Anda di halaman 1dari 72

PESAN MORAL DAN MOTIVASI DALAM NOVEL

SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA :


TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA
SKRIPSI

OLEH :

REYZA FATHUR RAHMI

090701008

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PESAN MORAL DAN MOTIVASI DALAM NOVEL SEPATU
DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA: TINJAUAN
SOSIOLOGI SASTRA

SKRIPSI

OLEH:
REYZA FATHUR RAHMI
090701008

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana


sastra dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si Dra. Yulizar Yunas, M.Hum.

NIP: 19620925 198903 1 017 NIP: 19500411 198102 2 001

Departemen Sastra Indonesia

Ketua,

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si

NIP 19620925 198903 1 017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan saya tidak
benar saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang
saya peroleh.

Medan, September 2013


Hormat Saya,

Reyza Fathur Rahmi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pesan Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna
Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra
Reyza Fathur Rahmi
Fakultas Ilmu Budaya
Abstrak
Karya sastra merupakan proses kreatif dari seorang pengarang dalam
menggambarkan realitas sosial. Karya sastra tidak hanya berfungsi sebagai
hiburan tetapi juga sebagai media penyampai pesan pengajaran. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan pesan moral dan motivasi yang
terkandung dalam novel Sepatu Dahlan. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti
mempergunakan teori sosiologi sastra dalam menganalisis data. Masalah di dalam
skripsi ini dibatasi menjadi pesan moral yang terbagi atas: kejujuran, ketaatan
dalam beribadah, ketaatan pada orang tua, loyalitas dalam berteman, dan motivasi
yang terbagi atas: pepatah yang memotivasi, motivasi dari teman, motivasi dari
keluarga. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi
positif terhadap ilmu pengetahuan di bidang sastra, khususnya pada interdisiplin
ilmu sosiologi sastra dalam hal menggali pesan moral serta motivasi yang
terkandung dalam sebuah novel, membantu para pembaca untuk memahami isi
dari Sepatu Dahlan khususnya dalam hal pesan moral dan motivasi yang tidak
semua tertulis secara eksplisit, melainkan memerlukan pemahaman dalam
menganalisis isi ceritanya. Teknik pengumpulan data dilakuan dengan cara
Library Research (penelitian kepustakaan). Teknik pengkajian untuk menganalisis
data mempergunakan metode kualitatif dengan interdisiplin sosiologi sastra
sebagai landasan teori, sehingga dapat ditemukan pesan moral dan motivasi yang
terbagi atas empat jenis pesan moral yaitu: kejujuran, ketaatan dalam beribadah,
ketaatan pada orang tua, loyalitas dalam berteman dan motivasinya terbagi atas:
pepatah yang memotivasi, motivasi dari teman, dan motivasi dari keluarga. Selain
itu analisis ini juga mendapatkan hasil bagaimana proses penyampaian dari pesan
moral dan motivasi dalam novel Sepatu Dahlan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PRAKATA

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan

begitu banyak berkah kepada penulis sehingga akhirnya dapat menyelesaikan

skripsi ini. segala anugerah dari Yang Maha Kuasa telah menuntun dan

menguatkan penulis dalam menghadapi segala kendala dalam menyelesaikan studi

di Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini ditulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di

Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU. Adapun judul skripsi

ini adalah “Pesan Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna

Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra”.

Saat melewati proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menemukan

kesulitan tetapi penulis juga banyak mendapat bantuan berupa dukungan, nasihat,

perhatian, bimbingan dan juga doa. Untuk itu dengan segala kerendahan hati

penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai ketua Departemen

Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah memberikan

dukungan kepada penulis dalam mengikuti perkuliahan di Departemen

Sastra Indonesia dan juga sebagai dosen pembimbing I yang banyak

memberikan masukan kepada penulis serta selalu sabar membimbing

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP., sebagai sekretaris Departemen Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU sekaligus dosen penulis yang

telah memberikan banyak masukan selama menjadi mahasiswa di

Departemen Sastra Indonesia.

4. Dra. Yulizar Yunas, M.Hum., sebagai dosen pembimbing II penulis

yang senantiasa membimbing dan memberikan masukan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum., sebagai dosen pembimbing

akademik penulis yang telah memberikan masukan kepada penulis

selama perkuliahan.

6. Bapak dan Ibu pengajar di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu

Budaya USU yang senantiasa dengan tulus memberikan bimbingan

dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.

7. Orang tua paling sempurna dalam hidup penulis sekaligus motivator

terbesar dalam hidup penulis yaitu ibu terkasih Almh. Azizah Hanum

Lubis terimakasih untuk perjuangan yang tidak pernah putus untuk

penulis dan ayahanda H. A. Basyid Nst. SH, MH.

8. Terima kasih Tuhan telah memberikan penulis keluarga pilihan yang

dengan hati lapang mencurahkan segenap kasih sayang pada penulis

opung tersayang Dra. Hj. Siti Alchiar Nst terimakasih untuk jiwa

Kartinimu, mamak dan nantulang: Amril Mukmin Lubis, Yetti Nasir

SH, Abdul Haris Lubis, Seri, Amir Syarifuddin, Siti Kodiyah. Etek

Syafridah Hanum tersayang dan udak Sofyan Anshari. Terima kasih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


untuk petuah, semangat, cinta kasih, doa dan harapan yang tidak

pernah berkurang. Kalian semua berarti dan akan selalu demikian.

9. Untuk abangku tersayang Bayhaqi Benni Nasution, terimakasih atas

doa dan dukungan yang tidak pernah berhenti. Buat adik-adikku

tersayang Ipong, Dani Afif, Fandi, Hanif, Syifa, Sarah, dan Fathi

terima kasih doanya. Kalian semua berarti dan akan selalu demikian.

10. Terimakasih buat sahabat-sahabat seperjuangan stambuk 09 yang telah

memberikan dukungan kepada penulis, khususnya Nur Hasanah Hsb,

Irma Sari, Rama Wati, Safiriyani, Siti Aminah, Alwi, Dwi, Tiwi, dll.

Terimakasih sudah menjadi sahabat bagi penulis.

Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang

sifatnya membangun agar lebih baik lagi pada masa yang akan datang. Semoga

skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang “Pesan

Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara:

Tinjauan Sosiologi Sastra”.

Hormat saya,

Reyza Fathur Rahmi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

PERNYATAAN ............................................................................................................ i

ABSTRAK ..................................................................................................................... ii

PRAKATA .................................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... .1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 5

1.3 Batasan Masalah ....................................................................................................... .5

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................................ 6

1.4.1 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 6

1.4.2 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 6

1.4.2.1 Manfaat Teoretis ................................................................................................ 6

1.4.2.2 Manfaat Praktis .................................................................................................. 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep ..................................................................................................................... 8

2.1.1 Pesan Moral .......................................................................................................... 8

2.1.2 Motivasi ................................................................................................................. 12

2.1.2 Sepatu Dahlan ....................................................................................................... 15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2 Landasan Teori ........................................................................................................ 16

2.3 Tinjauan Pustaka ...................................................................................................... 18

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................................... 22

3.2 Sumber Data ............................................................................................................ 23

3.3 Teknik Analisis Data ............................................................................................... 24

BAB IV PESAN MORAL DAN MOTIVASI DALAM NOVEL SEPATU

DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA TINJAUAN SOSIOLOGI

SASTRA

4.1 Pesan Moral dalam Novel Sepatu Dahlan ............................................................... 28

4.1.1 Kejujuran dalam Novel Sepatu Dahlan ................................................................. 29

4.1.2 Ketaatan Beribadah dalam Novel Sepatu Dahlan ................................................. 35

4.1.3 Ketaatan pada Orang Tua dalam Novel Sepatu Dahlan ........................................ 38

4.1.4 Loyalitas Berteman dalam Novel Sepatu Dahlan ................................................ 43

4.2 Proses Penyampaian Pesan Moral dalam Novel Sepatu Dahlan.............................. 47

4.3 Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan ..................................................................... 48

4.3.1 Pepatah yang Memotivasi dalam Novel Sepatu Dahlan ....................................... 49

4.3.2 Motivasi dari Teman dalam Novel Sepatu Dahlan ............................................... 50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.3.3 Motivasi dari Keluarga dalam Novel Sepatu Dahlan ............................................ 52

4.4 Proses Penyampaian Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan ................................... 55

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ................................................................................................................... 57

5.2 Saran ......................................................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 59

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak pelajaran tentang pengalaman hidup yang dapat menginspirasi

lahirnya sebuah karya sastra yang akhirnya dijadikan sebagai media untuk

menyampaikan aspirasi, gagasan, ide, atau nasihat (petuah). Pada akhirnya

berguna apabila diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sastra merupakan

media pembelajaran yang banyak disukai orang untuk menyampaikan nilai atau

“pesan moral” kepada orang lain (Kurniawan 2012: 2).

Sastra mempunyai fungsi sosial atau “manfaat” yang tidak sepenuhnya

bersifat pribadi. Jadi, permasalahan studi sastra menyiratkan atau merupakan

masalah sosial: masalah tradisi, konvensi, norma, jenis sastra (genre), mitos,

simbol (Wellek dan Austin 1989: 109). Menurut Watt (dalam Endraswara

2011:22) karya sastra yang baik memberikan fungsi sebagai: (1) pleasing, yaitu

kenikmatan hiburan. Karya sastra dipandang sebagai pengatur irama hidup hingga

menyeimbangkan rasa. (2) instructing, artinya memberikan ajaran tertentu, yang

menggugah semangat hidup. Karya sastra diharapkan mencerminkan aspek

didaktif. Karya sastra telah menawarkan ajaran moral, kesadaran moral yang

menjadi unsur penting dalam karya sastra.

Pesan moral dalam karya sastra adalah amanat yang ingin disampaikan

kepada pembaca mengenai baik buruk perilaku manusia yang hidup dalam

masyarakat dengan tujuan memberikan gambaran mengenai perilaku positif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup yang

bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang

ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro 1995: 323).

Moral menjadi tolok ukur dalam hal menilai perilaku seseorang. Ketika

seseorang memiliki moral yang baik tentunya akan dapat memilah mana kelakuan

yang pantas mana yang tidak pantas, mana yang baik mana yang benar atau mana

yang etis dan tidak etis. Kemampuan seperti ini tentunya sangat penting

ditumbuhkembangkan dalam setiap personaliti manusia.

Perkembangan zaman tentu juga turut membawa perubahan. Perubahan

dari berbagai sisi dengan segala efek positif-negatif, diantaranya pergeseran nilai-

nilai moral dalam masyarakat. Kecenderungan dalam membenarkan yang biasa

sudah menjadi realitas kehidupan sosial, padahal seharusnya konsep yang dianut

adalah membiasakan yang benar.

Sebagai negara yang berbudaya yang sangat menjunjung tinggi moralitas,

keadaan ini tentunya menjadi masalah bersama. Berbagai upaya dilakukan dalam

hal memperkenalkan kembali moralitas ini pada individu, mulai dari didikan

orang tua, sekolah, hingga karya sastra juga turut memberikan sumbangsih

melalui novel-novel yang sarat akan pesan moral.

Keadaan ini semakin memperkuat peneliti untuk mengangkat judul “Pesan

Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara:

Tinjauan Sosiologi Sastra”. Pesan moral dan motivasi merupakan dua hal yang

berkaitan. Keduanya berkaitan karena sama-sama memberikan efek positif dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hal berbenah diri. Itu sebabnya, ketika sebuah novel sarat akan pesan moral maka

novel tersebut juga memotivasi.

G.R Terry (dalam Malayu 2005: 145) mengemukakan bahwa motivasi

adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya

untuk melakukan tindakan-tindakan. Motivasi itu tampak dalam dua segi yang

berbeda, yaitu dilihat dari segi aktif dan dinamis, motivasi tampak sebagai suatu

usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan daya serta

potensi tenaga kerja, agar secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan

tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan dilihat dari segi pasif dan statis,

motivasi akan tampak sebagai kebutuhan sekaligus sebagai perangsang untuk

dapat menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan potensi serta daya kerja

manusia tersebut ke arah yang diinginkan.

Wiyono (dalam Endaswara 2011: 111) menyatakan bahwa sastra dapat

menjadi alat pendidikan agama dan selanjutnya juga menjadi alat pendidikan

moral. Moral adalah bagian hidup bermasyarakat. Pahlawan rakyat dan tokoh-

tokoh sering membawa pesan ajaran moral. Itu sebabnya peneliti akan menelaah

sejauh mana isi novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara ini mengandung

pesan moral dan motivasi.

Sepatu Dahlan bercerita tentang tokoh Dahlan yang meski di usia muda

harus menghadapi kerasnya hidup karena permasalahan ekonomi. Sepatu dan

sepeda adalah barang mewah yang begitu diinginkan Dahlan karena dengan dua

benda itu akan lebih mudah bagi Dahlan untuk menjemput ilmu di sekolah dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tidak perlu berjalan kaki hingga belasan kilometer. Memperbaiki pendidikan

adalah cara paling tepat untuk terlepas dari belitan kemiskinan, itulah yang

sekiranya ada di benak Dahlan. Novel Sepatu Dahlan merupakan objek penelitian

ini yang dapat dikaji dari tinjauan sosiologi sastra.

Hakikat sastra dan sosiologi adalah dua ilmu yang tidak terlepas dari peran

manusia dan kehidupannya. Keduanya memiliki kesamaan karena memiliki objek

yang sama, yaitu manusia dan masyarakat (Ratna 2003: 2). Akan tetapi berbeda

dalam hal penggarapannya, sosiologi lebih mengarah kepada faktual dan objektif

sedangkan sastra lebih dominan pada rekaan atau imajinasi dan cenderung bersifat

subjektif. Selengkapnya dalam buku Paradigma Sosiologi Sastra dituliskan

sebagai berikut:

Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam


masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala-gejala
alam. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan
menghasilkan kebudayaan. Perbedaannya, apabila sosiolog melukiskan
kehidupan manusia dan masyarakat melalui analisis ilmiah dan objektif,
sastrawan mengungkapkannya melalui emosi, secara subjektif dan
evaluatif. Sastra juga memanfaatkan pikiran, intelektualitas, tetapi tetap
didominasi oleh emosionalitas (Ratna 2003:4).
Objek yang dikaji sosiologi dan sastra adalah sama, maka lahirlah

sosiologi sastra yang merupakan interdisiplin antara ilmu sosiologi dan sastra.

Karya sastra yang selalu bersinggungan dengan kehidupan sosial bercermin pada

zaman dengan segala aktivitas masyarakat yang imajiner di dalamnya merupakan

representasi dari kehidupan nyata yang digabung dengan proses kreatif pengarang,

maka sosiologi sastra membantu karya sastra untuk dinilai, dianalisis dan

diinterpretasikan dengan konsep dan teori sosiologis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Alasan lain yang menguatkan novel Sepatu Dahlan ini dipilih menjadi

bahan penelitian adalah tanggapan yang luar biasa dari pembaca sehingga novel

ini masuk dalam jajaran novel Best Seller, banyak komentar positif dari orang-

orang yang dari segi intelligent sudah tidak diragukan lagi, sebut saja Andy F.

Noya, host Kick Andy talk show yang selalu menghadirkan bintang tamu

berprestasi dan menginspirasi, “....membangkitkan semangat setiap orang yang

membaca...”. Komentar-komentar positif tersebut menjadikan peneliti semakin

tertarik untuk membahas sejauh mana novel ini memberikan pesan moral dan

motivasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah:

1. Apa sajakah pesan moral yang disampaikan dalam novel Sepatu Dahlan?

2. Bagaimanakah pesan moral disampaikan dalam novel Sepatu Dahlan?

3. Apa sajakah motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan?

4. Bagaimanakah motivasi disampaikan dalam novel Sepatu Dahlan?

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian ini terarah dan mencapai tujuan dengan baik maka diperlukan

batasan masalah. Peneliti membatasi masalah hanya pada pesan moral dan

motivasi yang mencakup pada: kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pada orang tua, loyalitas dalam berteman, pepatah yang memotivasi, motivasi dari

teman, motivasi dari keluarga.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Menguraikan pesan moral yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.

2. Mendeskripsikan pesan moral yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.

3. Menguraikan motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.

4. Mendeskripsikan motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.

1.4.2 Manfaat Penelitian

1.4.2.1 Manfaat Teoretis

1. Dapat memberikan kontribusi positif terhadap ilmu pengetahuan di bidang

sastra, khususnya pada interdisiplin ilmu sosiologi sastra dalam hal menggali

pesan moral serta motivasi yang terkandung dalam sebuah novel.

2. Memperkaya khasanah sastra kepada pembaca mengenai studi sastra Indonesia

tepatnya melalui pendekatan sosiologi sastra.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Menegaskan kepada pembaca bahwa karya sastra tidak luput dari pengajaran

tentang segala aspek kehidupan, diantaranya mengenai pesan moral dan

motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.

2. Membantu para pembaca untuk memahami isi dari novel Sepatu Dahlan

khususnya dalam hal pesan moral dan motivasi yang tidak semua tertulis

secara eksplisit, melainkan memerlukan pemahaman dalam menganalisis isi

ceritanya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

4.1 Konsep

Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspek-

aspek yang menyangkut apa saja yang akan diteliti, sehingga ruang lingkup materi

yang akan dikaji menjadi linear (terarah) tidak melebar kepada hal-hal yang tidak

penting. Adapun konsep yang dipergunakan pada penelitian ini adalah:

4.1.1 Pesan Moral

Pesan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 856) adalah 1 perintah,

nasihat, permintaan, amanat yang disampaikan lewat orang lain.

Menurut Lillie (dalam Budiningsih 2004: 24) kata moral berasal dari mores

(bahasa Latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat. Dewey

(dalam Budinigsih 2004: 24) mengatakan bahwa moral adalah hal-hal yang

berhubungan dengan nilai-nilai susila. Hal ini membuktikan bahwa moral

merupakan suatu acuan untuk menilai baik buruknya perilaku seseorang. Semakin

sesuai perilaku seseorang dengan moral yang ditetapkan dalam masyarakat maka

semakin tinggi moralitasnya.

Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message

(Nurgiyantoro 1995: 322). Moral dalam cerita menurut Kenny (dalam

Nurgiyantoro 1995:3 22) biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang

berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia

merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai

hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan

sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab “petunjuk” itu dapat ditampilkan,

atau ditemukan modelnya, dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang

ditampilkan dalam cerita itu lewat tokoh-tokohnya.

Jenis ajaran moral sangat luas, bisa dikatakan tidak berbatas segala yang

menyangkut pada persoalan hidup dan kehidupan. Secara garis besar

Nurgiyantoro (1995: 324) membedakan persoalan hidup dan kehidupan manusia

ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia

dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan

lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya.

Moral menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat

Bahasa Departemenn Pendidikan Nasional (2007: 745-755), moral adalah 1)

(ajaran tt) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban,

dsb; akhlak; budi pekerti; susila; 2) kondisi mental yang membuat orang tetap

berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb; isi hati atau keadaan perasaan

sebagaimana terungkap dl perbuatan; 3) ajaran kesusilaan yang ditarik dari suatu

cerita.

Pengertian secara terpisah di atas apabila disimpulkan menjadi satu pengertian

dari pesan moral berarti amanat yang ingin disampaikan tentang ajaran baik buruk

yang diterima mengenai perbuatan dan kewajiban yang berkenaan tentang budi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pekerti atau akhlak manusia yang tentunya sesuai dengan ketentuan yang berlaku

di masyarakat.

Pada penelitian ini, permasalahan pesan moral yang diungkap dari novel

Sepatu Dahlan mengenai: kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada

orang tua, dan loyalitas dalam berteman.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 479) mengartikan kejujuran sebagai

sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati).

Bersikap jujur pada hakikatnya berupaya terus menerus berperilaku positif

dalam menjalankan kehidupan. Bersikap jujur menyangkut sikap moral seseorang,

artinya berupaya sekuat tenaga agar setia kepada sumpah atau janji yang telah

diucapkan. Tidak melakukan tindakan yang hanya menguntungkan diri sendiri

namun merugikan pihak lain. Tidak berperilaku negatif dengan sengaja dan

apabila terjadi kesalahan bersedia memperbaiki kesalahan tersebut agar tidak

terulang kembali dikemudian hari.

Kejujuran merupakan bagian dari sifat positif manusia, tidak dapat disangkal

bahwa masalah kejujuran merupakan hal yang pelik dan rumit karena jujur

tidaknya seseorang tidak selalu diketahui oleh orang lain. Hati nurani yang

bersangkutanlah yang paling banyak memberi pengaruh mengarahkan individu

untuk menanamkan kejujuran dalam diri. Jika setiap individu telah menanamkan

kejujuran dalam diri, sejatinya akan dinilai baik pula moralitasnya. Kejujuran bisa

menjadi pengontrol yang baik dalam diri seseorang karena dengan adanya

kejujuran maka tiap-tiap individu akan selalu berusaha untuk mengedepankan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kebenaran, tidak ada lagi kebohongan yang nantinya akan membawa kepada hal

yang tidak baik.

Mengenai pesan moral ketaatan dalam beribadah Salam (2000: 193)

mengemukakan bahwa itu merupakan salah satu dari 12 (dua belas) dimensi

kewajiban manusia dalam kristalisasi akhlak yang baik. Atas segala rahmat-Nya

manusia jelas berutang budi yang besar, Dialah yang wajib diibadahi dan ditaati

oleh segenap manusia maka sudah sepatutnya apabila manusia berterima kasih

atas segala pemberian-Nya dengan salah satu cara diantaranya, yaitu taat.

Salam (2000:194) menjelaskan tentang taat, yaitu berarti melaksanakan

perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, sebagaimana

difirmankan. Taat ini juga dimaksudkan sebagai takwa, yakni memelihara diri

agar selalu berada pada garis dan jalan-Nya yang lurus.

Pesan moral yang selanjutnya yaitu tentang ketaatan terhadap orang tua, hal

inipun masih termasuk ke dalam 12 (dua belas) dimensi kewajiban manusia dalam

kristalisasi akhlak yang baik menurut Salam. Orang tua adalah orang yang paling

berjasa dalam kehidupan anak-anaknya, merawat dengan seluruh kasih sayang

dan memenuhi kebutuhan anaknya. Adapun kewajiban anak terhadap orang tua

yang dikemukakan oleh Salam (2000: 199-200) adalah:

1. Patuh: Mematuhi perintah orang tua, kecuali dalam hal maksiat.


2. Ihsan: Berbuat baik kepadanya sesuai perintah Tuhan. Mengingat jasa
orang tua begitu besar, maka seharusnyalah seseorang memberikan pula
kesenangan kepada keduanya apa-apa yang dapat diberikan, misalnya
tambahan nafkah dan keperluan-keperluan lainnya.
3. Perkataan yang lemah lembut: Tuhan memperingatkan kepada kita tidak
mengeluarkan kata-kata yang kasar kepada orang tua.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Merendah diri
5. Berterima kasih
6. Memohonkan rahmat dan maghrifirah.
7. Setelah wafat: Shalatkan jenazahnya, memohonkan rahmat dan
keampunan Ilahi, menyempurnakan janjinya, menghormati sahabatnya dan
meneruskan jalinan kekeluargaan yang pernah dibina oleh keduanya.
Loyalitas dalam pertemanan pun dapat digolongkan kepada pesan moral.

Menurut Salam (2000: 63) bermula dari rasa moral, menjadi kesadaran moral, dan

dari sini tumbuh menjadi kewajiban moral, dari sini pula melahirkan rasa

kemanusiaan, rasa persaudaraan, rasa kebajikan, dan seterusnya. Pendapat Salam

ini dapat dijadikan dasar bahwa loyalitas dalam pertemanan merupakan bagian

dari moral. Tindakan tersebut dikatakan sebagai tindakan yang baik (bermoral)

karena dalam pertemanan dibutuhkan kesetiaan terlebih bila kesetiaan yang

terjalin dalam hubungan pertemanan itu mengarahkan individu terhadap hal-hal

positif.

4.1.2 Motivasi

Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai daya upaya yang

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Menurut Sardiman (2006: 73)

motif merupakan daya penggerak dari dalam untuk melakukan kegiatan untuk

mencapai tujuan. Motif dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya

penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas

tertentu demi mencapai suatu tujuan. Motif dapat dikatakan sebagai suatu kondisi

intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka motivasi dapat dikatakan

sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau

mendesak.

Fungsi motivasi menurut Sardiman (2006: 85) ada 3, yaitu:

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor


yang melepaskan energi.
2. Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak dicapai.
3. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan
tujuan-tujuan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Motivasi bisa datang dari berbagai macam aspek kehidupan, tidak harus

melalui acara khusus yang memang diperuntukkan untuk ajang motivasi atau

cerita tentang kesuksesan tokoh ternama, tetapi terkadang motivasi bisa datang

dari hal-hal kecil yang memberikan efek luar biasa pada kehidupan seseorang.

Tidak jarang kata-kata mutiara atau pepatah mampu menjadi daya penggerak

seseorang untuk berusaha mencapai tujuannya, misalnya dalam novel Sepatu

Dahlan tokoh Dahlan termotivasi oleh pepatah Jawa yang terukir di dinding

pesantren tempat ia sekolah.

Peran lingkungan juga tidak bisa dikesampingkan begitu saja dalam hal

memberikan motivasi, seringkali justru motivasi itu hadir dari orang-orang

terdekat yaitu keluarga dan teman yang menjadi inspirasi bagi seseorang untuk

mencapai tujuan.

Menurut Malayu (2005: 143), motivasi berasal dari kata latin movere yang

berarti dorongan atau pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan

kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi

dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Pentingnya motivasi

karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


prilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang

optimal.

Ada beberapa faktor penggerak motivasi yang disebutkan Peterson dan

Plowman (dalam Malayu 2005: 142), yakni:

1. Keinginan untuk hidup


Keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang,
manusia bekerja untuk dapat melanjutkan kehidupannya.
2. Keinginan untuk memiliki sesuatu
Keinginan untuk suatu posisi dengan memiliki sesuatu merupakan
keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia
mau bekerja.
3. Keinginan akan kekuasaan
Keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah di atas
keinginan untuk memiliki, yang mendorong orang mau bekerja.
4. Keinginan akan adanya pengakuan
Keinginan akan pengakuan, penghormatan, dan status sosial, merupakan
jenis terakhir dari kebutuhan yang mendorong orang untuk bekerja.
Dengan demikian, setiap pekerja mempunyai motif keinginan (want) dan
kebutuhan (needs) tertentu dan mengharapkan kepuasan dari hasil
kerjanya.

Adapun beberapa tujuan motivasi menurut Malayu (dalam blog Bidnalia)

adalah:

1. Meningkatkan moral dan kepuasan seseorang


2. Meningkatkan produktivitas seseorang
3. Mempertahankan kestabilan seseorang
4. Meningkatkan kedisiplinan seseorang
5. Mengefektifkan pengadaan seseorang
6. Menciptakan suasana dan hubungan baik
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi seseorang
8. Meningkatkan kesejahteraan seseorang
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugasnya

Dalam KBBI (2007: 756) motivasi adalah 1) dorongan yang timbul pada diri

seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan

tujuan tertentu; 2) usaha untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan

seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan

perbuatannya.

4.1.3 Sepatu Dahlan

Novel Sepatu Dahlan berkisah tentang kehidupan tokoh Dahlan seorang anak

yang tinggal di daerah Takeran. Tokoh Dahlan dalam novel ini sebenarnya adalah

sosok dari menteri yang saat ini menjabat di bidang BUMN Dahlan Iskan. Beliau

menjadi inspirasi bagi Khrisna Pabichara untuk menceritakan bait demi bait

perjalanan hidup Dahlan Iskan yang dulunya hidup dengan keadaan yang tidak

terlalu berkecukupan. Namun semangat Dahlan menuntut ilmu tidak pernah

berkurang, meski harus berjalan kaki sejauh belasan kilometer untuk menuju

sekolahnya, Dahlan tetap semangat. Tapak kaki yang melepuh seolah tidak

menjadi penghalang bagi Dahlan. Dahlan dan impian kecilnya: sepatu dan sepeda,

yang menurut Dahlan akan sangat membantu apabila ia memiliki keduanya dan

mudah bagi Dahlan untuk sampai ke sekolah. Dari dua benda yang diinginkan

Dahlan itulah akhirnya mengalir cerita yang menginspirasi.

Sesuai dengan judulnya, sepatu dalam novel ini bukan merupakan kiasan,

tetapi arti yang sebenarnya, yaitu sepatu sebagai benda. Kisah Dahlan dalam

mendapatkan sepatu dan sepeda inilah yang sebenarnya menjadi penggerak

mengalirnya kisah yang menginspirasi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2 Landasan Teori

Teori berfungsi untuk memecahkan masalah. Sebagai dasar untuk

menyelesaikan masalah, maka sangat penting apabila teori yang dipakai benar-

benar relevan dengan permasalahan yang ada.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiologi sastra.

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar

kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi

(logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya

mengalami perubahan makna, soio atau socius berarti masyarakat, logi atau logos

berarti ilmu. jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal- usul dan pertumbuhan

(evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan

hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, dan empiris (Ratna

2003: 1).

Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar,

memberi petunjuk dan instruksi. Tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti

kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik

(Ratna 2003: 1). Penelitian ini mengangkat novel Sepatu Dahlan sebagai objek

kajian yang akan diteliti dengan menggunakan tinjauan sosiologi sastra.

Sosiologi sastra merupakan interdisiplin dari dua ilmu yang berbeda, yaitu

sosiologi dan sastra. keduanya memiliki objek kajian yang sama yaitu manusia

dan masyarakat. Meski objek kajian dari kedua ilmu tersebut sama, tetapi ada

perbedaan dalam hal memandang persoalannya. Sosiologi lebih cenderung kepada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hal yang bersifat objektif dan faktual, sementara sastra adalah kebalikannya, yaitu

bersifat subjektif dan rekaan. Adapun defenisi dari sosiologi sastra sangat

beragam tetapi defenisi yang paling mendekati dengan penelitian ini adalah

pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek

kemasyarakatan yang terkadung di dalamnya. Sosiologi sastra akan meneliti sastra

sebagai (1) ungkapan historis, ekspresi suatu waktu, sebagai sebuah cermin, (2)

karya sastra memuat aspek sosial dan budaya yang memiliki fungsi sosial

berharga. Aspek fungsi sosial sastra berkaitan dengan cara manusia hidup

bermasyarakat (Endraswara 2011: 20).

Jika dikaitkan dengan penelitian yang berjudul “Pesan Moral dan Motivasi

dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khirsna Pabichara” ini mengangkat pesan

moral dan motivasi yang keduanya dianggap sebagai aspek kehidupan dalam

bermasyarakat. Jelas bahwa kajian sosiologi sastra adalah kajian yang tepat untuk

penelitian ini. Teori sosiologi sastra yang digunakan dalam penelitian ini

mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Alan Swingewood.

Swingewood (dalam Yasa 2012: 24) menegaskan bahwa karya sastra adalah

suatu jagat yang merupakan tumpuan kecemasan, harapan, dan aspirasi manusia

karena di samping makhluk sosial, dinamika sosial budaya akan sangat sarat

termuat dalam karya sastra. Swingewood juga menyampaikan bahwa sinkronisasi

antara fakta imajiner dengan fakta realitas sebagai bukti bahwa sastra adalah

refleksi sosial.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Swingewood menyebutkan (dalam Yasa 2012: 22) bahwa pengarang besar

tidak sekadar menggambarkan dunia sosial secara mentah, tetapi ia

mengembangkan tugas yang mendesak, yaitu memainkan tokoh-tokoh ciptaannya

dalam satu situasi rekaan untuk mengungkapkan nilai dan makna dalam dunia

sosial.

4.3 Tinjauan Pustaka

Teori sosiologi sastra telah banyak dipergunakan dalam mengkaji

permasalahan yang diangkat pada skripsi, tetapi penelitian yang menjadikan novel

Sepatu Dahlan sebagai objek kajian baru pertama kali dilakukan. Penelitian ini

menitikberatkan pada pesan moral dan motivasi yang terkandung dalam novel.

Setelah peneliti melakukan pencarian di perpustakaan Departemen Sastra

Indonesia Universitas Sumatera Utara (USU) dan juga melalui media internet

diantaranya ditemukan beberapa skripsi yang kajiannya relevan dengan penelitian

kali ini. Adapun beberapa skripsi yang pernah mengangkat aspek moral, motivasi

dan amanat sebagai rumusan masalah diantaranya:

Ginting (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Saat untuk Menaruh Dendam

dan Saat untuk Menaburkan Cinta Karya Julius R. Siyaranamual: Analisis

Moral”. Skripsi ini membicarakan tentang pembahasan struktural dan moral

dilakukan terhadap novel Saat untuk Menaruh Dendam dan Saat untuk Menaruh

Cinta: novel ini membahas masalah-masalah moral dengan tema kawin paksa

karena pergaulan bebas. Peristiwa secara umum berlatar di seputar kota Jakarta

dikisahkan secara kronologis dengan menggunakan alur maju. Nilai-nilai moral

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang ingin diungkapkan oleh pengarang, secara garis besar adalah persoalan

manusia dengan diri sendiri, manusia dengan manusia lainnya dalam suatu

lingkup sosial hubungan manusia dengan Tuhannya.

Pranata (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Novel Orang-Orang

Proyek Karya Ahmad Tohari : Analisis Sosiologi Sastra”, peneliti menganalisis

tentang unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra yang meliputi: alur,

penokohan, gaya bahasa, latar pusat pengesahan dan tema. Penelitian ini

menggunakan teori sosiologi dalam pengkajiannya dan berfokus pada batasan

masalah berikut ini: 1. Pada bagian-bagian yang memegang peranan penting

dalam tubuh novel Orang-Orang Proyek, yaitu : latar, alur, penokohan, dan tema.

2. Penelitian ini juga menganalisis nilai-nilai sosial yang terkandung dalam novel

Orang-Orang Proyek, seperti: nilai budaya, nilai politik, dan nilai percintaan.

Irwaning (1992) dalam skripsinya yang berjudul “Tinjauan Nilai-Nilai

Didaktis Pada Tiga Cerita Anak”. Skripsi ini meninjau dari segi instrinsik atau

yang menyangkut struktur karya itu sendiri, pembahasannya meliputi gaya bahasa

(yang pengertiannya sama dengan pengertian tentang gaya bercerita atau style,

alur atau plot, latar atau setting dan tema yang terdapat di tiga cerita anak tersebut.

Pembahasan terhadap unsur-unsur ini mampu menonjolkan nilai dikdaktisnya

sedangkan segi ekstrensik yang berkaitan dengan segi pendidikan baik formal

ataupun nonformal untuk mengambil nilai-nilai didaktis yang terdapat di

dalamnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sihaloho (1987) dalam skripsinya yang berjudul “Tinjauan Amanat yang

Terdapat dalam Novel Maut dan Cinta Karya Mochtar Lubis”, pokok

pembicaraan dalam skripsi ini mencoba melihat amanat yang disampaikan

pengarang kepada publik pembaca. Amanat yang disampaikan oleh pengarang

dalam karyanya tersebut amat jarang kita jumpai dalam bentuk tersurat. Amanat

itu disampaikan pengarang melalui dialog tokoh yang satu pada tokoh yang lain

serta melalui komentar pengarang terhadap tokoh-tokoh ceritanya.

Fransiska mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (2004) dalam

skripsinya yang berjudul “Aspek Moral dalam Lirik Lagu Jamrud: Tinjauan

Sosiologi Sastra”. Ia menyimpulkan bahwa aspek moral yang meliputi

kemanusiaan yang membuktikan adanya dampak-dampak positif maupun negatif

pada kehidupan, tingkah laku yang banyak meninggalkan nilai-nilai moral,

pergaulan yang kurang terkontrol serta diawasi baik di keluarga, sekolah, maupun

lingkungan.

Setelah peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap beberapa skripsi yang

pembahasannya relevan dengan penelitian ini, maka peneliti dapat melihat

perbedaan yang terdapat pada skripsi yang sudah ada sebelumnya dengan

pembahasan penelitian ini, diantaranya terletak pada objek yang berbeda,

kemudian aspek yang ditinjau oleh peneliti, misal pada penelitian Irwaning ia

mengemukakan tentang nilai-nilai didaktis melalui gaya bahasa dalam karya yang

ditelitinya. Sedangkan prespektif penelitian ini tidak membahas gaya bahasa

(style), fokus pada pesan moral dan motivasi yang ada dalam Sepatu Dahlan.

Skripsi Pranata membahas tentang nilai-nilai sosial yang terkandung dalam novel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Orang-Orang Proyek, Pranata membatasi nilai sosial yang dibahasnya dengan

nilai-nilai budaya, nilai-nilai politik, dan nilai-nilai percintaan. Berbeda dengan

penelitian ini, meski pesan moral merupakan nilai sosial tetapi peneliti tidak

membahas unsur nilai politik dan nilai percintaan. Beberapa penelitian di atas

cenderung menganalisis unsur struktural dari masing-masing karya yang diteliti,

tetapi untuk penelitian ini tidak dituliskan secara eksplisit walaupun langkah awal

peneliti sebelum melakukan analisis terhadap masalah tentunya terlebih dahulu

telah menganalisis unsur struktural dalam novel Sepatu Dahlan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini mempergunakan Library Research atau penelitian kepustakaan

sebagai teknik pengumpulan data. Dalam buku yang berjudul Metode Penelitian

mengemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan

mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-

catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang

dipecahkan (Nazir 1988: 111).

Sesuai dengan namanya yaitu penelitian kepustakaan, maka peneliti

melakukan berbagai riset yang berkenaan dengan kebutuhan penelitian di

perpustakaan. Pengumpulan data menjadi syarat yang utama dalam penelitian

sesuai dengan yang diutarakan Hall (dalam Endaswara 2011: 103) cukup penting

diperhatikan bagi peneliti sosiologi sastra yang hendak mengumpulkan data. Data

itu tersedia dan banyak, tidak terstruktur, maka peneliti perlu mengumpulkan data

dengan kartu-kartu kecil (Endaswara 2011: 103).

Lebih lanjut Endaswara (2011: 104) menyebutkan bahwa cara pengumpulan

data penelitian sosiologi sastra tergantung pada prespektif penelitiannya,

prespektif yang berfokus pada (1) teks, (2) sastrawan, (3) fungsi sosial, (4)

dokumen budaya, (5) struktur genetika, dan lain-lain. Dalam penelitian ini,

prespektif peneliti berfokus pada teks.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Peneliti juga menggunakan langkah-langkah memperoleh data sesuai dengan

yang dituliskan oleh Endaswara (2011: 105), yaitu: (1) melalui pembacaan

heuristik, artinya hati-hati, tajam terpercaya, menafsirkan sesuai konteks sosial,

(2) melalui pembacaan hermeneutik, artinya peneliti mencoba menafsirkan terus-

menerus, sesuai bahasa simbol sosial, dikaitkan dengan konteks serta pengaruh

historis. Kemudian peneliti akan melanjutkan pada langkah selanjutnya yaitu

melakukan pencatatan pada kartu-kartu kecil sesuai dengan data yang ditemukan

di dalam novel Sepatu Dahlan.

Setelah menuliskan data pada kartu kecil peneliti kemudian

mengklasifikasikan data berdasarkan pada batasan masalah yang sudah dibuat

sebelumnya, data mana yang masuk pada pesan moral kejujuran, ketaatan dalam

beribadah, ketaatan pada orang tua, loyalitas dalam berteman, dan data mana yang

masuk pada kelompok pepatah yang memotivasi, motivasi dari teman dan

motivasi dari keluarga. Setelah semuanya dicatat dan dikelompokkan maka

langkah selanjutnya adalah menganalisis data yang ditemukan dengan tijauan

sosiologi sastra.

3.2 Sumber Data

Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah :

Judul : Sepatu Dahlan

Pengarang : Khrisna Pabichara

Penerbit : Noura Books (PT Mizan Publika)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tebal Buku : 392

Ukuran : 14 x 21 cm

Cetakan : kedelapan

Tahun : 2012

Warna sampul : biru langit, putih, kuning telur, hijau lumut, dan hitam

Gambar sampul : seorang anak yang menatap matahari terbenam, tepat di

belakangnya ada sepeda yang di stangnya menggantung

sepasang sepatu.

Desain sampul : Tyo / RAI Studio

3.3 Teknik Analisis Data

Data yang telah diklasifikasikan sebelumnya kemudian dilanjutkan dengan

menganalisis secara mendalam. Analisis pada dasarnya adalah proses pemaknaan

(Endaswara 2011: 111). Adapun langkah-langkah analisis yang dikutip dari buku

Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra adalah:

(1) analisis diawali dari asumsi bahwa penelitian selalu bermula dari
pertanyaan berkaitan dengan gejala yang muncul sebagai akibat hubungan
antara karya sastra dan lingkungan sosialnya, (2) peneliti memanfaatkan
konsep pemahaman (verstehen) terhadap karya sastra secara mendalam
dengan mengungkapkan dan menguraikan gejala sosial, (3) data yang
dianalisis bisa berasal dari berbagai hal yang menyangkut hubungan-hubungan
antara karya sastra dan sistem sosial, (4) nilai-nilai dan norma tingkah laku,
riwayat hidup pengarang, proses penerbitan, pembaca sasaran, dan berbagai
isu sosial lain bisa saja dianalisis lebih mendalam (Endaswara 2011: 113).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bila analisis data berpusar pada teks sastra, tentu analisis lebih ke arah

tafsiran. Gagasan Swingewood (dalam Endaswara 2011: 115) esensi analisis data

sosiologis harus dilakukan ilmiah sehingga mampu mengungkapkan: (1)

kehidupan manusia di masyarakat secara objektif, (2) memaknai lembaga-

lembaga sosial, (3) memahami proses sosial, dengan menelusuri bagaimana

masyarakat itu “mungkin” (berkembang, mundur). Dalam hal ini langkah-langkah

yang diikuti dalam penelitian tersebut hanya pada point tertentu yang memang

dibutuhkan oleh peneliti.

Peneliti menyederhanakan uraian panjang di atas mengenai analisis data

dengan mempergunakan teknik simak dan catat data yang terdapat pada novel

Sepatu Dahlan, yaitu membaca dan menyimak objek kajian terlebih dahulu lalu

kemudian mencatat hal-hal yang terkait dengan rumusan masalah yang telah

ditentukan sebelumnya, pencatatan ini dilakukan di kartu data.

Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode kualitatif.

Penelitian kualitatif sering diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan

“perhitungan” atau dengan angka-angka (Moleong, 1982: 2).

Metode ini sangat tepat dipergunakan dalam menganalisis data yang

ditemukan dalam penelitian ini, hal ini dapat ditegaskan dengan salah satu ciri

penting yang terdapat dalam metode kualitatif, sebagai berikut : memberikan

perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu

sebagai studi kultural (Ratna, 2004: 46).Adapun data awal dalam penelitian ini

sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pesan moral kejujuran dalam Sepatu Dahlan

“Hanya ada satu yang disegani Bapak. Kiai Mursyid... dari sana bermula
muslihat yang melintas dalam benakku.” (Pabichara, 2012:24)
“Dengan suara pelan, aku berkata, aku bermimpi bertemu Kiai Mursjid...”
“Belum lagi rampung kalimatku, bapak sudah duduk bersila menekur di
depanku, tenggelam dengan ketakziman yang tak terbayang olehku.”
“Apakah kesunyian ini aku nikmati? Tidak, aku merasa sangat bersalah.
Malah mungkin aku telah menjadi anak durhaka, mempermainkan
perasaan orang tua sendiri. Air mataku menetes, sungguh. Aku sedang tak
berniat mengambil keuntungan apapun dari kesungguhan Bapak di depan
mataku...”(Pabichara, 2012:25)

Pada penggalan data di atas dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa

seorang anak semula ingin membohongi orang tuanya pada akhirnya tidak mampu

melakukannya karena dorongan nurani untuk berkata jujur lebih kuat. Sudah

seharusnya, sebagai manusia yang dianugerahi akal pikiran oleh yang Maha

Kuasa untuk tidak memupuk sifat dusta dalam diri. Apapun alasannya

kebohongan hanya akan membawa kepada hal yang tidak baik.

Penggalan berikutnya yang juga menyiratkan pesan akan berharganya

kejujuran terdapat pada kutipan berikut ini:

“Lapar ndak berarti harus maling, Dik. Bukan karena nama baik keluarga,
tapi mbak takut itu jadi kebiasaan. Setiap perut kalian lapar, nyuri jadi
pilihan.”
“Ojo wedi mlarat. Yang penting tetap jujur!” (Pabichara, 2012: 109)

Motivasi dalam Sepatu Dahlan

“Pilih ngedi, sugih tanpa iman opo mlarat ananging iman?”


Dengan tegas aku menjawab,”Sugih ananging iman, Pak.”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Daripada hidup bergelimang harta tapi tidak beriman, memang lebih baik
hidup miskin tapi beriman. Namun, kondisi terbaik, tentu saja, adalah kaya
dan tetap beriman. Paling tidak, kalau kaya pasti aku bisa membeli sepatu
dan sepeda. Dengan demikian, aku tidak perlu berangkat ke sekolah terlalu
pagi dan kaki lecet-lecet karena terpeleset di batu-batu jalanan yang licin
akibat tersapu embun semalaman. Meskipun, lecet-lecet di telapak kaki
belum apa-apa jika dibandingkan dengan perjuangan pemuda dari Yaman
yang dikisahkan Bapak tadi.” (Pabichara, 20012: 31)

Dari sebaris pepatah Jawa, tokoh Dahlan menemukan motivasinya untuk

sampai posisi saat ini sebagai menteri BUMN. Akhirnya Dahlan membuktikan

sepatu dan sepeda yang diimpikannya pada saat kecil tidak terulang pada anaknya

di masa ini yang tentu dengan mudah mendapatkan fasilitas tidak seperti Dahlan

saat masa kecil. Sebaris motivasi itu yang kemudian ditanamkan erat di

pikirannya agar tetap menjadi orang yang kaya harta dan kaya iman.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

PESAN MORAL DAN MOTIVASI DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN

KARYA KHRISNA PABICHARA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

4.1 Pesan Moral dalam Novel Sepatu Dahlan

Pada bab sebelumnya sudah dijelaskan bahwa pesan moral merupakan

amanat yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca, baik itu melalui

tokoh atau alur yang terdapat dalam cerita. Moral adalah hal-hal yang

berhubungan dengan nilai-nilai susila dalam kehidupan manusia baik secara

individu ataupun kehidupan bermasyarakat.

Jenis ajaran moral sangatlah luas menyangkut pada setiap persoalan hidup

dan kehidupan, secara garis besar Nurgiyantoro (1995: 324) membedakannya

menjadi persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia

dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan

lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya.

Setelah membaca dan memahami novel Sepatu Dahlan karya Khrisna

Pabichara, maka peneliti menetapkan bahwa unsur-unsur pesan moral yang

dikaji adalah kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada orang tua,

dan loyalitas dalam berteman. Sedangkan unsur lainnya, yaitu motivasi akan

dikaji dan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.1.1 Kejujuran dalam Novel Sepatu Dahlan

Kejujuran dapat diartikan sebagai sikap (keadaan) jujur yang mengedepankan

ketulusan dan kelurusan hati dalam bertindak (berkelakuan) maupun dalam

perkataan yang dijalankan oleh manusia dalam kehidupan yang menjadikannya

sebagai salah satu dari nilai moral yang diapresiasikan sebagai perilaku positif

dalam diri manusia.

Kejujuran tidak selalu ada dalam diri manusia, seringkali justru kebohongan

lebih menguasai pikiran, perbuatan, dan perkataan yang membuat manusia

akhirnya mengesampingkan nilai kejujuran tersebut. Padahal untuk menjadi

pribadi yang lebih baik kejujuran adalah nilai yang harus ditanamkan sejak dini

dalam diri masing-masing.

Proses menuju kejujuran memang tidak selalu berjalan lancar seringkali

pikiran buruk justru mendorong manusia untuk berlaku curang dan

mengesampingkan nilai kebenaran. Namun, kembali lagi pada pribadi masing-

masing dan sekuat apa pondasi keimanan seseorang yang akan menghantarkannya

pada pilihan baik atau buruk, jujur atau bertindak curang (berbohong).

Syaikh Al- Utsaimin (dalam blog Dwi Handaru) mengutarakan hakikat jujur

adalah selarasnya kabar dengan realita, baik berupa perkataan atau perbuatan.

Dalam praktik dan penerapannya hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya

dinilai dari ketepatan pengakuan atau yang dibicarakan dan tindakan seseorang

dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sebenarnya, orang tersebut dapat dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, munafik,

atau yang lainnya.

Setiap agama pasti mengajarkan kebenaran begitu pula halnya dalam tindak-

tutur. Dalam agama Islam misalnya, kejujuran bagi seorang muslim bukan

sekadar akhlak yang utama saja yang wajib dilakukan tanpa lainnya, akan tetapi

dipandang lebih jauh daripada itu sebagai penyempurna Islam, sebab Allah yang

memerintahkan demikian. Sesuai dengan firman-Nya memerintahkan kejujuran:

“Hai, orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu

bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah 119).

Keutamaan berlaku jujur bukanlah untuk sekadar citra baik yang didapat dari

penilaian masyarakat saja atau terlebih dari Sang Pencipta. Namun lebih dari itu,

kejujuran memberikan dampak positif, selain balasan pahala yang dijanjikan Sang

Pencipta, manfaat lain berupa ketenangan batin dan kepercayaan.

Novel Sepatu Dahlan memasukkan unsur kejujuran dalam rangkaian

ceritanya. Dalam novel ini kejujuran dituliskan sebagai salah satu unsur yang

menguatkan kesan bahwa novel ini sarat akan pesan moral. Berikut ini beberapa

penggalan paragraf dalam novel Sepatu Dahlan yang menunjukkan kejujuran:

Inilah waktu yang tepat untuk menjalankan rencana.


Dengan suara pelan, aku berkata, “Aku mimpi bertemu Kiai Mursjid...”
Belum lagi rampung kalimatku, Bapak sudah duduk bersila sambil menekur di
depanku, tenggelam dalam ketakziman yang tak terbayangkan olehku. Serta
merta keheningan menyelimuti kami berdua.
Tak ada yang bersuara, tak ada yang bergerak.
Bapak terkesima menatapku, lalu duduk bersila di hadapanku. “Apa pesan
Kiai Mursjid, Le?”
“Pesan Kiai, aku harus lanjut sekolah,” jawabku dengan suara bergetar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bapak menekur, terdiam. Lalu, “Kamu jawab apa?”
Seketika rasa bersalah memilin-milin hatiku. Tidak, aku tidak ingin
mempermainkan hati lelaki pendiam yang kukagumi kesetiaannya ini.
Apakah kesunyian ini aku nikmati? Tidak, aku merasa sangat bersalah. Malah,
mungkin aku telah menjadi anak durhaka, mempermainkan perasaan orang tua
sendiri. Air mataku menetes, sungguh. Aku juga sedang tak berniat
mengambil keuntungan apa pun dari kesungguhan Bapak di depan mataku.
(Pabichara, 2012: 25)

“Aku akan sekolah di pesantren keluarga kita, Pak,” jawabku sambil menahan
tangis. “Kata Kiai Mursjid, kewajiban keluarga kita yang paling utama adalah
menjaga kelangsungan Pesantren Takeran.”
Sungguh, tadinya aku berniat mengatakan yang sebaliknya, bahwa sekolah
dimana saja pun bisa, tapi hatiku tidak sanggup mengatakan hal itu. Aku juga
yakin, sangat yakin, Bapak akan mengiyakan sandiwaraku jika aku meminta
mendaftar di SMP Magetan. Hal ini terlihat dari kesungguhan Bapak
mendengarkan apa saja yang kukatakan. Hanya saja, ada keperihan diam-diam
mengiris hati karena kepura-puraan ini. Aku merasa bersalah, sangat bersalah.
(Pabichara, 2012: 26)

Penggalan paragraf di atas memperlihatkan pergolakan batin tokoh Dahlan

ketika ia berniat untuk berkata tidak jujur pada ayahnya. Dahlan memanfaatkan

sosok Kiai Mursjid yang sangat disegani ayahnya agar ia diizinkan melanjutkan

sekolah di SMP Magetan. Saat Dahlan mulai menjalankan rencananya, pada saat

itulah kejujuran Dahlan di uji. Satu sisi Dahlan sangat ingin melanjutkan sekolah

di SMP Magetan tetapi di sisi lainnya nurani Dahlan menolak untuk berbohong.

Kejujuran akan selalu membawa seseorang kepada kebaikan, ketentraman

hati, serta kepuasan. Dahlan yang sempat berat hati ketika akan didaftarkan ke

Pesantren Takeran akhirnya merasa senang. Di Pesantren Takeran Dahlan bahkan

menjadi seorang murid yang berprestasi, seperti menjadi ketua tim bola voli,

ketua pengurus Ikatan Santri Pesantren dan mempunyai banyak teman. Ini terlihat

dari penggalan paragraf berikut ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Aku menyukai bola voli.
Dan, aku juga mulai menyukai pesantren ini.
“Masih mau sekolah di SMP Magetan?”
Aku menggeleng dengan tegas. (Pabichara, 2012: 38)

Hari pertama di Pesantren Takeran memang telah mengobati kekecewaan


hatiku karena gagal melanjutkan sekolah di temat impian. (Pabichara, 2012:
39)

Berita terpilihnya aku sebagai pengurus Ikatan Santri ternyata sudah di dengar
Bapak. Itu kuketahui tak lama setelah tiba di rumah. Tidak seperti biasanya,
bukan Zain yang menjawab salamku. Tapi, Bapak. Biasanya, siang-siang
begini beliau sudah tidak ada di rumah, kecuali karena alasan khusus yang
penting atau mendesak. Jawabannya aku tahu dari mata beliau yang berbinar-
binar. (Pabichara, 2012: 163)

Balasan dari kebaikan mungkin tidak selalu datang secara instan, tetapi pasti

akan ada, seperti Dahlan yang mengutamakan berkata jujur setelah sebelumnya

hampir mengelabui ayahnya. Jujur dan menuruti keinginan ayahnya untuk

melanjutkan sekolah di Pesantren Takeran, Dahlan pun mendapat banyak berkah,

mendapatkan begitu banyak hal yang membanggakan.

Selain kutipan di atas contoh lain yang juga memperlihatkan bagaimana

pentingnya sebuah kejujuran adalah ketika Dahlan mencuri sebatang tebu di

kebun milik pabrik. Dahlan terpaksa melakukannya karena ia kasihan melihat

Zain adiknya kelaparan. Tuhan tidak berkehendak Dahlan mencuri, maka Dahlan

pun tertangkap oleh mandor yang menjaga ladang tebu tersebut. Dahlan mendapat

hukuman menjadi kuli tanpa upah selama seminggu di ladang tebu tersebut.

Berita Dahlan mencuri sebatang tebu karena lapar pun akhirnya menyebar,

termasuk terdengar oleh Mbak Sofwati kakak Dahlan. Mbak Sofwati kemudian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memberikan nasehat kepada Dahlan agar selalu berlaku jujur sesulit apa pun

keadaan yang dihadapi.

“Lapar ndak berarti harus maling, Dik. Bukan karena nama baik keluarga, tapi
Mbak takut itu jadi kebiasaan. Setiap perut kalian lapar, nyuri jadi pilihan.”
Perutku seperti ditonjok keras-keras dan tepat mengenai ulu hati.
“Ojo wedi mlarat. Yang penting jujur!”
Aku melirik ke arah Zain Zain yang sedang menunduk. Sebenarnya aku sangat
ingin membantah. Dadaku terasa sesak. Tetapi, mendengar suara Mbak
Sofwati yang tiba-tiba melembut, dalam tekanan yang tenang dan sejuk, aku
tidak mengatakan apapun.
.... aku tetap diam beberapa saat, menikmati kecemasan, ketakutan, dan rasa
bersalah. (Pabichara, 2012: 109)

Perilaku jujur atau tidak jujur seseorang juga tergantung pada perilaku orang

tua dan keluarga serta lingkungan. Emile Durkheim (1964: 67) dan Randall Collin

(1975: 59-60) menyatakan sesungguhya perilaku jujur atau ketidakjujuran adalah

sosial dalam artian perilaku tersebut konsekuensi dari internalisasi nilai-nilai

(asumsi kedirian) dan kekangan serta fasilitas struktural (asumsi struktural).

Pernyataan di atas dapat disederhanakan pengertiannya, bahwa jujur atau

ketidakjujuran dapat timbul dari diri sendiri ataupun dari lingkungan. Untuk itulah

sangat penting kejujuran diajarkan pada setiap individu. Peran keluarga tentunya

sangat dibutuhkan dalam pembentukan perilaku jujur, seperti Mbak Sofwati yang

menasehati Dahlan ketika ia khilaf melakukan perbuatan tidak terpuji, yaitu

mencuri.

Mencuri adalah salah satu perilaku menyimpang yang melanggar norma

agama ataupun norma susila yang berkembang di masyarakat. Perilaku ini sama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan tindak curang yang mengambil hak yang bukan milik sendiri. Tindakan

mencuri dapat dikategorikan pada ketidakjujuran.

Nasehat Mbak Sofwati yang terasa begitu mengena bagi Dahlan memberikan

contoh nyata pada pembaca bahwa sekeras apapun hidup tetaplah berlaku jujur,

sebab kejujuran memberikan ketenangan dalam hidup. Tuhan pasti berlaku adil,

selalu membantu hambanya dengan cara yang terkadang tidak terpikirkan

sebelumnya. Dahlan belajar dari kejadian, ia jera berlaku curang hal ini

dibuktikannya ketika ia dan Zain adiknya kembali merasakan lapar. Dahlan tidak

ingin mengulanginya lagi, maka disinilah Tuhan memberikan balasan atas

perilaku jujurnya, membantu Dahlan melalui Komariyah teman baiknya.

Tidak, aku tidak akan mencuri lagi. Maka, kubatalkan niat menebang
pohon pisang itu. Aku berlari, terus berlari. Nafas mulai ngos-ngosan,
tersenggal-senggal, dan azan magrib mengentak-entak gendang telinga.
Aku masih berlari dan baru berhenti setelah tiba di jalanan di depan
rumah. Dengan nafas tersenggal-senggal dan tubuh lunglai, aku memasuki
halaman rumah. Tiba-tiba terdengar suara seseorang berseru memanggil
namaku. Komariyah sedang berjalan ke arahku dengan tangan memegang
sesuatu yang ditutupi dengan kain batik. (Pabichara, 2012: 95-96)
“Titipan ibuku.”
“Apa itu?”
“Nasi tiwul, ikan teri, dan sambel terasi”
Aku tercekat karena rasa haru. Seketika tubuh Komariyah seperti tersaput
awan putih dan sepasang sayap tumbuh di punggungnya. Dia tersenyum
sangat manis bagai peri cantik yang, entah kapan, pernah kujumpai di
dalam mimpi, mengangguk-angguk penuh semangat lalu bergegas pamit
untuk bersiap-siap salat berjamaah di langgar. Aku bahkan lupa
mengucapkan terima kasih kepadanya saking haru dan bahagianya hatiku.
Tuhan memang selalu punya cara rahasia untuk membahagiakan hamba-
Nya. (Pabichara, 2012: 96)

Kejujuran Dahlan dibayar mahal oleh Tuhan, ketika ia menghentikan

niatnya untuk mencuri maka Tuhan mengganti pisang dengan makanan lezat yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lebih mengenyangkan. Itulah bukti bahwa Tuhan selalu memberikan balasan

setimpal atas apa pun yang diperbuat hamba-Nya. Jadi, alangkah baiknya apabila

setiap kehidupan selalu diisi dengan kebaikan, maka Tuhan pun akan

melipatgandakan setiap kebaikan itu.

4.1.2 Ketaatan Beribadah dalam Novel Sepatu Dahlan

Ibadah berasal dari bahasa Arab. Ibadah menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2007: 415) perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang di

dasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Ibadah menurut agama Islam dapat dilihat dari beberapa pemahaman yang

terkandung dalam Al-qur’an, yaitu:

1. Kesadaran beragama pada manusia membawa konsekuensi manusia itu


melakukan penghambaan kepada Tuhannya. Dalam ajaran Islam manusia
diciptakan untuk menghamba kepada Allah, atau dengan kata lain
beribadah kepada Allah (Adz-Dzaariyaat QS. 51-56)
2. Manusia yang menjalani hidup beribadah kepada Allah itu tiada lain
manusia yang berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus
(Yaasiin 36-61)
Ketaatan dalam beribadah merupakan sikap patuh terhadap Sang Pencipta.

Menurut Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah (blog immawati catatan sahabat santri)

ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai oleh Allah

dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang tersembunyi

(batin) maupun yang nampak (lahir). Termasuk pula di dalamnya rasa cinta

kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat) kepada-

Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap

keputusan-Nya (takdir), bersyukur atas nikmat-Nya, tawakal kepada-Nya,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengharapkan kasih sayang-Nya, merasa takut pada siksa-Nya dan lain

sebagainya, semua itu merupakan bagian dari ibadah kepada Allah.

Orang yang beribadah kepada Allah mereka akan senantiasa patuh dan tunduk

kepada kehendak dan arahan Tuhannya, baik itu terlihat dari perilaku ataupun

ucapan. Seperti dalam novel Sepatu Dahlan pada beberapa bagian paragraf

terdapat hal yang memperlihatkan ketaatan tokoh dalam beribadah, berikut

contohnya:

Aku menyebut nama Tuhan dan berharap sekonyong-konyong ada keajaiban


lagi yang memindahkan tubuhku dari ruang lenggang ini, sebelum mataku
menangkap, samar-samar, seorang perempuan berambut panjang sedang
duduk di atas dingklik dan dengan tekun mencanting. (Pabichara, 2012: 8)
Lalu, aku memohon lagi agar Tuhan segera memindahkanku, membuangku
jauh-jauh dari ruang lenggang yang mencekam ini.
Dan, Tuhan memang pengabul doa yang tak tertandingi. (Pabichara, 2012: 9)
Aku merusaha mengumpulkan kekuatan agar bisa melangkahkan kakiku.
Kuyakinkan diriku sendiri bahwa sumur itu sebenarnya aman. Tidak ada apa-
apa di sana. Aku memejamkan mata sambil mulai melangkah dan terus
merapal doa dan ayat Qur’an yang kuingat agar tetap merasa aman.
(Pabichara, 2012: 69)

Pada kutipan di atas bentuk ketaatan Dahlan pada Yang Maha Kuasa terlihat

ketika ia merasa sedang dalam kesulitan secara langsung ia mengingat Tuhan.

Doa adalah senjata orang mukmin. Doa adalah cara terbaik meminta kepada Sang

Pencipta. Saat seseorang memanjatkan doa pada Yang Maha Kuasa itu artinya ia

percaya akan kekuatan Tuhan dan percaya saja sudah termasuk bentuk ibadah.

Adapun contoh lain yang juga memperlihatkan ketaatan beribadah dalam

novel Sepatu Dahlan terdapat pada kutipan paragraf di bawah ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Salat Isya sudah lama selesai, tetapi belum juga terkumpul keberanian
menemui Bapak. (Pabichara, 2012: 17)
Sungguh, aku ingin mengatakan bahwa selama ini tak ada waktu luang agar
aku bisa belajar dengan tenang: setelah salat subuh sudah harus menyabit
rumput, terus ke sekolah, setelahnya menyabit rumput lagi, lalu belajar
mengaji, ngangon domba, dan tatkala malam sudah menyelimuti Kebon
Dalem tak mungkin lagi belajar karena gelap-gulita. Tapi lidahku sekonyong-
konyong kelu, tak mampu mengatakan apa pun. (Pabichara, 2012: 19)
Seperti malam-malam sebelumnya, Bapak sudah berangkat ke sawah selepas
salat Isya. (Pabichara, 20120: 24)
“Tadi, setelah salat Subuh ndak dibolehin tidur lagi sama Ibu.” (Pabichara,
2012: 54)
Ustaz Hamim yang hafal Al-qur’an sejak remaja itu menghampiri kami,
tersenyum, menatap kami satu per satu, kemudian meneruskan kisah
Pesantren Takeran yang membuat kami takjub dan merasa seolah-olah
kamilah yang mendirikan pesantren ini dari semula. (Pabichara, 2012: 55)
Biasanya, setelah salat Subuh aku bertualang ke pematang-pematang sawah
atau jalanan pembatas ladang dan tebu untuk menyabit rumput. (Pabichara,
2012: 74-75)
Tak butuh waktu lama, piring itu langsung tandas. Setelah itu, kami bergegas
ke langgar untuk salat berjamaah. Biasanya, Bapak yang jadi imam.
(Pabichara, 2012: 97)
Setelah selesai salat Magrib, aku dan Zain langsung pulang ke rumah,
meninggalkan teman-teman yang malam ini masih berencana mencari ikan di
sungai. (Pabichara, 2012: 107)
“Kalian ndak ngaji?” tanya Mbak Sofwati. (Pabichara, 2012: 108)
Sejak kunjungan Juragan Akbar dan Maryati, Bapak tidak menegurku lagi.
Sepulang dari sawah, dia hanya salat Zuhur, minum segelas teh, lalu pergi
lagi. (Pabichara, 2012: 137)
Sambil membaca basmalah, kutulis satu nama dengan huruf kapital: ARIF.
(Pabichara, 2012: 161)
Aku berdiri menggoyang-goyangkan tumit, berjinjit, lalu, “Bismillah?”
(Pabichara, 2012: 276)
“Kalian main setelah salat Ashar.” Itulah kabar yang akhirnya kami dengar
dari guru muda yang murah senyum ini. Beliau biasa bersenda gurau dengan
kami, ada saja cerita pengobar semangat yang dituturkan olehnya buat kami.
“Nah, kalian tidak perlu pulang ke pesantren. Di bagian samping kantor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


camat, ada mushala. Kalian bisa salat Zuhur secara berjamaah di sana.”
(Pabichara, 2012: 228)
Ketaatan yang tergambar dari kutipan-kutipan di atas adalah keseharian para

tokoh yang selalu dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas keagamaan. Salat adalah

tiang agama, hukumnya wajib untuk dilaksanakan, ibadah ini pulalah yang sering

kali ditemukan dalam beberapa paragraf. Kemudian kegiatan ibadah lainnya yaitu

mengaji dan bahkan hal sekecil mengucapkan bismillah pun untuk mengawali

suatu kegiatan dituliskan dalam novel ini.

Sepatu Dahlan memang bukan novel religi, tetapi hampir keseluruhan

ceritanya memiliki unsur ibadah yang memang wajib dijalankan setiap umat Islam

(tokoh-tokoh yang bermain dalam novel ini diceritakan menganut agama Islam).

Taat berarti patuh dan tunduk, maka dapat dilihat bagaimana para tokoh menaati

perintah Tuhan dengan menjalankan perintah-Nya.

4.1.3 Ketaatan Pada Orang Tua dalam Novel Sepatu Dahlan

Bersikap patuh dan taat kepada orang tua merupakan kewajiban bagi setiap

anak. Taat kepada orang tua juga merupakan bagian dari wujud ketaatan terhadap

Sang Pencipta atau sama dengan ibadah. Orang tua senantiasa memberikan kasih

sayang dan berusaha keras untuk menghidupi anak yang telah dianugerahkan

Sang Pencipta kepada mereka dengan penuh cinta kasih, sehingga sudah

sepatutnya bagi seorang anak untuk berlaku taat terhadap kedua orang tuanya

selama yang diperintahkan oleh orang tua masih pada jalan yang benar.

Agama mana pun juga memberikan ajaran yang sama tentang berbakti

kepada orang tua. Begitu pula dengan agama Islam, para ulama sepakat bahwa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib.

Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu

mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada

kedua orang tua ibu bapak” (QS. An Nisa’: 36).

Dalam ayat ini (berbuat baik kepada ibu bapak) merupakan perintah, dan

perintah di sini menunjukkan kewajiban, khususnya, karena terletak setelah

perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan (tidak mempersekutukan) Allah.

Kewajiban dalam berlaku baik atau taat kepada orang tua bukanlah hal yang bisa

dikecilkan begitu saja. Banyak firman Allah dan juga sabda Rasulullah yang

menyebutkan di dalamnya agar anak berlaku baik terhadap orang tuanya.

Salah satu sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam yang semakin

menguatkan akan pentingnya bakti seorang anak terhadap orang tua (dalam blog

Abu Hamzah) adalah: “Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan

kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua” (Riwayat Tarmidzi

dalam Jami’nya (1/346), hadits ini Shohih, lihat Silsilah Al Hadits Ash Shahiihah

no.516).

Selain dasar yang kuat dari setiap agama taat (berbakti) pada orang tua pun

termasuk pada perilaku terpuji yang sesuai dengan norma yang ada dalam

masyakarat. Pernyataan ini dapat dikuatkan dengan banyaknya cerita-cerita

rakyat yang berkembang di masyarakat yang bertemakan tentang ketaatan (bakti)

pada orang tua. Hampir setiap daerah punya versi cerita masing-masing, sebagai

contoh: Sampuraga dari daerah Sumatera Utara, Malin Kundang dari Sumatera

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Barat, Legenda Batu Belah dari Gayo (Aceh), dan lain sebagainya yang

keseluruhan isinya mengandung amanat agar anak berbakti pada orang tuanya

karena jika sampai seorang anak menyakiti hati orang tua mereka maka Sang

Pencipta akan gusar dan memberikan hukuman yang setimpal.

Sama halnya dengan novel Sepatu Dahlan, dalam novel ini beberapa

bagian ceritanya terlihat kuat dalam memberikan kesan akan ketaatan (bakti) pada

orang tua. Adapun perilaku ketaatan pada orang tua yang terlihat dalam novel

Sepatu Dahlan sebagai berikut:

Maaf, Pak, Dahlan sudah mengecewakan Bapak dengan angka merah.


Dahlan sudah berusaha, tapi hasilnya seperti ini, Pak. Pak, Dahlan masih
boleh sekolahkan? (Pabichara, 2012: 16)

Dahlan merasa bahwa ia telah mengecewakan ayahnya dengan hadirnya

dua angka merah dalam rapornya. Gejolak hati Dahlan yang kemudian

dituliskannya dalam buku harian memperlihatkan ketaatan (bakti) seorang anak

pada orang tuanya. Ketika rasa penyesalan atau rasa bersalah dirasakan oleh

seorang anak yang merasa telah berbuat salah pada orang tuanya dapat diartikan

sebagai wujud ketaatan pada orang tua. Karena dengan adanya rasa penyesalan

berarti si anak masih memikirkan perasaan orang tuanya dan dengan begitu akan

timbul keinginan untuk memperbaiki kesalahan agar tidak terulang kembali.

Aku sangat menghormati Bapak, mungkin karena takut atau memang


suka, terlepas dari sikap taatnya terhadap aturan-aturan yang dibuatnya.
Tak ada yang boleh melanggar termasuk ibu dan anak-anak
perempuannya. (Pabichara, 2012: 17-18)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari penggalan paragraf di atas dapat dilihat bagaiamana penghargaan

seorang anak terhadap orang tuanya. Kekaguman Dahlan pada Bapaknya

membuatnya menaruh hormat terhadap ayahnya. Kekaguman yang kemudian

beralih pada rasa hormat merupakan rangkaian sebuah proses ketaatan (bakti)

kepada orang tua. Dengan adanya rasa hormat akan menjadi “benteng” yang

menghalangi seorang anak bersikap tidak pantas pada orang tuanya.

Hilangnya rasa hormat anak pada orang tua akan berakhir pada

ketidakpatuhan yang mengakibatkan si anak dengan mudahnya melanggar

perintah atau bahkan durhaka pada orang tuanya. Selain kutipan di atas contoh

lain yang juga merupakan bentuk ketaatan terhadap orang tua yang terdapat dalam

novel Sepatu Dahlan ini tergambar dalam kutipan paragraf berikut ini:

Selama ini aku dan Zain dilarang keras belajar bersepeda oleh Bapak, dan aku
belum berniat mencoba melanggar larangan itu. Seperti aturan-aturan lain di
rumahku, larangan itu pun tak boleh dilanggar. Kedisiplinan Bapak itu telah
mengkristal di hatiku. Larangan bukan lagi sesuatu yang bisa membangkitkan
rasa penasaran, melainkan nilai yang sudah mendarah daging. (Pabichara,
2012: 114-115)

Ketaatan tokoh Dahlan tergambar lewat kutipan di atas, ketika Maryati

menawarkan sepedanya untuk dinaiki. Dahlan menolak, ia teringat akan larangan

bapaknya untuk tidak memakai barang yang bukan milik sendiri. Begitu kuat

nasehat bapak tertanam dalam pikirannya. Walaupun pada saat itu Bapak tidak

sedang bersama Dahlan tetapi ia masih mengingat aturan yang diperintahkan.

Ketaatan tidak hanya berupa kepatuhan seorang anak terhadap aturan yang

dibuat oleh orang tuanya. Selain itu, ketaatan kepada orang tua juga dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diwujudkan melalui kesediaan seorang untuk membantu orang tuanya, bahkan

tanpa perlu diminta sekalipun. Seperti contoh berikut ini:

“Nanti sore kamu ke mana, Lan? ”


“Biasa, Bu, ngangon domba.”
“Tolong antarkan kain mori ke rumah ibu-ibu, ya?”
“Mending antar sekarang, Bu, sambil jalan.”
“Ndak capek?”
Aku menggeleng sambil beranjak ke kamar Ibu mengambil kain-kain mori
yang harus kuantar ke rumah para pembatik. (Pabichara, 2012: 46)

Malam sudah tiba. Ibu sudah siap-siap menceburkan diri dalam kebisuaan.
Selembar kain mori, yang baru diterimanya tadi pagi, sudah ditaruh di atas
tikar pandan. Lampu teplok sudah dipindahkan ke cantolan paku di tiang
tengah rumah. Tanpa disuruh, aku angkat gawangan—penyangga kain mori
setinggi lima puluh senti—dan meletakkannya tepat di bawah lampu teplok.
Sementara Zain mengangkat dingklik, tempat duduk ibu selama mbatik.
(Pabichara, 2012: 47-48)

Kutipan di atas memperlihatkan bahwa tokoh Dahlan termasuk pada anak

yang berbakti pada orang tua. Penggalan dialog yang terdapat pada halaman 46

memperlihatkan bagaimana Dahlan langsung mengiyakan permintaan ibunya

untuk mengantarkan kain mori ke rumah para pembatik. Padahal saat itu Dahlan

baru saja berjalan sejauh beberapa kilometer sepulang sekolah. Namun, karena itu

adalah permintaan ibu, Dahlan tidak ingin mengecewakan ibunya dengan menolak

permintaan tersebut. Meski lelah tanpa berat hati Dahlan tetap menjalankan

permintaan ibunya.

Pada halaman selanjutnya 47 dan 48, bakti Dahlan dan adiknya Zain kembali

terlihat. Tanpa diminta Dahlan dan Zain membantu pekerjaan ibu saat membatik.

Anak yang berbakti adalah anak yang mau turut membantu orang tuanya,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mematuhi permintaan dan perintah orang tua selama itu masih dijalan yang benar

sesuai dengan firman Allah SWT yang tertulis dalam Al-qur’an.

4.1.4 Loyalitas Berteman dalam Novel Sepatu Dahlan

Aristoteles seorang ahli pikir Yunani menyatakan bahwa manusia adalah zoon

politicon, artinya pada dasarnya manusia adalah makhluk yang selalu ingin

bergaul dan berkumpul dengan manusia lainnya, jadi mahkluk yang

bermasyarakat. Dari sifat suka bergaul dan bermasyarakat itulah manusia dikenal

sebagai makhluk sosial. Sosialitas adalah kodrat manusia. Manusia tidak akan bisa

hidup sendirian.

Manusia adalah makhluk sosial yang mengharuskannya untuk berkumpul

membentuk kelompok sesama manusia lainnya untuk hidup bersama atau dengan

kata lain bermasyarakat. Tidak dapat dipungkiri, ketika manusia hidup dalam

masyarakat, tentu akan ada orang-orang tertentu yang hubungannya lebih akrab

selain keluarga.

Hubungan ini biasanya disebut sebagai pertemanan atau persahabatan.

Aristoteles menyatakan (dalam blog Zeniar Badriah) bahwa sahabat sejati adalah

satu jiwa dalam dua jasad.

Hubungan pertemanan atau persahabatan terbentuk karena beberapa faktor,

yaitu: teman sepermainan di lingkungan rumah, di lingkungan sekolah, atau

hubungan pertemanan ini juga dapat terjalin di lingkungan kerja. Dalam menjalin

hubungan pertemanan tentu dibutuhkan kesetiaan atau loyalitas agar hubungan

tersebut dapat berjalan lama dan lancar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Nilai loyalitas terdapat dalam persahabatan. Berikut adalah hal yang

dihasilkan ketika seseorang sahabat memperlihatkan loyalitas secara konsisten

(dalam blog Zeniar Badriah):

a. Kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain.
b. Simpati dan empati.
c. Kejujuran, barangkali dalam keadaan-keadaan yang sulit bagi orang lain
untuk mengucapkan kebenaran.
d. Saling pengertian.

Novel Sepatu Dahlan tidak hanya menyajikan kisah pertemanan biasa yang

hanya menggambarkan keseruan teman sepermainan. Lebih dari itu, Sepatu

Dahlan memperlihatkan hubungan pertemanan yang dilandasi rasa kesetiaan yang

akhirnya tetap terjaga sampai mereka tua. Berikut contoh bentuk loyalitas

pertemanan dalam novel Sepatu Dahlan:

Orang-orang pasti bahagia ketika mengetahui dirinya dicintai. Tetapi yang


kurasakan hari ini, beberapa saat sebelum memasuki kamar operasi, bukan
cuma bahagia. Rasanya ingin menangis karena terharu menyaksikan istri, anak
sulungku, dan Robert Lai—sahabat yang setia menemaniku selama persiapan
operasi. Belum lagi doa-doa yang dikirim dari seantero nusantara. Ribuan
kilometer di tanah air, doa-doa serempak dilantunkan, membuhul langit,
mengumandang ke hadapan Sang Maha Pengasih, dan meneguhkan hatiku
untuk menjalani operasi ini. (Pabichara, 2012: 4-5)
Salah seorang temanku, yang saat ini sedang menderita sakit jantung,
mengirim pesan pendek.
Ya allah, selamatkan nyawa rekan kami ini. Jika perlu, tukarlah dengan
kematianku.
Maka, apa yang bisa kukatakan atas doa seperti ini?
Tak ada, selain air mata. (Pabichara, 2012: 5)

Teman yang baik adalah teman yang tidak hanya datang disaat tertawa tetapi

juga hadir saat temannya berada dalam masa sulit. Setiap orang tentu akan merasa

lebih baik jika ia mengetahui mempunyai orang-orang yang selalu mendoakannya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pada kebaikan. Seperti yang terjadi pada tokoh Dahlan saat sedang bersiap

menjalani operasi pencangkokan hati (liver). Dahlan terharu, banyak dukungan

dan doa yang ia terima untuk kesembuhannya.

Sikap loyalitas jelas tergambar pada kutipan di atas. Seorang sahabat bahkan

rela berdoa pada Tuhan untuk menukar nyawanya demi kelangsungan hidup

temannya. Bukti kesetiaan yang luar biasa ini tentu berawal dari hubungan

pertemanan yang dijalin erat.

Bersedia membantu teman di saat kesulitan tanpa pamrih merupakan salah

satu bentuk dari loyalitas. Berikut contoh sikap saling membantu yang terdapat

dalam novel Sepatu Dahlan:

“Perasaanku lagi ndak enak...”


Komariyah menoleh kepadaku. “Gara-gara sepeda Maryati?”
“Bukan.” Aku membalas tatapan Komariyah dan menggeleng.
“Terus?”
“Aku sedang memikirkan cara membujuk Bapak agar mau menjual domba.”
“Buat apa?”
“Beli sepatu...”
“Kamu biasanya nyeker, kan?”
“Buat main voli, Kom.”
“Oh... pakai saja celengan bersama kita.”
Aku menggeleng dengan tegas. (Pabichara, 2012: 149)

Pada saat tokoh Dahlan membutuhkan sepatu, Komariyah salah satu temannya

menawarkan agar Dahlan memakai uang tabungan yang mereka kumpulkan

bersama. Pada bagian ini dapat dilihat bagaimana rasa loyalitas dari teman-teman

Dahlan yang merelakan uang yang mereka kumpulkan dengan cara yang tidak

mudah karena harus menggembala domba dan nguli, karena Dahlan saat itu

membutuhkan maka dengan ikhlas mereka memberikannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dahlan pun bukan seorang teman yang egois, ia memang membutuhkan

sepatu tetapi tidak mau menerima begitu saja uang dari teman-temannya. Dahlan

beranggapan sepatu memang penting, tetapi kalau harus mengorbankan uang yang

dikumpulkan dengan susah payah. Tidak adil bagi Dahlan jika harus memakai

sendiri uang yang dikumpulkan untuk kepentingan bersama.

Masih tentang sepatu, kali ini loyalitas dalam pertemanan antara Dahlan dan

teman-temannya kembali terlihat pada kutipan paragraf berikut ini:

“Ini,” seru Maryati sembari menyodorkan sepasang sepatu yang terbungkus


kain merah.
Kami terperangah.
“Memang sepatu bekas dan hanya ada sepasang, tapi setidaknya bisa
membantu tim kita agar tidak kehilangan Sang Kapten.”
Maryati menerangkan panjang lebar peraturan baru soal sepatu, Maryati dan
teman-teman lainnya mencoba mencari jalan keluar. Akhirnya, Maryati dan
Dewi—gadis yang diam-diam mengagumiku—mencoba menggalang dana
untuk membeli sepatu. Namun, uang yang didapat ternyata belum cukup.
Tiba-tiba seorang kakak tingkat menawarkan sepatu bekasnya untuk dibeli
dengan harga murah. Mata Kadir, yang hatinya gampang tersentuh, mulai
berkaca-kaca. Suasana haru tiba-tiba menyelimuti kami.
Dadaku bergetar. Bertahun-tahun aku memendam keinginan memakai sepatu,
hari ini, sebelum pertandingan bersejarah, pertama kalinya dalam seumur
hidup akan memakai sepatu. Aku tersenyum sumringah dan segera mencoba
memakai sepatu. Agak sempit, serasa menjepit jari-jemari kaki karena selama
ini tak pernah dipenjara di dalam rongga sepatu. Oh, begini ternyata rasanya
memakai sepatu itu, seperti dijepit tang-tang lembut. Setelah keduanya
terpasang rapi, aku mencoba melompat-lompat dan merasakan sensasi yang
sungguh menyenangkan. (Pabichara, 2012: 267-268)
Sepatu adalah impian terbesar Dahlan saat itu, yang mengharukan adalah

pertama kali ia merasakan mengenakan sepatu, itu adalah hasil dari aksi galang

dana teman-temannya. Kesetiaan yang diberikan oleh teman-teman Dahlan tidak

diukur pada apa yang mereka berikan tetapi dari seberapa besar mereka menaruh

perhatian pada temannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2 Proses Penyampaian Pesan Moral dalam novel Sepatu Dahlan

Kutipan-kutipan dalam novel Sepatu Dahlan yang termasuk dalam kategori

pesan moral: kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada orang tua, dan

loyalitas dalam berteman telah ditemukan dan dianalisis. Maka, pada bagian ini

dipaparkan bagaimana pesan moral itu disampaikan dalam novel Sepatu Dahlan,

apakah melalui tokoh atau berupa deskrepsi pengarang.

Adapun proses penyampaian pesan moral yang terdapat dalam novel Sepatu

Dahlan adalah melalui tokoh-tokoh yang dimunculkan. Hal ini beralasan karena

jika dilihat dari segi sudut pandang (point of view) novel ini mempergunakan

orang pertama tunggal (keakuan) dalam menyampaikan alur cerita, yaitu tokoh

Dahlan. Tetapi tidak semua pesan moral itu tercetus dari tokoh Dahlan, beberapa

tokoh lainnya turut memberikan peran penting dalam menyampaikan pesan moral

tersebut.

Beberapa tokoh yang juga kuat perannya adalah: Dahlan, Bapak, Ibu, Mbak

Sofwati, Zain, Komariyah, Maryati dan Robert Lai. Masing-masing tokoh

mempunyai adegan tersendiri dalam menyampaikan pesan moral yang

dikategorikan pada kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada orang tua,

dan loyalitas dalam berteman.

Berikut ini adalah tabel penempatan tokoh-tokoh dalam proses penyampaian

pesan moral dalam novel Sepatu Dahlan:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tokoh Pesan Moral

Dahlan Kejujuran, ketaatan dalam beribadah,

ketaatan pada orang tua, loyalitas dalam

berteman.

Bapak Ketaatan pada orang tua, ketaatan

dalam beribadah.

Ibu Ketaatan pada orang tua

Mbak Sofwati Kejujuran, ketaatan dalam beribadah.

Zain Ketaatan pada orang tua, ketaatan

dalam beribadah.

Komariyah Loyalitas dalam berteman, kejujuran

Maryati Loyalitas dalam berteman

Robert Lai Loyalitas dalam berteman

4.3 Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan

Drs. Moekijat (dalam Malayu 2005: 95) menyatakan motivasi adalah suatu

pengertian yang mengandung semua alat penggerak alasan-alasan atau dorongan-

dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu.

Motivasi dapat ditemukan di mana saja, melalui siapa saja, dan kapan saja.

Seperti yang terdapat dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara ini.

Dahlan sebagai tokoh utama dalam novel ini diceritakan termotivasi oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


beberapa hal, yaitu: pepatah, keluarga, dan juga teman. Berikut ini ditemukan dan

dianalisis motivasi yang terdapat dalam novel Sepatu Dahlan.

4.3.1 Pepatah yang Memotivasi dalam Novel Sepatu Dahlan

Berikut ini adalah kutipan paragraf novel Sepatu Dahlan yang di dalamnya

terdapat pepatah yang memotivasi:

“Ojo kepingin sugih, lan ojo wedi mlarat.”


“Jangan berharap jadi orang kaya dan jangan takut melarat. ”
“Pilih ngendi, sugih tanpa iman opo mlarat ananging iman? ”
Dengan tegas aku menjawab, “Sugih ananging iman, Pak.”
Daripada hidup bergelimang harta tapi tidak beriman, memang lebih baik
hidup miskin tapi beriman, namun kondisi terbaik, tentu saja, adalah kaya dan
tetap beriman. Paling tidak kalau aku kaya, pasti aku bisa beli sepatu dan
sepeda. Dengan demikian, tidak perlu berangkat ke sekolah terlalu pagi dan
kaki lecet-lecet karena terpeleset di batu-batu jalanan yang licin akibat tersapu
embun semalaman. Meskipun, lecet-lecet di telapak kaki belum apa-apa jika
dibandingkan dengan perjuangan pemuda dari Yaman yang dikisahkan Bapak
tadi. (Pabichara, 2012: 31)

Penggalan paragraf di atas terjadi saat Dahlan sedang mendaftar di pesantren

Takeran. Barisan-barisan pepatah yang tertulis menyerupai kaligrafi di dinding

pesantren yang diperbincangkannya dengan ayahnya. Saat itu ayahnya bertanya

pada Dahlan mana yang akan menjadi pilihan Dahlan, menjadi orang kaya tanpa

iman ataukah miskin namun beriman. Dengan tegas Dahlan menjawab bahwa ia

lebih memilih miskin harta daripada miskin iman.

Tidak berhenti disitu Dahlan juga menambahkan keinginannya dalam hati

untuk menjadi seseorang yang kaya harta dan juga kaya iman. Dahlan berandai-

andai jika saja ia adalah orang yang punya cukup uang tentu ia akan dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mudah mendapatkan dua benda yang begitu diimpikannya, yaitu sepatu dan

sepeda.

Pepatah Jawa tersebut ternyata mampu memberikan kekuatan lebih dalam diri

Dahlan, bahwa ia harus menjadi orang kaya dan juga orang yang beriman, hal ini

kemudian dibuktikan dengan usaha keras Dahlan untuk mendapatkan dua benda

yang diinginkannya.

Rajin belajar, bekerja dengan giat dan menabung, itulah usaha Dahlan kecil

untuk mendapatkan benda yang diinginkannya. Sampai pada saat ia dewasa

impian Dahlan terwujud, kini ia menjabat sebagai menteri BUMN. Hidup mapan

dan beriman, persis seperti apa yang diimpikan Dahlan saat masih kecil. Pepatah

lain yang juga memotivasi dalam novel Sepatu Dahlan adalah berikut ini:

Sumber bening orang bakal golek timbo. Artinya, sumur yang bening tak akan
mencari timba. Begitulah semestinya kita berlaku, tidak menyia-nyiakan waktu
untuk mencari jabatan. Akan tetapi, kalau kita diserahi tanggung jawab atas
jabatan tertentu, amanat itu harus kita laksanakan. (Pabichara, 2012: 166)

Kutipan paragraf di atas terjadi saat tokoh Dahlan terpilih menjadi pengurus

Ikatan Santri. Kiai Irsjad yang saat itu berpidato menyampaikan pepatah tersebut

sebagai pesan kepada para santri yang terpilih agar mereka mengemban dan

menjalankan sebaik-baiknya tugas yang telah diberikan.

4.3.2 Motivasi dari Teman dalam Novel Sepatu Dahlan

Adapun kutipan paragraf yang memuat motivasi dari teman dalam novel

Sepatu Dahlan adalah berikut ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tibalah masa sekolah yang kutunggu-tunggu.bertemu teman-teman baru selalu
jadi pengobar semangat bagiku, seolah melihat pelangi yang berwarna-warni.
(Pabichara, 2012: 52)
Pada kutipan di atas tokoh Dahlan sangat bersemangat masuk sekolah. Ini

dapat dikatakan motivasi karena teman-teman bagi Dahlan dapat dikategorikan

sebagai daya penggerak yang menjadikan Dahlan begitu antusias memasuki

sekolah.

Sekolah adalah tempat belajar. Tidak hanya terbatas pada mempelajari ilmu

pengetahuan tetapi juga belajar bersosialisasi. Bertemu dengan banyak orang yang

berbeda karakter tentu menjadikan sekolah sebagai “cermin” kecil untuk

kehidupan yang lebih luas, artinya kehidupan bermasyarakat.

Faktanya, yang terjadi sekarang ini sering kali sekolah justru menjadi tempat

yang tidak nyaman bagi pelajar. Salah satu faktor penyebabnya adalah tidak

harmonisnya hubungan antar sesama pelajar. Hal ini dapat dibuktikan dengan

banyaknya kasus bullying yang terjadi antar sesama pelajar disekolah.

Bullying adalah istilah lain untuk kata intimidasi. Saat ini, Indonesia termasuk

sebagai salah satu negara dengan kasus bullying tertinggi (dalam uniqspot.com)

bersama dengan negara lainnya, yaitu: Jepang, Finlandia, Kanada dan Amerika

Serikat.

Berbeda halnya dengan situasi yang terdapat dalam novel Sepatu Dahlan,

sekolah justru menjadi tempat yang menyenangkan, dan teman-teman adalah

salah satu unsur yang memotivasi (terutama) tokoh Dahlan sehingga menyukai

sekolah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Motivasi dari teman selanjutnya dalam novel Sepatu Dahlan terdapat pada

kutipan di bawah ini:

Sore ini dia ditantang oleh Bejo, pembalap kerbau ternama dari Desa Waduk,
tetangga desa kami. Rambutnya seperti landak, kasar dan selalu berdiri. Di
kalangan gembala, seandainya ada kejuaran dunia balap kerbau, banyak yang
yakin juara sudah pasti menjadi milik si Bejo. Tapi bukan Nanang namanya
kalau menampik tantangan. Baginya, ajakan balapan itu seperti sebuah
pertaruhan kehormatan dan nama baik Kebon Dalem dan jika dia menang
berarti reputasi kami—para gembala dari Kebon Dalem—tetap terjaga.
Kami mengelilingi Nanang, memberinya semangat.
“Aku sampe gak iso turu. Pertarungan ini bukan cuma mempertaruhkan nama
baikku atau Bejo, tapi ini pertarungan antara kampung Kebon Dalem dan
Manding,” kata Nanang dengan berapi-api dan penuh pengahayatan, hingga
kami merasa dicekam ketegangan, ketakutan, dan kecemasan. (Pabichara,
2012: 236-237)

Dari kutipan di atas tergambar motivasi yang diberikan Dahlan dan teman-

temannya kepada Nanang. Saat itu, Nanang menerima tantangan balap kerbau dari

Bejo—anak kampung sebelah— yang terkenal jago.

Walaupun semangat yang diberikan hanya berupa dukungan moril tetapi hal

itu terbukti memberikan dampak positif bagi Nanang. Ia akhirnya bisa

mengimbangi kelihaian Bejo menunggangi kerbau.

4.3.3 Motivasi dari Keluarga dalam Novel Sepatu Dahlan

Keluarga merupakan lingkaran inti dari sebuah kehidupan. Keluarga

merupakan orang-orang terdekat yang tentu sangat berpengaruh dalam

kepribadiaan seseorang. Maka tidak jarang motivasi justru hadir dari keluarga.

Misalnya, seorang anak ingin belajar giat agar mendapat nilai ulangan yang

tinggi. Sebelumnya si anak telah dimotivasi terlebih dahulu oleh orang tuanya,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


apabila si anak mendapat nilai yang memuaskan saat ulangan maka ia akan

diberikan hadiah.

Kondisi di atas merupakan contoh motivasi sederhana yang sering ditemukan

dalam kehidupan sehari-hari. Dalam novel Sepatu Dahlan pun terdapat motivasi-

motivasi yang diberikan oleh keluarga. Saat Dahlan begitu menginginkan sepatu

dan sepeda, orang tua Dahlan memang tidak serta merta memberikannya karena

keterbatasan ekonomi. Akan tetapi, nasehat yang diberikan oleh orang tua Dahlan

justru menjadi motivasi bagi Dahlan agar berusaha meraih apa yang

diinginkannya. Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut ini:

Setengah sadar aku bergumam, “Coba aku punya sepatu...”


Ibu tertegun, meletakkan canting, dan menatapku dengan sedih. “Kita boleh
saja bermimpi sesuka hati, Le.”
Aku terdiam.
“Tak ada salahnya bermimpi punya sepatu, tapi jangan karena mimpi itu
belum tercapai lantas kamu putus asa.”
“Inggih, Bu...”
“Hidup ini keras, kamu harus berjuang sendiri!” (Pabichara, 2012: 40)

Dari kutipan di atas ditemukan motivasi yang mempengaruhi karakter tokoh

Dahlan untuk mewujudkan impiannya. Dahlan tumbuh menjadi sosok pekerja

keras. Hal ini terlihat dalam cerita ketika Dahlan akhirnya berhasil membeli

sepasang sepatu dan sepeda dari hasil jerih payahnya sendiri. Dahlan bekerja

sebagai pelatih tim bola voli anak-anak pemilik pabrik gula Gorang-Gareng.

Seperti yang tergambar pada kutipan di bawah ini:

Dan, tanpa terasa sudah tiga bulan penuh aku melatih. Upah sebesar Rp.
30.000 sudah di tangan. Langsung kubayarkan Rp. 12000 pada Arif untuk
membeli sepedanya, karena kemarin ternyata aku tidak bisa mencicil.
“Pak, besok Dahlan mau ke Pasar Madiun...”
“Beli Sepatu?”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Aku mengangguk. Bapak sudah tahu dari dulu bahwa aku sangat ingin
membeli sepatu. (Pabichara, 2012: 332)

Contoh lain yang juga membicarakan tentang motivasi untuk bekerja atau

berusaha tergambar pada kutipan di bawah ini:

“Kita harus berusaha sendiri,” tutur Bapak lagi. “Kita harus mencari, bukan
berhela-hela menunggu belas kasihan orang lain. Kalian punya domba atau
kerbau, piara sebaik mungkin, tawakkal dan bersyukur, rezeki akan datang dengan
cara yang bisa jadi tak pernah kalian duga. Jadi, bergembiralah. Tak perlu berkecil
hati karena hidup kita yang miskin seperti sekarang.” (Pabichara, 2012: 146)
Perkataan ibu dan bapak begitu kuat tertanam di benak Dahlan. Sehingga ia

berusaha untuk mendapatkan sesuatu dengan perjuangan dengan memanfaatkan

semua keahliannya.

Motivasi lain yang juga berasal dari keluarga yang terdapat dalam novel

Sepatu Dahlan tergambar dalam kutipan paragraf di bawah ini:

“Jabatan itu amanat, Le,” ujar Bapak sambil mengelus kepalaku sewaktu aku
mencium punggung tangannya. “Tirulah sifat kakakmu, Sofwati, jujur dan
disiplin.” (Pabichara, 2012: 163)
Nasehat bapak menjadi motivasi bagi Dahlan. Ia menanamkan dalam

pikirannya bahwa jabatan adalah amanat, seseorang yang diberi amanat berarti

dipercayai, maka harus dijalankan sebaik-baiknya.

Dahlan pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan, ia ingin

membuat orang tua dan juga orang-orang yang sudah menaruh kepercayaan

padanya bangga. Sebagai pengurus Ikatan santri dan ketua tim bola volli, Dahlan

selalu disiplin dalam berlatih hingga akhirnya bisa memberikan gelar juara se-

kabupaten Magetan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Seperti memenangi olimpiade saja gaya kami saat Bupati Magetan
menyerahkan piala setinggi setengah meter kepadaku. Piala itu kucium
sepenuh hati, berpindah dari satu tangan ke tangan lain. Penonton
bergemuruh. (Pabichara, 2012: 279)

4.4 Proses Penyampaian Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan

Proses Penyampaian motivasi yang terdapat dalam novel Sepatu Dahlan,

sama halnya dengan proses penyampaian pesan moral, yaitu disampaikan melalui

tokoh-tokoh yang bermain dalam cerita.

Motivasi dalam novel Sepatu Dahlan terbagi atas: pepatah yang

memotivasi, motivasi dari teman dan motivasi dari keluarga. Adapun tokoh-tokoh

yang berpatisipasi dalam penyampaian motivasi-motivasi tersebut adalah: Dahlan,

Bapak, Ibu, Mbak Sofwati, Maryati, Komariyah, dan teman-teman Dahlan yang

tidak disebutkan namanya diantaranya Arif, Dirham, Kadir, Nanang, dan lain-lain.

Berikut ini adalah tabel penempatan tokoh-tokoh dalam proses

penyampaian motivasi dalam novel Sepatu Dahlan:

Tokoh Motivasi

Bapak Motivasi dari keluarga, pepatah yang

memotivasi

Ibu Motivasi dari keluarga

Kiai Irsjad Pepatah yang memotivasi

Mbak Sofwati Motivasi dari keluarga

Komariyah Motivasi dari teman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Maryati Motivasi dari teman

Teman-teman Dahlan (Arif, Dirham, Motivasi dari teman

Kadir, Nanang, dll)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, yaitu tentang pesan moral dan

motivasi dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara, maka dapat ditarik

simpulan sebagai berikut:

1. Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan teori sosiologi sastra

dengan meganalisis pesan moral yang terdapat dalam novel Sepatu Dahlan

karya Khrisna Pabichara maka dapat ditemukan empat pesan moral yang

paling pokok, yaitu: kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada

orang tua, dan loyalitas dalam berteman.

2. Proses penyampaian pesan moral yang terdapat dalam novel Sepatu

Dahlan digambarkan lewat dialog-dialog tokoh.

3. Setelah peneliti menganalisis menggunakan teori sosiologi sastra maka

dapat ditemukan motivasi apa saja yang tergambar dalam novel Sepatu

Dahlan karya Khrisna Pabichara. Motivasi tersebut terbagi atas: pepatah

yang memotivasi, motivasi dari teman, dan motivasi dari keluarga.

4. Motivasi yang terdapat dalam novel Sepatu Dahlan proses

penyampaiannya melalui antar tokoh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.2 Saran

Objek yang dikaji peneliti dalam novel ini, yaitu Sepatu Dahlan tidak

hanya bisa dikaji dari prespektif sosiologi sastra saja. Akan tetapi, novel ini pun

dapat direkomendasikan untuk penelitian berbasis analisis struktural dan dapat

juga dianalisis dengan menggunakan teori-teori di luar sosiologi sastra, seperti

psikologi sastra untuk lebih mendalami tokoh secara psikologis (kejiwaan) dalam

menghadapi setiap problematika yang terjadi pada setiap tokoh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an:
Al-Qur’an. Suroh An Nisa’. Ayat 36
Al-Qur’an. Suroh Yaasiin. Ayat 36-61
Al-Qur’an Suroh At Taubah. Ayat 119
Buku:
Budiningsih, Asri. 2004, Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta.
Collons, Randall. 1975. Conflict Sosiology. New York: Academic Press.
Dirdjosisworo, Soedjono. 1996. Esensi Moralitas dalam Sosiologisme. Bandung:
Mandar Maju.
Durkheim, Emile. 1964. The Rules of Sociological Methode. New York: Free
Press
Endaswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta:
CAPS.
Jabrohim. 2012. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kurniawan, Heru. 2012. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Malayu. 2005. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Nazir. 1988. Metode Penelitian.Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Pabichara, Khrisna. 2012. Sepatu Dahlan. Jakarta: Noura Books.
Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Salam, Burhanuddin. 2000. Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sihaloho, Faber. 1987. “Tinjauan Amanat yang Terdapat di dalam Novel Maut
dan Cinta Karya Mochtar Lubis”. Skripsi. Fakultas Sastra USU.
Sadirman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sadirman, A,M. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta: Grafindo.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusasteraan (Terjemahan oleh
Melani Budianto). Jakarta: Gramedia.
Yasa, I Nyoman. 2012. Teori Sastra dan Penerapannya. Bandung: Karya Putra
Darwati.
Kamus:
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Skripsi:
Ginting, Rita Vat Nova. 2000. “Saat Untuk Menaruh Dendam dan Saat Untuk
Menaburkan CintaKarya Julius R. Siaranamual: Analisis Moral”.
Skripsi. Fakultas Sastra USU.
Irwaning. 1992. “Tinjauan Nilai-Nilai Didaktis Pada Tiga Cerita Anak”.Skripsi.
Fakultas Sastra USU.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pranata, Andrey. 2009. “Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari:
Analisis Sosiologi Sastra”. Skripsi. Fakultas Sastra USU.
Internet:
Bidnalia,2009, Teori Motivasi (blog), http://bidanlia.blogspot.com/2009/06/teori-
motivasi.html. Diunduh pada tanggal 2 Maret 2013.
Fransiska, 2004, Aspek Moral dalam Lirik Lagu Jamrud: Tinjauan Sosiologi
Sastra
(skripsi),(http://id.pdfsb.com/readonline/5a31464766514235566e463641486c6b-
2169132). Diunduh pada tanggal 2 Maret 2013.
Dwi Handaru, Pengertian Hakikat Kejujuran (blog),
http://dwihandaru.blogspot.com/2012/06/pengertian-hakikat-kejujuran.html?m=1.
Diunduh pada tanggal 9 September 2013.
Zeniar Badriah, Defenisi Sahabat Menurut Para Ahli (blog),
https://zeniarbadriah.blogspot.com/2013/05/defenisi-sahabat-menurut-para-
ahli.html?m=1. Diunduh pada tanggal 10 September 2013.
Al- Ustaz Abu Hamzah Yusuf, Patuh Kepada Orang Tua (blog),
abuhumairad.wordpress.com/tag/patuh-kepada-orang-
tua/http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id.artikel=172
Kongrespendidikan.web.id/tag/prof-dr-afrizal. Diunduh pada tanggal 10
September 2013.
www.uniqspot.com diunduh pada tanggal 9 September 2013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran

Biodata Pengarang Novel Sepatu Dahlan

Nama : Khrisna Pabichara

Nama Panggilan : Daeng Marewa

Tempat tanggal lahir : Borongtammatea (Makassar), 10 November 1975

Anak ke : lima

Nama Ayah : Malik Dg. Ngadele

Nama Ibu : Shafiya Djumpa

Pekerjaan : Penyunting dan aktif dalam berbagai kegiatan literasi

Karya : Kumpulan cerita pendek Mengawini Ibu: Senarai Kisah

yang Menggetarkan (Kayla Pustaka 2010), novel Sepatu

Dahlan

Akun Twitter : @1bichara

Sinopsis Novel Sepatu Dahlan

Sepatu Dahlan adalah novel yang isinya menceritakan kisah hidup Dahlan

Iskan yang kini menjabat sebagai menteri Indonesia di bidang BUMN. Dahlan

adalah tokoh utama dalam cerita ini. Dahlan lahir di Kebon Dalem sebuah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kampung kecil di kabupaten Magetan. Bersama dengan keluarganya, di tempat

inilah Dahlan menghabiskan masa kecilnya yang penuh dengan kenangan.

Kehidupan mendidik Dahlan kecil dengan keras. Baginya, rasa perih

karena lapar adalah sahabat baik yang enggan pergi. Begitu pula dengan lecet di

kakinya, bukti perjuangan dalam meraih ilmu. Ya, dia harus berjalan berkilometer

untuk bersekolah tanpa alas kaki. Tidak hanya itu, sepulang belajar dari sekolah,

masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan Dahlan demi sesuap tiwul. Mulai

dari nguli nyeset, nguli nandur, sampai melatih tim bola voli anak-anak juragan

tebu.

Semua itu tidak membuat Dahlan putus asa. Tidak juga berarti keceriaan

masa kanak-kanaknya hilang. Ketegasan Ayah serta kelembutan hati sang ibu,

membuatnya bertahan. Persahabatan yang murni menyemangatinya untuk terus

berjuang dan apa pun yang terjadi, Dahlan terus berusaha untuk mengejar dua

cita-cita besarnya: sepatu dan sepeda.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai