Disusun oleh
Lauli Utami
14210583
Disusun oleh
Lauli Utami
14210583
Dosen Pembimbing
Hj. Muthmainnah, MA
Pembimbing
Hj. Muthmainnah, MA
i
LEMBAR PENGESAHAN
Sidang Munaqasyah
Pembimbing,
Hj. Muthmainnah, MA
ii
PERNYATAAN PENULIS
Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ Dosa Dalam Perspektif Al- Qur`an
(Kajian Sinonimitas Lafaz Dzanbun, Khathî’ah, Itsmun, Junâh, dan Jurmun
Menurut Tafsir Al-Qurthubî)” adalah benar-benar asli karya saya kecuali
kutipan-kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam
karya ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Lauli Utami
iii
MOTTO
iv
PERSEMBAHAN
Saya persembahkan karya ini untuk kedua orangtua yang tercinta, Bapak
Kaharuddin (alm.) dan Ibunda Kamariah, dan adik saya tercinta, yang selalu
memberikan saya semangat adinda Neno Kaharuddin. Teruntuk kedua
orangtua saya, terima kasih telah mendidik saya dengan sabar, selalu
memberikan contoh dan nasihat yang baik serta dukungannya kepada saya
dalam mencapai setiap impian saya. Dan untuk adik saya yang tercinta ,
terima kasih untuk segala pengorbanan dan kesabaran dalam membantu saya
selama proses penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah senantiasa memberikan
rahmat, kerberkahan, dan keridhoan-Nya di dalam perjalanan hidup kita.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. yang Maha Kuasa hanya denga izin-Nya
terlaksana kebijakan dan kesuksesan. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. dan para
sahabatnya serta pengikutnya.
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Khuzaemah Tahido Yanggo, Lc, MA, Ibunda
kami, Rektor Institu Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta berkat restu dan
doanya untuk kami semua.
2. Ibu Dr. Hj. Maria Ulfa, MA, selaku dekan fakultas Ushuluddin
dan Dakwah IIQ Jakarta atas segala doan dan bimbingannya.
3. Segenap dosen pengajar dan staaf IIQ Jakarta terkhusus Fakultas
Ushuluddin dan Dakwah jurusan Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir yang
telah memberikan banyak ilmu pengetahuan, bimbingan dan
semangat sehingga penulis mampu memahami ilmu yang
diberikan dan penyelesaian skripsi ini.
4. Segenap Instruktur tahfidz atas kesediaan meluangkan waktu
untuk berbagi ilmu dan bimbingan kepada penulis, Ibu
Muthmainnah, Ibu Mahmudah, Ibu Sami‟ah, Ibu Istiqomah, Ibu
Atiqoh, Kak A‟yuna dan Bapak Fathoni. Semoga Allah senantiasa
memberikan rahmat-Nya kepada guru-guru kami.
5. Untuk Ibu Tercinta Ibu Kamariah dan Ibu Kamarisah, dan adik
tercinta Neno Kaharuddin, yang selalu memberikan semangat dan
doa yang selalu mengalir demi kesuksesan penulis dalam
menyelesaikan pendidikan ini hingga akhir. Tak lupa untuk
ayahnda, penulis persambahkan ini sebagai hadiah untuk bapak
Kaharuddin (almarhum).
vi
6. Untuk sahabat-sahabat saya di IIQ Jakarta angkatan 2014,
terutama sahabat-sahabat Ushuluddin IAT A, yang telah berjuang
bersama dan saling support untuk penyelesaian tugas akhir kita.
7. Sahabat-sahabat saya di Kahfi BBC Motivator School, teman-
teman angkatan 17-La Fourmi, dan para dosen, senior, terutama
Guru Sehat Om Bagus atas segala doa dan supportnya.
8. Untuk sahabat-sahabat tercinta saya Adlul Alghofiqi (alm), Indy
Zuhrotul Isthifaiyyah (almh) yang selalu mengingatkan penulis
untuk semangat dan sabar dalam proses belajar. Nasehat ini akan
selalu penulis ingat dan amalkan.
9. Untuk yang tercinta Adhi Musliadi, Ridha Aulia, Miko Putra dan
sahabat tercinta PBRC (Persatuan Badminton Rantau Ciputat)
yang selalu memberikan support dan doanya untuk penulis selama
proses penyelesaian skripsi ini.
Lauli Utami
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... ii
MOTTO.................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN .................................................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI............................................................. xi
ABSTRAKSI ............................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
viii
BAB II DOSA DALAM ISLAM
A. Pengertian Dosa............................................................................ 15
B. Macam-macam Dosa ................................................................... 21
C. Akibat Perbuatan Dosa dan Cara Menghapusnya ........................ 27
A. Biografi Al-Qurthubî
1. Riwayat Hidup Al-Qurthubî .................................................. 39
2. Riwayat Pendidikan Al-Qurthubî .......................................... 41
3. Karya Al-Qurthubî ............................................................... 42
4. Pengaruh Imam Al-Qurthubî di dalam Islam ........................ 43
B. Profil Kitab Tafsir Al-Qurthubî
1. Latar belakang Penulisan Tafsir ............................................. 45
2. Sumber Penafsiran ................................................................. 46
3. Metode dan Sistematika Penafsiran ........................................ 48
4. Penyajian Penafsiran .............................................................. 51
5. Corak Penafsiran .................................................................... 51
6. Karakteristik Tafsir ................................................................. 53
7. Pendekatan Tafsir ................................................................... 54
8. Tehnik Interpretasi .................................................................. 55
9. Keistiwewaan Kitab Tafsir Al-Qurthubî .............................. 59
ix
C. Perbedaan antara Lafaz Dzanbun, Khathî’ah, Itsmun, Junâh, dan
Jurmun .......................................................................................... 96
BAB V PENUTUP
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
:a : th
:b : zh
:t :„
: ts : gh
:j :f
:h :q
: kh :k
:d :l
: dz :m
:r :n
xi
:z :w
:s :h
: sy :`
: sh :y
: dh
2. Vocal
Kasrah :i :î
Dhammah :u :û …: au
3. Kata Sandang
Mâidah
xii
b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam ( ) syamsiyah
: ar-rajulu : as-Sayyidah
: asy-Syams : ad-Dârimî
d. Ta Marbûthah()ة
Ta Marbûthah ( )ةapabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata
sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”.
Contoh:
Âmilatun Nâshibah
xiii
e. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi
apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.
Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini,
seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan
lainya.
xiv
ABSTRAKSI
Lauli Utami (14210583)
Dosa Dalam Perspektif Al-Qur`an ( Kajian Sinonimitas Lafaz Dzanbun,
Khathî’ah, Itsmun, Junâh, dan Jurmun Menurut Tafsir Al-Qurthubî )
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
Manna al-Qaththân, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur`an, Terj. H. Aunur Rafiq El-
Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 3
2
Manna al-Qaththân, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur`an, Terj. H. Aunur Rafiq El-
Mazni, h. 19
3
Maksudnya jin dan manusia.
4
Al-Qurthubî, Al-Jami’ li Ahkâm Al-Qur`an, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Mishriyyah,
1952), Juz 13 , h. 2
1
2
“Dari Muhammad bin Hâtim bin Maimûn, dari Ibnu Mahdi, dari
Mu’âwiyah bin Shâlih dari ‘Abdurrahman bin Jubair bin Nufair, dari
ayahnya, dari an-Nawwâs bin Sim’ân al-Anshârî, ia berkata: “Aku
bertanya kepada Rasulullah saw tentang kebajikan dan dosa, maka
beliau menjawab,“Kebajikan adalah akhlak yang baik dan dosa
adalah apa yang membuatmu bimbang (ragu) hatimu dan engkau
tidal suka dilihat (diketahui) oleh manusia.” (HR. Muslim)
Sedangkan di dalam Al-Qur`an dijelaskan pula tentang dosa-dosa
yang harus dihindari oleh manusia, dan lafaz yang mengandung
makna dosa di dalam Al-Qur`an diantaranya yaitu:
1. Dzanbun/
5
Achmad Gholib, Studi Islam: Pengantar Memahami Agama, Al-Qur`an, Al-Hadis,
dan Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Faza Media, 2005), h. 13
6
Abû Husain bin al-Hajjâj al-Qusyairî an-Naisaburî, Shahih Muslim, Juz 4, Bab at-
Tafsîr al-Bir wa al-Itsm, No. 2553, h. 1980
7
Muhammad Fû‟ad „Abd al-Bâqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfâz Al-Qur`an Al-
Karîm, (Kairo: Dar al-Hadis, 2001), h. 339
3
2. Khathî’ah /
8
Lafaz ini disebutkan di dalam Al-Qur`an sebanyak 22 kali
,makna yang terkandung pada lafaz ini yaitu digunakan untuk
menyatakan berlakunya suatu kesalahan baik yang disengaja atau
karena lupa.9
3. Itsmun/
4. Junâh/
8
Muhammad Fû‟ad „Abd al-Bâqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfâz Al-Qur`an Al-
Karîm, h. 288
9
Ibnu Manzur, Lisân al-„Arab, (Kairo: Dar al-Hadis, 2001), juz 5, h. 134-135
10
Muhammad Fû‟ad „Abd al-Bâqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfâz Al-Qur`an Al
Karîm, h. 40-42
4
5. Jurmun/
11
M. Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur`an, (Jakarta: Yayasan Bimantara, 1997),
h. 184
12
Toshishiko Izutsu , Konsep-Konsep Etika Religius dalam Qur`an Terj. Agus
Fahri Husein, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1993), h. 297
5
13
Imil Badi‟ Ya‟qub, Fiqh al-Lughah wa Khashâishuhâ, (Bairut : Dâr Al-Tsaqâfah
al-Islâmiyah, T.th). h. 180-181
14
Ahmad Mukhar Umar, ‘Ilm al-Dilâlah, (Kuwait :Maktabah Dâr al-Arabiyah li al-
Nasr wa al-Tauzi, 1982), cet. I, h. 145
6
15
Muhammad Nuruddîn al-Munajjât, al-Tarâduf fî Al-Qur`an Al-Karîm, (Baina al
Mazariyah wa al Tatbiq), h.29
16
Muhammad Nuruddîn al-Munajjât, al-Tarâduf fî Al-Qur`an Al-Karîm, h.109
17
“DokumenPemudaTqn”https://dokumenpemudatqn.blogspot.com/2012/11/mutara
dif-dalam-al-quran-oleh-drdrs-h.html, diakses tanggal 03 November 2012
7
1. Bint Syâthi`. Ia mengutip dari Ibnu Fâris bahwa jika ada dua
lafaz untuk satu makna atau satu benda, niscaya lafaz yang sama
18
memiliki kekhususan yang tidak dimiliki lafaz yang lainnya.
Bint Syâthi` mengemukakan rumus setelah menelusuri
penggunaan kata ni’mah dan na’îm dalam Al-Qur`an, bahwa
na’îm digunakan Al-Qur`an untuk nikmat-nikmat akhirat, bukan
duniawi.19
2. M. Quraish Shihab salah satu pakar tafsir indonesia, termasuk
ulama yang menolak adanya sinonim murni dari Al-Qur`an. Ia
menungkapkan kaidah umum mengenai mutarâdif yakni tidak
ada dua kata yang berbeda kecuali ada perbedaan maknanya.
Jangankan yang berbeda akar katanya, yang sama akar katanya
pun tetapi berbeda bentuknya akibat penambahan huruf. 20
18
„Aisyah Abdurrahman, al-I’jâz al-Bayanî fî Al-Qur’an wa Manâil Nâfi’ bin al
Azraq, h.212
19
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 124
20
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 124
21
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur`an, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2004) h. 17
8
B. Identifikasi Masalah
22
Yahyâ bin Abdurrahman Al-Ghoutsanî, Hafal Al-Qur`an Mutqin, Terj, Syaiful
Aziz, (Surakarta: Qur`ani Press, 2017), h. 45
23
Toshihiko Izutsu, Konsep Kepercayaan Dalam Teologi Islam, Penerjemah: Agus
Fahri Husain, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), h. 40
9
2. Perumusan Masalah
Bagaimana pandangan al-Qurthubî dalam menafsirkan ayat-
ayat yang mengandung lafaz dzanbun, khâthi’ah, itsmun, junâh,
dan jurmun ?
b) Manfaat Praktis
E. Tinjuan Pustaka
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah library research (kajian pustaka),
yaitu pengumpulan data dengan cara membaca, menelaah buku
dan literatur lainnya yang berhubungan dengan persoalan yang
dibahas. Jadi, penelitian ini tergolong penelitian kualitatif yakni
pendekatan penelitian yang memerlukan pemahaman mendalam
yang berhubungan dengan objek pembahasan.24
2. Sumber data
24
Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial, (Jakarta: Refeensi,2003),
h. 196
13
25
Nasharudin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur`an,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002), hlm. 68
14
2. Sistematika Penulisan
A. Pengertian Dosa
1
Team Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Baru,
(Jakarta: Pustaka Phoenix, 2007), cetakan I, h. 201
2
Ibnu Manzur, Lisân al-„Arab, (Kairo: Dar Beirut, 1388), jilid I, h. 28
3
Nina M. Arnando (Ed), Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve,2005), h. 117
15
16
4
Al-Ghazâli, Rahasia Taubat, Terj. Muhammad Baqir, (Bandung: Mizan Media
Utama, 2003), h. 61
5
Ulama Indonesia, ahli fikih dan ushul fikih, tafsir, hadis, dan ilmu kalam. Beliau
berasal dari Lhoukseumawe
6
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam I,(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,2001),
h. 468
7
Nina M. Arnando (Ed), Ensiklopedi Islam, h. 118
17
8
Tim Penulis, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Anggota IKAPI, 2002), h. 263
18
10
Muhammad Fû‟ad „Abd al-Bâqi, Al-Mu‟jam al- Mufahras li Alfâz Al-Qur`an Al-
Karîm,(Kairo: Dar Al-Hadis,2001) h. 339
11
Ibnu Manzur, Lisân al-„Arab, juz 5, h. 134-135
20
pengkhianatan terhadap „ahd (janji). Kata ini disebut dua kali dalam
Al-Qur`an. 12
Rincian di atas tidak jauh berbeda dengan rincian Abu Ahmadi yang
menyatakan bahwa Al-Qur`an mengistilahkan perbuatan dosa yang
mengakibatkan turunnya siksaan Tuhan dengan istilah yang berbeda dan
bermacam-macam :
1. Khathî`ah (penyelewengan)
2. Dzanb (perbuatan salah)
3. Sayyi`ah (perbuatan jelek)
4. Itsm (perbuatan dosa)
5. Fusûq (fasik)
6. „Ishy (maksiat)
7. „Utuw (sombong)
8. Fasâd (perbuatan merusak).
B. Macam-Macam Dosa
12
Sayyid Hasyim Ar-Rasuli Al-Mahallati, Akibat Dosa, Terj. Bahruddin Fannani,
h. 10-11
13
Abû Ahmadi, Dosa Dalam Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 6-7
22
3. Dosa kecil yang terhapus karena rajin ibadah atau karena banyak
berbuat kebajikan.14
Menurut Ghazâli (w. 505) 15, bahwa dosa menurut sifat dasarnya dapat
dibagi atas tiga bagian, yaitu :
1. Yang berhubungan dengan sifat manusia dan terdiri atas empat sifat,
yaitu rubûbiyyah, syaithâniyah, bahîmiyah, dan subu‟iyah.
2. Yang berhubungan dengan objeknya dapat pula dibagi atas tiga yaitu
:
a) Dosa antara manusia dengan Allah
b) Dosa yang berhubungan dengan hak-hak masyarakat dan lingkungan
c) Dosa yang berhubungan dengan diri manusia sendiri.
3. Dosa yang ditinjau dari segi bahaya dan mudaratnya terdiri pula atas
dua yaitu :
a) Dosa besar
b) Dosa kecil 16
14
Hasbullâh Bakry, Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta: UI Pres, 1998), h. 29
15
Ulama asal Ghazalah Bandar Thus yang ahli pada berbagai bidang disiplin ilmu
dan banyak memberi sumbangan abgi perkembangan kemajuan manusia.
16
Al Ghazâli, Rahasia Taubat, terj. Muhammad Baqir, (Bandung: Mizan Media
Utama, 2003), h. 61
23
Adapun bagian ketiga, dosa ditinjau dari segi bahaya dan mudaratnya
yaitu dosa kecil dan dosa besar, para ulama berbeda pendapat tentang
definisi dan jumlahnya. Tentang definisi dosa besar dan dosa kecil, ada
yang mengatakan bahwa dosa besar adalah kesalahan besar terhadap Allah
karena melanggar aturan pokok yang diancam dengan hukuman berat
dunia dan akhirat, contohnya dosa syirik, zina, dan durhaka, kepada kedua
orangtua. Dan dosa kecil adalah kesalahan ringan terhadap Allah berupa
pelanggaran ringan mengenai hal-hal yang bukan pokok yang hanya
diancam dengan siksaan ringan. Contohnya ucapan kurang baik dan
melihat wanita dengan penuh syahwat. Bagi mu‟tazilah yang dikatakan
dosa besar ialah setiap perbuatan maksiat yang ada ancamannya dari Allah
dan dosa kecil setiap perbuatan yang tidak ada ancamannya. Sedangkan
bagi Ja‟far bin Mubasysyir yang dikatakan dosa besar itu ialah setiap
17
Al Ghazâli, Rahasia Taubat, terj. Muhammad Baqir, h. 62
18
Al Ghazâli, Rahasia Taubat, terj. Muhammad Baqir, h . 63
24
„anhu dari Nabi SAW, beliau bersabda: Jauhilah olehmu tujuh dosa
yang membinasakan. Mereka bertanya, “Apa itu?” Beliau
menjawab, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang
diharamkan oleh Allah kecuali benar, memakan riba, memakan
harta anak yatim, melarikan diri pada waktu peperangan, menuduh
berzina wanita yang menjaga kesucian dan beriman ” (HR. Al-
Bukhari) 23
Adapun dalil pembagian dosa menjadi besar dan kecil tercantum dalam
firman Allah pada QS. An-Nisa` [4]: 31 :
25
Al-Qurthubî, Al-Jami‟ li Ahkam al-Qur‟an, Juz 5, (Kairo: Dâr al-Kutub al-
Mishriyyah, 1952), h. 158.
26
Syamsuddîn al-Dzahâbî, al-Kabâir, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), h. 7
28
27
Muhsin Qiraati, Dosa Salah Siapa, Terj. Najib Husain al Idrus, (Depok: Qorina,
2003), h. 169
28
Yahya Jaya, Peranan Taubat dan Maaf Dalam Kesehatan Mental, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 30-35
29
Muhsin Qiraati, Dosa Salah Siapa, Terj. Najib Husain al Idrus, h. 169- 170
29
a) Siksaan di dunia
Dijelaskan pada firman Allah SWT. QS. Al-Mâidah [5]: 49 :
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika
mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah),
Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan
menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian
dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia
adalah orang-orang yang fasik. “ (Q.S Al-Mâidah [5]: 49)
Kemudian pada QS. As-Syûra [42]: 30 :
“Dan barang siapa yang membawa kejahatan, Maka
disungkurkanlah muka mereka ke dalam neraka. Tiadalah kamu
dibalasi, melainkan (setimpal) dengan apa yang dahulu kamu
kerjakan. “ (QS. An-Naml [27]: 90)
d) Kerasnya hati
Dijelaskan oleh firman Allah SWT. QS. An-Nahl [16]: 108 :
31
e) Menghapus nikmat
30
Yahya Jaya, Peranan Taubat dan Maaf Dalam Kesehatan Mental, h. 170-172
32
31
)
31
Abû Abdullâh Muhammad bin Yazîd bin Abdullâh bin Majah al-Quzwainî, Juz 1,
Sunan Ibn Majah, No. 4250, h. 1419
32
Abû Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Mûsa bin al-Dhahhak al-Sulamî al-
Dharir al-Bughî al-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, (Beirut, Dar Ihya‟ al-Turats, tth), No. 3540,
Juz 5, h. 440
33
33
Syaikh Alabni berkata “Hadist ini hasan sebagaimana yang dikatakan oleh
at0Tirmidzi. Hadits ini mempunyai syawâhid (penguat ) dari hadits Abû Dzar. Diriwayatkan
oleh Ad-Dârimî (II/32) dan Ahmad (V/167,172) padanya ada rawi lemah. Akan tetapi hadits
ini memiliki banyak syawâhid, maka dihasankan oleh al-Albâni dalam Silsilah al-Ahâdits
ash-Shahîhah (No.127), bahkan dalam Kitâb Hidayatur Ruwât (no. 2276) ketika
mengomentari hadist ini beliau berkata “Hadist ini Hasan sebagaimana yang dikatan oleh At-
Tirmidzi, bahkan hadist ini shahih karena memiliki dua syawâhid dan yang lainnya.”
34
34
Al-Qurthubî, At-Tadzirah Bekal Menghadapi Kehidupan Abadi Terj. H. Anshori
Umar Sitanggal,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 106-107
35
Muhsin Qiraati, Dosa Salah Siapa, Terj. Najib Husain al Idrus, h. 17
35
36
Muhsin Qiraati, Dosa Salah Siapa, Terj. Najib Husain al Idrus, h. 180
36
37
Tim Ahli Ilmu Tauhid, Kitâb Tauhid Terj. Agus Hasan Bashori, Cet. 1, h. 37
38
(Q.S Al-Muthaffifin [83]: 14)
39
Ir. Akmaldin Noor,dkk, Al-Qur‟an Tematis Allah SWT dan Kepercayaan
Manusia, (Jakarta: Yayasan SIMAQ, 2010), h. 166-167
37
40
Muhsin Qiraati, Dosa Salah Siapa: Terj. Najib Husain Al Idrus, h.182
38
41
Al-Qurthubî, Al- Jami‟ li Ahkâm Al-Qur`an, Cet. II, h. 18,
BAB III
PROFIL AL-QURTHUBÎ DAN KITAB TAFSIRNYA
A. Biografi Al-Qurthubî
1
Al-Qurthubî, At-Tadzkirah: Bekal Menghadapi Kehidupan Abadi Terj. H.
Anshori Umar Sitanggal,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 1
2
Sayyid Muhammad Alî Iyazî, al Mufassirûn: Hayâtuhum wa
Manhajuhum,(Teheran: Mu‟assasah al-Thiba‟ah wa al-Nasyr, 1414 H), h. 408
3
Faizah Ali Syibromalisi , Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah ,2011), h. 19-20
4
Al-Qurthubî, At-Tadzkirah: Bekal Menghadapi Kehidupan Abadi Terj. H.
Anshori Umar Sitanggal, h. 1
39
40
5
Sayyid Muhammad Alî Iyazî, al Mufassirîn: Hayâtuhum wa Manhajuhum, h. 409
6
Fathurrohman Ahmad dan Nashîrul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2007), h. xxi
7
Al-Qurthubî, At-Tadzkirah: Bekal Menghadapi Kehidupan Abadi Terj. H.
Anshori Umar Sitanggal, h. 4
8
Faizah Ali Syibromalisi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h. 20
41
9
Al-Qurthubî, At-Tadzkirah: Bekal Menghadapi Kehidupan Abadi Terj. H. Anshori
Umar Sitanggal, h. 2
10
Al-Qurthubî, At-Tadzkirah Bekal Menghadapi Kehidupan Abadi Terj. H. Anshori
Umar Sitanggal, h. 3-4
42
Andalusia ;
a. Abû Ja‟far Ahmad bin Muhammad bin Muhammad al-Qusay al-
Ma‟rûf bin Ibn Abî Hijjah (w. 643)
b. Abû Sulaiman Robi‟ bin Abd ar-Rohman bin Ahmad Asy‟arî (w.
632)
c. Abû Hasan bin Abdullâh bin Muhammad bin Yusuf Al-Anshorî al-
Qurthubî al-Malikî (w. 651)
d. Abû Muhammad Abdullâh bin Sulaiman bin Dawud bin Hauthillâh
al-Anshorî al-Andalusî (w. 621)
Mesir :
a. Abû Al-„Abbâs Dliya ad-Dîn Ahmad bin „Umar bin Ibrâhîm bin
„Umar Al-Anshorî Al-Qurthubî Al-Malikî Al-Faqih yang dikenal
dengan Ibn Muzayyin (w. 656)
b. Abû Muhammad Rosyid ad-Dîn „Abdul Wahhab bin Dzafir (w.
648)
c. Abû Muhammad Abdul Mu‟thy bin Mahmûd bin Abdul Mu‟thy
bin Abdul Khaliq Al-Khumî Al-Iskandarî Al-Malikî Al-Faqih Al-
Zahid (w. 638)
d. Abû „Alî Hasan bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad
bin Muhammad bin „Amruk Al-Bakhri Al-Qurthubî An-Naisaburî
Al-Damasyqusî (w. 606)
e. Abû Hasan „Alî bin Hibatullâh bin Salamatu Al-Khummî Al-
Mashirî Al-Syafi‟î dikenal dengan Ibnu Jumayzi (w. 648)
3. Karya Al-Qurthubî
Para ahli sejarah menyebutkan sejumlah hasil karya al-Qurthubî
selain kitabnya yang berjudul Al-Jâmi‟ li Ahkâm Al-Qur`an ,
diantaranya adalah :
43
11
Fathurrohman Ahmad dan Nashîrul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. xix
12
Al-Qurthubî, At-Tadzkirah: Bekal Menghadapi Kehidupan Abadi Terj. H.
Anshori Umar Sitanggal, h. 4
44
13
Fathurrohman Ahmad dan Nashîrul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. xix-xx
45
2. Sumber Penafsiran
Kitab ini terdiri dari 10 jilid dan setiap jilid terdiri dari 2 juz,
sehingga jumlahnya ada 20 juz dan tafsir ini lengkap membahas 30
juz Al-Qur`an. Kitab tafsir ini termasuk kitab tafsir bi al-Ma‟tsûr
(periwayatan). Karena kebanyakan dalam penafsirannya menampilkan
hadis-hadis nabi dan bahkan sebelum al-Qurthubî mengambil
14
Al-Qurthubî, Al- Jami‟ li Ahkâm Al-Qur`an, (Kairo: Dâr Al-Kutub al-
Mishriyah, 1952) , Cet. II, h. 3
47
15
Al-Qurthubî, al-Jami‟ li Ahkâm Al-Qur`an, h. 192
16
Al-Qurthubî, al-Jami‟ li Ahkâm Al-Qur`an, h. 128
48
b. Sistematika
Seperti yang telah diketahui, dalam penulisan kitab tafsir
dikenal ada tiga sistematika penulisan18 :
Pertama, Mushafî, yaitu penyusunan kitab tafsir dengan
berpedoman pada tertib susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam
Mushaf, dimulai dari surat al-Fâtihah, al-Baqarah, sampai an-Nâs.
Kedua, Maudhû‟î, yaitu menafsirkan al-Qur‟an berdasarkan
topik-topik (Tema) tertentu dengan mengumpulkan Ayat-ayat
yang berhubungan dengan Tema tersebut kemudian ditafsirkan.
Ketiga, Nuzulî, yaitu menafsirkan Al-Qur‟an berdasarkan
kronologis turunnya surat-surat/ayat-ayat Al-Qur‟an, contoh
penafsir yang memakai sistematika ini adalah: Muhammad Izzah
Darwazah dengan judul kitab al-Tasir al-Hadîts.
Al-Qurthubî menjelaskan sistematika penulisan yang
dipergunakan dalam tafsirnya antara lain:
1. Menjelaskan sebab turunnya ayat
17
Abdullah Fahim , Studi Kitab Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2004), h. 67
18
Abdullah Fahim , Studi Kitab Tafsir, h. 68
50
4. Penyajian Penafsiran
Langkah yang dilakukan oleh al-Qurthubî dalam menafsirkan Al-
Qur`an bisa dijelaskan dengan perincian sebagai berikut:
a. Memilah-milah beberapa ayat Al-Qur`an misalnya dalam satu
surah ayatnya dibagi menjadi beberapa bagian.
b. Dalam satu ayat dipenggal menjadi beberapa kata, dan setelah
itu penulis memberikan pembahasan secara rinci dengan
memberikan penjabaran kosa kata, aspek gramatikal, aspek
qirâ`ah.
51
5. Corak Penafsiran
Para pengkaji tafsir memasukkan tafsir karya al-Qurtubî ke dalam
tafsir yang bercorak Fikih, sehingga sering disebut sebagai tafsir
ahkâm. Karena dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an lebih banyak
dikaitkan dengan persoalan-persoalan hukum.
Corak tafsir al-Qurtubî lebih menonjol ke pemikiran fikihnya,
untuk mengawali tafsinya al-Qurtubî sengaja mencari kepada
pemahaman lughowî. Dari makna lughowî kemudian dia menuju
makna teknis (syar‟î.) Pola semacam ini jelas cara-cara yang lazim di
terapkan oleh para ahli fikih guna menemukan istinbâth hukum yang
sah. Dan dapat di terima oleh semua pihak, kalau tidak secara
aklamasi, paling tidak keputusan hukum yang di hasilkannya diterima
oleh mayoritas umat, karena argumen yang di jadikan alasan cukup
rasional dan di dukung oleh pemahaman lughowî yang jelas dan valid.
19
Abdullah Fahim , Studi Kitab Tafsir, h. 69
52
20
Nashrudin Baidan, Wawasan baru ilmu tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), h. 417-419
21
Yang dimaksud Ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah
kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.
22
Al-Qurthubî, al-Jami‟ li Ahkâm Al-Qur`an, h. 30
53
6. Karakteristik Tafsir
Persoalan menarik yang terdapat dalam tafsir ini dan perlu untuk
dicermati adalah pernyataan yang dikemukakan oleh al-Qurthubî
dalam muqaddimah tafsirannya yang berbunyi:
23
Al-Qurthubî, al-Jami‟ li Ahkâm Al-Qur`an, h. 31
24
Al-Qurthubî, al-Jami‟ li Ahkâm Al-Qur`an, h. 6
54
7. Pendekatan Tafsir
Metode pendekatan adalah metode penyusunan yang digunakan
25
untuk membahas suatu masalah . Al-Qurthubî dalam tafsirnya juga
menggunakan beberapa pendekatan dalam memahami ayat-ayat Al-
Qur`an seperti :
a) Pendekatan Syar‟i (Fikih)
Pendekatan ini berusaha mengkaji Al-Qur`an dengan
mengeluarkan hukum-hukum Islam produk istinbâth yang
diyakini, hukum tersebut secara bertahap digali hingga sampailah
pada era perhatian terhadap produk istinbâth.26
b) Pendekatan Linguistik (Bahasa)
Pendekatan linguistik adalah pendekatan yang lebih cenderung
mengandalkan kebahasaan, dalam pendekatan ini di tekankan
27
pentingnya bahasa dalam memahami ayat-ayat Al-Qur`an ,
pendekatan ini sangat banyak digunakan oleh beliau dalam
memberikan pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur`an seperti
ketika menafsirkan ayat berikut 28:
25
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu Tafsir (Cet I; Yogyakarta: Teras, 2005),
h. 138
26
M. Alfatih Suryadilaga , Metodologi Ilmu Tafsir , h. 141
27
M. Alfatih Suryadilaga , Metodologi Ilmu Tafsir , h. 143
28
Al-Qurthubî, al-Jami‟ li Ahkâm Al-Qur`an, h. 143
55
8. Tehnik Interpretasi
a) Interpretasi Sosio-Historis
Interpretasi ini menekankan pentingnya memahami
kondisi aktual ketika Al-Qur`an diturunkan29 hal ini berpijak
bahwa pada suatu landasan faktual bahwa terdapat ayat-ayat
Al-Qur`a yang diturunkan berkaitan dengan peristiwa-
peristiwa atau kasus-kasus tertentu sebagai contoh di sini
dapat dikemukakan tentang penginterpretasian kata al-
Tahlukah pada QS. Al-Baqarah[2]: 195 ayat berikut:
29
M. Alfatih Suryadilaga , Metodologi Ilmu Tafsir , h. 143
56
30
Al-Qurthubî, al-Jami‟ li Ahkâm Al-Qur`an, h. 337
31
Abd. Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir Sebuah Rekontruksi Epistimologis
Memantapkan Keberadaan Ilmu Tafsir Sebagi Disiplin Ilmu (Orasi pengukuhan Guru Besar
IAIN Alauddin, 1999), h. 35
57
32
Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain,
sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu
kesatuan.
33
Al-Qurthubî, al-Jami‟ li Ahkâm Al-Qur`an, h. 137
34
Abd. Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir Sebuah Rekontruksi Epistimologis
Memantapkan Keberadaan Ilmu Tafsir Sebagi Disiplin Ilmu, h. 34
58
35
Keistimewaan bahasa Arab itu antara lain Ialah: 1. sejak zaman dahulu kala
hingga sekarang bahasa Arab itu merupakan bahasa yang hidup, 2. bahasa Arab adalah
bahasa yang lengkap dan Luas untuk menjelaskan tentang ketuhanan dan keakhiratan. 3.
bentuk-bentuk kata dalam bahasa Arab mempunyai tasrif (konjugasi) yang Amat Luas
sehingga dapat mencapai 3000 bentuk peubahan, yang demikian tak terdapat dalam bahasa
lain.
36
Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan
penyerahan jiwa. tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh
iman itu.
37
Yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera. percaya kepada
yang ghjaib yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap
oleh pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah,
malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya.
38
Shalat menurut bahasa 'Arab: doa. menurut istilah syara' ialah ibadat yang sudah
dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk
membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. mendirikan shalat ialah
menunaikannya dengan teratur, dengan melangkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-
adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusu', memperhatikan apa yang dibaca
dan sebagainya.
39
Rezki: segala yang dapat diambil manfaatnya. menafkahkan sebagian rezki, ialah
memberikan sebagian dari harta yang telah direzkikan oleh Tuhan kepada orang-orang yang
disyari'atkan oleh agama memberinya, seperti orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum
kerabat, anak-anak yatim dan lain-lain.
59
40
Al-Qurthubî , Tafsir Al-Qurthubî Terj. Faturrahman dkk, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007), h. xx-xxi
BAB IV
Dzanbun
Kata dzanbun di dalam Al-Qur`an disebut 39 kali, 11
kali di antaranya disebut dalam bentuk tunggal (mufrad), misalnya
di dalam QS. As-Syu‟arâ [26]: 14, QS. Al-Mu`min [40]: 3 dan 55,
QS. At-Takwîr [81]: 8-9, QS. Yûsuf 12/29, 32, 91, 97 .
Selebihnya, disebutkan dalam bentuk jamak seperti pada QS. Âli
Imrân [3]: 11,16,31,93,135, dan 147 serta QS. Al-Mâidah [5]: 18
dan 49, QS. Al-Qashâsh [28]: 8, QS. Al-Hâqqah [69]: 9,37, dan
QS. Al-„Alaq [96]: 16, QS. Al-Ahzâb [33]: 5, QS. Al-Ankabût
[29]: 12.1
Kata dzanbun berasal dari kata dzanaba ( ) yang
pada mulanya berarti 2 :
Akhir dari sesuatu atau sesuatu yang diikut. Dari kata ini
terbentuklah beberapa kata lain yang memiliki arti yang
beraneka ragam. Misalnya, ekor binatang disebut dzanaba
( ). Disebut demikian karena ekornya merupakan akhir dari
keseluruhan badannya dan selalu ikut kemana saja binatang itu
pergi. Seseorang yang mengikuti orang lain disebut al-
1
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Spiritualitas dan Akhlak:
Tafsir Al-Qur`an Tematik, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, 2010), Cet. I, h.
153-154
2
M. Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur`an: Kajian Kosakata dan Tafsir, (Jakarta:
Yayasan Bimantara, 2002), h. 420-421
61
62
3
Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian
yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
64
ada juga yang diampuni Allah (QS. Ash-Shaff [61]: 12) karena
amal-amal baik yang dilakukannya.4
2. Khathî’ah ( )
Kata Khathî‟ah ( ) diambil dari kata khatha`a- yakhtha`u
( ), berakar dari huruf kha ( ), tha ( ), dan hamzah
( ), yang mengandung makna kesalahan, dan kedurhakaan. Kata
Khâthi‟ah digunakan untuk menunjuk kepada seseorang yang
telah mengetahui suatu larangan dari Tuhan, namun tetap
melakukannya. ia sejak semula bermaksud buruk dan tidak sedikit
pun memiliki itikad baik. Pelakunya disebut khâthi` ( ), yang
oleh Ahmad Warson Munawwir diterjemahkan sebagai al
mudznib ( ), yakni orang yang berbuat dosa.5
4
M. Quraish Shihab, Ensiklopedi Al Qur`an : Kajian Kosakata,(Jakarta: Lentera
Hati, 2007), h. 185-186
5
M. Quraish Shihab, Ensiklopedi Al Qur`an : Kajian Kosakata, h. 471
65
6
M. Quraish Shihab, Ensiklopedi Al Qur`an : Kajian Kosakata, h. 471
7
M. Quraish Shihab, Ensiklopedi Al Qur`an : Kajian Kosakata, h. 472
66
3. Itsmun ( )
Kata ini tersusun dari huruf alif, sa‟, dan mim menunjukkan
makna (asal) dan (lambat, lama, dan akhir). Oleh
sebab itu itsmun bisa berarti jauh atau lambat dari kebaikan atau
8
M. Quraish Shihab, Ensiklopedi Al Qur`an : Kajian Kosakata, h. 472
9
M. Quraish Shihab, Ensiklopedi Al Qur`an : Kajian Kosakata, h. 472
67
10
Abû al-Husain Ahmad Ibn Fâris Zakariyya, Mu‟jam Maqâyis al-Lughah (Kairo:
Dar al Hadîs, 2001), h. 288
11
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arab, (Kairo: Dâr al-Hadis, 2001), juz 1, h. 79
12
Ar-Raghîb Al-Ashfihâni, Mu‟jam Mufradât Alfâzh Al-Qur`an, (Beirut: Dâr al-
Fikr, t.th), h. 151-152
13
Abî Hilal Al-„Askarî, Mu‟jam al-Furûq al-Lugawiyyah, (Kairo: Dar al-Hadîs,
1990), h. 48
14
Ar-Raghîb Al-Ashfihâni, Mu‟jam Mufradât Alfâzh Al-Qur`an, h. 23
68
4. Junâh ( )
15
Muhammad Fu`ad „Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfâz Al-Qur`an Al-
Karîm, (Kairo: Dâr al Hadis, 2001), h. 288
16
Abû al-Husain Ahmad Ibn Fâris Zakariyya, Mu‟jam Maqâyis al-Lughah, Juz 2 h.
208
69
kriminal) dan al- jurm (perbuatan dosa). Kalau ada kata lâ junâha
biasanya dimaknai lâ isma „alaikum (tidak ada dosa bagimu).17
17
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arab, Juz 2, h. 225
18
Muhammad Fu`ad „Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfâz Al-Qur`an Al-
Karîm, h. 98
70
19
Ar-Raghîb Al-Ashfihani, Mu‟jam Mufradât Alfâzh Al-Qur`an, h. 169
20
Ialah bukit Quzah di Muzdalifah.
71
21
Syi'ar-syi'ar Allah: tanda-tanda atau tempat beribadah kepada Allah
22
Tuhan mengungkapkan dengan Perkataan tidak ada dosa sebab sebahagian
sahabat merasa keberatan mengerjakannya sa'i di situ, karena tempat itu bekas tempat
berhala. dan di masa jahiliyahpun tempat itu digunakan sebagai tempat sa'i. untuk
menghilangkan rasa keberatan itu Allah menurunkan ayat ini
23
Allah mensyukuri hamba-Nya: memberi pahala terhadap amal-amal hamba-Nya,
mema'afkan kesalahannya, menambah nikmat-Nya dan sebagainya.
72
5. Jurmun ( )
27
Muhammad Fu`ad „Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfâz Al-Qur`an Al-
Karîm, h. 339
74
1. Dzanbun ( )
Adapun ayat-ayat yang mengandung lafaz ini baik bentuk
jamak ataupun mufrad memiliki latar belakang persoalan yang
sejenis yaitu perbuatan dosa yang merupakan dosa besar seperti
pada ayat-ayat di bawah ini:
a. Dusta terhadap ayat-ayat Allah merupakan perbuatan
dzanbun dijelaskan pada QS. Ali Imran [3]: 11 : 28
28
Toshihiko, Konsep-Konsep Religius dalam Qur`an Terj. Agus Fahri Husein,
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1993), h. 290
75
31
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
(Ciputat: Lentera Hati, 2000), Vol. 4, h. 19-20
32
Toshihiko Izutsu, Konsep-Konsep Religius dalam Qur`an terj. Agus Fahri
Husein,h. 291
77
33
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 878
78
-
34
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
h. 495- 496
35
Toshihiko, Konsep-Konsep Religius dalam Qur`an terj. Agus Fahri Husein,h.
291
36
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 24
79
2. Khathî’ah ( )
Kata Khâthi‟ah digunakan untuk menunjuk kepada seseorang
yang telah mengetahui suatu larangan dari Tuhan, namun tetap
melakukannya. Ia sejak semula bermaksud buruk dan tidak sedikit
pun memiliki itikad baik.
a. QS. Asy-Syu‟âra [26]: 82 :
37
Maksudnya: berhala-berhala mereka tidak dapat memberi pertolongan kepada
mereka. hanya Allah yang dapat menolong mereka. tetapi karena mereka menyembah
berhala, Maka Allah tidak memberi pertolongan.
80
“ Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: "Masuklah kamu ke
negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya,
yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah
pintu gerbangnya sambil bersujud 40, dan Katakanlah:
"Bebaskanlah Kami dari dosa", niscaya Kami ampuni kesalahan-
kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian
Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik". (QS. Al-Baqarah
[2]: 58)
38
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 2
39
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
Vol. 10, h. 72
40
Maksudnya menurut sebagian ahli tafsir: menundukkan diri
81
“Dan berkatalah orang-orang kafir kepada orang-orang yang
beriman: "Ikutilah jalan Kami, dan nanti Kami akan memikul
dosa-dosamu", dan mereka (sendiri) sedikitpun tidak (sanggup),
41
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 940
42
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
Vol. 1, h. 205
82
43
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 840-
841
44
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
Vol. 10, h. 454-455
83
45
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 899-
900
84
“Ya Tuhan Kami janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa
atau tersalah” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)
3. Itsmun ( )
46
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
h. 556-557
85
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar 47 dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari
keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir” (QS. Al-Baqarah [2]: 219)
47
Segala minuman yang memabukkan.
48
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 122
49
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
Vol. 1, h. 466-467
86
“ Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada
Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya
berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam.
dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-
buruknya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 206)
Ini adalah sifat orang kafir dan munafik yang membawa diri
dalam kebathilan dan tidak senang mendapatkan kesulitan dari
orang-orang yang beriman. Abdullâh berkata “Cukup seseorang
dinilai berdosa bila saudaranya berkata kepadanya, „Bertakwalah
engkau kepada Allah, lalu ia menjawab „Uruslah dirimu. Orang
sepertimu menasehatiku?.” Ada yang berpendapat bahwa makna
ayat ini adalah keengganan dan kerasnya kepribadian. Yakni,
mereka sombong dalam dirinya, dan kesombongan itu
menjerumuskannya dalam kubangan dosa saat kesombongan itu
menguasai dan mengikat dirinya dalam perbuatan dosa itu.50
Qatâdah berkata “makna dari ayat ini adalah, jika dikatakan
kepada mereka tunggu sebentar, mereka semakin maju pada
kemaksiatan. Maknanya adalah kesombongan itu mendorong
mereka kepada dosa.” Menurut satu pendapat huruf ba` pada
firman Allah , mengandung makna lam, yakni bangkitlah
kesombongan dan keenggananya untuk menerima nasihat karena
dosa yang ada dalam hatinya, yaitu kemunafikan.51
50
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 41
51
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 42-43
87
52
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
Vol. 1, h. 447
53
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 44
88
4. Junâh
a. QS. Al-Maidâh [5]: 93
55
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
Vol. 2, h. 556
56
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
Vol. 2, h. 557
90
57
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 698-
699
58
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur`an,vol. 3, h. 199-200
91
59
Menurut Pendapat jumhur arti qashar di sini Ialah: sembahyang yang empat
rakaat dijadikan dua rakaat. Mengqashar di sini ada kalanya dengan mengurangi jumlah
rakaat dari 4 menjadi 2, Yaitu di waktu bepergian dalam Keadaan aman dan ada kalanya
dengan meringankan rukun-rukun dari yang 2 rakaat itu, Yaitu di waktu dalam perjalanan
dalam Keadaan khauf. dan ada kalanya lagi meringankan rukun-rukun yang 4 rakaat dalam
Keadaan khauf di waktu hadhar.
92
5. Jurmun
a. QS. Al-Mursalât [77]: 46
60
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 831-
832
61
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 779-
780
93
62
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
Vol. 14, h. 694-695
94
63
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 804
64
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, h. 805
65
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
Vol. 10, h. 409-410
95
“ Sesungguhnya Barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam
Keadaan berdosa, Maka Sesungguhnya baginya neraka
Jahannam. ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup
66
”
66
Maksud tidak mati ialah Dia selalu merasakan azab dan maksud tidak hidup ialah
hidup yang dapat dipergunakannya untuk bertaubat.
96
67
Fathurrohman Ahmad dan Nashirul Haq, Terjemah Tafsir Al-Qurthubî, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2007), h. 607-608
97
1. Dzanbun ( )
68
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur`an,
Vol. 8, h. 335-336
98
2. Khathî‟ah ( )
3. Itsmun ( )
4. Junâh ( )
Lafaz Junâh lebih banyak digunakan untuk menyebut
perbuatan yang dulunya dianggap dosa atau bertentangan engan
agama Islam, padahal perbuatan tersebut tidaklah merupakan
dosa. Lafaz ini selalu didahului kata laisa, falâ, dan lâ, untuk
menyatakan bahwa perbuatan tersebut tidak berdosa, meskipun
dulu perbuatan tersebut dianggap dosa. Dapat disimpulkan bentuk
dosa seperti ini cakupannya lebih kecil dan lebih khusus. Dan
lafaz ini sering digunakan dalam keadaan memilih antara dua
pilihan, yang kedua pilihan tersebut tetap baik.
5. Jurmun ( )
100
1. Dzanbun ( )
Lafaz Dzanb kebanyakan digunakan untuk menunjukkan dosa
yang sudah lampau, ruang lingkup dalam konteks menentang Allah
dan rasul-Nya. Sedikit sekali lafaz ini digunakan dalam konteks dosa
bertentangan dengan manusia atau melakukan dosa atau kesalahan
terhadap manusia. Dan lafaz dzanb sering digunakan dalam bentuk
jamak/ banyak, bisa jadi maknanya adalah banyaknya dosa yang
dilakukan atau bahkan seringnya dosa itu dilakukan.
2. Khathî’ah ( )
Lafaz Khathî’ah memiliki makna dosa secara umum. Hal ini bisa
dilihat dari dua puluh satu kata, dari dua puluh kata satu Khathî’ah di
dalam Al-Qur`an disebutkan dalam bentuk nakirah. Bentuk nakirah
menunjukkan keumuman makna sehingga dengan sendirinya kata ini
memiliki cakupan yang luas. Dosa jenis Khathî’ah memuat jenis dosa
baik yang disengaja maupun tidak disengaja, melakukan perbuatan
yang tidak selayaknya yang berkaitan dengan etika, Lafaz ini sering
digunakan dalam konteks perbuatan dosa atau kesalahan kepada antar
sesama manusia, baik yang disengaja ataupun tidak disengaja.
3. Itsmun ( )
Lafaz Itsmun digunakan dalam bentuk penekanan terhadap
perbuatan dosa dengan melanggar hal-hal yang sudah diharamkan.
Dan hal-hal yang sudah diharamkan ini, berarti sudah ada hukum
101
102
yang berjalan di masyarakat pada saat ini. Makanya, lafaz ini lebih
banyak turun di Madinah. Sehingga kata ini cakupannya lebih kecil
ketimbang kata dzanb.
4. Junâh ( )
5. Jurmun ( )
B. SARAN
1. Penulis merasakan bahwa selama proses penyelesaian skripsi ini
membutuhkan ilmu pengetahuan yang benar danwawasan yang
luas , sehingga penulis merasa masih jauh dari kesempurnaan dan
keluasan akan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, menjadi
103
103
104
At-Tirmidzî , Abû Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Mûsa bin al-
Dhahhak al-Sulamî al-Dharir al-Bughî, Sunan At-Tirmidzi, Beirut,
Dar Ihya’ al-Turats, t. th, Juz 5.
Qiraati, Muhsin, Dosa Salah Siapa, Terj. Najib Husain al Idrus, Depok:
Qorina, 2003.
Tim Ahli Tauhid, Kitab Tauhid. Terj. Agus Hasan Bashori, Cet. I,
Jakarta: Darul Haq, 1998.