AL-QUR’AN
(Studi Komparatif Tafsir Jalalain dan Tafsir Al-
Misbah)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Tafsir Hadis (S.Th)
Disusun Oleh:
FAKULTAS USHULUDDIN
2016 M/1437 H
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul “Kata Shadr, Qalb, Fu`âd, dan Lubb Dalam Al-Qur`an
(Studi Komparatif Tafsir Jalalain dan Tafsir Al-Misbah)” yang disusun oleh
Qori Istighfarah dengan Nomor Induk Mahasiswa 13210538 telah melalui
proses bimbingan dengan baik dan disetujui untuk diujikan pada sidang
munaqosyah.
Dr.H.M.Ulinnuha Husnan,Lc,MA
i
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Kata Shadr, Qalb, Fu`âd, dan Lubb Dalam Al-Qur`an
(Studi Komparatif Tafsir Jalalain dan Tafsir Al-Misbah)” oleh Qori
Istighfarah dengan NIM 13210538 telah diujikan pada sidang Munaqasyah
Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta pada tanggal Juli
2017. Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Agama (S.Ag).
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Pembimbing,
Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Kata Shadr, Qalb, Fu`âd, dan
Lubb Dalam Al-Qur`an (Studi Komparatif Tafsir Jalalain dan Tafsir Al-
Misbah)” adalah benar-benar asli karya saya kecuali kutipan-kutipan yang
sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya
menjadi tanggung jawab saya.
Qori Istighfarah
iii
PERSEMBAHAN
iv
بسى اهلل انسّحًٍِ انسّحيى
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, atas Rahmat Allah penulis mampu menyelesaikan skripsi
dengan judul “Kata Shadr, Qalb, Fu`âd, dan Lubb Dalam Al-Qur`an (Studi
Komparatif Tafsir Jalalain dan Tafsir Al-Misbah)”
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Baginda
Nabi Muhammad saw. Sang pendidik dan pembawa risalah agama Islam.
Hamdan lillah, tak henti-hentinya penulis haturkan kepada Sang
Maha Kuasa, sehingga atas Kuasa-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi
ini merupakan akumulasi dari perjuangan-perjuangan kecil penulis. Dalam
penyelesaian skripsi ini penulis harus mengkolaborasikan antara kesabaran
dan semangat, serta senantiasa menjaga keduanya agar tetap stabil selama
masa pengerjaan.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa karya sederhana ini sejatinya
bukanlah mutlak hasil dari kerja keras penulis seorang. Karena banyak sekali
sumbangsih orang lain dalam proses pengerjaannya. Untuk itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin menghaturkan terimakasih kepada:
1. Allah swt, yang Maha Pengasih dan Penyayang atas segala
kemudahan yang diberikan kepada penulis selama mengerjakan
skripsi ini.
2. Ibu Prof. Dr. Hj. Khuzaemah Tahido Yanggo, Lc, MA Ibunda kita
semua, Rektor Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.
3. Ibu Dr. Hj. Maria Ulfa, MA dekan fakultas Ushuluddin IIQ Jakarta,
atas kesediannya menyetujui judul penulis.
4. Bapak Dr. H. M. Ulinnuha Husnan, Lc, MA „sang pemberi
pencerahan‟ yang tidak ada bosan-bosannya memberikan nasihat
kepada penulis terkait dengan teknis, rangkaian kalimat bahkan dalam
hal memahami. Dan juga selalu memberi semangat kepada penulis
untuk menyelesaiakan skripsi ini. Jazakumullah.
5. Ibu Muthmainnah, dan Bu Istiq. Instruktur tahfidz yang selalu jadi
inspirator sejak penulis pertama kali menginjakkan kaki di kampus
tercinta. Tidak bosan untuk mengingatkan dan men-support penulis,
sehingga penulis bisa sampai ke titik ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin IIQ Jakarta yang tulus dan
ikhlas dalam membagikan ilmunya kepada penulis.
7. Seluruh staf Fakultas yang telah membantu setiap proses yang
penulis lalui.
8. Pimpinan dan staf perpustakaan IIQ Jakarta, perpustakaan Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, perpustakaan umum UIN Syarif
v
Hidayatullah, perpustakaan PSQ, dan perputakaan Iman Jama‟.
Terima kasih karena telah menyediakan bahan-bahan demi
terselesaikannya skripsi ini.
9. Untuk Almarhum Ibu terkasih dan tersayang, Achlaqul Karimah.
Terima kasih telah menjadi ibu yang hebat, maafkan anakmu ini bu
yang belum sempat memperlihatkan toga di hadapanmu. Love you.
Allahummaghfirlaha warhamha wa’afiha wa’fu’anha.
10. Untuk Ayah Farid Idrisi, terima kasih atas segala pengorbanannya.
Tidak ada kata yang pantas yang bisa aku ucapkan atas segala
pengorbananmu. I Love you, ayah.
11. Untuk Ibu Aminatus Sa‟diyah dan Ayah Syaifuddin, yang ikut andil
dalam membesarkan penulis selayaknya anak sendiri dan yang
dengan ikhlas dan tulus memberi kasih sayang yang tiada habisnya.
12. Teruntuk kakak-kakak penulis, mbak Qori, mas Bariz, Oja, dan mba
Nita. Terima kasih atas pertanyaan “kapan lulus?” yang selalu
menghantui penulis. Yang selalu men-support dari awal
menginjakkan kaki ke Jakarta, hingga penulis bisa sampai ke tahap
ini.
13. Sahabat-sahabat “Isteri Nabi” tercinta yang telah menemani penulis
sejak sekolah dasar hingga se-tua ini. Kalian yang selalu memberi
atmosfer kebahagiaan meski kita terpisah oleh lautan. Saranghaeyo.
14. Qurrota A‟yun, teman sepejuangan yang tidak pernah mengeluh
setiap penulis repotkan dengan berbagai pertanyaan terkait penelitian
ini. Matur suwun nduk.
15. Teman-teman angkatan 2013 terkhusus untuk teman-teman
Ushuluddin, atas kebersamaan dan supportnya selama masa
perkuliahan hingga sekarang.
Tak lupa penulis ucapkan permohonan maaf kepada seluruh pembaca
jika terdapat kesalahan dalam penulisan maupun penyusunan skipsi ini.
Penulis menyadari, masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Kesempurnaan hanya milik Allah swt dan kekurangan ada pada diri
penulis. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini mampu memberikan
kontribusi positif di dunia akademis, serta memberikan pemahaman baru
pada masyarakat.
Qori Istighfarah
vi
DARTAR ISI
vii
a. Al-Mahalli ............................................................................ 29
b. As-Suyuthi ............................................................................ 30
c. Riwayat Tafsir ...................................................................... 33
d. Metode Penafsiran ................................................................ 34
B. Riwayat Hidup Quraish Shihab ................................................. 35
a. Karir dan Aktifitas Quraish Shihab ...................................... 35
b. Riwayat Tafsir ...................................................................... 37
c. Metode Penafsiran ................................................................ 41
BAB IV TELAAH KATA SHADR, QALB, FU`ÂD, DAN LUBB DALAM
AL-QUR`AN BERDASARKAN TAFSIR JALALAIN DAN
TAFSIR AL-MISBAH
A. Penafsiran Kata Shadr, Qalb, Fu`âd, dan Lubb Menurut Tafsir
Jalalain dan Tafsir Al-Misbah ................................................... 45
1. Penafsiran Kata Shadr ......................................................... 45
a. Shadran ......................................................................... 45
b. Shadrahu ....................................................................... 46
c. Ash-Shudur .................................................................... 48
d. Shudurihim .................................................................... 49
2. Analisis Tafsir Kata Shadr .................................................. 50
3. Penafsiran Kata Qalb .......................................................... 51
a. Qalb ............................................................................... 51
b. Qalbuhu ......................................................................... 52
c. Qalbain .......................................................................... 54
d. Qulub ............................................................................. 55
e. Qulubikum ..................................................................... 56
f. Qulubana ....................................................................... 57
g. Qulubihim ...................................................................... 58
h. Qulubihim ...................................................................... 59
i. Qulubihim ...................................................................... 60
j. Qulubihim ...................................................................... 61
k. Qulubihim ...................................................................... 62
l. Qulubihim ...................................................................... 64
m. Qulubihinna ................................................................... 65
4. Analisis Tafsir Kata Qalb .................................................... 66
5. Penafsiran Kata Fu`âd ......................................................... 67
a. Al-Fu`âd ........................................................................ 67
b. Fu`âdaka ....................................................................... 69
6. Analisis Tafsir Kata Fu`âd .................................................. 70
7. Penafsiran Kata Lubb .......................................................... 71
a. Al-Albab ........................................................................ 71
b. Al-Albab ........................................................................ 72
viii
8. Analisis Tafsir Kata Lubb ................................................... 73
B. Analisis Secara Komprehensif Menurut Tafsir Jalalain dan Tafsir
Al-Misbah ..................................................................................... 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................... 79
B. Saran ............................................................................................. 80
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
Huruf Huruf
Nama Keterangan
Arab Latin
أ Alif - Tidak dilambangkan
ة bā` B Huruf “be”
ث tā` T Huruf “te”
ث tsā` Ts Huruf “te” dan “es”
ج Jim J Huruf je
ح hā` H Huruf “ha” dengan garis bawah
خ khā` Kh Huruf “ka” dan “ha”
د Dal D Huruf “de”
ذ Dzal Dz Huruf “de” dan “zet”
ز rā` R Huruf “er”
ش Zai Z Huruf “zet”
س Sin S Huruf “es”
ش Syin Sy Huruf “es” dan “ye”
ص Shād Sh Huruf “es” dan “ha”
ض Dhād Dh Huruf “de” dan “ha”
ط thā` Th Huruf “te” dan “ha”
ظ zhā` Zh Huruf “zet” dan “ha”
Koma terbalik di atas hadap
ع „ain „
kanan
غ Ghain Gh Huruf “ge” dan “ha”
ف fā` F Huruf “ef”
ق Qāf Q Huruf “qi”
ك Kāf K Huruf “ka”
ل Lām L Huruf “el”
و Mim M Huruf “em”
ٌ Nun N Huruf “en”
و Wāwu W Huruf “we”
ھ hā` H Huruf “ha”
ء Hamzah ` Apostrof
ي yā` Y Huruf “ye”
x
B. Vokal
Vokal Tunggal
Tanda Vocal Tanda Vokal
Keterangan
Arab Latin
A Harakat Fathah
I Harakat Kasrah
U Harakat Dhammah
Vokal Panjang
Tanda Vokal Tanda Vokal
Keterangan
Arab Latin
Huruf “a” dengan topi di
ȃ
atas
Î Huruf “i” dengan topi di atas
Huruf “u” dengan topi di
Û
atas
Vokal Rangkap
Tanda Vokal Tanda Vokal
Keterangan
Arab Latin
Ai Huruf “a” dan “i”
Au Huruf “a” dan “u”
C. Kata Sandang
1) Kata sandang yang diikuti oleh alif lam ( )الqamariyyah
ditransliterasi sesuai dengan bunyinya. Contohnya:
انبقسة: al-Baqarah انًديُت: al-Madînah
2) Kata sandang yang diikuti oleh alif lam ( )الsyamsiyyah
ditransliterasi sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
sesuai bunyinyaContoh:
انسجم: ar-rajul انسيّدة: as-Sayyidah
انشًس: asy-syams اندازيى: ad-Dȃ rimî
3) Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan dengan
lambang (_ّ_), sedangkan untuk alih aksara dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd.
Aturan ini berlaku umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di
akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti
oleh huruf-huruf syamsiyyah. Contoh:
xi
ِ أيََُب بِب: Âmannȃ billȃ hi
هلل ُ أيٍََ انسُفَهَبء: Âmana as-Sufahȃ ’u
ٍَْ إٌَِ انَرِي: Inna al-ladzîna ِوَانسُكَع : wa ar-rukka’i
4) Ta Marbuthah ( )ةapabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata
sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”.
Contoh:
ِاألَفْئِ َدة : al-Af`idah
ُإلسْهَبيِيَتِ انجَبيِعَتُ ا: al-Jȃ mi’ah al-Islȃ miyyah
Sedangkan ta marbuthah yang diikuti atau disambungkan (di-
washal) dengan kata benda (isim), maka dialih aksarakan menjadi
huruf “t”. Contoh:
ٌ عَبيِهتٌ ََبصِبَت:’Âmilatun Nashibah
اٱليَتُ انكُبْسٰى: al-Âyat al-Kubrȃ
xii
ABSTAKSI
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sesungguhnya Kami jadikan Al-Qur`an dalam bahasa Arab supaya kamu
memahaminya. (QS.al Zukhruf ayat 3)
2
Hilman Latif, Hermeneutika Al-Qur`an, (Yogyakarta: Islamika, 2003), h. 90
3
Ali Harb, Hermeneutika Kebenaran, (Yogyakarta: LKIS, 2003) h.31
4
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur`an Kritik Terhadap ‘Ulum Al-Qur`an,
(Yogyakarta:LKIS, 2001)h. 50
5
Manna‟ Khalil Al-Qatthan, Mabâhis fi ‘Ulûm Al-Qur`ân, cet. xxiv, (Beirut:
Maktabat Al-Risâlah, 1993) h. 255
1
2
12
Mahyudin Ritonga, Semantik Bahasa Arab Menurut Al-Anbari Kajian Makna
Tadado di dalam Al-Qur`an, (Padang: Hayfa Press, 2013) cet. I, hal 2
13
Ahmad Mukhtar „Umar, ‘Ilm al-Dalalah,... h .216
14
Abdurrahman ibn Abu Bakar Jalaluddin al-Suyuti, al-Muzhir fi ‘Ulum al-Lughah
wa Anwa’iha Juz I,... h. 401
4
15
Mahyudin Ritonga, Semantik Bahasa Arab Menurut Al-Anbari Kajian Makna
Tadado di dalam Al-Qur`an, (Padang: Hayfa Press, 2013) cet. I, hal 4
16
Ahmad Mukhtar, ‘ilm al-Dalalah,... h. 217
5
17
Muhammad Fu‟ad Abdu Al-Baqi‟, Al-Mu’jam Al-Mufahras Li alfas Al-Qur`an
Al-Karim, (Beirut: Dar al Fikr li at-Taba‟ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi, 1981), hal. 510
18
Abū Hāmid al-Ghazāli, Ihya’ Ulūm al-dīn, (Beirut: Dār al-Kitāb al-Islāmi, 1990)
19
Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli, Tafsir al-Qur`an al-’Adzim, (Dar
Ihya‟ al-Kutub al-‟Arabiyah), hal. 2
6
2. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran yang dapat dimanfaatkan untuk memperkaya
pengetahuan dalam memahami makna kata shadr, qalb, fu`âd,
dan lubb dalam Al-Qur`an.
7
D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah kajian literatur yang relevan dengan
pokok bahasan penelitian yang akan dilakukan atau bahkan memberikan
inspirasi dan mendasari dilakukannya penelitian.20 Untuk menghindari
terjadinya kesamaan pembahasaan dalam skripsi ini dengan skripsi lain,
penulis mengamati kajian-kajian yang pernah dilakukan atau memiliki
titik kesamaan. Selanjutnya, hasil pengamatan itu akan menjadi acuan
penulis untuk memastikan bahwa penulis tidak plagiat dari kajian yang
telah ada.
Diakui bahwa tulisan tentang sinonimitas dalam Al-Qur`an bukan
tidak ada sama sekali, bahkan sering kita jumpai dalam kitab-kitab
ulumul qur‟an yang telah ditulis oleh para ulama terdahulu. Namun
setelah dilakukan penelitian kepustakaan, tidak banyak karya intelektual
yang berbicara mengenai sinonimitas kata shadr, qalb, fu`âd, dan lubb
dalam Al-Qur`an kemudian memaparkan pendapat para ulama tafsir
serta membandingkannya.
Syamsuddin menulis skripsi Program Strata Satu Fakultas
Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
(2009) berjudul Konsep Fuad dalam Al-Qur`an (Studi Ma’anil Qur’an).
Skripsi ini mencoba untuk mencari pemaknaan terhadap kata fu`âd
dalam Al-Qur`an dengan menggunakan metode semantik serta
menjelaskan pengertiannya menurut para mufassir. Namun , ia tak
20
Huzaemah T. Yanggo, dkk, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi,
(Jakarta: IIQ Press, 2011), Cet. Ke-2, h. 10
8
E. Metode penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian pustaka (library
research) yaitu suatu rangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
pengumpulan data pustaka, yang meliputi proses umum seperti:
mengidentifikasikan teori secara sistematis, penemuan pustaka, dan
analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik
penelitian, sehingga peneliti dapat memperoleh informasi tentang
penelitian-penelitian sejenis atau yang ada kaitannya dengan
penelitiannya.
24
Amin Marzuqi, “Penafsiran Qalb menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (dalam
Kitab At-Tafsir Al-Qayyim)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin Program Studi Tafsir Hadis, UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010, tidak dicetak.
25
Zahrudin, “Relasi Makna dalam Al-Qur`an (Analisis Terhadap Kata-Kata yang
Memiliki Relasi Makna dalam Al-Qur`an yang Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia)”,
Disertasi Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, tidak dicetak.
10
a. Shadr
Kata shadr secara bahasa merupakan bentuk masdar dari kata
sha-da-ra, bentuk jamaknya adalah shudur.1 Secara etimologi berarti:
dada, dan jika kemasukan huruf “al” kata ash-shadru, maka artinya,
bagian atas depan dari sesuatu, sesuatu yang terletak antara leher dan
perut, permulaan dari segala sesuatu.2 Al-mashdar, jamaknya
mashâdir—kata yang terambil dari kata Ash-Shadru—berarti tempat
terbit sesuatu, sumber, atau asal.3 Makna istilah Al-Qur`an kata shadr
adalah bermakna „hati‟, „roh‟. 4 Sebagai kata kerja yang berarti pergi,
memimpin, dan juga melawan atau menentang.
Karena terletak antara hati dan diri rendah hawa nafsu, shadr juga
dapat di istilahkan dengan hati terluar.5 Shadr merupakan potensi qalbu
yang berperan untuk merasakan dan menghayati dan mempunyai fungsi
emosional (marah, benci, cinta, indah, efektif). Potensi shadr adalah
dinding hati yang menerima limpahan cahaya keindahan, Sehingga
mampu menterjemahkan segala sesuatu serumit apapun menjadi indah.
Shadr mempunyai potensi besar untuk menyimpan hasrat, niat
kebenaran, dan keberanian yang sama besarnya dengan kemampuan
untuk menerima kejahatan dan kemunafikan. 6
Al-Hakīm al-Tirmidzi, tokoh sufi kenamaan yang hidup di awal
Abad ketiga hijriah meletakkan shadr pada tingkatan pertama yang mana
shadr (dada) merupakan bagian luar dari “hati”. Posisi shadr pada “hati”
ini seperti kedudukan bagian putih pada mata, dan seperti pekarangan
rumah pada rumah. Disebut shadr karena shadr berada pada bagian awal
1
Louis Ma‟luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-’Alam, (Beirut: Dar al-Masyriq, Cet.
38, 2000), h. 318.
2
Abu Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukram bin Mandzur al-Afriqiy, al-
Mishriy, Lisan al-‘Arabi, (Beirut: Dar al-Shadir, 1994), cet. III, h. 291
3
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), h.
213
4
Allamah Kamal Faqih Imani, Nur Al-Qur’an, terj. Sri Dwi Hastuti dan Rudy
Mulyono, Tafsir Nurul Qur’an, (Jakarta: Al-Huda, 2004), cet. I, h, 301
5
Robert Frager, Hati, Diri, dan Jiwa: Psikologi Sufi untuk Transformasi, (Jakarta:
PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003), Cet. II, h. 66-67
6
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence) Membentuk
Kepribadian yang Bertanggung Jawab, Profesional dan Berakhlak, (Jakarta: Gema Insani,
2003), h. 95
13
14
atau di depan posisi “hati”, seperti pada posisi bayangan di siang hari. 7
Shadr dalam hal ini, sama dengan akal dalam beberapa wilayah
pengetahuan. Bagi shadr, setiap ilmu tidak akan dapat dicapai kecuali
melalui belajar, merekam, ijtihād, menerima kewajiban beragama, dan
lain-lain. Shadr seperti halnya kerang bagi mutiara di mana air dan
benda-benda laut lainnya terkadang masuk dan kemudian keluar lagi.
Jadi, bisa saja terjadi kelupaan atas ilmu, sungguhpun telah dilakukan
hafalan dan kerja keras.8
Maka dapat dipahami bahwa shadr memiliki sifat yang
tersembunyi dan tertutup, dan sebagai sesuatu yang selalu menjadi
rujukan manusia dalam mengambil sebuah keputusan. Dalam Al-Qur‟an,
shadr digambarkan sebagai bagian paling privat dalam diri seseorang,
dan hanya Allah sematalah yang tahu isinya. Niat, pendapat dan ide,
semuanya adalah hasil dari shadr.
b. Qalb
Kata qalb ( )قلتberasal dari gabungan tiga fenom ة-ه- قdan
mengandung arti dasar “berubahnya sesuatu” (tahwil as-syai’).9 Secara
etimologi (harfiyah), al-Qalb disebut “kalbu” yang berarti hati, pangkal
perasaan batin yakni hati yang suci (murni). 10 Kata Qalb dalam bahasa
Inggris adalah “heart” yang bermakna jantung (dalam istilah ilmu
kedokteran), hati bagian tengah, inti atau pokok kehendak.11
Hati dalam bahasa Arab pada umumnya menggunakan lafadz
qalb. Qalb berasal dari bahasa Arab, akar kata dati qalab-yaqlibu-qalban
(قلجب-يقلت- )قلتyang mempunyai banyak arti. Kata qalb (bentuk jamaknya
aqlub atau qulūb) yang telah menjadi satu istilah diartikan dengan
segumpal yang menggantung dalam dada. 12
Kata qalb yang diindonesiakan menjadi kalbu, terambil dari akar
kata yang bermakna membalik, karena seringkali ia berbolak-balik, suatu
saat senang dan di saat yang lain susah, suatu waktu setuju dan di waktu
7
Abū „Abdillāh Muhammad bin „Ali al-Hakīm al-Tirmidzi, Bayān al-Farq Bain al-
Shadr wa al-Qulūb wa al-Fu’ād wa al-Lubb, (Kairo: Dār al-Arab, t.th.) h. 35-36
8
Abū „Abdillāh Muhammad bin „Ali al-Hakīm al-Tirmidzi, Bayān al-Farq Bain al-
Shadr wa al-Qulūb wa al-Fu’ād wa al-Lubb,... h. 46
9
Abu Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukram bin Mandzur al-Afriqiy, al-
Mishriy, Lisan al-‘Arabi, (Beirut: Dar al-Shadir, 1994), Juz. I, h. 689
10
Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), cet. III, h. 380
11
Elias A. Elias dan Ed. E. Elias, Al-Qamus al-‘Ashar Arab-Inggris, (Qahira: al-
Ashiriyah), h. 557
12
Abu Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukram bin Mandzur al-Afriqiy, al-
Mishriy, Lisan al-„Arabi,... h. 686-689
15
13
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur`anTematik, (Jakarta: Kamil
Pustaka, 2014), jilid 5, cet. I, h. 42
14
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur`anTematik,... jilid 8, cet. I,
h. 44
15
Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Jakarta:
Yayasan Penyelenggara Penerjemahan al-Quran, 1973), h. 353
16
Graham Jackson, Heart health, (London: Class Publishing, 2000), h. 2. Lihat
juga:Imam Soeharto, Serangan Jantung dan stroke, Hubungannya dengan Lemak dan
Kolesterol,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 4
17
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur`anTematik,... jilid 8, cet. I,
h. 42
16
adalah sesuatu yang bersifat halus (lathif), rabbani, dan rohani yang
memiliki hubungan dengan daging (hati) dalam pengertian pertama di
atas, namun hubungan diantara keduanya tidak bisa dijelaskan dengan
kata-kata karena berada pada wilayah perasaan pribadi seseorang, hati
yang haluslah hakikat manusia, dialah yang mengetahui dan mengenal
dan memerintah. Hati dalam pengertian inilah yang mengenal Allah swt.
dan menangkap sesuatu yang tidak bisa ditangkap khayalan.18
Menurut Ibnu Faris (w. 395 H) kata qalb disamping memiliki arti
sebagai “berbolak-baliknya sesuatu” juga mengandung makna dasar
sebagai “sesuatu yang bersih dan mulia”. Menurutnya qalb disebut
dengan qalb karena ia merupakan “sesuatu yang paling suci dan paling
mulia”, dan “ssesuatu yang paling suci dan paling mulia adalah qalb-
nya”. Dalam pengertian ini, terpakailah istilah قلت االوسبنyang berarti
“kehormatan dan kesucian manusia”.19
Menurut Jalaluddin Rakhmat, qalb adalah mashadar dari qalaba,
artinya membalikkan, mengubah, mengganti. Kata kerja intransitif dari
qalaba adalah taqallaba, artinya bolak-balik, berganti-ganti, berubah-
ubah. Qalb ini menurut beliau mempunyai dua makna: al-Qalb ada yang
berbentuk fisik (materi) dan ada yang non fisik (immateri. Dalam arti
fisik, qalb dapat diterjemahkan sebagai “jantung”. Hal ini Rasulullah
Saw. menerangkan “di dalam tubuh manusia ada segumpal mudghah,
apabila ia baik maka seluruh tubuhnya juga baik, dan jika ia rusak,
maka seluruh tubuhnya rusak. Ketahuilah bahwa mudghah itu adalah
hati”.20
Dari penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa qalb
mempunyai dua makna. Qalb ada yang berbentuk fisik dan ada pula
yang berbentuk non fisik. Dalam arti fisik qalb dapat diterjemahkan
sebagai “jantung” dan yang berbentuk non fisik diterjemahkan sebagai
sesuatu yang bersifat halus (lathif), rabbani, dan kerohanian.
c. Fu`âd
Kata Fu`âd ( )فؤادberasal dari gabungan tiga fenom د-ئ- فdan
mengandung arti dasar sebagai “sesuatu yang sangat panas”,21
sebagaimana terpakai dalam istilah Arab فأدت اللحمyang berarti “saya
18
Abū Hāmid al-Ghazāli, Ihya’ Ulūm al-dīn, (Beirut: Dār al-Kitāb al-Islāmi, 1990),
cet. I, jilid III, h. 3
19
Ali al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam al-Maqayis fi al-Lughah,
(Beirut: Dar al-Fikr, 1995 M), h. 857
20
Jalaluddin Rakhmat, Membuka Tirai Kegaiban, Renungan-Renungan Sufistik,
Bandung: Mizan, 1998), cet. VII, h. 69
21
Ali al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam al-Maqayis fi al-Lughah,...
h. 833
17
22
Al-Raghib Al-Isfahani, Mu’jam Mufradat Alfaz Al-Qur`an al-Karim, (Beirut: Dar
al-Maktabah al-„Ilmiyyah, 1998), h.383
23
Abu Fadhal Jamaluddin Muhammad bin Mukram bin Mandzur al-Afriqiy, al-
Mishriy, Lisan al-‘Arabi,... h. 328
24
Al-Raghib Al-Isfahani, Mu’jam Mufradat Alfaz Al-Qur`anal-Karim,... h. 414
25
Syeikh Nur ad-Din ar-Raniri, Rahasia Manusia Menyingkap Ruh Ilahi,
(Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003), h. 62
26
Muhyiddin Ibnu Arabi, Tafsir Al-Qur`anal-Karim, (Beirut: Dar al-Ya‟zhoh al-
Arabiyah, 1968). H. 555
27
Ms. Nasruallah dan Baiquni, Khazanah Istilah Sufi Kunci Memasuki Dunia
Tasawuf, (Jakarta: Mizan, 1996), h. 61
18
d. Lubb
Kata lubb secara bahasa berarti “inti” atau “bersih”.28 Al-Lubb
bentuk jamaknya adalah albab, alubbun, albubun ( الجت، الت،)الجبة, yang
mana memiliki arti “murni, bersih dari segala gangguan”, akal yang
murni dari segala sesuatu, akal yang bersih dari cela, apa-apa yang
cemerlang dari akal dan kalbu.29
M. Quraish Shihab dalam karyanya menjelaskan bahwa lubb
berarti “saripati dari suatu benda”. Seperti kacang dengan kulitnya,
kulitnya dibuang dan dimakan isinya, isinya ini disebut dengan lubb.30
Adapun Al-Ghazali (1058 M) menerangkan bahwa kata lubb bermakna
saripati sesuatu, diterjemahkan dengan akal, otak, atau pikiran.31
Menurut Jan Ahmad Wassil, kata lubb adalah sebuah kata benda
yang berarti “intisari”, “isi”, atau “bagian penting dari sesuatu”. Makna
kata lubb dapat dipahami dari contoh ungkapan berikut: lubb buah yang
kita makan adalah daging buah, yaitu bagian buah yang biasa dimakan
karena bagian tersebut penting untuk kita. Lubb biji buah jarak adalah
minyak jarak yang diperoleh dari pengolahan biji jarak karena harga biji
jarak de pasaran ditentukan oleh kadar kandungan minyaknya. Lubb
akar tuba adalah bahan racun yang dikandung akar tuba. Racun tersebut
berguna untuk membasmi hama. Begitu pula lubb, suatu masalah yang
menjadi pembahasan adalah bagian penting dari masalah tersebut atau
tema dari pembahasan atau pembicaraan.32
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa lubb secara bahasa
bermakna bagian yang terbaik atau utama dari segala sesutau, akal yang
jernih dan bermakna pula kabu. Lubb adalah akal yang sangat jernih
serta mendapatkan penyeimbangan dan pembentukan dari cahaya
hidayah Allah swt.
28
Ali al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam al-Maqayis fi al-Lughah, ...
h. 934
29
Louis Ma‟luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-‟Alam,... h. 709
30
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera hati, 2000), vol. 1, h. 369
31
Al-Ghazali, Kegelisahan al-Ghazali: Sebuah Otobiografi Intelektual,
(Yogyakarta: Pustaka Hidayah, 1998), h. 35
32
Jan Ahmad Wassil, Tafsir Qur’an Ulul-Albab, (Bandung: PT Salamadani Pustaka
Semesta, 2009) cet. I, h. 2
19
33
Al-Hakim al-Tirmidzi, Bayan al-Farq baina al-sadr wa al-Qalb wa al-Fu’ad wa
alLubb, (Kairo: Markaz al-Kitab li al-Nasyr,T.Th), h.17.
34
Robert Frager, Hati, Diri, dan Jiwa: Psikologi Sufi untuk Transformasi,... h. 57
35
Totok Tasmara, The voice of Heart Bisikan Hati,... h. 113
36
Sudirman Tebba, Menyingkap Rahasia Hati, (Ciputat: Pustaka I, qalrvan, 2007),
cet. I, h. 4
20
TABEL
Penggunaan Kata Shadr Dalam Al-Qur`an
Bentuk
No. Surat dan Ayat Pengulangan
Kata
1. صدرا Q.S. An-Nahl (16):106 1 kali
2. صدري Q.S. Thaha ():25, As-Syu’ara ():13 2 kali
3. صدري Q.S. Al-An’am (6):125, Q.S. Az-Zumar 3 kali
(39):22
4. صدرك Q.S. Al-A’raf (7):2, Q.S. Hud (11):12, 4 kali
Q.S. Al-Hijr (15):97, Q.S. Al-Insyirah
(94):1
6. الصدَر Q.S. Ali ‘Imran (3):119 dan 154, Q.S. Al- 16 kali
Maidah (5):7, Q.S. Al-Anfal (8):43, Q.S.
37
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur`an Tematik, (Jakarta:
Kamil Pustaka, 2014), jilid 5, h. 42
38
Aisyah Abdurrahman, At-Tafsirul Bayani lil Qur’anil Karim, Ter. Mudzakkir
Abdussalam, (Bandung: Mizan, 1996), 275-276
39
Muhammad Fu‟ād „Abd al-Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras,... h. 403-404
21
7. صدَرمم Q.S. Ali ‘Imran (3):29 dan 154, Q.S. Al- 4 kali
Isra’ (17):51, dan Q.S. Al-Mu’min (40):80
Bentuk
No. Surat dan Ayat Pengulangan
Kata
1. تقلجُن QS. 29: 21 1 kali
2. قلّجُا QS. 9: 48 1 kali
3. وقلّت QS. 6: 110, QS. 18: 18 2 kali
40
Muhammad Fu‟ād „Abd al-Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras,... h. 403-404
22
19. قلُة QS. 3: 151, QS. 7: 101, QS. 7: 179, 112 kali
QS. 8: 12, QS. 9: 117, QS. 10: 74,
QS. 13: 28, QS. 15: 12, QS. 22: 32,
Q22: 46, QS. 22: 46, QS. 24: 37, QS.
26: 200, QS. 30: 59, QS. 33: 10, QS.
39: 45, QS. 40: 18, QS. 47: 24, QS.
48: 4, QS. 57: 27, QS. 79: 8, QS. 66:
4, QS. 2: 74, QS. 2: 225, QS. 3: 103,
QS. 3: 126, QS. 3: 154, QS. 6: 46,
QS. 8: 10, QS. 8: 11, QS. 8: 70, QS.
33: 5, Q.S. 33: 51, QS. 33: 53, QS.
48: 12, QS. 49: 7, QS. 49: 14, QS. 2:
88, QS. 3: 8, QS. 4: 155, QS. 5: 113,
23
Dari 168 kata qalb dan derivasinya di atas dijumpai pada 48 surat
dan 155 ayat.41 Dari 168 kata qalb dan derivasinya tersebut terdapat 132
kata qalb yang diartikan sebagai hati atau nurani, yang merupakan objek
dari penelitian ini. Kalbu, hati, jantung dalam berbagai bahasa: heart
(Inggris), herz (German), coeur (Prancis), corazon (Spanyol), cuore
(Italia), hart (Dutch), serce (Polandia), inima (Roma), dil (Urdu), hreday
(India), xin (China), maeum (Korea), qalbun (Arab). Kalbu dengan
segala bentuk (tunggal, dua, maupun jamak) diungkap dalam Al-
Qur`ansebanyak 132.42 Perubahan kata dari kata dasar قلتini meliputi
kata: قلجل, ً قلج, قلجٍب, قلجي, قلجيه, قلُة, قلُثنمب, قلُثنم, قلُثىب, قلُثٍم, dan
ّقلُثٍه. Seluruh bentuk perubahan ini tersebar dalam 45 surat dan 112
ayat, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini: 43
Bentuk
No. Surat dan Ayat Pengulangan
Kata
1. قلت Q.S. al-Mu’min (40):35, Q.S. Ali 6 kali
‘Imran (3):159, Q.S. Qaf (50):33 dan
37, Q.S. asy-Syu’ara’ (26):89, Q.S. al-
Saffat ():84
41
Muhammad Fu‟ād „Abd al-Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras,.. h. 697-700
42
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur`anTematik,... jilid 8, cet. I,
h. 42
43
Muhammad Fu‟ād „Abd al-Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras,... h. 549-551
24
11. قلُثٍم Q.S. al-Baqarah (2):7, 10, 93, dan 118, 68 kali
Q.S. Ali ‘Imran (3):7 156, dan 167,
Q.S. an-Nisa’(4):63, Q.S. al-An’am
(6):25 dan 43, Q.S. al-A’raf (7):100,
Q.S. al-Anfal (8):2, 49, dan 63, Q.S.
at-Taubah (9):8, 15, 45, 60, 64, 77, 87,
93, 110, 125, dan 127, Q.S. Yunus
(10):88, Q.S. ar-Ra’ad (13):28, Q.S.
an-Nahl (16):22 dan 108, Q.S. al-Isra’
(17):46, Q.S. Al-Kahfi (18):14 dan 57,
Q.S. al-Anbiya’ (21):3, Q.S. al-Hajj
(22):35, 53, dan 54, Q.S. al-Mu’minun
(23):63, Q.S. an-Nur (24):50, Q.S. al-
Ahzab (33):12, 26, dan 60, Q.S. Saba’
(34):23, Q.S. az-Zumar (39):22, Q.S.
Muhammad (47):16, 20, dan 29, Q.S.
25
c. Fu`âd
Bentuk
No. Surat dan Ayat Pengulangan
Kata
44
Muhammad Fu‟ād „Abd al-Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras,... h. 510
26
Jumlah 16 kali
d. Lubb
Bentuk
No. Surat dan Ayat Pengulangan
Kata
Q.S. al-Baqarah (2):179, 197, dan 269,
Q.S. Ali ‘Imran (3):7 dan 190, Q.S. al-
األلجبة 16 kali
1. Ma’idah (5):100, Q.S. Yunus (12):111,
Q.S. ar-Ra’d (13):19, Q.S. Ibrahim
45
Muhammad Fu‟ād „Abd al-Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras,... h. 510
46
Muhammad Fu‟ād „Abd al-Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras,... h. 644
27
47
Muhammad Fu‟ād „Abd al-Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras,... h. 644
BAB III
BIOGRAFI JALALAIN (JALALUDDIN AL-MAHALLI DAN
JALALUDDIN AL-SUYUTHI) DAN QURAISH SHIHAB
a. Al-Mahalli
Jalaluddin Al-Mahalli bernama lengkap Muhammad bin Ahmad
bin Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad Al-Imam Al-Allamad Ahmad
Jalaluddin Al-Mahalli. Lahir pada tahun 791 H/1389 M di Kairo, Mesir.
Ia lebih dikenal dengan sebutan Al-Mahalli yang dinisbahkan pada
kampung kelahirannya. Lokasinya terletak di sebelah barat Kairo, tak
jauh dari Sungai Nil.
Sejak kecil, tanda-tanda kecerdasan sudah mencorong pada diri
Al-Mahalli. Ia ulet menyadap aneka ilmu, misalnya tafsir, ushul fikih,
teologi, fikih, nahwu, dan logika. Mayoritas ilmu tersebut dipelajarinya
secara otodidak, hanya sebagian kecil yang diserap dari ulama-ulama
salaf pada masanya, seperti Al-badri Muhammad bin Al-Aqsari, Burhan
Al-Baijuri, A‟la Al-Bukhari, dan Syamsuddin bin Al-Bisati
Riwayat hidup Al-Mahalli tak terdokumentasikan secara rinci.
Hal ini disebabkan ia hidup pada masa kemunduran dunia Islam.
Lagipula, ia tak memiliki banyak murid, sehingga segala aktivitasnya
tidak terekam dengan jelas. Walau begitu, Al-Mahalli dikenal sebagai
orang yang berkepribadian mulia dan hidup sangat pas-pasan, untuk
tidak mengatakan miskin. Guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia
bekerja sebagai pedagang. Meski demikian, kondisi tersebut tidak
mengendurkan tekadnya untuk terus mengais ilmu.
As-Sakhawi, seorang ulama yang hidup semasa, menuturkan
dalam Mu‟jam Al-Mufassirin bahwa Al-Mahalli adalah sosok imam yang
sangat pandai dan berpikiran jernih. Kecerdasannya mengatasi orang
kebanyakan. Tak berlebihan jika dikatakan bahwa daya ingatnya laksana
berlian.
1
Muhammad Al-Fatih Suryadilaga, “Suntingan Teks Tafsir Jalalain,” Jurnal Studi
Ilmu-Ilmu Al-Qur`an dan Hadis XI, no. 2 (Juli 2010), h. 228-229
29
30
b. As-Suyuthi
Dari semua sarjana Muslim yang muncul di Mesir dalam masa
pemerintahan Sultan Mamluk, sejarahwan Jalaluddin As-Suyuthi yang
paling dikenal. Telah niscaya, ia adalah salah satu dari sarjana dan
pemikir Islam terbesar abad ke-15.3
Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Kamal Abu Bakar
bin Muhammad bin Sabiq Ad-Din bin Fakhr Usman bin Nashiruddin
Muhammad bin Himamuddin Al-Hammam Al-Hudairi As-Suyuthi.4
As-Suyuthi lahir di Kairo pada malam Ahad, bulan Rajab, tahun
849 H bertepatan dengan 1445 M. Kedua orang tuanya termasuk orang
sufi. Ketika Suyuthi dalam kandungan, orang tuanya tertarik oleh salah
seorang Aulia dengan mengunjungi Masyhad Husaini (Majelis Husaini)
dan memohon kepada Abu Muhammad Al-Majdub agar anak dalam
kandungan diberkahi dan diberi kehafalan Al-Qur`an sebagaimana
harapan tersebut terbukti pada diri suyuthi yang hafal Al-Qur`an ketika
berusia delapan tahun.5
Ia bergelar Jalaluddin, dan akrab di panggil Abu Fadil. Nama
panggilan ini adalah pemberian gurunya, Al-Izzu Al-Kanani Al-Hanbali.
Namun seiring berjalannya masa. Jalaluddin As-Suyuthi lebih dikenal
dengan sebutan As-Suyuthi. Sebuah nama yang dinisbahkan pada
ayahnya yang dilahirkan di As-Suyuthi. Nama suatu negeri yang
makmur, terletk di dataran tinggi dan merupakan lokasi perniagaan yang
strategis. Ketika masih bocah, kemalangan sudah menyapanya. Ayahnya
menghadap kehadirat-Nya pada Safar 855 H/Maret 1451 M ketika ia
2
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Musafir Al-Qur`an, (Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008), h.110-111
3
M. Atiqul Haque, WAJAH PERADABAN Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi Besar
Islam, (Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998) cet. 1, h. 90
4
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Musafir Al-Qur`an,... h.111
5
Al-Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Asrar Tartibil Qur`an, (Jakarta: Pustaka Amani,
1996), cet. I, h. 87
31
6
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Musafir Al-Qur`an,... h. 111
7
Abdullah Karim, Ilmu Tafsir Imam As-Suyuthi, (Banjarmasin: CV Haga Jaya
Offset, 2004), cet. I, h. xiv
8
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Musafir Al-Qur`an,... h.112
9
M. Atiqul Haque, WAJAH PERADABAN Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi Besar
Islam,... h. 90-91
32
10
M. Atiqul Haque, Wajah Peradaban Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi Besar
Islam,... h. 91
11
Al-Imam Jalaluddin As-Suyuthi, “Asrar Tartibil Qur‟an”,... h. v
12
Al-Imam Jalaluddin As-Suyuthi, “Asrar Tartibil Qur‟an”,... h. 88
13
Abdullah Karim, Ilmu Tafsir Imam As-Suyuthi,... h. xv
33
c. Riwayat Tafsir
Tafsir Al-Jalalain, secara harfiah berarti “Tafsir Dua Kemuliaan”
adalah tafsir yang sangat terkenal di dunia Islam. Tafsir itu ditulis
dengan bahasa yang sederhana dan mudah.15 Muhammad Al-Fatih
Suryadilaga dalam artikelnya “Suntingan Teks Tafsir Jalalain”,
menyatakan bahwa masing-masing dari Al-Mahalli dan As-Suyuthi
mengerjakan tafsir Al-Jalalain 50 persen. Al-Mahalli memulai surah Al-
Kahfi sampai An-Nas dan Al-Fatihah.16 Ia menulisnya sebagaimana
urutan mushaf utsmani, yang mana ia mulai menulisnya pada hari Rabu
di bulan Ramadhan 870 H sampai hari Ahad tanggal 10 Syawwal 870 H,
berarti hanya satu bulan waktu yang digunakan beliau untuk menyusun
tafsir fari urah Al-Kahfi sampai dengan An-Nas.17 Banyak juga yang
menganggap bahwa Al-Mahalli menulis Tafsir dari surah Al-Kahfi
sampai surah An-Nas saja tanpa surah Al-Fatihah. Bahkan dalam kitab
Kasf Al-Zunun dijelaskan bahwa Al-Mahalli telah menafsirkan dari awal-
awal Al-Baqarah sampai surah Al-Isra‟. Keterangan ini disanggah oleh
Yunus Hasan Abidu dalam kitab Dirasat wa Mahabits fi Tarikh al-Tafsir
wa Manahij Al-Mufassirin.18 Al-Mahalli bermaksud akan melanjutkan
menafsirkan surah Al-Baqarah setelah menafsirkan surah Al-Fatihah,
akan tetapi beliau jatuh sakit yang berakhir dengan berpulang ke
rahmatullah.
Sedangkan As-Suyuthi melanjutkannya enam tahun kemudian
dan menyelesaikan penafsirannya dari surah Al-Baqarah sampai Al-Isra‟
dan selesai pada hari Rabu 6 safar 871 H dalam waktu empat bulan
kurang 4 hari. Kedua penafsir tafsir tersebut berkewarganegaraan Mesir.
Akan tetapi tempat kelahirannya berbeda. Al-Mahalli dilahirkan di
Marhallah dan berdarah Arab Taftani. Sedangkan As-Suyuthi dilahirkan
di Asyut. Antara kedua ulama tersebut yang sama-sama memiliki nama
Jalal tidak ada hubungan kekeluargaan, namun ada hubungan di bidang
14
Al-Imam Jalaluddin As-Suyuthi, “Asrar Tartibil Qur‟an”,... h. 91
15
M. Atiqul Haque, Wajah Peradaban Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi Besar
Islam,... h. 91
16
Muhammad Al-Fatih Suryadilaga, “Suntingan Teks Tafsir Jalalain,” Jurnal Studi
Ilmu-Ilmu Al-Qur`an dan Hadis XI, no. 2 (Juli 2010), h. 228-229
17
Wahyudi Syakur, Biografi Ulama Pengarang Kitab Salaf, h. 75
18
Yunus Hasan Abidu, Tafsir Al-Quran, Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 121
34
keilmuan antara murid dan guru. Keduanya populer dalam bidang tafsir
dan ilmu Al-Qur`an.19
Ahmad Mujib El-Shirazy dalam Anotasi Kitab Kiuning:
Khazanah Intelektualisme Pesantren di Indonesia, menyatakan bahwa
ada beberapa alasan dipilihnya tafsir Al-Jalalain sebagai kitab tafsir
utama di kalangan pesantren, yaitu sebagai berikut: 1) Tafsir Jalalain
ditulis oleh dua ulama yang berhaluan ahl sunnah wal jama‟ah. 2) Tafsir
Jalalain ditulis oleh dua ulama yang bermadzhab Syafi‟i. 3) Tafsir
Jalalain adalah kitab paling ringkas namun padat sehingga paling mudah
untuk dikhatamkan. 4) Di Indonesia tafsir Jalalain adalah kitab yang
paling murah harganya sehingga bisa dijangkau oleh para santri. 5)
Nama dua mu‟allif tafsir Jalalain, yakni Imam Jalal Al-Din Al-Suyuthi
dan Imam Jalal Al-Din Al-Mahalli sangat terkenal di kalangan pesantren.
Kitab-kitab As-Suyuthi banyak diajarkan di pesantren seperti Al-Asybah,
Jam‟u Al-Jawami‟, Syarh As-Syatibiyyah, Al-Alfiyyah dll. Begitu juga
dengan karya-larya Al-Mahalli yang dijadikan kajian di pesantren seperti
Syarh Jam‟u Al-Jawami‟ Syarh Al-Minhaj dll.20
Begitu tingginya nilai tafsir Al-Jalalain di mata para pembaca.
Dapat dikatakan bahwa tafsir inilah yang banyak berkembang dalam
masyarakat ulama, dari dulu hingga sekarang.
d. Metode Penafsiran
Al-Mahalli menafsirkan Al-Qur`an dengan sangat ringkas, yang
mana pola ini juga diikuti oleh As-Suyuthi dalam menyelesaikan
penafsiran tafsir Jalalain ini. Apabila orang membaca keseluruhan tafsir
ini, maka mereka tidak akan menemukan perbedaan antara tafsir paruh
pertama dan paruh kedua. Sebab masing-masing menggunakan metode
yang sama, yang mana As-Suyuthi mengikuti jejak Al-Mahalli dalam
menyebutkan makna ayat secara ringkas dan bertumpu pada pendapat
yang paling kuat disertai dengan pembahasan mengenai masalah i‟rab
yang sangat diperlukan untuk menjelaskan makna dan mengingatkan
adanya qira‟at-qira‟at dengan redaksi yang singkat pula.21
Metode penafsiran demikian disebut dengan metode ijmali, yaitu
metode yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur`an secara global atau general
(garis besar), berdasarkan urutan bacaan dan susunan Al-Qur`an. Dengan
metode ini, mufassir membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan
19
Muhammad Al-Fatih Suryadilaga, “Suntingan Teks Tafsir Jalalain,” Jurnal Studi
Ilmu-Ilmu Al-Qur`an dan Hadis XI, no. 2 (Juli 2010), h. 228-229
20
Ahmad Mujib El-Shirazy, Anotasi Kitab Kiuning: Khazanah Intelektualisme
Pesantren di Indonesia,(Jakarta: Darul Ilmi, 2007), h. 133
21
Yunus Hasan Abidu, Tafsir Al-Quran, Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir,...
h. 121-122
35
22
Anshori, Ulumul Qur‟an: Kaidah-Kaidah memahami Firman Tuhan, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013), cet. I, h. 207-208
23
M. Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2013), cet. 1, h.7
24
H. Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2005), h. 362
25
M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-Qur`an : Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai
Persoalan Umat.”, (Bandung: Mizan, 2003), h. vii
26
Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, (Jakarta: Lembaga
penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), cet. 1, h.255
27
Hamdani Anwar, “Telaah Kritis terhadap Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish
Shihab.” (Jakarta; Mimbar Agama dan Budaya, 2002), vol. xix, No. 2, h. 170
28
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Musafir Al-Qur`an,... h.237
29
Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, (Jakarta: Lembaga
penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), cet. 1, h.255
36
30
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Musafir Al-Qur`an,... h.237
31
M. Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat,... h.7
32
Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,... h. 256
33
Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,... h. 256
34
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Musafir Al-Qur`an,... h.237
35
M. Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat,... h.7
36
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Musafir Al-Qur`an,... h.237
37
b. Riwayat Tafsir
Di antara karya-karya Muhammad Quraish Shihab adalah Tafsir
Al-Misbâh bisa dikatakan sebagai karya monumental. Tafsir yang terdiri
37
Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,... h. 256-257
38
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Musafir Al-Qur`an,... h.238
38
dari 15 volume ini mulai ditulis pada tahun 1999-2004. Karyanya ini
berjudul Tafsir Al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur‟an, atau
biasa disebut Al-Misbâh saja.39 Nama ini berasal dai bahasa Arab yang
artinya lampu, pelita, lentera, atau benda lain yang berfungsi serupa,
yaitu memberi penerangan bagi mereka yang berada dalam kegelapan. 40
Beliau berharap dapat memberikan penerangan dalam mencari petunjuk
dan pedoman hidup bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam
memahami makna Al-Qur`an secara langsung karena kendala
kebahasaan.
Sebagai salah seorang mufassir di Indonesia dewasa ini, Quraish
Shihab tidak menulis karya-karyanya berdasarkan selera dan keinginan
sematam melainkan beliau selalu berangkat dari kebutuhan masyarakat
pembacanya. Sebagaimana tulisan-tulisannya yang lain, ia ingin bahwa
Al-Qur`an sebagai hudan (petunjuk) dapat dimanfaatkan sepenuhnya
oleh semua kalangan masyarakat islam. Motifasi beliau untuk menulis
tafsir ini adalah sebagai tanggung jawab moral sebagai ulama yang wajib
memberikan penerangan kepada umatnya sesuai dengan bidangnya. 41
Hal itu sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Quraish Shihab dalam
pengantar Tafsir Al-Misbâh jilid I. Beliau menulis demikian:
“Adalah kewajiban para ulama untuk memperkenalkan Al-
Qur‟am dan menyuguhkan pesan-pesan yang terkandung dalam
Al-Qur`an sesuai dengan harapan dan kebutuhan.”42
Karya tafsir yang ingin penulis hadirkan ini merupakan karya
besar seorang Besar Tafsir Indonesia yang mana karya tafsir ini telah
membumbungkan namanya sebagai salah satu mufassir Indonesia yang
disegani, karena mampu menulis tafsir Al-Qur`an 30 juz dengan sangat
akbar dan mendetail hingga 15 jilid/volume.43 Beliau menuntut ilmu di
negeri Kinanah, tepatnya di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Ketika
masih tinggal di sana, putra kedua Prof. KH. Abdurrahman Shihab ini
mulai menulis tafsir Al-Misbâh pada Jum‟at 4 Rabi‟ul Awal 1420 H
yang bertepatan dengan 18 Juni 1999 M.
39
Hamdani Anwar, “Telaah Kritis terhadap Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish
Shihab”, Mimbar Agama dan Budaya, 2002, vol. xix, No. 2, h. 176
40
Hamdani Anwar, “Telaah Kritis terhadap Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish
Shihab”, Mimbar Agama dan Budaya, 2002, vol. xix, No. 2, h. 178
41
Hamdani Anwar, “Telaah Kritis terhadap Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish
Shihab”, Mimbar Agama dan Budaya, 2002, vol. xix, No. 2, h. 178
42
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, jilid I (Jakarta: Lentera Hari, 2000), h.vii
43
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Musafir Al-Qur`an,... h.238
39
44
Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,... h. 252
45
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, jilid I,... h. ix
40
ilmiah, dan c) Pemberitaan hal ghaib masa lalu dan masa mendatang
yang diungkapnya.46
Pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur`an; demikian tema yang
diusung oleh tafsir ini, nampaknya ingin menjelaskan bahwa ketiga
pendekatan di atas terutama ketelitian dan keindahan redaksi Al-Qur`an
sangat dominan mewarnai penasiran yang dilakukan.47
Begitu menariknya uraian yang terdapat dalam banyak karyanya,
pemerhati karya tafsir Nusantara, Howard M. Federspiel,
merokemdasikan bahwa karya-karya tafsir M. Quraish Shihab layak
bahkan wajib menjadi bacaan dan rujukan setiap muslim di Indonesia
sekarang ini.
Dengan rendah hati, penafsir ini menyampaikan kepada pembaca
bahwa apa yang dihidangkan pada karya tafsir ini bukanlah sepenuhnya
ijtihad penafsir sendiri. Tafsir Al-Misbâh banyak mengemukakan „uraian
penjelas‟ terhadap sejumlah mufassir ternama sehingga menjadi referensi
yang mumpuni, informatif, dan argumentatif.48
Begitu juga, kitab tafsir yang berjumlah 15 jilid ini mempunyai
corak penafsiran Adabi Ijtima‟i. Kita juga bisa mengatakan bahwa tafsir
ini memiliki kecenderungan lughawi. Hal ini didasarkan kepada
banyaknya pembahasan tentang kata. Apalagi terhadap kata atau
ungkapan yang selama ini disalah pahami oleh sebagian pembaca. 49
Beliau juga menyatakan bahwa karya-karya ulama terdahulu dan
kontemporer, serta pandangan-pandangan mereka sungguh banyak
dinukil. Sebut saja misalnya Mahmud Syaltut, Sayyid Quthb,
Muhammad Al-Madani, Muhammad Hijazi, Ahmad Badawi,
Muhammad Ali Ali Ash-Sabuni, Muhammad Sayyid Tanthawi, Syeikh
Mutawalli Asy-Sya‟rawi, Syeikh Muhammad Husein Ath-Thabathabai
(seorang ulama Syiah terkemuka), dan terakhir Ibrahim ibn Umar Al-
Biqa‟i, ulama asal Bekaa, Lebanon (w.885 H/1480 M) yang mana karya
tafsirnya yang berjudul Nazm Al-Durrur ketika masih berupa manuskrip
menjadi bahan disertasi penulis tafsir ini di Universitas Al-Azhar Kairo
Mesir dua puluh tahun silam.50
46
Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,... h. 253
47
Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,... h. 254
48
Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,... h. 254
49
Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,... h.262
50
Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,... h. 255
41
c. Metode Penafsiran
Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa Prof. Dr. M. Quraish
Shihab dalam menulis tafsir Al-Misbâh ini menggunakan metodologi
tahlili, yaitu menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya
dalam setiap surat. Penekanan dalam uraian-uraian tafsir itu adalah pada
pengertian kosa kata dan ungkapan-ungkapan Al-Qur`an dengan
merujuk kepada pandangan pakar bahasa dan ulama tafsir, kemudian
memperhatikan bagaimana kosa kata atau ungkapan itu digunakan oleh
Al-Qur`an.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan metode tahlili atau
analisis adalah penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur`an
dari sekian banyak seginya yang ditempuh oleh mufassir dengan
menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutannya di dalam mushaf melalui
penafsiran kosakata, penjelasan asbabun nuzul, munasabah, serta
kandungan ayat tersebut sesuai denga keahlian dan kecenderungan
mufassir itu.52
Menafsirkan Al-Qur`an dengan menggunakan metode tahlili
adalah bagaikan hidangan prasmanan,53 masing-masing tamu memilih
sesuai selera serta mengambil kadar yang diinginkan dari meja yang
telah ditata. Cara ini tentu saja memerlukan waktu yang lama, karena
pembahasannya lebih luas dari pada metode maudhu‟i. Metode
maudhu‟i adalah membahas satu surat Al-Qur`an secara menyeluruh,
memperkenalkan dan menjelaskan maksud-maksud umum dan
khususnya secara garis besar, dengan cara menghubungkan ayat yang
satu dengan ayat yang lain, atau antara satu pokok masalah dengan
pokok masalah yang lain. Definisi dengan redaksi lain, tafsir maudhu‟i
adalah tafsir yang menghimpun dan menyusun ayat-ayat Al-Qur`an yang
memiliki kesamaan arah dan tema, kemudian memberikan penjelasan
51
Hamdani Anwar, “Telaah Kritis terhadap Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish
Shihab.” (Jakarta; Mimbar Agama dan Budaya, 2002), vol. xix, No. 2, h. 180-181
52
Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,... h. 263
53
M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-Qur`an : Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai
Persoalan Umat.”,... h. xii
42
54
M. Quraish Shihab, Sejarah dan „Ulum Al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2001), cet. 3, h. 192-193
55
M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-Qur`an : Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai
Persoalan Umat.”,... h. xiv
56
Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,... h. 263
43
57
Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli, Tafsir Al-Qur`an al-‟Adzim, Dar
Ihya‟ al-Kutub al-‟Arabiyah,... hal. 2
BAB IV
TELAAH KATA SHADR, QALB, FU`ÂD, DAN LUBB DALAM AL-
QUR`AN BERDASARKAN TAFSIR JALALAIN DAN TAFSIR AL-
MISBÂH
A. Penafsiran Kata Shadr, Qalb, Fu`âd dan Lubb Menurut Jalalain dan
Al-Misbâh
Dalam bab ini penulis akan memaparkan bagaimana penafsiran
Jalalain dan Quraish Shihab terkait kata shadr, qalb, Fu`âd, dan lubb,
yakni sebagai berikut;
a. Shadran
Kata ini mewakili bentukan dari mashdar yang mana kata ini
hanya terulang 1 kali di dalam Al-Qur`an, yakni sebagai berikut:
Dalam kitab tafsir jalalain ayat wa lâkin man syaraha bil kufri
shadran diartikan dengan, “akan tetapi orang yang melapangkan
dadanya untuk kekafiran”. Dalam kitab tafir jalalain, kata shadran yang
bermakna dada ditafsirkan sebagai hati. Yakni, hatinya menerima
kekufuran dengan lapang.1
1
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir
Jalalain Asbabun Nuzul Jilid 1, terj. Bahrun Abubakar,... cet VII, h. 1046
45
46
2
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) vol. 6, cet V, h. 742
47
3
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... jilid 1, cet. I, h. 563-564
48
c. Ash-Shudûr
Kata ini mewakili bentukan dari maf‟ul dan terulang di dalam Al-
Qur`an sebanyak 16 kali. Dan penulis mengambil contoh dalam surah Ali
Imran ayat 119. Alasan penulis mengambil ayat di bawah ini,
dikarenakan konten maknanya yang lebih komprehensif dan lebih
lengkap di bandingkan dengan 15 ayat lainnya.
d. Shudûrihim
Kata ini mewakili bentukan dari jamak dan terulang dalam Al-
Qur`an sebanyak 10 kali. Adapun salah satu ayat yang di ambil oleh
penulis adalah sebagai berikut:
Artinya : “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah
dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka
(Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah
kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh
keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan
kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-
5
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... jilid 1, cet. I, h. 272
6
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... vol.
2, h. 236-237
50
7
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... jilid 3, cet. I, h. 640
8
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... vol.
13, h. 537
51
shadr adalah apa-apa yang tersimpan pada isi hati, seperti kebencian,
kedengkian, iri hati, dan hawa nafsu. Pada kata shadran beliau
mengartikan bahwa kata shadr disini ialah wadah hati dimana ia dapat
menerima kekufuran. Dan pada kata shadrahu beliau mengartikan bahwa
shadr disini dapat menerima hal-hal yang bersifat baik.
Secara garis besar jalalain dan Quraish Shihab sepakat bahwa
yang dimaksud dengan kata shadr/dada disini ialah hati. Keduanya
menerangkan bahwa shadr disini ialah tempatnya hawa nafsu, iri,
dengki, benci, dan marah, serta letaknya pun tersembunyi. Keduanya
juga sepaham bahwa shadr ini ialah sesuatu yang dapat menerima
kekufuran.
Pada kata shadran, Quraish Shihab menjelaskan bahwa shadr
disini ialah “wadah hati”. Akan tetapi pada kata Ash-Shudûr, jalalain
menerangkan bahwa shadr disini ialah “isi hati”. Kendatipun berbeda
dalam menafsirkan, akan tetapi makna yang diberikan sama dengan
konteks yang dibicarakan. Yakni berbicara mengenai orang-orang kufur,
yang mana hati mereka terdapat rasa iri dan dengki terhadap orang islam.
Penulis pun menyimpulkan bahwa dalam menafsirkan empat kata
disini keduanya memberikan makna yang sama, hanya saja cara
menguraikannya berbeda akan tetapi intinya sama yakni berkaitan
dengan apa-apa yang tersembunyi. Perbedaan ini dipengaruhi oleh
penjelasan Jalalain yang sangat ringkas dan Quraish Shihab yang
menguraikannya disertai dengan penjelasan baik dari sisi kebahasaan,
asbabun nuzul, qiraat, dan didukung dengan kutipan pendapat para
ulama klasik.
a. Qalb
Kata ini mewakili bentukan dari isim mufrad dan di dalam Al-
Qur`an terulang sebanyak 6 kali. Adapun salah satu ayat yang di ambil
oleh penulis adalah sebagai berikut:
Artinya: “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal
52
b. Qalbuhu
Kata ini mewakili bentukan dari isim mufrad yang mana kata ini
terulang sebanyak 8 kali di dalam Al-Qur`an. Salah satu diantaranya,
yakni sebagai berikut:
9
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... jilid 3, cet. I, h. 493
10
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... h.
50-51
53
Artinya: “jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak
secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh
yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS.Al-Baqarah [2] : 283)
11
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,.... vol 1, h. 208
54
dibawah tekanan ancaman, maka hal yang demikian tidak dinilai berdosa
selama hatinya tetap tenang meyakini keesan Allah swt.
Jika hati berdosa, seluruh anggota tubuh pun berdosa. Hal ini
didukung dengan hadis yang beliau kutip; Nabi Muhammad saw.
bersaba, “Sesungguhnya di dalam diri manusia ada „segumpal‟, yang
apabila ia baik, baiklah seluruh jasad, dan bila ia buruk, maka buruklah
seluruh jasad, yaitu kalbu”. Maka kata hati disini oleh Quraish Shihab
diartikan pula sebagai kalbu.12
c. Qalbain
Kata ini mewakili bentukan dari isim mufrad yang mana kata ini
hanya terulang 1 kali di dalam Al-Qur`an, yakni sebagai berikut:
12
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,...
vol. 1, h. 240-241
13
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... vol. 3, h. 60
55
lainnya ke arah kiri atau ke belakang. Oleh karena itu, tidaklah benar
memepersekutukan Allah, pada satu saat menyembah-Nya dan di saat
lain menyembah berhala.
Tujuan ayat ini adalah untuk mengingatkan tentang berbagai
macam kepalsuan perbuatan kaum jahiliyah, baik yang diakui maupun
yang dipercayai oleh mereka. Sebagaimana pengakuan Jamil Ibn
Mua‟mmar al-Juhamy, dia adalah orang yang dikenal kuat hafalannya
dan sangat licik, dia mengaku memiliki 2 hati yakni akal. Dia mengaku
dapat menyajikan hal-hal yang jauh lebih baik daripada Nabi, ini serupa
juga dengan pengakuan Abdullah Ibn Khatal at-Timy.
Sebagaimana beliau mengutip ungkapan Ibn „Asyur yang
mengatakan bahwa ayat ini menegaskan atas dua hakikat, diantaranya
adalah berkaitan dengan hakikat kepercayaan, yang mana kepercayaan
tersebut untuk menegakkan suatu agama yang memiliki akidah yang
benar dan untuk membuang jauh-jauh kepercayaan yang bertolak
belakang dengan kenyataan. Oleh karena itu, ayat ini menegaskan bahwa
Allah menetapkan satu sistem yang sama buat semua orang. ”Allah
sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya.”
Quraish Shihab mengutip pendapat Sayyid Quthub, beliau
menggaris bawahi bahwa selama manusia hanya memiliki satu kalbu,
maka ia harus memiliki satu sistem yang harus dipegang teguh. Ayat ini
mengingatkan bahwa manusia tidak boleh mengambil akhlak dan sopan
santun dari satu sumber, kemudian mengambil ketetapan hukum dan
undang-undang yang dipatuhinya dari sumber yang lain, kemudian
mencampurnya dari berbagai macam sumber tersebut. Pencampuran
semacam ini tidak menghasilkan manusia yang memiliki satu kalbu.
Kata rongga disini menegaskan makna kalbu. Rongga adalah sisi
dalam tubuh manusia, disebutkan untuk lebih mempertegas makna kalbu
yang dimaksud ayat ini dan juga untuk lebih memperjelas bantahan
kepada yang mengaku atau percaya bahwa ada manusia yang memiliki
dua jantung hati.14
d. Qulûb
Kata ini mewakili bentukan dari isim jamak dan terulang di dalam
Al-Qur`an sebanyak 21 kali. Dan penulis mengambil contoh dalam surah
Yunus ayat 74. Alasan penulis mengambil ayat di bawah ini, dikarenakan
14
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... h.
410-412
56
Artinya: “Kemudian sesudah Nuh, Kami utus beberapa Rasul
kepada kaum mereka (masing-masing), Maka Rasul-rasul itu
datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan
yang nyata, tetapi mereka tidak hendak beriman karena mereka
dahulu telah (biasa) mendustakannya[700]. Demikianlah Kami
mengunci mati hati orang-orang yang melampaui batas.” (QS.
Yunus [10] : 74)
15
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir
Jalalain Asbabun Nuzul Jilid 1, terj. Bahrun Abubakar,... vol. 1, cet VII, h.828
16
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... h.
48-49
57
17
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... jilid 3, cet. I, h. 478
18
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... h.
624
58
Artinya: (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau
jadikan hati Kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau
beri petunjuk kepada Kami, dan karuniakanlah kepada Kami
rahmat dari sisi Engkau; karena Sesungguhnya Engkau-lah
Maha pemberi (karunia)". (QS. Ali Imran [3] : 8)
19
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... vol 1, h. 216
20
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... h.
24
59
h. Qulûbihim
21
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... vol 1, h. 33
22
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... h.
116
60
Kata ( ًطجع على قلىثهن فهن ال يسوعىىKami akan mengunci mati hati
mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar) diterangkan dalam
tafsir jalalain bahwa kata mengunci mati hati disini ialah menyegel hati
mereka, sehingga mereka tidak dapat mendengar pelajaran dengan
pendengaran yang disertai dengan perenungan. Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa hati adalah tempatnya perenungan.23
Quraish Shihab menafsirkan “Kami kunci mati hati mereka” pada
ayat ini yakni, Allah akan mengunci hati mereka sehingga mereka
menjadi seperti binatang dan mereka tidak dapat mendengar pelajaran
dan juga tidak dapat menerima pengajaran.
Beliau juga menjelaskan bahwa ayat ini menuntut agar manusia
tidak lengah dan dapat berpandai-pandai dalam mengambil pelajaran dari
pengalaman generasi di masa lalu, serta tidak angkuh, tidak durhaka, dan
tidak tenggelam dalam kehidupan materi dengan melupakan kehidupan
spiritual. Karena apabila manusia tidak melakukan hal demikian, maka
jika Allah menghendaki, bisa saja mereka di binasakan dan di biarkan
hidup dengan keadaan mata hati yang tertutup sebagaimana yang telah
terjadi pada generasi yang lalu, yang mana hal ini akan menjadikan
mereka terus menerus bergelimang di dalam dosa. Maka kata “hati”
disini dikaitkan dengan keimanan.24
i. Qulûbihim
23
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... vol 1, h. 632
24
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... h.
223
61
berkata “mereka itu telah terpedaya oleh agama mereka”) pada ayat ini
dijelaskan dalam tafsir jalalain bahwa orang-orang yang di dalam
hatinya ada penyakit adalah orang-orang yang lemah aqidahnya. Kata
hati disini oleh penafsir dikaitkan dengan keimanan.25
Sedangkan menurut Quraish Shihab pada ayat ini kalimat “orang-
orang yang ada penyakit di dalam hati mereka” ialah orang-orang belum
mantap keimanannya dan enggan untuk ikut berhijrah bersama Nabi.
Beliau juga menjelaskan bahwa ayat ini membedakan antara orang
munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya. Orang
munafik adalah orang-orang yang memperlihatkan keislamaannya akan
tetapi hatinya menolak nilai-nilai islam, mereka mengucapkan kalimat
syahadat akan tetapi sikap dan perbuatan mereka menunjukkan kepada
kekufuran. Hal ini berbeda dengan orang-orang yang ada penyakit di
dalam hatinya, mereka itu adalah orang-orang yang masih ragu dan
belum dapat mengambil sikap tegas sehingga mudah sekali goyah.
Beliau juga mengutip penjelasan Sya‟rawi yang menerangkan
bahwa mereka orang-orang yang ada penyakit dalam jiwanya bukanlah
orang-orang munafik, tetapi mereka adalah orang-orang yang lemah
imannya. Hal ini sejalan dengan penafsiran Quraish Shihab yang mana
telah penulis paparkan di atas, kata hati disini dikaitkan dengan
keimanan.26
j. Qulûbihim
Artinya: “dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan
perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-
orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan
(sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?"
mereka Itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh
Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka.” (QS. Muhammad
[47] : 16)
25
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... vol 1, h. 705
26
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... h.
562
62
Kata ( أولئك الريي طجع اهلل على قلىثهنmereka itulah orang-orang yang
dikunci mati hati mereka oleh Allah) pada ayat ini diterangkan dalam
tafsir jalalain bahwa Allah mengunci mati hati mereka maksudnya
adalah hati mereka dikunci mati dengan kekufuran. Kata hati disini oleh
penafsir dikaitkan dengan keimanan.27
Sedangkan kalimat “dikunci mati hati mereka” disini oleh
Quraish Shihab dijelaskan, ialah orang-orang yang tidak dapat mengerti
dan memanfaatkan petunjuk yang telah di berikan oleh Allah, mereka
ialah orang yang benar-benar mengikuti hawa nafsu mereka sendiri.
Beliau juga menerangkan, bahwa orang yang dikunci mati hati
mereka maka hidayah Allah tidak akan masuk dan dengan demikian
maka pengamalan kebenaran pun tidak akan terlaksana. Hal ini
berbanding terbalik dengan orang-orang yang telah menerima petunjuk
dari Allah, hati mereka terbuka lebar sehingga hidayah Allah semakin
banyak yang dapat mereka tampung. Dengan banyaknya hidayah yang
mereka tampung maka mereka akan semakin terdorong untuk
mengerjakan amal kebajikan. Maka dapat dikatakan juga bahwa
penambahan hidayah adalah penambahan ilmu dan penambahan takwa,
dan ini akan meningkatkan kualitas dan kuantitas amal.28
k. Qulûbihim
Artinya: “Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada
kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah
pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian
27
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... vol. 3, h. 442
28
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... h.
466-467
63
29
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... vol. 1, h. 216
64
l. Qulûbihim
Artinya: “dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya:
"Hai kaumku, mengapa kamu menyakitiku, sedangkan kamu
mengetahui bahwa Sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu?" Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran),
Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada kaum yang fasik.” (QS. Ash-Shaff [61] : 5)
Kata ( أشاغ اهلل قلىثهنAllah memalingkan hati mereka) pada ayat ini
seperti yang telah diterangkan di dalam tafsir jalalain maksudnya adalah
memalingkannya dari hidayah sesuai yang sudah ditakdirkan Allah sejak
zaman azali (semula).31
Kata “memalingkan hati” disini menurut Quraish Shihab ialah
Allah meniadakan petunjuk untuk mereka, hal ini pun dikarenakan
mereka yang memang tidak bersedia untuk menerimanya, bukan karena
Allah yang memilihkan buat mereka kesesatan, tetapi bermula dari diri
mereka sendiri yang enggan menerima petunjuk. Beliau juga
menerangkan bahwa karena sikap mereka inilah maka Allah
memalingkan hati mereka sehingga petunjuk dari Allah tidak dapat
30
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... h.
17-21
31
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... vol. 3, h. 660
65
32
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... h.
16
66
Kata ّ( ذلكن أطهس لقلىثكن وقلىثهيHal itu lebih suci bagi hatimu dan
hati mereka) pada ayat ini seperti yang telah diterangkan di dalam tafsir
jalalain maksudnya adalah dari pikiran-pikiran yang mencurigakan. Kata
hati disini diartikan sebagai pikiran.33
Quraish Shihab menerangkan bahwa ayat ini mengandung dua
tuntunan pokok. Yang pertama ialah, menyangkut etika ketika
mengunjungi rumah nabi. Dan yang kedua menyangkut hijab. Beliau
menafsirkan sepenggal ayat ini, bahwa apabila seseorang diantara
sahabat hendak meminta sesuatu kepada isteri-isteri nabi, maka
hendaklah memintanya di balik tabir yang menutupi antara keduanya.
Yang demikianlah yang lebih suci bagi hati para sahabat dan hati para
isteri nabi. Kata “hati” disini di artikan sebagai tempat dimana setan suka
mengganggu.34
33
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... vol. 3, h. 85
34
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... h.
521
67
a. Al-Fu`âd
68
Kata ini mewakili bentukan dari mufrad yang mana kata ini
terulang sebanyak 2 kali di dalam Al-Qur`an. Adapun salah satu ayat
yang di ambil oleh penulis adalah sebagai berikut:
35
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir
Jalalain Asbabun Nuzul Jilid 1, terj. Bahrun Abubakar,... cet VII, h. 1072
69
37
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... jilid 1, cet. I, h. 885
70
38
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,...
vol. 5, h. 790-792
71
terhenti. Ketiga adalah hadiits nafs, yakni bisikan-bisikan hati yang dari
saat ke saat muncul dan bergejolak. Keempat adalah hamm, yaitu
kehendak melakukan sesuatu sambil memikirkan cara-cara
pencapaiannya. Dan yang kelima adalah „azm, yakni kebulatan tekad
setelah rampungnya seluruh proses hamm dan dimulainya langkah awal
bagi pelaksanaan. Quraish Shihab menerangkan lebih lanjut bahwa yang
dimintai pertanggung jawaban disini adalah „azm.
Ada perbedaan secara signifikan antara keduanya (Fu`âd dan
Fu`âdaka), yakni al-Fu`âd itu ialah sesuatu yang dimintai pertanggung
jawaban, sementara Fu`âdaka itu mengenai keimanan. Akan tetapi
penulis menemukan titik temu di antara keduanya, bahwa keimanan
seseorang adalah sesuatu yang paling mendasar, dan seseorang itu
dibedakan atas keimanannya, maka keimanan yang berada dalam diri
seseorang itulah yang kelak akan dimintai pertanggung jawabannya di
akhirat. Dan yang di maksud Fu`âd disini adalah sesuatu yang berkaitan
langsung dengan kesadaran atau sistem sempurna akal dan hati.
Maka secara garis besar penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
kedua mufasir diatas sangatlah jauh berbeda dalam menafsirkan kata
Fu`âd. Hal ini dipengaruhi oleh metode penafsiran yang digunakan
diantara keduanya. Quraish Shihab memaparkannya disertai dengan
penjabaran dari segi kebahasaan, asbabun nuzul, dan didukung dengan
kutipan pendapat para ulama lain, sedangkan Jalalain menafsirkannya
dengan sangat ringkas.
Artinya: “Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada
kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah
pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian
ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan
fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang
mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan
39
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... jilid 1, cet. I, h. 130
40
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... h.
475
73
41
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... jilid 1, cet. I, h.216
42
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an, ... h.
475
43
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,...
vol. 2, h. 23
44
Akal sehat adalah terjemahan kontekstual dari common sense. Harfiahnya
menunjuk menunjuk pada arti pemahaman biasa yang dibuat oleh akal sehat orang
kebanyakan tanpa banyak-banyak berpikir rumit-rumit atau berenung-renung sulit.
Selengkapnya lihat
74
https://www.google.co.id/amp/s/nasional.sindonews.com/newsread/861955/18/salah-kaprah-
mengusik-akal-sehat-kita-1399618419 diakses tanggal 6 Agustus 2017 pukul 12.22 wib
45
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) vol. 6, cet V, h. 742
46
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, terj. Najib
Junaidi,... vol. 3, h. 85
75
49
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,... h.
17-21
50
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,...
vol. 5, h. 790-792
51
Al-Tirmidzi, Al-Hakim, Al-Farq Bayn Al-Shadr,wa Al-Qalb, wa Al-Fu‟ad, wa Al-
Lubb, Terj. Fauzi Faisal Bahreisy, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005), cet I, h. 13
77
Lapisan ketiga (Fu`âd), posisinya jauh lebih dalam lagi, tetapi sangat
dekat hubungannya dengan hati. Dan lapisan terakhir (lubb), ini adalah
wilayah sangat luas. Ia berada di luar jangkauan kata-kata, teori-teori,
dan pemikiran-pemikiran. Beliau juga menambahkan bahwa pada
tingkatan terakhir ini, orang-orang suci memasuki dunia puisi, bukan lagi
prosa.52
52
Al-Tirmidzi, Al-Hakim, Al-Farq Bayn Al-Shadr,wa Al-Qalb, wa Al-Fu‟ad, wa Al-
Lubb, Terj. Fauzi Faisal Bahreisy, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005), cet. I, h. 15-17
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
79
80
B. Saran-Saran
Banyak hal yang dapat kita ambil manfaatnya setelah membaca
penelitian ini, kita akan mengetahui makna kata shadr, qalb, fu’ad, dan
lubb secara spesifik dan mengetahui lebih dalam cara kerjanya
Maka dengan penuh kerendahan hati, penulis sadar bahwa dalam
karya tulis ini banyak sekali kekurangan, karena penulis hanyalah
seorang manusia dimana tempat salah dan dosa. Oleh karena itu, penulis
butuh saran atau kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan
yang lebih baik daripada masa sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Aisyah, At-Tafsirul Bayani lil Qur‟anil Karim, Ter.
Mudzakkir Abdussalam, Bandung: Mizan, 1996
Abidu, Yunus Hasan, Tafsir Al-Quran, Sejarah Tafsir dan Metode Para
Mufasir, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007
Ahmad, Ali al-Husain Ahmad,Mu‟jam al-Maqayis fi al-Lughah, Beirut:
Dar al-Fikr, 1995 M
Ali, Attabik, dan Ahmad Zuhdi, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia
Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemahan al-Quran, 1973
Amir, Mafri, dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,
Jakarta: Lembaga penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2011
Anshori, Ulumul Qur‟an: Kaidah-Kaidah memahami Firman Tuhan,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013
Anwar, Hamdani, “Telaah Kritis terhadap Tafsir Al-Misbah Karya M.
Quraish Shihab”, Mimbar Agama dan Budaya, 2002
„Abd Al-Baqi, Muhammad Fu‟ād, Al-Mu‟jam Al-Mufahras, Dar al-Fikr,
1981
El-Shirazy, Ahmad Mujib, Anotasi Kitab Kiuning: Khazanah
Intelektualisme Pesantren di Indonesia, Jakarta: Darul Ilmi, 2007
Elias, Elias A. dan Ed. E. Elias, Al-Qamus al-„Ashar Arab-Inggris,
Qahira: al-Ashiriyah
Frager, Robert, Hati, Diri, dan Jiwa: Psikologi Sufi untuk Transformasi,
Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003
Fu‟ad Abdu Al-Baqi‟, Muhammad, Al-Mu‟jam Al-Mufahras Li alfas Al-
Qur‟an Al-Karim, Beirut: Dar al Fikr li at-Taba‟ah wa al-Nasyr
wa al-Tauzi, 1981
Ghofur, Saiful Amin, Profil Para Musafir Al-Qur‟an, Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani, 2008
Al-Ghazali, Abū Hāmid, Ihya‟ Ulūm al-dīn, Beirut: Dār al-Kitāb al-
Islāmi, 1990
Al-Ghazali, Kegelisahan al-Ghazali: Sebuah Otobiografi Intelektual,
Yogyakarta: Pustaka Hidayah, 1998
Harb, Ali, Hermeneutika Kebenaran, Yogyakarta: LKIS, 2003
Haque, M. Atiqul, Wajah Perdaban Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi
Besar Islam, Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998
Ibnu Arabi, Muhyiddin, Tafsir al-Qur‟an al-Karim, Beirut: Dar al-
Ya‟zhoh al-Arabiyah, 1968
Imani, Allamah Kamal Faqih, Nur Al-Qur‟an, terj. Sri Dwi Hastuti dan
Rudy Mulyono, Tafsir Nurul Qur‟an, Jakarta: Al-Huda, 2004
Al-Isfahani, Al-Raghib, Mu‟jam Mufradat Alfaz al-Qur‟an al-Karim,
Beirut: Dar al-Maktabah al-„Ilmiyyah, 1998
81
82