Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PEMBAHASAN STILISTIKA KARYA SASTRA


ANGKATAN ’45
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Stilistika
Dosen Pengampu : Farida Rochmawati, M.Pd

Oleh : SOFIYATUN MAIMUNAH

NIMKO : 2018.12.01.46.0022

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TADRIS UMUM
UNIVERSITAS ILMU KEISLAMAN ZAINUL HASAN
GENGGONG KRAKSAAN PROBOLINGGO
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala Puji bagi Allah yang telah memberikan taufik dan hidayahnya. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada suri teladan kita, Nabi Muhammad SAW,
keluarga dan para sahabatnya yang membawa kebenaran bagi kita semua.

Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yakni ibu
yang Farida Rochmawati, M.Pd telah membimbing serta mengajarkan kami, dan
mendukung kami sehingga terselesaikan makalah yang berjudul Pembahasan Stilistika
karya sastra angkatan ‘45 dan juga terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan
kepada semua pihak yang telah membantu kami sehingga terselesaikan makalah ini.
Ucapan terima kasih tak lupa kami ucapkan, sebagai wujud rasasyukur dengan
tersusunnya makalah ini kepada semua pihak yang telah berpartisipasi selama
penyusunan makalah ini, yang telah dengan tulus ikhlas membantu baik secara moril
maupun materiil, terutama kepada Dosen Pembina dan teman-teman sekalian.

Kraksaan, 05 Januari 2022

Penyusun

Sofiyatun Maimunah
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................
A. Latar Belakang..................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
C. Tujuan.................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................
A. Sejarah Lahirnya Angkatan ’45.............................................................
B. Beberapa Pendapat Tentang Angkatan ’45
C. Karakteristik Karya Angkatan ’45......................................................
D. Konsepsi Estetik Angkatan ’45............................................................
E. Para Sastrawan Angkatan ’45.................................................................

F. Fenomena Karya Angkatan ‘’45..............................................................

BAB III PENUTUP...................................................................................................


A. Kesimpulan......................................................................................................
B. Saran...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUA

A. Latar Belakang
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra
yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu bangsa. Misalnya, sejarah
sastra Indonesia, sejarah sastra Jawa, dan sejarah sastra Inggris. Dengan pengertian dasar itu,
tampak bahwa objek sejarah sastra adalah segala peristiwa yang terjadi pada rentang masa
pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa. Telah disinggung di depan bahwa sejarah sastra
itu bisa menyangkut karya sastra, pengarang, penerbit, pengajaran, kritik, dan lain-lain.
Karya-karya angkatan 45 yang kita baca dan ketahui pada saat sekarang ini bukanlah ada
dengan sendirinya. Karya-karya tersebut merupakan hasil pemikiran dan imajinasi para
sastrawan yang terdesak oleh tantangan zaman pada masa itu. Yaitu, masa penduduk Jepang
dan masa revolusi di Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa bangsa Jepang adalah bangsa terakhir menjajah sampai
akhirnya Indonesia meraih kemerdekaan. Para sastrawan yang ada pada masa ini selain ikut
berjuang dengan fisik dalam perang kemerdekaan, mereka juga menyibukkan diri untuk
mencoba merumuskan dan mencari orientasi pada berbagai kemungkinan bangunan
kebudayaan bagi Indonesia kedepan
Setelah merdeka Indonesia memasuki era revolusi, yakni masa pembaharuan baik dari segi
pemerintahan, sosial, budaya dan kenegaraan. Hal ini juga memberi dampak pada sastrawan
dan hasil karya sastra mereka pada saat itu. Sehingga angkatan 45 memiliki konsepsi estetik
tersendiri.
B. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan sejarah lahirnya angkatan ’45?

2. Menyebutkan beberapa pendapat dan karakteristik tentang sejarah ’45?

3. Menyebutkan Para sastrawan angkatan ’45 dan menunjukkan hasil-hasil karya para
sastrawan di angkatan ’45?

4
C. Tujuan
1. Dapat memahami sejarah lahirnya sastra angkatan ‘45
2. Dapat menjelaskan beberapa pendapat dan karakteristik serta estetika tentang sejarah
‘45
3. Dapat mengetahui para sastrawan angkatan ’45 dan menunjukkan hasil-hasil karya
para sastrawan di angkatan ‘45

5
BAB II
PENDAHULUAH

A. Sejarah Lahirnya Angkatan ‘45


Angkatan 45 tidak dapat dilepaskan dari lingkungan kelahirannya, yakni masa penduduk
Jepang dan masa revolusi Indonesia. Perjuangan bangsa yang mencapai titik puncak pada
Proklamasi 17 Agustus 1945 beserta gejolak politik yang mengawali maupun mengikutinya,
memberi pengaruh sangat besar pada corak sastra.
Generasi yang aktif pada masa revolusi 45 dipaksa oleh keadaan untuk merumuskan diri
dan tampil menjawab tantangan-tantangan zaman yang mereka hadapi. Selain ikut berjuang
secara fisik dalam perang kemerdekaan, mereka juga menyibukkan diri untuk merumuskan dan
mencari orientasi pada berbagai kemungkinan bangunan kebudayaan bagi Indonesia kedepan.
Latar belakang perubahan politik yang sangat mendadak pada masa pendudukan Jepang
(1942-1945) menjadi awal kelahiran karya sastra Angkatan 45. Kehadiran Angkatan 45 serta
karya sastra Angkatan 45 meletakkan pondasi kokoh bagi sastra Indonesia, karena angkatan
sebelumnya dinilai tidak memiliki jati diri ke-Indonesiaan. Jika Angkatan Balai Pustaka dinilai
tunduk pada “Volkslectuur”, lembaga kesustraan kolonial Belanda, dan Angkatan Pujangga
Baru dinilai menghianati identitas bangsa karena terlalu berkiblat ke Barat, maka Angkatan 45
adalah reaksi penolakan terhadap ankatan-angkatan tersebut.
Sebagai salah satu hasil dari pergolakan, karya sastra Angkatan 45 menjadi sebuah karya
yang lahir dengan identitas baru yang penuh kontroversia. Kehadirannya sebagai pendobrak
nilai-nilai serta aturan-aturan sastra terdahulu membuat karya sastra Angkatan 45 menjadi pusat
perhatian para sastrawan.
Para sastrawan penggerak karya sastra angkatan 45 adalah mereka yang menaruh perhatian
besar pada karya sastra Indonesia. Mereka seolah ingin lepas dari pengaruh asing yang saat itu
masih kuat pengaruhnya terhadap karya sastra Indonesia.
Nama angkatan 45 sendiri dimunculkan oleh Rosihan Anwar pertama kali pada lembar
kebudayaan “Gelanggang”. Sejak itu, penamaan yang dibuat Rosihan Anwar diakui dan
disepakati banyak kalangan sebagai nama angkatan sastra periode-40-an.
Angkatan 1945 memperoleh saluran resmi melalui penerbitan majalah kebudayaan Gema
Suasana, Januari 1948. Majalah ini diasuh oleh dewan redaksi yang terdiri dari Asrul Sani,
Chairil Anwar, Mochtar Apin, Riva’I Apin dan Baharudin. Majalah ini dicetak dan diterbitkan
6
oleh percetakan Belanda Opbouw (Pembangun). Dalam konfrotasi dengan Belanda, mereka
kemudian pindah ke “Gelanggang”, sebuah suplemen kebudayaan dari jurnal mingguan, siasat
yang muncul pertama kali pada Februari 1948 dengan redaktur Chairil Anwar dan Ida
Nasution. Disuplemen inilah mereka kemudian menerbitkan kredo Angkatan 45, yang dikenal
luas dengan nama “Surat Kepercayaan Gelanggang”.
B. Beberapa Pendapat Tentang Angkatan ‘45
1. Armijn Pane: Pujangga Baru menentang adanya Angkatan ‘45 dan menganggap
bahwa tak ada yang disebut Angkatan ‘45.
2. Sutan Takdir Alisyahbana: Angkatan ‘45 merupakan sambungan dari Pujangga Baru.
3. Teeuw: Memang berbeda Angkatan ‘45 dengan Angkatan Pujangga Baru, tetapi
ada garis penghubung, misalnya Armijn Pane dengan Belenggu-nya. (puncak-
puncak kesusastraan Indonesia).
4. Sitor Situmorang: Pujangga Baru masih terikat oleh zamannya, yaitu zaman penjajahan,
sedangkan Angkatan ‘45 dalam soal kebudayaan tidak membedakan antara Barat
dan Timur, tetapi yang penting hakikat manusia. Perjuangan Pujangga Baru baru
mencapai kepastian dan ilmu pengetahuan.
5. Pramoedya Ananta Toer: Angkatan Pujangga Baru banyak ilmu pengetahuannya
tetapi tidak banyak mempunyai penghidupan (pengalaman). Angkatan ‘45 kurang
dalam ilmu pengetahuan (karena perang) tetapi sadar akan kehidupan.
C. Karakteristik Karya Angkatan ‘45
a. Bercorak lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga Baru yang romantik-
idealistik.
b. Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya mewarnai karya sastrawan
Angkatan ’45.
c. Bahasanya lugas, hidup dan berjiwa serta bernilai sastra.
d. Sastrawannya lebih berjiwa patriotik.
e. Bergaya ekspresi dan revolusioner (H.B.Yassin).
f. Bertujuan universal nasionalis.
g. Bersifat praktis.
h. Sikap sastrawannya “tidak berteriak tetapi melaksanakan” .
D. Konsepsi Estetik Angkatan ‘45

7
Konsepsi estetik Angkatan 45 tergambar dalam “Surat Kepercayaan Gelanggang”.
Dengan “Surat Kepercayaan Gelanggang” inilah para penyair Angkatan 45 mendefenisikan diri
dan konsep estetik budayanya. Pendefenisian ini dilakukan sastrawan Angkatan 45 lewat
“pemisahan diri” dan kritik keras terhadap generasi sastra sebelumnya, khususnya kritik dan
pemisahan diri dengan visi budaya yang ditegakkan Sutan Takdir Alisjahbana. Yang menjadi
fokus pemisahan diri disini adalah pada ideologi yang digunakan serta orientasi budaya.
Pemisahan konsep sastra dan visi inilah yang kemudian dijadikan banyak pengamat sastra
sebagai ciri utama angkatan 45 dibanding angkatan sebelumnya. H.B. Jassin dalam banyak
tulisannya mengemukakan terhadap pemisahan yang tegas antara konsepsi sastrawan Pujangga
Baru dengan konsepsi sastrawan generasi 45. Andaian ini pulalah yang dianut dan dipercayai
banyak sastrawan angkatan 45.
Karya sastra Angkatan 45 memiliki kedekatan yang intim dengan realitas politik. Ini sangat
berbeda dengan karya sastra Angkatan Pujangga Baru yang cenderung romantik-idealistik.
Karena lahir dalam lingkungan yang keras dan memprihatikan karya sastra Angkatan 45 lebih
terbuka, pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya, isinya
bercorak realis dan naturalis, meninggalkan corak romantis, sastrawan periode lebih
individualisme, dinamis dan kritis, adanya penghematan kata dalam karya, lebih ekspresif dan
spontan, terlihat sinisme dan sarkasme, didominasi puisi dan prosa berkurang.
Pada periode Angkatan 45 berkembang jenis-jenis sastra puisi, cerita pendek, novel dan
drama. Keadaan perang pada saat itu mempengaruhi penciptaan sastra dalam permasalahan dan
gayanya. Ada beberapa ciri stuktur estetik Angkatan 45 baik pada karya sastra puisi maupun
prosa. Pada karya sastra puisi ciri struktur estetiknya yaitu, pertama, puisinya bebas, tidak
terikat pada pembagian bait, jumlah baris dan persajakan. Kedua, gaya alirannya
ekspresionisme dan realisme. Ketiga, pilihan kata (diksi) untuk mencerminkan pengalaman
batin yang dalam dan untuk intensitas arti. Ketiga, bahasa kiasannya dominan metafora dan
simbolik, kata, frasa dan kalimatnya ambigu sehingga multitafsir. Keempat, gaya sajaknya
prismatis dengan kata-kata yang ambigu dan simbolik, hubungan baris-baris dan kalimat-
kalimat implisit. Kelima, gaya pernyataan pikiranya berkembang yang nantinya menjadi gaya
sloganis. Keenam, gaya ironi dan sinisme menonjol.
Pada karya sastra prosa, ciri stuktur estetiknya adalah banyak alur sorot balik, walaupun ada
juga alur lurus, digresi dihindari sehingga alurnya padat, pada penokohan analisis fisik tidak
dipentingkan, yang ditonjolkan analisis kejiwaan, tetapi tidak dengan analisis langsung
8
melainkan dengan cara dramatik melalui arus kesadaran dan percakapan antar tokoh, banyak
menggunakan gaya ironi dan sinisme, gaya realisme dan naturalisme, menggambarkan
kehidupan sewajarnya secara mimetik.
Inilah ciri struktur estetik dari karya sastra puisi dan prosa Angkatan 45, yang membuat
karya sastra Angkatan 45 menjadi karya sastra yang fenomenal dalam sejarah sastra Indonesia.
E. Para Sastrawan Angkatan ‘45

Para sastrawan yang menjadi motor dan pelopor Angkatan 45 adalah para pencipta karya
sastra Angkatan 45 yang begitu fenomenal di dunia sastra. Mereka adalah.
1. Chairil Anwar

Chairil Anwar merupakan sastrawan terpenting Angkatan 45, sekaligus sastrawan Indonesia
yang palin dikenal luas oleh masyarakat. Sastrawan kelahiran Medan, 26 Juli 1922 dan tutup
usia di Jakarta, 28 April 1949 ini tumbuh menjadi legenda. Banyak kalangan yang menjadikan
hari kematiannya sebagai hari sastra nasional.
Masa-masa kehadiran Chairil Anwar adalah masa-masa yang menarik untuk menciptakan
karya sastra. Karena pada masa itu, secara sosial merupakan masa revolusioner Indonesia dari
bangsa terjajah menuju gairah kemerdekaan dari sebuah bangsa yang muda. Selain itu Chairil
juga tumbuh dalam sebuah komunitas Alisyahbana muda yang membara, menolak ketentraman
lama. Di sana, tradisi silam ditolak tegas serta dianggap mandul dan membekukan.
Sajak-sajak Chairil sendiri tidaklah banyak jumlahnya dan tidak semuanya berkualitas,
namun cukup banyak sajak-sajak yang hinga kini menunjukkan kualitas yang prima. Chairil
Anwar menjadi masyhur lewat sajak-sajak “Aku”, “Perjanjian dengan Bung Karno”,
“Diponegoro”, “Siap Sedia”, dan “Karawang Bekasi”. Dikalangan kritikus, Chairil juga dipuji
berkat sajak-sajaknya yang indah seperti,”Senja di Pelabuhan Kecil”, “Derai-Derai Cemara”,
“Kawanku dan Aku” serta “Cinta Jauh di Pulau”.
Karya sastra Chairil Anwar dipengaruhi oleh sastrawan dunia seperti Rainer N.Rilke, W.H
Auden, Archibald Macleish, H. Marsman, J. Slawurhoff dan Edgar Duperron. H.J Jassin adalah
orang yang ikut dalam mempopulerkan karya-karya Chairil Anwar. Faktor penting lain yang
menjadikan Chairil legenda adalah gaya hidupnya yang bohemian dan kenyataan bahwa ia mati
muda. Chairil bisa diangap sebagai sosok seniman optima performa dalam citra romantik.
2. Idrus

9
Idrus dilahirkan pada 21 september 1921 di Padang. Ia mengikuti pendidikan di HIS, Mulo,
AMS-SMT dan tamat pada 1943. Selesai sekolah, ia menjadi redaktur Balai Pustaka. Idrus juga
menjadi kepala bagian pendidikan Garuda IndonesiaAirways, sampai oktober 1952.
Idrus mulai menulis berupa sketsa-sketsa, cerpen dan naskah sandiwara. Tulisan-tulisannya
hampir semuanya berupa laporan pandangan mata. Namun, beberapa diantaranya boleh dikatan
mencerminkan perjalanan pandangan mengenai hidup dan berbagai persoalan.
Idrus banyak dipengaruhi oleh pengarang-pengarang Rusia seperti Ilya Ehrenburg dan
Vsevolod Ivanov. Karya-karya dari Idrus diantaranya, sketsa “Coret-Coret di Bawah Tanah”.
Sandiwara Ave Maria, Keluarga Surono, Lukisan Pujangga, Kejahatan Membalas Dendam,
Dr. Bhisma dan Jibaku Aceh.
3. Asrul Sani

Asrul Sani lahir di Rao, Sumatra Barat, 10 Juni 1927. Menempuh pendidikan di HIS
Bukittinggi, KWS di Jakarta, Taman Dewasa, Perguruan Taman Siswa Jakarta, Sekolah Dokter
Hewan Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia di Bogor, Akademi Seni
Drama di Amsterdam, USC, Departeman of the Antre-Departeman of Cinema di Los Angeles.
Asrul Sani menjelajahi berbagai bidang kesenian, mulai dari sastra hingga film, mulai dari
esai hingga sinetron. Gaya sajaknya mencerminkan kecendrungan umum sebagaimana yang
dipelopori oleh Chairil Anwar. Karya skenario Asrul Sani diantaranya Burung Camar, Pintu
Tertutup, Monserrat, dan Yerma. Naskah dramanya yang telah terbit sebagai buku adalah Naga
Bonar dan Mahkamah.
4. Sitor Situmorang

Sastrawan kelahiran Harian Boho, Samosir, 2 Oktober 1923 ini memulai pendidikannya di
Mulo. Setelah lulus Mulo di Tarutung, ia melanjutakan studinya di AMS Jakarta, tetapi tidak
tamat. Pada awal masa revolusi ia bekerja sebagai wartawan di Medan. Pada tahun 1948 ia
berangkat ke Yogyakarta.
Dalam puisi-puisi modernnya Sitor Situmorang berbeda dengan Chairil Anwar, Sitor
Situmorang sering memanfaatkan khasanah berpuisi lama. Karya-karya Sitor Situmorang yang
telah diterbitkan pada berbagai koran dan majalah yaitu Jalan Mutiara, Surat Kertas Hijau,
Dalam Sajak, Wajah Tak Bernama, Zaman Baru, Angin Daananu, Dinding Waktu, Peta
Perjalanan, dan sebuah cerpen yang berjudul Pertempuran dan Salju di Paris.
5. Muhammad Ali
1
0
Pada 23 April 1927 Muahammad Ali lahir di kampung Ketapang kawasan Ampel,
Surabaya. Muahmmad Ali bersekolah di GHAS, kemudian melanjutkan di MULO namun tidak
tamat. Pada masa pendudukan Jepang ia mengikuti kursus kebudayaan (Keimin Sidhoso) dan
setelah itu ia belajar secara otodidak dalam berbagai hal yang berkaitan dengan dunia tulis-
menulis. Walaupun otodidak Muhammad Ali tidak merasa rendah diri, ia pun sudah berkali-
kali berceramah di lingkungan perguruan tinggi.
Muhammad Ali mulai mengarang sejak tahun 1942. Sebagai pengarang ia pernah
mengasuh majalah Mimbar Pemuda, Mingguan Pahlawan, Cetusan, Bakat, dan majalah
Fithrah. Muhammad Ali dikenal sebagai sastrawan serba bisa. Karena ia menulis cerpen,
novel, naskah drama dan puisi.
Karya-karya sastra Muhammad Ali yaitu naskah drama yan pernah ditulisnya antara lain Si
Gila, Kembali Kepada Fithrah, serta sandiwara radio seperti lapar dan Sel 13. Ali juga menulis
Novel diantaranya Kiamat, kubur Tak Bertanda, dan Ibu Kita Raminten. Karya sastra cerpen
yang ditulisnya yaitu Buku Harian Pengangur dan Gerhana. Selain menulis kumpulan puisi
berjudul Bintang Dini, Ali menulis juga buku esai seperti Izinkan Saya Bicara, Mari
Mengarang Cerpen, Nyanyian Burdah, Teknik Penulisan Skenario Drama dan Film, Aktor dan
Artis, Teknik Penghayatan Puisi, Ikhwal Dunia Sastra, Kamus Bahasa Indonesia, dan Puitisasi
Jus Amma.
6. Toto Sudarto Bachtiar

Toto Sudarto Bachtiar dilahirkan 12 Oktober 1929 di Paliman, Cerebon. Mengenai


pendidikannya, Toto menamatkan sekolanya di Cultuurschool Tasikmalaya dan melanjutkan ke
MULO Bandumg dan lulus tahun 1948. Toto Sudarto Bachtiar memasuki dinas ketentraan,
dimasa revolusi.
Dalam hal bersajak Toto Sudarto Bactiar secara struktur dan pengolahan bahannya tidak
jauh berbeda dengan Chairil Anwar. Perbedaan yang terlihat cukup jelas pada sikap dan cara
pandang mereka terhadap kehidupan. Sajak-sajak yang diciptakan Toto antara lain Gadis
Peminta-minta, Ibu Kota Senja, Malam Laut, Tentang Kemerdekaan, dan Pahlawan Tak
Dikenal.
F. Fenomena Karya Angkatan ‘‘45
Dalam menuangkan karyanya, Chairail Anwar menggunakan bahasa Indonesia yang
terbebas dari pola bahasa Melayu. Ia menciptakan bahasa yang lebih demokratis. Sebagai

11
contoh, ia tidak lagi menyatakan “beta” seperti dalam puisi salah satu penyair Pujangga
Baru, tetapi menyebut dirinya “aku”. Hal ini dapat kita lihat dalam sajak Aku yang benar-benar
bercorak baru. Meski puisinya banyak diilhami puisi asing, namun puisi-puisinya memiliki
gaya khas yang hanya dimiliki oleh Chairil Anwar

1
2
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Karya sastra Angkatan 45 lahir pada masa peralihan bangsa yaitu dari masa penjajahan
Jepang menuju kemerdekaan. Pada Angkatan 45 karya sastra didominasi oleh puisi, prosa
tampak berkurang. Konsepsi estetik Angkatan 45 tergambar dalam “Surat Kepercayaan
Gelanggang”
Para penggerak Angkatan 45 yaitu para sastrawan yang ada pada masa itu seperti Chairil
Anwar, Idrus, Asrul Sani, Sitor Situmorang, Muhammad Ali, Toto Sudarto Bachtiar. Para
sastrawan Angkatan 45 ini memiliki ciri khas masing-masing.
B. Saran

Karya-karya sejararah sastra Indonesia agar senantiasa dilestarikan, dan akan terus
meningkatkan karya sastra yang lain di masa kini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Rahman,Taufiqur.2018.Periode.Sastra.dan.Antologi.Puisi.Indonesia.Semarang:CV.Pilar
Nusantara.

http://jafarudinbastra.blogspot.com/2012/06/sejarah-sastra-indonesia.html, diakses pada


tanggal 27 Oktober 2014

1
4
15
1
6
17

Anda mungkin juga menyukai