Anda di halaman 1dari 13

POKOK-POKOK PEMIKIRAN JOHN AUSTIN DAN LINGUISTIC

PHENOMENOLOGY

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah filsafat bahasa

Dosen pengampu : Nur Khamid, M. Hum.

Disusun oleh :

Miftakhul Aini Zahrotun Nikmah ( 53050200053 )

Muhammad Fadhilah ( 53050200054 )

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SALATIGA

2022
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Filsafa Islam yang berjudul
“Pokok-pokok Pemikiran John Austin dan Linguistic Phenomrnology” ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok dari bapak Nur Khamid, M.Hum. pada mata kuliah filsafat bahasa. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang filsafat bahasa
khusunya pada konsep pemikiran linguistic phenomrnology milik John Austin bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak Nur Khamid, M.Hum. selaku


dosen mata kuliah filsafat bahasa yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Dengan terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada


semua pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini yang telah
memberikan dorongan, semangat dan masukan. Semoga apa yang kami tulis ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat pada umumnya, serta mendapatkan
ridha dari Allah S.W.T. Amin.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Salatiga, 23 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Daftar Isi
Kata Pengantar...........................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
BAB I...........................................................................................................................................
PENDAHULUAN.......................................................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................
C. Tujuan..............................................................................................................................
D. Manfaat............................................................................................................................
BAB II.........................................................................................................................................
PEMBAHASAN.........................................................................................................................
A. Biografi John Austin.......................................................................................................
B. Pemikiran John Austin tentang Linguistic Phenomenology........................................
BAB III........................................................................................................................................
PENUTUP...................................................................................................................................
A. Kesimpulan......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan produk terbesar manusia. Ia merupakan kekayaan
yang melahirkan produk-produk lain. Ia juga merupakan bentuk verbal pikiran
manusia. Selain itu bahasa adalah alat dan sarana untuk berkomunikasi.
Mempunyai kemampuan berbahasa yang baik memungkinkan terjadinya
komunikasi yang baik pula, begitupun sebaliknya. Bahasa mampu menyatukan
ribuan bahkan jutaan orang, tetapi sebaliknya bahasa (ucapan) mampu
memecahbelah kesatuan. Bahasa merupakan ekspresi senang, cinta, dan
sebaliknya bahasa digunakan juga untuk mengumpat, sumpah serapah,
percekcokan, dan lain-lain. Pendeknya bahasa tidak bisa lepas dari hidup
manusia.

Bahasa adalah salah satu unsur terpenting dalam hidup manusia. Bahasa
tak pernah lengkap atau sempurna, tetapi selalu mengalami perkembangan
seturut perkembangan jaman. Bahasa itu dinamis sebagaimana manusia
dinamis. Oleh karena itu, pengetahuan berbahasa harus dikembangkan agar
tetap relevan dengan jaman yang selalu berkembang. Pembahasan tentang
bahasa telah ada sejak jaman dahulu dan hingga sekarang masih terus
berkembang. Banyak orang memberi perhatian terhadap bahasa. Banyak orang
berusaha memberi penjelasan tentang bahasa agar semakin dipahami oleh
orang banyak. Di antara pemerhati itu terdapat sejumlah filsuf. John Langshaw
Austin adalah salah satu filsuf yang membicarakan bahasa. Pemikirannya
sangat menarik sebab menyangkut pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-
hari. Dalam pembahasannya tentang bahasa, Austin membedakan dua jenis
ucapan dan tindakan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi tokoh filsafat bahasa John Austin ?
2. Bagaamana konsep tokoh John Austin tentang Linguistic Phenomenology ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana biografi dari John Austin.
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep John Austin tentang Linguistic
Phenomrnology.

D. Manfaat
1. Dapat mengetahui bagaimana biografi dari John Austin.
2. Dapat mengetahui bagaimana pemikiran John Austin tentang Linguistic
Phenomenology.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Biografi John Austin
John Langshaw Austin lahir di Lancaster pada 26 Maret 1911 dan
meninggal pada 8 Februari 1960 dalam usia 48 tahun. Ia adalah ahli filsafat
bahasa berkebangsaan Britania Raya.1 Ia juga seorang profresor di Universitas
Oxford yang nampaknya meneruskan garis pemikiran filsafat bahasa biasa
Wittgenstein. Namun demikian, Austin memiliki perhatian sangat kuat terhadap
bahasa biasa dalam arti penggunaanya dalam pergaulan hidup sehari-hari. 2

Austin mengambil beasiswa di Klasik Shrewsbury School pada tahun


1924. Pada tahun 1929, ia melanjutkan studi Classics di Balliol College-Oxford.
Ia pertama kali mengajar di Magdalen College-Oxford pada tahun 1935.
Selama Perang Dunia II, Austin bertugas di British Intelligence Corps. Pada saat
itu, Austin meninggalkan ketentaraan pada bulan September 1945 dengan
pangkat letnan kolonel.3

Setelah Perang, Austin kembali ke Oxford. Ia menjadi Profesor Filsafat


Moral pada tahun 1952. Pada tahun yang sama, ia mengambil peran delegasi ke
Oxford University Press dan menjadi Ketua Komite Keuangan pada tahun 1957.
Pekerjaan administrasi lain untuk universitas adalah termasuk perannya
sebagai Ketua Sub-Fakultas Filsafat (1953-1955). Ia adalah presiden dari
Aristotelian Masyarakat (1956-1957) dan pernah memberikan kuliah pada
William James di Harvard pada tahun 1955.

Biarpun Austin menerbitkan sedikit sekali tulisan tentang pemikirannya,


namun dengan kuliah-kuliah dan diskusi-diskusinya yang berkala, ia
mempunyai pengaruh besar dalam kalangan filosofis Oxford. Sesudah ia
meninggal, tiga buku tentangnya diterbitkan oleh J.O. Urssin dan G.J.
Warnock. Karyanya yang paling populer adalah ‘Philosophical Papers’ yang
ditulis pada tahing 1961.4 Mereka mengumpulkan paper lalu ‘Sense and

1
Joko, Filsafat Bahasa Biasa dan Tokohnya, (Yogyakarta: Liberty, 1997), hlm. 53
2
Kaelan, Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya, (Yogyakarta: Paradigma, Cet.III, 2002), hlm163
3
Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), hlm. 103
4
Kaelan, Filsafat Bahasa : Pembahasan, (Yogyakarta: Paradigma, Cet.VI, 2013), hlm164
Sensibilia’ yang pernah dibawakan Austin pada berbagai kesempatan, bahkan
memuat bahan kuliah yang diberikannya di Oxford dan dalam “How to do thing
with words” yang di tulis pada tahun 1962 dicantumkan The William Jame
Lecturs yang pernah ia bawakan di Universitas Harvard pada tahun 1955.

B. Pemikiran John Austin tentang Linguistic Phenomenology


Sebelum Austin, kebanyakan filsuf hanya menaruh perhatian terhadap
ungkapan yang bermakna dan tidak bermakna dan hanya ditentukan atas dasar
fomulasi tertentu; misalnya menurut atomisme logis atau filsafat biasa
Wittgenstein. Pemikiran Austin ini merupakan suatu kontribusi yang sangat
berharga bagi pengembangan aspek pragmatik pada studi bahasa yang nampak
pada akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian dari kalangan linguis.
Perbedaan tentang macam ucapan-ucapan tersebut dikemukakan secara rinci
oleh Austin sebagai berikut.

1. Jenis Ucapan (Utterances) ada 2 yaitu :


a. Ucapan Konstatif (Constative Utterance)
Ucapan Konstatif adalah salah satu jenis ucapan bahasa yang melukiskan
suatu keadaan faktual, yang menyatakan sesuatu atau terdapat sesuatu yang
dikonstatir dalam ucapan tersebut.5 Dalam pengertian ini ucapan konstatif
memang memiliki konsekuensi untuk ditentukan benar atau salahnya, dan
alam batas ini pandangan Austin masih sejalan dengan faham atomisme
logik dan positivisme logik. Jadi dalam setiap ucapan konstatif ini
terkandung suatu pernyataan yang memungkinkan situasi pendengar untuk
menguji kebenarannya secara empiris atau berdasarkan pengalaman; baik
secara langsug maupun tidak langsung. Istilah “konstatif” ini dipergunakan
Austin untuk menggambarkan semua pernyataan yang dapat dinilai benar
atau salahnya.
Kita dapat membuktikan kebenaran ucapan seperti itu dengan melihat,
menyelidiki, ataupun mengalami sendiri hal-hal yang telah diucapkan si
penutur kepada kita. Oleh karena itu Austin menandaskan bahwa pada
hakekatnya ucapan konstatif itu berarti membuat pernyataan yang isinya
mengandung acuan histori atau peristiwa nyata.
b. Ucapan Performatif (Performative Utterance).
5
Ibid. 165
Ucapan performatif tidak dapat ditentukan benar atau salah
berdasarkan peristiwa atau fakta yang telah lampau, melainkan suatu
ucapan yang memiliki konsekuensi perbuatan bagi penuturnya. Dengan
suatu ucapan performatif seseorang bukannya memberitahukan suatu
peristiwa atau kejadian, melainkan dengan mengucapkan kalimat itu
seseorang sungguh-sungguh berbuat sesuatu misalnya mengadakan suatu
perjanjian.6
Menurut pendapat Austin, kita dapat mengetahui bentuk ucapan
performatif ini melalui ciri-ciri berikut:
1) Diucapkan oleh orang pertama (persona pertama).
2) Orang yang mengucapkannya hadir dalam situasi tertentu.
3) Bersifat indikatif (mengandung pernyataan tertentu).
4) Orang yang mengucapkannya terlibat secara aktif dengan isi
pernyataan tersebut.

Dalam ucapan performatif, penekanan utama tetap diletakkan pada si


penutur dengan kelaikan pengucapannya. Akan tetapi keempat ciri tersebut
belumlah menjamin kelaikan ucapan performatif. Ada beberapa prasyarat
yang dibutuhkan agar ucapan performatif laik untuk diucapkan yakni:

1) Harus mengikuti prosedur yang lazim berlaku dalam suatu


lingkungan tertentu yang menimbulkan akibat tertentu pula. Ini
meliputi pengucapan kata yang pasti oleh orang-orang tertentu
dalam keadaan yang pasti.
2) Mereka yang terlibat dalam situasi yang melingkupinya (seperti:
janji, sumpah, penganugerahan, dll) Memang sudah selaiknya
atau penting untuk mengucapkannya sesuai dengan prosedur
yang ditempuhnya.
3) Prosedur itu harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat
secara tepat (menuntut kejujuran dalam isi ucapan). Harus
dilaksanakan dengan sempurna (menuntut pertanggungjawaban
dalam pelaksanaan isi ucapan) Apabila salah satu dari prasyarat
tersebut di atas tidak dipatuhi, maka Austin tidak mengatakan
ucapan performatif itu salah,melainkan tidak laik (anhappy).
6
Ibid. 167
Ucapan performatif yang tidak laik itu oleh Austin dianggap sia-
sia (void).
2. Tindakan Bahasa (Speech Acts) ada 3 yaitu :
a. Tindakan Lokusi (Lukusionari Acts)
Menurut pandangan Austin, tindakan lokusi lebih umum sifatnya
dibandingkan jenis bahasa yang lain. Tindakan lokusi dimaksudkan untuk
mengatakan sesuatu secara jelas, yaitu tindakan bicara si penutur dikaitkan
dengan sesuatu yan diutamakan dalam isi tuturannya.
Jadi yang diutamakan isi tuturan yang diungkapkan itu dimaksukan
untuk memperjelas tindakan bahasa yang dilakukan itu sendiri. Contoh “Ia
mengatakan kepada saya: “Tembaklah dia!” berarti melalui ucapan
“tembaklah” mengarah dan mengacu pada orang ketiga. Di sini tidak ada
keharusan bagi “saya” (si penutur) untuk melaksanakan isi ucapan itu.
Artinya, tindakan lokusi tidak mencerminkan tanggungjawab si penutur
untuk melaksanakan isi tuturannya. Bagi Austin tindakan lokusi itu
merupakn dasar untuk melaksanakan tindakan bahasa lainnya, terutama
tindakan lokusi.
b. Tindakan Illokusi (Illokusionary Acts)
Menurut Austin tindakan illokusi adalah suatu penampilan tindakan
bahasa dalam mengatakan sesuatu, yang dilawankan dengan suatu tindakan
bahasa dengan mengatakan sesuatu.7 Dalam pembahasan tindakan illokusi
ini, Austin lebih menitikberatkan pada “tindakan dalam pengetahuan
sesuatu” sebab di situ terkandung sesuatu daya atau kekuatan (force) yang
mengharuskan si penutur untuk melaksanakan isi tuturannya.Contoh:
1) Saya berjanji akan menghadiri pesta perkawinannya.
2) Saya menyarankan kepadnya untuk bertingkah laku yang baik.
3) Saya menduga pencuri memasuki rumah saya melalui jendela.

Contoh di atas merupakan tindakan illokusi sebab dalam berjanji,


menyarankan, menduga terkandung suatu daya yang menuntut
tanggungjawab si penutur untuk melaksanakan isi tuturannya. Namun
tindakan illokusi itu terlebih dahulu harus dilihat apakah situasi dan kondisi
yang melingkupi memang sesuai dengan ini tuturannya. Misalnya kita ambil

7
Ibid. 179
contoh: “Saya berjanji akan menghadiri pesta perkawinannya”. Padahal
tidak ada pesta perkawinan yang akan dilaksanakan atau sudah selesai
acaranya. Ini berarti tindakan illokusi itu tidak akan mencerminkan
tanggungjwab si penutur terhadap isi tuturannya. Akibatnya timbul
kejanggalan-tidak semestinya-dalam pengungkapan isi tuturan itu.

Perlu diketahui juga bahwa “Situasi atau keadaan yang dikemukakan di


atas bukanlah merupakan syarat yang mutlak bagi suatu tindakan illokusi
karena mungkin saja dalam kasus tertentu si penutur tidak mengeetahui
berlakunya keaddaan yang demikian. Misalnya saja dalam tuturan “saya
berjanji akan mengadiri pesta perkawinannya”, mungkin si penutur
memang benar-benar tidak mengetahui bahwa pesta perkawinan yang akan
dihadirinya itu telah selesai. Jadi kita tidak dapat menyalahkannya sebagai
orang yang tidak bertanggungjaawab terhadap isi tuturannya. Di sini hanya
diandaikan bahwa seseorang yang melakukan tindakan illokusi itu telah
mengetahui terlebih dahulu situasi dan keadaan tertentu yanng berkenaan
dengan isi tuturanya.

c. Tindakan Perlokusi (Perlocutionary Acts)


Tindakan ini berkaitan dengan respon atau efek bagi orang yang diajak
berbicara oleh si penutur bahasa. Tindakan Perlokusi yaitu suatu tindakan
bahasa dalam mengatakan sesuatu dengan maksud untuk menimbulkan
efek, reaksi, atau respon atas pikiran/tindakan pada orang yang diajak
berbicara.8
Menurut Austin mengatakan sesuatu acapkali menimbulkan pengaruh
yang pasti terhadap perasaan, pemikiran atau perilaku si pendengar atau si
penutur itu sendiri, ataupun bagi orang lain. hal ini dapat dilakukan dengan
cara merancang, mengaarahkan atau menetapkan tujuan tertentu pada
perkataan yang akan kita ungkapkan. Inilah yang dinamakan tindakan
perlokusi.Contoh:
1) Saya telah membuat temanku mampu mengatasi kesedihannya.
2) Saya meyakinkan dia bahwa belajar secara rutin akan memberikan hasil
yang lebih baik.
3) Saya membujuk adik agar menghentikan tangisannya.
8
Ibid. 176-177
Jenis-jenis kata kerja lainnya yang merupakan ciri khas tindakan
perlokusi ini adalah: “membimbing dan mempelajari sesuatu,
memperdayakan, mengajak, merangsang, mengejutkan, menggembirakan,
menyebabkan dan melakukan sesuatu, membangkitkan, membingungkan,
menyebabkan dan memikirkan tentang sesuatu, meredakan ketegangan,
mempermalukan, menarik perhatian, mengemukakan, dan lain-lain. Dalam
tindakan perlokusi, akibat yang timbul memang dirancang dan diarahkan
sedemikian rupa, sehingga ada upaya untuk mempengaruhi pendengar
secara maksimal. Apabila dikatakan “saya membutuhkannya agar ia mau
meminjami saya uang”, maka di sini terkandung upaya si penutur (saya)
untuk memperoleh pinjaman uang dari seseorang melalui cara-cara tertentu.
Artinya, sesuatu tindakan perlokusi merupakan hasil yang diinginkan atau
telah diperhitungkan sebelumnya oleh si penutur. Jadi, tujuan si penutur
untuk mempengaruhi pendengarnya itulah yang paling menonjol dalam
tindakan perlokusi ini.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
John Langshaw Austin lahir di Lancaster pada 26 Maret 1911 dan meninggal
pada 8 Februari 1960 dalam usia 48 tahun. Ia adalah ahli filsafat bahasa
berkebangsaan Britania Raya. Ia juga seorang profresor di Universitas Oxford yang
nampaknya meneruskan garis pemikiran filsafat bahasa biasa Wittgenstein.

Perbedaan tentang macam ucapan-ucapan tersebut dikemukakan oleh Austin


adalah, Jenis Ucapan (Utterances) dan Tindakan Bahasa (Speech Acts).

Jenis Ucapan (Utterances) : Ucapan Konstatif adalah salah satu jenis ucapan
bahasa yang melukiskan suatu keadaan faktual, yang menyatakan sesuatu atau
terdapat sesuatu yang dikonstatir dalam ucapan tersebut. Ucapan performatif tidak
dapat ditentukan benar atau salah berdasarkan peristiwa atau fakta yang telah
lampau, melainkan suatu ucapan yang memiliki konsekuensi perbuatan bagi
penuturnya.

Tindakan Bahasa (Speech Acts) ada 3 yaitu :Tindakan Lokusi (Lukusionari


Acts), Tindakan Illokusi (Illokusionary Acts), Tindakan Perlokusi (Perlocutionary
Acts).
DAFTAR PUSTAKA
Joko, Filsafat Bahasa Biasa dan Tokohnya, (Yogyakarta: Liberty, 1997)

Kaelan, Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya, (Yogyakarta:


Paradigma, Cet.III, 2002)

Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987)

Kaelan, Filsafat Bahasa : Pembahasan, (Yogyakarta: Paradigma, Cet.VI, 2013)

Parera, Daniel Jos, 1983, Pengantar Linguistik Umum : Kisah Zaman, Seri A,
Nusa Indah, Ende Flores.

Hamersma, Herry, 1983, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Penerbit PT.


Gramedia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai