Anda di halaman 1dari 8

RIWAYAT HIDUP DATU SANGGUL

4 Agustus 2014 pukul 22:00


RIWAYAT HIDUP DATU SANGGUL

A. Asal-usul Cerita

Sejarah singkat purbakala ini bersumber dari M. Junang Pasak tokoh muning atau bungkut
Muninglah yang dapat menyusun riwayat ini. Setelah M. Junang wafat, riwayat ini diserahkan
pada Pembakal Uning. Kejayaan pembakal Uning ini ialah ia dapat berbadan empat, yang sama
rupanya. Setelah pembakal Uning wafat, riwayat ini diserahkan pada pembakal Asdin. Pembakal
Asdin kemudian wafat dan riwayat ini diserahkan pada anak menantunya yang bernama Lasan.
Setelah Lasan wafat, riwayat ini diserahkan kepada anaknya yang bernama Mawardi yang menjadi
juru kunci makam Datu Sanggul.

Mawardilah yang kemudian mengisahkan riwayat in. nama kampung Muning kemudian
mengalami perubahan dan asal muasal perubahan nama kampong itu adalah sebagai berikut:
Tabuh atau dawuh di Mesjid Tatakan dibagi dua. Jadilah tabuh atau dawuh itu ditatak dua atau di
potong dua. Setatak atau sepotongnya dibawa ke Pebaungan dan setatak/ sepotongnya tetap di
Muning.

Apabila tabuh atau dawuh itu dipalu di masjid Munging bunyinya kedengaran sampai ke
Pabaungan, begitu pula dawuh di mesjid Pabaungan kalau dipalu bunyinya sampai kedengaran ke
Muning. Antara kedua kampong itu jauhnya kurang lebih 30 km. Pabaungan Margasari itu
bernama Muahara Muning, oleh karena itulah kampung Muning Tatakan. Cerita awal dawuh yang
ditatak atau dipotong dua itulah yang menjadi kampung Muning Tatakan. Kata “Tatakan” berasal
dari dawuh atau tabuh yang ditatak atau dipotong. Demikianlah keterangan yang bersumber dari
M. Junang turun temurun kepada anak dan menantu tentang riwayat asal muasal kampung Tatakan.
B. Riwayat

Seorang pemuda yang sedang gigih menuntut ilmu berasal dari Aceh bernama Abdul Samad sudah
lama dia sangat tekun belajar ilmu syariat dari beberapa orang guru yang terkenal di Aceh, tetapi
hatinya belum saja merasa puas. Dia masih haus ilmu. Seolah-olah ilmu yang sekarang dimilikinya
belum cukup menenteramkan hatinya yang sedang mencari ilmu. Sudah habis guru-guru di Aceh
ditemuinya dan menimba ilmu dari mereka, hatinya belum juga merasa puas.

Sudah berkeliling Aceh dia mencari guru ilmu Tauhid dan Tasawuf, tetapi belum juga
ditemukannya. Memang guru Tauhid dan tasauf banyak jumlahnya di Aceh, tetapi yang
diperolehnya belum memenuhi keinginan hatinya.

Dari hasil perjalanannya mencari ilmu ini, dia mendengar kabar bahwa di Banten terdapat seorang
guru yang sedang dicari-carinya. Alangkah gembira hatinya, karena gurunya meredhai segala ilmu
yang diberikan kepadanya dan mendoakan semoga dia menjadi orang yang saleh dan bermanfaat
bagi agama dan perkembangan Islam. Dia berlayar ikut menumpang para pedagang Palembang
yang pulang ke negeri Palembang. Dari informasi para pedagang Palembang Abdus Samad
akhirnya berguru kepada seorang yang terkenal bernama Syekh Nurdin bin Ali al-Habsyi.

Abdus Samad menjadi bingung, karena berapa guru sudah ditemunya, belum juga memperoleh
keterangan yang memuaskan dirinya. Belum menemukan jalan yang dicapai, sehingga jalannya
saja belum diketahui apalagi yang dicari maka kalau tidak tahu jalannya sepanjang masa tidak
bertemu dengan dirinya. Kata orang tua cari jalan, karena jalan itu penting dicari.

Abdus Samad berdoa siang dan malam kepada Allah agar diberi petunjuk jalan yang dicarinya.
Setelah berapa waktu dia berdoa siang dan malam, pada suatu hari dia tertidur karena kelelahan.
Dalam tidurnya, dia dijumpai oleh seorang tua dan langsung bertanya: “Hai Abdus Samad betulkan
kamu hendak menuntut ilmu. Kalau kamu betul hendak menuntut ilmu, kamu harus pergi ke pulau
Borneo. Guru yang dimaksud adalah Datu Suban dalam wilayah kerajaan Banjar. Di kampung
Muning Tatakan, rumah guru Datu Suban dekat makam Datu Nuraya. Makam itu panjngnya 30
depa. 1 depa itu sama dengan satu setengah meter. Dengan demikian panjang kubur itu 45 meter.
Kamu harus pergi ke pulau Borner”.

Abdus Samad terkejut dan terbangun dari tidurnya. Dia menoleh ke kiri dank ke kanan tidak ada
orang. Dia mengucapkan Alhamdulillah karena dia diberi pertunjuk oleh Allah untuk mencari ilmu
kesempurnaan yang selama ini dicari-carinya dan berdoa siang dan malam.

Di kampung Muning Tatakan, Datu Suban berbicara di hadapan murid-murdinya. Kata Suban di
hadapan murid-muridnya, “Hai murid-muridku dengarkanlah kata-kataku ini. Besok akan
menerima tamu dari jauh yang datang ke sin semaa-mata untuk menuntut ilmu kepada kita. Dia
bernama Abdus Samad berasal dari Aceh, kemudian menuntut ilmu di Banten. Kemudian
menuntut lagi ke negeri Palembang dan besok akan datang ke sini untuk menuntut ilmu pula.
Untuk menyambut Abdus Samad ini, saya tugaskan kepada Ganun. Ganun harus berangkat
menyusul ke simpang tiga dan menunggu di sana.

Setelah Abdus Samad sampai di simpang tiga dengan mengucapkan salam, Abdus Samad bertanya
kepada orang yang sedang berdiri di hadapannya. Katanya, “Maafkan saya, saya ingin bertanya,
ini kampung apa namanya”. Ganun yang memang sedang menunggu orangnya langsung
menjawab, “Ini kampung yang bernama kampung Muning Tatakan”. Abdus Samad mengucapkan
Alhamdulillah dan bersyukur sampai ke tempat tujuan yang dicari.

Setelah beberapa lama Abdus Samad berada dalam kamar itu melakukan khalwat dengan zikir dan
doa hanya semata-mata menyanggul ilham dari Allah, gurunya berkata: “Hai anakku apakah kamu
sudah dapat menyanggul ilham dari Allah itu”. “Inggih-inggih, sudah dapat”, kata Abdus Samad.

Gurunya melanjutkan pertanyaannya, kalau kamu sudah dapat menyanggul ilham Allah, apa
tandanya dan jelaskan buktinya. Buktinya adalah, “Bahwa Mekkah dan Madinah itu dekt sekali
dan dekat pula dengan makam Nabi Muhammad Saw”, kata Abdus Samad. Langsung dijawab
gurunya cukup, sudah cukup kamu menyanggul ilham Allah.
Bukti lainnya adalah ulun sangat rindu dengan Allah dan dijawab oleh gurunya bahwa yang dicari
itu adalah rindu kepada Allah. Oleh gurunya Abdus Samad diberi gelar Sanggul Abdus Samad
atau dikenal sebagai Datu Sanggul Abdus Samad, hanya dikenal Datu Sanggul.

Kedatangan kamu kemari adalah untuk menyaksikan bahwa aku akan menyeahkan kitab pusaka
yang sangat berharga kepada saudaramu Sanggul. “Kamu semua jangan kecil hati, jangan iri hati
kepada saudaramu Sanggul karena dapat kitab pusaka ini, sedangkan kamu tidak dapat”, kata guru
mereka Datu Suban. Serentak murid lainnya menjawab, “Inggih-inggih, kami tidak kecil hati dan
tidak kecewa”. Kepada Sanggul ditugaskan untuk mengajarkan isi kitab ini kepada keturunan kita
dan jiran-jiran di sini dan kepada murid lainnya agar jangan membuat tuntutan di kemudian hari
atas tugas ini. Murid-muridnya serentak menjawab, “Inggih, kami tidak menuntut di kemudian
hari”.

Yang kedua yang perlu kamu ketahui, mengapa semua kamu dikumpul di sini adalah bahwa aku
sebagai gurumu akan pulang ke Rahmatullah, sebentar lagi aku akan pulang, kata Datu Suban
kepada murid-muridnya. Semua murid-muridnya terdiam dan dengan perasaan terkejut karena
akan kehilangan guru mereka, tetap mereka tidak ada yang berani berkata-kata.

Selanjutnya Datu Suban meneruskan pembicaraan dengan beberapa nasehat, “Sebentar lagi aku
akan kembali ke asal kejadian, dan kamu harus hati-hati kalau aku sudah tidak ada lagi. Jangan
terjadi silang sengketa di antara kamu sekalian, jangan mengadakan permusuhan sesame muslim
karena semua muslim itu bersaudara. Jangan iri dengki, jangan mengadu domba sesame muslim.
Orang muslim itu ibarat satu tubuh, kalau satu bagian anggota tubuhnya sakit, maka semua
tubuhnya merasa sakit pula. Inggih, kami taati nasehat guru,” serentak muridnya menjawab.

Datu Suban berkata lagi, “Hai anakku Sanggul, kamu anakku, aku akan kembali kehadirat Allah,
aku akan menyerahkan kitab pusaka ini kepada kamu”. Dengan segala rendah hati Datu Sanggul
dan dengan perkataan rendah dia menerima kitab pusaka ini, dia bukan ahli waris dari kitab ini.
Lebih baik diserahkan kepada Kaka Murkat, saudara tertua dari kami semua. Tetapi saudara-
saudaranya termasuk yang tertua Murkat, menyerahkannya kepada Datu Sanggul.

Datu Suban guru mereka selanjutnya berkata, “Nah sekarang saksikan semua bahwa kitab pusaka
ini aku serahkan kepada Sanggul”. Datu Sanggul menerima kitab pusaka itu dengan perasaan
bangga dan terharu dan bersyukur kepada Allah karena dipercaya guru mereka memegang amanah
memelihara dan menajarkan kitab itu kepada anak keturunan dan jiran sekalian. Datu Sanggul
mencium kepada kitab pusaka itu dan langsung memeluk gurunya, mencium tangan gurunya
dengan ucapan, “Ulum minta ampun dunia akhirat dan ulum minta redho dari sampean atas ilmu
yang sampean berikan”. Dan ulun tolong doakan agar tercapai mendapat keredhaan Allah dan
mendapat safaat Rasulullah, Datu Sanggul meneruskan kata-katanya.

Kepada Murkat murid tertua dari semua murid Datu Suban, Datu Suban berkata, “Hai anakku
Murkat, kamu sebagai pengganti aku memberi nasehat kepada saudara-saudara kamu, sebijaksana
mungkin yang dapat kamu lakukan, agar mereka menjadi orang yang beriman kepada Allah”.
Demikianlah kata-kata terakhir dari guru mereka Datu Suban. Setelah itu murid-muridnya
menyaksikan Datu Suban kembali kehadirat Allah.

Setelah Datu Suban mengucapkan “Assalamu’alaikum, dan dijawab oleh murid-muridnya


wa’alaikum salam, maka meletuslah dan muncul kukus atau asap, terus menghilang lenyap seiring
dengan lenyapknya guru mereka Datu Suban. Tidak diketahui ke mana perginya mereka,
kenyataannya guru mereka Datu Suban tidak ada lagi di hadapan mereka.

Untuk menunaikan amanat gurunya, Datu Sanggul memulai mengajar murid-murid yang menuntut
ilmu kepadanya. Muridnya bertambah banyak, karena memang Datu Sanggul seorang yang alim
dan bahkan menjadi seorang wali Allah, namun tidak seorang pun yang tahu bahwa di wali Allah.
Setiap hari Jumat dia sembahyang Jumat di Mekkah atau Madinah dan tidak pernah sembahyang
di Mesjid Muning Tatakan.

Dan semua orang yang tidak shalat Jumat harus lapor pada Labai, kalau tidak lapor, maka kena
denda. Perintah shalah fardu Jumat itu sehubungan dengan surah Syekh Muhamamd Arsyad al-
Banjari dari Mekkah yang mengharapkan agar raja membuat perintah semua rakyat kerajaan agar
wajib shalat fardu Jumat. Kalau melanggar dijatuhui hukuman denda.

Dalam sistem pengadilan dan hukum Islam kerajaan Banjar, pengadilan berdiri sendiri dan bahkan
tidak boleh dicampuri oleh kerajaan. Pengadilan di tingkat distrik yang disebut dengan wilayah
Lelawangan sejenis Kabupaten kalau sekarang dan tingkat lurah setingkat kecamatan kalau
sekarang. Kepala pengadilan adalah penghulu. Jadi tugas penghulu di samping diberi wewenang
menikahkan seseorang, juga berperan sebagai kepala pengadilan segala macam pelanggaran
terhadap kerajaan.

Di kampung seperti dalam cerita ini di kampung Mining Tatakan, kepala pengadilan dijabat oleh
penghulu kampung, yang memutuskan segala pelanggaran tingkat kampung. Dalam menjalankan
tugasnya penghulu ini dibantu oleh aparat hukum yang bertugas sebagai polisi kampung yang
terdiri dari Tuan Khatib, Tuan Bilal dan Tuan Kaum. Yang dimaksud dengan Labai dalam cerita
ini adalah tuan Bilal, jadi pada masa kerajaan Banjar. Tuan Kaum itu adalah polisi desa yang
menangkap seseorang kalau terjadi pelanggaran hukum di kampung. Sangat berbeda dengan
sekarang. Kaum itu jabatan paling rendah, sebagai pekerja kebersihan. Semua jabatan seperti Tuan
Penghulu, Tuan Khatib, Tuan Bilal dan Tuan Kaum adalah pejabat kerajaan yang diberi imbalan
gaji oleh kerajaan.

“Berapa besar dendanya”, kata Datu Sanggul yang kemudian dijawab oleh Tuan Labai, bahwa
dendangya sekali Jumat tidak shalat fardhu, sebesar dua real sesuku atau dua real setengah. Datu
Sanggul langsung membayar uang denda tersebut. Tetapi setiap Datu Sanggul tidak shalat Jumat
ke Mesjid MUning, Tuan Labai teruse mengambil denda sebanyak dua real sesuku. Begitulah terus
sampai beberapa lama. Tetapi suatu saat, Datu Sanggul tidak punya uang, Tuan Labai mengambil
denda dengan barang yang ada di rumah, yang nilainya seharga dua reak sesuku, seperti parang
lanting, parang ganggaman, tajak, parang bungkul, karis dan berbagai alat rumah tangga lainnya.
Pada suatu hari isterinya terpaksa memberanikan diri berbicara dengan suaminya, karerna barang
pembayar denda kalau Jumat akan datang Datu Sanggul tidak ke mesjid Muning, barang pembayar
denda sudah habis, yang tertinggal hanya sebuah kuantan atau periuk dari tanah dan sebuah londai.
Harga kedua barang yang tersisa itu tidak mencukupi dengan nilai harga dua real sesuku.

Dengan suara belas kasihan isterinya mengharapkan agar suaminya Datu Sanggul pada hari Jumat
yang akan datang shalat Jumat di Mesjid Muning Tatakan, supaya Tuan Labai tidak datang ke
rumah menagih denda. Isterinya berkata, “Kalau Tuan Labai datang lagi menagih denda kita malu
karena tidak dapat membayar denda”. Suaminya Datu Sanggul menjawab, “Insya Allah kalau tidak
ada uzurnya, malam Jumat yang akan datang hujan lebat laur biasa”.

Menjelang malam Jumat, ketika masih sore hari langit sudah mendung dan penuh dengan awan,
yang makin lama makin tebal. Menjelang waktu Isya terjadilah hujan lebat luar biasa.

Menjelang waktu shalat Jumat, air belum juga surut, sehingga orang harus menyingsingkan
sarungnya supaya jangan basah. Orang mengambil air wudhu hanya di sekitar mesjid, karena
seluruh halaman dan sekitarnya digenangi ari. Pada saat orang mengambil air wudhu itulah Datu
Sanggul datang ke mesjid. Kalau orang mengambil air wudhu hanya di sekitar mesjid, tetapi ketika
Datu Sanggul datang dia tidak mengambil air wudhu seperti yang dilakukan orang banyak. Dia
langsung menceburkan diri ke tengah sungai, langsung tenggelam. Sangat lama tenggelamnya
sehingga semua orang mencari ke hilir sungai dan sekitarnya. Hampir semua jamaah mesjid ikut
mencari Datu Sanggul, ternyata tidak juga ditemukan. Semua orang berkesimpulan bahwa Datu
Sanggul telah mati lemas dan telah hanyut dibawa arus yang deras. Masing-masing berkomentar,
mengapa melompat ke tengah sungai, ya jelas tenggelam. Ada lagi yang berkomentar kalau tidak
bisa berenang jangan mencoba-coba ke tengah sungai.

Pada saat orang rebut membicarakan kejadian yang baru terjadi, tiba-tiba Datu Sanggul muncul di
atas air dan berjalan di atas dengan pakaian tidak basah. Dia berjalan seperti orang berjalan di darat
saja. Semua orang heran. Mereka heran, Datu Sanggul tenggelam di dalam air tidak basah, bahkan
berjalan di atas air tidak tenggelam. Pada saat orang terheran-heran itulah bilal mengumandangkan
suara azannya dan orang masuk ke dalam mesjid.

Tiba-tiba badan Datu Sanggul terangkat makin lama makin tinggi dan lebih tinggi dari pada orang
berdiri di atas tanah dan terus menghilang dari pandangan orang banyak yang berada di dalam
mesjid itu.

Sementara orang masih dilanda keheranan, ketakjuban atas kebesaran kekuasaan Allah, Datu
Sanggul secara perlahan-lahan mengulurkan kakinya dan akhirnya berada kembali dalam mesjid
di tengah-tengah orang banyak. Sebelum orang bertanya kepada Datu Sanggul, Datu Sanggul
memulai pembicaraannya terlebih dahulu, “Aku tadi pergi ke Mekkah dan kemudian ke Madinah,
tetapi belum waktunya shalat kebetulan bertemu dengan orang berselamatan dan aku ada
membawa sedikit makanannya.”.
“Nah Tuan Labai tolong bagikan makanan ini”, Datu Sanggul berkata sambil menyerahkan
makanan itu untuk dibagikan kepada orang di dalam mesjid. Tuan Labai membagi-bagikan
makanan itu dan ternyata semua orang yang ada dalam mesjid itu mendapat bagian, masih tersisa.
Semua orang merasakan makanan oleh-oleh Datu Sanggul dari Mekkah, bahkan masing-masing
merasa kekenyangan. (Gazali)

Datu Sanggul adalah salah seorang ulama sufi pada masa itu dan seorang yang khawash, selain
mempunyai ilmu yang tinggi, ia juga dikenal sebagai seorang yang digjaya. Ia bernama
Muhammad Abdush Shamad, pada satu riwayat ia bernama Ahmad Sirajul Huda dan konon
menurut satu cerita ia berasal dari Palembang dan hidup sekitar abad 18 Masehi. Hari dan tanggal
kelahiran hingga saat ini belum diketahui dengan pasti.

Berangkatlah Abdus Shamad menuju Kalinatan dengan menumpang sebuah kapal perahu layar.
Diceritakan setelah keberangkatan Abdus Samad ibunya senantiasa mendoakan siang dan malam
untuk keselamatan dan kesuksesan niat baik anaknya Abdus Samad. Karena pelayaran pada masa
itu dilakukan dengan bantuan angin, maka setelah hampir sebulan barulah tiba di Kalimantan
dengan selamat dan sehat wal-afiat. Keberkahan doa seorang ibu yang membawanya selamat
hingga ke tempat tujuan.

Semua murid Datu Suban tersebut masing-masing mempunyai kesaktian dan keunggulan, seperti
bertubuh besar seperti baja, tubuh dapat berupa menjadi empat bagian, kebal, dapat berlajan di atas
air dan berbagai kesatian lainnya. Mereka itu adalah:

1. Datu Murkat, mempunyai andalan ilmu yaitu ahli ilmu ksantria. Sebagaimana diceritakan,
apabila ada orang yang berniat jahat terhadapnya, maksud jahat orang tersebut tidak akan
mengenainya, tubuhnya kebal, tidak mempan senjata yang terbuat dari besi.

2. Datu Tamingkarsa, bergelar Singa Jaya. Mempunyai andalan ilmu pangkima kelasykaran,
supaya gagah perkasa di medan perang. Ia diangkat menjadi panglima dalam beberapa peperangan
saat melawan penjajah Belanda.

3. Datu Niang Thalib, mempelajari ilmu Kabariyat Dunia. Ilmu ini berfungsi sebagai ilmu
kedigjayaan dan keperkasaan, seperti apabila ada orang yang ingin berbuat jahat kepadanya maka
hanya dengan menghentakkan kaki orang itu serta merta akan taduduk (bersimpuh, lemah tak
berdaya) di hadapannya dan konon ia oleh masyarakat sekitar sampai sekarang dianggap masih
hidup mendewata (menjadi makhluk gaib) yaitu sebagai penguasa alam gaib Hutan Pulau Kadap,
Rantau.

4. Datu Karipis, terkenal dengan ilmu kuat, gancang (kuat dan gesit), dapat berjalan di atas
permukaan air, tidak hangus dibakar dan taguh (kebal) terhadap semua jenis senjata yang terbuat
dari besi.
5. Datu Ungku, mempelajari ilmu kewibawaan dan ilmu dunia. Apabila ia menepukkan kedua
tangannya maka semua orang yang mendengar dan berniat jahat kepadanya akan lemah lunglai tak
berdaya dan akan bersimpuh di hadapannya.

6. Datu Ganun, mempelajari ilmu kesempurnaan dan kejayaan, dapat merubah diri menjadi empat
tubuh sekaligus yang rupa dan bentuknya sama dan sulit diketahui mana tubuh yang asli.

7. Datu Argih, mempelajari ilmu kesempurnaan dunia dan akhirat, bukan saja perkasa dalam
bidang ilmu keduniaan namun juga alim tentang ilmu agama dan sebagai seorang yang ‘abid (ahli
ibadah).

8. Datu Labai Duliman, punya kelebihan khusus di antara murid-murid lainnya di bidang ilmu
Falakiyah (ilmu membaca dan menafsirkan huruf), ahli di bidang perbintangan dan pengetahui isi
alam. Konon, ia dapat mengetahui kapan turunnya hujan, kapan jatuhnya dedaunan dari dahannya
dan sebagainya.

9. Datu Harun, lebih cenderung mengambil ilmu dunia, seperti ilmu kebal, kuat perkasa dan
badannya keras bagai besi.

10. Datu Arsanaya. Sebelum menjadi murid Datu Suban, ia adalah orang yang sangat sakti
mandraguna, tetapi ia terkenal sangat zalim dan kejam. Apapun yang ia inginkan akan
dilaksanakannya walau itu bertentangan dengan syariat Islam, namun akhirnya mendapat hidayah
dari Allah Ta’ala dengan menjadi salah seorang murid Datu Suban. Dengan kebijakan dan
ketelatenan dalam berdakwah dan membimbing masyarakat terutama terhadap murid-muridnya,
akhirnya Datu Arsanaya dapat bertobat dan mendapat ilmu yang bermanfaat dari Allah melalui
Datu Suban dan akhirnya ia menjadi alim dan ahli ibadah.

11. Datu Rangga, mempelajari ilmu kewibawaan dan ilmu dunia, seperti kepanglimaan, kekebalan
dan lainnya.

12. Datu Galung Diang Bulan, khusus mempelajari ilmu yang berkenaan dengan perempuan,
seperti bamandi-mandi (memandikan perempuan) agar kelihatan selalu cantik, cepat mendapat
jodoh, awet muda, dan agar selalu disayang suami dan lain-lain. Datu Galuh Diang Bulan ini
akhirnya terkenal bukan saja di daerahnya tetapi juga terkenal di daerah lainnya, bahkan sampai
ke daerah luar Kalimantan.

13. Datu Sanggul. Ia ini merupakan murid yang terakhir Datu Suban. Walaupun murid yang
terakhir Datu Suban, Datu Sanggullah yang dapat menerima dengan sempurna semua ilmu yang
diajarkan oleh sang guru Datu Suban, dan kepada Datu Sanggul pulalah Kitab Barencong
diserahkan.

Sebagai seorang guru yang sangat alim dan mumpuni Datu Suban banyak mempunyai kelebihan,
salah satunya Datu Suban adalah bahwa ia sudah mengetahui akan kedatangan Abdus Samad. Di
hari itu Datu Suban mengundang semua muridnya untuk berkumpul di rumahnya dengan
mengatakan bahwa mereka akan kedatangan seorang tamu bernama Abdus Samad.

Anda mungkin juga menyukai