Cinta Tanah Air Prespektif Al-Qur'An: (Studi Komparatif Antara Tafsir Al-Huda Dan Tafsir Al-Azhar) Skripsi
Cinta Tanah Air Prespektif Al-Qur'An: (Studi Komparatif Antara Tafsir Al-Huda Dan Tafsir Al-Azhar) Skripsi
SKRIPSI
Oleh:
NIM: 14210567
2018 M/ 1439 H
CINTA TANAH AIR PRESPEKTIF AL-QUR`AN
( Studi Komparatif antara Tafsir Al-Huda dan Tafsir Al-Azhar)
SKRIPSI
Oleh:
NIM: 14210567
Dosen Pembimbing:
2018 M/ 1439 H
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pembimbing
i
LEMBAR PENGESAHAN
Sidang Munaqasyah
Pembimbing
ii
PERNYATAAN PENULIS
NIM : 14210567
Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Cinta Tanah Air Prespektif Al-
Qur`an(Studi Komparatif antara Tafsir Al-Huda dan Tafsir Al-Azhar)”
adalah benar-benar asli karya saya kecuali kutipan-kutipan yang sudah
disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya
menjadi tanggung jawab saya.
iii
PERSEMBAHAN
Yang telah bersedia menjadi tangan kanan Allah dalam mendidik Azzah,
merawat Azzah dengan penuh kasih dan sayang.
Semoga sedikit dari apa yang Azzah berikan mampu menjadi penerang alam
kuburmu, dan mendapatkan tempat terindah disisi-Nya.
iv
MOTTO
v
KATA PENGANTAR
1. Allah swt, yang Maha Baik atas setiap kemudahan dan kejutan-Nya
selama penulis mengerjakan skripsi ini.
2. Ibu Prof. Dr. Hj. Khuzaemah Tahido Yanggo, Lc, MA. Ibunda kita
semua, Rektor Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.
3. Ibu Dr. Hj. Maria Ulfa, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta, atas kesediaannya menyetujui
judul penulis.
4. Bapak Ali Mursyid, MA selaku dosen pembimbing terbaik penulis,
atas ketelatenannya dalam membimbing proses pembuatan skripsi ini,
sejak masih berbentuk proposal hingga menjadi skripsi yang utuh.
vi
Terimakasih telah mengajarkan kami arti kesabaran menunggu,
sehingga dapat berwujud tanda tangan tanda disahkannya skripsi ini
untuk diujikan.
5. Ibu Atiqoh, Ibu Mahmudah, Kak A‟yuna, Ibu Muthmainnah, dan Ibu
Istiqomah. Instruktur tahfidz yang selalu memberikan dukungan serta
semangat penulis, sehingga penulis sampai pada titik ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Al-Qur`an
(IIQ) Jakarta yang telah membagikan ilmunya pada penulis, sehingga
penulis mendapatkan dan memahami banyak hal terkait ilmu-ilmu Al-
Qur`an.
7. Seluruh staf Fakultas yang telah membantu tahap demi tahap proses
yang penulis lalui.
8. Pimpinan dan staf perpustakaan Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta,
perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan PSQ,
perpustakaan Sadra, dan perpustakaan Iman Jama‟, terimakasih atas
kesempatannya untuk penulis dalam mencari bahan yang diperlukan
dalam menyusun skripsi.
9. Ummi Hj. Nur Mahfudloh dan Abi Syamsul Ma‟arif S.Sos.I,
terimakasih sebanyak-banyaknya Azzah sampaikan untuk Ummi dan
Abi, tanpa doa, dukungan, serta keikhlasan Ummi dan Abi, tak akan
mungkin Azzah mampu menyelesaikan hingga tahap ini. Ridhoi
setiap langkah Azzah Umi, Abi.
10. Abah H. M. Hadun Miftah (alm), meski kini engkau tak lagi bersama
kami, Abah. Azzah yakin engkau selalu mendoakan kami di alam
sana. Mendoakan untuk keberhasilan dan kesuksesan Azzah.
Terimakasih Abah, 12 tahun yang sangat berharga dan
membahagiakan. Azzah sayang Abah, Azzah rindu Abah.
vii
11. Adik-adikku yang sholeh dan sholehah. Ismatul Izzah, terimakasih
telah menyemangati mbak selama ini, memberikan dukungan moral
yang berharga untuk mbak, semoga Allah memudahkan segala
langkahmu dik. Almira Kanzus Shofa dan Ahmad Adzhan Husem
Fawaz, calon Hafidzhah dan Hafidz kecil, Insya Allah. Terimakasih
untuk doa dan hiburan dikala penat dan suntuk melanda mbak,
sehingga mbak mampu menyelesaikan skripsi dengan baik.
12. Arina Alfa Khasanatin, Ammah yang selalu ikhlas Azzah repotkan
dalam segala hal. Terimakasih Ammah, atas doa dan dukungan
semangat untuk Azzah. Tahun depan harus jadi comlude lagi ya.
13. Seluruh anggota Pasukan Asrama bu Ema, yang telah memberikan
atmosfer positif dan semangat yang luar biasa kepada penulis.
14. Teman-teman angkatan 2014 terkhusus untuk teman-teman
Ushuluddin A, atas kebersamaan, kerjasama dan semangatnya selama
masa perkuliahan hingga sekarang. Semoga silaturrahim tetap terjalin
diantara kita.
15. Asatidz-asatidzah Rumah Cinta Al-Qur`an (RCA) al-Islamiyyah,
Jakarta Utara. Terimakasih untuk kebersamaan selama satu tahun ini,
untuk pengalaman dan semangat membaranya kepada penulis.
16. Kak Egi Sukma Baihaqi, yang meminjami penulis Tafsir Al-Huda
karya Bakri Syahid, dimana Tafsir ini sangat dibutuhkan dalam
penyusunan skripsi ini.
17. Keluarga perantauan Jawa Tengah, terkhusus kang Fahmi, kang Faiq,
kang Ghozali, kang Muhib, mbakyu Echa. Terimakasih telah
memberikan kehangatan layaknya keluarga, yang selalu ada kapanpun
penulis butuhkan, untuk dukungan semangatnya, sehingga penulis
bisa mengikuti wisuda di tahun ini.
viii
Tak lupa penulis ucapkan permohonan maaf kepada seluruh pembaca
jika terdapat kesalah fahaman dalam penulisan maupun penyusunan skripsi
ini. Penulis menyadari, masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Karena kesempurnaan hanya milik Allah saw. dan kekurangan ada
pada diri penulis. Harapan penulis, semoga skripsi ini mampu memberikan
kontribusi positif di dunia akademis, serta memberikan pemahaman baru
pada masyarakat.
ix
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING...............................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................ii
PERNYATAAN PENULIS........................................................................iii
PERSEMBAHAN........................................................................................iv
MOTTO.........................................................................................................v
KATA PENGANTAR.................................................................................vi
DAFTAR ISI.................................................................................................x
PEDOMAN TRANSLITERASI...............................................................xii
ABSTRAKSI...............................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah................................................................1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah......................13
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................14
D. Tinjauan Pustaka..........................................................................14
E. Metodologi Penelitian..................................................................18
F. Tehnik Sistematika Penulisan......................................................19
x
3. Profil Tafsir Bakri Syahid.....................................................54
B. Profil Tafsir Al-Azhar
1. Biografi Prof. Hamka.............................................................59
2. Karya-karya Prof. Hamka......................................................64
3. Profil Tafsir Prof. Hamka.......................................................67
BAB IV ANALISIS CINTA TANAH AIR MENURUT TAFSIR AL-
HUDA DAN TAFSIR AL-AZHAR
A. Penafsiran Bakri Syahid dan Prof. Dr. Hamka tentang Ayat
Terkait Cinta Tanah Air
1. Penafsiran kata “Bangsa”.......................................................75
2. Menyamakan level pengusiran dengan kematian...................82
3. Menguatkan kesamaan level antara terbunuh dan terusir.......89
4. Menyamakan level keterusiran seseorang dari negaranya
dengan pembunuhan...............................................................93
5. Jangan membuat kerusakan..................................................100
6. Doa Nabi Ibrahim a.s............................................................102
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................108
B. Saran-saran................................................................................109
DAFTAR PUSTAKA
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
أ :a ط : th
ة :b ظ : zh
ث :t ع :„
ث : ts غ : gh
ج :j ف :f
ح :h ق :q
خ : kh ك :k
د :d ل :l
ذ : dz م :m
ز :r ن :n
ش :z و :w
س :s ي :h
xii
ش : sy ء :`
ص : sh ي :y
ض : dh
2. Vocal
xiv
ABSTRAKSI
Azzah Nuril Mudli’ah (14210567)
Cinta Tanah Air Prespektif Al-Qur`an (Studi Komparatif antara Tafsir Al-Huda dan
Tafsir Al-Azhar)
Pada zaman sekarang media sosial sangatlah berperan penting dalam segala hal,
terutama dalam membagikan ilmu-ilmu sebagaiamana yang sudah banyak dilakukan oleh
para pendakwah masa kini. Salah satu alasan penulis mengambil judul ini, karena ada satu
pendakwah masa kini yang bernama Felix Siaw penah membuat opini bahwa "membela
nasionalisme, nggak ada dalilnya, nggak ada panduannya | membela Islam, jelas pahalanya,
jelas contoh tauladannya", padahal sudah jelas bahwa ada nasehat dari Hadlratusy Syaikh
KH. Hasyim Asy'ari terkait dengan Islam dan Nasionalisme. Beliau pernah mengatakan,
"Agama dan Nasionalisme adalah dua kutub yang tidak berseberangan. Nasionalisme
adalah bagian dari Agama, dan keduanya saling menguatkan”. Sedangkan alasan penulis
memilih kedua tafsir diatas, karena kedua penafsir diatas memiliki jiwa nasionalisme yang
sangat tinggi, terlihat pada penafsiran Bakri Syahid terhadap surat al-Baqarah ayat 11 lafadz
الَتَ ْف ِسدوْ ا, Bakri Syahid menafsirkan: Janganlah membuat kerusakan dimuka bumi baik
kerusakan batin maupun kerusakan lahir, serta hal-hal yang merusak mental, yang hal ini
sangan ditakutkan. Sedangkan pemilihan Tafsir Al-Azhar karena hampir sebagian karya-
karya Prof. Hamka mengenai nasionalisme, seperti Falsafah Hidup, Tasawuf, Pandangan
Hidup Muslim, Pembela Islam, Adat Mingkabau dan Agama Islam. Karena itu penulis
tertarik untuk meneliti cinta tanah air menurut Al-Qur`an.
Pada skripsi ini penulis hanya membahas bagaimana penafsiran Bakri Syahid dan
Prof. Dr. Hamka dalam ayat-ayat cinta tanah air, serta bagaimana persamaan dan perbedaan
Cinta Tanah Air menurut Tafsir al-Huda dan Tafsir al-Azhar.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan komparatif. Dalam
penelitian ini, penulis mencoba menjawab permasalahan yang ada melalui studi dokumen
dan pustaka (library research) dengan merujuk pada data primer dan sekunder. Sumber
data primer yang penulis gunakan adalah Tafsir Al-Huda dan Tafsir Al-Azhar. Sementara
data sekundernya merupakan buku-buku Wawasan Al-Qur‟an, Membumikan Islam
Nusantara, Literatur Tafsir Indonesia dan tafsir-tafsir nusantara serta buku-buku dan jurnal
yang berkaitan dengan pembahasan. Adapun teknik analisis datanya yaitu teknik deskriptif
komparatif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak ada ayat yang menunjukkan arti
cinta tanah air secara langsung, namun melihat kajian terdahulu, terdapat 7 ayat yang
merujuk pengertian cinta tanah air, diantaranya ayat yang menafsirkan kata “Bangsa”,
menyamakan level pengusiran dengan kematian, menguatkan kesamaan level antara
terbunuh dan terusir, menyamakan level keterusiran seseorang dari negaranya dengan
pembunuhan, jangan membuat kerusakan, dan doa Nabi Ibrahim a.s. Menurut penafsiran
Bakri Syahid, cinta tanah air adalah jangan merusak ajaran agama, yang fungsinya sebagai
unsur pembangunan bangsa dan karakter bangsa itu kewajiban bagi pemerintah dan
masyarakat, harus berjalan bersama, harus dijaga, dan dibina dengan baik. Jangan sampai
ada sikap jiwa menyepelekan ajaran agama. Sedangkan menurut penafsiran Prof. Hamka
adalah belum beriman seseorang sebelum taat kepada Rasul dan ridha menerima
hukumannya. Bahkan Allah memerintahkan untuk menguji ke Imanan seseorang dengan
membunuh dirinya, atau keluar dari negerinya, tinggalkan kampung halaman untuk
berjuang. Adapun dari penjelasan dua penafsir tersebut rupanya ayat-ayat terkait cinta tanah
air menurut Al-Qur`an mendukung nasehat yang disampaikan KH. Hasyim Asy‟ari.
Dengan begitu penelitian ini sangat membantah pernyataan Felix Siaw, karena
kenyataannya banyak ayat yang membahas mengenai cinta tanah air.
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1
www.academia.edu/7663694/Negara_Kesatuan_Republik_Indonesia_NKRI_ di
akses Tanggal 28September 2018 pukul 11:52 WIB
2
Tashadi, Tokoh-tokoh Pemikir Paham Kebangsaan Ir. H. Soekarno dan KH.
Ahmad Dahlan, (Jakarta: CV Ilham Bangun Karya, 1999), h. 56
1
2
3
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 127
3
4
Akhmad Muhaimin Azzel, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia,(Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2011), h. 75
5
Said Ismail Ali, Pelopor Pendidikan Islam Paling Berpengaruh, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2010), h. 281
6
Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati,
2009), cet ke-V, h. 424-425
4
7
Said Ismail Ali, Pelopor Pendidikan Islam Paling Berpengaruh, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2010), h. 281
5
Ayat Al-Qur`an selanjutnya yang menjadi dalil cinta tanah air menurut
ahli tafsir kontemporer, Syekh Muhammad Mahmud Al-Hijazi yaitu pada
Q.S At-Taubah: 122
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke
medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara
mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.” (Q.S At-Taubah:122)
8
majelissholawatbontang.org/detailpost/cinta-tanah-air-dalam-tinjauan-ulama
diakses tanggal 10 Mei 2018
9
Wahbah Al-Zuhaily, al-Munir fil Aqidah wal Syariah wal Manhaj, (Damaskus:
Dar Al-Fikr Al-Mu‟ashir, 1418 H), juz 5, h. 144
6
yang suci. Karena tanah air membutuhkan orang yang berjuang dengan
pedang (senjata), dan juga berjuang dengan argumentasi dan dalil.
Bahwasannya memperkokoh moralitas jiwa, menanamkan nasionalisme dan
gemar berkorban, mencetak generasi yang berwawasan „cinta tanah air
sebagian dari iman‟, serta mempertahankannya (tanah air) adalah kewajiban
yang suci. Inilah pondasi bangunan umat dan pilar kemerdekaan mereka.”10
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, MA juga mengatakan bahwa
salah satu ayat yang membahas mengenai kebangsaan terdapat pada Q.S Al-
Hujurat: 13.
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S Al-Hujurat: 13)
10
Muhammad Mahmud al-Hijazi, Tafsir al-Wadlih, (Beirut: Dar al-Jil al-Jadid,
1413 H), juz II, h. 30
11
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur`an,(Bandung: PT. Mizan Pustaka,
2007), cet. I, h. 436
7
12
Hamka, Pandangan Hidup Muslim, (Jakarta: P.T Bulan Bintang, 1984), Cet.3,
h.220
8
Kita percaya kepada Tuhan dan kita mengabdi kepada Tuhan. Kita
bersyukur kepada-Nya karena kita dilahirkan di atas setumpuk dunia yang
indah. Tanah air adalah nikmat Ilahi kepada kita. Di atas bumi-Nya kita
dibesarkan, hasil buminya kita makan, airnya yang mengalir yang kita
minum.
Jadi dapat dikatakan, bahwasannya karena mencintai Tuhanlah maka
timbul cinta cinta kita kepada tanah air. Rumpun cinta yang seperti ini dari
Tauhid-lah asalnya.
Tetapi cinta itu terkadang terlepas dari uratnya, terbongkar dari asalnya,
sebagaimana juga pada segi-segi yang lain, cinta itu terlepas dari urat tauhid,
lalu menjadi musyrik.13
Jika cinta tanah air adalah naluri manusia, maka seorang mukmin
ataupun kafir selama masih naluri yang sehat pasti cinta kepada tanah airnya.
Dengan demikian cinta tanah air bukanlah bagian dari iman. Ungkapan حب
13
Hamka, Pandangan Hidup Muslim, (Depok: Gema Insan Press, 1965)Cet.3,
h.220-221.
14
Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab, (Jakarta:Penerbit Lentera
Hati,2009),cet.V, h.424-425
9
seperti jargon yang suda ada sejak zaman penjajahan, yaitu “Hubbul Wathan
Minal Iman” yang artinya Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman.
Ada sejumlah hadis yang mengisyaratkan tentang kecintaan orang
beriman kepada tanah airnya. Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Abi
Hatim.
َع ِن،ًني َسنَة ِ ِ ِ ِ
َ فَ َسم ْعنَاهُ م ْن ُم َقات ٍل ُمْن ُذ َسْبع،ال ُس ْفيَا ُن َ َ ق:ال َ َ ق، ثنا ابْ ُن أَِِب عُ َمَر،َحدَّثَنَا أَِِب
،َاق إِ ََل َم َّكة ْ صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِم ْن َم َّكةَ فَبَ لَ َغ
َ َاْلُ ْح َف َة ا ْشت ُّ ِ"لَ َّما َخَر َج الن:ال
َ َِّب َ َ ق،اك ِ َّح
َّ الض
15 َّ
."َفَأَنْ َزَل اللَّوُ تَبَ َارَك َوتَ َع َاَل َعلَْي ِو الْ ُق ْرآ َن " لََر ُّاد َك إِ ََل َم َع ٍاد " إِ ََل َمكة
“dari al-Dhahhak, beliau berkata: Ketika Rasulullah saw. keluar dari
kota Makkah, lalu sampai di al-Juhfar (tempat diantara Makkah dan
Madinah), beliau rindu dengan Makkah, maka Allah swt. Menurunkan
ayat: “...dan sungguh (Allah) akan mengembalikanmu ke tempat
kembali (yaitu ke Makkah).” ( H.R Ibn Abu Hatim al-Razi)
Hadis yang diriwayatkan Ibn Abu Hatim al-Razi (w. 890 M) didalam
tafsirnya ini, diamini oleh banyak penafsir Al-Qur`an, seperti al-
Thabathaba‟i, Ibn „Asyur (w. 12 Agustus 1975), dan Sayyid Quthub (w. 29
Agustus 1966) sebagaimana yang dijelaskan Quraish Shihab didalam tafsir
al-Misbah.
Fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini sebenarnya menunjukkan
kalau mencintai negara itu punya andil besar, dalam menjaga
keberlangsungan kehidupan dan pelaksanaan ajaran agama yang didasari
oleh keimanan. Pelajaran dari kearifan tokoh bangsa ketika menjadikan
ungkapan “Hubbul Wathan Minal Iman” adalah sarana meningkatkan
semangat juang rakyat, harus kita teladani dan ambil semangatnya pada hari
ini. Memakmurkan dan mengelola muka bumi ini adalah bagian dari ajaran
15
Abu Muhammad „Abdurrahman bin Muhammad bin Idris bin Mundzir at Tamimiy
al Handzaliy ar Razi bin Abi Hatim, Tafsir Al-Qur`anul „Adzim liabni Abi Hatim, (Kerajaan
Arab Saudi: Perpustakaan Nizar Mustafa el Baz),Cet III, h. 419
10
Nisa‟: 135 (5) nilai toleransi antar umat beragama terdapat dalam Q.S. Al
Mumtahanah: 8, dan Q.S. Al An‟am: 108.17
Pada penulisan skripsi ini, penulis mencoba membandingkan antara
tafsir al-Huda18 karya Bakri Syahid (w. 1994) dengan tafsir al-Azhar19 karya
Prof. Dr. Hamka (w. 24 juli 1981). Alasan penulis memilih judul tersebut,
dikarenakan ada sebagian ulama yang menyatakan cinta tanah air bukanlah
sebagian dari agama, tidak ada dalil mengenai cinta tanah air, kemudian
sebagai syabab (anggota resmi) HTI, Felix siauw memiliki pandangan anti
terhadap Nasionalisme. Salah satu "fatwa" Felix yang cukup menyita
perhatian, bahwa Nasionalisme tidak ada dalilnya dari sisi agama. "membela
nasionalisme, nggak ada dalilnya, nggak ada panduannya | membela Islam,
jelas pahalanya, jelas contoh tauladannya", kicau Felix melalui akun
twitternya pada 29 November 2012 pukul 22:53. Inilah kesalahan fatal Felix,
ia berupaya mempertentangkan Islam dengan Nasionalisme, bahkan
menyebut pembelaan terhadap Nasionalisme tidak ada dalil dari sisi agama.
Hal itu tentu berbeda dengan pandangan para ulama yang justru berupaya
menanamkan nasionalisme dan tidak mempertentangkannya dengan Islam.
Memang, ada dua kutup terkait Islam dan Nasionalisme yaitu ada
kelompok Islamis dan ada kelompok Nasionalis. Tetapi dengan
kepiawaiannya, ulama mampu memadukan keduanya. Inilah yang dilakukan
oleh Nahdlatul Ulama (NU) sehingga nasionalisme tidak menjadi 'gersang'
tetapi berlandaskan pada agama. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul
17
http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk diakses tanggal 10 Mei 2018 pukul 15:37
18
Salah satu dari 8 tafsir karya Bakri Syahid yang ditulis sebelum beliau menjabat
sebagai pejabat di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tafsir ini dicetak dalam satu jilid,
bersampul hijau dengan panjang 24 cm dan lebar 15,5 cm dengan ketebalan 5,5 cm dan
berjumlah 1.376 halaman. Sumber rujukan utama yang dipakai Bakri Syahid adalah al-
Qur`an dan terjemahannya yang dikeluatkan oleh Departemen Agama RI.
19
Salah satu dari sekian banyak karya Prof. Dr. Hamka yang ditulis ketika beliau
berada di tahanan selama kurang lebih dua tahun, lengkap 30 juz, yang kemudian di
terbitkan pada tahun 1967 dan dinamai dengan Tafsir Al-Azhar.
12
Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siraj pernah mengatakan, NU telah berhasil
mengawinkan antara Agama dan semangat nasionalisme. NU telah
memberikan sumbangsih dalam menentukan bentuk negara Indonesia;
sebuah negara yang dijiwai nilai-nilai agama dan nasionalisme. Wakil Ketua
Umum PBNU H. As‟ad Said Ali membedakan antara nasionalisme yang
bertumpu pada nilai-nilai Islam dan nasionalisme yang sekuler. Hal itu yang
membedakan dengan NU. Ia menegaskan bahwa rasa kebangsaan NU
tumbuh dan dilandasi nilai-nilai keagamaan pesantren. Hal inilah yang
membedakan nasionalisme NU dengan nasionalisme sekuler. Dan berikut
nasehat Hadlratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari terkait dengan Islam dan
Nasionalisme. Beliau pernah mengatakan, "Agama dan Nasionalisme adalah
dua kutub yang tidak berseberangan. Nasionalisme adalah bagian dari
Agama, dan keduanya saling menguatkan" Dengan semangat nasionalisme
juga, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama KH. Abdul Wahab Hasbullah
pernah membentuk organisasi Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air)
pada tahun 1916.20
Sedangkan alasan penulis memilih kedua tafsir diatas, karena kedua
penafsir memiliki jiwa nasionalisme yang sangat tinggi, terlihat pada
penafsiran Bakri Syahid terhadap surat al-Baqarah ayat 11 lafadz الَتَ ْف ِس ُد ْوا,
20
http://www.muslimedianews.com/2015/02/nasehat-sang-kyai-untuk-felix-siauw.html
diakses tanggal 10 juli 2018 pukul 13:24
13
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka penulis akan menarik suatu
rumusan masalah agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah
dan sistematis. Pokok masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penafsiran Bakri Syahid dan Prof. Dr. Hamka dalam
ayat-ayat terkait cinta tanah air?
2. Bagaimana persamaan dan perbedaan Cinta Tanah Air menurut
Tafsir al-Huda dan Tafsir al-Azhar?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk:
1. Ingin mengetahui bagaimana penafsiran Bakri Syahid dan Prof. Dr.
Hamka dalam ayat-ayat terkait cinta tanah air.
2. Ingin mengetahui bagaimana persamaan dan perbedaan Cinta Tanah
Air menurut Tafsir al-Huda dan Tafsir al-Azhar.
D. Tinjauan Pustaka
Dari hasil penelusuran yang dilakukan penulis terhadap literatur
yang ada, yang mengkolaborasikan tentang cinta tanah air cukup
banyak. Diantaranya jurnal yang berjudul “Nilai – Nilai Cinta Tanah
Air Dalam Perspektif Al-Qur’an” karya M. Alifudin Ikhsan, di
dalamnya memberikan penjelasan yang lengkap mengenai nilai-nilai
cinta tanah air, dimulai dari metode hingga tentang kajian ijtihad Ulama‟
“Hubb Al Wathan Minal Iman”.
Perbedaan penelitian ini dengan skripsi penulis adalah penulis lebih
terfokuskan pada sifat keumuman cinta taah air. Namun dengan begitu
penelitian ini sangat banyak memberikn kontribusi untuk skripsi yang
akan penulis buat.21
21
http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk diakses tanggal 10 Mei 2018 pukul 15:37
15
22
Bahiyah Solihah,”Konsep Cinta Tanah Air Prespektif Ath-Thahthawi dan
Relevansinya dengan Pendidikan di Indonesia”, Skripsi, (Jakarta: UIN Jakarta, 2015),t.d
16
23
Prof. Dr. Hamka, Pandangan Hidup Muslim, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1984) ,cet.
Ke III
24
Luqman Hakim, “Tafsir Ayat-ayat Nasionalisme dalam Tafsir al-Ibriz karya KH
Bisri Mustofa”, Thesis,(Semarang:IAIN Walisongo, 2014),t.d
17
25
Erni Nur Hidayati, “Upaya Meningkatkan Cinta Tanah Air”, Skripsi, (Cilacap:UMP,
2016),t.d
18
penafsiran cinta tanah air menurut tafsir al-Huda dan tafsir al-Azhar.
Namun dengan begitu, skripsi Lia Marlinta sedikit memberi kontribusi
untuk skripsi yang akan penulis teliti.26
E. Metodologi Penelitian
Agar suatu penelitian lebih terarah dan sistematis, tentunya
diperlukan suatu metodologi yang jelas. Begitu juga penelitian ini,
tentunya penulis gunakan untuk memaparkan, mengaji serta
menganalisis data-data yang ada untuk diteliti.
a. Jenis penelitian
Penulisan skripsi ini akan dilakukan dengan metode library
research (riset kepustakaan) dengan mengungkapkan dan
membandingan penjelasan dari Tafsir al-Huda dan Tafsir al-Azhar.
Penelitian ini berorientasi pada pengumpulan data-data yang
terdapat dalam berbagai sumber baca yang ada. Penelitian terhadap
cinta tanah air ini juga menggunakan telaah studi naskah dengan
teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi.
Yakni penelitian terhadap teks-teks Al-Qur`an yang membicarakan
tentang suatu masalah tertentu. Penulis juga akan berusaha
semaksimal mungkin untuk mengumpulkan bahan-bahan yang
dibutuhkan dalam pembuatan skripsi ini.
b. Sumber data
Karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, maka
penulis mengambil sumber diantaranya:
Sumber data primer:
Tafsir al-Huda
26
Lia Marlinta, “Pelaksanaan Pendidikan Karakter Cinta Tanah Air Pada Resimen
Mahasiswa Unnes”,Skripsi,(Semarang:Unnes, 2013),t.d
19
Tafsir al-Azhar
Sumber data sekunder:
Pandangan Hidup Muslim
Pelopor Pendidikan Islam Paling Berpengaruh
Wawasan Al-Qur‟an
Membumikan Islam Nusantara
Literatur Tafsir Indonesia
Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar
Tasawuf Modern
Rujukan-rujukan jurnal dan buku lainnya.
c. Tehnik pengumpulan data
Dalam penelitian ini, penulis memerlukan informasi mengenai
cinta tanah air dalam segala segi, yang nantinya bisa menjadi
pemicu semangat pembaca untuk lebih menyadari peranan dirinya
terhadap bangsa.
Untuk mendapatkan hal tersebut, penulis mengumpulkan data-
data yang ada dalam berbagai karya. Penulis sengaja memilih
penelitian ini karena informasi yang dibutuhkan lebih banyak
bersifat deskirptif yaitu, informasi yang berbentuk uraian dalam
suatu dokumentasi ilmiyah.
d. Metode Analisis Data
Data-data yang telah dikumpulkan akan dianalisa secara
deskriptif dan komparatif terhadap kedua tafsir tersebut.
1
https://belanegarari.com/2016/03/23/pengertian-rasa-cinta-tanah-air/#more-2598
diakses tanggal 26 Mei 2018 pukul 11:32
23
24
22
Lukman Ali, DKK, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1994), h. 89
3
Lukman Ali, DKK, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 970
4
Badri Yatim, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, (Bandung: Nuansa, 2001), h. 58
25
sendiri dan kesadaran keanggotan dalam suatu bangsa yang secara potensial
atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan
identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu.5
Nasionalisme berarti menyatakan keunggukan suatu afinitas (persamaan,
pertalian) kelompok yang didasarkan atas kesamaan bahasa, budaya, dan
wilayah. Istilah nasionalis dan nasional, yang berasal dari bahasa Latin yang
berarti “lahir di”, kadang kala tumpang-tindih dengan istilah yang berasal
dari bahasa Yunani, etnik. Namun istilah yang disebut terakhir ini biasanya
digunakan untuk menujuk kepada kultur, bahasa, dan keturunan di luar
konteks politik.6
Menurut Huszer dan Steveson, nasionalisme adalah yang menentukan
bangsa mempunyai rasa cinta alami kepada tanah airnya. Dalam pengertian
lain yang disampaikan L. Stoddard, nasionalisme adalah suatu kejadian jiwa
dan suatu kepercayaan yang dianut oleh sejumlah besar individu sehingga
mereka membentuk suatu kebangsaan. Nasionalisme adalah rasa
kebersamaan segolongan sebagai suatu bangsa. Hans Kohn, bapak teoritikus
nasionalisme, menuturkan bahwa nasionalisme negara kebangsaan adalah
cita-cita dan satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik, dan bahwa
bangsa adalah sumber dari semua tenaga kebudayaan kreatif dan
kesejahteraan ekonomi.7
Dalam prespektif Islam, ada dua kata yang biasanya dikaitkan dengan
ide nasionalisme; al-Wathaniyah dan al-Qawmiyah. Menurut al-Banna,
pengertian dua kata tersebut dalam konteks kebangsaan adalah bahwa al-
Wathaniyah sepadan dengan kata patriotisme yang berarti cinta tanah air.
Konsep ini merujuk pada ruang tertentu, tempat tinggal dan tanah tumpah
5
Lukman Ali, DKK, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1994), h. 684
6
Michael A. Riff, Kamus Ideologi Politik Modern, terj. M. Miftahuddin dan
Hertian Silawati, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 193-194
7
Badri Yatim, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, (Bandung: Nuansa, 2001), h. 58
26
darah. Keterikatan pada identitas bersifat given atau dalam teori sosiologi
sebagai status yang diperoleh (ascribed status). Singkatnya adalah rama
memiliki negeri sendiri.8 Adapun kata al-Qawmiyah berarti rasa berbangga
dan bernegara, rasa memiliki kesatuan masyarakat politik yang dicapai dan
diraih melalui perjuangan tertentu. Konsep ini mengacu pada orang atau
sekelompok orang, biasanya disatukan oleh satu ideologi, visi, dan aspirasi
tertentu untuk mencapai tujuan bersama.9
Beberapa definisi di atas memberi kesimpulan bahwa nasionalisme
adalah kecintaan alamiah terhadap tanah air, kesadaran yang mendorong
untuk membentuk kedaulatan dan kesepakatan untuk membentuk negara
berdasar kebangsaan yang disepakati dan dijadikan sebagai pijakan pertama
dan tujuan dalam menjalani kegiatan kebudayaan dan ekonomi.
8
Abdul Hamid Al-Ghazali, Peta Pemikiran Hasan Al-Banna: Meretas Jalan
Kebangkitan Islam, (Solo: Era Intermedia, 2001), h. 195
9
Abdul Hamid Al-Ghazali, Peta Pemikiran Hasan Al-Banna: Meretas Jalan
Kebangkitan Islam, h. 198
27
10
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1999) , bag.III, cet. I. h. 139
28
mereka terdiri dari sejumlah keluarga dan faksi yang terlibat dalam
persaingan.11
Kemudian Masalah nasionalisme menjadi hangat semenjak Napoleon
Bonaparte pada akhir abad 18 menguasai dan menjajah bangsa lain di Eropa.
Bangsa-bangsa yang menjajah ini dapat menikmati segala keuntungan dari
negara yang dijajahnya. Sedangkan bangsa-bangsa yang dijajah benar-benar
merasa tertindas oleh bangsa lain; nasib bersama menimbulkan kebutuhan
kepada persatuan, terutama diantara mereka yang dijajah.12
Menurut Barbara Ward, akar nasionalisme di dunia barat, diawali
setelah runtuhnya Kerajaan Roma di Eropa Barat dimana menumbuhkan
kelompok-kelompok kesukuan dan setelah melakukan serangkaian
penaklukan lalu menjadi negara-negara feodal13. Dengan majunya abad
pertengahan, tiga dari kelompok-kelompok ini mulai mengambil bentuk
nasional yang dapat dilihat. Suku-suku Gaul telah ditaklukkan Caesar dan
mereka diberi bahasa yang dilatinisasi. Di bawah pembagian tanah secara
feodal diantara pangeran-pangeran Inggris, raja-raja Capet dan pengikut-
pengikut Burgundia maka masyarakat mulai memakai bahasa Perancis yang
memepunyai bentuknya sendiri dan daerah bahasa ini mempunyai batas-
batasnya yang tegas secara geografis sepanjang Laut Atlantika, sepanjang
Pegunungan Pyrenea dan Alpen. Akhir abad ke-14, Perancis menjadi sadar
tentang dirinya sebagai sebuah kelompok nasional yang besar yang memakai
bahasa Perancis.14
11
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, h. 142-143
12
Tukiran Taniredja. Konsep Dasar Kewarganegaraan. (Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2013). h. 50
13
Feodal adalah berhungan dengan susunan mesyarakat yang dikuasai oleh kaum
bangsawan; mengenai kaum bangsawan; mengenai cara pemilikan tanah pada abad
pertengahan di Eropa. Lihat pada apl. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
14
Ita Mutiara Dewi. Nasionalisme dan Kebangkitan dalam Teropong. Mozaik
Vol.3 No. 3, Juli 2008 ISSN 1907-6126
29
15
Yosaphat Haris Nusarastriya. Sejarah Nasionalisme Dunia Dan Indonesia,
(tt.p.:t.p.,t.t) h.. 2-3
30
16
Ita Mutiara Dewi. Nasionalisme dan Kebangkitan dalam Teropong. Mozaik
Vol.3 No. 3, Juli 2008 ISSN 1907-6126
17
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme,
hinggaPost-Modernisme, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 12
31
18
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme,
hinggaPost-Modernisme, h. 59
19
Badri Yatim, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, (Bandung: Nuansa, 2001), h.
63
33
benar dan salah mengenai hahikat negara, menentukan apa yang moral dan
apa yang bukan moral, seta apa yang baik dan apa yang destruktif. 20 Hal ini
melahirkan kecenderungan nasionalisme yang terlalu mementingkan tanah
air (patriotisme yang mengarah pada chauvinisme), yang mendorong
masyarakat Eropa melakukan ekspansi-ekspansi ke wilayah dunia lain.
Absolitisme negara di hadapan rakyat memungkinkan adanya pemimpin
totaliter, yang merupakan bentuk ideal negara yang diciptakan Hegel, yaitu
monarki.21
Di Timur, paham nasionalisme mulai muncul pada abad ke-19 di mana
kolonisme oleh bangsa Barat marak terjadi di Asia dan Afrika. Kegagalan
dan kekalahan politik yang disertai eksploitasi ekonomi oleh Barat terhadap
negeri-negeri Asia, Afrika, dan Amerika Latin inilah yang menjadikan
kekuatan-kekuatan politik dalam membentuk kesadaran akan pentingnya
suatu identitas baru (nasionalisme) yang dapat digunakan sebagai alat pada
gilirannya membangkitkan semangat untuk melakukan perlawanan.
Semangat perlawanan terhadap Barat justru dilakukan dengan
mengguanakn ide-ide yang lahir dan berkembang di Barat: Nasionalisme.
Dari sini mulai disadari bahwa nasionalisme merupakan suatu gerakan
perjuangan rakyat yang modern dan berperan penting dalam membangun
suatu kekuatan bangsa melawan kolonialisme bangsa Eropa, sekaligus dalam
rangka mendirikan suatu negara dan pemerintahannya. Nasionalisme yang
sama dengan Barat yang menganjurkan adaranya suatu identitas baru yang
menegaskan ikatan nonreligius dan nonetnis.
Di sinilah kemudian terjadi persinggungan antara Islam dan konsep
nasionalisme. Studi tentang hal ini menunjukkan bahwa hubungan Islam dan
20
Marsillam Simandjuntak, Pandangan Negara Integralistik: Sumber, Unsur, dan
Riwayat dalam Persiapan UUD 1945, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 2003), h. 166
21
Marsillam Simandjuntak, Pandangan Negara Integralistik: Sumber, Unsur, dan
Riwayat dalam Persiapan UUD 1945, h. 224
34
22
Dr. Ali Masykur Musa, Membumikan Islam Nusantara, (Jakart: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2014), cet. Ke-1, h. 83-84
23
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 38
35
24
Tulisan Hasan al-Banna, “Kita sepakat terhadap nasionalisme dalam semua
maknanya yang baik dan dapat mendatangkan manfaat bagi manusia dan tanah airnya.
Sekarang juga telah terlihat, betapa paham nasionalismme dengan slogan dan yel-yel
panjangnya, tidak lebih dari kenyataan bahwa ia merupakan bagian sangan kecil dari
keseluruhan ajaran Islam yang agung.” Lihat, Hasan al-Banna, Risalah Pergerakan
Ikhwanul Muslim, buku 1, (Solo:Era Intermedia, 2002), h. 39-40.
36
batas wilayah dan geografis bukanlah ujung batas nasionalisme dalam Islam
yang mana batas-batas itu sifatnya hanyalah administratif, tetapi dalam
batas-batas makro, yaitu darul Islam.25
Pasca perang Dunia II, negeri-negeri Islam di Afrika Utara, Timur
Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan di berbagai penjuru dunia lainnya,
mulai keluar dari jurang kolonialisme dan mulai memasuki alam merdeka
dan berdaulat. Respons masyarakat muslim di negara-negara tersebut
terhadap konsep-konsep kenegaraan Barat atau politik pada umumnya
berbeda-beda. Ada yang mencoba menyelaraskan konsep-konsep tersebut
dengan kultur masyarakat dan negaranya, ada yang menolak dan mencoba
mengaplikasikan sistem yang dianggapnya islami, ada yang menerima secara
bulat-bulat. Eksperimen-eksperimen itu dalam banyak hal sangat beragam
seiring dengan beragamnya pandangan para pemikir Islam tentang relasi
Islam dan negara sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Bagi yang menerima konsep nasionalisme, landasan argumennya bahwa
kelahiran manusia secara kodrati memang sebagai komunitas suku bangsa
yang mendapat basis legitimasi dari al-Qur`an (Q.S. al-Hujurat: 13). Secara
kodrati pula manusia memiliki keterikatan dan hubungan emosional dengan
tanah airnya. Potensi inilah yang muncul sebagai motor penggerak semangat
juang untuk menghapuskan kezaliman dan penindasan yang menghegemoni
bangsanya.26
Bagi yang menolak mendasarkan argumen pada konsep universalisme
Islam. nasionalisme menurut faksi ini akan menjebak dan membuat manusia
terkotak-kotak ke dalam negara-bangsa dan melahirkan sikap paling dasar
yang mengarah kepada nasionalisme antagonistik dan eksklusif. Faktor-
25
Hasan al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslim, buku 1, (Solo:Era
Intermedia, 2002), h. 283
26
Anwar Harjono, Pemikiran dan Perjuangan M. Natsir, dalam Tarmid zi Taher,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), h. 130-132
37
faktor inilah yang menurut faksi ini menyebabkan sikap permusuhan dan
penaklukan negara-bangsa terhadap negara lain yang menyebabkan
kesengsaraan rakyat negara bangsa yang ditaklukkan tersebut. 27 Paham
nasionalisme juga dipandang merusak ukhuwwah islamiyah dan sendi-sendi
universalitas agama dan menempatkan negara bangsa sebagai puncak
loyalitas. Jika yang dimaksud dengan nasionalisme adalah kerinduan dan
keberpihakan terhadap tanah air, keharusan berjuang membebaskan tanah air
dari penjajahan ikatan kekeluargaan antarmasyarakat, dan pembebasan
negeri-negeri lain maka nasionalisme dalam makna demikian dapat diterima
dan bahkan dalam kondisi tertentu dianggap sebagai kewajiban.28
Banyak sejarah dari masa Nabi SAW. sampai sekarang yang
menunjukkan cinta tanah air. Seperti halnya perjalanan hijrah Nabi
Muhammad SAW. dari Mekkah ke Madinah. Nabi ingin mempunyai tanah
air (negara) sehingga dakwah Islam bisa berkembang dengan baik. Ini pula
mengapa al-Qur`an masih menyebut-nyebut tentang kisah fir‟aun serta kisah-
kisah para Nabi lainnya. sebab kisah-kisah tersebut menyingkap adanya
sejarah tentang tanah air atau daerah yang pernah dihuni oleh raja-raja
terdahulu dan para Nabi dalam menjalankan roda pemerintahan dan misi
kenabiannya.
Dalam pepatah Arab dikatakan, “Barang siapa yang tidak memiliki
tanah air, ia tidak memiliki sejarah. Dan, barang siapa yang tidak memiliki
sejarah, akan terlupakan. Contoh nyata adalah bangsa kurdi yang tidak
memiliki tanah air sehingga tercerai-berai hidup berdiaspora di Turki, Irak,
dan Suriah.
27
Tim Penyusun, Ensiklopedi Nasional Islam, (Jakarta: Cipta Andi Pustaka, 1990),
Jilid 2, h. 31
28
Dr. Ali Masykur Musa, Membumikan Islam Nusantara, (Jakart: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2014), cet. Ke-1, h. 89-90
38
29
Thaghut diambil dari kata ) ( َطغَيyang artinya melampaui batas. Secara istilah
thaghut adalah segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melebihi batasnya, baik itu
sesuatu yang diibadahi, diikuti, atau ditaati.
30
Negara Islam di Irah dan Suriah (NIIS), adalah kelompok militan ekstremis.
Kelompok ini dipimpin oleh dan didominasi oleh anggota Arab Sunni dan Irak dan Suriah.
Hingga maret 2015, NIIS menguasai wilayah berpenduduk 10 juta orang di Irak dan Suriah.
Lewat kelompok lokalnya, NIIS juga menguasai wilayah kecil di Libya, Nigeria, dan
Afganistan. Kelompok ini juga beroprasi atau memiliki afiliasi di berbagai wilayah dunia,
termasuk Afrika Utara dan Asia Selatan. Lihat pada
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Negara_Islam_Irak_dan_Syam. di akses tanggal 28 Mei
2018 pukul 15:53
39
menumbuhkan sikap dewasa dan matang, seperti secara khusus kita lihat
dalam perjalanan dakwah keislaman di bumi Nusantara ini.31
Meski nasionalisme bukan istilah yang lahir dari Islam, tetapi makna
dan substansinya sebetulnya tidak bertentangan dengan Islam. Sebab itu,
mencari landasan nasionalisme atau dalil cinta tanah air tidak begitu sulit
dalam Islam. bahkan, Rasulullah sendiri dikisahkan dalam beberapa hadis
juga memiliki rasa cinta terhadap tanah airnya.
Ibnu Abbas (w.687 M) dalam hadis riwayat al-Tirmidzi menjelaskan
betapa cinta dan bangganya Rasul pada tanah kelahirannya. Rasa cinta
tersebut terlihat dari ungkapan beliau terhadap Mekah. Beliau mengatakan,
“Alangkan indahnya dirimu (Mekah). Engkaulah yang paling kucintai.
Seandainya saja penduduk Mekah tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal
di sini”. (HR: al-Tirmidzi)32
Tidak hanya Mekah yang dicintai Rasul, madinah pun juga demikian.
Dikisahkan oleh sahabat Anas dalam hadis riwayat al-Bukhari ketika
Rasulullah pulang dari perjalanan jauh, beliau mempercepat kendaraannya
(unta) saat melihat dinding kota Madinah, karena cintanya pada Madinah.
(HR. Al-Bukhari)33
Dilihat dari sejarahnya, sangat wajar bila Rasulullah SAW mencintai
dua negeri ini, Mekah sebagai tempat kelahiran beliau dan Madinah sebagai
31
Islamnusantara.com/belajar-cinta-tanah-air-dari-nabi-muhammad/ diakses 28 mei
2018 pukul 16:14
ِ َعن َع ْب ِد،ض ْيل بْن سلَ ْيما َن
،اهلل بْ ِن ُعثْ َما َن بْ ِن ُخثَ ْي ٍم ُّ ص ِر
َ ُ ُ ُ َ َحدَّثَنَا ال ُف:ال َ َ ق،ي ْ َوسى الب َ َحدَّثَنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن ُم
32
ْ
َما:َصلَّى اللَّهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لِ َم َّكة ِ ُ ال رس
َ ول اهلل ُ َ َ َ ق:ال َ َ ق،اس ٍ َّ َع ِن ابْ ِن َعب، َوأَبُو الطَُّف ْي ِل، َحدَّثَنَا َسعِي ُد بْ ُن ُجبَ ْي ٍر:ال َ َق
.ت غَ ْي َر ِك ِ َن قَوِمي أَ ْخرجونِي ِم ْن َّ ك إِل ِ َّ وأَحب،ك ِمن ب لَ ٍد ِ
ُ ك َما َس َك ْن َُ ْ َّ َول َْوالَ أ،َي َ َ َ ْ َأَطْيَب
Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin ad-dhahak, Sunan At-Tirmidzi, Abu
Isa, Sunan At-Tirmidzi, (Bairut: Dar Ghorib al-Islami, 1998 M), juz 6, h.208. no. 3926
صلَّى اهللُ َعلَْي ِه ِ ٍ َ َعن أَن، َعن حم ْي ٍد،اعيل بْن ج ْع َف ٍر ِ
َ َن النَّبِ َّي
َّ «أ،ُضي اللَّهُ َعنْه
َ س َر َ ُ ُ َحدَّثَنَا إِ ْس َم،َُحدَّثَنَا قُتَ يْبَة
33
ْ َُ ْ
»احلَتَهُ َوإِ ْن َكا َن َعلَى َدابٍَّة َح َّرَك َاا ِم ْن ُحبَ َاا
ِ ضع ر ِ ِ ات
َ َ َ أ َْو،المدينَة
َ
ِ فَ نَظَر إِلَى ج ُدر، َكا َن إِ َذا قَ ِدم ِمن س َف ٍر،وسلَّم
َ ُ َ َ ْ َ َ ََ
Muhammad bin „Ismail abu Abdullah al Bukhori al Ju‟fi, Shohih Bukhori,
(Damaskus: Dar Tuq Al-Najat: 1422 H), cet. Ke-I, h. 23, Juz.3, no. 1886
40
tempat hijrah Rasul. Sebab itu, rasa cinta tanag air atau nasionalisme
bukanlah paham thoghut dan kafir sebagaimana dituduhkan oleh sebagian
kelompok.
Kalau dikatakan paham kafir dan bertentangan dengan Islam, buktinya
Rasulullah sendiri juga cinta pada tanah kelahirannya. Tidak ada bedanya
rasa cinta kita terhadap bangsa Indonesia dengan cinta Rasul terhadap Mekah
dan Madinah. Oleh karenanya, para ulama mengatakan, Hubbul wathan
minal iman, cinta tanah aiar bagian dari keimanan.34
Lalu pada ayat sebelumnya, yaitu QS. Al-Hasyr: 8, Allah swt berfirman:
43
“Dan sesungguhnya kalau kami perintahkan kepada merekaa:
“Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu”. Niscaya
mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka
melakukan pelajaran yang diberikan kepada mereka. Tentulah hal yang
demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan iman
mereka.” (Q.S an-Nisa:66)
Ada juga dalam Q.S al-Baqarah ayat 84-85 yang menyamakan level
keterusiran seseorang dari negaranya dengan pembunuhan:
37
https://resistensia.org/religi/dalil-nasionalisme-dalam-al-quran-dansunnah/ di
akses tanggal 12 Juli 2018 pukul 22:55
45
“Dan ingatlah, ketika kami mengambil janji dari kamu (yaitu): kamu
tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak
akan mengusir dirimu (saudara sebangsa) dari kampung halamanmu,
kemudian kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang kamu
mempersaksikannya.” (Q.A al-Baqarah: 84)
“Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudara sebangsa)
dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya,
kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan
permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan,
kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang
bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat)
dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang
yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam
kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada
siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu
perbuat.” (Q.S al-Baqarah: 85)
Semua ayat yang menyamakan level antara terbunuh dan terusir dari
negara itu adalah ayat yang menegaskan tentang begitu pentingnya
kedudukan negara dalam beragama.
Jika diingat dalam 5 maqashid al-syariah (maksud-maksud
diterapkannya syariah Islam), yang mana isinya a. Hifdz ad-Din (Memelihara
46
38
Dr. Ahmad Qorib, MA, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: PT. Nimas Multima, 1997), cet.
Ke-II, h.175
47
adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di
jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.
dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Q.S
at-Taubah: 24)
Pada ayat ini, frasa “tempat tinggal yang kamu sukai” diartikan oleh Dr.
Ahmad Abdul Ghani Muhammad al-Najuli dalam al-Muwathanah fi al-Islam
sebagai tanah air. Maksudnya adalah kepentingan mencintai dan menjaga
tanah air itu di atas kepentingan menjaga keluarga, harta-benda, dan
seterusnya. Kewajiban menjaga tanah air ini hanya kalah dengan kewajiban
menjaga hak-hak agama. 39
Ada sebuah ayat yang jika diartikan secara harfiah hanyalah sebuah doa
dari Nabi Ibrahim as. untuk Makkah. Tetapi, di dalam Tafsir al-Tahrir wa al-
Tanwir oleh Syeikh Ibnu Asyur (w. 12 Agustus 1973) ayat ini dinyatakan
sebagai disyaratkannya kaum muslimin untuk berdoa atas tanah airnya.
Ibnu Asyur (w. 12 Agustus 1973) mengatakan bahwa doa ini juga
diucapkan oleh seluruh nabi atas negaranya masing-masing. Setiap nabi
berdoa atas negaranya agar terwujud keadilannya, kebanggaan, dan
39
https://resistensia.org/religi/dalil-nasionalisme-dalam-al-quran-dansunnah/ di
akses tanggal 12 Juli 2018 pukul 22:55
48
kesejahteraan. Menurut Ibnu Asyur, ketiha hal ini penting untuk membangun
negara dan mengaturnya kekayaan dan sumber daya tiap negara. Sebagai
mana yang dijelaskan pada Q.S al-Qashash ayat 85
Ayat ini turun saat Nabi saw. dalam perjalanan malam menuju madinah.
Sesampainya di Juhfah, Nabi saw. merasa sangat rindu kepada Mekkah.
Maka Jibril turun dan menyampaikan ayat ini. Kerinduan Nabi saw. ini
mungkin terjadi karena cintanya yang teramat dalam kepada tanah airnya.
Cinta yang teramah dalam inilah yang disebut sebagai nasionalisme.40
40
https://resistensia.org/religi/dalil-nasionalisme-dalam-al-quran-dansunnah/ di
akses tanggal 12 Juli 2018 pukul 22:55
41
Muhammad bin Isma‟il Abu Abdullah al-Bukhari al-Ju‟fi, Shohih al-Bukhori,
bab Kota itu Menyangkal Terak (Dar Tawf al-Najat:1422), cet. I, Juz 3, h. 23
49
Suatu hari, sahabat Ashil al-Ghiffari pulang dari Makkah (saat itu belum
ada syariah memakai hijab bagi istri-istri Rasulullah saw.) aisyah bertanya
kepadanya, “Bagaimana kamu meninggalkan Mekkah wahai Ashil?”, Ashil
menjawab, “Saya meninggalkannya saat sungai-sungainya memutih, pohon-
pohon mulai tumbuh daun-daunnya, dan bunga-bunganya mulai berkembang
dan keluar daun-daunnya.”
Mendengar itu air mata Rasulullah saw menetes. Rasulullah saw.
bersabda, “Janganlah kau berbuat kami merindu wahai Ashil.” Dalam riwayat
lain, “Sudahlah wahai Ashil, jangan membuat kami bersedih.” (Syarh al-
Zyarqani ala al-Muwaththa‟ al-Imam Malik)
Hadis ini mengisyaratkan bahwa Nabi saw. adalah warga Madinah,
sedangkan Mekkah adalah tanah airnya tempat beliau dilahirkan dan
dibesarkan. Cintanya kepada Mekkah abadi. Jika saja tidak diusir oleh
kaumnya, dan tidak diizinkan oleh Allah SAW untuk berhijrah, Nabi saw.
tidak akan meningalkan Mekkah.
Tanah kelahiran itu agung mulia, sejahat apapun penghuninya kepada
Nabi saw. perpisahan dengan Mekkah menimbulkan kemurungan di dalam
hati Nabi saw. dalam hadispun diisyariatkan bernyayi atau berpuisi tentang
kerinduan terhadap tanah air, juga menyebut yang indah-indah tentang tanah
air.
Bahkan, bagi siapa saja yang terusir dari negaranya diperbolehkan berdoa
atas kedzaliman yang menimpa mereka, berdoa agar secepatnya dikemalikan
ke negaranya.42
42
https://resistensia.org/religi/dalil-nasionalisme-dalam-al-quran-dansunnah/ di
akses tanggal 12 Juli 2018 pukul 22:55
50
َع ِن،ًني َسنَة ِ ِ ِ ِ
َ فَ َسم ْعنَاهُ م ْن ُم َقات ٍل ُمْن ُذ َسْبع،ال ُس ْفيَا ُن َ َ ق:ال َ َ ق، ثنا ابْ ُن أَِِب عُ َمَر،َحدَّثَنَا أَِِب
،َاق إِ َل َم َّكة ْ صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِم ْن َم َّكةَ فَبَ لَ َغ
َ َاْلُ ْح َف َة ا ْشت ُّ ِ"لَ َّما َخَر َج الن:ال
َ َِّب َ َ ق،اك ِ َّح
َّ الض
43 َّ
."َفَأَنْ َزَل اللَّوُ تَبَ َارَك َوتَ َع َال َعلَْي ِو الْ ُق ْرآ َن " لََر ُّاد َك إِ َل َم َع ٍاد " إِ َل َمكة
“dari al-Dhahhak, beliau berkata: Ketika Rasulullah saw. keluar dari
kota Makkah, lalu sampai di al-Juhfar (tempat diantara Makkah dan
Madinah), beliau rindu dengan Makkah, maka Allah swt. Menurunkan
ayat: “...dan sungguh (Allah) akan mengembalikanmu ke tempat
kembali (yaitu ke Makkah).” (H.R Ibn Abu Hatim al-Razi)
Hadis yang diriwayatkan Ibn Abu Hatim al-Razi (w. 890 M) didalam
tafsirnya ini, diamini oleh banyak penafsir Al-Qur`an, seperti al-
Thabathaba‟i, Ibn „Asyur (w. 12 Agustus 1975), dan Sayyid Quthub (w. 29
Agustus 1966) sebagaimana yang dijelaskan Quraish Shihab didalam tafsir
al-Misbah.
43
Abu Muhammad „Abdurrahman bin Muhammad bin Idris bin Mundzir at
Tamimiy al Handzaliy ar Razi bin Abi Hatim, Tafsir Al-Qur`anul „Adzim liabni Abi Hatim,
(Kerajaan Arab Saudi: Perpustakaan Nizar Mustafa el Baz), Cet III, h. 419
BAB III
1
Imam Muhsin, Al-Qur`an dan Budaya Jawa, (Yogyakarta: Elsaq Press, 2013),
hal. 32
51
52
2
Gerilyawan adalah orang yang bergerilya, berperang dengan taktik gerilya; cara
berperang yang tidak terikat secara resmi pada ketentuan perang (biasanya dilakukan dengan
sembunyi-sembunyi dan secara tiba-tiba): perang secara kecil-kecilan dan tidak terbuka.
Lihat pada apl. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
53
3
Imam Muhsin, Al-Qur`an dan Budaya Jawa, (Yogyakarta: Elsaq Press, 2013),
hal. 32
4
Bakri Syahid, Tafsir al-Huda Tafsir Al-Qur`an Bahasa Jawi, (Yogyakarta:
Persatuan Perss, 1979), hal. 9
54
5
Imam Muhsin, Al-Qur`an dan Budaya Jawa, (Yogyakarta: Elsaq Press, 2013),
hal. 34
55
b. Identifikasi Metodologis
1) Latar Belakang Penulisan
Latar belakang penulisan kitab tafsir ini bermula pada saat
dilaksanakannya sarasehan di Mekah dan Madinah. Banyak
pihak yang terlibat dalam sarasehan tersebut. Sarasehan itu
bertempat di kediaman Syekh Abdul Manan. Pihak-pihak yang
terlibat dalam sarasehan tersebut antara lain adalah kolega-
koleganya yang berasal dari Suriname dan masyarakat Jawa yang
merantau ke Singapura, Muangthai dan Filipina. Dalam
sarasehan berdama tersebut menghasilkan sebuah rasa
keprihatinan terhadap minimnya karya Tafsir al-Qur`an dalam
bahasa Jawa yang disertai dengan tuntunan membaca dalam
tulisan latih dan keterangan penting lainnya. hal inilah yang
paling kuat melatarbelakangi Bakri Syahid untuk menulis kitab
tafisr yang sesuai dengan harapan dari sarasehan tersebut.
Dengan latarbelakang tersebutlah kemudian memotivasi Bakri
Syahid untuk menulis Kitab Al-Huda Tafsir Al-Qur`an Basa
Jawi yang kemudian diterbitkan pertama kali pada tahun 1979 M
oleh penerbit Bagus Arafah Yogyakarta.6
Pada penerbitan yang pertama kalinya, tafsir al-Huda
mengalami delapan kali cetakan dalam setiap kali cetakan
jumlahnya tidak kurang dari 1000 hingga 2000 eksemplar. Pada
cetakan pertama yaitu pada tahun 1979 itu, Tafsir al-Huda
berhasil dicetak sebanyak 10.000 eksemplar yang bekerja sama
dengan pengadaan Kitab Suci al-Qur`an Departemen Agama
Republik Indonesia. Hasil cetakan pertama disebar luaskan untuk
6
Bakri Syahid, Tafsir al-Huda Tafsir Al-Qur`an Bahasa Jawi, (Yogyakarta:
Persatuan Perss, 1979), hal. 8
56
masyarakat Jawa yang tinggal di Jawa sendiri dan ada pula yang
didistribusikan untuk masyarakat Jawa yang tinggal di Suriname.
2) Sumber, Metode dan Corak Penafsiran
Penafsiran yang dilakukan oleh Bakri Syahid dalam kitab
Tafsir al-Huda ini dengan menuliskan tafsirannya dalam sebuah
catatan kaki di kitab tafsirnya. Adapun fungsi dari catatan kaki
dalam kitab tafsirnya antara lain:
a) Sebagai tafsiran dari al-Qur`an, dalam hal ini, pengarang
kitab menafsirkan al-Qur`an seperti memberi komentar
terhadap perkara-perkara yang menurut pengarang kitab
perlu ditafsirkan. Jadi, pengarang kitab tafsir ini tidak
menafsirkan seluruh ayat al-Qu`an.
b) Sebagai intisari sebuah surat dalam al-Qur`an. Jadi,
pengarang kitab tafsir ini ketika di akhir surat memberikan
intisari dari surat tersebut.
c) Sebagai muhasabah antar surat, beliau memberikan
munasabah antar surat yang terletak di akhir surat dan di
awal surat untuk memberikan gambaran kepada pembaca
tentang adanya hubungan antar surat.
d) Sebagai petunjuk keterangan tafsir yang membahas tema
yang sama, ketika ada tema yang telah ditafsirkan dalam
suatu surat kemudian disurat lain ada tema yang sama,
maka pengarang kitab tafsir hanya menuliskan petunjuk
agar pembaca melihat surat yang telah di tafsirkan di awal
surat tanpa menafsirkannya kembali.7
7
Ali Hasan, al-„Aridl, Sejarah dan Metodologi Tadsir, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1994), hal. 47
57
8
Ali Hasan, al-„Aridl, Sejarah dan Metodologi Tadsir, hal. 48
58
9
Berdasarkan pengertian etimologi, ar-Ra‟yi berarti keyakinan (i‟tiqod), analogi
(qiyas), dan Ijtihad. Ra‟yi dalam terminologi tafsir adalah ijtihad. Adapun yang dimaksud
tafsir bial-Ra‟yi ialah penafsiran al-Qur`an yang dilakukan berdasarkan Ijtihad mufassir
setelah mengenali lebih dahulu bahasa Arab dari berbagai aspeknya serta mengenal lafal-
lafal bahasa arab dan dari segi argumentasinya yang dibantu dengan menggunakan syair-
syair jahiliyah serta mempertimbangkan sabab nuzul, dan lain-lain sarana yang dibutuhkan
oleh mufassir. Lihat https://www.tongkronganislami.net/tafsir-bil-rayi-atau-bid-diroyah/ di
akses pada tanggal 30 mei 2018, 22:37 WIB
10
Ali Hasan, al-„Aridl, Sejarah dan Metodologi Tadsir, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1994), hal. 48
59
11
Bakri Syahid, Tafsir al-Huda Tafsir Al-Qur`an Bahasa Jawi, (Yogyakarta:
Persatuan Perss, 1979), hal. 13
12
Hamka, Falsafah Hidup, (Jakarta: Republik Penerbit, 2015)
60
13
Danau Maninjau adalah sebuah danau di kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten
Agam, Profinsi Sumatra Barat, Indonesia. Danau ini terletak sekitar 140 kilometer sebelah
utara kota Padang, ibukota Sumatra Barat. Minanjau yang merupakan danau vulkanik ini
berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut. Luas danau minanjau sekitar 99,5
km2 dan memiliki kedalaman maksimum 495 meter. Di salah satu bagian danau yang
merupakan hulu dari Batang Antokan terdapat PLTA Maninjau. Puncak tertinggi di
perbukitan sekitar danau Maninjau dikenal dengan nama Puncak Lawang. Puncak bukit ini
setiap tahun menjadi star olahraga terbang layang bertaraf Internasional. Untuk bisa
mencapai danau maninjau dari arah Bukittinggi, maka akan melewati jalan berkelok-kelok
yang dikenal dengan kelok 44 sepanjang kurang lebih 10 km dari Ambun Pagi sampai ke
Maninjau. Lihat, http:/id.wikipedia.org/wiki/maninjau di akses tanggal 30 mei 2018, 23:25
WIB
14
Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2007), hal. 11
15
Mafri Amir, Literatur Tafsir di Indonesia, (Banten: Madzhab Ciputat, 2013), hal.
170-171
16
Sekolah Diniyah putra didirikan oleh Zainuddin Labai el-Yanusi, kakak Rahmah
el-Yunusiyah pendiri Diniyah Putri yang berlokasi di Pasar Usang Padang Panjang
61
17
Thawalib School adalah pengembangan pendidikan yang ada di Surau Jembatan
Besi. Ini terjadi setelah Syekh Abdul Karim Amrullah kembali dari perlawatannya ke tanah
Jawa. Pada langkah pertama perubahan itu, Thawalib School masih dalam pengajian surau,
buku-buku yang dipakai masih buku-buku lama. Kebaruan hanya dilihat dari sudut
pembagian kelas ke dalam tujuh kelas. Lihat dalam Hamka, Kenang-kenangan Hidup,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), jilid I, hal. 54-55, juga dalam catatan akhir M. Yunan Yusuf,
Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Penamadani, 2003), cet. Ke-2, hal. 61
18
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, (Jakarta:
Penamadani, 2003), cet. Ke-2, hal. 40
19
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8
Dzulhijjah 1330 H/ 18 November 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis,
kemudian dikenal dengan KH. Ahmad Dahlan. Diakses dari
http://www.muhammadiyah.or.id/sejarah-muhammadiyah.html tanggal 30 mei 2018 jam
23:52
62
20
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, (Jakarta:
Penamadani, 2003), cet. Ke-2, hal. 45-46
21
Kata Pengantar Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjiman, 1982), jilid
I, hal. 2
22
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, (Jakarta:
Penamadani, 2003), cet. Ke-2, hal. 48
63
23
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, cet. Ke-2, hal. 49
64
24
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, cet. Ke-2, hal. 52
25
MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Organisasi Kemasyarakatan yang
mewadahi ulama, zu‟ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing,
membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia
berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jkarta,
Indonesia.
26
Siti Khadijah adalah istri ke-2 Hamka setelah meninggalnya Siti Rham. Siti
Khadijah berasal dari Cirebon, Jawa Barat.
65
dan Tafsir. Yang sudah dibukukan tercatat kurang lebih 118 buah, belum
termasuk karangan-karangan panjang dan pendek yang dimuat
diberbagai media masa dan disampaikan dalam beberapa kesempatan
kuliah atau ceramah ilmiah. Kalau dicermati dalam kurun waktu enam
tahun (1936-1942), Hamka terlihat mengkonsentrasikan diri dalam hal
menulis karya-karya diberbagai bidang ilmu.27
Dengan kemahiran berbahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat
menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah, seperti
Zaki Mubarok, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustapa al-Mafalutidan
Husain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana
Perancis, Inggris dan Jerman. Hamka sejak muda juga rajin membaca
dan bertukar fikiran dengan tokoh-tokoh terkenal di Jawa seperti H.O.S.
Tjokromonoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachruddin, A.R. Sultan
Mansur dan I Bagus Hadikusumo sambil mengasal bakatnya sehingga
menjadi seorang ahli pidato yang handal. Banyak karya-karya Buya
Hamka yang terkenal hingga kepelosok penjuru Indonseia, diantaranya:
Karya-karya Buya Hamka:
a. Khatibul Ummah, jilid 1-3. Ditulis dalam huruf bahasa Arab.
b. Si Sabariyah. (1928).
c. Pembela Islam (Tarikh Sayyidina Abu Bakar as-Shiddik), 1929.
d. Adat Minangkabau dan Agama Islam (1929).
e. Ringkasan Tarikh Ummat Islam (1929).
f. Kepentingan Melakukan Tabligh (1929).
g. Hikmat Isra‟ Mi‟raj.
h. Arkanul Islam (1932) di Makasar.
i. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.
27
M. Thalhah Ahmad Hakim, Politik Bermoral Agama: Tafsir Politik Hamka,
(Yogyakarta: UII Press, 2005), cet. Ke-I, hal. 33
66
28
Buntaran Sanusi Nasir Tamara dan Vicent Djauhari, Hamka di Mata Hati Umat,
(Jakarta: Sinar Harapan), hal. 139-142
67
29
Pendahuluan Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), Jilid I,
hal. 4
68
30
Penangkapan ini lebih disebabkan oleh pertentangan antara kubu Islam dan
komunis yang telah hampir mencapai klimaksnya. Partai Komunis Indonesia (PKI) yang
membawa ideologi komunis (sekaligus atheis) bergandengan rapat dengan presiden
soekarno. Golongan Islam telah benar-benar dipinggirkan. Mohammad Natsir, yang pernah
menjadi kartu truf bagi Soekarno dalam menghadapi persoalan-persoalan dalam negerti,
telah diasingkan dari panggung politik. Partai Masyumi telah dibubarkan beberapa tahun
sebelumnya, bahkan PKI menggunakan “Masyumi” untuk konotasi buruk, sebagaimana
media Barat kini mengasosiasikan jihad dengan terorisme. Antara Buya Hamka dan
Soekarno telah terjadi benturan yang sangat keras dan nampaknya sudah tak bisa diperbaiki
lagi. Buya, yang tadinya memandang Soekarno sebagai anak muda penuh kharisma dan
semangat, kini memandangnya telah kebablasan. Pernah suatu ketika Soekarno menyatakan
pandangannya dalam sebuah sidang, kemudian ia mengatakan, “inilah ash-shiraath al-
mustaqiim! (jalan yang benar)”. Buya menimpali, “Bukan, itu adalah as-shiraat ila al-jahiim!
(jalan menuju Neraka Jahim).” Sudah barang tentu, Buya tidak pernah bisa menerima
pemikiran Soekarno pada masa itu yang sudah terlalu terkontaminasi dengan pemikiran-
pemikiran sekuler dan komunis.
69
31
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, (Jakarta:
Penamadani, 2003), cet. Ke-2, hal. 55-57
32
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, cet. Ke-2, hal. 56
70
33
Bi al Ra‟yi adalah penafsiran yang dilakukan dengan menetapkan rasio sebagai
titik tolak, atau dinamakan juga Tafsir bi al-Ijtihadi, yaitu penafsiran dengan ijtihad, karena
didasarkan atas hasil pemikiran seorang mufassir. Lihat Subhi al-Shalih, Mabahis fi „Ulum
al-Qur`an, (Baerut: Dar al-„Ilm Li al-Malayin, 1977), hal. 292
34
Tahlili adalah Penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat al-Qur`an dari sekian
banyak seginya yang ditempuh oleh mufassir dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai
urutan di dalam mushaf melalui penafsiran kosa kata, penjelas sebab nuzul, munasabah serta
kandungan ayat-ayat itu sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir itu. Lihat M.
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur`an, (Bandung: Mizan, 1992), hal. 117
71
36
Mafri Amir, Literatur Tafsir di Indonesia, (Banten: Madzhab Ciputat, 2013), hal.
188-189
BAB IV
A. Penafsiran Bakri Syahid dan Prof. Dr. Hamka tentang Ayat Cinta
Tanah Air
Cinta tanah air adalah perasaan yang timbul dari dalam hati sanubari
seorang warga negara, untuk mengabdi, memelihara, membela, melindungi
tanah airnya dari segala ancaman dan gangguan. Definisi lain mengatakan
bahwa rasa cinta tanah air adalah rasa kebanggaan, rasa memiliki, rasa
menghargai, rasa menghormati dan loyalitas yang dimiliki oleh setiap
individu pada negara tempat ia tinggal yang tercermin dari perilaku membela
tanah airnya, menjaga dan melindungi tanah airnya, rela berkorban demi
kepentingan bangsa dan negaranya, mencintai adat atau budaya yang ada di
negaranya dengan melestarikannya dan melestarikan alam lingkungnya.1
Cinta tanah air itu memiliki hubungan langsung dengan agama dan iman.
Agama telah menganjurkan manusia mencintai negara tempatnya tumbuh dan
dididik. Kita ingat ketika Nabi SAW hendak berhijrah ke Madinah karena
1
https://belanegarari.com/2016/03/23/pengertian-rasa-cinta-tanah-air/#more-2598
diakses tanggal 26 Mei 2018 pukul 11:32
74
75
tindakan represif2 kaum Musyrikin dan kafir Quraisy, Nabi SAW bersabda,
“Betapa indahnya engkau wahai Makkah, betapa cintanya aku kepadamu.
Jika bukan karena aku dikeluarkan oleh kaumku darimu, aku tidak akan
meninggalkanmu selamanya, dan aku tidak akan meninggalkan negara
selainmu.”3
1. Penafsiran kata “Bangsa”
َّاس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأُنْثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َع َارفُوا إِ َّنُ يَا أَيُّ َها الن
)31( ٌيم َخبِري ِ ِ ِ ِ
ٌ أَ ْكَرَم ُك ْم عْن َد اللَّو أَتْ َقا ُك ْم إ َّن اللَّوَ َعل
a. Penafsiran Bakri Syahid dalam Tafsir Al-Huda
“He para manungsa! Sayekti ingsun wus anitahake sira kabeh saka
wong lanang lan wadon, ingsun banjur andadekake sira kabeh dadi
pirang-pirang bangsa lan turunan, supaya sira padha wewanuhan
weruh wineruhan, sanyata wong kang inganggep mulya mungguhing
Allah iku wong kang luwih taqwa ing panjenengaNe, sayekti Allah iku
Maha Uninga tur kang Waspada.” (Q.S Al-Hujurat:13)4
2
Lihat selengkapnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, represif artinya
menekan,mengekang, menahan atau menindas.
3
https://resistensia.org/religi/dalil-nasionalisme-dalam-al-quran-dan-sunnah/ di
akses tanggal 12 Juli 3018, pukul 18:22
4
Bakri Syahid, al-Huda Tafsir Qur`an Baha Jawi, (Yogyakarta: PT. Bagus Arafah,
1987), cet.Ke-V, hal. 1036
76
boleh menafsirkan hal ini dengan dua tafsir yang keduanya nyata dan
tegas. Pertama ialah bahwa seluruh menusia itu dijadikan pada
mulanya dari seorang laki-laki, yaitu Nabi Adam dan seorang
perempuan yaitu Siti Hawa. Beliau berdualah manusia yang mula
diciptakan dalam dunia ini. Dan boleh kita tafsirkan secara sederhana
saja. Yaitu bahwasannya segala manusia sejak dahulu sampai sekarang
ialah terjadi daripada seorang laki-laki dan seorang perempuan, yaitu
ibu. Maka tidaklah ada manusia di dalam alam ini yang tercipta kecuali
dari percampuran seorang laki-laki dengan seorang perempuan,
persetubuhan yang menimbulkan berkumpulnya dua kumpul mani
(khama) jadi satu 40 hari lamanya, yang dinamai nuthfah. Kemudian
40 hari pula lamanya jadi darah, dan 40 hari pula lamanya menjadi
daging („alaqah).
Setelah tiga kali 40 hari, nuthfah, „alaqah dan mudhghah, jadilah
dia manusia yang ditiupkan nyawa kepadanya dan lahirlah dia ke
dunia, kadang-kadang karena percampuran kulit hitam dan kulit putih,
atau bangsa Afrika dan bangsa Eropa. Jika diberi permulaan
bersatunya mani itu, belumlah kelihatan perbedaan warna, sifatnya
masih sama saja, “Dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku, supaya kenal-mengenallah kamu.” Yaitu bahwasannya
anak yang mulanya setumpuk mani yang berkumpul berpadu satu
dalam satu keadaan belum nampak jelas warnanya tadi, menjadilah
kemudian dia berwarna menurut keadaan iklim buminya, hawa
udaranya, letak tanahnya, peredaran musimnya, sehingga berbagailah
timbal warna wajah dan diri manusia dan berbagai pula bahasa yang
mereka pakai, terpisah di atas bumi dalam keluasannya, hidup mencari
kesukaannya, sehingga dia pun berpisah berpecah, dibawa untung
masing-masing, berkelompok karena dibawa oleh dorongan dan
77
panggilan hidup, mencari tanah yang cocok dan sesuai, sehingga lama-
kelamaan hasillah apa yang dinamai bangsa-bangsa dan kelompok
yang lebih besar dan rata, dan bangsa-bangsa tadi terpecah pula
menjadi berbagai suku dalam ukuran lebih kecil terperinci. Dan suku
tadi terbagi pula kepada berbagai keluarga dalam ukuran lebih kecil,
dan keluargapun terperinci pula kepada berbagai rumahtangga, ibu-
bapak, dan sebagainya.
Di dalam ayat ditegaskan bahwasannya terjadi berbagai bangsa,
berbagai suku sampai kepada perinciannya yang lebih kecil, bukanlah
agar mereka bertambah lama bertambah jauh, melainkan sepaya
mereka kenal-mengenal. Kenal-mengenal dari mana asal usul, dari
mana pangkal nenek-moyang, dari mana asal keturunan dahulu kala.
Seumpama kami orang tepi Danau Meninjau, umum rata menyebut
bahwa asal kami datang dari Luhak Agam; dan Luhak Agam adalah
berasal dari Pagarruyung. Menjadi kebiasaan pula menurut pepatah
“jika jauh mencari suku, jika dekat menjadi hindu”. Walaupun orang
suku Tanjung datang dari negeri Tanjung Sani, lalu dia merantau ke
Tapan Indrapura di Pesisir Selatan, atau ke Kampar daerah Riau,
mulanya secara iseng-iseng orang dari Tanjung Sani tadi menanyakan
kepada orang tepatnya di Indrapura atau Kampar tadi, apakah suku.
Jika dijawab bahwa yang ditanyai itu adalah bersuku Tanjung,
merekapun mengaku bersaudara seketurunan.
Kalau yang ditanyai menjawab bahwa sukunya ialah Jambak,
misalnya, maka orang Tanjung dari Tanjung Sani tadi menjawab
dengan gembira bahwa orang suku Jambak adalah “Bako" saya,
artinya saudara dari pihak ayahnya. Dan kalau orang itu menjawab
sukunya Guci, maka dengan gembira dia menjawab bahwa saya ini
adalah menantu tuan-tuan, sebab isteri dan anak-anak saya adalah suku
78
5
Muhammad bin „Isa bin Surah bin Musa al-Dahhak, at-Tirmidzi, abu „Isa, Sunan
at-Tirmidzi, (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi Printing Press, 1975 M), cet ke-2, juz 3, h.
387
80
ada lagi, sehingga diamlah dalam seribu bahasa kalau terjadi hubungan
di luar nikah, dan ributlah satu negeri kalau ada seorang pemuda yang
bukan Sayid padahal dia berbudi dan beragama, kalau dia mengawani
seorang Syarifah.
Penutup ayat adalah: “Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui, lagi Maha mengenal.” (ujung ayat 13). Ujung ayat ini,
kalau kita perhatikan dengan seksama adalah jadi peringatan lebih
dalam lagi bagi manusia yang silau matanya karena terpesona oleh
urusan kebangsaan dan kesukuan, sehingga mereka lupa bahwa
keduanya itu gunanya bukan untuk membanggakan suatu bangsa
kepada bangsa yang lain, suatu suku kepada suku yang lain. Kita di
dunia bukan buat bermusuhan, melainkan buat berkenalan. Dan hidup
berbangsa-bangsa, bersuku-suku bisa saja menimbulkan permusuhan
dan peperangan, karena orang telah lupa kepada nilai ketakwaan.6
6
Prof. Hamka, Tafsir Al-Azhar juz XXV, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), cet. Ke-
2, hal. 208-210
81
kedunia. Yang mana awalnya hanya setumpuk mani yang belum jelas
warnanya, kemudian menjadi jelas sesuai dengan iklim, hawa
udaranya, letak tanahnya dan peredaran musimnya. Sehingga
menjadikan berbagai ragam bangsa dan kelompok yang lebih besar,
dari yang lebih besar itu terpecah lagi menjadi suku dalam ukuran
lebih kecil terperinci. Dan suku tadi terbagi pula kepada berbagai
keluarga dalam ukuran lebih kecil, dimana dalam keluargapun
terperinci lagi kepada berbagai rumah tangga, ibu-bapak dan
sebagaimana. Dalam ayat ini ditegaskan bahwa terjadinya berbagai
bangsa menjadi perincian lebih kecil bukan untuk bertambah jauh,
melaikan supaya saling kenal-mengenal asal usul dari mana nenek
moyang dan asal keturunan dahulu kala.
Kemudian Allah menjelaskan bahwa kemuliaan yang di anggap
bernilai oleh Allah adalah kemuliaan hati, kemuliaan budi, kemuliaan
oerangai dan ketaatan kepada Ilahi. Ini ditegaskan untuk menghapus
perasaan setengah manusia yang ini mengatakan bahwa dirinya lebih
dari yang lain karena keturunan, bahwasa dia bangsa raja, orang lain
bangsa budak. Bahwa dia bangsa keturunan Ali bin Abi Thalib dalam
perkawinannya dengan Siti Fatimah al-Batul, anak perempuan
Rasulullah, dan keturunan yang lain adalah lebih rendah.
Pada kedua Tafsir diatas, sama-sama menjelaskan mengenai
bangsa. Hanya saja pada Tafsir Al-Azhar sangat lebih detail
menjelaskannya, terlebih ketika menjelaskan proses terjadinya
manusia hingga menjadi kaum yang berbangsa-bangsa.
7
Bakri Syahid, al-Huda Tafsir Qur`an Baha Jawi, (Yogyakarta: PT. Bagus Arafah,
1987), cet.Ke-V, hal. 312-313
83
dalam negeriini, dia akan mencari pengikut yang lebih banyak, dan
orang-orang Arab di luar Makkah akan mengikutnya dengan setia,
maka negerimu ini akan mereka serang, kamu semua akan diusir dari
dalamnya dan pemuka-pemuka kamu akan dibunuhnya.
Kemudian Abu Jahal mengemukakan usul yang ketiga: “Kita
ambil dari tiap-tiap kabilah seorang pemuda yang gagah, dan tiap-tiap
pemuda itu kita beri sebilah pedang, kemudian semua pemuda itu
disuruh menikam Muhammad sampai mati, dan dengan demikian
darahnya menjadi terbagi-bagi pada seluruh kabilah, sehingga Bani
Hasyim (kabilah Muhammad s.a.w.) tidak sanggup buat
memaklumkan perang pada seluruh Quraisy, dan dengan demikian
habislah soal Muhammad ini, dan terlepaslah kita dari kekacauan yang
dibawanya selama ini.”
Mendengar usul Abu Jahal yang demikian, berkatalah orangtua
dari Nejd itu: “Itulah pendapat yang paling jitu dan tepat, tidak ada
jalan lain lagi yang lebih bagus dari pada itu.”
Dalam riwayat itu pula diterangkan bahwa setelah mufakat itu
putus, Jibril datang kepada Rasulullah s.a.w. mencegahnya tidur di
tempat tidurnya yang biasamalam itu. Nasihat Jibril itu diterima
Rasulullah, sehingga tidak beliau tidur di tempat tidurnya.
Kita menerima riwayat yang terkenal ini, dan kitapun boleh
memakai tinjauan bahwa orangtua itu bukanlah benar-benar Iblis yang
menjelma merupakan diri sebagai orangtua dari Nejd, tetapi seorang
manusia yang sangat benci kepada Nabi s.a.w. dan kepada Islam, tidak
menyebutkan siapa namanya, lalu dikatakannyasaja bahwa dia datang
dari Nejd. Perbuatannya adalah sebagai Iblis, yang menunjukkan
tipudaya siasat busuk buat mencelakakan Nabi kita. Dan kitapun dapat
juga menyatakan penaksiran bahwa Rasulullah sebagai mata-mata.
85
8
Prof. Hamka, Tafsir Al-Azhar juz IX, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), cet. Ke-2,
hal. 299-301
88
9
Sebagaimana yang dijelaskan secara rinci pada bab IV hal. 13-14
89
Menurut Bakri Syahid, penafsiran ayat ini adalah “Dan jika kami
perintahkan kepada mereka: “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu
dari negaramu”. Niscaya mereka tidak mau melakukannya kecuali
sebagian kecil dari mereka melakukan pelajaran yang diberikan
kepada mereka. Tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka
dan lebih menguatkan iman mereka.” (Q.S an-Nisa:66)
Maksud dari bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari negaramu
ialah supaya memerangi orang yang saling memimpin dan kelakuan
ingkar terhadap Tuhan atau hijrah dari tempat yang merdeka
melakukan syari‟at Islam.
b. Penafsiran Prof. Hamka
Sehubungan dengan orang-orang yang hatinya pecah, yang masih
bertahkim kepada thaghut, padahal Rasul telah diutus, dan dia yang
wajib ditaati, bersabdalah Tuhan selanjutnya:
“Dan kalau kiranya kami wajibkan atas mereka, supaya
“Bunuhlah diri kamu atau keluarlah kamu dari kampung kamu”.
Tidaklah akan mereka lakukan kecuali sedikit saja dari mereka.”
(pangkal ayat 66)
Tadi sudah dinyatakan: Demi Tuhan, belum beriman kamu
sebelum taat kepada Rasul dan ridha menerima hukumannya. Bahkan
10
Bakri Syahid, al-Huda Tafsir Qur`an Baha Jawi, (Yogyakarta: PT. Bagus Arafah,
1987), cet.Ke-V, hal. 149
90
kalau masih ada agak sedikit pun rasa sanggahan dalam hati, meskipu
tidak dinyatakan, masihlah Iman itu belum sempurna. Maka untuk
menguji sudahkah beriman kepada Allah dan taat kepada Rasul benar-
benar telah memenuhi jiwa! Perintah Tuhan akan datang. Bunuhlah
diri kamu! Siapkah kamu untuk mati? Atau keluarlah dari negerimu,
tinggalkan kampung halaman untuk berjuang dan tanda taat setia
kepada Rasul. Sudahkah kamu bersedia? Niscaya maksud ayat ini
bukan membunuh diri, karena memang sudah diharamkan.
Tetapi kalau disuruh pergi ke medan perang, bukanlah itu
menghadang maut? Mati ialah perceraian badan dengan.
Meninggalkan kampung halaman, ialah perceraian badan dengan yang
dicintai. Sudahkah kamu bersedia? Tuhan menjelaskan habwa hanya
sedikit yang suka, dan banyak yang ragu-ragu. Sebab mereka hanya
mau taat kalau tidak akan memberatkan. Inilah tanda-tanda dari
Nifaq11, dari jiwa yang belah! Padahal:
“Dan kalau mereka kerjakan apa yang diajarkan kepada
mereka,” di antaranya bersedia mati kalau datang perintah, bersedia
hijrah kalau datang ajakan Rasul, tanda ketaatan yang tidak ada
keraguan lagi.
“Niscaya itulah yang terlebih baik bagi mereka dan itulah yang
terlebih tepat.” (Ujung ayat 66).
Artinya, kalau jiwa tidak ragu-ragu lagi, disuruh mati sedia mati,
disuruh hijrah sedia hijrah, namun kalau belum mati kata Tuhan,
tidaklah akan mati. Orang yang telah bersedia mati karena
menegakkan ketaatan kepada Allah dan Rasul, akan mati hanya sekali
jua, kini mati seakan mati. Orang yang hijrah, akan meninggalkan
11
Nifaq ialah menampakkan ke Islaman dan kebaikan tetapi menyembunyikan
kekufuran dan kejahatan.
91
kampung halaman karena ada tujuan suci yang dituju, akan mendapat
pribadi yang lebih teguh dan kokoh. Orang ini akan memperoleh
kegembiraan hidup lahir dna batin, sebab jelas apa yang
diperjuangkan. Nilai hidupnya ditentukan oleh kemuliaan cita-cita-
nya. tidak ada lagi suatu cita pun di dalam hidup ini, yang lebih mulia
daripada menunjukkan taat setia kepada Allah dan Rasul. Adapun
sikap yang ragu-ragu, dari pada pergi surut yang lebih, adalah
meremuk-redamkan jiwa sendiri, atau meruntuhkan mutu diri.
“Maukah engkau mati untuk agama Allah?” - Dengan tidak ragu
dai menjawab: “Mau!”
“Maukah engkau meninggalkan kampung halaman, sengsara,
terasingkan?” – Dia menjawab dengan tidak ragu-ragu: “Mau!”
Maka tuhan pun tidak ragu-ragu, bahkan Tuhan tidak pernah ragu
di dalam memberikan janji.12
12
Prof. Hamka, Tafsir Al-Azhar juz V , (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), cet. Ke-2,
hal. 190-192
92
93
“dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu): kamu tidak
akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan
mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu, kemudian
kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya.” (Q.S
Al-Baqarah: 84)
“kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan
mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu
membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi
jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, Padahal
mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada
sebahagian Al kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain?
Tiadalah Balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan
kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka
dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa
yang kamu perbuat.” (Q.S Al-Baqarah: 85)
mau. Yen mengkono tetela sira iku padha iman marang saperangan
kitabing Allah, lan padha kafir marang saparangan liyane? Ing
mangka ora ono piwalese wong kang nindakake mangkono iku saka
sira kabeh kajaba mung padha digawe asor ing panguripan donya,
serta besuk dina Kiyamat bakal padha digiring marang siksa Neraka
kang abot banget. Allah ora pisan-pisan supe ing samubarang kang
padha sira tindakake.” (Q.S al-Baqarah: 85)13
13
Bakri Syahid, al-Huda Tafsir Qur`an Baha Jawi, (Yogyakarta: PT. Bagus Arafah,
1987), cet.Ke-V, hal.36
95
tadi. Janji hidup rukun sekeluarga dan sekaum. Kalau terjadi selisih
hendaklah diselesaikna dan didamaikan dengan baik:
“Dan ingatlah, tatkala kami perbuat perjanjian dengan kamu
(yaitu): tidak boleh kamu menumpahkan darah kamu (membunuh
orang).” (pangkal ayat 84).
Demikian padatnya janji itu, sehingga jika ada darah tertumpah
karena aniaya, tidak lain adalah darah kamu juga. Darah saudaramu
adalah darah kamu sendiri, tidak boleh kamu tumpahkan, tidak boleh
kamu bunuh. “dan tidak boleh kamu mengeluarkan diri-diri kamu dari
kampung halaman kamu.” Jika timbul sengketa dan permusuhan,
sehingga ada anak saudaramu yang kamu usir, itu adalah diri kamu
sendiri juga. Demikianlah janji yang telah mereka ikat dengan
sepengetahuan kesaksian Tuhan sendiri: “Kemudian telah ikrar
kamu.” Artinya janji itu telah kamu ikrarkan akan dipegang teguh-
teguh tidak akan diubah-ubah lagi. “dan kamupun menyaksikan.”
(ujung ayat 84). Artinya pemuka-pemuka yang ada wktu itu turut
menyaksikan ketika janji diperbuat.
Untuk mengetahui bunyi perjanjian-perjanjian itu, pokok dan
uraiannya bertemu di dalam Kitab Perjanjian Lama yang bernama
Kitab Ulangan. Seluruh isi perjanjian itu ada termaktub di dalamnya.
Terutama peringatan-peringatan agar mereka sesama mereka hidup
bersatu dan berdamai, agar kuat mereka menghadapi musuh-musuh
pada negeri yang akan mereka diami sesudah keluar dari Mesir itu.
Janji termaktub dalam kitab mereka, tetapi sebagai janji yang di
atas tadi juga. Termaktub dalam kitab, mereka akui kebenarannya,
tetapi mereka langgar semena-mena; ini dijelaskan dalam ayat
selanjutnya: “Kemudian itu kamu, merekapun.” (pangkal ayat 85).
Artinya di antara golongan mereka yang telah berpecah-belah dan
96
14
Prof. Hamka, Tafsir Al-Azhar juz I, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), cet. Ke-2,
hal. 304-308
99
“dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi[24]". mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami orang-orang yang
Mengadakan perbaikan." (Q.S Al-Baqarah: 11)
15
Bakri Syahid, al-Huda Tafsir Qur`an Baha Jawi, (Yogyakarta: PT. Bagus Arafah,
1987), cet.Ke-V, hal. 21
100
16
Prof. Hamka, Tafsir Al-Azhar juz I, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), cet. Ke-2,
hal. 187
101
17
Bakri Syahid, al-Huda Tafsir Qur`an Baha Jawi, (Yogyakarta: PT. Bagus Arafah,
1987), cet.Ke-V, hal. 44
103
hamba Allah yang patuh, Nabi Ibrahim a.s. memohonkan agar yang
diberi makanan cukup dan buah-buahan yang segar ialah yang
beriman kepada Allah saja. Tetapi Tuhan Allah menjawab: “Dan
orang-orang yang kafirpun, akan aku beri kesenangan untuk dia
sementara.” Dengan penjawaban ini Tuhan Allah telah memberikan
penjelasan, bahwasannya dalam soal makanan atau buah-buahan,
Tuhan Allah akan berlaku adil juga. Semuanya akan diberi makanan.
Semuanya akan diberi buah-buahan, baik mereka beriman kepada
Allah dan hari Akhirat, ataupun mereka kufur. Oleh sebab itu maka
dalam urusan dunia ini, orang beriman dan orang kafir akan sama-
sama diberi makan. Beratus tahun Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail
a.s. wafat, telah banyak penduduk di dalam lembah Makkah itu yang
menyembah berhala namun makanan dan buah-buahan mereka dapat
juga. Sebab demikianlah keadilan Allah dalam kehidupan ini:
“Kemudian akan kami tarikkan dia kepada siksaan neraka (yaitu)
seburuk-buruk tujuan.” (ujung ayat 126).
Di dunia mendapat bagian yang sama di antara Mukmin dan kafir.
Malahan kadang-kadang rezeki yang diberikan kepada kafir lebih
banyak dari pada yang diberikan kepada orang yang beriman. Tetapi
banyak atau sedikit pemberian Allah di atas dunia ini, dalam soal
kebendaan belumlah boleh dijadikan ukuran. Nanti di akhirat baru
akan diperhitungkan di antara iman dan kufur. Yang kufur kepada
Allah, habislah reaksinya sehingga hidup ini saja. Ujian akan di
adakan lagi di akhirat. Betapapun kaya-raya banyaknya tanamn-
tanaman, buah-buahan di dunia ini, tidak akan ada lagi setelah
gerbang maut dimasuki. Orang yang kaya kebendaan tetapi miskin
jiwa, gersang dan sunyi dari pada iman, adalah neraka yang menjadi
tempatnya.
104
18
Prof. Hamka, Tafsir Al-Azhar juz I, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), cet. Ke-2,
hal. 387-388
105
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cinta tanah air adalah salah satu dari hal yang sangat alami bagi
manusia. Pembawaan manusia adalah mencintai tempat dimana mereka
tumbuh di dalamnya.
Berdasarkan uraian bab-bab sebelumnya, penelitian ini dapat
disimpulkan ke dalam beberapa poin, sebagai berikut:
Pertama, cinta tanah air di dalam al-Qur`an ialah terjemahan tanah
air secara luas, bahwa di era globalisasi ini sesungguhnya tanah air itu
adalah alam semesta secara keseluruhan. Yang diistilahkannya sebagai al-
muwathanah al-alamiyyah (tanah air alam semesta). Maksudnya adalah
kewajiban menjaga dan mencintai alam semesta yang harus dimiliki oleh
setiap muslim. Oleh karena itu, setiap muslim dilarang merusak alam
semesta (wala tufsidu fil ardhi ba’da ishlahiha: jangan merusak bumi
setelah perbaikannya). Pemahaman terbaliknya adalah bahwa setiap
muslim harus mencintai dan melestarikan alam semesta. Atas dasar qiyas
awlawi, maka setiap muslim seharusnya lebih mencintai tanah air
tempatnya dilahirkan, dibesarkan, dan hidup. Lebih gampangnya begini:
kepada alam semesta saja muslim wajib mencintainya, apalagi kepada
tanah air tempatnya lahir dan tumbuh.
Kedua, cinta tanah air menurut penafsiran Bakri Syahid adalah
jangan merusak ajaran agama, yang fungsinya sebagai unsur
pembangunan bangsa dan karakter bangsa itu kewajiban bagi pemerintah
dan masyarakat, harus berjalan bersama, harus dijaga, dan dibina dengan
baik. Jangan sampai ada sikap jiwa menyepelekan ajaran agama.
Ketiga, cinta tanah air penafsiran Prof. Hamka adalah belum beriman
seseorang sebelum taat kepada Rasul dan ridha menerima hukumannya.
108
109
Ali, Lukman, DKK, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1994
112
113
http://www.muhammadiyah.or.id/sejarah-muhammadiyah.html tanggal 30
mei 2018 jam 23:52
http://www.muslimedianews.com/2015/02/nasehat-sang-kyai-untuk-felix-
siauw.html diakses tanggal 10 juli 2018 pukul 13:24
https://bahrusshofa.blogspot.com/2011/12/nur-muhammad-mulla-ali-al-
qari.html?m=1 diaskes pada tanggal 12 September 2018 pukul 16:58
https://belanegarari.com/2016/03/23/pengertian-rasa-cinta-tanah-air/#more-
2598 diakses tanggal 26 Mei 2018 pukul 11:32
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Negara_Islam_Irak_dan_Syam. di akses
tanggal 28 Mei 2018 pukul 15:53
https://resistensia.org/religi/dalil-nasionalisme-dalam-al-quran-dansunnah/ di
akses tanggal 12 Juli 2018 pukul 22:55
Islamnusantara.com/belajar-cinta-tanah-air-dari-nabi-muhammad/ diakses 28
mei 2018 pukul 16:14
Qorib, Ahmad, MA, Ushul Fiqh 2, Jakarta: PT. Nimas Multima, 1997
majelissholawatbontang.org/detailpost/cinta-tanah-air-dalam-tinjauan-ulama
diakses tanggal 10 Mei 2018
Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin ad-dhahak, Sunan At-Tirmidzi,
Abu Isa, Sunan At-Tirmidzi, Bairut: Dar Ghorib al-Islami, 1998 M
Muhsin, Imam, Al-Qur`an dan Budaya Jawa, Yogyakarta: Elsaq Press, 2013
Muslim bin Hajaj Abul Hasan, Ensiklopedi Hadis Muslim, (Bairut: Daar ihya
at-Turats al-‘Arabi, tt
Nur, Erni Hidayati, Upaya Meningkatkan Cinta Tanah Air , Skripsi: UMP,
2016
www.academia.edu/7663694/Negara_Kesatuan_Republik_Indonesia_NKRI
_ di akses Tanggal 28September 2018 pukul 11:52