Makalah ini disusun dan dibuat guna melengkapi tugas kelompok pada mata kuliah teologi
agama-agama
Disusun Oleh :
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Teologi Agama-agama Paul
Tillich” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Nur Khamid
M.Hum, pada mata kuliah Teologi Agama-agama. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang teologi agama-agama bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Nur Khamid M.Hum. selaku dosen mata
kuliah Teologi Agama-agama yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Dengan terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini yang telah memberikan dorongan,
semangat dan masukan. Semoga apa yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
dan masyarakat pada umumnya, serta mendapatkan ridha dari Allah S.W.T. Amin.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengenal sesuatu hal tanpa melihat latar belakang dan hubungan sejarahnya
akan menghasilkan pengertian yang sepotong serta tidak akan diperoleh kebenaran.
Berusaha menjangkau hubungan sejarah akan dapat memberikan pengertian yang
lebih kaya dan lengkap, sehingga mendapatkan makna yang sebenarnya. Peristiwa
baru tidak bisa dilepaskan dari peristiwa lama. Zaman yang baru merupakan
kelanjutan dan produk zaman yang lama.
Karena itu, dalam makalah ini, penulis berupaya untuk memahami sejarah
pemikiran Paul Tillich. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menguraikan riwayat
hidup, pokok-pokok ajaran terhadap teologinya. Demi tercapainya tujuan dan
runtutnya penulisan, penulis akan membahas tentang riwayat hidup dan karya-karya
Paul Tilich, metode teologinya serta pokok-pokok pikiran.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
PEMBHASAN
A. Riwayat Hidup
Paul Johannes Tillich (20 Agustus 1886 – 22 Oktober 1965) adalah seorang
teolog Jerman-Amerika dan seorang filsuf eksistensialis Kristen . Bersama dengan
Karl Barth yang hidup sezaman dengannya, Tillich adalah salah satu teolog
sistematika Protestan yang paling berpengaruh pada abad ke-20.
B. Teologi
Pendekatan Tillich terhadap teologi Protestan sangat sistematik. Ia berusaha
menghubungkan kebudayaan dan iman dengan begitu rupa sehingga "iman tidak perlu
ditolak oleh kebudayaan kontemporer dan kebudayaan tidak perlu ditolak oleh iman",
metode inilah yang dikenal dengan metode korelasi. Akibatnya, orientasi Tillich
sangat apologetik, karena ia berusaha memberikan jawaban-jawaban teologis yang
konkret sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkan
ia menjadi sangat populer karena pemikirannya mudah diikuti oleh para pembaca
awam. Dalam perspektif yang lebih luas, penyataan (revelation) dipahami sebagai
sumber mata air agama. Tillich berusaha mempertemukan penyataan dengan
penalaran dengan mengajukan argumen bahwa penyataan tidak pernah bertabrakan
dengan nalar (dan dengan demikian mengukuhkan Thomas Aquinas ketika ia
mengatakan bahwa iman pada hakikatnya rasional), dan bahwa kedua kutub
pengalaman subjektif manusia ini saling melengkapi sifatnya.
Nama lain untuk dasar keberadaan adalah esensi. Esensi dipahami sebagai
kekuatan dari keberadaan, dan selama-lamanya tidak dapat ditembus oleh pikiran
yang sadar. Dengan demikian ia tetap berada di luar ranah pemikiran, dan
mempertahankan kebutuhan akan penyataan di dalam tradisi Kristen.
"Allah tidak eksis (ada). Ia adalah yang ada itu sendiri di luar esensi dan eksistensi.
Karena itu berdebat dan mengatakan bahwa Allah itu eksis berarti menyangkal Dia."
Pernyataan Tillich ini meringkaskan konsepsinya tentang Allah. Kita tidak dapat
berpikir tentang Allah sebagai suatu keberadaan yang eksis di dalam ruang dan waktu,
karena hal itu akan membatasi-Nya, dan membuat-Nya fana (terbatas). Tetapi semua
makhluk adalah fana, dan bila Allah adalah Pencipta dari semua makhluk, secara logis
tidak mungkin Allah menjadi fana karena sesuatu yang fana tidak dapat menjadi
pemelihara dari varitas yang kekal dari hal-hal yang fana. Dengan demikian kita harus
memikirkan Allah sebagai yang di luar dari yang mengada, di luar yang fana dan
keterbatasan, kuasa atau esensi dari yang ada itu sendiri.
Sebuah pokok penting terakhir dari teologi Tillich adalah ini: karena segala
sesuatu yang eksis itu korup dan karenanya ambigu, tak ada sesuatupun yang fana
yang dapat mengada (dengan dirinya sendiri) sebagai yang kekal. Yang mungkin
hanyalah apabila yang fana itu menjadi sarana untuk menyingkapkan yang kekal,
tetapi keduanya tidak boleh dicampur-baurkan. Hal ini membuat agama itu sendiri
sebagai wadah yang tidak boleh ditafsirkan terlalu dogmatik, karena sifatnya yang
konseptual dan karena itu fana dan korup. Agama yang benar ialah apa yang secara
benar mengungkapkan yang fana, tetapi tidak ada satu agamapun yang dapat
melakukannya dalam cara yang lain daripada melalui metafora dan simbol. Dengan
demikian keseluruhan Alkitab harus dipahami secara simbolik, dan semua
pengetahuan rohani dan teologis tidak dapat lain kecuali daripada simbool. Hal ini
sering kali diambil oleh para teolog untuk digunakan sebagai kebalikan (counterpoint)
yang efektif dalam menghadapi fundamentalisme agama.
Persoalan pokok dalam teologi Paul Tillich adalah sejarah, yaitu sejarah dalam
arti yang luas. Sejarah sebagai persoalan mengenai arti dan hakikat segala realitas
yang terjadi. Pandangan Paul Tillich mengenai dunia, alam, hidup manusia dan lain
sebagainya, ditandai oleh pandangannya tentang sejarah. Ajarannya mengenai segala
yang ada (baca: ontologi) bukan statis, melainkan dinamis. Apa saja yang disebut
sesuatu, menurut Paul Tillich ingin bereksistensi, ingin memasuki waktu dan
perubahan-perubahan di dalam waktu. Karena itu, tidak ada perbedaan antara ide dan
eksistensi. Kebenaran berdiri di tengah-tengah segala yang terjadi. Kebenaran tidak
pernah selesai. Kebenaran senantiasa bersifat terbuka. Kebenaran senantiasa berusaha
melewati dirinya sendiri, senantiasa dalam perjalanan menuju pada perealisasian
konkret.
2. Nilai Teologi
Menurut Paul Tillich, nilai teologi terletak pada apa yang dilakukan oleh
teologi bagi pemberitaan. Karena itu, soal bahasa menjadi persoalan pokok dalam
teologi. Kita harus mencoba menjadikan pengertian-pengertian yang tradisional yang
dipakai gereja dan teologi menjadi pengertian-pengertian yang dapat dimengerti oleh
manusia zaman sekarang. Untuk itu diperlukan pembentukan bahasa dan bahan-bahan
pengertian yang baru, misalnya pengertian ”Allah” harus dipikirkan dan dirumuskan
kembali.
3. Tujuan Teologi
4. Allah
Paul Tillich mengajarkan bahwa Allah dapat ditunjukkan dalam segala yang
ada, sekaligus Ia jauh tanpa batas, mengatasi yang ada. Realitas Allah tidak terbatas,
sedangkan realitas dunia terbatas. Allah sebagai Allah yang hidup. Ia terus-menerus
memenangkan ”yang tidak ada” pada diri-Nya sendiri dan pada makhluk-Nya. Itulah
sebabnya, Ia menjadi dasar, tempat segala ”ada” berdiri. Segala ”yang ada” mendapat
kekuatan dari Allah untuk berada, sekalipun terkandung di dalamnya ”yang tidak
ada”. Pandangan Paul Tillich tentang Allah, dipertegas oleh Tony Lane sebagai
berikut:
Nama dari kedalaman yang tidak terhingga dan tidak habis-habisnya, dasar
seluruh keberadaan adalah Allah. Kedalaman itu adalah arti dari kata Allah. Dan jika
kata itu tidak banyak artinya bagimu, terjemahkanlah dan berbicaralah tentang
kedalaman-kedalaman hidupmu, tentang keprihatinanmu yang dasariah, mengenai apa
yang anda anggap serius. Mungkin untuk melakukan ini harus anda melupakan segala
sesuatu yang tradisional yang pernah anda ajar tentang Allah. Sebab, jika anda tahu
bahwa Allah itu berarti kedalaman, anda sudah tahu banyak tentang diri-Nya. Sebab
itu, anda tidak bisa menyebut dirimu ateis atau orang tidak percaya.
5. Manusia
Paul Tillich percaya bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna, tetapi
pada saat yang sama manusia juga adalah makhluk yang berdosa. Manusia adalah
makhluk yang sempurna dalam pengertian bahwa “setiap” manusia mempunyai
kesadaran akan hubungannya dengan Allah dan “dapat” mengkomunikasikan
kesadaran tersebut kepada sesamanya. Namun, manusia juga adalah manusia yang
berdosa, di mana sebelum perasaan keagamaan berkembang, kuasa dagingnya sudah
melumpuhkan segala keinginan baik manusia.
6. Gereja
Paul Tillich melakukan kritik (baca: protes) terhadap gereja bahwa sampai saat
ini, gereja hanya melagukan lagu lama, hanya meneruskan begitu saja kebenaran yang
diwarisi dari nenek moyangnya. Menurut Paul Tillich, manusia sekarang telah
terasing dari warisan itu. Dengan pemberitaannya yang menggunakan lagu lama itu
gereja memaksa orang untuk kembali pada abad-abad yang lampau. Sudah jelas
bahwa perbuatan itu tidak akan berhasil. Orang tidak akan mau mendengarkan gereja.
7. Alkitab
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Sinaga, Martin Lukito, Paul Tillich Teologi & Dinamika Iman, Jakarta: BPK-Gunung
Mulia, 2000.
https://id.scribd.com/document/443590683/SEJARAH-PEMIKIRAN-PAUL-TILLICH-docx-
internet-docx