Teologi adalah ilmu. Akal budi umat beriman, dengan diterangi oleh iman, mencoba
memahami dengan lebih baik misteri-misteri yang diwahyukan oleh Allah dan
menyampaikannya secara sistematis dan teratur, berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi
Gerejawi. Teologi mengandaikan iman, bukan semata pencarian intelektual karena ke- ingin-
tahu-an, melainkan terutama pengetahuan akan keselamatan sebab seharusnya membantu
manusia untuk menuju ke tujuan abadi.
1. Kriterium identifikasi
Apakah teologi itu? Menurut etimologi, teologi bisa berarti tiga hal: 1) kata-kata dari
Allah atau tentang Allah; 2) pengetahuan Allah atau pengetahuan tentang Allah; dan
3) ilmu tentang Allah. Ketika orang berbicara tentang teologi, yang dimaksudkan
adalah pengertian ketiga. Biarpun demikian, pengertian etimologis ini belum
menjawab pertanyaan, sebab masih ada ilmu lain yang berbicara tentang Allah yang
tidak disebut teologi. Sebut saja filsafat ketuhanan (menalar hal Allah berdasarkan
akal budi melulu) dan teosofi (berbicara tentang Allah berdasarkan ekstase rohani
dan intuisi langsung). Untuk memahami istilah teologi, ada baiknya menelusuri
penggunaannya dalam sejarah.
Istilah teologi dan teolog digunakan cukup sering dalam dunia pagan. Orang-orang
Yunani kuno menggunakan istilah teologi untuk menunjuk pada kisah-kisah dari
penyair, seperti Homerus dan Hesiodos, tentang dewa-dewi. Plato menggunakan
setidaknya sekali istilah teologi, yang baginya sinonim dengan mitologi dalam hal
nilai dan makna yang lebih dalam. Aristoteles menggunakannya dengan makna
yang kurang lebih sama, tetapi di tempat lain membagi “filsafat teoretis” dalam tiga
bagian: matematika, fisika dan teologi (teologi di sini sinonim dengan metafisika).
Filsuf stoikos abad ke-dua SM memperluas makna pada penjelasan tentang dewa-
dewi yang dielaborasi dalam dunia intelektual, yang biasanya berupa syair atau
mitos, kultual dan filosofis.
Para penulis kristen memperkenalkan aspek-aspek baru pada istilah teologi, dengan
resonansi dan makna awalnya.
Dalam hal ini, kita berada dalam suatu ketegangan: berbicara tentang Allah dan
kebenaran keselamatan yang diwahyukan-Nya, namun selalu berdasar pada
penyaksian Allah sendiri.
5. Kesimpulan
Teologi adalah suatu karya iman. Tanpa iman tidak ada teologi. Iman adalah dasar,
penggerak dan penjiwa teologi. Iman yang hidup membawa orang berteologi,
mencari pengertian iman. Tanpa usaha itu, iman tidak akan bertahan. Santo
Agustinus berkata, “Barangsiapa beriman, berefleksi; dengan beriman orang
merenungkan dan dengan merenungkan orang beriman … Iman yang tidak
direfleksikan bukan lagi iman.”
Teologi adalah suatu ilmu iman. Ini tidak berarti bahwa setiap orang beriman itu
berteologi dalam arti penuh, yakni ilmiah. Sebagai ilmu, teologi memiliki tuntutan
yang harus dipenuhi. Maksudnya, iman saja tidak cukup untuk berteologi;
diperlukan akal budi.
Teologi secara hakiki adalah ilmu kegerejaan. Dia bersifat gerejawi. Lahan teologi
adalah Gereja. Memang tidak setiap orang beriman harus berteologi secara ilmiah,
namun teologi merupakan suatu keharusan bagi Gereja sebagai umat Allah.
Karena teologi adalah suatu karya iman dan ilmu iman, dalam bereteologi tidak saja
dituntut akal budi, tetapi juga “ketaatan iman” (Rom. 16:26; bdk. Rom. 1:5; 2 Kor.
10:5-6; Dei Verbum art. 5). Obyektivitas dan keikutsertaan pribadi selalu dituntut
dalam berteologi. Hal ini akan selalu menimbulkan ketegangan sekaligus
dinamisme hidup. Ketegangan ini harus dihayati dalam usaha terus-menerus untuk
berkontak dengan Tuhan.
SOAL-SOAL
Kriterium identifikasi
1. Dari mana asal kata teologi itu? Apa artinya?
2. Mengapa pertanyaan mengenai apa itu teologi tidak dapat dijawab menurut
etimologinya? Apa beda teologi dengan filsafat ketuhanan dan teosofi?
3. Carilah lima contoh dari kehidupan sehari-hari dimana arti sebuah kata
ditentukan oleh lingkungan orang yang menggunakannya.
4. Siapakah yang pertama menggunakan istilah teologi? Apa maksudnya? Apa arti
teologi menurut Aristoteles? Mengapa Gereja Awali secara pelan sekali
mengambil alih istilah teologi ke dalam bahasa kegerejaannya? Apa arti sikap
itu untuk kita sekarang?
Kesimpulan
1. Manakah tiga unsur utama teologi? Bagaimana hubungannya satu sama lain?
2. Apakah yang dikatakan Santo Agustinus tentang refleksi iman? Setujukah Anda
dengan kata-kata tersebut? Mengapa?
3. Mengapa iman saja tidak cukup untuk berteologi?
4. Mengapa dalam berteologi dituntut “ketaatan iman”?
Komentar teks secara pribadi berdasarkan pemahaman yang sudah diterima
Teologi adalah ilmu yang memiliki semua kemungkinan pengetahuan manusia. Dia
bebas dalam menggunakan metode dan analisisnya. Tetapi, pada saat yang sama, ia
harus memperhitungkan hubungannya dengan iman Gereja. Iman bukanlah sesuatu
yang kita miliki sendiri; alih-alih iman itu “dibangun di atas dasar para rasul dan
para nabi, Kristus Yesus sendirilah yang menjadi batu penjuru” (Ef 2:20). Teologi
juga harus menerima iman begitu saja, tetapi tidak dapat menghasilkannya. Dan
teolog selalu didukung oleh para bapa dalam iman. Dia tahu bahwa spesialisasinya
tidak terdiri dari serangkaian benda-benda bersejarah atau bahan-bahan dicampur
dalam alembic yang dibuat-buat, tetapi bahwa itu adalah tentang iman Gereja yang
hidup. Tidak sia-sia mengajar teolog atas nama dan demi komunitas iman gerejawi.
Secara tak terelakkan teolog harus membuat proposal baru yang bertujuan untuk
memahami iman, tetapi ini hanyalah tawaran bagi seluruh Gereja. Banyak hal harus
diperbaiki dan diperluas dalam dialog persaudaraan sampai seluruh Gereja dapat
menerimanya. Teologi, pada dasarnya, harus menjadi pelayanan yang sangat
tertarik kepada komunitas orang percaya. Untuk alasan ini, diskusi yang tidak
memihak dan obyektif, dialog persaudaraan, keterbukaan, dan keinginan untuk
berubah dalam menghadapi pendapat mereka sendiri adalah bagian dari esensinya.
Yohanes Paulus II
Alocución a los profesores de teología
18 November 1980
Tema 1 menunjukkan bahwa teologi menyelidiki iman Gereja. Iman itu diungkapkan
Gereja melalui hidupnya. Di luar persaudaraan iman ini tidak ada iman, karya
pengertian iman dan ilmu iman atau teologi. Gereja menjadi titik-tolak dalam
berteologi. Lalu, apakah hidup Gereja itu? Bagaimana kenyataan hidup Gereja harus
ditafsirkan? Jawaban atas dua pertanyaan ini menentukan teologi dan cara
berteologi kita. Di sini teologi dipandang bukan sebagai sistem kebenaran-
kebenaran, melainkan suatu panggilan untuk menjalankan suatu tugas kegerejaan.