Anda di halaman 1dari 178

PENGGUNAAN AL-QUR’AN DALAM TRADISI WIRID

DI PONDOK PESANTREN AL-ATIQIYAH


SUKABUMI

Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:
Ayi Syahfitri
NIM: 11150340000277

PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M/ 1443 H
PENGGUNAAN AL-QUR’AN DALAM TRADISI WIRID
DI PONDOK PESANTREN AL-ATIQIYAH SUKABUMI

Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:
Ayi Syahfitri
NIM: 11150340000277

Pembimbing

Dasrizal, S.S.I, M.I.S


NIP 19850724 201503 1 003

PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M/ 1443 H
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ayi Syahfitri
NIM : 11150340000277
Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 19 Agustus 1997
Fakultas : Ushuluddin
Jurusan/Prodi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi dengan judul “Penggunaan Al-Qur’an dalam Tradisi
Wirid di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah, Sukabumi” merupakan
asli karya saya sendiri untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya
atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 05 Juli 2021

Ayi Syahfitri

vii
viii
ABSTRAK

Ayi Syahfitri, NIM 11150340000277


PENGGUNAAN AL-QUR’AN DALAM TRADISI WIRID DI
PONDOK PESANTREN AL-ATIQIYAH, SUKABUMI.

Penelitian ini bertitik tolak dari fenomena Living Qur’an yang terjadi
di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah, Desa Cipanengah, Kecamatan
Bojonggenteng, Kabupaten Sukabumi. Yakni munculnya praktik
memfungsikan al-Qur’an dalam kehidupan praksis di luar kontekstual
al-Qur’an yang terejawantahkan pada praktik penggunaan al-Qur’an dalam
tradisi wirid. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menjelaskan
bagaimana praktik penggunaan al-Qur’an dalam tradisi wirid di pondok
pesantren Al-Atiqiyah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
(deskriptif-kualitatif) dengan model pendekatan etnografi. Penelitian ini
merupakan penelitian Living Qur’an, termasuk dalam jenis penelitian Field
Research. Pengumpulan data yang penulis gunakan ialah pengamatan
dengan observasi, wawancara terbuka dan dokumentasi yang kemudian
data diolah untuk dianalisis melalui tiga tahapan analisis, yakni reduksi
data, penyajian data dan terakhir adalah penarikan kesimpulan.

Hasil temuan dari penelitian ini menyimpulkan bahwa tradisi


penggunaan al-Qur’an dalam praktik wirid di Pondok Pesantren Al-
Atiqiyah Sukabumi merupakan implementasi dari amalan masyarakat
sekitar, penerapannya di landasi oleh hadis Nabi Saw dan nas al-Qur’an
Qs. al-Aḥzāb/ 33: 41, Qs. al-Jumu’ah/ 62: 9 dan Qs. al-Baqarah/ 2: 152.
Surah dan ayat al-Qur’an yang dijadikan wirid ialah surah-surah pilihan
yang keutamaannya sudah dirasakan sendiri oleh Nabi Saw dan dianjurkan
untuk diamalkan. Wirid ini dilaksanakan setiap hari selesai salat fardu dan
dimaknai sebagai sebuah sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt. serta
dipercaya dapat melembutkan hati, sehingga melalui zikir diharapkan dapat
merubah sikap dan memperbaiki akhlak. Wirid juga merupakan amalan
yang dilakukan berdasarkan kesadaran diri serta sarana yang paling tepat
untuk memperbaiki diri. Mengenai pemahaman santri terhadap ayat dan
surat dalam wirid dapat disimpulkan bahwa santri putri pada dasarnya tidak
terlalu jauh berbeda dengan santri putra. Akan tetapi santri putri lebih
teoritis dalam menjelaskan wirid al-Qur’an. Manfaat yang dirasakan dari
wirid Qur’ani dapat membentuk karakter yang baik, terhindar dari sifat
keras hati dan mampu melembutkan hati, memiliki batasan untuk tidak
melakukan hal-hal yang negatif dan cenderung berkepribadian lebih tenang,
sabar, serta semakin giat dalam beribadah.
Kata Kunci : Al-Qur’an, Tradisi, Wirid, Pesantren.

ix
x
KATA PENGANTAR

‫الرحيم‬
ّ ‫الرمحن‬
ّ ‫بسم اهلل‬
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada
kehadirat Allah SWT. Pemilik kesempurnaan yang telah melimpahkan
rahmat dan inayat-Nya serta izin-Nya. Sehingga penulis mampu melewati
prosesnya dengan lancar dan dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini
yang berjudul “Penggunaan Al-Qur’an dalam Tradisi Wirid di Pondok
Pesantren Al-Atiqiyah, Sukabumi.” Selawat serta salam semoga
senantiasa tercurah limpahkan kepada Baginda Nabi besar Muhammad saw,
keluarganya dan para sahabatnya serta seluruh umatnya hingga akhir
zaman.
Skripsi ini dibuat guna memperoleh gelar Sarjana Agama, pada
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis sangat
menyadari bahwa dalam penyusunannya, skripsi ini tidak akan
terselesaikan tanpa adanya dukungan dan doa dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati dan tanpa mengurangi rasa
hormat penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
serta penghargaan yang setinggi-tingginya untuk pihak yang sangat berjasa
di antaranya kepada:
1. Yth. Prof. Dr. Amany Burhanudin Lubis, MA., Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA., Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag., Ketua Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, dan
Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir, serta Civitas Akademik Fakultas Ushuluddin.

xi
xii

4. Bapak Dasrizal, S.S.I., M.I.S., selaku Dosen Penasihat Akademik


sekaligus Dosen Pembimbing skripsi yang banyak memberi saran dan
masukan kepada penulis baik selama studi maupun selama proses
bimbingan skripsi hingga rampungnya skripsi ini. Terima kasih tak
terhingga atas segala perhatian bapak tersebut saya hanya bisa
membalasnya dengan doa, semoga kesehatan, kemudahan dan
keberkahan dari Allah senantiasa mengiringi setiap langkah perjalanan
hidup bapak.
5. Seluruh Dosen Fakultas Usuluddin yang dengan kebesaran hatinya
telah banyak memberikan ilmu, pengetahuan dan pengalaman yang
amat sangat bermanfaat, semoga keberkahan senantiasa mengiringi.
6. Seluruh Petugas Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas
terima kasih penulis haturkan, karena telah melayani mahasiswa
dengan baik dan penuh tanggung jawab, hingga kami para pejuang
pendidikan dapat dengan mudah mengakses setiap referensi guna
menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga Besar Yayasan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi,
KH. Asep Saepullah, S.E., dan Drs. KH. Wawan Khaerul Anwar,
M.Pd., ketua Yayasan dan pimpinan Pondok Pesantren. Ucapan terima
kasih juga penulis haturkan kepada Uminda HJ. Wiwih Rohilah,
S.Pd.I., selaku istri Pimpinan Pondok Pesantren, H. Acep Sodikin, S.S,
S.Kom., Dra.Hj. Pipih Sofiyah, M.Si., Hj. Hindun Megawati, S.Pi.,
Ustazah Aisyah Syarifatunnisa, S.S., dan segenap staf pengajar
Ustaz/Ustazah, serta adik-adik santri putra maupun putri yang sudah
ikut membersamai, mendukung dan menerima dengan baik penelitian
ini hingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan sebaik
mungkin. Semoga keberkahan selalu mengalir untuk seluruh keluarga
dan jajaran Yayasan.
xiii

8. Adik-adik saya tersayang, Ismi, Nandar dan Zain. Kaka satu-satunya


teh Uput, kaka Ipar a Udin dan Ponakan pertama saya Azfar (Apay).
Teruntuk nenek dan kakek penulis tercinta KH. Jarmi’in dan HJ.
Armini serta keluarga besar bibi, mamang, uwa dan sepupu-sepupu
penulis, terima kasih atas doa, dukungan moril maupun material kepada
penulis dan keluarga. Semoga keberkahan dari setiap kebaikan yang
kalian tanamkan Allah kembalikan dengan ribuan kebaikan yang lain.
Āmīn.
9. Teman-teman seperjuangan, Fitrah Amaliah, Nurul Aini, Eneng
Syarifah, Siti Sobariyah, Wilda Maelani, Diah Fitriana, Miftah Nurul
Huda, Sri Devi Setiawane, Ripa’atul Mahmudah, Yunita Anggi, Lusi
Ulfah, ka Leni Karlina, Ichya Husni Amaliah dan teman-teman IAT
2015 yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Terima
kasih telah sama-sama berjuang, mengukir indah hari-hari yang penuh
perjuangan. Mudah-mudahan silaturahmi kita akan terus terjalin, serta
doa, harapan dan impian kita bisa kita wujudkan. Ᾱmῑn yā Rabba al-
‘Ālamῑn.
10. Teman-teman dan keluarga KKN Lentera Madani. Walaupun kita dari
sudut yang berbeda, walau hanya satu bulan kebersamaan kita, di
satukan oleh takdir yang tidak pernah kita duga, untuk sama-sama
berjuang menjadi putra-putri generasi bangsa yang berilmu dan
berdaya guna. Terima kasih untuk semuanya, dari kalian saya belajar
banyak hal. Semoga silaturahmi kita akan terus terjalin hingga tanah
menjadi pembatas untuk kita bersua.
11. Keluarga besar Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) Ciputat,
keluarga (ASUS) Akar Seni Ushuluddin, dan keluarga Ikatan Remaja
Masjid Fathullah (IRMAFA), yang telah banyak memberikan
xiv

pengalaman serta menjadi bagian saksi perjalanan penulis saat kuliah


di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis juga untaikan kasih dan rasa syukur yang tak terhingga
kepada kedua orang tua, yaitu ibunda tercinta Rumsiah dan ayahanda
tercinta Nurdin. Hingga sampai pada titik ini adalah berkat doa-doa yang
bapak dan umi panjatkan untuk keberhasilan dan kesuksesan studi penulis.
Skripsi ini adalah persembahan kecil saya untuk umi dan bapak, sang pelita
penerang hidup, motivator terbaik untuk terus melangkah maju, dan
pemandu terhebat untuk terus melakukan yang terbaik. Penulis juga
haturkan maaf yang sebesar-besarnya atas keterlambatan penulis
menyelesaikan tugas ini. Mudah-mudahan Allah selalu memberi mereka
kesehatan, umur panjang, dilancarkan rezeki dan dipermudah setiap
urusannya. Ᾱmῑn yā Rabba ‘Ᾱlamῑn.

Demikian penulis haturkan terima kasih yang tiada terhingga, semoga


segala bantuan yang diberikan menjadi amal saleh yang senantiasa
mendapat berkah dan rida dari Allah SWT. sehingga skripsi yang penulis
susun ini dapat bermanfaat baik bagi penulis, para akademisi maupun
masyarakat umum.
Jakarta, 05 Juli 2021

Ayi Syahfitri
NIM. 11150340000277
PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini


berpedoman pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan
Nomor: 0543b/u/1987. Adapun perinciannya sebagai berikut:
A. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Arab Latin Keterangan

‫ا‬ tidak dilambangkan tidak dilambangkan

‫ب‬ b be

‫ت‬ t te

‫ث‬ ṡ es (dengan titik di atas)

‫ج‬ j je

‫ح‬ ḥ ha (dengan titik di bawah)

‫خ‬ kh ka dan ha

‫د‬ d de

‫ذ‬ ż zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ r er

‫ز‬ z zet

‫س‬ s es

es dan ye
‫ش‬ sy

xv
xvi

‫ص‬ ṣ es (dengan titik di bawah)

‫ض‬ ḍ de (dengan titik di bawah)

‫ط‬ ṭ te (dengan titik dibawah)

‫ظ‬ ẓ zet (dengan titik di bawah)

‫ع‬ ‘ apostrop terbalik

‫غ‬ G ge

‫ف‬ F ef

‫ق‬ Q qi

‫ك‬ K ka

‫ل‬ L el

‫م‬ M em

‫ن‬ N en

‫و‬ W w

‫ه‬ H ha

‫ء‬ ’ apostrop

‫ي‬ Y ye

Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa


diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka
ditulis dengan tanda (’).
xvii

B. Vokal
1. Vokal Pendek
a. Vokal Tunggal

Vocal Arab Vocal Latin

َ̲ A
َ̅ I
َ̲ U

b. Vocal Rangkap

Vocal Arab Vocal Latin


Contoh:
‫ىي‬ Ai
‫س‬
َ ‫ = لَْي‬Laisa ‫ = فَ ْو َق‬Fauqa
‫ىو‬ Au

2. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Vocal Arab Vocal Latin Contoh:

‫َى‬.... ǁ ‫َا‬.... Ā ‫ = قَ َام‬Qāma ‫ = َر َعى‬ra‘ā


‫َى‬ Ī
‫ = بِْي َع‬bī‘a ‫ = يَ ُق ْوُم‬yaqūmu
‫َو‬ Ū

C. Ta Marbūṭah
Ta marbūṭah di alih aksarakan menjadi (h), apabila terdapat pada kata
yang berdiri sendiri̇̇̇̇̇̇ ataupun kata yang diikuti oleh kata sifat (na‘t). Namun
ta marbūṭah di alih aksarakan menjadi (t), apabila terdapat pada kata yang
diiringi kata benda (ism).
xviii

Arab Latin
ِ َ‫ضةُ ا ِإلرف‬
‫ان‬ ْ َ ‫َرْو‬ Rauḍah al-Irfān
ِ ُ‫اَل َقاعِ َدة‬
ُ‫الف ْق ِهيَّة‬ al-qā‘idah al-fiqhiyyah

ُ‫اهلِيَّة‬
ِ ‫اَجل‬
َ al-jāhiliyyah

D. Kata Sandang
Transliterasi kata sandang al- ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-), baik ketika
diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah.
Arab Latin
‫اَلبُ َخا ِرى‬ al-Bukhārī

‫َّارقُطْ ِن‬
ُ ‫اَلد‬ al-Dāruquṭnī

َ ‫قَ ْد َش ِر‬
‫ب اخلَ ْمَر‬ Qad syariba al-khamra

E. Syaddah/Tasydīd

Arab Latin
‫تَ َو َّّف‬ Tawaffā

‫ِّدة‬
َ ‫ُمتَ َعد‬ Muta‘addidah

F. Huruf Kapital
Tulisan Arab dalam transliterasinya dikenai ketentuan tentang penggunaan
huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku
(EYD), misalnya digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang,
tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri
xix

didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital
tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika
terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut
menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku
untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al,
baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan. Contoh:
Wa mā Muhammadun illā rasūl, al-Gazālī, al-Munqiẓ min al-Ḍalāl, Syahru
Ramadhān al-lazī unzila fīh al-Qur’ān.

G. Kata Arab yang lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia


Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari
pembendaharaan bahasa Indonesia, seperti: al-Qur’an, zikir, islam, iman,
ihsan, syukur, ustaz, kasidah, nasyid, marawis, dan lain sebagainya, tidak
lagi ditulis berdasarkan transliterasi di atas, kecuali kata tersebut menjadi
satu rangkaian teks Arab, maka harus di transliterasi secara utuh. Contoh:
Fī Zilāl al-Qur’ān, Al-Sunnah qabl al-tadwin, Al-̒Ibārāt bi ̒Umum al-Lafz
la bi khusūs al-sabab.
xx
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................... xv
DAFTAR ISI ........................................................................................ xxi
DAFTAR TABEL ................................................................................ xxiii
DAFTAR BAGAN ............................................................................... xxv
DAFTAR GAMBAR............................................................................ xxvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xxix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................. 6
C. Pembatasan Masalah ................................................................. 7
D. Perumusan Masalah .................................................................. 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 7
F. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 8
G. Metodologi Penelitian ............................................................... 15
H. Sistematika Penulisan ............................................................... 20
BAB II KERANGKA TEORITIS : LIVING QUR’AN DALAM
TRADISI WIRID................................................................................ 23

A. Al-Qur’an dan Tradisi Living Qur’an di Pondok Pesantren ..... 23


B. Tradisi Penggunaan al-Qur’an .................................................. 26
C. Fungsi al-Qur’an secara ‛Ulūm al-Qur’ān ............................... 34
D. Wirid ......................................................................................... 36
E. Kandungan ayat-ayat al-Qur’an dalam Wirid ........................... 43

BAB III DESKRIPSI UMUM PONDOK PESANTREN AL-


ATIQIYAH SUKABUMI .................................................................. 51

A. Profil Pondok Pesantren ........................................................... 51

xxi
xxii

B. Program-program Pengembangan ....................................... 65


C. Keadaan Santri dan Pengasuh Pondok Pesantren ................ 68
D. Profil Informan .................................................................... 80

BAB IV PENGGUNAAN AL-QUR’AN DALAM TRADISI


WIRID DI PONDOK PESANTREN AL-ATIQIYAH ................... . 83
A. Prosesi dan Tradisi Wirid di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
......................................................................................... 86
B. Wirid Al-Qur’an dalam Pandangan Santri dan Pengasuh PP
Al-Atiqiyah .......................................................................... 95
C. Manfaat Wirid menggunakan ayat-ayat al-Qur’an terhadap
kehidupan santri dan pengasuh PP. Al-Atiqiyah Sukabumi 111
BAB V PENUTUP .......................................................................... 119
A. Kesimpulan ......................................................................... 119
B. Saran-saran ......................................................................... 120
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 123
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Elemen-elemen Pondok Pesantren Al-Atiqiyah ................. 58


Tabel 3.2 Prasarana Pondok Pesantren ............................................... 63
Tabel 3.3 Sarana Pondok Pesantren .................................................... 64
Tabel 3.4 Daftar Kitab Yang Dikaji .................................................... 65
Tabel 3.5 Kegiatan Harian .................................................................. 75
Tabel 3.6 Kegiatan Mingguan ............................................................ 76
Tabel 3.7 Identitas Informan Kelompok Pengasuh/ Ustaz ................. 81
Tabel 3.8 Identitas Informan Kelompok Santri .................................. 81
Tabel 4.1 Urutan Bacaan Wirid .......................................................... 88
Tabel 4.2 Analisis Data atas Aspek Pemahaman Ayat-ayat al-Qur'an yang
dijadikan Wirid (Pengasuh) ................................................ 96
Tabel 4.3 Analisis Data atas aspek Pemahaman Ayat-ayat al-Qur'an yang
dijadikan Wirid (santri putra) ............................................. 99
Tabel 4.4 Analisis Data atas aspek Pemahaman Ayat-ayat al-Qur'a yang
dijadikan Wirid (santri putri) .............................................. 103
Tabel 4.5 Analisis Data Makna Tradisi Wirid .................................... 107
Tabel 4.6 Analisis Data Manfaat Wirid al-Qur’an ............................. 111

xxiii
xxiv
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Struktur Kepengurusan Yayasan Pondok Pesantren Al-


Atiqiyah .............................................................................. 55

Bagan 3.2 Struktur Kepengurusan Santri Putri .................................... 69

Bagan 3.3 Struktur Kepengurusan Santri Putra ................................... 69

xxv
xxvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta letak geografis pondok pesantren Al-Atiqiyah ...... 51

Gambar 3.2 Pendiri pondok pesantren ............................................... 55

Gambar 3.3 Pimpinan pondok pesantren ........................................... 57

Gambar 3.4 Gerbang utama pondok pesantren .................................. 61

Gambar 3.5 Kediaman pimpinan pondok pesantren .......................... 62

Gambar 3.6 Tempat penerimaan tamu ............................................... 62

Gambar 3.7 Majelis santri putra ........................................................ 62

Gambar 3.8 Majelis santri putri ......................................................... 62

Gambar 3.9 Asrama santri putra ........................................................ 63

Gambar 3.10 Pembacaan wirid santri putri ......................................... 72

Gambar 3.11 Pengajian malam tingkat 4 dipimpin oleh pimpinan pondok


pesantren ........................................................................ 73

Gambar 3.12 Pengajian subuh tingkat 1 santri putri dipimpin oleh Ustazah
Hindun ............................................................................ 74

Gambar 3.13 Tata tertib pondok pesantren .......................................... 79

Gambar 3.14 Hukuman bagi santri putra yang sering melanggar aturan
pondok ............................................................................ 80

xxvii
xxviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Izin Penelitian Skripsi ...................................... 131


Lampiran II : Surat Izin Wawancara Dari Pondok Pesantren ......... 132
Lampiran III : Pedoman Observasi ................................................... 133
Lampiran IV : Pedoman Wawancara ................................................. 137
Lampiran V : Transkrip Hasil Wawancara ........................................ 141

xxix
xxx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sejak awal kemunculannya hingga saat ini, dianggap tidak dapat
dipisahkan dari dampak pangkal ajaran Islam yang hakiki, khususnya Al-
Qur'an, yang terungkap di tengah-tengah masyarakat Arab sekitar abad VII
Masehi.1 Terbatas pada komponen realitas, yang bukan hanya kitab suci
menjadi pedoman hidup (dustūr), tetapi juga sebagai penyembuh (syifā'),
pelita (nūr) dan sekaligus kabar gembira (busyrā). Di samping itu, al-
Qur’an merupakan kitab suci Umat Islam yang fungsi utamanya ialah
sebagai “petunjuk bagi seluruh umat manusia”, baik sebagai petunjuk
akidah, petunjuk akhlak, maupun petunjuk syariah dalam kehidupan sehari-
hari.2 Allah Swt mendeklarasikannya dalam al-Qur’an Qs. al-Baqarah/ 2:
185

‫انَ فَ َم ْن َش ِه َد‬ ِ َ‫َّاس وب يِّ نٰت ِّمن ا ْْل ٰدى والْ ُفرق‬ ِِ ِ
ْ َ ُ َ َ َ ِ ‫ضا َن الَّذ ْي اُنْ ِزَل فْيه الْ ُق ْراٰ ُن ُه ًدى لِّلن‬ َ ‫َش ْه ُر َرَم‬
‫ضا اَْو َع ٰلى َس َفر فَعِ َّدةٌ ِّم ْن اَيَّام اُ َخَر َ يُِريْ ُد ال ٰلّهُ بِ ُك ُم‬ ً ْ‫ص ْمهُ َ َوَم ْن َكا َن َم ِري‬
ُ َ‫َّهَر فَ ْلي‬
ْ ‫مْن ُك ُم الش‬
ِ
‫ْملُوا الْعِ َّد َة َولِتُ َكبِّ ُروا ال ٰلّهَ َع ٰلى َما َه ٰدى ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرْو َن‬ِ ‫الْيسر وََل ي ِري ُد بِ ُكم الْعسر َ ولِتُك‬
َ َْ ُ ُ ْ ُ َ َْ ُ
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-
Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang
batil)” .

Sebagai wahyu dan petunjuk bagi manusia, al-Qur’an merupakan


mitra berdialog paling sempurna yang diturunkan sebagai gambaran jalan
yang benar bagi setiap umat dan memberikan jalan keluar dari berbagai
persoalan eksistensi manusia. Untuk mendapatkan petunjuk tersebut, tentu

Ali Sodiqin, Antropologi Al-Qur’an: Model Dialektika Wahyu dan Budaya


1

(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), 12.


2
Nasaruddin Umar, Deradikalisasi Pemahaman Al-Qur’an & Hadis (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2014), 1.

1
2

al-Qur’an harus dipahami dan ditelaah lebih dalam. Maka, konsep “Hud”
dalam ayat di atas menjadi konsep informatif al-Qur’an yang dapat
memberikan pengetahuan dan informasi-informasi penting untuk dapat
menuntun manusia kepada Ṣirāṭ al-Mustaqīm (jalan yang lurus).
Karena sebagai petunjuk, tentunya setiap muslim harus mengkaji Al-
Qur'an, membaca, mentadaburi ayat-ayatnya, memahami substansinya dan
kemudian menerapkannya dalam perilaku sosial dan kultural, dengan tujuan
agar imperatif pelajarannya dapat mencerminkan dan menaungi realitas
sosial.3 Allah Swt. Berfirman di dalam al-Qur’an:
َ ۡ َ ۡ ْ ُ ْ ُ َ َّ َ َ َ َ َ َ ْ ٓ ُ َّ َّ َ ِ ٞ َ َٰ َ ُ َ ۡ َ ُ َٰ َ ۡ َ َ ٌ َٰ َ
‫ب‬ َٰ َٰ
ِ ‫كِتب أنزلنه إَِلك مبرك َِلدبروا ءايتِهِۦ و َِلتذكر أولوا ٱۡللب‬
“Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar
mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal
sehat mendapat pelajaran.” (Qs. Ṣad/ 38: 29)

Yusūf al-Qaraḍāwī menyebutkan dalam bukunya, bahwa:

“Ibn ‘Abd al-Barr meriwayatkan dalam Jami’ al-‘Ilmi dari ‘Alī r.a.,
ketahuilah tidak ada kebaikan dalam ibadah kecuali dengan ilmu,
tidak ada kebaikan dalam ilmu kecuali dengan pemahaman, dan
tidak ada kebaikan dalam membaca al-Qur’an kecuali dengan
tadabur.”4

Misi al-Qur’an sebagai kitab petunjuk dan pembeda antara yang hak
dan yang batil, yang dijadikan pedoman utama dalam kehidupan, ternyata
juga memiliki respons beragam dari masyarakat Muslim dalam menanggapi
kehadirannya. Lebih spesifik lagi respons tertentu terhadap al-Qur’an
menjadi salah satu komponen pendukung munculnya kegiatan
memfungsikan al-Qur’an dalam kehidupan praksis di luar kondisi
tekstualnya. Hal inilah yang secara positif menjadi penyebab tindakan

3
Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik atas Ayat-ayat Hukum
dalam Al-Qur’an, cet. III (Jakarta: Penamadani, 2005), 63.
4
Yusūf al-Qaraḍāwī, Berinteraksi dengan al-Qur’an, terj. Abdul Hayyie al-Kattani,
cet. I (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 246.
3

pemaknaan al-Qur’an yang tidak mengacu pada pemahaman atas pesan


tekstualnya tetapi berlandaskan pada anggapan adanya hikmah dari bagian-
bagian tertentu teks al-Qur'an, bagi kebutuhan kehidupan keseharian umat.
Al-Qur'an diperlakukan sebagai fungsionaris di luar kapasitasnya sebagai
teks.5
Di dalam kehidupan praksis, respons masyarakat muslim terhadap al-
Qur’an belakangan mengalami evolusi. Pergeseran budaya dan paradigma,
serta bagaimana al-Qur’an disajikan menjadi alasan utama al-Qur’an tidak
lagi difungsikan sebagaimana mestinya. Al-Qur’an tampaknya hanya
dijadikan kalimat (syntax), yakni ayat-ayat tertentu di dalam al-Qur’an
hanya dijadikan sebagai mantra, al-Qur’an cenderung difungsikan secara
performatif.
Fenomena praktik interaksi umat Islam dengan Al-Qur'an di luar
konten ternyata sudah terlihat sejak Nabi Muhammad SAW masih ada di
tengah-tengah umat. Reaksi Nabi Muhammad SAW. sekitar saat itu sedang
membaca surat al-Falaq dan surat al-Nās ketika beliau sedang sakit.
Demikian juga dengan praktik yang dilakukan oleh para sahabat Nabi
dengan membaca surah al-Fātiḥah untuk mengobati orang yang terkena
sengatan kalajengking.6
Di wilayah muslim tertentu pemaknaan terhadap hadirnya al-Qur’an
menghasilkan bermacam-macam tradisi atau kebiasaan. Seperti ritual
pembacaan ayat al-Qur’an dalam ngupatan dan tujuh bulanan, pembacaan
ayat al-Qur’an sebagai sarana pengobatan, al-Qur’an sebagai jimat
keselamatan, ayat al-Qur’an sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah,

Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, cet. I


5

(Yogyakarta: TH Press, 2007), 4.


6
Didi Junaedi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur’an”.
Journal Qur’an and Hadith Studies, vol.4, no.2 (2015): 8-9.
4

al-Qur’an sebagai bacaan rutin dan masih banyak lagi pemaknaan


masyarakat muslim atas hadirnya al-Qur’an di kehidupannya.
Fenomena di atas, dalam kajian metodologi ilmu tafsir disebut al-
Qur’an al-Ḥayy atau studi Living Qur’an,7 yakni fenomena yang hidup di
masyarakat sebagai respons atas interaksinya dengan al-Qur’an.8 Di
samping definisi tersebut, terdapat pula yang berpendapat bahwa Living
Qur’an berarti sambutan pembaca terhadap ayat-ayat suci al-Qur’an.
Sambutan tersebut bisa berupa cara masyarakat dalam menafsirkan pesan
ayat-ayatnya, cara masyarakat mengaplikasikan ajaran moralnya, serta cara
masyarakat membaca dan melantunkan ayat-ayatnya. Dengan demikian,
pergaulan dan interaksi pembaca dengan al-Qur’an merupakan konsentrasi
dari kajian ini, sehingga implikasi dari kajian tersebut, akan memberikan
kontribusi tentang ciri khas dan tipologi masyarakat dalam bergaul dengan
al-Qur’an.9
Beranjak dari fenomena living Qur’an di atas, yang diterapkan di
Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi, menarik untuk diteliti lebih
lanjut karena praktek yang mereka lakukan berupaya menghidupkan nilai-
nilai al-Qur’an. Dalam konteks memfungsikan al-Qur’an di dalam
kehidupan praksis, para santri memiliki ragam praktek yang berbeda-beda.
Salah satu contoh yang bisa diangkat adalah adanya tradisi pembacaan
surat-surat tertentu dalam bentuk tradisi wirid yang dilaksanakan setiap hari
selepas melaksanakan salat fardu.
Ayat-ayat al-Qur’an yang dipilih sebagai wirid di Pondok Pesantren
Al-Atiqiyah Sukabumi sebagian besar merupakan surah-surah pilihan yang

7
M. Mansyur dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis (Yogyakarta:
TH Press, 2007), 8.
8
Heddy Shri Ahimsa, “The Living Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi”.
Jurnal Walisongo, vol.20, no.1, (Mei 012): 237.
9
Fathurrosyid, “Tipologi Ideologi Resepsi Al-Qur’an di Kalangan Masyarakat
Sumenep Madura,” dalam Jurnal el-Harakah, vol.17, no. 2 (2015): 222.
5

tercantum dalam al-Ma’ṡurāt (doa ma’ṡūr yang berasal dari Rasulullah


Saw).10 Ada pula beberapa ayat yang tidak tercantum dalam al-Ma’ṡurāt
seperti surah Qs. al-Baqarah/ 2: 163 dan Qs. Āli ‘Imrān/ 3: 18-19. Doa al-
Ma’ṡurāt sendiri, umumnya ialah zikir yang dianjurkan dibaca setiap pagi
dan petang. Namun, di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi wirid
dilakukan hampir setiap waktu setelah menunaikan ibadah salat fardu
(Subuh, Ashar, dan Magrib) kecuali Isya (masih dalam waktu pengajian
malam) dan Zuhur (dikarenakan kondisi masih dalam lingkup kegiatan
sekolah). Dari segi susunan ayat-ayat al-Qur’an yang digunakan dan doa-
doa yang dipanjatkannya pun berbeda dengan yang tercantum dalam al-
Ma’ṡurāt.
Tradisi wirid di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah dilakukan secara
komunal dengan dipimpin oleh seorang imam, yang ditunjuk oleh pihak
pengasuh. Praktek wirid tersebut dimulai dengan pembacaan istigfar
sebanyak 3 kali, dilanjut dengan pembacaan kalimat-kalimat tahlīl. Setelah
itu, baru dilanjutkan pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an yang terdiri dari
beberapa surah, diawali dengan pembacaan taawuz, basmallah, Qs.al-
Ikhlāṣ/ 112: 1-4 (3x), Qs. al-Falaq/ 113: 1-5, Qs. al-Nās/ 114: 1-6, Qs. al-
Baqarah/2: 163, 255, 284-286, Qs. Āli-‘Imrān/ 3: 18-19, dan ayat 26-27,

10
Menurut Hasan al-Banna, al-Ma’ṡurāt terbagi menjadi dua, yaitu al-Ma’ṡurāt
ṣugra dan al-Ma’ṡurāt kubra. Al-Ma’ṡurāt ṣugra susunannya meliputi pembacaan taawuz,
Qs. al-Fātiḥah/ 1: 1-7, Qs. al-Baqarah/ 2: 1-5, 255-257, 284-286; Qs.al-Ikhlāṣ/112: 1-4
dibaca tiga kali, Qs. al-Falaq/113: 1-5 tiga kali dan surah al-Nāṣ/ 114: 1-6 tiga kali,
kemudian dilanjut dengan pembacaan do’a-do’a dan wirid rabithah yang terdiri dari surah
Āli-‘Imrān/ 3: 26-27. Sedangkan ayat-ayat al-Qur’an yang tercantum dalam al-Ma’ṡurāt
kubrā lebih banyak dari al-Ma’ṡurāt sugrā yakni susunannya meliputi pembacaan taawuz,
Qs. al-Fātiḥah/ 1: 1-7, Qs. al-Baqarah/ 2: 1-5, 255-257,284-286, Qs. Āli-‘Imrān/ 3: 1-2;
Qs. Ṭāhā/ 20: 111-112; Qs. al-Taubah/ 9: 129; Qs. al-Isrā/ 17: 110-11; Qs. al-Mu’minūn/
23: 115-118, Qs. al-Rūm/ 30: 17-26, Qs. Gāfir/ 40: 1-3, Qs. al-Ḥasyr/ 59: 22-24, Qs. al-
Zalzalah/ 99: 1-8, Qs. al-Kāfirūn/ 109: 1-6, Qs. al-Naṣr/ 110:1-3, Qs. al-Ikhlāṣ/ 112: 1-4
(3x), Qs. al-Falaq/ 113: 1-5 (3x) dan Qs. al-Nāṣ/ 114: 1-6 (3x), kemudian dilanjut dengan
pembacaan doa-doa dan wirid rabiṭah Qs. Āli-‘Imrān/ 3: 26-27.
6

kemudian dilanjut dengan pembacaan tasbih, tahmid, takbir, tahlil dan


diakhiri dengan pembacaan doa oleh imam.
Berangkat dari fakta sejarah dan fenomena tradisi praktek pembacaan
ayat-ayat suci al-Qur’an sebagai wirid di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
Sukabumi, peneliti pandang penting untuk meneliti lebih dalam mengenai
prosesi praktek wirid tersebut ditinjau dari sisi penerimaan al-Qur’an yang
mengeksplorasi dimensi fungsionalnya. Maka dari itu, masalah ini diangkat
dalam sebuah penelitian yang berjudul “Penggunaan Al-Qur’an dalam
Tradisi Wirid di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi”.

B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis mengidentifikasi
beberapa permasalahan yang berkaitan dengan praktek penggunaan ayat-
ayat al-Qur’an dalam praksis kehidupan, di antaranya:
1. Kurangnya minat masyarakat dalam upaya memahami dan
mendalami ayat-ayat al-Qur’an.
2. Merosotnya kecintaan masyarakat terhadap al-Qur’an.
3. Minimnya pengetahuan dan pemahaman ayat-ayat al-Qur’an.
4. Kurangnya pengajaran terhadap makna, kandungan dan tafsiran al-
Qur’an.
5. Adanya pergeseran budaya dan paradigma serta bagaimana al-Qur’an
disajikan dalam kehidupan masyarakat.
6. Adanya keberagaman dalam merespons, menerima dan
memfungsikan al-Qur’an dalam kehidupan.
7. Munculnya praktek memfungsikan al-Qur’an Qs. al-Ikhlāṣ, al-Falaq,
al-Nāṣ, al-Baqarah dan surah Āli-‘Imrān dalam kehidupan praksis, di
luar kondisi tekstualnya.
7

C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan penelitian ini terarah dan sistematis, maka kajian
difokuskan pada poin ketujuh yakni munculnya praktek memfungsikan al-
Qur’an al-Qur’an surah al-Ikhlāṣ, al-Falaq, al-Nāṣ, al-Baqarah dan surah
Āli-‘Imrān dalam kehidupan praksis, di luar kondisi tekstualnya.
Permasalahan tersebut terejawantahkan pada praktek penggunaan al-Qur’an
dalam tradisi wirid yang diterapkan oleh santri dan pengasuh Pondok
pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi.

D. Perumusan Masalah
Agar masalah-masalah di atas lebih jelas dan sistematis, maka pada
skripsi ini penulis akan merumuskan sebuah permasalahan, yakni:
1. Bagaimana Prosesi Praktek Penggunaan Al-Qur’an dalam Tradisi
Wirid di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka
penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan prosesi praktek penggunaan al-
Qur’an dalam tradisi wirid di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
Sukabumi.
2. Untuk mengetahui persepsi santri dan pengasuh Pondok Pesantren
Al-Atiqiyah Sukabumi terhadap penggunaan al-Qur’an dalam tradisi
wirid.
3. Untuk mengetahui manfaat penggunaan al-Qur’an dalam tradisi wirid
terhadap perilaku santri dan pengasuh PP. Al-Atiqiyah Sukabumi.
4. Tujuan penelitian ini juga sebagai sumbangan akademik pada kajian
tafsir yang berkaitan dengan wirid Qur’ani.

Adapun manfaat penelitian ini antara lain:


8

1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
yang konstruktif dalam khazanah keislaman terutama pada diskursus kajian
Living Qur’an. Di samping itu juga, diharapkan mampu menjelaskan sifat
universal al-Qur’an dalam budaya lokal dan menginterpretasikan
keabsolutan ajaran Islam dalam masyarakat global.
2. Manfaat Praksis
a. Peneliti, penelitian ini menjadi kesempatan penulis untuk menambah
wawasan ilmu pengetahuan dan pemahaman pada ayat-ayat tersebut.
b. Pembina dan jajaran Pondok Pesantren Al-Atiqiyah, penelitian ini sebagai
bahan acuan dan motivasi untuk meningkatkan kualitas program pendidikan
kepesantrenan khususnya dalam kajian al-Qur’an.
c. Santri dan Masyarakat Luas, penelitian ini dimaksudkan untuk
membantu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berinteraksi
dengan al-Qur’an agar semakin menumbuhkan rasa cinta terhadap al-
Qur’an dengan lebih memahami setiap ayatnya dan kemudian
mengaplikasikannya dalam kehidupan.
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian terdahulu merupakan informasi yang bisa dijadikan dasar
pijakan dan rekomendasi bagi seorang peneliti untuk lebih cermat dan kritis
dalam menganalisis suatu permasalahan. Pada tema yang akan penulis
bahas, sejauh pengamatan penulis penelitian mengenai kegunaan Al-Qur’an
dalam praksis sosial pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an memang sudah
banyak dilakukan, baik yang menggunakan kajian living Qur’an, maupun
studi kasus dengan teori resepsi al-Qur’an, baik yang menggunakan
pendekatan antropologi, fenomenologi, studi kasus, maupun etnografi, baik
di lingkungan pesantren maupun di lingkungan masyarakat luas. Namun,
dari banyaknya penelitian tersebut baik skripsi, tesis, disertasi, maupun
9

artikel, belum ada penelitian yang khusus meneliti tentang “Penggunaan


Al-Qur’an dalam Tradisi Wirid di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah,
Sukabumi”. Untuk menegaskan asumsi ini penulis akan menguraikan
beberapa karya tulis yang penulis rasa cukup untuk mewakili kaya tulis
yang lainnya. Berikut beberapa karya tulis yang relevan, di antaranya:
Pertama, buku dengan judul The Power Of Wirid; Rahasia dan
Khasiat Zikir Setelah Shalat untuk Kedamaian Jiwa dan Kebugaran Raga,
karya Luqman Junaidi,11 buku ini berisikan tentang keistimewaan wirid dan
zikir setelah salat yang di dalamnya juga terdapat pembahasan tentang
esensi zikir, makna bacaan zikir, tata cara berzikir setelah salat, dalil-dalil
zikir dan manfaat zikir baik dari segi batiniah maupun lahiriah. Dalam
pembahasannya, buku ini juga lebih banyak menjelaskan tentang khasiat
zikir dengan mengkorelasikan berbagai konsep teori pengetahuan umum
dengan penelitian-penelitian mengenai manfaat zikir itu sendiri , tidak
menjelaskan manfaat zikir yang dialami dan dirasakan individu secara
langsung.
Karya terkait subyek penelitian yakni skripsi Rika Rahmatika,12
membahas tentang kondisi sosial keagamaan masyarakat Desa Cipanengah,
sampai pada latar belakang didirikannya Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
serta perkembangannya dari tahun 1959-2009 M. Dalam penelitiannya, ia
hanya fokus pada kajian sejarah pondok pesantren, secara spesifik hanya
memaparkan perkembangan dan kemajuan Pondok Pesantren serta kondisi
sosial keagamaan masyarakat sekitar pondok.

11
Luqman Junaidi, The Power Of Wirid; Rahasia dan Khasiat Zikir Setelah Shalat
untuk Kedamaian Jiwa dan Kebugaran Raga, cet. I (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2007),
291,https://books.google.co.id/books?id=G698NVeU2RgC&pg=PA28&dq=wirid&hl=id
&sa=X&ved=2ahUKEwiZls7_n7_xAhVKWysKHcj_Bs0Q6AEwAnoECAoQAw#v=one
page&q=wirid&f=false
12
Rika Rahmatika, “Perkembangan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Desa Cipanengah
Kecamatan Bojonggenteng Kabupaten Sukabumi (1959-2009)”, (Skripsi S1., Fakultas
Adab dan Humaniora, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2011), iii.
10

Adapun karya terkait obyek penelitian tentang kajian living Qur’an di


antaranya adalah hasil penelitian Rochmah Nur Azizah 13 membahas
tentang tradisi pembacaan surah al-Fātiḥah dan al-Baqarah di PPTQ.
Aisyiyah Ponorogo yang dilakukan setiap satu pekan sekali, tentang apa
dalil yang mendasari praktek kegiatan tersebut, bagaimana bentuk
penerapannya serta apa makna dari tradisi tersebut. Hasil penelitiannya
menyebutkan bahwa: pertama, dalil yang mendasari praktek pembacaan
surat al-Fātiḥah dan Surah al-Baqarah tersebut berlandaskan pada Qs. al-
Baqarah/ 2: 121. Kedua, bentuk penerapannya diawali dengan pembacaan
surah al-Fātiḥah kemudian doa untuk orang tua, doa Nabi Musa, doa
bertilawah, dilanjutkan dengan pembacaan surah al-Baqarah dan ditutup
dengan tadabur ayat dalam surah al-Baqarah. Ketiga, makna dari tradisi
tersebut ialah sebagai pendekatan diri kepada Allah, sebagai bentuk syukur
dan keimanan kepada al-Qur’an, sarana pembentuk kepribadian dan
pengharapan barakah kepada Allah Swt.
Syahrul Rahman dalam artikelnya yang berjudul “Living Qur’an:
Studi Kasus Pembacaan Al-Ma’tsurat di Pesantren Khalid bin Walid Pasir
Pengaraian Kab. Rokan Hulu”.14 Penelitian ini membahas tentang bentuk
interaksi kelompok muslim di PP. Khalid bin Walid terhadap al-Qur’an
yang terdapat dalam wirid al-Ma’ṡurāt pada aspek penerapan al-Qur’an
dalam kehidupan sehari-hari. Disebutkan bahwa salah satu motivasi para
santri mengamalkan wirid al-Ma’surah ialah karena keutamaannya yang
sangat banyak seperti dilindungi dari gangguan makhluk gaib, dijauhkan

13
Rochmah Nur Azizah, “Tradisi Pembacaan Surat Al-Fātiḥah dan Al-Baqarah
(Kajian Living Qur’an di PPTQ ‘Aisyiyah, Ponorogo)”, Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin
dan Dakwah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo, tahun 2016), viii.
14
Syahrul Rahman, “Living Qur’an: Studi Kasus Pembacaan Al-Ma’tsurat di
Pesantren Khalid bin Walid Pasir Pengaraian Kab. Rokan Hulu”. Jurnal Syahadah, Vol.
IV, No. 2 (Oktober 2016), 67-68.
11

dari segala macam bahaya, dimudahkan dalam rezeki, disempurnakan


nikmat dan sebagai tanda syukur mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.
Buku Zikir Qurani; Mengingat Allah sesuai Fitrah Manusia, karya
Luqman Al Hakim.15 Buku ini membahas tentang konsep zikir sebagai
fitrah manusia, bahwa zikir bukanlah berdasarkan apa yang dianut dan
diikuti banyak orang atau nilai dari pemikiran untuk menentukan suatu
hukum, melainkan atas landasan hukum yang absolut melalui nas al-Qur’an
dan hadis Nabi Saw., sehingga pengamalannya sangat dianjurkan untuk
dilakukan secara terus menerus, tidak terikat dengan waktu, kapan pun dan
di mana pun.
M. Ofik Taufiqur Rohman Firdaus,16 dalam artikelnya tentang tradisi
mujāhadah pembacaan al-Qur’an sebagai wirid di Pondok Pesantren Kebon
Jambu Al-Islamy Babakan Ciwaringin Cirebon, mengemukakan bahwa
sejarah penerapan tradisi tersebut merupakan ittibā’ (mengikuti) dari
rutinitas pengasuhnya dahulu saat di pesantren. Ia juga menyebutkan bahwa
pengalaman yang dirasakan para pelaku mujāhadah ialah hadirnya
ketenangan jiwa, dimudahkannya segala urusan, tumbuhnya motivasi untuk
terus belajar, kelapangan dalam rezeki, dan sebagainya. Berbeda halnya
dengan penelitian yang saya lakukan, dengan obyek, subyek dan waktu
pelaksanaan yang berbeda pula, saya lebih memfokuskan pada penggalian
prosesi, persepsi dan implikasi praktek penggunaan al-Qur’an sebagai wirid
terhadap perilaku sosial kehidupan dan peribadatan.
Skripsi Syam Rustandi dengan judul “Tradisi Pembacaan Surah-
surah Pilihan dalam Al-Qur’an (Kajian Living Qur’an di Pondok Pesantren

15
Luqman Al Hakim, Dzikir Qur’ani; Mengingat Allah sesuai Fitrah Manusia, 54-
55,https://books.google.co.id/books?id=AkhyDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=dzi
kir+Qurani&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=dzikir%20Qurani&f=false
16
M. Ofik Taufiqur Rohman Firdaus, “Tradisi Mujahadah Pembacaan Al-Qur’an
sebagai Wirid di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy Babakan Ciwaringin
Cirebon”. Journal Diya al-Afkar, vol.4, no.1 (Juni 2016), 173.
12

At-Taufiqiyyah Kab. Baros, Serang)”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan


Adab, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2018. 17 Dalam skripsinya,
ia berusaha mengungkap makna dibalik tradisi pembacaan surah-surah
pilihan yakni surah Yāsīn, al-Mulk, al-Wāqi’ah, al-Sajdah, al-Kahfi, surah
Nūh, al-Muzzammil dan surah al-Naba’ yang pembacaannya sesuai jadwal
yang sudah ditentukan. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa makna
yang terkandung dalam praktik pembacaan surat-surat pilihan dilihat dari
makna obyektifnya ialah dipandang sebagai suatu kewajiban. Sedangkan
jika dilihat dari makna ekspresifnya, kegiatan tersebut dianggap dapat
memberikan motivasi untuk membaca al-Qur’an dengan baik dan benar
sesuai makhraj dan tajwidnya.
Amri Diantoro,18 dalam penelitiannya ini penulis mencoba
mengungkap persepsi dan dampak yang ditimbulkan dari zikir al-Ma’ṡurāt
terhadap intensitas diri para kader. Hasil penelitiannya menyebutkan
bahwa, pembacaan zikir al-Ma’ṡurāt yang berasal dari hadis-hadis sahih
didapat dari pengetahuan (knowledge) yang sudah ada. Kemudian menjadi
(needs) kebutuhan para kader untuk meningkatkan spiritualitas diri. Setelah
itu meningkat menjadi (values), zikir tersebut dinilai dapat menjaga diri
para kader dari gangguan jin serta menjadikannya istiqomah dalam
beribadah.
‘Ainatu Masrurin dalam artikelnya tentang “Resepsi Al-Qur’an dalam
Tradisi Pesantren di Indonesia (Studi Kajian Nagham Al-Qur’an di Pondok
Pesantren Tarbitayul Qur’an Ngadiluweh Kediri)”, mengungkapkan proses

17
Syam Rustandi, “Tradisi Pembacaan Surah-surah Pilihan dalam Al-Qur’an
(Kajian Living Qur’an di Pondok Pesantren At-Taufiqiyyah Kab. Baros, Serang)”, (Skripsi
S1., Fakultas Ushuluddin dan Adab, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin
Banten, 2018), iii.
18
Amri Diantoro, “Tradisi Zikir al-Ma’tsurat pada Kader Unit Kegiatan Mahasiswa
Bidang Pembinaan Dakwah UIN Raden Intan Lampung (Metode Living Qur’an)”, (Skripsi
S1., Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, UIN Raden Intan Lampung, 2018), ii.
13

transformasi penerimaan nagham di Pesantren Tarbiyatul Qur’an.


Menurutnya, pembacaan ayat suci al-Qur’an dan penerimaan lantunan ayat
suci al-Qur’an merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam tradisi
pesantren di Indonesia. Dengan menggunakan metode deskriptif-
exsperimental, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembacaan al-
Qur’an dengan nagham oleh para Qari’ di pondok pesantren tersebut
dipengaruhi oleh faktor internal berupa spiritual aesthetic, meliputi puasa
daud, doa ‘Ain al-Qur’an, mahabah Asma’ Nabi Yusuf dan Nabi Adam a.s
dan puasa 7 hari nyupriah suara Nabi Dawud a.s dan faktor eksternal
meliputi Musabaqah Qirā’at al-Qur’ān dan relasi sosial. Hal-hal tersebut
dilakukan baik sebagai upaya menambah kualitas bacaan al-Qur’an maupun
kaitannya dengan pengaruh orang yang mendengarkan. Kaitan penelitian
ini dengan penelitian penulis ialah sama-sama membahas tentang fenomena
respons sosial terhadap kehadiran al-Qur’an dan bagaimana mereka
merepresentasikannya dalam kehidupan. Adapun perbedaannya ialah pada
obyek (ayat al-Qur’an) yang dibaca, tradisi yang terbentuk dari fenomena
tersebut, serta lingkup subyek penelitian yang jelas berbeda sehingga
menghasilkan pemikiran dan dampak yang berbeda pula. 19
Siti Subaidah, skripsi yang berjudul “Tradisi Pembacaan Al-Qur’an
(Qs. al-Kahfi, al-Rahmān, al-Sajdah) di Yayasan Al-Ashriyyah Nurul Iman
Islamic Boarding School Desa Waru Jaya Kecamatan Parung Kabupaten
Bogor”, Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2019. Penelitian ini membahas tentang praktek tradisi pembacaan al-Qur’an
surat-surat pilihan yang dilakukan setiap satu pekan sekali serta
pemaknaannya terhadap praktik tradisi pembacaan surat-surat pilihan
menurut santri. Kaitan penelitian ini dengan penelitian yang akan saya

19
‘Ainatu Masrurin,” Resepsi Al-Qur’an dalam Tradisi Pesantren di Indonesia (Studi
Kajian Nagham Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tarbitayul Qur’an Ngadiluweh Kediri)”.
Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir, vol.3, no.2 (Desember 2018): 101.
14

bahas ialah masih dalam satu rumpun tema yang sama yaitu kegunaan al-
Qur’an dalam praksis sosial masyarakat. Namun, perbedaannya ialah dalam
ranah subjek (pelaku) dan objeknya (ayat-ayat al-Qur’an yang
digunakan).20
Akhmad Roja Badrus Zaman,21 membahas tentang ragam resepsi al-
Qur’an di Pondok Pesantren Karangsuci Purwokerto serta makna di balik
praktik resepsi al-Qur’an menggunakan teori resepsi dan teori sosiologi
pengetahuan Karl Mannheim. Hasil dari penelitiannya menyebutkan
bahwa, ragam resepsi al-Qur’an di Pesantren Karangsuci Purwokerto terdiri
dari empat bentuk resepsi, di antaranya: pertama, resepsi eksegesis yang
termanifestasi dalam kegiatan pengajian kitab tafsir al-jalālain. kedua,
resepsi estetis termuat dalam kaligrafi di asrama santri dan ndalem
pengasuh; ketiga, resepsi fungsional termanifestasi dalam tradisi rutin
pembacaan surah al-Wāqi’ah selepas salat ashar, dan surah Yāsīn selepas
salat magrib; keempat, resepsi externalitas terwujud dalam berbagai tradisi
penjagaan al-Qur’an seperti hafalan, setoran dan sima’an.
Adapun makna-makna yang melekat pada ragam resepsi tersebut
secara obyektif merupakan simbolisasi dari ketakziman dan kepatuhan
terhadap peraturan pondok. Sedangkan secara ekspresif dan dokumenter
ialah sebagai wujud internalisasi diri dengan hal-hal yang positif melalui
pembelajaran al-Qur’an yang berkelanjutan, serta sebagai bentuk
kontekstualisasi lokal dari sistem kebudayaan yang menyeluruh.

20
Siti Subaidah, Tradisi Pembacaan Al-Qur’an (Surah al-Kahfi, al-Rahman, al-
Sajdah) di Yayasan Al-Ashriyyah Nurul Iman Islamic Boaeding School Desa Waru Jaya
Kecamatan Parung Kabupaten Bogor”, Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2019. iv.
21
Akhmad Roja Badrus Zaman, “Resepsi Al-Qur’an di Pondok Pesantren Karangsuci
Purwokerto”, Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut Agama Islam
Negeri Purwokerto, tahun 2019, xiv.
15

Berbeda dengan penelitian Akhmad Roja Badrus zaman yang


berfokus pada ragam resepsi al-Qur’an dan makna yang melekat dalam
ragam resepsi tersebut di PP. Karangsuci Purwokerto. Penelitian yang saya
lakukan lebih spesifik terhadap salah satu bentuk resepsi al-Qur’an yaitu
pada praktik penggunaan al-Qur’an yang terejawantahkan dalam tradisi
wirid di pondok pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi dengan melakukan
perbandingan di dua tempat berbeda antara santri putra dan santri putri.
G. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode (deskriptif-
kualitatif), sebagai upaya memberikan penjelasan gambaran komprehensif
tentang respons dan penerimaan al-Qur’an di lingkungan PP. Al-Atiqiyah
Sukabumi, yang termanifestasikan dalam bentuk penggunaan al-Qur’an
dalam tradisi wirid. Tradisi tersebut dilaksanakan di dua tempat berbeda
antara santri putra (di masjid) dan santri putri (di majelis), dengan mencoba
membandingkan kedua praktik wirid tersebut.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research)
dengan menggunakan pendekatan etnografi, yaitu mengkaji serta
memahami fenomena interaksi sosial antara tingkah laku masyarakat
beserta konteksnya yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan pendekatan
jenis ini lebih sesuai dengan pokok permasalahan dalam penelitian untuk
mengungkap fenomena tradisi wirid yang terjadi di pondok pesantren al-
Atiqiyah. Penulis dalam kesempatan ini meneliti praktik tersebut melalui
kajian living Qur’an yang bersifat kajian kultural (Qur’an in Everyday
Life), yakni al-Qur’an yang hidup dalam tatanan praksis masyarakat
Muslim.22

22
Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, 5.
16

2. Sumber Data Penelitian


Penelitian ini mengambil lokasi di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
Sukabumi yang terletak di Kampung Cipanengah RT. 02 RW. 03, desa
Cipanengah, Kecamatan Bojonggenteng Kabupaten Sukabumi. Dan, yang
menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah santri (putra dan putri) serta
pengasuh Pondok Pesantren Al-Atiqiyah. Sedangkan sumber datanya ialah:
a. Data Primer (Primery Resources)
Menurut Lofland bahwa sumber data utama dalam penelitian
kualitatif ialah berupa kata-kata dan tindakan.23 Kata-kata dan tindakan
adalah sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau
mewawancarai. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan metode ini agar bisa
mendapatkan data secara langsung dari narasumber.24 Wawancara yang
dilakukan adalah dengan santri dan pengasuh pondok pesantren Al-
Atiqiyah. Karena penelitian ini terfokus pada bentuk penggunaan al-Qur’an
dalam tradisi wirid, bagaimana prosesinya, bagaimana persepsi santri dan
pengasuh terhadap tradisi wirid, serta bagaimana implikasinya.
Pengumpulan data yang melakukan teknik wawancara data lingkungan dan
kehidupan santri terutama yang berkaitan dengan penggunaan al-Qur’an.
b. Data Sekunder (Secondary Resources)
Adapun data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari sumber
bacaan lainnya. Oleh sebab itu penulis menggunakan buku-buku lain yang
berkaitan dengan penelitian, atau berupa telaah dokumen untuk menggali
literatur yang membahas tentang fungsi dan kegunaan al-Qur’an,

23
Ajat Rukajat, Penelitian Tindakan Kelas: Classroom Action Research, Cetakan
pertama (Yogyakarta: Penerbid Deepublish, 2018), 117.
24
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif :Teori dan Praktik (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2013), 160.
17

bagaimana al-Qur’an diterima, direspons dan diamalkan, baik berupa buku-


buku, jurnal, dll
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di pondok pesantren al-Atiqiyah, merupakan
salah satu lembaga pendidikan Islam terbesar di Kabupaten Sukabumi yang
santrinya mencapai 300 orang dan siswa sekolah mencapai 1.200 jiwa.
Pesantren al-Atiqiyah sebagai objek penelitian terletak di Kampung
Cipanengah, RT.02 RW.03, Desa Cipanengah, Kecamatan Bojonggenteng,
Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, Kode Pos 43353. Kegiatan
penelitian ini dilakukan pada pertengahan November, tepatnya tanggal 15
sampai 20 November 2019.
Alasan Peneliti memilih lokasi tersebut karena pondok pesantren ini
dipandang sebagai salah satu pesantren di wilayah Sukabumi yang
menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan secara Qurani dan suni (aḥl al-
Sunnah wa al-Jamā’ah). Pesantren ini juga terkenal dengan kegiatan wirid
al-Qur’an dan kajian kitab kuning yang menjadi ciri khasnya. Tradisi wirid
Qurani ini sudah dilaksanakan sejak 62 tahun yang lalu hingga saat ini
masih tetap dilestarikan. Melalui metode hafalan dalam penerapannya,
setiap santri wajib menghafal semua bacaan wirid dan mengikuti kegiatan
wirid Qurani yang dilakukan setiap hari setelah selesai salat. Kegiatan ini
juga didukung oleh kajian kitab tafsir dalam rangka pemahaman atas makna
ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan wirid. Keseimbangan pembelajaran
antara bacaan atau hafalan dengan kajian pemahaman seharusnya dapat
membuat setiap santri juga pengasuh pondok pesantren memahami al-
Qur’an dan mengaplikasikannya sesuai dengan fungsi utama al-Qur’an.
Dari alasan tersebut maka penulis anggap penting untuk meneliti
lebih dalam mengenai tradisi, persepsi dan manfaat praktik wirid terhadap
para santri dan pengasuh pondok pesantren Al-Atiqiyah.
18

4. Populasi dan Sampel


Teknik sampling yang penulis gunakan dalam penelitian ini ialah
berupa non-random sampling atau non-probability sampling. Metode
pemilihan sampling ini mempertimbangkan hal-hal tertentu dalam memilih
subjek atau individu penelitian. Sebab setiap individu atau unit dari populasi
tidak mempunyai kemungkinan (non-probability) yang sama untuk dipilih.
Lebih spesifik penelitian ini menggunakan teknik Purposeful Sampling
yang berdasarkan pada ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih,
karena subjek tersebut sesuai dengan tujuan penelitian.
Jumlah Pengambilan Sampel :

JENIS VOLUME KETERANGAN


Populasi 334 orang Pengasuh 29 orang, Santri putra 134
orang, santri putri 171 orang
Sampel 21 orang 5 orang pengasuh, 8 orang santri
putra, 8 orang santri putri

5. Teknik Pengumpulan Data


Guna memperoleh data yang sesuai, diperlukan sebuah teknik
pengumpulan data yang kemudian diolah dan dianalisis. Dalam tahap ini,
penulis menggunakan pendekatan Field Research yaitu mengumpulkan
data secara langsung di lapangan demi memperoleh data yang diperlukan,
melalui beberapa metode di antaranya:
a. Observasi (Pengamatan)
Observasi menurut Hamidi adalah peneliti melihat, mengamati dan
mendengarkan apa yang dilakukan, dikatakan atau diperbincangkan para
responden dalam aktivitas kehidupan sehari-hari baik sebelum, menjelang,
ketika dan sesudahnya. Melalui cara ini penulis harapkan dapat memakai
kondisi obyektif berbagai hal yang menjadi sasaran penelitian, yaitu
19

melakukan tinjauan langsung ke lokasi penelitian guna mengamati perilaku


keseharian santri Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi.
b. Interview (Wawancara)
Menurut Patton, wawancara adalah Pertanyaan terbuka dan teliti hasil
tanggapan mendalam tentang pengalaman, persepsi, pendapat, perasaan,
dan pengetahuan responden.25 Wawancara bertujuan untuk membantu
menetapkan keabsahan data yang telah diperoleh peneliti dari sumber-
sumber lain. Pada tahap ini saya menggunakan jenis wawancara terbuka
yakni peneliti mewawancarai responden dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang tidak dibatasi jawabannya. Wawancara jenis ini peneliti
lakukan demi menuntut lebih banyak informasi apa adanya tanpa intervensi
peneliti.26.
c. Dokumentation (Dokumentasi)
Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa
diperoleh melalui dokumentasi baik berupa surat, catatan harian, arsip foto,
hasil rapat, cendera mata, jurnal kegiatan maupun dokumen-dokumen lain
yang relevan dengan fokus penelitian dan dibutuhkan untuk kelengkapan
data.27
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang diperintahkan oleh data.
Dalam tahap ini, penulis menganalisis data kualitatif dengan model
interaktif melalui tiga tahapan analisis, yakni reduksi data (data reduction),

25
Emzir, Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi I (Jakarta: Rajawali
Pers, 2010), 65.
26
Emzir, Analisis Data: Metodologi, 50-51.
27
Muh. Fitrah dan Luthfiyah, Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatif,
Tindakan Kelas & Studi Kasus (Sukabumi: CV Jejak, 2017), 74
20

Penyajian data (data display), dan terakhir ialah penarikan kesimpulan


(verivication)28 agar kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari
tujuan penelitian.
H. Sistematika Penulisan
Selanjutnya, hasil-hasil dari penelitian ini disusun secara sistematis
menjadi beberapa bab sebagai satu kesatuan bahasan yang utuh dengan
sistematika sebagai berikut:
Bab pertama, di dalamnya meliputi beberapa sub bab yaitu diawali
dengan latar belakang permasalahan untuk memberikan penjelasan secara
akademik mengapa penelitian ini perlu dilakukan dan apa yang melatar
belakangi penelitian ini. Masuk dalam identifikasi masalah di sini
memperjelas masalah pada latar belakang. Lanjut dengan pembatasan
masalah guna membatasi apa yang akan dibahas dalam skripsi ini.
Dilanjutkan dengan perumusan masalah, yaitu untuk mempertegas masalah
yang akan diteliti agar lebih terfokus. Setelah itu dilanjutkan dengan tujuan
serta manfaat penelitian, yakni untuk menjelaskan pentingnya penelitian ini
dilakukan. Lalu tinjauan pustaka memaparkan kajian terdahulu yang
relevan demi terhindarnya dari problem di masa yang akan datang.
Kemudian disusul oleh metodologi penelitian, dalam hal ini dijelaskan
mengenai metode yang akan digunakan dalam menganalisis data yang
sudah didapatkan. Kemudian terakhir yaitu sistematika penulisan, di sini
dijelaskan mengenai seluruh bab yang akan ditulis oleh peneliti sebagai
akhir dari bab ini.
Bab kedua, penulis akan memaparkan kajian teoritis tentang tinjauan
umum Living Qur’an sebagai dasar pemahaman. Kemudian dijelaskan pula
fenomena Living Qur’an yang terjadi di Pondok Pesantren dan ragam

28
Taufiqur Rahman, Aplikasi Model-model Pembelajaran dalam Penelitian
Tindakan Kelas (Semarang: CV. Pilar Nusantara, 2018), 63.
21

bentuk penggunaan al-Qur’an dalam ruang lingkup yang lebih luas serta
penjelasan tentang wirid sebagai salah satu contoh tradisi penggunaan al-
Qur’an dalam praksis sosial meliputi pengertian umum, sumber hukum
wirid, manfaat wirid, dan bentuk-bentuk wirid.
Bab ketiga, pembahasan berupa deskripsi umum terkait tempat yang
digunakan sebagai lokasi penelitian dan profil responden yang peneliti
wawancarai.
Bab keempat, pembahasan mengenai hasil penelitian. Berupa Prosesi
pemahaman al-Qur’an menurut santri dan pengasuh, praktik wirid al-
Qur’an, ayat apa saja yang digunakan, persepsi Santri dan Pengasuh
terhadap penggunaan al-Qur’an dalam tradisi wirid dan manfaat yang
dirasakan dari kegiatan wirid tersebut.
Bab kelima, merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang
merupakan jawaban dari analisis data yang telah dipaparkan dan tujuan
penelitian skripsi, serta saran penulis untuk melakukan penelitian lebih
lanjut.
BAB II

KERANGKA TEORI TENTANG LIVING QUR’AN DAN TRADISI


WIRID DI PONDOK PESANTREN

A. Al-Qur’an dan Tradisi Living Qur’an di Pondok Pesantren


Secara etimologi, kata al-Qur’an merupakan isim maṣdar
“Qur’ānan” dari kata kerja “qara’a” (membaca), dengan arti isim maf’ūl
“maqrū’’’ yang bermakna (bacaan). Taufik Adnan Amal dalam bukunya
“Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an” mengutip dari Friederich Schwally
berpendapat, bahwa kata Qurān merupakan turunan dari bahasa Siria atau
Ibrani “qeryānā, qiryānῑ” (bacaan atau yang dibaca). Bahwa al-Qur’an
sebagai sebuah obyek berbentuk tulisan, ia secara fisik berwujud kata-kata
atau kalimat-kalimat yang bukan saja al-Qur’an harus dibaca oleh manusia,
terutama penganutnya, tetapi juga karena al-Qur’an dalam kenyataannya
selalu dibaca oleh yang mencintainya, baik dalam waktu salat maupun di
luar salat.1
Pendapat ini dikuatkan oleh jumhur ulama, yang mengaitkannya
dengan Qs. al-Qiyāmah/ 75: 17-18 “Sesungguhnya Kami yang akan
mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya. Dan Apabila Kami
telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” Pemaknaan al-
Qur’an sebagai sesuatu yang dibaca menunjukkan tentang pentingnya
membaca al-Qur’an bagi setiap muslim. Ibn Mas’ūd meriwayatkan dari
Rasulullah Saw.2
“Barang siapa membaca satu huruf dari Kitab Allah (Al-Qur`an),
maka baginya satu pahala kebaikan dan satu pahala kebaikan akan
dilipat gandakan menjadi sepuluh kali ganjaran. Aku tidak

1
M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur’an, cet. I (Tangerang: Yayasan Masjid
At-Taqwa, 2018), 2.
2
̓ Abī ̒Īsā Muhammad bin Īsā bin Ṡaurah Al-Tirmizẑī, Jāmi’ al-Tirmizẑī (Riyāḍ:
Bayt Al-Afkār al-Dauliyyah), 229.

23
24

mengatakan ‫ امل‬itu satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu
huruf dan mim satu huruf."
Yūsuf al-Qaraḍāwī mengutip pendapat Abū Hurairah dalam bukunya
“Bagaimana Berinteraksi Dengan al-Qur’an” mengumpamakan, “Al-
Qur’an memberikan pengaruh, seperti pengaruh wewangian3”. Aromanya
dapat menenangkan hati, menghilangkan kegelisahan, meningkatkan
kepercayaan diri, menyembuhkan berbagai macam penyakit dan
merangsang kinerja otak menjadi lebih aktif.
Al-Qur’an dalam hal ini adalah roh Rabbany yang dengannya akal
dan hati menjadi hidup yang ia merupakan undang-undang Ilahi yang
mengatur kehidupan individu dan masyarakat.4 Bahkan seluruh umat Islam
di dunia meyakini bahwa al-Qur’an merupakan petunjuk kehidupan yang
absolut dan abadi (ṣāliḥ li kullī zamān wa makān).5 Itulah landasan
mengapa al-Qur’an menjadi mitra dialog dalam upaya menyelesaikan
problem kehidupan kaum muslimin, baik dengan cara sekadar membaca
ataupun juga dengan memahami makna yang terkandung di dalamnya.6
Pada era seperti saat ini, banyak ditemukan tradisi yang menunjukkan
respons sosial terhadap kehadiran al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Bentuk respons terhadap al-Qur’an pun bervariasi sesuai dengan keyakinan
dan tradisi seperti halnya membaca yāsīn dalam tradisi tahlilan dan yasinan,
potongan ayat-ayat al-Qur’an dijadikan jimat yang ditulis pada suatu media
atau dibaca dalam waktu tertentu, anak-anak melantunkan al-Qur’an

3
Yusūf al-Qaraḍāwī, Bagaimana Berinteraksi Dengan al-Qur’an, terj. Kathur
Suhardi, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2000), 12.
4
Yusūf al-Qaraḍāwī, Bagaimana Berinteraksi Dengan al-Qur’an,, 12.
5
Sholeh Muslim, Memasyarakatkan al-Qur’an di Era Globalisasi dalam Islam dan
Problema Sosial (Yogyakarta: MUI Gunung Kidul, 2008), 104.
6
A. Zainuddin dan F. Hikmah, “Tradisi Yasinan (Kajian Living Qur’an di Ponpes
Ngalah Pasuruan),” Mahfum: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, vol.4, no.1, (Pasuruan:
Universitas Yudharta, 2019), 10.
25

sebelum dan sesudah pelajaran berlangsung, para penjaga toko


memperdengarkan bacaan al-Qur’an untuk para pengunjung, berbagai
model tulisan ayat al-Qur’an yang bernilai estetika (kaligrafi), seni tilāwah
al-Qur’ān, serta berbagai model respons tradisi lainnya.7
Semua itu adalah bentuk kreatif dari beragam apresiasi dari masa ke
masa. Di Indonesia, ketika Islam disebarkan oleh wali sanga, mulai saat itu
pula masyarakat mulai mengenal al-Qur’an dengan berbagai model dan
bentuk apresiasinya. Wali sanga dalam hal ini melakukan kulturisasi
budaya dan agama sehingga terwujudlah wajah budaya Islam yang plural
di kalangan Jawa saat itu. Hal ini semakin menunjukkan bahwa al-Qur’an
sebagai tradisi diawali oleh para wali sanga dalam budaya pondok
pesantren yang mereka dirikan.
Living Qur’an telah hidup dalam ruh pondok pesantren sejak
dimulainya kerajaan pertama di Jawa, yaitu Kerajaan Demak dengan para
Wali sanga sebagai ulama panutan yang mengajarkan ilmu-ilmu agama di
sebuah tempat yang disebut Pondok pesantren. Akan tetapi penelitian
tentang tradisi yang ada di Pondok pesantren untuk menghidupkan al-
Qur’an seperti terjemahan atau penafsiran al-Qur’an belum mendapat
perhatian lebih dari para cendekiawan Muslim, padahal hal tersebut ada
peran kiai dan santri untuk menghidupkan al-Qur’an.8
Menghidupkan al-Qur’an sama saja dengan terus menjadikan al-
Qur’an sebagai ladang menambah kecintaan kepada Allah swt. Hal ini
selaras dengan firman Allah dalam Qs. Ṣād/ 38: 29, yaitu:
ِ َ‫يك ُم ََٰبك لِّيَدَّبَّرواْ ءايَٰتِ ِۦه ولِيَتَ َذ َّكر أ ُْولُواْ ٱألَلب‬ ِ َ ‫كِٰتَب أ‬
‫ٰب‬ َ َ َ ُ َ َ َ‫َنز ٰلنَهُ إل‬ ٌ

7
A. Zainuddin dan F. Hikmah, “Tradisi Yasinan, 11.
8
M. Sungaidi Ardan, “Islam dan Jawa; Pergumulan Agama dan Budaya Jawa,”
Dinika: vol.7, no.1 (Oktober 2009), 102.
26

“Kitab (al-Qur’an) yang Kami turunkan padamu agar mereka


menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat
mendapat pelajaran.” (Qs. Ṣād/ 38: 29).
Ibn Kaṡīr dalam tafsirnya menjelaskan mengenai Qs. Ṣād/ 38: 29,
bahwa Ḥasan al-Baṣrī berkata:
“Demi Allah, tadabur bukan dengan menghafal huruf-hurufnya dan
menyia-nyiakan batas-batasnya, hingga salah seorang mereka
berkata: ‘Aku telah membaca al-Qur’an seluruhnya,’ akan tetapi
semua itu tidak terlihat sedikit pun dalam akhlak dan amalnya.” (HR.
Ibn Abī Ḥātim).9
Dalam kitab tafsir karangan Ibn Kaṡīr dijelaskan bahwa tujuan dari
terus menghidupkan al-Qur’an adalah untuk tetap menghayati serta
mempelajari kandungan di dalamnya (al-Qur’an) sebagai patokan utama
dalam menjalani hidup sesuai dengan tuntunan agama. Seperti yang
dijelaskan Ḥasan al-Baṣrī bahwa semua orang mampu membaca al-Qur’an
hingga selesai, namun itu tidak menjamin al-Qur’an tercermin di dalam
akhlak dan amalnya.
Kondisi itu tentu menjadi citra yang negatif bagi agama. Oleh sebab
itu para ulama pesantren membangun budaya serta atmosfer yang kuat
untuk membentuk living Qur’an sebagai media bertafakur kepada Allah,
memperdalam ilmu agama, dan mempertahankannya sebagai tradisi yang
bisa dicontoh untuk masyarakat umum di sekitarnya.
B. Tradisi Penggunaan Al-Qur’an
1. Penggunaan Al-Qur’an untuk mencari Petunjuk
Al-Qur’an sebagai hidayah memberi petunjuk dan membimbing
manusia menuju jalan yang lurus. Hal ini telah dijelaskan di dalam firman
Allah yang berbunyi:

9
Ibn Kaṡīr, Lubāb al- Tafsīr Min Ibn Kaṡīr: terj. Abdullan bin Muhammad, jilid 7,
cet. VII (Jakarta: Pustaka Imām al-Syāfi’i, 2004), 63 - 64.
27

ِ ‫ٱلصلِ ٰح‬ ِ َّ ِ‫ؤمن‬


ِ ِ َِّ ِ ِ
َّ ‫ت أ‬
‫َن َْلُم‬ َ َّٰ ‫عملُو َن‬
َ َ‫ين ي‬
َ ‫ني ٱلذ‬ َ ‫إ َّن َٰه َذا ٱل ُقرءَا َن يَهدي لل ِِت ه َي أ‬
َ ُ‫َقوُم َويُبَش ُِّر ٱمل‬
‫َجرا َكبِيْ ًرا‬
ً ‫أ‬
“Sungguh, Al-Qur'an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling
lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang
mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang
besar”. 10 (Qs. al-Isrā’/ 17: 9).
Agama Islam yang berpangkal pada ajaran tauhid merupakan sebuah
keyakinan, bahwa tidak ada kekuatan yang dapat menciptakan (al-khāliq)
dan menguasai (al-Muqtadir) alam ini kecuali Allah SWT. Al-Qur’an
memberi petunjuk kepada jalan yang lurus bagi setiap muslim yang mau
menjadikannya sebagai pedoman utama untuk menjalankan kehidupannya.
Senada dengan firman di atas, Muhammad Mustafa A’zami
mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk bagi setiap Muslim yang
beriman. Kitab suci pedoman hidup yang merupakan denyut keimanan,
sumber realitas ilmiah yang tepat, serta khazanah kebijaksanaan yang
utama.11
2. Penggunaan Al-Qur’an untuk Membaca
Pada ayat di atas juga disebutkan bahwa al-Qur’an memberi kabar
gembira kepada orang-orang yang percaya dan meyakini adanya Allah
SWT., dan Rasul-Nya, serta senantiasa melakukan perbuatan amal saleh,
menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Selain itu, al-Qur’an juga pemberi peringatan kepada orang-orang yang
tidak mempercayai akan adanya hari pembalasan dan tidak mengakui
adanya pahala dan siksa yang akan diberikan Allah di hari kiamat sebagai
balasan bagi perbuatan manusia ketika hidup di dunia.

10
Terjemah Kemenag, 2002.
11
Muhammad Mustafa Al-A̒zami, The History The Qur’anic Text From Revelation
To Compilation A Comparative Study With the Old and New Testam, Terj. Sohirin Solihin,
cet. I, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 1.
28

Allah SWT berfirman:

‫ذن َرِِّّبِم إِ َ َٰل ِص َٰر ِط ٱلَ َع ِزي ِز‬ ِ ‫يك لِتُخرِج ٱلنَّاس ِمن ٱلظُّلُ ٰم‬
ِ ِ‫ت إِ ََل ٱلنُّوِر بِإ‬ َ َ‫َنز ٰلنَهُ إِل‬ ِ
َ َ َ َ َ‫بأ‬ ٌ َ‫الرَ ك ٰت‬
ِ ‫ٱحل ِم‬
‫يد‬ َ
“Alif Lam Ra. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu
(Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan
kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju
jalan Tuhan Yang Maha Perkasa, Maha Terpuji”.12 (Qs. Ibrāhīm/ 14:
1)
Imām al-Qurṭubī dalam kitabnya “Tafsīr al-Qurṭubī” menyebutkan
bahwa yang dimaksud “mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada
cahaya terang benderang,” ialah bahwa dengan al-Qur’an manusia akan
terhindar dari kekafiran dan kesesatan serta kebodohan menuju cahaya
keimanan dan ilmu pengetahuan.

“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Qs. al-
Isrā/ 17: 82).
Al-Qur’an menyembuhkan hati manusia dan rahmat bagi orang-orang
beriman. Ia menyembuhkan dua macam penyakit, penyakit hati dan akhlak
tercela. Penyakit hati bersumber dari akidah yang salah tentang Allah,
malaikat, rasul-rasul, hari akhirat, qada dan qadar. Kesalahan keyakinan ini
dapat menumbuhkan penyakit hati, kegelisahan dan kebingungan. Al-
Qur’an juga menyembuhkan akhlak tercela yaitu penyakit yang diakibatkan
kerusakan hati.
ِ ‫صد‬ ِ ِٰ ِ ِ َ‫ص ِهم عَِبةٌ ِّأل ُْوِِل ٱألَلب‬
ِ ‫لََقد َكا َن ِِف قَص‬
َ َ‫يق ٱلَّذي ب‬
‫ني‬ َ َ‫ٰبَ َما َكا َن َحديثًا يُفتَ َر ٰى َولَكن ت‬ َ َ
ِ ‫فصيل ُك ِّل َشيء وه ًدى ورمحةً لَِّقوم ي‬
‫ؤمنُو َن‬ ِ ِ
ُ َ ََ ُ َ َ َ‫يَ َديه َوت‬
“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang yang mempunyai akal. (Al-Qur'an) itu bukanlah cerita yang

12
Terjemah Kemenag, 2002.
29

dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya,


menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman”.13 (Qs. Yūsuf/ 12: 111).
Ayat al-Qur’an di atas berisikan ajakan kepada manusia melakukan
ketaatan dan kebaikan. Demikian pula, ajakan mengambil pelajaran
(‘ibrah) dari kisah-kisah umat terdahulu yang dijelaskan al-Qur’an.
Hidayah tersebut tentunya dapat diperoleh jika kita membaca, memahami
dan mengamalkan kandungan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
3. Penggunaan Al-Qur’an untuk Menghafal
Terpeliharanya al-Qur’an sampai saat ini semakin terbukti, bahkan
hal ini telah ditegaskan Allah dalam firman-Nya:

‫ٱلذكَ َر َوإِنَّا لَهۥُ َحلَِٰفظُو َن‬


ِّ ‫إِنَّا نَحَ ُن نََّزلَنَا‬
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti
Kami (pula) yang memeliharanya”.14 (Qs. al-Ḥijr/ 15: 9).
Akan tetapi meskipun Allah telah menjamin kebenaran dan
terpeliharanya al-Qur’an dalam ayat di atas, bukan berarti umat Islam lepas
tanggung jawab dari kewajiban memelihara al-Qur’an. Karena pada
dasarnya, umat Islam tetap memiliki kewajiban untuk menjaga dan
memelihara al-Qur’an dan salah satunya adalah dengan cara
menghafalkannya. Hal ini sudah dimulai sejak masa Nabi Muhammad
saw.15
Usaha pemeliharaan al-Qur’an akan selalu ada dalam setiap generasi,
mulai dari para sahabat hingga generasi saat ini. Dalam hal ini banyak para
penghafal al-Qur’an yang dapat menghafal al-Qur’an sejak dini. Contoh;
Imām al-Syāfi’i (7 tahun), Ibn Ḥajar al-‘Asqalānī (8 tahun), Imām al-
Bāqilānī (7 tahun), Imam al-Aṣbahānī (5 tahun) dan masih banyak lagi,

13
Terjemah Kemenag, 2002.
14
Terjemah Kemenag, 2002.
15
M. Irsyad dan N. Qomariah, “Strategi Menghafal Al-Qur’an Sejak Usia Dini,”
Dalam Proceeding of the 2nd Annual Conference on Islamic Early Childhood Education
(Yogyakarta: Universitas Sunan Kalijaga, 2017), 135 - 136.
30

termasuk penghafal dengan usia paling muda ialah Tabārak dan Yazīd dari
Mesir (4 tahun 6 bulan) yang kemudian mereka dinobatkan sebagai hafiz
termuda di dunia oleh al-Jam’iyyah al-Syar’iyyah lī Tahfīẓ al-Qur’ān,
Jeddah.16
Orang yang melakukan hafalan al-Qur’an disebut sebagai
hafiz/hafizah. Kemudian banyak ditemukan pula para penghafal al-Qur’an
ini dimulai pada usia yang masih belia atau dini. Hal ini didasarkan pada
pandangan bahwa otak anak usia dini adalah otak emas yang sangat tepat
untuk banyak menghafal, terutama menghafal al-Qur’an.
4. Penggunaan Al-Qur’an untuk Terapi Pengobatan
Perihal terapi di dalam al-Qur’an, banyak ayat-ayat yang
mengisyaratkan tentang pengobatan, sebab pada dasarnya al-Qur’an
diturunkan sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin. Adapun
banyak model terapi yang menggunakan media dari al-Qur’an seperti
rukiah atau pengobatan yang berbasis pembacaan ayat-ayat, zikir dan doa,
mengandung unsur spiritual yang dapat membangkitkan rasa optimis
seseorang dalam menghadapi penyakitnya sehingga kondisi tersebut dapat
mempengaruhi proses penyembuhan.
Menurut Ibn Qayyīm, terapi merupakan pengobatan dengan
melafazkan doa-doa baik itu dari al-Qur’an maupun sunah untuk
menyembuhkan berbagai penyakit medis maupun penyakit non medis.17
Sebagaimana firman Allah swt.:

‫ني إََِّل َخ َسا ًرا‬ ِ ِ ٰ ُ ‫ؤمنِني وََل ي ِز‬


ِ ِّ‫ونُنَ ِّزُل ِمن ٱل ُقرء ِان ما هو ِش َفاء ورمحةٌ ل‬
َ ‫يد ٱلظَّلم‬ َ َ َ ‫لم‬ ُ َ ََ ٌ َ ُ َ َ َ َ
“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan sedangkan bagi orang

16
M. Irsyad dan N. Qomariah, “Strategi Menghafal Al-Qur’an Sejak Usia Dini, 136.
17
Fahrun Nisa, Terapi Kesehatan Dengan Menggunakan Ayat-Ayat al-Qur’an Di
Rumah Pengobatan K.H. Misbahuddin Ali Desa Benda Kecamatan Sirampog Kabupaten
Brebes, (Purwokerto: Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, 2020), 4 - 5.
31

yang zalim (al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.”18 (Qs.


al-Isrā/ 17: 82).
Terapi kesehatan menggunakan ayat al-Qur’an ini menjadi praktik
alternatif dengan menggunakan air yang telah dibacakan ayat al-Qur’an,
zikir dan doa yang dianggap oleh masyarakat bahwa air tersebut
mengandung keberkahan dan diyakini memiliki kemampuan khusus dalam
menyembuhkan berbagai macam penyakit.

4. Penggunaan Al-Qur’an untuk Jimat


Penggunaan ayat-ayat al-Qur’an yang kemudian dijadikan sebagai
jimat merupakan salah satu fenomena resepsi masyarakat terhadap
kehadiran al-Qur’an, terutama di tanah Jawa. Fenomena ini yang kemudian
menjadikan ayat al-Qur’an digunakan sebagai jimat menjadi sebuah tradisi
yang sudah ada sejak lama. Adapun yang melatarbelakangi penggunaan
ayat-ayat al-Qur’an sebagai jimat adalah pada keinginan-keinginan yang
menggerakkan seseorang sehingga membangkitkan aktivitas-aktivitas yang
mengarahkannya pada suatu tujuan tertentu.
Menurut James G. Frazer (dalam Yadi Mulyadi), hal pertama yang
diyakini manusia yaitu persepsi terhadap praktik magis. Demi
mempertahankan keberlangsungan hidup, mereka menggunakan dan
mengandalkan kekuatan magis yang kemudian dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari. Adapun hal ini diyakini sebagai opsi yang dianggap
praktis untuk mencapai sebuah tujuan dalam menyelesaikan berbagai
masalah-masalah kehidupan.19
Sebagian lain yang menggunakan al-Qur’an sebagai jimat adalah
untuk menghindari diri dari berbagai penyakit atau untuk melindungi

18
Terjemah Kemenag, 2002.
19
Nurullah dan A. Handasa, “Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qur’an Sebagai Jimat,”
Tafse: Journal of Qur’anic Studies, vol.5, no.2, (Banda Aceh: Universitas Islam Negeri
Ar-Raniry Banda Aceh, 2020), 88.
32

dirinya dari pengaruh-pengaruh jahat (ilmu hitam) sebagaimana yang


dikatakan Farid Esack dalam karyanya “Samudera al-Qur’an”. Praktik
penggunaan ayat al-Qur’an sebagai jimat ini juga dilakukan oleh Farid
Esack dengan menempelkan ayat-ayat al-Qur’an yang berisikan doa Nabi
Nuh (dalam Qs. Hūd/ 11: 41) pada kaca mobil yang bertujuan untuk
mendatangkan perlindungan bagi si pengemudi juga penumpang yang ada
di dalamnya.20
Adapun penerapan dari penggunaan al-Qur’an sebagai jimat juga
dipraktikkan dengan berbagai bentuk. Praktik jimat menggunakan al-
Qur’an dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi dari pelaku. Adapun
bentuk-bentuk penggunaan jimat yaitu:
a. Pengamalan Melalui Bacaan
Bentuk jimat menggunakan ayat-ayat al-Qur’an ini dilakukan dengan
bentuk bacaan-bacaan yang dianggap sebagai mantra. Ayat-ayat al-Qur’an
yang digunakan sebagai jimat ini biasanya sudah dihafal dan dipahami
maknanya oleh si pelaku, meskipun ada sebagian orang yang mengamalkan
jimat ini tanpa memahami makna yang ada pada ayat tersebut.
Potongan-potongan ayat al-Qur’an yang telah dikumpulkan menjadi
jimat bisa dilakukan oleh pengguna itu sendiri yang bertujuan untuk
mengambil keberkahan dari ayat-ayat yang dianggap memiliki kekuatan
magis untuk keuntungan dirinya sendiri. Selain bisa dilakukan untuk diri
sendiri, jimak juga bisa dilakukan atau dibacakan dan ditujukan kepada
orang lain.
b. Pengamalan Melalui Tulisan
Selain jimat dari ayat-ayat al-Qur’an yang dibacakan sebagai mantra,
ada juga jimat ayat al-Qur’an yang diamalkan melalui tulisan. Pembuatan

20
Nurullah dan A. Handasa, “Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qur’an Sebagai Jimat, 88
- 89.
33

tulisan jimat al-Qur’an ini bermacam-macam bentuknya, ada yang


berbentuk kalung, sabuk, tulisan yang diselipkan ditempel di beberapa
lokasi dan sebagainya. Tujuannya sama, yaitu untuk mendapat keberkahan
dari makna ayat tersebut serta memohon perlindungan dari Allah swt.
Dalam pembuatan serta pengamalan jimat, baik yang dibaca atau
yang ditulis tetap harus dilakukan berdasarkan adab-adab yang seharusnya.
Seperti dengan tidak meletakkan lembaran tulisan ayat-ayat al-Qur’an pada
tempat yang dilarang, meletakkan bagian tubuh yang tidak semestinya,
misalkan di dompet, dibawa ke toilet, ke tempat-tempat maksiat dan lain
sebagainya yang dikhawatirkan dapat menurunkan nilai-nilai serta
keberkahan dari ayat al-Qur’an.21
Terlepas dari pengamalannya, sebagian orang menganggap praktik
penggunaan ayat al-Qur’an sebagai jimat ini adalah amalan dalam
mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan berharap akan datangnya
perlindungan sebagai tujuan penggunaan jimat ayat al-Qur’an tersebut. Hal
ini serupa dengan amalan yang juga disebut sebagai wirid, selain menjadi
amalan dengan mengharapkan pahala dari Allah dan sebagai jalan dalam
mendekatkan diri kepada Allah, juga sebagai amalan meminta perlindungan
kepada Allah dari segala mara bahaya, rintangan-rintangan hidup dan juga
pengaruh-pengaruh jahat lainnya.

21
Nurullah dan A. Handasa, “Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qur’an, 90.
34

C. Fungsi Al-Qur’an secara ‘Ulūm al-Qur’ān


1. Al-Hudā (petunjuk)
Menurut Muhammad Rasyid Riḍā, al-Qur’an berfungsi memberikan
petunjuk terhadap sesuatu yang gaib di luar jangkauan nalar manusia. Al-
Qur’an merupakan penolong bagi nalar manusia untuk mengetahui hakikat
dan keadaan kehidupan di alam akhirat, serta mengatur kehidupan
masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang dibawanya,
menyempurnakan pengetahuan akal tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, dan
mengetahui cara beribadah serta dengannya dapat diketahui bagaimana
bersyukur kepada Allah.22 Pendapat tersebut senada dengan pernyataan al-
Qur’an yang memperkenalkan dirinya sebagai hūdan li al-Nās (petunjuk
untuk seluruh umat manusia). Inilah fungsi utama al-Qur’an. Dalam rangka
menjelaskan tentang fungsi al-Qur’an, Allah Swt., menegaskan:
“Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk
memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka
perselisihkan (Qs. al-Baqarah/ 2: 213).
Kita yakin bahwa para sahabat Nabi Muhammad Saw. seumpama
hidup di zaman ini, pasti akan memahami petunjuk-petunjuk al-Qur’an
sedikit banyaknya berbeda dengan pemahaman mereka sendiri yang telah
tercatat dalam literatur keagamaan. Karena pemahaman manusia tentang
sesuatu tidak dapat dipisahkan dari keadaan sosial masyarakat, kemajuan
ilmu pengetahuan dan inovasi, perjumpaan, terlepas dari kecenderungan
dan landasan pendidikannya.23
2. Al-Furqān (Pembeda)
Al-Qur’an menyebut dirinya sebagai pembeda antara yang benar
dengan yang salah (Qs. al-Baqarah/ 2: 42), antara yang hak dengan yang
batil (Qs. al-Baqarah/ 2: 185), antara kesesatan dengan petunjuk (Qs. Al-

22
Abul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur’an, cet. I (Jakarta: Kencana, 2016), 78.
23
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, cet. I (Bandung:
Mizan, 1994), 30-31.
35

A‘rāf/ 7: 186), dan antara jalan yang menuju keselamatan dengan jalan yang
menuju kesengsaraan (Qs. al-An‘ām/ 6: 153).
Oleh karena itu, Allah telah membekali akal, indra dan hati kepada
manusia agar manusia dapat melihat kebenaran melalui Al-Qur'an yang
diturunkan Allah untuk mengarahkan manusia menemukan realitas dan
mengikuti realitas itu. Karena kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat
harus diperoleh dengan mengikuti jalan yang telah Allah tetapkan,
khususnya dengan menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
3. Al-Syifā’ (obat)
Kata syifā’ terulang sebanyak empat kali di dalam Al-Qur’an (Qs.
Yūnus/ 10: 57, Qs. al-Isrā’/ 17: 82, dan Qs. Fuṣṣilat/ 41: 44). Tiga di
antaranya menggambarkan fungsi al-Quran sebagai obat dan satu lainnya
menggambarkan madu lebah yang juga sebagai obat bagi manusia. Al-
Qur’an sebagai al-Syifā’ artinya al-Qur’an dapat mengobati penyakit yang
timbul di tengah-tengah komunitas, baik penyakit individual maupun
penyakit masyarakat.
Pengobatan al-Qur’an diarahkan terhadap hati (syifā’ limā fī al-
ṣudūr), mengingat Al-Qur'an adalah sumber dari setiap aktivitas manusia,
baik perbuatan yang hina maupun perbuatan yang ternilai. Al-Qur'an
bertukar dengan esensi manusia sehubungan dengan penyembuhan. Ia
berusaha memasukkan kebenaran, dengan sifat-sifat yang mulia kepada
jiwa. Jika jiwa telah berubah dari kesombongan dan keangkuhan menjadi
tawadu dari riya, dengki serta cinta yang berlebihan terhadap dunia dan
pangkat, menjadi ikhlas mencintai kebenaran, keadilan dan kesucian,
sehingga lahirlah perilaku mulia, suka memberi, penyantun, penuh kasih
sayang, dan bijaksana. 24

24
Kadar M. Yusuf, Studi al-Qur’an, Edisi 2, cet. I (Jakarta: AMZAH, 2021), 181-
182.
36

4. Al-Mau’iẓah (nasihat)
Al-Qur’an juga sebagai nasihat bagi orang-orang yang bertakwa

ِ ِ
َ ‫َّاس َوُه ًدى َوَم ْوعظَةٌ لِّْل ُمتَّق‬
‫ني‬ ِ ‫َٰه َذا بَيَا ٌن لِّلن‬
“(Al-Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan
petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa”.
D. Wirid
1. Pengertian Wirid
Wirid dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kutipan
ayat-ayat al-Qur’an yang ditetapkan untuk dibaca.25 Menurut H. Acep
Sodikin, wirid adalah sekumpulan doa yang berasal dari Rasulullah Saw.

“Wirid itu artinya doa, bentuk jamaknya (aurād) “doa-doa.” Ada dua
bentuk wirid, pertama yang sering disebut wirid itu sendiri, dan yang
kedua disebut dengan warid. Wirid itu doa-doa yang dicontohkan
Kanjeng Rosul. Sedangkan warid ialah dampak/hikmah yang
dirasakan langsung oleh orang-orang yang men-dawamkan wirid
dengan segala kerendahan hati, keikhlasan dan ketulusan hatinya
dalam mengingat dan mengagungkan Allah Swt.”26
Kata wirid di dalam al-Qur’an dikenal dengan istilah “żikr” (zikir).
Secara etimologis, kata żikr berasal dari fi’il ṡulāsī al-mujarrad yakni
“żakara-yażkuru-zikran” yang berarti mengingat atau menyebut.27
Sedangkan secara terminologi, żikr berarti puji-pujian kepada Allah yang

25
Departemen Pendidikan Nasional (Pusat Bahasa), Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 1274.
26
H. Acep Sodikin (Pengasuh Bidang Peribadatan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah).
Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 17 November 2019, Jawa Barat.
27
M. Khalilurrahman al-Mahfani, Keutamaan Doa dan zikir untuk Hidup Bahagia
Sejahtera, cet. I (Jakrta: PT. Wahyu Media, 2006), 30.
37

diucapkan berulang-ulang.28 Zikir disebut juga ḥisnu al-Mu’mīn (benteng


seorang mukmin). 29
Membaca wirid ini sudah merupakan salah satu bentuk praktik ajaran
tasawuf. Tradisi ini biasanya dilakukan secara bersama-sama di kalangan
komunitas pengamal tasawuf yang biasa disebut kelompok tarekat. Bagi
kelompok tarekat memiliki amalan-amalan tertentu atau bacaan tertentu
yang diwajibkan (wāẓifah), baik bersifat harian, mingguan, maupun
bulanan.30
Berbagai macam bentuk wirid dari masing-masing orang berbeda, tetapi
dalam pengamalannya seseorang tidak sembarangan melakukan amalan
wirid. Kebanyakan amalan wirid itu diturunkan atau diijazahkan dari
ulama-ulama yang dianggap memiliki karamah. Wirid juga merupakan
salah satu upaya manusia dalam membentuk karakter spiritualitas Islam
dalam diri mereka, itulah sebab mengapa orang yang melakukan amalan
wirid secara konsisten adalah golongan ahli tasawuf.
Wirid dalam hal ini mencakup beberapa bentuk zikir dan doa yang
berisikan ajakan untuk menciptakan nuansa harmoni dalam kehidupan,
mendoakan keselamatan dan kesejahteraan bagi sesama umat manusia
tanpa memandang agama dan mazhab keagamaan.31

28
Departemen Pendidikan Nasional (Pusat Bahasa), Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 1280.
29
Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Energi Zikir dan Shalawat, terj. Zaimul
Am, cet. I (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007), 10.
30
Abdul Fadhil, “Nilai-Nilai Spiritualitas dan Harmoni Beragama dalam Wirid
Harian Kitab Al-Aurad Al-Nuranniyah,” Hayula: Indonesian Journal of Multidisiplinary
Islamic Studies, vol.2, no.2 (Juli 2018), 131.
31
Abdul Fadhil, “Nilai-Nilai Spiritualitas dan Harmoni Beragama, 130.
38

2. Sumber Hukum Wirid


Di dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang menjadi sumber
hukum wirid, salah satunya ada pada Qs. al-Nisā’/4: 103, yang berbunyi:
ِ ِ ِ
ََ‫ٱلصلَ ٰوة‬
َّ ْ‫يموا‬
ُ ‫ٱطمأنَنتُم فَأَق‬ ً ‫ٱلصلَ ٰوةَ فَٱذ ُك ُرواْ ٱللَّهَ قيَ ًٰما َوقُ ُع‬
َ ‫ودا َو َعلَ ٰى ُجنُوبِ ُكمَ فَإذَا‬ َ َ‫فَإِذَا ق‬
َّ ‫ضيتُ ُم‬
‫ني كِٰتَبًا َّموقُوتًا‬ ِِ
َ ‫ٱلصلَ ٰوةَ َكانَت َعلَى ٱملُؤمن‬ َّ ‫إِ َّن‬
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah
di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu terbaring. Kemudian
apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (Qs. al-Nisā/
4: 103).
Dalam hal ini menjelaskan bahwa praktik melatih kebiasaan wirid
dapat dimulai dengan hal yang paling kecil dan sederhana, seperti membaca
istigfar sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. Ṡauban
bercerita: “Jika Rasulullah Saw. selesai salat beliau beristigfar tiga kali. Al-
Wadid (salah satu perawi hadis) bertanya kepada al-Aużā’i: Tidak akan
meremehkan wirid kecuali orang yang bodoh. Sebab Allah (al-Warid) akan
diperoleh di akhirat. Sedangkan al-Wirid akan selesai dengan musnahnya
dunia. Yang paling baik diperhatikan oleh manusia adalah yang tidak
pernah musnah. Wirid yang menjadi perintah Allah kepadamu, serta
karunia yang kalian terima adalah merupakan hajatmu sendiri kepada Allah
Swt. di manakah letaknya perbedaan antara perintah Allah kepadamu
dengan pengharapan kalian kepada-Nya.”32

Orang yang menjalankan wirid di dunia adalah orang yang


memelihara hubungannya dengan Allah secara tetap. Wirid yang dilakukan
secara tetap dan rutin akan menjadikan ibadah tersebut sebagai kebiasaan
yang dikerjakan dengan senang hati dan dirasakan kenikmatannya. Sebab,

32
Rahmat Fazri, Dzikir dan Wirid Sebagai Metode Penyembuhan Penyakit
Sbstance-Related Disorder (Studi Kasus: Yayasan Sinar Jati di Bandar Lampung),
(Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2018), 33 - 34.
39

wirid adalah hak Allah yang diperintahkan untuk diamalkan oleh para
hamba-Nya adalah hak hamba yang disampaikan oleh Allah Swt.33

Wirid yang diperintahkan untuk dijadikan ibadah rutin adalah hal


yang kuat. Seperti halnya dengan Abū Ṭālib al-Makkī berkata, “Orang yang
senantiasa mengamalkan (membiasakan ibadah rutin) termasuk akhlak
orang beriman, dan jalan para hamba, sebab secara injakan memperkukuh
iman termasuk hal ini juga yang menjadi amalan Rasulullah saw. Di
samping yang disebut imdād, artinya warid yang tidak terputus-putus dan
senantiasa bersambung yang dipersiapkan, dengan persiapan melalui wirid
ini barulah warid itu masuk menjadi hiasan kalbu para ahli makrifat. Tanpa
wirid maka tidak ada warid.”34

Kesimpulannya adalah menghidupkan wirid dalam kehidupan para


hamba Allah itu diperlukan, agar para hamba tetap bisa menjaga
hubungannya dengan Allah swt. di waktu-waktu yang telah ditentukan oleh
hamba itu sendiri. karena amal ibadah yang paling baik adalah yang
dikerjakan secara rutin, walaupun sedikit (kecil), amal yang seperti ini yang
disukai oleh Allah swt.

3. Manfaat Wirid/Zikir
Wirid sebagaimana yang telah dipaparkan yang merupakan lafaz-
lafaz zikir pilihan yang selalu diamalkan. Dalam wirid ini tidak ditentukan
banyaknya lafaz yang dikumpulkan kemudian diamalkan, melainkan yang
dituntut adalah rutinitas. Seseorang yang berzikir akan merasakan beberapa

33
Samsul Munir Amin, Energi Dzikir (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 123.
34
Agus Mustofa, Energi Dzikir Alam Bawah Sadar: Serial ke-12 Diskusi Tasawuf
Modern (Surabaya: Padma Press, 2011). 25.
40

manfaat, selain merasakan ketenangan batin, juga terdapat manfaat yang


lain menurut Wahab dalam bukunya “Menjadi Kekasih Tuhan”, yaitu:35

a. Zikir merupakan ketetapan dan syarat kewalian. Artinya para kekasih


Allah terbiasa untuk istiqomah dalam berzikir, mereka telah
melepaskan dari derajat mulia itu.
b. Zikir merupakan kunci dari ibadah-ibadah yang lain. Dalam zikir
terkandung kunci pembuka rahasia-rahasia ibadah yang lainnya. Hal
ini diakui oleh Sayyid ‘Alī al-Mursifi bahwa tidak ada jalan lain untuk
merawat atau membersihkan hati para muridnya kecuali dengan
terus-menerus melakukan zikir kepada Allah.
c. Zikir merupakan syarat atau perantara untuk masuk ke hadirat Ilahi.
Allah adalah zat yang Mahasuci sehingga Dia tidak dapat didekati
kecuali oleh orang-orang yang suci pula.
d. Zikir akan membuka dinding hati (ḥijāb) dan menciptakan keikhlasan
hati yang sempurna. Menurut para ulama salaf, terbukanya ḥijāb
(kasyaf) ada dua macam: kasyaf ḥissi (terbukanya pandangan karena
penglihatan mata) dan kasyaf khayali (terbukanya tabir hati sehingga
mampu mengetahui kondisi di luar alam indrawi).
e. Menurunkan rahmat Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw,

“Orang yang duduk untuk berzikir, malaikat mengitari mereka, Allah


melimpahkan rahmat-Nya, dan Allah juga menyebut
(membanggakan) mereka kepada malaikat di sekitarnya.”
f. Menghilangkan kesusahan hati. Kesusahan itu terjadi karena lupa
kepada Allah.

35
Rahmat Fazri, Dzikir dan Wirid Sebagai Metode Penyembuhan Penyakit Sbstance-
Related Disorder, 28 – 32.
41

g. Melunakkan hati, sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Ḥākim Abū


Muḥammad al-Turmużī:

“Zikir kepada Allah dapat membasahi hati dan melunakkannya.


Sebaliknya, jika hati kosong dari zikir, ia akan menjadi panas oleh
dorongan nafsu dan api syahwat sehingga hatinya menjadi kering dan
keras. Anggota badannya sulit (menolak) untuk diajak taat kepada
Allah.”
Selain itu zikir juga dapat menghilangkan berbagai macam penyakit
hati, seperti sombong, ria, ujub, dan suka menipu.

h. Memutuskan ajakan maksiat setan dan menghentikan gelora syahwat


nafsu.
i. Zikir bisa menolak bencana. Żun Nūn al-Miṣrī, tokoh sufi
mengatakan, “Siapa yang berzikir, Allah senantiasa menjaganya dari
segala sesuatu.” Bahan, di antara para ulama salaf, ada yang
berpendapat bahwa bencana itu jika bertemu dengan orang-orang
yang berzikir, akan menyimpang.
Jadi, zikir atau wirid merupakan tempat terbaik bagi para hamba,
tempat untuk mengambil bekal dan tempat ke mana ia senantiasa Kembali.
Allah telah menciptakan ukuran dan waktu bagi setiap ritual (peribadatan),
tetapi ia tidak menciptakannya untuk zikir. Dia menyuruh hamba-Nya
untuk berzikir sebanyak-banyaknya.
4. Bentuk-bentuk wirid
Wirid atau zikir merupakan pengalaman rohani yang dapat dinikmati
oleh pelakunya, hal ini yang dimaksud oleh Allah sebagai penentram hati.
Ibn Aṭā’illāh, seorang sufi yang menulis al-Ḥikām (Kata-kata Hikmah)
membagi zikir atas tiga bagian, yaitu:36

36
Azyumardi Azra, dkk., Ensiklopedia Islam, jilid 6, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van
Houve, 2008), 332.
42

a. Zikir Jalī
Zikir Jalī adalah perbuatan mengingat Allah swt. dalam bentuk
ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur dan doa kepada
Allah swt. yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk menuntun gerak
hati. Hal ini biasanya dilakukan orang awam (orang kebanyakan) untuk
mendorong agar hatinya hadir serta ucapan lisan.
Adapun bacaan-bacaan yang dianjurkan dalam zikir lisan menurut
Hawari adalah sebagai berikut:37
(1) Membaca tasbīh (subhānallah) yang mempunyai arti Mahasuci
Allah.
(2) Membaca tahmīd (alhamdulillah) yang memiliki makna Segala Puji
bagi Allah.
(3) Membaca tahlīl (lā ilāha illallāh) yang bermakna Tiada Tuhan selain
Allah.
(4) Membaca takbīr (Allāhu akbar) yang berarti Allah Maha Besar.
(5) Membaca Hauqalah (lā haula walā quwwata illā billāh) yang
bermakna Tiada daya upaya dan kekuatan kecuali Allah.
(6) Hasballāh: Hasbunāllāh wani’mal wakīl yang berarti cukuplah Allah
dan sebaik-baiknya pelindung.
(7) Istighfar: Astaghfirullāhal ̒aẓīm yang berarti Saya memohon ampun
kepada Allah yang Mahaagung.
(8) Membaca lafaẓ baqiyatus shalihah: subhānallah walhamdulillāh
walā illāha illāllāh Wallāhu akbar yang bermakna Mahasuci Allah
dan segala puji bagi Allah dan tiada Tuhan selain Allah dan Allah
Mahabesar.

37
Samsul Munir Amin, Energi Dzikir, (Jakarta: Bumi Aksara), 14.
43

b. Zikir Khāfī
Zikir khāfī merupakan zikir yang dilakukan secara khusyuk oleh
ingatan hati, baik disertai zikir lisan ataupun tidak. Orang yang telah
mampu melakukan zikir khāfī ini merasa dalam hatinya selalu memiliki
hubungan dengan Allah. Ia selalu merasakan kehadiran Allah dalam
kehidupannya. Dalam dunia sufi diungkapkan bahwa seorang sufi ketika
melihat suatu benda apa saja, bukan melihat benda itu tetapi melihat Allah
swt. Artinya, benda itu bukanlah Allah, melainkan pandangan hatinya jauh
menembus dan melampaui pandangan matanya tersebut. Ia tidak hanya
melihat benda itu, melainkan juga menyadari adanya Khāliq yang
menciptakannya.
c. Zikir Ḥaqīqi
Merupakan zikir yang dilakukan dengan seluruh jiwa raga, lahiriah
dan batiniah, kapan dan di mana saja dengan memperketat upaya
memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah swt. Mengerjakan apa
yang diperintahkan-Nya. Selain itu, orang yang ada di tahap ini tiada lain
yang diingat hanyalah Allah swt. Untuk mencapai tingkatan zikir ḥaqīqi ini
perlu dijalani latihan mulai dari tingkat zikir jalī, zikir khāfī.

E. Kandungan Ayat-Ayat Al-Qur’an yang dijadikan Wirid


1. Qs. Al-Fātiḥah /1: 1-7
‫اك‬ َ َّ‫ك يَ ْوِم الدِّيْ ِنَ اِي‬
ِ ِ‫الرِحي ِمَ ٰمل‬
ْ َّ ‫مح ِن‬ ٰ ْ ‫الر‬
َّ َ‫ني‬ ِ ِّ ‫الرِحي ِم اَ ْحلم ُد لِٰلّ ِه ر‬
َ ْ ‫ب الْ ٰعلَم‬ َ ْ َ ْ َّ ‫مح ِن‬ َّ ‫بِ ْس ِم ال ٰلّ ِه‬
ٰ ْ ‫الر‬
‫ت َعلَْي ِه ْم ەَ غَ ِْْي‬ ِ ِ ِ ِّ ‫نيَ اِ ْه ِدنَا‬
َ ‫الصَرا َط الْ ُم ْستَقْي َمَ صَرا َط الَّذيْ َن اَنْ َع ْم‬
ِ
ُ ْ ‫اك نَ ْستَع‬ َ َّ‫نَ ْعبُ ُد َواِي‬
َّ ‫ب َعلَْي ِه ْم َوََل‬
َ ْ ِّ‫الضاۤل‬
‫ني‬ ِ ‫ضو‬
ࣖ ْ ُ ‫الْ َم ْغ‬
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, Yang Maha Pengasih,
Maha Penyayang, Pemilik hari pembalasan. Hanya kepada Engkaulah
kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-
44

orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan)


mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.38
Menurut pandangan Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi dan Imam
al-Marāgī, kandungan pokok surah al-Fātiḥah berisi tentang akidah, ibadah,
ilmu akhlak, janji dan ancaman serta sejarah atau kisah-kisah umat
terdahulu, baik para Nabi dan kaum beriman yang berbahagia maupun
kaum kafir yang sesat dan celaka.39 Al-Fātiḥah juga membahas pengakuan
perintah dan larangan Allah, dan substansi yang berbeda dari al-Qur'an
secara global.
Sebagian ulama juga berpandangan bahwa kandungan al-Qur’an telah
terhimpun dalam surah al-Fātiḥah , itulah mengapa surah al-Fātiḥah dikenal
dengan nama Ummu al-Qur’ān atau Ummu al-Kitāb yakni induknya
seluruh ayat al-Qur’an. Ia adalah pembuka pintu taobat dan jalan kembali
kepada Allah Swt. Di dalamnya terdapat permohonan hidayah kepada jalan
yang lurus, dan dijauhkan dari jalan orang-orang yang dimurkai lagi sesat.
Karena tidak ada hidayah tanpa pertolongan-Nya, tidak ada penerimaan
taobat tanpa keridaan-Nya, dan semua itu tidak akan terealisasi tanpa
menunaikan hak-hak dari al-Fātiḥah ketika membacanya, di antaranya
dengan cara mentadaburinya, menghadirkan kekhusyukannya dan
memahami kandungannya.40
2. Qs. al-Ikhlāṣ/ 112: 1-4
‫الص َم ُدَ َملْ يَلِ ْد َوَملْ يُ ْولَ ْدَ َوَملْ يَ ُك ْن لَّه ُك ُف ًوا اَ َح ٌد‬
ࣖ َّ ُ‫قُ ْل ُه َو ال ٰلّهُ اَ َح ٌدَ اَل ٰلّه‬
“Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah
tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia”.

38
Terjemah Kemenag 2002
39
Sukron Abdillah, Mau Sehat? Yuk, Baca al-Fātiḥah , cet.1 (Bandung: Safina,
2020), 20-21.
40
Syekh Sayyid Muhammad Syatha, Di Kedalaman Samudera al-Fātiḥah , 4.
45

Surah ini dinamakan surah al-Ikhlāṣ karena ia membahas tentang


tauhid murni yang berisi penegasan tentang ketauhidan juga keesaan Allah
Swt., menolak segala bentuk kemusyrikan dan menerangkan bahwa tidak
ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Karena kandungan surah al-Ikhlāṣ
merangkum makna tauhid secara menyeluruh maka surah ini kemudian
dianggap sama dengan sepertiga al-Qur’an. Bukhari dalam riwayatnya dari
Abū Sa’id al-Khudrī, Rasulullah pernah bersabda kepada para sahabatnya
“Wahai sahabat, sesungguhnya surah al-Ikhlāṣ itu setara dengan sepertiga
al-Qur’an”.
3. Qs. Al-Falaq/ 113: 1-5
ِ ‫اسق اِذَا وقَبَ وِمن َشِّر النَّ ّٰفث‬
‫ٰت ِّف‬ ِ َ‫ب الْ َفلَ ِقَ ِمن َشِّر ما خلَقَ وِمن َشِّر غ‬
ِّ ‫قُ ْل اَعُ ْوذُ بَِر‬
ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ
‫اسد اِذَا َح َس َد‬
ࣖ ِ ‫الْع َق ِدَ وِمن َشِّر ح‬
َ ْ َ ُ
“Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh
(fajar), dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan, dan dari
kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan
(perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul
(talinya), dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.”

Surah al-Falaq diawali dengan kalimat perintah (‫)قُ ْل‬ yang disusul
dengan kalimat isti’āẓah (permohonan, perlindungan)41 dari kejahatan
seluruh makhluk, kegelapan malam, sihir dan orang-orang yang hasud atau
dengki. Surah ini berisi perintah untuk berlindung kepada Allah Swt., dari
segala macam kejahatan. Diturunkan dengan tujuan untuk menanamkan
keyakinan seorang Muslim bahwa tidak ada yang dapat mengakibatkan
mudharat tanpa izin dari Allah Swt.

41
Achmad Ckhodjim, Al-Falaq: Sembuh dari Penyakit Batin dengan Surah Subuh,
cet. I (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2014) 29.
46

4. Qs. An-Nās/ 114: 1-6


‫َّاسَ الَّ ِذ ْي‬
ِ ‫اخلَن‬
ْ َ‫اس ە‬ ِ ‫َّاسَ اِٰل ِه الن‬
ِ ‫َّاسَ ِم ْن َشِّر الْ َو ْس َو‬ ِ ‫ك الن‬ ِ ِ‫َّاسَ مل‬
َ ِ ‫ب الن‬ ِّ ‫قُ ْل اَعُ ْوذُ بَِر‬
ࣖ ِ ‫َّاسَ ِم َن ا ْجلِن َِّة َوالن‬
‫َّاس‬ ِ ‫ص ُد ْوِر الن‬
ُ ‫ِف‬ ِْ ‫س‬ ُ ‫يُ َو ْس ِو‬
“Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, Raja
manusia, sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang
bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
dari (golongan) jin dan manusia.”
Sebagaimana surah al-Falaq, surah al-Nās mengandung pokok
pengajaran untuk menyadarkan diri dan memohon perlindungan hanya
kepada Allah Swt. Surah ini dinamakan surah al-Nās karena diawali dengan
firman Allah Swt (Qul a’ūżu bi Robbi al-Nās). Kata al-Nās dalam surah ini
diulang sebanyak 5 kali. Surah ini turun bersamaan dengan surah
sebelumnya dan merupakan surah makiyah. Surah ini adalah surah terakhir
dalam al-Qur’an yang berisi tentang isti’āżah (permohonan perlindungan)
kepada Allah Swt dari segala kejahatan iblis dan bala tentaranya yang dapat
menyesatkan manusia dengan cara menebarkan rasa waswas pada diri
manusia.
Al-Hāfiẓ Abū Ya’lā al-Mūṣilī meriwayatkan dari Anas ibn Mālik, ia
berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya setan telah meletakkan hidungnya di hati anak
Adam. Jika ia mengingat Allah maka ia akan bersembunyi. Jika ia
lupa maka setan akan menguasai hatinya, dan itulah “al-waswās al-
khannās” waswas yang bersembunti”.
Hadis di atas menunjukkan bahwa ketika kita mengingat Allah dan
memohon perlindungan kepada-Nya maka setan akan bersembunyi dan
menjauh dari kita. Namun sebaliknya setan akan menguasai kita tatkala kita
lupa dan lalai dalam mengingat Allah Swt. Bahkan dalam hadis lain yang
diriwayatkan oleh Aḥmad dari Abī Tamīmah, Rasulullah Saw. berkata,
47

bahwa ketika hati berzikir (mengingat) kepada Allah, setan akan mengecil
dan kalah.42
5. Qs. al-Baqarah/ 2: 163

‫الرِحْي ُم‬
ࣖ َّ ‫مح ُن‬
ٰ ْ ‫الر‬ ِ ‫واِ ْٰل ُكم اِٰله َّو‬
َّ ‫اح ٌدَ ََلاِٰلهَ اََِّل ُه َو‬ ٌ ْ ُ َ
“Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan
selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang”.
Dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa hal pertama yang wajib
dijelaskan dan haram untuk menyembunyikannya adalah urusan tauhid.
Allah Maha Esa, tunggal, tiada Ilah selain Dia dan Allah Maha Pengasih
Maha Penyayang.
6. Qs. al-Baqarah/ 2: 255
ِ ِ
‫ت َوَما ِّف‬ َّ ‫اَل ٰلّهُ ََل ا ٰلهَ اََّل ُه َوَ اَ ْحلَ ُّي الْ َقيُّ ْوُم ەَ ََل تَأْ ُخ ُذه ِسنَةٌ َّوََل نَ ْوٌمَ لَه َما ِّف‬
ِ ‫الس ٰم ٰو‬
‫ني اَيْ ِديْ ِه ْم َوَما َخ ْل َف ُه ْمَ َوََل ُُِيْيطُْو َن‬ ِِ ِ ِ ِ
َ ْ َ‫ضَ َم ْن ذَا الَّذ ْي يَ ْش َف ُع عْن َده اََّل بِا ْذنه يَ ْعلَ ُم َما ب‬ ِ ‫ْاَلَْر‬
‫ضَ َوََل يَُْو ُده ِح ْفظُ ُه َماَ َوُه َو‬ ِ َّ ‫بِ َشيء ِّمن عِ ْل ِمه اََِّل ِِبَا َشاۤءَ و ِسع ُكرِسيُّه‬
َ ‫الس ٰم ٰوت َو ْاَلَْر‬ ُ ْ َ َ َ ْ ْ
‫الْ َعلِ ُّي الْ َعظْي ُم‬
ِ
“Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Maha Hidup, Yang terus
menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur.
Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada
yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia
mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-
Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit
dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia
Maha Tinggi, Maha Besar”.

Ayat Qursy merupakan ayat yang paling Agung dan utama di dalam
kitab Allah (al-Qur’an). Ayat ini berisi tentang Ke-Esaan Allah. Manusia

42
Wahbah Az-Zuhaili, Tafisr al-Munir; Aqidah, Syariah dan Manhaj, terj. Abdul
Hayyie al-Kattani, dkk, Jilid 15, cet. VIII ( Jakarta: Gema Insani, 2014), 734.
48

tidak akan mengetahui suatu ilmu jika Allah tidak menghendaki ilmu
tersebut diketahui, Allah Maha Mengetahui apa yang tidak manusia ketahui,
Allah Maha Tinggi dan Maha Besar. Imam Muslim meriwayatkan,
Rasulullah Saw. bersabda:
“Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya ayat
Qursy itu mempunyai satu lidah dua bibir yang senantiasa
menyucikan al-Malik (Allah) di sisi tiang ‘Arasy”. 43
7. Qs. al-Baqarah/ 2: 284-286
َ ُ‫اسْب ُك ْم بِِه ال ٰلّه‬ ِ ‫ض َ واِ ْن تُب ُدوا ما ِِف اَنْ ُف ِس ُكم اَو ُُتْ ُفوه ُُي‬ ِ ِ َّ ‫لِٰلّ ِه َما ِّف‬
َ ُْ ْ ْ ْ َ ْ ْ َ ِ ‫الس ٰم ٰوت َوَما ّف ْاَلَْر‬
‫الر ُس ْو ُل ِِبَا اُنْ ِزَل اِلَْي ِه‬
َّ ‫ب َم ْن يَّ َشاۤءُ َ َوال ٰلّهُ َع ٰلى ُك ِّل َش ْيء قَ ِديٌْر اٰ َم َن‬ ِ ِ
ُ ‫فَيَغْف ُر ل َم ْن يَّ َشاۤءُ َويُ َع ِّذ‬
َ ‫ني اَ َحد ِّم ْن ُّر ُسلِه‬ ِ ِ ۤ ِٰ ِ ِ
َ ْ َ‫م ْن َّربِّه َوالْ ُم ْؤمنُ ْو َنَ ُكلٌّ اٰ َم َن بِاللّه َوَم ٰلى َكته َوُكتُبِه َوُر ُسلهَ ََل نُ َفِّر ُق ب‬
‫ف ال ٰلّهُ نَ ْف ًسا اََِّل ُو ْس َع َها َ َْلَا َما‬ ِ َ ‫ك ربَّنَا واِلَي‬
ُ ِّ‫ك الْ َمصيْ ُر ََل يُ َكل‬
ِ
ْ َ َ َ َ‫َوقَالُْوا ََس ْعنَا َواَطَ ْعنَا غُ ْفَران‬
‫َّسيْ نَا اَْو اَ ْخطَأْنَا َ َربَّنَا َوََل ََْت ِم ْل َعلَيْ نَا‬ ِ ‫اخ ْذنَا اِ ْن ن‬ ِ ‫َكسبت وعلَي ها ما ا ْكتَسبت َ ربَّنَا ََل تُؤ‬
َ َ ْ ََ َ َ ْ َ َ ْ ََ
ِ ِ ِ ِ ِ
‫ف َعنَّاَ َوا ْغف ْر‬ ُ ‫صًرا َك َما َمحَلْتَه َعلَى الَّذيْ َن م ْن قَ ْبلنَا َ َربَّنَا َوََل َُتَ ِّملْنَا َما ََل طَاقَةَ لَنَا بِه َو ْاع‬ ْ‫ا‬
ࣖ ‫ص ْرنَا َعلَى الْ َق ْوِم الْ ٰك ِف ِريْ َن‬
ُ ْ‫ت َم ْوٰلىنَا فَان‬َ ْ‫لَنَاَ َو ْار َمحْنَا َ اَن‬
“Milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
Jika kamu nyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
sembunyikan, niscaya Allah memperhitungkannya (tentang
perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki
dan mengazab siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu. Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang
diturunkan kepadanya (Al-Qur'an) dari Tuhannya, demikian pula
orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka
berkata), “Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-
rasul-Nya.” Dan mereka berkata, “Kami dengar dan kami taat.
Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami)
kembali.” Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang
dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang
diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau

43
Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu
Katsir, terj. Abdul Ghaffar, Jilid 1, cet. III (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2004), 509.
49

hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya


Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang
tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami,
dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah
kami menghadapi orang-orang kafir.”
8. Qs. Āli-‘Imrān/ 3: 18-19
‫َش ِه َد ال ٰلّهُ اَنَّه ََل اِٰلهَ اََِّل ُه َوَ َوالْ َم ٰلۤى َكةُ َواُولُوا الْعِلْ ِم قَاۤى ًماَ بِالْ ِق ْس ِطَ ََل اِٰلهَ اََِّل ُه َو الْ َع ِزيْ ُز‬
‫ٰب اََِّل ِم ْنَ بَ ْع ِد َما‬ ِ ِ َّ َ‫اَلس ََلم َ وما اخت ل‬
َ ‫ف الذيْ َن اُْوتُوا الْكت‬
ِٰ ِ
َ َ ْ َ َ ُ ْ ِْ ‫ا ْحلَكْي ُم ا َّن الدِّيْ َن عنْ َد اللّه‬
ِ ِ
ِ ‫ت ال ٰلّ ِه فَاِ َّن ال ٰلّهَ س ِريْع ا ْحلِس‬
‫اب‬ ِ ٰ‫جاۤءهم الْعِْلم ب غْياَ ب ي نَ هم َومن يَّ ْك ُفر بِاٰي‬
َ ُ َ ْ ْ َ َ ْ ُ َْ ً َ ُ ُ ُ َ َ
“Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula)
para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak
ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa, Maha-bijaksana.
Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih
orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka
memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa
ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat
perhitungan-Nya”.
9. Qs. Āli-‘Imrān/ 3: 26-27
‫َّن تَ َشاۤءَُ َوتُعُِّز َم ْن تَ َشاۤءُ َوتُ ِذ ُّل‬ ِ ْ‫ك ت ؤتِى الْملْك من تشاۤء وت ن ِزع الْمل‬ ِ ٰ
ْ ‫ك ِم‬ َ ُ ُ ْ َ َ ُ َ َ ْ َ َ ُ ْ ُ ِ ْ‫ك الْ ُمل‬ َ ‫قُ ِل اللّ ُه َّم ٰمل‬
‫َّه َار ِّف‬ ِ ِ ِ ِ ْ ‫َم ْن تَ َشاۤءُ َ بِيَ ِد َك‬
َ ‫َّك َع ٰلى ُك ِّل َش ْيء قَديٌْر تُ ْول ُج الَّْي َل ِّف الن‬
َ ‫َّها ِر َوتُ ْول ُج الن‬ َ ‫اخلَيْ ُر َ ان‬
‫ت ِم َن ا ْحلَ ِّي َوتَ ْرُز ُق َم ْن تَ َشاۤءُ بِغَ ِْْي ِح َساب‬َ ِّ‫ِج الْ َمي‬
ِ ِ
ُ ‫الَّْي ِل َوُُتْر‬
ُ ‫ِج ا ْحلَ َّي م َن الْ َميِّت َوُُتْر‬
“Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan,
Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki,
dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki.
Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau
hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah
segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan
siang ke dalam malam. Dan Engkau keluarkan yang hidup dari yang
mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau
berikan rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa
perhitungan.”
BAB III
DESKRIPSI UMUM PONDOK PESANTREN AL-ATIQIYAH,
SUKABUMI
A. Profil Pondok Pesantren
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
Pondok Pesantren Al-Atiqiyah berlokasi di Jl. Cipanengah
RT.02/RW.03, Kampung Cipanengah, Desa Cipanengah, Kecamatan
Bojonggenteng, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, Kode Pos
43353. Jarak dari pusat pemerintahan ibukota Provinsi Jawa Barat
(Bandung) sekitar 151,9 km. Sedangkan jarak dari pusat pemerintahan Kota
Sukabumi hanya sekitar 30,5 km dengan waktu tempuh 59 menit perjalanan
ke lokasi pondok.

Gambar 3.1 Peta Letak Geografis Pondok Pesantren Al-Atiqiyah

Agama penduduk setempat 100% Islam dan bersuku Sunda. Mata


pencaharian penduduk setempat mayoritas adalah petani, buruh harian
lepas, ojek, pegawai swasta, dan Pegawai Negeri Sipil, dengan tingkat
pendidikan alumni pesantren tradisional (salaf), SD (Sekolah Dasar),
SMP/MTs (Sekolah Menengah Pertama), SMA/MA/SMK (Sekolah

51
52

Menengah Atas / Kejuruan), S1 (Sarjana), S2 (Master), S3 (Doktor), bahkan


ada pula yang sudah mencapai gelar Profesor.
Pondok Pesantren Al-Atiqiyah didirikan pada tahun 1959 M atas
prakarsa KH. Zainul Falah bin H. Mas’ud. Tepatnya, ketika beliau
menginjak usia 25 tahun setelah satu tahun pernikahannya dengan Siti
Aisyah putri Raden Jamaludin bin Jaya Negara Bin Sanjaya (keturunan
kerajaan Tulang Bawang Lampung).
Berbekal sebuah visi:
“Mengintelekkan Muslim dan memuslimkan yang intelek, serta
menjadikan muslim yang berakhlak mulia berdasarkan Ahl al-Sunnah
wa al-Jamā’ah.” 1

Pesantren Al-Atiqiyah didirikan dengan harapan agar masyarakat


mau memahami dan mendalami ilmu agama, demi mewujudkan
kepribadian Muslim yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, serta
memiliki akhlak yang mulia untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
KH. Wawan Khoerul Anwar menuturkan,
“Jika manusia ingin mengerti dan paham terhadap agama maka harus
dengan pendidikan pesantren”.2

ِ
ْ ‫َم ْن يُِرْد اللَّهُ بِه َخيْ ًرا يُ َفق‬
‫ِّههُ ِِف الدِّي ِن‬
"Barang siapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah
faqqih-kan (paham kan) dia terhadap urusan agama.". (HR. al-
Bukhāri)3
Pernyataan tersebut diutarakan berdasarkan kenyataan bahwa
pendidikan di sekolah tidak mengajarkan secara mendalam ilmu-ilmu
tentang agama melainkan lebih banyak mengajarkan ilmu-ilmu umum,

1
KH. Wawan Khoerul Anwar (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 15 November 2019, Jawa Barat.
2
KH. Wawan Khoerul Anwar, Wawancara.
3
Al Imām Al Hafiẓ A ̒ bdillah Muhammad bin Ismā̒Ῑl bin IbrōhῙm bin Al
̓ bῙ A
MugῙrah Al Ja̒fῙ Al BukharῙ, ṣahῙh Al BukharῙ (Riyāḍ: Maktabah Al Rusyd, 2006),. 1005.
53

seperti ilmu tentang alam, makhluk hidup, perhitungan, teknologi, ilmu


sosial, dan lain sebagainya.
Adapun asal usul ide didirikannya pondok pesantren ini ialah bermula
ketika adat dan kebiasaan masyarakat masih kental dengan masa penjajahan
Kolonial Belanda. Kekhawatiran para ulama setempat akan kerusakan
akhlak, ideologi dan keyakinan umat masyarakat terhadap agama Islam,
serta karena banyaknya masyarakat dari luar daerah Sukabumi yang juga
ingin menuntut ilmu agama menjadi alasan didirikannya Pondok pesantren
ini. Tujuannya tentu demi mencerdaskan masyarakat yang ada di sekitar
Kampung Cipanengah dan demi memenuhi harapan masyarakat luas dalam
menyediakan sarana menuntut ilmu agama, dengan bantuan dan doa dari
para ulama kala itu, akhirnya KH. Zaenul Falah berhasil mendirikan pondok
pesantren salafi, yang sekarang dikenal dengan nama Pondok Pesantren Al-
Atiqiyah.4
Pada awal berdirinya, Pondok Pesantren ini merupakan pondok
pesantren salafi.5 Tetapi, seiring berkembangnya zaman dan karena
kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama dan umum semakin
mendesak, maka didirikanlah Madrasah Tsanawiah Al-Atiqiyah pada tahun
1983, yakni untuk memenuhi keinginan masyarakat akan pendidikan umum.
Untuk melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi harus menempuh jarak
yang jauh ke Parungkuda yang berjarak kurang lebih 10 KM. Dengan

4
Nama Al-Atiqiyah sendiri diambil dari nama Masjid yang ada di kampung
Cipanengah dan merupakan masjid hasil penyatuan dua masjid oleh KH. Zaenul Falah
bin H.mas’ud ketika usianya masih 18 tahun. Penyatuan dua masjid itu dilakuan untuk
menghindari perpecahan antar masyarakat. KH. Wawan Khoerul Anwar, Wawancara.
5
Zamaksari Dhofier membagi pesantren menjadi dua kategori yaitu pesantren salafi
dan pesantren khalafi. Pesantren salafi lebih mengutamakan pengajaran kitab-kitab klasik
sebagai inti pendidikannya dengan menggunakan sistem pengajaran sorogan dan
bandongan. Sedangkan pesantren khalafi telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum
dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum di
lingkungan pesantren. Lihat Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi
Menuju Demokratisasi Intuisi (Jakarta: Erlangga), 16-17.
54

hadirnya Madrasah Tsanawiah yang membawa visi dan misi baru tentu
menjadi parameter untuk perubahan sistem Pondok Pesantren yang lebih
baik lagi. Namun terlepas dari itu, pesantren masih tetap mempertahankan
ciri khas pesantren salafnya yaitu dengan tetap mengkaji kitab-kitab kuning
yang dikarang oleh para ulama abad pertengahan yang sampai hari ini
menjadi kelebihan pesantren Al-Atiqiyah.
Pada tahun 1983 juga didirikanlah Yayasan Al-atiqiyah untuk
menaungi pondok pesantren dan madrasah tsanawiyah. Setelah itu, pada
tahun 1996 berdirilah SMA Al-Atiqiyah. Pada tahun 2011 didirikan pula
SMP-IT Al-Atiqiyah yang berfokus pada tahfiz Al-Qur’an. Saat ini Yayasan
Al-Atiqiyah mengalami perkembangan yang cukup pesat, bisa dilihat dari
jumlah santri yang mondok di Pesantren Al-Atiqiyah ada sekitar 300 santri
dan yang bersekolah di Al-Atiqiyah sekitar 1.200 siswa.
Sejak tahun 1992 Al-Atiqiyah dipimpin oleh generasi kedua yakni
oleh anak-anak KH. Zaenul Falah (Alm). Hingga saat ini Yayasan Al-
Atiqiyah mengelola Majelis Taklim, Pondok Pesantren, RA/TK (1990),
MD, MTs (1983), SMA dan koperasi pesantren (1996), SMP IT (2011), dan
SMK (2017).6
Adapun struktur kepengurusan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah

6
Pengenalan Pesantren dalam Acara Puncak PEPRESSA (Pekan Evaluasi Prestasi
Santri Al-Atiqiyah), disampaikan oleh Dra. H. Pipih Sopiah.
55

Struktur Kepengurusan Yayasan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah,


Sukabumi

KETUA YAYASAN
KH. Asep Saepulloh, SE

PIMPINAN PONDOK PESANTREN


KH. Drs. Wawan Khoerul Anwar, M. Pd

BENDAHARA SEKRETARIS
Hj. Wiwih Rohilah, S. Pd. I
Hj. Dra. Pipih Sopiah, M. Si
Hj. Hindun Megawati, S.Pi

KABID

PENDIDIKAN PERIBADAHAN HUMAS


Prof. Dr. Ujang Sulasman, M. Hum H. Acep Sodikin,
Ust. Fadilah Kamil
Usth. Nina Nuraena, S. Pd S.S, S. Kom

SARPRAS TATA USAHA


Ust. Akrom Fahmi Basya, S. Pd
Ust. Habib
Ust. Zeni Nasihin
Bagan 3. 1Struktur Kepengurusan Yayasan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah

2. Profil Pendiri dan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah


a. Profil Pendiri

Gambar 3.2 Pendiri Pondok Pesantren AL Atiqiyah


56

Nama : KH. Zaenul Falah (Alm)


Tempat/Tgl Lahir : Sukabumi, 01 Januari 1934
Istri : Hj. Siti Aisyah
Anak : 10
1. Hj. Siti Mukhlisoh (Almh)
2. KH. Asep Saepulloh, SE
3. KH. Drs. Wawan Khoerul Anwar, M. Pd.
4. Siti Kulsum
5. H. Hasan Sadili
6. Hj. Dra. Pipih Sopiah, M. Si
7. Ajiz Hakim
8. Hj. Nuraeni, S.Ag (Almh)
9. Hj. Hindun Megawati, S.Pi
10. Nina Nuraena, S. Pd

Ayah : H. Mas’ud bin Agus Salim bin Abdul Majid


bin H Arsyad (merupakan seorang penghulu
agama pada zaman Belanda di Palembang
Sumatera Selatan).

Ibu : Hj. Siti Aisyah binti H. Ali bin Sahala bin


Najmuddin (merupakan seorang aktivis
perempuan di zamannya ).

\
57

b. Profil Pimpinan

Gambar 3.3 Pimpinan Pondok Pesantren Al Atiqiyah

Nama Lengkap : Drs. KH. Wawan Khoerul Anwar, M.Pd


Tempat Lahir : Sukabumi, 15 Juli 1963
Usia : 58 Tahun
Istri : Hj. Wiwih Rohilah, S.Pd.I
Anak : 6 anak
1. Iklimah Pratiwi Basya
2. Akrom Fahmi Basya
3. Nabila Suroya Basya
4. Wafiq Adila Basya
5. Imam Asy-Syuyuti Basya
6. Ibnu Hibban Basya
3. Fasilitas Pendidikan di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
Meminjam istilah dalam “Tradisi Pesantren” yang diungkapkan oleh
Zamakhsyari Dholfier, bahwa elemen-elemen pesantren terdiri dari:
pondokan, masjid, pengajaran kitab-kitab klasik, santri dan kiai/ pendidik.7
Umumnya, elemen-elemen ini terdapat di setiap pondok pesantren di

7
Hariadi, Evolusi Pesantren: Studi Kepemimpinan Kiai Berbasis Orientasi ESQ,
cet. I (Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang, 2015), h.17
58

Indonesia, namun di al-Atiqiyah sendiri terdapat juga beberapa tingkat


sekolah formal yang terbingkai dalam sebuah sistem yayasan.
Tabel 3.1 Elemen-elemen Pondok Pesantren Al-Atiqiyah,
Sukabumi:
Elemen-
No elemen Jumlah Jenis Kategori
Pesantren
˗ 10 orang
pendidik laki-
laki
Kiai/
˗ 7 orang
1 pendidik/ 29 Orang
pendidik
pengasuh8
perempuan
˗ 12 orang
pengabdian
˗ 134 orang
305
santri lama dan santri putra9
2 Santri Orang
santri baru ˗ 171 orang
Santri
santri putri10
1) Blok A, terdiri
dari kamar 1, 2 dan
Asrama Putri
3 Asrama 22 ruang 9
(13 Ruang)11
2) Blok B, terdiri
dari kamar 3, 4 dan

8
Ibnu Tamiah (Ketua Santri Putra Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 19 November 2019, Jawa Barat.
9
Ibnu Tamiah, Wawancara.
10
Siti Nurmaya, (Wakil Ketua Santri Putri Pondok Pesantren Al-Atiqiyah),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 15 November 2019, Jawa Barat.
11
Siti Nurmaya, Wawancara.
59

5
3) Blok C, terdiri
dari kamar 6, 7 dan
8
4) Blok D, terdiri
dari kamar 10, 11,
12 dan 13
1) Kamar 1 dan 2
diisi oleh kelas VII
MTs
2) Kamar 3 diisi
Kelas VIII MTs
3) Kamar 4 diisi
Kelas IX MTs
4) Kamar 5 diisi
oleh Ustaż
Asrama Putra
Pengabdian
(9 Ruang) 12
5) Kamar 6 diisi
Kelas X SMA
6) Kamar 7 diisi
Kelas XI SMA
7) Kamar 8 diisi
oleh Kelas XII SMA
8) Kamar 9
Digunakan untuk
Ruang Peralatan

12
Ibnu Tamiah, Wawancara.
60

Digunakan
1 bersama
4 Masjid
Bangunan dengan
Masyarakat
1) Safῑnah al-Najāh
2) Fatḥ al-Qarῑb
3) Fatḥ al-Mu’ῑn
4) Al-Iqnā’
5) Naṣā’iḥ al- ̒Ibād Ilmu Fiqih
6) Murāqῑ al-
‘Ubūdiyah
7) Laṭā ̓if
Al-Isyārāt
1) Al-Jurrūmiyyah
Kitab-kitab 2) Al-fiyyah Ibn
5 21 Kitab
Klasik13 Mālik
3) Al-Kailānῑ
4) Naẓm al-̒Imrῑṭῑ Nahwu dan
5) ̒Ilm al-Manṭiq Sharaf
6) Mutammimah al-
Jurūmiyyah
7) Al-Amṡilah al-
Taṣrῑfiyyah
1) Tῑjān al-Ḍarārῑ
2) Qoṭr al-Gaiṡ Tauhid
3) Al-Rūḥ

13
Siti Nurmaya, Wawancara.
61

1) Ta̒lῑm al-
Ahlak
Muta̒allim

1) Mukhtār al-hādῑṡ
al-Nabāwiyyah
Hadis
2) Tanqῑḥ al-Qaul
al-Haṡῑṡ
1) Tafsῑr al-Jalālain Tafsir

17 ruang MTs menengah

4 ruang SMP IT Pertama

Gedung 12 ruang SMA Menengah

6 sekolah 2 ruang SMK Atas

Formal14 Madrasah
4 ruang MD
Diniyah
Taman Kanak-
4 ruang RA/TK
kanak

Gambar 3.4 Gerbang Utama Pondok Pesantren

14
KH. Wawan Khoerul Anwar, Wawancara.
62

Gambar 3.5 Rumah Pimpinan Pondok Pesantren

Gambar 3.6 Tempat Penerimaan Tamu

Gambar 3.7 Majlis Santri Putra

Gambar 3.8 Majlis Santri Putri


63

Gambar 3.9 Asrama Santri Putra


Pesantren pada prinsipnya merupakan asrama pendidikan Islam
tradisional. Para santri tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan
seorang guru yang lebih dikenal dengan sebutan “kiai”. Asrama para santri
tersebut berada dalam lingkungan komplek pesantren, kiai bertempat
tinggal dan menyediakan sebuah masjid untuk beribadah, ruang untuk
belajar, ruang untuk mengaji dan kegiatan keagamaan lainnya. Oleh karena
itu, untuk menunjang berbagai bentuk kegiatan tersebut, pondok pesantren
al-Atiqiyah menyediakan sarana dan prasarana, sebagai berikut.

Tabel 3.2 Prasarana Pondok Pesantren


Sarana dan prasarana Pondok Pesantren Al-Atiqiyah15
Jumlah Kegiatan/Materi
No Prasarana
Gedung Kurikulum
Tempat ibadah ṣalat santri
1 Masjid 1 bangunan dan warga, Wiridan dan
Pengajian, Qori
Gedung Asrama
2 22 bangunan Istirahat, Makan
(putra dan putri)
3 Gedung SMK 2 bangunan Belajar anak-anak SMK
Asrama untuk
Tempat istirahat para alumni
4 Pengabdian 1 bangunan
yang mengabdi dan mengajar
Putri
Koperasi Koperasi untuk makanan,
5 1 bangunan
Pesantren aksesoris, baju, dan lain-lain

15
Ibnu Tamiah, Wawancara.
64

Ruang tempat pengobatan dan


6 1 bangunan
Kesehatan istirahat bagi santri yang sakit
7 Kamar mandi 41 bangunan Mandi
Tempat ṣalat santri, wirid,
pengajian kitab-kitab kuning,
muhaḍarah, Tadarus al-
8 Muṣalla/Majlis 4 bangunan
Qur'an, Hafalan Juz ̒Amma,
Muhadaṡah bahasa Arab dan
Inggris, Kursus Kaligrafi
9 Tempat Wudu 37 bangunan Bersuci
Penerimaan Untuk wali santri yang
10 5 bangunan
tamu berkunjung
11 Dapur 1 bangunan Memasak
penyimpanan alat-alat
12 Ruang Peralatan 2 bangunan
kebersihan
Maqom pendiri Untuk Santri berziarah atau
13 Pondok mendoakan kiyai dan para
Pesantren sepuh
Penerimaan santri baru dan
14 Sekretariat 1 bangunan
pembuatan surat-menyurat

Adapun sarana penunjangnya ialah: 16


Tabel 3.3 Sarana Pondok Pesantren

No Sarana Jumlah Fungsi


Untuk keperluan pondok pesantren
1 Komputer 2 seperti membuat surat, proposal,
membuat daftar kegiatan, dan lain
sebagainya.

Peralatan Untuk pelatihan skill dan tampil di


2 2 set acara-acara kesenian, perlombaan
Marawis
ataupun acara undangan

Peralatan Untuk pelatihan skill dan tampil di


3 2 set acara-acara kesenian, perlombaan
Kasidah
ataupun acara undangan

16
Ibnu Tamiah, Wawancara.
65

Untuk kegiatan pengajian atau


belajar mengajar, pengumuman,
4 Micropon 7 pengeras suara ketika shalat, dan
untuk menunjang kegiatan-kegiatan
lain di pesantren
5 Pengeras Suara 3 Sebagai pengeras Suara
Untuk menandakan waktunya
6 Bel 2
pengajian
Sebagai sarana para santri
7 Telepon Umum 1 berkomunikasi dengan orang tua
mereka
8 Papan Tulis 6 Untuk kegiatan belajar mengajar

B. Program-Program Pengembangan
Demi mewujudkan visi dan misi pondok pesantren yaitu menciptakan
generasi Islam yang intelek, cerdas, religius dan berakhlak karimah, maka
Pondok Pesantren Al-Atiqiyah telah merumuskan program-program dan
target yang harus dicapai oleh para santrinya. Program-Program tersebut
antara lain:
1. Program Unggulan
Sistem pendidikan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah sebagai pesantren
salafiyah metode pembelajarannya menggunakan sistem klasikal yaitu
penguasaan kitab-kitab klasik atau yang kerap disebut kitab kuning17.
Sistem tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

17
Kitab klasik, dalam pendidikan agama Islam merujuk kepada kitab-kitab
tradisional yang berisi pelajaran-pelajaran agama Islam seperti ilmu nahwu (tata Bahasa
Arab), ilmu sharaf (morfologi), ilmu ushul fiqh (hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan akhlak),
ilmu falak (perbintangan), ilmu tarikh (sejarah), dan ilmu balaghah. Kitab tersebut
biasanya dipahami sebagai kitab-kitab keagamaan Arab. Bentuk tulisan yang dimuat
menggunakan aksara Arab gundul (tidak memiliki harokat) dan merupakan kitab yang
dihasilkan oleh para ulama dan pemikir Muslim di masa lampau. Lihat, Achmad
Muchaddan Fahham, Pendidikan Pesantren: Pola Pengasuhan, Pembentukan Karakter
dan Perlindungan Anak, Edisi 2, cet. I (Jakarta: Publica Institute Jakarta, 2015), 20-22.
66

a. Pengajian Khusus Santri yang dikelompokkan sesuai dengan


kemampuannya dan berdasarkan tingkat pendidikan sekolah. KH.
Wawan Khoerul Anwar menjelaskan terkait program pengembangan
santri pondok pesantren, bahwa:
“Bagi santri baru harus bisa azan dan iqomah, bisa bacaan wudhu,
bacaan shalat, bisa wirian setelah shalat, harus hafal al-Qur’an juz 30,
harus hafal kitab-kitab yang akan dipakai di masa depan untuk
kehidupan di masyarakat, seperti kitab jurumiyah, sapinah, imrithi,
ta’lim, dan kita-kitab lainnya sesuai dengan tingkatan dan kelas.” 18
Adapun pengelompokkannya meliputi:

Tabel 3.4 Daftar Kitab yang dikaji


No Kelas Nama Kitab
(1). Iqra’ dan Al-Qur'an (2). Hafalan Juz ̒Amma
(3). Praktek Ibadah (4). Salat Taharah (Wudu,
1 Kelas I (SP) Tayamum, dan Bersuci dari hadas besar) (5).
Wiridan (6). Safῑnah (7). Ta̒līm (8). Jurūmiyyah
(9). Tῑjān (10). Qoṭr al-Gaiṡ
(1). Fatḥ al-Qarῑb (2). Murāqῑ al-̒Ubūdiyyah (3).
Majmū'ah al-̒Aqῑdah (4). Naṣāiḥ al-̒Ibād (5).
2 Kelas II
Tanqῑḥ al-Qaul (6). Al-Amṡilah al-Taṣrῑfiyyah
(7). al-Kailānῑ (8). ̒Imrῑṭῑ

(1). Al-Kafrāwῑ (2). Mutammimah (3). Alfiyyah


ibn Mālik (4). Fatḥ al-Mu'ῑn (5). Al-Iqnā ̒
3 Kelas III (6). ̒Ilm al-Manṭiq (7). Tafsῑr al-Jalālain (8). Al-
Rūḥ (9). Mukhtār al-Hādῑṡ (10). Durrah al-
Nāṣihῑn (11). Al-Qurṭubῑ (12). Al-Waraqāt.

(1). Al-Farā’id (2). Sullām al-Taufῑq (3).


Muhadaṡah (4). Mufradāt (5). Muhāḍarah (6).
Pengajian Bahasa Arab (7). Bahasa Inggris (8). Qari (9).
4
Umum Kaligrafi (10). Tafsῑr al-Jalālain (11). Ta’lῑm
(12) Bidāyah al- Hidāyah (13). Hafalan
Juz ̒Amma (14) Akhlāk al-Banῑn

18
KH. Wawan Khoerul Anwar, Wawancara.
67

b. Pengajian umum bersama masyarakat yang diadakan setiap satu


minggu sekali.
Di samping menyelenggarakan pengajian khusus untuk santri, PP Al-
Atiqiyah juga menyelenggarakan pengajian umum untuk masyarakat di
sekitar Pondok Pesantren beserta para santri. Pengajian tersebut
dilaksanakan di masjid setiap malam Jumat, tepatnya setelah melaksanakan
ibadah salat magrib. Adapun kitab yang dikaji ialah kitab tafsīr Jalālain
karya Imām Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī dan Imām Jalāl al-Dīn al-Rūmī.
Pengajian tersebut dipimpin langsung oleh pimpinan Pondok pesantren
yaitu KH. Wawan Khoerul Anwar dan ketua Yayasan KH. Asep
Saepullah.19
2. Ekstrakurikuler
Pada sesi wawancara dengan KH. Wawan Khoerul Anwar, beliau
menuturkan bahwa, selain dibekali ilmu agama para santri juga dibekali
dengan pengetahuan umum. Tujuannya, agar para santri dapat terus
berkembang dan cerdas dalam menghadapi tuntutan zaman. 20
Adapun pendidikan umum yang diberikan ialah:
a. Pembinaan Kader Mubalig (Muhāḍarah)
b. Ḥifẓ al-Qur’ān (program hafalan al-Qur’an)
c. Ilmu falak atau ilmu perbintangan
d. Seni Islami (Qirā'ah, Kasidah, Nasyid, Selawat, Hadrah dan
Marawis)
e. Kaligrafi dan leter
f. Nadwah al-Lugah (Pembelajaran Bahasa Arab dan Bahasa Inggris)

19
Siti Nurmaya, Wawancara.
20
Siti Nurmaya, Wawancara.
68

C. Keadaan Santri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Atiqiyah


1. Keadaan Santri
Santri merupakan sekelompok orang yang tinggal bersama dan
belajar di bawah bimbingan kiyai dengan tujuan untuk menutut ilmu.
Menurut Hariadi, dalam bukunya berjudul “Evolusi Pesantren; Studi
Kepemimpinan Kiai Berbasis Orientasi ESQ” mengungkapkan bahwa,
santri terbagi menjadi dua tipe yaitu, santri mukim dan santri kalong. Santri
mukim merupakan para santri yang berdatangan dari tempat-tempat jauh
yang tidak mungkin bagi mereka untuk pulang ke rumahnya. Maka, mereka
tingggal dan menetap (mondok) di pesantren selama periode tertentu.
Adapun santri kalong ialah para santri yang berasal dari desa-desa di
sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap di pesantren. Mereka
pulang pergi dari pesantren ke rumahnya setelah jadwal pengajian selesai.21
Sebagaimana kedua tipe tersebut, Pondok Pesantren Al-Atiqiyah ini tipe
yang pertama lebih mendominasi dibandingkan tipe kedua.
Banyaknya santri yang mukim, agar dapat mengorganisir dan
mengontrol berbagai kegiatan santri di asrama, maka pesantren Al-Atiqiyah
membentuk organisasi santri yang menghimpun berbagai aspek
kepengurusan. Secara eksplisit, kepengurusan tersebut dibagi ke dalam dua
kategori yaitu kategori putri dan kategori putra yang tersusun dalam struktur
kepengurusan sebagai berikut:

21
Hariadi, Evolusi Pesantren; Studi Kepemimpinan Kiai berbasis Orientasi ESQ ,
cet. I (Yogyakarta: LKiS, 2015), 25.
69

Struktur Kepengurusan Santri (Putri) Pondok Pesantren Al-Atiqiyah,


Sukabumi, Tahun 2018/2019

KETUA/RO'ISAH
Neng Sayyidah Nafisah

WAKIL RO'ISAH
Siti Nurmaya

BENDAHARA SEKRETARIS
Siti Nurmaya Siti Khoerunnisa
Adinda Silvia Permata Zahra Agris Rida Afiah

SEKSI-SEKSI

PENDIDIKAN PERIBADAHAN BAHASA


Robiyatul Adawiyah Siti Sarah Riska Fauziah
Lulu Nursifa Sri Purwanti Ayu Ningrum Vina Sri Rizkillah
Siti Nafisah Nabilatul Hidayah Neng Nabila

KEAMANAN KESEHATAN MUHADOROH


Salamatul Munawaroh Suci Hamidah Kartika Setia Ningsih
Delia Sukma Safira Apriliani
Agrisna Rida Afiah
Siti Sofiah Putri Fahira

PERALATAN KEBERSIHAN KESENISAN


Jihan Fauziah
Alisatul Khoeriyah Adinda Silvia
Siti Navisah

Bagan 3.2 Struktur Kepengurusan Santri Putri


Struktur Kepengurusan Santri (Putra) Pondok Pesantren Al-Atiqiyah,
Sukabumi, Tahun 2018/2019

KETUA/RO'IS
Ibnu Tamiah

WAKIL RO'IS
Salman Alfaridz

BENDAHARA SEKRETARIS
Rifki Fauzan M. Fauzan

SEKSI-SEKSI

PENDIDIKAN/
PERIBADAHAN BAHASA/ KEAMANAN
MUHADOROH
Dede Iman M. Fauzan M. Apriyandi
Nandang Kurnia M. Apriyandi Ibnu Tamiah

KEBERSIHAN/
KESEHATAN KESENIAN
PERALATAN
Lutfi Alamsyah M. Fajar Maulana
Dede Iman
Rizki Awaludin Diki Permana

Bagan 3.3 Struktur Kepengurusan Santri Putra


70

2. Keadaan Pengasuh
Kata pengasuh dalam Bahasa Arab dikenal dengan istilah
Murabbiyah yang berarti “guru atau pengasuh”.22 Term guru berasal dari
Bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar. Dalam Bahasa Inggris
disebut teacher yang berarti pengajar. Guru juga disebut pendidik yang
menduduki posisi kunci dalam seluruh aktivitas pendidikan.23
Menunjuk istilah pendidikan, dalam Bahasa inggris dikenal dengan
istilah education, yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.24 Oleh karena itu, seorang guru sebagai pendidik,
memiliki tugas yang bukan hanya untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi, namun juga
bertanggungjawab menjadikan anak didiknya menjadi pribadi yang mandiri
dan bertanggungjawab.25 Maka, untuk mencapai tujuan tersebut, tentunya
pendidikan yang baik yaitu upaya pendidikan yang tidak saja
memperhatikan pengembangan aspek batiniah tetapi juga lahiriah. Dengan
kata lain, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang meletakkan asas
keseimbangan dan keserasian dari keseluruhan aspek kehidupan manusia.
Dalam dunia pendidikan, baik pendidikan Islam maupun pendidikan
pada umumnya, peran guru sangat penting untuk pengembangan ilmu demi
terciptanya generasi-generasi yang berkualitas. Dalam lingkup pondok
pesantren guru dan pengasuh merupakan aktor utama yang mengatur
mekanisme belajar dan kurikulum kepesantrenan dalam kehidupan sehari-
hari sesuai dengan keahlian dan kecenderungan yang dimilikinya. Dalam

22
Kamus al-Ma’anī, daring.
23
Mahfud Junaedi, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, Edisi 1, cet. I
(Depok: Kencana, 2017), 114.
24
Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesi, 352.
25
Siti Rukhayati, Strategi Guru PAI dalam Membina Karakter Peserta Didik SMK
Al-Falah Salatiga (Salatiga: LP2M, 2020), 11.
71

realitas ini, seorang pengasuh berkontribusi besar terhadap aneka problem


keumatan. Perannya tidak hanya terbatas pada aspek spiritual, namun juga
aspek sosial yang lebih luas.
Begitu pula halnya pengasuh di pondok pesantren Al-Atiqiyah.
Kehadirannya merupakan aspek terpenting bagi pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan keagamaan sebagai upaya pembinaan secara
mendalam terhadap moralitas serta spiritualitas. Misalnya, pengasuh
pondok pesantren memiliki peran sebagai pendidik atau guru (teacher,
educator) yaitu, membantu kegiatan pendidikan para santri agar memiliki
kepribadian muslim yang utama. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai
kegiatan keagamaan dan program-program pengembangan yang disediakan
oleh pondok pesantren Al-Atiqiyah. Sebagai misi, untuk membangun
muslim yang intelek, cerdas, religius serta memiliki akhlak yang utama
sesuai ajaran Nabi Muhammad Saw.
3. Kegiatan Santri
Berdasarkan observasi penulis26 dan dikuatkan oleh hasil wawancara
bersama Siti Nurmaya27 yang merupakan wakil ketua pengurus pondok
putri al-Atiqiyah, bahwasanya kegiatan rutin di pondok pesantren al-
Atiqiyah secara umum hampir sama dengan kegiatan santri di pesantren-
pesantren lainnya. Biasanya santri akan memulai kegiatannya sebelum
subuh, sekitar pukul 03.30 WIB.
Sebelum subuh, santri akan dibangunkan oleh pengurus pondok untuk
melaksanakan salat tahajud dan persiapan salat subuh berjamaah di majelis
bagi santri putri dan di masjid bagi santri putra. Setelah salat subuh,
kegiatan wirid pun menjadi salah satu agenda wajib yang harus diikuti

26
Observasi langsung pada tanggal 15-20 Novemver 2019.
27
Siti Nurmaya, Wawancara.
72

semua santri, bahkan ada ta’zīr28 tersendiri bagi santri yang tidak mengikuti
wirid bersama setelah salat. Ta’zīr yang diberikan biasanya berupa kegiatan
wiridan sambil berdiri di depan jamaah santri ketika wirid salat magrib
berlangsung. Jika Sampai 3 kali tidak mengikuti wirid dikarenakan
kelalaian mengantuk atau mengobrol bersama santri lain, dalam jangka
waktu satu minggu, maka bagi santri putri wajib mengenakan kerudung
berwarna oranye (kerudung hukuman) dalam berbagai aktivitasnya selama
tiga hari berturut-turut.

Gambar 3.10 Pembacaan wirid selepas salat santri putri

Selepas salat subuh dan wirid, kegiatan wajib lainnya yang harus
diikuti oleh seluruh santri ialah mengaji. Agenda pengajian di pondok
pesantren Al-Atiqiyah dibagi ke dalam empat periode. Periode pertama
yaitu pengajian subuh, dilakukan perkelas dan materi kitab yang diajarkan
sesuai dengan tingkatan yang sudah ditentukan oleh pondok pesantren.
Biasanya, pengajian selesai pukul 06.30, baru setelah itu para santri
mempersiapkan diri berangkat ke sekolah.

28
Dalam istilah syari’at Islam, ta’zir adalah hukuman terhadap kesalahan yang tidak
ada hukum had, tidak pula kifarat di dalamnya. Lihat Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi,
Fikih Empat Madzhab, penerjemah. Saefuddin Zuhri & Rasyd Satari, Jilid 6, cet. 1
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015), 718. Sedangkan dalam istilah tradisi pesantren, ta’zir
adalah hukuman untuk mendisiplinkan para santri yang telah melanggar peraturan pondok
pesantren. Bentuk hukuman yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan proporsi peraturan
yang dilanggar.
73

Jadwal pengajian kedua dilanjut pada siang hari setelah kegiatan


belajar di sekolah. Khusus siang hari, pengajian dibagi ke dalam tiga kelas,
yakni kelas pertama diisi oleh santri lama dilaksanakan secara bersama
(santri putra dan santri putri) di majelis putri dibimbing oleh ustazah Irna
Musyarofah. Adapun materi kitab yang diajarkan berupa pemahaman
terhadap ilmu naḥwu dan ṣaraf, yakni mengkaji dan memahami kitab al-
Jurūmiyyah dan al-Amṡilah al-Taṣrīfiyyah. Kelas kedua dan ketiga diisi
oleh santri baru kelas VII yang dibimbing oleh ustaz Jay dan santri baru
kelas X dibimbing oleh H. Acep Sodikin.29
Sore hari setelah kegiatan ibadah salat Ashar, santri lama melanjutkan
pengajiannya di musala sekolah. Dibimbing oleh KH. Asep Saepullah,
dengan sistem pengajian bandongan, kitab yang dikaji berisi kitab-kitab
fikih, hadist, hikayat dan tafsir seperti kitab fatḥ al- Mu’īn, al-‘Iqnā’,
alfiyyah Ibn Mālik, Durrah al-Nāṣihīn, Al-Rūh dan kitab Tafsīr al-Jalālain.
Biasanya, pengajian berlangsung selama 1 jam atau lebih tergantung sedikit
banyaknya materi yang dibahas. Bagi santri baru, sore hari diisi oleh
kegiatan pembelajaran kaligrafi dan leter. Pengajian malam setelah salat
magrib sama seperti pengajian subuh yaitu santri mengaji sesuai dengan
tingkatan kelas yang sudah ditentukan.

Gambar 3.11 pengajian malam tingkat empat dipimpin oleh pimpinan


Pondok Pesantren

29
Ibnu Tamiah, Wawancara.
74

Gambar 3.12 Pengajian Subuh tingkat Satu (putri) dipimpin oleh Ustazah
Hindun

Selain mengaji, pada waktu-waktu tertentu juga dijadwalkan untuk


mengikuti kegiatan-kegiatan pondok pesantren yang sudah diprogramkan
oleh pengurus dari beberapa Divisi terkait. Di antaranya adalah tahfīẓ al-
Qur’ān, tadarus al-Qur’an, pembelajaran tilāwah al-Qur’ān, tawasul,
nadwah al-Lugah, kegiatan kesenian ( seperti marawis, kasidah, nasyid dan
selawat dan muhāḍarah. Kegiatan muhāḍarah dilaksanakan setiap malam
Sabtu setelah isya. Pada pelaksanaannya, petugas yang akan mengisi
kegiatan ini biasanya di random hingga semua santri dapat terjadwal
sebagai petugas.
Adapun kegiatan lain yang harus dilakukan santri selain mengaji dan
kegiatan-kegiatan di atas, yaitu piket. Setiap santri baik santri putra maupun
santri putri memiliki jadwal piket tersendiri yang disusun secara merata oleh
divisi kebersihan. Biasanya tempat yang harus dibersihkan meliputi tempat-
tempat sekitar pondok pesantren seperti rumah-rumah kiai, kamar mandi,
majelis, masjid, teras pondok, halaman pondok, dan lain sebagainya. Selain
itu, kegiatan bersih-bersih juga dilakukan secara gotong royong setiap hari
Minggu pagi setelah selesai salat subuh dan ta’līm, dan dalam rangka
mengatur efektivitas kegiatan harian dan mingguan para santri, pengurus
bersama pengasuh santri merumuskan kegiatan sebagai berikut:
75

Tabel 3.5 Kegiatan Harian


No Waktu Kegiatan Keterangan
Tahajud, Shalat Subuh Majelis (Pi), Masjid
1 03.30-05.00
berjamaah, Wiridan (Pa)
Sesuai tingkatan kelas
2 05.00-06.00 Pengajian Kitab Kuning
masing-masing
Mandi, Sarapan dan
3 06.00-07.00 Asrama
Persiapan Sekolah
Salat duha dan belajar
formal di sekolah, salat Di sekolah dan
4 07.00-14.00 zuhur berjamaah di sepulang sekolah di
sekolah, istirahat dan Pondok Pesantren
makan
Pengajian kitab kuning Majelis Putri (gabungan
5 14.00-15.00
(nahu dan saraf) santri putra dan putri)
Salat berjamaah Ashar, Putri (Majelis), putra
6 15.00-15.30
Wiridan (mesjid)
Pengajian Kitab Kuning
Mesjid Sekolah (santri
bagi Santri Lama, Bahasa
7 15.30-17.00 Lama), Majelis Putri
dan Kaligrafi bagi Santri
(Santri Baru)
Baru
Makan, Mandi, Persiapan
8 17.00-18.00 Asrama
Salat Magrib
Tadarus Al-Qur'an, Salat
Magrib Berjamaah, Putri (Majelis), putra
9 18.00-19.00
Wiridan, dan Sorogan (mesjid)
Kitab Kuning
Putri (Majelis), putra
Shalat Isya, Wiridan dan
10 19.00-20.30 (mesjid), Pengajian
Pengajian Kitab Kuning
Sesuai Tingkatan Kelas
Purta (Majelis Putri)
Pemberian Mufradāt dan
11 20.30-22.00 dan Putri (Majelis
Belajar Bersama
Putri)

12 22.00-23.00 Istirahat/Tidur Asrama Masing-masing


76

Tabel 3.6 Kegiatan Mingguan

Nama
No Hari Waktu Keterangan
Kegiatan
Pemberian mufradāt
bahasa Arab dan
Bahasa Inggris
1 21.30-22.30 Nadwah Lugah kepada santri
dibimbing oleh
Minggu, pengurus bagian
Senin Bahasa
dan Rabu Setoran hafalan al-
Qur'an bagi santri
yang mengambil
2 21.30-22.30 Ḥifẓ al-Qur'ān
kejuruan tahfiz
dibimbing oleh
ustadzah Musyfiroh
Pengajian umum
Pengajian
bersama masyarakat
3 18.30-21.00 Kitab Tafsīr
yang bertempat di
al-Jalālain
Masjid Al-Atiqiyah
Kegiatan pendekatan
diri kepada Allah
dengan wasilah
Kamis pembacaan asmā' al-
Husnā, puji-pujian
4 21.00-21.30 Tawasul dan doa bersama
memohon ampunan
kepada Allah yang
dipimpin oleh
pimpinan pondok
pesantren.
Kitab ta'līm al-
Pengajian
Muta’allīm, Murōqī
kitab kuning
5 Jumat 12.30-14.30 al- ̒Ubūdiyyah dan
gabungan
kitab Sullām al-
seluruh santri
Taufīq
77

Kegiatan muḥāḍarah
dilakukan terpisah
antara santri putri (di
6 20.00-23.00 Muḥāḍarah
majelis putri) dan
santri putra (di
majelis putra)
Pembelajaran ini
diperuntukkan bagi
Pembelajaran santri baru kelas VII
7 16.00-17.00 Leter dan dan X dibimbing
Kaligrafi oleh Ustaz
pengabdian yang ahli
Sabtu di bidangnya
Pengajian ini khusus
untuk santri lama
Pengajian
yaitu santri yang
8 18.30-21.00 Kitab Fath al-
sudah mondok
Mu'īn
selama 2 sampai 6
tahun
Setelah wirid Pembacaan kitab
9 Ta'līm
subuh ta'līm
Pembacaan kitab
ta'līm oleh imam
10 06.00 Kerja Bakti atau pengurus dan
didengarkan oleh
seluruh santri
Bertempat di Masjid,
Minggu Pembelajaran pembelajaran
11 07.00 tilāwah al- tilāwah al- Qur'ān
Qur'ān dibimbing oleh
Ustaz Ade
Shalat duha
berjamaah yang
Salat Duha
12 08.00 wajib diikuti seluruh
Berjamaah
santri setiap satu
minggu sekali
78

Kegiatan ini
merupakan pelatihan
skill di bidang
kesenian seperti
marawis, kasidah,
selawat, nasyid dan
13 09.00 Kesenian barzanji. Pelatihan
ini dibagi ke dalam
beberapa kelompok,
dan setiap kelompok
biasanya diberikan
beberapa mentor
untuk melatih.
Melengkapi kegiatan tersebut, santri wajib melaksanakan tata tertib
yang ditetapkan oleh pesantren, antara lain:

1) Melaksanakan salat 5 waktu berjamaah di masjid (putra) dan majelis


(putri).
2) Melaksanakan salat sunah qobliyah, ba’diyah, duha, Tahajud dan
salat sunah lainnya.
3) Mengikuti wiridan setelah salat 5 waktu.
4) Mengikuti Taklim setelah Ashar setiap hari dan setelah subuh setiap
hari minggu.
5) Mengikuti Pengajian per kelas sesuai jadwal’
6) Belajar malam sebelum tidur.
7) Bangun tidur paling lambat pukul 03.30 WIB.
8) Tadarus al-Qur’an minimal 100 ayat per hari.
9) Memiliki hafalan al-Qur’an pribadi minimal juz 30.
10) Menggunakan Bahasa yang baik, sopan dan tidak kasar.
11) Tidak bolos sekolah tanpa keterangan.
12) Mengikuti kegiatan ekstra kurikuler di sekolah yang tidak
mengganggu pengajian atau berbenturan dengan kegiatan pesantren.
13) Tidak membuat onar, menghina guru, teman dan masyarakat sekitar.
79

14) Pulang atau keluar pondok pesantren tidak boleh lebih dari satu kali
dalam sebulan.
15) Tidak keluar pesantren tanpa izin dari Pembina santri.
16) Tidak membawa handphone dan alat elektronik lainnya.
17) Tidak merokok dan tidak terlibat narkoba.
18) Tidak pacaran.
19) Tidak mengambil milik orang lain tanpa izin dan bukan haknya.
20) Memiliki alat makan, minum, mandi dan alat tidur sendiri.
21) Melunasi Administrasi : uang listrik, makan, minum, dan infak
pesantren setiap bulan paling lambat tanggal 10.

Gambar 3.13 Tata Tertib Pondok Pesantren


80

Gambar 3.14 Hukuman bagi santri yang sering melanggar aturan pondok
(santri putra)

D. Profil Informan
Pada penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada penggunaan al-
Qur’an dalam tradisi wirid di pondok pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi.
Para informan yang diwawancarai dalam penelitian ini dibagi ke dalam tiga
kategori, yaitu pengasuh, santri putra dan santri putri yang ikut
melaksanakan kegiatan wirid di pondok pesantren tersebut. Para informan
yang berstatus pengasuh pada umumnya adalah kiai yang berstatus sebagai
pimpinan pondok, pengasuh yang berstatus imam salat dan penuntun
kegiatan wirid, serta pengasuh yang berstatus sebagai kepala bidang
peribadatan. Adapun para informan dari pihak santri diambil dari setiap
tingkatan kelas atau tahun lamanya menjadi santri, baik santri putra maupun
santri putri.
81

Tabel 3.7 Identitas Informan Kelompok pengasuh/ustaz

Status/
No Nama Usia Pendidikan Kategori
Jabatan
S1 Tarbiah
Gunung
Puyuh
Pimpinan
KH. Wawan Sukabumi,
Pondok
1 Khoerul 58 S1 Sastra
Pesantren
Anwar, M.Pd. Arab UIN
Al-Atiqiyah
Jakarta, S2
Pengasuh
Pendidikan
Putra
UHAMKA.
S1 UNPAD
Guru
(2001), dan
H. Acep mengaji/
S1 STMIK
2 Sodikin, S.S, 46 Kepala
Pasim
S.Kom. Bidang
Sukabumi
Peribadatan
(2015)
Guru
Hj. Dra. Pipih S2 Statistik Mengaji/Im
3 50
Sofiyah, M. Si IPB Bogor am Shalat
Putri
Hj. Hindun
S1 Perikanan Guru Pengasuh
4 Megawati, S. 44
IPB Bogor Mengaji Putri
Pi
S1 Terjamah Guru
Aisyah
UIN Syarif Mengaji/Im
5 Syarifatunnisa, 25
Hidayatullah am salat
S.S
Jakarta Putri

Tabel 3.8 Identitas Informan Kelompok Santri

Status/
No Nama Usia Pendidikan Kategori
Jabatan
VII
Muhammad Aji
1 11 Madrasah Santri baru
As-Segaf
Tsanawiah
Putra
VIII
Muhammad
2 13 Madrasah Santri baru
Rino
Tsanawiah
82

IX
Muhammad
3 16 Madrasah Santri lama
Solihin
Tsanawiah
Khoerul
4 15 X SMA Santri baru
Fahrezi
Muhammad
5 16 X SMA Santri lama
Yusuf Ananial

Hadiatul
6 17 XI SMA Santri baru
Mustofa

Mudabbir/
Dede Iman Nur
Pengurus
7 Alim Adi 18 XI SMA
Santri Bidang
Nugraha
Peribadatan
Ro'īs/ Ketua
8 Ibnu Tamiah 17 XII SMA
Santri Putra
IX
9 Siti Fadilah 15 Madrasah Santri lama
Tsanawiah
Nia Syifa
10 15 X SMA Santri baru
Hayatul Milah
11 Nurul Jamilah 18 XI SMA Santri baru

12 Robiatul 16 XI SMA Santri baru


Adawiyah
Mudabbiroh/
Sri Purwanti Pengurus
13 16 XI SMA
Ayu Ningrum Santri Bidang Putri
Peribadatan
Mudabbiroh/
Agrisna Rida Sekretaris
14 17 XII SMA
Afiah Pengurus
Santri Putri
Mudabbiroh/
Pengurus
15 Siti Sarah 16 XII SMA
Santri Bidang
Peribadatan
Neng Syaidah Ro'īsah/ Ketua
16 17 XII SMA
Nafisah (Mala) Santri Putri
BAB IV
PENGGUNAAN AL-QUR’AN DALAM TRADISI WIRID DI
PONDOK PESANTREN AL-ATIQIYAH
Pada penelitian yang dilakukan Aḥmed al-Qaḍi di klinik Akbar
Panama City, Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan dengan
mendengarkan bacaan ayat-ayat al-Qur’an, termasuk dari kalangan non-
Muslim, dapat mengalami perubahan fisiologis positif yang sangat besar.
Data yang didapatkan adalah bahwa membaca al-Qur’an dapat
menghilangkan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa dan
menangkal berbagai macam penyakit. Dalam hal ini, al-Qaḍi memaparkan
bahwa manfaat dari membaca al-Qur’an selain sebagai bacaan umat
muslim, al-Qur’an juga menjadi metode terapi yang menenangkan tidak
hanya untuk umat muslim, melainkan untuk semua manusia.
Memperkuat penelitian al-Qaḍi, seorang dokter dalam laporan
penelitian yang disampaikan pada konferensi kedokteran Islam Amerika
Utara pada tahun 1984 menyebutkan, bahwa al-Qur’an terbukti mampu
mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang
mendengarkannya.1 Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran al-Qur’an dapat
memberikan pengaruh yang sangat luar biasa terhadap diri manusia. Al-
Qur’an menjadi dasar dan pedoman dalam menjalani kehidupan, dan
apabila seseorang membaca al-Qur’an dengan niat untuk beribadah kepada
Allah, maka Allah akan menerima dan menilainya sebagai suatu ibadah dan
memberikan ganjaran pahala kepadanya.

1
Humas Institut Ilmu Al-Qur’an, “Pengaruh Bacaan Al-Qur’an pada syaraf, Otak
dan Organ Tubuh lainnya.” Diakses, 2 Juni 2021,
https://iiq.ac.id/artikel/details/553/Pengaruh-Bacaan-Al-Qur%E2%80%99an-Pada-
Syaraf-Orak-dan-Organ-Tubuh-Lainnya

83
84

Di samping membaca, mempelajari dan memahami al-Qur’an juga


merupakan keharusan bagi setiap muslim untuk mengamalkannya,
Rasulullah Saw bersabda:2

ُ‫َخيْ ُرُكم َم ْن تَ َعلَّ َم الْ ُق ْرآ َن َو َعلَّ َمه‬


“Sebaik-baik kamu adalah siapa yang mempelajari Al-Qur’an dan
mengajarkannya”. (HR. al-Bukhārī).
Dalam kehidupan sehari-hari juga banyak ditemukan berbagai praktik
keagamaan yang lahir dari respons terhadap al-Qur’an, baik dalam bentuk
upaya pemahaman, pengamalan maupun dalam bentuk resepsi sosio-
kultural. Tidak terkecuali di Pondok pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi yang
sangat kental dengan kegiatan-kegiatan bernafaskan al-Qur’an diantaranya,
tadarus al-Qur’an, ḥifẓ al-Qur’ān, Qirā’ah al-Qur’ān dan kebiasaan wirid
menggunakan bacaan-bacaan al-Qur’an.
Tadarus al-Qur’an adalah kegiatan mengulang, mempelajari dan
membaca al-Qur’an dengan tujuan untuk memperlancar bacaan atau
menjaga hafalan agar tetap terjaga.3 Kegiatan ini biasanya dilakukan secara
individu maupun bersama-sama baik di majelis ataupun di masjid sebelum
tiba waktu salat. Lebih dari itu, para santri juga biasanya membaca al-
Qur’an pada waktu-waktu senggang mereka di asrama masing-masing.4
Dalam hal ini menjelaskan bahwa kegiatan tadarus al-Qur’an menjadi
kebiasaan yang melekat pada masyarakat, terutama di kalangan orang-
orang yang menempa ilmu agama di asrama berbasis pesantren atau pondok
pesantren itu sendiri. Sehingga kultur yang melekat pada wilayah tersebut
akan terasa nuansa agamis.

2
Al Imām Al Hafiẓ A ̒ bdillah Muhammad bin Ismā̒Ῑl bin IbrōhῙm bin Al
̓ bῙ A
MugῙrah Al Ja̒fῙ Al BukharῙ, ṣahῙh Al BukharῙ (Riyāḍ: Maktabah Al Rusyd, 2006), 720.
3
Redaksi MQ Times, “Keutamaan TadarusAl-Qur’an” Majalah Madrosatul
Qur’an Times; Media Kajian Al-Qur’an dan Pendidikan, Edisi 1 (Januari-Maret 2019): 18.
4
Neng Sayyidah Nafisah, (Ketua Santri Putri Pondok Pesantren Al-Atiqiyah),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 20 November 2019, Jawa Barat.
85

‫اإلبِ ِل ِِف ُع ُقلِ َها‬ َ ‫س ُُمَ َّمد بِيَ ِد ِه َْلَُو أ‬


ِْ ‫َش ُّد تَ َفلُّتًا ِم ْن‬ ِ َّ
ُ ‫اه ُدوا َه َذا الْ ُق ْرآ َن فَ َوالذي نَ ْف‬
َ ‫تَ َع‬
“Jagalah oleh kalian al-Qur’an ini (dengan banyak membacanya),
karena demi zat yang jiwaku ada pada kekuasaan-Nya, sesungguhnya
ia (al-Qur’an) itu lebih mudah lepas daripada lepasnya unta dari
talinya”. 5 (HR. Muslim)
Berkaitan dengan hadis di atas, kegiatan ḥifẓ al-Qur’ān juga
merupakan salah satu upaya untuk menghafal dan mengingat ayat-ayat al-
Qur’an agar tetap lestari dan tidak hilang terbawa arus perkembangan
zaman. Kegiatan ḥifẓ al-Qur’ān ini dilaksanakan setiap hari Senin-Jumat,
pagi dan malam di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah. Dalam prosesi
pelaksanaannya, selain setoran hafalan baru (ziadah) dan mengulang
hafalan lama (murāja’ah) terdapat pula kegiatan pembelajaran tahsīn,
asbāb al-Nuzūl serta tambahan pembelajaran kitab tījān al-Darārī dan kitab
al-Jurūmiyyah.6

Secara etimologi, Qirā’ah adalah kata jadian (masdar) dari kata kerja
qara’a (membaca). Sedangkan secara terminologi, menurut Ibn al-Jazārī,
qirā’āt adalah ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapkan kata-kata al-
Qur’an dan perbedaan-perbedaannya dengan menisbahkan kepada
penukilnya. Al-Zarkasyī dalam hal ini juga memberikan definisi bahwa
qirā’āt adalah perbedaan cara-cara melafalkan al-Qur’an, baik mengenai
huruf-hurufnya atau cara pengucapan hurufnya tersebut seperti takhfīf
(meringankan), taṡqil (memberatkan) atau yang lainnya.7

5
Al Imām ̓AbῙ Al Husaini Muslim bin Al Hajjāj Al QusyairῙ An-NaisābūrῙ, ṣahῙh
Muslim, Juz 1 (Beirūt: Dār Al-Kutub Al i̒ lmiyyah, 1991), 545.
6
Aisyah Syarifatun Nisa, (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Atiqiyah), diwawancarai
oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 15 Desember 2019 secara daring.
7
Ratnah Umar, Qira’at al-Qur’an (Makna dan Latar Belakang Timbulnya Perbedaan
Qira’at), Jurnal al-Asas, vol.3, no.2, (2019): 36.
86

Itulah penjelasan singkat mengenai tadarus al-Qur’an, ḥifẓ al-Qur’ān


dan Qirā’ah al-Qur’ān. Namun, di sini penulis akan memfokuskan pada
penggunaan al-Qur’an dalam tradisi wirid di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
Sukabumi yang akan penulis paparkan hasilnya dalam ulasan di bawah ini.

A. Prosesi dan Tradisi Wirid di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah


1. Sejarah Tradisi Wirid
Berbicara tentang sebuah tradisi, tentu tidak akan luput dari
bagaimana tradisi itu terbentuk, dari mana asal-usulnya, dan siapa
pencetusnya. Pada dasarnya jika kembali pada pengertian wirid atau zikir
itu sendiri, maka bisa disimpulkan aktivitas wirid atau zikir itu sendiri sudah
dilakukan oleh manusia pertama, yaitu Nabi Adam a.s. Akan tetapi konteks
yang lebih luas lagi, bahwasanya berdoa dan menyanjung nama Allah juga
dilakukan oleh para malaikat dan semua ciptaan-Nya. Hal itu didasarkan
bahwa konsep dari wirid atau zikir itu meminta dan menjunjung tinggi Zat
Pencipta, yaitu Allah swt.

Adapun secara literatur yang disampaikan oleh Ṡauban r.a, dalam


kitab Riwayat Ṣaḥīḥ Muslim disebutkan: “Telah kami riwayatkan dalam
kitab Ṣaḥīḥ Muslim, dari Ṡauban r.a, bahwa dia berkata: “Jika Rasulullah
saw. selesai melakukan salatnya, beliau membaca istigfar tiga kali, dan
membaca:

.‫ت يَا ذَا ا ْجلََلَِل َوا ِإل ْكَرِام‬


َ ‫ تَبَارْك‬،‫السَلَ ُم‬
َّ ‫ك‬َ ‫ َوِمْن‬،‫السَلَ ُم‬
َّ ‫ت‬َ ْ‫لله َّم أَن‬
ُ َ‫ا‬
‘Ya Allah, Engkau Maha memberi keselamatan, dan dari-Mu
keselamatan, Engkau Maha memberi Berkah wahai Zat Yang Maha
mulia.’”
Seiring berkembangnya zaman, para sahabat hingga ulama
menyebarkan tradisi wirid atau zikir ini. Sekalipun wirid atau zikir bukan
ibadah yang diwajibkan, melainkan disunahkan, akan tetapi wirid menjadi
87

penyempurna ibadah salat dan memperkuat diri pada jalan yang baik.
Begitu halnya dengan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah yang juga
menerapkan tradisi wirid dalam budaya pesantrennya. Tradisi ini sudah
lama dilakukan sejak pondok pesantren ini didirikan. Kegiatan Wirid
menggunakan bacaan-bacaan al-Qur’an sudah tidak asing lagi dilakukan
oleh para santri di pondok pesantren ini.
“Kalo wirid yang di pesantren ngikutin wirid yang di umum dulu
berarti yang ada di masyarakat, kan Pesantren itu lembaga
pengkaderan, kalo hidup bermasyarakat berarti kan membimbing
masyarakat, masyarakat punya anak, masyarakat juga punya
pembimbing kan ada Muallim itu yang suka ngajar suka ngimamin,
karena ilmu itu harus diajarkan harus disebar luaskan maka terciptalah
sebuah komunitas, sebuah lembaga, jadilah pengajian, jadilah
pesantren. Maka di pesantren diajarkan otomatis bukan hanya ilmu
tata cara ibadah saja tapi ilmu pasca ibadah ṣolat juga ada, yaitu
wirid.”8
Tradisi wirid ini memang sudah dijalankan dan dipraktikkan sejak
lama. Hal itu diperkuat melalui wawancara dengan Hj. Pipih Sofiyah
(pengasuh) yang menjelaskan bahwa tradisi wirid di Pondok Pesantren Al-
Atqiyah sudah berjalan sejak lama. Kemudian Ustazah Aisyah
Syarifatunnisa dalam wawancaranya juga menjelaskan:

“Sebelum Al-Atiqiyah berdiri, pembiasaan ini sudah dilakukan oleh


masyarakat sekitar Kp. Cipanengah yang dibaca di setiap bakda salat
fardu, dipimpin oleh tokoh/kiai/imam di kampung sekitar lalu
wiridan ini diterapkan kepada santri Al-Atiqiyah dari awal berdiri
yaitu tahun 1959. Biasanya saat santri baru masuk ke pesantren,
mereka akan diberikan buku wiridan untuk dibaca, dihafal dan
diamalkan.9
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tradisi wirid memang sudah ada
sebelum Pondok Pesantren Al-Atiqiyah didirikan. Tradisi itu sudah

8
H. Acep Sodikin (Pengasuh Bidang Peribadatan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah).
Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 17 November 2019, Jawa Barat. Acep
Sodikin, Wawancara.
9
Aisyah Syarifatun Nisa, Wawancara.
88

dijalankan oleh masyarakat Cipanengah dengan seorang tokoh agama yang


memimpin tradisi pembacaan wirid tersebut. Posisi Pondok Pesantren Al-
Atqiyah dalam hal ini adalah sebagai penguat dan penambah nuansa
Islamiyah di wilayah tersebut dengan semakin mengeratkan bidang
keilmuan agama bagi santri dan juga masyarakat.
2. Prosesi Praktik Wirid
Bacaan wirid pada umumnya sudah tersusun dengan rapi oleh para
kiai dan ulama pendahulu yang selanjutnya dipertahankan oleh kultur
masyarakat. Begitu pula dengan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah yang masih
menerapkan bacaan wirid yang sudah ada sebelumnya. H. Acep Sodikin
juga menyampaikan bahwa ayat-ayat yang biasa dijadikan wirid selalu
dibaca dan diamalkan secara berjamaah.10
Urutan bacaan wirid tersebut meliputi:
Tabel 4.1 Urutan Bacaan Wirid
No Bacaan Wirid
1) Membaca Istigfar (3 kali)

ِِ ‫اب احل ُقو ِق علَي ولِم َش‬


‫اِينَا َوِِإل ْخ َوانِنَا‬ ِ ‫َصح‬ َّ ‫الع ِظْيم َِل َولَِوالِ َد‬ ِ
َ َ َّ َ ْ ُ َ ْ ‫ي َوِأل‬ َ َ‫اَ ْستَغْف ُر اهلل‬
( ‫ات‬ ِ ِ ‫ات الأل‬ِ ‫ات واملسلِ ِمني والْمسلِم‬ ِ ِ ِِ ِِ
ْ ‫َحيَاء منْ ُه ْم َوالأل َْم َو‬
ْ َ ْ ُ َ َ ْ ْ ُ َ َ‫ني َوالْ ُم ْؤمن‬ َ ْ ‫َوجلَمْي ِع املُْؤمن‬
) ‫ كالي‬۳
2) Membaca;

ِ َ ْ‫َلَ إِلهَ إََِّل اهللُ َو ْح َده ََل َش ِري‬


ْ ‫احلَ ْم ُد ُُْييِ ْي َوُُيْي‬
‫ت َوُه َو َعلَى‬ ْ ُ‫ك َولَه‬
ُ ‫ لَهُ الْ ُم ْل‬، ‫ك لَه‬
) ‫ كالي‬۳ ( ‫ُك ِّل َش ْيء قَ ِديْ ْر‬
3) Membaca;

) ‫ كالي‬۳ ( ‫اَللّ ُه َّم أ َِج ْرِِن ِم َن النَّا ِر‬


4) Membaca;

10
H. Acep Sodikin, Wawancara.
‫‪89‬‬

‫السَلَ ْم َواَ ْد ِخ ْلنَا‬ ‫ِ‬


‫السَلَ ْم فَ َحيِّ نَا َربَّنَا بِ َّ‬
‫ك يَعُ ْو ُد َّ‬ ‫السَلَ ْم َوالَْي َ‬
‫ك َّ‬ ‫السَلَ ْم َوِمْن َ‬‫ت َّ‬ ‫اَللّ ُه َّم اَنْ َ‬
‫ت يَا ذَا ا ْجلَ ََل ِل َو ِْ‬
‫اإل ْكَر ْام‬ ‫ت َربَّنَا َوتَ َعالَْي َ‬
‫السَلَ ْم تَبَ َارْك َ‬
‫ا َجلنَّةَ َد ُار َّ‬
‫)‪5‬‬ ‫;‪Membaca‬‬

‫ت‪َ ,‬وََل يَنْ َف ُع‬ ‫اَللّه َّم ََل مانِع لِما أَعطَيت وََل مع ِطي لِما من عت ‪،‬وََل ر ِ‬
‫ضْي َ‬
‫آد ملاَ قَ َ‬
‫ُ َ َ َ ْ ْ َ َ ُ ْ َ َ ََ ْ َ َ َ َ‬
‫ذَا ا ْجلَ ِّد ِمنْ َ‬
‫ك ا ْجلَ ُّد‬
‫)‪6‬‬ ‫;‪Membaca‬‬

‫اللَّ ُه َّم أَعِ ِّن َعلَى ِذ ْك ِرَك َو ُش ْك ِرَك َو ُح ْس ِن عِبَ َادتِ ْ‬


‫ك‬
‫)‪7‬‬
‫‪Membaca Basmallah‬‬

‫الرِحْي ِم‬
‫مح ِن َّ‬ ‫بِ ْس ِم ال ٰلّ ِه َّ‬
‫الر ْ ٰ‬
‫)‪8‬‬
‫)‪Membaca surah al-Fātiḥah (1-7‬‬

‫ك يَ ْوِم‬ ‫الرِحي ِمَ ٰملِ ِ‬


‫مح ِن َّ ْ‬ ‫نيَ َّ‬
‫الر ْ ٰ‬ ‫الرِحي ِم اَ ْحلم ُد لِٰلّ ِه ر ِّ ِ‬
‫ب الْ ٰعلَم ْ َ‬ ‫َ‬ ‫مح ِن َّ ْ َ ْ‬ ‫بِ ْس ِم ال ٰلّ ِه َّ‬
‫الر ْ ٰ‬
‫الصَرا َط الْ ُم ْستَ ِقْي َمَ ِصَرا َط الَّ ِذيْ َن‬ ‫نيَ اِ ْه ِدنَا ِّ‬ ‫ِ‬
‫اك نَ ْستَع ْ ُ‬ ‫اك نَ ْعبُ ُد َواِيَّ َ‬ ‫الدِّيْ ِنَ اِيَّ َ‬
‫ب َعلَْي ِه ْم َوََل َّ‬‫ضو ِ‬ ‫اَنْ َع ْم َ ِ‬
‫ࣖ‬ ‫الضاۤلِّ ْ َ‬
‫ني‬ ‫ت َعلَْيه ْم ەَ َغ ِْْي الْ َم ْغ ُ ْ‬
‫)‪9‬‬
‫‪Membaca surah al-Mu’awwizatain (surah al-Ikhlāṣ, al-Falaq, al-‬‬

‫)‪Nās‬‬

‫‪A. Surah al-Ikhlāṣ‬‬


‫الص َم ُدَ َملْ يَلِ ْد َوَملْ يُ ْولَ ْدَ َوَملْ يَ ُك ْن لَّه ُك ُف ًوا اَ َح ٌد‬
‫ࣖ‬ ‫قُ ْل ُه َو ال ٰلّهُ اَ َح ٌدَ اَل ٰلّهُ َّ‬
‫‪B. Surah al-Falaq‬‬
‫بَ َوِم ْن َشِّر‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫قُل اَعوذُ بِر ِّ ِ ِ‬
‫ب الْ َفلَقَ م ْن َشِّر َما َخلَ َقَ َوم ْن َشِّر غَاسق اذَا َوقَ َ‬ ‫ْ ُْ َ‬
‫ࣖ‬ ‫اسد اِذَا َح َس َد‬
‫ٰت ِّف الْع َق ِدَ وِمن َشِّر ح ِ‬
‫َ‬ ‫َ ْ‬ ‫ُ‬
‫النَّ ّٰفث ِ‬
‫‪C. Surah al-Nās‬‬
‫اخلَن ِ‬
‫َّاسَ‬ ‫اس ەَ ْ‬ ‫َّاسَ اِٰل ِه الن ِ‬
‫َّاسَ ِم ْن َشِّر الْ َو ْس َو ِ‬ ‫َّاسَ ملِ ِ‬
‫ك الن ِ‬ ‫ب الن ِ َ‬ ‫قُ ْل اَعُ ْوذُ بَِر ِّ‬
‫َّاسَ ِم َن ا ْجلِن َِّة َوالن ِ‬
‫ص ُد ْوِر الن ِ‬ ‫َّ ِ‬
‫ࣖ‬ ‫َّاس‬ ‫س ِ ِْف ُ‬
‫الذ ْي يُ َو ْس ِو ُ‬
‫‪90‬‬

‫‪Surah al-Ikhlāṣ dibaca sebanyak tiga kali setelah surah al-‬‬


‫‪Fātiḥah. Surah al-Falaq, dan surah al-Nās dibaca masing-masing‬‬
‫‪satu kali.‬‬
‫‪10) Membaca Qs. al-Baqarah/ 2: 163, 255 dan 284-286‬‬
‫‪a) Ayat 163‬‬

‫الرِحْي ُم‬
‫ࣖ‬ ‫مح ُن َّ‬
‫الر ْ ٰ‬ ‫واِ ْٰل ُكم اِٰله َّو ِ‬
‫اح ٌدَ ََلَاِٰلهَ اََِّل ُه َو َّ‬ ‫َ ُ ْ ٌ‬
‫‪b) Ayat 255‬‬

‫ِ ِ‬
‫ت‬ ‫اَل ٰلّهُ ََلَ ا ٰلهَ اََّل ُه َوَ اَ ْحلَ ُّي الْ َقيُّ ْوُم ەَ ََل تَأْ ُخ ُذه ِسنَةٌ َّوََل نَ ْوٌمَ لَه َما ِّف َّ‬
‫الس ٰم ٰو ِ‬
‫ني اَيْ ِديْ ِه ْم َوَما‬ ‫ِ ِ ِِ‬ ‫ِ‬
‫ضَ َم ْن ذَا الَّذ ْي يَ ْش َف ُع عنْ َده اََّل بِا ْذنه يَ ْعلَ ُم َما بَ ْ َ‬ ‫َوَما ِّف ْاَلَْر ِ‬
‫الس ٰم ٰو ِ‬ ‫ِ‬
‫ت‬ ‫َخلْ َف ُه ْمَ َوََل ُُِيْيطُْو َن بِ َش ْيء ِّم ْن عِ ْل ِمه اََّل ِِبَا َشاۤءََ َو ِس َع ُك ْرِسيُّهُ َّ‬
‫ضَ َوََل يَُْو ُده ِح ْفظُ ُه َماَ َوُه َو الْ َعلِ ُّي الْ َع ِظْي ُم‬ ‫َو ْاَلَْر َ‬
‫‪c) Ayat 284-286‬‬
‫ِ‬
‫ِ‬
‫ِفَ اَنْ ُفس ُك ْم اَْو ُُتْ ُف ْوهُ‬ ‫ض َ َوا ْن تُْب ُد ْوا َما ِ ْ‬ ‫ت َوَما ِّف ْاَلَْر ِ‬ ‫لِٰلّ ِه َما ِّف َّ‬
‫الس ٰم ٰو ِ‬
‫ب َم ْن يَّ َشاۤءُ َ َوال ٰلّهُ َع ٰلى ُك ِّل َش ْيء‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ٰ‬
‫ُُيَاسْب ُك ْم بِه اللّهُ َ فَيَ ْغف ُر ل َم ْن يَّ َشاۤءُ َويُ َع ِّذ ُ‬
‫ِ‬
‫الر ُس ْو ُل ِِبَاَ اُنْ ِزَل اِلَْي ِه ِم ْن َّربِّه َوالْ ُم ْؤِمنُ ْو َنَ ُكلٌّ اٰ َم َن بِال ٰلّ ِه َوَم ٰلۤى َكتِه َوُكتُبِه‬
‫قَ ِديٌْر اٰ َم َن َّ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك‬‫ك َربَّنَا َوالَْي َ‬ ‫ني اَ َحد ِّم ْن ُّر ُسله َ َوقَالُْوا ََِس ْعنَا َواَطَ ْعنَا غُ ْفَرانَ َ‬ ‫َوُر ُسله ََل نُ َفِّر ُق بَ ْ َ‬
‫ِ‬ ‫صي ر ََل ي َكلِّ ٰ‬ ‫ِ‬
‫تَ‬ ‫ت َو َعلَيْ َها َما ا ْكتَ َسبَ ْ‬ ‫ف اللّهُ نَ ْف ًسا اََّل ُو ْس َع َها َ َْلَا َما َك َسبَ ْ‬ ‫الْ َم ْ ُ ُ ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫صًرا َك َما‬ ‫َربَّنَا ََل تُ َؤاخ ْذنَاَ ا ْن نَّسيْ نَاَ اَْو اَ ْخطَأْنَا َ َربَّنَا َوََل ََْتم ْل َعلَيْ نَاَ ا ْ‬
‫ِ ِ ِ‬
‫ف َعنَّاَ‬ ‫َمحَلْتَه َعلَى الَّذيْ َن م ْن قَ ْبلنَا َ َربَّنَا َوََل َُتَ ِّملْنَا َما ََل طَاقَةَ لَنَا بِه َو ْاع ُ‬
‫ࣖ‬ ‫ص ْرنَا َعلَى الْ َق ْوِم الْ ٰك ِف ِريْ َن‬‫ت َم ْوٰلىنَا فَانْ ُ‬
‫ِ‬
‫َوا ْغف ْر لَنَاَ َو ْار َمحْنَا َ اَنْ َ‬
‫‪11) Membaca Qs. Āli-‘Imrān/ 3: 18-19 dan 26-27‬‬
‫‪a) Ayat 18-19‬‬

‫َش ِه َد ال ٰلّهُ اَنَّه ََلَ اِٰلهَ اََِّل ُه َوَ َوالْ َم ٰلۤى َكةُ َواُولُوا الْعِلْ ِم قَاۤى ًماَ بِالْ ِق ْس ِطَ ََلَ اِٰل َه‬
‫اَل ْس ََل ُم َ‬ ‫اََِّل هو الْع ِزي ز ا ْحلكِيم اِ َّن الدِّين عِنْ َد ال ٰلّ ِه ِْ‬
‫َْ‬ ‫ُ َ َ ُْ َ ْ ُ‬
‫‪91‬‬

‫‪b) Ayat 26-27‬‬

‫َّن تَ َشاۤءَُ َوتُعُِّز َم ْن‬ ‫ك ت ؤتِى الْم ْلك من تشاۤء وت ن ِزع الْم ْل ِ‬ ‫ٰ ِ‬
‫ك ِم ْ‬ ‫ك الْ ُم ْل ِ ُ ْ ُ َ َ ْ َ َ ُ َ َ ْ ُ ُ َ‬ ‫قُ ِل اللّ ُه َّم ٰمل َ‬
‫َّك َع ٰلى ُك ِّل َش ْيء قَ ِديٌْر تُ ْولِ ُج الَّْي َل ِّف‬ ‫ِ‬ ‫تَ َشاۤءُ َوتُ ِذ ُّل َم ْن تَ َشاۤءُ َ بِيَ ِد َك ْ‬
‫اخلَيْ ُر َ ان َ‬
‫ت ِم َن ا ْحلَ ِّي َوتَ ْرُز ُق‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َّها ِر وتُولِج الن َ ِ‬
‫ِج الْ َميِّ َ‬ ‫َّه َار ّف الَّْي ِل َوُُتْر ُ‬
‫ِج ا ْحلَ َّي م َن الْ َميِّت َوُُتْر ُ‬ ‫الن َ َ ْ ُ‬
‫َم ْن تَ َشاۤءُ بِغَ ِْْي ِح َساب‬
‫;‪12) Membaca‬‬

‫ِ‬ ‫ِ‬
‫إِْل َي َرِِّّب يَا َسيِّدي أَنْ َ‬
‫ت َم ْوَلَنَا ُسْب َحا َن اهلل‬
‫‪13) Membaca kalimah Ṭayyibah‬‬

‫)‪a‬‬ ‫( ‪Membaca tasbīh‬‬ ‫)‪ُ 33x‬سْب َحا َن اهلل‬


‫احلم ُد لِ ِ‬
‫له ( ‪Membaca tahmīd‬‬
‫)‪b‬‬ ‫) ‪ْ َْ 33x‬‬
‫كبَ ر ( ‪Membaca takbīr‬‬
‫)‪c‬‬
‫)‪33x‬اهللُ اَ ْ ْ‬
‫)‪14‬‬
‫‪Membaca‬‬
‫ِ‬ ‫َلَ إِلهَ إََِّل اهللُ َو ْح َده ََل َش ِريْ َ‬
‫ك َولَهُ ا ْحلَ ْم ُد ُُْييِ ْي َوُُيْي ْ‬
‫ت َوُه َو َعلَى‬ ‫ك لَه ‪ ،‬لَهُ الْ ُملْ ُ‬
‫ُك ِّل َش ْيء قَ ِديْ ْر‬
‫‪15) Membaca‬‬

‫اهلل الْ َعلِ ِّي الْ َع ِظْيم‬


‫واَنْت حسُب اهلل ونِعم الوكِيل‪ ,‬وَلَحوَلَ وَلَقُ َّوةَ إَِلَّ بِ ِ‬
‫َ َ َ ْ َُ ُ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ‬
‫‪16) Membaca‬‬

‫ِ‬ ‫يا لَ ِطيف يا َك ِفي ياح ِفي ُ ِ‬


‫ت‬ ‫ف يَا َوِ ْ‬
‫ِف يَا َك ِرْْيُ اَنْ َ‬ ‫ظ يَا َشف ْي اهلل (‪ ۴‬كاَل) ‪ ,‬يَا لَطْي ُ‬‫َ ْ ُ َ ََْْ‬
‫اهلل‪.‬‬
‫‪17) Membaca‬‬

‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ك ا ْحلَ ُّق الْ ُمبِ ْ ْ‬
‫ني (‪ ۱۰۰‬كاَل)‬ ‫َلَ الهَ اََّل اهللُ الْ َمل ُ‬
‫‪18) Membaca‬‬

‫الص ِاد ُق الْ َو ْع ُد ْاأل َِم ْني (‪ ۳‬كاَل)‬ ‫ك ا ْحل ُّق الْمبِني ُُم َّم ٌد رسو ُل ِ‬‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫اهلل َّ‬ ‫َلَ الهَ اََّل اهللُ الْ َمل ُ َ ُ ْ ْ َ َ ُ ْ‬
‫‪19) Membaca Doa‬‬
92

Bagian terakhir adalah membaca doa yang dipimpin oleh seorang


imam. Bagian terakhir ini dilakukan untuk menutup sholat dan juga wirid
yang telah dikerjakan sebelumnya dengan harapan mendapatkan manfaat
dan hikmah melalui proses ibadah yang dijalankan.
3. Dalil yang Melatar belakangi Tradisi Wirid
Yang menyangkut kehidupan Muslim haruslah berlandaskan sebuah
dalil al-Qur’an ataupun hadis yang bersumber dari Rasulullah Saw., agar
pada penerapannya tidak menyimpang dari sumber-sumber ajaran Islam.
Adapun dalil yang menjadi landasan praktek wirid di Pondok Pesantren Al-
Atiqiyah Sukabumi, ialah berlandaskan firman Allah di dalam al-Qur’an:

‫ين ءَ َامنُواْ ٱذَ ُك ُرواْ ٱللَّهَ ِذكَ ًرا َكثِ ًْيا‬ ِ َّ


َ ‫يَأَيُّ َها ٱلذ‬
َٰ
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut
nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya”. (Qs. al-Aḥzāb/ 33:
41).

ِ ‫فَٱذَ ُكر ِوِنَ أَذَ ُكرَ ُكمَ وٱشَ ُكرواْ ِِل وََل تَكَفُر‬
‫ون‬ُ َ ُ َ ُ
“karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula)
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku”. (Qs. al-Baqarah/ 2: 152).
Menurut KH. Wawan Khaerul Anwar11 dalam wawancaranya
menjelaskan bahwa perintah melaksanakan wirid juga dijelaskan oleh Imam
Nawawi dalam kitabnya “al- Ażkār a-Nawāwī”,12 bāb al-Ażkār ba’da ṣalat.
Lihat bagian tengah kitabnya yang Bahasa Arab, di situ dijelaskan perintah
ibadah zikir setelah selesai salat.

“Apabila kamu telah selesai dua rakaat fardu, setelah membaca


istigfar 3x ada hadisnya baca:

11
KH. Wawan Khoerul Anwar, Wawancara.
12
Imam an-Nawawi, Al-Azkar An-Nawawi (Kitab induk doa dan zikir), terj. Ulin
Nuha, cet. I (Yogyakarta: Mutiara Media, 2015), 57.
93

ِ َ ْ‫َلَ إِلهَ إََِّل اهللُ َو ْح َده ََل َش ِري‬


‫ت َوُه َو َعلَى ُك ِّل َش ْيء‬ ْ ‫ك َولَهُ ا ْحلَ ْم ُد ُُْييِ ْي َوُُيْي‬
ُ ْ‫ لَهُ الْ ُمل‬، ‫ك لَه‬
‫ َم ْن َسبَ َح اهللَ ِّف‬،‫ ُسْب َحا َن اهلل َواحلَ ْم ُد لِلّه َوَل اِلهَ اََِّل اهللُ َواهللُ اَ ْكبَ ْر‬،‫قَ ِديْ ْر‬
“Membaca tasbih setelah salat”
“Ada juga hadis Bukhari tentang zikir bakda salat. Lihat Matan al-
Bukhārī jilid 1 halaman 152 Bab zikir bakda salat”.

Dalam pengkajiannya menjelaskan bahwa wirid merupakan sarana


yang bisa diuji manfaatnya. Oleh sebab itu sekalipun wirid ini hukumnya
sunah, akan tetapi terdapat banyak dalil yang menguatkan bahwa wirid
adalah sebagai bentuk ibadah tambahan yang apabila dikerjakan menambah
pahala dan tidak mendapat dosa apabila tidak dikerjakan.
Diriwayatkan dalam kitab sunan al-Tirmiżī dari riwayat Umāmah ra.
Bahwa dia berkata: “Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah Saw.:
“Doa apa yang paling dikabulkan oleh Allah?” Beliau menjawab: “Di akhir
malam dan setelah salat maktubah (fardu).” Imam al-Tirmiżī mengatakan
bahwa hadis ini hasan.
Diriwayatkan pula dalam kitab Ṣaḥīḥ Bukhārī Muslim dari Syu’bah
ra: “Sungguh jika Rasulullah Saw. Selesai dari salatnya dan membaca
salam, dan membaca:

ِ
َ‫الله َّم َل‬
ُ َ‫ ا‬،‫ك َولَهُ احلَ ْم ُد َوُه َو َعلَى ُك ِّل َش ْيء قَديٌْر‬ ُ ْ‫ لَهُ املل‬،ُ‫ك لَه‬ َ ْ‫َلَإِٰلهَ إََِّل اهللُ َو ْح َدهُ َلَ َش ِري‬
ُ ِ ِ ِ ِ
َ ْ‫ت َوَلَ يَنْ َف ُع ذَا اجلَ ِّد ِمن‬
.ِّ‫ك اجلَد‬ َ ‫ت َوَلَ ُم ْعط َي ل َما َمنَ ْع‬
َ ‫َمان َع ل َما أ َْعطَْي‬
“Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha
Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-nya kerajaan dan segala puji, Dia
atas segala sesuatu Yang Maha Kuasa, Ya Allah tidak ada yang bisa
mencegah apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang bisa memberi
apa-apa yang Engkau tolak, dan tidak ada yang bisa memanfaatkan-
Mu, Wahai Zat Yang Maha Mulia.”13

13
Imam an-Nawawi, Al-Azkar An-Nawawi, 97-98.
94

Dari beberapa sumber di atas sudah dapat dipastikan bahwa wirid


setelah salat sudah dilakukan oleh Rasulullah saw. dan juga sudah ditiru
oleh sebagian besar sahabat hingga dipertahankan pada generasi ulama.
Maka wirid menjadi ibadah sunah yang konsisten dilakukan oleh Nabi
Muhammad dan dipercaya memberikan manfaat apabila diamalkan secara
sungguh.
4. Tujuan Penerapan Praktik Wirid Menggunakan Bacaan-Bacaan Al-
Qur’an
Setiap praktik dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga
melalui praktik tersebut, seseorang dapat meraih apa yang dikejar. Begitu
halnya dengan tradisi wirid. Wirid dilaksanakan untuk mencapai tujuan
yang dimohonkan kepada Allah swt. H. Acep Sodikin dalam wawancaranya
menyampaikan ayat sebelum memaparkan di mana ayat tersebut berasal
dari Qs. al-Ra’d/ 13: 28, yang artinya:
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”
(Qs. al-Ra’d/ 13: 28).
“Ketenangan batin. Orang yang tidak berzikir tidak akan tenang
batinnya. Karena orang tenang batinnya itu bukan orang yang banyak
duit ataupun banyak harta, tapi orang yang banyak mengingat Allah,
baca Qur’an, selawat itu membuat tenteram kepada hati. Kan
beragama tuh buat ketenteraman, kalo manusia tanpa agama, itu kan
A tidak, agama kacau. Manusia yang tidak beragama kacau hidupnya,
pikirannya kacau, maka penting dalam umat beragama itu salah satu
yang paling pentingnya dalam agama yaitu adanya aurād.”14
Hj. Pipih melalui wawancara pada 17 November 2019 juga
memaparkan tujuan wirid sebagai berikut:

“untuk zikir kepada Allah. Sebelum kita beraktivitas seperti kerja atau
apa pun itu mulailah dengan zikir kepada Allah, karena sesuatu yang
dimulai dengan zikir itu insya Allah jadi berkah dan segala aktivitas
yang kita kerjakan semata-mata untuk mengingat Allah gitu. Jadi

14
H. Acep Sodikin, Wawancara.
95

sebenarnya zikir itu enggak harus habis salat aja gitu tapi di setiap
kesempatan yang ada kita harus terus mengingat Allah.”15
Hj. Hindun Megawati yang menjabat sebagai Bendahara Pesantren
menjawab pertanyaan dalam wawancara pada 17/11/2019 mengenai tujuan
wirid:
“Pertama, mengamalkan sunah yang sudah dicontohkan Rosul dan
diamalkan oleh para wali dan ulama. Kedua, untuk membentengi diri,
dan ketiga, untuk menumbuhkan dan memperkukuh keimanan.”16
Dari penjelasan di atas, mulai dari pimpinan hingga pengasuh di
bidang masing-masing menjelaskan tujuan dari wirid yang dilaksanakan di
Pondok Pesantren Al-Atiqiyah. Kesimpulannya adalah wirid bertujuan
untuk terus mengingatkan hamba kepada Tuhannya, menjalankan sunah
Rasulullah, menjaga kesabaran saat setelah selesai salat serta menguatkan
iman dalam diri masing-masing.

B. Wirid Qur’ani dalam Pandangan Santri dan Pengasuh PP Al-


Atiqiyah
1. Pemahaman Santri dan Pengasuh terkait Ayat-ayat Al-Qur’an yang
dijadikan wirid.
Setiap orang memiliki bahasa masing-masing dalam mendefinisikan
sesuatu, begitu pun dengan pandangan-pandangan santri serta pengasuh dan
jajarannya tentang wirid al-Qur’an di PP. Al-Atqiyah, Sukabumi. Wirid al-
Qur’an berarti menjadikan ayat-ayat al-Qur’an sebagai sarana berzikir, baik
setelah salat maupun sebelum salat. Adapun padangan wirid al-Qur’an dari
pengasuh hingga santri adalah sebagai berikut:
a. Pengasuh

15
. Hj. Pipih Sopiah (Pengajar/ustazah sekaligus Imam Shalat santri putri Pondok
Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 17
November 2019, Jawa Barat.
16
Hj. Hindun Megawati (Pengajar/ustazah Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 17 November 2019, Jawa Barat
96

Tabel 4.2 Analisis Data atas aspek Pemahaman Ayat-ayat al-Qur'an yang
dijadikan Wirid (Pengasuh)
Pertanyaan:
Jawaban: Menurut anda, Mengapa di Pondok
Pesantren al-Atiqiyah surat-surat seperti (Surat al-
Fātiḥah , Qs. al-Ikhāṣ/ 112: 1-4, Qs. al-Falaq/ 113:
Nama 1-5, Qs. al-Nās/114: 1-6, Qs. al-Baqarah/ 2: 163,
No
Informan 255, 284-286; Qs. Āli-‘Imrān /3: 18-19, 26-27)
yang dipilih untuk melengkapi bacaan wirid
lainnya yang kemudian di jadikan wirid selepas
shalat fardhu? Apa keistimewaan dari surat-surat
tersebut?
1 KH. Wawan Sebenarnya membaca al-Qur’an dalam wirid itu
Khoerul hukumnya sunah, akan tetapi semakin banyak ayat
Anwar, M.Pd al-Qur’an yang kita baca maka akan semakin
banyak pula pahala yang diberikan Allah kepada
kita.
2 H. Acep Mengalami apa, ketika beliau ditelan ikan hiu di
Sodikin, S.S, dalam perutnya kemudian beliau membaca lafadz
S.Kom tersebut maka dengan izin Allah selamat,
dimuntahkan. Maka orang berbuat apa yang
dicontohkan oleh para Nabi, misal dulu tuh sakit
dipatok ular berbisa Rasul mengucapkan apa
membaca al-Fātiḥah 7x, ditiupkan dikasih garem,
kita ikutin gitu. Jadi memang kenapa dipilih ya
karena ada khasiat. Contoh juga seperti barang
siapa membaca ayat Qursy pagi makan akan
terhindar dari gangguan setan, yasin juga sama dari
pagi sampai sore berikutnya. Baca al-Ikhāṣ 3x
setara dengan membaca satu al-Qur’an satu kali
tamatan. Perlindungan dari setan (al-Nās),
perlindungan dari sifat hasud (al-Falaq).
97

3 Hj. Dra. Pipih karena di dalam kitab fathul mu’in juga dijelaskan
Sofiyah, M. Si keutamaan-keutamaan ayat al-Qur’an tersebut
seperti al-Fātiḥah , al-Ikhāṣ 3x, kemudian di dalam
hadis Nabi juga diriwayatkan bahwa yang
membaca surah al-Ikhāṣ sama dengan membaca
satu al-Qur’an pahalaya. kenapa? Karena Al-
Qur’an itu di dalamnya mentauhidkan Allah, jadi
ayat-ayat al-Qur’an yang ada di wiridan itu ya ayat-
ayat yang penting saja. Seperti al-Fātiḥah kan
induknya al-Qur’an, kalo diibaratkan skripsi mah
pendahuluannya gitu yang meliputi semua semua
materi yang akan dibahas di dalam skripsi”. Al-
Falaq itu untuk memohon perlindungan dan
penjagaan diri, kan waktu zaman Rasulullah ketika
beliau disihir oleh orang-orang Yahudi, Rasulullah
di dalam rumahnya itu disimpenan boneka
dinamain Muhammad nah disitu ditusuk oleh
jarum, nah itu teh ke diri Rasulullah jadi sakit terus
kata Allah melaui malaikat jibril.
Ya, karna kan ada dalam hadis/ada keterangan yang
menerangkan bahwa ada yang namanya gangguan
Hj. Hindun
jin, setan dan ilmu-ilmu sihir. Nah, kaitannya
4 Megawati, S.
dengan itu untuk menolak pengaruh-pengaruh sihir
Pi
itu dan sebagainya ya dengan membaca surah-surah
tersebut, seperti surah al-Nās, al-Falaq.”
5 Aisyah
Syarifatunnisa,
S.S

Pimpinan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi, Drs. KH.


Wawan Khaerul Anwar mengutarakan pandangannya perihal wirid al-
Qur’an yang menjadi budaya di PP. Al-Atiqiyah beliau menganggap
membaca al-Qur’an dan wirid merupakan ibadah sunah dan akan
mendapatkan banyak pahala apabila diamalkan.17
Melalui penjelasan KH. Khoerul Anwar dapat dijelaskan bahwa
membaca al-Qur’an atau wirid dengan bacaan ayat-ayat al-Qur’an adalah

17
KH. Wawan Khoerul Anwar, Wawancara.
98

nilai tambah bagi siapa saja yang ingin mendapatkan banyak pahala selain
pahala dari ibadah wajib. Di setiap pesantren yang bernuansa Nahdlatul
Ulama sudah pasti menerapkan tradisi wirid setelah salat fardu, hal itu
dilakukan untuk menutup kekurangan dalam proses salat sebelumnya.18
H. Acep Sodikin dalam wawancaranya bahwa beliau setuju mengenai
penggunaan ayat-ayat al-Qur’an sebagai bacaan wirid. Serta dalam
penjelasannya, wirid memiliki dasar sumber yang melandasi bahwa tradisi
wirid al-Qur’an bukanlah sesuatu yang bidah dan menyesatkan, justru wirid
al-Qur’an menjadikan manusia semakin mengenal sejarah masa lalu, ke-
Esaan Allah swt. serta tuntunan-tuntunan kebajikan yang tertuang di dalam
al-Qur’an.
Dalam wawancaranya, Hj. Pipih Sofiyah menyampaikan
pandangannya mengenai wirid al-Qur’an berdasarkan kitab Fatḥ al-Mu’īn
dijelaskan tentang keutamaan-keutamaan al-Qur’an. Di dalam kitab
tersebut juga disampaikan mengenai manfaat-manfaat yang dirasakan
apabila mengamalkan surat atau ayat dalam al-Qur’an.19
Adapun Hj. Hindun Megawati menyampaikan kesetujuannya
mengenai al-Qur’an sebagai bacaan wirid. Beliau berpendapat bahwa
sebagian dari bacaan wirid adalah doa dan pujian kepada Allah swt.
Sehingga doa serta pujian itu pun pada dasarnya sudah tertulis pada nas al-
Qur’an dan manusia hanya perlu melafalkan dan mengamalkannya.

18
H. Acep Sodikin, Wawancara.
19
Hj. Pipih Sopiah, Wawancara.
99

b. Santri Putra
Tabel 4.3 Analisis Data atas aspek Pemahaman Ayat-ayat al-Qur'an yang
dijadikan Wirid (Santri Putra)
Pertanyaan: Apakah Anda setuju dengan
penggunaan ayat-ayat al-Qur’an pada tradisi
wirid?
Nama
No Sejauh mana anda memahami ayat-ayat al-Qur’an
Informan
yang tercantum dalam wirid yang ada di Pondok
ini?
Jawaban:
1 Muhammad Setuju, ya karena dengan adanya ayat-ayat al-
Aji As-Segaf Qur’an dalam wirid terus kita baca setiap hari
maka kita akan terbiasa dan lancar gitu membaca
al-Qur’annya. Dan untuk pemahamannya sih Yah
kan di bacaan wirid itu ada tuh ayat al-Qur’annya
seperti Ayat Qursy surah Al-Baqarah, surah al-
Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan al-Nās. Misal surah al-
Fātiḥah itu kan
َ‫ني‬ ِ ِّ ‫اَ ْحلم ُد لِٰلّ ِه ر‬
َ ْ ‫ب الْ ٰعلَم‬َ َْ
“Segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam”
jadi Allah itu Tuhan semesta alam, yang
menciptakan semua makhluk yang ada di bumi
dan di langit.
َ‫الرِحْي ِم‬
َّ ‫مح ِن‬
ٰ ْ ‫الر‬
َّ
“yang maha pengasih lagi maha penyayang”
Allah itu maha pengasih yang memberikan rezeki
dan kehidupan.
2 Muhammad Setuju ya, supaya bisa menenangkan hati, dan
Rino supaya bisa mempelajari ayat-ayat al-Qur’an
menjadi lebih baik. iya seperti surah al-Ikhlāṣ, al-
Falaq, al-Nās, surah al-Baqarah (ayat Kursy). Nah
misal surah al-Fātiḥah yang mengatakan “Allah
maha pengasih lagi maha penyayang” misalnya
kita memohon gitu nah nanti Allah pasti
mengabulkan.
3 Muhammad Menurut saya jika dalam wirid ada ayat al-
Solihin Qur’annya ya bagus, baik misalnya kan di situ ada
ayat Kursy tuh surah al-Baqarah (Alif-Lam-Mim),
al-Ikhlāṣ, al-Falaq, al-Nās kaya gitu, ya itu
100

mungkin sebagai tambahan supaya kita hafal.” tapi


kalo dalam sejauh mana memahami insya Allah
masih dalam tahap belajar sedikit-sedikit insya
Allah ada paham-paham. Misalnya surah al-
Fātiḥah , dalam surat itu kana ada ayat yang
maknanya “tunjukilah ke jalan yang lurus” itu tuh
mungkin kalo kita sering membacanya tuh insya
Allah kita dapat hidayah, ditunjuki ke jalan yang
lurus, terus kita sering berbuat baik gitu. Dan misal
lagi dalam surah al-Ikhlāṣ itu mengajarkan
ketauhidan bahwa Allah itu sat uterus Allah tuh
bukan dua, bukan tiga gitu jadi kita tuh ya harus
percaya kepada Allah Swt.
4 Khoerul ya karena al-Qur’an sebagai pedoman hidup
Fahrezi manusia, makanya baik kalo dijadikan wirid dan
dibaca berulang-ulang. Tapi kalo maknanya sih
kurang tau ya teh karna paling baca doang.
5 Muhammad iya setuju, karena kan dalam wiridan itu
Yusuf Ananial mengandung doa, karena doa itu adalah senjatanya
orang mukmin. iya ada al-Fātiḥah , al-Ikhlāṣ, Al-
Falaq, al-Nās, al-Baqarah ayat terakhir. Tapi kalo
memahami belum sih teh paling surah-surah yang
pendek aja seperti dalam surah al-Fātiḥah misal
yang artinya “segala puji bagi Allah”, terus surah
al-Ikhlāṣ yang mengandung arti “Allah itu Esa,
Tunggal, Tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan”
6 Hadiatul Setuju. karena kan di setiap ayat juga mengandung
Mustofa arti-arti tertentu”. Tapi untuk pemahaman ayatnya
sih enggak sih teh kalo dari keseluruhan ayat yang
ada di wiridan gak semuanya tau artinya, paling
juga kaya surah al-Fātiḥah ada ayat
َ‫ك يَ ْوِم الدِّيْ ِن‬
ِ ِ‫الرِحي ِمَ ٰمل‬
ْ َّ ‫مح ِن‬
ٰ ْ ‫الر‬
َّ َ‫ني‬ ِ ِّ ‫اَ ْحلم ُد لِٰلّ ِه ر‬
َ ْ ‫ب الْ ٰعلَم‬َ َْ
“segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam”
Jadi wajib yah wajibnya bukan hanya untuk satu
atau dua orang tapi untuk seluruh umat Islam yaitu
wajib mengimani sesuai dengan rukun iman yang
pertama. Mengimani bahwa adanya Allah, satu-
satunya Allah yang wajib disembah. Allah tempat
memohon dan meminta pertolongan gitu.
Kemudian ada juga ayat
101

َ‫الْ ُم ْستَ ِقْي َم‬ ‫الصَرا َط‬


ِّ ‫اِ ْه ِدنَا‬
Jadi dalam ayat itu sendiri kita meminta kepada
Allah untuk ditunjukkan ke jalan yang lurus, itu
berarti enggak semua orang itu benar makanya
perlu ditunjukkan jalan yang lurus supaya jadi
benar.”
7 Dede Iman Nur Setuju, tapi kalo ditanya sejauh mana memahami
Alim Adi sih belum terlalu paham ya, tapi ada lah sedikit-
Nugraha sedikit yang saya tau dari segi maknanya misalnya
pada surah al-Fātiḥah itu kana da kata yang
bermakna “tunjukilah jalan yang lurus”, nah itu
berarti sebuah permohonan kita kepada Allah agar
ditunjukkan jalan yang lurus”.
8 Ibnu Tamiah Setuju. Yang pertama yang pastinya banyak ayat
al-Qur’an yang dianjurkan bahkan sering dibaca
oleh kanjeng Rosul ketika sudah salat atau ketika
salat. “kalo segi maknanya sih dari keseluruhan
surah-surah itu enggak terlalu paham ya teh paling
surah-surah tertentu kaya surah al-Fātiḥah sebagai
pembuka surah, terus dari ayat-ayat yang lain sih
kebanyakan tentang permohonan kepada Allah.
Contoh dari potongan ayat
َ‫الْ ُم ْستَ ِقْي َم‬ ‫الصَرا َط‬
ِّ ‫اِ ْه ِدنَا‬
“Tunjukanlah kami ke jalan yang lurus” itu
termasuk doa, karena di zaman sekarang kan
banyak orang yang sesat gitu jadi harus banyak-
banyak baca itu ya.”

Berdasarkan tabel di atas, jumlah santri putra yang menjadi


narasumber pada penelitian ini adalah 8 informan. Semuanya berasal pada
tipikal yang berbeda-beda, baik dari segi umur, strata pendidikan dan kelas
kajian kitab.
102

Dede (17th).20 Dalam sesi wawancara, Dede memberikan jawaban


setuju dengan penggunaan al-Qur’an dalam wirid. Kemudian informan 2,
yaitu Solihin (16th)21 menjabarkan bahwa dia setuju dengan ayat al-Qur’an
yang diwiridkan. Dia beranggapan bahwa hal itu justru baik dan juga
menjadi nilai tambah untuk semakin hafal dan fasih pada ayat dan surah
yang ada dalam wirid di pesantren. Adapun Fahrezi (15th)22 juga
menjelaskan hal yang hampir serupa, al-Qur’an merupakan pedoman
manusia, sehingga sangat baik apabila ayat al-Qur’an dijadikan wirid dan
dibaca berulang-ulang.
Akan tetapi, mengenai esensi lebih dalam dari wirid al-Qur’an
tingkatan santri masih banyak yang belum memahami lebih dalam. Hal
tersebut juga disampaikan Dede dalam wawancara yang dilakukan pada 13
November 2019.23
Adapun Mustofa (17th)24 juga menjelaskan mengenai pemahamannya
tentang wirid al-Qur’an:
“Iya ada al-Fātiḥah , al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, al-Nās, al-Baqarah ayat
terakhir. Tapi kalo memahami belum sih teh paling surah-surah yang
pendek aja seperti dalam surah al-Fātiḥah misal yang artinya “Segala
puji bagi Allah”, terus surah al-Ikhlāṣ yang mengandung arti “Allah
itu Esa, Tunggal, Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.”
“Kalo segi maknanya sih dari keseluruhan surah-surah itu engga
terlalu paham ya teh paling surah-surah tertentu kaya surah al-Fātiḥah
sebagai pembuka surah, terus dari ayat-ayat yang lain sih kebanyakan
tentang permohonan kepada Allah. Contoh dari potongan ayat

20
Dede Iman Nur Alim Adi Nugraha (Mudabbir/pengurus santri bidang peribadatan
putra PP. Al-Atiqiyah Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 20
November 2019, Jawa Barat.
21
Muhammad Solihin (santri putra kelas IX/santri lama PP. Al-Atiqiyah
Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 19 November 2019, Jawa Barat.
22
Khoerul Fahrezi (santri putra kelas X/santri Baru PP. Al-Atiqiyah Sukabumi),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 19 November 2019, Jawa Barat.
23
Dede Iman Nur Alim Adi Nugraha, Wawancara.
24
Hadiatul Mustofa (santri putra kelas XI/santri baru PP. Al-Atiqiyah Sukabumi),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 19 November 2019, Jawa Barat.
103

ِّ ‫اِ ْه ِدنَا‬
‫الصَرا َط الْ ُم ْستَ ِقْي َم‬
“Tunjukanlah kami ke jalan yang lurus” itu termasuk doa, karena di
zaman sekarang kan banyak orang yang sesat gitu jadi harus banyak-
banyak baca itu ya.”25
Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa santri putra secara
keseluruhan mampu mengamalkan, menghafal serta menjalankan rutinitas
wirid dengan baik. Akan tetapi dalam hal mendalami makna wirid al-
Qur’an itu sendiri, santri putra hanya sekadar bisa memaparkan secara garis
luar. Hal itu cukup diwajarkan sebab tingkatan berpikir anak usia remaja
belum bisa dikatakan matang dalam memahami suatu hal lebih dalam.
c. Santri Putri

Tabel 4.4 Analisis Data atas aspek Pemahaman Ayat-ayat al-Qur'an yang
dijadikan Wirid (Santri Putri)
Pertanyaan: Apakah anda setuju dengan
penggunaan ayat-ayat al-Qur’an pada tradisi wirid?
Nama Sejauh mana Anda memahami ayat-ayat al-Qur’an
No
Informan yang tercantum dalam wirid yang ada di Pondok
ini?
Jawaban:
Setuju, Ya kan, kalo misalkan emang udah ada
orang yang bisa menghukumi hukumnya gitu kalo
al-Qur’an bisa dimasukan dalam wiridan, yah kita
mah tinggal mengikuti aja, sesuai kepercayaan kita
masing-masing gitu.
1 Siti Fadilah Oke misalnya surat al-Fātiḥah , itu kan induknya
al-Qur’an gitu yah, jadi kan ya kalo kita tidak bisa
menghafal semua surah al-Qur’an, ya kita bisa
menghafal induknya. Kemudian surah al-Ikhlāṣ,
Itu kan kita meyakini bahwa Allah itu satu, dan
kita memohon pertolongan kepada Allah, dengan

25
Ibnu Tamiah, Wawancara.
104

kita wiridan, memuji kepada Allah dan berserah


diri kepada Allah Swt. Surah al-Falaq, wirid itu
berdoa, yah semoga kita dijauhkan dari sihir, dari
orang-orang yang hendak menzalimi kita, dan dari
orang hasud. Mudah-mudahan aja dengan
fadilatnya kita membaca surah al-Falaq itu kita
dijauhkan dari orang-orang yang seperti itu. Surah
al-Nās, kalo al-Nās kan jin itu tergolong dua jenis
yah, ada jin setan dan jin manusia. Nah, kita tuh
berdoa supaya kita tuh barokahnya membaca
surah al-Nās itu semoga kita dijauhkan dari jin dan
setan. Lalu ayat Kursy, kita tuh harus percaya,
meyakinkan diri bahwa kita tuh ketika tidur Allah
selalu mengawasi kita, Allah akan terus menjaga
kita. Dan berkahnya membaca ayat Kursy juga
semoga kita dilindungi dari godaan makhluk halus
baik yang di langit maupun yang di bumi.
Nia Syifa Setuju, karena yah kan kita mah ngikutin apa yang
2 Hayatul sudah diajarkan Rasulullah aja ya saya lumayan
Milah mengerti dan memahami
Setuju, ya karena kita mah sih ngikutin yang udah-
udah aja lagian kan itu ayat al-Qur’an ya yang
dimasukin ke wirid yang pastinya ada doa-doa
juga didalamnya dan pastinya baik buat kita gitu
3 Nurul Oke, misalnya ada surat al-Falaq, al-Nās itu
Jamilah sebagai bentuk supaya kita terhindar dari godaan-
godaan setan. Ada juga surah Āli-‘Imrān, al-
Baqarah dan Ayat Qursi yaitu sebagai pelindung,
kita memohon perlindungan kepada Allah dari
godaan-godaan.
setuju aja sih teh kan ngikutin Sunnah Rosul.
Kan jadi Al-Qur’an itu makanya dipake buat kita
4 Robiatul zikir banyak manfaatnya, salah satunya bisa
Adawiyah sebagai obat, atau misalkan ketika kita sedang ada
masalah gitu caranya ya dengan zikir itu salah
satunya bisa menenangkan
Setuju, Ya karena baik buat diri kita sendiri karena
sebagai do’a juga.
Sri Purwanti
5 surah al-Fātiḥah sebagai pembuka, puji-pujian
Ayu
kepada Allah (Allah yang maha pengasih lagi maha
Ningrum
penyayang). Surah al-Ikhlāṣ, kita percaya bahwa
Allah itu satu
105

Setuju, ya, karena banyak juga kan riwayat-


riwayat yang menjelaskan tentang manfaat atau
keutamaan ayat-ayat al-Qur’an, seperti al-falaq, al-
Nās, sama ayat Qursi. Kan ayat-ayat itu gak asing
gitu, kalo ada apa-apa tuh baca surat-surat itu.
ya misal al-Fātiḥah sebagai pembuka, terus ayat
Qursy kan maknanya sangat bagus. Ayat Qursy
juga bisa digunakan sebagai perlindungan,
penolak bala. Contohnya saya pernah denger suatu
kejadian dua perempuan, dimana ketika malam
hari perempuan pertama melewati sebuah
6 Agrisna Rida trowongan gelap gitu yang disitu tuh banyak
Afiah preman-preman sedang berkeliaran, dia lewat
sambil terus membaca ayat Qursy karena takut
diapa-apain sama preman-preman itu, namun
ternya alhamdulillah dia selamat preman-preman
itu tidak menyakiti prempuan yang pertama itu.
Nah,pada malam berikutnya ada lah perempuan
kedua melewati trowongan itu tapi dia tidak
membaca ayat Qursy maupun surat-surat yang
lain, dan akhirnya keesokan harinya dia ditemukan
sudah dalam keadaan mengenaskan dan tubuhnya
sudah diperkosa gitu. Nah, jadi kan berarti ayat
Qursy juga bisa sebagai tolak bala.
Setuju, yah kita mah ngikutin we teh sesuai yang
7 udah diajarkan.
Siti Sarah
iya ada ayatnya ada surah al-Baqarah gitu ya, tapi
gimana ya, ah gitu aja pokonyamah
8 Neng Setuju, karena dalam ayat-ayat al-Qur’an tersebut
Syaidah juga kan terdapat doa-doa seperti;
َ ‫ف ال ٰلّهُ نَ ْف ًسا اََِّل ُو ْس َع َها‬
ُ ِّ‫ََل يُ َكل‬
Nafisah
(Mala)
“Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala
(dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia
mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya.” (Qs. al-Baqarah/ 2 : 286)
Karena Allah tidak akan memberi cobaan diluar
batas kemampuan hambanya.
106

Berdasarkan tabel di atas, Jumlah santri putri yang menjadi informan


dalam penelitian ini sama halnya dengan santri putra, yaitu berjumlah 8
santri. Dalam hal ini, informan 1, yaitu Nia Syifa Hayatul Milah (15th)26
menjawab pertanyaan peneliti tentang pandangannya terhadap wirid al-
Qur’an. Menurut Nia, menjalankan tradisi wirid al-Qur’an setelah salat
fardu merupakan sunah Rasulullah dan manusia dianjurkan untuk
mencontoh akhlak dan perilaku Rasulullah saw.27
Menurut Jamilah (18th) menjalankan amalan wirid adalah menaati
aturan dan budaya yang sudah ada sebelumnya. Dia juga menjelaskan
bahwa apa pun yang dilakukan atas dasar al-Qur’an adalah hal yang baik
untuk dijalankan dan diamalkan. Hal itu dilandasi bahwa di dalam wirid
tersebut ada doa-doa kepada Allah swt. sehingga pandangan mengenai
wirid al-Qur’an baginya sudah baik. Mala (17th)28 menambahkan karena
dalam ayat-ayat al-Qur’an tersebut juga terdapat doa-doa seperti Qs. Al-
Baqarah/ 2: 286.
Mala juga menjelaskan bahwa Allah tidak akan memberi cobaan di
luar batas kemampuan hamba-Nya. Penjabaran Mala tentang makna surat
al-Baqarah ayat 286 menunjukkan bahwa sebagian besar santri putri
mampu memahami hikmah dalam suatu ayat yang dibawa dalam wirid. Hal
ini berkaitan dengan bagaimana santri putri memahami wirid al-Qur’an.
Seperti halnya Fadilah (15th) yang menjelaskan bahwa dalam hal
memahami wirid al-Qur’an secara urutan bacaan yang diwiridkan kemudian
menjelaskan singkat maksud dan tujuan serta arti dari surat tersebut.29

26
Nia Syifa Hayatul Milah (santri putri kelas X/santri baru PP. Al-Atiqiyah
Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 18 November 2019, Jawa Barat.
27
Nurul Jamilah (santri putri kelas XI/santri baru PP. Al-Atiqiyah Sukabumi),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 18 November 2019, Jawa Barat.
28
Neng Sayyidah Nafisah, Wawancara.
29
Siti Fadilah (santri putri kelas IX/santri lama PP. Al-Atiqiyah Sukabumi),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 20 November 2019, Jawa Barat.
107

Kemudian Rida Afiah (17th)30 menjelaskan bahwa al-Qur’an mampu


menjadi penolong dan sebagai media untuk memohon perlindungan Allah
dari hal-hal yang kurang baik. Tidak kalah juga, Robiatul Adawiyah (16th)31
mengutarakan tentang manfaat membaca al-Qur’an dengan zikir akan dapat
digunakan sebagai obat dan penenang dikala sedang ada masalah.
Melalui wawancara yang dilakukan dengan santri putri Pondok
Pesantren Al-Atiqiyah mengenai wirid al-Qur’an beserta tingkat
pemahaman mereka terhadap ayat dan surat dalam wirid dapat disimpulkan
bahwa santri putri pada dasarnya tidak terlalu jauh berbeda dengan santri
putra. Akan tetapi dalam hal ini, santri putri lebih teoritis dalam
menjelaskan wirid al-Qur’an. Secara konsep pemahanan tentang wirid al-
Qur’an, santri putri sama seperti santri putra. Hal tersebut dapat dipahami
karena tingkat pemahaman remaja yang belum matang.
2. Makna Tradisi Wirid

Tabel 4.5 Analisis Makna Tradisi Wirid

Pertanyaan :Apa makna yang melekat


pada tradisi wirid?
No Nama Informan
Jawaban
1 2 3 4 5 6 7 8
KH. Wawan Khoerul
1 Ѵ
Anwar, M.Pd
H. Acep Sodikin, S.S,
2 Ѵ
S.Kom
Hj. Dra. Pipih Sofiyah,
3 Ѵ
M. Si
Hj. Hindun Megawati,
4 Ѵ
S. Pi

30
Agrisna Rida Afiah (Mudabbiroh/pengurus santri putri bidang keamanan PP. Al-
Atiqiyah Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 20 November 2019,
Jawa Barat.
31
Robiatul Adawiyah (Mudabbiroh/pengurus santri putri bidang pendidikan PP. Al-
Atiqiyah Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 20 November 2019,
Jawa Barat.
108

Aisyah Syarifatunnisa,
5 Ѵ
S.S
Muhammad Aji As-
6 Ѵ
Segaf
7 Muhammad Rino Ѵ Ѵ
8 Muhammad Solihin Ѵ Ѵ
9 Khoerul Fahrezi Ѵ Ѵ
Muhammad Yusuf
10 Ѵ Ѵ
Ananial
11 Hadiatul Mustofa Ѵ Ѵ
Dede Iman Nur Alim
12 Ѵ Ѵ Ѵ
Adi Nugraha
13 Ibnu Tamiah Ѵ Ѵ
14 Siti Fadilah Ѵ
Nia Syifa Hayatul
15 Ѵ Ѵ
Milah
16 Nurul Jamilah Ѵ
17 Robiatul Adawiyah Ѵ
Sri Purwanti Ayu
18 Ѵ
Ningrum
19 Agrisna Rida Afiah Ѵ
20 Siti Sarah Ѵ
21 Neng Syaidah Nafisah Ѵ Ѵ
Jumlah 9 5 2 5 3 3 3 1

Keterangan Tabel
1) Sebagai media pendekatan diri kepada Allah
2) Sebagai kegiatan ibadah rutin yang dilakukan atas kesadaran sendiri
3) Sebagai media untuk memperbaiki diri
4) Sebagai media untuk memohon pertolongan dan ampunan
5) Ittibā' (mengikuti sunah Rasul)
6) Mengingat Allah
7) Ketakziman terhadap peraturan pondok
8) Menenangkan hati
Berdasarkan tabel di atas, tradisi wirid yang dijalankan oleh seluruh
pengasuh hingga santri di PP. Al-Atiqiyah merupakan sarana yang tepat
109

untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Dalam hal ini ada kesan
yang melekat pada diri masing-masing setiap kali sedang dan setelah
melaksanakan wirid. Seperti halnya yang diutarakan Hj. Pipih32 dalam
wawancaranya bahwa wirid atau zikir dapat melembutkan hati, sehingga
melalui zikir diharapkan dapat merubah sikap dan memperbaiki akhlak.
Ustazah Aisyah33 dalam wawancaranya juga menyempurnakan
pendapat Hj. Pipih yakni melalui wirid merupakan momen yang paling
tepat untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Dalam hal ini terdapat
makna yang sangat melekat pada diri masing-masing pengasuh hingga
pembimbing.
Adapun dari sisi santri, baik santri putra maupun santri putri juga
menyampaikan hal yang serupa tentang makna yang paling melekat dari
tradisi wirid. Tamiah (17th)34 memberikan kesan makna melalui wirid akan
selalu menyadarkan diri untuk terus melafazkan istigfar, terus berzikir dan
tetap bersyukur kepada Allah swt.35
Rino (13th) juga menambahkan bahwa ibadah juga harus melalui
kesadaran diri. Korelasinya adalah dengan menyiapkan dan menata diri
untuk taat beribadah, maka kedekatan diri dengan Allah akan semakin
terasa. Hal tersebut akan dapat dicapai melalui salat dan zikir. Dalam hal
ini Solihin (16th) juga menjelaskan:
“kalo menurut saya sih dalam praktik wirid tuh tergantung orangnya
yang melakukan wirid, jikalau orangnya itu bersungguh-sungguh
dalam melakukan wirid makna dari melakukan wirid tuh bisa jadi
orang tersebut tuh bisa khusyuk gitu, kan zaman sekarang tuh banyak
yang wirid tapi hatinya tuh ke mana-mana gitu kan. Jadi kalo menurut
saya mah sih yang paling apdol tuh kalo kita wiridan yang ijazah yang
sendiri, kita tuh menyendiri gitu itu tuh mengasah batin kita supaya

32
Hj. Pipih Sopiah, Wawancara.
33
Aisyah Syarifatun Nisa, Wawancara.
34
Ibnu Tamiah, Wawancara.
35
Muhammad Rino (santri putra kelas VIII/santri baru PP. Al-Atiqiyah Sukabumi),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 19 November 2019, Jawa Barat.
110

lebih khusyuk. Jadi maknanya tuh kalo wiridan tuh bisa menenangkan
hati.”36

Pernyataan Solihin kemudian diperkuat oleh pernyataan Jamilah


(18th)37 yang menjelaskan bahwa wiridan merupakan keharusan bagi
muslim untuk dilaksanakan sehabis salat fardu atau sunah. Dia juga
mengibaratkan bahwa orang yang tidak menjalankan wiridan adalah seperti
hewan. Hal tersebut yang melandasi Jamilah untuk harus menjalankan
tradisi wirid di setiap selesai salatnya.
Adapun Mala (17th)38 menjelaskan makna yang paling melekat dari
tradisi wirid adalah memohon ampunan, mengingat Allah Swt. dan sebagai
bentuk permohonan kita kepada Allah Swt. Kemudian Siti Sarah (16th)
menjelaskan:
“kalo menurut saya sih teh karena wirid itu sudah bukan lagi karena
ngikutin peraturan pondok, udah jadi kesadaran sendiri ya jadi wirid
itu ya salah satunya sebagai media mendekatkan diri kepada Allah
gitu sih teh”39

Sarah memaparkan bahwa wirid bukan lagi sebagai rutinitas amalan


yang dijalankan karena merupakan aturan dan budaya pesantren, melainkan
sudah menjadi kesadaran diri bahwa wirid lebih penting dalam
memudahkan segala urusan serta menjadi sarana mendekatkan diri kepada
Allah swt.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap individu memiliki kesan
yang melekat pada diri mereka tentang wirid. Sekalipun bahasa-bahasa
yang digunakan berbeda, tetapi prinsip dari kesan masing-masing adalah

36
Muhammad Solihin, Wawancara.
37
Nurul Jamilah, Wawancara.
38
Neng Sayyidah Nafisah, Wawancara.
39
Siti Sarah (Mudabbiroh/pengurus santri bidang peribadatan putri PP. Al-Atiqiyah
Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 20 November 2019, Jawa Barat.
111

sama di mana wirid merupakan amalan yang dilakukan berdasarkan


kesadaran diri serta sarana yang paling tepat untuk memperbaiki diri serta
mendekatkan diri kepada Allah swt.

C. Manfaat wirid Mengunakan Ayat-ayat al-Qur’an terhadap


kehidupan santri dan pengasuh PP. Al-Atiqiyah Sukabumi
Tabel 4.6 Analisis Manfaat Wirid al-Qur’an
Pertanyaan:

Jawaban: Apakah ada perubahan


dalam diri Anda setelah men-
No Nama Informan dawam-kan wirid tersebut?

Peribadatan Perilaku sosial


1 2 3 4 1 2 3 4
KH. Wawan Khoerul Anwar,
1 Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
M.Pd

2 H. Acep Sodikin, S.S, S.Kom Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

3 Hj. Dra. Pipih Sofiyah, M. Si Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

4 Hj. Hindun Megawati, S. Pi Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

5 Aisyah Syarifatunnisa, S.S Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

6 Muhammad Aji As-Segaf Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

7 Muhammad Rino Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

8 Muhammad Solihin Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

9 Khoerul Fahrezi Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
112

10 Muhammad Yusuf Ananial Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

11 Hadiatul Mustofa Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

Dede Iman Nur Alim Adi


12 Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
Nugraha

13 Ibnu Tamiah Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

14 Siti Fadilah Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

15 Nia Syifa Hayatul Milah Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

16 Nurul Jamilah Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

17 Robiatul Adawiyah Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

18 Sri Purwanti Ayu Ningrum Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

19 Agrisna Rida Afiah Ѵ Ѵ Ѵ

20 Siti Sarah Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ

Neng Syaidah Nafisah


21 Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
(Mala)

Keterangan Tabel
1. Prilaku Sosial
a. Sopan dalam tutur kata dan perbuatan
b. Tidak membantah guru/kiyai
c. Tidak bermusuhan dengan sesama teman
d. menjalin hubungan kekeluargaan dalam lingkup pesantren
113

2. Peribadatan
a. Khusyu’ dalam beribadah
b. Selalu melaksanakan ibadah sunnah
c. Selalu membaca al-Qur’an
d. Bertambah kefashihan dalam membaca al-Qur’an
Berdasarkan tabel di atas, dalam menjalankan suatu amalan, maka
akan ada perbedaan dari sebelum dengan sesudah melakukan. Seperti
halnya dengan wirid, seseorang akan merasakan manfaat dari amalan wirid
al-Qur’an dibandingkan saat belum mengamalkan wirid. Begitu juga
dengan santri dan pengasuh PP. Al-Atiqiyah yang merasakan perubahan
saat mengamalkan wirid menggunakan ayat al-Qur’an secara terus-
menerus, baik secara perilaku sosial maupun dalam segi peribadatan.
Berikut manfaat yang dirasakan setelah menjalankan amalan wirid
menggunakan ayat-ayat al-Qur’an secara terus menerus bagi santri dan
pengasuh PP. Al-Atqiyah Sukabumi:
1. Perilaku Sosial
Berdasarkan berperilaku atau bersikap pada sosial masyarakat harus
dengan attitude yang baik. Sikap yang baik ini tidak dibentuk dengan
sendirinya, dalam artian harus ada suatu keterbatasan secara terus menerus.
Adapun salah satu amalan atau ibadah yang support dalam membentuk
sikap sosial yang baik adalah dengan konsisten wirid.
Seperti yang disampaikan oleh Hj. Pipih Sofiyah40 dalam
wawancaranya beliau menyampaikan bahwa dengan men-dawamkan wirid
terus-menerus bisa membentuk karakter yang baik, terhindar dari sifat keras
hati dan mampu melembutkan hati. Pernyataan tersebut semakin kuat
dengan pernyataan dari santri putri bernama Jamilah (18th) melalui
wawancaranya, yaitu:

40
Hj. Pipih Sopiah, Wawancara.
114

“Banyak perubahannya misalnya dari segi akhlak kita, asalnya teh


kita kurang baik, belum bisa introspeksi diri, tapi alhamdulillah kalo
selalu mengingat Allah dengan cara wiridan itu, kita tuh jadi merasa
berbeda banget dari yang dulu sampe sekarang ini, dan sampe kita
yang bisa ngamalin wiridan, kan di situ tuh ada subhanallah itu tuh
setiap kali kita melakukan maksiat selalu ingat “astagfirullah” gitu.”41

Pada pernyataan Jamilah di atas terjadinya perubahan yang signifikan


setelah melaksanakan wirid. Timbul ketakutan kepada Allah swt. saat
tersadar ketika melakukan maksiat. Terus melafazkan tauhid dan tidak
mudah terjerumus pada hal-hal yang bertentangan dengan perintah Allah
swt. Adapun Hj. Hindun Megawati dalam wawancaranya juga menjelaskan:
“Jiwa kita jadi merasa lebih tenang, merasa lebih dekat dengan Allah.
Apalagi kalau kita benar-benar mendalami makna bacaan-bacaan
wirid yang kita ucapkan.”42

Hj. Hindun Megawati juga menjelaskan bahwa perubahan-perubahan


tersebut bisa dilihat pada santri yang khusyuk dan tidak khusyuk. Santri
yang khusyuk, ikhlas dan selalu men-dawam-kan wiridnya dengan
sungguh-sungguh akan terlihat lebih dewasa dalam berpikir dan ibadahnya.
Berbeda dengan santri yang tidak khusyuk, mereka tidak akan menunjukkan
perubahan yang lebih baik selama belum sadar betapa pentingnya kesadaran
diri dan kesungguhannya dalam wirid.
Santri putra bernama Dede (17th)43 menjelaskan perubahannya setelah
sungguh-sungguh dalam men-dawam-kan wirid, hatinya menjadi lebih
tenang, lebih santun dan lebih terjaga untuk tidak melakukan hal-hal yang
negatif. M. Aji (11th),44 santri putra juga menyampaikan bahwa dia
merasakan perubahan dari men-dawam-kan wirid dengan sungguh-

41
Nurul Jamilah, Wawancara.
42
Hj. Hindun Megawati, Wawancara.
43
Dede Iman Nur Alim Adi Nugraha, Wawancara.
44
Muhammad Aji As-Segaf, (santri putra kelas VII/santri baru PP. Al-Atiqiyah
Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 19 November 2019, Jawa Barat.
115

sungguh, dia menjadi lebih penurut yang sebelumnya sering tidak patuh
kepada orang tua. Begitu pun dengan M. Aji merasakan perubahan akhlak
dari yang buruk menjadi lebih baik.
H. Acep Sodikin dalam wawancara yang berlangsung (17/11/2019)
menjawab pertanyaan sebagai berikut:

“kalo kita istiqomah, mudawamah mengamalkan wirid maka


insyaallah stabil ya, jadi amaliah itu sebanding dengan hasil. Output
yang dihasilkan sesuai dengan input. Bagi santri misalnya, inputnya
dia ngikutin wiridan gak apa nundutan atau sare ya outputnya juga
begitu, tapi bagi santri yang ngikutin mah yang shalat berjamaahnya
awal waktu, dinasehatin diruruh tadarus ngikutin, disuruh wiridan
juga nurut insyaallah akan memiliki akhlak yang bagus.”45
Sehingga melalui penjabaran H. Acep dan juga informan-informan
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa men-dawam-kan wirid akan
memberikan dampak yang positif. Seperti yang dijelaskan oleh H. Acep
bahwa output yang dihasilkan akan sesuai dengan input, yang menjabarkan
bahwa usaha akan membuahkan hasil. Adapun hasil dari sungguh-sungguh
mengamalkan wirid setiap orang berbeda-beda manfaat, tetapi ada beberapa
hal yang pasti dirasakan saat ikhlas dan rutin mengamalkan wirid seperti;
hati menjadi tenang dan sabar, perubahan akhlak yang jelas, dan semakin
giat dalam beribadah.
2. Peribadatan
Manfaat atau perubahan yang dirasakan setelah men-dawam-kan
wirid dengan rutin dari segi peribadatan adalah seperti yang disampaikan
santri putri bernama Rida (17th)46 yang menjelaskan,
“ya alhamdulillah, karena kalo dulu kan kalo salat tuh paling salat
fardu doang, itu pun kalo udah datang waktunya salat malah suka
dinanti-nanti. Tapi, sekarang mah alhamdulillah kalo salat fardu juga
suka dibarengi salat-salat sunah gitu.”

45
H. Acep Sodikin, Wawancara.
46
Agrisna Rida Afiah, Wawancara.
116

Rida dalam menjalankan ibadah mengalami peningkatan awalnya


hanya salat fardu setelah men-dawam-kan wirid, ia jadi terbiasa
melaksanakan salat sunah lainnya. M. Aji (11th)47 juga menjelaskan dalam
hal beribadah dia tidak hanya salat fardu saja, melainkan sudah terbiasa
dengan salat sunah seperti salat sunah rawatib dan salat sunah tahajud.
Kemudian perubahan dalam segi peribadatan lainnya seperti
kefasihan dalam membaca ayat al-Qur’an, seperti yang disampaikan
Fadilah (15th) tentang dampak wirid dalam segi peribadatan:
“Iya, kan bacaan al-Qur’an itu semakin sering kita membaca, maka
akan semakin lancar bacaannya. Nah, kalo kita wiridan nih, di dalam
wiridan itu kan ada banyak ayat al-Qur’annya, jadi melatih kita juga
sih biar bacaan al-Qur’annya lebih lancar dan fasih gitu.”48

Ibnu Tamiah (santri putra, 17th) juga menjawab pertanyaan tentang


kefasihan membaca al-Qur’an setelah men-dawam-kan wirid terus-
menerus:
“alhamdulillah ada ya karena emang sering dan ada arahan juga dari
senior-senior dulu sama guru-guru juga, alhamdulillah bacaannya
jadi lebih baik.”49

Seperti yang disampaikan Fadilah dan Tamiah (santri PP. Al-Atqiyah)


bahwa dampak lain yang positif dari men-dawam-kan wirid terus-menerus
adalah tentang kefasihan dalam membaca ayat al-Qur’an. Hal itu terbentuk
sebab keterbiasaan saat sedang mengamalkan bacaan-bacaan wirid yang
selalu dilakukan setelah menjalankan ibadah salat.
Dalam segi kekhusyukan dalam beribadah, Tamiah (11th) juga
memaparkan jawabannya:
“jujur sih teh belum ya, terutama kan sekarang jadi pengurus gitu di
kobong jadi kalo lagi wiridan juga suka kepikiran santri apalagi kalo

47
Muhammad Aji As-Segaf, Wawancara.
48
Siti Fadilah, Wawancara.
49
Ibnu Tamiah, Wawancara.
117

di shaf belakang itu ya liat santri nu nundutan silih toal-toel gitu atau
kalo lagi mau ada acara suka kepikiran gitu.”50

Hal yang serupa juga disampaikan oleh Mala (santri putri, 17th) dalam
wawancaranya tentang manfaat wirid dalam segi peribadatan (khusyuk):
“ya sedikit-sedikit, kalo misalkan bacaan salatnya saya tau artinya ya
jadi lebih khusyuk tapi kalo enggak mah belum tentu khusyuk.”51

Sehingga dalam kekhusyukan beribadah, mayoritas informan


menjawab antara masih susah dan juga kadang-kadang. Hal tersebut
dikarenakan kekhusyukan tersebut berkaitan dengan tingkatan iman.
Sehingga tidak mudah menjaga kekhusyukan dalam beribadah.
Melalui penjabaran informan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
manfaat yang ditimbulkan dengan men-dawam-kan wirid setiap saat setelah
salat dalam segi peribadatan adalah santri semakin banyak yang mulai
menjalankan ibadah-ibadah lain terutama sunah selain menjalankan ibadah
wajib seperti salat fardu dan puasa Ramadhan. Kemudian dalam hal
kefasihan diketahui semua santri memiliki tingkat kefasihan membaca al-
Qur’an dengan baik, hal itu dikarenakan keterbiasaan yang dijalankan saat
wirid. Adapun dalam hal kekhusyukan diketahui masih kurang stabil. Hal
itu diwajarkan karena berbicara mengenai khusyuk, maka berbicara tentang
tingkat keimanan seseorang.

50
Ibnu Tamiah, Wawancara.
51
Neng Sayyidah Nafisah, Wawancara.
118
119

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tradisi penggunaan al-Qur’an dalam praktek wirid di Pondok
Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi merupakan amalan masyarakat sekitar
yang kemudian diterapkan di pondok pesantren tersebut dari awal berdiri
hingga saat ini, bahkan merupakan ittibā’ (amalan sunnah dari Rasulullah).
Dalam prakteknya wirid tersebut dilaksanakan setiap hari setelah ibadah
shalat fardhu. Urutan bacaannya diawali dengan pembacaan istigfar
sebanyak tiga kali, membaca kalimat-kalimat tahlīl, membaca basmallah,
membaca al-Qur’an surah al-fātihah, membaca surah al-mu’awwizatain
(surah al-Ikhlaṣ sebanyak 3 kali, surah al-Falaq, surah an-Nās), membaca
surah al-Baqarah ayat 163, 255, 284-286, dan membaca surah ali-‘Imrān
ayat 18-19 serta ayat 26-27. Lalu dilanjut dengan pembacaan kalimah
ṭayyibah (tasbīh 33 kali, tahmīd 33 kali, takbīr 33 kali dan tahlīl 100 kali),
kemudian diakhiri dengan pembacaan doa oleh imam.
Ayat dan surah al-Qur’an yang terdapat dalam bacaan wirid dipilih
berdasarkan keutamaannya. Mengenai wirid al-Qur’an beserta tingkat
pemahaman santri dan pengasuh terhadap ayat dan surat dalam wirid dapat
disimpulkan bahwa santri putri pada dasarnya tidak terlalu jauh berbeda
dengan santri putra, namun santri putri lebih teoritis dalam menjelaskan
wirid al-Qur’an. Secara konsep pemahanan tentang wirid al-Qur’an, santri
putri sama seperti santri putra. Adapun pengasuh dalam konsep pemahaman
lebih mumpuni dan mampu menjelaskan secara kritis perihal makna dari
setiap ayat dengan menyertakan penjelasan dari kitab-kitab yang ditukil.

Tradisi wirid dimaknai sebagai sebuah sarana mendekatkan diri


kepada Allah Swt., dan dipercaya dapat melembutkan hati, sehingga
melalui dzikir diharapkan dapat merubah sikap dan memperbaiki akhlak.
120

Wirid juga merupakan amalan yang dilakukan berdasarkan kesadaran diri


serta sarana yang paling tepat untuk memperbaiki diri. Efektifitas
konsistensi wirid dalam lingkup sosial dan peribadatan dirasakan dapat
membawa perubahan positif terhadap diri para santri maupun pengasuh
pondok pesantren.

B. Saran-saran
Karya tulis ini tentunya masih banyak kekurangan. Setelah penulis
melakukan penelitian tentang kajian living Qur’an terkait penggunaan al-
Qur’an dalam tradisi wirid di pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi,
maka penulis akan memberikan beberapa masukan:

1. Kepada para santri Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi agar


pembacaan wirid dengan sentuhan nash al-Qur’an yang telah
diterapkan dan diamalkan dapat difahami maknanya dengan lebih
mendalam. Hal ini dimaksudkan agar pada pengamalannya dalam
ritual ibadah menjadi lebih khidmat dan sungguh-sungguh untuk
memohon dan mendekatkan diri kepada Allah Swt., sehingga setelah
di luar lingkup pesantrenpun amalan tersebut dapat melekat dan
berguna bagi kehidupan bermasyarakat yang madani dan masyarakat
Qur’ani.
2. Bagi Pembina Yayasan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi,
tradisi wirid dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an merupakan
salah satu upaya umat Muslim berinteraksi dengan al-Qur’an yang
dilandaskan pada nash dan hadis Nabi Saw. Tradisi wirid yang
bacaan-bacaannya dirangkai dengan unsur-unsur pujian, do’a dan
permohonan ini sangat baik dilestarikan dan patut untuk
dikembangkan sehingga respon santri dan masyarakat lebih tinggi
yakni tidak hanya dalam segi membaca dan mendengarkan tetapi juga
121

3. dalam kegiatan pengkajian terhadap pemaknaan al-Qur’an seperti


kajian tafsir dan penyediaan referensi buku-buku keagamaan yang
relevan sehingga pemahaman santri terhadap al-Qur’an lebih baik
tidak hanya semata karena keyakinan tetapi karena ilmu pengetahuan
yang kemudian dapat diaplikasikan dalam kehidupan.
4. Kepada para peneliti, dalam karya tulis ini tentu masih jauh dari
kesempurnaan, banyak kekurangan dan celah di dalamnya, maka
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Kemudian
hendaknya bagi peneliti berikutnya agar dapat mendalami teori-teori
ilmu pengetahuan sosial maupun ilmu pengetahuan umum lainnya
sebagai pelengkap untuk menyempurnakan penelitian berikutnya
yang berkaitan dengan kajian al-Qur’an agar vitalitas ajarannya bisa
terus berkembang mengikuti arus perkembangan zaman.
122
123

DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Sukron. Mau Sehat? Yuk, Baca al-Fātiḥah , cet. I. Bandung:
Safina, 2020.
Abī ̒Īsā Muhammad bin Īsā bin Saurah At-Tirmizẑī. Jāmi̒ AtTirmizẑī.
Riyaḍ: Bayt Al-Afkar Ad-Dauliyyah.
Ahimsa, Heddy Shri. The Living Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi.
Walisongo. Jurnal , vol. 20, no. 1 (Mei 2012): 237.
Amin, Samsul Munir. Energi Dzikir. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Ardan, M. Sungaidi. “Islam dan Jawa; Pergumulan Agama dan Budaya
Jawa.” Dinika. vol. 7, no. 1 (Januari-Juni 2009): 102.
Arifin, M. Zaenal. Khazanah Ilmu Al-Qur’an, cet. I. Tangerang: Yayasan
Masjid At-Taqwa, 2018.
Al-A̒zami, Muhammad Mustafa. The History The Qur’anic Text From
Revelation To Compilation A Comparative Study With the Old and
New Testam, Terj. Sohirin Solihin, cet. I. Jakarta: Gema Insani Press,
2005.
Azizah, Rochmah Nur. “Tradisi Pembacaan Surat Al-Fātiḥah dan Al-
Baqarah (Kajian Living Qur’an di PPTQ ‘Aisyiyah, Ponorogo).”
Skripsi S1., Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Ponorogo, 2016.
Departemen Pendidikan Nasional (Pusat Bahasa). Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
Diantoro, Amri. “Tradisi Zikir al-Ma’tsurat pada Kader Unit Kegiatan
Mahasiswa Bidang Pembinaan Dakwah UIN Raden Intan Lampung
(Metode Living Qur’an)”. Skripsi S1., Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama, UIN Raden Intan Lampung, 2018.
Emzir. Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi I. Jakarta:
Rajawali Pers, 2010.
Azra, Azyumardi, dkk., Ensiklopedia Islam, jilid 6. Jakarta: PT. Ichtiar Baru
van Houve, 2008.
Fadhil, Abdul. “Nilai-Nilai Spiritualitas dan Harmoni Beragama dalam
Wirid Harian Kitab Al-Aurad Al-Nuranniyah.” Hayula: Indonesian

123
124

Journal of Multidisiplinary Islamic Studies. vol. 2, no. 2 (Juli 2018):


131.
Fahham, Achmad Muchaddan. Pendidikan Pesantren: Pola Pengasuhan,
Pembentukan Karakter dan Perlindungan Anak, Edisi 2, cet. I.
Jakarta: Publica Institute Jakarta, 2015.
Fajrie, Mahfudlah. Budaya Masyarakat Pesisir Wedung Jawa Tengah:
Melihat Gaya Komunikasi dan Tradisi Pesisiran. Wonosobo: CV.
Mangku Bumi Media, 2016.
Fathurrosyid. “Tipologi Ideologi Resepsi Al-Qur’an di Kalangan
Masyarakat Sumenep Madura.” Jurnal el-Harakah. vol.17, no.2
(2015): 222.
Fazri, Rahmat. “Dzikir dan Wirid Sebagai Metode Penyembuhan Penyakit
Substance-Related Disorder (Studi Khusus: Yayasan Sinar Jati di
Bandar Lampung)”. Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung, 2018.
Firdaus, M. Ofik Taufiqur Rohman. “Tradisi Mujahadah Pembacaan Al-
Qur’an sebagai Wirid di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy
Babakan Ciwaringin Cirebon.” Jurnal Diya al-Afkar. vol. 4, no. 1
(Juni 2016): 173.
Fitrah, Muh., dan Luthfiyah. Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatif,
Tindakan Kelas & Studi Kasus. Sukabumi: CV Jejak, 2017.
Al-Ghazali, Syaikh Muhammad. Berdialog dengan Al-Qur’an: Memahami
Pesan Kitab Suci dalam Kehidupan Masa Kini. terj. Masykur Hakim
dan Ubaidillah. Bandung: Mizan, 1999.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif :Teori dan Praktek. Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2013.
Al Hakim, Luqman. Dzikir Qur’ani; Mengingat Allah sesuai Fitrah
Manusia,https://books.google.co.id/books?id=AkhyDwAAQBAJ&p
rintsec=frontcover&dq=dzikir+Qurani&hl=id&sa=X&redir_esc=y#
v=onepage&q=dzikir%20Qurani&f=false
Hariadi. Evolusi Pesantren: Studi Kepemimpinan Kiai Berbasis Orientasi
ESQ, cet. I. Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang, 2015.
Humas Institut Ilmu Al-Qur’an. “Pengaruh Bacaan Al-Qur’an pada syaraf,
Otak dan Organ Tubuh lainnya”. Diakses, 2 Juni 2021,
125

https://iiq.ac.id/artikel/details/553/Pengaruh-Bacaan-Al-
Qur%E2%80%99an-Pada-Syaraf-Orak-dan-Organ-Tubuh-Lainnya

Al Imām ̓AbῙ Al Husaini Muslim bin Al Hajjāj Al QusyairῙ An-NaisābūrῙ,


ṣahῙh Muslim, Juz 1, Beirūt: Dār Al-Kutub Al ̒ilmiyyah, 1991
Al Imām Al Hafiẓ ̓AbῙ ̒Abdillah Muhammad bin Ismā̒Ῑl bin IbrōhῙm bin Al
MugῙrah Al Ja̒fῙ Al BukharῙ, ṣahῙh Al BukharῙ, Riyāḍ: Maktabah Al
Rusyd, 2006.
Imam An-Nawawi. Al-Azkar An-Nawawi (Kitab induk doa dan zikir), terj.
Ulin Nuha, cet. I. Yogyakarta: Mutiara Media, 2015.
Irsyad, M Dan N. Qomariah. “Strategi Menghafal Al-Qur’an Sejak Usia
Dini (dalam Proceeding of the 2nd Annual Conference on Islamic
Early Childhood Education).” V. 2, E-ISSN: 2548-4516 (2017): 135
- 136.
Junaedi, Didi. “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-
Qur’an (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa
Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon)”. Qur’an and Hadith
Studies. Journal . vol. 4, no. 2 (2015): 177-178.
Junaedi, Mahfud. Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, Edisi 1, cet.
I. Depok: Kencana, 2017.
Junaidi, Luqman. The Power Of Wirid; Rahasia dan Khasiat Zikir Setelah
Shalat untuk Kedamaian Jiwa dan Kebugaran Raga, cet. I. Jakarta:
PT. Mizan Publika, 2007,
291,https://books.google.co.id/books?id=G698NVeU2RgC&pg=PA
28&dq=wirid&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiZls7_n7_xAhVKWys
KHcj_Bs0Q6AEwAnoECAoQAw#v=onepage&q=wirid&f=false
Al-Juzairi, Syaikh Abdurrahman. Fikih Empat Madzhab. terj. Saefuddin
Zuhri & Rasyd Satari, Jilid 6, cet. I. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2015.
Kabbani, Syekh Muhammad Hisyam. Energi Zikir dan Shalawat, terj.
Zaimul Am, cet. I. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007.
Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008.
Katsir, Ibnu. Lubābut Tafsir Min Ibni Katsir: terj. Abdullan bin
Muhammad, jilid 7, cet. VII. Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2004.

125
126

Khodjim, Achmad. Al-Falaq: Sembuh dari Penyakit Batin dengan Surah


Subuh, cet. I. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2014.
Al-Mahfani, M. Khalilurrahman. Keutamaan Do’a dan zikir untuk Hidup
Bahagia Sejahtera, cet. I. Jakrta: PT. Wahyu Media, 2006.
Mansyur, M., dkk. Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis.
Yogyakarta: TH Press, 2007.
Mas’ud, Ibnu. The Miracle of Amar Ma’ruf Nahi Munkar, cet. I.
Yogyakarta: Laksana, 2018.
Masrurin, ‘Ainatu. Resepsi Al-Qur’an dalam Tradisi Pesantren di Indonesia
(Studi Kajian Nagham Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tarbitayul
Qur’an Ngadiluweh Kediri). Studi Al-Qur’an dan Tafsir. Jurnal 3,
No. 2 (Desember 2018): 101.
Muslim, Sholeh. Memasyarakatkan al-Qur’an di Era Globalisasi dalam
Islam dan Problema Sosial. Yogyakarta: MUI Gunung Kidul, 2008.
Mustofa, Agus. Energi Dzikir Alam Bawah Sadar: Serial ke-12 Diskusi
Tasawuf Modern. Surabaya: Padma Press, 2011.
Nisa, Aisyah Syarifatun. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 15 Desember 2019,
secara daring.
Nisa, Fahrun. “Terapi Kesehatan Dengan Menggunakan Ayat-Ayat al-
Qur’an Di Rumah Pengobatan K.H. Misbahuddin Ali Desa Benda
Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes.” Skripsi S1., Institut Agama
Islam Negeri Purwokerto, 2020.
Al-Qaradawi, Yusuf. Bagaimana Berinteraksi dengan al-Qur’an, terj.
Kathur Suhardi. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2000.
Qomar, Mujamil. “Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Intuisi”. Jakarta: Erlangga, 2005.
https://books.google.com/books?id=_u6ouXge9JcC&printsec=frontc
over&dq=pesantren+dari+transformasi+metodologi+menuju+demok
ratisasi+intuisi&hl=id&newbks=1&newbks_redir=1&ved=2ahUKE
wiJh97ygYHxAhVE9XMBHXPVDYgQ6AEwAHoECAYQAg.
Rafiq, Ahmad., dan Syahiron Syamsyudin. Sejarah Al-Qur‟an: Dari
Pewahyuan Dan Resepsi (Sebuah Pencarian Awal Metodologis)
Islam Tradisi Dan Peradaban. Yogyakarta: SUKA-Press, 2012.
127

Rahman, Syahrul. Living Qur’an: Studi Kasus Pembacaan Al-Ma’tsurat di


Pesantren Khalid bin Walid Pasir Pengaraian Kab. Rokan Hulu.
Jurnal Syahadah. vol.4, no. 2 (Oktober 2016): 67-68.
Rahman, Taufiqur. Aplikasi Model-model Pembelajaran dalam Penelitian
Tindakan Kelas. Semarang: CV. Pilar Nusantara, 2018.
Rahmatika, Rika. Perkembangan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Desa
Cipanengah Kecamatan Bojonggenteng Kabupaten Sukabumi (1959-
2009). SkrIpsi S1, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, 2011.
Redaksi MQ Times, “Keutamaan Tadarus Al-Qur’an”. Majalah
Madrosatul Qur’an Times; Media Kajian Al-Qur’an dan Pendidikan.
Edisi 1 (Januari-Maret 2019): 18.
Rukajat, Ajat. Pendekatan Penelitian Kuantitatif : Quantitative Research
Approach. Cetakan pertama. Yogyakarta: Deepublish, 2018.
Rukhayati, Siti. Strategi Guru PAI dalam Membina Karakter Peserta Didik
SMK Al-Falah Salatiga. Salatiga: LP2M, 2020.
Rustandi, Syam. “Tradisi Pembacaan Surah-surah Pilihan dalam Al-Qur’an
(Kajian Living Qur’an di Pondok Pesantren At-Taufiqiyyah Kab.
Baros, Serang)”. Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Adab, UIN
Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2018.
Semiawan, Conny R. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan
Keunggulannya,
https://books.google.co.id/books?id=dSpAlXuGUCUC&pg=PA33&
dq=metode+penelitian+kualitatif:+jenis,+karakteristik+dan+keungg
ulannya&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjH_MKEt8TxAhVH7XMB
HX7aCdMQ6AEwAHoECAQQAw#v=onepage&q=metode%20pen
elitian%20kualitatif%3A%20jenis%2C%20karakteristik%20dan%2
0keunggulannya&f=false
Al-Sheikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq. Tafsir
Ibnu Katsir, terj. Abdul Ghaffar, Jilid 1, cet. III. Bogor: Pustaka Imam
Asy-Syafi’i, 2004.
Shihab, M. Quraish. Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, cet. I.
Bandung: Mizan, 1994.
Shihab, Umar. Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik atas Ayat-ayat
Hukum dalam Al-Qur’an, cet. 3. Jakarta: Penamadani, 2005.

127
128

Sodiqin, Ali. Antropologi Al-Qur’an: Model Dialektika Wahyu dan


Budaya. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
Subaidah, Siti. “Tradisi Pembacaan Al-Qur’an (Surah al-Kahfi, al-
Rahman, al-Sajdah) di Yayasan Al-Ashriyyah Nurul Iman Islamic
Boaeding School Desa Waru Jaya Kecamatan Parung Kabupaten
Bogor”. Skripsi S1., Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2019.
Syamsuddin, Sahiron. Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits.
Yogyakarta: TH Press. 2007.
Umar, Nasaruddin. Deradikalisasi Pemahaman Al-Qur’an & Hadis.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014.
Umar, Ratnah . “Qira’at al-Qur’an (Makna dan Latar Belakang Timbulnya
Perbedaan Qira’at)”. Jurnal al-Asas. Vol. 3, No. 2 (2019): 36.
Wathoni, Lalu Muhammad Nurul. Hadis Tarbawi; Analisis Komponen-
komponen Pendidikan Perspektif Hadis, cet. I. Nusa Tenggara Barat:
Forum Pemuda Aswaja, 2020.
Yusuf, Kadar M. Studi al-Qur’an, Edisi 2, cet. I. Jakarta: AMZAH, 2021.
Zainuddin, A dan F. Hikmah. “Tradisi Yasinan (Kajian Living Qur’an Di
Ponpes Ngalah Pasuruan)”. Mahfum: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir. vol.4, no.1 (Agustus 2019): 10.
Zaman, Akhmad Roja Badrus. “Resepsi Al-Qur’an di Pondok Pesantren
Karangsuci Purwokerto”. Skripsi S1., Fakultas Ushuluddin Adab dan
Humaniora, Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, tahun 2019.
Al-Zuhaili, Wahbah. Tafisr al-Munir; Aqidah, Syariah dan Manhaj, terj.
Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Jilid 15, cet. VIII. (Jakarta: Gema
Insani, 2014.
129

Wawancara:

Adawiyah, Robiatul. (Mudabbiroh/pengurus santri putri bidang pendidikan


PP. Al-Atiqiyah Sukabumi). Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri,
Sukabumi, 20 November 2019, Jawa Barat.

Afiah, Agrisna Rida. Mudabbiroh/pengurus santri putri PP. Al-Atiqiyah


Sukabumi. Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 20
November 2019, Jawa Barat.
Anwar, Wawan Khoerul. Pimpinan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
Sukabumi. Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 17
November 2019, Jawa Barat.
Fadilah, Siti. Santri putri kelas IX/santri lama PP. Al-Atiqiyah Sukabumi.
Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 20 November 2019,
Jawa Barat.
Fahrezi, Khoerul. Santri putra kelas X/santri Baru PP. Al-Atiqiyah
Sukabumi. Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 19
November 2019, Jawa Barat.
Jamilah, Nurul. Santri putri kelas XI/santri baru PP. Al-Atiqiyah Sukabumi.
Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 18 November 2019,
Jawa Barat.
Megawati, Hindun. Pengajar/Ustadzah Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
Sukabumi. Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 17
November 2019, Jawa Barat.
Milah, Nia Syifa Hayatul. Santri putri kelas X/santri baru PP. Al-Atiqiyah
Sukabumi. Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 18
November 2019, Jawa Barat.
Mustofa, Hadiatul. Santri putra kelas XI/santri baru PP. Al-Atiqiyah
Sukabumi. Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 19
November 2019, Jawa Barat.
Nafisah, Neng Sayyidah. Ketua Santri Putri Pondok Pesantren Al-
Atiqiyah), Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 20
November 2019, Jawa Barat.
Ningrum, Sri Purwanti Ayu. Mudabbiroh/pengurus santri putri PP. Al-
Atiqiyah Sukabumi. Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 17
November 2019, Jawa Barat.

129
130

Nugraha, Dede Iman Nur Alim Adi. Mudabbir/pengurus santri bidang


peribadatan putra PP. Al-Atiqiyah Sukabumi. Diwawancarai oleh Ayi
Syahfitri. Sukabumi, 13 November 2019, Jawa Barat.
Nurmaya, Siti. Wakil Ketua Santri Putri Pondok Pesantren Al-Atiqiyah.
Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 15 November 2019,
Jawa Barat.
Rino, Muhammad. (santri putra kelas VIII/santri baru PP. Al-Atiqiyah Sukabumi).
Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 19 November 2019, Jawa
Barat.

Sarah, Siti. Mudabbiroh/pengurus santri bidang peribadatan putri PP. Al-


Atiqiyah Sukabumi. Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 20
November 2019, Jawa Barat.
As-Segaf, Muhammad Aji. Santri putra kelas VII/santri baru PP. Al-
Atiqiyah Sukabumi. Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 19
November 2019, Jawa Barat.
Sodikin, Acep (Pengasuh Bidang Peribadatan Pondok Pesantren Al-
Atiqiyah). Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 17
November 2019, Jawa Barat.
Solihin, Muhammad. Santri putra kelas IX/santri lama PP. Al-Atiqiyah
Sukabumi. Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 19
November 2019, Jawa Barat.
Sopiah, Pipih. Pengajar/Ustadzah sekaligus Imam Shalat santri putri
Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi, diwawancarai oleh Ayi
Syahfitri. Sukabumi, 17 November 2019, Jawa Barat.
Syarifatun Nisa, Aisyah. (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Atiqiyah),
Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 15 Desember 2019
secara daring.
Tamiah, Ibnu. (Ketua Santri Putra Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
Sukabumi). Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 16 dan 19
November 2019, Jawa Barat.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Izin Penelitian Skripsi

131
132

Lampiran 2: Surat Izin Wawancara dari Pondok Pesantren


Lampiran 3: Pedoman Observasi
A. Instrumen Observasi
Dalam pengamatan (observasi) yang dilakukan adalah mengamati
partisipasi santri dan pengasuh Pondok Pesantren al-Atiqiyah pada
pelaksanaan praktik penggunaan al-Qur’an dalam tradisi wirid, meliputi:
1. Identitas observasi
a. Lembaga yang diamati :
b. Hari, tanggal :
2. Aspek-aspek yang diamati
a. Fasilitas Pendidikan Pondok Pesantren
b. Sarana dan Prasarana
c. Pelaksanaan kegiatan penggunaan al-Qur’an dalam tradisi wirid
d. Observasi sikap dan prilaku santri ketika mengikuti kegiatan wirid
3. Lembar observasi
No Yang diamati Ya Tidak Keterangan
a. Fasilitas Pendidikan Pondok Pesantren
Visi dan Misi
1)
Pesantren
Kurikulum dan
program
2) pengembangan
pendidikan Pondok
Pesantren
3) Daftar guru/pengajar
Struktur Kepengurusan
4) Pondok Pesantren
b. Sarana dan Prasarana
1) Masjid
2) Sekretariat Pesantren
3) Komputer
4) Papan Tulis

133
134

5) Bel
6) Micropon
7) Peralatan kesenian
Pelaksanaan kegiatan penggunaan al-Qur’an dalam tradisi
c.
wirid
Waktu pelaksanaan
1)
wirid
2) Urutan bacaan wirid
Kondisi jamaah pada
3) saat kegiatan wirid
berlangsung
Media yang digunakan
4) dalam kegiatan wirid
d. Sikap dan prilaku santri setelah mengikuti kegiatan wirid
1) Peribadatan
a) Khusyu’ dalam shalat
Selalu melaksanakan
b)
ibadah sunah
c) Tadarus al-Qur'an
Bertambahnya
d) kefashihan dalam
membaca al-Qur’an
2) Prilaku Sosial
Sopan dalam tutur kata
a) dan perbuatan
Tidak membantah
b)
guru/kiyai
Tidak bermusuhan
c) dengan sesama teman
Menjalin hubungan
d) kekeluargaan dalam
lingkup pesantren
135

B. Hasil Observasi
Lembaga yang diamati : Pondok Pesantren al-Atiqiyah
Sukabumi
Hari, tanggal : Jum’at-Rabu, 15 – 20 November 2019
No Yang diamati Ya Tidak Keterangan
a. Fasilitas Pendidikan Pondok Pesantren
Visi dan Misi
1) √
Pesantren
Kurikulum dan
program
2) pengembangan √ Pengumpulan data
pendidikan Pondok dilakukan dengan cara
Pesantren wawancara pimpinan
3) Daftar guru/pengajar √ pondok.
Struktur Kepengurusan
4) Pondok Pesantren √

b. Sarana dan Prasarana


1) Masjid √ Pengamatan dilakukan
2) Sekretariat Pesantren √ dengan cara melihat,
3) Komputer √ mengamati lingkungan
sekitar pondok dan
4) Papan Tulis √ mewawancarai
5) Bel √ pimpinan pondok dan
6) Micropon √ ketua santri.
7) Peralatan kesenian √
Pelaksanaan kegiatan penggunaan al-Qur’an dalam tradisi
c.
wirid
Waktu pelaksanaan
1) √
wirid
2) Urutan bacaan wirid √ Peneliti mengikuti
Kondisi jamaah pada kegiatan wirid bersama
3) saat kegiatan wirid √ santri dan mengamati
berlangsung langsung di lapangan.
Media yang digunakan
4) dalam kegiatan wirid √

d. Sikap dan prilaku santri setelah mengikuti kegiatan wirid


1) Peribadatan
136

a) Khusyu’ dalam shalat √


Selalu melaksanakan
b) √ Pengumpulan data
ibadah sunah
dilakukan dengan cara
c) Tadarus al-Qur'an √ wawancara dan
Bertambahnya pengamatan
d) kefashihan dalam √ lingkungan.
membaca al-Qur’an
2) Prilaku Sosial
Sopan dalam tutur kata
a) dan perbuatan √
Tidak membantah
b) √
guru/kiyai Peneliti mengamati
Tidak bermusuhan tingkah laku santri,
c) dengan sesama teman √
wawancara dan tutur
Menjalin hubungan kata sehari-hari.
d) kekeluargaan dalam √
lingkup pesantren
Lampiran 4: Pedoman Wawancara
1) Pertanyaan Ustadz
Nama :
Usia :
Pendidikan Terakhir :
Status/Jabatan :
Lokasi :
Hari/Tanggal :
Jam :
Bari Aspek Butir Pertanyaan
s
Pengetahuan
1. Apa yang anda ketahui tentang wirid?
a
2. Apa dalil yang melatar belakangi tradisi wirid
di Pondok Pesantren ini?
Prosesi
Kapan Praktek Wirid di Pesantren ini Mulai
1
ada?
Apa Tujuan dasar diterapkannya praktek wirid
b di Pondok Pesantren ini, yang sebagian besar
2.
bacaannya merupakan susunan dari ayat-ayat
al-Qur’an?
Bagaimana Prosesi Pelaksanaan wirid di
3.
Pondok Pesantren Al-Atiqiyah?
Persepsi
Bagaimana pandangan anda tentang
1.
penggunaan al-Qur’an dalam tradisi wirid?
c
Apakah anda setuju dengan penggunaan ayat-
2. ayat al-Qur’an pada tradisi wirid? Jika setuju,
apa alasannya?

137
138

Menurut anda, Mengapa di Pondok Pesantren


ini surat-surat seperti (Surat al-Fātiḥah , al-
Ikhas/112: 1-4, al-Falaq/113: 1-5, al-Nās/114:
1-6, al-Baqarah/2: 163, 255, 284-286; ali-
3.
Imran/3: 18-19, 26-27) yang dipilih untuk
melengkapi bacaan wirid? Apa keistimewaan
dari surat-surat tersebut? Dan Sejauh mana
anda memahami ayat-ayat tersebut?

Menurut anda apa makna yang melekat pada


4.
tradisi wirid?
Manfaat
Apakah ada perubahan dalam diri anda setelah
1.
men-dawam-kan wirid tersebut?
Bagaimana ibadah anda setelah mengamalkan
d wirid tersebut?
· Apakah ibadahnya lebih khusyuk ?
2.
· Selalu melakukan solat sunah ?
· Selalu berdzikir atau membaca al-Qur’an ?
. Apakah bacaan al-Qur’annya lebih fasih?

2) Pertanyaan Santri
Nama :
Usia :
Status/Jabatan :
Lokasi :
Hari/Tanggal :
Jam :
A. PENGETAHUAN DAN PROSESI

Pertanyaan: Apa yang dimaksud dengan wirid?


Pertanyaan: Apakah anda tahu landasan atau dalil yang melatarbelakangi
tradisi wirid?
Pertanyaan: Bagaimana prosesi pelaksanaan wirid yang ada di Pondok
Pesantren ini?
Pertanyaan: Apakah anda pernah mendengar adanya praktek penggunaan
ayat-ayat al-Qur’an dalam tradisi wirid?
139

B. PERSEPSI
Pertanyaan: Jika pernah, Apakah anda setuju dengan penggunaan ayat-ayat
al-Qur’an pada tradisi wirid tersebut?
Pertanyaan: Jika Setuju, Apa alasannya?
Pertanyaan: Seperti yang diketahui bahwa pada tradisi wirid di PP. Al-
Atiqiyah ini ada beberapa surat/ayat yang dicantumkan dalam
bacaan wirid selepas shalat. Nah, sejauh mana anda
memahami surah dan ayat-ayat tersebut?

Pertanyaan: Menurut anda apa makna yang melekat pada tradisi wirid?

C. IMPLIKASI
Pertanyaan: Apakah ada perubahan dalam diri anda setelah men-dawam-
kan wirid tersebut?
Pertanyaan : Bagaimana ibadah anda setelah mengamalkan wirid tersebut?
a. Apakah ibadahnya lebih khusyu ?
b. Selalu melakukan solat sunah ?
c. Selalu berdzikir atau membaca al-Qur’an ?
d. Apakah bacaan al-Qur’annya lebih fasih?
140
Lampiran 5: Transkrip Hasil Wawancara

1. Identitas Informan
Nama : H. Acep Sodikin, S.S, S.Kom.
Usia : 46 Tahun
Pendidikan terakhir : S1 UNPAD (2001), dan S1 STMIK Pasim
Sukabumi (2015)
Status/Jabatan : Pengasuh/ Kepala Bidang Peribadatan
Lokasi : Kediaman Informan
Hari/Tanggal : Minggu, 17 November 2019
Jam : 13.45 WIB
2. Pertanyaan

Pertanyaan Apa yang dimaksud dengan wirid?


“Wirid itu artinya do’a, bentuk jamaknya (aurad)
“do’a-doa.” Ada dua bentuk wirid, pertama yang
sering disebut wirid itu sendiri, dan yang kedua
disebut dengan warid. Wirid itu do’a-do’a yang
Informan dicontohkan Kanjeng Rosul. Sedangkan warid ialah
dampak/hikmah yang dirasakan langsung oleh orang-
orang yang men-dawam-kan wirid dengan segala
kerendahan hati, keikhlasan dan ketulusan hati dalam
mengingat dan mengagungkan Allah Swt.”
Pertanyaan Apa dalil yang melatar belakangi tradisi wirid?
‫يٰاَيُّ َها الَّ ِذيْ َن اٰ َمنُوا اذْ ُك ُروا ال ٰلّهَ ِذ ْكًرا َكثِيْ ًرا‬
Informan “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan
menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-
banyaknya.”
Bagaimana prosesi pelaksanaan wirid yang ada di
Pertanyaan
Pondok Pesantren ini?
“Secara wirid umum hampir sama. Yang dipake
disinimah berarti wirid yang warid yah. Wirid yang
dicontohkan,, yang umum lah, seperti baca istighfar 3
kali, baca surat-surat pendek al-Ikhlāṣ, al-falaq, al-
Nās, al-Baqarah ayat 15, ayat Qursy, baca subhanallah
Informan 33, alhamdulillah 33, Allahu Akbar 33, terus la ila ha
illallah 33. Itu yang umum hampir sama cuman ada
diajarin juga wirid yang berthoriqoh, yaitu wirid yang
punya sanad silsilah guru Mursy, nah disini diterapin
zikir bertoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah dari
Suryalaya. Walaupun dalam prakteknya, tidak

141
142

mudawamah ya, aturan disiplin thoriqohnya


seharusnya setiap abis ṣolat diamalkan yaitu baca la
ila ha illallah 165, tapi disini mah dimodifikasi.
Pertanyaan Kapan Praktek Wirid Mulai ada?
“Kalo wirid yang di pesantren ngikutin wirid yang di
umum dulu berarti yang ada di masyarakat, kan
Pesantren itu lembaga pengkaderan, kalo hidup
bermasyarakat berarti kan membimbing masyarakat,
masyarakat punya anak, masyarakat juga punya
pembimbing kan ada mu’allim itu yang suka ngajar
Informan
suka ngimamin, karena ilmu itu harus di ajarkan harus
di sebarluaskan maka terciptalah sebuah komunitas,
sebuah lembaga, jadilah pengajian, jadilah pesantren.
Maka di pesantren diajarkan otomatis bukan hanya
ilmu tata cara ibadah saja tapi ilmu pasca ibadah ṣolat
ada, yaitu wirid.”
Bagaimana cara pengenalan dan penerapan praktek
wirid terhadap para santri? Apakah para santri hanya
diwajibkan untuk menghafalnya saja? Atau, Apakah
Pertanyaan
mereka juga diberi pemahaman terkait makna dan
kandungan kalimat-kalimat yang tercantum dalam
bacaan wirid tersebut?
“kalau secara umum sih pengenalan wirid kepada
santri hanya melalui pelafalan dan penghafalan saja
yang kemudian dpraktekan setiap hari selepas ibadah
shalat. Adapun untuk maknanya kami ajarkan melalui
pengajian-pengajian umum dan kitab klasik yang
berbeda tiap tingkatannya, tidak secara langsung,
Informan
sedikit-demi sedikit biar mereka faham. Karena untuk
memahami makna kan mereka harus tau dulu, harus
ngerti apa yang mereka baca, untuk itulah diajarkan
pula ilmu-ilmu yang dapat menunjang pengetahuan
mereka seperti belajar mufrodat bahasa Arab, Nahwu
dan sharafnya, semua diajarkan disini.”
Apa Tujuan dasar diterapkannya praktek wirid di
Pertanyaan Pondok Pesantren ini, yang sebagian besar bacaannya
merupakan susunan dari ayat-ayat al-Qur’an?
‫الَّ ِذيْ َن اٰ َمنُ ْوا َوتَطْ َمى ُّن قُلُ ْوبُ ُه ْم بِ ِذ ْك ِر ال ٰلّ ِه َ اَََل بِ ِذ ْك ِر ال ٰلّ ِه تَطْ َمى ُّن‬
Informan
ۗ‫ب‬ ُ ‫الْ ُقلُ ْو‬
143

“Ketenangan batin. Orang yang tidak berzikir tidak


akan tenang batinnya. Karena orang tenang batinnya
itu bukan orang yang banyak duit ataupun banyak
harta, tapi orang yang banyak mengingat Allah, baca
Qur’an, ṣolawat itu membuat tentram kepada hati.
Kan beragama tuh buat ketentraman, kalo manusia
tanpa agama itu kan A tidak, agama kacau. Manusia
yang tidak beragama kacau hidupnya, pikirannya
kacau, maka penting dalam umat beragama itu salah
satu yang paling pentingnya dalam agama yaitu
adanya aurod.”
Bagaimana pandangan anda tentang penggunaan al-
Qur’an dalam tradisi wirid? Apakah anda setuju
Pertanyaan
dengan penggunaan ayat-ayat al-Qur’an pada tradisi
wirid?
Informan “setuju, ya “
Pertanyaan Jika setuju, apa alasannya?
itu kan dicontohkan Rosul dan ada perintahnya, misal
Informan membaca ayat ini diwaktu pagi, siang, sore. Emang
warid gitu ya, wari itu ya ada sumbernya.”
Menurut anda, Mengapa di Pondok Pesantren ini
surat-surat seperti (Surat al-Fātiḥah , al-Ikhas/112: 1-
4, al-Falaq/113: 1-5, al-Nās/114: 1-6, al-Baqarah/2:
Pertanyaan 163, 255, 284-286; ali-Imran/3: 18-19, 26-27) yang
dipilih untuk melengkapi bacaan wirid? Apa
keistimewaan dari surat-surat tersebut? Dan Sejauh
mana anda memahami ayat-ayat tersebut?
“seperti contoh do’a Nabi Yunus
ِِ ِ ِ ‫َلَ اِله اَِلَّ اَنْت سبحان‬
َ ْ ‫ك ا ّّن ُكْنتُ ْم م َن الظَّالم‬
‫ني‬ َ َ َ ُْ َ َ
Mengalami apa, ketika beliau ditelan ikan hiu di
dalam perutnya kemudian beliau membaca lafadz
tersebut maka dengan izin Allah selamat,
Informan dimuntahkan. Maka orang berbuat apa yang
dicontohkan oleh para Nabi, misal dulu tuh sakit
dipatok ular berbisa Rasul mengucapkan apa
membaca al-Fātiḥah 7x, ditiupkan dikasih garem, kita
ikutin gitu. Jadi memang kenapa dipilih ya karena ada
khasiat. Contoh juga seperti barang siapa membaca
ayat Qursy pagi makan akan terhindar dari gangguan
144

setan, yasin juga sama dari pagi sampai sore


berikutnya. Baca al-Ikhlāṣ 3x setara dengan membaca
satu al-Qur’an satu kali tamatan. Perlindungan dari
setan (Al-Nās), perlindungan dari sifat hasud (Al-
Falaq).
Menurut anda apa makna yang melekat pada tradisi
Pertanyaan
wirid?
“Sebagai salah satu media untuk mendekatkan diri
Informan
kita kepada Allah, bertafakur, memohon ampunan”
Apakah ada perubahan dalam diri anda setelah men-
Pertanyaan dawam-kan wirid tersebut? Dan Bagaimana ibadah
anda setelah mengamalkan wirid tersebut?
“kalo kita istiqomah, mudawamah mengamalkan
wirid maka insyaallah stabil ya, jadi amaliah itu
sebanding dengan hasil. Output yang dihasilkan sesuai
dengan input. Bagi santri misalnya, inputnya dia
ngikutin wiridan gak apa nundutan atau sare ya
Informan
outputnya juga brgitu, tapi bagi santri yang ngikutin
mah yang shalat berjamaahnya awal waktu,
dinasehatin diruruh tadarus ngikutin, disuruh wiridan
juga nurut insyaallah akan memiliki akhlak yang
bagus.”

1. Identitas Informan
Nama : Dede Iman Nur Alim Adi Nugraha
Usia : 17 Tahun
Status/Jabatan : Mudabir (Pa/L), kelas 2 SMA
Lokasi : Kediaman Ustaż Muhaimin
Hari/Tanggal : Rabu, 20 November 2019
Jam : 16.69
2. Pertanyaan

Pertanyaan Apa yang dimaksud dengan wirid?


Informan “Amalan setelah shalat, menenangkan hati dan jiwa”
Apakah anda tahu landasan atau dalil yang
Pertanyaan
melatarbelakangi tradisi wirid?
Informan “kurang tau”
Bagaimana prosesi pelaksanaan wirid yang ada di
Pertanyaan
Pondok Pesantren ini?
“untuk prosesinya ya biasa ya teh setelah shalat kita
Informan
duduk wirid dipandu ku imam gitu, dan biasanya di
145

santriyin mah imamna teh teu kungsi kiyai di pondok


tapi aya oge ti tokoh agama setempat gitu teh”
Apakah anda pernah mendengar adanya praktek
Pertanyaan
penggunaan ayat-ayat al-Qur’an dalam tradisi wirid?
Informan “Pernah”
Jika pernah, Apakah anda setuju dengan penggunaan
Pertanyaan
ayat-ayat al-Qur’an pada tradisi wirid tersebut?
Informan “Setuju”
Pertanyaan Jika Setuju, Apa alasannya?
“karena kan dalam ayat-ayat al-Qur’an juga
mengandung do’a-do’a, memohon perlindungan,
Informan ketauhidan dan lain-lain. Jadi menurut saya baik jika
dicantumkan dalam wirid, selain itu juga agar kita
terbiasa melafalkan ayat-ayat al-Qur’an”.
Seperti yang diketahui bahwa pada tradisi wirid di PP.
Al-Atiqiyah ini ada beberapa surat/ayat yang
Pertanyaan dicantumkan dalam bacaan wirid selepas shalat. Nah,
sejauh mana anda memahami surah dan ayat-ayat
tersebut?
“kalo ditanya sejauh mana memahami sih belum
terlalu faham ya, tapi ada lah sedikit-sedikit yang saya
tau dari segi maknanya misalnya pada surah al-
Informan
Fātiḥah itu kana da kata yang bermakna “tunjukilah
jalan yang lurus”, nah itu berarti sebuah permohonan
kita kepada Allah agar ditunjukan jalan yang lurus”.
Menurut anda apa makna yang melekat pada tradisi
Pertanyaan
wirid?
“menurut saya selain sebagai sarana pendekatan
kepada Allah Swt., penyerahan diri, permohonan
Informan ampun, juga sebagai bentuk ketakziman kita terhadap
guru sebagaimana yang diajarkan beliau yaitu dengan
mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari”.
Apakah ada perubahan dalam diri anda setelah men-
Pertanyaan
dawam-kan wirid tersebut?
“ada perubahan salah satunya dari diri saya menjadi
Informan lebih tenang, lebih santun dan lebih terjaga agar tidak
melakukan hal-hal yang negatif”.
Bagaimana ibadah anda setelah mengamalkan wirid
Pertanyaan tersebut?
e. Apakah ibadahnya lebih khusyu ?
146

f.Selalu melakukan solat sunah ?


g. Selalu berdzikir atau membaca al-Qur’an ?
h. Apakah bacaan al-Qur’annya lebih fasih?
“ya, setelah mengamalkan wirid, karena wirid juga
sebagai salah satu media yang bisa menenangkan
jiwa, alhamdulillah ibadah saya sekarang menjadi
lebih fokus”.
“kalo dibilang selalu sih tidak juga, karena kalo selalu
itu kan artinya udah kontinyu, tapi lebih ke sebisa
mungkin setiap harinya menyempatkan untuk shalat
Sunnah, itupun paling seperti shalat Sunnah rowatib,
tahajjud dan dhuha”.
Informan
“kalo zikir sih setiap hari berzikir tapi hanya pada
waktu-waktu tertentu seperti setiap habis shalat. Terus
kalo baca al-Qur’an tentu juga tidak selalu tapi saya
usahakan setiap hari minimal 1 hari sekali”.
“ya alhamdulillah ada perubahan, karena kana da
pribahasa yang mengatakan “kita bisa karena
terbiasa”, begitupun dari segi bacaan al-Qur’an yang
salah satunya dijadikan zikir, maka akan semakin baik
kita melafalkannya”

1. Identitas Informan
Nama : Neng Syaidah Nafisah (Mala)
Usia : 17 Tahun
Status/Jabatan : kelas 3 SMA (Pi), Ro’isah (6 tahun)
Lokasi : Asrama Putri 2
Hari/Tanggal : Rabu, 20 November 2019
Jam : 09.50
2. Pertanyaan

Pertanyaan Apa yang dimaksud dengan wirid?


“Dari yang sudah saya pelajari wirid itu “memohon
ampunan” dengan istighfar. Adapun isi dari bacaan
Informan wirid dari awal sampai akhir itu ada istighfar, puji-
pujian kepada Allah Swt., bertasbih, zikir (mengingat
Allah), terus terdapat do’anya juga.
Apakah anda tahu landasan atau dalil yang
Pertanyaan
melatarbelakangi tradisi wirid?
147

‫ِف َخلْ ِق‬ َّ ِِ ِ ٰ ِ


ْ ِ ‫الَّذيْ َن يَ ْذ ُك ُرْو َن اللّهَ قيَ ًاما َّوقُعُ ْوًدا َّو َع ٰلى ُجنُ ْوِّب ْم َويَتَ َفك ُرْو َن‬
َ‫ض‬ ِ ‫ت َو ْاَلَْر‬ ِ ‫الس ٰم ٰو‬
َّ
“Maksudnya, wahai orang-orang yang beriman
Informan mengingatlah kepada Allah dan bertafakkurlah atas
penciptan-Nya”.
Juga tercantum dalam kitab Fathul Mu’in yang
‫أستغفر اهلل العظيم ِل ولولدي‬
Bagaimana prosesi pelaksanaan wirid yang ada di
Pertanyaan
Pondok Pesantren ini?
“sebenernya wirid itu lebih bagus setiap ba’da shalat,
shalat 5 waktu dari awal sampai akhir. Akan tetapi,
karena disini kan ada kegiatan lain yaitu ngaji, jadi
disinimah wiridan yang berjamaahnya cuma ba’da
Informan subuh, ba’da ashar dan ba’da maghrib. Ba’da subuh
dan ashar wiridan biasa, sedangkan ba’da maghrib
wiridan uqudul jumaan (wirid TQN) dari Suryalaya.
Dan untuk Dzuhur dan isya itu wiridan masing-
masing.”
Apakah anda pernah mendengar adanya praktek
Pertanyaan
penggunaan ayat-ayat al-Qur’an dalam tradisi wirid?
Informan “iya banyak ayat al-Qur’annya”
Jika pernah, Apakah anda setuju dengan penggunaan
Pertanyaan
ayat-ayat al-Qur’an pada tradisi wirid tersebut?
Informan “Setuju”
Pertanyaan Jika Setuju, Apa alasannya?
“karena dalam ayat-ayat al-Qur’an tersebut juga kan
terdapat do’a-do’a seperti;
Informan ࣖ ۗ‫ف ال ٰلّهُ نَ ْف ًسا اََِّل ُو ْس َع َها‬
ُ ِّ‫ََل يُ َكل‬
“Karena Allah tidak akan memberi cobaan diluar
batas kemampuan hambanya.
Seperti yang diketahui bahwa pada tradisi wirid di PP.
Al-Atiqiyah ini ada beberapa surat/ayat yang
Pertanyaan dicantumkan dalam bacaan wirid selepas shalat. Nah,
sejauh mana anda memahami surah dan ayat-ayat
tersebut?
Informan
Menurut anda apa makna yang melekat pada tradisi
Pertanyaan
wirid?
148

“Memohon ampunan, mengingat Allah Swt, dan


Informan
sebagai bentuk permohonan kita kepada Allah Swt.”
Apakah ada perubahan dalam diri anda setelah men-
Pertanyaan
dawam-kan wirid tersebut?
“Ada, misal kalo ga wiridan hati teh merasa gimana
gitu, merasa gelisah. Tapi, kalo wiridan itu hati terasa
tenang. Dalam sebuah perumpamaan dikatakan;
Informan
‫من ترك الوردا فهو قرد‬
“Barangsiapa meninggalkan wirid maka ia seperti
hewan”
Bagaimana ibadah anda setelah mengamalkan wirid
tersebut?
i. Apakah ibadahnya lebih khusyu ?
Pertanyaan j. Selalu melakukan solat sunah ?
k. Selalu berdzikir atau membaca al-Qur’an ?
l. Apakah bacaan al-Qur’annya lebih fasih?
“ya sedikit-sedikit, kalo misalkan bacaan shalatnya
saya tau artinya ya jadi lebih khusyu tapi kalo engga
mah belum tentu khusyu”
“kalo dikatakan selalu sih engga, ya tergantung
Informan kesadaran sendiri aja sih.
“Alhamdulillah lebih fasih, kan wiridan itu semakin
sering kita mengucapkannya, maka akan semakin
terbiasa kita melafalkannya.”

Anda mungkin juga menyukai