Anda di halaman 1dari 4

Suluk 2

BAB IV
Al- Malamatiyyah
Berbicara Al-Malamatiyyah berarti kita sedang menyelami apa sebenarnya Al-
Malamatiyyah tersebut. Al-Malamatiyyah adalah orang-orang sempurna (insan al-kamil)
yang citra kehidupan lahirnya ditandai keanehan, kehinaan diri, dan kemisteriusan.
Sepertihalnya kita sebagai kader berdarah biru kuning biasanya dianggap aneh oleh orang
lain setiap kita berlaku dalam keseharian, entah itu hinaan ataupun ketidak pahaman mereka
dalam penyikapan. Apakah kita berontak dengan acuan sampah itu ataukah kita terlalu baper
dan kemudian kita berkobarkan dendam mendengar acuan seperti itu. Tentulah kita bisa
bercermin kepada sosok seseorang yang dianggap aneh oleh kalayak ramai, Syaikh Abdul
Jalil Al-Jawy seorang ulama pergerakan yang sejati dalam mengemban amanah Illahi.

Ketika mengenjak umur ketiga puluh tiga tahun, sepekan kelahiran putri pertama dari
perkawinan Fatimah lahirlah putri tercinta bernama Aisyah, kemudian Abdul jalil
diperintahkan untuk meninggalkan kota Baghdad dan mengembara kearah timur dengan
tujuan akhir ke negri Jawa tanah kelahiranya sebagai penganti kedudukan Syaikh
Abdurrahman Mutaqi al- Jawy dengan tugas menumbuhkan benih-benih kehidupan baru dari
tanah yang liar kedalam sebuah tatanan baru misi dakwah Islam dan lain sebagainya.

Perasaan yang pedih meninggalkan keluarga adalah bagian dari tujuan yang mulia,
dengan bekal pasrah dan mengikuti nasehat mertuanya Syaikh Abdul Malik yang sekaligus
guru tercintanya dikarenakan ”Dia selalu menguji kekasih-Nya dengan ujian-ujian berat dan
berliku-liku sampai benar-benar terbukti bahwa kekasih-Nya sungguh-sungguh mencintai-
Nya. Itu artinya mengemban sebuah amanat bukan semata-mata menyandang atribut belaka,
akan tetapi niatan yang tulus seperti macan dan keberanian laksana rajawali adalah orang-
orang yang tangguh untuk menemukan kebenaran atau kehormatan yang unggul.

Ternyata dibalik tersingkap untuk segera meninggalkan Baghdad tidak lain tidak
bukan karena Ali Anshor di khawatirkan menyebar api fidnah karena iri hati kepada Abdul
Jalil. Kepedihan Abdul Jalil sedikit terobati setelah bertemu lagi Syaikh Ahmad Mubasyarah
at-Tawallud untuk menumpang kapalnya menuju Gujarat. Dengan anjuran untuk menikah
lagi ketika tidak jadi turun di pelabuhan Gujarat. Dipertemukan dengan seseorang bernama
Adamji Muhammad murid Syaikh Abdul Ghafur Mufarridun al-Gujarat. Adamji Muhammad
punya putri bernama Shafa, dinikahkan dengan Abdul Jalil. Kemudian diajaklah Abdul Jalil
untuk berziarah, karena dengan ziarah adalah pensucian diri dan ajaran khas al-Malamatiyyah
sebagimana dicontohkan Jibril mengajak Nabi Muhammad berziarah mengunjungi nabi-nabi
dan rasul ketika mi’roj. Dengan mengenalkan beberapa anggota jama’ah kharamah al-Auliya’
dan meminta ijin karena sewaktu-waktu dapat menemui saat dibutuhkan. Betapa pentingnya
berinteraksi dengan para senior jama’ah kharamah al-Auliya’ untuk meminta arahan yang
begitu sederhana namun terkadang berat untuk dijalankan. Setiap jama’ah kharamah al-
Auliya’ mempunyai tujuan dan niatan sama sehingga mempunyai persahabatan sejati, yang
tidak boleh mengedepankan pribadi. Sebab, segala keburukan persahabatan bersumber dari
keakuan diri. Orang yang berhasil mengesampingkan kepentingan pribadi demi kepentingan
sahabatnya berarti dia telah berhasil dalam persahabahatan.

BAB V
Ar-Risalah al-Islamiyyah
Ketika kelahiran putranya yang pertama dari Shafa. Abdul Jalil memberi nama
Darbuth yang artinya bersangkutan dengan paska rohani yang sedang dialami. Namun ketika
mengadakan syukuran putranya sang guru agungnya datang untuk dimintakan berkah dan doa
Abdul Jalil merasa kaget karena Syaikh Abdul Ghafur langsung memerintahkan untuk pergi
ke tanah Jawa menggantikan saudara anggota jama’ah, Syaikh Abdur Rahman Mutaqqi al-
Jawy. Itu bukan masuk akal atau tidak. Karena itu adalah semua tugas suci yang wajib
ditunaikan. Atas berkah gurunya putra Abdul Jalil ia pasrahkan dan digantikan sebuah artian
Darbuth yang memiliki arti ulat dalam kepongpong, karena ketika saat lahir ayahandanya
telah terbang menjadi kupu-kupu.

Dalam perjalanan ke selatan, Abdul Jalil singgah didesa Kanbi di negri Gujarat.
Abdul Jalil mensyiarkan agama Ialam di desa-desa pedalaman, yang disitu banyak memuja
selahin tuhan. Pertama, Abdul Jalil menanamkan ruh at-tauhid dan mengajarkan tentang
keesaan Allah dalam Dzat, Shifat, Af’al dan Asma’. Kemudian dalam suatu hari Abdul Jalil
mengajarkan cara menjadi adimanusia, manusia sempurna, insan al-kamil, yang memegan
jabatan wakil Allah dimuka bumi (khalifah Allah fi al-ardh). Karena semua itu kita harus
mengenali siapa diri kita bahwa kita ini adalah(an-nas). Sebab, tanpa melampui kedudukan
sebagai manusia maka kita tidak lebih dari makhluk berkesadaran hewan yang hanya hidup
untuk memengsa dan dimangsa. Kedua, manusia beriman (al-mu’min). Ketiga, setelah
melampui al mu’min kemudian (al-muttaqin) hingga menjadi manusia sempurna.

Abdul Jalil sedikit menyadari bahwa tugas utama al-auliya’sebagai pelindung dan
penolong Allah ketika Abdul Jalil melanjutkan perjalanan dari Surat, Gujarat ke Goa, dimana
ia berjumpa tiga aulia’ yang berasal dari Andalusia. Pertama, Abdul Malik al-Isbily dari
Sevila yang meninggalkan kota kelahiranya untuk berdagang bahan-bahan besi atas perintah
guru agung Syaikh Miskat ak Marhum sahabat karip Abdul Jalil ketika di Mesir sekaligus
gurunya. Kedua, Syaikh Abdul Karim dari Cadis yang meninggalkan kotanya untuk menetap
di Filipina. Ketiga, Syaikh Abdul Malik Israil dari Granada murid dari Syaikh Abdul Malik
al-Isbily dan mengembara serta tinggal di Mesir. Syaikh Abdul Malik Israil menikahi putri
Syaikh Abdul Hamid al-Mishri, ulama Mesir. Punya anak perempuan yanhg kemudian
ditinggal ayahnya untuk tugas suci di tanah Jawa. Setelah kembali dari Jawa sang putrinya
sudah dinikahkan dengan Syarif Mahmud putra Syaikh Abdullah Kahfi al-Mishri.
Lahirlah dua putra; yang sulung bernama Syarif Hidayatullah dan yang kedua Syarif
Nurullah.

Ketika Syarif Hidayatullah menginjak umur lima belas tahun, Syarif Hidayatullah
diajak berkelana ke beberapa negri oleh kakaeknya Syaikh Abdul Malik Israil dan sekaligus
cucu dari Syaikh Abdullah Khafi al-Mishri. Di pertemukanlah Syarif Hidayatullah dengan
Abdul Jalil yang kemudian sang kakek menyerahkan Syarif Hidayatullah untuk di bombing,
karena dengan melalui Abdul Jalil, Syarif Hidayatullah dapat mengembangkan tugas mulia
syiar agama Islam sampai penjuru dunia.

Dengan meneladani bagi pengikut Muhammad SAW, diwajibkan untuk meneladani


kepribadian beliau dengan tidak makan jika tidak lapar, hidup zuhud kuat beribadah dan
lainya. Berdasarkan cara yang di ajarkankan Abdul Jalil, Syarif Hidayatullah mendapatkan
pengalaman yang banyak, dengan dakwah yang sederhana namun bermanfaat. Itu sebabnya,
di tanah Jawa pengaruh besar Isalm dapat berkembang pesat karena disebarkan oleh golongan
Alawiyyin yang dapat memadukan agama Islam dan agama Hindu-Budha kala itu. Dengan
bantuan Abdul Jalil Syarif Hidayatullah juga di damping oleh Fadillah Ahmad seorang
mubaligh yang dikenal Abdul Jalil asal Gujarat.

BAB VI
Tarekat al-Akmaliyah
Tarekat ini, merupakan tarekat yang diajarkan para golongan alawiyyn, yang
didalamnya dalam menempuh kebenaran sejati dengan melalui tahap-tahap tangga yang
sudah diajarkan Nabi Muhammad al-Musthafa yang telah diwariskan dengan dua cara, yang
pertama, diwariskan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq. Cara yang kedua diwariskan kepada Ali
bin Abi Thalib yang sering disebut dengan Tarekat Anfusiah.

Tarekat Akmaliyah tidak mengenal mursyid dalam wujud manusia karena hakikatnya
sudah ada pada diri manusia. Terus mursid dalam diri manusia itu yang di sebut Nur
Muhammad yang akan menuntun menuju sang kebenaran Sejati.Ajaran tarekat Akmaliyah
juga merupakan tarekat yang tidak sembarang orang mengetahui dan tidak disebarkan dengan
terang-terangan.
BAB VII
Warisan Bani Adam
Manusia sebagai keturunan Adam pada hakikatnyaadalah sebatas citra kemuliaan
yang semata-mata merupakan piranti untuk memuliakan dang mengagungkan Allah SWT.
Demikian iblis, pada hakikatnya hanyalah sebatas citra kenistaan dan kehinaan yang semata-
mata adalah piranti untuk memuliyakan dan mengagungkan-Nya. Yang tinggi tidak aka nada
jika yang rendah tidak ada. Dengan demikian, manusia bukanlah yang tinggi, meski malaikat-
malaikat diperintahkan bersujud kepadanya.

Kisah tergrelincirnya Adam dari kemuliaan dan keagungan akibat tipu daya iblis
adalah bagian yang terus-menerus menjadi citra kehidupan keturunannya. Habil yang terkasih
dan terpuji harus tersingkir dari Qabil yang mengejawantahkan sifat iri hati dan dendam
kesumat iblis. Kematian Habil bukanlah pertanda bagi kemenangan daya dan kekuatan iblis,
melainkan semata-mata untuk meneguhkan keesaan Allah. Citra Habil sebagai anak Adam
yang terkasih dan terpuji harus terhapus dari hati ayah, ibunda dan saudara-saudaranya.

Anda mungkin juga menyukai