Anda di halaman 1dari 131

Problematika Jiwa dalam Kajian Tafsir al-Mishbah

(Pemahaman Ayat Tentang Jiwa)

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ag)

Oleh:
Husnurroyyan M
NIM. 13210517

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN


INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)
JAKARTA
1438 H/ 2017 M
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Problematika Jiwa dalam Kajian Tafsir al-Mishbah


(Pemahaman Ayat Tentang Jiwa)” yang disusun oleh Husnurroyyan M
dengan Nomor Induk Mahasiswa 13210517 telah melalui proses bimbingan
dengan baik dan disetujui untuk diujikan pada sidang munaqosyah.

Jakarta, 10 Agustus 2017


Pembimbing,

Arison Sani, MA

i
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Problematika Jiwa dalam Kajian Tafsir al-Mishbah


(Pemahaman Ayat Tentang Jiwa)” oleh Husnurroyyan M NIM 13210517
telah diujikan pada sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu
Al-Qur`an (IIQ) Jakarta pada tanggal Agustus 2017. Skripsi ini diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Jakarta, 14 Agustus 2017


Dekan Fakultas Ushuluddin
Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta

Dra. Hj. Maria Ulfah, MA

Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Penguji I, Penguji II,

Pembimbing,

Arison Sani, MA

ii
PERNYATAAN PENULIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Husnurroyyan M
NIM : 13210517
Tempat/ Tgl. Lahir : Jayapura, 16 Januari 1996

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul“Problematika Jiwa dalam Kajian


Tafsir al-Mishbah (Pemahaman Ayat Tentang Jiwa)” adalah benar-benar
asli karya saya kecuali kutipan-kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan
dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab
saya.

Jakarta, 14 Agustus 2017

Husnurroyyan M

iii
PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang menjadi


motivator dalam hidupku Ibu (Widyati Robihatun S. Sy) dan Bapak (Mu`aili
S.S), sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terimakasih tiada terhingga, yang
sudah membesarkan, membimbing, serta mendidik dengan sejuta kasih
sayangnya. Terimakasih untuk setiap rangkaian do‟a yang selalu mengalir
tanpa henti, kesabaran yang tiada batas, dan tidak pernah lelah dalam
memberikan cinta yang tulus dan ikhlas sejak dini hingga saat ini. Rasanya
semua itu tak dapat terbalaskan hanya dengan selembar kertas yang berisi
kata cinta dan persembahan ini. Semoga ini menjadi langkah awal untuk
membuat bapak dan ibu bahagia, karna ku sadari, selama ini belum bisa
berbuat lebih. Untuk ibu dan bapak yang selalu membuatku termotivasi dan
selalu menasehatiku agar menjadi lebih baik lagi, semoga Allah swt. selalu
sayangi mamak dan bapak, diberkahi umurnya, serta diberikan kebahagiaan
dunia dan akhirat, amîn.
Untuk adik adikku yang sedang berjuang di medan jihad, Semoga
Allah permudah setiap langkah kalian dalam menuntut ilmu, terimakasih atas
untaian do`a, dukungan, candaan dan tawa yang membuatku semangat dalam
menjalani kehidupan hingga detik ini.

iv
MOTTO

“Kesukacitaan Indrawi tidak berharga jika dibandingkan dengan kenikmatan


merenungkan keindahan ilahi ”

(Al Ghazali)

v
KATA PENGANTAR

Bismillâhirahmânirrahîm…

Alḥamdulillāhi Rabbil ‘Ālamīn, segala puji kehadirat Allah


Subḥānahu wa Ta’ālā Tuhan seluruh alam, pencipta dan pemelihara
kehidupan dunia, dan hanya kepadaNya lah seluruh kehidupan akan kembali.
Pujian yang amat besar dan tak terhingga kepada Allah SWT, meski lisan ini
kering untuk memujiNya, tak akan sebanding dengan limpahan karunia dan
rahmat yang diberikanNya kepada kita. Shalawat serta salam kehadirat
Rasulullah Muhammad Ṣallallāhu ‘Alaihi wa Sallam, yang telah berjuang
dengan segenap jiwa dan raga menyampaikan risalah dan ajaran dari Allah
swt yaitu agama Islam. Tanpa kenal lelah dan putus asa beliau berusaha
menyelamatkan umat manusia di seluruh dunia dari kesesatan untuk menuju
jalan petunjuk dan penuh dengan kedamaian.
Penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah swt yang telah
melimpahkan karunia dan rahmatNya kepada peneliti sehingga mampu
menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Problematika Jiwa dalam
Kajian Tafsir al-Mishbah (Pemahaman Ayat Tentang Jiwa)”. Skripsi ini
berisi tentang penafsiran yang dilakukan oleh M. Quraish Shihab -seorang
mufasir Indonesia yang sangat peka terhadap kondisi kemasyarakatan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengemukakan pemahaman ayat
tentang jiwa menurut M. Quraish Shihab.
Kesuksesan penyusunan skripsi ini tentu tidak lepas dari dukungan,
dorongan, serta bantuan dari orang-orang penting di sekitar peneliti. Oleh
karena itu peneliti mengucapkan terima kasih dari lubuk hati yang terdalam
kepada:
1. Allah Subḥānahu wa Ta’ālā yang selalu ada untuk hambaNya dan tak
pernah membebani hambaNya kecuali sesuai dengan kemampuannya.

vi
2. Ibu Prof. Dr. Hj. Khuzaemah Tahido Yanggo, Lc, MA Ibunda kita
semua, Rektor Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.
3. Ibu Dr. Hj. Maria Ulfa, MA Dekan Fakultas Ushuluddin IIQ Jakarta,
atas kesediannya menyetujui judul penulis, juga merekomendasikan
dosen pembimbing yang kredibel.
4. Bapak Arison Sani, MA Dosen Pembimbing terbaik yang memberikan
semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi dengan baik,
terimakasih untuk nasehat yang diberikan, tidak bosan-bosan
mengingatkan penulis, baik hal yang berkaitan dengan teknis,
rangkaian kalimat bahkan dalam hal memahami sekalipun. Jazakallah,
pak.
5. Ibu Muthmainnah, Ibu Istiqomah, Kak A‟yuna, Ibu Mahmudah, Ibu
Atiqoh, dan Ibu Afidah. Selaku Instruktur tahfidz yang selalu jadi
inspirator juga selalu support penulis, sehingga penulis sampai di titik
ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin IIQ Jakarta yang telah
membagikan ilmunya pada penulis, sehingga penulis mampu
memahami banyak hal terkait ilmu-ilmu Al-Qur`an.
7. Seluruh Staf Fakultas yang telah membantu setiap tangga proses yang
penulis lalui.
8. Pimpinan dan Staf perpustakaan IIQ Jakarta, Perpustakaan Fakulats
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan umum UIN Syarif
Hidayatullah, Perpustakaan PSQ, dan perputakaan Iman Jama‟,
terimakasih atas diizinkannya penulis untuk mecari bahan yang
diperlukan dalam penyusunan skripsi.
9. Kedua orang tua tercinta yang senantiasa mendoakan, berjuang keras
dan memberi motivasi kepada penulis untuk terus berjuang

vii
menghadapi segala tantangan demi mencapai kesuksesan hidup dunia
dan akhirat.
10. Teman-teman IIQ angkatan 2013 terkhusus untuk teman-teman
Ushuluddin, atas kebersamaan dan supportnya selama masa
perkuliahan hingga sekarang.
11. Teman-teman Kahfi. terimakasih sudah membantu penulis menambah
pengalaman hidup yang baik, mendapatkan pelajaran sekaligus
menemukan keluarga di Jakarta.
Semoga Allah swt. senantiasa melimpahkan Rahmat dan Pahala-Nya
disetiap butir kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis.
Tak lupa penulis ucapkan permohonan maaf kepada seluruh pembaca
jika terdapat kesalahan dalam penulisan maupun penyusunan skipsi ini.
penulis menyadari, masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Kesempurnaan hanya milik Allah swt dan kekurangan ada pada diri
penulis.
Harapan penulis, semoga skripsi ini mampu memberikan kontribusi
positif di dunia akademis, serta memberikan pemahaman baru pada
masyarakat. Dan semoga Allah swt senantiasa meridhoi setiap langkah kita.
amin

Jakarta, 14 Agustus 2017

Husnurroyyan M

viii
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
PERNYATAAN PENULIS .......................................................................... iii
PERSEMBAHAN ......................................................................................... iv
MOTTO .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................................. ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. xii
ABSTRAKSI ................................................................................................ xv
BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah…………………………………………1


B. Identifikasi Masalah…………………………………............... 11
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………... 12
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………….. 13
E. Tinjauan Pustaka……………………………………................ 14
F. Metodologi Penelitian…………………………..….................. 17
G. Teknik dan Sistematika Penulis………………………………. 19

BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI JIWA (NAFS) DALAM


AL QUR`AN

A. Pengertian Jiwa (Nafs) dalam Al Qur`an…………………… 21


B. Klasifikasi Ayat Ayat al Qur`an tentang 3 Jenis Jiwa (Nafs)
dan Penafsirannya……………………….………………….. 27

ix
C. Mengatasi Problematika Jiwa yang Sesuai dengan Nafs
Muthmainnah……………………………………………………... .43

BAB III: MENGENAL M. QURAISY SHIHAB DAN TAFSIRNYA

A. Biografi M. Quraisy Shihab……………………................. 55


B. Latar Belakang Karir dan Pengabdian……………………. 63
C. Karya-karya Intelektual…………………………............... 65
D. Tafsir Al Mishbah………………………………………........... 72
1. Motivasi penulisan Tafsir al Mishbah……………...…...... 73
2. Corak Penafsiran……………………………………….... 76
3. Sistematika Penafsiran……………………………........... 78
4. Metode Penafsiran………………………………………. 79

BAB IV: PEMAHAMAN AYAT DAN PENAFSIRAN QURAISY


SHIHAB TERHADAP 3 JENIS JIWA (NAFS) DALAM AL QUR`AN

A. Pemahaman tentang Jiwa (Nafs) Secara Umum dalam Al-


Qur`an………………………………………………………. 81
B. Telaah Penafsiran dan pemahaman M. Quraisy Shihab
terhadap 3 Jenis Jiwa (Nafs) dalam Tafsir al Misbah…........ 86
C. Urgensi Nafs Muthmainnah dalam Kehidupan Manusia
dalam Meningkatkan Ketakwaan....................................... 104

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………....110
B. Saran…………………………………………………….…...…..111
DAFTAR PUSTAKA………………………………………….…….....112

x
PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Konsonan
Huruf Huruf Keterangan
Nama
Arab Latin
‫أ‬ Alif - Tidak dilambangkan

‫ة‬ bā` b Huruf “be”

‫ث‬ tā` t Huruf “te”

‫ث‬ tsā` ts Huruf “te” dan “es”

‫ج‬ Jim j Huruf je

‫ح‬ hā` h Huruf “ha” dengan garis bawah

‫خ‬ khā` kh Huruf “ka” dan “ha”

‫د‬ Dal d Huruf “de”

‫ذ‬ Dzal dz Huruf “de” dan “zet”

‫ز‬ rā` r Huruf “er”

‫ش‬ Zai z Huruf “zet”

‫س‬ Sin s Huruf “es”

‫ش‬ Syin sy Huruf “es” dan “ye”

‫ص‬ Shād Sh Huruf “es” dan “ha”

‫ض‬ Dhād Dh Huruf “de” dan “ha”

‫ط‬ thā` Th Huruf “te” dan “ha”

‫ظ‬ zhā` Zh Huruf “zet” dan “ha”

xi
Koma terbalik di atas hadap
‫ع‬ „ain „ kanan

‫غ‬ Ghain Gh Huruf “ge” dan “ha”

‫ف‬ fā` F Huruf “ef”

‫ق‬ Qāf Q Huruf “qi”

‫ك‬ Kāf K Huruf “ka”

‫ل‬ Lām L Huruf “el”

‫و‬ Mim M Huruf “em”

‫ن‬ Nun N Huruf “en”

‫و‬ wāwu W Huruf “we”

‫ھ‬ hā` H Huruf “ha”

‫ء‬ hamzah ` Apostrof

‫ي‬ yā` Y Huruf “ye”

B. Vokal
 Vokal Tunggal
Tanda Vocal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin
__َ__ A Harakat Fathah

__ِ__ I Harakat Kasrah

__ُ__ U Harakat Dhammah

 Vokal Panjang

xii
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin
Huruf “a” dengan topi di
‫____ ا‬
َ ȃ atas

Huruf “i” dengan topi di


‫____ ي‬
ِ Î atas

Huruf “u” dengan topi di


‫____ و‬
ُ Û atas

 Vokal Rangkap
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
Arab Latin
‫__َ__ ي‬ Ai Huruf “a” dan “i”

‫__َ__ و‬ Au Huruf “a” dan “u”

C. Kata Sandang
1) Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (‫ )ال‬qamariyyah
ditransliterasi sesuai dengan bunyinya. Contohnya:
‫انبقسة‬: al-Baqarah ‫انمديىت‬: al-Madînah
2) Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (‫ )ال‬syamsiyyah
ditransliterasi sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
sesuai bunyinya. Contoh:

‫ انسجم‬: ar-rajul ‫انسيّدة‬ : as-Sayyidah


‫ انشمس‬: asy-syams ‫ اندازمى‬: ad-Dȃrimî
3) Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan dengan
lambang (_ّ_), sedangkan untuk alih aksara dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd.
Aturan ini berlaku umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata,

xiii
di akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti
oleh huruf-huruf syamsiyyah. Contoh:
ِ‫ أ َمىَّب بِبلل‬: Âmannȃ billȃhi ‫سفَ َهبء‬
ُّ ‫ أ َمهَ ان‬: Âmana as-Sufahȃ’u
َ‫ إِ َّن انَّ ِريْه‬: Inna al-ladzîna
ِ‫انسكَع‬
ُّ ‫َو‬ : wa ar-rukka’i
4) Ta Marbuthah (‫ )ة‬apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata
sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf
“h”. Contoh:
‫األ َ ْف ِئدَ ِة‬ : al-Af`idah
‫اإلس ََْل ِميَّت‬
ِ ‫بمعَت‬
ِ ‫ ان َج‬: al-Jȃmi’ah al-Islȃmiyyah
Sedangkan ta marbuthah yang diikuti atau disambungkan (di-
washal) dengan kata benda (isim), maka dialih aksarakan menjadi
huruf “t”. Contoh:
ٌ‫َبص َبت‬
ِ ‫بمهتٌ و‬
ِ ‫ َع‬:’Âmilatun Nashibah
‫ اٱليَت انكب ْٰسى‬: al-Âyat al-Kubrȃ

xiv
ABSTRAKSI

Husnurroyyan M (13210517)
Problematika Jiwa dalam Kajian Tafsir al-Mishbah (Pemahaman Ayat
Tentang Jiwa)”
Ide penulisan skripsi ini muncul ketika menghadapi problematika
kebanyakan remaja masih terombang-ambing dalam mengetahui dirinya.
Banyak di antaranya memiliki problematika dalam jiwa sehingga masih
memenangkan nafs ammarah daripada nafs muthmainnah.
Kualitas nafs yang paling tinggi adalah nafs yang sudah sampai pada
tingkat yang dipanggil oleh Tuhan untuk kembali kepada-Nya dengan
ketenangan, kebahagiaan dan keridhoan (nafs muthmainnah), selanjutnya
yaitu nafs yang menyesali diri karena kurang menggunakan peluang (nafs
lawwamah), Sedangkan nafs kualitas yang paling rendah ditandai dengan
sifat sifat yang tercela (nafs ammarah).
Pada skripsi ini, terdapat dua pokok permasalahan. Pertama,
Penafsiran dan pemahaman M. Quraisy Shihab tentang 3 jenis jiwa (nafs) di
dalam kitab Tafsir al Misbah. Kedua, Mengatasi problematika dalam jiwa
manusia untuk membentuk karakter yang sesuai dengan nafs muthmainnah
yang disebutkan dalam al Qur`an..
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan jenis
penelitian kepustakaan (library research), karena yang menjadi sumber
penelitian adalah data-data tertulis yang relevan dengan topik yang akan
dibahas. Library research adalah teknik penelitian dengan cara
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan berbagai macam materi
yang terdapat dalam kepustakaan. Penelitian ini bersifat literal murni dengan
metode deskriptif yaitu menghimpun sejumlah ayat yang sama-sama
membicarakan satu masalah tertentu. Penerapan metode ini adalah
pemaparan penafsiran dan pemahaman ayat tentang 3 jenis jiwa (nafs) di
dalam kitab Tafsir al Mishbah serta bagaimana mengatasi konflik dalam jiwa
manusia untuk membentuk karakter yang sesuai dengan nafs muthmainnah
yang disebutkan dalam Al Qur`an. Adapun teknik analisis yang digunkan
adalah deskriptif-analisis.
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, penulis
menemukan 140 ayat mengenai nafs (jiwa) dalam Al Qur`an. Penulis
membatasi ayat tentang tiga jenis nafs (jiwa) dan penafsirannya pada surah
Yusuf ayat 53 yang membahas tentang nafs ammarah, Surah al Qiyamah
ayat 1-2 yang membahas tentang nafs lawwamah, dan surah al Fajr ayat 27-
30 yang membahas tentang nafs muthmainnah.
Penelitian ini menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki
problematika dalam dirinya, sehingga setiap manusia harus menjadi
pemimpin yang baik dalam mengarahkan jiwanya. Dalam Al-Qur`an

xv
disebutkan ada 3 jenis nafs yang ada dalam diri manusia yaitu nafs
ammarah, nafs lawwamah, dan nafs muthmainnah. Dalam penelitian ini
manusia diharapkan bisa memiliki kepribadian yang baik dan hati yang
tenang sesuai dengan nafs muthmainnah yang disebutkan dalam Al-Qur`an.

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sebagai disiplin ilmu, psikologi1 terbilang masih baru, yakni
muncul pada abad ke 19. Pencetus awal disiplin ilmu ini adalah
Wilhelm Wundt, yang kemudian digelari ‗Bapak Psikologi
Modern‘.2
Namun, sejatinya sejak sebelum masehi, beberapa pemikir
telah mengkaji hakekat jiwa manusia (Psikologi). Kajian tersebut
menyatu dengan kajian filsafat. Terdapat perbedaan mendasar
antara psikologi klasik dan modern, yakni konsep pemecahan
masalah. Pada masa psikologi klasik, pemecahan masalah dalam
psikologi bersifat filosofis. Sedangkan pada era modern seperti
saat ini, pemecahannya melalui pendekatan ilmiah.3
Perkembangan disiplin ilmu psikologi memunculkan berbagai
aliran. Menurut Rahman terdapat tiga aliran utama dalam disiplin
ilmu psikologi yaitu; pertama, aliran Psikoanalitis yang dimotori
oleh Sigmund Freud (1856-1939); kedua, aliran Behavioristik
yang dimotori Jhon Broadus Watson (1878-1958);serta ketiga,
aliran Humanistis yang terkenal dengan tokohnya, Abraham

1
Ilmu jiwa, ilmu yang menyelidiki keadaan jiwa orang berdasarkan cara
berfikir, bertindak, atau prilaku orang itu. Lihat J.S Badudu, Kamus Kata Kata
Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta; Penerbit Buku Kompas, 2003),
h.291
2
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, (Ciputat: Rabbani
Press, 2015), h .51
3
Usman Efandi-Juhana S. Praja, Pengantar Psikologi, (Bandung: CV
Angkasa, 2012), h. 19

1
Maslow (1908-1970). Adapun aliran Psikologi Islam – atau
psikologi agama – sedang dalam pertumbuhan.4
Konsep Ilmu psikologi menurut Utsman dan Juhaya
merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia
serta hubungannya dengan lingkungan sekitarnya atau
masyarakat.5 Sementara Robert S. Woodworth seperti yang
dikutip Alex Sobur, ilmu psikologi merupakan pengetahuan
terhdap tingkah laku manusia yang dikaitkan dengan lingkungan
sekitarnya.6 Sedangkan Arifin mendefinisikan psikologi sebagai
ilmu pengetahuan yang mempelajari dan menyelidiki serta
membahas secara ilmiah dengan beragam metode terkait kejiwaan
manusia dan hewan serta tingkah laku yang ditimbulkan dalam
hubungannya dengan keadaan sekitar.7
Menurut Zakiah (w. 2013), lapangan kajian psikologi agama
meliputi kesadaran seseorang dalam beragama (Religious
Caounsciousness) dan pengalaman keagamaan (Religious
Experience). Dalam kenyataannya, teramat sulit untuk
mengungkap pengalaman keagamaan seseorang. Tetapi hal
tersebut bukan alasan untuk tidak melakukan penelitian. Hal ini
dikarenakan pengalaman keagamaan dapat ditanyakan kepada
yang bersangkutan dan juga melakukan pengamatan (observasi).8

4
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi: suatu pengantar dalam Perspektif
Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2008), h. 11
5
Usman Efandi-Juhana S. Praja, Pengantar Psikologi, (Bandung: CV
Angkasa, 2012), h. 3
6
Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung:
Pustaka Setia, 2003), h. 32
7
Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniyah Manusia,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 22
8
Zakiyah Drajat, Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta: Bulan Bintang, 2010), h. 12

2
Pendapat Zakiyah di atas mengantarkan pada sebuah
kesimpulan bahwa teks teks keagamaan sangat berpengaruh pada
tingkat religiustas, kondisi jiwa dan implikasinya pada perilaku
seseorang. Menurut Yasemin El Menouar tingkat religiusitas
seseorang dapat tercermin melalui akivitas ritual keagamaan,
praktik keagamaan (frekuensi doa), pengalaman keagamaan dan
pengetahuan keagamaan.9
Konsep Al Qur`an tentang ilmu psikologi menurut Ustman
Najati, seorang ahli psikologi Islam merumuskan bahwa banyak
ayat yang menerangkan tentang hakikat manusia dan kejiwaan. Ia
mencoba menyelaraskan teori teori psikologi dengan pesan yang
tertera dalam al Qur`an. Di samping itu, ia juga memberikan kritik
atas psikologi modern yang memandang manusia layaknya hewan.
Lebih lanjut, bagi Najati psikologi modern telah mengabaikan
studi perilaku manusia yang sejatinya sangat penting. Ia
menyontohkan salah satu kajian penting yang terlupakan adalah
terkait pengaruh ibadah bagi perilaku manusia.10
Kajian mengenai jiwa manusia juga telah dilakukan oleh para
ulama muslim beberapa abad lalu. Akan tetapi kajian tentang jiwa
manusia tidak berdiri sendiri, tetapi menyatu pada kajian filsafat.
Teori teori tentang jiwa lahir dari buah pemikiran para filosof saat
itu. Beberapa filosof besar seperti al Kindi, al farabi dan Ibn Sina
telah mencurahkan pemikirannya tentang manusia dan jiwa.

9
Zakiyah Drajat, Ilmu Jiwa Agama, h. 54
10
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, h. 55

3
Pemikiran mereka hingga saat ini dijadikan pijakan pembahasan
psikologi agama, terutama oleh sarjana muslim.11
Pada perkembangannya, aliran psikologi agama juga
melahirkan banyak tokoh yang menggelutinya. Salah satu ahli
ilmu psikologi, William James menerangkan bahwa agama
memiliki posisi penting bagi kehidupan manusia. Agama bukan
sumber kesengsaraan pemeluknya. Tetapi agama membuat
umatnya meresakan suka cita dan ketentraman jiwa. Penyucian
jiwa manusia merupakan bagian integral dari ajaran sebuah
agama. Sejatinya, hal tersebut bermuara pada kebahagiaan bagi
para pemeluk agama.12
Perkembangan kajian psikologi agama menuntut adanya
metode penelitian yang komprehensif. Robert Thouless misalnya,
menyatakan bahwa psikologi agama merupakan penelitian untuk
melihat pemahaman seseorang terhadap prilaku keagamaan
dengan menggunakan prinsip dasar psikologi.13
Salah satu pakar ilmu psikologi agama di Indonesia, Zakiah
Drajat menjelaskan bahwa psikologi agama adalah ilmu yang
berupaya menelaah keberagaman seseorang serta mempelajari
pengaruh agama dalam prilaku sehari hari. Menurutnya, salah satu
yang menjadi ruang lingkup psikologi agama adalah mengungkap
pengaruh teks teks agama dalam prilaku keseharian seseorang
yang bersangkutan.14

11
Muhammad Idris Usman, ―Kajian Terhadap Pemikiran Tentang Jiwa
(al Nafs) dan Emanasi dalam Filsafat Islam Serta Hubungannya dengan
Pandangan Sains Modern”, dalam Jurnal al Fikr, Vol. 17, No. 3, Tahun 2013, h. 3
12
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, h. 53
13
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, h. 53
14
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, h. 53

4
Kemunculan kajian psikologi agama menginspirasi dan
mendorong para sarjana muslim untuk membahas kajian psikologi
islam. Rafi Sapuri kemudian mendefinisikan psikologi Islami
sebagai berikut: ―Psikologi Islami adalah pandangan Islam
terhadap ilmu psikologi modern dengan berbagai aspek . islam
dengan demikian hanya memberikan komentar dan penilaian
terhadap konsep konsep psikologi modern, baik dari segi tauhid
atau syariat.15
Sebagai disiplin ilmu, psikologi Islam tidak terpaku pada
kajian mengenai jiwa manusia. Tetapi secara filosofis, psikologi
Islam mencoba menggali lebih dalam arti dari hakekat jiwa
manusia yang sesungguhnya. Jiwa manusia adalah merupakan
sumber dari perilaku manusia. Itulah sebabnya psikologi Islam
memberi ruang yang luas bagi akal dan pikiran untuk berpikir,
serta bersikap. Tentu saja semua itu didasari kesadaran yang
bertanggung jawab pada nilai atau norma agama.16
Runtuhnya peradaban Yunani Romawi, memberi peluang
kepada pemikir pemikir Islam mengisi panggung sejarah. Melalui
gerakan penterjemahan dan kemudian komentar serta karya
orisinil yang dilakukan oleh para pemikir Islam terutama pada
masa daulah Abbasyiyah, esensi dari pemikiran Yunani diangkat
dan diperkaya, dan selanjutnya melalui peradaban Islamlah Barat
menemukan kembali kekayaan keilmuan yang telah hilang itu. Di
sayap lain para filusuf muslim juga terpengaruh oleh pemikiran
Yunani dalam membahas nafs dan roh sehingga kubu filsafat
islam diwakili oleh Ibn Rusyd, yang terlibat perdebatan akademik

15
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, h. 54
16
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, h. 54

5
berkepanjangan dengan al Ghazali dari kubu ilmu kalam dan
tasawuf. Dalam kurun waktu lebih dari tujuh abad, nafs dibahas di
dunia Islam dalam kajian yang bersifat sufistik dan falsafi. 17
Setelah dunia islam jatuh dalam cengkraman penjajahan Barat
dan selanjutnya berada di bahwah pengaruh budaya secular Barat,
banyak mahasiswa Muslim yang tergila gila terhadap semua aspek
peradaban yang datang dari Barat. Menurut Dr. Malik B. Badri,
ada tiga fase perkembangan sikap psikolog muslim terhadap
psikologi odern yang berasal dari Barat, yaitu (1) fase infantuasi,
(2) fase rekonsiliasi dan (3) fase emansipasi. Pada fase pertama
mahasiswa muslim tergila gila kepada teori psikologi dan
tekniknya yang memikat. Mereka mengikuti sepenuhnya teori
teori psikologi modern tanpa kritik. Pada fase kedua mereka sudah
mulai mencocok cocokan apa yang ada dalam teori psikologi
dangan apa yang ada dalam Al Qur`an. Mereka beranggapan
bahwa di antara keduanya tidak ada pertentangan. Pada fase
terakhir, mereka makin bersifat kritis terhadap pandangan
pandangan psikologi modern dan mengalihkan perhatiannya pada
al Qur`an, hadist dan khazanah khazanah klasik islam yang
ternyata juga membahas nafs dan manusia.
Sejak tahun lima puluhan, ada perkembangan yang menarik
seputar Psikologi Islam. Di Amerika muncul apa yang disebut
Gerakan Psikologi Islam di Amerika dan di Barat menurut Hasan
Langgulung, pada umumnya hanyalah satu bagian dari suatu
gerakan menyeluruh yang berusaha menentang dan menunjukkan
alternative lain terhadap konsepsi manusia. Harus diakui bahwa—

17
Ahmad Mubarok, Jiwa dalam Al Qur`an,(Jakarta Selatan: Paramadina,
2000), h. 262

6
terlepas dari pro-kontra psikologi modern sebagai ilmu secular—
ilmu psikologi seharusnya dilihat sebagai upaya manusia untuk
membuka rahasia Sunnatullah yang bekerja pada diri manusia
(ayat ayat nafsaaniyah) dalam arti menemukan berbagai asas,
unsur, proses, fungsi, dan hukum hukum di seputar kejiwaan
manusia.18
Kajian mengenai jiwa manusia juga telah dilakukan oleh para
ulama muslim beberapa abad lalu. Akan tetapi kajian tentang jiwa
manusia tidak berdiri sendiri, tetapi menyatu pada kajian filsafat.
Teori teori tentang jiwa lahir dari buah pemikiran para filosof saat
Kindi
itu. Beberapa filosof besar seperti al , al farabi dan Ibn Sina
telah mencurahkan pemikirannya tentang manusia dan jiwa.
Pemikiran mereka hingga saat ini dijadikan pijakan pembahasan
psikologi agama, terutama oleh sarjana muslim.19
Pada perkembangannya, aliran psikologi agama juga
melahirkan banyak tokoh yang menggelutinya. Salah satu ahli
ilmu psikologi, William James (w. 1910) menerangkan bahwa
agama memiliki posisi penting bagi kehidupan manusia. Agama
bukan sumber kesengsaraan pemeluknya. Tetapi agama membuat
umatnya meresakan suka cita dan ketentraman jiwa. Penyucian
jiwa manusia merupakan bagian integral dari ajaran sebuah
agama. Sejatinya, hal tersebut bermuara pada kebahagiaan bagi
para pemeluk agama.20
Dalam pribadi (jiwa) manusia terdapat sifat sifat binatang –
yang tercermin dalam kebutuhan biologis yang harus dipenuhi
18
Ahmad Mubarok, Jiwa dalam Al Qur`an, h. 263
19
Muhammad Idris Usman, ―Kajian Terhadap Pemikiran Tentang Jiwa
(al Nafs) dan Emanasi dalam Filsafat Islam Serta Hubungannya dengan
Pandangan Sains Modern”, dalam Jurnal al Fikr, Vol. 17, No. 3, Tahun 2013, h. 3
20
Ali Thaufan, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, h. 53

7
untuk menjaga kelestarian manusia –dan sifat sifat malaikat –yang
tercermin dalam kecendrungan roh untuk mengenal Tuhan,
beriman, beribadah, dan bertasbih kepada-Nya--. Sering sekali
terjadi konflik dari dua dimensi kepribadian manusia ini; kadang
kebutuhan biologis yang kuat, tetapi kadang kebutuhan rohani
yang kuat.21

            

            

 

“37. Adapun orang yang melampaui batas 38. dan lebih


mengutamakan kehidupan dunia 39. maka sesungguhnya
nerakalah tempat tinggal(nya) 40. Dan adapun orang-orang yang
takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya 41. maka sesungguhnya surgalah
tempat tinggal(nya)‖(Qs. An-Naaziat [79]: 37-41)
Ungkapan ―menahan diri dari keinginan hawa nafsu‖ artinya
adalah melawan gejolak jiwa yang cenderung mengikuti godaan
hidup duniawi yang jauh dari kehidupan lurus yang telah
ditetapkan Allah kepada hamba-Nya.

Orang yang kalah oleh hawa nafsu duniawi dan lupa kepada
Allah, tempat kembalinya adalah neraka Jahannnam, sedangkan
orang yang mampu melawan hawa nafsunya dan tetap taat kepada
Allah, tempat kembalinya adalah surga.

Al Qur`an mengqiyaskan konflik kepribadian dengan kisah


Qarun, seperti yang dinyatakan Allah kepada Qarun serta kepada

21
Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa Dalam Al Qur`an terj. Addys
Aldizar, Tohirin Supatra,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), h. 223

8
sebagian kaumnya (yang berharap memiliki banyak kekayaan).
Allah berfirman dalam al Qur`an:

         

           

79. Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam


kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki
kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti
apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-
benar mempunyai keberuntungan yang besar. 80. Berkatalah
orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah
bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang
beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu,
kecuali oleh orang-orang yang sabar"(QS. Al-Qashas [28]: 79)

Di dalam al Qur‘an terdapat tiga jenis nafs (jiwa), Dilihat dari


segi tingkatan manusia, terdapat tiga jenis nafs (jiwa), yang
pertama Nafs Ammarah bi su’, yaitu kepribadian tingkat terendah.
Ia dikuasai oleh hawa nafsu, yang kedua Nafs Lawwamah, yaitu
kepribadian tingkat menengah. Ia berusaha keras untuk tidak
melakukan perbuatan yang membuat Allah murka. Terkadang ia
merasa lemah dan jatuh dalam kesalahan, dan yang ketiga Nafs
Muthmainnah, yaitu kepribadian tingkat tertinggi (sempurna). Ia
selalu taat kepada Allah SWT, mampu mengekang hawa nafsu,
dan dapat menyeimbangkan antara tuntunan jasmani dan rohani.22

Sementara itu –setelah Al Qur`an turun sejak empat belas


abad yang lalu—Sigmud Freud, pencetus ilmu psikoanalitis,

22
Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa Dalam Al Qur`an terj. Addys
Aldizar, Tohirin Supatra, h.229

9
berpendapat bahwa jiwa terbagi menjadi tiga bagian, yakni ego,
super ego, dan id

Menurut Freud, ego adalah bagian dari jiwa yang


mengendalikan hawa nafsu. Ia senantiasa memenuhi sesuatu yang
ia kehendaki dan mengakhirkan hal hal yang dipandang dapat
diakhirkan serta membendung hal hal yang patut dibendung demi
menjaga prinsip realita atau dunia luar yang mengandung
aturan,nilai, dan ajaran keagamaan.

Super ego adalah bagian dari jiwa yang terbentuk dari


beberapa ajarang yang diperoleh dari orang tua, pendidik, dan nilai
nilai budaya setempat. Ia menjadi kekuatan jiwa intern yang
senantiasa mengawasi, mengkritik, dan mengancam kepribadian
dengan hukuman. Ini biasanya dikenal dengan hati sanubari. Freud
berpendapat bahwa super ego merupakan hal agung dalam tabiat
manusia. Dengan pemahaman seperti ini, super ego terlihat mirip
dengan nafsu lawwamah.

Menurut Freud, id adalah bagian dari jiwa yang mencakup


beberapa nafsu yang muncul dari tubuh. Ia senantiasa taat pada
prinsip kenikmatan dan selalu bertujuan memenuhi keinginannya
tanpa mempertimbangkan logika, etika, dan realita. Dengan arti
seperti ini, id terlihat mirip dengan nafsu ammarah bi su`.23

Di antara tiga jenis ini terjadi konflik kepribadian (jiwa); ego


berusaha menyatukan tuntunan id, super ego, dan dunia luar.
Apabila hal ini berhasil maka jiwa seseorang akan damai tentram.

23
Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa Dalam Al Qur`an terj. Addys
Aldizar, Tohirin Supatra, h.231

10
Berdasarkan gambaran al Qur`an tentang tabiat pembentukan
manusia, antara sisi jasmani dan rohani, muncullah beberapa
kondisi kepribadian (jiwa), yaitu: nafsu ammarah, nafsu
lawwamah, dan nafsu muthmainnah.

Penulis memilih M. Quraisy Shihab dikarenakan ia seorang


pakar dalam memahami ayat-ayat Al-Qur`an, memiliki
kemampuan dalam menafsirkan dan menghubungkan makna ayat
yang satu dan yang lainnya. M. Quraisy Shihab seorang penulis
dan penceramah yang handal, berdasar pada latar belakang
keilmuan yang kokoh yang ia tempuh melalui pendidikan formal,
serta ditopang oleh kemampuannya dalam menyampaikan
pendapat dan gagasan dengan bahasa yang sederhana, rasional,
dan kecendrungan berfikiran moderat, ia tampil sebagai
penceramah dan penulis yang bisa diterima oleh semua lapisan
masyarakat.

M. Quraisy Shihab memulai menulis Tafsir al Misbah dan


selalu bersentuhan atas kecintaannya terhadap al Qur`an yang
kemudian membuatnya mendapatkan kepuasan secara ruhani. Ia
juga merupakan ulama tafsir kontemporer dan memiliki peran dan
kontribusi di tanah air.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah terurai diatas, maka


penulis menemukan 140 ayat mengenai nafs (jiwa) dalam al
Qur`an. Maka penulis membatasi ayat tentang tiga jenis nafs
(jiwa) dan penafsirannya pada surah Yusuf ayat 53 yang

11
membahas tentang Nafs Ammarah24, Surah al Qiyamah ayat 1-2
yang membahas tentang Nafs Lawwamah25, dan surah al Fajr ayat
27-30 yang membahas tentang Nafs Muthmainnah26.

Dari judul yang di bahas oleh penulis, dapat ditemukan


masalah yang patut dibahas, yaitu:

1. Pengertian nafs dalam Al-Qur`an


2. Penafsiran M. Quraisy Shihab tentang 3 jenis jiwa (nafs)
di dalam kitab Tafsir al Misbah.
3. Mengatasi problematika dalam jiwa manusia untuk
membentuk karakter yang sesuai dengan nafs
Muthmainnah yang disebutkan dalam al Qur`an.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari deskripsi permasalahan yang dikemukakan di


atas, telah memberi kerangka untuk merumuskan pokok
permasalahan yang akan menjadi acuan penulis. Adapun
pokok permasalahan tersebut adalah:

1. Bagaimana Pengertian nafs dalam Al-Qur`an?


2. Bagaimana penafsiran M. Quraisy Shihab tentang 3 jenis
jiwa (nafs) di dalam kitab Tafsir al Misbah?

24
Manusia berada pada taraf dorongan fisik biologis seperti binatang,
ketika manusia cendrung hanyut dalam naluri rendahnya. Lihat H. Sa`adi, Nilai
Kesehatan Mental Islam dalam Kebutuhan Kawruh Jiwa Suryomentaram, (Jakarta:
Kemenag RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Lektur Keagamaan, 2010), h.99
25
Manusia sudah mulai menyadari kesalahan dan dosanya, ketika telah
berkenalan dengan petunjuk Tuhan, disini telah terjadi apa yang disebut
―kebangkitan‖ ruhiyah dalam diri manusia Lihat H. Sa`adi, Nilai Kesehatan
Mental Islam dalam Kebutuhan Kawruh Jiwa Suryomentaram…, h.99
26
Pribadi seseorang yang sudah mengalami kematangan jiwa. Lihat H.
Sa`adi, Nilai Kesehatan Mental Islam dalam Kebutuhan Kawruh Jiwa
Suryomentaram…, h.99

12
3. Bagaimana mengatasi problematika jiwa manusia dalam
membentuk karakter yang sesuai dengan nafs
Muthmainnah yang disebutkan dalam al Qur`an?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam suatu penelitian atau kajian tentu mempunyai


tujuan yang mendasari tulisan ini, yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana penafsiran nafs dalam Al-


Qur`an.
2. Untuk mengetahui bagaimana penafsiran dan pemahaman
M. Quraisy Shihab tentang 3 jenis jiwa (nafs) di dalam
kitab Tafsir al Misbah.

3. Untuk mengetahui bagaimana mengatasi problematika


jiwa manusia dalam membentuk karakter yang sesuai
dengan nafs Muthmainnah yang disebutkan dalam al
Qur`an.

Sedangkan manfaat, yaitu sebagai berikut :

1. Secara teoritis, dapat menambah wawasan keilmuan


khususnya dalam bidang tafsir. Dengan adanya kajian ini
penulis berharap mudah-mudahan dapat dijadikan sebagai
literatur dan dorongan untuk mengkaji masalah tersebut
lebih lanjut.
2. Secara praktis, membantu dalam mengatasi problematika
jiwa agar menjadi manusia berkarakter yang sesuai
dengan nafs Muthmainnah yang disebutkan dalam al
Qur`an.

13
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menemukan
beberapa penelitian judul skripsi yang membahas judul
berbada namun dalam kajian tema yang hampir sama.
Diantaranya adalah:
1. Skripsi yang ditulis oleh Nur Khoiriyah, Ketenangan Jiwa
Kajian Surah al Insyirah Menurut Penafsiran M. Quraisy
Shihab, jurusan Tafsir Hadits, Fakultas Ushuluddin,
Institut Ilmu al Qur`an (IIQ) Jakarta tahun 2006, secara
umum skripsi ini membahas mengenai petunjuk yang
dapat mengantar seseorang guna memperoleh ketenangan
jiwa serta membahas bagaimana ketenangan jiwa yang
telah diperoleh oleh Nabi Muhammad SAW berdasarkan
penafsiran M. Quraisy Shihab. Persamaan dalam
penelitian ini yaitu penulis membahas bagaimana
memperoleh ketenangan jiwa agar menjadi manusia yang
berkarakter sesuai dengan nafs Muthmainnah. Dan
perbedaan dalam penelitian ini, penulis fokus membahas
tentang penafsiran dan pemahaman ayat tentang 3 jenis
jiwa (nafs) di dalam kitab Tafsir al Mishbah serta
memberikan solusi untuk mengatasi problematika dalam
jiwa.
2. Skripsi yang ditulis oleh Novidayanti, Gangguan
Kejiwaan dalam Al-Qur`an menurut Hawari Dadang,
jurusan Tafsir Hadits, Fakultas Ushuluddin, Institut Ilmu
al-Qur`an (IIQ) Jakarta tahun 2006, secara umum skripsi
ini membahas tentang penafsiran ahli psikologi Dadang
Hawari terhadap surah al-Baqarah ayat 155 mengenai

14
gangguan-gangguan kejiwaan yang terdapat dalam al-
Qur`an. Persamaan dalam penelitian ini yaitu penulis
membahas tentang problematika dalam jiwa manusia. Dan
perbedaan dalam penelitian ini, penulis fokus membahas
tentang pemahaman ayat tentang 3 jenis jiwa (nafs) di
dalam kitab Tafsir al Mishbah serta memberikan solusi
untuk mengatasi problematika dalam jiwa sehingga
memperoleh ketenangan jiwa agar menjadi manusia yang
berkarakter sesuai dengan nafs Muthmainnah.
3. Skripsi yang ditulis oleh Istifadah, Tazkiyah an-Nafs
dalam Tafsir Ar-Razi dan Al-Alusi, jurusan Tafsir Hadits,
Fakultas Ushuluddin, Institut Ilmu al-Qur`an (IIQ) Jakarta
tahun 2015, secara umum skripsi ini membahas tentang
penafsiran Tazkiyah an-nafs menurut al-Alusi dalam tafsir
Ruuh al-ma`aani dan ar-Razi dalam tafsir Mafaatihul
Ghaib pada ayat Q.S Al-Jumu`ah [62]: 2. Persamaan
dalam penelitian ini yaitu penulis membahas tentang nafs
(jiwa) yang ada dalam diri manusia. Dan perbedaan dalam
penelitian ini, penulis fokus membahas tentang bagaimana
mengatasi problematika jiwa sehingga membentuk pribadi
yang sesuai dengan nafs muthmainnah.
4. Tesis yang ditulis oleh Moh. Kamilus Zaman, Konsep
Tazkiyat Al-Nafs dalam Al-Qur`an: Perspektif Ahmad
Musthafa Al Maraghi dalam Kitab Tafsir Al-Maraghi,
dan Signifikannya Terhadap Pendidikan Karakter di
Indonesia, Program Studi Magister Pendidikan Agama
Islam Pascasarjana, Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang tahun 2016, secara umum

15
tesis ini membahas tentang pengertian, metode, dan tujuan
Tazkiyat al-Nafs dalam Al-Qur`an perspektif Ahmad
Musthofa al Maraghi dalam Tafsir al-Maraghi yang
memiliki signifikansi dengan pendidikan karakter di
Indonesia. Persamaan dalam penelitian ini yaitu penulis
membahas bagaimana konsep nafs dalam al-Qur`an dan
memperoleh ketenangan jiwa. Dan perbedaan dalam
penelitian ini, tesis yang ditulis oleh Moh. Kamilus
Zaman lebih membahas konsep Tazkiyat Al-Nafs dan
seignifikannya terhadap pendidikan karakter di Indonesia
sedangkan penulis fokus membahas tentang penafsiran
dan pemahaman ayat tentang 3 jenis jiwa (nafs) di dalam
kitab Tafsir al Mishbah serta memberikan solusi untuk
mengatasi problematika dalam jiwa.
5. Proposal tesis yang ditulis oleh Syahrul, Konsep Nafs
dalam Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraisy Shihab
(Solusi Qur`ani dalam Membentuk Karakter), Psikologi
Pendidikan Islam, Magister Studi Islam Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tahun 2013, secara
umum proposal tesis ini membahas tentang konsep
nafs/jiwa dalam tafsir al-Misbah dan bagaimana solusi
nafs/jiwa dalam membentuk karakter. Persamaan dalam
penelitian ini yaitu penulis membahas tentang nafs dalam
membentuk karakter manusia. Dan perbedaan dalam
penelitian ini, penulis fokus membahas 3 jenis jiwa (nafs)
di dalam kitab Tafsir al Mishbah serta memberikan solusi
dalam mengatasi problematika jiwa sehingga membentuk
pribadi yang sesuai dengan nafs muthmainnah.

16
Dari penelitian di atas, tentang manusia yang sesuai
dengan al-Qur`an, penulis belum menemukan penelitian tematik
yang membahas tentang penafsiran dan pemahaman M. Quraisy
Shihab tentang ayat 3 jenis jiwa (nafs) di dalam kitab Tafsir al
Mishbah serta bagaimana mengatasi problematika jiwa manusia
dalam membentuk karakter yang sesuai dengan nafs
Muthmainnah yang disebutkan dalam al Qur`an.
F. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian dalam pembahasan skripsi ini
meliputi berbagai hal sebagai berikut :
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti
untuk menyusun skripsi ini adalah jenis penelitian
kepustakaan (library research), karena yang menjadi
sumber penelitian adalah data-data tertulis yang
relevan dengan topik yang akan dibahas. Library
research adalah teknik penelitian dengan cara
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan
berbagai macam materi yang terdapat dalam
kepustakaan. Penelitian ini bersifat literal murni
dengan metode deskriptif analitik, yaitu menghimpun
sejumlah ayat yang sama-sama membicarakan satu
masalah tertentu. Penerapan metode ini adalah
pemaparan penafsiran dan pemahaman ayat tentang 3
jenis jiwa (nafs) di dalam kitab Tafsir al Mishbah serta
bagaimana mengatasi problematika dalam jiwa
manusia untuk membentuk karakter yang sesuai

17
dengan nafs Muthmainnah yang disebutkan dalam al
Qur`an.
2. Sumber Data Penelitian
Berkaitan dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis maka penelitian ini
dikategorikan sebagai penelitian dokumentatif, sebuah
penelitian yang menggunakan cara pengumpulan data
dan informasi mengenai tema pembahasan dan
beberapa literature yang masih berkaitan dengannya
baik itu berupa buku buku ilmiah dan karya tulis
ilmiah yang sesuai dengan tema skripsi dan penelitian
ini. Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber
primernya adalah Tafsir Al-Mishbah dan beberapa
buku karya M.Quraisy Shihab yang membahas tentang
topik ini. Dan penulis melengkapi sumber sekunder
dari beberapa buku seperti Psikologi Dalam Al Qur`an
karya Muhammad Utsman Najati, Jiwa dalam Al-
Qur`an karya Ahmad Mubarok, Psikologi Islam:
Tuntunan Jiwa Manusia karya Rafy Sapuri dan
beberapa buku lainnya yang membahas tentang topik
ini.
3. Teknik Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data, peneliti akan
menggunakan metode dokumentasi.27 Pengumpulan
ini dilakukan dari beberapa sumber data primer dan
sekunder. langkah selanjutnya setelah data data

27
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan mencari
data tentang hal-hal atau variabel yang berupa buku, jurnal, internet dan
sebagainya.

18
terkumpul, kemudian data difilter sesuai kebutuhan
pokok pada point point yang dijadikan objek
penelitian.
4. Metode Analisis Data
Setelah melakukan pengumpulan data, metode
analisis data yang akan dilakukan adalah reduksi data,
yaitu proses seleksi, pemfokusan dan abstraksi data.
Pada proses reduksi data, semua data umum yang
telah dikumpulkan dalam proses pengumpulan data
sebelumnya dipilah-pilah sehingga peneliti dapat
mengenali mana data yang telah sesuai.
Setelah data difilter kemudian penulis
menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif
adalah metode yang bermaksud untuk
menggambarkan objek kajian dalam menjelaskan
sebuah hipotesa guna menjawab pertanyaan
pertanyaan yang terkait dalam tema pembahasan.
Penulis juga menggunakan pendekatan psikologis
sebagai alat analisa dalam penelitian ini.
G. Teknik dan Sistematika Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini merujuk pada buku
―Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Desertasi Institut
Ilmu al Qur`an (IIQ) Jakarta (edisi revisi)‖ yang diterbitkan
oleh IIQ Press, cetakan ke-2 tahun 2011. Selanjutnya, untuk
mempermudah penulisan, pembahasan skripsi ini dibagi ke
dalam beberapa bab dengan rincian sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan, yaitu berisi tentang
latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan

19
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metodologi penelitian serta teknik dan sistematika
penulisan.
Bab kedua berisi tentang pengertian ilmu jiwa, tiga
jenis nafs dan mengatasi problematika jiwa dalam al Qur`an.
Bab ketiga berisi tentang biografi tokoh yang akan
dijadikan sebagai kajian oleh peneliti, yaitu M.Quraish Shihab
yang meliputi sejarah hidupnya dan karya karyanya.
Bab keempat adalah analisis yang berisi konsep jiwa
yang muthmainnah menurut M. Quraisy Shihab serta
bagaimana menyatukan konflik jiwa manusia dalam
membentuk karakter yang sesuai dengan nafs Muthmainnah
yang disebutkan dalam al Qur`an.
Bab kelima adalah penutup yang terdiri atas
kesimpulan dari seluruh pembahasan sekaligus sebagai
jawaban dari permasalahan yang dikemukakan dalam
ientifikasi masalah dan beberapa saran yang diajukan sebagai
konsekuensi dari kesimpulan yang diambil.

20
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI JIWA (NAFS) DALAM AL
QUR`AN

A. Pengertian Jiwa (Nafs) dalam Al Qur`an

Al Qur`an diturunkan sebagai pondasi untuk


menunjuki manusia jalan yang lurus, menyeru pada
keyakinan tauhid, mengajari nilai nilai baru, pola pola
berfikir dan kehidupan yang baru, serta membimbing kapada
perilaku yang lurus yang mengandung kemaslahatan bagi
manusia dan kebaikan bagi masyarakat. Selain itu, al Qur`an
juga membimbing manusia pada jalan yang benar dalam
rangka menumbuhkan jiwa secara benar, yang dapat
mengantarkan ke dalam kesempurnaan insani sehingga
mewujudkan kebahagiaan manusia dalam kehidupan dunia
dan akhirat.28

Menurut Dawam Raharjo dalam Ensiklopedia Al-


Qur`an disebutkan bahwa mufrodnya nafs yang jama`nya
anfus dan nufus diartikan jiwa, pribadi, diri, hidup, hati, atau
pikiran, dan digunakan juga untuk beberapa arti lainnya.29

Secara kuantitatif, kata nafs digunakan dalam al-


Qur`an dengan berbagai bentuk dan aneka makna, sebanyak
279 kali, dalam bentuk nufrad (singular) sebanyak 140 kali,
dan dalam bentuk jamak terdapat dua versi, yaitu nufus

28
Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al Qur`an terj. M. Zaka al
Farisi, (Bandung: CV Pustaka setia, 2005) h. 419
29
M. Dawam Raharjo, Ensiklopedia Al-Qur`an: Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci, , (Jakarta: Paramadina, 1996) h. 250

21
sebanyak dua kali dan anfus sebanyak 153 kali, dan dalam
bentuk fi`il ada dua kali. 30

Dalam Al-Qur`an, kata nafs mempunyai aneka makna:

1. Nafs, sebagai diri atau seseorang, seperti yang tersebut

dalam surat Al-Imran/3:61 (‫)وأَن ُف َسنَا َوأَن ُف َس ُكم‬


َ, surat

ِ ‫لِنَ ف‬ ِ ِ ِ َ َ‫ )وق‬dan
Yusuf/12:54 (‫سي‬ ُ‫ك ٱئ تُ ِوِن بِهٓۦ أَستَخلصه‬ ُ ‫ال ٱل َمل‬ َ
surat Adz-Dzariyat/51:21 (‫صرو َن‬ِ ‫)وِِف أَن ُف ِس ُك ۚۡم أَفَ ََل تُب‬.
ُ َٓ
2. Nafs, sebagai diri Tuhan, surat al-An`am/6:12,54.
ۡۚ
َّ ‫ب َعلَ ٰى نَف ِس ِه‬
(َ‫ٱلرۡحَة‬ َّ ‫ب َربُّ ُكم َعلَ ٰى نَف ِس ِه‬
َ َ‫ َكت‬-- َ‫ٱلرۡحَة‬ َ َ‫) َكت‬
3. Nafs sebagai person sesuatu, dalam surat al-

Furqan/25:3 ( ‫َو َّٱَّتَ ُذواْ ِمن ُدونِِهٓۦ ءَ ِاِلَة ََّّل ََيلُ ُقو َن َشئا َوُُم َُيلَ ُقو َن‬
ِ ِ ِ
َ ‫) َوََّل ََيل ُكو َن ِلَن ُفس ِهم‬
‫ضّرا َوََّل نَفعا‬ dan surat al

An`am/6:130 ( ‫قَالُواْ َش ِهد ََن َعلَ ٰٓى أَن ُف ِسنَا َو َغَّرت ُه ُم ٱۡلَيَ ٰوةُ ٱلدُّن يَا‬

‫) َو َش ِه ُدواْ َعلَ ٰٓى أَن ُف ِس ِهم‬.

4. Nafs sebagai roh, surat al-An`am/6:93 ( ‫ى إِ ِذ‬


ٰٓ ‫َولَو تَ َر‬
ِ ‫ٱل ٰظَّلِمو َن ِِف َغم ٰر‬
ْ‫ت ٱل َمو ِت َوٱل َم ٰلَٓئِ َكةُ ََب ِسطُٓواْ أَي ِدي ِهم أَخ ِر ُجٓوا‬ ََ ُ
‫) أَن ُف َس ُك ُم‬
30
H. Sa`adi, Nilai Kesehatan Mental Islam dalam Kebutuhan Kawruh
Jiwa Suryomentaram, (Jakarta: Kemenag RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang
Lektur Keagamaan, 2010), h.97

22
5. Nafs sebagai jiwa, surat asy-Syams/91:7 ( ‫َونَفس َوَما‬
ِ َٰٓ
َ dan surat al-Fajr/89:27 (ُ‫س ٱل ُمط َمئنَّة‬
‫)س َّوٰى َها‬ ُ ‫)َيَيَّتُ َها ٱلنَّف‬.
6. Nafs sebagai totalitas manusia, surat al-Ma`idah/5:32,
َّ ِ ‫َمن قَتَل نَفسا بِغَ ِۡي نَفس أَو فَساد ِِف ٱِلَر‬
َ ‫ض فَ َكأََّنَا قَتَ َل ٱلن‬
( ‫َّاس‬ َ َ َ
َِ ).
‫َجيعا‬
7. Nafs sebagai sisi dalam manusia yang melahirkan

tingkah laku, surat al-Ra`ad/13:11 ( ‫ٱَّللَ ََّل يُغَِّۡيُ َما بَِقوم‬


َّ ‫إِ َّن‬

‫) َح َّ َّٰت يُغَِّۡيُواْ َما ِِبَن ُف ِس ِهم‬. 31

Dalam konteks manusia, penggunaan kata nafs untuk


menyebutkan totalitas manusia, banyak ayat al-Qur`an yang
mengisyaratkan kata nafs sebagai sesuatu yang ada dalam
diri manusia yang mempengaruhi perbuatannya, atau nafs
yaitu sisi dalam manusia, sebagai lawan darisisi luarnya. 32

Nafs berasal dari bahasa Arab yang mempunyai


banyak arti, dan salah satunya adalah Jiwa. Oleh karena itu,
ilmu jiwa dalam bahasa Arab disebut dengan nama `Ilmun
nafs. Nafs dalam arti jiwa telah dibicarakan para ahli sejak
kurun waktu yang sangat lama. Dan persoalan nafs telah

31
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 44
32
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 44

23
dibahas dalam kajian filsafat, psikologi dan juga ilmu
tasawuf.33

Manusia dan nafs juga dibicarakan dalam kitab suci


al-Qur`an. Al-Qur`an adalah kitab suci bagi kaum Muslimin.
Ia merupakan kumpulan firman firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dari sejarah
diturukannya dapat ditarik kesimpulan bahwa al-Qur`an
mempunyai tiga tujuan pokok.

1. Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut


oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan
keesaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian
adanya hari kemudian.
2. Petunjuk mengenai akhlak mulia yang harus diikuti
oleh manusia dalam kapasitasnya sebagai individu
maupun kelompok.
3. Petunjuk mengenai syari`at dan hukum yang harus
diikuti oleh manusia, baik dalam hubungannya
dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia. 34

Mengenai Nafs sebagai isi dalam diri manusia, hal ini


sejalan dengan penggunaan al-Qur`an terhadap istilah Nafs
sendiri. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan
bahwa Nafs dalam konteks pembicaraan al-Qur`an tentang

33
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 25
34
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 28

24
manusia menunjuk kepada sisi dalam diri manusia yang
memiliki potensi baik (taqwa) dan buruk (fujur).35

Dalam filsafat, pengertian jiwa diklasifikasi dengan


bermacam-macam teori, antara lain:

1. Teori yang memandang bahwa jiwa itu merupakan


substansi yang berjenis khusus, yang dilawankan
dengan substansi materi, sehingga manusia
dipandang memiliki jiwa dan raga.
2. Teori yang memandang bahwa jiwa itu merupakan
suatu jenis kemampuan, yakni semacam pelaku
atau pengaruh dalam kegiatan kegiatan.
3. Teori yang memandang jiwa semata mata sebagai
sejenis proses yang tampak pada organisme
organisme hidup.
4. Teori yang menyamakan pengertian jiwa dengan
pengertian tingkah laku.36

Dalam psikologi, jiwa lebih dihubungkan dengan


tingkah laku sehingga yang diselidiki oleh psikologi adalah
perbuatan perbuatan yang dipandang sebagai gejala gejala
dari jiwa. Teori-teori psikologi, baik Psikoanalisa,
Behaviorisme maupun Humanisme memandang jiwa
sebagai sesuatu yang berada di belakang tingkah laku.37

35
M. Quraisy Shihab, Wawasan al-Qur’an, Tafsir Maudhu`I atas
Pelbagai Persoalan Umat ,(Bandung: Mizan, 1996), h. 279
36
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 25
37
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 26

25
Sedangkan di kalangan ahli tasawuf, nafs diartikan
sesuatu yang melahirkan sifat tercela. Al Ghazali (w. 1111
M) misalnya menyebut nafs sebagai pusat potensi marah
ِ ِ ِ ‫ب والش‬
ِ ‫اَّلنْس‬ ِ ِ ِ
dan syahwat pada manusia ‫ان‬ ْ َ ِ‫ض‬
َ ْ ‫َّه َوة ِف‬ َ َ‫اَ ْْلَام ُع ل ُق َّوة الْغ‬

dan sebagai pangkal dari segala sifat tercela ‫اْلَ ِام ُع‬
ْ ‫ص ُل‬
ْ َ‫اََّْل‬
ِ ِ ِ
ِ ‫اَّلنْس‬
‫ان‬ ِ ِ ِ‫ل‬.
َ ْ ‫لص َفات الْ َم ْذ ُم ْوَمة م َن‬
ّ Pengertian ini antara lain

dipahami dari hadits yang berbunyi َ ْ َ‫ك اَلَِّ ِْت ب‬


‫ْي‬ َ ‫اَ ْع َدى َع ُد ِّو َك نَ ْف ُس‬

‫ك‬
َ ‫َجْن بَ ْي‬ yang artinya musuhmu yang paling berat adalah

nafsumu yang ada di dua sisimu. 38

Kajian tentang nafs merupakan bagian dari kajian


tentang hakikat manusia itu sendiri. Manusia adalah
makhluk yang bisa menempatkan dirinya menjadi subyek
dan obyek sekaligus. Kajian tentang manusia selalu menarik,
tercermin pada disiplin ilmu yang berkembang, baik ilmu
murni maupun ilmu terapan. 39

Penelitian tentang hakikat manusia atau sekurang


kurangnya tentang sifat sifat yang secara alami melekat pada
manusia, atau hukum hukum yang berlaku pada kejiwaan
manusia—dalam hal ini konsep nafs dalam al-Qur`an adalah
sangat penting. Pentingnya penelitian tentang nafs bukan
hanya terbatas pada kebutuhan pengetahuan, tetapi juga pada

38
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 26
39
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 27

26
kepentingan mengurai, meramalkan, dan mengendalikan
tingkah laku manusia, baik secara individual maupun secara
kelompok, baik dalam kaitannya dengan bidang dakwah atau
pendidikan maupun untuk kepentingan menggerakkan
masyarakat dalam pembangunan nasional. 40

B. Klasifikasi Ayat Ayat Al Qur`an tentang 3 Jenis


Nafs dan Penafsirannya

Tinggi dan rendahnya kualitas nafs dapat diukur


dengan dengan tingkat hubungannya dengan Tuhan.
Kualitas nafs yang paling tinggi adalah nafs yang sudah
sampai pada tingkat yang dipanggil oleh Tuhan untuk
kembali kepada-Nya dengan ketenangan, kebahagiaan dan
keridhoan (Nafs Muthmainnah), selanjutnya yaitu nafs yang
menyesali diri karena kurang menggunakan peluang (Nafs
Lawwamah), Sedangkan nafs kualitas yang paling rendah
ditandai dengan sifat sifat yang tercela (Nafs Ammarah).

1. Nafs Ammarah

Manakala manusia memilih kesenangan kesenangan


duniawi, dikendalikan oleh hawa nafsu dan syahwatnya,
serta melupakan Tuhannya dan hari akhirat, berarti dalam
kehidupannya ia mirip dengan hewan, bahkan lebih sesat
lagi sebab ia tak mempergunakan akal yang membuat ia
dijadikan lebih unggul oleh Allah SWT. ketimbang hewan.

40
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 31

27
Orang yang hidup seperti itu memiliki kepribadian yang
tidak matang. Ia mirip anak kecil yang hanya ingin
memuaskan kebutuhan dan keinginannya semata, dan tak
mempunyai kemauan kuat. Ia tak mau belajar mengontrol
hawa nafsu dan syahwatnya. Akibatnya, ia belajar di
belakang pemuasan hawa nafsu dan syahwatnya serta
menjadi tunduk pada bimbingan Nafsu Ammarah bis su
(jiwa yang menyuruh kepada keburukan).

           

      

“53. Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan),


karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang”(QS. Yusuf [12]: 53)

Berkenaan dengan pengertian ini, terdapat sebuah atsar


berikut: musuh anda yang paling jahat adalah nafsu anda
yang berada di antara dua pinggang anda. Barang siapa yang
mendidik atau mengendalikan nafsu, ia aman dari
41
kezhaliman nafsu.

‫ئ نَف ِس ۚۡٓي‬
ُ ‫َوَمآ أُبَِّر‬ (dan aku tidak membebaskan diriku

[dari kesalahan]). Jika ini dari perkataan Yusuf, maka ini


termasuk bentuk serangan terhadap dirinya dan tidak

41
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al Qur`an terj. M. Zaka al
Farisi, h. 373

28
mensucikan diri sendiri kendati dia dan orang lain telah
mengetahui bahwa dia terbebas serta telah sangat jelas
sejelas matahari. Di samping itu, wanita tersebut telah
mengetahui kesalahannya yang telah dituduhkan kepada
Yusuf, dan para wanita yang menggores jarinya pun telah
menyatakan, Yusuf tidak bersalah dalam tuduhan itu. Jika
ini berasal dari perkataan istri Al Aziz, maka ini sesuai
dengan kenyataannya, karena dia telah mengakui kesalahan
itu dan mengakui penggodaan itu serta melontarkan tuduhan
terhadap Yusuf. 42

Ada yang mengatakan, bahwa ini berasal dari


perkataan Al Aziz. Namun, pandangan ini sangat jauh dari
mengena. Maknanya adalah aku tidaklah membebaskan
diriku dari berburuk sangka terhadap Yusuf, dan membantu
memenjarakannya setelah mengetahui terbebasnya dia dari
tuduhan itu. 43

‫ٱلسٓوِء‬
ُّ ِ‫س َِل ََّم َارةُ ب‬ َّ ِ
َ ‫إن ٱلنَّف‬ (karena sesungguhnya nafsu itu

selalu menyuruh kepada kejahatan ) maksudnya adalah,


sesungguhnya ini termasuk dalam jenis nafsu manusia yang
senantiasa menyuruh kepada keburukan karena cenderung

42
Al Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir
Fathul Qadir terj. Amir Hamzah Fachruddin,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), h.
650
43
Al Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir
Fathul Qadir terj. Amir Hamzah Fachruddin, h. 651

29
kepada syahwat, dipengaruhi oleh tabiat dan sulit untuk
menundukkannya serta menahannya.44

‫إََِّّل َما َرِح َم َرِّ ۚۡٓب‬ (kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh

Tuhanku) maksudnya adalah, kecuali jiwa jiwa yang


dilindungi oleh Tuhanku untuk tidak menyuruh kepada
keburukan. Atau kecuali pada waktu rahmat Tuhanku tengah
memeliharanya. Ada yang mengatakan, bahwa pengecualian
di sini adalah pengecualian terputus, artinya bahwa akan
tetapi rahmat Tuhanku-lah yang menahannya dari menyuruh
kepada keburukan. 45

ِ ِ
‫يم‬ ُ ‫إ َّن َرِّب َغ ُف‬
ُ ‫ور َّرح‬ (Sesungguhnya Tuhanku Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang). Ini adalah kalimat yang


berfungsi sebagai alasan untuk kandungan kalimat
sebelumnya, yakni perihal-Nya adalah banyak memberi
ampunan dan rahmat kepada para hamba-Nya. 46

Berdasarkan penafsiran tentang Nafs Ammarah diatas,


sedikit berhubungan tengan teori yang dikatakan Freud
(w.1939) yaitu id adalah bagian dari jiwa yang mencakup
beberapa nafsu yang muncul dari tubuh. Ia senantiasa taat
pada prinsip kenikmatan dan selalu bertujuan memenuhi
keinginannya tanpa mempertimbangkan logika, etika, dan
44
Al Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir
Fathul Qadir terj. Amir Hamzah Fachruddin, h. 651
45
Al Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir
Fathul Qadir terj. Amir Hamzah Fachruddin, h. 651
46
Al Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir
Fathul Qadir terj. Amir Hamzah Fachruddin, h. 651

30
realita. Dengan arti seperti ini, id terlihat mirip dengan nafsu
ammarah bi su`.47

2. Nafs Lawwamah

Celaan manusia kepada dirinya sendiri dan penyesalan


atas apa yang telah diperbuatnya merupakan factor penting
dalam pembentukan kepribadian manusia serta pendorong
untuk menjauhi amal-amal buruk dan perbuatan dosa yang
menimbulkan penyesalan dan celaan kepada diri. Dalam
kaitan inilah, Allah SWT. bersumpah dengan an-nafs al-
lawwamah (jiwa yang amat mencela) sebagai penghargaan
akan pentingnya hal itu dalam mengarahkan perilaku
manusia untuk menjauhi segala kemaksiatan yang menjadi
penyebab terjadinya kecaman dan penyesalan48

         

1. Aku bersumpah demi hari kiamat


2. dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali
(dirinya sendiri). (al-Qiyamah [75]: 1-2)

Nafs lawwamah akan menghadapi apa yang kita sebut


sebagai hati nurani, dan apa yang oleh Freud dan para
psikolog yang atheis disebut superego dan ego ideal. Hati
nurani merupakan bagian dari diri manusia yang menilai
perbuatan-perbuatannya, yang mengecam kesalahan-

47
Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa Dalam Al Qur`an terj. Addys
Aldizar, Tohirin Supatra, h.231
48
Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al Qur`an terj. M. Zaka
al Farisi, h. 158

31
kesalahannya, dan membuatnya merasa menyesal atas dosa
yang telah diperbuat. 49

Firman Allah SWT, ‫“ بِيَ وِم ٱل ِقيَ َٰم ِة‬Dengan hari

kiamat.‖ Maksudnya, hari manusia bangkit menghadap


Tuhan mereka. Allah SWT berhak bersumpah dengan apa
saja yang Dia kehendaki.50

Firman Allah SWT, ِ ‫َوََّلٓ أُق ِس ُم بِٱلنَّف‬


‫س ٱللَّ َّو َامة‬ ―Dan aku

bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya


sendiri).‖ Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ahli
Qiraat tentang masalah ini. Allah SWT bersumpah dengan
hari kiamat, sebagai pengagungan akan keadaan hari kiamat
itu, sementara Dia tidak bersumpah dengan jiwa.51

Makna ‫س ٱللَّ َّو َام ِة‬


ِ ‫بِٱلنَّف‬ adalah jiwa orang yang beriman

yang tidak melihatnya kecuali menyesali dirinya. Dia


berkata, ―Maa aradtu bikalaami? Maa aradtu bi aklii? Maa
aradtu bi hadiitsi nafsii? (apa yang aku inginkan dengan
ucapanku? Apa yang aku inginkan dengan makanku?Apa
yang aku inginkan dengan bisikan hatiku?).‖ sementara

49
Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al Qur`an terj. M. Zaka
al Farisi, h. 159
50
Al Qurthubi, Syaikh Iman, Tafsir al Qurthubi terj. Ahmad Khatib, Dudi
Rosyadi, Faturrahman, Fachrurazi,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h.604
51
Al Qurthubi, Syaikh Iman, Tafsir al Qurthubi terj. Ahmad Khatib, Dudi
Rosyadi, Faturrahman, Fachrurazi, h.605

32
orang yang fasik tidak akan menginstropeksi dirinya sendiri.
52

Mujahid berkata, ―Maksudnya adalah yang mencela


apa yang telah lalu dan menyesalinya. Dia mencela dirinya
atas kejahatan, ‗kenapa kamu melakukannya?‘ dan atas
kebaikan, ‗Kenapa kamu tidak memperbanyaknya?‘.‖

Ada lagi yang mengatakan bahwa maksudnya adalah


jiwa yang memiliki celaan. Ada lagi yang mengatakan
bahwa maksudnya adalah yang mencela dirinya dengan hal
lain yang mencelanya. Berdasarkan makna ini, al lawwamah
bermakna al laa`imah. Ini adalah sifat pujian. Berdasarkan
hal ini, sumpah datang dengan bentuk yang sempurna. 53

Penyesalan pertama yang dirasakan manusia terjadi


pada Adam dan Hawa saat berada di surga sebelum mereka
turun ke bumi. Adam dan Hawa telah melanggar perintah
Rabb mereka dan memakan sebagian dari pohon yang
dilarang untuk mendekatinya. Kemudian, tampaklah aurat
mereka. Mereka merasa menyesal seraya menghadapkan diri
kepada Allah SWT. guna memohon maghfirah dan
ampunan. 54

52
Al Qurthubi, Syaikh Iman, Tafsir al Qurthubi terj. Ahmad Khatib, Dudi
Rosyadi, Faturrahman, Fachrurazi, h.605
53
Al Qurthubi, Syaikh Iman, Tafsir al Qurthubi terj. Ahmad Khatib, Dudi
Rosyadi, Faturrahman, Fachrurazi, h.606
54
Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al Qur`an terj. M. Zaka
al Farisi, h. 159

33
        

        

        

   

         

  

“22. maka syaitan membujuk keduanya (untuk


memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya
telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya
aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya
dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru
mereka: "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari
pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?”

“23. Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah


menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami,
niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi”(QS. Al A`raf [7]: 22-23)

Penyesalan kedua yang dirasakan manusia adalah


ketika Qabil membunuh saudaranya, Habil. 55

55
Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al Qur`an terj. M. Zaka
al Farisi, h. 160

34
       

 

        

         

        

"30. Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya


menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu
dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-
orang yang merugi"

"31. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak


menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya
(Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat
saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa
aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku
dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu
jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal"
(QS. Al Maidah [5]: 30-31)

Al Qur`an juga menggambarkan penyesalan kaum


kafirin yang akan terjadi pada hari kiamat kerena mereka
tidak beriman kepada Allah SWT dan tidak membenarkan
Rasulullah SAW. 56

56
Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al Qur`an terj. M. Zaka
al Farisi, h. 161

35
        

  

      

"27. Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim


menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya
(dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul"

"28. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu)


tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku)" (QS. Al
Furqan [25] : 27-28).

Berdasarkan penafsiran tentang Nafs Lawwamah diatas,


sedikit berhubungan tengan teori yang dikatakan Freud (w.1939)
yaitu Super ego adalah bagian dari jiwa yang terbentuk dari
beberapa ajarang yang diperoleh dari orang tua, pendidik, dan nilai
nilai budaya setempat. Ia menjadi kekuatan jiwa intern yang
senantiasa mengawasi, mengkritik, dan mengancam kepribadian
dengan hukuman. Ini biasanya dikenal dengan hati sanubari. Freud
berpendapat bahwa super ego merupakan hal agung dalam tabiat
manusia. Dengan pemahaman seperti ini, super ego terlihat mirip
dengan nafsu lawwamah.

3. Nafs Muthmainnah

36
Nafs muthmainnah ialah manusia yang hidup sesuai
dengan Fitrah yang Allah turunkan di muka bumi ini, yakni
akidah tauhid. 57

Fitrah adalah merasakan adanya Allah dan tunduk


berbakti kepada-Nya yang menjadikan, yang berkuasa diatas
kebendaan, yang meliputi segala alam. Perasaan ini suatu
tabiat yang manusia diciptakan atasnya yang tidak dapat
digoyang-goyangkan oleh ragu sangka, karena tabiat itu
sudah tercetak dalam jiwanya dan membekas dalam dirinya.
Buktinya kerap kali kita dapati apabila seseorang meghadapi
bencana, condonglah jiwanya kepada meminta perlindungan
kepada Yang Maha Kuasa itu; dengan sendirinya lidah
memajukan permohonan. Sekiranya tidak dapat menuturkan,
maka hatinya, jiwanya mengemukakan permohonan
permohonannya. Perasaan yang tersebut ini bukan karena
meniru niru, atau memikir mikir, hanya dengan tidak
tersengaja manusia pada ketika itu terdorong sendiri kepada
mengharap perlidungan dari yang Maha Kuasa.58

Inilah Fitrah yang tersebut dalam al Qur`an

57
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 295
58
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, al Islam,(Jakarta: Bulan
Bintang, 1977), h. 68

37
         

          

    

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama


Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Rum [30]: 30)

Di dalam al-Qur`an sebagai dasar dan sumber ajaran


Islam banyak ditemui ayat ayat yang berhubungan dengan
ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil
dalam kesehatan mental. Ayat ayat tersebut adalah sebagai
berikut:

1. Ayat tentang kebahagiaan

Firman Allah SWT:

         

          

         

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah


kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat

38
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS. Al-
Qashash: 77)

         

       

 

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki


maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan” (QS. An-Nahl [16]: 97)

       

       

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang


menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf
dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung” (QS. Al-Imran [3]: 104)

Ayat pertama Allah memerintahkan orang islam untuk


merebut kebahagiaan akhirat dan kenikmatan dunia dengan
jalan berbuat baik dan menjauhi perbuatan mungkar. Pada
ayat kedua Allah menjanjikan kehidupan yang baik kepada
orang yang berbuat amal shaleh yang beriman. Dan pada ayat
ketiga Allah menjanjikan kemenangan kepada orang yang
mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma`ruf,

39
dan menjauhi perbuatan keji dan mungkar adalah merupakan
faktor penting dalam usaha pembinaan kesehatan mental.

2. Ayat tentang ketenangan jiwa

Firman Allah SWT

         

  

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi


tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”(QS. Al-Ra`ad
[13]: 28)

Dalam ayat ini, ditegaskan bahwa ketenangan jiwa


dapat dicapai dengan mengingat Allah.59 Dalam ayat yang
lain disebutkan pada surah al-Anfal ayat 2 yang artinya,
―Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka
yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan
apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman
mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal.” Dengan mengingat Allah, jiwa akan menjadi
tenang, wajah akan selalu berseri, kebaikan akan selalu
mengiringi langkah orang orang yang selalu mengingat
Allah. Ketika mendengar nama Allah maka bergetarlah
hatinya dan jika dibacakan ayat suci al-Qur`an maka

59
Jalaluddin, Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta: Kalam
Mulia, 1993), h. 85

40
bertambahlah imannya dan hanya kepada Allah mereka
bertawakkal.

         

         

“Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul


daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku,
maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan
perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.”(QS. Al-A`raf [7]: 35)

Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa rasa takwa dan


perbuatan baik adalah metode pencegahan dari rasa rasa takut
dan sedih60. Orang orang yang bertakwa kepada Allah dan
selalu melakukan kebaikan maka tidak akan merasa khawatir,
ketakutan maupun kesedihan.

         

 

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan


shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar”(QS. Al-Baqarah [2]: 153)

Pada ayat tersebut ditunjukkan pula oleh Allah jalan


bagaimana cara seseorang mengatasi kesukaran dan problema
kehidupan sehari hari, yaitu dengan kesabaran dan shalat 61.

60
Jalaluddin, Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, h. 85
61
Jalaluddin, Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, h. 85

41
Dalam al-Qur`an banyak diterangkan bahwa kesabaran hanya
dapat dicapai oleh orang yang kuat jiwanya.62 Sebagaimana
disebutkan dalam surah Fushshilat ayat 35 yang artinya,
―Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan
kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan
yang besar”.

        

          

 

“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati


orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah
di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan
kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”(QS. Al-Fath
[48]: 4)

Berdasarkan penjelasan diatas mengenai Nafs Muthmainnah


senada dengan pendapat Freud (w.1939) yaitu ego adalah bagian
dari jiwa yang mengendalikan hawa nafsu. Ia senantiasa
memenuhi sesuatu yang ia kehendaki dan mengakhirkan hal hal
yang dipandang dapat diakhirkan serta membendung hal hal yang
patut dibendung demi menjaga prinsip realita atau dunia luar yang
mengandung aturan,nilai, dan ajaran keagamaan.

62
Hamka, Tafsir al-Azhar,(Surabaya: Pustaka Islam, 1973), h. 235

42
C. Mengatasi Problematika Jiwa yang Sesuai dengan Nafs
Muthmainnah

Manusia yang unggul adalah manusia yang mampu


mendefinisikan jiwa (Nafs)-nya dengan baik, sistematis dan
konsisten. Ia memiliki dimensi khusus dibandingkan dengan
makhluk Allah lainnya dan selalu membawa kekhasan
tersendiri. Ia dituntut untuk mengenal dirinya sendiri untuk
mencapai keseimbangan hidup. K. Oatley mengatakan
bahwa orang yang gagal mengenal suatu peran alternative di
mana mereka dapat menyusun kembali ras nilai/penghargaan
diri mereka akan mudah terkena depresi. Peran alternatif
disini adalah sisi lain dari pemahaman seseorang akan
dirinya sehingga pada saat saat tertentu dapat dijadikan suatu
kekuatan pendukung dalam menjalani hidup.63

Kepribadian yang ideal adalah kepribadian yang


memperhatikan kesehatan dan kekuatan tubuh serta
memenuhi kebutuhannya sesuai dengan yang telah
disyariatkan. Selain itu, juga melaksanakan ibadah, beramal
shalih, melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-
Nya. Keseimbangan kepribadian akan mampu
merealisasikan eksistensi manusia yang sebenarnya. Sikap
islam secara jelas menunjukkan pentingnya keseimbangan
kepribadian. 64

63
Rafy Sapuri, Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia,(Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), h. 43
64
Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa dalam Al-Qur`an terj. Addys
Aldizar, Tohirin Suparta, h. 233

43
Merealisasikan keseimbangan antara raga dan jiwa
merupakan syarat mutlak untuk menjadi pribadi normal
yang dapat menikmati kesehatan jiwa. Kesehatan jiwa yang
dimaksud di sini ialah jiwa yang diistilahkan dalam Al-
Qur`an sebagai an-nafs al-muthmainnah (jiwa yang tenang).
Manusia normal adalah seseorang yang memiliki an-nafs al-
muthmainnah tersebut. Jiwa ini menitikberatkan pada aspek
kesehatan dan kekuatan badan, memenuhi kebutuhan dasar
dengan cara yang halal, memenuhi kebutuhan spiritual
dengan berpegang teguh pada akidah tauhid, mendekatkan
diri kepada Allah SWT dengan menjalankan ibadah dan
melakukan amalan sholeh, dan menjauhkan diri dari
keburukan dan segala hal yang dapat menyebabkan Allah
SWT murka. Manusia normal adalah seseorang yang selalu
menempuh jalan yang lurus dalam setiap tingkah lakunya,
setiap perkataan dan perbuatannya sesuai dengan di jalan
Allah SWT yang sepenuhnya tertuang dalam Al-Qur`an dan
dilakukan Rasulullah dalam sunnahnya.65 Ketentraman jiwa
itu adalah tujuan ahli iman karena kekayaan yang
sebenarnya dan yang kekal bukanlah harta benda melainkan
kekayaan hati.66

Manusia normal yang memiliki nafs muthmainnah


ialah manusia yang hidup sesuai dengan fitrah yang telah
diciptakan oleh Allah SWT, yakni akidah tauhid. Dan yang
perlu diperhatikan bahwa fitrah tersebut membutuhkan

65
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar,(Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru, 2004), h. 294
66
Zen Syukri, Santapan Jiwa, (Jakarta: Penerbit Azhar, 2010), h. 156

44
sesuatu dan dapat menjaga, menyegarkan, dan
mengokohkannya. Sesuatu itu tidak lain ialah syariah yang
telah diturunkan ke Bumi. 67

Pribadi normal dapat dilihat pada kepribadian


Rasulullah SAW yang telah menyeimbangkan kedua sisi
material dan spiritual. Rasulullah SAW adalah manusia
biasa. Beliau memenuhi kebutuhan jasmaninya pada batas
yang disyariatkan. Beliau juga memenuhi kebutuhan
spiritualnya dengan penuh keikhlasan. Penghambaan dirinya
kepada Allah SWT sarat dengan sikap tunduk dan
kejernihan hati yang sempurna, tidak dikotori oleh
kesenangan duniawi dan keindahannya. 68

Mengatasi problematika jiwa sehingga sesuai dengan


nafs Muthmainnah, dimulai dengan keinginan yang kuat
dalam diri manusia itu sendiri kemudian keinginan yang
kuat untuk merubah diri. Pertama, Nafs Ammarah harus
dibersihkan dengan mendawamkan lafadz ―laa ilaaha illa
Allah” disertai dengan kesadaran yang kuat bahwa nafs
anmarah harus ditundukkan dan dikalahkan. Kedua, Nafs
Lawwamah dibersihkan dengan mendawamkan lafadz Allah,
Allah sehingga sampai kepada tauhiidul af`aal.69 dan yang
ketiga, ketika sampai kepada Nafs Muthmainnah maka
dzikirnya: Haq, haq, haq yakni memandang bahwa semua

67
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 295
68
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 295
69
Mengesakan Allah dalam segala perbuatan

45
yang ada di dunia hanyalah milik Allah semata sehingga
sampai kepada tauhidis sifat.70

Di samping itu, tujuan utama Nabi Muhammad


SAW. Menjadi rasul adalah bertugas untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Kesempurnaan akhlak itu
merupakan buah dari kesucian jiwa71, sebagaimana
sabdanya yang berbunyi:

―Tidaklah aku diutus melainkan untuk menyempurnakan


kebaikan akhlak‖

Oleh karena itu tidak mengherankan jika pribadi


Rasulullah SAW merupakan pribadi manusia sempurna atau
prototipe pribadi yang sempurna. Beliau adalah manusia
yang memiliki perilaku yang sempurna dan berakhlak yang
terpuji. Sebuah akhlaknya merupakan cerminan dari Al-
Qur`an. 72

Allah SWT menggambarkan sosoknya dalam sebuah


ayat yang berbunyi:

    

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang


agung”( QS. Al-Qalam [68]:4 )

70
Mengesakan Allah pada segala sifat
71
A. F. Jaelani, Penyucian Jiwa (Tazkiyat an Nafs) & Kesehatan Mental,
(Jakarta: Amzah, 2000), h. 3
72
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 295

46
Rasululullah SAW merupakan prototipe manusia
yang memiliki nafs muthmainnah ideal yang mencerminkan
semua indikator kesehatan jiwa pada tingkat yang tertinggi.
73

Dalam Al-Qur`an disebutkan 3 jenis nafs yang


dimiliki oleh manusia. Dan 3 jenis nafs ini mempunyai
karakteristik yang berbeda beda. Yang pertama, nafs
muthmainnah (jiwa yang selalu mengarah kepada
kebaikan). Yang kedua, nafs lawwamah (jiwa yang amat
menyesali dirinya), dan yang ketiga, nafs ammarah bis su`
(jiwa yang mendorong kepada keburukan).

Diantara ketiga jenis nafs diatas, terdapat nilai


positif dan negatif. Ketika manusia mengambil sebuah
keputusan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi,
maka pada saat itulah ketiga jenis nafs berusaha untuk
menguasai manusia. Apabila nafs muthmainnah yang
berhasil menguasai manusia, maka beruntunglah orang
tersebut karena diiringi oleh kebaikan. Namun, apabila nafs
lawwamah dan nafs ammarah yang berhasil menguasai
manusia, maka akan datang penyesalan di kemudian hari
dan lebih condong kepada melakukan hal hal yang buruk.

Oleh karena itu, manusia hendaknya dapat


menyelesaikan problematika dalam jiwa sehingga sesuai
dengan nafs muthmainnah sebagaimana yang disebutkan

73
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 296

47
dalam al-Qur`an agar memperoleh ketenangan jiwa dan
kedamaian selama hidup di Dunia.

Perbuatan yang dapat menyucikan jiwa seseorang


menurut al-Qur`an adalah:

a. Puasa

Puasa dalam arti umum bermakna menahan dari


makan dan minum, berkata-kata kotor dan dari melakukan
perbuatan yang buruk. Menurut terminology, puasa berarti
menahan diri dari makan, minum dan berjima` dari mulai
terbit matahari hingga terbenamnya.74

Puasa merupakan salah satu dari rukun islam,


menjalankan ibadah puasa adalah pengendalian diri (self
control). Pengendalian diri adalah salah satu utama bagi jiwa
yang sehat. Dan apabila pengendalian dalam diri seseorang
terganggu, maka akan timbul berbagai reaksi patologik
(kelainan) baik dalam alam pikir, alam perasaan dan
75
perilaku yang bersangkutan. Orang yang tidak mampu
mengendalikan dirinya dari makan dan minum akan
mengalami kegemukan (obesity), tetapi juga akan
mengalami berbagai komplikasi penyakit yang ditimbulkan
akibat kegemukannya itu. Dewasa ini banyak penyakit yang
diakibatkan bukan karena kekurangan makanan, melainkan

74
Khairunnas Rajab, Psikologi Agama, (Jakarta: Lentera Ilmu Cendikia,
2014), h. 85
75
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan
Jiwa,(Jakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), h. 451

48
banyak penyakit metabolism (pertukaran zat) sebagai akibat
kelebihan makanan. Apalagi kalau makanan itu tidak baik
dan tidak halal. 76

Orang yang tidak mampu mengendalikan dirinya dari


berhubungan seksual, akan menunujukkan perilaku seksual
yang menyimpang, misalnya melakukan penyelewengan,
pergaulan bebas (promiscuity) dan lain lain. Dan akibat yang
ditimbulkan bermacam macam, misalnya krisis rumah
tangga, penyebaran penyakit kelamin sampai kepada tindak
pidana. 77

Orang yang tidak mampu mengendalikan dirinya


dalam mengejar materi dan kebendaan dunia lainnya, akan
menjadi tamak, tidak lagi mampu membedakan mana yang
halal dan mana yang haram, mana yang hak dan mana yang
bathil. Tindak korupsi dan merampas hak orang lain adalah
contoh yang paling gamblang, kalau perlu dengan tindakan
yang keji dan kotor orang akan melakukannya. 78

Puasa yang diamalkan dengan keimanan dan


ketakwaan akan melahirkan kejujuran, keikhlasan dan
kesabaran sehingga mendatangkan anugrah spiritual sebagai

76
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
h. 452
77
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
h. 452
78
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
h. 452

49
orang yang bertakwa dan mencapai kondisi psikologis yang
bahagia, damai, aman, dan memiliki kesehatan mental yang
paripurna. Puasa yang hakiki melahirkan solidaritas dan
memaklumi perasaan orang-orang fakir dan miskin sehingga
melatih diri bahwa kehidupan tidak berpunya. Hanya Allah
yang memberikan ganjaran pahala di akhirat kelak. 79

Oleh karena itu, perintah menjalankan ibadah puasa


tiada lain merupakan latihan pengendalian diri agar kita
memiliki jiwa yang sehat serta meningkatkan
keimanan/ketakwaan kepada Allah SWT, agar terhindar dari
melakukan perbuatan yang sia sia dan melanggar etik, moral
maupun hukum. 80

b. Berinfak

Mengeluarkan infak dijalan Allah akan mensucikan


harta benda yang dimiliki oleh manusia. Sebagaimana ayat
berikut:

    

“yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk


membersihkannya”(QS. Al-Layl [92]: 18)

79
Khairunnas Rajab, Psikologi Agama, h. 87
80
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
h. 452

50
Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT dan bersedekah
untuk orang lain, maka ia telah mensucikan dirinya.

c. Mendirikan Shalat

Shalat merupakan upaya membangun hubungan baik


antara manusia dengan Tuhannya. Dengan shalat, kelezatan
munajat kepada Allah akan terasa, pengabdian kepada-Nya
dapat diekspresikan, begitu juga dengan penyerahan segala
urusan kepada-Nya. Shalat mengantarkan manusia kepada
keamanan, kedamaian dan ketentraman. 81

Menjalankan ibadah shalat lima waktu hukumnya


wajib bagi seluruh umat muslim yang sudah baligh. Artinya,
barang siapa yang meninggalkannya maka akan
mendapatkan dosa, dan siapa yang mengerjakannya akan
mendapatkan pahala. Karena sesungguhnya shalat itu dapat
mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana
Firman Allah berikut:

         

         

    

“45. Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu


Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya

81
Khairunnas Rajab, Psikologi Agama, h. 76

51
shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat)
adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang
lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS.
Al-Ankabut [29]: 45)

Bagi mereka yang dapat menjalankan shalat dengan


khusyu`82, akan memperoleh beberapa manfaat; diantaranya
ketenangan hati, perasaan aman terlindung, serta berperilaku
saleh.83

d. Melaksanakan Ibadah Haji dan Berkurban

Melaksanakan ibadah haji84 wajib hukumnya bagi


orang yang mampu. Haji merupakan konferensi
internasional, manusia dari seluruh dunia berkumpul saling
bersilaturrahmi, tidak ada perbedaan ras, semuanya makhluk
Allah. Silaturrahmi merupakan dimensi kesehatan jiwa
dalam hubungan antar manusia.85 Sebagaimana firman Allah
berikut:

        

     

82
Menghayati dan mengerti apa yang diucapkan dan dilakukan
83
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
h. 444
84
Haji berarti berziarah ke bait al-haram (Ka`bah) dengan melakukan
wukuf di Arafah dan sa`I di antara bukit shafa dan marwah dengan cara tertentu
dalam waktu dan niat tertentu pula. Lihat Khairunnas Rajab, Psikologi
Agama(Jakarta: Lentera Ilmu Cendikia, 2003), h.291
85
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
h. 449

52
“27. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan
haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan
berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang
datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS. Al-Hajj [22]:
27)

        

          

  

“13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu


dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”(QS. Al-Hujurat
[49]: 13)

Pada musim haji, semua orang di berbagai belahan


dunia mengunjungi tanah suci Makkah, tidak memandang
dari negeri mana, kaya atau miskin, rakyat aatau pejabat,
semua yang datang mempunyai kedudukan yang sama di
mata Allah. Yang membedakan adalah iman dan takwa.
Semulia-mulia mereka di sisi Allah adalah yang paling
bertakwa. 86

Berkurban juga merupakan salah satu ciri jiwa yang


sehat; yaitu orang-orang yang memiliki jiwa patriot, berjiwa
sosial, dan berperikemanusiaan saling ksih mengasihi

86
Hawari Dadang, Al-Qur`an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
h. 449

53
sesama manusia. Seperti hadits Rasulullah berikut yang
artinya:

―belumlah seseorang itu dikatakan beriman, kalau orang itu


tidak mengasihi orang lain sebagaimana dia mengasihi
dirinya sendiri‖

Dari hadits di atas, terlihat bahwa Rasulullah SAW


sangat menekankan kepada setiap manusia yang beriman
untuk saling mengasihi kepada sesama, yang tua mengasihi
yang muda, yang muda menghormati yang tua, sehingga
menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama.

54
BAB III

MENGENAL M. QURAISY SHIHAB DAN TAFSIRNYA

A. Biografi M. Quraisy Shihab

Muhammad Quraisy Shihab dilahirkan di Rappang, Sulawesi


selatan, pada tanggal 16 Februari 1944. Sosok teduh berperawakan
tegap dan kharismatik, dengan tinggi 172 cm, berat badan seimbang,
bicaranya khas, warna rambut hitam tersisir rapih, muka lonjong,
berkacamata, dan kulit berwarna putih. Ia berasal dari keluarga
keturunan Arab terpelajar.87

Ayahnya, Abdurrahman Shihab (1905-1986 M), adalah tamatan


Jami`at al Khair Jakarta, sebuah lembaga pendidikan islam terbilang
paling tua di Indonesia yang ikut meletakkan fondasi modernism Islam
di Indonesia. Jalinan kerjasama lembaga pendidikan ini dengan pusat
pusat keilmuan Islam di Timur tengah, baik Hadramaut, Haramain,
maupun Cairo, membawa Jami`at ala Khair pada posisi penting dalam
gerakan Islam di Indonesia. Lembaga inilah yang mengundang guru
guru dari kawasan Timur Tengah untuk mengajar. Di antaranya—yang
kemudian sangat berpengaruh terhadap perkembangan Islam di negeri
ini—adalah Ahmad Syurkati, ulama asal Sudan Afrika Utara. Ahmad
Syurkati dikenal sebagai salah seorang pendiri al Irsyad, sebuah
organisasi sosial keagamaan yang memiliki pengaruh kuat di kalangan
keturunan Arab di Indonesia.88

87
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al Qur`an; Mengungkap
Tradisi Tafsir Nusantara: Tinjauan Kritis terhadap Konsep dan Penerapan
Munasabah dalam Tafsir al Mishbah, (Jakarta: Lectura Press, 2014), h. 131
88
Anshori , Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab, (Jakarta: Visindo Media Pustaka, 2008), h. 31

55
Abdurahman Shihab adalah guru besar dalam bidang tafsir. Di
samping berwiraswasta, beliau juga berdakwah dan mengajar. Selalu
disisakan waktunya, pagi dan petang, untuk membaca Al-Qur`an dan
kitab kitab tafsir.89 . Abdurrahman Shihab dikenal sebagai ahli tafsir,
keahlian yang mensyaratkan kemampuan yang memadai dalam bahasa
Arab. Muhammad Quraisy Shihab sendiri mengaku bahwa dorongan
untuk memperdalam studi al Qur`an—terutama tafsir—datang dari
ayahnya. Ayahnya senantiasa menjadi motivator bagi Muhammad
Quraisy Shihab untuk melanjutkan pendidikan lebih lanjut.
Mengenang ayahnya Muhammad Quraisy Shihab menuturkan: ―Beliau
adalah pecinta ilmu. Walau sibuk berdagang, beliau selalu
menyempatkan diri untuk berdakwah dan mengajar. Bahkan beliau
juga mengajar di masjid. Sebagian hartanya benar benar dipergunakan
untuk kepentingan ilmu. Beliau menyumbangkan buku buku bacaan
dan membiayai lembaga lembaga pendidikan Islam di wilayah
Sulawesi.‖Ayah Muhammad Quraisy Shihab pernah menjabat rektor
IAIN Alaudin Makassar. Seperti diketahui, IAIN Alaudin Makassar
termasuk perguruan tinggi Islam yang turut mendorong tumbuhnya
Islam moderat di Indonesia. Abdurrahman Syihab juga salah seorang
penggagas berdirinya UMI (Universitas Muslim Indonesia), yaitu
universitas islam swasta terkemuka di Makassar.90

Kesuksesan Muhammad Quraisy Shihab dalam karir tidak


terlepas dari dukungan dan motivasi keluarga. Fatmawati, istrinya
adalah wanita yang setia dan penuh cinta kasih dalam mendampingi
Muhammad Quraisy Shihab memimpin bahtera rumah tangga.

89
Muhammad Quraisy Shihab, Membunikan al Qur`an: Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), h.14
90
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 31

56
Kemudian anak anak mereka, empat putri yaitu Najela, Najwa,
Nasywa, Nahla dan seorang putra bernama Ahmad, adalah pihak pihak
yang turut memberikan andil bagi keberhasilan Muhammad Quraisy
Shihab. 91

Sejak masa kanak kanak, sebagai putra dari seorang guru besar,
Muhammad Quraisy Shihab mendapatkan motivasi awal dan benih
kecintaan terhadap bidang studi tafsir dari ayahnya yang sering
mengajak anak anaknya untuk duduk bersama, dan pada saat saat yag
seperti inilah sang Ayah menyampaikan nasihatnya yang kebanyakan
berupa ayat ayat al-Qur`an. Muhammad Quraisy Shihab telah
menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap al Qur`an sejak umur 6-
7 tahun. Ia harus mengikuti pengajian al Qur`an yang diadakan oleh
ayahnya. Selain mengajarkan bacaan al Qur`an, ayahnya juga
92
menguraikan secara sepintas kisah kisah dalam al Qur`an. Dangan
latar belakang seperti itu, tak heran jika minat Muhammad Quraisy
Shihab terhadap studi islam, khususnya al Qur`an sebagai area of
concern mendapatkan lahan subur untuk tumbuh. Hal ini selanjutnya
terlihat dari pendidikan lanjutan yang dipilihnya. 93

Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung pandang,


dia melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang sambil menjadi
santri di Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah. Pada tahun
1958, dia berangkat ke Kairo, Mesir, dan diterima di kelas III
Tsanawiyah Al Azhar. Pada 1967, dia meraih gelar Lc (S1) pada

91
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 32
92
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al Qur`an; Mengungkap
Tradisi Tafsir Nusantara: Tinjauan Kritis terhadap Konsep dan Penerapan
Munasabah dalam Tafsir al Mishbah,… h. 133
93
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 32

57
fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadits Universitas Al Azhar.
Kemudian dia melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama, dan
pada 1969 meraih gelar MA untuk spelialisasi bidang Tafsir Al Qur`an
dengan tesis berjudul Al-I`jaz Al-Tasyri`I li Al-Qur`an Al-Karim.94

Pilihannya untuk menulis tesis mengenai mukjizat al Qur`an ini


bukan sesuatu yang kebetulan, tetapi memang didasarkan pada hasil
bacaan Muhammad Quraisy Shihab terhadap realitas masyarakat
Muslim yang diamatinya. Menurutnya, gagasan tentang kemukjizatan
al Qur`an di kalangan masyarakat Muslim telah berkembang
sedemikian rupa sehingga sudah tidak jelas lagi mana yang mukjizat
dan mana yang hanya merupakan keistimewaan. Mukjizat dan
keistimewaan menurut Muhammad Quraisy Shihab merupakan dua hal
yang berbeda. Tetapi keduanya masih sering dicampuradukkan,
bahkan oleh kalangan ahli tafsir sekalipun. 95

Menurut Muhammad Quraisy Shihab, mukjizat itu tidak


ditujukan kepada kaum Muslimin yang sudah percaya (Iman).
Mukjizat merupakan bukti yang membungkamkan lawan, sebab tujuan
mukjizat adalah mengantarkan orang menjadi percaya. Mukjizat al
Qur`an pada masa modern sekarang ini, menurut Muhammad Quraisy
Shihab ialah jika para pakar al Qur`an mampu menggali dari al Qur`an
petunjuk petunjuk yang bisa menjadi alternatif guna memecahkan
problem masyarakat. Hal ini sebenarnya sekaligus menjadi tantangan
bagi kaum muslimin, terutama tertuju kepada kalangan cendikiawan.
Jadi mereka harus mampu merespon problematika masyarakat modern

94
Muhammad Quraisy Shihab, Membunikan al Qur`an: Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat…, h.6
95
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 33

58
sekaligus memberikan solusinya berdasarkan petunjuk petunjuk dari al
Qur`an. Di sinilah juga letak pentingnya ilmu ilmu al Qur`an itu.
Mukjizat al Qur`an harus mampu membungkam lawan dan membuat
mereka percaya. Dari pendapatnya ini dapat disimpulkan bahwa
konsep mukjizat merupakan sesuatu yang berkembang dan terus
berkembang. Sesuatu yang dulu merupakan mukjizat, sekarang dalam
waktu dan konteks yang berbeda hanya menjadi keistimewaan al
Qur`an. Muhammad Quraisy Shihab menunjuk bahasa al Qur`an
sebagai salah satu contohnya. Gagasan mukjizat semacam itu, menurut
Muhammad Quraisy Shihab sejalan dengan klaim universitas al
Qur`an. 96

Keinginan Muhammad Quraisy Shihab belajar ke Kairo Mesir


ini terlaksana atas bantuan beasiswa dari pemerintah daerah Sulawesi
(waktu itu wilayah Sulawesi belum dibagi menjadi Sulawesi Utara dan
Selatan). Mesir dangan Universitas al Azhar, seperti diketahui, selain
merupakan pusat gerakan pembaharuan Islam, juga merupakan tempat
yang tepat untuk studi al Qur`an. Sejumlah tokohnya, seperti
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho adalah Mufasir kenamaan.
Pelajar Indonesia yang melakukan studinya ke Mesir cukup banyak.
Mesir bahkan menjadi saingan Haramain dalam studi Islam. 97

Sejak di Indonesia minat Muhammad Quraisy Shihab adalah


studi al Qur`an. Oleh karena itu, ketika nilai bahasa Arab yang dicapai
di tingkat menengah dianggap kurang dan tak diizinkan melanjutkan
ke Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir dan Hadits Universitas al

96
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 33
97
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 33

59
Azhar, Muhammad Quraisy Shihab bersedia mengulang satu tahun.
Padahal dengan nilai yang dicapainya itu, sejumlah jurusan lain di
lingkungan al Azhar bersedia menerimanya. Bahkan menurut
penuturannya, dia juga diterima di Cairo Universitas (Darul Ulum).
Belakangan Muhammad Quraisy Shihab mengakui bahwa pilihannya
itu ternyata tepat. Selain merupakan minat pribadi, pilihan untuk
mengambil bidang studi al Qur`an rupanya sejalan dengan besarnya
―kebutuhan umat manusia akan al Qur`an dan penafsiran atasnya.‖
Setelah meraih gelar magister untuk spesialisasi tafsir al Qur`an, dia
kembali ke tanah air Indonesia dan langsung diberi kepercayaan untuk
menduduki berbagai jabatan. 98

Meskipun sudah menduduki sejumlah jabatan, semangat


Muhammad Quraisy Shihab untuk melanjutkan pendidikannya tetap
tinggi, karena ayahnya selalu berpesan agar anaknya berhasil mencapai
gelar doctor. Oleh karena itu, ketika ada kesempatan untuk
melanjutkan studi, tepatnya pada tahun 1980, Muhammad Quraisy
Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikannya di
almamaternya yang lama, Universitas Al Azhar. Pada tahun 1982,
dengan disertasi berjudul ―Nazhm al-Durar li al Biqa`iy, Tahqiq wa
Dirasah,‖ dan dia berhasil meraih gelar doctor dalam ilmu ilmu al
Qur`an dengan yudisium summa cum laude, disertasi penghargaan
tingkat 1 (mumtaz ma`a martabat al-syaraf al-ula). Muhammad
Quraisy Shihab menulis judul tersebut karena dia tertarik dengan
seorang tokoh yang bernama Ibrahim Ibnu Umar al Biqa`i, pengarang
Tafsir Nazhm al-Durar fi Tanasub al-ayat wa al-suwar. Alasannya,
karena tokoh ini hampir terbunuh gara gara kitab tafsirnya tersebut.

98
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 33

60
Tokoh tersebut dinilai oleh banyak pakar sebagai ahli tafsir yang
berhasil menyusun suatu karya yang sempurna dalam masalah
perurutan atau korelasi antar ayat dan surat surat al Qur`an. Sementara
ahli tafsir bahkan menilai bahwa kitab tafsirnya itu merupakan
ensiklopedi dalam bidang keserasian ayat ayat dan surat surat al
Qur`an. Melihat dari latar belakang penulisan desertasi di atas, maka
sedikit banyak Muhammad Quraisy Shihab dalam menafsirkan ayat
ayat al Qur`an tentunya dipengaruhi oleh tokoh yang dikaguminya,
yaitu Ibrahim Ibnu Umar al-Biqa`i. Oleh karena itu tidak heran jika
Tafsir al Mishbah mempunyai kemiripan dengan Tafsir Nazhm al-
Durar fi Tanasub al-ayat wa al-suwar. Untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh tafsir tersebut terhadap penafsiran Muhammad Quraisy
Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, penulis akan mencermati dan
menganalisisnya. 99

Di Mesir Muhammad Quraisy Shihab tidak banyak melibatkan


diri dalam aktivitas dan kemahasiswaan. Namun demikian, dia sangat
aktif memperluas pergaulannya, terutama dengan mahasiswa
mahasiswa dari Negara Negara lain. Karena dengan bergaul dengan
mahasiswa asing ada dua manfaat yang dapat diambil. Pertama dapat
memperluas wawasan, terutama mengenai kebudayaan bangsa bangsa
lain, dan kedua memperlancar bahasa Arab. Belajar di Mesir sangat
menekankan aspek hafalan. Hal ini juga dialami oleh Muhammad
Quraisy Shihab. Ia mengakui bahwa jika jawaban ujian tidak persis
dengan catatan (buku muqarrar), nilainya akan kurang. Fenomena
belajar di Mesir, dalam pengamatan Muhammad Quraisy Shihab cukup
unik. Pada musim hujan, banyak orang yang belajar sambil berjalan

99
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 34

61
jalan. Suatu fenomena unik yang tak ditemukan di Indonesia. Selain
harus memahami teks yang sedang dipelajari, mereka juga harus
menghafalnya. Malam hari membaca dan memahami teks, dan siang
hari menghafalnya. Hal yang sama juga dilakukan Muhammad Quraisy
Shihab. Biasanya, setelah shalat subuh dia memahami teks, selanjutnya
berusaha menghafalnya sambil berjalan jalan. 100

Muhammad Quraisy Shihab sangat mengagumi kuatnya hafalan


orang orang Mesir, khususnya dosen dosen al Azhar. Dalam
pandangan Muhammad Quraisy Shihab, belajar dengan cara
menghafal semacam itu bernilai positif, meskipun banyak mendapat
kritik dari para ahli pendidikan modern. Bahkan menurut dia nilai
positif ini akan bertambah jika kemampuan hafalan itu dibarengi
dengan kemampuan analisis. Masalahnya adalah bagaimana
menggabungkan kedua hal ini. Muhammad Quraisy Shihab juga
pernah mengikuti pelatihan ―Training Program In Strategic
Management For Upper Level Government Officials‖, Pada The
Institute For Training And Development, Amherst Massachussets,
Amerika Serikat. 101

Pendidikan yang ditempuh oleh Muhammad Quraisy Shihab,


kebanyakan di timur tengah, Al Azhar (Cairo), oleh Howard M.
Federspiel dianggap sebagai seorang yang unik bagi orang Indonesia
yang dimana sebagian pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di
Barat. Howard M. Federspiel mengatakan mengenai hal ini ―Ketika
meneliti biografinya, saya menemukan bahwa ia berasal dari Sulawesi

100
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 34
101
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 35

62
Selatan, terdidik di Pesantren, dan menerima pendidikan tingginya di
Mesir pada Universitas al Azhar, dimana ia menerima gelar M.A dan
Ph.D-nya. Ini yang menjadikan ia terdidik lebih baik dibandingkan
dengan hampir semua pengarang lainnya yang terdapat dalam Popular
Indonesian Literature of the Quran dan, lebih dari itu, tingkat
pendidikan tingginya di Timur Tengah seperti itu menjadikan ia unik
bagi Indonesia pada saat di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu
diselesaikan di Barat. Dia juga mempunyai karier yang penting di
IAIN Ujung Pandang dan Jakarta dan kini, bahkan, ia menjabat
sebagai rektor di IAIN Jakarta. Ini merupakan karier yang sangat
menonjol‖.102

B. Latar Belakang Karir dan Pengabdian

Sekembalinya dari Mesir ke Ujung Padang (1970), Muhammad


Quraisy Shihab dipercaya untuk memegang jabatan sebagai rektor
bidang akademis dan kemahasiswaan pada IAIN Alaudin, Ujung
Pandang (1974-1980). Selain itu dia juga diberikan jabatan jabatan
yang lain, baik di dalam kampus seperti Koordinator Perguruan Tinggi
Swasta Wilayah VII Indonesia Bagian Timur (1967-1980), maupun di
luar kampus seperti pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur
dalam bidang pembinaan mental (1973-1975). Selama di Ujung
Pandang ini, dia juga sempat melakukan berbagai penelitian antara
lain, penelitian dengan tema ―Penerapan Kerukunan Hidup Beragama
di Indonesia Timur ‖ (1975) dan ―Masalah Waqaf Sulawesi Selatan‖

102
Howard M. Federspiel, Kajian al Qur`an di Indonesia: Dari Mahmud
Yunus hingga Quraisy Shihab, (Bandung: Mizan, 1994), h. 295

63
(1978). Kemudian dia kembali lagi ke Mesir untuk meneruskan
studinya hingga meraih gelar Doktor di bidang Tafsir. 103

Sekembalinya ke Indonesia setelah meraih Doktor dari Al Azhar


sejak tahun 1984 Muhammad Quraisy Shihab ditugaskan di Fakultas
Ushuluddin dan Fakultas Pascasarjana dan akhirnya menjadi Rektor
IAIN yang sekarang menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1992-
1998). Selain itu, di luar kampus, dia juga dipercaya untuk menduduki
berbagai jabatan. Antara lain Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI)
Pusat tahun (1985-1998), anggota Lajnah Pentashih Al-Qur`an
Departemen Agama sejak tahun 1989 sampai sekarang, anggota Badan
Pertimbangan Pendidikan Nasional tahun (1988-1996). Anggota MPR
RI 1982-1987, 1987-2002, anggota Badan Akreditasi Nasional (1994-
1998), Direktur pengkaderan Ulama MUI (1994-1997), anggota
Dewan Riset Nasional (1994-1998), anggota Dewan Syari`an Bank
Muamalat Indonesia (1992-1999) dan Direktur Pusat Studi al-Qur`an
(PSQ) Jakarta. Beliau juga pernah meraih bintang Maha Putra. 104

Dia juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi profesional


antara lain: pengurus Perhimpunan Ilmu Ilmu Syari`ah, pengurus
Konsorsium Ilmu ilmu Agama Departemen Pendididikan Nasional,
Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
dan di sela sela kesibukannya, dia juga terlibat dalam berbagai
kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri. Yang tidak kalah
pentingnya, Muhammad Quraisy Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis
menulis seperti di surat kabar Pelita. Setiap hari Rabu dia menulis

103
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 35
104
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 35

64
dalam rubrik ―Pelita Hati‖ Dia juga mengasuh rubrik ―Tafsir al-
Amanah‖ dalam majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta yaitu
majalah Amanah. Selain itu, dia juga tercatat sebagai anggota Dewan
Redaksi majalah ―Ulumul Qur`an‖ dan ―Mimbar Ulama‖, keduanya
terbit di Jakarta. 105

Pada pemilu 1997, Muhammad Quraisy Shihab bertindak


menjadi juru kampanye untuk golkar. Kemenangan Golkar
mengantarkan Muhammad Quraisy Shihab sebagai Menteri Agama RI,
sehingga dia memegang jabatan rangkap, yaitu sebagai Menteri Agama
RI dan sekaligu menjabat rektor UIN Jakarta. Ketika Soeharto jatuh
dari kekuasaan politik pada tanggal 21 Mei 1998, jabatan sebagai
Menteri Agama RI ikut terlepas dari tangan Muhammad Quraisy
Shihab. Selanjutnya pada tahun 1999, melalui kebijakan pemerintahan
transisional Habibie, Muhammad Quraisy Shihab mendapat jabatan
baru sebagai duta besar Indonesia untuk Pemerintah Mesir, Jibuti dan
Somalia. Disinilah dia mulai menulis karya besarnya pad tanggal 18
Juni 1999 dan selesai secara keseluruhan pada tahun 2004. 106

C. Karya-karya Intelektual

Muhammad Quraisy Shihab termasuk salah seorang ahli tafsir al-


Qur`an yang produktif menulis. Tulisannya berupa buku maupun
artikel di berbagai surat kabar dan majalah, seperti Republika, Pelita,
majalah al-Amanah, Ulumul Qur`an, Mimbar Ulama dan sebagainya.
Dia juga sibuk melakukan dakwah di masyarakat baik secara
perorangan maupun lembaga bahkan di berbagai Media elektronik

105
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 36
106
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 36

65
seperti RCTI, Metro TV dan stasiun stasiua TV swasta lainnya.
Tulisan-tulisan lepas yang tercecer di berbagai media cetak dan materi
materi dakwahnya kemudian diedit ulang dan dicetak menjadi buku.
Karya karyanya diterbitkan dan disebarkan secara luas, bukan hanya di
Indonesia, tapi juga di negeri tetangga, seperti Malaysia dan Brunei
Darussalam. 107

Berikut ini beberapa karya karyanya dalam bidang intelektual:

1. Mahkota Tuntunan Ilahi, Tafsir Surah al Fatihah (Jakarta:


Untagama, 1998) Kemudian dicetak ulang dengan judul
―Hidangan Ilahi Ayat-Ayat Tahlil‖ (Jakarta: Lentera Hati,
1996)108
2. Pengantin al Qur`an: Kalung Permata Buat Anak-anakku
(Jakarta, Lentera Hati, 2007)

Buku ini merupakan tiga gabungan dari tiga buku yang


disusun oleh Muhammad Quraisy Shihab sebagai nasihat untuk
tiga orang putrinya yang akan memasuki pintu perkawinan.109

3. Membumikan Al Qur`an (Bandung: Mizan, 1992)

Penerbitan buku ini diawali oleh permintaan penerbit


Mizan, Bandung, untuk menerbitkan makalah makalah dan
materi ceramah ceramah tertulis Muhammad Quraisy Shihab
menjadi sebuah buku. Permintaan tersebut disambut baik oleh
Muhammad Quraisy Shihab, karena memang sudah banyak

107
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 36
108
M. Quraisy Shihab, Mahkota Tuntunan Ilahi, Tafsir Surah al Fatihah
(Jakarta: Untagama, 1998)
109
M. Quraisy Shihab, Pengantin al Qur`an: Kalung Permata buat Anak-
anakku, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. xi

66
kumpulan makalah cendekiawan yang diterbitkan oleh penerbit
Mizan. Ketika langkah dimulai, segera terasa bahwa proses
menghimpun dan menseleksi makalah makalah dan ceramah
ceramah yang disampaikan dalam rentang waktu 1975 tidak
semudah yang dibayangkan. Apalagi ketika kemudian
diputuskan bahwa sebagian tulisan tulisan tersebut membutuhkan
penyempurnaan, seperti catatan kaki yang kurang lengkap,
belum tercatat sama sekali, atau harus dirujuk ulang. Selain itu,
gaya bahasa materi ceramah ceramah masih dalam bentuk bahasa
lisan. Berkat ketekunan, kemauan, dan kerjasama dari penerbit
Mizan, pada akhirnya kesulitan kesulitan tersebut dapat diatasi
sehingga terbitlah buku ini.

4. Lentera al Qur`an: Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung:


Mizan, 2008)

Buku ini merupakan tulisan tulisan yang pernah disajikan


di Harian Pelita antara tahun 1990 hingga awal 1993. Tulisan
tulisan tersebut dimaksudkan sebagai lentera yang menerangi
pembacanya sehubungan dengan berbagai masalah actual yang
dihadapi masyarakat pada saat rubrik tersebut dihidangkan.
―Pelita Hati‖, demikian nama rubric yang dipilih oleh Harian
Pelita untuk menampung tulisan tulisan yang memperkaya rubrik
―Pelita Hati‖. ―Hati‖ sifatnya seperti yang diisyaratkan oleh kata
padanannya, ―Kalbu‖ yang berasal dari Bahasa Arab yang
berasal dari kata kerja qalaba yang artinya ―membalik‖—
berpotensi untuk berbolak balik; yaitu di satu saat merasa
senang, di saat lain merasa susah; suatu kali mau menerima dan
suatu kali menolak. Memang, hati tidak konsisten, kecuali yang

67
mendapat bimbingan cahaya Ilahi. Dari sinilah, lentera
dibutuhkan bagi hati manusia.110

Menurut Howard M. Federspiel buku ini merupakan


sebuah antologi esai tentang makna dan ungkapan Islam sebagai
sistem religious bagi individu Mukmin dan bagi komunitas
Muslim Indonesia. Terungkap didalamnya pendekatan
sebagaimana yang diambil dalam kebanyakan literature
inspirasional mutakhir yang ditulis oleh para penulis Indonesia,
yang banyak sekali mengacu pada tulisan Muslim Timur Tengah
dalam bahasa Arab. Lentera al Qur`an merupakan buku penting
dan bermanfaat bagi penduduk muslim Indonesia awam dalam
meletakkan dasar bagi kepercayaan dan praktis Islam yang
benar.111

Lentera al Qur`an: Kisah dan Hikmah Kehidupan terbagi


menjadi tujuh bagian. Pertama, memahami petunjuk agama.
Kedua, memahami takdir Allah. Ketiga, memahami makna rukun
islam. Keempat, memahami potensi ruhaniyah manusia. Kelima,
memahami masalah masalah di sekitar kita. Keenam, memahami
kecendikiawan dan kepemimpinan. Dan Ketujuh, memahami
perbedaan dan menjalin persaudaraan.

5. Studi Kritis Tafsir al Manar Karya Muhammad Abduh dan M.


Rasyid Ridha (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994)

Tafsir al Manar adalah salah satu kitab tafsir yang


berorientasi pada sastra, budaya dan kemasyarakatan. Corak

110
Muhammad Quraisy Shihab, Lentera al Qur`an: Kisah dan Hikmah
Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2008), h.7
111
Howard M. Federspiel, Kajian al Qur`an di Indonesia: Dari Mahmud
Yunus hingga Quraisy Shihab,… h. 296

68
penafsiran yang dikembangkan kitab ini menitikberatkan
penjelasan ayat ayat al Qur`an pada segi segi ketelitian
redaksionalnya, penyusunan ayat ayatnya dalam suatu redaksi
yang indah dengan penonjolan tujuan utama turunnyaal-Qur`an
yakni membawa petunjuk dalam kehidupan, kemudian
merangkaikan pengertian ayat tersebut dengan hukum hukum
alam yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dunia.
Dengan tafsirnya ini, Syaikh Muhammad Abduh dan Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha merupakan tokoh utama corak
penafsiran ini serta yang berjasa meletakkan dasar dasarnya.
Selanjutnya perkembangan corak penafsiran ini dilanjutkan oleh
ulama ulama lain, terutama Muhammad Mustafa al Maraghi.

Buku Studi Kritis Tafsir al Manar Karya Muhammad


Abduh dan M. Rasyid Ridha berusaha mengetengahkan dua
tokoh di bidang tafsir al-Qur`an, metode dan prinsip prinsip
penafsirannya serta keistimewaan dan kelemahan masing
masing, dengan harapan kiranya hasil hasil pemikiran mereka
yang baik dapat lebih dipahami dan dimanfaatkan. Muhammad
Quraisy Shihab tidak mengklaim bahwa apa yang dikemukakan
dalam buku ini merupakan hasil temuan atau analisisnya. Catatan
catatan kaki yang menghiasi buku ini kiranya cukup berbicara
bahwa ia adalah kumpulan dari informasi dan analisis sekian
pakar terdahulu yang Muhammad Quraisy Shihab upayakan
untuk diperkaya. 112

6. Wawasan al-Qur`an (Bandung: Mizan, 1996)

112
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 38

69
Buku ini sebagian besar merupakan kumpulan makalah
yang disajikan Muhammad Quraisy Shihab dalam ―pengajian
istiqlal untuk para eksekutif‖. Pengajian yang dilaksanakan
sebulan sekali itu dirancang untuk diikuti oleh para pejabat, baik
yang berasal dari kalangan pemerintah maupun swasta.
Mengingat tujuan pengajian seperti yang dikemukakan di atas
dan menyadari pula kesibukan para pejabat yang tentunya tidak
memiliki cukup waktu untuk menerima aneka informasi tentang
berbagai disiplin ilmu keislaman, maka dipilihlah al-Qur`an
sebagai subyek kajian. Alasannya, karena kitab suci ini
merupakan sumber utama ajaran islam yang telah melahirkan
sekian banyak disiplin ilmu keislaman, sekaligus menjadi
rujukan untuk penetapan bahkan pembenaran sekian rincian
ajaran.113

Buku tersebut berisi lima bagian. Pertama, wawasan al


Qur`an tentang pokok pokok keimanan. Kedua, wawasan al-
Qur`an tentang kebutuhan pokok manusia dan soal soal
muamalah. Ketiga, wawasan al Qur`an tentang manusia dan
masyarakat. Keempat, wawasan al-Qur`an tentang aspek aspek
kegiatan manusia. Dan kelima, wawasan al Qur`an tentang soal
soal penting ummat.

7. Mukjizat Al-Qur`an (Bandung: Mizan, 1997)

Ditulisnya buku ini bermula dari saran saran dari sekian


banyak rekan agar Muhammad Quraisy Shihab menulis buku
yang mudah dicerna menyangkut mukjizat dan keistimewaan al-

113
Muhammad Quraisy Shihab, Wawasan al-Qur`an, (Bandung: Mizan,
1996), h. xi

70
Qur`an. Setiap saran tersebut disampaikan, Muhammad Quraisy
Shihab selalu menyambutnya dengan berkata: ‖Insya Allah pada
waktunya akan saya penuhi‖. Sebelumnya Muhammad Quraisy
Shihab maju mundur untuk menyelesaikan penulisan buku ini.

Pada waktu tahun 1995 serta bertepatan dengan bulan


suci Ramadhan 1415 H, Muhammad Quraisy Shihab dan
beberapa temannya ditugaskan mengikuti studi dan latihan
strategic management selama sepuluh minggu di Amhers,
sebuah kota kecil di wilayah Massachussets, Amerika Serikat.
Untuk mengobati kerinduan kepada keluarga, salah satu kegiatan
yang tidak pernah ditinggalkan adalah membaca ayat ayat al
Qur`an di malam hari.

8. Menabur Pesan Ilahi (Ciputat: Lentera Hati, 2006)


Buku ini merupakan kumpulan dari sekian banyak
makalah dan uraian Muhammad Quraisy Shihab dari berbagai
forum. Buku ini berisi lima bagian. Pertama, Agama dan
keberagaman. Kedua, Umat islam dan tantangan zaman. Ketiga,
Agama dan pembaruan. Keempat, Al-Qur`an dan persoalan
tafsir. Dan kelima, Agama dan masalah kebangsaan.114
9. Yang tersembunyi: Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat dalam al
Qur`an – as-Sunnah (Jakarta: Lentera Hati, 2002)

Buku ini benihnya dari suatu ceramah yang disampaikan


Muhammad Quraisy Shihab kepada mahasiswa Boston di
Amerika Serikat. Hal ini berasal dari permintaan sebagian

114
Muhammad Quraisy Shihab, Menabur Pesan Ilahi, (Ciputat: Lentera
Hati, 2006), h. xi

71
mahasiswa di Boston agar berbicara tentang pandangan islam
menyangkut makhluk halus, khususnya jin dan setan.115

10. Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami al-Qur`an (Tangerang: Lentera Hati,
2013)
Dalam buku ini, Muhammad Quraisy Shihab mengajak
peminat studi al-Qur`an di lembaga lembaga pendidikan agar
meninjau kembali cara dan penekanan dalam mengajarkan al-
Qur`an. Yakni, agar menekankan pada kaidah kaidah tafsir,
karena dengan penguasaan kaidah kaidah itu, peminat studi al-
Qur`an—dengan bantuan Allah—akan dapat memperoleh
bimbingan melalui kaidah kaidah itu saat menemukannya pada
ayat ayat serupa, walau tidak dipelajari dalam kelas.116

D. Tafsir Al-Mishbah

Tafsir al-Mishbah merupakan sumber rujukan utama


dalam bidang tafsir dan referensi penting di Indonesia.
Sebagaimana diterangkan pada pendahuluan tafsir ini, bahwa
awal penulisan Tafsir al-Mishbah disusun pada hari Jumat, bulan
Rabi`ul awal tahun 1420 H/18 Juni 1999 M. dan dirampungkan
pada hari Jumat 8 Rajab 1423 H/ 5 September 2003. 117

115
M. Quraisy Shihab, Yang tersembunyi: Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat
dalam al Qur`an – as-Sunnah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 1
116
M. Quraisy Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan aturan yang
Patut Anda Ketahui dalam Memahami al-Qur`an (Tangerang: Lentera Hati, 2013),
h. 3
117
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al Qur`an; Mengungkap
Tradisi Tafsir Nusantara: Tinjauan Kritis terhadap Konsep dan Penerapan
Munasabah dalam Tafsir al Mishbah,… h. 181

72
Tafsir al-Mishbah merupakan karya Muhammad Quraisy
Shihab yang paling monumental. Tafsir yang terdiri dari 15
volume ini ditulis dalam waktu empat tahun, dari tahun 2000
sampai dengan tahun 2004. Penerbitan tafsir ini memperkokoh
kedudukan pengarangnya sebagai tokoh tafsir terkemuka di
Indonesia, bahkan sampai Asia Tenggara. Keputusan pengarang
dalam memilih kata al-Mishbah untuk menamai kitab tafsirnya
bisa ditelusuri dalam kata pengantar karya tersebut. Di sana
ditemukan penjelasan mengenai arti dari kata al-Mishbah, yaitu
lampu, pelita, lentera atau benda lain yang berfungsi serupa,
yang intinya adalah memberi penerangan bagi mereka yang
berada dalam kegelapan. Dengan memberikan nama ini,
Muhammad Quraisy Shihab berharap dapat memberikan
penerangan kepada siapa saja yang sedang mencari petunjuk dan
pedoman hidup, terutama mereka yang mengalami kesulitan
dalam memahami makna Al-Qur`an secara langsung karena
kendala bahasa. 118

1. Motivasi penulisan Tafsir al Mishbah

Pada tahun 1997, Muhammad Quraisy Shihab telah


menulis sebuah karya tafsir yang berjudul ―Tafsir al-Qur`an
al-Karim‖. Karya tersebut ditulis dengan gaya bahasa
panjang lebar, rinci, dalam menguraikan pengertian kosa
kata dan kaidah kaidah yang disajikan. Gaya bahasa yang
demikian, membuat sebagian orang memandang tafsirnya
tersebut bersifat bertele tele. Ditambah lagi, secara
marketing karya tersebut tidak didukung jaringan distribusi
118
Anshori , Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 27

73
yang menggurita dan kurang dipromosikan, maka praktis
penyebaran dan penjualannya menjadi terbatas. Akhirnya
Muhammad Quraisy Shihab meemutuskan untuk tidak
melanjutkan upaya itu. 119

Muhammad Quraisy Shihab sebenarnya prihatin


dengan kenyataan bahwa di kalangan ummat islam di
Indonesia banyak orang yang membaca surah surah tertentu
dari al-Qur`an, seperti surah Yasin, al-Waqi`ah, ar-Rahman,
dan lain lain karena keyakinan keyakinan yang diinspirasi
sejumlah hadits dhoif (lemah). Misalnya, mereka secara
teratur membaca surat al-Waqi`ah karena keyakinan bahwa
tindakan tersebut membawa efek kehadiran rizki. Pada sisi
lain dari wajah umat islam Indonesia yang dia temukan,
terdapat kenyataan yang tidak kalah memprihatinkan, yaitu,
ketertarikan sebagian besar mereka terhadap al-Qur`an
berhenti pada pesona bacaan al-Qur`an ketika dilantunkan,
seakan akan kitab suci ini diturunkan hanya untuk dibaca.
Padahal menurut Muhammad Quraisy Shihab bacaan al-
Qur`an hendaknya disertai dengan kesadaran akan
keagungan-Nya di samping pemahaman dan penghayatan
yang disertai dengan tadzakkur dan tadabbur. 120

Akhirnya, di tengan kegelisahan dan keprihatinannya


melihat sikap yang berkembang di kalangan umat islam di
Indonesia terhadap al-Qur`an tersebut, Muhammad Quraisy

119
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 27
120
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 28

74
Shihab juga melihat terdapat lapisan ummat yang memiliki
ketertarikan luar biasa terhadap makna makna al-Qur`an.
Namun yang menjadi persoalan adalah kalangan yang
disebut terakhir tidak siap dengan bekal bekal ilmu
pendukung yang menjadi prasyarat agar bisa menyelami
makna makna al-Qur`an guna memahami pesan-pesannya.
Dalam kondisi demikian itu, orang orang tersebut
dihadapkan pada dua hal. Pertama, mereka tidak memiliki
waktu yang cukup untuk terlebih dahulu membekali diri
dengan ilmu ilmu pendukung guna memahami al-Qur`an
secara langsung. Kedua, buku buku rujukan yang memadai
dari segi cakupan informasi, kejelasan dan bahasa yang tidak
bertele tele mengenai al-Qur`an terhitung masih sangat
langka. 121

Kenyataan kenyataan tersebut selanjutnya


melahirkan motivasi dalam diri Muhammad Quraisy Shihab
untuk menulis sebuah tafsir al-Qur`an yang berbeda dari
yang pernah ditulisnya untuk membantu meluruskan
kekeliruan serta menciptakan kesan yang benar mengenai
pesan pesan al-Qur`an. Maka ditulislah Tafsir al Misbah,
yang salah satu kekuatannya terletak pada kemampuannya
menjelaskan tema pokok surah-surah al-Qur`an dan tujuan
utama dari pesan pesan yang terdapat dalam ayat-ayatnya,

121
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 28

75
dengan harapan bisa menjadi penerang bagi mereka yang
mencari petunjuk dan pedoman hidup. 122

2. Corak Penafsiran

Sesuai dengan maksud penulisannya sebagai


penerang bagi para pencari petunjuk dan pedoman hidup,
Tafsir al Mishbah memiliki corak atau kecendrungan adabi
ijtima`i, yaitu tafsir yang cenderung focus pada masalah
123
masalah sosial kemasyarakatan. Dalam ungkapan lain,
tafsir bercorak adabi ijtima`i adalah corak penafsiran al-
Qur`an yang tekanannya bukan hanya ke tafsir lughawi,
tafsir fiqh, tafsir `ilmi, dan tafsir Ishari, akan tetapi arah
penafsirannya ditekankan pada kebutuhan masyarakat dan
sosial masyarakat yang kemudian disebut corak tafsir adab
al ijtima`i. 124

Al Qur`an yang turun sebagai teks itu berinteraksi


dengan manusia. Dengan kata lain, teks memberi respon
terhadap peristiwa yang dihadapi oleh kaum muslim
sewaktu itu. Bertolak dari pandangan inilah, Muhammad
Quraisy Shihab kemudian sering terdengar menekankan
konteks ayat dalam penafsiran al Qur`an. Pemahamannya
tentang konteks ayat memang tidak terbatas pada asbab al-
nuzul saja. Akan tetapi, konteks ayat juga meliputi korelasi

122
Muhammad Quraisy Shihab, Tafsir al Mishbah,(Ciputat: Lentera Hati,
2000), h. viii
123
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 29
124
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al Qur`an; Mengungkap
Tradisi Tafsir Nusantara: Tinjauan Kritis terhadap Konsep dan Penerapan
Munasabah dalam Tafsir al Mishbah,… h. 190

76
(munasabah) antar seluruh ayat ayat al Qur`an, hubungan
satu ayat dengan ayat sebelumnya sebagaimana tertulis
dalam mushaf, latar belakang, illat, dan motif ditetapkannya
suatu petunjuk. Dengan demikian hasil penafsiran yang
diperoleh tidak bersifat parsial, tapi bersifat menyeluruh dan
utuh. Muhammad Quraisy Shihab mengatakan bahwa dalam
konteks mengenalkan al Qur`an pada Tafsir al-Mishbah ia
berusaha menghidangkan bahasa setiap surat pada apa yang
dinamakan tujuan surah atau tema pokok surat. 125

Karena berorientasi pada upaya menyediakan


petunjuk bagaimana menangani persoalan persoalan riil,
maka Tafsir al Mishbah sering menggunakan argument akal
di samping ayat ayat al-Qur`an dan hadits-hadits Nabi.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Tafsir al-Mishbah
termasuk kategori tafsir bil ra`yi. Kategori ini semakin kuat
jika dilihat dari sumber sumber penafsirannya yang
bertumpu pada dua hal. ―Pertama, bersumber dari ijtihad
penulisnya. Kedua, adalah bahwa dalam rangka menguatkan
ijtihadnya, ia juga mempergunakan sumber sumber rujukan
yang berasal dari pendapat dan fatwa para ulama, baik yang
terdahulu maupun mereka yang masih hidup dewasa ini.‖

Dalam kaitan ini, Muhammad Quraisy Shihab


menyatakan:

Apa yang dihidangkan disini bukan sepenuhnya ijtihad


penulis. Hasil karya ulama ulama terdahulu dan kontemporer
125
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al Qur`an; Mengungkap
Tradisi Tafsir Nusantara: Tinjauan Kritis terhadap Konsep dan Penerapan
Munasabah dalam Tafsir al Mishbah,… h. 190

77
serta pandangan pandangan mereka sungguh banyak penulis
nukil, khususnya pandangan pakar tafsir Ibrahim Ibn `Umar
al-Biqa`i (w. 885 H/1480 M) yang karya tafsirnya ketika
masih berbentuk manuskrip menjadi bahan disertasi penulis di
Universitas al-Azhar, Kairo, dua puluh tahun yang lalu.
Demikian juga karya tafsir Pemimpin tertinggi Al-Azhar
dewasa ini, Sayyid Muhammad Thanthawi, juga Syaikh
Mutawalli asy-Sya`rawi, dan tidak ketinggalan Sayyid
Quthub, Muhammad Thahir Ibn Asyur, Sayyid Muhammad
Husein Thabathaba`i, serta beberapa pakar tafsir yang lain.126

Dalam penyusunan kitab Tafsir al Mishbah,


Muhammad Quraisy Shihab dengan tawaddu` mengakui apa
yang dihidangkan dalam tafsirnya bukan sepenuhnya ijtihad
sendiri, akan tetapi ia banyak merujuk karya karya ulama
terdahulu dan kontemporer di antaranya: Ibrahim `Umar al-
Biqa`i (w. 885 H-1480 M), Sayyid Muhammad Tanthawi,
Mutawalli Sya`rawi, Sayyid Qutb, Muhammad Tahir ‗ibn
`Ashur, Muhammad Husayn Thabathaba`i, dan beberapa
pakar tafsir lainnya. 127

3. Sistematika Penafsiran

Selanjutnya sistematika yang digunakan Muhammad


Quraisy Shihab dalam menulis tafsirnya adalah sebagai
berikut:

126
Muhammad Quraisy Shihab, Tafsir al Mishbah: pesan, kesan dan
keserasian al-Qur`an, (Ciputat: Lentera Hati, 2002), h. xvii
127
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al Qur`an; Mengungkap
Tradisi Tafsir Nusantara: Tinjauan Kritis terhadap Konsep dan Penerapan
Munasabah dalam Tafsir al Mishbah,… h. 181

78
a. Dimulai dengan penjelasan surat secara umum
b. Pengelompokan ayat sesuai tema tema tertentu lalu
diikuti dengan terjemahannya
c. Menguraikan kosakata yang dianggap perlu dalam
penafsiran makna ayat
d. Penyisipan kata penjelas sebagai penjelasan makna
atau sisipan tersebut merupakan bagian dari kata
atau kalimat yang digunakan al-Qur`an
e. Ayat al-Qur`an dan Sunnah Nabi saw. Yang
dijadikan penguat atau bagian dari tafsirnya hanya
ditulis terjemahannya saja
f. Menjelaskan munasabah antara ayat ayat al-
Qur`an. 128
4. Metode Penafsiran

Tafsir al Mishbah ditulis dengan menggabungkan 3


metode penafsiran yang selama ini telah berkembang di
kalangan penulis tafsir al-Qur`an, yaitu metode tahlili,
muqaran, dan semi maudhu`i.

Mengenai alasan mengapa ia menggabungkan ketiga


metode penafsiran secara sekaligus, Muhammad Quraisy
Shihab menegaskan:

Dalam konteks memperkenalkan al Qur`an, dalam


buku ini, penulis berusaha dan akan terus berusaha
menghidangkan bahasan setiap surah pada apa yang
dinamai tujuan surat, atau tema pokok surat. Memang,

128
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab…, h. 31

79
menurut para pakar, setiap surat ada tema pokoknya.
Pada tema itu berkisar uraian ayat ayatnya. Jika kita
mampu memperkenalkan tema tema pokok itu, maka
secara umum kita dapat memperkenalkan tema tema
pokok itu, maka secara umum kita dapat
memperkenalkan pesan utama setiap surah, dan
dengan memperkenalkan ke 114 surah, kitab suci ini
akan dikenal lebih dekat dan mudah.129

129
Muhammad Quraisy Shihab, Tafsir al Mishbah: pesan, kesan dan
keserasian al-Qur`an…, h. xvii

80
BAB IV

PENAFSIRAN AYAT QURAISY SHIHAB TERHADAP 3


JENIS JIWA (NAFS) DALAM AL QUR`AN

A. Penafsiran tentang (Nafs) Jiwa Secara Umum dalam Al-


Qur`an

Term nafs dalam al-Qur`an dalam al-Qur`an semuanya


disebut dalam bentuk ism atau kata benda, yakni nafs, nufus
dan anfus. 130

Secara kuantitatif, kata nafs digunakan dalam al-


Qur`an dengan berbagai bentuk dan aneka makna, sebanyak
279 kali, dalam bentuk nufrad (singular) sebanyak 140 kali,
dan dalam bentuk jamak terdapat dua versi, yaitu nufus
sebanyak dua kali dan anfus sebanyak 153 kali, dan dalam
bentuk fi`il ada dua kali. 131

Nafs memiliki potensi menjadi positif (taqwa, baik)


dan negatif (fujur, buruk). Namun, potensi akan kebaikan
(taqwa) lebih kuat dari potensi keburukan (fujur) pada nafs.
Al-Qur`an menginformasikan bahwa kepada an-nafs telah
diilhamkan jalan kebaikan (taqwaahaa) dan keburukan
(fujuurahaa), sebagaimana dalam surat asy-Syams/91:7-8.
Oleh karena itu maka manusia senantiasa dituntut menjaga

130
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 43
131
H. Sa`adi, Nilai Kesehatan Mental Islam dalam Kebutuhan Kawruh
Jiwa Suryomentaram, (Jakarta: Kemenag RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang
Lektur Keagamaan, 2010), h.97

81
132
kesucian nafs-nya dan jangan sekali-kali mengotorinya,
sebagaimana yang disebutkan dalam surat asy-Syams/91:9-10
berikut:

         

“9. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa


itu 10. dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya”(QS. Asy-Syams[91]: 9-10)

Kata Nafs digunakan al-Qur`an untuk menyebut


manusia sebagai totalitas, baik manusia sebagai makhluk yang
hidup di dunia maupun manusia yang hidup di alam akhirat.
Surat al-Ma`idah/5:32, misalnya menggunakan nafs untuk
menyebut totalitas manusia di dunia, yakni manusia hidup
yang bisa dibunuh, tetapi pada surat Yasin/36:54, kata nafs
digunakan untuk menyebut manusia di alam akhirat. 133

          

         

        

         

 
“32. Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani
Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang

132
H. Sa`adi, Nilai Kesehatan Mental Islam dalam Kebutuhan Kawruh
Jiwa Suryomentaram, h.97
133
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 46

82
manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka
seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka
rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan
yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu
sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan
dimuka bumi”(QS. Al-Maidah [5]: 32)

         

 
“54. Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan
sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang
telah kamu kerjakan”(QS. Yasin [36]: 54)
Dalam surat Yasin diisyaratkan yakni bahwa di
samping manusia hidup di alam dunia, ada dunia lain, yakni
alam akhirat di mana manusia nanti harus
mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukan selama
di dunia. Jadi totalitas manusia menurut al-Qur`an bukan
hanya bermakna manusia sebagai makhluk dunia, tetapi juga
sebagai makhluk akhirat, yakni manusia yang juga harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya nanti di alam
akhirat. 134
Menurut al-Qur`an, di alam akhirat nanti, nafs akan
dipertemukan dengan badannya. Sebagaimana ayat berikut
ini:

   

134
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 46

83
“7. dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh)”(QS.
At-Takwir [81]: 7)
Tafsir Al-Maraghi mengartikan kalimat zuwwijat yaitu
dipertemukannya dengan badannya/jasadnya. Penafsiran ini
menunjukkan pada ayat lain yang mengisyaratkan bahwa di
alam akhirat manusia juga memiliki anggota badan.
Sebagaimana ayat berikut:

       

   


“65. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah
kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki
mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”(QS.
Yasin [36]: 65)
Kata Nafs dalam al-Qur`an juga diisyaratkan sebagai
penggerak tingkah laku. Tuhan tidak mengubah keadaan suatu
kaum sampai mereka yang mengubah isi dari nafs mereka.
Jadi nafs bisa dioptimalkan fungsinya untuk menggerakkan
tingkah laku manusia untuk melakukan perubahan-perubahan.

          

            

            

 
“11. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila

84
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka
tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia”(QS. Ar-Ra`ad [13]: 11)
Sebagai wadah, nafs dapat menampung hal-hal yang
baik maupun yang buruk seperti pada surat Asy-Syams/91:7-8

       


“7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya) 8. maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya”(QS. Asy-Syams [91]: 7-8)
Selanjutnya menurut surat An-Nazi`at/79:40

         

“40. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran


Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa
nafsunya”(QS. An-Nazi`at [79]: 40)
Jika dijaga dari dorongan hawa nafsu, dan disucikan,
seperti yang terdapat dalam surat Asy-Syams/91:9

    


“9. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu”(QS. Asy-Syams [91]: 9)
Maka nafs akan meningkat kualitasnya. Akan tetapi
jika ia dikotori, dengan perbuatan yang buruk, maksiat dan
jauh akan kebajikan seperti yang disebut dalam surat Asy-
Syams/91:10

    


“10. dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya”(QS. Asy-Syams [91]: 10)
Maka nafs akan menjadi rendah kualitasnya. Karena
kualitas nafs sangat berpengaruh terhadap perbuatan. Jika
kualitas nafs itu baik, maka perbuatan yang dilakukan

85
cendrung kepada hal-hal yang baik, sebaliknya, jika kualitas
nafs tersebut rendah, maka perbuatannya cenderung kepada
hal-hal yang buruk. 135

B. Telaah Penafsiran Terhadap 3 Jenis Jiwa (Nafs) dalam


Tafsir al Mishbah

1. Nafs Ammarah

           

      

“53. Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan),


karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang” (QS. Yusuf [12]: 53)

Ayat ini turun dalam rangkaian kisah nabi Yusuf a.s,


khususnya dalam konteks Zulaikha, ibu angkatnya dan juga
istri seorang menteri di Mesir. Para ulama berbeda pendapat
mengenai siapa yang mengeluarkan pernyataan tersebut. 136

Al Biqa`i menilai ucapan Yusuf as. Berpendapat


bahwa Yusuf lebih lanjut berkata, ―Dan aku tidak
membebaskan diriku dari kesalahan apapun. Namun,
walaupun demikian, aku bersyukur bahwa aku dipelihara
Allah dan diberi-Nya taufik. Aku tidak menuntut

135
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 53
136
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 86

86
pembebasanku dari kesalahan sekadar untuk pembersihan
namaku, karena sesungguhnya salah satu jenis nafsu manusia
adalah nafsu yang selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali
pada waktu dirahmati oleh Tuhanku dengan menghalanginya
menyuruh; atau kecuali dengan melindungi seseorang
sehingga Allah swt. menghalangi nafsunya; atau kecuali jenis
jenis nafsu yang dirahmati Allah sehingga nafsu itu tidak
memerintahkan kepada kejahatan. Sesungguhnya Tuhanku
yang selalu berbuat baik kepadaku Maha Pengampun atas
segala dosa lagi Maha Penyayang bagi siapa yang
dikehendaki-Nya.‖ Demikian al-Biqa`i137

Adapun menurut Ibn Katsir, ayat ini adalah lanjutan


ucapan istri al `Aziz yang menggoda Yusuf itu. Di sini,
setelah pengakuannya yang lalu, dia melanjutkan bahwa,
―Aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan dan dosa
karena nafsu selalu berbisik dan mengidam-idami. Karena
nafsu selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali yang
dipelihara Allah. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.‖ 138

Muhammad Sayyid Thanthawi juga memahami ayat


ini dan ayat yang lalu sebagai gambaran dari ucapan istri Al-
Aziz. Ulama kontemporer yang juga pemimpin Tertinggi al-
Azhar itu menulis bahwa wanita itu seakan-akan berkata:
―Walaupun aku mengakui bahwa dia termasuk kelompok

137
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an Vol 6,(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 481
138
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an, h. 481

87
orang orang yang benar, dan mengakui pula bahwa aku tidak
mengkhianatinya di belakangnya, tetapi, kendati semua itu,
aku tidak akan membebaskan diriku atau menyucikannya dari
kecendrungan dan hawa nafsu serta upaya menuduhnya
dengan tuduhan yang tidak benar. Akulah yang
menyampaikan kepada suamiku pada saat aku terperanjat
(bertemu di pintu) dan ketika emosi aku memuncak bahwa,
apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud buruk
terhadap istrimu, selain dipenjarakan atau siksa yang pedih?
Sebenarnya tidak ada yang mendorong aku mengucapkannya
kecuali hawa nafsu dan syahwat aku. Sesungguhnya nafsu
manusia sangat banyak mendorong pemiliknya kepada
keburukan kecuali jiwa yang dirahmati Allah dan dipelihara
dari ketergelinciran dan penyimpangan seperti halnya jiwa
Yusuf.‖ Demikian Thanthawi. 139

Al Qur`an memperkenalkan tiga macam atau peringkat


nafsu manusia. Pertama, an-nafs al-ammarah seperti pada
ayat ini, yakni yang selalu mendorong pemiliknya berbuat
keburukan. Kedua, an nafs al-lawwamah yang selalu
mengecam pemiliknya begitu dia melakukan kesalahan,
sehingga timbul penyesalan dan berjanji untuk tidak
mengulangi kesalahan. Dan yang ketiga, adalah an-nafs al-
Muthmainnah, yakni jiwa yang tenang karena selalu

139
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an, h. 482

88
mengingat Allah dan jauh dari segala pelanggaran dan dosa.
140

Nafs Ammarah yang dijelaskan dalam Tafsir al


Mishbah secara umum merupakan jiwa yang mendorong
pemiliknya kepada hal hal yang buruk. Seperti mencuri,
minum khamr, berjudi, berzina, dan apapun yang
bertentangan dengan Al-Qur`an dan Hadits. Secara khusus,
yang dijelaskan dalam surah Yusuf ayat 53. Nafs Ammarah
disini ialah Nafs yang dimiliki oleh manusia berupa
kebutuhan biologis sebagai sesuatu yang alami menjadi fitrah
bagi setiap manusia.

Nafs Ammarah yang merupakan fitrah manusia, ini


tetaplah dilarang dan setiap manusia harus menghindarinya.
Seperti yang disebutkan dalam ayat tersebut bahwa dorongan
nafs ini sangat kuat dan hanya orang yang diberikan rahmat
dari Tuhan yang bisa menghindari godaan tersebut. 141

Jiwa yang selalu memerintahkan kepada hal hal yang


buruk. Jiwa inilah yang mendorong untuk melakukan segala
hal yang mendatangkan kemurkaan Allah. Jiwa ini selalu
berusaha untuk selalu menguasai pemiliknya dan
mendorongnya kepada kemaksiatan.142

140
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an, h. 482
141
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 88
142
Amr Khaled, Buku Pintar Akhlak terj. Fauzi Faisal Bahreisy, (Jakarta:
Zaman, 2010), h. 346

89
Al-Qur`an secara tersirat banyak menjelaskan tentang
karakteristik buruk dari nafs yang tergolong dalam Nafs
Ammarah. Secara umum nafs ammarah itu memiliki
kecendrungan kepada semua hal yang buruk. Dan secara rinci,
Al Qur`an menyebutkan jenis kecendrungan buruk tersebut,
yaitu, zalim, culas, sombong, hasad, kikir, dan kecendrungan
berbuat dosa. 143

a. Zalim

Zalim menunjukkan kata dengan konotasi yang


negatif, yaitu melakukan sesuatu yang tidak seharusnya
dilakukan, menyimpang, dan melampaui batas. Dalam al-
Qur`an yang menyebutkan kata zalim pada nafs hanya
terdapat dalam satu ayat, yaitu surat Yunus/10:54 yang
artinya:

“54. Dan kalau setiap diri yang zalim (musyrik) itu


mempunyai segala apa yang ada di bumi ini, tentu dia
menebus dirinya dengan itu, dan mereka membunyikan
penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan azab itu.
Dan telah diberi keputusan di antara mereka dengan
adil, sedang mereka tidak dianiaya”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa meskipun para


Rasul jelas jelas membawa kebenaran dari Tuhan, akan
tetapi orang-orang zalim tetap tidak mempercayainya.

143
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 89

90
Sampai suatu saat mereka menyesali diri ketika melihat
siksaan di alam akhirat. 144

b. Culas

Culas merupakan tipu daya, meperdayakan,


mengandung pengertian curang, tidak jujur, tidak lurus
hati, penuh kepalsuan, dan ketidak jujuran. 145

Karakteristik culas dalam al-Qur`an diuraikan


dengan tingkah laku orang-orang munafik yang menipu
Nabi dan kaum muslimin dengan mengatakan bahwa
mereka beriman. Sebagaimana Firman Allah berikut ini:

         

 

“8. Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami


beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal
mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman”(QS. Al-Baqarah [2]: 8)

c. Sombong

Kesombongan manusia biasanya berhubungan


dengan status sosial tinggi yang dimilikinya, suatu sikap
yang memandang rendah orang lain yang memiliki status

144
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 99
145
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 101

91
sosial lebih rendah darinya. Kesombongan jenis inilah
yang dimiliki oleh Fir`aun.

       

      

        

        

       

       

      

“75. Kemudian sesudah Rasul-rasul itu, Kami utus Musa


dan Harun kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka
kaumnya, dengan (membawa) tanda-tanda (mukjizat-
mukjizat) Kami, Maka mereka menyombongkan diri dan
mereka adalah orang-orang yang berdosa. 76. Dan
tatkala telah datang kepada mereka kebenaran dari sisi
Kami, mereka berkata: "Sesungguhnya ini adalah sihir
yang nyata". 77. Musa berkata: "Apakah kamu
mengatakan terhadap kebenaran waktu ia datang
kepadamu, sihirkah ini?" Padahal Ahli-ahli sihir itu
tidaklah mendapat kemenangan". 78. Mereka berkata:
"Apakah kamu datang kepada Kami untuk memalingkan
Kami dari apa yang Kami dapati nenek moyang Kami
mengerjakannya, dan supaya kamu berdua mempunyai
kekuasaan di muka bumi? “(QS. Yunus [10]: 75-78)

d. Hasad (Dengki)

92
Dalam bahasa Arab, Hasad artinya seseorang
menginginkan hilangnya kesenangan yang dimiliki orang
lain dan berusaha memindahkannya kepada dirinya.
Sebagaimana firman Allah berikut ini:

        

        

         

       

“109. Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar


mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran
setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari
diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.
Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah
mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu”(QS. Al-Baqarah [2]: 109)

Dalam surat al-Baqarah/2:109 mengisyaratkan


adanya kedengkian orang Yahudi Madinah terhadap orang
islam setelah mereka tahu bahwa Muhammad secara
meyakinkan memiliki bukti bukti kenabian. 146

e. Kikir

Kikir adalah orang yang menggenggam erat-erat


harta miliknya dan sama sekali tidak mau memberikan

146
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 90

93
kepada orang lain sampai pada barang barang yang sudah
tidak dibutuhkannya147.

f. Kecendrungan Berbuat Dosa

Kecendrungan untuk melakukan dosa merupakan


karakteristik dari Nafs Ammarah. Al-Qur`an
mengisyaratkan adanya karakter nafs yang tidak ragu ragu
dalam melakukan dosa besar, dan tidak ada keinginan
148
untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah.
Sebagaimana Firman Allah berikut ini:

       

 

“30. Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya


menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu
dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-
orang yang merugi”(QS. Al-Maidah [5]: 30)

Ayat di atas disebut dalam rangkaian kisah dua


putra Nabi Adam, yaitu Qabil dan Habil. Dalam sebuah
ayat dikisahkan bahwa kurban Habil diterima, sedangkan
Qabil tidak. Qabil merasa iri dan dengki atas
keberuntungan saudaranya, dan didorong oleh rasa
dengkinya ia mengancam akan membunuh Habil. Pada
saat itu, belum pernah ada peristiwa kematian dan
pembunuhan. Sehingga, membunuh merupakan suatu hal

147
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 108
148
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 95

94
yang belum terbayangkan. Habil yang diancam akan
dibunuh, menurut ayat ayat itu mengingatkan kapada
Qabil bahwa membunuh itu perbuatan dosa yang dilaramg
Tuhan, tetapi Qabil lebih mematuhi nafs-nya yang iri dan
dengki sehingga iamemandang perbuatan membunuh itu
sebagai perbuatan yang mudah, dan dengan tanpa ragu-
ragu ia membunuh saudaranya. Sosok kejiwaan Habil
adalah orang yang berusaha mengendalikan nafs-nya
dengan memperhatikan petunjuk Tuhan, sementara Qabil
adalah orang yang tunduk kepada dorongan hawa
nafsunya tanpa memikirkan akibat dari perbuatan dosanya
dan mempedulikan larangan-Nya. 149

2. Nafs Lawwamah

         

“1. Aku bersumpah demi hari kiamat, 2. dan aku bersumpah


dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)”(QS. Al-
Qiyamah [75]: 1-2)

Kata (ٓ‫ )ََّل‬laa pada awal ayat di atas ada yang

memahami sebagai sisipan yang berfungsi menguatkan kata


yang datang sesudahnya yakni ―Aku Bersumpah‖ ada juga
yang memahaminya dalam arti tidak. Di sini ada yang
berpendapat bahwa kata tidak berkaitan dengan kata
sesudahnya sehingga ia berarti: ―Aku tidak bersumpah‖ dan

149
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 95

95
ada juga yang memahami sebagai menafikan kata yang
tersirat dalam benak. Seakan akan menyatakan: Tidak! Bukan
seperti apa yang kamu duga. Aku bersumpah demi hari
Kiamat. 150

Kata (‫ )ٱللَّ َّوام ِة‬lawwamah terambil dari kata laama yang


َ
berarti mengecam, yang dimaksud disini adalah menyesal
sehingga mengecam diri sendiri. Jiwa yang menyandang sifat

ini, berada di antara dua jiwa lainnya yaitu (ُ‫ )ٱلمطمئِنَّة‬al-


َ ُ
muthmainnah yakni yang selalu patuh kepada tuntunan ilahi

dan merasa tenang dengan-Nya, dan (ُ‫ )ا َّمارة‬ammarah yakni


َ
yang selalu durhaka dan mendorong pemiliknya untuk
membangkang perintah-Nya dan mengikuti nafsunya. Al-
lawwamah adalah yang menyesal dan mengecam dirinya jika
melakukan kesalahan. 151

Al Biqa`i berpendapat bahwa penyesalan dan kecaman


itu bisa dilakukan bagi siapa yang taat maupun yang durhaka.
Bila yang bersangkutan menyesali dan mengecam dirinya
karena kedurhakaan maka ia selamat, dan bila sebaliknya
mengecam dan menyesali perbuatan baiknya maka ia akan
celaka. Penyesalan dan kecaman itu akan mencapai
puncaknya di hari Kemudian. Karena itu semua orang—

150
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an Vol 14, h. 624
151
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an volume 14, h. 624

96
walaupun telah berupaya untuk selalu berbuat baik—masih
juga akan menyesal di hari Kemudian bila saatnya nanti ia
merasa bahwa ketika hidup di dunia ada peluang baginya
untuk menambah kebajikan, tetapi ia tidak menggunakan
peluang tersebut. 152

Uslub Qasam (Kalimat sumpah) yang terdapat dalam


al-Qur`an selalu menunjuk kepada besarnya makna dari yang

disumpahkan, misalnya: Demi matahari (), demi

masa (), demi malam () dan lainnya.

Bahwasanya hari kiamat layak disebut dengan menggunakan


uslub qasam, para mufassir menyepakati bahwa hari kiamat
memang besar dan juga dahsyat maknanya. Sedangkan
lawwamah, apakah ia sesuatu yang dahsyat sehingga
disebutkan dalam uslub qasam dan bahkan disejajarkan
dengan hari kiamat? Para mufassir berbeda pendapat. 153

Beberapa mufassir kebanyakan menilai bahwa kedua

huruf ٓ‫ ََّل‬yang terdapat pada ayat diatas ini bermakna sumpah.


Sehingga arti dari ayat itu adalah Aku bersumpah dengan hari
kiamat, dan Aku bersumpah dengan nafs lawwamah. Dua hal
itu, hari kiamat dan nafs lawwamah dipandang sebagai

152
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an volume 14, h. 624
153
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 77

97
sesuatu yang besar dan perlu ditonjolkan dengan
menggunakan uslub qasam. Dengan demikian diantara
keduanya terdapat munasabah dari segi makna. Nafs
lawwamah dipandang sesuatu yang besar oleh para mufassir
karena nafs itu memiliki keunikan dan keajaiban. Nafs
selamanya menarik dan memperdaya manusia ketika akan
melaksanakan sesuatu yang akan diembannya. 154

Hanya sebagian dari para mufassir yang memandang


nafs tidak layak disebut dengan uslub qasam karena terlalu

kecil sehinnga mereka berpendapat bahwa ٓ‫ ََّل‬pertama sebagai

lam qasam dan ٓ‫ََّل‬ yang kedua sebagai lam nafiy. Dengan

demikian maka ayat itu diterjemahkan menjadi Aku


bersumpah dengan hari kiamat dan Aku tidan bersumpah
dengan nafs lawwamah. Di kalangan para mufassir,
penafsiran dalam arti terakhir ini dipandang sebagai syadz,
yakni menyimpang dan tidak lazim. 155

Diriwayatkan bahwa al-Hasan al-Bashri berkata:


―Mukmin—demi Allah—engkau tidak menemukannya
kecuali mengecam dirinya (dan selalu berkata: Apa yang
kukehendaki dari ucapanku? Apa yang kumaksud dengan
makananku? Apa yang kutuju dari bisikan hatiku? Sedangkan

154
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 77
155
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 77

98
pendurhaka berlalu tanpa pernah mengecam dan menyesali
dirinya)‖. 156

Jiwa yang amat menyesali diri. Ketika manusia


berbuat maksiat, seringkali hal tersebut membuatnya berfikir
mengapa ia melakukan hal itu? Dan ada keinginan untuk tidak
mengulanginya lagi. Itulah jiwa yang setiap kali jatuh dalam
kesalahan, begitu resah, merasa bersalah, dan takut kepada
Allah Swt ―Aku bersumpah dengan Hari Kiamat. Aku juga
bersumpah dengan jiwa yang selalu menyesali diri‖(QS. Al-
Qiyamah [75]: 1-2). Dari ayat tersebut, ada sesuatu yang
menakjubkan, yaitu hubungan antara Hari Kiamat dan jiwa
yang menyesal dalam sumpah diatas. Jenis jiwa ini melalu
mengingat akan hari kiamat. Diantara cara untuk mengobati
jiwa agar ia berubah dari jiwa yang selalu memerintahkan
keburukan menjadi jiwa yang menyesal adalah dengan
mengingat adanya hari kiamat.157

“Menurut riwayat Ibn Abbas, setiap nafs kelak di hari kiamat


akan mencela dirinya, baik nafs yang berbakti kepada Tuhan
maupun nafs pendosa. Nafs yang taat kepada Tuhan mencela
dirinya karena menyesal tidak memperbanyak amal baiknya,
sedangkan nafs pendosa mencela dirinya karena menyesal
tidak melakukan perbuatan takwa.”158

Nafs Lawwamah termasuk nafs yang mulia, karena


hanya orang mukmin yang bisa menyesali dan menyalahkan
dirinya. Adapun orang bodoh biasanya ia sudah merasa puas
156
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an Vol 14, h. 624
157
Amr Khaled, Buku Pintar Akhlak, h. 346
158
Imam Fakhr al-Razi, al-Tafsir al-Kabir,(Beirut: Dar Ihya` al-Turats al-
`Arabi, ), cet.III, Juz XXI, h. 155

99
atas apa yang dilakukan atau tidak merasa terganggu atas
perbuatan bodohnya. 159

3. Nafs Muthmainnah

       

        

27. Hai jiwa yang tenang 28. Kembalilah kepada Tuhanmu


dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya 29. Maka masuklah
ke dalam jama´ah hamba-hamba-Ku 30. masuklah ke dalam
surga-Ku (QS. Al-Fajr [89]: 27-30)

Allah berfirman ketika menyeru ruh yang akan


meninggalkan jasadnya atau ketika ia akan bangkit dari
kuburnya: Hai jiwa yang tenang lagi merasa aman dan
tentram kerena banyak berdzikir dan mengingat Allah
kembalilah, yakni wafat dan bangkitlah di hari kemudian,
kepada Tuhan yang memelihara dan membimbing-mu dengan
hati rela, yakni puas dengan ganjaran Ilahi, lagi diridhai oleh
Allah bahkan untuk seluruh makhluk, maka karena itu
masuklah ke dalam kelompok hamba-hamba-Ku yang taat
dan memperoleh kehormatan dari-Ku, dan masuklah ke dalam
surga-Ku yang telah Ku-persiapkan bagi mereka yang taat
kepada-Ku.160

159
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 76
160
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an Vol 15, h. 299

100
Az-Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf
menyebutkan bahwa makna nafs pada ayat diatas dalam arti
orang mukmin yang jiwanya telah mencapai martabat
muthmainnah. Al-Maraghi menafsirkan bahwa nafs yang
dimaksud yakni nafs yang sudah mencapai tingkat yakin
kepada kebenaran dan sudah tidak tergoyahkan lagi oleh
syahwat dan kesenangan belaka.161 Sementara Ulama
memahami nafs muthmainnah dalam arti jiwa yang tenang,
yakni akan wujud Allah atau janji-Nya, disertai dengan
keikhlasan dalam beramal. 162

Nafs muthmainnah dalam pengertian Tafsir al-Misbah


merupakan jiwa yang tenang dan selalu merasa damai, aman
dan tentram karena selalu berdzikir dan mengingat Allah. Dan
ketika hari kebangkitan kelak, Allah sebagai pembimbing dan
pemelihara serta mereka memperoleh kehormatan di hari itu
dan mendapatkan ganjaran atas apa yang dilakukannya.

Jiwa yang tentram, inilah jiwa yang takut dan


senantiasa berharap hanya kepada Allah, serta senantiasa
ridho kepada-Nya. Allah menyebutnya jiwa yang tentram.
Meskipun semua orang disekitarnya merasa bingung, resah,
dan takut, orang yang berjiwa tentram tiada merasa resah
maupun gusar sedikitpun. 163

161
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 79
162
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur`an Vol 15, h. 299
163
Amr Khaled, Buku Pintar Akhlak, h. 347

101
Orang orang yang sudah mencapai tingkatan ini,
ketika dilanda akan masalah dan ujian maka ia akan tetap
tenang serta ridho tanpa menyalahkan takdir yang Allah
berikan kepadanya. Karena orang yang sudah mencapai
tingkatan ini meyakini bahwa hanya dengan mengingat Allah
maka hati menjadi tenang. Sebagaimana Firman Allah
berikut:

         

  

“28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka


manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya
dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS.
Ar`Ra`ad [13]: 28)

Inilah orang-orang yang sudah mencapai tingkat Nafs


Muthmainnah. Langkahnya selalu diiringi dengan kebaikan
dan ketenangan, serta selalu ikhlas dan ridho atas pemberian
Allah.

Menurut Al-Qur`an, jiwa yang tenang ditandai dengan


hal-hal sebagai berikut:

a. Memiliki keyakinan yang tidak mudah


tergoyahkan terhadap kebenaran, kerena telah
menyaksikan bukti-bukti kebenaran itu, seperti

102
yang dialami oleh pengikut-pengikut Nabi Isa a.s.
164

       

       

“113. Mereka berkata: "Kami ingin memakan


hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan
supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata
benar kepada kami, dan kami menjadi orang-
orang yang menyaksikan hidangan itu"”(QS. Al-
Maidah [5]: 113)

b. Memiliki rasa aman, terbebas dari rasa takut dan


sedih di dunia dan akhirat. 165

       

      

    

30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:


"Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat
akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa
sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah
yang telah dijanjikan Allah kepadamu"(QS.
Fushilat [41]: 30)

164
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 83
165
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur`an, h. 83

103
c. Hatinya tenang dan tentram karena selalu
mengingat Allah (QS. Ar-Ra`ad [13]: 28)

Ketika jiwa sudah menjadi tenang dan tentram, maka


tiada lagi kerisauan yang timbul dalam diri manusia. Saatnya
untuk mengabdikan diri sebagai hamba yang selalu taat
kepada-Nya, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya hingga ajal menjemput dan kembali dalam
keadaan fitrah sebagaimana manusia dilahirkan ke dunia
dalam keadaan fitrah juga.

C. Urgensi Nafs Muthmainnah dalam Kehidupan


Manusia dalam Meningkatkan Ketakwaan

Beriman kepada Allah Swt dan mendekatkan diri


kepadanya merupakan faktor yang sangat penting dalam
menjaga kesehatan dan ketenangan jiwa dalam meningkatkan
ketakwaan kepada-Nya. Ada beberapa kiat-kiat yang harus
dilakukan untuk menjaga ketakwaan seorang hamba terhadap
Tuhannya agar jiwa selalu dalam keadaan yang tenang.

1. Terapi melalui Sholat

Sholat memiliki pengaruh yang sangat efektif


untuk mengobati rasa sedih dan gundah yang
menghampiri manusia. Ketika manusia menjalankan
ibadah sholat dengan penuh khusyuk dan ikhlas serta
membebaskan dirinya dari segala urusan duniawi,
maka jiwanya akan merasa damai dan tenang serta

104
terhindar dari segala himpitan maupun problematika
hidup.166

Rasulullah SAW sendiri selalu melakukan


ibadah sholat saat dirinya menghadapi berbagai
persoalan penting. Diriwayatkan dari Huzdaifah RA,
ia berkata: ‖ jika mendapat persoalan, maka Nabi
SAW mendirikan sholat‖ 167

Berdasarkan hadits tersebut bahwa sholat


sangat penting untuk menciptakan sebuah ketenangan,
ketentraman dan kedamaian jiwa dalam diri manusia.
Sebagaimana Allah berfiman dalam Al-Qur`an:

       

 

“45. Jadikanlah sabar dan shalat sebagai


penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyu',”(QS. Al-Baqarah [2]: 45)

Berdasarkan firman Allah diatas, bahwa sabar


dan shalat adalah cara yang Allah perintahkan kepada
manusia ketika berada dalam persoalan yang sulit agar
tepat mengambil suatu pilihan yang sesuai dengan
nafs muthmainnah.

166
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 338
167
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 338

105
2. Terapi melalui Puasa

Ibadah puasa mengandung beberapa manfaat


yang besar, diantaranya ialah menguatkan kemauan
dan menumbuhkan kemampuan jiwa manusia dalam
mengontrol hawa nafsunya. 168

Puasa dalam arti umum bermakna menahan


dari makan dan minum, berkata-kata kotor dan dari
melakukan perbuatan yang buruk. Menurut
terminology, puasa berarti menahan diri dari makan,
minum dan berjima` dari mulai terbit matahari hingga
terbenamnya.169

Allah berfirman dalam Al-Qur`an:

       

      

“183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan


atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
“(QS. Al-Baqarah [2]: 183)

Puasa termasuk syariat islam yang harus tegak


di atas keikhlasan.karena itu puasa adalah rahasia
antara seorang hamba dengan Rabb-nya, tiada yang

168
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 344
169
Khairunnas Rajab, Psikologi Agama, (Jakarta: Lentera Ilmu Cendikia,
2014), h. 85

106
mengetahuinya kecuali Allah SWT. Sehingga puasa
mempunyai pahala yang sangat besar dan ganjaran
yang sangat melimpah, karena ia merupakan
pendekatan kepada Allah SWT dalam mencari ridho-
Nya.170

Dengan demikian, puasa merupakan salah satu


cara seorang hamba mendekatkan diri kepada
Tuhannya untuk mendapatkan ketenangan jiwa.

3. Terapi melalui Zikir

Beribadah kepada Allah SWT secara terus-


menerus, berdzikir, meminta ampunan, dan berdoa
setiap waktu dapat mendekatkan diri seseorang dengan
Tuhannya, merasa bahwa ia selalu berada dalam
lindungan-Nya, menguatkan harapan untuk menggapai
maghfirah-Nya, membangkitkan perasaan puas dan
lapang dada, serta melahirkan ketenangan dan
kedamaian dalam jiwanya. 171

        

   

“28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati


mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah.
170
Ahmad bin Abdul Aziz Al-Hushain, Ruh Puasa dan Maknanya,
(Surabaya: Pustaka elBA, 2008), h. 391
171
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits terj.
Zaenudin Abu Bakar, h. 349

107
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram” (QS. Ar`Ra`ad [13]: 28)

Berdzikir kepada Allah SWT dapat


mendekatkan diri seorang hamba kepada Tuhannya.
Jika Tuhan mendekati hamba-Nya, maka Dia akan
melindunginya, merahmatinya serta memberikan
kedamaian dalam jiwanya

4. Istiqomah

Apapun perbuatan yang baik maka harus


diiringi dengan Istiqomah, karena dalam kitab suci
manusia diperintahkan untuk mengikuti agama secara
kaffah. Sebagaimana ayat berikut:

       

       



“208. Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu


ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu
turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan
itu musuh yang nyata bagimu.“ (QS. Al-Baqarah [2]:
208)

Satu hal yang menindikasikan bahwa


istiqamah sangat urgent adalah Rasulullah SAW.

108
Diperintahkan Allah untuk tetap istiqomah.
Sebagaimana Allah SWT berfirman:

         

   

“112. Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar,


sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga)
orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah
kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha
melihat apa yang kamu kerjakan.“ (QS. Huud [11]:
112)

Ibnu Abbas ra. Berkata, “tidak satupun ayat di


dalam Al-Qur`an yang diturunkan kepada Rasulullah,
yang lebih berat dari ayat ini“

Ibnu Abbas ra. Bertanya kepada Rasulullah,


“mengapa engkau cepat beruban Ya Rasulullah“
beliau menjawab, “itu karena ayat-ayat pada surah
Huud.“172

Dengan demikian bahwa istiqomah sangat


dikuatkan dan hanya orang orang yang beriman dan
bertakwa dapat mencapainya. Setiap manusia
dianjurkan untuk istiqomah karena sangat penting
untuk mencapai ketenangan dan ketentraman jiwa
yang sesungguhnya .

172
Musthafa Dieb Al-Bugha Muhyiddin Mistu, Menyelami Makna 40
Hadits Rasulullah SAW, (Jakarta: Al-I`tishom, 2003), h. 163-164

109
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari berbagai pemaparan mengenai penafsiran terhadap


tiga jenis nafs dalam al-Qur`an menurut Kitab Tafsir Al-Mishbah,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Nafs merupakan bentuk mufrod yang jama`nya anfus dan


nufus diartikan jiwa, pribadi, diri, hidup, hati, atau pikiran,
dan digunakan juga untuk beberapa arti lainnya. Kata nafs
digunakan dalam al-Qur`an dengan berbagai bentuk dan
aneka makna, sebanyak 279 kali, dalam bentuk nufrad
(singular) sebanyak 140 kali, dan dalam bentuk jamak
terdapat dua versi, yaitu nufus sebanyak dua kali dan anfus
sebanyak 153 kali, dan dalam bentuk fi`il ada dua kali.
2. Dalam perspektif M. Quraisy Shihab, jiwa dalam Al Qur`an
memperkenalkan tiga nafsu yang dimiliki oleh manusia.
Pertama, nafs ammarah, yaitu jiwa yang selalu mendorong
pemiliknya untuk berbuat kepada hal-hal yang bersifat buruk.
Kedua, an nafs al-lawwamah yaitu jiwa yang selalu
mengecam pemiliknya ketika melakukan kesalahan, sehingga
berakhir dengan penyesalan. Dan yang ketiga, an-nafs al-
Muthmainnah, yakni jiwa yang tenang dan tentram karena
selalu mengingat Allah dan jauh dari segala pelanggaran dan
dosa.
3. Manusia dikatakan normal ketika memenangkan Nafs
muthmainnah. Karena jiwa ini menitikberatkan kepada
kesehatan dan kekuatan badan, memenuhi kebutuhan dasar
110
dengan cara yang baik dan halal, memenuhi kebutuhan
spiritual dengan berpegang teguh pada akidah tauhid,
mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menjalankan
ibadah dan melakukan amalan sholeh serta menjauhkan diri
dari keburukan dan segala hal yang dapat menyebabkan
murka Allah SWT. Ketentraman jiwa merupakan tujuan
setiap manusia yang beriman karena kekayaan yang
sebenarnya dan yang kekal bukanlah harta benda, melainkan
kekayaan hati.
4. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis


merekomendasikan saran-saran sebagai berikut :

1. Setiap manusia harus bisa menundukkan nafs (jiwa) yang


berkonotasi negative yang dapat menghantar kepada
keburukan dan penyesalan di akhir.
2. Dalam menjalani kehidupan, hendaknya manusia dapat
menentukan kepribadian ideal yang sesuai dengan Nafs
Muthmainnah sehingga menciptakan diri yang tenang,
damai, dan tentram karena selalu berdzikir dan mengingat
Allah di setiap langkahnya.

111
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hushain, Ahmad bin Abdul Aziz, Ruh Puasa dan Maknanya,


Surabaya: Pustaka elBA, 2008
Anshori, Penafsiran Ayat-ayat Gender Menurut Muhammad Quraisy
Shihab, Jakarta: Visindo Media Pustaka, 2008
Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniyah
Manusia, Jakarta: Bulan.Bintang, 1976
Drajat, Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 2010
Efandi, Usman – Praja, Juhana S., Pengantar Psikologi, Bandung:
CV Angkasa, 2012
Federspiel, Howard. M, Kajian al Qur`an di Indonesia: Dari
Mahmud Yunus hingga Quraisy Shihab, Bandung: Mizan, 1994
Jaelani,A. F, Penyucian Jiwa (Tazkiyat an Nafs) & Kesehatan
Mental, Jakarta: Amzah, 2000
Khaled, Amr, Buku Pintar Akhlak, Jakarta: Zaman, 2010
Mubarok, Ahmad, Jiwa dalam Al Qur`an, Jakarta Selatan:
Paramadina, 2000
Mistu, Musthafa Dieb Al-Bugha Muhyiddin, Menyelami Makna 40
Hadits Rasulullah SAW, Jakarta: Al-I`tishom, 2003
Najati, Muhammad Utsman, Ilmu Jiwa Dalam Al Qur`an terj. Addys
Aldizar, Tohirin.Supatra, Jakarta: Pustaka Azzam, 2005
Raharjo, M. Dawam, Ensiklopedia Al-Qur`an: Tafsir Sosial
Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Jakarta: Paramadina, 1996
Rajab, Khairunnas, Psikologi Agama, Jakarta: Lentera Ilmu
Cendikia, 2014
Sa`adi, H, Nilai Kesehatan Mental Islam dalam Kebutuhan Kawruh
Jiwa Suryomentaram, Jakarta: Kemenag RI Badan Litbang dan
Diklat Puslitbang Lektur Keagamaan, 2010

112
Said, Hasani Ahmad, Diskursus Munasabah al Qur`an; Mengungkap
Tradisi Tafsir …....Nusantara: Tinjauan Kritis terhadap
Konsep dan Penerapan Munasabah dalam.Tafsir al Mishbah,
Jakarta: Lectura Press, 2014
Shaleh, Abdul Rahman Psikologi: suatu pengantar dalam Perspektif
Islam, Jakarta:.Kencana Prenada Media Grup, 2008
Shihab, M. Quraisy Yang tersembunyi: Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat
dalam al Qur`an – as-Sunnah, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Shihab, M. Quraisy, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan aturan
yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami al-Qur`an
,Tangerang: Lentera Hati, 2013
Shihab, M. Quraisy, Mahkota Tuntunan Ilahi, Tafsir Surah al
Fatihah, Jakarta: Untagama, 1998
Shihab, M. Quraisy, Pengantin al Qur`an: Kalung Permata buat
Anak-anakku, Jakarta: .Lentera Hati, 2007
Shihab, Muhammad Quraisy Lentera al Qur`an: Kisah dan Hikmah
Kehidupan, Bandung: Mizan, 2008
Shihab, Muhammad Quraisy, Membunikan al Qur`an: Fungsi dan
Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan,
1994
Shihab, Muhammad Quraisy, Menabur Pesan Ilahi, Ciputat: Lentera
Hati, 2006
Shihab, Muhammad Quraisy, Tafsir al Misbah, Ciputat: Lentera Hati,
2000
Shihab, Muhammad Quraisy, Tafsir al Misbah: pesan, kesan dan
keserasian al-Qur`an,.Ciputat: Lentera Hati, 2002
Shihab, Muhammad Quraisy, Wawasan al-Qur`an, Bandung: Mizan,
1996

113
Sobur, Alex, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, Bandung:
Pustaka Setia, 2003
Thaufan, Ali, Kemukjizatan Psikologis Al Qur`an, Ciputat: Rabbani
Press, 2015
Usman, Muhammad Idris, ―Kajian Terhadap Pemikiran Tentang
Jiwa (al Nafs) dan …….Emanasi dalam Filsafat Islam Serta
Hubungannya dengan Pandangan Sains.Modern”, dalam
Jurnal al Fikr, Vol. 17, No. 3, Tahun 2013

114

Anda mungkin juga menyukai