Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nanas (Ananas comosus (L.) Merr) merupakan salah satu tanaman

buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis (Fajri dkk, 2017).

Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2016), produksi

nanas pada Tahun 2015 mencapai 1,73 juta ton, dengan jumlah tersebut

Indonesia termasuk penghasil nanas terbesar ketiga setelah Filipina dan

Thailand dengan kontribusi sekitar 23% untuk wilayah asia tenggara.

Kabupaten Kampar merupakan penyumbang produksi terbesar yang

menghasilkan 21.323 ton buah nanas (BPS, 2017).

Buah nanas disukai oleh masyarakat Indonesia karena memiliki

rasa yang manis sampai agak asam menyegarkan. Buah nanas

mempunyai bagian-bagian buangan seperti kulit dan bonggol nanas.

Menurut Wahyuni dkk. (2016) bagian dari buah nanas yang dapat dimakan

adalah sebanyak 53%, sementara sisanya, yaitu 47% dibuang dan menjadi

limbah, sehingga limbah nanas semakin lama semakin menumpuk dan

umumnya dibuang sebagai sampah yang bisa menyebabkan pencemaran

lingkungan seperti bau dan pencemaran air tanah. Nurhayati dkk, (2014)

menambahkan bahwa kulit nanas dihasilkan sebanyak 25–

35% dari buah nanas tergantung jenis buah nanas, tingkat kematangan dan

teknik pengupasan. Subandriyo (2013) menyatakan banyaknya limbah

nanas yang terbuang dapat dimanfaatkan sebagai kompos yang dapat

mengurangi pencemaran lingkungan. Kompos dapat memperbaiki sifat

1
fisik tanah, yaitu, memperbesar kemampuan tanah dalam menyerap air

dan menahan air serta zat-zat hara lain.

Selain memperbaiki sifat fisik tanah menurut hasil penelitian

Azomy dkk, (2014) pemberian kompos dapat memperbaiki sifat kimia

tanah ultisol pada tanaman jagung, dimana bahan organik tersebut

meningkatkan unsur hara makro yaitu N, P, dan K. Menurut Barus (2011),

pemberian kompos mempunyai peranan penting dalam meningkatkan

kesuburan tanah yaitu kompos dapat menyediakan hara makro (N, P, K,

Ca, Mg, dan S) dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe

meskipun dalam jumlah yang sedikit, meningkatkan kapasitas tukar kation

(KTK) tanah, dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam

seperti Al, Fe, dan Mn, sehingga logam sel. Hasil penelitian Salim dan

Sriharti (2008), menunjukkan bahwa kompos limbah kulit nanas

mengandung N 0,70%; P 0,22%; K 0,71%; C-Organik 19,98% dan rasio

C/N 29. Menurut Tatipata dan Jacob (2014), pemanfaatan ampas sagu

yang telah dijadikan kompos diberikan pada tanah regosol yang

ditanami jagung ketan dengan dosis terbaik adalah 15 ton/ha. Sedangkan

menurut hasil penelitian Hutagaol (2003), bahwa pemberian kompos kulit

buah durian dengan dosis takaran 20 ton/ha berpengaruh sangat nyata

untuk menetralkan sebagian efek meracun Al dalam larutan tanah

dan juga meningkatkan KTK tanah serta pH tanah. Tingginya unsur hara

yang dikandung kompos kulit nenas bisa diplikasikan pada tanah podsolik

merah kuning (PMK).

2
1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Tujuan yang ingin dicapai melalui Praktik Kerja Lapangan (PKL)

ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh

selama mengikuti perkuliahan sesuai dengan bidang ilmu yang

berkaitan pada bidabdang pertanian, khususnya dalam pengolahan

limbah dari bahan organik Kulit Nanas sebagai kompos dengan

memberi MOL Rayap.

2. Untuk mengetahui keunggulan pemberian MOL rayap pada kompos

kulit nanas.

1.3 Manfaat Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Manfaat Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui mekanisme pembuatan kompos dari kulit nanas dengan

pemberian MOL rayap sebagai starter proses fermentasi kompos

2. Menghasilkan produk kompos kulit nanas

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompos Kulit Nanas


Tanaman nanas mempunyai nama ilmiah (Ananas comosus (L)

Merr) nanas termasuk famili bromeliaceae. Buah ini berasal dari

Brasil, Amerika Selatan, buahnya dalam bahasa Inggris disebut

sebagai pineapple karena bentuknya yang seperti pohon pinus (Septiatin,

2009). Terdapat empat golongan varietas nanas yang beredar di pasaran,

yakni golongan Spanish, Queen, Abacaxi, dan Smooth Cayenne (Suyanti,

2010). Menurut Mahlizar (2014), klasifikasi tanaman nanas adalah

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan); Divisi : Spermatophyta

(tumbuhan berbiji); Kelas : Angiospermae (berbiji tertutup); Ordo:

Farinosae (Bromeliales); Famili : Bromiliaceae; Genus : Ananas;

Species : Ananas comosus(L.)Merr.

Buah nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu jenis

buah yang terdapat di Indonesia, mempunyai penyebaran yang merata.

Selain dikonsumsi sebagai buah segar, nanas juga banyak digunakan

sebagai bahan baku industri pertanian. Dari berbagai macam pengolahan

nanas seperti selai, manisan, sirup, dan lain-lain maka akan didapatkan

kulit yang cukup banyak sebagai hasil buangan atau limbah (Rosyidah,

2010).Secara ekonomi kulit nanas masih bermanfaat untuk diolah menjadi

pupuk. Berdasarkan kandungan nutriennya, ternyata kulit buah nanas

mengandung karbohidrat dan gula yang cukup tinggi. Menurut Wijana

4
dkk, (1991) kulit nanas mengandung 81,72 % air, 20,87 % serat kasar,

17,53 % karbohidrat, 4,41 % protein, 0,02 % lemak, 0,48 % abu, 1,66 %

serat basah, dan 13,65 % gula reduksi.

Kulit nanas juga mengandung vitamin C dan karotenoid

(Erukainure Et al, 2010). Kulit nanas merupakan sisa pengolahan buah

nanas setelah diambil bagian dalamnya yang jumlahnya bisa mencapai

27% dari total produksi buah nanas (Nurhayati, 2013).Sangat disayangkan

bila limbah ini terus-menerus menumpuk dan tidak dimanfaatkan

dengan baik, padahal didalam kulit nanas terkandung flavonoid,

alkaloid, tannin, dan steroid (Kalaiselvi et al. 2012). Pada limbah kulit

nanas diduga terdapat senyawa alkaloid, yaitu sebuah golongan

senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat

di tetumbuhan. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan

tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan.Secara organoleptik, daun-

daunan yang berasa sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi

mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat

ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu. Fungsi alkaloid sendiri

dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli

pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung

tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau

sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion

(Mustikawati, 2006).

5
Salim dan Sriharti (2008) menyimpulkan bahwa adanya

kandungan senyawa flavonoid dalam limbah kulit nanas memiliki prospek

positif sebagai antimikroba. Limbah nanas mempunyai pH yang asam

yaitu 4,5, kadar Nitrogen total yaitu 1,17%, kadar Corganik yaitu 42,18%,

dan C/N rasio 36,05. C/N ratio berpengaruh terhadap waktu

pengomposan, bila C/Nratio terlalu besar pengomposan akan berlangsung

lama, sebaliknya bila terlalu kecil Nitrogen akan hilang dan meracuni

tanaman. C/N ratio ± 30 cukup sesuai untuk pengomposan kebanyakan

limbah, kadar air pada limbah nanas 51,37%. Kandungan air bahan

menentukan keberhasilan pengomposan, oleh karena itu sebelum

pengomposan limbah nanas tersebut dipres dengan alat pres, sehingga

kandungan airnya berkurang.

Kompos ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Kompos

bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang

perakaran yang sehat, memperbaiki struktur tanah dengan

meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan

kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah

(Damanik dkk, 2013). Widarti dkk. (2015) menyatakan bahwa faktor

lingkungan yang mempengaruhi pengomposan yaitu : Rasio C/N,

temperatur, aerasi, porositas, kelembaban (Moisture content), ukuran

partikel dan pH. Kecepatan pengomposan dipengaruhi oleh banyak

sedikitnya jumlah mikroorganisme yang membantu pemecahan atau

penghancuran bahan organik yang dikomposkan. Dari sekian banyak

6
mikroorganisme, diantaranya adalah bakteri asam laktat yang berperan

dalam menguraikan bahan organik, bakteri fotosintesis yang dapat

memfiksasi nitrogen, dan Actinomycetes yang dapat mengendalikan

mikroorganisme patogen sehingga menciptakan kondisi yang baik bagi

perkembangan mikroorganisme lainnya (Isra, 2016).

2.2 Mikro Organisme Lokal (MOL)

Mikro Organisme Lokal (MOL) adalah larutan hasil fermentasi yang

berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat baik dari

tumbuhan maupun hewan (Kurniawan, 2018). Larutan MOL mengandung

unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi

sebagai perombak bahan organik dalam tanah, perangsang pertumbuhan

pada tanaman, dan sebagai agen pengendali hama dan penyakit

tanaman.Mikroorganisme ini dapat berinteraksi membantu proses pelapukan

bahanbahan organic seperti dedaunan, rumput, jerami, buah-buahan yang

telah sangat matang, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan dan

lainnya.

Dalam bidang pertanian, mikroorganisme dapat digunakan untuk

peningkatan kesuburan tanah melalui fiksasi N2, siklus nutrient, dan

peternakan hewan, salah satunya dapat dimanfaatkan untuk pembuatan

kompos (Hadi, 2019). Untuk itu penambahan MOL sangat diperlukan untuk

mempercepat proses pengomposan sehingga tidak membutuhkan waktu

terlalu lama.

7
2.3 Rayap Macrotermes gilvus Hagen

Rayap merupakan dekomposer primer di alam. Rayap tanah

Macrotermes gilvus Hagen memiliki peran penting dalam proses

disintegrasi dan dekomposisi material organik dari kayu dan serasah

tanaman (Subekti 2012b). Pencernaan material organik ini terjadi di

dalam saluran pencernaannya yang terbagi dalam tiga bagian yaitu

forgut, midgut dan hindgut. Bakteri selulolitik banyak ditemukan didalam

hindgut rayap atau usus rayap bagian belakang. Lignosellulosa

terdegradasi secara optimal didalam hindgut rayap karena peran dari

bakteri pendegradasi lignoselulosa (Papoola dan Opayele 2012).

Setiap jenis rayap memiliki mikroba pendegradasi lignin dan

sellulosa yang berbeda baik dari jumlah maupun jenis mikroba.

Rayap Macrotermes gilvus Hagen termasuk dalam Genus

Macrotermes, Famili Termitidae. Ciri dari rayap ini salah satunya adalah

hanya ada bakteri di dalam saluran pencernaannya (Li et al. 2013). Rayap

Macrotermes gilvus Hagen memiliki aktivitas selullase paling tinggi di

usus bagian belakang (hindgut). Aktivitas pencernaan pada rayap tidak

hanya melibatkan bakteri di dalam saluran pencernaannya tetapi juga

dibantu oleh aktivitas enzim yang di produksi oleh tubuh rayap.

Mikroba berperan penting dalam fungsi fisiologi tubuh rayap.

Rayap yang mengkonsusmsi kayu didalam saluran digestinya mengandung

populasi prokaryot dan protista berflagel yang dapat mendegradasikan

8
lignin, selulosa dan hemisellulosa untuk difermentasikan. Kemampuan

mikroba dalam proses degradasi ini dikarenakan mikroba memiliki enzim

selulase. Mikroba di dalam rayap merupakan mikroba simbion yang saling

berhubungan dengan organisme lain dalam proses

pendegradasian lignoselulosa (Shelton dan Grace 2003 ; Mackenzie

2007; Berlanga et al. 2011). Mikroba sellulolitik secara umum memiliki

tiga jenis enzim selulase, yaitu endoglukanase atau

carboxymethylcellulase (CMC-ase), eksoglukanase atau selobiohidrolase,

dan β-glukosidase (Budiani et al. 2009). Enzim-enzim ini akan

mendegradasi selulosa menjadi glukosa. CMC-ase memecah ikatan

hidrogen yang ada di dalam struktur kristalin selulosa sehingga terbentuk

rantai-rantai individu selulosa, eksoglukanase memotong ujung-ujung

rantai individu selulosa sehingga menghasilkan disakarida dan

tetrasakarida, misalnya seperti selobiosa, dan β-glukosidase

menghidrolisis disakarida dan tetrasakarida menjadi glukosa. Di dalam

saluran pencernaan rayap terdapat mikroba selulolitik yang berperan

dalam mendegradasi partikel-partikel kayu menjadi senyawa terlarut yang

banyak mengandung selulosa kurang lebih 40-45% bahan kering (Zhu et

al. 2011).

9
BAB. III

TATA PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat Praktik Kerja Lapangan

Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan pada

tanggal 06 Mei 2021 sampai dengan tanggal 06 Juni 2021

bertempat di Desa Tambakrejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 MOL Rayap

Alat Pembuatan MOL Rayap:

1. Penumbuk

2. Pisau

3. Blender

4. Jurigen

5. Pengaduk

6. Timbangan Digital

7. Baskom

Bahan Pembuatan MOL Rayap:

1. Rayap tanah 100g

2. Bonggol pisang 500g

3. Air kelapa 1L

4. Air 4L

10
5. Telur ayam 2 butir

6. Molase 250 ml

7. Gula pasir 2sdm

3.2.2 Kompos Kulit Nanas

Alat Pembuatan Kompos Kulit Nanas

 Pisau

 Blender

 Baskom

Bahan Pembuatan Kompos Kulit Nanas

1. Kulit Nanas yang sudah di cincang

2. MOL rayap yang sudah di fermentasi

3. Air

3.3 Pelaksanaan

3.3.1 Pembuatan MOL Rayap

1. Tumbuk halus rayap

2. Potong tipis bonggol pisang

3. Setelah itu blendertelur, molase, dan gula pasir

4. Campurkan dengan tumbukan rayap dan bonggol pisang

5. Masukkan larutan MOL rayap ke dalam jurigen

6. Lubangi tutup jurigen dan beri selang

7. Sisi ujung selang yang lain masukkan ke dalam botol

11
8. Isi botol dengan air hingga mencapai setengah botol (botol tidak perlu

ditutup)

9. Fermentasi MOL hingga 1 bulan

3.3.2 Pembuatan Kompos Kulit Nanas

1. Siapkan alat dan bahan

2. Hancurkan/blender kulit nana yang akan dijadikan kompos

3. Masukkan ke dalam baskom

4. Tambahkan larutan MOL Rayap ±400ml

3.4 Parameter Pengamatan

3.4.1 MOL Rayap

1. Perubahan warna

2. Aroma

3. Tingkat konsentrasi larutan

3.4.2 Kompos Kulit Nanas

1. Perubahan suhu

2. Perubahan warna

3. Aroma

4. Tekstur

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Pembuatan MOL Rayap

4.1.1.1 Perubahan Warna

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil pengamatan

perubahan warna terhadap MOL rayap sebagai berikut

Tabel 1. Perubahan warna MOL rayap


Parameter Minggu Ke-
Pengamatan 1 2 3 4
Warna Cokelat pekat Cokleat Cokelat muda Coklat menguning

Berdasarkan data pengamatan pada tabel 1 dapat disimpulkan bahwa

warna MOL rayap mulai coklat pekat dan warna berubah menjadi coklat menuju

kekuningan hal ini diasumsikan karena adanya aktivitas mikroorganisme yang

berasal dari perut rayap yang merombak bahan bahan yang terdapat pada bahan

bahan MOL, proses fermentasi yang terjadi pada pembuatan MOL ditandai

dengan adanya perubahan warna dan suhu pada MOL hal tersebut sebagai

indikator adanya aktivitas mikroba yang terjadi. Hal ini sejalan dengan pernyataan

Marsiningsih, Suwastika, dan Sutari (2015) yang memaparkan bahwa rata-rata

warna MOL sebelum terjadinya proses fermentasi berwarna coklat dan setelah

fermentasi berwarna kuning, hal tersebut dikarenakan adanya aktivitas mikroba

yang terjadi dalam proses fermentasi. Perubahan warna yang terjadi pada MOL

yang dibuat menunjukkan tingkat keberhasilan dalam pembuatan MOL.

4.1.1.2 Perubahan Aroma

13
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil pengamatan

perubahan aroma terhadap MOL rayap sebagai berikut

Tabel 2. Perubahan aroma MOL rayap


Parameter Minggu Ke-
Pengamatan 1 2 3 4
Aroma Harum manis Busuk Asam Menyengat Asam seperti alkohol

Berdasarkan data pengamatan pada tabel 2 dapat disimpulkan bahwa

aroma MOL rayap yang semula beraroma manis yang berasal dari molase yang

digunakan sebagai bahan pembuatan MOL kemudian selama proses fermentasi

aroma MOL rayap berubah menjadi asam seperti bau Alkohol. Perubahan warna

dan aroma yang terjadi pada proses fermentasi pembuatan MOL menunjukkan

adanya aktivitas mikroorganisme di dalamnya. Salah satu indikator keberhasilan

dalam pembuatan MOL ditandai dengan adanya perubahan bau yang tsemula

berbau busuk menyengat berubah menjadi bau asam seperti bau alkohol. Sejalan

dengan hasil penelitian Kurniawan (2018) yang menyatakan bahwa salah satu

tanda keberhasilan dalam pembuatan MOL ditandai dengan adanya perubahan bau

atau aroma pada MOL, pada awal pembuatan MOL akan berbau menyengat atau

berbau tidak sedap namun saat MOL matang baunya tidak lagi menyengat tapi

berbau masam/berbau fermentasi.

4.1.1.3 Tingkat Konsentrasi Larutan


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil pengamatan

perubahan konsentrasi larutan terhadap MOL rayap sebagai berikut.

Tabel 3. Konsentrasi larutan MOL rayap

14
Parameter Minggu Ke-
Pengamatan 1 2 3 4
Konsentrasi larutan Kental Sedikit kental Mulai cair Cair

Berdasarkan data pengamatan pada tabel 3 dapat disimpulkan bahwa

aroma MOL rayap yang semula bertekstur kental berubah menjadi cair, perubahan

ini dikarenakan bakteri pada perut rayap merombak atau merubah ukuran partikel

bahan baku yang digunakan pada saat proses fermentasi, kemampuan dalam

merombak ukuran partikel tersebut menyebabkan perubahan tekstur yang terjadi

pada MOL, selain itu proses fermentasi juga menghasilkan panas yang mana

panas tersebut akan menghasilkan gas pada proses fermentasi, gas tersebut akan

berubah menjadi uap uap air, sehingga air tersebut yang menjadikan MOL

semakin bertekstur cair dibandingkan sebelumnya. Dalam penelitiannya Arifian et

all (2020) memaparkan bahwa mikroorganisme pada proses pembuatan MOL

dapat memcah dan memperkecil ukuran partikel bahan organik dan menyatukan

unsur kecil menjadi struktur baru.

a. Bonggol Pisang
b. Telur
c. Rayap

d. Gula Pasir

Gambar 1 : Bahan dasar pembutana MOL Rayap


e. 4.1.2 Pembuatan
Air Kelapa Kompos
f. Molase

15
Kulit Nanas yang telah di cincang dan kemudian di blender, Cairan MOL
rayap yang telah difermetasikan selama 1 bulan dicampur dengan kulit
nanas yang dicincang dan diblender.

b. Kulit nanas yang diblender

a. Kulit nanas yang dicincang

c. MOL rayap yang difermentasi

Gambar 2 : Bahan pembuatan kompos Kulit Nanas

4.2 Pembahasan

Jenis mikroorganisme yang telah diidentifikasi pada MOL rayap

antara lain Bacillus sp., Aeromonas sp., Aspergillus nigger, Azospirillium,

Azotobacter, mikroba selulolitik. Mikroba inilah yang biasa

menguraikan bahan organik. Mikroba pada MOL rayap akan bertindak

sebagai dekomposer bahan organik. Penelitian MOL rayap dan kulit

nanas pertumbuhan mikroorganisme. Kulit nanas merupakan media

yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme selama proses fermentasi

16
karena air kelapa mengandung 7,27% karbohidrat; 0,29% protein;

beberapa mineral antara lain 312 mg L-1 kalium; 30 mg L-1 magnesium;

0,1 mg L-1 besi; 37 mg L-1 fosfor; 24 mg L-1 belerang; dan 183 mg L-1 klor

(Budiyanto, 2002 dalam Budiyani, 2016).

Ada banyak faktor yang mempengaruhi bakteri tumbuh pada

fermentasi yaitu substrat, suhu, pH, oksigen, dan mikroba yang digunakan.

Substrat sebagai sumber karbohidrat merupakan bahan baku fermentasi

yang mengandung nutrisi- nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme

untuk tumbuhan. Sumber utama dalam pembuatan larutan MOL yaitu

karbohidrat, glukosa, dan sumber mikroorganisme itu sendiri. Sumber

karbohidrat pembuatan MOL pada penelitian ini yaitu menggunakan,

Bonggol pisang mengandung gizi yang cukup tinggi dengan komposisi

yang lengkap, mengandung karbohidrat (66%), mempunyai kandungan

kadar protein 4,35%, sumber mikroorganisme pengurai bahan organik atau

dekomposer (Budiyani, 2016).

17
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa

penambahan MOL rayap dapat membantu mempercepat proses pengomposan

yang berasal dari kulit nanas, hal ini karena MOL berperan sebagai starter

yang memudahkan proses perombakan yang terjadi pada bahan organik.

5.2 Saran

Perlu dilakukan uji coba lanjutan dengan mengaplikasikan MOL dan

kompos yang sudah jadi ke tanaman, untuk membuktikan keefektifitasan

MOL dan kompos yang telah dibuat.

18

Anda mungkin juga menyukai