Anda di halaman 1dari 93

PENERAPAN RETORIKA DALAM DAKWAH

K. H. YAHYA ZAINUL MA’ARIF DI PONPES


AL-BAHJAH CIREBON

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh
Saepul Anwar
1111051000062

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
Abstrak

Saepul Anwar

Penerapan Retorika Dalam Dakwah K. H. Yahya Zainul Ma’arif Dipondok Pesantren


Al-Bahjah Cirebon

K. H. Yahya Zainul Ma’arif seorang mubaligh yang terbilang sukses dan beliaupun
seorang yang dapat dijadikan figur dengan uswatun hasanah yang beliau miliki. Mulai dari
kesederhanaan beliau dalam berdakwah serta kelembutan tutur katanya. Dengan waktu yang
singkat beliau bisa membuka dan berdakwah di berbagai tempat, karena dakwah beliau
begitu mudah dipahami oleh jema’ah Cirebon. Ketika beliau berdakwah, beliau tidak pernah
lepas dari kitab kuning (Hadis, Fiqih, dan Akhlak) dan Al-Qur’an yang selalu beliau bawa,
yang merupakan salah satu ciri khas dari dirinya, Hal tersebut yang membuat peneliti merasa
tertarik untuk menjadikannya sebagai subjek dalam penelitian.
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, muncul beberapa pertanyaan
bagaimana konsep retorika K. H. Yahya Zainul Ma’arif di Pondok Pesantren Al-Bahjah
Cirebon? Bagaimana penerapan retorika dalam dakwah yang dilakukan oleh K. H. Yahya
Zainul Ma’arif di Pondok Pesantren Al-Bahjah Cirebon? Tujuan untuk mengetahui
bagaimana konsep retorika dan dakwah K. H. Yahya Zainul Ma’arif di Pondok Pesantren Al-
Bahjah Cirebon serta mengetahui bagaimana penerapan retorika dakwah nya. Manfaatnya
adalah memberikan kontribusi positif bagi pengembangan penelitian melalui pendekatan ilmu
komunikasi, menambah pengetahuan bagi penulis, dan umumnya untuk yang lain yang terjun
pada dunia dakwah khususnya penerapan retorika dalam dakwah K. H. Yahya Zainul Ma’arif
di Pondok Pesantren Al-Bahjah Cirebon.
Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus, maka penulis menggunakan teori lima
hukum retorika yang di kemukakan oleh Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Retorika
Modern Pendekatan Praktis yang terdiri dari menemukan bahan (inventio), menyusun bahan
(despositio), memilih bahasa (elucutio), mengingat materi (memoria), dan menyampaikan
dakwah dengan lisan (pronuntiatio).
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan refresentatif dalam penelitian ini, maka
penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif analisis yaitu metode wawancara dan
dokumentasi yang akan dihasilkan penafsiran penulis. Waktunya dari awal Februari sampai
akhir Februari 2016. Yang berlokasi di Pondok Pesantren Lembaga Dakwah Al-Bahjah
Cirebon. Tekniknya dengan observasi langsung dimana beliau melakukan dakwah. Dan
Mengikuti beberapa ceramah umum beliau di Pondok Pesantren maupun di mesjid-mesjid
sekitar Pondok Pesantren. Wawancara langsung dengan K. H. Yahya Zainul Ma’arif dan para
pengasuh, ustad, mad’u, dan santri. Serta mengumpulkan dokumentasi tentang K. H. Yahya
Zainul Ma’arif.
Retorika dalam dakwah yang beliau gunakan terbilang bagus, dikemas dengan
menarik sehingga materi dakwah dapat tersampaikan dengan benar. Dakwah yang beliau
gunakan bersifat informasi dan edukasi. Dakwah beliau tanpa paksaan, namun dengan
ketegasan, dan kesederhanaan beliau dalam menyampaikan dakwah bisa menjadi daya tarik
yang luar biasa terhadap jamaah.

Kata kunci: retorika, dakwah, pondok pesantren, da’i, mad’u

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada kata yang pantas

kecuali pujian yang terus dilafalkan oleh lisan dan tidak ada perbuatan yang baik

dan perbuatan ketaatan kecuali tertuju hanya kepada-Nya. Hanya Dialah yang

pantas dipuji dan hanya Dialah yang pantas disembah, kepada-Nya pula hamba

memohon pertolongan, sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan

dengan baik.

Shalawat serta salam semoga Allah berikan kepada manusia yang

berakhlak luar biasa, manusia yang agung yang diciptakan oleh Yang Maha

Agung, manusia yang besar yang diciptakan oleh Yang Maha Besar. Yaitu

baginda Nabi Muhammad Saw. Yang telah membimbing umatnya dari masa

kegelapan yaitu masa jahiliah menuju masa yang sangat terang dengan Al-Qur’an

dan Hadist.

Penulis menyadari benar, bahwa skripsi ini sudah merupakan bagian yang

tidak dapat terpisahkan. Suatu kebanggan bagi penulis kepada orang-orang yang

ikut memberikan bantuan dan dorongan semangat kepada penulis dalam proses

penyelesaiannya. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik; Ibu

Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi

Umum dan Keuangan dan Bapak Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan

III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.

vi
2. Bapak Drs. Masran, MA. selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Islam, dan Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan

Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA. selaku pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang pernah

mengajar dan membagikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis. Semoga

ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis dan masyarakat nantinya.

5. Bapak dan Ibu tercinta, Bapak K. H. Anwar Sanusi dan Ibu Hj. Nyai

Jamilah yang dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang yang tulus dan

ikhlas mengasuh dan mendidik serta senantiasa mendoakan penulis,

sehingga bisa mengenyam pendidikan formal tingkat perguruan tinggi

hingga selesai.

6. Pimpinan Pondok Pesantren Lembaga Dakwah Al-Bahjah, Bapak K. H.

Yahya Zainul Ma’arif beserta keluarga, hormat dan ta’dzim penulis

kepada beliau yang telah memberikan waktu luang kepada penulis untuk

diwawancarai walau di tengah kesibukannya.

7. Kakak-kakakku yang tersayang, Nurul Millah dan Siti Khodijah, yang ikut

andil dalam memberikan bantuan dan motivasi pada penulis baik moril

maupun materil, serta semua saudara keluarga besar almarhum H. Unday

yang sudah memberikan dorongan dan semangat untuk menyelesaikan

skripsi ini.

vii
8. Teman-teman seperjuangan yang ikut andil dalam memberikan bantuan

dan dorongan terutama untuk anak-anak KPI B angkatan 2011, dan teman-

teman Madrasah Ibtidaiyah Arafi’yah angkatan 1999.

9. Keluarga besar Alumni Pondok Pesantren Darut Tafsir, khususnya

angkatan 2011, 2013, dan 2014, serta teman-teman yang lainnya yang ikut

andil dalam memberikan bantuan dan dorongan serta motivasi kepada

penulis.

10. Dan semua pihak yang terlibat membantu dalam penulisan skripsi ini.

Dengan hamparan kedua tangan serta ketulusan, penulis mendoakan

semoga bantuan, dukungan, bimbingan dan perhatian yang telah diberikan oleh

semua pihak akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT

disertai limpahan rahmat dan hidayah serta berkah-Nya.Amin Yaa Robbal

‘Alamin.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sepenuhnya dapat

menentramkan kegelisahan intelektual menyirami bahagia ilmiah, untuk itu,

penulis sangat berlapang dada menerima masukan-masukan yang bersifat

membangun. Semoga skripsi ini dihadapan anda dapat memberikan kontribusi

positif, memperluas wawasan keilmuan, serta menambah khazanah perpustakaan.

Jakarta, 11 Mei 2016

Saepul Anwar
1111051000062

viii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................ v
KATA PENGANTAR...................................................................................... vi
DAFTAR ISI..................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah......................................... 5
C. Tujuan Penelitian dan Pernyataan Penelitian............................. 6
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 6
E. Metodologi Penelitian ................................................................ 6
F. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 9
G. Sistematika Penulisan ................................................................ 11

BAB II LANDASAN TEORITIS PENERAPAN RETORIKA DALAM


DAKWAH
A. RuangLingkupRetorika ............................................................. 12
1. Pengertian Retorika.............................................................. 12
2. Tujuan Retorika.................................................................... 14
3. Fungsi Retorika .................................................................... 15
4. Lima Hukum Retorika.......................................................... 17
5. Retorika dan Dakwah........................................................... 25
6. Penerapan Retorika dalam Berdakwah ................................ 26

BAB III BIOGRAFI K. H. YAHYA ZAINUL MA’ARIF


A. Riwayat Hidup K. H. Yahya Zainul Ma’arif.............................. 28
B. Organisasi dan Aktivitas Dakwah K. H. Yahya Zainul Ma’arif 30
C. Gambaran Pondok Pesantren Al-Bahjah.................................... 31

ix
BAB IV HASIL DAN ANALISIS DALAM PENERAPAN
A. Konsep Retorika Menurut K. H. Yahya Zainul Ma’arif ............ 36
B. Konsep Dakwah Menurut K. H. Yahya Zainul Ma’arif............. 41
C. Penerapan Retorika Dakwah K. H. Yahya Zainul Ma’arif ........ 45

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 60
B. Saran........................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 63

LAMPIRAN...................................................................................................... 66

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Retorika berasal dari bahasa Inggris, Rethoric, yang artinya “ilmu bicara”.

Dalam perkembangannya, retorika disebut dengan seni berbicara dihadapan

umum atau ucapan untuk menciptakan kesan yang diinginkan. Sedangkan dakwah

mengandung arti ajakan atau seruan baik lisan, tulisan maupun tingkah laku.

Dakwah merupakan kewajiban individu muslim kapanpun dan di manapun

berada. Berdakwah tidak dapat dilaksananakan dengan asal-asalan melainkan

harus dengan metode, karena yang diseru adalah manusia yang mempunyai

pendirian.1

Menurut kutipan yang di atas bahwa retorika artinya ilmu berbicara,

berbicara di hadapan umum atau perkataan yang menciptakan kesan apa yang

diinginkan, itu termasuk arti dari retorika di dalam perkembangannya. Sedangkan

dakwah ialah suatu ajakan, baik melalui lisan, tulisan, ataupun tingkah laku.

Berdakwah tidak bisa dilakukan dengan main-main, sebab dakwah menyeru

kepada manusia yang tentunya memiliki pendirian.

Kegiatannya menyatu dengan kehidupan manusia di dunia yang menjadi

bukti adanya hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan

sesama, dan hubungan manusia dengan alam semesta. Sehingga Islam menjadi

agama dakwah dalam teori dan praktiknya yang telah dicontohkan oleh Nabi

Muhammad SAW dalam kehidupannya. Dapat disimpulkan bahwa dakwah

1
H. Naan Rukmana, Masjid dan Dakwah,(Jakarta: Al-mawardi Prima, 2002), Cet ke-1, h.
164.

1
2

adalah mengubah situasi dan kondisi yang seharusnya seperti yang dikehendaki

Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, yang diinginkan dari dakwah adalah

terjadinya perubahan kearah kehidupan yang islami.

Sering kali retorika disamakan dengan Public Speaking, yaitu suatu bentuk

komunikasi lisan yang disampaikan kepada kelompok orang banyak, tetapi

sebenarnya retorika itu tidak sekedar berbicara dihadapan umum, melainkan

merupakan suatu gabungan seni berbicara dan pengetahuan atau masalah tertentu

untuk meyakinkan pihak orang banyak melalui pendekatan persuasif.2

Pada saat ini banyak para da’i yang muncul di tengah-tengah masyarakat,

yang menyampaikan dakwahnya dengan metode-metode khusus sehingga

memberikan perhatian pada masyarakat. Seorang da’i dituntun untuk bisa

merangkai kata-kata yang dapat dipahami oleh para mad’u, walaupun pada

dasarnya sering kali para da’i menyampaikan ayat ataupun hadits yang sama

namun di situlah kreativitas seorang da’i diuji agar dapat menyampaikan pesan-

pesan dakwah dengan ciri khas mereka dan dapat dipahami oleh para mad’u.

Retorika digunakan sebagai ilmu untuk memandu dan membimbing

seorang da’i agar dapat merancang dan menampilkan kata yang baik dan

persuasif, memiliki relevansi yang tinggi dan memiliki peran yang besar dalam

berdakwah. Para pendakwah pun harus pandai dalam menerka siapa yang menjadi

mad’u dalam dakwah nya sebab setiap manusia tidaklah sama. Baik dari segi usia,

tingkat kecerdasan, dan status sosialnya dalam masyarakat.

Dari sekian banyak da’i yang mampu membuat mad’u terkesima akan

gaya bicaranya yang khas saat menyampaikan materi dakwahnya, salah satunya

2
Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern: Pendekatan Praktis, (Bandung; PT. Remaja
rosdakarya, 1999), hal. 9.
3

adalah K. H. Yahya Zainul Ma’arif. Beliau adalah seorang yang memiliki sifat

ramah, hal itu dapat dilihat dari mimik wajahnya dalam setiap menyampaikan

dakwahnya.

K. H. Yahya Zainul Ma’arif lahir di Blitar, yang sekarang bertempat

tinggal di Kabupaten Cirebon, Kelurahan Sendang. Kedatangan K. H. Yahya

Zainul Ma’arif ke Cirebon pada akhir tahun 2005 dan diawal 2006 dalam rangka

mejalankan tugas dari gurunya untuk memimpin Pesantren. Seiring perjalanan

waktu K. H. Yahya Zainul Ma’arif merasakan kenyamanan di Cirebon, kemudian

beliau meminta izin kepada gurunya untuk mengajar dan mendirikan sebuah

pesantren di Cirebon.

K. H. Yahya Zainul Ma’arif memulai berdakwah dari hal yang kecil, tidak

memaksa dan apa adanya. Dengan penuh kesabaran K. H. Yahya Zainul Ma’arif

memasuki musolla-musolla kecil hingga akhirnya K. H. Yahya Zainul Ma’arif

mengisi majlis-majlis ta’lim di Masjid terbesar di Cirebon Masjid At-Taqwa alun-

alun setiap senin malam selasa. Yang semula hanya dihadiri 20 orang hingga saat

ini jama’ah memenuhi ruangan dan halaman masjid.

Bersamaan itu juga K. H. Yahya Zainul Ma’arif membuka puluhan majlis

ta’lim bulanan di berbagai tempat di Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon,

Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Indramayu dan

Jabodetaek. Diantaranya adalah majlis yang diadakan di masjid Al-Imam alun-

alun kota Majalengka, masjid Al-Istiqomah Cilimus Kuningan, masjid Pertamina

Klayan, masjid Al-Mustaqim Weru. Dakwah K. H. Yahya Zainul Ma’arif tidak

terbatas pada masjid-masjid akan tetapi K. H. Yahya Zainul Ma’arif juga

berdakwah di beberapa swalayan dan toserba, seperti Yogya, Matahari


4

Department Store, Lembaga Pemasyarakatan Kesambi dan lain sebagainya.

Majelis yang K. H. Yahya Zainul Ma’arif asuh diberi nama Majelis Al-Bahjah

sekaligus nama pesantren yang saat ini dirintisnya.

Dengan waktu yang singkat beliau bisa membuka dan berdakwah di

berbagai tempat, karena dakwah beliau begitu mudah dipahami oleh jema’ah.

Ketika beliau berdakwah, beliau tidak pernah lepas dari kitab kuning dan Al-

Qur’an yang selalu beliau bawa, yang merupakan salah satu ciri khas dari dirinya,

pembahasan pembahasan K. H. Yahya Zainul Ma’arif terdapat dari kitab hadis,

fiqih, dan akhlak tetapi semua itu berpatokan kedalam Al-Qur’an. Hal tersebut

yang membuat peneliti merasa tertarik untuk menjadikannya sebagai subjek

dalam penelitian.

K. H. Yahya Zainul Ma’arif mencoba menghadirkan dakwah dari berbagai

aspek, mulai dari radio, surat kabar, televisi, media online seperti facebook,

twitter, youtube, dan lain sebagainya. Beliau juga berdakwah di majlis-majlis

ta’lim atau masjid-masjid sekitar yang tentunya pusat dari dakwah beliau. Di

media cetak K. H. Yahya Zainul Ma’arif juga ikut berdakwah. K. H. Yahya

Zainul Ma’arif mengasuh rubrik tanya jawab di koran harian umum Kabar

Cirebon. Dan sampai saat ini juga masih aktif mengasuh rubrik Masail Diniyah

disebuah majalah Islami Al-Basyirah yang terbit di Jawa Timur. Sementara pada

media Televisi K. H. Yahya Zainul Ma’arif juga pernah aktif di acara Titian

Qolbu TV One, Damai Indonesiaku TVOne, dan sampai saat ini K. H. Yahya

Zainul Ma’arif aktif di Cirebon TV dalam acara Hidup Indah Bersama K. H.

Yahya Zainul Ma’arif , MNCTV dalam acara siraman qalbu, TV9 dalam acara

kajian Islam Ahli Sunnah Waljamaah, BBS TV dan Batam TV.


5

Ini semua dilakukan dalam upaya membidik semua celah kehidupan

manusia untuk bisa diisi dengan dakwah. Berdasarkan latar belakang di atas

peneliti mempunyai ketertarikan untuk meneliti dakwah beliau dengan meneliti

retorika dakwahnya maka peneliti memilih judul penelitian Penerapan Retorika

Dalam Dakwah K. H. Yahya Zainul Maarif Di Pondok Pesantren Al-Bahjah

Cirebon.

B. Pembatasan dan Perumusan masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar lebih terarah terhadap masalah yang dipaparkan, peneliti membatasi

masalah yang akan diteliti. Peneliti sangat menyadari bahwa aktivitas dakwah

yang beliau lakukan sangatlah padat, oleh sebab itu tidak mungkin semua data

mengenai retorika dakwah yang disampaikan oleh beliau saat berdakwah

peneliti cantumkan dalam skripsi ini. Maka dari itu, penelitian ini hanya

difokuskan pada penerapan retorika dalam dakwah yang beliau gunakan di

Pondok Pesantren Al-Bahjah selama satu bulan mulai dari 01 Februari 2016

sampai 28 Februari 2016

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas maka peneliti merumuskan

masalahnya ialah sebagai berikut:

a. Bagaimana penerapan retorika K. H. Yahya Zainul Ma’arif dalam

penggunaan dakwahnya?

b. Bagaimana konsep retorika K. H. Yahya Zainul Ma’arif dalam

berdakwah?
6

C. Tujuan penelitian

Dalam penelitian ini pasti ada tujuan dan manfaatnya. Maka penelitian ini

bertujuan untuk:

Mengetahui konsep retorika K. H. Yahya Zainul Ma’arif dalam berdakwah

serta penerapan retorika dalam penggunaan dakwahnya.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hal yang positif, khususnya

untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Memberikan kontribusi bagi

peneliti dan umumnya bagi yang terjun pada dunia dakwah, yang berkaitan

tentang retorika sebagai alat utama dalam menyiarkan dakwah islami.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapakan agar menjadi bahan tambahan bagi da’i-da’iah

yang menyampaikan dakwahnya dengan se-efektif dan se-efesien mungkin, agar

dakwahnya diterima oleh khalayak yang berkenaan dengan retorika K. H. Yahya

Zainul Ma’arif

E. Metodologi Penelitian

Agar data yang diperoleh sesuai dengan yang diperlukan, maka metode

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Metodologi penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif atau analisa kritis,


7

yaitu metode yang memiliki beberapa langkah penerapan. 3 Langkah pertama

adalah mendeskripsikan gagasan primer yang menjadi bahan utama. Gagasan

primer ini yang menjadi bahasan utama. Gagasan primer ini diperoleh dari

hasil wawancara mendalam dengan narasumber. Langkah selanjutnya adalah

membahas gagasan primer tersebut yang pada hakikatnya adalah memberikan

penafsiran peneliti terhadap gagasan yang telah dideskripsikan. Bagdan dan

Taylor dalam penelitian kualitatif mendefinisikan “metode kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa data-data tertulis

atau tulisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati”.4

Dean J. Champion dalam bukunya mengatakan bahwa penelitian kualitatif

adalah “Penelitian yang berfungsi untuk mendata atau mengelompokkan

sederet unsur yang terlihat sebagai pembentuk suatu bidang persoalan yang

ada.5 Peneliti mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual

dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat, serta hubungan yang diteliti. Adapun

secara deskriptif adalah bahwa data yang dikumpulkan berupa kata-kata,

gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh penerapan metode

kualitatif.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian dalam skripsi ini adalah K.H. Yahya ZainulMa’arif dan

objeknya adalah retorika beliau dalam dakwahnya.

3. Tekhnik pengumpulan data

3
Mastuhu, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan Antar Disiplin Ilmu,(Bandung: Pusjarlit
dan Nuansa, 1998), Cet ke-1, hal.45-47.
4
Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya, 1993) Cet
ke-10, h. 3.
5
Dean J. Champion, Metode Dan Masalah Penelitian, (Bandung: Refika Aditama, 1998)h.6.
8

a. Observasi

Observasi yaitu pengambilan data yang didapatkan melalui pengamatan,

pencatatan sistematik dan fenomena-fenomena yang diselidiki langsung

kepada objeknya dengan menggunakan indera penglihatan, yang berarti tidak

mengajukan pertanyaan-pertanyaan. 6 Dalam teknik penelitian ini peneliti

mengamati dan mencatat fenomena-fenomena yang diselidiki. Dengan metode

ini peneliti akan mengetahui langsung kegiatan dakwah K. H. Yahya Zainul

Ma’arif.

b. Wawancara.

Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan K. H. Yahya

ZainulMa’arif, Penelitian ini melakukan wawancara kepadaK. H. Yahya

Zainul Ma’arif dan santri pondok pesantren lembaga dakwah Al-bahjah,

wawancara di lakukan di pondok pesantren lembaga dakwah Al-bahjah

Cirebon Jawa Barat dan di kediaman K. H. Yahya Zainul Ma’arif pada tanggal

01 Februari 2016 sampai 28 Februari 2016. Peneliti melakukan wawancara

dengan K. H. Yahya Zainul Ma’arif hanya dua kali saja dan selebihnya

peneliti melakukan observasi dan wawancara kepada pihak lain, peneliti

melakukan observasi dan menyaksikan beliau ceramah delapan kali dalam

jangka waktu sebulan. ini bertujuan untuk melengkapi data, guna menjawab

perumusan masalah yang peneliti ajukan

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data untuk mencari data-

data yang diperlukan, seperti yang dilakukan dalam mengumpulkan data

6
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. RemajA Rosyda Karya,1993)
cet ke-10, h. 186.
9

berupa buku, majalah, makalah ataupun literatur lainnya. Peneliti akan

mengumpulkan beberapa foto, video ataupun rekaman ceramah K. H. Yahya

Zainul Ma’arif di masjid-masjid besar ataupun di Pondok Pesantren Al-

Bahjah.

4. Teknik analisis data

Apabila telah terkumpul langkah selanjutnya adalah mengklarifikasikan

data untuk kemudian dianalisis, sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan

penelitian, setelah itu disajikan dalam laporan ilmiah. Dalam penelitian ini

penelitiberpedoman pada buku “Pedoman penelitian karya ilmiah (skripsi,

tesis, dan disertasi)yang oleh CeQDA (Centerfor Quality Development and

Assurance)” Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Tinjauan pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa tinjauan pustaka dari

perputakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Perputakaan Utama UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, diantaranya melihat beberapa penelitian lain yang

berhubungan dengan penelitian ini yaitu:

1. Penerapan Retorika Dakwah Ustadz Yusuf Mansyur, oleh Sulnah Safitri,

Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Komunikasi Penyiaran

Islam, Tahun 2007.

2. Penerapan Retorika K. H. Muchammad Syarif Hidayat, oleh Deden

Saputra, Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi, Jurusan

Komunikasi Penyiaran Islam, Tahun 2013.


10

Dalam penelitian sebelumnya memang membahas masalah retorika

dakwah yang disampaikan. Walaupun mengandung kategori retorika dakwah

namun cara penyampaian dari para mubaligh tersebut berbeda dalam retorika

berdakwahnya.

Namun dari sekian banyak skripsi yang ada dalam perpustakaan Fakultas

dan perpustakaan utama, peneliti belum menemukan skripsi retorika dakwah K.

H. Yahya Zainul Ma’arif. Perbedaan sekripsi di atas dengan sekripsi yang akan

penulis teliti ialah dari subjeknya karena subjek yang penulis teliti ialah K. H.

Yahya Zainul Ma’arif, dari isi pun akan berbeda di penelitian ini penulis akan

memaparkan tentang bagaimana K. H. Yahya Zainul Ma’arif menggunakan

retorika dakwah dan bagaimana penerapan retorika beliau dalam pelaksanaan

retorika dakwah di majlis-majlis ta’lim dan Pesanntren Al- Bahjah.

Dalam hal ini penerapan retorika yang beliau gunakan sangatlah baik,

untuk itu sebagai sumber utama penelitian, peneliti ingin mengetahui langsung

kepada beliau yaitu dengan cara mewawancarai beliau dan para santrinya

termasuk jemahnya yang di pimpin langsung oleh beliau. Ini sebagai langkah awal

yang peneliti prioritaskan dalam penelitian ini.

Menarik bagi peneliti untuk mengangkat menjadi suatu karya ilmiah.

Selain itu juga peneliti menganggap semua latar belakang objek yang di teliti

maupun peneliti yakni sebagai peminat dakwah. Itulah hal yang menarik

kemudian menginspirasi peneliti untuk mengambil judul ini. Sesuai dengan latar

belakang peneliti yaitu mahasiswa Jurusan Komuikasi Penyiaran Islam dan

Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.


11

G. Sistematika Penelitian

Untuk mempermudah pembahasan penelitian ini. Penelitan laporan hasil

dari 5 bab didahuliu dengan pendahuluan dan rumusan masalah di bab

pertama,selanjutnya penelitian ini menggunakan landasan teori yang terdapat pada

bab dua, dilanjutkan dengan gambaran umum tentang K. H. Yahya Zainul

Ma’arif di bab tiga, lalu peneliti menemukan hasil dari penelitian ini yang penulis

tempatkan di bab empat, setelah itu peneliti menyimpulkan hasil dari penelitian

ini yang terdapat di bab lima.


BAB II

LANDASAN TEORITIS PENERAPAN RETORIKA DALAM DAKWAH

A. Ruang Lingkup Retorika

1. Pengertian Retorika

Secara leksikal (makna kamus), kata retorika berarti keterampilan

berbahasa secara efektif, studi tentang pemakaian bahasa secara efektif dalam

karang-mengarang dan seni berpidato yang muluk-muluk dan bombastis. Dari tiga

definisi ini, yang sesuai dengan tujuan pembahasan pada saat ini adalah definisi

yang pertama dan ketiga, walau definisi yang ketiga juga menunjukkan adanya

pergeseran dari makna retorika yang sebenarnya.1

Dalam arti yang sempit berarti retorika adalah bagaimana seseorang

menggunakan tutur bahasa yang baik dan jelas agar dapat memengaruhi orang

lain dengan tujuan dan maksud tertentu. Ditinjau dari segi bahasa, retorika berasal

dari bahasa Yunani yaitu rhetor, yaitu seorang juru pidato yang mempunyai

sinonim orator.2

Sedangkan dalam bahasa arab disebut fannul khitabah, sedangkan reorika

menurut Enclyclopedia Britania, retorika adalah kesenian menggunakan bahasa

untuk menghasilkan kesan yang diinginkan terhadap pembaca dan pendengar.3

Beberapa pakar berpendapat tentang definisi retorika dari segi istilah, di

antaranya:
1
Amirudin Rahim, Retorika Hirarki, (Surakarta: Era Edicitra Intermedia, 2010), hal. 76.
2
M.H. Israr, Retorika dan Dakwah Islam Era Modern, (Jakarta: CV. Firdaus,1993), cet-1,
hal. 10.
3
Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah, (Jakarta: PT. Rhineka
Cipta), hal. 36.

12
13

a. I Gusti Ngurah Oka berpendapat bahwa retorika adalah ilmu yang

mengajarkan tindak dan usaha efektif dalam persuasi penataan dan

penampilan kultur untuk membina saling pengertian dan kerjasama

serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat.4

b. Wahidin Saputra berpendapat bahwa retorika adalah ilmu yang

mempelajari tentang bagaimana bertutur kata dihadapan orang lain

dengan sistematis dan logis untuk memberikan pemahaman dan

meyakinkan orang lain.5

c. Jalaluddin Rahkmat berpendapat bahwa retorika adalah pemekaran

bakat-bakat tertinggi manusia, yakni rasio dan cita rasa lewat bahasa

selaku kemampuan untuk berkomunikasi dalam medan fikiran.6

d. Gorys Keraf berpendapat bahwa retorika adalah suatu teknik

pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu

pengetahuan yang tersusun baik.7

e. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, retorika adalah keterampilan

bahasa secara efektif dalam karang-mengarang atau seni berpidato

yang muluk-muluk dan bombastis.8

Dalam menggunakan retorika dibutuhkan kepandaian berbicara.

Kepandaian berbicara itu mengenai menjelaskan, mengungkapkan, dan

4
I Gusti Ngurah Oka, Retorika Sebuah Tinjauan Sejarah Pengantar, (Bandung: Terate,
1976), cet-1, hal. 13.
5
Wahidin Saputra,Retorika Dakwah Lisan, (Buku Ajar Fakultas Ilmu Dakwah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta: Dakwah Press, 2006), hal. 2.
6
Jalaluddin Rahmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1998), hal. 5.
7
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum, 2007), cet-
17, hal. 1.
8
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka), edisi ke-2, h. 953.
14

mengutarakan apa yang terdapat dalam fikiran dan perasaan. Setiap manusia telah

diberikan anugerah untuk pandai berbicara.

Pandai berbicara merupakan warisan biologis dari ke dua orang tua yang

bersifat genetis dan otomatis. Pandai berbicara adalah hasil dari proses

pembelajaran oleh lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam Al-Qur’an, Allah

berfirman pada surat Al-Balad ayat 8-9:

       

Artinya:“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata,


Lidah dan dua buah bibir.”(Q,s al-balad :8-9)
Allah SWT memudahkan semua itu dengan karunia-Nya berupa perangkat

lunak, yaitu potensi kemampuan berbicara dan perangkat keras,yaitu lidah dan

bibir, termasuk kedua telinga. Dengan begitu manusia mampu memproduksi kata-

kata dan kalimat tidak terbatas banyak jumlahnya.9

Berbicara yang efektif seyogyanya menyenangkan, memiliki daya tarik,

mengasikkan, mengesankan, mencapai tujuan secara jelas serta mengundang rasa

simpatik pendengar. Untuk berbicara yang efektif diperlukan ilmu retorika.

2. Tujuan Retorika

Retorika sebagai ilmu yang berdiri sendiri, dikatakan bahwa tujuannya

adalah persuasi. Maksud dari pada persuasi di sini adalah yakinnya penaggap tutur

akan kebenaran gagasan topik si penutur. Persuasi adalah suatu seni verbal yang

bertujuan untuk meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki

pembicara pada waktu ini dan pada waktu yang akan datang.10

9
Amirudin Rahim, Op.Cit, hal. 4
10
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), cet-
12, hal. 118.
15

Sedangkan menurut Erwin P. Bettinghaus (1973), persuasi merupakan

suatu usaha yang disadari untuk mengubah sikap, kepercayaan atau perilaku orang

melalui transmisi pesan.11 Secara massa retorika bertujuan sebagai berikut:

a. To Inform, yaitu memberikan penerangan dan pengertian kepada

massa, guna memberikan penerangan yang mampu menanamkan

pengertian dengan sebaik-baiknya.

b. To Convise, yaitu meyakinkan dan menginsafkan.

c. To Inspire, yaitu menimbulkan inspirasi dengan teknik dan sistem

penyampain yang baik dan bijaksana.

d. To Intertain, menggembirakan, menghibur atau menyenangkan, dan

memuaskan.

e. To Ectuate (to put into action), yaitu menggerakkan dan mengarahkan

mereka untuk bertindak menetralisir dan melaksanakan ide yang telah

dikomunikasikan oleh orator dihadapan massa.12

3. Fungsi Retorika

Menurut Plato, berfungsi untuk memberikan kemampuan dalam

menggunakan bahasa yang sempurna, dan merupakan jalan bagi seseorang untuk

memperoleh pengetahuan yang luas.13 Sedangkan I Gusti Ngurah Oka

menjelaskan bahwa retorika adalah:

a. Untuk menyediakan gambaran yang jelas tentang manusia terutama

dalam hubungan kegiatan bertutur kata, termasuk ke dalam gambaran

ini antara lain gambaran proses kejiwaan ketika ia terdorong untuk

11
I Gusti Ngurah Oka, Retorika Sebuah Tinjauan Sejarah Pengantar, (Bandung: Terate,
1976), cet-1, hal. 63.
12
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, t.t), hal. 156.
13
Onong Uchjana Effendi, Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditia Bakti), hal. 55.
16

bertutur dan ketika ia mengidentifikasi pokok persoalan sampai

retorika bertutur ditampilkan.

b. Menampilkan gambaran yang jelas tentang bahasa atau benda yang

bisa diangkat menjadi topik tutur, misalnya gambaran tentang hakikat,

struktur, dan fungsi topik tutur.

c. Mengemukakan gambaran yang terperinci tentang masalah

tuturmisalnya dikemukakan tentang hakikat, struktur, dan bagian-

bagian topik tutur.

Berdasarkan dengan penampilan gambaran ketiga hal tersebut di atas,

disiapkan pula bimbingan tentang:

a. Cara memilih topik.

b. Cara-cara memandang dan menganalisa topik tutur untuk menentukan

sasaran ulasan yang persuasif dan edukatif.

c. Penulisan jenis tutur yang disesuaikan dan tujuan yang hendak dicapai.

d. Pemilihan materi bahasa serta penyusunan menjadi kalimat-kalimat

yang padat, utuh, dan bervariasi. Pemilihan gaya bahasa dan gaya tutur

dalam penampilan tutur kata.14

Jika kita memahami fungsi retorika, maka akan sejalan dengan empat

fungsi komunikasi yaitu:

a. Mass Information untuk memberi dan menerima informasi kepada

khalayak. Hal ini bisa dilakukan oleh setiap orang dengan pengetahuan

yang dimiliki. Tanpa komunikasi informasi tidak dapat disampaikan

dan diterima.

14
I Gusti Ngurah Oka, Retorika Sebuah Tinjauan Sejarah Pengantar, (Bandung: Terate,
1976), cet-1,h.63.
17

b. Mass Education, yaitu memberi pendidikan. Fungsi ini dilakukan oleh

guru kepada murid untuk meningkatkan pengetahuan atau oleh siapa

saja yang memiliki keinginan untuk memberikan pendidikan.

c. Mass Persuasion, yaitu untuk memengaruhi. Hal ini bisa dilakukan

oleh setiap orang atau lembaga yang member dukungan dan ini biasa

digunakan oleh orang yang bisnis, dengan memengaruhi iklan yang

dibuat.

d. Mass Intertainment, yaitu untuk menghibur. Hal ini yang biasa

dilakukan oleh radio, televisi atau orang yang memiliki professional

menghibur.15

4. Lima Hukum Retorika

Menurut Jalaluddin Rahmat dalam bukunya Retorika Moderen

Pendekatan PraktisAda lima tahap penyusunan pidato yang dikenal dengan (The

Five Canons of Rhetoric) yang sering diterjemahkan dengan “lima hukum

retorika”, yaitu:

a. Menemukan bahan (inventio), pada tahap ini da’i atau mubaligh

menggali topik dan meneliti khalayak yang akan hadir mendengarkan

ceramah kita, kemudian menentukan metode yang tepat.

b. Penyusunan bahan/materi yang akan disampaikan (despositio), dalam

tahap ini da’i atau mublaigh menyusun materi dakwah yang akan

disampaikan, misalnya: pendahuluan, pembahasan dan penutup.

15
Raudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), cet-1, hal. 52.
18

c. Memilih bahasa yang indah (elucutio), pada tahap ini da’i atau

mubaligh memilih kata-kata yang tepat, kalimat yang jelas dan bahasa

yang indah sesuai dengan kemampuan khalayak pendengar.

Memilih gaya bahasa sesuai kemampuan khalayak pendengar,

gaya bahasa sendiri adalah sebagai salah satu variasi bahasa, yaitu

termasuk ragam, yang ditandai oleh suasana indah.

d. Mengingat materi yang akan disampaikan (memoria), pada tahap ini

da’i atau mubaligh harus mengingat-ingat dalam pikiran materi yang

akan disampaikan kepada khalayak pendengar sesuai dengan susunan

yang telah dibuat sebelumnya.

e. Menyampaikan dakwah lisan (pronuntiatio), pada tahap ini da’i atau

mubaligh menyampaikan materi dakwah lisan, pada saat penyampaian

materi perhatikan suara (vokal), gerak tubuh, dan pelihara kontak mata

dengan khalayak pendengar.16

Dalam perkembangannya, kelimahukum retorika tersebut mendapat

penafsiran yang semakin luas. Saat ini, pengertian “penciptaan” sudah meluas dan

mengacu pada pengertian konseptualisasi, yaitu proses pemberian makna terhadap

data melalui interpretasi (the process through which we assign meaning to data

through interpretation).17

Ini berarti suatu pengakuan terhadap fakta bahwa kita tidak sekedar

menemukan apa yang ada, menciptakannya melalui kategori interpretasi yang kita

gunakan. Pengaturan adalah proses mengorganisir simbol, yaitu mengatur

16
JalaluddinRakhmat,.Retorika Modern Pendekatan Praktis. (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 1998), hal. 7-8.
17
Morrissan dan Andy Corry Wardhani, Teori Komunikasi tentang Komunikator,Pesan,
Percakapan, dan Hubungan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), cet-1, hal. 44.
19

informasi yang terkait dengan hubungan di antara manusia, simbol dan konteks

yang terlibat.18

Untuk memperoleh topik/bahan yang akan disampaikan dalam dakwah

lisan dapat diambil dari beberapa hal berikut:

a. Peristiwa aktual yang sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat,

b. Peristiwa yang sedang diperingati,

c. Materi-materi agama,

d. Masalah-masalah kehidupan sosial,

e. Pengalaman pribadi.19

Pembicara yang baik selalu pandai dalam memilih kata-kata. Sehingga

pendengar jarang menyadari manipulasi daya tarik motif yang digunakan, juga

tidak mengetahui organisasi pesan dan system penyusunan pesan, tetapipendengar

mengetahui pasti bahwa pembicara yang baik selalu pandai dalam memilih kata-

kata yang mudah dipahami oleh pendengar.20

1. Pengertian Dakwah

Dilihat dari segi bahasa kata dakwah berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk

isim masdar dari kata da’a-yud’u-da’watun yang artinya menyeru, memanggil,

mengajak, dan menjamu.21Di dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang

menunjukkan kata tersebut, antara lain dalam surat Yunus ayat 25:

           

18
Morrissan dan Andy Corry Wardhani, Teori Komunikasi tentang Komunikator,Pesan,
Percakapan, dan Hubungan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), cet-1, hal. 45.
19
Wahidin Saputra, Retorika Monologika, (Bogor: Titan Nusa Perss, 2010), cet-1, h.17-18.
20
Wahidin Saputra, Retorika Monologika, (Bogor: Titan Nusa Perss, 2010), cet-1, h.30-31.
21
Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemah, 1973), hal. 127.
20

Artinya:“Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki


orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang Lurus (Islam)”.

Pada dasarnya, semua pribadi muslim berperan secara otomatis sebagai juru

dakwah.Secara umum, adalah setiap muslim dan muslimah yang mukallaf

(dewasa), di mana kewajiban dakwah merupakan suatu yang melekat, tidak

terpisahkan dari misinya sebagai penganut Islam sesuai dengan perintah;

“sampaikan walau satu ayat.”

Secara khusus, adalah mereka yang mengambil keahlian khusus

(mutakhasis)dalam bidang agama Islam, yang dikenal dengan

panggilanulama.Ada beberapa pengertian istilah menurut pakar-pakar ilmu

dakwah, antara lain:

a. Dakwah menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah mengajak

manusia agar beriman kepada Allah dan Rasulallah saw dengan cara

membenarkan apa yang mereka beritakan dan mengikuti apa yang

mereka perintahkan.22

b. Dakwah menurut M. Quraish Shihab adalah seruan atau ajakan kepada

jalan keinsyafan atau mengubah situasi yang kurang baik menjadi

lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.23

c. Dakwah menurut M. Arifin adalah suatu kajian dalam seruan, baik

dengan lisan, tulisan maupun tingkah laku yang dilakukan secara sadar

dan berencana untuk mempengaruhi orang lain agar timbul suatu

pengertian, kesadaran, serta penghayatan ajaran agama tanpa ada unsur

22
Said Muhammad Nuh, Dakwah Fardiyah: Pendekatan Personal dalam Dakwah,
(Surakarta: Era Inter Media, 2000), cet-2, hal. 13-14.
23
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi Peran Wahyu dalam Masyarakat,
(Bandung: Mizan, 1999), cet-19, hal. 194.
21

paksaan.24

Dari tiga pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa dakwah adalah

mengadakan suatu perubahan dan pembenahan, baik yang bersifat individu

maupun sosial sesuai dengan ajaran Islam.

Kegiatan tersebut disampaikan dengan menggunakan liasan, tulisan, dan

tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha

mempengaruhi orang lain agar timbul pengertian keinsyafan dalam diri individu

dengan menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan

sehari-hari.

1. Unsur-unsur Dakwah

a. Da’i

Da’isecara bahasa diambil dari bahasa arab, bentuk isim fa’il dari asal

kata da’a-yud’u-da’watun, artinya orang yang melakukan dakwah. Secara

terminologi, da’i yaitu setiap muslim yang berakal mukallaf (akil baligh)

dengan kewajiban dakwah.25Menurut Dr. Musthafa Ar-Rafi’i, syarat-syarat

dan sifat yang harus dipenuhi sosok juru dakwah adalah:

i. Amal dan kegiatan da’i harus ikhlas karena mencari ridho Allah dan

kerena ingin meraih pahala dari Allah.

ii. Seorang juru dakwah harus menjadi teladan dalam amal shaleh.

iii. Menempuh cara hikmah (bijaksana) terhadap pelajar dan intelek.

Melakukan metode“mauizhah hasanah” (nasihat yang baik) dalam

menghadapi orang awam dan orang biasa.

iv. Seorang juru dakwah harus betul-betul menguasai ilmu yang sesuai
24
M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal. 6
25
Idris A. Shomad, Diktat Ilmu dakwah, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, 2004), hal. 6.
22

v. dengan jamaah dan menguasai teori dari bahasa aliyah pemikiran.

vi. Seorang juru dakwah harus lembut dalam menyampaikan nilai-nilai

dan pandangan serta lembut memerangi kesesatan.

vii. Dalam berdakwah ia bertujuan menarik manfaat dan menghilangkan

kemudharatan.

viii. Harus sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan.

ix. Harus mengetahui tabi’at kewajiban jamaah

x. Sang juru dakwah harus menggunakan kekuatan apabila cara

hikmah, jidal, dan mauizhah hasanah tidak mempan.26

b. Mad’u

Mad’u manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia

penerima dakwah, baik individu maupun sebagai kelompok, baik yang

beragama Islam maupun tidak. Dengan kata lain, manusia secara

keseluruhan.Menurut Muhammad Abduh dalam bukunya Management

Dakwahkarangan M. Munir dan Wahyu Illahi, mad’uterbagi menjadi tiga

golongan.27Antara lain:

i. Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dapat berfikir

kritis dan cepat menagkap persoalan.

ii. Golongan awam yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berfikir

secara kritis dan mendalam serta belum mendapat pengertian-

pengertian yang tinggi.

26
Mustthafa Ar-Rafi’i, Potret Juru Dakwah, (Jakarta: CV. Pustaka Al-Kautsar, 2002), hal.
38-50.
27
Munir dan Wahyu Illahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup),
edisi ke-1, cet-2, h.23.
23

iii. Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut, mereka

senang membahas tetapi hanya dalam batas tertentu saja dan tidak

dapat membahas secara mendalam.

Sedangkan mad’u menurut Imam Habib Abdullah Haddad

dapatdikelompokkan dalam delapan rumpun, adalah ulama-ulama, ahli juhud

dan ahli ibadah, penguasaan dan pemerintahan, kelompok ahli perniagaan,

industri dan sebagainya, fakir miskin dan orang lemah, anak, istri dan kaum

hamba, orang awam yang taat dan berbuat maksiat, dan orang-orang yang

tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.28Dalam buku Types of

Communication, berdasarkan jenis beberapa khalayaknya dan sifat audience

dapat dikelompokkan menjadi:

i. Khalayak tidak sadar, kadang-kadang komunikan tidak menyadari

adanya masalahnya atau tidak tahu pengambilan keputusan.

ii. Khalayak apatis, tipikal komunikan adalah tahu masalah akan tetapi,

mereka acuh tak acuh.

iii. Khalayak yang tertarik tapi ragu, komunikan sadar akan adanya

masalah, tahu akan mengambil keputusan akan tetapi, mereka masih

meragukan keyakinan terhadap apa yang harus mereka ikuti atau

sebuah tindakan yang harus mereka jalani.

iv. Khalayak yang bermusuhan, komunikan sadar akan adanya masalah

yang harus diatasi tetapi, mereka menentang usulan dari komunikan.

Dengan demikian seorang da’i harus mengetahui keberagaman

mad’udari sudut ideologi, mereka ada yang atheis, musyrik, yahudi, nasrani,

28
Munzier Saputra, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), cet-1,
hal. 88
24

danmunafik. Ada juga yang muslim tapi masih membutuhkan bimbingan atau

umat Islam yang masih melakukan maksiat, mereka juga berbeda dari segi

intelektual, status sosial, kesehatan, pendidikan, ada yang buta huruf, ada

yang kaya, ada yang miskin, ada yang sehat dan yang sakit.

c. Materi dakwah

Seorang da’i yang bijakasana adalah orang yang dapat mempelajari

realitas masyarakat dan kepercayaan mereka serta menempatkan mereka pada

tempatnya masing-masing, kemudian ia mengajak mereka berdasarkan

kemampuan akal, pemahaman, tabi’at, tingkat keilmuan dan status sosial

mereka dan seorang da’i yang bijak adalah yang mengetahui metode yang

akan dipakainya.29

Materi (maddah) dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang

disampaikanda’i dan mad’u, pada dasarnya bersumber dari Al-Qur’an dan

hadist sebagai sumber utama yang meliputi aqidah, syariah, dan akhlak.30

d. Metode dakwah

Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu “mete”

(melalui) dan ”hodos”(jalan cara), maka metode adalah cara atau jalan yang

harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.31Metode dakwah adalah cara-

carayang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi

dakwah.32 Atau kumpulan kegiatan untuk mencapai satu tujuan tertentu.

Pada surat An-Nahl ayat 165 menerangkan bahwa berdakwah itu

hendaknya dengan menggunakan metode hikmah(bijaksana) dan mauidzhah

29
Said Al-Qathani, Menjadi Da’i Sukses, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), cet-1, h.97
30
Nurul Badrutaman, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta: Grafindo,2005), h. 109
31
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 61
32
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Ciputat: Logos, 1997), hal. 34
25

hasanah (nasihat yang baik) agar orang-orang yang diajak selalu

mendapatkan siraman rohani yang merupakan obat penenang hati di dalam

setiap masalah. Bahkan ayat Al-Qur’an yang memanggil umat Islam untuk

melakukan dakwah bil hikmah dan maidzhah hasanah serta mujadalah bil

ihsan pada saat itu telah dipahami secara luas sebagai proseskomunikasi dan

edukasi. Dengan demikian, prinsip-prinsip metode serta teknik komunikasi

dan edukasi berlaku dan berkembang dalam kegiatan dakwah, selain itu juga

terus menerus mengolah dan mengembangkan pesan dari kegiatan dakwah

tersebut.33

e. Media dakwah

Media dakwah adalah peralatan dakwah yang digunakan untuk

menyampaikan atau menyalurkan materi dakwah.34 Jenis-jenis media atau

sarana dakwah sangat banyak jumlahnya, antara lain: radio, video, rekaman,

televisi, surat khabar, majalah, tabloid, dan bahkan jaringan informasi melalui

komputer internet.

Media dakwah merupakan sarana untuk menyampaikan pesan agama

dengan mendayagunakan alat-alat atau temuan tekhnologi modern yang ada

pada zaman ini. Dengan begitu, banyaknya media dakwah yang tersedia.

Mereka seorang da’i memilih salah satu atau beberapa media saja sesuai

dengan tujuan atau hendak yang ingin dicapai sehingga apa yang menjadi

tujuan dakwah dapat tercapai dengan efektif dan efesien.

2. Hubungan Retorika dan Dakwah

Hubungan retorika dengan dakwah amatlah erat. Dalam komponen


33
M. Habib Chirzin, Orientasi Lembaga Dakwah dan Agenda Dakwah MasaDepan,
Seminar Nasional Dakwah dan Politik, (Jakarta: 12 September 1995), hal. 5.
34
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Ciputat: Logos, 1997), hal. 34.
26

kegiatan dakwah dan retorika memiliki keterkaitan, terutama hal ini dapat

dilihat dari segi media yang dipergunakan. Apakah media lisan, tulisan, dan

sebagainya. Di sini unsur bahasa memegang peranan yang sangat

menentukan.

Hubungan retorika dengan dakwah, T. A. Latief Rosydi dalam bukunya

“Dasar-dasar Retorika, Komunikasi dan Informasi” menyebutkan:

“Kemampuan dalam kemahiran menggunakan bahasa untuk

melahirkan pikiran dan perasaan itulah sebenarnya hakikat retorika.

Kemahiran dan kesenian menggunakan bahasa adalah masalah pokok dalam

menyampaikan dakwah. Karena itu antara dakwah dan retorika tidak bisa

dipisahkan. Di mana ada dakwah di sana ada retorika.

Retorika dalam artinya yang lama (sempit) di dalam bahasa arab

Fantkhul Khitabah. Kesuksesan seorangda’i dalam khutbahnya lebih banyak

ditunjang dan ditentukan oleh kemampuan retorika yang dimiliki oleh da’i

tersebut. Jikalau dakwah belum berhasil seperti yang dicita-citakan dan

menurut garis yang telah ditetapkan semula, mungkin karena cara persuasi

(retorika) tidak menjadi perhatian dan tidak terpenuhi oleh para da’i.

Berdasarkan uraian di atas maka jelaslah bahwa retorika dan dakwah

amatlah erat hubungannya. Retorika dengan demikian dapat dikatakan

sebagai saran untuk mencapai tujuan dakwah tersebut. Dengan kata lain pula,

keberhasilan atau kegagalan dakwah itu sangat tergantung pada retorika

karena retorika tidak lain adalah seni pidato.

3. (KBBI), pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan. Sedangkan

menurut beberapa ahli berpendapat bahwa, penerapan adalah suatu perbuatan


27

memeraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan

tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok

atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.35

Menurut J.S Badudu dan sutan Mohammad Zain penerapan adalah hal, cara

atau hasil (Badudu dan Zain 1996:1487), berdasarkan pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa penerapan merupakan suatu tindakan yang di lakukan baik

secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah

di rumuskan.

35
Dendy sugiono,Kamus besar bahasa indonesia,(jakarta, PT.gramedia pustaka
utama,2008), hal.499.
BAB III

BIOGRAFI K. H. YAHYA ZAINUL MA’ARIF

A. Riwayat Hidup K. H. Yahya Zainul Ma’arif

K. H. Yahya Zainul Maarif adalah seorang da’i yang memiliki pondok

pesantren Al-Bahjah dan sekaligus sebagai pimpinan pondok pesantren Al-Bahjah

yang terletak di Komplek Lembaga Pengembangan Dakwah Al - Bahjah Jl.

Pangeran Cakrabuana no. 179 Blok Gudang Air Kel. Sendang Kec. Sumber dan

Kab. Cirebon. Beliau dilahirkan di Blitar dari tiga saudara dan sekarang telah di

karuniai empat orang anak dua putra dan dua putri.

Adapun pendidikan beliau formal dan non formal. Diantaranya:

1. Beliau memulai pendidikannya di sekolah madrasah diniiyah tahun 1978

sampai 1979.

2. Setelah menyelesaikan pendidikannya di madrasah diniah beliau langsung

melanjutkan pendidikannya di sekolah dasar negri Blitar (SDN Blitar) dari

tahun 1979-1985.

3. Setelah lulus dari sekolah dasar Negri Blitar beliau melanjutkan pendidikan

formalnya di sekolah lanjut tahap pertama negri Blitar (SLTPN Blitar) dari

tahun 1985 sampai 1988.

4. Tamat dari SLTPN Blitar beliau dikirim ke pesantren oleh ayahnya untuk

mengenyam pendidikan agama lebih mendalam yaitu di pesantren

Darullughah Wadda’wah Bangil Pasuruan sambil melanjutkan pendidikan

formalnya di SMAN Blitar. 1988-1993.

28
29

5. Pada tahun 1993 hingga 1996 mengajar dipesantren Darullughah Wadda’wah

Bangil Pasuruan sebagai masa khidmah Buya Yahya ke pesantren tempat

Buya Yahya pernah menimba ilmu.

6. Dan pada tahun 1996 beliau pergi melanjutkan pendidikannya di Yaman

yaitu di Al-Ahgaff University Yemen, Fakultas Syariah & Qonun jurusan

Fiqih & Ushul Fiqih dari tahun 1996 hingga lulus sebagai sarjana S1 di tahun

2000.

7. Lanjut ke pasca sarjana dengan universitas dan jurusan yang sama yaitu di Al

- Ahgaff University Yemen, Fakultas Syariah & Qonun jurusan Fiqih &

Ushul Fiqih dari tahun 2000-2005.

Selama beliau ke Yaman kurang lebih sembilan tahun lamanya beliau

banyak sekali belajar kitab-kitab kuning diantaranya kitab Fiqih, Ilmu Hadis,

Tauhid, Ulumul Qur’an dan Mustholah Hadist. Meski beliu tidak pesantren Buya

Yahya banyak sekali mendapatkan kesempatan untuk belajar ilmu-ilmu atau

belajar kitab kitab kuning dari beliau (guru-gurunya). Sebab beliau di pagi hari

belajar di kampus dan mulai dari sore hingga malam beliau mendapatkan waktu

khusus untuk menimba ilmu agama lebih banyak di Rubath Tarim.

Setelah pulang dari Yaman antara tahun 2005 akhir dan 2006 awal beliau

pergi ke Cirebon dalam rangka menjalankan tugas dari gurunya yaitu rektor

Universitas Al-Ahgaff Almurobbi Profesor Doktor Al Habib Abdullah bin

Muhammad Baharun untuk memimpin Pesantren Persiapan bagi mahasiswa

sebelum kuliah ke universitas Al-Ahgaff di Yaman. Untuk menjalankan

aktivitasnya, Buya Yahya mengontrak tempat di Ponpes Nuurussidiq, Tuparev-

Cirebon. Itu berlangsung hingga pertengahan 2006. Setelah itu pada akhir 2006
30

beliau kembali menghadap kepada gurunya untuk memulai dakwah dan mulai saat

itu ia telah diizinkan untuk berdakwah di masyarakat. Buya Yahya memulai

berdakwah dari hal yang kecil, tidak memaksa dan apa adanya. Dengan penuh

kesabaran Buya Yahya memasuki musholla-musholla kecil hingga beliau

membuka majlis- majlis ta'lim di Masjid terbesar di Cirebon Masjid At-Taqwa

alun-alun setiap senin malam selasa yang semula hanya dihadiri 20 orang hingga

saat ini jamaah memenuhi ruangan dan halaman masjid.1

B. Aktivitas Dakwah K. H. Yahya Zainul Ma’arif Di Ponpes Al-Bahjah

K. H. Yahya Zainul Ma’arif dikenal dengan sosok yang sangat bersahaja

santun dalam bertutur dan bersikap serta mudah berinteraksi di masyarakat. Oleh

karena itu, dimana beliau masih nyantri. Beliau memegang amanah utuk

bertanggung jawab dalam mengatur dan mengurusi santri di bagian keagamaan.

Dari hal hal kecil tersebut beliau mulai memahami dan belajar banyak tentang

organisasi.

K. H. Yahya Zainul Ma’arif adalah seorang sosok yang juga aktif di

berbagai organisasi, baik organisasi yang ada dalam intansi kepemerintahan

seperti rukun tetangga dan rukun warga, maupun organisasi kemasyarakatan

seperti remaja mesjid dan paguyuban. Beliaupun belajar bagaimana berorganisasi

dengan baik dan bagaimana mengelola organisasi itu dengan semaksimal

mungkin. Pada akhirnya ide-ide, gagasan, ataupun hasil pemikiran beliau banyak

diterima oleh rekan rekan seperjuangan dan lingkungan sekitar.

Selain dalam organisasi, K. H. Yahya Zainul Ma’arif juga aktif dalam

aktivitas dakwah di media televisi baik swasta nasional maupun lokal, seperti di

1
Wawancara pribadi dengan ust arif billah.
31

MNC TV setiap senin pagi pkl. 05.00 - 06.00 WIB; TV9 Surabaya setiap ahad

pagi pkl. 05.00 - 06.00 WIB; BBS TV Kediri setiap hari pkl. 16.00 - 17.00 WIB;

Radar Cirebon TV setiap hari kamis malam Jum'at pkl. 19.00 - 20.00 WIB;

Cirebon TV setiap hari kamis malam Jum'at pkl. 20.30 - 22.00 WIB; Hidup Indah

Bersama Buya Yahya, Batam TV Kabel Channel 1 setiap hari pkl. 05.00 - 06.00

& 18.00 - 19.00 WIB.

K. H. Yahya Zainul Ma’arif juga aktif berdakwah melalui radio yakni pada

RADIOQU 107,9 FM yang terdapat di berbagai daerah Indonesia. Beliau juga

aktif melalui media sosial seperti Youtube dengan link

https://www.youtube.com/user/majelisalbahjah?gl=ID&hl=id dan Facebook

dengan link https://id-id.facebook.com/buyayahya.albahjah/.2

C. Gambaran Pondok Pesantren Al-Bahjah

1. Sejarah berdirinya pondok pesantren Al-Bahjah

Al-Bahjah adalah mejlis yang dirintis oleh Buya Yahya sejak awal

tahun 2006. dan baru diresmikan sebagai lembaga pengembangan dakwah

pada tahun 2010 oleh Prof. Dr. Al-Habib Abdullah bin Muhamad Baharun,

rektor universitas Al-Ahqaf Yaman. Kenapa dinamai Al-Bahjah adalah

karena lebih meninjau dari sisi makna yaitu makna cahaya atau kemilau sinar

dengan harapan semoga lembaga ini bisa benar benar menjadi penerang bagi

umat Nabi Muhammad SAW.3 Dan kata pengembangan dimaksudkan

sebagai do’a dan harapan agar lembaga ini senantiasa berkembang seiring

dengan berjalannya masa dan menjadi motifasi lembaga yang lain untuk bisa

berkembang.

2
https://www.youtube.com/user/majelisalbahjah?gl=ID&hl=id
3
Wawancara pribadi dengan ust arif billah.
32

Lembaga pengembangan dakwah Al-Bahjah adalah sebuah lembaga

yang bergerak dalam berbagai sektor dakwah religius seperti majlis ta’lim,

pondok pesantren salaf, pendidikan formal, media dakwah, lembaga

ekonomi, lembaga sosial dan lembaga kesehatan.Letak pondok pesantren Al-

Bahjah saat ini terletak di desa sendang kecamatan sumber kabupaten

Cirebon.

Seperti halnya para ulama ulama yang lainnya Mendirikan sebuah

pesantrean adalah bukan tujuan utama dan pertama, akan tetapi tujuan

pertama dan utama adalah bagaimana menyampaikan dakwah Rasulullah

SAW. Diantara sarananya adalah dengan pesantren. Maka kehadiran

Pesantren Al-Bahjah adalah sebagai bagian dari upaya menyampaikan

dakwah Rasulullah SAW. Semula kedatangan Buya Yahya ke Cirebon pada

awal tahun 2006 karna menjalankan tugas dari universitas al-ahgaf untuk

membuat sekolah persiapan universitas al-ahgaf di indonesia dan program itu

berjalan selama satu tahun. Sesuai evaluasi masalah efektivitas sekolah

persiapan, maka pada akhirnya sekolah persiapan dikembalikan keyaman.

Saat itu pula Buya Yahya meminta izin pada Alhabib Abdullah bin Muhamad

Baharun untuk merintis dakwah di Cirebon.

Pada tahun kedua keberadaan Buya Yahya di Kota Cirebon sudah bisa

membuka beberapa mejlis ta’lim di beberapa majlis besar di KotaCirebon

dan sekitarnya. Dan usaha berdakwah selalu dikembangkan hingga akhirnya

datanglah permintaan dari beberapa kaum muslimin untuk menitipkan anak

anak mreka di tempat beliau, yang semula beliau tidak langsung menerima
33

dengan kondisi tempat tinggal beliau yang masih menempati satu rumah yang

dipinjamkan salah satu tokoh di Cirebon.

Baru setelah Buya Yahya memiliki satu tempat tinggal yang lain lagi

yaitu rumah kontrakanyang berdekatan dengan tempat tinggal Buya Yahya

yaitu daerah Karang Jarak Cirebon, maka saat itu Buya Yahya mulai

menerima beberapa santri. Memang tiak semua santri yang datang langsung

diterima akan tetapi disamping melihat daya tampung tempat tinggal,

penerimaan santripun dilaksanakan dengan istikhoroh.

Hingga pada tahun berikutnya dirasakan bahwa tempat tingal semakin

padat dengan santri, karena saat itu sudah terhitung satu rumah yang tidak

terlalu besar ditempati 12 santri putra kemudian di rumah yang satunya lagi

di tempati 10 santri putri. Hikmah dari itu semua yang menjadikan Buya

Yahya dan sahabat-sahabatnya baik yang di Cirebon ataupun yang diluar

Cirebon untuk mencari tempat yang lebih leluasa sebagai tempat tinggal

resmi pondok pesantren Al-Bahjah. Dan akhirnya jatuhlah pilihan pada satu

tempat yang disebut dengan Desa Sendang Kecamatan Sumber Kabupaten

Cirebon. Lokasi pesantren terletak ditengah sawah yang jauh dari pemukiman

masyarakat. Tepatnya di bulan juni 2008 dimulai pembangunan pesantren.

Bangunan pertama adalah sebuah gubuk kecil dan aula besar dengan ukuran

15 x 25 yang dijadikan ruang serbaguna mulai dari majlis ta’lim mingguan

dan tempat belajar anak-anak santri disusul dengan bangunan masjid yang

ukurannya 15 x 15 ditambah delapan asrama santri, rumah pengasuh dan 20

kamar mandiberikut studio radioku fm. Setelah kurang lebihnya dua setengah

tahun tepatnya 10 januari 2010 pesantren resmi di tempati santri putra dan
34

santri putri yang pada saat hari itu juga diresmikan oleh Al-Habib Abdullah

bin Muhammad Baharun dari yaman. Dan akhirnya hingga kini santriawan

dan santriawati Pondok Pesantren Al-Bahjah di tempati dengan jumlah

kurang lebih 320 orang untuk santri putra dan putri kurang lebih 400 orang

disertai ustad/guru yang mengajar di dalamnya dengan jumlah kurang lebih

30 orang.4 Usaha pendirian pondok pesantren sesuai dengan pesan al-habib

abdullah bin muhamad baharun setelah Buya Yahya mendapatkan izin

pembangun pesantren ada pesan istimewa yang menjadikan usaha

mendirikan pesantren sangat mudah yaitu “agar tidak usah repot meminta

minta dana dari siapapun, akan tetpi berangkatlahdari kesederhanaan dan

seadanya”. Atas petunjuk al-habib tersebut pembangunan pesantren sungguh

sangat mudah tanpa ada kesusahan apapun, karena Allah telah mengirim

orang- orang yang membangun pesantren tersebut hingga pesantren bisa

ditempati. Hingga Buya Yahya pun tidak pernah merasakan susahnya

mengurus tukang dan bangunan. Perkembangan dari tahun ketahun karena

pesantren baru resmi ditempati pada 10 januari 2010, maka evaluasi

sementara menunjukan bahwa majlis ta’lim semakin besar, santrinya pun

semakin banyak.

Untuk saat ini pondok pesantren Al-Bahjah ada di empat tempat Al-

Bahjah 1, Al-Bahjah 2, dan Al-Bahjah untuk santri putri berada di Cirebon

dan Al-Bahjah 3 berada di Tulung Agung. Selebihnya adalah berada dalam

tahap pengembangan.

Pondok pesantren Al-Bahjah mempunyai dua program

4
Wawancara pribadi dengan ust arif billah
35

1. Tafaqquh dan tahfidz (dinniyah murni) yang semua pembiayaan para

santri diatanggung oleh lembaga (gratis).

2. Pendidikan formal dengan penekanan Tahfidzul Qur’an yang ditangani

secara khusus dengan program yang khusus dan pembiayaan dibebankan

kepada para orang tua santri.

Sistem pendidikan yang digunakan di pondok pesantren Al-Bahjah

yaitu mengunakan sistem pendidikan yang salafi. Artinya para santri lebih

banyak dikenalkan pada ilmu-ilmu agama. Adapun visi dan misi pesantren

ialah :

Visi

Membangun masyarakat berakhlak mulia, bersendikan al-qur’an dan sunah

rasulullah saw.

Misi

1. Mengamalkan nilai-nilai al-qur’an dan ajaran Rasulullah Saw. Sesuai

dengan manhaj Islam Ahlussunnah Waljama’ah, asy-‘ariyah atau

Maturidiyah, Shufiyah dan bermadzhab.

2. Menghadirkan dakwah Islam dalam seluruh aspek kehidupan

masyaarakat.

3. Mewujudkan kemandirian ekonomi, pendidikan dan kebudayaan yang

bersendikan syariah Islam.

4. Mencetak para penghafal al-qur’an dan para ulama yang akan menjadi

duta pada perubahan kemuliaan peradaban.

5. Mengkader para profesional dan enterpreneur yang beriman dan

bertaqwa untuk menjadi pejuang dakwah Islam.


36

6. Mengoptimalkan dan menguasai penggunaan teknologi informasi dan

media sebagai kekuatan mendorong perjuangan dakwah Islam.


BAB IV

HASIL DAN ANALISIS

A. Konsep Retorika Menurut K. H. Yahya Zainul Ma’arif

Da’i merupakan subjek dalam aktivitas dakwah. Sehingga, da’i diharuskan

memahami dan mengerti ilmu retorika, yang pada akhirnya, retorika tersebut

mengarah pada keberhasilan dakwahnya. Retorika pada dasarnya selalu digunakan

dalam setiap dakwah dengan lisan, tidak ada dakwah dengan lisan yang tidak

menggunakan retorika. Oleh karena itu retorika menjadi sesuatu yang penting dan

harus dimiliki seorang da’i.

Dakwah yang dilakukan melalui lisan, menuntut seorang da’i untuk

memiliki kepandaian dalam berbicara, dan retorika adalah seni kepandaian dalam

berbicara. Kepandaian berbicara seseorang, mampu mengubah jalan pikiran orang

lain kedalam perbuatan yang lebih baik sesuai yang dalam ajaran Islam,

merupakan suatu kepandaian berbicara. Maka di dalam dakwahpun membutuhkan

kepandaian berbicara.

Dalam berdakwah seorang da’i dituntut agar memahami betul apa yang

dinginkan dan dibutuhkan oleh si mad’u, agar dakwah yang disampaikan benar-

benar sampai, sehingga dapat mengubah jalan pikiran orang lain kedalam

perbuatan yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam.

Menurut K. H. Yahya Zainul Ma’arif, retorika adalah berbicara atau

berkomunikasi dihadapan orang banyak, dengan menggunakan kata-kata yang

baik, sopan, dan satun serta menggunakan gaya atau seni pada saaat berdakwah,

36
37

sehingga mad’u merasa nyaman dan fokus untuk mendengarkan apa yang

disampaikan.1

Merangkai kata-kata dalam retorika sangat penting digunakan dalam

berdakwah. Retorika K. H. Yahya Zainul Ma’arif dalam berdakwah telah

menggunakan kata yang baik, sopan dan santun serta mudah dicerna oleh mad’u.

Hal ini dapat dilihat dari salah satu ceramahnya yang membahas tentang

berlomba-lomba dalam kebaikan:

“jika ada orang bisa melakukan solat 5 rakaat, kenapa aku tidak bisa lebih
dari itu. Kan aku ingin mendapatkan panggkat dihadapan Allah lebih tinggi
dari dia. Dan kita lebih tau kekurangan diri kita sendiri sehingga kita niati
juga untuk menghapus, karna kebaikan itu akan menghapus kejahatan,
kekurangan, kesalahan yang kita perbuat.”

Dalam ilmu retorika pun seorang orator disaat berbicara harus melakukan

persiapan-persiapan seperti penguasaan materi, pemilihan topik, dan penyampaian

pesan dengan bahasa yang baik. Karena itu semua menjadi syarat dalam mencapai

keberhasilan dakwah, karena persiapan adalah setengah dari kesuksesan.

Ust. Arif Billah berpendapat tentang K. H. Yahya Zainul Ma’arif. Bahwa

retorika yang beliau gunakan sangat mudah dicerna oleh mad’u dan juga sangat

bijaksana dalam pemilihan dan penggunaan kata-kata dalam ceramahnya. Beliau

juga sangat menguasai materi ketika menyampaikannya kepada mad’u, pada saat

beliau sedang ceramah. Kata-kata yang dipilih beliau dalam ceramahnya, sangat

bervariatif tergantung kepada kualitas mad’u yang hadir untuk menyaksikan

ceramahnya, seperti kepada santrinya, jemaahnya atau kepada tamunya. Jadi,

mad’u dengan mudah memahami dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan

1
Wawancara pribadi dengan K. H.Yahya Zainul Ma’arif (Pimpinan Lembaga Dakwah
Ponpes Al-Bahjah Cirebon) di kediaman beliau.
38

sehari hari.2 Contohnya saja ketika beliau membuka pengajian umum di

pesantren. Ketika ada kata yang kotor seperti “kamar mandi” atau yang

sebagainya. Beliau selalu mendahului dengan kata “maaf” sebelumnya.

Fungsi retorika menurut K. H. Yahya Zainul Ma’arif adalah agar mad’u

senang dan mudah memahami apa yang disampaikan dan diuraikan. Tanpa

retorika, dakwah akan sangat hambar dan monoton. Maka, dengan retorika dapat

dikemas sedemikian rupa agar menarik perhatian mad’u dan kebutuhan mad’u

tentang dakwah itu sendiri tersalurkan dengan baik.3 Para mad’u membutuhkan

penyampaian dakwah sesuai kebutuhannya. Fungsi retorika yang di jelaskan oleh

K. H. Yahya Zainul Ma’arif sudah benar-benar terlaksana.

Hal ini terlihat dari banyaknya mad’u atau jemaah yang datang untuk

menghadiri ceramah K. H. Yahya Zainul Ma’arif. Suasana dalam kajian tersebut

sangat intraktif, seperti jemaah dengan hikmatnya mendengarkan apa yang K. H.

Yahya Zainul Ma’arif sampaikan dan diakhir mereka bertanya apa yang mereka

belum pahami atau yang sedang terjadi dikehidupannya.

Retorika juga berfungsi sebagai pembimbing atau pengarah da’i untuk

mengambil keputusan yang tepat. Memahami masalah kejiwaan manusia pada

umumnya dan kejiwaan orang-orang yang akan datang dan yang sedang dihadapi,

menemukan ulasan yang baik, dan mempertahankan diri serta mempertahankan

kebenaran dengan alasan yang masuk akal.

Dalam berdakwah seorang da’i dituntut agar memahami betul apa yang

diinginkan mad’u agar dakwah yang disampaikan benar-benar sampai kepada

masyarakat sehingga dapat merubah jalan pikiran orang lain ke dalam perbuatan
2
Wawancara pribadi dengan ust arif billah.
3
Wawancara pribadi dengan K. H.yahya zainul ma’arif (pimpinan lembaga dakwah ponpes
al-bahjah cirebon) dikediaman beliau
39

yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam.

Seni berbicara merupakan rasa atau warna yang melengkapi setiap kata

yang terlontar dalam proses komunikasi, sehingga setiap kata yang keluar dari

lisan dan enak didengar serta mampu membuat jamaah terpukau. Retorika sangat

dibutuhkan menjadi penambah daya tarik yang disampaikan untuk mad’u.

Berdakwah tanpa retorika bagaikan sayur asam kurang garam. Jadi, yang

membuat dakwah itu lengkap adalah retorika.4 Keunikan dari retorika beliau yang

peneliti temukan dari proses dakwhnya, yakni beliau selalu menggunakan bahasa

baku, namun tidak memberikan kesulitan kepada mad’u dalam memahami pesan

dalam ceramahnya.

Beliau dalam ceramah juga menngunakan humor, akan tetapi penggunaan

humor saat berdakwah itu hanya sisipan untuk menghidupkan suasana dakwah itu

sendiri. Tanpa humorpun, isi ceramah tetap mempunyai daya sentuh yang kuat

untuk mad’u. Jadi humor itu bersifat sisipan, boleh ada atau tidak. Kembali

kepada karakter dan ilmu pengetahuan yang dimiliki seorang da’i. Yang

terpenting mad’u harus khusu’ dan meresapi pesan dakwah yang disampaikan

oleh da’i-da’i.

Menurut K. H. Yahya Zainul Ma’arif, humor itu menjadi salah satu bagian

dari retorika walau hanya sebatas pelengkap dan pemanis agar dakwah lebih segar

dalam menerima materi agama. Jika tema yang disampaikan monoton atau serius,

maka akan menciptakan image terlalu serius atau tegang, dan terkadang

membosankan. Akan tetapi terlalu banyak ketawa atau humor juga tidak baik.

Karena akan menghilangkan materi yang telah diterima oleh mad’u. Contohnya

4
Wawancara pribadi dengan K. H. Yahya Zainul Ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes Al-bahjah Cirebon) dikediaman beliau.
40

ketika kita memberikan 3 poin penting dalam materi, seorang da’i ini memberikan

humor berlebihan, maka poin-poin yang disampaikan da’i tidak akan sampai

kepada mad’u. Oleh sebab itu humor harus diberi batasan.5

Batasan humor dalam retorika harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi

saat berhadapan dengan mad’u. Jadi memberikan humor itu yang benar-benar

nyata, bukan humor atau ngelawak di dalam proses berdakwah. Contoh; saat da’i

berhadapan dengan orang yang tidak begitu mengenal agama, maka bahasa

retorika yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkatan yang sesederhana

mungkin, agar mad’u mampu memahaminya. Bukan dengan memberikan humor

yang benar-benar humor (ngelawak). Maka tidak akan sampai materi yang

disampaikan kepada mad’u tersebut.6

Hal yang lucu atau yang disebut humor dalam berdakwah memiliki porsi

yang penting. K. H. Yahya Zainul Ma’arif, menurut peneliti, telah memiliki porsi

yang pas untuk penyampaian humor dalam dakwahnya. Hal ini dapat terlihat dari

contoh humor yang beliau sampaikan ketika sedang ceramah, yakni:

“(falyatanafasil mutanafisun) hendaknya orang yang benar-benar rindu di


banggakan oleh nabi itu hendaknya segera berlomba-lomba dalam
kebaikan. Kadang mendahulukan orang lain dalam kebaikan dengan bahasa
sombong seolah olah dia tidak butuh pahala lagi, dengan bahasnya, saya
bagi dengan yang lain aja deh jangan saya borong semua. Aduh kalo
borong tuh beli jeruk beli buah. Klo pahala ga ada istilah borong borong.
borong aja semuanya ga apa apa itu kalo urusan pahala, ada sebagian yang
berkata” jangan di beli semua deh misalnya ada satu ladang pahala ini.
Misalnya ada pembelian tanah 100 meter permeternya 1 juta. Yang
sombong ini sih beli 100jt jg mampu tp dengan pake bahasa sombongnya.
Saya ambil 10 meter aja deh biar di bagi bagi semuanya, masa saya borong
semua. Celaka ini orang. Eeee urusan akhirat ga usah pake omongan begitu.
Bayarin aja semuanya, nanti yang lain biar berjuang di tempat lain, masih
ada dan masih banyak ko.”

5
Wawancara pribadi dengan K. H.yahya zainul ma’arif (pimpinan lembaga dakwah ponpes
al-bahjah cirebon) dikediaman beliau.
6
Wawancara pribadi dengan K. H.yahya zainul ma’arif (pimpinan lembaga dakwah ponpes
al-bahjah cirebon) dikediaman beliau.
41

Humor bukan menjadi salah satu penentu keberhasilan dakwah, tetapi

menjadi bagian dari retorika. Dalam menggunakan humor, seorang da’i harus

dengan cermat memahami mad’u yang ada dihadapannya. Pemilihan dalam

penggunaan kata yang tidak menjadikan dampak negatif pada dakwah itu sendiri,

maka dari itulah perlu pertimbangan dalam menciptakan humor dalam berdakwah.

Ust. Jaya Andriana mengatakan bahwa K. H. Yahya Zainul Ma’arif

memahami betul jika dakwah itu bersifat monoton, maka akan membuat mad’u

merasa jenuh dan bosan. Namun, beliau dapat mempertimbangkan seberapa

besarkah humor itu dikeluarkan agar dakwah yang beliau sampaikan tetap bisa

diterima dan dipahami oleh mad’u.7

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa K. H. Yahya Zainul

Ma’arif menjadikan retorika sebagai alat dalam proses dakwahnya, sangatlah

bijaksana. Beliau tidak begitu saja menggunakan retorika tanpa

mempertimbangkan kualitas jamaahnya. Retorika memang menjadi seni, namun

tetap harus terjaga kualitas dakwah itu sendiri, dengan demikian retorika tersebut

menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam berdakwah.

B. Konsep Dakwah Menurut K. H. Yahya Zainul Ma’arif

Dakwah dilakukan dengan berbagai kegiatan atau aktifitas yang memiliki

strategi dan pendekatan yang menarik sehingga dakwah itu menjadi berharga.

Kegiatan dakwah itu sendiri tidak terpaut hanya dengan berceramah, namun

sebenarnya sangatlah luas. K. H. Yahya Zainul Ma’arif berpendapat, bahwa

dakwah itu banyak macamnya. Mengajar itu dakwah, mengisi pengajian-

7
Wawancara pribadi dengan ustad Jaya Andriana.
42

pengajian juga dakwah, membangun dan membina masyarakat juga termasuk

dakwah. Jadi, dakwah itu luas, baik itu bersifat formal maupun non-formal.8

Dakwah sangat penting dalam kehidupan sehari hari. K. H. Yahya Zainul

Ma’arif tidak hanya berdakwah melalui ceramah, namun beliau dalam kehidupan

sehari-hari telah mengamalkan nilai-nilai dakwah seperti yang peneliti temukan

seperti mengajarkan ilmu membaca Al-Qur’an yang baik kepada calon tahfidz.

Beliaupun selalu bertutur kata yang sopan dan santun, serta selalu bersikap ramah

kepada masyarakat dan santri.

Konsep dakwah yang digunakan sangat variatif, mulai dari isi atau materi

sampai dengan metode yang digunakan. Isi atau materi saat berdakwah, tidak

hanya pada satu pokok. Seringkali beliau menyampaikan sesuatu yang sedang

hangat dimasyarakat. Serta penyampaian dakwahnya itu penuh dengan ketegasan,

sehingga jama’ah tidak merasa bingung. Dengan demikian, dakwah secara luas

bukan hanya ceramah mimbariyyah saja, akan tetapi merupakan praktek dalam

kehidupan sehari-hari yang mempunyai nilai ajaran Islam kepada orang lain. Oleh

karena itu, memberikan contoh kepada orang lain dalam kebaikan, merupakan

slah satu yang termasuk dalam dakwah.

Tujuan dakwah menurut K. H.Yahya Zainul Ma’arif salah satunya yaitu

Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Pada intinya adalah mengajak umat ke jalan taqwa

dan juga memberikan penjelasan tentang hak dan batil. Seorang da’i saat

berdakwah harus mempunyai tujuan, sehingga dapat tercapai apa yang diharapkan

dan dakwah itu tidak sia-sia.9

8
Wawancara pribadi dengan K. H.yahya zainul ma’arif (pimpinan lembaga dakwah ponpes
al-bahjah cirebon) dikediaman beliau.
9
Wawancara pribadi dengan K. H. Yahya Zainul Ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes al-bahjah cirebon) dikediaman beliau.
43

Metode dan strategi yang digunakan oleh da’i dalam berdakwah, bisa lebih

efektif dan efesien, serta harapan dari sebuah dakwah bisa terealisasikan. Da’i

tidak bisa terlepas dari metode yang ditawarkan oleh Al-Qur’an, yaitu dengan

hikmah (hikmah) wal mauidzhotil hasanah (suatu pelajaran yang baik ) wal

mujaddala (berdiskusi). Begitupun halnya dengan beliau mengacu pada metode

tersebut. Hal ini berdasarkan kegiatan yang K. H. Yahya Zainul Ma’arif lakukan.

Seperti pada saat ceramah, K. H. Yahya Zainul Ma’arif memberikan kesempatan

kepada mad’u untuk bertanya atau berdiskusi.10

K. H. Yahya Zainul Ma’arif menyatakan bahwa, perkembangan dakwah

sebenarnya sudah sangat berkembang pesat, terlebih didukung dengan media-

media komunikasi yang semakin terbuka untuk menyiarkan agama Islam. Jadi

tidak ada alasan bagi seseorang untuk tidak menyampaikan suatu ilmu yang

bermanfaat. Jika seseorang tidak mampu melakukan dakwah dengan lisan, maka

berpeluang menyampaikan dakwah tersebut melalui media-media yang ada saat

ini.11

Bagi beliau, dalam berdakwah tidak ada batasan umur, maka beliau ingin

berdakwah sampai akhir hayat, karena itu merupakan sebuah kewajiban setiap

insan dimuka bumi yang mendapatkan anugerah dari Allah SWT. Dalam

berdakwah, yang paling penting adalah kita harus mempertebal kualitas dakwah

mulai dari materi-materi dakwah dan pengaplikasian diri dengan apa yang

disampaikan kepada mad’u.12

10
Wawancara pribadi dengan K. H. Yahya Zainul Ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes al-bahjah cirebon) dikediaman beliau.
11
Wawancara pribadi dengan K. H. Yahya Zainul Ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes al-bahjah cirebon) dikediaman beliau.
12
Wawancara pribadi dengan K. H. Yahya Zainul Ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes al-bahjah cirebon) dikediaman beliau.
44

Menurut K. H. Yahya Zainul Ma’arif, da’i yang professional adalah da’i

yang menganggap bahwa ceramah itu adalah bagian dari diri sendiri dan yang

menjadi tanggung jawab moral bagi da’i itu sendiri, bukan dengan tujuan untuk

kepentingan pribadi sang da’i. Kegagalan berdakwah menurut beliau itu beragam.

Dakwah yang disampaikan tidak sama dengan perilaku seorang da’i dan isi

dakwah yang disampaikan tidak sesuai dengan kebutuhan mad’u, serta

penyampaian dakwah itu sendiri yang kurang bisa diterima oleh mad’u karena

da’i tersebut tidak mengetahui karakteristik mad’u. Apalagi saat seorang da’i

tersebut mengharapkan imbalan materi dari apa yang disampaikan.13

Seorang da’i harus memberikan uswatun hasanah kepada mad’u tentang

ibadah dan muamalah dalam praktek kehidupan sehari-hari dimasyarakat.

Menurut peneliti K. H. Yahya Zainul Ma’arif telah memberikan uswatun hasanah

kepada mad’u dan santri, yang dapat terlihat dari pengalaman pribadi peneliti,

bahwa beliau pada saat tiba waktu shalat, beliau menyuruh santrinya berjamaah

dan itu juga yang beliau contohkan dalam berjamaah disetiap harinya dalam shalat

lima waktu. Tidak hanya itu, ketika beliau menyebutkan haram kepada jemaah

terhadap sesuatu yang diharamkan oleh Al-Qur’an, seperti memakan barang hasil

curian dan sebagainya, beliaupun mencontohkan tidak sama sekali memakan

makanan hasil curian. Dengan demikian, ketika da’i mengajak orang lain untuk

melakukan kebaikan sementara da’i juga harus mencontohkannya kepada mad’u,

maka mad’u akan menerima dan mengikutinya. Oleh karena itu, nasihat atau

pesan beliau untuk da’i-da’i atau pun muballigh-muballigh yang mau

mengharapkan kesuksesan dalam berdakwah adalah seorang da’i harus ikhlas

13
Wawancara pribadi dengan K. H.yahya zainul ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes al-bahjah cirebon) dikediaman beliau
45

dalam berdakwah dan mau belajar untuk memperdalam agar dakwah itu menjadi

sangat berharga.

Kemudian seorang da’i bukan hanya mempunyai tugas menyampaikan saja,

namun lebih dari itu, mulai dari tanggung jawab moral dan juga perkembangan

Islam itu sendiri. Dakwah bukanlah mainan tapi sebuah amanah besar, jadi

dakwah itu harus terkonsep secara jelas dan baik. Banyak aspek yang harus

dipahami dan dimengerti oleh seorang da’i agar dakwah itu benar-benar

tersampaikan tanpa ada cacat.14

Da’i yang terbilang sukses dan professional bagi beliau adalah da’i yang

berdakwah bukan hanya pada ceramah saja melainkan dakwah melalui berbagai

hal. Seorang da’i harus menjadi contoh untuk mad’u atau jamaahnya. Suksesnya

seorang da’i adalah seberapa besar mad’u memahami dan menerapkan apa yang

disampaikan oleh da’i itu sendiri.15 Dari pembahasan di atas penulis

menyimpulkan bahwa K. H. Yahya Zainul Ma’arif terbilang da’i yang profesional

dan sukses. Hal ini terlihat dari apa yang disampaikan beliau, menjadi suatu

kebutuhan mad’u dan profisionalisme beliau dalam berdakwah itu sudah

menganggap bahwa dakwah sudah menjadi tanggung jawab bagi dirinya dan

menjadi sesuatu yang penting bagi bagian dalam hidup beliau.

C. Penerapan Retorika Dakwah K.H. Yahya Zainul Ma’arif

K. H. Yahya Zainul Ma’arif mengatakan bahwa sebelum berdakwah ada

faktor-faktor dalam berdakwah yaitu ikhlas dan sabar. Apapun dan bagaimanapun

14
Wawancara pribadi dengan K. H. Yahya Zainul Ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes al-bahjah cirebon) dikediaman beliau.
15
Wawancara pribadi dengan K. H. Yahya Zainul Ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes al-bahjah cirebon) dikediaman beliau.
46

kondisinya seorang da’i harus menetapkan hatinya pada dua aspek tersebut.16

Retorika dengan dakwah saling berhubungan karena dakwah adalah untuk

mengajak dan menyeru kepada kebaikan, maka retorika menjadi alat untuk

bagaimana dakwah itu menjadi lebih enak dan nyaman diterima dan dipahami

oleh mad’u. Saat berdakwah itu, seorang da’i harus memiliki seni dan gaya

penyampaian maka disitulah retorika berperan untuk keberhasilan dakwah itu

sendiri.17

Retorika yang digunakan, strategi yang dianggap jitu dan humor yang

memaniskan isi dari penyampaian tidaklah berarti, jika seorang da’i

mengharapkan imbalan bersifat materi dari mad’u. Penampilan yang luar biasa

hanya menjadi tontonan belaka, jika rasa keikhlasan dan kesabaran seorang da’i

tidaklah kuat dan penuh keteguhan hati.

K. H. Yahya Zainul Ma’arif dengan segala pengalaman dakwah yang beliau

miliki, sudah tentu beliau tidaklah mungkin berdakwah tanpa mengenal dan

memahami mad’u. Dakwah yang beliau lakukan sangat baik karena untuk

memahami dan mengenal mad’u beliau lakukan dengan berbagai cara. Kumpulan

materi-materi yang beliau miliki cukup banyak, dan pada akhirnya beliau tidak

begitu kesulitan.

Beliau berpendapat, dalam penerapan retorika yang efektif adalah dengan

mengetahui peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi saat ini atau dapat dikatakan

hal-hal yang sedang banyak dijadikan pembicaraan saat ini karena ini sesuatu

16
Wawancara pribadi dengan K. H. Yahya Zainul Ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes al-bahjah cirebon) dikediaman beliau.
17
Wawancara pribadi dengan K. H. Yahya Zainul Ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes al-bahjah cirebon) dikediaman beliau.
47

yang faktual dan akurat menjadi sebuah bahan retorika.18

Penerapan retorika beliau sangat efektif, karena setelah peneliti melakukan

observsi langsung, ketika beliau berdakwah, beliau memasukan perumpamaan

dalam dakwahnya dengan menerangkan peristiwa yang sedang terjadi

dimasyarakat. Contohnya seperi beliau berdakwah dengan tema berlomba-lomba

dalam kebaikan. Dalam kalimat:

“Kalo orang tidak mengerti makna tanaffus “berlomba-lomba”, dia tidak


pernah merasa terklahkan. Karena dia tidak merasa bersaing dan berlomba.
Seharusnya urusan kebaikan harus berlomba (fastabiqul khairat). Jika
melihat orang bersedekah sedikit atau banyak tidak pernah berfiqir tentang
dirinya disaat melihat orang lain bisa bersedekah dan dia bisa bersedekah
lebih banyak, dia bersyukuralhamdulillah aku bisa bersedekah lebih banyak
dari dia. Akan tetapi ketika melihat orang lain bersedekah lebih banyak dari
dia, karna hati dia mati. Dia tidak merasa tersaingi dan tidak pernah ingin
bersaing dalam urusan kebaikan di hadapan Allah.”

Penerapan retorika dakwah sangat penting, demi menunjang keberhasilan

dalam berdakwah. Penerapan retorika dakwah harus tepat pada tujuan dan sasaran

mengingat beragamnya tingkat kemampuan daya tangkap masyarakat. Untuk

memudahkan peneliti dalam menjelaskan jawaban terhadap penerapan retorika

dakwah yang beliau gunakan, maka peneliti membaginya dalam beberapa

langkah, diantaranya:

1. Persiapan sebelum berdakwah

Persiapan sebelum berdakwah pada hakikatnya itu harus dilakukan oleh

seorang da’i untuk memperoleh hasil maksimal dalam penyampaian isi

pesan dakwah. Ada dua persiapan yang dilakukan oleh K. H. Yahya Zainul

Ma’arif sebelum melakukan dakwahnya, mengecek sound system menjadi

hal yang sangat penting, karena menurut beliau pengeras suara yang baik

18
Wawancara pribadi dengan K. H. Yahya Zainul Ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes al-bahjah cirebon) dikediaman beliau.
48

adalah kunci agar semua mad’u dapat mendengarkan dakwahnya. Selain itu

mengetahui siapa saja yang wajib untuk disebutkan pada saat muqaddimah

atau pembukaan adalah salah satu cara agar da’i dapat menunjukan rasa

hormatnya kepada orang-orang penting di sekitar tempat beliau berdakwah.

2. Materi Dakwah

a. Menentukan bahan dan topik. (inventio)

Seorang da’i perlu mempunyai wawasan yang luas mengenai segala

aspek, meskipun memang tidak secara mutlak memilikinya. Dengan begitu

tidaklah sulit dalam menemukan bahan yang disampaikan dalam berdakwah.

K. H. Yahya Zainul Ma’arif mencari bahan melalui berbagai referensi

seperti kitab Riyadushalihn dan Tafsir jalalain, dan melihat gejala-gejala

yang sedang dihadapi oleh mad’u saat ini melalui berbagai media. Meski

bahan dan topik sudah ditentukan oleh pihak pondok pesantren, akan tetapi

beliau selalu mencari bahan tambahan melalui media baik media online,

televisi atau surat kabar. Beliau selalu mencari permasalahan yang terhangat

atau gejala-gejala yang sedang ramai di bicarakan oleh masyarakat saat ini.

Beliau adalah seorang da’i yang sangat komitmen dan konsisten serta

memiliki integritas dan loyalitas yang tinggi dalam perkembangan dan

kemajuan Islam. Maka, beliau pun tidak lepas dari info-info atau isu-isu

yang menyangkut pergeseran dalam dunia Islam. Dengan begitu, beliau

mampu menemukan bahan-bahan yang aktual dan faktual.

Dalam memilih bahan dan menentukan topik K. H. Yahya Zainul

Ma’arif selalu mempersiapkan materi semalam sebelum beliau melakukan

dakwahnya. Selain itu, beliau juga melakukan diskusi terhadap isu-isu yang
49

tengah berkembang di masyarakat dengan para mubaligh yang tinggal di

lingkungan pondok pesantren Al-Bahjah. Dan yang terpenting menurut

beliau adalah bagaimana masyarakat menerpkan dalam kehidupannya

mengenai materi dakwah yang telah disampaikannya.

Menurut beliau, bukan hal yang mudah karena beliaupun harus

berhati-hati agar bahan tersebut benar yang terjadi di tengah masyarakat.19

Beliau meyakini bahwa setiap da’i harus mampu menemukan dan

menentukan bahan yang akan disampaikan saat berdakwah agar dakwah itu

fokus kepada pembahasan utama.

b. Menyusun materi (despositio)

Menurut K. H. Yahya Zainul Ma’arif dakwah adalah ajakan atau seruan

kepada manusia agar berbuat seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT

dan menjauhi segala larangan-Nya. Seperti yang telah peneliti dapatkan dari

penelitian, langkah langkah yang dilakukan K. H. Yahya Zainul Ma’arif

dalam menyusun bahan yaitu mencatat poin-poin penting tentang apa yang

akan dia sampaikan. Mengenai penyampaian sebuah materi yang akan

disampaikan pada saat berdakwah haruslah sesuai dengan kondisi dan

situasi yang ada dilokasi ceramah dan kebutuhan masyarakat sekitar.

Berikut ini sebagai contoh dari beberapa penerapan dan tahapan penyusunan

dan penguasaan dakwah yang beliau gunakan dalam dakwahnya.

“Muqaddimah…

19
Wawancara pribadi dengan K. H. Yahya Zainul Ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes al-bahjah cirebon) dikediaman beliau.
50

Ya arhamarrahimin ya arhamrrahimin Ya arhamarrahimin farrij ‘alal


muslimin, Ya arhamarrahimin

ya arhamarrahimin Ya arhamarrahimin farrij ‘alal muslimin, Ya


arhamarrahimin ya arhamrrahimin Ya arhamarrahimin farrij ‘alal muslimin

Alfatihah...

Bismillahirrahmanirrahim, assalamu’alaikum warahmatullahi


wabarakatuh.

Alhamdulillah, alladji hayya akuluba ahibbaihi bihusni lirtibati


wataawanubihi saidina muhammad, wa’anhum ‘alatahkiki alamahabbatihi.
Washolatullahi wassalamu nabiyyil mahbuub, habibana wasyafi’ina
wamaulana muhammad, wa’ala alihi mutohharina wa ashabihil thayyibin
wattabi’inalahum bil ihsani yaumiddin. Allahumma ya rabbana nasalukal
husnal mu’amalati, waliltibati habibika syaidina muhammad, warzuqnal
hubbah, wa habib ilaina maa ahabbahu habibuka syaiduna muhammad,
wangsurna yaumal qiamati ma’al jumrotihi watahta liwaaih. Allahumm ya
rabbanarzuqna taubata qoblal maut, wasyahadata ingdal maut, wa jannata
ingdal maut, amma ba’du.

Yang kami cintai dan mulyakan orang tua kami, para hadirin hadirat,
para pemirsa dan para pendengar, yang semoga senantiasa dimulyakan oleh
allah. Dengan hal yang terus menerus sambung dengan syaidina
Muhammad SAW. Di tambah kecintaan kepada nabi Muhammad SAW, dan
majlis kita di setiap ahad pagi adalah majlis nabi Muhammad SAW. Untuk
kita semakin dekat, semakin kenal, dan semakin tau agar kita semakin cinta
dengan nabi Muhammad SAW. Yaitu dengan membaca kitab
arriadusshalihin. Yaitu kitab yang mengumpulkan hadis hadis nabi SAW,
yang di kumpulkan oleh seorang imam besar yaitu imam annawawi
arrahimakumullah.”

Bedasarkan observasi peneliti dalam pengamatan, di setiap ahad pagi

saat berdakwah hampir memulai dakwahnya, beliau menggunakan

mukodimmah seperti contoh di atas. Dengan memulai bermunajat kepada

Allah SWT dan Rasulullah SAW, berdoa juga kepada Allah untuk kita dan

pujian rasa hormat kepada guru, orang tua dan jema’ah, dengan bahasa yang

mudah dihafal agar apa yang disampaikan di dalam dakwahnya dapat

diterima dengan baik dan dapat diamalkan oleh para jama’ah.


51

Setelah K. H. Yahya Zainul Ma’arif membuka dakwahnya mulailah

beliau menyampaikan materi kepaada jema’ah agar menjadi ilmu dan

bermanfaat di kemudian hari atau menjadi renungan. Ketika beliau

menyampaikan tentang berlomba-lomba dalam kebaikan.

“Kita telah sampai pada bab baru yaitu bab” tanaffusil fi umuril
akhirat, (berlomba-lomba urusan akhirat). Wabil iktisarima
yatabarrakubihi (dan memperbanyak untuk mendapatkan sesuatu-
sesuatu yang penuh berkah yang di berkahi)”dan kita mengambil
berkah dari sesuatu tersebut. Yutabarrak (di ambil berkah) bihi (akan
sesuatu tersebut, albarakah dari allah akan tiba datang sesuatu yang
allah jadikan sebab turunnya keberkhan. (qalallahu ta’ala) Allah SWT
telah berfirman “wabizalika falyatanafasil mutanafisun” attanafus ini
berlomba-lomba di dalam urusan akhirat, bahkan di katakan dalam
urusan akhirat urusan ibadah. Makruh kalo kita mendahulukan orang
lain sementara kita tertingga,l dan hendaknya semua dari kita itu rindu
untuk mendahului yang lainnya di dalam urusan akhirat, bukan urusan
dunia, jika ada orang bisa melakukan solat 5 rakaat kenapa aku tidak
bisa lebih dari itu. Kan aku ingin mendapatkan panggkat dihadapan
ALLAH lebih tinggi dari dia. Dan kita lebih tau kekurangan diri kita
sendiri, sehingga kita niati juga untuk menghapus, karna kebaikan itu
akan menghapus kejahatan, kekurangan, kesalahan yang kita perbuat.
Jika ada orang yang bersedekah atau berinfaq dengan jumlah tertentu,
kita harus berfiqir kok bisa dia, yang jelas jelas dia berpenghasilan di
bawah ku, akan tetapi kenapa dia bisa berbuat baik lebih dari aku.
Kalo orang tidak mengerti makna tanaffus “berlomba-lomba”, dia
tidak pernah merasa terklahkan. Karena dia tidak merasa bersaing dan
berlomba. Seharusnya urusan kebaikan harus berlomba (fastabiqul
khairat). Jika melihat orang bersedekah sedikit atau banyak tidak
pernah berfiqir tentang dirinya disaat melihat orang lain bisa
bersedekah dan dia bisa bersedekah lebih banyak, dia
bersyukuralhamdulillah aku bisa bersedekah lebih banyak dari dia.
Akan tetapi! ketika melihat orang lain bersedekah lebih banyak dari
dia, karna hati dia mati. Dia tidak merasa tersaingi dan tidak pernah
ingin bersaing dalam urusan kebaikan di hadapan allah. Seharusnya
kita harus tampil beda di hadapan allah dan di hadapan nabi saw. Kita
ingin di banggakan. Kalo di banggakan manusia? Ya rendah dan hina,
tapi jika di banggakan manusia agung yaitu nabi muhammad saw. Ya
tentu saja di banggakan oleh Allah dan nabi pun berbangga dengan
52

kita. Banyak riwayat mengataakan bahwa beliau berbangga dengan


kita di antaranya nabi telah menyebutkan (fainni mubahin bikumul
umama) aku akan banggakan kalian di antara umat umat terdahulu.
Pertanyaannya orang seperti apa yang di banggakan oleh nabi?
Apakah orang yang banyak duitnya? Jelas nabi tidak pernah
berbangga dengan kekayaan. Akan tetapi nabi berbangga dengan
umat yang bisa beramal baik, bermanfaat untuk sesama manusia, dan
bermanfaat untuk yang lainnya. Maka dalam irama pun untuk
kemanfaatan Illah. Untuk kemanfaatan orang lain Illah, dan
hendaknya kita berlomba-lomba.(wafialika) di dalam kebaikan,
didalam urusan akhirat, di dalam urusan ridho allah. (falyatanafasil
mutanafisun), hendaknya orang yang benar-benar rindu di banggakan
oleh nab itu, hendaknya segera berlomba-lomba dalam kebaikan.
Kadang mendahulukan orang lain dalam kebaikan, dengan bahasa
sombong seolah olah dia tidak butuh pahala lagi, dengan bahasnya,
saya bagi dengan yang lain aja deh jangan saya borong semua. Aduh
kalo borong tuh beli jeruk beli buah. Klo pahala ga ada istilah borong
borong. borong aja semuanya ga apa apa itu kalo urusan pahala, ada
sebagian yang berkata” jangan di beli semua deh misalnya ada satu
ladang pahala ini. Misalnya ada pembelian tanah 100 meter,
permeternya 1 juta. Yang sombong ini sih beli 100jt jg mampu, tp
dengan pake bahasa sombongnya. Saya ambil 10 meter aja deh biar di
bagi bagi semuanya, masa saya borong semua. Celaka ini orang. Eeee
urusan akhirat ga usah pake omongan begitu. Bayarin aja semuanya,
nanti yang lain biar berjuang di tempat lain, masih ada dan masih
banyak ko. Jika hanya ingin beli 10 meter beli saja 10 meter selesai
perkara, jangan pakai bahasa biar bagi bagi yang lainnya. Ente mau
bagi-bagi. Urusan akhirat? hendaknya kita selalu mendapatkan lebih
banyak urusan kebaikan. (al-ihsar fil qurba) bahkan makruh jika kita
mendahulukan orang lain. Jika makruh ya tidak terpuji. Jadi seolah
olah dia tidak butuh kebaikan. “ya sudah deh biar yang lain saja deh
nda apa apa” apalagi kadang sampe merendahkan “ ya ini biarin aja
biar orang orang yang jarang solat biar sedekah duluan kitamah lain,
ntar terakhir”. Hemmm karna di jago solat rupanya, jago ngaji, bisa
bilang seperti itu. “biar yang lain saja deh yang bersedekah duluan
kan dia ibadahnya sedikit”. Duh sudah terlambat merendahkan orang
pula. TIDAK! Selagi saya bisa seratus meter kenapa tidak saya beli.
Ini urusannya saya ingin di banggakan oleh nabi saw, bukan malah
merendahkan orang. Ada orang yang di banggakan nabi setahun
sekali, ada yang sebulan sekali di banggakan nabi, ada yang seminggu
sekali di banggakan ada yang setiap hari, setiap jam, bahkan setiap
saat di banggakan oleh nabi di surga nanti. Subhanallah.. inilah
53

umatku loh yang begini, begini begini,,, dan syaidina abu bakar
assidiq rengking satu dalam hal ini. Makanya ada urutannya. Dan
beliau ada karna beliau orang-orang mulia, karna beliau bersedekah
dengan seluruh hartanya pada waktu itu. Dan begitulah orang orang
yang pada zaman sahabat nabi saw pangkatnya tinggi. Maka semakin
cepat dia dalam urusan kebaikan maka semakin besar pahalanya, 10
ribu hari ini lebih baik dari satu juta esok hari. Kalo lebih cepat atau
lebih maju waktunya sedekah itu lebih besar pahalanya. Ada yang
satu berkata bulan depan aja deh biar gede, tidak! tidak!, sekarang
yang di kasih saudara berapa untuk fakir miskin, untuk pejuang atau
untuk dakwah. Sebab klo sekarang jelas kamu bayarkan walaupun 10
ribu, tetapi besok ini belum tentu. Ada orang yang berhayalnya
nanti,nanti dan nanti. Jangan kata untuk satu juta, yang lima ribu saja
tertunda lima menit bisa berubah menjadi kue ko. Berubah kan, apa
lagi yang gede, pasti pemikirannya gede juga. Sampai ada suatu kisah
dalam “ tanaffus” dalam berlomba-lomba, ada kisah seserang di selalu
menjaga dari kemakruhan, da tidak mau berbicara dalam toilet kalo di
toilet dia pasti diam, sebab jika berbicara di dalam toilet makruh
hukumnya dan dia selalu menjaga aklak aklak nabi SAW. Suatu
ketika beliau sedang di di dalam toilet lagi buang air besar tiba-tiba
dia memanggil anaknya “waladi waladi waladi” anaku anaku anaku
sini, si anak kaget sebab ayahnya tak pernah berbicara dalam toilet.
Apakah ada ular besar? apakah pintunya terkunci sehingga tidak bisa
di buka? pikiran macem macem anaknya. Ada apa abah? ada apa?
Tiba tiba ayah hendaknya di dalam toilet berkata, nak, terlintas di
benakku aku ingn sekali berbuat baik dengan uangku yang ada di
sakuku itu, atau di bawah bantalku itu, tolong kau ambil cepat
sebelum aku keluar dari sini aku berubah pikiran. Subhanallah, inilah
makanya berbuat baik itu jangan di tunda tunda, apalagi sampai tahun
depan, apalagi yang lebih parahnya sampai di kembangkan dulu deh
sekarang saya cuman bisa bersedekah 100 juta mau saya kembangkan
dulu biar gede. Iya klo untung klo bangkrut nambah repot lagi
urusannya, urusan dengan allah berlomba-lomba jangan sampai di
ambil orang lain. Kalo urusan dunia silahkan, iya deh tetangga kita aja
yang ambil silahkan kamu duluan aja deh, tetapi semuanya berbalik,
jika urusan akhirat entar dulu deh tapi jika urusan dunia aku harus
nomber satu, kebelinger orang ini. “walil iktisaru” dan urusan akhirat,
ayo kita sadar dengan makna ini. Tanpa menghalangi orang lain untuk
berbuat kebaikan, sebab orang lain yang kita ajakpun sampai
pahalanya kepada kita, berbuatlah anda dan beritahu orang lain tetapi
tetap klo bisa anda yang harus jadi nomer satu. Jangan sampe anda
menyeru saja yang lain sudah bersedekah anda ketinggalan. Orang
54

sadar bersedekah dikhawatirkan ilmuny yang tidak bermanfaat.


Ilmunya untuk orang lain, berusaha menyampaikan kepada saudara
kita kemudan setelah itu kita memulai dalam suatu kebaikan, sampai
sampai di katakan dalam riwayat suatu ketika imam hasan bin ali bin
abi thalib, imam ali zainal abidin. Imam ali itu klo berbicara langsung
di dengar oleh orang. Permintaan dari budak-budak pada zaman itu
agar imam ali zainal abidin ini banyak berbicara tentang
memerdekakan budak, memang ada anjuran dari nabi untung
memerekakan budak, budak ini meminta kepada imam ali ini
berdakwah di khutbah jumah depan, imam tolong sampaikan
keutamaan memerdekakan budak agar kami segera dibebaskan. Di
hari yang sudah di tentukan di hari jumat imam ali inigak ceramah
tentang memerdekakan budak, jumat depannya pun tidak berbicara
tentang budak, sampai satu tahun dan baru tahun berikutnya imam ali
baru ngomong masalah perbudakan, setelah itu orang ramai untuk
memerdekakan budak, dan budak budak yang sudah di merdekakan
datang kepada imam ali, ya imam ali coba antum ngomong dari dulu
kan saya sudah merdeka tahun lalu tetapi antum ko gak ngomong
ngomong saya tunggu tuggu setiap khutbah jumat, saya tunggu
koimam ali tidak berbicara tentag memerdekakan budak. Jawabnya
imam ali begini, di saat kamu meminta kepadaku untuk membaha
keutamaan memerdekakan budak aku tidak punya budak dan aku
belum bisa memberikan contoh. Kalom aku belum bisa memberikan
contoh hawatir ilmu yang kurang bermanfaat sehingga tidak di dengar
orang, baru kemarin itu saya bisa beli budak lalu saya
memerdekakannya, makaya besoknya aku langsung berkhutbah
tentang keutamaan memerdekakan budak. Nah memang begitulah
cara mengajak itu hendaknya kitapun jangan sampe ketinggalan dari
rombongan kemuliaan. Sekecil apapun karna yang sesepunya kita
kecil, kemudian setelah itu kita ajak. (wabil iktisari mimma
yutabarroku bihi) dan memperbanyak sesuatu yang menjadikan sebab
bekah yang di berikan kepada kita. Wallahu ‘alam bissoab. Di
lanjutkan minggu depan.”

Ceramah di atas adalah contoh dari sekian banyak ceramah beliau

yang peneliti lihat dari dokumentasi video pribadinya di internet. Dimana

beliau sampaikan ceramah tersebut dengan penuh penghayatan agar jama’ah

yang mengikuti ceramah beliau dapat mengerti dan tertanam apa yang

beliau sampaikan.
55

Materi dakwah yang beliau sampaikan tentang berlomba-lomba dalam

kebaikan atau “fastabiqul khairat” ada pesan mendalam yang dapat diambil

oleh jema’ah. Dalam isi materinya bahwa manusia itu harus bisa saling

berlomba dalam urusan akhirat. Bukan berlomba dalam urusan dunia saja.

Seharusnya akhirat yang harus didahulukan, sebab kebaikan akan

menghapus dosa atau kesalahan yang pernah kita lakukan. Maka dari itu

beliau selalu mempertegas dalam materi tersebut yaitu berlomba-lomba

dalam kebaikan. Agar jemaah merasa dirinya sedang belomba dalam

kebaikan di dalam urusan akhirat.

K. H. Yahya Zainul Ma’arif berusaha merangkai bahan tersebut

menjadi sebuah pokok-pokok penyampaian yang memiliki arah dan tujuan

yang jelas, jadi mad’u tidak kebingungan untuk memahaminya.

Penyusunan materi dakwah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat

merupakan suatu kewajiban bagi seorang da’i, agar dakwah tersebut terarah

dan terkonsep secara matang serta tingkat keberhasilannya pun cukup baik.

Namun, penguasaan dalam materi tersebut juga harus menjadi perhatian

da’i.

Khawatir isi dakwah itu menjadi melenceng jauh dari penyusunan

yang sudah disiapkan sebelumnya dan sulit membangun kredibilitas seorang

da’i. Pada akhirnya, penyusunan dan penguasaan materi menjadi hal yang

terpenting.

c. Memilih bahasa yang efektif (elucutio)

Menurut K. H. Yahya Zainul Ma’arif, ada hal yang tidak kalah

pentingnya yaitu bahasa yang digunakan maka seorang da’i harus cerdas
56

dalam menata bahasa yang digunakan.20 Seorang da’i harus cerdas memilah-

milah kata dan mengemasnya dengan bahasa yang tepat agar mad’u mau dan

dengan mudah menangkap maksud yang disampaikan.

Dalam retorika, bahasa lisan harus menggunakan kata-kata yang jelas,

tepat, dan menarik. Penggunaan bahasa oleh seorang da’i harus sesuai

dengan kapasitas mad’u, hal tersebut peneliti temui pada saat penelitian. K.

H. Yahya Zainul Ma’arif mengganti penggunaan bahasa, baik kalimat

ataupun kata, dari yang sekiranya sulit dipahami menjadi lebih mudah untuk

dimengerti. K. H. Yahya Zainul Ma’arif juga membeikan penekanan-

penekanan intonasi pada setiap kalimat atau kata, dengan tujuan untuk

mempemudah mad’u memahami maksud dan makna yang terkandung dalam

setiap butir perkataan yang diucapkan olehnya.

Kemudian, K. H. Yahya Zainul Ma’arif memberikan arti pada setiap

istilah dalam bahasa arab yang diucapkan, seperti contohnya “tinaffusil fi

umuril akhirat”, beliau memberikan jeda sekian detik, kemudian langsung

memberikan arti istilah tersebut, “berlomba-lomba dalam urusan akhirat.”

d. Mengingat materi (memoria)

Pokok-pokok tersebut beliau baca berulang agar beliau selalu ingat

dan itu menjadi tehnik jitu bagi beliau, ketimbang beliau menghafal teks

secara keseluruhan.21

Jika seorang da’i tidak mempersiapkan materinya dengan optimal,

maka akan berakibat fatal. Seringkali ditemui seorang da’i yang tidak

20
Wawancara pribadi dengan K. H.yahya zainul ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes al-bahjah cirebon) dikediaman beliau
21
Wawancara pribadi dengan K. H.yahya zainul ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes al-bahjah cirebon) dikediaman beliau
57

mempunyai persiapan maka akan menyebabkan timbulnya sifat ragu, kaku,

hilangnya konsentrasi, keluarnya keringat dingin, dan lain sebagainya. Oleh

karena itu, lebih baik dipertimbangkan dakwahnya dari segala sisi.

Akan tetapi peneliti selama observasi tidak melihat keraguan, kaku

atau hilangnya konsentrasi dan lainnya disaat beliau berdakwah, karena

beliau sangat mengingat materi dakwahnya dan beliau selalu membaca

berulang ulang teks atau kitab yang akan dibahas oleh beliau. Beliau sangat

paham apa yang beliau mau sampaikan kepada jemaahnya oleh sebab itu

beliau sampaikan materi tersebut dengan cara apa yang jemaah pahami.

e. Penyajian pidato (pronuntiatio)

K. H. Yahya Zainul Ma’arif berpendapat, dalam menyajikan pidato

perlu memperhatikan jasmaninya. Jika terlihat kurang mendukung dalam

dakwah, maka dapat membuat mad’u tidak nyaman saat mendengarkannya.

Jasmani yang beliau maksud seperti bahasa tubuh dan suara.22

Menurut peneliti bahwa K. H. Yahya Zainul Ma’arif meyakini setiap

da’i memiliki keberagaman tehnik dalam berdakwah. Dimanapun dan

kapanpun, seorang da’i perlu adanya persiapan dalam berdakwah. Beliau

tidak sepenuhnya dan tidak jarang pula menggunakan pada teori lima hukum

retorika, namun beliau punya pertimbangan dan tolak ukur jika

menggunakan teori tersebut. Teori lima hukum retorika sangat baik dan

berguna menjadi pedoman karena bisa menjadi sebuah solusi untuk

menciptakan dakwah yang sangat luar biasa.

Pertimbangan yang dilakukan oleh K. H. Yahya Zainul Ma’arif adalah

22
Wawancara pribadi dengan K. H.yahya zainul ma’arif (pimpinan lembaga dakwah
ponpes al-bahjah cirebon) dikediaman beliau
58

melihat mad’u dari segala aspek, mulai dari karakter pendidikan sampai

dengan karakter psikologi mad’u. Jadi, tidak semua penyampain dakwahnya

mengikuti apa yang terdapat pada teori lima hukum retorika seperti halnya

yang terdapat pada beberapa referensi.

Dalam menyampaikan ceramah, K. H. Yahya Zainul Ma’arif selalu

mengulas kembali diakhir ceramahnya dengan sebuah pokok-pokok yang

disampaikan. Dengan begitu, apa yang beliau sampaikan dapat dengan benar

dipahami oleh jamaahnya.

Dalam ceramah yang bersifat umum dikalangan santri, ustadz/ustadzh,

karyawan/i, dan masyarakat sekitar, beliau selalu memberikan kesempatan pada

jamaah yang ingin bertanya seputar yang disampaikan. Dengan begitu,

jama’ahpun merasa dihargai dan dihormati sehingga apapun yang menjadi

ketidaktahuan jamaah berkurang.

Dari sebuah uraian di atas tentang penerapan retorika dakwah K. H. Yahya

Zainul Ma’arif Jalal dapat disimpulkan bahwa beliau berhasil dan sukses dalam

melaksanakan penyampaian dakwah sesuai dengan yang ada dalam ilmu retorika.

Mulai dari materi dakwah yang sesuai dengan kebutuhan jamaah, metode yang

cocok untuk di terima dakwahnya, bahasa yang digunakan mudah dipahami,

memberikan ilustrasi maupun contoh yang tidak keluar dari tema, dan memahami

cara mendalam situasi dan kondisi yang ada disekitar serta memahami akan

karakteristik mulai dari psikologi dan tingkatan ilmu yang dimiliki jamaahnya.

Selama pengamatan penulis mengikuti aktifitas dakwah beliau saat

berceramah dan penyampaian dakwah islamiyah, beliau mampu menarik

perhatian jamaah dan jamaah sangat antusias mendengarkannya.


59

Dari beberapa jamaah yang di wawancarai, semua merespon baik atas

retorika dakwah yang beliau gunakan dan wawancara ini tingkatnya bervariasi.

Kepandaian dan kecerdasan beliau dalam mengemas retorika sebagai alat dakwah

dan dakwah sebagai subjek. Dalam hal ini beliau berhasil menggunakan retorika

untuk mencapai keberhasilan dalam dakwah.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian di atas dan pembahasan skripsi ini, penulis dapat

menyimpulkan, bahwa ada dua butir yang merujuk pada permasalahan dan tujuan

penelitian yaitu:

1. Penerapan retorika dakwah K.H. Yahya Zainul Ma’arif adalah ketegasan

dalam memberikan kedudukan hukum Islam terhadap persoalan yang tengah

terjadi di masyarakat, pesan dakwah yang beliau sampaikan sangat mudah

diterima oleh jema’ah yang hadir pada saat beliauberdakwah. Dengan segala

kesederhanaan beliau, tampak jelas kepribadian beliau yang memukau dan

mengagumkan. Dalam pelaksanaan retorika dakwah beliau mempersiapkan

tahapan-tahapan, seperti menguasai dan menenukan topik yang akan dibahas,

penyampaian dengan bahasa yang baik, intonasi dan artikulasi yang jelas.

Penerapan retorika dakwah K.H. Yahya Zainul Ma’arif pada umumnya, buya

yahya menyampaikan dakwahnya diawali dengan salam dan muqoddimah

terlebih dahulu yang di dalamnya termasuk do’a, kemudian mengeluarkan

dalil berupa ayat-ayat Al-Qur’an atau Al-Hadist yang berkenaan dengan

tema, penggunaan tata bahasa yang arif dan bijaksana serta menyesuaikan

situasi dan kondisi, mengingat klasifikasi mad’u beraneka ragam. Namun,

bukanlah hal yang sulit untuk mengajak jamaah agar dapat menyimak apa

yang beliau sampaikan.

2. Konsep retorika Menurut K.H. Yahya Zainul Ma’arif adalah cara seseorang

da’i bertutur kata yang berkaitan dengan dakwah sehingga orang yang

60
61

menyimak itu bisa menerima dan memahami dengan mudah apa yang

diutarakan. K.H. Yahya Zainul Ma’arif memiliki karakteristik yang berbeda

dalam menggunakan retorika sebagai bagian dari keberhasilan dakwahnya.

Mulai dari metode penyampaian, pemilihan kata atau bahasa, bahasa tubuh,

intonasi tingkat suara, dan lain-lain. K.H. Yahya Zainul Ma’arif saat

berdakwah menggunakan bahasa sehari-hari dan menggunakan sebuah

contoh atau ilustrasi dari sebuah peristiwa yang sering terjadi serta

penyampaiannya menggunakan volume yang berintonasi rendah, lembut, dan

sangat tegas dalam menyampaikan tentang hukum Islam terhadap persoalan-

persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat pada umumnya. Sehingga

jamaah yang hadir merasa nyaman dengan gaya atau seni yang beliau

gunakan. Ketenangan dan kelembutan beliau membuat kharisma dan

kredibilitasnya tidak diragukan lagi dalam dakwah islamiyah.

B. Saran

Ada beberapa saran yang penulis ajukandalam penerapan retorika dakwah

K.H. Yahya Zainul Ma’arif, saran-saran ini di ajukan kepada da’i dan kepada

mahasiswa UIN khususnya Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi semoga

saran saran ini dapat bermanfaat. Dalam hal ini penulis mengajukan saran, yaitu:

1. Untuk para akademis calon da’i perlu Memaksimalkan perkembangan

tekhnologi dan media yang sudah ada sebagai bagian dari alat bantu

pelaksanaan dakwah , agar dakwah bisa dirasakan oleh masyarakat yang

lebih luas dari sebelumnya.

2. Dakwah adalah tugas yang sangat mulia sesuai dengan perintah Allah dan

Rasul-Nya. Semoga kyai tetap istiqomah dalam menjalankan dakwah Islam,


62

dengan selalu melakukan perbaikan-perbaikan secara terus-menerus, karena

figur dan sosok yang lembut lagi tegas seperti kyai sangat dibutuhkan oleh

masyarakat dan da’i-da’imuda yang membutuhkan pembinaan.

3. Kepada segenap ustadz, ustadzh, wali santri, santri, karyawan, karyawati, dan

jamaah Pondok Pesantren lembaga dakwah Al-Bahjah agar terus

menjalankan kewajibannya dan mendukung program-program yang bernilai

di kemudian hari dengan selalu memberikan gagasan dan ide, agar lembaga

dakwah Al-Bahjah bisa tetap jaya dan bertahan demi kemajuan di dalamnya

serta kemajuan bagi agama dan bangsa.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Abidin, Dr. Yusuf Zainal.Pengantar Retorika. Bandung: CV Pustaka Setia. 2013.

Al-Qathani, Said. Menjadi Da’i Sukses. Jakarta: Qisthi Press. 2005.

Alam, Datuk Tombak.Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah. Jakarta: PT. Rhineka
Cipta.

Ar-Rafi’i, Musthafa. Potret Juru Dakwah. Jakarta: CV. Pustaka Al-Kautsar. 2002.

Arifin.Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1991.

Arifin, M. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi. Jakarta: Bumi Aksara. 1993.

Bachtiar, Wardi.Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Ciputat: Logos. 1997.

Badrutaman, Nurul.Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher. Jakarta: Grafindo. 2005.

Champion, Dean J. Metode Dan Masalah Penelitian. Bandung: Refika Aditama.


1998.

Chirzin, M. Habib.‘Orientasi Lembaga Dakwah dan Agenda Dakwah MasaDepan’.


dalamSeminar Nasional Dakwah dan Politik. Jakarta: 12 September 1995. hal.
5.

Departemen Pendidikan Nasional.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai


Pustaka.

Effendi, Onong Uchjana.Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditia Bakti.

Illahi, Wahyu.Komunikasi Dakwah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2010.

Ismail, MA., Dr. A. Ilyas.Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekonstruksi


Pemikiran Dakwah Harakah. Jakarta: Penamadani. 2006.

Israr, M.H. Retorika dan Dakwah Islam Era Modern. Jakarta: CV. Firdaus.1993.

Keraf, Gorys.Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum. 2007.

__________. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2000.

63
64

Mastuhu.Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan Antar Disiplin Ilmu.


Bandung: Pusjarlit dan Nuansa. 1998.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya.
1993.

Morrissan, danWardhani, Andy Corry.Teori Komunikasi Tentang


Komunikator,Pesan, Percakapan, dan Hubungan. Bogor: Ghalia Indonesia.
2009.

Mubarok,Ahmad.Psikologi Dakwah. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1999.

Munawir, Ahmad Warson.Kamus al-Munawir. Surabaya: Pustaka Progresif. 1997.

Munir, dan Illahi, Wahyu. Manajemen Dakwah. Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup.

Nuh, Said Muhammad. Dakwah Fardiyah: Pendekatan Personal dalam Dakwah.


Surakarta: Era Inter Media. 2000.

Oka, I Gusti Ngurah. Retorika Sebuah Tinjauan Sejarah Pengantar Bandung: Terate.
1976.

Rafi’uddin, danDjaliel, Maman Abdul.Prinsip dan Strategi Dakwah. Bandung:


Pustaka Setia. 2001.

Rakhmat, Jalaluddin.Retorika Modern Pendekatan Praktis. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya. 1998.

Rahim, Amirudin.Retorika Hirarki. Surakarta: Era Edicitra Intermedia. 2010.

Raudhonah.Ilmu Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2007.

Risma, Abu. Dakwah Islam Praktis dalam Pembangunan dalam Suatu Pendekatan
Sosiologis. Yogyakarta: PLP2M. 1985.

Subagyo, Joko.Metode Dalam Teori Dan Pratek. Jakarta: Rhineka Cipta. 1991.

Saputra, Munzier. Komunikasi Dakwah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010.

Saputra, Wahidin. Retorika Dakwah Lisan. Buku Ajar Fakultas Ilmu Dakwah UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta: Dakwah Press. 2006.

______________. Retorika Monologika. Bogor: Titan Nusa Perss. 2010.


65

Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an; Fungsi Peran Wahyu dalam


Masyarakat.Bandung: Mizan. 1999.

Shomad, Idris A. Diktat Ilmu Dakwah. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 2004.

Suhandang, Kustadi. Retorika: Strategi, Teknik, dan Berpidato. Bandung: Nuansa.


2009.

Sukada, Made. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia Masalah Sistematika Analisis


Struktur Fiksi. Bandung: Angkasa. 1987.

Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Yanuarita, Andi.Langkah Cerdas Mempersiapkan Pidato dan MC.Yogyakarta:


Teranova Books. 2012.

Yunus, Muhammad. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara


Penerjemah. 1973.

WAWANCARA

Wawancarapribadidengan K. H. YahyaZaenulMa’arif

WawancarapribadidenganUst. ArifBillah

Wawancarapribadidengan Jaya Adriana


Penelitian skripsi retorika dakwah KH, Yahya zainul Ma’arif

Nama : Saepul anwar


Nim : 1111051000062
Jurusan : komunikasi penyiaran islam universitas negri syarif hidayatullh jakarta
Alamat : bogor, ciomas pagelaran. Jln pintu ledeng rt.04
Tujuan : wawancara untuk penelitian tugas akhir (skripsi)

1. Bagaimana latar belakang keluarga buya?


Saya dari keluarga yang kedua orang tua saya aktif di pengajian. Baik
mengajar dan di ajar. Dari kecil alhamdulillah saya selalu di ajarkan ajaran
agama, dan mengaji pun untuk pertama tentunya kepada orang tua saya
berbarengan orang orang yang ikut mengaji kepada orang tua saya, baik
seumuran, yg lebih tua ada juga yg masih sangat kecil.
2. Jumlah anak dan harapan buya kepada anak buya?
Anak saya berjumlah 4 Setiap orang tua pasti mempunyai harapan besar
kepada anak anaknya, begitupun saya. Semoga allah menjadikan mereka
adalah manusia manusia yang berguna bagi bangsa dan agama. Khusus
untuk diri mereka sendiri dan umumnya untuk orang yang terdekat dan
sekeliling mereka.
3. Pendidikan formal buya?
Saya telah menempuh pendidikan formal dari mulai dasar hingga duduk di
bangku kuliah S2 atau master megister, mulai dari SDN Blitar 1979 –
1985, di lanjut dengan tahun 1985 - 1988 SLTP Negeri Blitar, dan 1988 -
1991 SMA Negeri Blitar, mulai dari tahun 1996 – 2000 saya melanjutkan
jengjang ke universits atau perguruan tinggi yaitu Sarjana Fakultas Syariah
& Qonun Al - Ahgaff University Yemen 2000 - 2005 Pasca Sarjana
Fakultas Syariah & Qonun : Fiqih & Ushul Fiqih Al - Ahgaff University
Yemen. pendidikan yang saya tempuh dengan maksimal dan sesungguh-
sungguhnya, serta doa dari para kedua orang tua saya hingga saya bis
seperti ini. amin
4. Pengalaman mengajar buya?
Saya mulai mengajar menjadi Staf Pengajar di PP. Darul Lughoh Wad
Da'wah Bangil Pasuruan dengan materi pelajaran : Fiqih, Aqidah, Sejarah
Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab di tahun 1996 - 1998 saya menjadi
Direktur Sekolah Persiapan Universitas Al - Ahgaff di Cirebon, dan tahun
2001 - 2005 saya menjadi Staf Pengajar di Al - Ahgaff University Yemen
dengan meteri kuliah Fiqih dan dari mulai tahun 2006 - sekarang saya
Pendiri & Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah Al - Bahjah
Cirebon.
5. Aktivitas dan organisasi apa saja yang telah buya jalani dan masuki?
saya menjadi pemimpin pesantren saya membangun majlis-majlis ataupun
pengajian-pengajian untuk masyarakat sekitar pesantren. saya juga aktif di
berbagai organisasi lainnya tetapi tidak begitu banyak.
6. Apa yang di maksud retorika dakwah menurut buya?
Retorika adalah berbicara atau berkomunikasi di hadapan orang banyak
dengan menggunakan kata yng baik dan santun. Menggunakan gaya atau
seni pada saat berdakwah, sehngga mad’u enak mendengarkan apa yang
disampaikan. Sedangkan dakwah itu bukan hanya sekedar retorika,
dakwah itu banyak macamnya, mengajar itu dakwah, mengajar pengajian-
pengajian juga dakwah. Kita membangun masyarakat dan membina
masyarakat juga semuanya dakwah. Jadi, dakwah itu luas sehingga
retorika bisa diterapkan di mana saja, baik bersifat forman maupun
nonformal.
7. Apa fungsi retorika dalam berdakwah menurut buya?
Fungsinya agar mad’u senang dan juga mudah memahami apa yang
disampaikan dan diuraikan. Tanpa retorika, dakwah akan sangat hambar
rasanya dan terlalu monoton. Maka dengan retorika, dekwah dapat
dikemas dengan sedemikian rupa agar menarik perhatian para mad’u dan
juga kebutuhan mad’u tentang dakwah itu sendiri tersalurkan dengan baik.
8. Apakah retorika sangat dibutuhkan pada saat berdakwah?
Sangat dibutuhkan, karena berdakwah tanpa retorika bagaikan motor dan
bensin, yang membuat dekwah lengkap yaitu retorika, jadi saling
melengkapi.
9. Apakah humor atau kata kata lucu adalah bagian dari retorika menurut
buya?
Iya, itu saah satu bagian dari retorika, walaupun hanya sebatas pelengkap
agar dakwah lebih lengkap dalam menerima materi agama. Jika
disampaikan secara monoton atau serius, maka akan dapat menciptakan
image terlalu serius. Tetapi, jika terlalu banayak humor pun itu sangat
tidak baik untuk dakwah.
10. Batasan seperti apa retorika mengaturnya menurut buya?
Saya rasa, batasan dalam retorika itu harus disesuaikan dengan situasi dan
kondisi saat berhadapan dengan mad’u. Contohnya, saat da’i berhadapan
dengan orang yang tidak begitu mengenal agama maka bahasa retorika
pun harus disampaikan dengan menggunakan bahasa yang sesederhana
mungkin.
11. Adakah seorang da’i tidak memakai retorika dalam berdakwah?
Tidak ada. Karena retorika itu menjadi salah satu alat keberhasilan para
da’i dalam menyampaikan dakwahnya.
12. Apa yang dimaksud dengan dakwah menurut buya?
Seperti yang telah saya katakan pada awal tadi, bahwa dakwh itu bukan
sekedar beretorika, dakwah itu banyak macamnya. Mengajar, mengajar di
pengajian-pengajian, dan mengajak kepada kebaikan un merupakan
dakwah, maka dakwah itu luas.
13. Apa tujuan daripada dakwah menurut buya?
Tujuannya yaitu, amar ma’ruf nahi munka. Intinya, mengajak umat untuk
ke jalan taqwa dan juga memberikan penjelasan tentang haq dan bathil.
Seorang da’i saat berdakwah harus mempunyai tujuan, sehingga dapat
tercapai apa yang dia harapkan dan dakwahnya pun tidak sia-sia.
14. Menurut buya, bagaimana perkembangan dakwah islam sampai saat ini?
Perkembangan dakwah sebenarnya sudah sangat berkembang pesat,
terlebih didukung dengan media komunikasi yang semakin terbuka untuk
menyiarkan agama islam. Contohnya saja seperti disini, ketika pegajian
kami siarkan di tv lokal dan juga di radio-rado islam seperti Al-Bahjah
FM, Wadi FM, dll. Dan juga mad’u bisa bercakap langsung dengan kami
di saat pengajian berlangsung melalui by phone. Mad’u juga bisa
mendownload hasil dakwah di berbagi situs di internet seperti youtube dll.
Jadi, tidak ada alasan bagi seseorang untuk tidak menyampaikan suatu
risalah jika seseorang tidak mampu memlakukan dkwah dengan lisan,
maka dia berpeluang menyampaikan dakwah tersebut melalui media-
media yang ada saat ini.
15. Metode seperti apa yang buya guakan pada saat berdakwah?
Da’i-da’i tidak terlepas mengacu pada metode yang telah ditentukan oleh
Al-Qur’an, yaitu dengan hikmah wal mauidzothil hasanah. Begitupun
dengan saya, mengacu pada metode tersebut.
16. Apa yang membuat buya tertarik dengan dakwah hingga sampai saat ini
masih bertahan?
Bagi saya, dalam berdakwah idak ada batasan umur, maka saya akan
berdakwah sampai akhir hayat saya. Karena itu sudah menjadi kewajiban
setiap insan di muka bumi. Ini yang diberikan sebuah anugerah dari Allah
Swt. Dalam berdakwah yang terpenting adalah kita harus mempertebal
akan kualitaas dakwah, mulai dari materi-materi dakwah dan
pengaplikasian diri dengan apa yang kita sampaikan kepada mad’u.
17. Kapan dan bagaimana seorang da’i dikatakan gagal dalam berdakwah?
Bagi saya, kegagalan berdkwah itu beragam. Dakwah yang disampaikan
tidak sama dengan perilaku seprang da’i dan isi dakwah yang disampikan
tidak sesuai dengan kebutuhan mad’u serta menyampaikan dakwah itu
endiri yang sedikit kurang diterima oleh mad’u karena da’i tersebut tidak
mengetahui karakteristik mad’u. Apalagi untuk seorang da’i tersebut
mengharapkan imbalan materi dari apa yang disampaikannya.
18. Dakwah seperti apa agar seorang da’i dikatakan profesional dan sukses?
Da’i yang menganggap bahwa ceramah merupakan bagian dari dirinya
sendiri dan yang menjadi tanggungjawab moral bagi da’i itu sendiri bukan
bertujuan untuk kepentingan diri da’i itu sendiri.
19. Bagaimanakah konsep retorika dakwah buya sendiri?
Rasulullah Saw bersabda “ khotibukum ‘ala qodri ukuulihim”, yang
artinya berbicaalah kalian menurut kadar kemampuan mereka. Oleh karena
itu, sebagai seorang da’i harus mengetahui akan menyesuaikan diri pada
kondisi dan situasi mad’u. Dalam berdakwah menurut K.H Yahya Zainal
Ma’arif ada tiga klasifikasi mad’u yangb beragama islam yang harus
disesuaikan oleh da’i dalam berdakwah, sebagai berikut :
Pertama, golongan uma muslim yang matang dalam beragama, yaitu
dengan cara mengajak mereka untuk selalu istiqomah dalam menjalankan
pengabdian diri yang ikhlas kepada Allah Swt, kedua, golongan umat
muslim yang berada dipertengahan, yaitu mereka yang belum matang
dalam bergama, mereka berada dalam golongan ittiba (mengikuti kepada
orang yang mengerti dan mengetahui dari mana sumber ajaran tersebut.
Namun, mereka belum memfokuskan diri untuk mendalami tentang
pengalaan agama islam), cara berdakwah kepada orang yang awam yaitu
dengan cara mengajak mereka agar lebih mengetahui dan mencintai
terhadap ajaran agama islam yang dapat menyelamatkan mereka hidup di
dunia dan akhirat.
20. Sebelum berdakwah apa langkah langkah yang buya lakukan?
Dalam berdakwah perlu sebuah persiapa yang sangat matang agar dakwah
itu bisa terserap oleh mad’u, maka ada beberapa hal yang saya lakukan
seperti : mencari bahan melalui berbagai referensi dan melihat gejala
gejala yang sedang di hadapi oleh mad’u. Saat ini melalui media. Memang
bukan hal yang mudah karena saya pun harus berhati-hati agar bahan
tersebut benar adanya yang terjadi dimasyarakat. Kemudian saya berusaha
merangkai bahan tersebut menjadi sebuah pokok pokok penyampaian yang
memiliki arah tujuan yang jelas jadi mad’u tidak kebingungan untuk
memahaminya. Pokok-pokok tersebut saya baca berulang-ulang agar saya
selalu ingat dan itu menjadi tehnik jitu bagi saya ketimbang saya mengafal
teks secara keseluruhan. Ingat ada hal pelengkap keberhasilan dakwah.
Jika seorang dai tidak cerdasdalam menata bahasa itu dapat membuat
mad’u tidak nyaman dalam mendengar. Jasmani yang saya maksud seperti
bahasa tubuh dan suara maka perlu adanya tehnik tehnik jitu yang dimiliki
oleh da’i saya meyakini setiap dai memiliki keberagaman tehnik dalam
berdakwah dimanapun dan kapanpun.. seorang dai perlu adanya persiapan
dalam berdakwah seperti yang saya sampaikan tadi.
21. Apa hubungan atau kaitannya retorika dengan dakwah menurut buya?
Retorika dan dakwah saling berhubungan karena dakwah adalah untuk
mengajak dan menyeru kepada kebaikan maka retorika menjadi alat untuk
bagaimana dawah itu menjadi enak dan nyaman diterima dan dipahami
oleh mad’u saat berdakwah itu, seorang dai harus memiliki seni dan gaya
penyampaian makad disitulh retorika berperan untuk keberhasilan dakwah
itu sndiri.
22. Penerapan retorika seperti apa yang efektif agar mad’u mau menerima dan
mendengarkan buya saat berdakwah?
Bagi saya, dalam penerapan retorika yang efektif adalah dengan
mengetahui peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi saat ini atau dapat
dikatakan hal-hal yang sedang banyak dijadikan pembicaraan saat ini
karena itu sesuatu yang faktual dan akurat menjadi sebuah bahan retorika.
23. Apa pesan atau nasihat buya kepada da’i atau calon calon da’i yang akan
datang?
Pesan dan harapan saya adalah seorang da’i harus ikhlas dalam berdakwah
dan mau belajar untuk memperdalam agar dakwah itu menjadi sangat
berharga. Kemudian seorang da’i bukan hanya memmpunyai tugas
menyampaikan saja, namun lebih dari itu.
24. Bagaimana sejarah berdirinya pondok albahjah?
Mendirikan sebuah pesantrean adalah bukan tujuan utama, akan tetapi
tujuan pertama saya adalah bagaimana menyampaikan dakwah Rasulullah
SAW. Diantara sarananya adalah dengan pesantren. Maka kehadiran
Pesantren Al-Bahjah adalah sebagai bagian dari upaya menyampaikan
dakwah Rasulullah SAW. Semula kedatangan saya ke Cirebon untuk
membuat sekolah persiapan Universitas Al-Ahgaff di Indonesia. Sesuai
evaluasi masalah efektivitas sekolah persiapan, program tersebut hanya
berjalan selama 1 tahun yang akhirnya di kembalikan ke Yaman. Oleh
sebab itu saya meminta izin kepada guru saya untuk berdakwah di Cirebon
Dan pada tahun kedua saya tinggal diCirebon sudah bisa membuka
beberapa majelis ta’lim di beberapa masjid besar, Usaha berdakwah selalu
saya kembangkan hingga akhirnya datanglah permintaan untuk menitipkan
anak-anak mereka di tempat saya, dan alhamdulillah setelah kami
musyawarah dan istikhoroh berkat bantuan dari saudara saudara dan teman
teman kami resmi membuka Lembaga Pengembangan Dakwah Al-Bahjah
termasuk di dalamnya adalah Pondok Pesantren Al-Bahjah
25. Sejak kapan berdirinya pondok pesantren ini?
Mulai dari tahun 2007 hingga sekarang
26. Berapa jumlah santri saat pertama kali dan siapa saja yang hadir pada saat
peresmian tersebut?
Semula santi hanya berjumllah 25 orang, santri laki laki 15 orang dan
sisanya 10 orang lagi perempuan. Guru guru kami dari yaman dan guru-
guru kami dari cirebon dan masih banyak lagi
27. Siapakah pendirinya?
Pendirinya kami semua. Ini bukan milik saya pribadi ini amanah dari umat
muslim, saya hanya mengelolanya saja.
28. Apa visi misi pondok?
Mendahulukan ahklak dan mengembangkan dakwah Rasul SAW yang ini
semua adalah sekaligus pesan Al-Habib Hasan Bin Ahmad Baharun
semasa beliau hidup.
29. Di mana alamat pondok pesantren albahjah berdiri?
Kelurahan Sendang Kec. Sumber Kab. Cirebon. Jawa barat.
Nama: Jaya Andriana

Jabatan: Santri

1. Bagaimana dakwah K.H. Yahya ainul Ma’arif menurut anda?

Dakwah yang sangat menarik dan santai tetapi tegas, atas penyampaiannya,

pembaawaan dakwahnya.Sehingga dapat memudahkan pendengar menyimak juga

memahami maksud dari penyampaiannya.

2. Apakah retorika yang digunakan beliau pada saat berdakwah sudah baik?

Sudah.

3. Apakah Anda menyukai cara penyampaian dakwah beliau, kenapa?

Iya, karena cara penyampaiannya sangat berbeda dengan cara penyampaiannya

ceramah dari penceramah yang lain, memiliki metode tersendiri.

4. Apakah kelebihan dan kekurangan beliau pada saat berdakwah?

Kelebihan: mengerti cara membawa suasana dalam berceramah, dapat membawa

pendengar untuk mempermudah mengkaji ilmu agama, pembawaan yang santai,

mempunyai seni tersendiri, dapat memadukan antara seni dengan dakwah.

Kekurangan: kurangnya pendalaman materi yang disampaikan.

5. Apakah menurut anda dakwah yang beliau sampaikan sudah efektif?

Sudah, karena sudah banyak buktinya, dari mulai jemaah sedikit bisa di hitung oleh

jari, tapi sekarang yang hadir pada tausiah beliau sangat banyak sekali.

6. Bagaimana pendapat anda tentang humor dalam dkwah buya?

buya memahami betul jika dakwah itu bersifat monoton, maka akan membuat

mad’u merasa jenuh dan bosan. Namun, beliau dapat mempertimbangkan seberapa

besarkah humor itu dikeluarkan agar dakwah yang beliau sampaikan tetap bisa

diterima dan dipahami oleh mad’u.


7. Apakah anda mengerti apa yang di sampaikan buya yahya?

Sangat paham sebab beliau jika berdakwah sangat detai dan tegas, bahasanyapun

sangat sangat mudah di pahami baik dari kaum awam sampai intelek. Jadi sangat

paham apa yang di sampaikan beliau.


Nama : ustad arif bilah
Jabatan: ustad atau pengajar di pesantren

1. Bagai mana sosok buya di hadapan ustad?


Menurut saya beliau selain menjadi pemimpin pondok ini tetapi beliau juga
menjadi sosok ayah bagi kami semua di sini bagaimana beliau mengayomi anak
anaknya dan beliau sangat luar biasa bisa memahami kondisi anak anaknya.
2. Bagaimana dakwah buya menurut ustad?
Menurut saya buya dakwahnya itu tidak monoton menurut kami sebagai anak
didiknya melihat dakwah buya itu memang meluas dan cepat sekali dan selalu
update tentang kejadian-kejadian yang ada di masyarakat, trus ketika beliau
mengaji atau berdakwah di manapun beliau selalu ingin di dokumentasikan untuk
di simpan di web site kami agar santri santri beliau yang di luar sana bisa
mengikuti pengajian
3. Apakah anda menyukai dakwah beliau?
Klo di kata menyukai sangat menyukai bahkan kami cinta bisa di bilang begitu,
sebab dakwah beliau sangat kami tunggu-tunggu. Untuk penyampain beliau saya
sangat senang sekali entah itu tausiahnya atau penyampaian nasihatnya kepada
kami sebagai santri dan berbeda juga kepada jemaahnya. Jadi beiau bisa
menempatkandiri juga, ke jemaah berbeda dan ke santri atau kepada kami
berbeda.
4. Apakah saudara mengerti apa yang beliau sampaikan dalam dakwahnya?
Sangat di pahami sekali karena beliau selalu mendidik kepada santrinya itu jangan
kalian sampaikan pengetahuan kalian tapi sampaikan apa yang dibutuhkan jemaah
sendiri. Jadi beliau tidak pernah berlebih lebihan, makanya beliau ketika
muhadhoroh atau berdakwah di depan jemaah nahasa beliau dapat dipahami sama
yang awam khususnya
5. Apakah dakwah beliau sudah efektif menurut anda?
Menurut kami sebagai anak didiknya sudah efektif dakwah beliau malah kami jadi
selalu ingin menjadi beliau..
6. Apakah retorika yang di gunakan buya pada saat berdakwah sudah baik?
retorika yang beliau gunakan sangat mudah di cerna oleh mad’unya dan juga
sangatlah bijaksana. Beliau juga sangat paham ketika menyampaikan materi
dengan bahasanya. Beliau dapat memilah-milah kata dan kata yang beliau
gunakan bervariatif tergantung melihat kualitas mad’unya. Ketika kepada
santrinya, jemaahnya atau kepada tamunya. Jadi, mad’u dengan mudah
memahami dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari hari
7. Apakah buya selalu memberikan humor dalam dakwahnya?
humor itu menjadi salah satu bagian dari retorika walau hanya sebatas pelengkap
tetapi kalau menurut buya juga jika dakwah terlalu banyak humorpun tidak baik
dikarnakan seringterjadi, bahwa sanya jika kita berdakwah terlalu banyak ketawa
ketawa atau humoris itu ilmunya sedikit yang akan kita dapat
8. Apa kekurangan dan kelebihan beliau dalam dakwah?
Mungkin kalo kekurangan gak ada yanh paling alat berdakwahnya yang kurang.
Klo kelebihannya banyak sekali.
Nama: Haidir Ali
Jabatan: Jamaah
1. Bagaimanadakwah buya menurut anda?
Dakwah buya enak di dengar mudah juga untuk di pahami
2. Apakahretorika yang digunakanbeliaupadasaatberdakwahsudahbaik?
Menurut saya sudah baik sebab bahasa yang beliau gunakan dan gaya bahasa yang
beliau sampaikan ga neko-neko langsung aja gtu, tegas jika menekan tentang masalah
hukum islam atau yang lain-lainnya
3. ApakahAndamenyukaicarapenyampaiandakwahbeliau, kenapa?
Iya, karenasangatmudahuntukdicerna. Malah kami ingin terus mendengarkan dakwah
beliau.
4. Apakahkelebihandankekuranganbeliaupadasaatberdakwah?
Kalau kelebihannya sih menurut sayamampumembuatmad’umau
mendengarkanakandakwahnya tidak ada yang bercanda sama sekaliKalau
kekurangannya gimana yah engga ada sih mas bagi kami jemaahnya gitu. Soalnya
dakwah beliau ini ga monoton, selalu di setiap pengajiannya berbeba judul, mungkin
klo masih sama itu pembahasan minggu lalu belum selesai yah mas.
5. Apakahmenurutandadakwah yang beliausampaikansudahefektif?
Sudah, malah sangat efektif. Saya aja merasa nyaman ketika beliau berdakwah. Jadi
sangat sangat efektif klo menurut saya mas
6. Apakahandamengertiapa yang disampaikanolehbeliau?
Jelassayamengerti, karenabeliaumenyampaikannyadenganjelasdantidakterbata-bata.
Beliau pun jika berdakwah kan ake kitab mas jadi gak pernah keluar jalur dari pokok
permasalahan gtu mas.
7. Menurut anda apakah buya selalu memberikan humor?
Suka mas, tapi humornya begitu aja mas gak kaya ustad lainnya, bener bener ngelucu
saat dakwahnya, klo beliau ini ngehumor ya begitu aja lepas dengan tersendirinya. Ga
di buat buat gtu.
Foto bersama buya di mejlis ta’lim Al-Bahjah usai beliau berdakwah di lanjutkan wawancara
bersama beliau.

Anda mungkin juga menyukai