Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ag)
Oleh:
Husnurroyyan M
NIM. 13210517
Arison Sani, MA
i
LEMBAR PENGESAHAN
Sidang Munaqasyah
Pembimbing,
Arison Sani, MA
ii
PERNYATAAN PENULIS
Husnurroyyan M
iii
PERSEMBAHAN
iv
MOTTO
(Al Ghazali)
v
KATA PENGANTAR
Bismillâhirahmânirrahîm…
vi
2. Ibu Prof. Dr. Hj. Khuzaemah Tahido Yanggo, Lc, MA Ibunda kita
semua, Rektor Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.
3. Ibu Dr. Hj. Maria Ulfa, MA Dekan Fakultas Ushuluddin IIQ Jakarta,
atas kesediannya menyetujui judul penulis, juga merekomendasikan
dosen pembimbing yang kredibel.
4. Bapak Arison Sani, MA Dosen Pembimbing terbaik yang memberikan
semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi dengan baik,
terimakasih untuk nasehat yang diberikan, tidak bosan-bosan
mengingatkan penulis, baik hal yang berkaitan dengan teknis,
rangkaian kalimat bahkan dalam hal memahami sekalipun. Jazakallah,
pak.
5. Ibu Muthmainnah, Ibu Istiqomah, Kak A‟yuna, Ibu Mahmudah, Ibu
Atiqoh, dan Ibu Afidah. Selaku Instruktur tahfidz yang selalu jadi
inspirator juga selalu support penulis, sehingga penulis sampai di titik
ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin IIQ Jakarta yang telah
membagikan ilmunya pada penulis, sehingga penulis mampu
memahami banyak hal terkait ilmu-ilmu Al-Qur`an.
7. Seluruh Staf Fakultas yang telah membantu setiap tangga proses yang
penulis lalui.
8. Pimpinan dan Staf perpustakaan IIQ Jakarta, Perpustakaan Fakulats
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan umum UIN Syarif
Hidayatullah, Perpustakaan PSQ, dan perputakaan Iman Jama‟,
terimakasih atas diizinkannya penulis untuk mecari bahan yang
diperlukan dalam penyusunan skripsi.
9. Kedua orang tua tercinta yang senantiasa mendoakan, berjuang keras
dan memberi motivasi kepada penulis untuk terus berjuang
vii
menghadapi segala tantangan demi mencapai kesuksesan hidup dunia
dan akhirat.
10. Teman-teman IIQ angkatan 2013 terkhusus untuk teman-teman
Ushuluddin, atas kebersamaan dan supportnya selama masa
perkuliahan hingga sekarang.
11. Teman-teman Kahfi. terimakasih sudah membantu penulis menambah
pengalaman hidup yang baik, mendapatkan pelajaran sekaligus
menemukan keluarga di Jakarta.
Semoga Allah swt. senantiasa melimpahkan Rahmat dan Pahala-Nya
disetiap butir kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis.
Tak lupa penulis ucapkan permohonan maaf kepada seluruh pembaca
jika terdapat kesalahan dalam penulisan maupun penyusunan skipsi ini.
penulis menyadari, masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Kesempurnaan hanya milik Allah swt dan kekurangan ada pada diri
penulis.
Harapan penulis, semoga skripsi ini mampu memberikan kontribusi
positif di dunia akademis, serta memberikan pemahaman baru pada
masyarakat. Dan semoga Allah swt senantiasa meridhoi setiap langkah kita.
amin
Husnurroyyan M
viii
DAFTAR ISI
ix
C. Mengatasi Problematika Jiwa yang Sesuai dengan Nafs
Muthmainnah……………………………………………………... .43
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………....110
B. Saran…………………………………………………….…...…..111
DAFTAR PUSTAKA………………………………………….…….....112
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
Huruf Huruf Keterangan
Nama
Arab Latin
أ Alif - Tidak dilambangkan
xi
Koma terbalik di atas hadap
ع „ain „ kanan
B. Vokal
Vokal Tunggal
Tanda Vocal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin
__َ__ A Harakat Fathah
Vokal Panjang
xii
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin
Huruf “a” dengan topi di
____ ا
َ ȃ atas
Vokal Rangkap
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin
__َ__ ي Ai Huruf “a” dan “i”
C. Kata Sandang
1) Kata sandang yang diikuti oleh alif lam ( )الqamariyyah
ditransliterasi sesuai dengan bunyinya. Contohnya:
انبقسة: al-Baqarah انمديىت: al-Madînah
2) Kata sandang yang diikuti oleh alif lam ( )الsyamsiyyah
ditransliterasi sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
sesuai bunyinya. Contoh:
xiii
di akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti
oleh huruf-huruf syamsiyyah. Contoh:
ِ أ َمىَّب بِبلل: Âmannȃ billȃhi سفَ َهبء
ُّ أ َمهَ ان: Âmana as-Sufahȃ’u
َ إِ َّن انَّ ِريْه: Inna al-ladzîna
ِانسكَع
ُّ َو : wa ar-rukka’i
4) Ta Marbuthah ( )ةapabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata
sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf
“h”. Contoh:
األ َ ْف ِئدَ ِة : al-Af`idah
اإلس ََْل ِميَّت
ِ بمعَت
ِ ان َج: al-Jȃmi’ah al-Islȃmiyyah
Sedangkan ta marbuthah yang diikuti atau disambungkan (di-
washal) dengan kata benda (isim), maka dialih aksarakan menjadi
huruf “t”. Contoh:
ٌَبص َبت
ِ بمهتٌ و
ِ َع:’Âmilatun Nashibah
اٱليَت انكب ْٰسى: al-Âyat al-Kubrȃ
xiv
ABSTRAKSI
Husnurroyyan M (13210517)
Problematika Jiwa dalam Kajian Tafsir al-Mishbah (Pemahaman Ayat
Tentang Jiwa)”
Ide penulisan skripsi ini muncul ketika menghadapi problematika
kebanyakan remaja masih terombang-ambing dalam mengetahui dirinya.
Banyak di antaranya memiliki problematika dalam jiwa sehingga masih
memenangkan nafs ammarah daripada nafs muthmainnah.
Kualitas nafs yang paling tinggi adalah nafs yang sudah sampai pada
tingkat yang dipanggil oleh Tuhan untuk kembali kepada-Nya dengan
ketenangan, kebahagiaan dan keridhoan (nafs muthmainnah), selanjutnya
yaitu nafs yang menyesali diri karena kurang menggunakan peluang (nafs
lawwamah), Sedangkan nafs kualitas yang paling rendah ditandai dengan
sifat sifat yang tercela (nafs ammarah).
Pada skripsi ini, terdapat dua pokok permasalahan. Pertama,
Penafsiran dan pemahaman M. Quraisy Shihab tentang 3 jenis jiwa (nafs) di
dalam kitab Tafsir al Misbah. Kedua, Mengatasi problematika dalam jiwa
manusia untuk membentuk karakter yang sesuai dengan nafs muthmainnah
yang disebutkan dalam al Qur`an..
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan jenis
penelitian kepustakaan (library research), karena yang menjadi sumber
penelitian adalah data-data tertulis yang relevan dengan topik yang akan
dibahas. Library research adalah teknik penelitian dengan cara
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan berbagai macam materi
yang terdapat dalam kepustakaan. Penelitian ini bersifat literal murni dengan
metode deskriptif yaitu menghimpun sejumlah ayat yang sama-sama
membicarakan satu masalah tertentu. Penerapan metode ini adalah
pemaparan penafsiran dan pemahaman ayat tentang 3 jenis jiwa (nafs) di
dalam kitab Tafsir al Mishbah serta bagaimana mengatasi konflik dalam jiwa
manusia untuk membentuk karakter yang sesuai dengan nafs muthmainnah
yang disebutkan dalam Al Qur`an. Adapun teknik analisis yang digunkan
adalah deskriptif-analisis.
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, penulis
menemukan 140 ayat mengenai nafs (jiwa) dalam Al Qur`an. Penulis
membatasi ayat tentang tiga jenis nafs (jiwa) dan penafsirannya pada surah
Yusuf ayat 53 yang membahas tentang nafs ammarah, Surah al Qiyamah
ayat 1-2 yang membahas tentang nafs lawwamah, dan surah al Fajr ayat 27-
30 yang membahas tentang nafs muthmainnah.
Penelitian ini menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki
problematika dalam dirinya, sehingga setiap manusia harus menjadi
pemimpin yang baik dalam mengarahkan jiwanya. Dalam Al-Qur`an
xv
disebutkan ada 3 jenis nafs yang ada dalam diri manusia yaitu nafs
ammarah, nafs lawwamah, dan nafs muthmainnah. Dalam penelitian ini
manusia diharapkan bisa memiliki kepribadian yang baik dan hati yang
tenang sesuai dengan nafs muthmainnah yang disebutkan dalam Al-Qur`an.
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1
Ilmu jiwa, ilmu yang menyelidiki keadaan jiwa orang berdasarkan cara
berfikir, bertindak, atau prilaku orang itu. Lihat J.S Badudu, Kamus Kata Kata
Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta; Penerbit Buku Kompas, 2003),
h.291
2
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, (Ciputat: Rabbani
Press, 2015), h .51
3
Usman Efandi-Juhana S. Praja, Pengantar Psikologi, (Bandung: CV
Angkasa, 2012), h. 19
1
Maslow (1908-1970). Adapun aliran Psikologi Islam – atau
psikologi agama – sedang dalam pertumbuhan.4
Konsep Ilmu psikologi menurut Utsman dan Juhaya
merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia
serta hubungannya dengan lingkungan sekitarnya atau
masyarakat.5 Sementara Robert S. Woodworth seperti yang
dikutip Alex Sobur, ilmu psikologi merupakan pengetahuan
terhdap tingkah laku manusia yang dikaitkan dengan lingkungan
sekitarnya.6 Sedangkan Arifin mendefinisikan psikologi sebagai
ilmu pengetahuan yang mempelajari dan menyelidiki serta
membahas secara ilmiah dengan beragam metode terkait kejiwaan
manusia dan hewan serta tingkah laku yang ditimbulkan dalam
hubungannya dengan keadaan sekitar.7
Menurut Zakiah (w. 2013), lapangan kajian psikologi agama
meliputi kesadaran seseorang dalam beragama (Religious
Caounsciousness) dan pengalaman keagamaan (Religious
Experience). Dalam kenyataannya, teramat sulit untuk
mengungkap pengalaman keagamaan seseorang. Tetapi hal
tersebut bukan alasan untuk tidak melakukan penelitian. Hal ini
dikarenakan pengalaman keagamaan dapat ditanyakan kepada
yang bersangkutan dan juga melakukan pengamatan (observasi).8
4
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi: suatu pengantar dalam Perspektif
Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2008), h. 11
5
Usman Efandi-Juhana S. Praja, Pengantar Psikologi, (Bandung: CV
Angkasa, 2012), h. 3
6
Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung:
Pustaka Setia, 2003), h. 32
7
Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniyah Manusia,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 22
8
Zakiyah Drajat, Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta: Bulan Bintang, 2010), h. 12
2
Pendapat Zakiyah di atas mengantarkan pada sebuah
kesimpulan bahwa teks teks keagamaan sangat berpengaruh pada
tingkat religiustas, kondisi jiwa dan implikasinya pada perilaku
seseorang. Menurut Yasemin El Menouar tingkat religiusitas
seseorang dapat tercermin melalui akivitas ritual keagamaan,
praktik keagamaan (frekuensi doa), pengalaman keagamaan dan
pengetahuan keagamaan.9
Konsep Al Qur`an tentang ilmu psikologi menurut Ustman
Najati, seorang ahli psikologi Islam merumuskan bahwa banyak
ayat yang menerangkan tentang hakikat manusia dan kejiwaan. Ia
mencoba menyelaraskan teori teori psikologi dengan pesan yang
tertera dalam al Qur`an. Di samping itu, ia juga memberikan kritik
atas psikologi modern yang memandang manusia layaknya hewan.
Lebih lanjut, bagi Najati psikologi modern telah mengabaikan
studi perilaku manusia yang sejatinya sangat penting. Ia
menyontohkan salah satu kajian penting yang terlupakan adalah
terkait pengaruh ibadah bagi perilaku manusia.10
Kajian mengenai jiwa manusia juga telah dilakukan oleh para
ulama muslim beberapa abad lalu. Akan tetapi kajian tentang jiwa
manusia tidak berdiri sendiri, tetapi menyatu pada kajian filsafat.
Teori teori tentang jiwa lahir dari buah pemikiran para filosof saat
itu. Beberapa filosof besar seperti al Kindi, al farabi dan Ibn Sina
telah mencurahkan pemikirannya tentang manusia dan jiwa.
9
Zakiyah Drajat, Ilmu Jiwa Agama, h. 54
10
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, h. 55
3
Pemikiran mereka hingga saat ini dijadikan pijakan pembahasan
psikologi agama, terutama oleh sarjana muslim.11
Pada perkembangannya, aliran psikologi agama juga
melahirkan banyak tokoh yang menggelutinya. Salah satu ahli
ilmu psikologi, William James menerangkan bahwa agama
memiliki posisi penting bagi kehidupan manusia. Agama bukan
sumber kesengsaraan pemeluknya. Tetapi agama membuat
umatnya meresakan suka cita dan ketentraman jiwa. Penyucian
jiwa manusia merupakan bagian integral dari ajaran sebuah
agama. Sejatinya, hal tersebut bermuara pada kebahagiaan bagi
para pemeluk agama.12
Perkembangan kajian psikologi agama menuntut adanya
metode penelitian yang komprehensif. Robert Thouless misalnya,
menyatakan bahwa psikologi agama merupakan penelitian untuk
melihat pemahaman seseorang terhadap prilaku keagamaan
dengan menggunakan prinsip dasar psikologi.13
Salah satu pakar ilmu psikologi agama di Indonesia, Zakiah
Drajat menjelaskan bahwa psikologi agama adalah ilmu yang
berupaya menelaah keberagaman seseorang serta mempelajari
pengaruh agama dalam prilaku sehari hari. Menurutnya, salah satu
yang menjadi ruang lingkup psikologi agama adalah mengungkap
pengaruh teks teks agama dalam prilaku keseharian seseorang
yang bersangkutan.14
11
Muhammad Idris Usman, ―Kajian Terhadap Pemikiran Tentang Jiwa
(al Nafs) dan Emanasi dalam Filsafat Islam Serta Hubungannya dengan
Pandangan Sains Modern”, dalam Jurnal al Fikr, Vol. 17, No. 3, Tahun 2013, h. 3
12
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, h. 53
13
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, h. 53
14
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, h. 53
4
Kemunculan kajian psikologi agama menginspirasi dan
mendorong para sarjana muslim untuk membahas kajian psikologi
islam. Rafi Sapuri kemudian mendefinisikan psikologi Islami
sebagai berikut: ―Psikologi Islami adalah pandangan Islam
terhadap ilmu psikologi modern dengan berbagai aspek . islam
dengan demikian hanya memberikan komentar dan penilaian
terhadap konsep konsep psikologi modern, baik dari segi tauhid
atau syariat.15
Sebagai disiplin ilmu, psikologi Islam tidak terpaku pada
kajian mengenai jiwa manusia. Tetapi secara filosofis, psikologi
Islam mencoba menggali lebih dalam arti dari hakekat jiwa
manusia yang sesungguhnya. Jiwa manusia adalah merupakan
sumber dari perilaku manusia. Itulah sebabnya psikologi Islam
memberi ruang yang luas bagi akal dan pikiran untuk berpikir,
serta bersikap. Tentu saja semua itu didasari kesadaran yang
bertanggung jawab pada nilai atau norma agama.16
Runtuhnya peradaban Yunani Romawi, memberi peluang
kepada pemikir pemikir Islam mengisi panggung sejarah. Melalui
gerakan penterjemahan dan kemudian komentar serta karya
orisinil yang dilakukan oleh para pemikir Islam terutama pada
masa daulah Abbasyiyah, esensi dari pemikiran Yunani diangkat
dan diperkaya, dan selanjutnya melalui peradaban Islamlah Barat
menemukan kembali kekayaan keilmuan yang telah hilang itu. Di
sayap lain para filusuf muslim juga terpengaruh oleh pemikiran
Yunani dalam membahas nafs dan roh sehingga kubu filsafat
islam diwakili oleh Ibn Rusyd, yang terlibat perdebatan akademik
15
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, h. 54
16
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, h. 54
5
berkepanjangan dengan al Ghazali dari kubu ilmu kalam dan
tasawuf. Dalam kurun waktu lebih dari tujuh abad, nafs dibahas di
dunia Islam dalam kajian yang bersifat sufistik dan falsafi. 17
Setelah dunia islam jatuh dalam cengkraman penjajahan Barat
dan selanjutnya berada di bahwah pengaruh budaya secular Barat,
banyak mahasiswa Muslim yang tergila gila terhadap semua aspek
peradaban yang datang dari Barat. Menurut Dr. Malik B. Badri,
ada tiga fase perkembangan sikap psikolog muslim terhadap
psikologi odern yang berasal dari Barat, yaitu (1) fase infantuasi,
(2) fase rekonsiliasi dan (3) fase emansipasi. Pada fase pertama
mahasiswa muslim tergila gila kepada teori psikologi dan
tekniknya yang memikat. Mereka mengikuti sepenuhnya teori
teori psikologi modern tanpa kritik. Pada fase kedua mereka sudah
mulai mencocok cocokan apa yang ada dalam teori psikologi
dangan apa yang ada dalam Al Qur`an. Mereka beranggapan
bahwa di antara keduanya tidak ada pertentangan. Pada fase
terakhir, mereka makin bersifat kritis terhadap pandangan
pandangan psikologi modern dan mengalihkan perhatiannya pada
al Qur`an, hadist dan khazanah khazanah klasik islam yang
ternyata juga membahas nafs dan manusia.
Sejak tahun lima puluhan, ada perkembangan yang menarik
seputar Psikologi Islam. Di Amerika muncul apa yang disebut
Gerakan Psikologi Islam di Amerika dan di Barat menurut Hasan
Langgulung, pada umumnya hanyalah satu bagian dari suatu
gerakan menyeluruh yang berusaha menentang dan menunjukkan
alternative lain terhadap konsepsi manusia. Harus diakui bahwa—
17
Ahmad Mubarok, Jiwa dalam Al Qur`an,(Jakarta Selatan: Paramadina,
2000), h. 262
6
terlepas dari pro-kontra psikologi modern sebagai ilmu secular—
ilmu psikologi seharusnya dilihat sebagai upaya manusia untuk
membuka rahasia Sunnatullah yang bekerja pada diri manusia
(ayat ayat nafsaaniyah) dalam arti menemukan berbagai asas,
unsur, proses, fungsi, dan hukum hukum di seputar kejiwaan
manusia.18
Kajian mengenai jiwa manusia juga telah dilakukan oleh para
ulama muslim beberapa abad lalu. Akan tetapi kajian tentang jiwa
manusia tidak berdiri sendiri, tetapi menyatu pada kajian filsafat.
Teori teori tentang jiwa lahir dari buah pemikiran para filosof saat
Kindi
itu. Beberapa filosof besar seperti al , al farabi dan Ibn Sina
telah mencurahkan pemikirannya tentang manusia dan jiwa.
Pemikiran mereka hingga saat ini dijadikan pijakan pembahasan
psikologi agama, terutama oleh sarjana muslim.19
Pada perkembangannya, aliran psikologi agama juga
melahirkan banyak tokoh yang menggelutinya. Salah satu ahli
ilmu psikologi, William James (w. 1910) menerangkan bahwa
agama memiliki posisi penting bagi kehidupan manusia. Agama
bukan sumber kesengsaraan pemeluknya. Tetapi agama membuat
umatnya meresakan suka cita dan ketentraman jiwa. Penyucian
jiwa manusia merupakan bagian integral dari ajaran sebuah
agama. Sejatinya, hal tersebut bermuara pada kebahagiaan bagi
para pemeluk agama.20
Dalam pribadi (jiwa) manusia terdapat sifat sifat binatang –
yang tercermin dalam kebutuhan biologis yang harus dipenuhi
18
Ahmad Mubarok, Jiwa dalam Al Qur`an, h. 263
19
Muhammad Idris Usman, ―Kajian Terhadap Pemikiran Tentang Jiwa
(al Nafs) dan Emanasi dalam Filsafat Islam Serta Hubungannya dengan
Pandangan Sains Modern”, dalam Jurnal al Fikr, Vol. 17, No. 3, Tahun 2013, h. 3
20
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, h. 53
7
untuk menjaga kelestarian manusia –dan sifat sifat malaikat –yang
tercermin dalam kecendrungan roh untuk mengenal Tuhan,
beriman, beribadah, dan bertasbih kepada-Nya--. Sering sekali
terjadi konflik dari dua dimensi kepribadian manusia ini; kadang
kebutuhan biologis yang kuat, tetapi kadang kebutuhan rohani
yang kuat.21
Orang yang kalah oleh hawa nafsu duniawi dan lupa kepada
Allah, tempat kembalinya adalah neraka Jahannnam, sedangkan
orang yang mampu melawan hawa nafsunya dan tetap taat kepada
Allah, tempat kembalinya adalah surga.
21
Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa Dalam Al Qur`an terj. Addys
Aldizar, Tohirin Supatra,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), h. 223
8
sebagian kaumnya (yang berharap memiliki banyak kekayaan).
Allah berfirman dalam al Qur`an:
22
Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa Dalam Al Qur`an terj. Addys
Aldizar, Tohirin Supatra, h.229
9
berpendapat bahwa jiwa terbagi menjadi tiga bagian, yakni ego,
super ego, dan id
23
Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa Dalam Al Qur`an terj. Addys
Aldizar, Tohirin Supatra, h.231
10
Berdasarkan gambaran al Qur`an tentang tabiat pembentukan
manusia, antara sisi jasmani dan rohani, muncullah beberapa
kondisi kepribadian (jiwa), yaitu: nafsu ammarah, nafsu
lawwamah, dan nafsu muthmainnah.
B. Identifikasi Masalah
11
membahas tentang Nafs Ammarah24, Surah al Qiyamah ayat 1-2
yang membahas tentang Nafs Lawwamah25, dan surah al Fajr ayat
27-30 yang membahas tentang Nafs Muthmainnah26.
24
Manusia berada pada taraf dorongan fisik biologis seperti binatang,
ketika manusia cendrung hanyut dalam naluri rendahnya. Lihat H. Sa`adi, Nilai
Kesehatan Mental Islam dalam Kebutuhan Kawruh Jiwa Suryomentaram, (Jakarta:
Kemenag RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Lektur Keagamaan, 2010), h.99
25
Manusia sudah mulai menyadari kesalahan dan dosanya, ketika telah
berkenalan dengan petunjuk Tuhan, disini telah terjadi apa yang disebut
―kebangkitan‖ ruhiyah dalam diri manusia Lihat H. Sa`adi, Nilai Kesehatan
Mental Islam dalam Kebutuhan Kawruh Jiwa Suryomentaram…, h.99
26
Pribadi seseorang yang sudah mengalami kematangan jiwa. Lihat H.
Sa`adi, Nilai Kesehatan Mental Islam dalam Kebutuhan Kawruh Jiwa
Suryomentaram…, h.99
12
3. Bagaimana mengatasi problematika jiwa manusia dalam
membentuk karakter yang sesuai dengan nafs
Muthmainnah yang disebutkan dalam al Qur`an?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
13
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menemukan
beberapa penelitian judul skripsi yang membahas judul
berbada namun dalam kajian tema yang hampir sama.
Diantaranya adalah:
1. Skripsi yang ditulis oleh Nur Khoiriyah, Ketenangan Jiwa
Kajian Surah al Insyirah Menurut Penafsiran M. Quraisy
Shihab, jurusan Tafsir Hadits, Fakultas Ushuluddin,
Institut Ilmu al Qur`an (IIQ) Jakarta tahun 2006, secara
umum skripsi ini membahas mengenai petunjuk yang
dapat mengantar seseorang guna memperoleh ketenangan
jiwa serta membahas bagaimana ketenangan jiwa yang
telah diperoleh oleh Nabi Muhammad SAW berdasarkan
penafsiran M. Quraisy Shihab. Persamaan dalam
penelitian ini yaitu penulis membahas bagaimana
memperoleh ketenangan jiwa agar menjadi manusia yang
berkarakter sesuai dengan nafs Muthmainnah. Dan
perbedaan dalam penelitian ini, penulis fokus membahas
tentang penafsiran dan pemahaman ayat tentang 3 jenis
jiwa (nafs) di dalam kitab Tafsir al Mishbah serta
memberikan solusi untuk mengatasi problematika dalam
jiwa.
2. Skripsi yang ditulis oleh Novidayanti, Gangguan
Kejiwaan dalam Al-Qur`an menurut Hawari Dadang,
jurusan Tafsir Hadits, Fakultas Ushuluddin, Institut Ilmu
al-Qur`an (IIQ) Jakarta tahun 2006, secara umum skripsi
ini membahas tentang penafsiran ahli psikologi Dadang
Hawari terhadap surah al-Baqarah ayat 155 mengenai
14
gangguan-gangguan kejiwaan yang terdapat dalam al-
Qur`an. Persamaan dalam penelitian ini yaitu penulis
membahas tentang problematika dalam jiwa manusia. Dan
perbedaan dalam penelitian ini, penulis fokus membahas
tentang pemahaman ayat tentang 3 jenis jiwa (nafs) di
dalam kitab Tafsir al Mishbah serta memberikan solusi
untuk mengatasi problematika dalam jiwa sehingga
memperoleh ketenangan jiwa agar menjadi manusia yang
berkarakter sesuai dengan nafs Muthmainnah.
3. Skripsi yang ditulis oleh Istifadah, Tazkiyah an-Nafs
dalam Tafsir Ar-Razi dan Al-Alusi, jurusan Tafsir Hadits,
Fakultas Ushuluddin, Institut Ilmu al-Qur`an (IIQ) Jakarta
tahun 2015, secara umum skripsi ini membahas tentang
penafsiran Tazkiyah an-nafs menurut al-Alusi dalam tafsir
Ruuh al-ma`aani dan ar-Razi dalam tafsir Mafaatihul
Ghaib pada ayat Q.S Al-Jumu`ah [62]: 2. Persamaan
dalam penelitian ini yaitu penulis membahas tentang nafs
(jiwa) yang ada dalam diri manusia. Dan perbedaan dalam
penelitian ini, penulis fokus membahas tentang bagaimana
mengatasi problematika jiwa sehingga membentuk pribadi
yang sesuai dengan nafs muthmainnah.
4. Tesis yang ditulis oleh Moh. Kamilus Zaman, Konsep
Tazkiyat Al-Nafs dalam Al-Qur`an: Perspektif Ahmad
Musthafa Al Maraghi dalam Kitab Tafsir Al-Maraghi,
dan Signifikannya Terhadap Pendidikan Karakter di
Indonesia, Program Studi Magister Pendidikan Agama
Islam Pascasarjana, Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang tahun 2016, secara umum
15
tesis ini membahas tentang pengertian, metode, dan tujuan
Tazkiyat al-Nafs dalam Al-Qur`an perspektif Ahmad
Musthofa al Maraghi dalam Tafsir al-Maraghi yang
memiliki signifikansi dengan pendidikan karakter di
Indonesia. Persamaan dalam penelitian ini yaitu penulis
membahas bagaimana konsep nafs dalam al-Qur`an dan
memperoleh ketenangan jiwa. Dan perbedaan dalam
penelitian ini, tesis yang ditulis oleh Moh. Kamilus
Zaman lebih membahas konsep Tazkiyat Al-Nafs dan
seignifikannya terhadap pendidikan karakter di Indonesia
sedangkan penulis fokus membahas tentang penafsiran
dan pemahaman ayat tentang 3 jenis jiwa (nafs) di dalam
kitab Tafsir al Mishbah serta memberikan solusi untuk
mengatasi problematika dalam jiwa.
5. Proposal tesis yang ditulis oleh Syahrul, Konsep Nafs
dalam Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraisy Shihab
(Solusi Qur`ani dalam Membentuk Karakter), Psikologi
Pendidikan Islam, Magister Studi Islam Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tahun 2013, secara
umum proposal tesis ini membahas tentang konsep
nafs/jiwa dalam tafsir al-Misbah dan bagaimana solusi
nafs/jiwa dalam membentuk karakter. Persamaan dalam
penelitian ini yaitu penulis membahas tentang nafs dalam
membentuk karakter manusia. Dan perbedaan dalam
penelitian ini, penulis fokus membahas 3 jenis jiwa (nafs)
di dalam kitab Tafsir al Mishbah serta memberikan solusi
dalam mengatasi problematika jiwa sehingga membentuk
pribadi yang sesuai dengan nafs muthmainnah.
16
Dari penelitian di atas, tentang manusia yang sesuai
dengan al-Qur`an, penulis belum menemukan penelitian tematik
yang membahas tentang penafsiran dan pemahaman M. Quraisy
Shihab tentang ayat 3 jenis jiwa (nafs) di dalam kitab Tafsir al
Mishbah serta bagaimana mengatasi problematika jiwa manusia
dalam membentuk karakter yang sesuai dengan nafs
Muthmainnah yang disebutkan dalam al Qur`an.
F. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian dalam pembahasan skripsi ini
meliputi berbagai hal sebagai berikut :
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti
untuk menyusun skripsi ini adalah jenis penelitian
kepustakaan (library research), karena yang menjadi
sumber penelitian adalah data-data tertulis yang
relevan dengan topik yang akan dibahas. Library
research adalah teknik penelitian dengan cara
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan
berbagai macam materi yang terdapat dalam
kepustakaan. Penelitian ini bersifat literal murni
dengan metode deskriptif analitik, yaitu menghimpun
sejumlah ayat yang sama-sama membicarakan satu
masalah tertentu. Penerapan metode ini adalah
pemaparan penafsiran dan pemahaman ayat tentang 3
jenis jiwa (nafs) di dalam kitab Tafsir al Mishbah serta
bagaimana mengatasi problematika dalam jiwa
manusia untuk membentuk karakter yang sesuai
17
dengan nafs Muthmainnah yang disebutkan dalam al
Qur`an.
2. Sumber Data Penelitian
Berkaitan dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis maka penelitian ini
dikategorikan sebagai penelitian dokumentatif, sebuah
penelitian yang menggunakan cara pengumpulan data
dan informasi mengenai tema pembahasan dan
beberapa literature yang masih berkaitan dengannya
baik itu berupa buku buku ilmiah dan karya tulis
ilmiah yang sesuai dengan tema skripsi dan penelitian
ini. Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber
primernya adalah Tafsir Al-Mishbah dan beberapa
buku karya M.Quraisy Shihab yang membahas tentang
topik ini. Dan penulis melengkapi sumber sekunder
dari beberapa buku seperti Psikologi Dalam Al Qur`an
karya Muhammad Utsman Najati, Jiwa dalam Al-
Qur`an karya Ahmad Mubarok, Psikologi Islam:
Tuntunan Jiwa Manusia karya Rafy Sapuri dan
beberapa buku lainnya yang membahas tentang topik
ini.
3. Teknik Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data, peneliti akan
menggunakan metode dokumentasi.27 Pengumpulan
ini dilakukan dari beberapa sumber data primer dan
sekunder. langkah selanjutnya setelah data data
27
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan mencari
data tentang hal-hal atau variabel yang berupa buku, jurnal, internet dan
sebagainya.
18
terkumpul, kemudian data difilter sesuai kebutuhan
pokok pada point point yang dijadikan objek
penelitian.
4. Metode Analisis Data
Setelah melakukan pengumpulan data, metode
analisis data yang akan dilakukan adalah reduksi data,
yaitu proses seleksi, pemfokusan dan abstraksi data.
Pada proses reduksi data, semua data umum yang
telah dikumpulkan dalam proses pengumpulan data
sebelumnya dipilah-pilah sehingga peneliti dapat
mengenali mana data yang telah sesuai.
Setelah data difilter kemudian penulis
menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif
adalah metode yang bermaksud untuk
menggambarkan objek kajian dalam menjelaskan
sebuah hipotesa guna menjawab pertanyaan
pertanyaan yang terkait dalam tema pembahasan.
Penulis juga menggunakan pendekatan psikologis
sebagai alat analisa dalam penelitian ini.
G. Teknik dan Sistematika Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini merujuk pada buku
―Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Desertasi Institut
Ilmu al Qur`an (IIQ) Jakarta (edisi revisi)‖ yang diterbitkan
oleh IIQ Press, cetakan ke-2 tahun 2011. Selanjutnya, untuk
mempermudah penulisan, pembahasan skripsi ini dibagi ke
dalam beberapa bab dengan rincian sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan, yaitu berisi tentang
latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan
19
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metodologi penelitian serta teknik dan sistematika
penulisan.
Bab kedua berisi tentang pengertian ilmu jiwa, tiga
jenis nafs dan mengatasi problematika jiwa dalam al Qur`an.
Bab ketiga berisi tentang biografi tokoh yang akan
dijadikan sebagai kajian oleh peneliti, yaitu M.Quraish Shihab
yang meliputi sejarah hidupnya dan karya karyanya.
Bab keempat adalah analisis yang berisi konsep jiwa
yang muthmainnah menurut M. Quraisy Shihab serta
bagaimana menyatukan konflik jiwa manusia dalam
membentuk karakter yang sesuai dengan nafs Muthmainnah
yang disebutkan dalam al Qur`an.
Bab kelima adalah penutup yang terdiri atas
kesimpulan dari seluruh pembahasan sekaligus sebagai
jawaban dari permasalahan yang dikemukakan dalam
ientifikasi masalah dan beberapa saran yang diajukan sebagai
konsekuensi dari kesimpulan yang diambil.
20
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI JIWA (NAFS) DALAM AL
QUR`AN
28
Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al Qur`an terj. M. Zaka al
Farisi, (Bandung: CV Pustaka setia, 2005) h. 419
29
M. Dawam Raharjo, Ensiklopedia Al-Qur`an: Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci, , (Jakarta: Paramadina, 1996) h. 250
21
sebanyak dua kali dan anfus sebanyak 153 kali, dan dalam
bentuk fi`il ada dua kali. 30
ِ لِنَ ف ِ ِ ِ َ َ )وقdan
Yusuf/12:54 (سي ُك ٱئ تُ ِوِن بِهٓۦ أَستَخلصه ُ ال ٱل َمل َ
surat Adz-Dzariyat/51:21 (صرو َنِ )وِِف أَن ُف ِس ُك ۚۡم أَفَ ََل تُب.
ُ َٓ
2. Nafs, sebagai diri Tuhan, surat al-An`am/6:12,54.
ۡۚ
َّ ب َعلَ ٰى نَف ِس ِه
(َٱلرۡحَة َّ ب َربُّ ُكم َعلَ ٰى نَف ِس ِه
َ َ َكت-- َٱلرۡحَة َ َ) َكت
3. Nafs sebagai person sesuatu, dalam surat al-
Furqan/25:3 ( َو َّٱَّتَ ُذواْ ِمن ُدونِِهٓۦ ءَ ِاِلَة ََّّل ََيلُ ُقو َن َشئا َوُُم َُيلَ ُقو َن
ِ ِ ِ
َ ) َوََّل ََيل ُكو َن ِلَن ُفس ِهم
ضّرا َوََّل نَفعا dan surat al
An`am/6:130 ( قَالُواْ َش ِهد ََن َعلَ ٰٓى أَن ُف ِسنَا َو َغَّرت ُه ُم ٱۡلَيَ ٰوةُ ٱلدُّن يَا
22
5. Nafs sebagai jiwa, surat asy-Syams/91:7 ( َونَفس َوَما
ِ َٰٓ
َ dan surat al-Fajr/89:27 (ُس ٱل ُمط َمئنَّة
)س َّوٰى َها ُ )َيَيَّتُ َها ٱلنَّف.
6. Nafs sebagai totalitas manusia, surat al-Ma`idah/5:32,
َّ ِ َمن قَتَل نَفسا بِغَ ِۡي نَفس أَو فَساد ِِف ٱِلَر
َ ض فَ َكأََّنَا قَتَ َل ٱلن
( َّاس َ َ َ
َِ ).
َجيعا
7. Nafs sebagai sisi dalam manusia yang melahirkan
31
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 44
32
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 44
23
dibahas dalam kajian filsafat, psikologi dan juga ilmu
tasawuf.33
33
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 25
34
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 28
24
manusia menunjuk kepada sisi dalam diri manusia yang
memiliki potensi baik (taqwa) dan buruk (fujur).35
35
M. Quraisy Shihab, Wawasan al-Qur’an, Tafsir Maudhu`I atas
Pelbagai Persoalan Umat ,(Bandung: Mizan, 1996), h. 279
36
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 25
37
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 26
25
Sedangkan di kalangan ahli tasawuf, nafs diartikan
sesuatu yang melahirkan sifat tercela. Al Ghazali (w. 1111
M) misalnya menyebut nafs sebagai pusat potensi marah
ِ ِ ِ ب والش
ِ اَّلنْس ِ ِ ِ
dan syahwat pada manusia ان ْ َ ِض
َ ْ َّه َوة ِف َ َاَ ْْلَام ُع ل ُق َّوة الْغ
dan sebagai pangkal dari segala sifat tercela اْلَ ِام ُع
ْ ص ُل
ْ َاََّْل
ِ ِ ِ
ِ اَّلنْس
ان ِ ِ ِل.
َ ْ لص َفات الْ َم ْذ ُم ْوَمة م َن
ّ Pengertian ini antara lain
ك
َ َجْن بَ ْي yang artinya musuhmu yang paling berat adalah
38
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 26
39
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 27
26
kepentingan mengurai, meramalkan, dan mengendalikan
tingkah laku manusia, baik secara individual maupun secara
kelompok, baik dalam kaitannya dengan bidang dakwah atau
pendidikan maupun untuk kepentingan menggerakkan
masyarakat dalam pembangunan nasional. 40
1. Nafs Ammarah
40
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 31
27
Orang yang hidup seperti itu memiliki kepribadian yang
tidak matang. Ia mirip anak kecil yang hanya ingin
memuaskan kebutuhan dan keinginannya semata, dan tak
mempunyai kemauan kuat. Ia tak mau belajar mengontrol
hawa nafsu dan syahwatnya. Akibatnya, ia belajar di
belakang pemuasan hawa nafsu dan syahwatnya serta
menjadi tunduk pada bimbingan Nafsu Ammarah bis su
(jiwa yang menyuruh kepada keburukan).
ئ نَف ِس ۚۡٓي
ُ َوَمآ أُبَِّر (dan aku tidak membebaskan diriku
41
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al Qur`an terj. M. Zaka al
Farisi, h. 373
28
mensucikan diri sendiri kendati dia dan orang lain telah
mengetahui bahwa dia terbebas serta telah sangat jelas
sejelas matahari. Di samping itu, wanita tersebut telah
mengetahui kesalahannya yang telah dituduhkan kepada
Yusuf, dan para wanita yang menggores jarinya pun telah
menyatakan, Yusuf tidak bersalah dalam tuduhan itu. Jika
ini berasal dari perkataan istri Al Aziz, maka ini sesuai
dengan kenyataannya, karena dia telah mengakui kesalahan
itu dan mengakui penggodaan itu serta melontarkan tuduhan
terhadap Yusuf. 42
ٱلسٓوِء
ُّ ِس َِل ََّم َارةُ ب َّ ِ
َ إن ٱلنَّف (karena sesungguhnya nafsu itu
42
Al Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir
Fathul Qadir terj. Amir Hamzah Fachruddin,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), h.
650
43
Al Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir
Fathul Qadir terj. Amir Hamzah Fachruddin, h. 651
29
kepada syahwat, dipengaruhi oleh tabiat dan sulit untuk
menundukkannya serta menahannya.44
إََِّّل َما َرِح َم َرِّ ۚۡٓب (kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
ِ ِ
يم ُ إ َّن َرِّب َغ ُف
ُ ور َّرح (Sesungguhnya Tuhanku Maha
30
realita. Dengan arti seperti ini, id terlihat mirip dengan nafsu
ammarah bi su`.47
2. Nafs Lawwamah
47
Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa Dalam Al Qur`an terj. Addys
Aldizar, Tohirin Supatra, h.231
48
Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al Qur`an terj. M. Zaka
al Farisi, h. 158
31
kesalahannya, dan membuatnya merasa menyesal atas dosa
yang telah diperbuat. 49
49
Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al Qur`an terj. M. Zaka
al Farisi, h. 159
50
Al Qurthubi, Syaikh Iman, Tafsir al Qurthubi terj. Ahmad Khatib, Dudi
Rosyadi, Faturrahman, Fachrurazi,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h.604
51
Al Qurthubi, Syaikh Iman, Tafsir al Qurthubi terj. Ahmad Khatib, Dudi
Rosyadi, Faturrahman, Fachrurazi, h.605
32
orang yang fasik tidak akan menginstropeksi dirinya sendiri.
52
52
Al Qurthubi, Syaikh Iman, Tafsir al Qurthubi terj. Ahmad Khatib, Dudi
Rosyadi, Faturrahman, Fachrurazi, h.605
53
Al Qurthubi, Syaikh Iman, Tafsir al Qurthubi terj. Ahmad Khatib, Dudi
Rosyadi, Faturrahman, Fachrurazi, h.606
54
Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al Qur`an terj. M. Zaka
al Farisi, h. 159
33
55
Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al Qur`an terj. M. Zaka
al Farisi, h. 160
34
56
Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al Qur`an terj. M. Zaka
al Farisi, h. 161
35
3. Nafs Muthmainnah
36
Nafs muthmainnah ialah manusia yang hidup sesuai
dengan Fitrah yang Allah turunkan di muka bumi ini, yakni
akidah tauhid. 57
57
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 295
58
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, al Islam,(Jakarta: Bulan
Bintang, 1977), h. 68
37
38
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS. Al-
Qashash: 77)
39
dan menjauhi perbuatan keji dan mungkar adalah merupakan
faktor penting dalam usaha pembinaan kesehatan mental.
59
Jalaluddin, Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta: Kalam
Mulia, 1993), h. 85
40
bertambahlah imannya dan hanya kepada Allah mereka
bertawakkal.
60
Jalaluddin, Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, h. 85
61
Jalaluddin, Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, h. 85
41
Dalam al-Qur`an banyak diterangkan bahwa kesabaran hanya
dapat dicapai oleh orang yang kuat jiwanya.62 Sebagaimana
disebutkan dalam surah Fushshilat ayat 35 yang artinya,
―Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan
kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan
yang besar”.
62
Hamka, Tafsir al-Azhar,(Surabaya: Pustaka Islam, 1973), h. 235
42
C. Mengatasi Problematika Jiwa yang Sesuai dengan Nafs
Muthmainnah
63
Rafy Sapuri, Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia,(Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), h. 43
64
Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa dalam Al-Qur`an terj. Addys
Aldizar, Tohirin Suparta, h. 233
43
Merealisasikan keseimbangan antara raga dan jiwa
merupakan syarat mutlak untuk menjadi pribadi normal
yang dapat menikmati kesehatan jiwa. Kesehatan jiwa yang
dimaksud di sini ialah jiwa yang diistilahkan dalam Al-
Qur`an sebagai an-nafs al-muthmainnah (jiwa yang tenang).
Manusia normal adalah seseorang yang memiliki an-nafs al-
muthmainnah tersebut. Jiwa ini menitikberatkan pada aspek
kesehatan dan kekuatan badan, memenuhi kebutuhan dasar
dengan cara yang halal, memenuhi kebutuhan spiritual
dengan berpegang teguh pada akidah tauhid, mendekatkan
diri kepada Allah SWT dengan menjalankan ibadah dan
melakukan amalan sholeh, dan menjauhkan diri dari
keburukan dan segala hal yang dapat menyebabkan Allah
SWT murka. Manusia normal adalah seseorang yang selalu
menempuh jalan yang lurus dalam setiap tingkah lakunya,
setiap perkataan dan perbuatannya sesuai dengan di jalan
Allah SWT yang sepenuhnya tertuang dalam Al-Qur`an dan
dilakukan Rasulullah dalam sunnahnya.65 Ketentraman jiwa
itu adalah tujuan ahli iman karena kekayaan yang
sebenarnya dan yang kekal bukanlah harta benda melainkan
kekayaan hati.66
65
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar,(Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru, 2004), h. 294
66
Zen Syukri, Santapan Jiwa, (Jakarta: Penerbit Azhar, 2010), h. 156
44
sesuatu dan dapat menjaga, menyegarkan, dan
mengokohkannya. Sesuatu itu tidak lain ialah syariah yang
telah diturunkan ke Bumi. 67
67
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 295
68
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 295
69
Mengesakan Allah dalam segala perbuatan
45
yang ada di dunia hanyalah milik Allah semata sehingga
sampai kepada tauhidis sifat.70
70
Mengesakan Allah pada segala sifat
71
A. F. Jaelani, Penyucian Jiwa (Tazkiyat an Nafs) & Kesehatan Mental,
(Jakarta: Amzah, 2000), h. 3
72
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 295
46
Rasululullah SAW merupakan prototipe manusia
yang memiliki nafs muthmainnah ideal yang mencerminkan
semua indikator kesehatan jiwa pada tingkat yang tertinggi.
73
73
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 296
47
dalam al-Qur`an agar memperoleh ketenangan jiwa dan
kedamaian selama hidup di Dunia.
a. Puasa
74
Khairunnas Rajab, Psikologi Agama, (Jakarta: Lentera Ilmu Cendikia,
2014), h. 85
75
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan
Jiwa,(Jakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), h. 451
48
banyak penyakit metabolism (pertukaran zat) sebagai akibat
kelebihan makanan. Apalagi kalau makanan itu tidak baik
dan tidak halal. 76
76
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
h. 452
77
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
h. 452
78
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
h. 452
49
orang yang bertakwa dan mencapai kondisi psikologis yang
bahagia, damai, aman, dan memiliki kesehatan mental yang
paripurna. Puasa yang hakiki melahirkan solidaritas dan
memaklumi perasaan orang-orang fakir dan miskin sehingga
melatih diri bahwa kehidupan tidak berpunya. Hanya Allah
yang memberikan ganjaran pahala di akhirat kelak. 79
b. Berinfak
79
Khairunnas Rajab, Psikologi Agama, h. 87
80
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
h. 452
50
Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT dan bersedekah
untuk orang lain, maka ia telah mensucikan dirinya.
c. Mendirikan Shalat
81
Khairunnas Rajab, Psikologi Agama, h. 76
51
shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat)
adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang
lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS.
Al-Ankabut [29]: 45)
82
Menghayati dan mengerti apa yang diucapkan dan dilakukan
83
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
h. 444
84
Haji berarti berziarah ke bait al-haram (Ka`bah) dengan melakukan
wukuf di Arafah dan sa`I di antara bukit shafa dan marwah dengan cara tertentu
dalam waktu dan niat tertentu pula. Lihat Khairunnas Rajab, Psikologi
Agama(Jakarta: Lentera Ilmu Cendikia, 2003), h.291
85
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
h. 449
52
“27. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan
haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan
berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang
datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS. Al-Hajj [22]:
27)
86
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
h. 449
53
sesama manusia. Seperti hadits Rasulullah berikut yang
artinya:
54
BAB III
87
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al Qur`an; Mengungkap
Tradisi Tafsir Nusantara: Tinjauan Kritis terhadap Konsep dan Penerapan
Munasabah dalam Tafsir al Mishbah, (Jakarta: Lectura Press, 2014), h. 131
88
Anshori , Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab, (Jakarta: Visindo Media Pustaka, 2008), h. 31
55
Abdurahman Shihab adalah guru besar dalam bidang tafsir. Di
samping berwiraswasta, beliau juga berdakwah dan mengajar. Selalu
disisakan waktunya, pagi dan petang, untuk membaca Al-Qur`an dan
kitab kitab tafsir.89 . Abdurrahman Shihab dikenal sebagai ahli tafsir,
keahlian yang mensyaratkan kemampuan yang memadai dalam bahasa
Arab. Muhammad Quraisy Shihab sendiri mengaku bahwa dorongan
untuk memperdalam studi al Qur`an—terutama tafsir—datang dari
ayahnya. Ayahnya senantiasa menjadi motivator bagi Muhammad
Quraisy Shihab untuk melanjutkan pendidikan lebih lanjut.
Mengenang ayahnya Muhammad Quraisy Shihab menuturkan: ―Beliau
adalah pecinta ilmu. Walau sibuk berdagang, beliau selalu
menyempatkan diri untuk berdakwah dan mengajar. Bahkan beliau
juga mengajar di masjid. Sebagian hartanya benar benar dipergunakan
untuk kepentingan ilmu. Beliau menyumbangkan buku buku bacaan
dan membiayai lembaga lembaga pendidikan Islam di wilayah
Sulawesi.‖Ayah Muhammad Quraisy Shihab pernah menjabat rektor
IAIN Alaudin Makassar. Seperti diketahui, IAIN Alaudin Makassar
termasuk perguruan tinggi Islam yang turut mendorong tumbuhnya
Islam moderat di Indonesia. Abdurrahman Syihab juga salah seorang
penggagas berdirinya UMI (Universitas Muslim Indonesia), yaitu
universitas islam swasta terkemuka di Makassar.90
89
Muhammad Quraisy Shihab, Membunikan al Qur`an: Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), h.14
90
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 31
56
Kemudian anak anak mereka, empat putri yaitu Najela, Najwa,
Nasywa, Nahla dan seorang putra bernama Ahmad, adalah pihak pihak
yang turut memberikan andil bagi keberhasilan Muhammad Quraisy
Shihab. 91
Sejak masa kanak kanak, sebagai putra dari seorang guru besar,
Muhammad Quraisy Shihab mendapatkan motivasi awal dan benih
kecintaan terhadap bidang studi tafsir dari ayahnya yang sering
mengajak anak anaknya untuk duduk bersama, dan pada saat saat yag
seperti inilah sang Ayah menyampaikan nasihatnya yang kebanyakan
berupa ayat ayat al-Qur`an. Muhammad Quraisy Shihab telah
menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap al Qur`an sejak umur 6-
7 tahun. Ia harus mengikuti pengajian al Qur`an yang diadakan oleh
ayahnya. Selain mengajarkan bacaan al Qur`an, ayahnya juga
92
menguraikan secara sepintas kisah kisah dalam al Qur`an. Dangan
latar belakang seperti itu, tak heran jika minat Muhammad Quraisy
Shihab terhadap studi islam, khususnya al Qur`an sebagai area of
concern mendapatkan lahan subur untuk tumbuh. Hal ini selanjutnya
terlihat dari pendidikan lanjutan yang dipilihnya. 93
91
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 32
92
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al Qur`an; Mengungkap
Tradisi Tafsir Nusantara: Tinjauan Kritis terhadap Konsep dan Penerapan
Munasabah dalam Tafsir al Mishbah,… h. 133
93
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 32
57
fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadits Universitas Al Azhar.
Kemudian dia melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama, dan
pada 1969 meraih gelar MA untuk spelialisasi bidang Tafsir Al Qur`an
dengan tesis berjudul Al-I`jaz Al-Tasyri`I li Al-Qur`an Al-Karim.94
94
Muhammad Quraisy Shihab, Membunikan al Qur`an: Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat…, h.6
95
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 33
58
sekaligus memberikan solusinya berdasarkan petunjuk petunjuk dari al
Qur`an. Di sinilah juga letak pentingnya ilmu ilmu al Qur`an itu.
Mukjizat al Qur`an harus mampu membungkam lawan dan membuat
mereka percaya. Dari pendapatnya ini dapat disimpulkan bahwa
konsep mukjizat merupakan sesuatu yang berkembang dan terus
berkembang. Sesuatu yang dulu merupakan mukjizat, sekarang dalam
waktu dan konteks yang berbeda hanya menjadi keistimewaan al
Qur`an. Muhammad Quraisy Shihab menunjuk bahasa al Qur`an
sebagai salah satu contohnya. Gagasan mukjizat semacam itu, menurut
Muhammad Quraisy Shihab sejalan dengan klaim universitas al
Qur`an. 96
96
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 33
97
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 33
59
Azhar, Muhammad Quraisy Shihab bersedia mengulang satu tahun.
Padahal dengan nilai yang dicapainya itu, sejumlah jurusan lain di
lingkungan al Azhar bersedia menerimanya. Bahkan menurut
penuturannya, dia juga diterima di Cairo Universitas (Darul Ulum).
Belakangan Muhammad Quraisy Shihab mengakui bahwa pilihannya
itu ternyata tepat. Selain merupakan minat pribadi, pilihan untuk
mengambil bidang studi al Qur`an rupanya sejalan dengan besarnya
―kebutuhan umat manusia akan al Qur`an dan penafsiran atasnya.‖
Setelah meraih gelar magister untuk spesialisasi tafsir al Qur`an, dia
kembali ke tanah air Indonesia dan langsung diberi kepercayaan untuk
menduduki berbagai jabatan. 98
98
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 33
60
Tokoh tersebut dinilai oleh banyak pakar sebagai ahli tafsir yang
berhasil menyusun suatu karya yang sempurna dalam masalah
perurutan atau korelasi antar ayat dan surat surat al Qur`an. Sementara
ahli tafsir bahkan menilai bahwa kitab tafsirnya itu merupakan
ensiklopedi dalam bidang keserasian ayat ayat dan surat surat al
Qur`an. Melihat dari latar belakang penulisan desertasi di atas, maka
sedikit banyak Muhammad Quraisy Shihab dalam menafsirkan ayat
ayat al Qur`an tentunya dipengaruhi oleh tokoh yang dikaguminya,
yaitu Ibrahim Ibnu Umar al-Biqa`i. Oleh karena itu tidak heran jika
Tafsir al Mishbah mempunyai kemiripan dengan Tafsir Nazhm al-
Durar fi Tanasub al-ayat wa al-suwar. Untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh tafsir tersebut terhadap penafsiran Muhammad Quraisy
Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, penulis akan mencermati dan
menganalisisnya. 99
99
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 34
61
jalan. Suatu fenomena unik yang tak ditemukan di Indonesia. Selain
harus memahami teks yang sedang dipelajari, mereka juga harus
menghafalnya. Malam hari membaca dan memahami teks, dan siang
hari menghafalnya. Hal yang sama juga dilakukan Muhammad Quraisy
Shihab. Biasanya, setelah shalat subuh dia memahami teks, selanjutnya
berusaha menghafalnya sambil berjalan jalan. 100
100
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 34
101
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 35
62
Selatan, terdidik di Pesantren, dan menerima pendidikan tingginya di
Mesir pada Universitas al Azhar, dimana ia menerima gelar M.A dan
Ph.D-nya. Ini yang menjadikan ia terdidik lebih baik dibandingkan
dengan hampir semua pengarang lainnya yang terdapat dalam Popular
Indonesian Literature of the Quran dan, lebih dari itu, tingkat
pendidikan tingginya di Timur Tengah seperti itu menjadikan ia unik
bagi Indonesia pada saat di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu
diselesaikan di Barat. Dia juga mempunyai karier yang penting di
IAIN Ujung Pandang dan Jakarta dan kini, bahkan, ia menjabat
sebagai rektor di IAIN Jakarta. Ini merupakan karier yang sangat
menonjol‖.102
102
Howard M. Federspiel, Kajian al Qur`an di Indonesia: Dari Mahmud
Yunus hingga Quraisy Shihab, (Bandung: Mizan, 1994), h. 295
63
(1978). Kemudian dia kembali lagi ke Mesir untuk meneruskan
studinya hingga meraih gelar Doktor di bidang Tafsir. 103
103
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 35
104
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 35
64
dalam rubrik ―Pelita Hati‖ Dia juga mengasuh rubrik ―Tafsir al-
Amanah‖ dalam majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta yaitu
majalah Amanah. Selain itu, dia juga tercatat sebagai anggota Dewan
Redaksi majalah ―Ulumul Qur`an‖ dan ―Mimbar Ulama‖, keduanya
terbit di Jakarta. 105
C. Karya-karya Intelektual
105
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 36
106
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 36
65
seperti RCTI, Metro TV dan stasiun stasiua TV swasta lainnya.
Tulisan-tulisan lepas yang tercecer di berbagai media cetak dan materi
materi dakwahnya kemudian diedit ulang dan dicetak menjadi buku.
Karya karyanya diterbitkan dan disebarkan secara luas, bukan hanya di
Indonesia, tapi juga di negeri tetangga, seperti Malaysia dan Brunei
Darussalam. 107
107
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 36
108
M. Quraisy Shihab, Mahkota Tuntunan Ilahi, Tafsir Surah al Fatihah
(Jakarta: Untagama, 1998)
109
M. Quraisy Shihab, Pengantin al Qur`an: Kalung Permata buat Anak-
anakku, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. xi
66
kumpulan makalah cendekiawan yang diterbitkan oleh penerbit
Mizan. Ketika langkah dimulai, segera terasa bahwa proses
menghimpun dan menseleksi makalah makalah dan ceramah
ceramah yang disampaikan dalam rentang waktu 1975 tidak
semudah yang dibayangkan. Apalagi ketika kemudian
diputuskan bahwa sebagian tulisan tulisan tersebut membutuhkan
penyempurnaan, seperti catatan kaki yang kurang lengkap,
belum tercatat sama sekali, atau harus dirujuk ulang. Selain itu,
gaya bahasa materi ceramah ceramah masih dalam bentuk bahasa
lisan. Berkat ketekunan, kemauan, dan kerjasama dari penerbit
Mizan, pada akhirnya kesulitan kesulitan tersebut dapat diatasi
sehingga terbitlah buku ini.
67
mendapat bimbingan cahaya Ilahi. Dari sinilah, lentera
dibutuhkan bagi hati manusia.110
110
Muhammad Quraisy Shihab, Lentera al Qur`an: Kisah dan Hikmah
Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2008), h.7
111
Howard M. Federspiel, Kajian al Qur`an di Indonesia: Dari Mahmud
Yunus hingga Quraisy Shihab,… h. 296
68
penafsiran yang dikembangkan kitab ini menitikberatkan
penjelasan ayat ayat al Qur`an pada segi segi ketelitian
redaksionalnya, penyusunan ayat ayatnya dalam suatu redaksi
yang indah dengan penonjolan tujuan utama turunnyaal-Qur`an
yakni membawa petunjuk dalam kehidupan, kemudian
merangkaikan pengertian ayat tersebut dengan hukum hukum
alam yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dunia.
Dengan tafsirnya ini, Syaikh Muhammad Abduh dan Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha merupakan tokoh utama corak
penafsiran ini serta yang berjasa meletakkan dasar dasarnya.
Selanjutnya perkembangan corak penafsiran ini dilanjutkan oleh
ulama ulama lain, terutama Muhammad Mustafa al Maraghi.
112
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 38
69
Buku ini sebagian besar merupakan kumpulan makalah
yang disajikan Muhammad Quraisy Shihab dalam ―pengajian
istiqlal untuk para eksekutif‖. Pengajian yang dilaksanakan
sebulan sekali itu dirancang untuk diikuti oleh para pejabat, baik
yang berasal dari kalangan pemerintah maupun swasta.
Mengingat tujuan pengajian seperti yang dikemukakan di atas
dan menyadari pula kesibukan para pejabat yang tentunya tidak
memiliki cukup waktu untuk menerima aneka informasi tentang
berbagai disiplin ilmu keislaman, maka dipilihlah al-Qur`an
sebagai subyek kajian. Alasannya, karena kitab suci ini
merupakan sumber utama ajaran islam yang telah melahirkan
sekian banyak disiplin ilmu keislaman, sekaligus menjadi
rujukan untuk penetapan bahkan pembenaran sekian rincian
ajaran.113
113
Muhammad Quraisy Shihab, Wawasan al-Qur`an, (Bandung: Mizan,
1996), h. xi
70
Qur`an. Setiap saran tersebut disampaikan, Muhammad Quraisy
Shihab selalu menyambutnya dengan berkata: ‖Insya Allah pada
waktunya akan saya penuhi‖. Sebelumnya Muhammad Quraisy
Shihab maju mundur untuk menyelesaikan penulisan buku ini.
114
Muhammad Quraisy Shihab, Menabur Pesan Ilahi, (Ciputat: Lentera
Hati, 2006), h. xi
71
mahasiswa di Boston agar berbicara tentang pandangan islam
menyangkut makhluk halus, khususnya jin dan setan.115
10. Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami al-Qur`an (Tangerang: Lentera Hati,
2013)
Dalam buku ini, Muhammad Quraisy Shihab mengajak
peminat studi al-Qur`an di lembaga lembaga pendidikan agar
meninjau kembali cara dan penekanan dalam mengajarkan al-
Qur`an. Yakni, agar menekankan pada kaidah kaidah tafsir,
karena dengan penguasaan kaidah kaidah itu, peminat studi al-
Qur`an—dengan bantuan Allah—akan dapat memperoleh
bimbingan melalui kaidah kaidah itu saat menemukannya pada
ayat ayat serupa, walau tidak dipelajari dalam kelas.116
D. Tafsir Al-Mishbah
115
M. Quraisy Shihab, Yang tersembunyi: Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat
dalam al Qur`an – as-Sunnah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 1
116
M. Quraisy Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan aturan yang
Patut Anda Ketahui dalam Memahami al-Qur`an (Tangerang: Lentera Hati, 2013),
h. 3
117
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al Qur`an; Mengungkap
Tradisi Tafsir Nusantara: Tinjauan Kritis terhadap Konsep dan Penerapan
Munasabah dalam Tafsir al Mishbah,… h. 181
72
Tafsir al-Mishbah merupakan karya Muhammad Quraisy
Shihab yang paling monumental. Tafsir yang terdiri dari 15
volume ini ditulis dalam waktu empat tahun, dari tahun 2000
sampai dengan tahun 2004. Penerbitan tafsir ini memperkokoh
kedudukan pengarangnya sebagai tokoh tafsir terkemuka di
Indonesia, bahkan sampai Asia Tenggara. Keputusan pengarang
dalam memilih kata al-Mishbah untuk menamai kitab tafsirnya
bisa ditelusuri dalam kata pengantar karya tersebut. Di sana
ditemukan penjelasan mengenai arti dari kata al-Mishbah, yaitu
lampu, pelita, lentera atau benda lain yang berfungsi serupa,
yang intinya adalah memberi penerangan bagi mereka yang
berada dalam kegelapan. Dengan memberikan nama ini,
Muhammad Quraisy Shihab berharap dapat memberikan
penerangan kepada siapa saja yang sedang mencari petunjuk dan
pedoman hidup, terutama mereka yang mengalami kesulitan
dalam memahami makna Al-Qur`an secara langsung karena
kendala bahasa. 118
73
yang menggurita dan kurang dipromosikan, maka praktis
penyebaran dan penjualannya menjadi terbatas. Akhirnya
Muhammad Quraisy Shihab meemutuskan untuk tidak
melanjutkan upaya itu. 119
119
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 27
120
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 28
74
Shihab juga melihat terdapat lapisan ummat yang memiliki
ketertarikan luar biasa terhadap makna makna al-Qur`an.
Namun yang menjadi persoalan adalah kalangan yang
disebut terakhir tidak siap dengan bekal bekal ilmu
pendukung yang menjadi prasyarat agar bisa menyelami
makna makna al-Qur`an guna memahami pesan-pesannya.
Dalam kondisi demikian itu, orang orang tersebut
dihadapkan pada dua hal. Pertama, mereka tidak memiliki
waktu yang cukup untuk terlebih dahulu membekali diri
dengan ilmu ilmu pendukung guna memahami al-Qur`an
secara langsung. Kedua, buku buku rujukan yang memadai
dari segi cakupan informasi, kejelasan dan bahasa yang tidak
bertele tele mengenai al-Qur`an terhitung masih sangat
langka. 121
121
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 28
75
dengan harapan bisa menjadi penerang bagi mereka yang
mencari petunjuk dan pedoman hidup. 122
2. Corak Penafsiran
122
Muhammad Quraisy Shihab, Tafsir al Mishbah,(Ciputat: Lentera Hati,
2000), h. viii
123
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 29
124
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al Qur`an; Mengungkap
Tradisi Tafsir Nusantara: Tinjauan Kritis terhadap Konsep dan Penerapan
Munasabah dalam Tafsir al Mishbah,… h. 190
76
(munasabah) antar seluruh ayat ayat al Qur`an, hubungan
satu ayat dengan ayat sebelumnya sebagaimana tertulis
dalam mushaf, latar belakang, illat, dan motif ditetapkannya
suatu petunjuk. Dengan demikian hasil penafsiran yang
diperoleh tidak bersifat parsial, tapi bersifat menyeluruh dan
utuh. Muhammad Quraisy Shihab mengatakan bahwa dalam
konteks mengenalkan al Qur`an pada Tafsir al-Mishbah ia
berusaha menghidangkan bahasa setiap surat pada apa yang
dinamakan tujuan surah atau tema pokok surat. 125
77
serta pandangan pandangan mereka sungguh banyak penulis
nukil, khususnya pandangan pakar tafsir Ibrahim Ibn `Umar
al-Biqa`i (w. 885 H/1480 M) yang karya tafsirnya ketika
masih berbentuk manuskrip menjadi bahan disertasi penulis di
Universitas al-Azhar, Kairo, dua puluh tahun yang lalu.
Demikian juga karya tafsir Pemimpin tertinggi Al-Azhar
dewasa ini, Sayyid Muhammad Thanthawi, juga Syaikh
Mutawalli asy-Sya`rawi, dan tidak ketinggalan Sayyid
Quthub, Muhammad Thahir Ibn Asyur, Sayyid Muhammad
Husein Thabathaba`i, serta beberapa pakar tafsir yang lain.126
3. Sistematika Penafsiran
126
Muhammad Quraisy Shihab, Tafsir al Mishbah: pesan, kesan dan
keserasian al-Qur`an, (Ciputat: Lentera Hati, 2002), h. xvii
127
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al Qur`an; Mengungkap
Tradisi Tafsir Nusantara: Tinjauan Kritis terhadap Konsep dan Penerapan
Munasabah dalam Tafsir al Mishbah,… h. 181
78
a. Dimulai dengan penjelasan surat secara umum
b. Pengelompokan ayat sesuai tema tema tertentu lalu
diikuti dengan terjemahannya
c. Menguraikan kosakata yang dianggap perlu dalam
penafsiran makna ayat
d. Penyisipan kata penjelas sebagai penjelasan makna
atau sisipan tersebut merupakan bagian dari kata
atau kalimat yang digunakan al-Qur`an
e. Ayat al-Qur`an dan Sunnah Nabi saw. Yang
dijadikan penguat atau bagian dari tafsirnya hanya
ditulis terjemahannya saja
f. Menjelaskan munasabah antara ayat ayat al-
Qur`an. 128
4. Metode Penafsiran
128
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 31
79
menurut para pakar, setiap surat ada tema pokoknya.
Pada tema itu berkisar uraian ayat ayatnya. Jika kita
mampu memperkenalkan tema tema pokok itu, maka
secara umum kita dapat memperkenalkan tema tema
pokok itu, maka secara umum kita dapat
memperkenalkan pesan utama setiap surah, dan
dengan memperkenalkan ke 114 surah, kitab suci ini
akan dikenal lebih dekat dan mudah.129
129
Muhammad Quraisy Shihab, Tafsir al Mishbah: pesan, kesan dan
keserasian al-Qur`an…, h. xvii
80
BAB IV
130
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 43
131
H. Sa`adi, Nilai Kesehatan Mental Islam dalam Kebutuhan Kawruh
Jiwa Suryomentaram, (Jakarta: Kemenag RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang
Lektur Keagamaan, 2010), h.97
81
132
kesucian nafs-nya dan jangan sekali-kali mengotorinya,
sebagaimana yang disebutkan dalam surat asy-Syams/91:9-10
berikut:
“32. Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani
Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang
132
H. Sa`adi, Nilai Kesehatan Mental Islam dalam Kebutuhan Kawruh
Jiwa Suryomentaram, h.97
133
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 46
82
manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka
seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka
rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan
yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu
sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan
dimuka bumi”(QS. Al-Maidah [5]: 32)
“54. Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan
sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang
telah kamu kerjakan”(QS. Yasin [36]: 54)
Dalam surat Yasin diisyaratkan yakni bahwa di
samping manusia hidup di alam dunia, ada dunia lain, yakni
alam akhirat di mana manusia nanti harus
mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukan selama
di dunia. Jadi totalitas manusia menurut al-Qur`an bukan
hanya bermakna manusia sebagai makhluk dunia, tetapi juga
sebagai makhluk akhirat, yakni manusia yang juga harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya nanti di alam
akhirat. 134
Menurut al-Qur`an, di alam akhirat nanti, nafs akan
dipertemukan dengan badannya. Sebagaimana ayat berikut
ini:
134
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 46
83
“7. dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh)”(QS.
At-Takwir [81]: 7)
Tafsir Al-Maraghi mengartikan kalimat zuwwijat yaitu
dipertemukannya dengan badannya/jasadnya. Penafsiran ini
menunjukkan pada ayat lain yang mengisyaratkan bahwa di
alam akhirat manusia juga memiliki anggota badan.
Sebagaimana ayat berikut:
“11. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila
84
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka
tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia”(QS. Ar-Ra`ad [13]: 11)
Sebagai wadah, nafs dapat menampung hal-hal yang
baik maupun yang buruk seperti pada surat Asy-Syams/91:7-8
85
cendrung kepada hal-hal yang baik, sebaliknya, jika kualitas
nafs tersebut rendah, maka perbuatannya cenderung kepada
hal-hal yang buruk. 135
1. Nafs Ammarah
135
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 53
136
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 86
86
pembebasanku dari kesalahan sekadar untuk pembersihan
namaku, karena sesungguhnya salah satu jenis nafsu manusia
adalah nafsu yang selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali
pada waktu dirahmati oleh Tuhanku dengan menghalanginya
menyuruh; atau kecuali dengan melindungi seseorang
sehingga Allah swt. menghalangi nafsunya; atau kecuali jenis
jenis nafsu yang dirahmati Allah sehingga nafsu itu tidak
memerintahkan kepada kejahatan. Sesungguhnya Tuhanku
yang selalu berbuat baik kepadaku Maha Pengampun atas
segala dosa lagi Maha Penyayang bagi siapa yang
dikehendaki-Nya.‖ Demikian al-Biqa`i137
137
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an Vol 6,(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 481
138
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an, h. 481
87
orang orang yang benar, dan mengakui pula bahwa aku tidak
mengkhianatinya di belakangnya, tetapi, kendati semua itu,
aku tidak akan membebaskan diriku atau menyucikannya dari
kecendrungan dan hawa nafsu serta upaya menuduhnya
dengan tuduhan yang tidak benar. Akulah yang
menyampaikan kepada suamiku pada saat aku terperanjat
(bertemu di pintu) dan ketika emosi aku memuncak bahwa,
apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud buruk
terhadap istrimu, selain dipenjarakan atau siksa yang pedih?
Sebenarnya tidak ada yang mendorong aku mengucapkannya
kecuali hawa nafsu dan syahwat aku. Sesungguhnya nafsu
manusia sangat banyak mendorong pemiliknya kepada
keburukan kecuali jiwa yang dirahmati Allah dan dipelihara
dari ketergelinciran dan penyimpangan seperti halnya jiwa
Yusuf.‖ Demikian Thanthawi. 139
139
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an, h. 482
88
mengingat Allah dan jauh dari segala pelanggaran dan dosa.
140
140
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an, h. 482
141
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 88
142
Amr Khaled, Buku Pintar Akhlak terj. Fauzi Faisal Bahreisy, (Jakarta:
Zaman, 2010), h. 346
89
Al-Qur`an secara tersirat banyak menjelaskan tentang
karakteristik buruk dari nafs yang tergolong dalam Nafs
Ammarah. Secara umum nafs ammarah itu memiliki
kecendrungan kepada semua hal yang buruk. Dan secara rinci,
Al Qur`an menyebutkan jenis kecendrungan buruk tersebut,
yaitu, zalim, culas, sombong, hasad, kikir, dan kecendrungan
berbuat dosa. 143
a. Zalim
143
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 89
90
Sampai suatu saat mereka menyesali diri ketika melihat
siksaan di alam akhirat. 144
b. Culas
c. Sombong
144
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 99
145
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 101
91
sosial lebih rendah darinya. Kesombongan jenis inilah
yang dimiliki oleh Fir`aun.
d. Hasad (Dengki)
92
Dalam bahasa Arab, Hasad artinya seseorang
menginginkan hilangnya kesenangan yang dimiliki orang
lain dan berusaha memindahkannya kepada dirinya.
Sebagaimana firman Allah berikut ini:
e. Kikir
146
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 90
93
kepada orang lain sampai pada barang barang yang sudah
tidak dibutuhkannya147.
147
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 108
148
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 95
94
yang belum terbayangkan. Habil yang diancam akan
dibunuh, menurut ayat ayat itu mengingatkan kapada
Qabil bahwa membunuh itu perbuatan dosa yang dilaramg
Tuhan, tetapi Qabil lebih mematuhi nafs-nya yang iri dan
dengki sehingga iamemandang perbuatan membunuh itu
sebagai perbuatan yang mudah, dan dengan tanpa ragu-
ragu ia membunuh saudaranya. Sosok kejiwaan Habil
adalah orang yang berusaha mengendalikan nafs-nya
dengan memperhatikan petunjuk Tuhan, sementara Qabil
adalah orang yang tunduk kepada dorongan hawa
nafsunya tanpa memikirkan akibat dari perbuatan dosanya
dan mempedulikan larangan-Nya. 149
2. Nafs Lawwamah
149
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 95
95
ada juga yang memahami sebagai menafikan kata yang
tersirat dalam benak. Seakan akan menyatakan: Tidak! Bukan
seperti apa yang kamu duga. Aku bersumpah demi hari
Kiamat. 150
150
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an Vol 14, h. 624
151
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an volume 14, h. 624
96
walaupun telah berupaya untuk selalu berbuat baik—masih
juga akan menyesal di hari Kemudian bila saatnya nanti ia
merasa bahwa ketika hidup di dunia ada peluang baginya
untuk menambah kebajikan, tetapi ia tidak menggunakan
peluang tersebut. 152
152
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an volume 14, h. 624
153
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 77
97
sesuatu yang besar dan perlu ditonjolkan dengan
menggunakan uslub qasam. Dengan demikian diantara
keduanya terdapat munasabah dari segi makna. Nafs
lawwamah dipandang sesuatu yang besar oleh para mufassir
karena nafs itu memiliki keunikan dan keajaiban. Nafs
selamanya menarik dan memperdaya manusia ketika akan
melaksanakan sesuatu yang akan diembannya. 154
lam qasam dan ََّٓل yang kedua sebagai lam nafiy. Dengan
154
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 77
155
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 77
98
pendurhaka berlalu tanpa pernah mengecam dan menyesali
dirinya)‖. 156
99
atas apa yang dilakukan atau tidak merasa terganggu atas
perbuatan bodohnya. 159
3. Nafs Muthmainnah
159
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 76
160
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an Vol 15, h. 299
100
Az-Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf
menyebutkan bahwa makna nafs pada ayat diatas dalam arti
orang mukmin yang jiwanya telah mencapai martabat
muthmainnah. Al-Maraghi menafsirkan bahwa nafs yang
dimaksud yakni nafs yang sudah mencapai tingkat yakin
kepada kebenaran dan sudah tidak tergoyahkan lagi oleh
syahwat dan kesenangan belaka.161 Sementara Ulama
memahami nafs muthmainnah dalam arti jiwa yang tenang,
yakni akan wujud Allah atau janji-Nya, disertai dengan
keikhlasan dalam beramal. 162
161
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 79
162
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an Vol 15, h. 299
163
Amr Khaled, Buku Pintar Akhlak, h. 347
101
Orang orang yang sudah mencapai tingkatan ini,
ketika dilanda akan masalah dan ujian maka ia akan tetap
tenang serta ridho tanpa menyalahkan takdir yang Allah
berikan kepadanya. Karena orang yang sudah mencapai
tingkatan ini meyakini bahwa hanya dengan mengingat Allah
maka hati menjadi tenang. Sebagaimana Firman Allah
berikut:
102
yang dialami oleh pengikut-pengikut Nabi Isa a.s.
164
164
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 83
165
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 83
103
c. Hatinya tenang dan tentram karena selalu
mengingat Allah (QS. Ar-Ra`ad [13]: 28)
104
terhindar dari segala himpitan maupun problematika
hidup.166
166
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 338
167
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 338
105
2. Terapi melalui Puasa
168
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 344
169
Khairunnas Rajab, Psikologi Agama, (Jakarta: Lentera Ilmu Cendikia,
2014), h. 85
106
mengetahuinya kecuali Allah SWT. Sehingga puasa
mempunyai pahala yang sangat besar dan ganjaran
yang sangat melimpah, karena ia merupakan
pendekatan kepada Allah SWT dalam mencari ridho-
Nya.170
107
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram” (QS. Ar`Ra`ad [13]: 28)
4. Istiqomah
108
Diperintahkan Allah untuk tetap istiqomah.
Sebagaimana Allah SWT berfirman:
172
Musthafa Dieb Al-Bugha Muhyiddin Mistu, Menyelami Makna 40
Hadits Rasulullah SAW, (Jakarta: Al-I`tishom, 2003), h. 163-164
109
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
111
DAFTAR PUSTAKA
112
Said, Hasani Ahmad, Diskursus Munasabah al Qur`an; Mengungkap
Tradisi Tafsir …....Nusantara: Tinjauan Kritis terhadap
Konsep dan Penerapan Munasabah dalam.Tafsir al Mishbah,
Jakarta: Lectura Press, 2014
Shaleh, Abdul Rahman Psikologi: suatu pengantar dalam Perspektif
Islam, Jakarta:.Kencana Prenada Media Grup, 2008
Shihab, M. Quraisy Yang tersembunyi: Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat
dalam al Qur`an – as-Sunnah, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Shihab, M. Quraisy, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan aturan
yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami al-Qur`an
,Tangerang: Lentera Hati, 2013
Shihab, M. Quraisy, Mahkota Tuntunan Ilahi, Tafsir Surah al
Fatihah, Jakarta: Untagama, 1998
Shihab, M. Quraisy, Pengantin al Qur`an: Kalung Permata buat
Anak-anakku, Jakarta: .Lentera Hati, 2007
Shihab, Muhammad Quraisy Lentera al Qur`an: Kisah dan Hikmah
Kehidupan, Bandung: Mizan, 2008
Shihab, Muhammad Quraisy, Membunikan al Qur`an: Fungsi dan
Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan,
1994
Shihab, Muhammad Quraisy, Menabur Pesan Ilahi, Ciputat: Lentera
Hati, 2006
Shihab, Muhammad Quraisy, Tafsir al Misbah, Ciputat: Lentera Hati,
2000
Shihab, Muhammad Quraisy, Tafsir al Misbah: pesan, kesan dan
keserasian al-Qur`an,.Ciputat: Lentera Hati, 2002
Shihab, Muhammad Quraisy, Wawasan al-Qur`an, Bandung: Mizan,
1996
113
Sobur, Alex, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, Bandung:
Pustaka Setia, 2003
Thaufan, Ali, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, Ciputat: Rabbani
Press, 2015
Usman, Muhammad Idris, ―Kajian Terhadap Pemikiran Tentang
Jiwa (al Nafs) dan …….Emanasi dalam Filsafat Islam Serta
Hubungannya dengan Pandangan Sains.Modern”, dalam
Jurnal al Fikr, Vol. 17, No. 3, Tahun 2013
114