarikan alam yang sudah diperbaiki yang kedua manusia
justru melakukan kerusakan.
4. Dari analisa tersebut, dapatlah penulis membuat kesimpulan bahwa al-
Qur’an, dalam hubungan manusia dengan bumi serta dengan seluruh alam
semesta, adalah upaya untuk menumbuhkan rasa cinta dan menanamkan
rasa kasih sayang terhadap sekelilingnya yang terdiri dari makhluk hidup
dan makhluk mati, harus dilihat sebagaimana layaknya makhluk seperti kita
juga.

B. Saran
Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan rahmat-Nya kepada kita
semua, khususnya kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan penelitian ini.
Penulis sadari bahwa karya yang berjudul “FASÂD AL-ARḌI DALAM TAFSIR
AL-SYA’RAWI” ini masih jauh dari kesempurnaan, dari itu penulis mohon kepada
pembaca agar memberi masukan dan saran.
Dari saat penulis mengerjakan tulisan ini, ada beberapa hal yang terdetik
dalam benak penulis, dan ini merupakan saran untuk penulis khususnya dan siapa
saja yang membaca tulisan ini, yaitu:
1. Terasa sekali bagi penulis, bahwa untuk membuat sebuah tulisan atau karya
kita butuh ilmu pengetahuan yang luas, dari itu janganlah puas dengan apa
yang kita dapatkan sekarang, tapi marilah kita tetap mencari dan menggali
ilmu.
2. Siapapun yang telah membaca tulisan ini, semoga dapat menerapkan
pelajaran yang terkait dengan tulisan ini dalam kehidupan sehari-hari.
Karena tawakkal yang benar kepada Allah Swt. sesuai dengan tujuan dan
kondisi dapat meningkatkan taqwa dan iman kepada Allah Swt.
3. Kepada generasi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, mari kita lanjutkan perjuangan
ulama’ terdahulu dengan tetap eksis mengkaji dan mempelajari serta
mengembangkan kitab warisannya. Semoga kita juga dapat membuat karya-
karya yang bermanfaat seperti ulama’ terdahulu.
61

Terakhir, semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya, tidak sekadar membaca tapi mampu untuk
mengaplikasikan sikap lebih bijaksana menjaga alam dalam kehidupan kita,
sehingga kita mampu menjadi hamba-hamba yang bertaqwa dan mulia disisi-Nya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdhusshamad, Muhammad Kamil. Mukjizat Ilmiah Dalam Al-Qur’an. Jakarta:


Akbar Media, 2005.

Abdillah, Mujiono. Agama Ramah lingkungan. Jakarta: Paramadina, 2001.

Abdullah, Irsyadul Haq bin, Metode Tafsir Syeikh Muhammad Mutawalli al-
Sya’rawi, Disertasi Sarjana Di Fakultas Pengajian Islam Universiti
Kebangsaan Malaysia.

Abdullah, Mudhofir. Al-Qur’an dan Konservasi Lingkungan, Argumen


Konservasi Lingkungan Sebagai Tujuan Tertinggi Syari’ah. Jakarta: Dian
Rakyat, 2010.

Ashar, Ali, "Fasad Fi Al-Ard Menuruf Al-Tabari (Studi Tentang Penafsiran Kitab
Jami' Al-Bayan 'An Tak'wil Ay Al-Qur'an Karya Al-Thabari” Skripsi Fakultas
Ushuluddin. Prodi Tafsir Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005.

Ayâzî, Muhammad Ali. Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum. Teheran:


Mu‟assasah al-Taba‟ah wa al-Nasyr, 1373 H.

Azra, Azyumardi. Sejarah Ulumul Qur’an: Bunga Rampai, I. Jakarta: Pustaka


Firdaus, 1999.

Baiquni, Achmad. “Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”. Jakarta:


Bhakti Prima Yasa, 1995.

Bakar, Osman. Tauhid & Sains: Perspektif Islam Tentang Agama & Sains.
Jakarta: Pustaka Hidayah, 2010.

Al-Banna, Gamal. Evolusi Tafsir: Dari Jaman Klasik Hingga Jaman Modern, terj.
Novriantoni. Jakarta Timur: Qisthi Press, 2004.

Al-Baqi, Muhammad Fu‟ad Abd. Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfad al-Qur’an.


Beirut: Dar al-Fikr, 1994.

Darmono. Lingkungan Hidup Dan Pencemaran: Hubungannya dengan


Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta : UI Press, 2001.

Departemen Agama RI, Mukadimah Al-Qur‟an dan Tafsirnya: Edisi yang


Disempurnakan. Jakarta: Penerbit Lentera Abadi, 2010

El-Naggar, Zaghloul. Selekta Dari Tafsir Ayat-Ayat Kosmos dalam Al-Qur’an Al-
Karim. Jakarta: Gema Insani Press, 2010.

62
63

Fakhry, Majid. Ibnu Khaldun. Jakarta: Grapindo 2001.

Fauzi, Muhammad. Al-Syeikh al-Sya’rawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah.


Kaherah: Dar al Nashr, 1990.

Gajah Mada Tim Press, “Jagat Biru Rahayu Lingkungan dan Kehidupan
Bermartabat, Yogyakarta: UGM Press, 2001.

Gharib, Makmun. Al-Imam al-Sya’rawi wa Haqaiq al-Islam. (Maktab al-Gharin,


Kaherah, 1987.

Ghazali, Mohd Rumaizuddin. Jejak Ulama: Syiekh Muhammad Mutawalli al-


Sya'rawi Tokoh Tafsir Mesir Abad 21, dalam www.abim.org. Akses 11
November 2018 pukul 00.56.

Hamzah, Andi. Penegakan Hukum Lingkungan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

http://islamuna-adib.blogspot.com/ di akses pada 11 November 2018 pukul 00.41.

Jauhar, Ahmad al-Mursi Husein. Al-Syeikh Muhammad al-Mutawalli al--


Sya’rawi: Imam al-„Ashr.

Jazuli, Ahzami Samiun, Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an. Jakarta: Gema


Insani Press, 2006.

Karim, Moch. Faisal, “The End Of Future” Yogyakarta: Andi Offset, 2004.

KBBI. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016.

Keraf, A. Sonny. Etika Lingkungan Hidup, Jakarta: KOMPAS, 2010.

Khambali, I. “Manajemen Penaggulangan Bencana” Yogyakarta: Penerbit


ANDI, 2017.

Al-Kumayi, Sulaiman. 99 Q Kecerdasan, 99 Cara Meraih Kemenangan, dan


Ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99 Asma Allah. Bandung: Hikmah,
2003.

Kusuma, Hendro. Penafsiran Al-Thabari dan Al-Sya’rawi Tentang Makanan,


(Skripsi: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta:, 2009).

Mangunjaya, M. Fachruddin. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta: Yayasan


Obor Indonesia, 2005.

Marfai, Muh. Aris. Moralitas Lingkungan: Refleksi Kritis atas Krisis Lingkungan
Berkelanjutan. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005.
64

Mohamed, Yasien. Insan Yang Suci: Konsep Fitrah dalam Islam, terjemahan oleh
Masyur Abadi, Judul asli Fitrah Al-Insan Fi Al-Islam. Bandung: Mizan,
1997.

Mu‟tasim, Radjasa. Pendidikan Etika Lingkungan Hidup dalam al-Jami‟ah, tahun


1994, vol. 54.

Muhammadun, Muzdalifah, Konsep Kejahatan Dalam Al-Quran (Perspektif


Tafsir Maudhu’i), Jurnal Hukum Diktum, Volume 9, Nomor 1, Januari 2011.

Muhirdan, Etika Lingkungan Hidup Dalam Al-Qur’an, Tesis Program Pasca


Sarjana Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun 2008.

Mukhtar Dj, Muhamad. Kerusakan Lingkungan Perspektif Al-Qur’an (Studi


Tentang Pemanasan Global), Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Studi
Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Nata, Abuddin. Studi Islam Komperhesif. Jakarta: Kencana, 2011.

Al-Qaradhawi, Yusuf, Islam Agama Ramah Lingkungan terj. Abdullah Hakam


Shah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002.

Rabiah Z. Etika Islam Dalam Mengelol Bumi Jurnal EduTech Vol .1 No 1 Maret
2015.

Robbi, Moh Dai. Pendidikan Pelestarian Lingkungan Hidup Dalam Islam


Keseimbangan Ekosistem Prespektif Hadis. Vol 4 No 2, (2016): Jurnal Al
Ibtida.

Al-Sadr, Muhammad Baqir. “Pendekatan Tematik Terhadap Tafsir al-Qur’an”,


Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, No.4, Vol.1, 1990.

Siahaan, N.H.T. Hukum Lingkunan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga,


2004.

Silalahi, M. Daud. Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum


Indonesia. Bandung: P.T. Alumni 2001.

Soedarto, Lingkungan Dan Kesehatan. CV Sagung Seto Jakarta, 2013.

Soemarwoto, Otto. Analisa Mengenal Dampak Lingkungan. Yogyakarta: UGM


Press, 2001.

Suratmo, Gunarwan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gajah Mada


University Press: Yogyakarta, 2004.

Susilo, Rachmad K. Dwi. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: PT Raja Grapindo


Persada, 2018.
65

Al-Sya‟rawi, Syaikh Muhammad Mutawalli. Tafsir As-Sya’rawi, Penerj. Tim


Penerjemah Safir Al-Azhar. PT. Ikrar Mandiriabadi: Jakarta, 2010.

Syukur, Suparman. Etika Religius. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Wardhana, Wisnu Arya. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi


Offset, 2004.

Wijaya, A. Tresna Sastra Pencemaran Lingkungan, II. Pt Rineka Cipta: Jakarta,


2009.

Yunus, Badruzzaman M. Tafsir Asy-Sya’rawi : Tinjauan Terhadap Sumber,


Metode, dan Ittijah, Disertasi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

Zuhdi, Ahmad Cholil, “Krisis Lingkungan Hidup” Jurnal Mutawâtir, Vol. No.2,
Juli -Desember 2012.

Anda mungkin juga menyukai