1. PENGANTAR
Liturgi merupakan Perayaan Iman, yakni pengungkapan iman Gererja. Seorang yang ikut
ambil bagian dalam perayaan iman mengambil bagian dalam misteri yang dirayakan. Tenu
saja bukan hanya dengan partisipasi lahiriah, melainkan dengan hati yang menghayati apa
yang diungkapkan dalam doa.Karena kehadiran Kristus liturgi membuat kita menjadi
Gereja dalam arti yang penuh. Dengan demikian, setiap “paroki dalam arti tertentu
menghadirkan Gereja semesta” (SC art. 32).
Ibadat resmi Gereja tampak dalam ibadat pari, ibadat siang, ibadat sore, ibadat malam dan
ibadat bacaan. Doa Gereja yang utama adalah perayaan Sakramen-Sakramen.
Singkat kata, Sakramen yaitu hal-hal yang berkaitan dengan yang kudus atau yang ilahi.
Sakramen juga berarti tanda keselamatan Allah yang diberikan kepada Manusia ”Untuk
mengkuduskan manusia, membangun Tubuh Kristus dan akhirnya mempersembahkan
ibadat kepada Allah”(SC 59).
Karena Sakramen sebagai tanda dan sarana keselamatan, maka menerima dan
memahami sakramen hendaknya ditempatkan dalam kerangka iman dan didasarkan
kepada iman. Sakramen biasanya diungkapkan dengan kata-kata dan tindakan. Maka
sakramen dalam Gereja Katolik mengandung dua unsur hakiki yaitu :
- Forma artinya kata-kata yang menjelaskan peristiwa ilahi
- Materia artinya barang atau tindakan tertentu yang kelihatan
Sakramen memiliki arti yang hampir sama dan sejalan dengan hal itu. Sakramen-
sakramen dalam Gereja Kaatolik melambangkan dan mengungkapkan karya
penyelamatan Allah dan pengalaman dasariah manusia yang diselamatkan. Sebagai
tanda, sakramen dimaksudkan untuk mendidik. Sakramen tidak hanya mengandaikan
iman, tapi juga memupuk iman, meneguhkan dan mengungkapkannya dengan kata-
kata dan tindakan.
1
b. Sakramen-Sakramen Mengungkapkan Karya Tuhan yang Menyelamatkan
Jika kita memperhatikan karya Allah dalam sejarah penyelamatan akan tampak hal-hal
ini: Allah yang tidak kelihatan menjadi kelihatan dalam Yesus Kristus. Dalam Yesus
Kristus orang dapat melihat, mengenal, mengalami siapa sebenarnya Allah itu. Namun,
Yesus sekarang sudah dimuliakan. Ia tidak kelihatan lagi. Ia hadir secara rohani di
tengah kita. Melalui Gereja-Nya, Ia menjadi kelihatan. Maka, Gereja adalah alat dan
sarana penyelamatan, di mana Kristus tampak untuk menyelamatkan manusia. Gereja
menjadi alat dan sarana penyelamatan, justru dalam kejadian-kejadian, peristiwa-
peristiwa, tindakan dan kata-kata yang disebut sakramen. Sakramen-sakramen adalah
“Tangan Kristus” yang menjamah kita, merangkul kita, dan menyembuhkan kita.
Meskipun yang tampak di mata kita, yang bergaung di telinga kita hanya hal-hal atau
tanda-tanda biasa, namun Kristuslah yang berkarya lewat tanda-tanda itu. Dengan
perantaraan para pelayanan-Nya, Kristus sungguh aktif berkarya dalam umat Allah.
2
Sakramen-Sakramen pelayanan pesersekutuan dan perutusan yaitu Sakramen
Penahbisan dan Perkawinan (lihat Kompendium KGK 250 - KGK 1210-1211Sakramen-
Sakramen pelayanan pesersekutuan dan perutusan; Dua Sakramen, Sakramen
Penahbisan dan Perkawinan memberikan rahmat khusus untuk perutusan tertentu dalam
Gereja untuk melayani dan membangun umat Allah. SakramenSakramen ini memberikan
sumbangan dengan cara yang khusus pada persekutuan gerejawi dan penyelamatan
orang-orang lain. (lihat Kompendium KGK 321, KGK 1533-1535).
4. KETUJUH SAKRAMEN
Pada saat-saat penting dalam hidup, Kristus menyertai umat-Nya. Kehadiran Kristus ini
dirayakan dalam ketujuh sakramen.
Jika seseorang secara resmi menyatakan tobat dan imannya kepada Yesus Kristus,
serta bertekad untuk bersama umat ikut serta dalam tugas panggilan Kristus, maka dia
diterima dalam umat dengan upacara yang sejak zaman para Rasul disebut. Kenyataan
yang lebih dalam ialah bahwa orang yang menerima sakramen permandian diterima
baru lahir di dalam Gereja. Peristiwa kelahiran baru menjadi putra Bapa dalam Roh
Kudus berarti bahwa selanjutnya ia ikut menghayati hidup Kristus sendiri yang ditandai
oleh wafat dan kebangkitan-Nya. Oleh karena itu, orang yang telah dipermandikan
harus bersama Kristus “mati bagi dosa” supaya dalam Kristus, ia hidup bagi Allah.
Kebenaran itu diperagakan, dirayakan, dan dilambangkan dalam peristiwa pencurahan
air pada dahinya, sementara wakil umat (Imam) mengatakan: “Aku mempermandikan
engkau dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus.”
Pembaptsian merupakan pintu masuk menuju kehidupan dalam Roh dan sebagai syarat
mutlak untuk dapat menerima sakramen-sakramen yang lain.Orang yang dibaptis
diterima oleh Kristus menjadi anggota tubuh-Nya, umat Allah.
3
Buah-buah sakramen pembaptisan adalah:
Menghapus dosa asal, semua dosa pribadi dan semua hukuman dosa
Kelahiran dalam hidup baru yang membuat manusia menjadi “ciptaan baru”
(bdk. 2 Kor 5: 17), yaitu:
Anak angkat Allah , yang “boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi”
(2 Ptr 1:4)
Anggota Kristus (1 Kor 6:1; 12:27) dan ahli waris bersama Dia (Rom
8:17)
Kenisah Roh Kudus
Anggota Gereja, tubuh Kristus yang mistik, sehingga “kita adalah sesama
anggota” (ef 4:25), “batu-batu hidup”: karena pembaaptisan orang yang telah
dibaptis mengambil bagian dalam imamat kaum beriman
Bagi orang dewasa, sakramen penguatan sebetulnya merupakan bagian dari sakramen
permandian. Orang yang telah dipermandikan ditandai dengan minyak (krisma), tanda
kekuatan Roh Kudus, sebelum diutus untuk memperjuangkan cita-cita Kristus dalam
Gereja dan masyarakat. Sakramen penguatan menjadi tanda kedewasaan, maka orang
yang menerima Sakramen Penguatan turut serta bertanggung jawab atas kehidupan
Umat Allah.
4
Kemudian, Yesus mengambil sebuah cawan (piala) berisi air anggur sambil berkata:
“Minumlah semua dari cawan ini, karena inilah Darah-Ku, darah perjanjian baru dan
kekal yang diadakan dengan kalian dan dengan semua manusia demi pengampunan
dosa” (Darah menjadi tanda hidup. Jadi, kalau Yesus memberikan darah-Nya berarti Ia
menyerahkan diri-Nya seluruhnya untuk kita). Kata-kata Yesus mengungkapkan wafat-
Nya. Injil Matius dan Markus menambahkan bahwa “darahNya ditumpahkan….”, yang
berarti Ia dipersembahkan sebagai korban persembahan. Jadi, roti dan anggur
menyatakan bagaimana Yesus mati (menumpahkan darah). Kemudian disebut juga,
mengapa Ia harus mati, yaitu demi pengampunan dosadosa. Yesus kemudian berkata:
“Kenangkanlah Aku dengan merayakan perjamuan ini.” (Baca: Luk 22: 14-23; Mat 26:
26-29; Mrk 14: 22-25) Maka Sejak zaman para rasul, umat Kristen suka berkumpul
untuk bersyukur kepada Allah Bapa yang membangkitkan Yesus dari alam maut dan
menjadikannya Tuhan dan Penyelamat.
Berkumpul di sekitar meja Altar untuk menyambut Kristus dalam sabda dan perjamuan-
Nya merupakan kehadiran Gereja yang paling nyata dan penuh; ungkapan yang paling
konkret dari persatuan umat dan Tuhan serta persatuan para anggotanya.
Selama hidup di dunia, kita tidak pernah luput dari kesalahan dan dosa. Kita hidup
dalam “situasi dosa”. Situasi dosa ini merasuki diri kita dan masyarakat kita sedalam-
dalamnya. Perjuangan untuk tetap teguh berdiri, tidak berdosa, memang merupakan
proses perjuangan yang tidak kunjung selesai. Oleh karena itu, usaha untuk bangun
lagi sesudah jatuh, berbaik lagi dengan Tuhan dan sesama, merupakan unsur yang
hakiki dan harus selalu ada dalam hidup kita.
Para pengikut Kristus perlu bertobat dan membaharui diri secara terus-menerus di
hadapan Tuhan dan sesama. Tanda pertobatan di hadapan Tuhan dan sesama itu
diterima dalam perayaan sakramen tobat. Seseorang yang melakukan sesuatu yang
bertolak belakang dengan kehendak Tuhan berarti dia memisahkan diri dari Tuhan dan
sesama. Selama suatu kesalahan berat belum diampuni, ia tidak dapat ikut serta dalam
ibadat umat secara sempurna. Dia ibarat cabang yang mati dari sebuah tanaman.
Tobat sejati menuntut agar kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan mendekatkan diri
kepada Tuhan dan sesama. Tanda pertobatan yaitu orang datang kepada itu diperbaiki.
Sakramen tobat adalah tanda dan sarana orang kembali Tuhan dan mengaku dosa
dihadapan Imam. Seperti dikatakan oleh Santo Cyprianus,”Orang tidak dapat menerima
pengampunan dari Allah sebagai Bapa, jika ia tidak memperoleh pengampunan dari
Gereja sebagai Ibu.” Intervensi Gereja sebagai syarast yang perlu (conditio necesseria)
untuk memperoleh pengampunan ilahi. Akan tetapi, pengampunan tidak akan akan
terjadi bila tidak diikuti dengan perubahan hati dan sikap.
Penyesalan, adalah kesedihan jiwa dan kejijikan terhadap dosa yang telah
dilakukan, dihubungkan dengan niat bahwa mulai sekarang tidak akan berdosa
lagi
pengakuan di hadapan imam merupaka bagian hakiki dari Sakramen Tobat. Di
hadapannya peniten harus menyampaikan smua dosa berat yang disadari,
etelah pemeriksaan batin secara seksama; dan
5
Penitensi (denda), ia harus membuat silih untuk dosa-dosanya, harus
memperbaiki kesalahan atau suatu cara yang cocok.
Jika seorang anggota umat sakit keras, keprihatinan Tuhan diungkapkan dengan
sakramen perminyakan orang sakit. Kristus menguatkan si sakit dengan Roh KudusNya
yang ditandakan dengan minyak suci. Dengan demikian, si sakit dibuat siap dan tabah
untuk menerima apa saja dari tangan Allah yang mencintai kita, baik dalam
kesembuhan maupun dalam maut. Dengan menderita seperti Kristus, si sakit menjadi
lebih serupa dengan Kristus.
Pelantikan para pelayan itu dirayakan, disahkan dan dinyatakan dalam tahbisan:
tahbisan Uskup, Imam dan Diakon ( sakramen imamat ):
6
7). Sakramen Perkawinan
Allah sendiri menjadi penjamin kesetiaan, maka apa yang disatukan Allah jangan
diceraikan oleh manusia. Sakramen perkawinan berlangsung selama hidup dan
mengandung panggilan luhur untuk membina keluarga sebagai tanda kasih setia Allah
bagi setiap insan. Kristus mendampingi suami-istri untuk membina cinta yang semakin
dalam dan untuk mendidik anak menjadi warga Gereja dan warga masyarakat yang
berguna dan untuk membangun keluarga Katolik yang baik pula. Suami-istri yang hidup
dalam perkawinan Katolik dipanggil pula untuk memberi kesaksian kepada dunia
tentang cinta Allah kepada umat manusia melalui cinta suami-istri. Hidup cinta mereka
menjadi tanda (sakramen) cinta Allah kepada manusia.
7
BAHASAN KHUSUS TENTANG
1. SAKRAMEN EKARISTI
Puncak sakramen inisiasi dan sekaligus asal usul dan puncak seluruh hidup gerejawi,
adalah Sakramen Ekaristi (Mahakudus). Ekaristi adalah puncak dan pusat hidup Gereja
karena di dalamnya “tercakup seluruh kekayaan rohani gereja, yakni Kristus sendiri, Anak
Domba Paskah kita serta Roti Hidup.”
“Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia
akan hidup selam-lamanya....barangsiapa makana daging-Ku dan minum darah-Ku,
ia mempunyai hidup yang kekal...ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (bdk.
Yoh 6: 51. 54. 56).
Ekaristi adalah sakramen utama. Ini sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II, yang
menyebut Ekaristi “sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani” (LG. Art. 11, SC 10),
bahkan dikatakan bahwa “sakramen-sakramen lainnya berhubungan erat dengan Ekaristi
dan terarah kepada-Nya” (PO art. 5). Maka dapat dikatakan bahwa perayaan Ekaristi itu
pelaksanaan diri Gereja di bidang liturgis. Ekaristi merupakan tanda dan sarana, artinya
“sakramen” persatuan dengan allah dan kesatuan antar manusia. Ekaristi itu umat.
Ekaristi tidak hanya menghubungkan masing-masing orang secara pribadi dengan Allah,
tetapi juga menjadi ikatan antara umat sendiri.
Ekaristi berurat-akar dalam sejarah keselamatan. Roti dan anggur, yang termasuk inti sari
perayaan Ekaristi, sudah ada sejak jaman Perjanjian Lama dan mengingatkan umat Israel
pada perjamuan paskah sebelum keluar dari Mesir, pada manna di padang gurun, dan
pada buah tanah terjanji, jaminan kesetiaan Allah pada janji-janji-Nya. Mukjajat Yesus yang
memberi m akan kepada ribuan orang dan mengubah a ir menjadi anggur adalah
pragambar tentang kelimpahan satu roti Ekaristi, dan tentang perjamuan kawin dalam
kerajaan Bapa di mana kaum beriman meminum anggur baru (Mrk 14: 25) yang telah
menjadi darah Kristus. Dan ketika Yesus tahu bahwa saat-Nya telah tiba untuk
meninggalkan dunia ini dan pergi kepada Bapa, Ia membasuh kaki para murid-Nya dan
memberikan hukum kasih kepada mereka. Dan untuk membuat mereka mengambil bagian
dalam misteri paskah-Nya, Ia menetapkan Ekaristi sebgai kenangan akan wafat dan
kebngkitan-Nya, sambil memerintahkan para rasul-Nya merayakan peringatan ini sampai
Ia datang kembali.
A. Makna Ekaristi
Dalam Sakramen Ekaristi ada beberapa makna yang dapat kita hayati, yaitu:
a. Kurban Sakramental: syukur, peringatan, kehadiran.
Bentuk perayaan Ekaristi sepanjang sejarah tidak banyak berubah karena orang
Kristiani merasa terikat oleh perintah Tuhan pada malaam waktu Ia menyerahkan
diri, “Perbuatlh ini menjadi peringatan akan Aku” (1 Kor 11:24-25). Gereja menepati
perintah ini dengan merayakan peringatan akan kurban Kristus. Dengan demikian,
umat mempersembahkan kepada Bapa apa yang diberikan-Nya sendiri kepada kita.
Maka dalam perayaan Ekaristi harus dilihat sebagai:
Puji syukur kepada Bapa,
Peringatan akan kurban Kristus dan kurban tubuh-Nya, yaitu Gereja,
Kehadiran Kristus karena kuasa sabda serta Roh-Nya.
8
b. Ekaristi sebagai Ucapan Syukur
Dalam kurban Ekaristi seluruh alam ciptaan yang dikasihi Tuhan itu dipersembahkan
kepada Bapa melalui wafat dan kebangkitan Kristus. Ekaristi adalah kurban syukur
kepada Bapa, dan dalam kurban ini Gereja mengucapkan terima-kasih kepada Allah
atas segala karunia, atas semua yang dikerjakan-Nya dengan menciptakan,
menebus dan menguduskan dunia. Kurban puji ini sebagai ucapan syukur atas
segala hal yang baik, indah dan adil yang dilaksanakan oleh umat manusia dalam
nama Kristus. Dialah yang mempersembahkan kaum beriman dengan diri-Nya dan
dengan doa permohonan-Nya sehingga kurban pujian kepada Bapa
dipersembahkan oleh Dia dan bersama dengan-Nya.
c. Ekaristi sebagai peringatan akan kurban Kristus dan kurban tubuh-Nya, yaitu Gereja
Ekaristi adalah kenangan akan paskah Kristus, di mana kurban Kristus yang tunggal
dihadirkan dan secara sakramental dipersembahkan dalam liturgi Gereja, tubuh
Kristus.Dalam semua doa syukur agung sesudah kata-kata institusi terdapat suatu
doa yang disebut anamnesis, artinya peringatan, kenangan. Dalam perayaan liturgi
perbuatan besar Allah itu dihadirkan dan diaktualisasikan. Gereja memperingati
paskah Kristus yang dihadirkan dalam perayaan Ekaristi: kurban Kristus yang sekali
untuk selamanya, “setiap kali kita merayakan di atas altar, kurban salib di mana
Kristus, Anak Domba Paskah disembelih, karya penebusan kita terlaksana” (bkd. Ibr
7: 25-27). Ekaristi adalah kurban, karena kurban salib dihadirkan oleh Ekaristi.
Selain kurban Kristus, Ekaristi juga merupakan kurban Gereja. Dalam Ekaristi itu
kurban Kristus menjadi kurban para anggota tubuh-Nya pula. Hidup kaum beriman,
pujian, penderitaan, doa, penderitaan dan karya itu dipersatukan dengan hidup,
pujian, doa, pnderitaan dan karya Kristus sehingga mendapat nilai lebih.
d. Ekaristi sebagai tanda kehadiran Kristus karena kuasa sabda serta Roh-Nya
Dalam Sakramen Ekaristi yang Mahakuus hadirlah “tubuh dan darah Tuhan kita
Yesus Kristus, beserta jiwa dan keallahan-Nya, dan dengan demikian seluruh Kritus
secara nyata, benar dan hakiki”. Gereja percaya berkat daya guna sabada Kristus
serta karya Roh Kudus, roti dan anggur iubah menjadi tubuh dan darah Kristus.
Kristus hadir dalam rupa roti dan anggur sejak saat konsekrasi.
9
f. Ekaristi sebagai jaminan kemuliaan yang akan datang
Karena perayaan Ekaristi mengenangkan misteri paskah Tuhan, kemuliaan surgawi
diantisipasi olehnya. Pada waktu perjamuan malam terakhir, Yesus sendiri telah
mengarahkan perhatian para murid kepada penggenapan misteri paskah dalam
Kerajaan Allah (lih. Mat 26:29; Luk 22:18; Mrk 14:25). Setiap kali Gereja merayakan
Ekaristi, ia ingat akan janji Yesus bahwa Ia akan kembali dan meminum lagi hasil
pokok anggur bersama-sama dengan kita, murid-murid-Nya, dalam Kerajaan Allah,
sehingga Gereja dalam Ekaristi melayangkan pandangannya kepada “Dia yang
akan datang” (Why 1:4).
B. BAGIAN-BAGIAN EKARISTI
Konstitusi Liturgi (SC. Art. 56) menegaskan bahwa perayaan Ekaristi terdiri dari du
bagian utama, yaitu:
Liturgi Sabda, yang terdiri dari Tiga Bacaan, Mazmur Tanggapan, Alleluia, Bait
Pengantar Injil, Homii, Kredo dan Doa Umat
Liturgi Kurban Ekaristi, yang terbagi dalam tiga bagian ritual yaitu: Persiapan
Bahan Persembahan, Doa Syukur Agung dan Upacara Komuni (dari Bapa Kami
sampai doa sesudah Komuni)
Dua bagian utama perayaan Ekaristi tersebut diawali dengan ritus-ritus pembuka dan
diakhiri dengan ritus-ritus penutup.
2. SAKRAMEN PERKAWINAN
10
C. Sifat Perkawinan Katolik
a. Monogami
Yaitu perkawinan yang diadakan antara satu pria dengan satu wanita dengan
penyerahan diri seutuhnya dan tak boleh terbagi kepada pribadi-pribadi lain. Ciri
monogami menolak poliandri maupun poligami.
b. Tak Terceraikan
Perkawinan kristen bersifat tetap, seumur hidup, permanen dan hanya maut yang
dapat memisahkan. Sifat tak terceraikan memiliki makna lebih dalam yaitu
perjuangan untuk memupuk kesetiaan terhadap pasangan dalam segala aspek
kehidupan (Mat 5:31-32).
c. Terbuka Bagi Keturunan
Perkawinan Katolik harus terbuka terhadap kelahiran anak. Maka segala bentuk-
bentuk penolakan terhadap kehidupan (pengguguran) harus ditolak dengan tegas
karena jelas merupakan sikap penolakkan terhadap anugerah kehidupan Tuhan.
Ada 3 kriteria yang harus dipenuhi agar perkawinan sah secara katolik, yaitu:
a. Salah satu atau keduanya tidak terkena halangan nikah.
b. Perkawinan dilakukan dihadapan dua orang Saksi dan seorang Imam/Diakon.
c. Kesepakatan/janji pasangan sungguh (verus), penuh (plenus), dan bebas (liber).
E. Penyelidikan Kanonik
F. Halangan Menikah
Persiapan perkawinan tidak hanya diisi dengan tindakan-tindakan yang bersifat pastoral
tapi juga yang bersifat yuridis. Agar peneguhan perkawinan sah dan halal, pihak-pihak
yang bersangkutan dengan perkawinan perlu tahu persis dan pasti apa yang membuat
perkawinan sah – tidak sah, halal dan tidak halal.
Kan 1066 menetapkan sebelum perkawinan diteguhkan, haruslah pasti bahwa tiada
suatu hal yang menghalangi peneguhannya secara sah dan halal. Halangan menikah
11
adalah segala sesuatu yang menghalangi seseorang untuk dapat menikah secara sah
di gereja. Supaya perkawinan sah, maka pasangan tersebut harus bebas dari halangan-
halangan nikah.
Halangan nikah dikatakan berasal dari hukum Ilahi kalau halangan itu bersumber
dari hukum kodrat, yang dibuat dan diatur oleh Allah sendiri dalam tata penciptaan.
Halangan nikah yang bersumber dari hukum Ilahi tidak bisa diberi dispensasi,
mengikat semua orang baik yang dibaptis maupun yang tidak dibaptis.
Adalah halangan yang diciptakan oleh otoritas gerejawi yang berwenang untuk
mencapai tujuan-tujuan khasnya secara lebih efektif untuk menegakkan
kesejahteraan umum dan membantu setiap orang mencapai keselamatan jiwa (kan
1753). Halangan yang bersumber dari hukum gerejawi/manusiawi bisa diberi
dispensasi oleh otoritas gerejawi yang berwenang, tentunya bila memenuhi
ketentuan-ketentuan undang undang mengenai pemberian dispensasi (kan 85 - 93).
Yang termasuk halangan menikah menurut hukum gerejawi adalah:
Halangan umur (1983)
Beda agama (1986)
Tahbisan Suci (1087)
Kaul Kemurnian (1088)
Penculikan (1089)
Pembunuhan (1090)
Hubungan darah garis menyamping (1091)
Hubungan semenda (1092)
Kelayakan publik (1093)
Hubungan adopsi (1094)
12
Perkawinan campur dibedakan dalam perkawinan campur beda gereja (mixta religio)
dan perkawinan campur beda agama (disparitas cultus)
Adalah perkawinan antara seorang katolik dengan seorang yang tidak dibaptis
(Islam, Budha, Hindu,dst). Kita membatasi diri untuk berbicara tentang perkawinan
campur beda agama, khususnya agama Islam.
Pandangan Katolik
Agama Katolik tidak mutlak melarang perkawinan campur antara orang Katolik
dan orang yang berbeda agama, tapi juga tidak menganjurkannya. Perkawinan
campur beda agama memerlukan dispensasi dari Gereja supaya sah.
Dispensasi ini diberikan dengan persyaratan sebagai berikut :
Pernyataan tekad pihak Katolik untuk menjauhkan bahaya meninggalkan
iman dan berjanji untuk sekuat tenaga mengusahakan pembaptisan dan
pendidikan anak-anak yang akan lahir secara Katolik.
Pihak bukan Katolik harus diberitahu mengenai janji pihak Katolik tersebut
supaya sebelum menikah ia sadar akan janji dan kewajiban pihak Katolik.
Penjelasan kepada kedua belah pihak tentang tujuan dan sifat hakiki
perkawinan yang tidak boleh disangkal agar perkawinan itu menjadi sah.
Perkawinan campur beda agama yang sah menurut Gereja Katolik tidak
dapat diceraikan.
Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam perperkawinan campur sulit dilakukan, bahkan tidak
mungkin dilaksanakan.
Seorang pria Islam hanya akan menikah secara sah dengan wanita non
Islam, jika wanita itu memeluk agama yang memiliki Kitab Suci dan
pernikahannya dilakukan secara Islam di depan wali nikah (Islam tidak
mengenal lembaga dispensasi)
Seorang wanita Islam tidak boleh menikah dengan pria yang bukan Islam.
Pria pemeluk agama lain yang akan menikah dengan wanita Islam harus
meninggalkan agamanya dan memeluk agama Islam.
Baik perkawinan campur maupun perkawinan yang biasa secara Islam
dapat diceraikan dengan alasan-alasan yang sah.
Adalah perkawinan orang Katolik dan orang Kristen bukan Katolik (perkawinan
beda Gereja) dilarang, jika dilakukan tanpa ijin. Meskipun demikian, perbedaan
Gereja bukan merupakan halangan yang menggagalkan perkawinan.
Tanpa ijin yang tegas dari yang berwenang, dilarang perkawinan antara dua orang
yang sudah dibaptis, yang diantaranya satu dibaptis dalam Gereja Katolik
sedangkan pihak yang lain tercatat pada Gereja atau persekutuan gerejani yang
tidak bersatu penuh dengan Gereja Katolik (KHK 1124).
13
Ijin hanya boleh diberikan jika syarat-syarat berikut terpenuhi:
14