SKRIPSI
Oleh:
BAGUS ERIYANTO
NIM: 11140340000075
Bagus Eriyanto
“FASÂD AL-ARḌI DALAM TAFSIR AL-SYA’RAWI”
Saat ini banyak sekali terjadi bencana-bencana alam, sebagaimana yang
telah dirasakan sendiri di Negara Indonesia ini. Begitu banyak bencana alam yang
terjadi itu dapat dikatakan berawal dari ulah tangan-tangan manusia yang tersesat
dalam kebebasan mereka untuk mengambil dan memanfaatkan segala sesuatu
yang ada di bumi ini yang diberikan oleh Allah Swt. kepada mereka dalam
tugasnya sebagai khalifah.
Fenomena yang terjadi saat ini khususnya di Indonesia tidak seperti yang
seharusnya dilakukan seorang manusia sebagai khalifah, kebanyakan fakta yang
saat ini terlihat, manusia dalam memelihara dan mengembangkan kehidupan
terkadang melampaui batas kewajaran dalam mengeksploitasi sumber daya yang
ada di bumi ini. Sehingga hal itu menimbulkan kerusakan-kerusakan di muka
bumi ini. Kerusakan dalam bahasa Arab disebut dengan kata Fasâd.
Al-Qur'an menyebutkan Fasâd dan segala bentuk derivasinya sebanyak 50
kali. Salah satu ayat yang membahas mengenai kerusakan alam ini adalah QS.Ar-
Rum ayat 41, dalam ayat tersebut sudah mencakup hampir keseluruhan dari
pembahasan mengenai Fasâd ini. Syaikh Mutawwali Asy-Sya’rawi adalah salah
satu mufasir yang penafsirannya banyak mengaitkan dengan ilmu-ilmu
pengetahuan. Seperti penafsirannya terhadap QS.Ar-Rum ayat 41, dengan
mengaitkan beberapa hal yakni tentang tugas manusia sebagai khalifah yang dapat
dilihat dalam penafsirannya.
Banyak orang salah dalam memahami kerusakan lingkungan ini. Mereka
beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana akibat faktor alami dari alam
itu sendiri tanpa merenungkan akibat dari ulah tangan manusia yang rakus dan
tamak. Inilah yang membuat penulis merasa terpanggil untuk menelitinya lebih
mendalam, dengan mengambil penafsiran dari Tafsir asy-Sya’rawi yaitu dengan
menggunakan metode tahlili atau analisis.
Karena penelitian ini termasuk dalam penelitian perpustakaan (Library
Reseach), maka penulis merujuk kepada Al-Qur’an Al-Karim, hadis-hadis
Rasulullah Saw, dan Tafsir as-Sya’rawi sebagai data primer. Kemudian didukung
oleh data dari literatur yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
Setelah dilakukan penelitian melalui bab per bab, maka sebagai hasil dari
kajian ini adalah pandangan as-Sya’rawi tentang Fasâd Al-Arḍi adalah,
banyaknya kerusakan dimuka bumi adalah sebab perbuatan tangan manusia yang
terlalu menuhankan hawa nafsu semata. Manusia sebagai khalifah di bumi
seharusnya dapat bersikap adil terhadap sesamanya maupun terhadap makhluk
lainnya, seperti apabila manusia mengambil manfaat dari makhluk lainnya maka
ia harus memberikan timbal balik sehingga terjadi keseimbangan antara keduanya.
Karena sesungguhnya antara manusia dan makhluk lain serta alam ini sama-sama
saling membutuhkan. Jika keadilan tersebut sudah dapat tercapai maka manusia
baru dapat dikatakan berhasil dalam tugasnya sebagai khalifah.
Kata Kunci: Fasâd Al-Arḍi, Kerusakan Bumi, Tafsir asy-Sya’rawi
KATA PENGANTAR
ﻣﻦ، وﻧﻌﻮذ ﺑﺎ ﻣﻦ ﺷﺮور أﻧﻔﺴﻨﺎ وﻣﻦ ﺳﯿﺌﺎت أﻋﻤﺎﻟﻨﺎ، ﻧﺤﻤﺪه وﻧﺴﺘﻌﯿﻨﮫ وﻧﺴﺘﻐﻔﺮه،إن اﻟﺤﻤﺪ
، وأﺷﮭﺪ أن ﻻ إﻟﮫ إﻻ ﷲ وﺣﺪه ﻻ ﺷﺮﯾﻚ ﻟﮫ، وﻣﻦ ﯾﻀﻠﻠﮫﻓﻼ ھﺎدي ﻟﮫ،ﯾﮭﺪه ﷲ ﻓﻼ ﻣﻀﻞ ﻟﮫ
وأﺷﮭﺪ أن ﺳﯿﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪا ﻋﺒﺪه ورﺳﻮﻟﮫ
Alhamdulillah, puji dan syukur bagi Allah SWT karena dengan rahmat dan
pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Agama Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini dengan sebagaimana
mestinya. Salawat dan salam kepada baginda Rasulullah SAW yang berjuang
membawa umat manusia ke jalan yang diridhai Allah SWT.
Sebagaimana yang diketahui bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis
banyak menghadapi cobaan dan rintangan, namun ini semua tidak mematahkan
semangat penulis untuk terus menyelesaikannya. Penulis juga menyadari bahwa
dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan yang tentunya tidak
disengaja. Namun berkat bimbingan dari berbagai pihak, maka penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini, pada tempatnyalah penulis mengucapkan berbanyak
terima kasih yang tidak terhingga kepada mereka yang telah banyak membantu
penulis, baik secara langsung maupun tidak secara langsung. Secara khusus penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kepada Yth. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Rektor, Prof. Dr. Masri Mansoer M.A.
selaku Dekan Fakutas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Kepada Yth. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M. A. Selaku Ketua Program Studi
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir dan Dra. Banun Binaningrum, M. Pd. Selaku
Sekretaris Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Juga kepada Seluruh
Dosen Fakultas Ushuluddin Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan ilmu dan motivasi
selama di bangku kuliah serta dukungannya kepada penulis.
v
3. Kepada yang disayangi dan dikasihi Ibunda Susi tercinta dan Ayahanda
Mahpudin. Terima kasih karena telah banyak memberi penulis nasihat,
dorongan suport moril dan materil, membantu penulis dalam menyelesaikan
perkuliahan ini serta mendoakan penulis dengan setulus hati. Serta adikku
sayang Hayatus Sahla Sabila yang selalu menjadi pelipur lara dan
pembangkit semangat penulis. Serta seluruh keluarga lain yang tak dapat
penulis sebutkan satu persatu. Merekalah yang senantiasa mendoakan dan
memotivasi penulis untuk terus berkreasi dan menuntut ilmu. Kaianlah
salah satu alasanku menggapai cita-cita.
4. Kepada Yth. Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, MA. selaku pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pemikiran untuk berdialog dengan
penulis, serta memeberikan motivasi yang sangat luar biasa dan berharga.
Semoga Allah SWT. Senantiasa menjaga kesehatan beliau, memberikan
keberkahan hidup serta kebahagiaan dunia dan akhirat atas perjuangan
beliau membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Terima kasih kepada Penida Nur Apriani, S.Ag atas segala kekuatan,
semangat, dan motivasi serta selalu sabar mengingatkan penulis agar tidak
patah semangat dalam setiap keadaan.
6. Kepada kawan-kawan seperjuangan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir B, M.
Husni, Agus Sulistiantono, Fitrah Permana S.Ag, Raja Hotlan S.Ag, Abdul
Haisman, Yayang Zulkarnain, Pramudita Suciati S.Ag, dan seluruhnya yang
tak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih, untuk senantiasa
menasehati dan saling memotivasi.
7. Kepada sahabat sependeritaan dan sepenanggungan, Dadan, Roy, Boim,
Bahal, Pace, Kiki Betawi, Imam, Mbot, Aprido, Bahar, dan Coeng
terimakasih untuk solidaritas dan motivasi selama ini.
8. Kepada teman-teman KKN Share Solution, terkusus Denda Maulasa,
Sayyidah S.H, Ipul, Rizki Setiawan, Indah Tamala Sari S.IP, Annisa S.E,
Ambar dan lainnya yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu terimakasih
untuk semangat kalian.
9. Kepada para sahabat Alumni IKADA, Fuad Naufal, Diki Saputra S.Si,
Robby Fathurrohman Al-Fajri S.Si, terimakasih untuk tak pernah lelah
vi
mendukung penulis dalam segala hal. Kepada kakanda Muhammad Zaenuri
S.H, Dimas Masyhudi S.H, dan Humaedi S.H salam hormat dan terimakasih
untuk ilmu yang berharga selama ini.
Semoga kita semua mendapat manfaat dari segala hasil upaya yang baik dan
kehidupan kita senantiasa diberkati dunia dan akhirat. Amin yaa Rabbal ‘Alamin.
Bagus Eriyanto
vii
DAFTAR ISI
viii
BAB IV ANALISIS TAFSIR AL-SYA’RAWI TENTANG AYAT-AYAT
FASÂD AL-ARḌI ............................................................................................40
A. Penafsiran Fasâd Al-Arḍi dalam Tafsir Al-Sya’rawi .........................40
1. Surah al-Rûm ayat 41 ....................................................................40
2. Surah al-A‘râf ayat 56 ...................................................................46
3. Surah al-Baqarah ayat 205 .............................................................48
4. Surah al-A’râf ayat74 ....................................................................54
5. Surah asy-Syu’arâ ayat 152 ...........................................................56
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara
latin:
Huruf Huruf
Keterangan
Arab Latin
ا Tidak dilambangkan
ب b Be
ت t Te
ث ts te dan es
ج j Je
خ kh ka dan ha
د d De
ر r er
ز z zet
س s es
ش sy es dan ye
x
ض ý de dengan titik di bawah
غ gh ge dan ha
ف f ef
ق q ki
ك k ka
ل l el
م m em
ن n en
و w we
ه h ha
ء ˈ apostrof
ي y ye
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri
dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagian berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َ a Fatëah
َ i Kasrah
xi
َ u Ýammah
َو au a dan u
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa
Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Tanda Vokal
Katerangan
Arab Latin
ى â a dengan topi di atas
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan
dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
syamsiyah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-
dìwân bukan ad- dìwân.
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan sebuah tanda ( ) dalam alih aksara ini
xii
huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata ( )الضرورةtidak ditulisah ad-darùrah
1 طريقة Ţarîqah
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI),
antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat,
nama bulan, nama diri, dan lain-lain. jika nama diri didahului oleh kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama
diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abù Hâmid
al-Ghazâlî bukan Abù Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat
diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak
miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu
ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya,
demikian seterusnya.
xiii
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan
meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis
Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin
al-Raniri, tidak Nùr al-Dîn al-Rânîrî.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf
(harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara
atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada
ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara
ذهب األستاذ dzahaba al-ustâdzu
الصالح
َّ موالَن ملك Maulânâ Malik al-Ëâlië
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
Bumi pada kalanya memiliki struktur yang baik untuk dapat dihidupi oleh
makhluk hidup. Bumi sendiri tidak dapat bertahan dengan baik jika makhluk
hidup sendiri tidak bisa melestarikan dan menjaganya dengan baik. Keadaan bumi
yang sekarang bahwa kita ketahui sudah tercemar dari berbagai aspek lingkungan.
Tercemarnya bumi ini menjadikan bumi terasa sakit. Ketimpangan yang terjadidi
sebabkan oleh keseimbangan lingkungan yang sudah tidak dapat dikontrol.
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa
lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain. Undang-undang tersebut menunjukkan bahwa kita perlu melindungi
dan mengelola lingkungan kita dengan tidak minumbalkan kerusakan. 1
1
N.H.T Siahaan, Hukum Lingkunan dan Ekologi Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2004),
h. 4
2
Rachmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,
2018), h. 23
1
2
3
Mujiono Abdillah, Agama Ramah lingkungan, (Jakarta: Paramadina, 2001) h. 23
3
4
Ahzami Saimun Jazuli, Kehidupan Dalam Pandangan Al-Qur’an (Al-Hayat Fii Al-Qur’an
Al-Karim), (Jakarta:GIP, 2006). h.35
5
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: KOMPAS, 2010), h.87
4
6
Achmad Baiquni, “Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi”, (Jakarta: Bhakti Prima
Yasa, 1995). h.105
5
طَ ۡاس ِلٍُزٌِقَ ُِن بَع َ سادُ فًِ ۡٱلبَ ِ ّش َّ ۡٱلبَ ۡح ِش بِ َوا َك
ِ ٌَّسبَ ۡث أَ ٌۡذِي ٱل َ َظ َِ َش ۡٱلف
َ
ُ ًض فَٱ
ْظ ُشّا ِ ٍشّاْ فًِ ۡٱۡل َ ۡس
ُ ) قُ ۡل ِس١٤( َٱلَّزِي َع ِولُْاْ لَعَلَّ ُِ ۡن ٌَ ۡش ِجعُْى
)١٤( َف َكاىَ َٰ َع ِق َبةُ ٱلَّزٌِيَ ِهي قَ ۡب ُۚ ُل َكاىَ أَ ۡكثَ ُشُُن ُّه ۡش ِشكٍِي َ ٍۡ َك
Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Katakanlah: Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu
adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (Q.S. Al-Rûm : 41-
42)
Selain untuk beribadah kepada Allah, manusia juga diciptakan sebagai
khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah, manusia memiliki tugas untuk
memanfaatkan, mengelola dan memelihara alam semesta. Allah telah
menciptakan alam semesta untuk kepentingan dan kesejahteraan semua makhluk-
Nya, khususnya manusia.Keserakahan dan perlakuan buruk sebagian manusia
terhadap alam dapat menyengsarakan manusia itu sendiri. Tanah longsor, banjir,
kekeringan, tata ruang daerah yang tidak karuan dan udara serta air yang tercemar
adalah buah kelakuan manusia yang justru merugikan manusia dan makhluk hidup
lainnya.7
Islam mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal
ini seringkali tercermin dalam beberapa pelaksanaan ibadah, seperti ketika
menunaikan ibadah haji. Dalam haji, umat Islam dilarang menebang pohon-pohon
dan membunuh binatang. Apabila larangan itu dilanggar maka ia berdosa dan
diharuskan membayar denda (dam). Lebih dari itu Allah SWT melarang manusia
berbuat kerusakan di muka bumi
Tentang memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, banyak upaya
yang bisa dilakukan, misalnya rehabilitasi SDA berupa hutan, tanah dan air yang
rusak perlu ditingkatkan lagi. Dalam lingkungan ini program penyelamatan hutan,
tanah dan air perlu dilanjutkan dan disempurnakan. Pendayagunaan daerah pantai,
wilayah laut dan kawasan udara perlu dilanjutkan dan makin ditingkatkan tanpa
merusak mutu dan kelestarian lingkungan hidup.8
7
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: KOMPAS, 2010), h. 90
8
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, h. 91
6
Dalam Surah Al-A„râf [7] Ayat 56-58 pun dijelaskan tentang Peduli
Lingkungan.
َّ َط َوع ُۚا إِ َّى َس ۡح َوث
ِٱَّلل َ َّ عٍُْ خ َْۡفا ُ ض بَعۡ ذَ إِصۡ َٰلَ ِح َِا َّ ۡٱد ِ َّ ََل ج ُ ۡف ِسذُّاْ فًِ ۡٱۡل َ ۡس
ّ ِ ) َُّ َُْ ٱلَّزِي ٌُ ۡش ِس ُل٦٥( َقَ ِشٌب ِّهيَ ۡٱل ُو ۡح ِسٌٍِي
َٱلش ٌََٰ َح بُ ۡش َۢ َشا َب ٍۡيَ ٌَذَ ۡي َس ۡح َو ِح ِۖۦ
س ۡق ٌَََُٰ ِلبَلَذ َّه ٍِّث فَأًَزَ ۡلٌَا ِب َِ ۡٱل َوا ٰٓ َء فَأ َ ۡخ َش ۡجٌَا ِبِۦَ ِهي ُك ِّلُ س َحابا ثِقَاَل َ َححَّ َٰ ٰٓى ِإرَآٰ أَقَلَّ ۡث
ج ًَبَاجَُُۥ ُ ب ٌَ ۡخ ُش َّ ُ ) َّ ۡٱلبَلَذ٦٥( َت َك َٰزَلِكَ ًُ ۡخ ِش ُج ۡٱل َو ْۡجَ َٰى لَعَلَّ ُك ۡن جَزَ َّك ُشّى
ُ ٍِّٱلط ِ ُۚ ٱلثَّ َو َٰ َش
َث ِلقَ ْۡم ٌَ ۡش ُك ُشّى ِ ٌَ َٰ ٰٓ ف ۡٱۡل َ ًُ َج ِإ ََّل ًَ ِكذ ُۚا َك َٰزَلِك
ُ ص ِ ّش ُ ث ََل ٌَ ۡخ ُشَ ُِبإِ ۡر ِى َس ِبّ ِۖۦَ َّٱلَّزِي َخب
)٦٥(
Artinya : “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah
(Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah
amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan dialah yang
meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan
rahma Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah membawa awan
mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan
hujan di daerah itu. Maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai
macam buah-buahan. Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang
yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah
yang baik, tanam-tanamannya tumbuh dengan seizin Allah, dan tanah yang
tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah
kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami)bagi orang-orang yang
bersyukur.” (Q.S. Al-A„râf : 56-58)
Bumi sebagai tempat tinggal dan tempat hidup manusia dan makhluk Allah
lainnya sudah dijadikan Allah dengan penuh rahmat-Nya. Gunung-gunung,
lembah-lembah, sungai-sungai, lautan, daratan dan lain-lain semua itu diciptakan
Allah untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia, bukan
sebaliknya dirusak dan dibinasakan.Hanya saja ada sebagian kaum yang berbuat
kerusakan di muka bumi. Mereka tidak hanya merusak sesuatu yang berupa
materi atau benda, melainkan juga berupa sikap, perbuatan tercela atau maksiat
serta perbuatan jahiliyah lainnya. Akan tetapi, untuk menutupi keburukan tersebut
sering kali mereka menganggap diri mereka sebagai kaum yang melakukan
perbaikan di muka bumi, padahal justru merekalah yang berbuat kerusakan di
muka bumi.9
9
Mujiono Abdillah, Agama Ramah lingkungan, (Jakarta: Paramadina, 2001) h.30
7
Allah SWT melarang umat manusia berbuat kerusakan di muka bumi karena
Dia telah menjadikan manusia sebagai khalifahnya. Larangan berbuat kerusakan
ini mencakup semua bidang, termasuk dalam hal muamalah, seperti mengganggu
penghidupan dan sumber-sumber penghidupan orang lain (lihat QS Al Qasas :
4).10
Allah menegaskan bahwa salah satu karunia besar yang dilimpahkan kepada
hamba-Nya ialah Dia menggerakkan angin sebagai tanda kedatangan rahmat-Nya.
Angin yang membawa awan tebal, dihalau ke negeri yang kering dan telah rusak
tanamannya karena tidak ada air, sumur yang menjadi kering karena tidak ada
hujan, dan kepada penduduk yang menderita lapar dan haus. Lalu Dia
menurunkan hujan yang lebat di negeri itu sehingga negeri yang hampir mati
tersebut menjadi subur kembali dan penuh berisi air. Dengan demikian, Dia telah
menghidupkan penduduk tersebut dengan penuh kecukupan dan hasil tanaman-
tanaman yang berlimpah ruah.
Oleh karena itu, kerusakan bumi sebagai lingkungan hidup tergantung pada
bagaimana sikap manusia memperlakukan bumi itu sendiri. Karena al-Qur‟an
telah menjelaskan tentang pentingnya menjaga lingkungan dengan meletakkan
dasar dan prinsipnya secara global. Maka, pada bab selanjutnya, penulis akan
coba memaparkan bagaimana al-Sya‟rawi menjelaskan dalam tafsirnya terkait
Fasâd Al-Arḍi.
10
Mujiono Abdillah, Agama Ramah lingkungan, (Jakarta: Paramadina, 2001) hal.32
8
D. Tinjauan Kepustakaan
Setelah menelusuri beberapa sumber bacaan, penulis menemukan
beberapa sumber yang akan dijadikan acuan dalam menulis skripsi, diantaranya:
Buku Tim penulis Gajah Mada Tim Press yang berjudul “Jagat Biru Rahayu
Lingkungan dan Kehidupan Bermartabat”,11 banyak menyajikan fakta-fakta
kerusakan lingkungan yang semakin parah menggerogoti bumi. Buku ini hadir
dengan analisinya terhadap hal-hal apa saja yang menjadi penyebab dasar
kerusakan alam dan upaya solutif untuk menanggulangi ketimpangan terhadap
alam ini. Buku ini penulis jadikan rujukan untuk memahami faktor-faktor
penyebab kerusakan bumi .
11
Gajah Mada Tim Press, “Jagat Biru Rahayu Lingkungan dan Kehidupan Bermartabat,
(Yogyakarta: UGM Press, 2001).
9
upaya pengambilan manfaat bumi atau alam yang dampaknya akan merusak alam
itu sendiri harus di lakukan pula upaya pelestarian.
Kemudian, selain buku dan skripsi, adapula karya berupa jurnal berjudul
Konsep Kejahatan Dalam Al-Quran (Perspektif Tafsir Maudhu’i) Karya
Muzdalifah Muhammadun. 16 Tulisan ini menerangkan tentang konsep kejahatan
dalam al-Qur‟an dengan interpretasi tafsir Maudhu‟i. Penjelasan dari tulisan ini
menginformasikan bahwa al-Qur‟an menggunakan banyak term dalam
menjelaskan konsep kejahatan yang dilakukan oleh manusia diantaranya, al-fasad,
al-fusuq, al-isyan, al-itsm, al-zulm, al-fahsiyah, al-munkar, al-bagy, al-batil dan
makr. Dijelaskan pula Faktor penyebab kejahatan adalah faktor internal yang
berupa kepicikan dan kebodohan, kesombongan dan keangkuhan, keputusasaan
dalam hidup. Selain itu faktor eksternal yaitu godaan setan dan kesenangan dunia.
Akibat dari kejahatan adalah munculnya kerusakan (al-fasad) dan keburukan (al-
syarr).
Karya jurnal lainnya dengan judul Etika Islam Dalam Mengelola Bumi
karya17 Rabiah Z. Harahap Dosen Fakultas Hukum UMSU berisi tentang
bagaimana beretika terhadap alam dan lingkungan hidup. Alam dan
lingkungan hidup merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidup
manusia, karena seluruh kebutuhan manusia semua berasal dan terpenuhi dari
alam sekitarnya baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Oleh karena itu
Islam berpesan melalui al-Qur‟an bahwa manusia harus melestarikan alam
sekitarnya agar keberlangsungan hidupnya tidak terganggu oleh ulah sekelompok
manusia yang tidak mau melestarikan alam. Berdasarkan hal itu, maka ajaran
Islam memberikan rambu-rambu untuk manusia agar juga beretika terhadap
lingkungan.
E. Metode Penelitian
Agar penelitian ini mendapatkan hasil yang dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah, maka diperlukan metode yang sesuai dengan objek yang dikaji.
Metode berfungsi sebagai cara mengajarkan sesuatu untuk mendapatkan hasil
yang memuaskan sesuai dengan tujuan tersebut. Di samping itu, metode
16
Muzdalifah Muhammadun, Konsep Kejahatan Dalam Al-Quran (Perspektif Tafsir
Maudhu’i), Jurnal Hukum Diktum, Volume 9, Nomor 1, Januari 2011.
17
Rabiah Z. Etika Islam Dalam Mengelol Bumi Jurnal EduTech Vol .1 No 1 Maret 2015.
11
merupakan cara bertindak supaya penelitian berjalan terarah, efektif dan bisa
mencapai hasil yang memuaskan. Adapun metode yang dipakai dalam penelitian
ini adalah:
1. Jenis Penelitian
Penelitian skripsi ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan
(library research) yaitu penelitian yang menitik beratkan pada literature dengan
penelitian baik dari sumber data primer maupun sekunder.
2. Sumber Data
Data primer diperoleh dari kitab suci al-Qur‟an dan kitab-kitab tafsir seputar
ayat-ayat tentang Fasâd al-Arḍi, dan data sekunder diperoleh dari kitab, buku dan
rujukan lain yang masih terkait dengan materi yang sedang dibahas.
Penulis ingin menguraikan apa adanya diskusi mengenai konsep Fasâd al-
Arḍi di dalam tafsir al-Sya‟rawi dengan mengupayakan penilaian obyektif dan
profesional perihal konstruk pemikirannya dan penulisannya di dalam karya
mereka masing-masing. Untuk itu penulis mengambil ayat-ayat al-Qur‟an yang
membahas tentang Fasâd al-Arḍi.
Meskipun metode tafsir tahlili yang menjadi dasar pendekatan dalam studi
ini, namun dalam menganalisis masalah, pendekatan lainpun turut berperan,
seperti yang telah disebut di atas. Semua ilmu bantu yang dapat memperjelas
pembahasan sepanjang pendekatan itu masih relevan dengan masalah yang
dibahas.
18
Muhammad Baqir al-Sadr, “Pendekatan Tematik Terhadap Tafsir al-Qur’an”, Jurnal
Ilmu dan Kebudayaan, No.4, Vol.1, 1990, 1-28; Lihat juga Azyumardi Azra, (ed), Sejarah Ulumul
Qur’an: Bunga Rampai, Cet I, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999) hlm.172-174.
19
Abuddin Nata, Studi Islam Komperhesif, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.169.
13
F. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan merupakan rangkaian pembahasan yang termuat
dalam isi skripsi. Agar pembahasan ini terarah dan tidak mengakar kemana-mana,
maka penulis perlu membatasi sistematika pembahasan dari tema di atas sebagai
berikut:
Bab pertama, berupa pendahuluan, dalam bab ini berisi latar belakang
masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua, berupa definisi Fasâd al-Arḍi, Juga berisi urgensi penjagaan
bumi, dampak kerusakan bumi dan ekosistem makhluk bumi.
Bab ketiga, berupa selayang pandang terkait tafsir yang akan dibahas, yakni
Tafsir Al-Sya‟rawi karya Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi. Terkait profil,
karya-karya, metode dan corak tafsir dan pendapat para ulama tentang tafsir
tersebut.
Bab keempat, berupa analisis ayat-ayat Fasâd al-Arḍi. Dalam bab ini berisi
pendapat ahli tafsir tentang lima ayat yang membahas kerusakan lingkungan
hidup.
Bab kelima, bab terakhir berupa penutup, dalam bab ini berisi kesimpulan
dan saran.
BAB II
1
Manusia dibedakan dari seluruh makhluk sebab dikaruniai akal dan kehendak bebas.
Lihat Yasien Mohamed, Insan Yang Suci: Konsep Fitrah Dalam Islam, terjemahan oleh Masyur
Abadi, Judul asli Fitrah al-insan fi al-islam (Bandung: Mizan, 1997), h. 25
2
Dalam rangka ibadah lihat Surah al-Dzâriyât: 56, sebagai khalifah di muka bumi
Surah al-Baqarah: 30, dan memakmurkan bumi Surah Hud: 61
14
15
Term yang sejak dini dugunakan oleh al quran untuk menunjukkan tindakan
kejahatan yang berpotensi merusak adalah dengan term yufsidu. Kata ini
digunakan oleh malaikat untuk menunjukan reaksi mereka ketika Tuhan
menyampaikan maksudnya untuk menciptakan manusia. Selengkapnya malaikat
memberi tanggapan sebgaimana terekam dalam surah al-Baqarah [2]: 30 berikut:
Boleh jadi ini adalah isyarat dari al-Qur‟an bahwa tindakan merusak adalah
tindakan yang secara terus menerus dilakukan oleh manusia sebagaimana yang
dipahami dari bentuk fi’l mudari bahkan menjadi sifat yang melekat pada
kebanyakan manusia (sebagaimana yang dipahami dari bentuk ism fai‟l), apalagi
tindakan merusak adalah salah satu sifat orang munafik yang ditonjolkan oleh
Allah (al-Baqarah [2]: 12). berikut:
3
Muhammad ibn Abi Bakar ibn 'Abd al-Qadir al-Raziy, Mukhtar al-Sihhah (Mesir: Dar al-
Manar, t.th.), h 235; Abu al-Fadl Jamal al-Din Muhammad ibn Manzur, Lisan al- Arab, Juz III
(Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 335.
4
Abd. Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam al-Qur'an (Cet. III; Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2002), h. 127.
5
Muhammad Fuad 'Abd al-Baqi. AI-Mujam al-Mufahras li al Alfaz al-Qur'an al-Karim
(Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 658-659.
6
Toshihiko Izutsu, Ethico Religious Concepts in The Qur'an, diterjemahkan oleh Agus
Fahri Husein dkk. dengan judul Konsep-Konsep Etika Religius dalam Qur'an (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 1993), h. ix.
17
Definisi kerusakan menurut KBBI ialah berasal dari kata “rusak” yang
berarti sudah tidak sempurna. Kerusakan memiliki arti dalam kelas nomina atau
kata benda sehingga kerusakan dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat,
atau semua benda dan segala yang dibendakan. Kerusakan berarti dapat diartikan
sebagai sesuatu yang hilang yang tidak sama seperti sedia kala. 7 Jadi kerusakan
adalah upaya menhilngkan manfaat dari suatu benda tanpa memikirkan perbaikan
kembali.8 Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya
sumber daya air, udara, dan tanah juga kerusakan ekosistem dan punahnya fauna
liar. Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara
resmi diperingatkan oleh High Level Threat Panel dari PBB.9
7
KBBI (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016) h.45
8
N.H.T Siahaan, Hukum Lingkunan dan Ekologi Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2004),
h.6
9
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerusakan_lingkungan. Di akses pada selasa pukul 13.28
10
Ibn Manzhur, Lisan al 'Arab, (Beirut: Dar al-Shadir, 2000), juz:1., h. 27
18
11
M. Daud silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Indonesia
(Bandung: P.T. Alumni 2001), h. 8
12
Otto Soemarwoto merupakan seorang pakar ekologi Indonesia dan lulusan Universitas
Gajah Mada. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Lembaga Ekologi Nasional selama kurang lebih
19 tahun, yaitu antara tahun 1972-1991. Gelar yang disandangnya adalah Profesor, Doktor,
Insinyur. Ia pun pernah mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Pertanian
Wageningen, Belanda.
13
Otto Soemarwoto. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Jakarta: Djambatan,
1997), h. 59.
14
Prof. Dr. Raden Soedjono Djoened Poesponegoro adalah mantan Menteri Urusan
Research Nasional pertama setelah Indonesia merdeka. Jabatan tersebut diembannya antara tahun
1962 hingga 1966. Tokoh lulusan Universitas Leiden, Belanda ini juga pernah menjabat menjadi
Dekan Fakultas Kedokteran Indonesia di tahun 1952. Jabatan yang dipegangnya hingga tahun
1969.
19
15
N.H.T Siahaan, Hukum Lingkunan dan Ekologi Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2004),
h.4
16
Majid Fakhry, Ibnu Khaldun (Jakarta: Grapindo, 2001), h. 126
20
Sebagai penguasa, maka manusia berhak melakukan apa saja terhadap yang
dikuasainya termasuk terhadap alam. Menebang pohon untuk kebutuhan manusia
adalah hal yang sangat wajar, misalnya. Menambang untuk mencukupi keinginan
hidup termasuk hal yang lumrah, atau dalam skala kecil membuang sampah
sembarangan adalah juga termasuk hal yang biasa, tidak ada aturan tegas baik itu
pemerintah apalagi agama yang mengatur hal tersebut. Namun, tidak semua
anggapan kita di atas sepenuhnya benar.17
Melihat ketergantungan menusia inilah yang membuat alam dan lingkungan
menjadi bagian penting dalam keberlangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup pada umumnya. Alam menjadi tempat sentral makhluk hidup untuk terus
berkembang dan berkelangsungan. Diantara urgensi penjagaan bumi dan
pemeliharaannya bagi manusia adalah: 18
18
Rachmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,
2018), h.30
21
19
Gunarwan Suratmo, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Gajah Mada University
Press: Yogyakarta, 2004), h.108
20
Darmono, Lingkungan Hidup Dan Pencemaran: Hubungannya Dengan Toksikologi
Senyawa Logam (Jakarta : UI Press, 2001), h.13
22
21
Soedarto, Lingkungan Dan Kesehatan (CV Sagung Seto Jakarta, 2013), h.38
22
Rachmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan (Jakarta: PT RajaGrapindo Persada,
2018), h.71
23
oksida dan lain-lainnya. Kesehatan ternak akan dapat terganggu pula oleh
adanya fluorine. Benda-benda dapat menjadi rusak karena berbagai macam
polutan udara pengikisan terhadap batu karena kabut asam dan dampak-
dampak lainnya.23
25
Soedarto, Lingkungan Dan Kesehatan,h.26
25
tersebut berupa: air menjadi tidak bermanfaat lagi, dan air menjadi penyebab
timbulnya penyakit.26
Kerusakan ekosistem laut juga merupakan dampak dari kerusakan
ekosistem air. Ini terjadi karena eksploitasi hasil-hasil laut secara besar-
besaran, misalnya menangkap ikan dengan menggunakan jala pukat,
penggunaan bom, atau menggunakan racun untuk menangkap ikan atau
terumbu karang. Rusaknya terumbu karang berarti rusaknya habitat ikan,
sehingga kekayaan ikan dan hewan laut lain di suatu daerah dapat berkurang
bahkan punah.
c. Dampak Kerusakan Tanah
Tidak jauh berbeda dengan udara dan air, daratan pun dapat mengalami
pencemaran. Tanah mengalami pencemaran apabila ada bahan-bahan asing,
baik yang bersifat organik maupun bersifat anorganik berada di permukaan
tanah yang menyebabkan daratan menjadi rusak, tidak dapat memberikan
daya dukung bagi kehidupan manusia. Dalam keadaan normal daratan harus
dapat memberikan daya dukung bagi kehidupan manusia, baik untuk
pertanian, peternakan, kehutanan maupun untuk pemukiman.
Apabila bahan-bahan asing tersebut berada di daratan dalam waktu
yang lama dan menimbulkan gangguan terhadap kehidupan manusia, hewan
maupun tanaman, maka dapat dikatakan bahwa daratan telah mengalami
pencemaran. Kalau hal ini terjadi maka kenyamanan hidup, yang merupakan
sasaran peningkat kualitas hidup, tidak dapat dicapai. 27
Pencemaran Tanah disebabkan karena sampah plastik ataupun sampah
anorganik lain yang tidak dapat diuraikan di dalam tanah. Pencemaran tanah
juga dapat disebabkan oleh penggunaan pupuk atau obat-obatan kimia yang
digunakan secara berlebihan dalam pertanian, sehingga tanah kelebihan zat-
zat tertentu yang justru dapat menjadi racun bagi tanaman. Dampak rusaknya
ekosistem tanah adalah semakin berkurangnya tingkat kesuburan tanah
26
Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, (Yogyakarta: Andi Offset,
2004), h.74
27
Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, h.99
26
sehingga lambat laun tanah tersebut akan menjadi tanah kritis yang tidak
dapat diolah atau dimanfaatkan.
Faktor alamiah yang menyebabkan pencemaran daratan biasanya
dikarenakan oleh peristiwa alam seperti letusan gunung berapi yang
memuntahkan pasir, batu dan bahan vulkanik lainnya yang menutupi dan
merusak daratan sehingga daratan menjadi tercemar. Pencemaran karena
faktor alamiah ini tidak terlalu menjadi beban dalam masalah lingkungan
karena dianggap sebagai musibah bencana alam.
Selanjutnya faktor pencemaran dapat terjadi karena ulah dan aktivitas
manusia yang merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian seksama
dan sungguh-sungguh agar daratan tetap dapat memberikan daya dukung
alamnya bagi kehidupan manusia.28
Pencemaran akibat ulah tangan manusia terjadi karena misalnya
penggunaan pupuk secara berlebihan, pemberian pestisida atau insektisida,
jadi pestisida dan insektisida yang amat membantu manusia jika dipakai
dalam jumlah yang tepat tidak akan merusak tanah justru dapat membunuh
mikroba jika dipakai berlebihan. Demikian juga pupuk yang amat berguna
memberikan unsur hara bagi tanaman, jika diberikan berlebihan menjadikan
racun bagi tanaman. Tumbuhan, hewan kecil dapat terbunuh jika ada dalam
jumlah yang terlalu banyak di dalam tanah.
Dan pembuangan limbah yang tidak dapat dicerna seperti plastik., dapat
mencemari daratan seperti deterjen yang tersisa tidak dapat terurai akan
mencemari tanah karena zat-zat yang ada dalam deterjen itu merupakan racun
untuk tanah. Kemudian limbah sampah padat yang menumpuk yang tidak
dapat teruraikan oleh makhluk terurai (bakteri) dalam kurun waktu yang lama
akan mencemari tanah. Karena yang dimasukkan ke dalam sampah ialah
bahan yang tidak terpakai lagin (refuse), yang telah terambil manfaatnya dan
menjadi barang yang tidak berguna dan tidak bernilai secara ekonomi seperti
sampah plastik, pakaian bekas dan barang-barang elektronik yang tidak
didaur ulang. 29
28
Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, h.97
29
A. Tresna Sastra Wijaya, Pencemaran Lingkungan, Cet. Kedua, (Pt Rineka Cipta:
Jakarta, 2009). h.84
27
30
Rachmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan, h. 69-71
28
31
Soedarto, Lingkungan Dan Kesehatan, (CV Sagung Seto : Jakarta, 2013), h.45
BAB III
BIOGRAFI ASY-SYA’RAWI
1
Makmun Gharib, al-Imam al-Sya‟rawi wa Haqaiq al-Islam (Maktab al-Gharin, Kaherah,
1987), h. 2.
29
30
2
Makmun Gharib, al-Imam al-Sya‟rawi wa Haqaiq al-Islam, h. 3.
3
Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah, (Kaherah: Dar al
Nashr, 1990), h. 8.
31
3. Karya-Karyanya
Syeikh al-Sya’rawi meninggalkan karya-karya yang cukup banyak bagi
masyarakat sepanjang masa, di antaranya: Tafsir al-Qur‟an al-Sya‟rawi (30 juz).
Mukjizat al-Qur‟an (5 juz). Al-Mar‟ah fi al-Qur‟an al-Karim. Al-Qasas al-
Qur‟ani fi Surah al-Kahfi. „Aqidah al-Islam. Allah wa al-Nafs al-Bashariyyah. Al-
Adillah al-Madiyah „ala Wujud Allah. Al-Syaitan wa al-Insan. Al-Sihru wa al-
4
Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah, h.12-13.
32
5
Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah, h. 18
6
Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi:Baina al-Islam wa al-Siyasah, h. 30-31
33
membantah kitab beliau yang terbit dan beredar di pasaran berjudul “Tafsir al-
Sya‟rawi”. Seandainya tidak boleh disebut tafsir tentu beliau sendiri tidak
mengizinkan judul tersebut dipakai.
Tafsir al-Sya’rawi berbeda dengan tafsir-tafsir yang sudah ada, karena
tujuan sebenar daripada Syeikh al-Sya’rawi adalah memastikan unsur keimanan
(al-Fikrah al-Imaniyyah) sampai ke setiap hati dan fikiran pendengar. Oleh karena
itu, tafsir al-Sya’rawi nampak berjalan di atas metode tersendiri. Sya’rawi
mengikat ayat yang tengah dibahaskan dengan ayat lain yang sama-sama
membahaskan tema yang sama untuk tujuan mendapatkan pemahaman yang lebih
sempurna dan lebih mendalam sehingga al-Qur’an nampak sebagai satu kesatuan.
Oleh karena itu dapat dilihat bahwa banyak ayat yang ditafsirkan oleh Sya’rawi
memiliki penjelasan yang sangat panjang bahkan ada yang berpindah kepada
penjelasan yang lain, dan ada kalanya pula tidak lagi menjelaskan ayat yang
tengah dibahaskan tetapi menerangkan penjelasan ayat pula.7
Adapun Sya’rawi sendiri memberikan penjelasan tentang tafsirnya:
“Segala puji bagi Allah Tuhan Sekalian Alam, selawat dan salam ke atas
penghulu sekalian rasul, Nabi Muhammad s.a.w. dan juga ke atas keluarga
dan para sahabat beliau. Selanjutnya saya mohon maaf atas penjelasan
yang menyangkut diri saya sendiri, yaitu mengenai getaran-getaran
(khawatir) hati saya ketika menerangkan ayat-ayat suci al-Qur‟an. Ada
yang mengira bahawa getaran-getaran hati itu adalah tafsir al-Qur‟an,
tetapi sebenarnya ia bukanlah tafsir alQur‟an. Getaran-getaran hati itu
muncul disaat saya berusaha menuju keadaan suci bersama al-Qur‟an,
yaitu di saat akal dan jiwa memahami dan menghayati firman-firman Allah
itu, bagi saya setiap ayat al-Qur‟an lebih daripada sebatang sungai yang
dinikmati oleh setiap akal dan jiwa yang suci. Masing-masing merasakan
kenikmatan sesuai dengan kadar yang dikehendaki oleh Allah SWT. Saya
katakan perkara ini adalah karena tidak ada seorang pun manusia yang
boleh menafsirkan al-Qur‟an dengan menerangkan semua makna dan
kehebatan yang dikandunginya. Masing-masing hanya mampu
menerangkan dengan akal dan jiwa yang ada padanya. Itulah rahsia
mengapa al-Qur‟an akan tetap sebagai mukjizat sepanjang masa”.8
7
Irsyadul Haq bin Abdullah, Metode Tafsir Syeikh Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi,
Disertasi Sarjana di Fakultas Pengajian Islam Universiti Kebangsaan Malaysia, t.t., h. 53.
8
Irsyadul Haq bin Abdullah, Metode Tafsir Syeikh Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi, h.
57.
34
9
Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah, h. 27.
35
kolerasi antar ayat, kandungan ayat dan sebagainya. Daam tafsir tersebut
dipaparkan ayat per ayat secara berurutan, sesuai dengan urutan ayat dalam
mushaf al-Qur’an mulai dari Surah al-Fatihah hingga Surah an Nas. Hal ini
dikarenakan sense of language (hassah lughawiyah) beliau sangat tajam,
menjadikannya mampu memahami suatu kata secara detail dengan
membandingkan kata tersebut dengan kata yang sama di lain ayat sehingga
membentuk satu pengertian yang utuh.10
Kitab ini merupakan hasil kolaborasi kreasi yang dibuat oleh murid al-
Sya’rawi yakni Muhammad al-Sinrawi dan ‘Abdul al-Waris ad-Dasuqi dari
kumpulan pidato-pidato atau ceramah-ceramah yang disampaikan al-Sya’rawi.
Sementara itu, hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Tafsir al-Sya’rawi di
takhrij oleh Ahmad ‘Umar Hasyim. Kitab ini diterbitkan oleh Akhbar al-Yawm
Idarah al-Kutub wa al Maktabah pada tahun 1991 (tujuh tahun sebelum Sya’rawi
meninggal dunia). Dengan demikian, Tafsir al-Sya’rawi ini merupakan kumpulan
hasil-hasil pidato atau ceramah al-Sya’rawi yang kemudian di edit dalam bentuk
tulisan buku oleh murid-muridnya. Tafsir ini merupakan golongan tafsir bi al-
lisan atau tafsir sauti (hasil pidato atau ceramah yang kemudian di bukukan).11
5. Wafatnya
Kesehatan al-Sya’rawi semakin tidak menentu pada hari-hari terakhir usia
beliau. Penyakit kali ini nampak tidak seperti biasanya. Ia merasa sakit pada
sebelah belakangnya. Al-Sya’rawi dibawa ke rumah sakit dan di X-Ray. Ia
menolak untuk memakan obat meskipun para doktor memaksanya. Setelah
berjalan 4 hari beliau meminta untuk ditempatkan di rumah. Beliau juga
memohon supaya keluarga tidak berkumpul di sekelilingnya dan membiarkan
dirinya berseorangan dengan Allah dalam salat dan zikir. Beliau hanya
memperkenankan keluarganya untuk membawakan makanan pada waktu azan
Maghrib. Beliau hanya menjamah air putih sekadar membasahi bibir.
Kemungkinan pada hari itu beliau berpuasa.
10
Irsyadul Haq Bin Abdullah, Metode Tafsir Syeikh Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi, h.
60.
11
http://islamuna-adib.blogspot.com/ di akses pada 11 November 2018 pukul 00.41.
36
b. Laun / corak
Dalam penafsirannya, corak yang menonjol adalah Adabi Ijtima’i.
melalui penafsirannya ini Sya’rawi mengemukakan pemikirannya tentang
pendidikan, perhatiannya terhadap problematika masyarakat muslim juga
problematika pemerintahan. Meskipun ada juga yang mengatakan corak
penafsiran kitab tafsir asy-Sya’rawi ini adalah at-Tarbawî al-Ishlahi
(pendidikan)14. Hal itu bisa dilihat dari isi kitab tafsir as-Sya’rawi yang
banyak sekali mengandung nasihat dan mendidik umat Islam untuk lebih
menuju ke arah yang lebih baik 15.
c. Metode Tafsir
Secara umum, apabila kita menggunakan konsep metode tafsir yang
dicetuskan oleh al-Farmawi, maka tafsir al-Sya’rawi ini termasuk tafsir yang
menggunakan metode tahlili. Karena dari segi sisi tafsir ini berusaha
menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai aspeknya. Tafsir
ini menjelaskan kosa kata, lafadz, arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju
oleh ayat tersebut, keindahan susunan kalimat, i‟jaz, balâghah, tata bahasa,
menjelaskan pengambilan hukum (istinbath) dari ayat tersebut, serta
mengemukan korelasi antar ayat dan surat, bahkan juga mencantumkan
riwayat-riwayat dari Rasulullah, sahabat, dan tabi’in16.
13
Muhammad Ali Ayâzî, Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, (Teheran : Mu’assasah
at-Taba’ah wa an-Nasyr, 1373 H), h. 118.
14
Badruzzaman M. Yunus, Tafsir al-Sya‟rawi : Tinjauan Terhadap Sumber, Metode, dan
Ittijah, (Disertasi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 40. Mengutip dari Ahmad al-Mursi
Husein Jauhar, Al-Syeikh Muhammad al-Mutawalli al-Sya’rawi : Imam al-‘Ashr, h. 12.
15
Metodologi Tafsir al-Sya‟rawi, h. 10-11, Pdf. (telah diunduh Jum’at, 18-12-2015, pada
pukul 07.48 WIB)
16
Gamal al-Banna, Evolusi Tafsir : Dari Jaman Klasik Hingga Jaman Modern, terj.
Novriantoni, I (Jakarta Timur : Qisthi Press, 2004), h. 139.
38
17
Hendro Kusuma, Penafsiran Al-Thabari dan Al-Sya‟rawi Tentang Makanan (Skripsi:
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta:, 2009), h. 33.
39
Ayat-ayat tersebut dipilih karena kondisi yang berbeda isim dan fi‟il dan
terdapat penafsiran tentang Fasâd Al-Arḍi pada setiap ayat yang dikaji di dalam
Tafsir al-Sya‟rawi agar penulis dapat mencari titik perbedaan atau persamaan di
dalam tafsir tersebut.
1. Surat Al-Rûm Ayat 41
1
Muhammad Fu‟ad Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfad al-Qur‟an (Beirut: Dar
al-Fikr, 1994), h. 929-930.
40
41
jelas tapi terkadang tidak terlihat. Selama Allah mengatakan ayat diatas, maka
kerusakan itu ada dan telah terjadi, tapi para perusak menutup-nutupinya sehingga
ia bagaikan api dalam sekam dan tiba-tiba dapat merusak masyarakat.2
Kerusakan itu terkadang tidak terlihat tapi efek negatifnya sangat dirasakan.
Contohnya, gempa bumi yang menguak kecurangan yang dilakukan oleh para
insinyur bangunan. Pada saat gedung selesai dibangun, kerusakan yang
diakibatkan tidak sesuai dengan bestek tidak terlihat, baik karena keteledoran atau
lupa, tapi pada saat gempa terjadi terkuaklah kebobrokan mental insinyur yang
ingin mengambil untung besar dengan mengabaikan keselamatan penghuni
bangunan.
Saat kecurangan mewabah dan menyebar. Allah pasti memperlihatkan
efeknya kepada manusia. Pada saat itu tidak seorangpun yang dapat melawan efek
dari kerusakan yang ditimbulkan. Allah sengaja campur tangan untuk membuka
kedok para perusak dan menimbulkan efek dari apa yang mereka kerjakan.
2
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar (PT. Ikrar Mandiri Abadi: Jakarta, 2011), h. 590
3
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 591
42
َ ٰ َٱصخ
)٧٩( طعُُاْ ىَ ۥًُ و َۡقبب َ ٰ ٱص
ۡ طعُ ُٓاْ أَن َٔ ۡظ ٍَ ُشَيُ ََ َمب ۡ فَ َمب
“Maka mereka (Yakjuj dan Makjuj) tidak bisa mendakinya dan mereka
tidak bisa pula melobanginya.” (Q.S. Al-Kahfi [18]: 97)
بس ََ ُمو فِٓ فَيَل َ ش َٔ ۢىبَ ِغٓ ىَ ٍَب ٓ أَن ح ُ ۡذ ِسكَ ۡٱىقَ َم َش ََ ََل ٱىَّ ٕۡ ُو
ِ َّۚ ٍَ َّصب ِب ُق ٱىى َّ ََل ٱى
ُ ۡشم
)١ٓ( ََٔ ۡضبَ ُحُن
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak
dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”
(Q.S. Yâsîn [36]: 40).
Apakah Allah menciptakan kita dan memfasilitasi kita dengan ikhtiar untuk
merusak alam ini atau tidak, di dunia ini manusia sedang diuji untuk mengikuti
manhaj yang benar atau salah. Kerusakan akan datang saat manusia
mencampakkan undang-undang Allah dalam manhaj-Nya dan menggantikannya
dengan undang-undang buatan sendiri yang bertentangan.
Allah memperingatkan manusia dengan kejadian-kejadian yang terjadi di
sekitar mereka seakan-akan kejadian itu berkata : “Lihatlah akibat ulah manusia
43
yang melawan manhaj Allah.” Saat musibah datang yang timbul akibat ulah
manusia, ditemukan mereka bertambah rindu kepada Allah dan bertambah pula
ketaatan kepada-Nya, tapi saat musibah itu dapat diatasi mereka dengan mudah
dan cepat melupakan-Nya dan tidak menjadikannya sebagai pelajaran.
َ dengan demikian menunjukkan sesuatu yang terjadi, seakan-akan
Kata ظ ٍَش
ia berkata: “Bila kalian mengulangi kerusakan akan terulang pula efek kerusakan
itu.” Timbulnya kerusakan benar-benar telah terjadi pada zaman Nabi Muhammad
akibat permusuhan yang dilakukan kaum Quraisy. Mereka mengisolasi,
mengucilkan hingga memaksa para sahabat untuk hijrah ke Habsyah agar mereka
tidak dapat menetap dengan tenang di Makkah.4
Akibat permusuhan yang merusak ini, Nabi Muhammad pun berdo‟a: “Yaa
Allah timpakan musibah kepada mereka dalam bentuk paceklik seperti terjadi
pada masa Nabi Yusuf.” (H.R Ahmad) do‟a Nabi pun dikabulkan Allah hingga
kaum kafir Quraisy berada dalam kondisi paceklik. Dikisahkan saat mereka pergi
ke laut untuk menangkap ikan, ikan itu menjauh hingga mereka pulang dengan
ْ َََ ْاىب
tangan kosong. Inilah di antara makna ح ِش ضبد ُ فِٓ ْاى َب ِ ّشَ َظ ٍَ َش ْاىف
َ .
Allah menerangkan sebab timbul kerusakan ini بس ِ َّج أَ ْٔذِْ اىى ْ َضب
َ بِ َمب َم. Bila
diteliti saat Allah mengucurkan rahmat, Dia tidak menyebutkan alasannya, tapi
saat kerusakan datang ia menyebutkan sebab alasannya. Karena rahmat dari Allah
pertama dan utama terjadi berkat fadilah-Nya. Sementara siksa terjadi berkat
Keadilan-Nya. Allah memiliki standar satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali
lipat. Dapat diartikan satu kebaikan dapat menutupi sepuluh kesalahan.
ِ إِ ََّل
ٓ ٰ َض ِّٕئَ ِت فَ ََل ُٔ ۡجز َ َمه َجب ٓ َء ِب ۡٲى َح
َّ ضىَ ِت فَيًَۥ ُ َع ۡش ُش أ َ ۡمثَب ِى ٍَ ۖب ََ َمه َجب ٓ َء ِبٲى
)ٔ٦ٓ( َِم ۡثيَ ٍَب ٌََ ُۡم ََل ُٔ ۡظيَ ُمُن
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh
kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka
dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya,
4
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 591
44
dari sisi manusia. Kita tidak menemukan polusi udara yang ditimbulkan oleh
Tuhan, tapi akibat campur tangan manusia. Buktinya saat kita pergi ke padang
rumput yang belum dihuni manusia kita temukan udara disana sangat segar.
Kita sering temukan bahwa Amerika Serikat membuang susu ke laut dan
menghancurkan makanan yang layak konsumsi dalam jumlah besar hanya untuk
menstabilkan harga, sementara di belahan bumi yang lain ditemukan manusia
yang mati kelaparan. Inilah sikap ego manusia yang merusak.
Kata ْ َضب
ج َ َم dalam bahasa Arab artinya untuk berbuat baik dan iktasaba
untuk berbuat buruk. Karena kebaikan dapat dilakukan mukmin secara normal
tanpa ada beban dan keterpaksaan. Sedangkan kejahatan bertentangan dengan
nurani yang sehat hingga saat dilakukan ada beban dan keterpaksaan. Namun pada
ayat ini tidak digunakan kata iktasaba melainkan kasaba karena kejahatan telah
menjadi perbuatan biasa dan mudah dilakukan hingga mendarah daging bagaikan
melakukan perbuatan baik. Adalah puncak kejahatan, saat seorang bangga telah
berhasil melakukan kejahatan dan memamerkannya di hadapan khalayak ramai. 5
adalah uqâbah atau siksaan pada saat Allah menyiksa manusia akibat ulah mereka
tujuannya untuk mereka sadar dari kealfaan dan mengembalikan mereka kepada
fitrah iman. Fitrah ini bertahan selama kesadaran imannya timbul. Allah telah
menyiksa kaum kafir Quraisy akibat kekufuran mereka dalam wujud kelaparan
hingga tidak ada yang dapat dimakan kecuali darah unta yang bercampur
kotorannya.
Kata َىَ َعيَّ ٍُ ْم َٔ ْش ِجعُُن kata karena pesan ini di dunia bukan di akhirat. Allah
menyiksa mereka di dunia agar mereka beriman dan bertaubat karena mereka
hamba dan makhluk Allah dan Dia Mahakasih lebih dari ibu kepada ibunya.
5
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 593
45
dan udara semuanya diciptakan Allah untuk manusia. Kita dihimbau untuk tidak
melakukan kerusakan pada batas yang kita mampu, karena kita tidak mampu
merusak undang-undang alam yang lebih tinggi, seperti mengganti perjalanan
matahari, bulan dan angin. Kerusakan terjadi pada yang dapat dijangkau oleh
manusia. Allah tidak membiarkan kita bebas, tetapi menjaga dengan manhaj al-
Qur‟an yang mengatur pilihan dan usaha manusia. dengan demikian Allah telah
memberi unsur penting dalam perbaikan.6
Dalam ayat utama ini Allah kembali membicarakan tentang do‟a. Yang lalu
adalah perintah berdo‟a secara merendahkan diri dan dengan suara pelan,
َ ََ
kemudian pada ayat ini dengan ط َمعرب خ َُْفرب, خ َُْفربdari sifat kekuasaan Allah dan
َ terhadap ampunan rahmat Allah.
ط َمعب
ََّللا قَ ِشٔب ِمهَ ْاى ُم ْح ِضىِٕه
ِ َّ َ“ إِ َّن َس ْح َمجSesungguhnya rahmat Allah amat dekat
kepada orang-oang yang berbuat baik.” Yang menentukan dekatnya rahmat pada
manusia adalah manusia itu sendiri. Bila dia berbuat baik, rahmat menjadi dekat
karena kendali ada di tangannya. Allah tidak bersifat diktator, jika kamu mau
mendapat rahmat, silahkan berbuat baik. Jumlah dan volume kehadiranmu di
depan Tuhan, terserah kita. Dia hanya menetapkan lima waktu, namun waktu-
waktu yang lain tergantung pada kita untuk melakukannya. Kita dapat berada di
depan Allah kapan saja.7
6
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 665
7
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h.665
47
Allah mendekati orang yang berbuat baik. Jadi persoalan ini bukan rahmat yang
didekatkan tapi kebaikan itu yang mendekatinya.
Hemat penulis ayat ini berisi larangan berbuat kerusakan di muka bumi,
yang mana berbuat kerusakan merupakan salah bentuk pelampauan batas. Alam
raya diciptakan Allah Swt. dalam keadaan yang harmonis, serasi, dan memenuhi
kebutuhan makhluk. Allah Swt. telah menjadikannya dalam keadaan baik, serta
memerintahkan hamba-hambaya untuk memperbaikinya.
Salah satu bentuk perbaikan yang dilakukan oleh Allah adalah dengan
diutusnya para Nabi sebagai roll model atau contoh untuk meluruskan dan
memperbaiki kehidupan di masyarakat. Maka merusak setelah diperbaiki jauh
lebih buruk daripada sebelu diperbaiki. Karena ayat tersebut secara tegas
menggaris bawahi larangan tersebut, walaupun memperparah kerusakan atau
merusak sesuatu yang baik juga dilarang.
Pada akhir ayat dijelaskan “Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik”. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
suratAl-Rahman ayat 60:
ُّٱَّللُ ََل ُٔ ِحب َ ض ِىُٕ ۡف ِضذَ فِٕ ٍَب ٍََُٔۡ يِلَ ۡٱى َح ۡش
َّ ََ د ََٱىىَّ ۡض َّۚ َو ِ صعَ ّٰ فِٓ ۡٱۡل َ ۡس
َ ّٰ َََّإِرَا حَ َُى
)ٕٓ٦( َضبد َ َۡٱىف
Mahasuci Allah yang mengetahui hal yang ghaib dan menciptakan langit,
karena Dia yang menjaga kita antara satu dengan yang lain. perlu disyukuri karena
Allah telah menutupi rahasia kita, karena hati selalu berbolak-balik. Kalau anda
mengetahui hati saya di saat tidak menyenangimu, mungkin anda tidak akan
melupakannya untuk selama-lamanya. Mungkin anda akan berpikiran buruk
kepada saya, untuk selama-lamanya.
8
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 644.
49
bila tidak kehidupan akan rusak. Itulah makna yang kita pahami dari ّٰ َََّ ِإرَا حَ َرُى
ِ صعَ ّٰ فِٓ ْاۡل َ ْس
ض ِىُٕ ْف ِضذَ فِٕ ٍَب َ dan apabila dia berpaling (dari mukamu) ia berjalan
di bumi untuk mengadakan kerusakan.
9
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 645
50
orang yang membuat kerusakan tetapi mereka tidak sadar.” (Q.S. Al-
Baqarah [2]: 11-12).
Dari sini dapat dipahami, bahwa mereka menyangka bumi perlu tenaga
mereka untuk perbaikannya, sekalipun bumi akan tetap baik tanpa mereka, karena
mereka sendiri bekerja tanpa manhaj Allah.
Dari ayat ini dapat dipahami arti ketiga dari ّٰ َّحَر َرُى yaitu berkuasa.
Maksudnya apabila manusia berkuasa di muka bumi ini dia pasti akan
merusaknya, kecuali bila ia mengikuti manhaj Allah. Selama manusia punya
ikhtiar maka wajib baginya untuk mengikuti manhaj yang tinggi untuk menjaga
ikhtiar itu sendiri, bila tidak bermanhaj dia akan menuruti hawa nafsunya yang
berakibat kerusakan dan ini tidak mustahil. Perhatikanlah kedunguan orang yang
membuat kerusakan di muka bumi, apakah dia menyangka bahwa yang akan
rusak di bumi ini adalah dia sendiri tanpa mengganggu orang lain. Dia lupa suatu
hakekat, sebagaimana dia merusak yang lain, begitu juga dia akan dirusak, Semua
kita akan rugi.10
Kembali kepada firman Allah Swt yang sedang kita kaji saat ini ّٰ َََّ ِإرَا حَ َرُى
َ ض ِىُٕ ْف ِضذَ فِٕ ٍَب ََُٔ ٍْيِلَ ْاى َح ْرش
د ِ ص َع ّٰ فِٓ ْاۡل َ ْس
َ apabila dia berpaling (dari mukamu),
ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak
َ ْاى َح ْرشmempunyai dua arti: ladang dan
tanam-tanaman dan binatang ternak. Kata د
istri. Arti pertama itu terdapat pada Q.S. Al-Anbiyâ` [21]: 78.
10
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 648
51
Arti kedua dari َ ْاى َح ْرشyaitu istri, Istri kamu adalah د
د َ ْاى َح ْرش (ladang) bagi
kamu, (Q.S. Al-Baqarah [2]: 223). Bila bercocok tanam bertujuan menghasilkan
tumbuh-tumbuhan, begitu juga istri adalah untuk melahirkan keturunan,
Datangilah harts (istrimu) bagaimana kamu senangi, (QS al-Baqarah: 223) ayat
ini juga mengindikasikan boleh menikmati seluruh tubuh istri selama hal itu
dilakukan di tempat َ ( ْاى َح ْشladang). Ladang adalah tempat tumbuh, maka د
د َ ْاى َح ْرش
(ladang) pada diri istri adalah vaginanya. Artinya, dilarang untuk menikmatinya di
tempat lain, seperti pada dubuannya. Karena tempat itu tidak akan bisa digunakan
sebagai tempat melahirkan keturunan. Untuk itu Allah mengecap orang yang
mengucapkan perkataan yang manis tetapi berbuat kerusakan di muka bumi
suka kepada kerusakan. Artinya Allah menghendaki jika kamu tidak dapat
memberikan sumbangan pemikiran yang telah diberikan Allah kepadamu, maka
paling tidak biarkan fenomena itu seperti apa adanya, Allah tidak menyukai
kerusakan, karena semua yang diciptakan-Nya sudah baik.11
Ayat yang telah lalu hanya suatu gambaran dan bentuk-bentuk sambutan
dakwah Islam pada fase pertama. Di antara mereka ada yang menyikapinya
dengan kemunafikan yang kental, mereka mengucapkan perkataan dan perbuatan
yang menakjubkan orang. Kita ketahui bahwa kemunafikan adalah tantangan
utama umat Islam, oleh sebab itu kemunafikan tidak ada di Makah, tapi muncul di
Madinah, dan di antara penduduk Madinah mereka keterlaluan dalam
kemunafikan (Q.S. Al-Taubah [9]: 101).
11
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 649
52
kuatnya iman sebagaimana yang diakui oleh musuh-musuh Islam pada saat itu.
Mereka mengucapkan perkataan yang indah dan bagus, kadang-kadang mereka
berbuat baik di depan orang Islam, tetapi bila mereka berpaling, mereka kembali
ke agama mereka, atau bila mereka merasa aman mereka berbuat kerusakan.
Ayat ini memaparkan tanggapan kaum muslimin terhadap suatu
kemunafikan. Ayat ini membuka skandal orang-orang munafik yang di antara
tokohnya adalah al-Akhnas. Allah menceritakan hal mereka dan mengingatkan
orang mukmin agar selalu tanggap terhadap mereka. Berkenaan dengan sikap
orang-orang munafik, dimana mereka selalu berusaha menghancurkan sawah dan
ladang kaum muslim. Perilaku perusakan disini memang bukan untuk
memperkaya dirinya, namun terdorong oleh kebencian terjadap umat muslim.
Meskipun begitu term Fasad disini yang berarti merusak sawah ladang dan
tanamal-tanaman atas dasar kebencian, juga menvangkup segala perbuatan yang
tidak bermanfaat, termasuk merusak lingkungan. Sehingga menurut al-Razi12 jika
perilaku merusak tersebut dilakukan oleh orang Islam, maka ia juga yang
termasuk dikritik oleh ayat ini, atau layak menyandang sifat munafik. 13
Dari penjelasan secara deskriptif tentang term fasad bisa dijelaskan sebagai
berikut: untuk term fasad, jika berbentuk masdar dan berdiri sendiri maka
menunjukkan kerusakan yang bersifat bissi atau fisik, seperti banjir, pencemaran
udara, dan lain-lain. dan jika berupa kata kerja atau fi‟il atau bentuk masdar
namun sebelumnya kalimat fi‟il maka yang terbanyak adalah menunjukkan arti
kerusakan yang bersifat non fisik atau maknawi, seperti kafir, syirik, munafik, dan
semisalnya.
Dengan demikian, bisa dipahami bahwa kerusakan yang bersifat fisik pada
hakikatnya merupakan akibat dari kerusakan non fisik atau mental.
Argumentasinya adalah bahwa ayat-ayat yang bisa diidentifikasi sebagai yang
12
Abu Abdullah, Abu al Fadhl Muhammad ibnu Umar ar Razi, atau lebih popular dengan
nama Imam ar Razi dan Fakhr ar Razi, merupakan salah seorang ensiklopedis Islam terbesar di
sepanjang masa. Sebagian kalangan bahkan menganggap beliau sebagai argumentator Islam
(Hujjatul Islam), setelah Imam Al Ghazali. Dengan multi-telenta yang dimilikinya, beliau mampu
menguasai berbagai bidang ilmu, seperti Filsafat, sejarah, matematika, astronomi, kedokteran,
teologi dan tafsir. MOZAIK PERADABAN ISLAM, Published on 18 September, 2017. Dikutip
pada 7 Desember 2018, 13.03.
53
Pada ayat bahasan ini Allah Swt berfirman: “wadzkuruu idz ja‟alkum
khulafa‟a min ba‟di qaumi nuhi ba‟da aadi” ingatlah ketika Dia menjadikan
kamu sebagai khalifah setelah kaum „Ad, karena hubungan kaum Tsamud dengan
„Ad masih dekat. Kisah mereka masih diingat dengan baik. Adapun kisah Nabi
Nuh sudah lama dan telah dilupakan.14
Allah mengingatkan mereka bahwa Dia telah menjadikan bumi ini sebagai
tempat tinggal. Pada tempat-tempat yang datar, mereka dapat membangun istana.
Dan mereka juga memahat gunung untuk tempat tinggal. Umur manusia di saat
itu lanjut dan panjang, satu orang dapat melampaui dua generasi rumah. Artinya
dua rumah berganti untuk satu orang. Untuk tujuan itu, mereka memahat gunung
untuk dijadikan rumah agar bertahan lama. Ketika manusia melihat rumah umat
Nabi Shaleh, maka akan terbayang kekuasan Allah dalam mengingatkan manusia,
ini juga termasuk nikmat Allah. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan. Nikmat Allah
14
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 691
55
15
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 691
56
saat manusia campur tangan terjadilah kerusakan. Untuk itu telah sering kita
ucapkan: “Bila kita melihat alam raya di sekeliling kita pasti ia dalam keadaan
yang sangat baik, selama belum ada campur tangan manusia, bila manusia telah
campur tangan timbullah tanda-tanda kerusakan.”
Bila manusia tanpa agama mengatur alam dapat dipastikan alam akan rusak,
tetapi bila manusia mengaturnya berdasarkan manhaj agama niscaya alam
semakin baik dan terpelihara. Minimal manusia akan meninggalkan alam ini
dalam keadaannya yang baik. Contoh, bila aku bertemu sumur maka yang
dilakukan manusia adalah memperbaikinya dengan mendinding bibir sumur agar
kotoran dan batu tidak masuk ke dalamnya, serta memudahkan manusia menimba
air darinya, atau minimal dibiarkan sumur itu apa adanya dengan cara tidak
merusaknya,
َُّّللاُ ََل ُٔ ِحب َ ض ِىُٕ ْف ِضذَ فِٕ ٍَب ََُٔ ٍْيِلَ ْاى َح ْش
َّ ََ ۗ د ََاىىَّ ْض َو ِ صعَ ّٰ فِٓ ْاۡل َ ْس
َ ّٰ َََّإِرَا حَ َُى
َ َْاىف
َضبد
Kaum ini tidak saja digambarkan sebagai perusak, tapi dilanjutkan lagi
dengan “wala yuslihun” dan tidak mengadakan perbaikan. Manusia terkadang
merusak dan tidak pernah memperbaikinya.
keracunan. Sampai pada puncaknya dapat kita katakan bahwa pembasmi serangga
itu merusak alam yang telah diciptakan Allah.16
16
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah
Safir Al-Azhar, h. 106
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan seluruh pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari berbagai penafsiran yang ditampilkan oleh al-Sya’rawi Al-Sya’rawi
menafsirkan secara umum sebagaimana pendapat-pendapat ulama’
sebelumnya mengemukakan pertentangan antara tauhid dan syirik. Ajaran
tauhid berkaitan dengan tanda-tanda kekuasaan Allah. Tauhid berarti
keesaan Allah. Ajaran syirik menunjukkan sebaliknya, yakni enggan
meyakini kekuasaan Allah. Orang yang jiwa tauhidnya rapuh pasti
cenderung berbuat kerusakan. Jadi, hubungan antara kuatnya tauhid dan
kebaikan moral sangat erat. Rapuhnya tauhid menjadikan seseorang
bermental buruk dan dapat sewenang-wenang merusak ciptaan Allah Swt.
2. Menurut al-Sya’rawi, jika manusia menginginkan rahmat Allah Swt maka
hendaknya manusia itu sendiri berbuat kebaikan. Karena Allah menurunkan
rahmatnya tergantung pada perilaku manusianya dalam memelihara fasilitas
yang Allah berikan kepada manusia. artinya Allah akan menurunkan
rahmat-Nya bagi manusia yang berbuat baik. Term Ishlah disini
bertentangan dengan kata Fasad. Artinya manusia dilarang keras untuk
melakukan kerusakan atau sesuatu yang tidak mendatangkan kemanfaatan
baik menyangkut perilaku seperti mencemari sungai, menebang pohon, dan
mengeksploitasi alam lainnya. Pun dengan perusakan akidah seperti
kemusyrikan, kekufuran atau bentuk kemaksiatan lainnya. Ulama
berpendapat menyangkut akidah bukanlah perbaikan fisik. Artinya, Allah
Swt. telah memperbaiki bumi ini dengan mengutus Rasul, menurunkan al-
Qur’an sebagai petunjuk bagi orang-orang beriman, dan penetapan syari’at
Melihat hal ini, terjadinya kerusakan mental akan menjadi sebab terjadinya
kerusakan fisik.
3. Menurut penafsiran al-Sya’rawi, jika manusia melakukan kerusakan
terhadap alam (benda) yang sudah diperbaiki oleh Allah Swt maka manusia
59
60
B. Saran
Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan rahmat-Nya kepada kita
semua, khususnya kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan penelitian ini.
Penulis sadari bahwa karya yang berjudul “FASÂD AL-ARḌI DALAM TAFSIR
AL-SYA’RAWI” ini masih jauh dari kesempurnaan, dari itu penulis mohon kepada
pembaca agar memberi masukan dan saran.
Dari saat penulis mengerjakan tulisan ini, ada beberapa hal yang terdetik
dalam benak penulis, dan ini merupakan saran untuk penulis khususnya dan siapa
saja yang membaca tulisan ini, yaitu:
1. Terasa sekali bagi penulis, bahwa untuk membuat sebuah tulisan atau karya
kita butuh ilmu pengetahuan yang luas, dari itu janganlah puas dengan apa
yang kita dapatkan sekarang, tapi marilah kita tetap mencari dan menggali
ilmu.
2. Siapapun yang telah membaca tulisan ini, semoga dapat menerapkan
pelajaran yang terkait dengan tulisan ini dalam kehidupan sehari-hari.
Karena tawakkal yang benar kepada Allah Swt. sesuai dengan tujuan dan
kondisi dapat meningkatkan taqwa dan iman kepada Allah Swt.
3. Kepada generasi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, mari kita lanjutkan perjuangan
ulama’ terdahulu dengan tetap eksis mengkaji dan mempelajari serta
mengembangkan kitab warisannya. Semoga kita juga dapat membuat karya-
karya yang bermanfaat seperti ulama’ terdahulu.
61
Terakhir, semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya, tidak sekadar membaca tapi mampu untuk
mengaplikasikan sikap lebih bijaksana menjaga alam dalam kehidupan kita,
sehingga kita mampu menjadi hamba-hamba yang bertaqwa dan mulia disisi-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irsyadul Haq bin, Metode Tafsir Syeikh Muhammad Mutawalli al-
Sya’rawi, Disertasi Sarjana Di Fakultas Pengajian Islam Universiti
Kebangsaan Malaysia.
Ashar, Ali, "Fasad Fi Al-Ard Menuruf Al-Tabari (Studi Tentang Penafsiran Kitab
Jami' Al-Bayan 'An Tak'wil Ay Al-Qur'an Karya Al-Thabari” Skripsi Fakultas
Ushuluddin. Prodi Tafsir Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005.
Bakar, Osman. Tauhid & Sains: Perspektif Islam Tentang Agama & Sains.
Jakarta: Pustaka Hidayah, 2010.
Al-Banna, Gamal. Evolusi Tafsir: Dari Jaman Klasik Hingga Jaman Modern, terj.
Novriantoni. Jakarta Timur: Qisthi Press, 2004.
El-Naggar, Zaghloul. Selekta Dari Tafsir Ayat-Ayat Kosmos dalam Al-Qur’an Al-
Karim. Jakarta: Gema Insani Press, 2010.
62
63
Gajah Mada Tim Press, “Jagat Biru Rahayu Lingkungan dan Kehidupan
Bermartabat, Yogyakarta: UGM Press, 2001.
Karim, Moch. Faisal, “The End Of Future” Yogyakarta: Andi Offset, 2004.
Marfai, Muh. Aris. Moralitas Lingkungan: Refleksi Kritis atas Krisis Lingkungan
Berkelanjutan. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005.
64
Mohamed, Yasien. Insan Yang Suci: Konsep Fitrah dalam Islam, terjemahan oleh
Masyur Abadi, Judul asli Fitrah Al-Insan Fi Al-Islam. Bandung: Mizan,
1997.
Rabiah Z. Etika Islam Dalam Mengelol Bumi Jurnal EduTech Vol .1 No 1 Maret
2015.
Zuhdi, Ahmad Cholil, “Krisis Lingkungan Hidup” Jurnal Mutawâtir, Vol. No.2,
Juli -Desember 2012.