Anda di halaman 1dari 8

TUGAS DOGMATIKA 3

“MENELADANI KASIH KRISTUS DILIHAT DARI

METAFORA GEREJA SEBAGAI HAMBA ALLAH”

Dosen Pengasuh : Pdt. Eritrika Nulik, M.Th

Disusun Oleh;

 Alinda Linome (20210063)


 Gloria M. Mekolie (20210074)
 Karyati F. Nenohai (20210033)
Universitas Kristen Artha Wacana

Fakultas Teologi Tahun

2022/2023
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah “gereja” dipakai untuk


mengacukan dua hal: persekutuan orang-orang Kristen dan gedung yang di
dalamnya mereka berkumpul. Dalam ilmu dogmatik, kata “gereja” dipakai untuk
menunjukkan konsep “gereja”, bukan sebagai gedung melainkan sebagai
persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus1. Dalam model
institusional, gereja resmi berfungsi untuk mengajar, menguduskan, dan
memimpin dengan otoritas Kristus. Dalam model yang mengerti gereja sebagai
pesekutuan, gereja dipandang sebagai umat Allah atau tubuh Kristus yang
berkembang menuju penyempurnaan akhir kerajaan Allah. Dalam Eklesiologi,
gereja dilihat sebagai perwujudan yang tampak dari rahmat Kristus dalam umat
manusia. Dari model-model inilah, gereja dilihat sebagai subyek yang aktif
sedangkan dunia adalah objek terhadapnya gereja harus membuat sesuatu dan
memberikan pengaruh2.

Kata gereja merupakan terjemahan kata Yunani ekklesia yang secara


harafiah berartidipanggil keluar. Ek artinya keluar, Kaleo berarti memanggil. Jadi
ekklesia berarti dipanggil ke luardari kehidupan lama dan masuk ke dalam
persekutuan dengan Yesus Kristus.Mengapa gerejadisebut demikian? Karena
Yesus menggunakan kata itu dalam Matius 16:18 ketika mengatakan:
“Aku mendirikan Ekklesian (jemaatKu)”. Kemudian dalam 1 Petrus 2:9-10 rasul
Petrusmendefinisikan gereja sebagai persektuan orang-orang yang dipanggil ke
luar dari kegelapandunia, masuk ke dalam terang Tuhan Yesus. Oleh sebab itu
kata gereja dalam bahasa Yunanikadang-kadang disebut sebagai kuriakon
ataukuriakos yang berarti milik kepunyaan Tuhan.Baik kata ekklesia maupun kata
kuriakon sejajar dengan arti kata qahal atau qehilah dalamPerjanjian Lama yang
juga diartikan persekutuan atau jemaat atau perhimpunan.Kata ekklesia dan

1
Jan A. Boersema dkk , Berteologi Abad XXI menjadi Kristen Indonesia di tengah masyarakat
majemuk. Surabaya: Literatur Perkantas, 2015, hal 759
2
Avery Dullens, Model-Model Gereja, (Ende: Nusa Indah, 1987), hal 84
ekklesias ditemukan dalam Matius 18:17, digunakan Yesus menunjukkepada
persekutuan jemaat. Karena itu gereja sebagai ekklesia bersifat lokal berarti
suatupersekutuan yang nampak dalam bentuk perkumpulan warga
jemaat.Selanjutnya, di dalamPerjanjian Baru, persekutuan jemaat ini diungkapkan
dengan berbagai sebutan yangmenggambarkan identitas dan hakekatnya.
Misalnya dalam 1 Korintus 12 dan Efesus 1:22-23;3:10,21; 5:22-32, disebutkan
bahwa gereja adalah komunitas atau persekutuan yang hidup,dinamik dan
berfungsi untuk melanjutkan pelayanan Kristus di dunia. Dalam ayat-ayat di atas
iniditekankan bahwa ekklesia (jemaat, gereja) dipanggil untuk tujuan yang jelas
yaitu menjadi alat penyelamatan Allah di dunia.

Istilah hamba sesungguhnya mempunyai ambiguitas tertentu. Dia


mengandung tiga unsur, yakni: pekerjaan yang dilakukan tidak secara bebas,
tetapi di bawah pemerintah; pekerjaan yang ditujukan untuk keuntungan orang
lain dan bukan untuk keuntungan diri sendiri; pekerjaan yang hina dan tidak
terpandang. Peranan gereja sebagai hamba terletak dalam pengabdian untuk
mengubah dunia menjadi kerajaan Allah3.Dewasa ini, gereja tidak lagi
menunjukkan dirinya sebagai hamba Allah yang melayani. Kaum yang tertindas
tak lagi diperhatikan, nampaknya mereka jauh dari tujuan pelayanan Allah. Gereja
yang seharusnya meneladani kasih Kristus dan diterapkan kedalam persekutuan
kini hilang. Gereja menganggap dirinya megah karena bangunan-bangunan yang
megah namun tidak melihat jeritan dibaliknya. Tujuan ekklesia ialah
memberitakan perbuatan Kristus atau memberitakan Kerajaan Allah. Maka misi
gereja adalah memberitakan kebaikan Allah yang nyata dalam diri dan karya
Yesus Kristus kepada dunia 4. Ekklesia itu sendiri tidak hanya ada ketika orang
bertemu atau disebut persekutuan, tetapi juga memasuki semua bidang kehidupan,
termasuk semua kegiatan ekonomi, yang menyatakan bahwa ekklesia adalah milik
Allah dan suatu ciptaan baru, mencirikan masyarakat egaliter, adil dan yang penuh
solidaritas. Ini berarti bahwa pendekatan kenabian dipertahankan secara radikal
sehingga jalan mesianis untuk menjadi gereja yang sesungguhnya. Dalam ekklesia
tidak ada ketidakadilan, tetapi sebaliknya keadaan yang holistik.Peran gereja

3
Ibid., hal 92-93
4
https://jurnalvow.sttwmi.ac.id/index.php/jvow/article/download/29/28
sebagai Hamba Allah yang melayani dapat diwujudkan dengan beberapa
pengejawantahan yang menyentuh kehidupan manusia5 .

BAB II
5
https://ojs.sttibc.org/index.php/ibc/article/view/75/46
ISI

A. Dasar Biblis tentang Gereja sebagai Hamba Allah


Di dalam seluruh Alkitab dapat dijumpai pembicaraan mengenai gereja.
Bagi seorang teolog yang berada dalam teologi reformasi, Alkitab merupakan
sumber satu-satunya mengenai Allah dan mengenai segala hal ihwal ajaran gereja,
juga bagi ajaran gereja mengenai dirinya sendiri, yaitu “doktrin gereja”. Jelas,
Alkitab tidak memberikan pembahasan sistematis mengenai hal gereja. Tetapi
Alkitab adalah sumber mutlak untuk merumuskan “dogma gereja”.6
Sehubungan dengan pemaparan di atas, terdapat sejumlah teks Alkitab
yang menjadi dasar bagi metafora gereja sebagai hamba Allah, salah satunya ialah
Lukas 10:25-37 yang berisi tentang kisah seorang Samaria yang murah hati.
Dalam Lukas 10:25-37 dicatat bahwa ketika ada seorang yang dipukul oleh para
penyamun, tidak ada seorang pun yang datang untuk menolongnya, bahkan ketika
seorang Imam dan orang Lewi yang dikenal sebagai golongan rohaniwan
melewati jalan tersebut mereka tidak menolong orang yang dipukul itu. Tetapi
ketika orang Samaria melewati tempat itu dengan penuh kasih ia menong orang
itu, membersihkan luka-lukanya, membawanya ke tempat penginapan dan
merawatnya sampai sembuh. Kasih yang ditunjukkan oleh orang Samaria itu
menjadi sebuah tindakan yang menunjukkan sikap sebagai seorang hamba.
Kisah tentang orang Samaria yang murah hati juga digunakan dalam
sebuah kutipan Surat Pastoralyang terangkum dalam dokumen-dokumen Vatikan
II. Surat tersebut berjudul The ServantChurch, yang dikeluarkan oleh Kardinal
Cushing dari Boston pada Adventustahun 1966. Dalam surat tersebut, teks tentang
orang Samaria yang murah hati di artikan sebagai Yesus yang datang ke dunia
untuk melayani sebagai seorang hamba. Adapun kutipan dari surat tersebut
yakni“Yesus tidak hanya untuk memaklumkan Kerajaan Allah, melainkan juga
untuk memberikan diri-Nya untuk perwujudan-Nya. Dia datang untuk melayani,
menyembuhkan, mendamaikan, dan membalut yang terluka. Dalam arti dapat
dikatakan Yesus adalah orang Samaria yang baik hati. Yesus adalah orang yang
selalu beserta kita dalam kekurangan dan kesusahan kita; Dia memberikan diri

6
Berteologi abad XXI, hlm.
untuk kepentingan kita. Dia sungguh-sungguh mati supaya kita hidup; Ia melayani
kita supaya kita disembuhkan.”7
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dikatakan bahwa gereja sebagai
hamba Allah di dunia perlu untuk meneladani pelayanan dariorang Samaria itu
atau yang dalam Surat Pastoral The ServantChurch diartikan sebagai Yesus.
Sebagai hamba Allah, gereja harus memberikan diri untuk melayani

B. Dogma Gereja terkait Metafora Gereja sebagai Hamba Allah


Dalam Surat Pastoral HteservantChurchdituliskan bahwa sebagai hamba
Allah gereja harus memberikan diri untuk melayani demi kepentingan dunia, sama
seperti Yesus yang memberikan diri-Nya untuk kepentingan kita. Dalam bagian
kedua, surat Pastoral itu juga membeberkan argumentasi bahwa gereja harus
sungguh-sungguh menjadi Tubuh Kristus, hamba yang menderita, dan karena itu
ia harus menjadi gereja yang melayani.
Gereja sebagai wujud dari kerajaan Allah tidak hanya bertugas melayani
untuk mewartakan tentang kerajaan Allah di dunia, gereja tidak mengungkapkan
itu hanya dalam kata-kata, yakni melalui khotbah, tetapi yang terpenting ialah
gereja mewujudkan pelayanannya sebagai hamba Allah di dunia melalui tindakan.
Seperti mendamaikan orang yang bermusuhan, menyembuhkan orang yang
terluka dan melayani orang yang menderita.
Selain itu, sebagai hamba Allah di dunia yang menyatakan pelayanannya
dalam tindakan, gereja juga dipanggil untuk menjadi manusia bagi sesamanya,
gereja harus mengabdi kepada sesama. Hal ini sejalan dengan apa yang dituliskan
olehBonhoeffer dalam bukunya yang berjudul LattersandPapersfromPrisonyang
diterbitkan setelah ia meninggal. Dalam buku tersebut ia menulis bahwa “Gereja
adalah gereja kalau ia berada bagi orang lain. Untuk memulainya, ia mesti
memberikan semua miliknya kepada mereka yang membutuhkannya. Kaum
klerus harus hidup semata-mata dari derma sukarela yang diberikan umat atau
dengan menjalankan suatu pekerjaan sekular. Gereja harus mengambil bagian
dalam problem-problem sekular dari kehidupan mausia yang biasa; tidak dengan
menguasainya, tetapi dengan menolong dan melayaninya.” Pernyataan Binhoeffer

7
Avery Duls, ibid., hlm 87
mengenai hal tersebut menunjukkan bahwa dia menuntut suatu gereja untuk
mengabdi.8
Seorang eklesiolog yang muncul pada tahun 60-an bernama Gibson
Winter menuliskan dalam bukunya yang berjudul The New Cretion as Metropolis
bahwa ia menuntut sebuah gereja yang mengabdi – suatu gereja yang tidak lagi
merupakan struktur institusional dari keselamatan yang berada di samping
struktur-struktur penindasan dalam dunia, melainkan suatu gereja suatu gereja
yang merupakan satu komunitas di dalam struktur-struktur duniawi yang
mempunyai tanggung jawab historis dan yang mengenal dan mengakui rahmat
Allah bagi semua manusia.” Gibson menganjurkan bahwa kerasulan dari gereja
sebagai hamba hendaknya bukan pertama-tama pewartaan tentang pengakuan
iman atau perayaan kultus, tetapi lebih merupakan suatu refleksi kritis tentang
janji Allah dan kehadiran-Nya di dalam sejarah.9
Di samping itu, selain menunjukkan pelayanannya melalui tindakan dan
pengabdian kepada sesama, gereja juga perlu untuk meneladani Kristus sebagai
hamba Allah. Yesus Kristus adalah teladan hamba Allah yang sejati. Ketaatan,
ketundukan, dan seluruh keberadaan-Nya didedikasikan supaya kehendak Bapa
terlaksana di Bumi. Ketundukan dan kepatuhan Kristus kepada Bapa bukan hanya
berkaitan dengan dimensi personal, tetapi tercermin dengan tindakan dan karya-
Nya untuk mengasihi orang miskin, memerdekakan kaum tertindas, dan
merestorasi tatanan sosial (Luk. 14).10Karena itu, gereja sebagai hamba Allah
perlu mengikuti gaya hidup Yesus.11Sebagaimana Kristus taat pada kehendak
Bapa, demikian juga gereja sebagai hamba Allah harus menunjukkan ketaatan
yang sama. Ketaatan gereja pada Allah dapat ditunjukkan dengan meneladani
Kristus.12

KESIMPULAN
8
Avery Duls, ibid., hlm. 88
9
Avery Duls, Ibid., hlm. 89
10
Bakhoh Jatmiko Dkk, Gereja Sebagai Hamba Yang Melayani: Sebuah Perspektif Eklesiologi
Transformatif Di Era Society, Jurna Teologi Biblika Dan Praktika, Vol 2, No. 2, Hlm 246
11
Avery Duls, Op Cit., hlm. 89
12
Bakhoh Jatmiko, dkk, Op Cit., hlm. 246-247
Gereja sebagai hamba Allah harus mampu meneladani dan menerapkan
Kasih Kristus baik dalam lingkup gereja dan masyarakat luas. Gereja seharusnya
selalu relevan dan mampu hadir sebagai pengantara maupun penyelenggara
pembahuruan kehidupan. Panggilan untuk tetap relevan terus melekat pada gereja.
Gereja harus sadar bahwa dirinya adalah hamba yang menunjukkan ketaatan
kepada Allah melalui karya nyata di tengah-tengah dunia. Menghadirkan
perubahan, memberikan harapan, dan menyatakan sentuhan Allah bagi dunia.

Anda mungkin juga menyukai