Anda di halaman 1dari 3

MUNUS SANCTIFICANDI

 Pengantar. Untuk acara ini saya bolak-balik melihat jadwal dan tema pembinaan para
diakon: tentang tritugas Kristus dan tiga nasihat injili. Saya membandingkan dengan
pengalaman sebagai diakon pada zaman dulu. Karena berbagai keterbatasan,
pembinaan-pembinaan semacam ini belum sempat diberikan. Ditambah lagi sistem
pembinaan yang cukup berbeda (tahun pastoral dan diakonat pada tingkat VII),
pembinaan demikian ini tidak mungkin dijalankan. Dalam arti tertentu, berdasarkan
aneka evaluasi, apa yang kita kerjakan sekarang ini merupakan upaya-upaya
pengembangan untuk membantu kita berrefleksi tentang pengalaman diakon.
 Saya memang kebagian putaran kedua pada catur wulan pertama ini. Hanya saja
memang saya tidak mendapatkan catatan pengalaman dan refleksi Anda sekalian. Dan
saya mengandaikan sudah banyak hal yang disampaikan oleh para pendamping yang
lain, entah di paroki entah di seminari. Pengalaman-pengalaman yang kaya dari para
romo paroki kiranya sangat berguna bagi Anda sekalian. Sekali lagi ini merupakan
sesuatu yang luar biasa. Mengingat itu semua, maka pada kesempatan kali ini saya
ingin membagikan satu-dua hal yang sifatnya umum tentang munus sanctificandi itu
sendiri. Andaikan ada sharing pengalaman atau sesuatu yang perlu dibicarakan
bersama, maka hal itu juga sangat dimungkinkan dalam kesempatan ini.
 Arti kekudusan. Sebelum melangkah lebih lanjut, perlu kiranya kita bertanya apa
sebenarnya arti kudus itu sendiri. Yang jelas kudus itu merupakan sifat khusus Allah.
Kekudusan Allah berkaitan erat dengan kebenaran-Nya yang mutlak, kebaikan yang
murni, kasih yang murni, keindahan yang tak terperi, cahaya-Nya yang murni. Jadi
menguduskan seseorang berarti menempatkan dia berkontak dengan Allah, dengan
cahaya, kebenaran, cinta murni.
 Kontak dengan Allah itu mengubah seorang tersebut. Orang dahulu memiliki
keyakinan yang teguh: tidak ada yang bisa melihat Tuhan tanpa mati seketika.
Bayangkan seseorang harus bersentuhan dengan matahari. Tidak akan ada yang
sanggup bertahan di hadapan matahari. Semakin dekat, semua hal akan semakin
terbakar. Demikianlah kekuatan kebenaran dan cahaya ilahi itu terlalu besar! Jika
manusia menyentuh arus absolut ini, dia tidak dapat bertahan hidup.
 Di sisi lain, seseorang memerlukan matahari. Tidak ada yang sanggup bertahan tanpa
matahari, kecuali hewan-hewan di laut dalam. Demikianlah ada juga keyakinan: tanpa
kontak minimal dengan Tuhan, manusia tidak bisa hidup. Kebenaran, kebaikan dan
cinta adalah kondisi fundamental dari keberadaannya.
 Pertanyaannya adalah: bagaimana manusia dapat menemukan kontak dengan Tuhan
itu, yang mendasar, tanpa mati dikuasai oleh keagungan wujud ketuhanan-Nya? Iman
Gereja memberi tahu kita bahwa Tuhan sendiri yang menciptakan kontak ini yang
secara bertahap mengubah kita menjadi gambar Tuhan yang sejati.
 Tugas imam (dan diakon) menguduskan. Siapa gerangan imam dan diakon itu? Apakah
mereka orang-orang yang mempunyai kekuatan super untuk menguduskan orang lain?
Boro-boro menguduskan orang lain, dirinya sendiri saja penuh dengan kelemahan.
Tidak ada orang yang sendirian, mengandalkan kekuatannya sendiri, dapat membuat
orang lain berkontak dengan Tuhan. Bagian penting dari rahmat imam adalah karunia,
tugas menciptakan kontak ini. Ini dicapai dalam pewartaan sabda Allah di mana
terang-Nya datang menemui kita. Hal ini dicapai dengan cara yang sangat khusus
dalam sakramen-sakramen.
 Tenggelam dalam Misteri Paskah kematian dan Kebangkitan Kristus terjadi dalam
Pembaptisan, diperkuat dalam Penguatan dan Rekonsiliasi dan dipelihara oleh Ekaristi,
sakramen yang membangun Gereja sebagai Umat Allah, Tubuh Kristus, Bait Suci Roh
(lih. Yohanes Paulus II, Seruan Apostolik Pastores Gregis, n. 32).
 Kristus sendirilah yang membuat kita kudus. Kristuslah yang menarik kita ke dalam
lingkungan Allah. Namun, sebagai tindakan belas kasih-Nya yang tak terbatas, Ia
memanggil beberapa orang "untuk ada" bersama-Nya (bdk. Mrk 3:14). Melalui
Sakramen Tahbisan, terlepas dari kemiskinan manusiawi mereka, orang-orang ini
mengambil bagian dalam imamatnya sendiri, pelayan-pelayan pengudusan ini, pelayan
misteri-Nya, "jembatan" untuk perjumpaan dengan dia dan mediasi antara Allah dan
manusia dan antara manusia dan Allah (lih. Presbyterorum Ordinis, n. 5).
 Dalam dasawarsa-dasawarsa belakangan ini ada kecenderungan-kecenderungan yang
bertujuan untuk mendahulukan dimensi pewartaan, melepaskannya dari dimensi
pengudusan. Sering dikatakan bahwa perlu melampaui pelayanan pastoral sakramental
saja. Istilah yang saya sering dengar waktu di Tahun Rohani adalah jangan hanya di
altar, tetapi turunlah juga ke pasar.
 Pertantanyaan besarnya: mungkinkah menjalankan pelayanan imamat secara otentik
dengan "melampaui" pelayanan sakramental? Apa sebenarnya artinya bagi para imam
untuk menginjili, dalam apa yang disebut sebagai "keutamaan pewartaan"? Mari kita
lihat Injil. Yesus berkata bahwa pemberitaan Kerajaan Allah adalah tujuan dari misi-
Nya. Biarpun demikian, pewartaan ini tidak hanya sebuah "wacana", sebuah teori,
tetapi pada saat yang sama mencakup tindakan-Nya. Tanda-tanda dan mukjizat yang
Yesus kerjakan menunjukkan bahwa Kerajaan itu datang sebagai kenyataan saat ini dan
pada akhirnya bertepatan dengan Pribadi-Nya, dengan karunia-Nya sendiri.
 Hal yang sama berlaku untuk pelayanan tertahbis: dia, imam, mewakili Kristus, Dia
yang diutus oleh Bapa, dia melanjutkan misi-Nya, melalui "firman" dan "sakramen",
dalam totalitas tubuh dan jiwa, tanda dan kata. Merujuk kepada para imam dalam
sepucuk surat kepada Uskup Honoratus dari Thiabe, Santo Agustinus berkata: "Oleh
karena itu, mereka yang adalah hamba Kristus, pelayan-pelayan-Nya dalam sabda dan
sakramen, melakukan apa yang diperintahkan atau diizinkannya" (Surat 228, 2).
 Kita bisa mencoba merenungkan apa akibatnya manakala seorang imam mengabaikan
munus sanctificandi ini. Benarkah iman umat bertambah kuat atau malah sebaliknya?
Dan bagi imam yang bersangkutan, benarkah imannya kuat atau malah sebaliknya
juga? Gereja macam apa yang ditampilkannya?
 Siapa yang menyelamatkan dunia dan manusia? Satu-satunya jawaban adalah Yesus
dari Nazaret, Tuhan dan Kristus, Disalibkan dan Bangkit. Dan di manakah Misteri
kematian dan Kebangkitan Kristus yang mendatangkan keselamatan? Dalam karya
Kristus melalui Gereja, dan khususnya dalam sakramen Ekaristi, yang menghadirkan
kurban penebusan Putera Allah dalam sakramen Tobat, di mana dari kematian dosa
seseorang kembali ke hidup baru, dan dalam setiap tindakan pengudusan sakramental
lainnya (lih. Presbyterorum Ordinis, n. 5).
 Bagaimana kita harus bersikap?
(1) Murah hati. Curé d'Ars memberi contoh yang luar biasa. Dia siap sedia, murah hati
dan penuh perhatian dalam memberikan saudara dan saudari harta anugerah yang
telah Allah tempatkan di tangan kita.
(2) Menyadari bahwa kita bukan "tuan" melainkan penjaga dan pelayan.
(3) Setiap imam tahu betul bahwa dia adalah alat yang diperlukan untuk tindakan
penyelamatan Allah, tetapi juga bahwa dia selalu hanya alat. Dalam pelayanan
pengudusan, bukan terutama kita yang bertindak, melainkan Tuhan datang lebih dulu
untuk menemui kita melalui tindakan-Nya. Dia memandang kita dan Dia menuntun
kita kepada diri-Nya. Tuhan menyentuh kita melalui hal-hal materi, menjadikannya
alat perjumpaan antara kita dan dirinya sendiri."
(4) Kesadaran ini harus membuat imam menjadi rendah hati dan murah hati dalam
penyelenggaraan Sakramen, menurut norma-norma kanonik, tetapi juga dalam
keyakinan yang mendalam bahwa misi mereka adalah untuk memastikan bahwa
semua orang, bersatu dengan Kristus, dapat mempersembahkan diri mereka kepada
Allah sebagai kurban yang hidup, kudus dan dapat diterima oleh-Nya (bdk. Rom 12:1).
 Suatu hari, seorang pria mengatakan bahwa dia tidak beriman dan ingin bertanya
kepada St Yohanes Maria Vianney tentang hal itu. Pastor paroki ini menjawab: "Oh!
Sahabatku, kamu tidak benar-benar berbicara dengan orang yang tepat, saya tidak tahu
bagaimana cara bernalar. ... tetapi jika Anda membutuhkan kenyamanan, duduklah di
sana... (dan dia menunjuk ke bangku yang selalu ada di kamar pengakuan) dan
percayalah, banyak orang lain telah duduk di sana sebelum Anda dan tidak menyesal".
 (5) Alami Liturgi dan beribadat dengan sukacita dan cinta.
 (6) “Kembali ke kamar pengakuan sebagai tempat merayakan Sakramen Rekonsiliasi,
tetapi juga sebagai tempat di mana "tinggal" lebih sering, sehingga umat beriman dapat
menemukan belas kasih, nasihat dan penghiburan, merasakan bahwa mereka dikasihi
dan dipahami oleh Tuhan dan mengalami kehadiran Kerahiman Ilahi di samping
Kehadiran Nyata dalam Ekaristi”
 (7) Setiap imam untuk merayakan dan menghayati Ekaristi yang merupakan inti dari
tugas pengudusan. Imam dipanggil untuk menjadi pelayan Misteri agung ini, dalam
Sakramen dan dalam kehidupan.
 (8) Menyadari karunia besar yang dimiliki para imam bagi Gereja dan dunia. Melalui
pelayanan mereka Tuhan terus menyelamatkan manusia, menghadirkan diri-Nya,
menguduskan. Semoga semakin banyak imam yang sesuai dengan hati Tuhan.
 Di bawah bayang-bayang Kristus.
 Imam menyerupai Kristus yang tersalib, termasuk dalam hal raganya.

Anda mungkin juga menyukai