Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ANGKATAN ‘45

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah:Sejarah Sastra

Dosen pengampu:Muharrina,s.s.,M.Hum

SASINDO C’21

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

PRODI SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

Disusun Oleh Kelompok V:

1.Nur Gabena Daulay (2213510014)

2.Christopher Goldwin Millardo (2213510016)

3.Rovinta Sianturi (2213510023)

4.Lola Safitri Galingging (2213510022)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat allah swt yang


senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini berjudul “Teori Sastra Angkatan 45” yang membahas tentang
periode sastra angkatan 45. Makalah ini berisikan tentang tujuan
pembelajaran sastra, cara mengembangkan potensi pribadi melalui sastra,
realitas kehidupan sastra pada masyarakat Indonesia saat ini, dan lain
sebagainya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dan mendidik untuk perbaikan
selanjutnya. Walaupun demikian penulis tetap berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua yang membacanya. Terima kasih.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR  ..............................................................................1
DAFTAR ISI  ............................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN 
A.  Latar Belakang  ...................................................................................   3
B.  Rumusan
masalah  .....................................................................................  3
C.  Manfaat  ...................................................................................................
.....     3
BAB II PEMBAHASAN
A.  45 sebagai Nama
Angkatan  ........................................................................     4
B.  Karakteristik Angkatan
45  ...........................................................................     4
C.  Sastrawan-Sastrawan Angkatan
45  ............................................................     6
D.  Karya Sastra Angkatan
45  ..........................................................................     7
BAB III PENUTUP
A.  Penutup  ...................................................................................................
....    9
B.  Saran  .......................................................................................................
....    9
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Periode Angkatan 45 dimulai tahun 1942, tidak lama sesudah
masuknya Jepang ke Indonesia. Periode ini merupakan pengalaman dan
saat yang penting dalam sejarah bangsa dan juga sastra Indonesia. Pada
masa ini, Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda dan diganti
dengan bahasa Melayu. Hal ini memberi dampak pada intesifikasi pada
penggunaan bahasa Melayu (Indonesia) dan, tentu saja, mengintensifkan
perkembangan kesusastraan Indonesia.
Secara politik, Jepang mengumpulkan para seniman di Kantor
Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidosho). Awalnya, banyak seniman
yang dengan penuh semangat menerima panyatuan di bawah satu
organisasi. Namun, bersama lalunya waktu, para seniman tersebut sadar
bahwa mereka diperalat untuk kepantingan propaganda Jepang yang
sedang berusaha menguasai seluruh Asia. Kesadaran tersebut muncul
setelah mengetahui janji-janji kosong, kekejaman, dan penindasan yang
dilakukan oleh Jepang.
Dalam bidang seni, kekecewaan itu merupakan dampak dari
kebijakan jepang
yang membatasi kreativitas para seniman. Kebijakan tersebut antara lain
sebagi berikut.
1.   Segala macam surat kabar dan majalah dilarang terbit kecuali terbitan
yang berada di bawah pengawasan Jawa Shimbun Kai.
2.   Pendirian Kantor Pusat Kebudayaan yang pada dasarnya digunakan
untuk menindas kebudayaan Indonesia dan sebagai alat propaganda
Jepang.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini,ialah sebagai berikut:
1.  Bagaimana karakteristik angkatan 45
2.  Siapa saja Sastrawan-Sastrawan Angkatan 45
3.  Apa ciri-ciri karya sastra angkatan 45
C.Manfaat
Fungsi kemanfaatan dari makalah ini ialah:
1.  Untuk mengetahui bagaimana karakteristik angkatan 45
2.  Untuk mengetahui Siapa saja Sastrawan-Sastrawan Angkatan
45
3.Untuk mengetahui apa ciri-ciri karya sastra angkatan

BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH SASTRA INDONESIA ANGKATAN ‘45

A.  Sejarah Lahirnya Angkatan ‘45


Angkatan 45 tidak dapat dilepaskan dari lingkungan kelahirannya, yakni masa
penduduk Jepang dan masa revolusi Indonesia. Perjuangan bangsa yang mencapai
titik puncak pada Proklamasi 17 Agustus 1945 beserta gejolak politik yang
mengawali maupun mengikutinya, memberi pengaruh sangat besar pada corak
sastra.
Generasi yang aktif pada masa revolusi 45 dipaksa oleh keadaan untuk
merumuskan diri dan tampil menjawab tantangan-tantangan zaman yang mereka
hadapi. Selain ikut berjuang secara fisik dalam perang kemerdekaan, mereka juga
menyibukkan diri untuk merumuskan dan mencari orientasi pada berbagai
kemungkinan bangunan kebudayaan bagi Indonesia kedepan.
 Latar belakang perubahan politik yang sangat mendadak pada masa
pendudukan Jepang (1942-1945) menjadi awal kelahiran karya sastra Angkatan 45.
Kehadiran Angkatan 45 serta karya sastra Angkatan 45 meletakkan pondasi kokoh
bagi sastra Indonesia, karena angkatan sebelumnya dinilai tidak memiliki jati diri
ke-Indonesiaan. Jika Angkatan Balai Pustaka dinilai tunduk pada “Volkslectuur”,
lembaga kesustraan kolonial Belanda, dan Angkatan Pujangga Baru dinilai
menghianati identitas bangsa karena terlalu berkiblat ke Barat, maka Angkatan 45
adalah reaksi penolakan terhadap ankatan-angkatan tersebut.
Sebagai salah satu hasil dari pergolakan, karya sastra Angkatan 45 menjadi
sebuah karya yang lahir dengan identitas baru yang penuh kontroversia.
Kehadirannya sebagai pendobrak nilai-nilai serta aturan-aturan sastra terdahulu
membuat karya sastra Angkatan 45 menjadi pusat perhatian para sastrawan.
Para sastrawan penggerak karya sastra angkatan 45 adalah mereka yang
menaruh perhatian besar pada karya sastra Indonesia. Mereka seolah ingin lepas
dari pengaruh asing yang saat itu masih kuat pengaruhnya terhadap karya sastra
Indonesia.
Nama angkatan 45 sendiri dimunculkan oleh Rosihan Anwar pertama kali pada
lembar kebudayaan “Gelanggang”. Sejak itu, penamaan yang dibuat Rosihan
Anwar diakui dan disepakati banyak kalangan sebagai nama angkatan sastra
periode-40-an.
Angkatan 1945 memperoleh saluran resmi melalui penerbitan majalah
kebudayaan Gema Suasana, Januari 1948. Majalah ini diasuh oleh dewan redaksi
yang terdiri dari Asrul Sani, Chairil Anwar, Mochtar Apin, Riva’I Apin dan
Baharudin. Majalah ini dicetak dan diterbitkan oleh percetakan Belanda Opbouw
(Pembangun). Dalam konfrotasi dengan Belanda, mereka kemudian pindah ke
“Gelanggang”, sebuah suplemen kebudayaan dari jurnal mingguan, siasat yang
muncul pertama kali pada Februari 1948 dengan redaktur Chairil Anwar dan Ida
Nasution. Disuplemen inilah mereka kemudian menerbitkan kredo Angkatan 45,
yang dikenal luas dengan nama “Surat Kepercayaan Gelanggang”.
B.  Beberapa Pendapat Tentang Angkatan ‘45
1.ArmijnPane:Pujangga  Baru  menentang  adanya  Angkatan  ‘45  dan 
menganggap   bahwa  tak  ada  yang disebut Angkatan ‘45.
2.    Sutan Takdir Alisyahbana: Angkatan ‘45 merupakan sambungan dari Pujangga
Baru.
3.    Teeuw: Memang  berbeda  Angkatan  ‘45  dengan  Angkatan  Pujangga  Baru, 
tetapi  ada  garis penghubung,  misalnya  Armijn  Pane  dengan  Belenggu-nya. 
(puncak-puncak  kesusastraan Indonesia).
4.    Sitor Situmorang: Pujangga Baru masih terikat oleh zamannya, yaitu zaman
penjajahan, sedangkan Angkatan  ‘45  dalam  soal  kebudayaan  tidak 
membedakan  antara  Barat  dan  Timur, tetapi yang penting hakikat manusia.
Perjuangan Pujangga Baru baru mencapai kepastian dan ilmu pengetahuan.
5.PramoedyaAnantaToer:Angkatan  Pujangga  Baru  banyak  ilmu  pengetahuannya 
tetapi  tidak    banyakmempunyai penghidupan (pengalaman).Angkatan ’45 kurang
dalam ilmu pengetahuan (karena perang) tetapi sadar akan kehidupan.

C. Karakteristik Karya Angkatan ‘45  


a.    Bercorak  lebih  realistik  dibanding  karya  Angkatan  Pujangga  Baru  yang 
romantik-idealistik.
b.    Pengalaman  hidup  dan  gejolak  sosial-politik-budaya  mewarnai  karya 
sastrawan Angkatan ’45.
c.    Bahasanya lugas, hidup dan berjiwa serta bernilai sastra.
d.   Sastrawannya lebih berjiwa patriotik.
e.    Bergaya ekspresi dan revolusioner (H.B.Yassin).
f.     Bertujuan universal nasionalis.
g.    Bersifat praktis.
h.    Sikap sastrawannya “tidak berteriak tetapi melaksanakan” .
D.  Konsepsi Estetik Angkatan  ‘45
Konsepsi estetik Angkatan 45 tergambar dalam “Surat Kepercayaan
Gelanggang”. Dengan “Surat Kepercayaan Gelanggang” inilah para penyair
Angkatan 45 mendefenisikan diri dan konsep estetik budayanya. Pendefenisian ini
dilakukan sastrawan Angkatan 45 lewat “pemisahan diri” dan kritik keras terhadap
generasi sastra sebelumnya, khususnya kritik dan pemisahan diri dengan visi
budaya yang ditegakkan Sutan Takdir Alisjahbana. Yang menjadi fokus pemisahan
diri disini adalah pada ideologi yang digunakan serta orientasi budaya.
Pemisahan konsep sastra dan visi inilah yang kemudian dijadikan banyak
pengamat sastra sebagai ciri utama angkatan 45 dibanding angkatan sebelumnya.
H.B. Jassin dalam banyak tulisannya mengemukakan terhadap pemisahan yang
tegas antara konsepsi sastrawan Pujangga Baru dengan konsepsi sastrawan
generasi 45. Andaian ini pulalah yang dianut dan dipercayai banyak sastrawan
angkatan 45.
Karya sastra Angkatan 45 memiliki kedekatan yang intim dengan realitas
politik. Ini sangat berbeda dengan karya sastra Angkatan Pujangga Baru yang
cenderung romantik-idealistik. Karena lahir dalam lingkungan yang keras dan
memprihatikan karya sastra Angkatan 45 lebih terbuka, pengaruh unsur sastra
asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya, isinya bercorak realis dan
naturalis, meninggalkan corak romantis, sastrawan periode lebih individualisme,
dinamis dan kritis, adanya penghematan kata dalam karya, lebih ekspresif dan
spontan, terlihat sinisme dan sarkasme, didominasi puisi dan prosa berkurang.
Pada periode Angkatan 45 berkembang jenis-jenis sastra puisi, cerita pendek,
novel dan drama. Keadaan perang pada saat itu mempengaruhi penciptaan sastra
dalam permasalahan dan gayanya. Ada beberapa ciri stuktur estetik Angkatan 45
baik pada karya sastra puisi maupun  prosa. Pada karya sastra puisi ciri struktur
estetiknya yaitu, pertama, puisinya bebas, tidak terikat pada pembagian bait,
jumlah baris dan persajakan. Kedua, gaya alirannya ekspresionisme dan
realisme. Ketiga, pilihan kata (diksi) untuk mencerminkan pengalaman batin yang
dalam dan untuk intensitas arti. Ketiga, bahasa kiasannya dominan metafora dan
simbolik, kata, frasa dan kalimatnya ambigu sehingga multitafsir. Keempat, gaya
sajaknya prismatis dengan kata-kata yang ambigu dan simbolik, hubungan baris-
baris dan kalimat-kalimat implisit. Kelima, gaya pernyataan pikiranya berkembang
yang nantinya menjadi gaya sloganis. Keenam, gaya ironi dan sinisme menonjol.
Pada karya sastra prosa, ciri stuktur estetiknya adalah banyak alur sorot balik,
walaupun ada juga alur lurus, digresi dihindari sehingga alurnya padat, pada
penokohan analisis fisik tidak dipentingkan, yang ditonjolkan analisis kejiwaan,
tetapi tidak dengan analisis langsung melainkan dengan cara dramatik melalui arus
kesadaran dan percakapan antar tokoh, banyak menggunakan gaya ironi dan
sinisme, gaya realisme dan naturalisme, menggambarkan kehidupan sewajarnya
secara mimetik.
Inilah ciri struktur estetik dari karya sastra puisi dan prosa Angkatan 45, yang
membuat karya sastra Angkatan 45 menjadi karya sastra yang fenomenal dalam
sejarah sastra Indonesia.
E.  Para Sastrawan Angkatan ‘45
Para sastrawan yang menjadi motor dan pelopor Angkatan 45 adalah para
pencipta karya sastra Angkatan 45 yang begitu fenomenal di dunia sastra. Mereka
adalah:
1. Chairil Anwar
Chairil Anwar merupakan sastrawan terpenting Angkatan 45, sekaligus
sastrawan Indonesia yang palin dikenal luas oleh masyarakat. Sastrawan kelahiran
Medan, 26 Juli 1922 dan tutup usia di Jakarta, 28 April 1949 ini tumbuh menjadi
legenda. Banyak kalangan yang menjadikan hari kematiannya sebagai hari sastra
nasional.
Masa-masa kehadiran Chairil Anwar adalah masa-masa yang menarik untuk
menciptakan karya sastra. Karena pada masa itu, secara sosial merupakan masa
revolusioner Indonesia dari bangsa terjajah menuju gairah kemerdekaan dari
sebuah bangsa yang muda. Selain itu Chairil juga tumbuh dalam sebuah komunitas
Alisyahbana muda yang membara, menolak ketentraman lama. Di sana, tradisi
silam ditolak tegas serta dianggap mandul dan membekukan.
Sajak-sajak Chairil sendiri tidaklah banyak jumlahnya dan tidak semuanya
berkualitas, namun cukup banyak sajak-sajak yang hinga kini menunjukkan
kualitas yang prima. Chairil Anwar menjadi masyhur lewat sajak-sajak “Aku”,
“Perjanjian dengan Bung Karno”, “Diponegoro”, “Siap Sedia”, dan “Karawang
Bekasi”. Dikalangan kritikus, Chairil juga dipuji berkat sajak-sajaknya yang indah
seperti,”Senja di Pelabuhan Kecil”, “Derai-Derai Cemara”, “Kawanku dan Aku”
serta “Cinta Jauh di Pulau”.
Karya sastra Chairil Anwar dipengaruhi oleh sastrawan dunia seperti Rainer
N.Rilke, W.H Auden, Archibald Macleish, H. Marsman, J. Slawurhoff dan Edgar
Duperron. H.J Jassin adalah orang yang ikut dalam mempopulerkan karya-karya
Chairil Anwar. Faktor penting lain yang menjadikan Chairil legenda adalah gaya
hidupnya yang bohemian dan kenyataan bahwa ia mati muda. Chairil bisa diangap
sebagai sosok seniman optima performa dalam citra romantik.
2. Idrus
Idrus dilahirkan pada 21 september 1921 di Padang. Ia mengikuti pendidikan di
HIS, Mulo, AMS-SMT dan tamat pada 1943. Selesai sekolah, ia menjadi redaktur
Balai Pustaka. Idrus juga menjadi kepala bagian pendidikan Garuda
IndonesiaAirways, sampai oktober 1952.
Idrus mulai menulis berupa sketsa-sketsa, cerpen dan naskah sandiwara.
Tulisan-tulisannya hampir semuanya berupa laporan pandangan mata. Namun,
beberapa diantaranya boleh dikatan mencerminkan perjalanan pandangan
mengenai hidup dan berbagai persoalan.
Idrus banyak dipengaruhi oleh pengarang-pengarang Rusia seperti Ilya
Ehrenburg dan Vsevolod Ivanov. Karya-karya dari Idrus diantaranya, sketsa
“Coret-Coret di Bawah Tanah”. Sandiwara Ave Maria, Keluarga Surono, Lukisan
Pujangga, Kejahatan Membalas Dendam, Dr. Bhisma dan Jibaku Aceh.
3. Asrul Sani
Asrul Sani lahir di Rao, Sumatra Barat, 10 Juni 1927. Menempuh pendidikan di
HIS Bukittinggi, KWS di Jakarta, Taman Dewasa, Perguruan Taman Siswa
Jakarta, Sekolah Dokter Hewan Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Indonesia di Bogor, Akademi Seni Drama di Amsterdam, USC, Departeman of the
Antre-Departeman of  Cinema di Los Angeles.
Asrul Sani menjelajahi berbagai bidang kesenian, mulai dari sastra hingga film,
mulai dari esai hingga sinetron. Gaya sajaknya mencerminkan kecendrungan
umum sebagaimana yang dipelopori oleh Chairil Anwar. Karya skenario Asrul
Sani diantaranya  Burung Camar, Pintu Tertutup, Monserrat, dan Yerma. Naskah
dramanya yang telah terbit sebagai buku adalah Naga Bonar dan Mahkamah.
4. Sitor Situmorang
Sastrawan kelahiran Harian Boho, Samosir, 2 Oktober 1923 ini memulai
pendidikannya di Mulo. Setelah lulus Mulo di Tarutung, ia melanjutakan studinya
di AMS Jakarta, tetapi tidak tamat. Pada awal masa revolusi ia bekerja sebagai
wartawan di Medan. Pada tahun 1948 ia berangkat ke Yogyakarta.
Dalam puisi-puisi modernnya Sitor Situmorang berbeda dengan Chairil Anwar,
Sitor Situmorang sering memanfaatkan khasanah berpuisi lama. Karya-karya Sitor
Situmorang yang telah diterbitkan pada berbagai koran dan majalah yaitu Jalan
Mutiara, Surat Kertas Hijau, Dalam Sajak, Wajah Tak Bernama, Zaman Baru,
Angin Daananu, Dinding Waktu, Peta Perjalanan, dan sebuah cerpen yang
berjudul Pertempuran dan Salju di Paris.
5. Muhammad Ali
Pada 23 April 1927 Muahammad Ali lahir di kampung Ketapang kawasan
Ampel, Surabaya. Muahmmad Ali bersekolah di GHAS, kemudian melanjutkan di
MULO namun tidak tamat. Pada masa pendudukan Jepang ia mengikuti kursus
kebudayaan  (Keimin Sidhoso) dan setelah itu ia belajar secara otodidak dalam
berbagai hal yang berkaitan dengan dunia tulis-menulis. Walaupun otodidak
Muhammad Ali tidak merasa rendah diri, ia pun sudah berkali-kali berceramah di
lingkungan perguruan tinggi.
Muhammad Ali mulai mengarang sejak tahun 1942. Sebagai pengarang ia
pernah mengasuh majalah Mimbar Pemuda, Mingguan Pahlawan, Cetusan,
Bakat, dan majalah Fithrah. Muhammad Ali dikenal sebagai sastrawan serba bisa.
Karena  ia menulis cerpen, novel, naskah drama dan puisi.
Karya-karya sastra Muhammad Ali yaitu naskah drama yan pernah ditulisnya
antara lain Si Gila, Kembali Kepada Fithrah, serta sandiwara radio
seperti lapar dan Sel 13. Ali juga menulis Novel diantaranya Kiamat, kubur Tak
Bertanda, dan Ibu Kita Raminten. Karya sastra cerpen yang ditulisnya yaitu Buku
Harian Pengangur dan Gerhana. Selain menulis kumpulan puisi berjudul Bintang
Dini, Ali menulis juga buku esai seperti Izinkan Saya Bicara, Mari Mengarang
Cerpen, Nyanyian Burdah, Teknik Penulisan Skenario Drama dan Film, Aktor dan
Artis, Teknik Penghayatan Puisi, Ikhwal Dunia Sastra, Kamus Bahasa
Indonesia, dan Puitisasi Jus Amma.
6. Toto Sudarto Bachtiar
Toto Sudarto Bachtiar dilahirkan 12 Oktober 1929 di Paliman, Cerebon.
Mengenai pendidikannya, Toto menamatkan sekolanya di Cultuurschool
Tasikmalaya dan melanjutkan ke MULO Bandumg dan lulus tahun 1948. Toto
Sudarto Bachtiar memasuki dinas ketentraan, dimasa revolusi.
Dalam hal bersajak Toto Sudarto Bactiar secara struktur dan pengolahan
bahannya tidak jauh berbeda dengan Chairil Anwar. Perbedaan yang terlihat cukup
jelas pada sikap dan cara pandang mereka terhadap kehidupan. Sajak-sajak yang
diciptakan Toto antara lain Gadis Peminta-minta, Ibu Kota Senja, Malam Laut,
Tentang Kemerdekaan, dan Pahlawan Tak Dikenal.
F.     Fenomena Karya Angkatan ‘‘45
            Dalam  menuangkan  karyanya,  Chairail  Anwar    menggunakan  bahasa 
Indonesia yang  terbebas  dari  pola  bahasa  Melayu.  Ia  menciptakan  bahasa 
yang  lebih  demokratis. Sebagai  contoh,  ia  tidak  lagi  menyatakan  “beta” 
seperti  dalam  puisi  salah  satu  penyair Pujangga Baru, tetapi menyebut dirinya
“aku”. Hal ini dapat kita lihat dalam sajak Aku yang benar-benar bercorak baru.
Meski puisinya banyak diilhami puisi asing, namun puisi-puisinya memiliki gaya
khas yang hanya dimiliki oleh Chairil Anwar.
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
     Karya sastra Angkatan 45 lahir pada masa peralihan bangsa yaitu dari masa
penjajahan Jepang menuju kemerdekaan. Pada Angkatan 45 karya sastra
didominasi oleh puisi, prosa tampak berkurang. Konsepsi estetik Angkatan 45
tergambar dalam “Surat Kepercayaan Gelanggang”
          Para penggerak Angkatan 45 yaitu para sastrawan yang ada pada masa itu
seperti Chairil Anwar, Idrus, Asrul Sani, Sitor Situmorang, Muhammad Ali, Toto
Sudarto Bachtiar. Para sastrawan Angkatan 45 ini memiliki ciri khas masing-
masing.

B.     Saran
           Karya-karya sejararah sastra Indonesia agar senantiasa dilestarikan, dan
akan terus meningkatkan karya sastra yang lain di masa kini.
DAFTAR PUSTAKA

1.      http://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Indonesia, diakses pada tanggal 27 Oktober


2014
2.      http://jafarudinbastra.blogspot.com/2012/06/sejarah-sastra-indonesia.html,
diakses pada tanggal 27 Oktober 2014
3.      http://susdamitasyaridomo.blogspot.com/2012/10/makalah-kelahiran-dan-
konseptik.html, diakses pada tanggal 27 Oktober 2014

                                           

Anda mungkin juga menyukai