Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Ayi Syahfitri
NIM: 11150340000277
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Ayi Syahfitri
NIM: 11150340000277
Pembimbing
Ayi Syahfitri
vii
viii
ABSTRAK
Penelitian ini bertitik tolak dari fenomena Living Qur’an yang terjadi
di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah, Desa Cipanengah, Kecamatan
Bojonggenteng, Kabupaten Sukabumi. Yakni munculnya praktik
memfungsikan al-Qur’an dalam kehidupan praksis di luar kontekstual
al-Qur’an yang terejawantahkan pada praktik penggunaan al-Qur’an dalam
tradisi wirid. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menjelaskan
bagaimana praktik penggunaan al-Qur’an dalam tradisi wirid di pondok
pesantren Al-Atiqiyah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
(deskriptif-kualitatif) dengan model pendekatan etnografi. Penelitian ini
merupakan penelitian Living Qur’an, termasuk dalam jenis penelitian Field
Research. Pengumpulan data yang penulis gunakan ialah pengamatan
dengan observasi, wawancara terbuka dan dokumentasi yang kemudian
data diolah untuk dianalisis melalui tiga tahapan analisis, yakni reduksi
data, penyajian data dan terakhir adalah penarikan kesimpulan.
ix
x
KATA PENGANTAR
الرحيم
ّ الرمحن
ّ بسم اهلل
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada
kehadirat Allah SWT. Pemilik kesempurnaan yang telah melimpahkan
rahmat dan inayat-Nya serta izin-Nya. Sehingga penulis mampu melewati
prosesnya dengan lancar dan dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini
yang berjudul “Penggunaan Al-Qur’an dalam Tradisi Wirid di Pondok
Pesantren Al-Atiqiyah, Sukabumi.” Selawat serta salam semoga
senantiasa tercurah limpahkan kepada Baginda Nabi besar Muhammad saw,
keluarganya dan para sahabatnya serta seluruh umatnya hingga akhir
zaman.
Skripsi ini dibuat guna memperoleh gelar Sarjana Agama, pada
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis sangat
menyadari bahwa dalam penyusunannya, skripsi ini tidak akan
terselesaikan tanpa adanya dukungan dan doa dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati dan tanpa mengurangi rasa
hormat penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
serta penghargaan yang setinggi-tingginya untuk pihak yang sangat berjasa
di antaranya kepada:
1. Yth. Prof. Dr. Amany Burhanudin Lubis, MA., Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA., Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag., Ketua Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, dan
Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir, serta Civitas Akademik Fakultas Ushuluddin.
xi
xii
Penulis juga untaikan kasih dan rasa syukur yang tak terhingga
kepada kedua orang tua, yaitu ibunda tercinta Rumsiah dan ayahanda
tercinta Nurdin. Hingga sampai pada titik ini adalah berkat doa-doa yang
bapak dan umi panjatkan untuk keberhasilan dan kesuksesan studi penulis.
Skripsi ini adalah persembahan kecil saya untuk umi dan bapak, sang pelita
penerang hidup, motivator terbaik untuk terus melangkah maju, dan
pemandu terhebat untuk terus melakukan yang terbaik. Penulis juga
haturkan maaf yang sebesar-besarnya atas keterlambatan penulis
menyelesaikan tugas ini. Mudah-mudahan Allah selalu memberi mereka
kesehatan, umur panjang, dilancarkan rezeki dan dipermudah setiap
urusannya. Ᾱmῑn yā Rabba ‘Ᾱlamῑn.
Ayi Syahfitri
NIM. 11150340000277
PEDOMAN TRANSLITERASI
ب b be
ت t te
ج j je
خ kh ka dan ha
د d de
ر r er
ز z zet
س s es
es dan ye
ش sy
xv
xvi
غ G ge
ف F ef
ق Q qi
ك K ka
ل L el
م M em
ن N en
و W w
ه H ha
ء ’ apostrop
ي Y ye
B. Vokal
1. Vokal Pendek
a. Vokal Tunggal
َ̲ A
َ̅ I
َ̲ U
b. Vocal Rangkap
2. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
C. Ta Marbūṭah
Ta marbūṭah di alih aksarakan menjadi (h), apabila terdapat pada kata
yang berdiri sendiri̇̇̇̇̇̇ ataupun kata yang diikuti oleh kata sifat (na‘t). Namun
ta marbūṭah di alih aksarakan menjadi (t), apabila terdapat pada kata yang
diiringi kata benda (ism).
xviii
Arab Latin
ِ َضةُ ا ِإلرف
ان ْ َ َرْو Rauḍah al-Irfān
ِ ُاَل َقاعِ َدة
ُالف ْق ِهيَّة al-qā‘idah al-fiqhiyyah
ُاهلِيَّة
ِ اَجل
َ al-jāhiliyyah
D. Kata Sandang
Transliterasi kata sandang al- ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-), baik ketika
diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah.
Arab Latin
اَلبُ َخا ِرى al-Bukhārī
َّارقُطْ ِن
ُ اَلد al-Dāruquṭnī
َ قَ ْد َش ِر
ب اخلَ ْمَر Qad syariba al-khamra
E. Syaddah/Tasydīd
Arab Latin
تَ َو َّّف Tawaffā
ِّدة
َ ُمتَ َعد Muta‘addidah
F. Huruf Kapital
Tulisan Arab dalam transliterasinya dikenai ketentuan tentang penggunaan
huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku
(EYD), misalnya digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang,
tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri
xix
didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital
tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika
terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut
menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku
untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al,
baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan. Contoh:
Wa mā Muhammadun illā rasūl, al-Gazālī, al-Munqiẓ min al-Ḍalāl, Syahru
Ramadhān al-lazī unzila fīh al-Qur’ān.
xxi
xxii
xxiii
xxiv
DAFTAR BAGAN
xxv
xxvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.12 Pengajian subuh tingkat 1 santri putri dipimpin oleh Ustazah
Hindun ............................................................................ 74
Gambar 3.14 Hukuman bagi santri putra yang sering melanggar aturan
pondok ............................................................................ 80
xxvii
xxviii
DAFTAR LAMPIRAN
xxix
xxx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sejak awal kemunculannya hingga saat ini, dianggap tidak dapat
dipisahkan dari dampak pangkal ajaran Islam yang hakiki, khususnya Al-
Qur'an, yang terungkap di tengah-tengah masyarakat Arab sekitar abad VII
Masehi.1 Terbatas pada komponen realitas, yang bukan hanya kitab suci
menjadi pedoman hidup (dustūr), tetapi juga sebagai penyembuh (syifā'),
pelita (nūr) dan sekaligus kabar gembira (busyrā). Di samping itu, al-
Qur’an merupakan kitab suci Umat Islam yang fungsi utamanya ialah
sebagai “petunjuk bagi seluruh umat manusia”, baik sebagai petunjuk
akidah, petunjuk akhlak, maupun petunjuk syariah dalam kehidupan sehari-
hari.2 Allah Swt mendeklarasikannya dalam al-Qur’an Qs. al-Baqarah/ 2:
185
انَ فَ َم ْن َش ِه َد ِ ََّاس وب يِّ نٰت ِّمن ا ْْل ٰدى والْ ُفرق ِِ ِ
ْ َ ُ َ َ َ ِ ضا َن الَّذ ْي اُنْ ِزَل فْيه الْ ُق ْراٰ ُن ُه ًدى لِّلن َ َش ْه ُر َرَم
ضا اَْو َع ٰلى َس َفر فَعِ َّدةٌ ِّم ْن اَيَّام اُ َخَر َ يُِريْ ُد ال ٰلّهُ بِ ُك ُم ً ْص ْمهُ َ َوَم ْن َكا َن َم ِري
ُ ََّهَر فَ ْلي
ْ مْن ُك ُم الش
ِ
ْملُوا الْعِ َّد َة َولِتُ َكبِّ ُروا ال ٰلّهَ َع ٰلى َما َه ٰدى ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرْو َنِ الْيسر وََل ي ِري ُد بِ ُكم الْعسر َ ولِتُك
َ َْ ُ ُ ْ ُ َ َْ ُ
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-
Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang
batil)” .
1
2
al-Qur’an harus dipahami dan ditelaah lebih dalam. Maka, konsep “Hud”
dalam ayat di atas menjadi konsep informatif al-Qur’an yang dapat
memberikan pengetahuan dan informasi-informasi penting untuk dapat
menuntun manusia kepada Ṣirāṭ al-Mustaqīm (jalan yang lurus).
Karena sebagai petunjuk, tentunya setiap muslim harus mengkaji Al-
Qur'an, membaca, mentadaburi ayat-ayatnya, memahami substansinya dan
kemudian menerapkannya dalam perilaku sosial dan kultural, dengan tujuan
agar imperatif pelajarannya dapat mencerminkan dan menaungi realitas
sosial.3 Allah Swt. Berfirman di dalam al-Qur’an:
َ ۡ َ ۡ ْ ُ ْ ُ َ َّ َ َ َ َ َ َ ْ ٓ ُ َّ َّ َ ِ ٞ َ َٰ َ ُ َ ۡ َ ُ َٰ َ ۡ َ َ ٌ َٰ َ
ب َٰ َٰ
ِ كِتب أنزلنه إَِلك مبرك َِلدبروا ءايتِهِۦ و َِلتذكر أولوا ٱۡللب
“Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar
mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal
sehat mendapat pelajaran.” (Qs. Ṣad/ 38: 29)
“Ibn ‘Abd al-Barr meriwayatkan dalam Jami’ al-‘Ilmi dari ‘Alī r.a.,
ketahuilah tidak ada kebaikan dalam ibadah kecuali dengan ilmu,
tidak ada kebaikan dalam ilmu kecuali dengan pemahaman, dan
tidak ada kebaikan dalam membaca al-Qur’an kecuali dengan
tadabur.”4
Misi al-Qur’an sebagai kitab petunjuk dan pembeda antara yang hak
dan yang batil, yang dijadikan pedoman utama dalam kehidupan, ternyata
juga memiliki respons beragam dari masyarakat Muslim dalam menanggapi
kehadirannya. Lebih spesifik lagi respons tertentu terhadap al-Qur’an
menjadi salah satu komponen pendukung munculnya kegiatan
memfungsikan al-Qur’an dalam kehidupan praksis di luar kondisi
tekstualnya. Hal inilah yang secara positif menjadi penyebab tindakan
3
Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik atas Ayat-ayat Hukum
dalam Al-Qur’an, cet. III (Jakarta: Penamadani, 2005), 63.
4
Yusūf al-Qaraḍāwī, Berinteraksi dengan al-Qur’an, terj. Abdul Hayyie al-Kattani,
cet. I (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 246.
3
7
M. Mansyur dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis (Yogyakarta:
TH Press, 2007), 8.
8
Heddy Shri Ahimsa, “The Living Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi”.
Jurnal Walisongo, vol.20, no.1, (Mei 012): 237.
9
Fathurrosyid, “Tipologi Ideologi Resepsi Al-Qur’an di Kalangan Masyarakat
Sumenep Madura,” dalam Jurnal el-Harakah, vol.17, no. 2 (2015): 222.
5
10
Menurut Hasan al-Banna, al-Ma’ṡurāt terbagi menjadi dua, yaitu al-Ma’ṡurāt
ṣugra dan al-Ma’ṡurāt kubra. Al-Ma’ṡurāt ṣugra susunannya meliputi pembacaan taawuz,
Qs. al-Fātiḥah/ 1: 1-7, Qs. al-Baqarah/ 2: 1-5, 255-257, 284-286; Qs.al-Ikhlāṣ/112: 1-4
dibaca tiga kali, Qs. al-Falaq/113: 1-5 tiga kali dan surah al-Nāṣ/ 114: 1-6 tiga kali,
kemudian dilanjut dengan pembacaan do’a-do’a dan wirid rabithah yang terdiri dari surah
Āli-‘Imrān/ 3: 26-27. Sedangkan ayat-ayat al-Qur’an yang tercantum dalam al-Ma’ṡurāt
kubrā lebih banyak dari al-Ma’ṡurāt sugrā yakni susunannya meliputi pembacaan taawuz,
Qs. al-Fātiḥah/ 1: 1-7, Qs. al-Baqarah/ 2: 1-5, 255-257,284-286, Qs. Āli-‘Imrān/ 3: 1-2;
Qs. Ṭāhā/ 20: 111-112; Qs. al-Taubah/ 9: 129; Qs. al-Isrā/ 17: 110-11; Qs. al-Mu’minūn/
23: 115-118, Qs. al-Rūm/ 30: 17-26, Qs. Gāfir/ 40: 1-3, Qs. al-Ḥasyr/ 59: 22-24, Qs. al-
Zalzalah/ 99: 1-8, Qs. al-Kāfirūn/ 109: 1-6, Qs. al-Naṣr/ 110:1-3, Qs. al-Ikhlāṣ/ 112: 1-4
(3x), Qs. al-Falaq/ 113: 1-5 (3x) dan Qs. al-Nāṣ/ 114: 1-6 (3x), kemudian dilanjut dengan
pembacaan doa-doa dan wirid rabiṭah Qs. Āli-‘Imrān/ 3: 26-27.
6
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis mengidentifikasi
beberapa permasalahan yang berkaitan dengan praktek penggunaan ayat-
ayat al-Qur’an dalam praksis kehidupan, di antaranya:
1. Kurangnya minat masyarakat dalam upaya memahami dan
mendalami ayat-ayat al-Qur’an.
2. Merosotnya kecintaan masyarakat terhadap al-Qur’an.
3. Minimnya pengetahuan dan pemahaman ayat-ayat al-Qur’an.
4. Kurangnya pengajaran terhadap makna, kandungan dan tafsiran al-
Qur’an.
5. Adanya pergeseran budaya dan paradigma serta bagaimana al-Qur’an
disajikan dalam kehidupan masyarakat.
6. Adanya keberagaman dalam merespons, menerima dan
memfungsikan al-Qur’an dalam kehidupan.
7. Munculnya praktek memfungsikan al-Qur’an Qs. al-Ikhlāṣ, al-Falaq,
al-Nāṣ, al-Baqarah dan surah Āli-‘Imrān dalam kehidupan praksis, di
luar kondisi tekstualnya.
7
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan penelitian ini terarah dan sistematis, maka kajian
difokuskan pada poin ketujuh yakni munculnya praktek memfungsikan al-
Qur’an al-Qur’an surah al-Ikhlāṣ, al-Falaq, al-Nāṣ, al-Baqarah dan surah
Āli-‘Imrān dalam kehidupan praksis, di luar kondisi tekstualnya.
Permasalahan tersebut terejawantahkan pada praktek penggunaan al-Qur’an
dalam tradisi wirid yang diterapkan oleh santri dan pengasuh Pondok
pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi.
D. Perumusan Masalah
Agar masalah-masalah di atas lebih jelas dan sistematis, maka pada
skripsi ini penulis akan merumuskan sebuah permasalahan, yakni:
1. Bagaimana Prosesi Praktek Penggunaan Al-Qur’an dalam Tradisi
Wirid di Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi?
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
yang konstruktif dalam khazanah keislaman terutama pada diskursus kajian
Living Qur’an. Di samping itu juga, diharapkan mampu menjelaskan sifat
universal al-Qur’an dalam budaya lokal dan menginterpretasikan
keabsolutan ajaran Islam dalam masyarakat global.
2. Manfaat Praksis
a. Peneliti, penelitian ini menjadi kesempatan penulis untuk menambah
wawasan ilmu pengetahuan dan pemahaman pada ayat-ayat tersebut.
b. Pembina dan jajaran Pondok Pesantren Al-Atiqiyah, penelitian ini sebagai
bahan acuan dan motivasi untuk meningkatkan kualitas program pendidikan
kepesantrenan khususnya dalam kajian al-Qur’an.
c. Santri dan Masyarakat Luas, penelitian ini dimaksudkan untuk
membantu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berinteraksi
dengan al-Qur’an agar semakin menumbuhkan rasa cinta terhadap al-
Qur’an dengan lebih memahami setiap ayatnya dan kemudian
mengaplikasikannya dalam kehidupan.
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian terdahulu merupakan informasi yang bisa dijadikan dasar
pijakan dan rekomendasi bagi seorang peneliti untuk lebih cermat dan kritis
dalam menganalisis suatu permasalahan. Pada tema yang akan penulis
bahas, sejauh pengamatan penulis penelitian mengenai kegunaan Al-Qur’an
dalam praksis sosial pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an memang sudah
banyak dilakukan, baik yang menggunakan kajian living Qur’an, maupun
studi kasus dengan teori resepsi al-Qur’an, baik yang menggunakan
pendekatan antropologi, fenomenologi, studi kasus, maupun etnografi, baik
di lingkungan pesantren maupun di lingkungan masyarakat luas. Namun,
dari banyaknya penelitian tersebut baik skripsi, tesis, disertasi, maupun
9
11
Luqman Junaidi, The Power Of Wirid; Rahasia dan Khasiat Zikir Setelah Shalat
untuk Kedamaian Jiwa dan Kebugaran Raga, cet. I (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2007),
291,https://books.google.co.id/books?id=G698NVeU2RgC&pg=PA28&dq=wirid&hl=id
&sa=X&ved=2ahUKEwiZls7_n7_xAhVKWysKHcj_Bs0Q6AEwAnoECAoQAw#v=one
page&q=wirid&f=false
12
Rika Rahmatika, “Perkembangan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Desa Cipanengah
Kecamatan Bojonggenteng Kabupaten Sukabumi (1959-2009)”, (Skripsi S1., Fakultas
Adab dan Humaniora, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2011), iii.
10
13
Rochmah Nur Azizah, “Tradisi Pembacaan Surat Al-Fātiḥah dan Al-Baqarah
(Kajian Living Qur’an di PPTQ ‘Aisyiyah, Ponorogo)”, Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin
dan Dakwah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo, tahun 2016), viii.
14
Syahrul Rahman, “Living Qur’an: Studi Kasus Pembacaan Al-Ma’tsurat di
Pesantren Khalid bin Walid Pasir Pengaraian Kab. Rokan Hulu”. Jurnal Syahadah, Vol.
IV, No. 2 (Oktober 2016), 67-68.
11
15
Luqman Al Hakim, Dzikir Qur’ani; Mengingat Allah sesuai Fitrah Manusia, 54-
55,https://books.google.co.id/books?id=AkhyDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=dzi
kir+Qurani&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=dzikir%20Qurani&f=false
16
M. Ofik Taufiqur Rohman Firdaus, “Tradisi Mujahadah Pembacaan Al-Qur’an
sebagai Wirid di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy Babakan Ciwaringin
Cirebon”. Journal Diya al-Afkar, vol.4, no.1 (Juni 2016), 173.
12
17
Syam Rustandi, “Tradisi Pembacaan Surah-surah Pilihan dalam Al-Qur’an
(Kajian Living Qur’an di Pondok Pesantren At-Taufiqiyyah Kab. Baros, Serang)”, (Skripsi
S1., Fakultas Ushuluddin dan Adab, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin
Banten, 2018), iii.
18
Amri Diantoro, “Tradisi Zikir al-Ma’tsurat pada Kader Unit Kegiatan Mahasiswa
Bidang Pembinaan Dakwah UIN Raden Intan Lampung (Metode Living Qur’an)”, (Skripsi
S1., Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, UIN Raden Intan Lampung, 2018), ii.
13
19
‘Ainatu Masrurin,” Resepsi Al-Qur’an dalam Tradisi Pesantren di Indonesia (Studi
Kajian Nagham Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tarbitayul Qur’an Ngadiluweh Kediri)”.
Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir, vol.3, no.2 (Desember 2018): 101.
14
bahas ialah masih dalam satu rumpun tema yang sama yaitu kegunaan al-
Qur’an dalam praksis sosial masyarakat. Namun, perbedaannya ialah dalam
ranah subjek (pelaku) dan objeknya (ayat-ayat al-Qur’an yang
digunakan).20
Akhmad Roja Badrus Zaman,21 membahas tentang ragam resepsi al-
Qur’an di Pondok Pesantren Karangsuci Purwokerto serta makna di balik
praktik resepsi al-Qur’an menggunakan teori resepsi dan teori sosiologi
pengetahuan Karl Mannheim. Hasil dari penelitiannya menyebutkan
bahwa, ragam resepsi al-Qur’an di Pesantren Karangsuci Purwokerto terdiri
dari empat bentuk resepsi, di antaranya: pertama, resepsi eksegesis yang
termanifestasi dalam kegiatan pengajian kitab tafsir al-jalālain. kedua,
resepsi estetis termuat dalam kaligrafi di asrama santri dan ndalem
pengasuh; ketiga, resepsi fungsional termanifestasi dalam tradisi rutin
pembacaan surah al-Wāqi’ah selepas salat ashar, dan surah Yāsīn selepas
salat magrib; keempat, resepsi externalitas terwujud dalam berbagai tradisi
penjagaan al-Qur’an seperti hafalan, setoran dan sima’an.
Adapun makna-makna yang melekat pada ragam resepsi tersebut
secara obyektif merupakan simbolisasi dari ketakziman dan kepatuhan
terhadap peraturan pondok. Sedangkan secara ekspresif dan dokumenter
ialah sebagai wujud internalisasi diri dengan hal-hal yang positif melalui
pembelajaran al-Qur’an yang berkelanjutan, serta sebagai bentuk
kontekstualisasi lokal dari sistem kebudayaan yang menyeluruh.
20
Siti Subaidah, Tradisi Pembacaan Al-Qur’an (Surah al-Kahfi, al-Rahman, al-
Sajdah) di Yayasan Al-Ashriyyah Nurul Iman Islamic Boaeding School Desa Waru Jaya
Kecamatan Parung Kabupaten Bogor”, Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2019. iv.
21
Akhmad Roja Badrus Zaman, “Resepsi Al-Qur’an di Pondok Pesantren Karangsuci
Purwokerto”, Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut Agama Islam
Negeri Purwokerto, tahun 2019, xiv.
15
22
Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, 5.
16
23
Ajat Rukajat, Penelitian Tindakan Kelas: Classroom Action Research, Cetakan
pertama (Yogyakarta: Penerbid Deepublish, 2018), 117.
24
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif :Teori dan Praktik (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2013), 160.
17
25
Emzir, Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi I (Jakarta: Rajawali
Pers, 2010), 65.
26
Emzir, Analisis Data: Metodologi, 50-51.
27
Muh. Fitrah dan Luthfiyah, Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatif,
Tindakan Kelas & Studi Kasus (Sukabumi: CV Jejak, 2017), 74
20
28
Taufiqur Rahman, Aplikasi Model-model Pembelajaran dalam Penelitian
Tindakan Kelas (Semarang: CV. Pilar Nusantara, 2018), 63.
21
bentuk penggunaan al-Qur’an dalam ruang lingkup yang lebih luas serta
penjelasan tentang wirid sebagai salah satu contoh tradisi penggunaan al-
Qur’an dalam praksis sosial meliputi pengertian umum, sumber hukum
wirid, manfaat wirid, dan bentuk-bentuk wirid.
Bab ketiga, pembahasan berupa deskripsi umum terkait tempat yang
digunakan sebagai lokasi penelitian dan profil responden yang peneliti
wawancarai.
Bab keempat, pembahasan mengenai hasil penelitian. Berupa Prosesi
pemahaman al-Qur’an menurut santri dan pengasuh, praktik wirid al-
Qur’an, ayat apa saja yang digunakan, persepsi Santri dan Pengasuh
terhadap penggunaan al-Qur’an dalam tradisi wirid dan manfaat yang
dirasakan dari kegiatan wirid tersebut.
Bab kelima, merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang
merupakan jawaban dari analisis data yang telah dipaparkan dan tujuan
penelitian skripsi, serta saran penulis untuk melakukan penelitian lebih
lanjut.
BAB II
1
M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur’an, cet. I (Tangerang: Yayasan Masjid
At-Taqwa, 2018), 2.
2
̓ Abī ̒Īsā Muhammad bin Īsā bin Ṡaurah Al-Tirmizẑī, Jāmi’ al-Tirmizẑī (Riyāḍ:
Bayt Al-Afkār al-Dauliyyah), 229.
23
24
mengatakan املitu satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu
huruf dan mim satu huruf."
Yūsuf al-Qaraḍāwī mengutip pendapat Abū Hurairah dalam bukunya
“Bagaimana Berinteraksi Dengan al-Qur’an” mengumpamakan, “Al-
Qur’an memberikan pengaruh, seperti pengaruh wewangian3”. Aromanya
dapat menenangkan hati, menghilangkan kegelisahan, meningkatkan
kepercayaan diri, menyembuhkan berbagai macam penyakit dan
merangsang kinerja otak menjadi lebih aktif.
Al-Qur’an dalam hal ini adalah roh Rabbany yang dengannya akal
dan hati menjadi hidup yang ia merupakan undang-undang Ilahi yang
mengatur kehidupan individu dan masyarakat.4 Bahkan seluruh umat Islam
di dunia meyakini bahwa al-Qur’an merupakan petunjuk kehidupan yang
absolut dan abadi (ṣāliḥ li kullī zamān wa makān).5 Itulah landasan
mengapa al-Qur’an menjadi mitra dialog dalam upaya menyelesaikan
problem kehidupan kaum muslimin, baik dengan cara sekadar membaca
ataupun juga dengan memahami makna yang terkandung di dalamnya.6
Pada era seperti saat ini, banyak ditemukan tradisi yang menunjukkan
respons sosial terhadap kehadiran al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Bentuk respons terhadap al-Qur’an pun bervariasi sesuai dengan keyakinan
dan tradisi seperti halnya membaca yāsīn dalam tradisi tahlilan dan yasinan,
potongan ayat-ayat al-Qur’an dijadikan jimat yang ditulis pada suatu media
atau dibaca dalam waktu tertentu, anak-anak melantunkan al-Qur’an
3
Yusūf al-Qaraḍāwī, Bagaimana Berinteraksi Dengan al-Qur’an, terj. Kathur
Suhardi, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2000), 12.
4
Yusūf al-Qaraḍāwī, Bagaimana Berinteraksi Dengan al-Qur’an,, 12.
5
Sholeh Muslim, Memasyarakatkan al-Qur’an di Era Globalisasi dalam Islam dan
Problema Sosial (Yogyakarta: MUI Gunung Kidul, 2008), 104.
6
A. Zainuddin dan F. Hikmah, “Tradisi Yasinan (Kajian Living Qur’an di Ponpes
Ngalah Pasuruan),” Mahfum: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, vol.4, no.1, (Pasuruan:
Universitas Yudharta, 2019), 10.
25
7
A. Zainuddin dan F. Hikmah, “Tradisi Yasinan, 11.
8
M. Sungaidi Ardan, “Islam dan Jawa; Pergumulan Agama dan Budaya Jawa,”
Dinika: vol.7, no.1 (Oktober 2009), 102.
26
9
Ibn Kaṡīr, Lubāb al- Tafsīr Min Ibn Kaṡīr: terj. Abdullan bin Muhammad, jilid 7,
cet. VII (Jakarta: Pustaka Imām al-Syāfi’i, 2004), 63 - 64.
27
10
Terjemah Kemenag, 2002.
11
Muhammad Mustafa Al-A̒zami, The History The Qur’anic Text From Revelation
To Compilation A Comparative Study With the Old and New Testam, Terj. Sohirin Solihin,
cet. I, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 1.
28
ذن َرِِّّبِم إِ َ َٰل ِص َٰر ِط ٱلَ َع ِزي ِز ِ يك لِتُخرِج ٱلنَّاس ِمن ٱلظُّلُ ٰم
ِ ِت إِ ََل ٱلنُّوِر بِإ َ ََنز ٰلنَهُ إِل ِ
َ َ َ َ َبأ ٌ َالرَ ك ٰت
ِ ٱحل ِم
يد َ
“Alif Lam Ra. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu
(Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan
kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju
jalan Tuhan Yang Maha Perkasa, Maha Terpuji”.12 (Qs. Ibrāhīm/ 14:
1)
Imām al-Qurṭubī dalam kitabnya “Tafsīr al-Qurṭubī” menyebutkan
bahwa yang dimaksud “mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada
cahaya terang benderang,” ialah bahwa dengan al-Qur’an manusia akan
terhindar dari kekafiran dan kesesatan serta kebodohan menuju cahaya
keimanan dan ilmu pengetahuan.
“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Qs. al-
Isrā/ 17: 82).
Al-Qur’an menyembuhkan hati manusia dan rahmat bagi orang-orang
beriman. Ia menyembuhkan dua macam penyakit, penyakit hati dan akhlak
tercela. Penyakit hati bersumber dari akidah yang salah tentang Allah,
malaikat, rasul-rasul, hari akhirat, qada dan qadar. Kesalahan keyakinan ini
dapat menumbuhkan penyakit hati, kegelisahan dan kebingungan. Al-
Qur’an juga menyembuhkan akhlak tercela yaitu penyakit yang diakibatkan
kerusakan hati.
ِ صد ِ ِٰ ِ ِ َص ِهم عَِبةٌ ِّأل ُْوِِل ٱألَلب
ِ لََقد َكا َن ِِف قَص
َ َيق ٱلَّذي ب
ني َ َٰبَ َما َكا َن َحديثًا يُفتَ َر ٰى َولَكن ت َ َ
ِ فصيل ُك ِّل َشيء وه ًدى ورمحةً لَِّقوم ي
ؤمنُو َن ِ ِ
ُ َ ََ ُ َ َ َيَ َديه َوت
“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang yang mempunyai akal. (Al-Qur'an) itu bukanlah cerita yang
12
Terjemah Kemenag, 2002.
29
13
Terjemah Kemenag, 2002.
14
Terjemah Kemenag, 2002.
15
M. Irsyad dan N. Qomariah, “Strategi Menghafal Al-Qur’an Sejak Usia Dini,”
Dalam Proceeding of the 2nd Annual Conference on Islamic Early Childhood Education
(Yogyakarta: Universitas Sunan Kalijaga, 2017), 135 - 136.
30
termasuk penghafal dengan usia paling muda ialah Tabārak dan Yazīd dari
Mesir (4 tahun 6 bulan) yang kemudian mereka dinobatkan sebagai hafiz
termuda di dunia oleh al-Jam’iyyah al-Syar’iyyah lī Tahfīẓ al-Qur’ān,
Jeddah.16
Orang yang melakukan hafalan al-Qur’an disebut sebagai
hafiz/hafizah. Kemudian banyak ditemukan pula para penghafal al-Qur’an
ini dimulai pada usia yang masih belia atau dini. Hal ini didasarkan pada
pandangan bahwa otak anak usia dini adalah otak emas yang sangat tepat
untuk banyak menghafal, terutama menghafal al-Qur’an.
4. Penggunaan Al-Qur’an untuk Terapi Pengobatan
Perihal terapi di dalam al-Qur’an, banyak ayat-ayat yang
mengisyaratkan tentang pengobatan, sebab pada dasarnya al-Qur’an
diturunkan sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin. Adapun
banyak model terapi yang menggunakan media dari al-Qur’an seperti
rukiah atau pengobatan yang berbasis pembacaan ayat-ayat, zikir dan doa,
mengandung unsur spiritual yang dapat membangkitkan rasa optimis
seseorang dalam menghadapi penyakitnya sehingga kondisi tersebut dapat
mempengaruhi proses penyembuhan.
Menurut Ibn Qayyīm, terapi merupakan pengobatan dengan
melafazkan doa-doa baik itu dari al-Qur’an maupun sunah untuk
menyembuhkan berbagai penyakit medis maupun penyakit non medis.17
Sebagaimana firman Allah swt.:
16
M. Irsyad dan N. Qomariah, “Strategi Menghafal Al-Qur’an Sejak Usia Dini, 136.
17
Fahrun Nisa, Terapi Kesehatan Dengan Menggunakan Ayat-Ayat al-Qur’an Di
Rumah Pengobatan K.H. Misbahuddin Ali Desa Benda Kecamatan Sirampog Kabupaten
Brebes, (Purwokerto: Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, 2020), 4 - 5.
31
18
Terjemah Kemenag, 2002.
19
Nurullah dan A. Handasa, “Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qur’an Sebagai Jimat,”
Tafse: Journal of Qur’anic Studies, vol.5, no.2, (Banda Aceh: Universitas Islam Negeri
Ar-Raniry Banda Aceh, 2020), 88.
32
20
Nurullah dan A. Handasa, “Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qur’an Sebagai Jimat, 88
- 89.
33
21
Nurullah dan A. Handasa, “Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qur’an, 90.
34
22
Abul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur’an, cet. I (Jakarta: Kencana, 2016), 78.
23
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, cet. I (Bandung:
Mizan, 1994), 30-31.
35
A‘rāf/ 7: 186), dan antara jalan yang menuju keselamatan dengan jalan yang
menuju kesengsaraan (Qs. al-An‘ām/ 6: 153).
Oleh karena itu, Allah telah membekali akal, indra dan hati kepada
manusia agar manusia dapat melihat kebenaran melalui Al-Qur'an yang
diturunkan Allah untuk mengarahkan manusia menemukan realitas dan
mengikuti realitas itu. Karena kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat
harus diperoleh dengan mengikuti jalan yang telah Allah tetapkan,
khususnya dengan menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
3. Al-Syifā’ (obat)
Kata syifā’ terulang sebanyak empat kali di dalam Al-Qur’an (Qs.
Yūnus/ 10: 57, Qs. al-Isrā’/ 17: 82, dan Qs. Fuṣṣilat/ 41: 44). Tiga di
antaranya menggambarkan fungsi al-Quran sebagai obat dan satu lainnya
menggambarkan madu lebah yang juga sebagai obat bagi manusia. Al-
Qur’an sebagai al-Syifā’ artinya al-Qur’an dapat mengobati penyakit yang
timbul di tengah-tengah komunitas, baik penyakit individual maupun
penyakit masyarakat.
Pengobatan al-Qur’an diarahkan terhadap hati (syifā’ limā fī al-
ṣudūr), mengingat Al-Qur'an adalah sumber dari setiap aktivitas manusia,
baik perbuatan yang hina maupun perbuatan yang ternilai. Al-Qur'an
bertukar dengan esensi manusia sehubungan dengan penyembuhan. Ia
berusaha memasukkan kebenaran, dengan sifat-sifat yang mulia kepada
jiwa. Jika jiwa telah berubah dari kesombongan dan keangkuhan menjadi
tawadu dari riya, dengki serta cinta yang berlebihan terhadap dunia dan
pangkat, menjadi ikhlas mencintai kebenaran, keadilan dan kesucian,
sehingga lahirlah perilaku mulia, suka memberi, penyantun, penuh kasih
sayang, dan bijaksana. 24
24
Kadar M. Yusuf, Studi al-Qur’an, Edisi 2, cet. I (Jakarta: AMZAH, 2021), 181-
182.
36
4. Al-Mau’iẓah (nasihat)
Al-Qur’an juga sebagai nasihat bagi orang-orang yang bertakwa
ِ ِ
َ َّاس َوُه ًدى َوَم ْوعظَةٌ لِّْل ُمتَّق
ني ِ َٰه َذا بَيَا ٌن لِّلن
“(Al-Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan
petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa”.
D. Wirid
1. Pengertian Wirid
Wirid dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kutipan
ayat-ayat al-Qur’an yang ditetapkan untuk dibaca.25 Menurut H. Acep
Sodikin, wirid adalah sekumpulan doa yang berasal dari Rasulullah Saw.
“Wirid itu artinya doa, bentuk jamaknya (aurād) “doa-doa.” Ada dua
bentuk wirid, pertama yang sering disebut wirid itu sendiri, dan yang
kedua disebut dengan warid. Wirid itu doa-doa yang dicontohkan
Kanjeng Rosul. Sedangkan warid ialah dampak/hikmah yang
dirasakan langsung oleh orang-orang yang men-dawamkan wirid
dengan segala kerendahan hati, keikhlasan dan ketulusan hatinya
dalam mengingat dan mengagungkan Allah Swt.”26
Kata wirid di dalam al-Qur’an dikenal dengan istilah “żikr” (zikir).
Secara etimologis, kata żikr berasal dari fi’il ṡulāsī al-mujarrad yakni
“żakara-yażkuru-zikran” yang berarti mengingat atau menyebut.27
Sedangkan secara terminologi, żikr berarti puji-pujian kepada Allah yang
25
Departemen Pendidikan Nasional (Pusat Bahasa), Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 1274.
26
H. Acep Sodikin (Pengasuh Bidang Peribadatan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah).
Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 17 November 2019, Jawa Barat.
27
M. Khalilurrahman al-Mahfani, Keutamaan Doa dan zikir untuk Hidup Bahagia
Sejahtera, cet. I (Jakrta: PT. Wahyu Media, 2006), 30.
37
28
Departemen Pendidikan Nasional (Pusat Bahasa), Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 1280.
29
Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Energi Zikir dan Shalawat, terj. Zaimul
Am, cet. I (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007), 10.
30
Abdul Fadhil, “Nilai-Nilai Spiritualitas dan Harmoni Beragama dalam Wirid
Harian Kitab Al-Aurad Al-Nuranniyah,” Hayula: Indonesian Journal of Multidisiplinary
Islamic Studies, vol.2, no.2 (Juli 2018), 131.
31
Abdul Fadhil, “Nilai-Nilai Spiritualitas dan Harmoni Beragama, 130.
38
32
Rahmat Fazri, Dzikir dan Wirid Sebagai Metode Penyembuhan Penyakit
Sbstance-Related Disorder (Studi Kasus: Yayasan Sinar Jati di Bandar Lampung),
(Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2018), 33 - 34.
39
wirid adalah hak Allah yang diperintahkan untuk diamalkan oleh para
hamba-Nya adalah hak hamba yang disampaikan oleh Allah Swt.33
3. Manfaat Wirid/Zikir
Wirid sebagaimana yang telah dipaparkan yang merupakan lafaz-
lafaz zikir pilihan yang selalu diamalkan. Dalam wirid ini tidak ditentukan
banyaknya lafaz yang dikumpulkan kemudian diamalkan, melainkan yang
dituntut adalah rutinitas. Seseorang yang berzikir akan merasakan beberapa
33
Samsul Munir Amin, Energi Dzikir (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 123.
34
Agus Mustofa, Energi Dzikir Alam Bawah Sadar: Serial ke-12 Diskusi Tasawuf
Modern (Surabaya: Padma Press, 2011). 25.
40
35
Rahmat Fazri, Dzikir dan Wirid Sebagai Metode Penyembuhan Penyakit Sbstance-
Related Disorder, 28 – 32.
41
36
Azyumardi Azra, dkk., Ensiklopedia Islam, jilid 6, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van
Houve, 2008), 332.
42
a. Zikir Jalī
Zikir Jalī adalah perbuatan mengingat Allah swt. dalam bentuk
ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur dan doa kepada
Allah swt. yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk menuntun gerak
hati. Hal ini biasanya dilakukan orang awam (orang kebanyakan) untuk
mendorong agar hatinya hadir serta ucapan lisan.
Adapun bacaan-bacaan yang dianjurkan dalam zikir lisan menurut
Hawari adalah sebagai berikut:37
(1) Membaca tasbīh (subhānallah) yang mempunyai arti Mahasuci
Allah.
(2) Membaca tahmīd (alhamdulillah) yang memiliki makna Segala Puji
bagi Allah.
(3) Membaca tahlīl (lā ilāha illallāh) yang bermakna Tiada Tuhan selain
Allah.
(4) Membaca takbīr (Allāhu akbar) yang berarti Allah Maha Besar.
(5) Membaca Hauqalah (lā haula walā quwwata illā billāh) yang
bermakna Tiada daya upaya dan kekuatan kecuali Allah.
(6) Hasballāh: Hasbunāllāh wani’mal wakīl yang berarti cukuplah Allah
dan sebaik-baiknya pelindung.
(7) Istighfar: Astaghfirullāhal ̒aẓīm yang berarti Saya memohon ampun
kepada Allah yang Mahaagung.
(8) Membaca lafaẓ baqiyatus shalihah: subhānallah walhamdulillāh
walā illāha illāllāh Wallāhu akbar yang bermakna Mahasuci Allah
dan segala puji bagi Allah dan tiada Tuhan selain Allah dan Allah
Mahabesar.
37
Samsul Munir Amin, Energi Dzikir, (Jakarta: Bumi Aksara), 14.
43
b. Zikir Khāfī
Zikir khāfī merupakan zikir yang dilakukan secara khusyuk oleh
ingatan hati, baik disertai zikir lisan ataupun tidak. Orang yang telah
mampu melakukan zikir khāfī ini merasa dalam hatinya selalu memiliki
hubungan dengan Allah. Ia selalu merasakan kehadiran Allah dalam
kehidupannya. Dalam dunia sufi diungkapkan bahwa seorang sufi ketika
melihat suatu benda apa saja, bukan melihat benda itu tetapi melihat Allah
swt. Artinya, benda itu bukanlah Allah, melainkan pandangan hatinya jauh
menembus dan melampaui pandangan matanya tersebut. Ia tidak hanya
melihat benda itu, melainkan juga menyadari adanya Khāliq yang
menciptakannya.
c. Zikir Ḥaqīqi
Merupakan zikir yang dilakukan dengan seluruh jiwa raga, lahiriah
dan batiniah, kapan dan di mana saja dengan memperketat upaya
memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah swt. Mengerjakan apa
yang diperintahkan-Nya. Selain itu, orang yang ada di tahap ini tiada lain
yang diingat hanyalah Allah swt. Untuk mencapai tingkatan zikir ḥaqīqi ini
perlu dijalani latihan mulai dari tingkat zikir jalī, zikir khāfī.
38
Terjemah Kemenag 2002
39
Sukron Abdillah, Mau Sehat? Yuk, Baca al-Fātiḥah , cet.1 (Bandung: Safina,
2020), 20-21.
40
Syekh Sayyid Muhammad Syatha, Di Kedalaman Samudera al-Fātiḥah , 4.
45
Surah al-Falaq diawali dengan kalimat perintah ()قُ ْل yang disusul
dengan kalimat isti’āẓah (permohonan, perlindungan)41 dari kejahatan
seluruh makhluk, kegelapan malam, sihir dan orang-orang yang hasud atau
dengki. Surah ini berisi perintah untuk berlindung kepada Allah Swt., dari
segala macam kejahatan. Diturunkan dengan tujuan untuk menanamkan
keyakinan seorang Muslim bahwa tidak ada yang dapat mengakibatkan
mudharat tanpa izin dari Allah Swt.
41
Achmad Ckhodjim, Al-Falaq: Sembuh dari Penyakit Batin dengan Surah Subuh,
cet. I (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2014) 29.
46
bahwa ketika hati berzikir (mengingat) kepada Allah, setan akan mengecil
dan kalah.42
5. Qs. al-Baqarah/ 2: 163
الرِحْي ُم
ࣖ َّ مح ُن
ٰ ْ الر ِ واِ ْٰل ُكم اِٰله َّو
َّ اح ٌدَ ََلاِٰلهَ اََِّل ُه َو ٌ ْ ُ َ
“Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan
selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang”.
Dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa hal pertama yang wajib
dijelaskan dan haram untuk menyembunyikannya adalah urusan tauhid.
Allah Maha Esa, tunggal, tiada Ilah selain Dia dan Allah Maha Pengasih
Maha Penyayang.
6. Qs. al-Baqarah/ 2: 255
ِ ِ
ت َوَما ِّف َّ اَل ٰلّهُ ََل ا ٰلهَ اََّل ُه َوَ اَ ْحلَ ُّي الْ َقيُّ ْوُم ەَ ََل تَأْ ُخ ُذه ِسنَةٌ َّوََل نَ ْوٌمَ لَه َما ِّف
ِ الس ٰم ٰو
ني اَيْ ِديْ ِه ْم َوَما َخ ْل َف ُه ْمَ َوََل ُُِيْيطُْو َن ِِ ِ ِ ِ
َ ْ َضَ َم ْن ذَا الَّذ ْي يَ ْش َف ُع عْن َده اََّل بِا ْذنه يَ ْعلَ ُم َما ب ِ ْاَلَْر
ضَ َوََل يَُْو ُده ِح ْفظُ ُه َماَ َوُه َو ِ َّ بِ َشيء ِّمن عِ ْل ِمه اََِّل ِِبَا َشاۤءَ و ِسع ُكرِسيُّه
َ الس ٰم ٰوت َو ْاَلَْر ُ ْ َ َ َ ْ ْ
الْ َعلِ ُّي الْ َعظْي ُم
ِ
“Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Maha Hidup, Yang terus
menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur.
Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada
yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia
mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-
Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit
dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia
Maha Tinggi, Maha Besar”.
Ayat Qursy merupakan ayat yang paling Agung dan utama di dalam
kitab Allah (al-Qur’an). Ayat ini berisi tentang Ke-Esaan Allah. Manusia
42
Wahbah Az-Zuhaili, Tafisr al-Munir; Aqidah, Syariah dan Manhaj, terj. Abdul
Hayyie al-Kattani, dkk, Jilid 15, cet. VIII ( Jakarta: Gema Insani, 2014), 734.
48
tidak akan mengetahui suatu ilmu jika Allah tidak menghendaki ilmu
tersebut diketahui, Allah Maha Mengetahui apa yang tidak manusia ketahui,
Allah Maha Tinggi dan Maha Besar. Imam Muslim meriwayatkan,
Rasulullah Saw. bersabda:
“Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya ayat
Qursy itu mempunyai satu lidah dua bibir yang senantiasa
menyucikan al-Malik (Allah) di sisi tiang ‘Arasy”. 43
7. Qs. al-Baqarah/ 2: 284-286
َ ُاسْب ُك ْم بِِه ال ٰلّه ِ ض َ واِ ْن تُب ُدوا ما ِِف اَنْ ُف ِس ُكم اَو ُُتْ ُفوه ُُي ِ ِ َّ لِٰلّ ِه َما ِّف
َ ُْ ْ ْ ْ َ ْ ْ َ ِ الس ٰم ٰوت َوَما ّف ْاَلَْر
الر ُس ْو ُل ِِبَا اُنْ ِزَل اِلَْي ِه
َّ ب َم ْن يَّ َشاۤءُ َ َوال ٰلّهُ َع ٰلى ُك ِّل َش ْيء قَ ِديٌْر اٰ َم َن ِ ِ
ُ فَيَغْف ُر ل َم ْن يَّ َشاۤءُ َويُ َع ِّذ
َ ني اَ َحد ِّم ْن ُّر ُسلِه ِ ِ ۤ ِٰ ِ ِ
َ ْ َم ْن َّربِّه َوالْ ُم ْؤمنُ ْو َنَ ُكلٌّ اٰ َم َن بِاللّه َوَم ٰلى َكته َوُكتُبِه َوُر ُسلهَ ََل نُ َفِّر ُق ب
ف ال ٰلّهُ نَ ْف ًسا اََِّل ُو ْس َع َها َ َْلَا َما ِ َ ك ربَّنَا واِلَي
ُ ِّك الْ َمصيْ ُر ََل يُ َكل
ِ
ْ َ َ َ ََوقَالُْوا ََس ْعنَا َواَطَ ْعنَا غُ ْفَران
َّسيْ نَا اَْو اَ ْخطَأْنَا َ َربَّنَا َوََل ََْت ِم ْل َعلَيْ نَا ِ اخ ْذنَا اِ ْن ن ِ َكسبت وعلَي ها ما ا ْكتَسبت َ ربَّنَا ََل تُؤ
َ َ ْ ََ َ َ ْ َ َ ْ ََ
ِ ِ ِ ِ ِ
ف َعنَّاَ َوا ْغف ْر ُ صًرا َك َما َمحَلْتَه َعلَى الَّذيْ َن م ْن قَ ْبلنَا َ َربَّنَا َوََل َُتَ ِّملْنَا َما ََل طَاقَةَ لَنَا بِه َو ْاع ْا
ࣖ ص ْرنَا َعلَى الْ َق ْوِم الْ ٰك ِف ِريْ َن
ُ ْت َم ْوٰلىنَا فَانَ ْلَنَاَ َو ْار َمحْنَا َ اَن
“Milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
Jika kamu nyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
sembunyikan, niscaya Allah memperhitungkannya (tentang
perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki
dan mengazab siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu. Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang
diturunkan kepadanya (Al-Qur'an) dari Tuhannya, demikian pula
orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka
berkata), “Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-
rasul-Nya.” Dan mereka berkata, “Kami dengar dan kami taat.
Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami)
kembali.” Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang
dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang
diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
43
Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu
Katsir, terj. Abdul Ghaffar, Jilid 1, cet. III (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2004), 509.
49
51
52
ِ
ْ َم ْن يُِرْد اللَّهُ بِه َخيْ ًرا يُ َفق
ِّههُ ِِف الدِّي ِن
"Barang siapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah
faqqih-kan (paham kan) dia terhadap urusan agama.". (HR. al-
Bukhāri)3
Pernyataan tersebut diutarakan berdasarkan kenyataan bahwa
pendidikan di sekolah tidak mengajarkan secara mendalam ilmu-ilmu
tentang agama melainkan lebih banyak mengajarkan ilmu-ilmu umum,
1
KH. Wawan Khoerul Anwar (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 15 November 2019, Jawa Barat.
2
KH. Wawan Khoerul Anwar, Wawancara.
3
Al Imām Al Hafiẓ A ̒ bdillah Muhammad bin Ismā̒Ῑl bin IbrōhῙm bin Al
̓ bῙ A
MugῙrah Al Ja̒fῙ Al BukharῙ, ṣahῙh Al BukharῙ (Riyāḍ: Maktabah Al Rusyd, 2006),. 1005.
53
4
Nama Al-Atiqiyah sendiri diambil dari nama Masjid yang ada di kampung
Cipanengah dan merupakan masjid hasil penyatuan dua masjid oleh KH. Zaenul Falah
bin H.mas’ud ketika usianya masih 18 tahun. Penyatuan dua masjid itu dilakuan untuk
menghindari perpecahan antar masyarakat. KH. Wawan Khoerul Anwar, Wawancara.
5
Zamaksari Dhofier membagi pesantren menjadi dua kategori yaitu pesantren salafi
dan pesantren khalafi. Pesantren salafi lebih mengutamakan pengajaran kitab-kitab klasik
sebagai inti pendidikannya dengan menggunakan sistem pengajaran sorogan dan
bandongan. Sedangkan pesantren khalafi telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum
dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum di
lingkungan pesantren. Lihat Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi
Menuju Demokratisasi Intuisi (Jakarta: Erlangga), 16-17.
54
hadirnya Madrasah Tsanawiah yang membawa visi dan misi baru tentu
menjadi parameter untuk perubahan sistem Pondok Pesantren yang lebih
baik lagi. Namun terlepas dari itu, pesantren masih tetap mempertahankan
ciri khas pesantren salafnya yaitu dengan tetap mengkaji kitab-kitab kuning
yang dikarang oleh para ulama abad pertengahan yang sampai hari ini
menjadi kelebihan pesantren Al-Atiqiyah.
Pada tahun 1983 juga didirikanlah Yayasan Al-atiqiyah untuk
menaungi pondok pesantren dan madrasah tsanawiyah. Setelah itu, pada
tahun 1996 berdirilah SMA Al-Atiqiyah. Pada tahun 2011 didirikan pula
SMP-IT Al-Atiqiyah yang berfokus pada tahfiz Al-Qur’an. Saat ini Yayasan
Al-Atiqiyah mengalami perkembangan yang cukup pesat, bisa dilihat dari
jumlah santri yang mondok di Pesantren Al-Atiqiyah ada sekitar 300 santri
dan yang bersekolah di Al-Atiqiyah sekitar 1.200 siswa.
Sejak tahun 1992 Al-Atiqiyah dipimpin oleh generasi kedua yakni
oleh anak-anak KH. Zaenul Falah (Alm). Hingga saat ini Yayasan Al-
Atiqiyah mengelola Majelis Taklim, Pondok Pesantren, RA/TK (1990),
MD, MTs (1983), SMA dan koperasi pesantren (1996), SMP IT (2011), dan
SMK (2017).6
Adapun struktur kepengurusan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
6
Pengenalan Pesantren dalam Acara Puncak PEPRESSA (Pekan Evaluasi Prestasi
Santri Al-Atiqiyah), disampaikan oleh Dra. H. Pipih Sopiah.
55
KETUA YAYASAN
KH. Asep Saepulloh, SE
BENDAHARA SEKRETARIS
Hj. Wiwih Rohilah, S. Pd. I
Hj. Dra. Pipih Sopiah, M. Si
Hj. Hindun Megawati, S.Pi
KABID
\
57
b. Profil Pimpinan
7
Hariadi, Evolusi Pesantren: Studi Kepemimpinan Kiai Berbasis Orientasi ESQ,
cet. I (Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang, 2015), h.17
58
8
Ibnu Tamiah (Ketua Santri Putra Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 19 November 2019, Jawa Barat.
9
Ibnu Tamiah, Wawancara.
10
Siti Nurmaya, (Wakil Ketua Santri Putri Pondok Pesantren Al-Atiqiyah),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 15 November 2019, Jawa Barat.
11
Siti Nurmaya, Wawancara.
59
5
3) Blok C, terdiri
dari kamar 6, 7 dan
8
4) Blok D, terdiri
dari kamar 10, 11,
12 dan 13
1) Kamar 1 dan 2
diisi oleh kelas VII
MTs
2) Kamar 3 diisi
Kelas VIII MTs
3) Kamar 4 diisi
Kelas IX MTs
4) Kamar 5 diisi
oleh Ustaż
Asrama Putra
Pengabdian
(9 Ruang) 12
5) Kamar 6 diisi
Kelas X SMA
6) Kamar 7 diisi
Kelas XI SMA
7) Kamar 8 diisi
oleh Kelas XII SMA
8) Kamar 9
Digunakan untuk
Ruang Peralatan
12
Ibnu Tamiah, Wawancara.
60
Digunakan
1 bersama
4 Masjid
Bangunan dengan
Masyarakat
1) Safῑnah al-Najāh
2) Fatḥ al-Qarῑb
3) Fatḥ al-Mu’ῑn
4) Al-Iqnā’
5) Naṣā’iḥ al- ̒Ibād Ilmu Fiqih
6) Murāqῑ al-
‘Ubūdiyah
7) Laṭā ̓if
Al-Isyārāt
1) Al-Jurrūmiyyah
Kitab-kitab 2) Al-fiyyah Ibn
5 21 Kitab
Klasik13 Mālik
3) Al-Kailānῑ
4) Naẓm al-̒Imrῑṭῑ Nahwu dan
5) ̒Ilm al-Manṭiq Sharaf
6) Mutammimah al-
Jurūmiyyah
7) Al-Amṡilah al-
Taṣrῑfiyyah
1) Tῑjān al-Ḍarārῑ
2) Qoṭr al-Gaiṡ Tauhid
3) Al-Rūḥ
13
Siti Nurmaya, Wawancara.
61
1) Ta̒lῑm al-
Ahlak
Muta̒allim
1) Mukhtār al-hādῑṡ
al-Nabāwiyyah
Hadis
2) Tanqῑḥ al-Qaul
al-Haṡῑṡ
1) Tafsῑr al-Jalālain Tafsir
Formal14 Madrasah
4 ruang MD
Diniyah
Taman Kanak-
4 ruang RA/TK
kanak
14
KH. Wawan Khoerul Anwar, Wawancara.
62
15
Ibnu Tamiah, Wawancara.
64
16
Ibnu Tamiah, Wawancara.
65
B. Program-Program Pengembangan
Demi mewujudkan visi dan misi pondok pesantren yaitu menciptakan
generasi Islam yang intelek, cerdas, religius dan berakhlak karimah, maka
Pondok Pesantren Al-Atiqiyah telah merumuskan program-program dan
target yang harus dicapai oleh para santrinya. Program-Program tersebut
antara lain:
1. Program Unggulan
Sistem pendidikan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah sebagai pesantren
salafiyah metode pembelajarannya menggunakan sistem klasikal yaitu
penguasaan kitab-kitab klasik atau yang kerap disebut kitab kuning17.
Sistem tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
17
Kitab klasik, dalam pendidikan agama Islam merujuk kepada kitab-kitab
tradisional yang berisi pelajaran-pelajaran agama Islam seperti ilmu nahwu (tata Bahasa
Arab), ilmu sharaf (morfologi), ilmu ushul fiqh (hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan akhlak),
ilmu falak (perbintangan), ilmu tarikh (sejarah), dan ilmu balaghah. Kitab tersebut
biasanya dipahami sebagai kitab-kitab keagamaan Arab. Bentuk tulisan yang dimuat
menggunakan aksara Arab gundul (tidak memiliki harokat) dan merupakan kitab yang
dihasilkan oleh para ulama dan pemikir Muslim di masa lampau. Lihat, Achmad
Muchaddan Fahham, Pendidikan Pesantren: Pola Pengasuhan, Pembentukan Karakter
dan Perlindungan Anak, Edisi 2, cet. I (Jakarta: Publica Institute Jakarta, 2015), 20-22.
66
18
KH. Wawan Khoerul Anwar, Wawancara.
67
19
Siti Nurmaya, Wawancara.
20
Siti Nurmaya, Wawancara.
68
21
Hariadi, Evolusi Pesantren; Studi Kepemimpinan Kiai berbasis Orientasi ESQ ,
cet. I (Yogyakarta: LKiS, 2015), 25.
69
KETUA/RO'ISAH
Neng Sayyidah Nafisah
WAKIL RO'ISAH
Siti Nurmaya
BENDAHARA SEKRETARIS
Siti Nurmaya Siti Khoerunnisa
Adinda Silvia Permata Zahra Agris Rida Afiah
SEKSI-SEKSI
KETUA/RO'IS
Ibnu Tamiah
WAKIL RO'IS
Salman Alfaridz
BENDAHARA SEKRETARIS
Rifki Fauzan M. Fauzan
SEKSI-SEKSI
PENDIDIKAN/
PERIBADAHAN BAHASA/ KEAMANAN
MUHADOROH
Dede Iman M. Fauzan M. Apriyandi
Nandang Kurnia M. Apriyandi Ibnu Tamiah
KEBERSIHAN/
KESEHATAN KESENIAN
PERALATAN
Lutfi Alamsyah M. Fajar Maulana
Dede Iman
Rizki Awaludin Diki Permana
2. Keadaan Pengasuh
Kata pengasuh dalam Bahasa Arab dikenal dengan istilah
Murabbiyah yang berarti “guru atau pengasuh”.22 Term guru berasal dari
Bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar. Dalam Bahasa Inggris
disebut teacher yang berarti pengajar. Guru juga disebut pendidik yang
menduduki posisi kunci dalam seluruh aktivitas pendidikan.23
Menunjuk istilah pendidikan, dalam Bahasa inggris dikenal dengan
istilah education, yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.24 Oleh karena itu, seorang guru sebagai pendidik,
memiliki tugas yang bukan hanya untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi, namun juga
bertanggungjawab menjadikan anak didiknya menjadi pribadi yang mandiri
dan bertanggungjawab.25 Maka, untuk mencapai tujuan tersebut, tentunya
pendidikan yang baik yaitu upaya pendidikan yang tidak saja
memperhatikan pengembangan aspek batiniah tetapi juga lahiriah. Dengan
kata lain, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang meletakkan asas
keseimbangan dan keserasian dari keseluruhan aspek kehidupan manusia.
Dalam dunia pendidikan, baik pendidikan Islam maupun pendidikan
pada umumnya, peran guru sangat penting untuk pengembangan ilmu demi
terciptanya generasi-generasi yang berkualitas. Dalam lingkup pondok
pesantren guru dan pengasuh merupakan aktor utama yang mengatur
mekanisme belajar dan kurikulum kepesantrenan dalam kehidupan sehari-
hari sesuai dengan keahlian dan kecenderungan yang dimilikinya. Dalam
22
Kamus al-Ma’anī, daring.
23
Mahfud Junaedi, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, Edisi 1, cet. I
(Depok: Kencana, 2017), 114.
24
Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesi, 352.
25
Siti Rukhayati, Strategi Guru PAI dalam Membina Karakter Peserta Didik SMK
Al-Falah Salatiga (Salatiga: LP2M, 2020), 11.
71
26
Observasi langsung pada tanggal 15-20 Novemver 2019.
27
Siti Nurmaya, Wawancara.
72
semua santri, bahkan ada ta’zīr28 tersendiri bagi santri yang tidak mengikuti
wirid bersama setelah salat. Ta’zīr yang diberikan biasanya berupa kegiatan
wiridan sambil berdiri di depan jamaah santri ketika wirid salat magrib
berlangsung. Jika Sampai 3 kali tidak mengikuti wirid dikarenakan
kelalaian mengantuk atau mengobrol bersama santri lain, dalam jangka
waktu satu minggu, maka bagi santri putri wajib mengenakan kerudung
berwarna oranye (kerudung hukuman) dalam berbagai aktivitasnya selama
tiga hari berturut-turut.
Selepas salat subuh dan wirid, kegiatan wajib lainnya yang harus
diikuti oleh seluruh santri ialah mengaji. Agenda pengajian di pondok
pesantren Al-Atiqiyah dibagi ke dalam empat periode. Periode pertama
yaitu pengajian subuh, dilakukan perkelas dan materi kitab yang diajarkan
sesuai dengan tingkatan yang sudah ditentukan oleh pondok pesantren.
Biasanya, pengajian selesai pukul 06.30, baru setelah itu para santri
mempersiapkan diri berangkat ke sekolah.
28
Dalam istilah syari’at Islam, ta’zir adalah hukuman terhadap kesalahan yang tidak
ada hukum had, tidak pula kifarat di dalamnya. Lihat Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi,
Fikih Empat Madzhab, penerjemah. Saefuddin Zuhri & Rasyd Satari, Jilid 6, cet. 1
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015), 718. Sedangkan dalam istilah tradisi pesantren, ta’zir
adalah hukuman untuk mendisiplinkan para santri yang telah melanggar peraturan pondok
pesantren. Bentuk hukuman yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan proporsi peraturan
yang dilanggar.
73
29
Ibnu Tamiah, Wawancara.
74
Gambar 3.12 Pengajian Subuh tingkat Satu (putri) dipimpin oleh Ustazah
Hindun
Nama
No Hari Waktu Keterangan
Kegiatan
Pemberian mufradāt
bahasa Arab dan
Bahasa Inggris
1 21.30-22.30 Nadwah Lugah kepada santri
dibimbing oleh
Minggu, pengurus bagian
Senin Bahasa
dan Rabu Setoran hafalan al-
Qur'an bagi santri
yang mengambil
2 21.30-22.30 Ḥifẓ al-Qur'ān
kejuruan tahfiz
dibimbing oleh
ustadzah Musyfiroh
Pengajian umum
Pengajian
bersama masyarakat
3 18.30-21.00 Kitab Tafsīr
yang bertempat di
al-Jalālain
Masjid Al-Atiqiyah
Kegiatan pendekatan
diri kepada Allah
dengan wasilah
Kamis pembacaan asmā' al-
Husnā, puji-pujian
4 21.00-21.30 Tawasul dan doa bersama
memohon ampunan
kepada Allah yang
dipimpin oleh
pimpinan pondok
pesantren.
Kitab ta'līm al-
Pengajian
Muta’allīm, Murōqī
kitab kuning
5 Jumat 12.30-14.30 al- ̒Ubūdiyyah dan
gabungan
kitab Sullām al-
seluruh santri
Taufīq
77
Kegiatan muḥāḍarah
dilakukan terpisah
antara santri putri (di
6 20.00-23.00 Muḥāḍarah
majelis putri) dan
santri putra (di
majelis putra)
Pembelajaran ini
diperuntukkan bagi
Pembelajaran santri baru kelas VII
7 16.00-17.00 Leter dan dan X dibimbing
Kaligrafi oleh Ustaz
pengabdian yang ahli
Sabtu di bidangnya
Pengajian ini khusus
untuk santri lama
Pengajian
yaitu santri yang
8 18.30-21.00 Kitab Fath al-
sudah mondok
Mu'īn
selama 2 sampai 6
tahun
Setelah wirid Pembacaan kitab
9 Ta'līm
subuh ta'līm
Pembacaan kitab
ta'līm oleh imam
10 06.00 Kerja Bakti atau pengurus dan
didengarkan oleh
seluruh santri
Bertempat di Masjid,
Minggu Pembelajaran pembelajaran
11 07.00 tilāwah al- tilāwah al- Qur'ān
Qur'ān dibimbing oleh
Ustaz Ade
Shalat duha
berjamaah yang
Salat Duha
12 08.00 wajib diikuti seluruh
Berjamaah
santri setiap satu
minggu sekali
78
Kegiatan ini
merupakan pelatihan
skill di bidang
kesenian seperti
marawis, kasidah,
selawat, nasyid dan
13 09.00 Kesenian barzanji. Pelatihan
ini dibagi ke dalam
beberapa kelompok,
dan setiap kelompok
biasanya diberikan
beberapa mentor
untuk melatih.
Melengkapi kegiatan tersebut, santri wajib melaksanakan tata tertib
yang ditetapkan oleh pesantren, antara lain:
14) Pulang atau keluar pondok pesantren tidak boleh lebih dari satu kali
dalam sebulan.
15) Tidak keluar pesantren tanpa izin dari Pembina santri.
16) Tidak membawa handphone dan alat elektronik lainnya.
17) Tidak merokok dan tidak terlibat narkoba.
18) Tidak pacaran.
19) Tidak mengambil milik orang lain tanpa izin dan bukan haknya.
20) Memiliki alat makan, minum, mandi dan alat tidur sendiri.
21) Melunasi Administrasi : uang listrik, makan, minum, dan infak
pesantren setiap bulan paling lambat tanggal 10.
Gambar 3.14 Hukuman bagi santri yang sering melanggar aturan pondok
(santri putra)
D. Profil Informan
Pada penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada penggunaan al-
Qur’an dalam tradisi wirid di pondok pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi.
Para informan yang diwawancarai dalam penelitian ini dibagi ke dalam tiga
kategori, yaitu pengasuh, santri putra dan santri putri yang ikut
melaksanakan kegiatan wirid di pondok pesantren tersebut. Para informan
yang berstatus pengasuh pada umumnya adalah kiai yang berstatus sebagai
pimpinan pondok, pengasuh yang berstatus imam salat dan penuntun
kegiatan wirid, serta pengasuh yang berstatus sebagai kepala bidang
peribadatan. Adapun para informan dari pihak santri diambil dari setiap
tingkatan kelas atau tahun lamanya menjadi santri, baik santri putra maupun
santri putri.
81
Status/
No Nama Usia Pendidikan Kategori
Jabatan
S1 Tarbiah
Gunung
Puyuh
Pimpinan
KH. Wawan Sukabumi,
Pondok
1 Khoerul 58 S1 Sastra
Pesantren
Anwar, M.Pd. Arab UIN
Al-Atiqiyah
Jakarta, S2
Pengasuh
Pendidikan
Putra
UHAMKA.
S1 UNPAD
Guru
(2001), dan
H. Acep mengaji/
S1 STMIK
2 Sodikin, S.S, 46 Kepala
Pasim
S.Kom. Bidang
Sukabumi
Peribadatan
(2015)
Guru
Hj. Dra. Pipih S2 Statistik Mengaji/Im
3 50
Sofiyah, M. Si IPB Bogor am Shalat
Putri
Hj. Hindun
S1 Perikanan Guru Pengasuh
4 Megawati, S. 44
IPB Bogor Mengaji Putri
Pi
S1 Terjamah Guru
Aisyah
UIN Syarif Mengaji/Im
5 Syarifatunnisa, 25
Hidayatullah am salat
S.S
Jakarta Putri
Status/
No Nama Usia Pendidikan Kategori
Jabatan
VII
Muhammad Aji
1 11 Madrasah Santri baru
As-Segaf
Tsanawiah
Putra
VIII
Muhammad
2 13 Madrasah Santri baru
Rino
Tsanawiah
82
IX
Muhammad
3 16 Madrasah Santri lama
Solihin
Tsanawiah
Khoerul
4 15 X SMA Santri baru
Fahrezi
Muhammad
5 16 X SMA Santri lama
Yusuf Ananial
Hadiatul
6 17 XI SMA Santri baru
Mustofa
Mudabbir/
Dede Iman Nur
Pengurus
7 Alim Adi 18 XI SMA
Santri Bidang
Nugraha
Peribadatan
Ro'īs/ Ketua
8 Ibnu Tamiah 17 XII SMA
Santri Putra
IX
9 Siti Fadilah 15 Madrasah Santri lama
Tsanawiah
Nia Syifa
10 15 X SMA Santri baru
Hayatul Milah
11 Nurul Jamilah 18 XI SMA Santri baru
1
Humas Institut Ilmu Al-Qur’an, “Pengaruh Bacaan Al-Qur’an pada syaraf, Otak
dan Organ Tubuh lainnya.” Diakses, 2 Juni 2021,
https://iiq.ac.id/artikel/details/553/Pengaruh-Bacaan-Al-Qur%E2%80%99an-Pada-
Syaraf-Orak-dan-Organ-Tubuh-Lainnya
83
84
2
Al Imām Al Hafiẓ A ̒ bdillah Muhammad bin Ismā̒Ῑl bin IbrōhῙm bin Al
̓ bῙ A
MugῙrah Al Ja̒fῙ Al BukharῙ, ṣahῙh Al BukharῙ (Riyāḍ: Maktabah Al Rusyd, 2006), 720.
3
Redaksi MQ Times, “Keutamaan TadarusAl-Qur’an” Majalah Madrosatul
Qur’an Times; Media Kajian Al-Qur’an dan Pendidikan, Edisi 1 (Januari-Maret 2019): 18.
4
Neng Sayyidah Nafisah, (Ketua Santri Putri Pondok Pesantren Al-Atiqiyah),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 20 November 2019, Jawa Barat.
85
Secara etimologi, Qirā’ah adalah kata jadian (masdar) dari kata kerja
qara’a (membaca). Sedangkan secara terminologi, menurut Ibn al-Jazārī,
qirā’āt adalah ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapkan kata-kata al-
Qur’an dan perbedaan-perbedaannya dengan menisbahkan kepada
penukilnya. Al-Zarkasyī dalam hal ini juga memberikan definisi bahwa
qirā’āt adalah perbedaan cara-cara melafalkan al-Qur’an, baik mengenai
huruf-hurufnya atau cara pengucapan hurufnya tersebut seperti takhfīf
(meringankan), taṡqil (memberatkan) atau yang lainnya.7
5
Al Imām ̓AbῙ Al Husaini Muslim bin Al Hajjāj Al QusyairῙ An-NaisābūrῙ, ṣahῙh
Muslim, Juz 1 (Beirūt: Dār Al-Kutub Al i̒ lmiyyah, 1991), 545.
6
Aisyah Syarifatun Nisa, (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Atiqiyah), diwawancarai
oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 15 Desember 2019 secara daring.
7
Ratnah Umar, Qira’at al-Qur’an (Makna dan Latar Belakang Timbulnya Perbedaan
Qira’at), Jurnal al-Asas, vol.3, no.2, (2019): 36.
86
penyempurna ibadah salat dan memperkuat diri pada jalan yang baik.
Begitu halnya dengan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah yang juga
menerapkan tradisi wirid dalam budaya pesantrennya. Tradisi ini sudah
lama dilakukan sejak pondok pesantren ini didirikan. Kegiatan Wirid
menggunakan bacaan-bacaan al-Qur’an sudah tidak asing lagi dilakukan
oleh para santri di pondok pesantren ini.
“Kalo wirid yang di pesantren ngikutin wirid yang di umum dulu
berarti yang ada di masyarakat, kan Pesantren itu lembaga
pengkaderan, kalo hidup bermasyarakat berarti kan membimbing
masyarakat, masyarakat punya anak, masyarakat juga punya
pembimbing kan ada Muallim itu yang suka ngajar suka ngimamin,
karena ilmu itu harus diajarkan harus disebar luaskan maka terciptalah
sebuah komunitas, sebuah lembaga, jadilah pengajian, jadilah
pesantren. Maka di pesantren diajarkan otomatis bukan hanya ilmu
tata cara ibadah saja tapi ilmu pasca ibadah ṣolat juga ada, yaitu
wirid.”8
Tradisi wirid ini memang sudah dijalankan dan dipraktikkan sejak
lama. Hal itu diperkuat melalui wawancara dengan Hj. Pipih Sofiyah
(pengasuh) yang menjelaskan bahwa tradisi wirid di Pondok Pesantren Al-
Atqiyah sudah berjalan sejak lama. Kemudian Ustazah Aisyah
Syarifatunnisa dalam wawancaranya juga menjelaskan:
8
H. Acep Sodikin (Pengasuh Bidang Peribadatan Pondok Pesantren Al-Atiqiyah).
Diwawancarai oleh Ayi Syahfitri. Sukabumi, 17 November 2019, Jawa Barat. Acep
Sodikin, Wawancara.
9
Aisyah Syarifatun Nisa, Wawancara.
88
10
H. Acep Sodikin, Wawancara.
89
تَ ,وََل يَنْ َف ُع اَللّه َّم ََل مانِع لِما أَعطَيت وََل مع ِطي لِما من عت ،وََل ر ِ
ضْي َ
آد ملاَ قَ َ
ُ َ َ َ ْ ْ َ َ ُ ْ َ َ ََ ْ َ َ َ َ
ذَا ا ْجلَ ِّد ِمنْ َ
ك ا ْجلَ ُّد
)6 ;Membaca
الرِحْي ِم
مح ِن َّ بِ ْس ِم ال ٰلّ ِه َّ
الر ْ ٰ
)8
)Membaca surah al-Fātiḥah (1-7
)Nās
الرِحْي ُم
ࣖ مح ُن َّ
الر ْ ٰ واِ ْٰل ُكم اِٰله َّو ِ
اح ٌدَ ََلَاِٰلهَ اََِّل ُه َو َّ َ ُ ْ ٌ
b) Ayat 255
ِ ِ
ت اَل ٰلّهُ ََلَ ا ٰلهَ اََّل ُه َوَ اَ ْحلَ ُّي الْ َقيُّ ْوُم ەَ ََل تَأْ ُخ ُذه ِسنَةٌ َّوََل نَ ْوٌمَ لَه َما ِّف َّ
الس ٰم ٰو ِ
ني اَيْ ِديْ ِه ْم َوَما ِ ِ ِِ ِ
ضَ َم ْن ذَا الَّذ ْي يَ ْش َف ُع عنْ َده اََّل بِا ْذنه يَ ْعلَ ُم َما بَ ْ َ َوَما ِّف ْاَلَْر ِ
الس ٰم ٰو ِ ِ
ت َخلْ َف ُه ْمَ َوََل ُُِيْيطُْو َن بِ َش ْيء ِّم ْن عِ ْل ِمه اََّل ِِبَا َشاۤءََ َو ِس َع ُك ْرِسيُّهُ َّ
ضَ َوََل يَُْو ُده ِح ْفظُ ُه َماَ َوُه َو الْ َعلِ ُّي الْ َع ِظْي ُم َو ْاَلَْر َ
c) Ayat 284-286
ِ
ِ
ِفَ اَنْ ُفس ُك ْم اَْو ُُتْ ُف ْوهُ ض َ َوا ْن تُْب ُد ْوا َما ِ ْ ت َوَما ِّف ْاَلَْر ِ لِٰلّ ِه َما ِّف َّ
الس ٰم ٰو ِ
ب َم ْن يَّ َشاۤءُ َ َوال ٰلّهُ َع ٰلى ُك ِّل َش ْيء ِ ِ ِ ٰ
ُُيَاسْب ُك ْم بِه اللّهُ َ فَيَ ْغف ُر ل َم ْن يَّ َشاۤءُ َويُ َع ِّذ ُ
ِ
الر ُس ْو ُل ِِبَاَ اُنْ ِزَل اِلَْي ِه ِم ْن َّربِّه َوالْ ُم ْؤِمنُ ْو َنَ ُكلٌّ اٰ َم َن بِال ٰلّ ِه َوَم ٰلۤى َكتِه َوُكتُبِه
قَ ِديٌْر اٰ َم َن َّ
ِ ِ ِ
كك َربَّنَا َوالَْي َ ني اَ َحد ِّم ْن ُّر ُسله َ َوقَالُْوا ََِس ْعنَا َواَطَ ْعنَا غُ ْفَرانَ َ َوُر ُسله ََل نُ َفِّر ُق بَ ْ َ
ِ صي ر ََل ي َكلِّ ٰ ِ
تَ ت َو َعلَيْ َها َما ا ْكتَ َسبَ ْ ف اللّهُ نَ ْف ًسا اََّل ُو ْس َع َها َ َْلَا َما َك َسبَ ْ الْ َم ْ ُ ُ ُ
ِ ِ ِ ِ ِ
صًرا َك َما َربَّنَا ََل تُ َؤاخ ْذنَاَ ا ْن نَّسيْ نَاَ اَْو اَ ْخطَأْنَا َ َربَّنَا َوََل ََْتم ْل َعلَيْ نَاَ ا ْ
ِ ِ ِ
ف َعنَّاَ َمحَلْتَه َعلَى الَّذيْ َن م ْن قَ ْبلنَا َ َربَّنَا َوََل َُتَ ِّملْنَا َما ََل طَاقَةَ لَنَا بِه َو ْاع ُ
ࣖ ص ْرنَا َعلَى الْ َق ْوِم الْ ٰك ِف ِريْ َنت َم ْوٰلىنَا فَانْ ُ
ِ
َوا ْغف ْر لَنَاَ َو ْار َمحْنَا َ اَنْ َ
11) Membaca Qs. Āli-‘Imrān/ 3: 18-19 dan 26-27
a) Ayat 18-19
َش ِه َد ال ٰلّهُ اَنَّه ََلَ اِٰلهَ اََِّل ُه َوَ َوالْ َم ٰلۤى َكةُ َواُولُوا الْعِلْ ِم قَاۤى ًماَ بِالْ ِق ْس ِطَ ََلَ اِٰل َه
اَل ْس ََل ُم َ اََِّل هو الْع ِزي ز ا ْحلكِيم اِ َّن الدِّين عِنْ َد ال ٰلّ ِه ِْ
َْ ُ َ َ ُْ َ ْ ُ
91
َّن تَ َشاۤءَُ َوتُعُِّز َم ْن ك ت ؤتِى الْم ْلك من تشاۤء وت ن ِزع الْم ْل ِ ٰ ِ
ك ِم ْ ك الْ ُم ْل ِ ُ ْ ُ َ َ ْ َ َ ُ َ َ ْ ُ ُ َ قُ ِل اللّ ُه َّم ٰمل َ
َّك َع ٰلى ُك ِّل َش ْيء قَ ِديٌْر تُ ْولِ ُج الَّْي َل ِّف ِ تَ َشاۤءُ َوتُ ِذ ُّل َم ْن تَ َشاۤءُ َ بِيَ ِد َك ْ
اخلَيْ ُر َ ان َ
ت ِم َن ا ْحلَ ِّي َوتَ ْرُز ُق ِ ِ َّها ِر وتُولِج الن َ ِ
ِج الْ َميِّ َ َّه َار ّف الَّْي ِل َوُُتْر ُ
ِج ا ْحلَ َّي م َن الْ َميِّت َوُُتْر ُ الن َ َ ْ ُ
َم ْن تَ َشاۤءُ بِغَ ِْْي ِح َساب
;12) Membaca
ِ ِ
إِْل َي َرِِّّب يَا َسيِّدي أَنْ َ
ت َم ْوَلَنَا ُسْب َحا َن اهلل
13) Membaca kalimah Ṭayyibah
ِ ِ ِ
ك ا ْحلَ ُّق الْ ُمبِ ْ ْ
ني ( ۱۰۰كاَل) َلَ الهَ اََّل اهللُ الْ َمل ُ
18) Membaca
الص ِاد ُق الْ َو ْع ُد ْاأل َِم ْني ( ۳كاَل) ك ا ْحل ُّق الْمبِني ُُم َّم ٌد رسو ُل ِِ ِ ِ
اهلل َّ َلَ الهَ اََّل اهللُ الْ َمل ُ َ ُ ْ ْ َ َ ُ ْ
19) Membaca Doa
92
ِ فَٱذَ ُكر ِوِنَ أَذَ ُكرَ ُكمَ وٱشَ ُكرواْ ِِل وََل تَكَفُر
ونُ َ ُ َ ُ
“karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula)
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku”. (Qs. al-Baqarah/ 2: 152).
Menurut KH. Wawan Khaerul Anwar11 dalam wawancaranya
menjelaskan bahwa perintah melaksanakan wirid juga dijelaskan oleh Imam
Nawawi dalam kitabnya “al- Ażkār a-Nawāwī”,12 bāb al-Ażkār ba’da ṣalat.
Lihat bagian tengah kitabnya yang Bahasa Arab, di situ dijelaskan perintah
ibadah zikir setelah selesai salat.
11
KH. Wawan Khoerul Anwar, Wawancara.
12
Imam an-Nawawi, Al-Azkar An-Nawawi (Kitab induk doa dan zikir), terj. Ulin
Nuha, cet. I (Yogyakarta: Mutiara Media, 2015), 57.
93
ِ
َالله َّم َل
ُ َ ا،ك َولَهُ احلَ ْم ُد َوُه َو َعلَى ُك ِّل َش ْيء قَديٌْر ُ ْ لَهُ املل،ُك لَه َ َْلَإِٰلهَ إََِّل اهللُ َو ْح َدهُ َلَ َش ِري
ُ ِ ِ ِ ِ
َ ْت َوَلَ يَنْ َف ُع ذَا اجلَ ِّد ِمن
.ِّك اجلَد َ ت َوَلَ ُم ْعط َي ل َما َمنَ ْع
َ َمان َع ل َما أ َْعطَْي
“Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha
Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-nya kerajaan dan segala puji, Dia
atas segala sesuatu Yang Maha Kuasa, Ya Allah tidak ada yang bisa
mencegah apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang bisa memberi
apa-apa yang Engkau tolak, dan tidak ada yang bisa memanfaatkan-
Mu, Wahai Zat Yang Maha Mulia.”13
13
Imam an-Nawawi, Al-Azkar An-Nawawi, 97-98.
94
“untuk zikir kepada Allah. Sebelum kita beraktivitas seperti kerja atau
apa pun itu mulailah dengan zikir kepada Allah, karena sesuatu yang
dimulai dengan zikir itu insya Allah jadi berkah dan segala aktivitas
yang kita kerjakan semata-mata untuk mengingat Allah gitu. Jadi
14
H. Acep Sodikin, Wawancara.
95
sebenarnya zikir itu enggak harus habis salat aja gitu tapi di setiap
kesempatan yang ada kita harus terus mengingat Allah.”15
Hj. Hindun Megawati yang menjabat sebagai Bendahara Pesantren
menjawab pertanyaan dalam wawancara pada 17/11/2019 mengenai tujuan
wirid:
“Pertama, mengamalkan sunah yang sudah dicontohkan Rosul dan
diamalkan oleh para wali dan ulama. Kedua, untuk membentengi diri,
dan ketiga, untuk menumbuhkan dan memperkukuh keimanan.”16
Dari penjelasan di atas, mulai dari pimpinan hingga pengasuh di
bidang masing-masing menjelaskan tujuan dari wirid yang dilaksanakan di
Pondok Pesantren Al-Atiqiyah. Kesimpulannya adalah wirid bertujuan
untuk terus mengingatkan hamba kepada Tuhannya, menjalankan sunah
Rasulullah, menjaga kesabaran saat setelah selesai salat serta menguatkan
iman dalam diri masing-masing.
15
. Hj. Pipih Sopiah (Pengajar/ustazah sekaligus Imam Shalat santri putri Pondok
Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 17
November 2019, Jawa Barat.
16
Hj. Hindun Megawati (Pengajar/ustazah Pondok Pesantren Al-Atiqiyah
Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 17 November 2019, Jawa Barat
96
Tabel 4.2 Analisis Data atas aspek Pemahaman Ayat-ayat al-Qur'an yang
dijadikan Wirid (Pengasuh)
Pertanyaan:
Jawaban: Menurut anda, Mengapa di Pondok
Pesantren al-Atiqiyah surat-surat seperti (Surat al-
Fātiḥah , Qs. al-Ikhāṣ/ 112: 1-4, Qs. al-Falaq/ 113:
Nama 1-5, Qs. al-Nās/114: 1-6, Qs. al-Baqarah/ 2: 163,
No
Informan 255, 284-286; Qs. Āli-‘Imrān /3: 18-19, 26-27)
yang dipilih untuk melengkapi bacaan wirid
lainnya yang kemudian di jadikan wirid selepas
shalat fardhu? Apa keistimewaan dari surat-surat
tersebut?
1 KH. Wawan Sebenarnya membaca al-Qur’an dalam wirid itu
Khoerul hukumnya sunah, akan tetapi semakin banyak ayat
Anwar, M.Pd al-Qur’an yang kita baca maka akan semakin
banyak pula pahala yang diberikan Allah kepada
kita.
2 H. Acep Mengalami apa, ketika beliau ditelan ikan hiu di
Sodikin, S.S, dalam perutnya kemudian beliau membaca lafadz
S.Kom tersebut maka dengan izin Allah selamat,
dimuntahkan. Maka orang berbuat apa yang
dicontohkan oleh para Nabi, misal dulu tuh sakit
dipatok ular berbisa Rasul mengucapkan apa
membaca al-Fātiḥah 7x, ditiupkan dikasih garem,
kita ikutin gitu. Jadi memang kenapa dipilih ya
karena ada khasiat. Contoh juga seperti barang
siapa membaca ayat Qursy pagi makan akan
terhindar dari gangguan setan, yasin juga sama dari
pagi sampai sore berikutnya. Baca al-Ikhāṣ 3x
setara dengan membaca satu al-Qur’an satu kali
tamatan. Perlindungan dari setan (al-Nās),
perlindungan dari sifat hasud (al-Falaq).
97
3 Hj. Dra. Pipih karena di dalam kitab fathul mu’in juga dijelaskan
Sofiyah, M. Si keutamaan-keutamaan ayat al-Qur’an tersebut
seperti al-Fātiḥah , al-Ikhāṣ 3x, kemudian di dalam
hadis Nabi juga diriwayatkan bahwa yang
membaca surah al-Ikhāṣ sama dengan membaca
satu al-Qur’an pahalaya. kenapa? Karena Al-
Qur’an itu di dalamnya mentauhidkan Allah, jadi
ayat-ayat al-Qur’an yang ada di wiridan itu ya ayat-
ayat yang penting saja. Seperti al-Fātiḥah kan
induknya al-Qur’an, kalo diibaratkan skripsi mah
pendahuluannya gitu yang meliputi semua semua
materi yang akan dibahas di dalam skripsi”. Al-
Falaq itu untuk memohon perlindungan dan
penjagaan diri, kan waktu zaman Rasulullah ketika
beliau disihir oleh orang-orang Yahudi, Rasulullah
di dalam rumahnya itu disimpenan boneka
dinamain Muhammad nah disitu ditusuk oleh
jarum, nah itu teh ke diri Rasulullah jadi sakit terus
kata Allah melaui malaikat jibril.
Ya, karna kan ada dalam hadis/ada keterangan yang
menerangkan bahwa ada yang namanya gangguan
Hj. Hindun
jin, setan dan ilmu-ilmu sihir. Nah, kaitannya
4 Megawati, S.
dengan itu untuk menolak pengaruh-pengaruh sihir
Pi
itu dan sebagainya ya dengan membaca surah-surah
tersebut, seperti surah al-Nās, al-Falaq.”
5 Aisyah
Syarifatunnisa,
S.S
17
KH. Wawan Khoerul Anwar, Wawancara.
98
nilai tambah bagi siapa saja yang ingin mendapatkan banyak pahala selain
pahala dari ibadah wajib. Di setiap pesantren yang bernuansa Nahdlatul
Ulama sudah pasti menerapkan tradisi wirid setelah salat fardu, hal itu
dilakukan untuk menutup kekurangan dalam proses salat sebelumnya.18
H. Acep Sodikin dalam wawancaranya bahwa beliau setuju mengenai
penggunaan ayat-ayat al-Qur’an sebagai bacaan wirid. Serta dalam
penjelasannya, wirid memiliki dasar sumber yang melandasi bahwa tradisi
wirid al-Qur’an bukanlah sesuatu yang bidah dan menyesatkan, justru wirid
al-Qur’an menjadikan manusia semakin mengenal sejarah masa lalu, ke-
Esaan Allah swt. serta tuntunan-tuntunan kebajikan yang tertuang di dalam
al-Qur’an.
Dalam wawancaranya, Hj. Pipih Sofiyah menyampaikan
pandangannya mengenai wirid al-Qur’an berdasarkan kitab Fatḥ al-Mu’īn
dijelaskan tentang keutamaan-keutamaan al-Qur’an. Di dalam kitab
tersebut juga disampaikan mengenai manfaat-manfaat yang dirasakan
apabila mengamalkan surat atau ayat dalam al-Qur’an.19
Adapun Hj. Hindun Megawati menyampaikan kesetujuannya
mengenai al-Qur’an sebagai bacaan wirid. Beliau berpendapat bahwa
sebagian dari bacaan wirid adalah doa dan pujian kepada Allah swt.
Sehingga doa serta pujian itu pun pada dasarnya sudah tertulis pada nas al-
Qur’an dan manusia hanya perlu melafalkan dan mengamalkannya.
18
H. Acep Sodikin, Wawancara.
19
Hj. Pipih Sopiah, Wawancara.
99
b. Santri Putra
Tabel 4.3 Analisis Data atas aspek Pemahaman Ayat-ayat al-Qur'an yang
dijadikan Wirid (Santri Putra)
Pertanyaan: Apakah Anda setuju dengan
penggunaan ayat-ayat al-Qur’an pada tradisi
wirid?
Nama
No Sejauh mana anda memahami ayat-ayat al-Qur’an
Informan
yang tercantum dalam wirid yang ada di Pondok
ini?
Jawaban:
1 Muhammad Setuju, ya karena dengan adanya ayat-ayat al-
Aji As-Segaf Qur’an dalam wirid terus kita baca setiap hari
maka kita akan terbiasa dan lancar gitu membaca
al-Qur’annya. Dan untuk pemahamannya sih Yah
kan di bacaan wirid itu ada tuh ayat al-Qur’annya
seperti Ayat Qursy surah Al-Baqarah, surah al-
Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan al-Nās. Misal surah al-
Fātiḥah itu kan
َني ِ ِّ اَ ْحلم ُد لِٰلّ ِه ر
َ ْ ب الْ ٰعلَمَ َْ
“Segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam”
jadi Allah itu Tuhan semesta alam, yang
menciptakan semua makhluk yang ada di bumi
dan di langit.
َالرِحْي ِم
َّ مح ِن
ٰ ْ الر
َّ
“yang maha pengasih lagi maha penyayang”
Allah itu maha pengasih yang memberikan rezeki
dan kehidupan.
2 Muhammad Setuju ya, supaya bisa menenangkan hati, dan
Rino supaya bisa mempelajari ayat-ayat al-Qur’an
menjadi lebih baik. iya seperti surah al-Ikhlāṣ, al-
Falaq, al-Nās, surah al-Baqarah (ayat Kursy). Nah
misal surah al-Fātiḥah yang mengatakan “Allah
maha pengasih lagi maha penyayang” misalnya
kita memohon gitu nah nanti Allah pasti
mengabulkan.
3 Muhammad Menurut saya jika dalam wirid ada ayat al-
Solihin Qur’annya ya bagus, baik misalnya kan di situ ada
ayat Kursy tuh surah al-Baqarah (Alif-Lam-Mim),
al-Ikhlāṣ, al-Falaq, al-Nās kaya gitu, ya itu
100
20
Dede Iman Nur Alim Adi Nugraha (Mudabbir/pengurus santri bidang peribadatan
putra PP. Al-Atiqiyah Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 20
November 2019, Jawa Barat.
21
Muhammad Solihin (santri putra kelas IX/santri lama PP. Al-Atiqiyah
Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 19 November 2019, Jawa Barat.
22
Khoerul Fahrezi (santri putra kelas X/santri Baru PP. Al-Atiqiyah Sukabumi),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 19 November 2019, Jawa Barat.
23
Dede Iman Nur Alim Adi Nugraha, Wawancara.
24
Hadiatul Mustofa (santri putra kelas XI/santri baru PP. Al-Atiqiyah Sukabumi),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 19 November 2019, Jawa Barat.
103
ِّ اِ ْه ِدنَا
الصَرا َط الْ ُم ْستَ ِقْي َم
“Tunjukanlah kami ke jalan yang lurus” itu termasuk doa, karena di
zaman sekarang kan banyak orang yang sesat gitu jadi harus banyak-
banyak baca itu ya.”25
Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa santri putra secara
keseluruhan mampu mengamalkan, menghafal serta menjalankan rutinitas
wirid dengan baik. Akan tetapi dalam hal mendalami makna wirid al-
Qur’an itu sendiri, santri putra hanya sekadar bisa memaparkan secara garis
luar. Hal itu cukup diwajarkan sebab tingkatan berpikir anak usia remaja
belum bisa dikatakan matang dalam memahami suatu hal lebih dalam.
c. Santri Putri
Tabel 4.4 Analisis Data atas aspek Pemahaman Ayat-ayat al-Qur'an yang
dijadikan Wirid (Santri Putri)
Pertanyaan: Apakah anda setuju dengan
penggunaan ayat-ayat al-Qur’an pada tradisi wirid?
Nama Sejauh mana Anda memahami ayat-ayat al-Qur’an
No
Informan yang tercantum dalam wirid yang ada di Pondok
ini?
Jawaban:
Setuju, Ya kan, kalo misalkan emang udah ada
orang yang bisa menghukumi hukumnya gitu kalo
al-Qur’an bisa dimasukan dalam wiridan, yah kita
mah tinggal mengikuti aja, sesuai kepercayaan kita
masing-masing gitu.
1 Siti Fadilah Oke misalnya surat al-Fātiḥah , itu kan induknya
al-Qur’an gitu yah, jadi kan ya kalo kita tidak bisa
menghafal semua surah al-Qur’an, ya kita bisa
menghafal induknya. Kemudian surah al-Ikhlāṣ,
Itu kan kita meyakini bahwa Allah itu satu, dan
kita memohon pertolongan kepada Allah, dengan
25
Ibnu Tamiah, Wawancara.
104
26
Nia Syifa Hayatul Milah (santri putri kelas X/santri baru PP. Al-Atiqiyah
Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 18 November 2019, Jawa Barat.
27
Nurul Jamilah (santri putri kelas XI/santri baru PP. Al-Atiqiyah Sukabumi),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 18 November 2019, Jawa Barat.
28
Neng Sayyidah Nafisah, Wawancara.
29
Siti Fadilah (santri putri kelas IX/santri lama PP. Al-Atiqiyah Sukabumi),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 20 November 2019, Jawa Barat.
107
30
Agrisna Rida Afiah (Mudabbiroh/pengurus santri putri bidang keamanan PP. Al-
Atiqiyah Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 20 November 2019,
Jawa Barat.
31
Robiatul Adawiyah (Mudabbiroh/pengurus santri putri bidang pendidikan PP. Al-
Atiqiyah Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 20 November 2019,
Jawa Barat.
108
Aisyah Syarifatunnisa,
5 Ѵ
S.S
Muhammad Aji As-
6 Ѵ
Segaf
7 Muhammad Rino Ѵ Ѵ
8 Muhammad Solihin Ѵ Ѵ
9 Khoerul Fahrezi Ѵ Ѵ
Muhammad Yusuf
10 Ѵ Ѵ
Ananial
11 Hadiatul Mustofa Ѵ Ѵ
Dede Iman Nur Alim
12 Ѵ Ѵ Ѵ
Adi Nugraha
13 Ibnu Tamiah Ѵ Ѵ
14 Siti Fadilah Ѵ
Nia Syifa Hayatul
15 Ѵ Ѵ
Milah
16 Nurul Jamilah Ѵ
17 Robiatul Adawiyah Ѵ
Sri Purwanti Ayu
18 Ѵ
Ningrum
19 Agrisna Rida Afiah Ѵ
20 Siti Sarah Ѵ
21 Neng Syaidah Nafisah Ѵ Ѵ
Jumlah 9 5 2 5 3 3 3 1
Keterangan Tabel
1) Sebagai media pendekatan diri kepada Allah
2) Sebagai kegiatan ibadah rutin yang dilakukan atas kesadaran sendiri
3) Sebagai media untuk memperbaiki diri
4) Sebagai media untuk memohon pertolongan dan ampunan
5) Ittibā' (mengikuti sunah Rasul)
6) Mengingat Allah
7) Ketakziman terhadap peraturan pondok
8) Menenangkan hati
Berdasarkan tabel di atas, tradisi wirid yang dijalankan oleh seluruh
pengasuh hingga santri di PP. Al-Atiqiyah merupakan sarana yang tepat
109
untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Dalam hal ini ada kesan
yang melekat pada diri masing-masing setiap kali sedang dan setelah
melaksanakan wirid. Seperti halnya yang diutarakan Hj. Pipih32 dalam
wawancaranya bahwa wirid atau zikir dapat melembutkan hati, sehingga
melalui zikir diharapkan dapat merubah sikap dan memperbaiki akhlak.
Ustazah Aisyah33 dalam wawancaranya juga menyempurnakan
pendapat Hj. Pipih yakni melalui wirid merupakan momen yang paling
tepat untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Dalam hal ini terdapat
makna yang sangat melekat pada diri masing-masing pengasuh hingga
pembimbing.
Adapun dari sisi santri, baik santri putra maupun santri putri juga
menyampaikan hal yang serupa tentang makna yang paling melekat dari
tradisi wirid. Tamiah (17th)34 memberikan kesan makna melalui wirid akan
selalu menyadarkan diri untuk terus melafazkan istigfar, terus berzikir dan
tetap bersyukur kepada Allah swt.35
Rino (13th) juga menambahkan bahwa ibadah juga harus melalui
kesadaran diri. Korelasinya adalah dengan menyiapkan dan menata diri
untuk taat beribadah, maka kedekatan diri dengan Allah akan semakin
terasa. Hal tersebut akan dapat dicapai melalui salat dan zikir. Dalam hal
ini Solihin (16th) juga menjelaskan:
“kalo menurut saya sih dalam praktik wirid tuh tergantung orangnya
yang melakukan wirid, jikalau orangnya itu bersungguh-sungguh
dalam melakukan wirid makna dari melakukan wirid tuh bisa jadi
orang tersebut tuh bisa khusyuk gitu, kan zaman sekarang tuh banyak
yang wirid tapi hatinya tuh ke mana-mana gitu kan. Jadi kalo menurut
saya mah sih yang paling apdol tuh kalo kita wiridan yang ijazah yang
sendiri, kita tuh menyendiri gitu itu tuh mengasah batin kita supaya
32
Hj. Pipih Sopiah, Wawancara.
33
Aisyah Syarifatun Nisa, Wawancara.
34
Ibnu Tamiah, Wawancara.
35
Muhammad Rino (santri putra kelas VIII/santri baru PP. Al-Atiqiyah Sukabumi),
diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 19 November 2019, Jawa Barat.
110
lebih khusyuk. Jadi maknanya tuh kalo wiridan tuh bisa menenangkan
hati.”36
36
Muhammad Solihin, Wawancara.
37
Nurul Jamilah, Wawancara.
38
Neng Sayyidah Nafisah, Wawancara.
39
Siti Sarah (Mudabbiroh/pengurus santri bidang peribadatan putri PP. Al-Atiqiyah
Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 20 November 2019, Jawa Barat.
111
7 Muhammad Rino Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
8 Muhammad Solihin Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
9 Khoerul Fahrezi Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
112
11 Hadiatul Mustofa Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
13 Ibnu Tamiah Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
14 Siti Fadilah Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
16 Nurul Jamilah Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
17 Robiatul Adawiyah Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
20 Siti Sarah Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
Keterangan Tabel
1. Prilaku Sosial
a. Sopan dalam tutur kata dan perbuatan
b. Tidak membantah guru/kiyai
c. Tidak bermusuhan dengan sesama teman
d. menjalin hubungan kekeluargaan dalam lingkup pesantren
113
2. Peribadatan
a. Khusyu’ dalam beribadah
b. Selalu melaksanakan ibadah sunnah
c. Selalu membaca al-Qur’an
d. Bertambah kefashihan dalam membaca al-Qur’an
Berdasarkan tabel di atas, dalam menjalankan suatu amalan, maka
akan ada perbedaan dari sebelum dengan sesudah melakukan. Seperti
halnya dengan wirid, seseorang akan merasakan manfaat dari amalan wirid
al-Qur’an dibandingkan saat belum mengamalkan wirid. Begitu juga
dengan santri dan pengasuh PP. Al-Atiqiyah yang merasakan perubahan
saat mengamalkan wirid menggunakan ayat al-Qur’an secara terus-
menerus, baik secara perilaku sosial maupun dalam segi peribadatan.
Berikut manfaat yang dirasakan setelah menjalankan amalan wirid
menggunakan ayat-ayat al-Qur’an secara terus menerus bagi santri dan
pengasuh PP. Al-Atqiyah Sukabumi:
1. Perilaku Sosial
Berdasarkan berperilaku atau bersikap pada sosial masyarakat harus
dengan attitude yang baik. Sikap yang baik ini tidak dibentuk dengan
sendirinya, dalam artian harus ada suatu keterbatasan secara terus menerus.
Adapun salah satu amalan atau ibadah yang support dalam membentuk
sikap sosial yang baik adalah dengan konsisten wirid.
Seperti yang disampaikan oleh Hj. Pipih Sofiyah40 dalam
wawancaranya beliau menyampaikan bahwa dengan men-dawamkan wirid
terus-menerus bisa membentuk karakter yang baik, terhindar dari sifat keras
hati dan mampu melembutkan hati. Pernyataan tersebut semakin kuat
dengan pernyataan dari santri putri bernama Jamilah (18th) melalui
wawancaranya, yaitu:
40
Hj. Pipih Sopiah, Wawancara.
114
41
Nurul Jamilah, Wawancara.
42
Hj. Hindun Megawati, Wawancara.
43
Dede Iman Nur Alim Adi Nugraha, Wawancara.
44
Muhammad Aji As-Segaf, (santri putra kelas VII/santri baru PP. Al-Atiqiyah
Sukabumi), diwawancarai oleh Ayi Syahfitri, Sukabumi, 19 November 2019, Jawa Barat.
115
sungguh, dia menjadi lebih penurut yang sebelumnya sering tidak patuh
kepada orang tua. Begitu pun dengan M. Aji merasakan perubahan akhlak
dari yang buruk menjadi lebih baik.
H. Acep Sodikin dalam wawancara yang berlangsung (17/11/2019)
menjawab pertanyaan sebagai berikut:
45
H. Acep Sodikin, Wawancara.
46
Agrisna Rida Afiah, Wawancara.
116
47
Muhammad Aji As-Segaf, Wawancara.
48
Siti Fadilah, Wawancara.
49
Ibnu Tamiah, Wawancara.
117
di shaf belakang itu ya liat santri nu nundutan silih toal-toel gitu atau
kalo lagi mau ada acara suka kepikiran gitu.”50
Hal yang serupa juga disampaikan oleh Mala (santri putri, 17th) dalam
wawancaranya tentang manfaat wirid dalam segi peribadatan (khusyuk):
“ya sedikit-sedikit, kalo misalkan bacaan salatnya saya tau artinya ya
jadi lebih khusyuk tapi kalo enggak mah belum tentu khusyuk.”51
50
Ibnu Tamiah, Wawancara.
51
Neng Sayyidah Nafisah, Wawancara.
118
119
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tradisi penggunaan al-Qur’an dalam praktek wirid di Pondok
Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi merupakan amalan masyarakat sekitar
yang kemudian diterapkan di pondok pesantren tersebut dari awal berdiri
hingga saat ini, bahkan merupakan ittibā’ (amalan sunnah dari Rasulullah).
Dalam prakteknya wirid tersebut dilaksanakan setiap hari setelah ibadah
shalat fardhu. Urutan bacaannya diawali dengan pembacaan istigfar
sebanyak tiga kali, membaca kalimat-kalimat tahlīl, membaca basmallah,
membaca al-Qur’an surah al-fātihah, membaca surah al-mu’awwizatain
(surah al-Ikhlaṣ sebanyak 3 kali, surah al-Falaq, surah an-Nās), membaca
surah al-Baqarah ayat 163, 255, 284-286, dan membaca surah ali-‘Imrān
ayat 18-19 serta ayat 26-27. Lalu dilanjut dengan pembacaan kalimah
ṭayyibah (tasbīh 33 kali, tahmīd 33 kali, takbīr 33 kali dan tahlīl 100 kali),
kemudian diakhiri dengan pembacaan doa oleh imam.
Ayat dan surah al-Qur’an yang terdapat dalam bacaan wirid dipilih
berdasarkan keutamaannya. Mengenai wirid al-Qur’an beserta tingkat
pemahaman santri dan pengasuh terhadap ayat dan surat dalam wirid dapat
disimpulkan bahwa santri putri pada dasarnya tidak terlalu jauh berbeda
dengan santri putra, namun santri putri lebih teoritis dalam menjelaskan
wirid al-Qur’an. Secara konsep pemahanan tentang wirid al-Qur’an, santri
putri sama seperti santri putra. Adapun pengasuh dalam konsep pemahaman
lebih mumpuni dan mampu menjelaskan secara kritis perihal makna dari
setiap ayat dengan menyertakan penjelasan dari kitab-kitab yang ditukil.
B. Saran-saran
Karya tulis ini tentunya masih banyak kekurangan. Setelah penulis
melakukan penelitian tentang kajian living Qur’an terkait penggunaan al-
Qur’an dalam tradisi wirid di pondok Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi,
maka penulis akan memberikan beberapa masukan:
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Sukron. Mau Sehat? Yuk, Baca al-Fātiḥah , cet. I. Bandung:
Safina, 2020.
Abī ̒Īsā Muhammad bin Īsā bin Saurah At-Tirmizẑī. Jāmi̒ AtTirmizẑī.
Riyaḍ: Bayt Al-Afkar Ad-Dauliyyah.
Ahimsa, Heddy Shri. The Living Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi.
Walisongo. Jurnal , vol. 20, no. 1 (Mei 2012): 237.
Amin, Samsul Munir. Energi Dzikir. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Ardan, M. Sungaidi. “Islam dan Jawa; Pergumulan Agama dan Budaya
Jawa.” Dinika. vol. 7, no. 1 (Januari-Juni 2009): 102.
Arifin, M. Zaenal. Khazanah Ilmu Al-Qur’an, cet. I. Tangerang: Yayasan
Masjid At-Taqwa, 2018.
Al-A̒zami, Muhammad Mustafa. The History The Qur’anic Text From
Revelation To Compilation A Comparative Study With the Old and
New Testam, Terj. Sohirin Solihin, cet. I. Jakarta: Gema Insani Press,
2005.
Azizah, Rochmah Nur. “Tradisi Pembacaan Surat Al-Fātiḥah dan Al-
Baqarah (Kajian Living Qur’an di PPTQ ‘Aisyiyah, Ponorogo).”
Skripsi S1., Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Ponorogo, 2016.
Departemen Pendidikan Nasional (Pusat Bahasa). Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
Diantoro, Amri. “Tradisi Zikir al-Ma’tsurat pada Kader Unit Kegiatan
Mahasiswa Bidang Pembinaan Dakwah UIN Raden Intan Lampung
(Metode Living Qur’an)”. Skripsi S1., Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama, UIN Raden Intan Lampung, 2018.
Emzir. Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi I. Jakarta:
Rajawali Pers, 2010.
Azra, Azyumardi, dkk., Ensiklopedia Islam, jilid 6. Jakarta: PT. Ichtiar Baru
van Houve, 2008.
Fadhil, Abdul. “Nilai-Nilai Spiritualitas dan Harmoni Beragama dalam
Wirid Harian Kitab Al-Aurad Al-Nuranniyah.” Hayula: Indonesian
123
124
https://iiq.ac.id/artikel/details/553/Pengaruh-Bacaan-Al-
Qur%E2%80%99an-Pada-Syaraf-Orak-dan-Organ-Tubuh-Lainnya
125
126
127
128
Wawancara:
129
130
131
132
133
134
5) Bel
6) Micropon
7) Peralatan kesenian
Pelaksanaan kegiatan penggunaan al-Qur’an dalam tradisi
c.
wirid
Waktu pelaksanaan
1)
wirid
2) Urutan bacaan wirid
Kondisi jamaah pada
3) saat kegiatan wirid
berlangsung
Media yang digunakan
4) dalam kegiatan wirid
d. Sikap dan prilaku santri setelah mengikuti kegiatan wirid
1) Peribadatan
a) Khusyu’ dalam shalat
Selalu melaksanakan
b)
ibadah sunah
c) Tadarus al-Qur'an
Bertambahnya
d) kefashihan dalam
membaca al-Qur’an
2) Prilaku Sosial
Sopan dalam tutur kata
a) dan perbuatan
Tidak membantah
b)
guru/kiyai
Tidak bermusuhan
c) dengan sesama teman
Menjalin hubungan
d) kekeluargaan dalam
lingkup pesantren
135
B. Hasil Observasi
Lembaga yang diamati : Pondok Pesantren al-Atiqiyah
Sukabumi
Hari, tanggal : Jum’at-Rabu, 15 – 20 November 2019
No Yang diamati Ya Tidak Keterangan
a. Fasilitas Pendidikan Pondok Pesantren
Visi dan Misi
1) √
Pesantren
Kurikulum dan
program
2) pengembangan √ Pengumpulan data
pendidikan Pondok dilakukan dengan cara
Pesantren wawancara pimpinan
3) Daftar guru/pengajar √ pondok.
Struktur Kepengurusan
4) Pondok Pesantren √
137
138
2) Pertanyaan Santri
Nama :
Usia :
Status/Jabatan :
Lokasi :
Hari/Tanggal :
Jam :
A. PENGETAHUAN DAN PROSESI
B. PERSEPSI
Pertanyaan: Jika pernah, Apakah anda setuju dengan penggunaan ayat-ayat
al-Qur’an pada tradisi wirid tersebut?
Pertanyaan: Jika Setuju, Apa alasannya?
Pertanyaan: Seperti yang diketahui bahwa pada tradisi wirid di PP. Al-
Atiqiyah ini ada beberapa surat/ayat yang dicantumkan dalam
bacaan wirid selepas shalat. Nah, sejauh mana anda
memahami surah dan ayat-ayat tersebut?
Pertanyaan: Menurut anda apa makna yang melekat pada tradisi wirid?
C. IMPLIKASI
Pertanyaan: Apakah ada perubahan dalam diri anda setelah men-dawam-
kan wirid tersebut?
Pertanyaan : Bagaimana ibadah anda setelah mengamalkan wirid tersebut?
a. Apakah ibadahnya lebih khusyu ?
b. Selalu melakukan solat sunah ?
c. Selalu berdzikir atau membaca al-Qur’an ?
d. Apakah bacaan al-Qur’annya lebih fasih?
140
Lampiran 5: Transkrip Hasil Wawancara
1. Identitas Informan
Nama : H. Acep Sodikin, S.S, S.Kom.
Usia : 46 Tahun
Pendidikan terakhir : S1 UNPAD (2001), dan S1 STMIK Pasim
Sukabumi (2015)
Status/Jabatan : Pengasuh/ Kepala Bidang Peribadatan
Lokasi : Kediaman Informan
Hari/Tanggal : Minggu, 17 November 2019
Jam : 13.45 WIB
2. Pertanyaan
141
142
1. Identitas Informan
Nama : Dede Iman Nur Alim Adi Nugraha
Usia : 17 Tahun
Status/Jabatan : Mudabir (Pa/L), kelas 2 SMA
Lokasi : Kediaman Ustaż Muhaimin
Hari/Tanggal : Rabu, 20 November 2019
Jam : 16.69
2. Pertanyaan
1. Identitas Informan
Nama : Neng Syaidah Nafisah (Mala)
Usia : 17 Tahun
Status/Jabatan : kelas 3 SMA (Pi), Ro’isah (6 tahun)
Lokasi : Asrama Putri 2
Hari/Tanggal : Rabu, 20 November 2019
Jam : 09.50
2. Pertanyaan