Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

SEJARAH SASTRA

SASTRA INDONESIA PERIODE 1945

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Sastra

Dosen Pengampu : Endang Sulistijani S.S., M.Pd.

Kelompok 1

Dian Ayu Lestari (202221500020)


Salwa Zhafirah Aladawiyah (202221500045)
Rahma Damayanti Fauziah (202221500010)
Zakia Syafira (202221500005)
Rizqi Wandini Zulanggara (202221500444)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan bimbingan- Nya,
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sastra Indonesia Periode 1945”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Sastra. Selain itu, tulisan
ini bertujuan untuk memperluas wawasan pembaca agar dapat memahami materi apa
yang disampaikan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Endang Sulistijani S.S., M.Pd. selaku
dosen mata kuliah Sejarah Sastra . Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami
harapkan agar nantinya diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 15 November 2023

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 4

A. Latar Belakang .............................................................................................. 4


B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 6

A. Gelanggang Seniman Merdeka ..................................................................... 6


B. Lembaga kebudayaan Rakyat Mukadimah ................................................. 7
C. Periode Angkatan 45 ..................................................................................... 9
D. Ciri Angkatan 45 .......................................................................................... 10
E. Karya-Karya Seniman 45 ............................................................................ 11
F. Sejarah Lahirnya Angkatan 45 ................................................................... 13
G. Sifat Kesusastraan Angkatan 45 .................................................................. 14
H. Ciri-ciri Angkatan 45 .................................................................................. 15
I. Tokoh-tokoh Angkatan 45 .......................................................................... 16
J. Sejarah Angkatan 45 ................................................................................... 19
K. Tokoh dan Karya terbaik Pelopor Angkatan 45 ........................................ 21

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 23

A. Simpulan ...................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah indonesia merdeka banyak sekali perubahan dalam segala bidang dan
kebudayaan. Perubahan merdeka nya Indonesia tidak secara tiba-tiba setelah
proklamasi banyak tanda-tanda perubahan yang ditunjukan hingga masa jepang
yang menekan terlewatkan dan merdeka termasuk pada sastrawan.
Proklamasi kemerdekaan membuat karya satra kembali ramai hingga
membuat Susana jiwa yang menggebu-gebu dalam penciptaan karya satra yang
bebas yang mana tidak lagi ada kekangan pada masa sebelumnya. Contoh
penerbitan baru seperti, Panca Raya, Panji Masyarakat, Genta, Basis,
Pembangunan, Siasat, Nusantra, Gema Suasana, Mimbar, Pujangga Baru, dan
Seniman. Di antara penerbitan tersebut yang paling menonjol adalah siasat dengan
lampiran kebudayaannya “Gelanggang”. Siasat adalah mingguan yang diterbitkan
oleh Soedjatmoko dan Rosihan Anwar.
Gelanggang tersebut dinamakan sebagai bentuk perkumpulan kebudayaan
seniman yang merdeka untuk menciptakan karya-karya penting sehingga
melahirkan sebuah generasi baru dengan digerakkan oleh chairil anwar, asrul sani
dan idrus. Namun, ternyata membangun kemerdekaan tidak semudah yang
diangankan banyak perbedaan pandangan dan pendapat yang menyebabkan
timbulnya berbagai krisis, krisis ahlak, krisis ekonomi dan krisis yang lainnnya.
Dari berbagai pertikaian itulah yang akhirnya membuat para sastrawan tidak lagi
menulis karyakarya penting yang diterbitkan disebabkan pemerhati sastra
menganggap kondisi waktu itu sebagai “krisis sastra” sehingga karya muncul
lebih banyak di berbagai majalah dengan isitilah “sastra majalah”.

4
B. Rumusan Masalah
Serangkaian Rumusan masalah tentang Sastra Indonesia Periode 1945 yang
akan kami bahas dalam makalah ini, antara lain dalam rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa itu Gelanggang Seniman Merdeka?
2. Apa yang dimaksud lembaga kebudayaan rakyat mukadimah?
3. Bagaimana periode angkatan 45?
4. Apa saja ciri angkatan 45?
5. Apa saja karya-karya seniman 45?
6. Bagaimana sejarah lahirnya angkatan 45?
7. Bagaiaman sifat kesusastraan angkatan 45?
8. Bagaimana ciri-ciri angkatan 45?
9. Siapa saja tokoh-tokoh angkatan 45?
10. Bagaimana sejarah angkatan 45?
11. Siapa sajakah tokoh dan karya terbaik pelopor angkatan 45?
C. Tujuan Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini kami memiliki tujuan, yang dimana tujuan
makalah tersebut yaitu untuk memberikan pengetahuan para pembaca mengenai
rumusan masalah yang terdapat di makalah ini. Diharapkan makalah ini dapat
memberikan manfaat dan menambah ilmu pengetahuan para pembaca mengenai
Sastra Indonesia Periode 1945.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gelanggang Seniman Merdeka


Gelanggang Seniman Merdeka merupakan sebuah perkumpulan kebudayaan
seniman yang merdeka untuk menciptakan karya-karya penting. Gelanggang
seniman berdiri di Jakarta pada tahun 1946. Perkumpulan itu berdiri atas prakarsa
tiga serangkai tokoh Angkatan '45 yaitu Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rivai
Apin. Tokoh-tokoh tersebut mendirikan Gelanggang Seniman Merdeka dengan
tujuan untuk melepaskan Indonesia dari belenggu kemunafikan dalam
menciptakan karya. Kata gelanggang yang dipakai pada awal nama perkumpulan
ini berasal dari nama ruang budaya majalah mingguan Siasat, dengan lampiran
kebudaayannya "Gelanggang". Mereka ingin merealisasikan kemerdekaan
melalui penciptaan karya-karya penting yang berbeda dengan angkatan-angkatan
sebelumnya. Hal ini ditandai dengan keberhasilan Chairil Anwar dalam
menciptakan suatu gagasan baru yang dituangkan dalam puisinya, yang
cenderung bersifat invidual dan bercorak Barat.
Awal mula Perkumpulan Gelanggang yang dibentuk pada pertengahan
tahun 1946. Awalnya, Gelanggang hanya dimaksudkan untuk menjadi
perkumpulan “biasa” yang mempertemukan para seniman untuk bertukar
pikiran dan bekerja bersama sebagai bentuk perjuangan di dalam ranah
kebudayaan. Namun, karena bertambah luasnya orang-orang yang terlibat dan
semakin kuatnya pertukaran yang terjadi di dalamnya,Gelanggang mengambil
bentuk lembaga dan mengeluarkan preamblenya pada 19 November 1946—
yang kemudian disebut H.B. Jassin sebagai hari lahirnya perkumpulan atau
masyarakat kebudayaan tersebut (Jassin, 2000, hlm. 240).
Seniman yang berkumpul dalam "Gelanggang Seniman Merdeka" ini bukan
hanya pengarang, melainkan juga pelukis, musikus, dan seniman lain.
Anggotanya, antara lain, adalah Mochtar Apin (pelukis), Henk Ngantung

6
(pelukis), Baharuddin M.S. (pelukis), Basuki Resobowo (pelukis), Pramoedya
Ananta Toer (pengarang), Usmar Ismail (pengarang), Mochtar Lubis (pengarang),
dan Sitor Situmorang (pengarang).
Motivasi yang melatarbelakangi lahirnya perkumpulan seniman ini ialah
idealisme seniman angkatan "45, yang diprakarsai oleh Chairil Anwar, Asrul Sani,
dan Rivai Apin, untuk lepas dari ikatan-ikatan atau pengaruh-pengaruh dari
angkatan sebelumnya dan juga pihak penguasa yang mereka anggap munafik dan
memasung kreativitas seni. Mereka menentang chauvinisme dan menganut paham
bahwa seni itu bersifat universal, tidak terkotak-kotak.
Pada tanggal 19 November 1946 lahirlah preambul Gelanggang. Isinya seolah-
olah menyuarakan era baru dengan menolak semangat Pujangga Baru dan
menggantikannya dengan kesadaran membangun kebudayaan Indonesia atas
usaha dan kemampuan sendiri dengan tidak melupakan peninggalan kekayaan
kultural nenek moyang. Puncak kreativitas mereka ialah diproklamasikannya
"Surat Kepercayaan Gelanggang", satupernyataan sikap yang dijadikan dasar
pegangan bagi anggota perkumpulan ini yang konsep awalnya berasal dari Asrul
Sani.

B. Lembaga Kebudayaan Rakyat Mukadimah


Menyadari rakyat adalah adalah satu-satunya pencipta kebudayaan dan bahwa
pembangunan kebudayaan Indonesia baru hanya dapat dilakukan oleh rakyat,
sehingga Pada tahun 1950, muncul sebuah organisasi yang bernama Lekra
(Lembaga Kebudayaan Rakyat). Organisasi kebudayaan ini merupakan respon
terhadap kelompok budaya “Gelanggang” yang di awal tahun 1950 menerbitkan
sikap kebudayaan mereka dalam “Surat Kepercayaan Gelanggang” sebagai
pewaris kebudayaan dunia. Berbeda dengan Seniman Gelanggang, Lekra
mengusung konsep kebudayaan kerakyatan seperti dijelaskan dalam pernyataan
sikap yang mereka sebut Mukadimah: “Menjadari bahwa rakjat adalah satu-
satunja pentjipta kebudajaan, dan bahwa pembangunan kebudajaan Indonesia
baru hanja dapat dilakukan oleh rakjat, maka pada tanggal 17 Agustus 1950

7
didirikan Lembaga Kebudajaan Rakjat yang disingkat Lekra”. Lekra memiliki
beberapa divisi, yaitu divisi seni suara, seni rupa, seni drama, sastra, filsafat, film,
dan olahraga.
Kongres Nasional Pertama Lekra yang diadakan di Solo, tanggal 22-28 Januari
1959 berhasil mengesahkan Lembaga Kebudayaan Rakyat Mukadimah. Dalam
Mukadimah tersebut disampaikan bahwa Lekra membantah pendapat mengenai
kesenian dan ilmu bisa terlepas dari masyarakat, Lekra mendorong kebenaran
dengan menolak sifat anti-kemanusiaan dan anti-sosial dari kebudayaan bukan-
rakyat, Lekra bekerja untuk membantu pembentukan manusia baru yang memiliki
segala kemampuan untuk memajukan dirinya dalam perkembangan kepribadian
yang bersegi banyak dan harmonis serta Lekra menganjur untuk mempelajari dan
memahami pertentangan-pertentangan yang berlaku di dalam masyarakat maupun
hati manusia.
Lekra bekerja khususnya di bidang kebudayaan, kesenian, dan ilmu
pengetahuan. Lekra bertujuan menghimpun tenaga dan kegiatan para penulis,
seniman, dan pelaku kebudayaan lainnya, serta berkeyakinan bahwa kebudayaan
dan seni tidak bisa dipisahkan dari rakyat.
Berdirinya Lekra tidak berlanjut ke masa-masa selanjutnya setelah peristiwa
G-30-S/PKI meletus Lekra dibubarkan berdasarkan Ketetapan MPRS No.
XXV/MPRS/1966 tentang Pelarangan Ajaran Komunisme, Leninisme, dan
Pembubaran Organisasi PKI beserta Organisasi Massanya. Para pengarang Lekra
seperti Pramodya Ananta Toer, Putu Oka Sukanta dan lain-lain dipenjara
bertahun-tahun oleh rezim Orde Baru tanpa diadili. Beberapa pengarang lainnya
yang berada di luar neger seperti di Belanda dan negara lainnya tidak dapat pulang
karena adanya larangan dari Pemerintah Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Beberapa dari mereka meninggal di negara-negara yang memberi suakanya.
Buku-buku para pengarang Lekra termasuk buku Sedjarah Kesusastraan
Indonesia Modern yang disusun Bakrie Siregar dilarang sesuai dengan instruksi
Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan RI No. 1381/1965 tanggal 30
November 1965. Ajip Rosidi mencatat ada 60 judul buku yang dilarang termasuk

8
karya Pramoedya Ananta Toer di awal kemerdekaan atau sebelum memjadi tokoh
Lekra yaitu Perburuan, Subuh, Percikan Revolusi, Keluarga Gerilya, Mereka yang
Dilumpuhkan, dan Bukan Pasar Malam.

C. Periode Angkatan 45
Bangsa indonesia dijajah oleh jepang pada tahun 1942-1945, pada masa itu
penggunaan bahasa Belanda dilarang oleh jepang dan penggunaan bahasa
Indonesia di sebarkan. maka itu sastra Indonesia menjadi semakin meningkat, para
pengarang dan seniman dikumpulkan bangsa jepang di Kantor Pusat kebudayaan
perkumpulan tersebut pun dinamakan Keimin Bunka Shidosho.
Periode Angkatan 45 dimulai tahun 1942, tidak lama sesudah masuknya
Jepang ke Indonesia. Periode ini merupakan pengalaman dan saat penting dalam
sejarah bangsa dan juga sastra Indonesia. Pada Periode ini terdapat kebijakan yang
dibuat, kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Segala macam surat kabar dan majalah dilarang terbit kecuali terbitan yang
berada dibawah pengawasan Jawa Shimbu Kai.
2. Pendirian kantor pusat kebudayaan yang pada dasarnya digunakan untuk
menindas kebudayaan Indonesia dan sebagai alat propaganda Jepang.

Penamaan angkatan ini dengan nama Angkatan 45 didasarkan pada peristiwa


politik, yaitu Kemerdekaan Indonesia. Di masa jepang hanya ada dua roman yang
hasil terbitan Balai Pustaka yaitu Cinta Tanah Air karangan Nur Sutan Iskandar
dan Palawija (1944) karangan Karim Halim. Kedua karya tersebut merupakan
roman propaganda yang tidak mempunyai nilai sastra. Sementara itu penulisan
cerpen dan sandiwara tumbuh dengan baik. Untuk penulisan sandiwara tumbuh
dengan baik mungkin juga karena banyaknya kegiatan POSD yang dipimpin oleh
Amijn Pane.

Saat itu dikenal juga dengan istilah sandiwara, yang dicipta oleh PKG
Mangkunegoro VII sebagai pengganti istilah toneel (bhs Belanda berarti
pertunjukan). Menurut Ki Hajar Dewantara sandi=lambang, wara artinya

9
wewarah. Dengan begitu sandiwara berarti ajaran yang disampaikan secara tidak
langsung. Sandiwara merupakan pengajaran yang dilakukan dengan perlambang
(Harymawan, 1988:2).

1. Di masa/periode maya (didirikan Usmar Ismail 1944) telah ada: Tujuan


kejayaan budaya Indonesia (bukan budaya barat).
2. Tradisi penulisan lakon dan peranan sutradara yang tegas. Sementara itu, di
masa pendudukan Jepang, lakon (baca: sandiwara) tetap hidup.

Adapun lakon dapat terus hidup karena (Boen, 1971: 38):

1. Adanya Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso) serta Pusat Sandiwara


sebagai alat propaganda Jepang.
2. Blokade pemerintah Jepang atas pengaruh asing.

Situasi yang berantakan ini, termasuk masalah ekonomi, memiliki kaitan


terhadap pengarang. Pada saat ini pengarang ikut menjadi hemat dalam kata-kata.
hal ini dapat dilihat dari gaya Idrus. Gaya Idrus itu dikenal sebagai gaya-menyoal-
baru (nieuw zakelijkheids stijl).

Pertama kali angakatan 45 diperlihatkan oleh Rosihan Anwar di majalah Siasat


tanggal 9 Januari 1949. Angkatan 45 disebut juga Angkatan Kemerdekaan.
Sebelumnya angkatan 45 di namai antara lain: Angkatan Chairil Anwal, Angkatan
Perang, Angkatan sesudah Perang, Angkatan sesudah Pujanga Baru, Generasi
Gelanggang, Angkatan Pembebasan (Jassin, 1985: 2). Tetapi sepertinya nama
Angkatan 45 lebih disukai.

D. Ciri Angkatan 45
1. Gaya realisme, simbolik, ekspresionisme.
2. Individualisme menonjol
3. Filsafat eksistensialisme mulai dikenal
4. Masalah kemanusiaan yang umum, misal hak asasi manusia

10
Ciri Angkatan 45 umumnnya ditandai oleh realisme, dimana karya-karya
cenderung menggambarkan kehidupan sehari-hari dengan akurasi yang tinggi.
Gaya simbolik juga muncul, memperkenalkan unsur-unsur simbol untuk
menyampaikan makna mendalam. Selain itu, ada cenderung menonjolnya
individualisme dalam karya seni, yang menekankan ekspresi diri dan pengalaman
pribadi. Pada saat yang bersamaan, filsafat eksistensialisme mulai dikenal, yang
mengekplorasi makna eksistensi dan kebebasan individu. Isu-isu kemanusiaan,
seperti hak asasi manusia, juga menjadi fokus perhatian dalam karya-karya pada
periode ini. Berikut ini merupakan contoh karya sastra dari pada ciri Angkatan
45.

1. Gaya Realisme, Simbolik, Ekspresionisme


Contoh: "Layar Terkembang" karya Sutan Takdir Alisjahbana
(realisme).
2. Individualisme Menonjol
Contoh: "Darah Muda" karya Trisno Sumardjo (menggambarkan
perjuangan individu).
3. Filsafat Eksistensialisme Mulai Dikenal
Contoh: "Peri Kecil di Sungai Nitai" karya Chairil Anwar
(menggambarkan pilihan eksistensial).
4. Masalah Kemanusiaan, Misalnya Hak Asasi Manusia
Contoh: "Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma" karya Pramoedya
Ananta Toer (menggambarkan ketidakadilan dan hak asasi manusia).

E. Karya – Karya Seniman 45


Beberapa karya seniman Angkatan 45 dalam bidang sastra dan sastra drama
antara lain:
Tahun 1947 Trisno Sumardjo dan S. Soedjoyono menerbitkan majalah
Seniman di Solo. Sementara itu, M. Balfast bersama Sudjati S. A tahun 1953
mendirikan majalah Kisah, majalah khusus cerpen. Karya-karya Chairil

11
Anwar:Kerikil Tajam dan yang Terempas dan yang Putus (1949, kumpulan puisi),
Deru Campur Debu (1949, kumpulan puisi), Tiga Menguak Takdir (1950,
kumpulan puisi bersama Rivai Apin dan Asrul Sani). Karya-karya Asrul Sani
antara lain: "Bola Lampu" (cerpen), "SahabatSaya Cordiaz" (cerpen), "Si Penyair
Belum Pulang" (cerpen), "Perumahan bagi Fadjria Novari" (cerpen), "Dari Suatu
Masa dari Suatu Tempat" (cerpen).
Karya Idrus antara lain: Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (1948,
kumpulan cerpen), Keluargo Surono (1948, drama). Perempuan dan Kebangsaan
(1949, roman autobiografis), Aki (1950). Dengan Mata Terbuka (1961). Hati
Nurani Manusia (1963).
Karya-karya Usmar Ismail antara lain: Puntung Berasap (1949, keumpulan
puisi), Sedih dan Gembira (1949, kumpulan drama), berisi: "Api", "Liburan
Seniman", dan "Citra". "Ayahku Pulang" merupakan drama saduran dari "Chichi
Kaeru” karangan Kikuchi Kwan. "Ayahku Pulang" kemudian difilmkan dengan
judul "Dosa Tak Berampun. "Mutiara dari Nusa Laut" (drama), "Mekar Melati"
(drama); "Tempat yang Kosong" (drama).
. Karya-karya Amal Hamzah antara lain:Gitanyali (1947), terjemahan.
Pembebasan Pertama (1949), kp. Buku dan Penulis (1950), k kritik Karya-karya
Rosihan Anwar antara lain: Raja Kecil, Bajak Laut di Selat Malaka (1967)
Aoh K Hadimaja antara lain: Zahra (1952, kumpulan puisi), Manusia dan
Tanahnya (1952, kumpulan cerpen & reportasiliteree), Beberapa Paham Angkatan
'45 (1952, kumpulan esai).
Karya-karya St. Nuraini antara lain: "Sajak buatAnak yang Takkan Lahir"
(puisi) Karya S. Rukiah: Tandus (1952, kumpulan puisi cerpem). Kejatuhan dan
hati (1950, roman) Karya-karya Suwarsih Djojopuspito antara lain: Buiten het
Gareel (Di Luar Garis) (1941, roman), Tujuh Cerita Pendek (1951, kumpulan
cerpen), Empat Serangkai (1954, kumpulan cerpen). Karya-karya Maria Amin
antara lain: prosa lirik "Tengoklah Dunia Sana". Karya-karya Nursjamsu (wanita)
antara lain: cerpen "Terawang" (1948, di majalah Gema Suasana).

12
F. Sejarah Lahirnya Angkatan 45
Angkatan ’45 lahir dalam kondisi lingkungan yang sangat memprihatinkan dan
keras. Sastra angkatan 45 ini lahir saat Indonesia masih dalam belenggu
pendudukan Jepang menuju kemerdekaan dan terjadinya perubahan iklim politik
di Indonesia. Kelahiran angkatan ini memberi warna baru dalam angkatan sastra
Indonesia dan penuh kontroversi. Kontroversinya adalah angkatan 45 berani
untuk mendobrak dan melanggar aturan-aturan sastra yang telah dibuat
sebelumnya. Sastra angkatan ini mengikrarkan dirinya dan mempunyai identitas
yang jelas, tidak seperti angkatan sebelumnya yang tunduk pada penjajah yang
dianggap mencoreng dan mengkhianati bangsa Indonesia itu sendiri. Seperti
halnya yang dilakukan oleh angkatan Balai Pustaka yang dinilai tunduk pada
“Volkslectuur”, yakni lembaga kesustraan kolonial Belanda, dan Angkatan
Pujangga Baru dinilai menghianati identitas bangsa karena terlalu berkiblat ke
Barat. Angktan ini pun berdiri dengan tegak sebagai penolakan dari angkatan-
angkatan sebelumnya.
Sastra angkatan 45 ini pun menjadi pusat perhatian para sastrawan diseluruh
Indonesia. Hal ini merujuk pada beraninya sastra ini dalam melanggar aturan-
aturan sastra yang di ada. Oleh karena itu, hal inilah yang menjadi ciri khas dan
lahirnya identitas barudalam sastra angkatan 45 ini. Penggerak dalam sastra
angkatan ini pun adalah mereka yang menaruh perhatian besar, memberi
sumbangsih buah pikirannya dan berjuang bersama dalan sastra angkatan ini. Para
sastrawan yang tergabung dalam sastra angkatan ini seolah ingin bebas dari
kekangan budaya asing yang mengikat budaya Indonesia.
Pelopor dari sastra angkatan 45 adalah Rosihan Anwar, seorang sejarawan,
sastrawan, dan budayawan di Indonesia. Beliau mengikrarkan nama angkatan ini
dalam lembar kebudayaan “Gelanggang.” Setelah penamaan angkatan itu, banyak
tanggapan positif yang di dapat Rosihan Anwar, para sastrawan pun setuju dan
menyepakati atas penamaan angkatan ini, terutama mereka yang tergabung dalam
sastra periode 40-an.

13
Manifer angkatan 45 termuat dalam majalah siasat pada tanggal 23 oktober
1945 berupa surat kepercayaan gelanggang 18 februari 1950 yang dapat dilihat
patokan-patokan angkatan 45 yaitu:
1. Wujud peryataan fikiran lebih dipentingkan
2. Kepribadian seseorang hendaknya menjadi pegangan dan ukuran nilai
mencipta
3. Nilai-nilai baru harus ditempatkan setelah nilai-nilai lama dihancurkan
4. Pencipta harus mempunyai kebebasan penuh dalam penciptaan
pengarangnya
5. Tekanan difokuskan pada kebudayaan dunia harus bersifat universal

G. Sifat Kesusatraan Angkatan 45


Karya sastra Angkatan ’45 lebih bersifat realistik dibandingkan dengan karya
sastra Angkatan Pujangga Baru yang idealistik-romantik, cerita yang diangkat
dalam karya sastra ini lebih mengedepankan nilai perjuangan untuk merebut
kemerdekaan dan pengalaman hidup sosial, politik, budayanya yang telah
mewarnai karya angkatan ini. Para penyair angkatan ’45 membedakan dirinya
dengan angkatan lain dengan visi dan misi mereka. Secara individual mereka pun
berbeda-beda karakter. Chairil Anwar yang anarkis, sedangkan Asrul Sani
moralis. Kedua penyair ini menggunakan bahasa yang digunakan sehari-hari
mereka sehingga kita dapat membayangkan apa yang dimaksud dari mereka.
Adapun sifat kesusastraan Angkatan 45 antara lain sebagai berikut:
1. Isi cerita mengenai penderitaan rakyat yang diakibatkan oleh kekejaman
penjajah. Angkatan 45 mengeksplorasi tema penderitaan rakyat dibawah
penjajahan, menggambarkan kenyataan kehidupan yang sulit dan
ketidakadilan yang dialami masyarakat.
2. Bentuk karangnya biasanya berupa novel dan cerpen. Karya-karya dalam
bentuk novel dan cerpen mendominasi, memberikan ruang untuk
menyampaikan pesan secara mendalam, dalam format yang lebih terbatas.

14
3. Bahasanya pendek-pendek tapi padat dan agak kasar, kurang
memperhatikan ejaan. Gaya bahasa cenderung singkat dan lugas, dengan
penekanan pada ekspresi yang kuat. Kadang kala, ejaan tidak menjadi
fokus utama, sehingga menonjolkan esensi pesan yang ingin disampaikan.
Sifat-sifat ini mencerminkan semangat kebangsaan dan perlawanan terhadap
ketidakadilan yang menjadi sorotan utama Angkatan 45.

H. Ciri-Ciri Angkatan 45
Ciri-ciri karya sastra Prosa, Puisi, Pantun, Syair, dan Drama pada Angkatan 45
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Prosa (Novel dan Cerpen)
Realisme yang Kritis. Karya prosa pada Angkatan 45 cenderung menadopsi
realisme yang kritis dengan fokus pada keadaan sosial-poolitik dan
penderitaan rakyat.
Contoh : “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer.
2. Puisi
Ekspresif dan Emosional. Puisi pada Angkatan 45 mencirikan ekspresi
emosional yang kuat, seringkali mencerminkan perasaan kekecewaan dan
semangat perjuangan.
Contoh : Puisi “Aku” dan “Diponegoro” karya Chairil Anwar.
3. Pantun
Semangat Nasionalisme. Pantun pada Angkatan 45 mengandung semangat
nasionalisme dan mencerminkan perjuangan mewalan penjajah.
Contoh : Pantun-pantun W.S. Rendra yang mencerminkan semangat
kebangsaan.
4. Syair
Pemikiran Pribadi dan Perasaan. Syair pada Angkatan 45 seringmenjadi
sarana untuk menyuarakan perasaan dan pemikiran pribadi.
Contoh : Syair-syair Chairil Anwar yang mencerminkan suasana hati dan
pemikirannya.

15
5. Drama
Konflik Sosial dan Perjuangan. Drama pada Angkatan 45 mencerminkan
perjuangan dan konflik sosial yang dihadapi masyarakat pada masa itu.
Contoh : “Darah Muda” Karya Utuy Tatang Sontani, yang menggambarkan
semangat perlawanan pemuda.

I. Tokoh-Tokoh Angkatan 45
1. Chairil Anwar
Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 juli 1922. Ia mengenyam pendidikan
Mulo (SMP) kelas I di Medan kemudian ia pindah ke Mulo Jakarta sampai
kelas II. Dia menulis pada tahun 1943 (permulaan zaman penduduk Jepang
dan ia wafat di RSUP Salemba Jakarta pada tangga 24 April 1949.
Chairil Anwar adalah pembawa aliran ekspresionalisme dalam karya yang
dibuatnya, yaitu satu macam aliran yang mengedepankan pada sumber asal
pikiran dan keinsafan. Pikran dan keinsafan dalam pertumbuhannya yang
pertama, belum lagi diatur dan disusun, dipengaruhi oleh pikiran dan
keinsafan luar, penyalahn dan pemebtulan dari luar.
Chairil Anwar sangan bersahabat dengan pujangga- pujangga seluruh dunia.
Ia juga mempelajari pujangga-pujangga luar negeri. Penyair Rilke, Marsman,
dan Slauerhoft sangat besar pengaruhnya kepadanya di samping pujangga
pemberontak Nietzche yang sangat dikaguminya. Pergaulannya pun sangat
luas, dia tidak pilih-pilih dalam berteman, ada beberapa temannya dari
kalangan rendah, seperti tukang becak, para pengemis, dan tukang lowak, ia
juga bersahabat dengan Bung Sjahir, bahkan dengan Bung Karno dan Bung
Hatta. Ini adalah sebagian dari karya-karya yang ditulisnya :
a. Aku (1943)
b. Deru Campur Debu (1949)
c. Kerikil Tajam dan Yang Terhempas dan Yang Putus (1949).

16
2. Asrul Sani
Asrul Sani lahir pada 10 Juni 1926 di Rao, Sumatra Barat. Ia luluran
Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan Bogor. Pada waktu revolusi, ia
memimpin Laskar Rakyat, kemudian menjadi tentara. Ia menerbitkan harian-
perlawanan “Suara Bogor”, korektor di percetakan, redaktur “Gema Suasana”.
Prof. Dr. Teeuw berpendapat bahwa sifat karangan-karangan Asrul Sani
agaknya sejelas-jelasnya dilukiskan oleh ucapannya sendiri dalam salah satu
esainya, tatkala ia mengatakan; ‘ini (jalan keakuan dalam kesusastraan) adalah
suatu penyelamat dalam masyarakat semacamdemokrasi yang hendak
mencekik tiap-tiap kebangsawanan jiwa.
Angkatan ’45 mempunyai konsepsi humanisme universal. Asrul Sani (yang
muak mendengar nama itu) ia berkata pada akhir ’49: Derita dunia ialah derita
kita, karena kita adalah ahli waris dunia yang sah dari kebudayaan dunia. Dan
selanjutnya pula: ‘Temuilah manusia dulu, tidak saja dengan pikiran, tetapi
dengan kaki dan tangan, biarkan segala kelenjar dalam tubuh bekerja dan
hormon-hormon tertumpah dalam darah sebanyak-banyaknya. Kita mesti
berani dulu memandang manusia sonder baju, sonder kegagahan, pretensi dan
segala yang tidak kita temui dalam darah daging, dalam esensinya. Sebagian
karya-karya yang ditulis olehnya:
a. Tiga Menguak Takdir (kumpulan sajar bersama Chairil Anwar dan
Rivai Avin, 1950)
b. Mahkamah (drama, 1988)
c. Mantera (kumpulan sajak, 1975
3. Rivai Apin
Rivai Apin dilahirkan pada tanggal 30 Agustus 1927 di Padang Panjang. Ia
berpendidikan SMA. Pekerjaanya tukang catut, pembantu pada badan
kepolisian, redaaktur majalah:”Noesantara”, redaktur:”Gema Suasana”,
selanjutnya ia jadi redaktur”Gelanggang” dari warta sepekan “Siasat” dan
pembantu “Zeinth” sejak Juni 1951.

17
Rivai Apin bersama-sama dengan Chairil Anwar dan Asrul Sani menyusun
Tiga Menguak Takdir. Dibawah ini salah satu contoh puisi karyanya.
TALI JANGKAR PUTUS
Memang terasa
Satu-satu tali dalam bulatan itu putus
Dan setiap satu putus bertambah ngeri
Hati penumpang kapal.
Akhirnya putus jua semua
Satu-satu tali dalam bulatan putus
Ini napas satu-satunya pula pergi
Tiap menit, tiap detik
Entah pabila habis semua.
Laut jawa
Sajak Rivai Apin diatas menggunakan kata-kata yang biasa, sehingga
kandungannya mudah dipahami. Sajak tersebut menggambarkan betapa ngerinya
perasaan orang yang mengalami peristiwa itu. Inilah sebagian karya-karya yang
ditulis olehnya:
a. Tiga Menguak Takdir (kumpulan sajar bersama Chairil Anwar dan Rivai
Avin, 1950)
b. Gema Tanah Air (1948)
c. Dari Dua Dunia yang Belum Sudah (1972)
4. Idrus
Idrus lahir di Padang pada tanggal 21 September 1921 – Wafat di Padang 18
Mei 1979 pada umur 51 tahun. Ia tamatan SMT. Semasa Jepang, ia bekerja pada
Balai Pustaka dan PUSD (Perserikatan Usaha Sandiwara Jawa). Prof. Dr. Teeuw
berpendapat bahwa menimbang karangankarangan Idrus adalah agak sukar.
Bukankah ia pengarang prosa yang 148 pertama dari angkatan ’45 yang dikenal
namanya dengan karangankarangannya yang bernama Surabaya dan Corat-Coret
di Bawah Tanah sama tegasnya ia membuktikan putusnya perhubungan antara
prosa sebelum dan prosa sesudah perang, sebagaimana Chairil Anwar melakukan

18
demikian itu bagi puisi dengan sajak-sajaknya dan dalam pekerjaan itu, menurut
perasaan saya, ia akan mencapai tingkat mutu yang lebih tinggi daripada
kebanyakan yang terbit sebelum dan sesudah itu di dalam bahasa Indonesia. a.
Chairil Anwar adalah pelopor Angkatan ‘45 b. Idrus adalah pengarang prosa yang
pertama dari Angkatan ’45.
Idrus adalah anggota aktuil, sebuah kelompok sastrawan yang aktif pada
tahunn 1950-an. Karyanya mencerminkan realisme sosial dan kepekaan terhadap
masalah-masalah sosial pada masanya. Meskipun kurang mencolok dibandingkan
dengan beberapa tokoh Angkatan 45 lainnnya, Idrus memberikan kontribusi yang
berarti dalam perkembangan sastra Indonesia. Idrus tetap diingat sebagai salah
satu penulis Indonesia yang menyumbang pada perkembangan sastra dan
pemikiran di Indonesia pada masa Angkatan 45.
Sebagian karya-karya yang ditulis olehnya:
a. Surabaya
b. Aki
c. Dengan Mata Terbuka
Cerpen:
a. Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (1948)
b. Anak Buta
Drama:
a. Keluarga Surono (1948)
b. Djibaku Aceh (1945)
c. Dokte Bisma.

J. Sejarah Angkatan 45
Angkatan ‘45 merupakan sebuah nama bagi angkatan penyair setelah pudarnya
ekstitensi angkatan Pujangga Baru, kata Angkatan ‘45 sendiri dipopulerkan
pertama kali oleh Rosihan Anwar dalam majalah Siasat yang diterbitkan tanggal
9 Januari 1949 (Teew, 1980:169). Terkecuali bagaimana polemik yang meyertai
penamaan tersebut. Karena dalam sastra tidak bisa dibayangkan rangkaian periode

19
seperti balok-balok batu yang dijajarkan secara berurutan,melainkan saling
tumpang tindih (Wellek via Pradopo, 1995:3).
Angkatan ’45 berbeda sekali dengan angkatan pujangga baru, para sastrawan
tidak memiliki identitas yang khas yang berbau Indonesia. Sebaliknya justru
banyak sastrawan yang mengarahkan karyanya yang kearah Barat - baratan, para
sastrawan justru merusak adat ketimuran seperti melecehkan dan menghina
budaya ketimuran.Semua yang berkaitan dengan yang berbau Barat dipuja-puja
dan malah menjadi kiblat mereka untuk berkarya. Mereka juga menjadi bagian
dari kebudayaan Barat, di samping ada juga yang bertahan dengan kebudayaan
tradisi Timur. Pendapat pro dan kontra antar sastrawan mulai bermunculan. Kubu
Timur dana kubu Barat itu memiliki kekuatan yang seimbang. Akhirnya muncul
polemik kebudayaandi tahun 1933-1935 yang kini sering menjadi acuan dalam
mencariidentitas kebudayaan nasional.
Para Sastrawan Angkatan ’45 memiliki konsep seni yang diberi judul Surat
Kepercayaan Gelanggang yang merupakan seni sastra Angkatan ‘45. Konsep itu
tidak berbeda seperti naskah proklamasi, yang berbunyi, “Kami adalah ahli waris
yang sahdari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan
carakami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertianrakyat
bagi kami adalah kumpulan campur baur dari mana duniadunia baru yang sehat
dapat dilahirkan. ”Memperhatikan konsep seni seperti itu, mulailah para
sastrawandan budayawan mempunyai era tersendiri yang tidak ingin dipengaruhi
pihak lain bermaksud untuk focus dalam menciptakan karya - karyanya. Mereka
yang bernaung di bawah payung Angkatan ‘45 ini ingin bebas berkarya sesuai
alam kemerdekaan dan hati nurani. Mereka juga mengaku lahir di tengah-tengah
masyarakat yang bercampur baur. Walaupun demikian, para sastrawan
menginginkan suasana baruyang lebih baik dari sebelumnya. Cita-cita
kemerdekaan Angkatan ’45 itu yang tertuang dalam konsep Surat Kepercayaan
Gelanggang juga sangat berani, seperti kutipan berikut: “Ke-Indonesiaan kami
tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam
atau tulang pelipis kami yang menjorok ke depan, tapi lebih banyak oleh apa yang

20
diutarakan oleh wujud pernyataan hati kami. Kami tidak akan memberikan suatu
kata ikatan untuk kebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara tentang
kebudayaan Indonesia kami tidak ingin kepada melap-lap hasil kebudayaan lama
sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi memikirkan suatu penghidupan
kebudayaan baru yang sehat.... ”
Pernyataan agak bombastis itu merupakan sindiran terhadap polemik
kebudayaan padai era Pujangga Baru. Zaman itu sastrawan terpecah menjadi dua.
Di satu pihak pro Barat dan di pihak lain proTimur. Sampai berakhirnya masa
Pujangga Baru, pro dan kontra terhadap identitas kebudayaan nasional masih
menyisakan polemik dan menjadi sebuat sejarah yang diingat.Kehadiran
Angkatan ‘45 seperti dalam konsep seninya itu, jelas tidak menginginkan polemik.
Chairil Anwar, Idrus, Pramudya, Asrul Sani, dan lain- lain tidak memberikan kata-
kata kunci tentang kebudayaan Indonesia. Mereka juga tidak ingin menggosok-
gosok kebudayaan lama yang telah usang. Para sastrawan itu memandang ke
depan untuk mengisi kemerdekaan. Apa yang diungkapkan dalam sastra adalah
suasana Indonesia dengan pikiran-pikiran Indonesia yang hidup dalam
masyarakat dan zamannya.

K. Tokoh dan Karya Terbaik Pelopor Angkatan 45


Chairil Anwar (lahir di Medan, Sumatra Utara, 26 Juli 1922 – wafat di Jakarta, 28 April
1949 pada umur 26 tahun) Chairil Anwar seorang sastrawan yang dikenal sebagai
sebagai penulis buku yang berjudul “Si Binatang Jalang” beliau adalah pelopor atau
penggagas Angkatan ‘45 yang menciptakan trend baru pemakaian kata dalam berpuisi
yang terkesan sangat lugas, solid, dan kuat. Dia bersama temannya Asrul Sani dan Rivai
Apin memolopori puisi modern Indonesia. Chairil Anwar tidak tumbuh sendiri dalam
sebuah ruang kosong. Masa-masa kehadirannya merupakan masa-masa yang subur
dalam sejarah Angkatan 45 dan menarik dilihat dari berbagai segi. Secara sosial, saat itu
merupakan masa revolusioner, revolusioner sendiri adalah sebuah masa peralihan atau
pergantian dari situasi sebagai bangsa terjajah menuju gairah kemerdekaan dari sebuah

21
bangsa yangmuda. Masa-masa itu, juga merupakan masa-masa spektakuler yang luar
biasa dalam jalan sejarah dan tata dunia.
Chairil Anwar dianggap sebagai tokoh dan karya terbaik pelopor Angkatan 45
karena beberapa alasan berikut:
1. Revolusioner dalam Gaya Bahasa
Chairil Anwar membawa revolusi dalam bahasa puisi Indonesia. Gaya
bahasanya yang bebas, kontroversi, dan berani memecah tradisi sastra
pada masanya.
2. Ekspersi Emosional yang Kuat
Karya-karya Chairil Anwar mencerminkan perasaan emosional yang
kuat, merangkum perasaan dan pemikirannya tentang cinta, kehidupan
dan semangat revolusi.
3. Semangat Kebangsaan dan Perlawanan
Puisi-puisi Chairil Anwar mencerminkan semangat kebangsaan dan
perlawanan terhadap penjajah, sesuai dengan semangat Angkatan 45.
4. Inovatif dalam Gaya dan Tema
Inovasi Chairil Anwar dalam gaya bahasa dan pemilihan teman menjadi
tonggak penting dalam perkembangan puisi modern Indonesia.
5. Menginspirasi Generasi Penerus
Karyanya memberikan inspirasi kepada generasi penerus sastra
Indonesia untuk lebih berani mengeksplorasi bahasa dan menyuarakan
pandangan kritis.
6. Pengaruh yang Luas
Chairil Anwar mempunyai pengaruh yang mendalam di kalangan
sastrawan dan pembaca. Puisi-puisinya menjadi referensi dan acuan
dalam perkembangan puisi Indonesia.
Meskipun hidupnya singkatm karya-karya Chairil Anwar telah menciptakan
jejak penting dalam sejarah sastra Indonesia, khususnya dalam membentuk
semangat dan indentitas Angkatan 45.

22
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Sastra Indonesia pada periode 1945 ditandai oleh keberagaman bentuk kreatif,
fokus kritis terhadap realitas sosial-politik, dan semangat kebangsaan. Pelopor
Angkatan 45, seperti Chairil Anwar dan Pramoedya Ananta Toer, memberikan
kontribusi besar dalam membentuk identitas sastra nasional dengan karya-karya
yang revolusioner. Pada masa itu, sastra Indonesia menjadi saluran penting untuk
menyuarakan perlawanan terhadap penjajahan dan membangun kesadaran
intelektual.

23
DAFT AR PUSTAKA

Putra, G.D. 2017. Sejarah Sastra Angkatan 45. Diakses pada 15 November 2023
dari http://djoernalgalih.blogspot.com/2016/12/sejarah-sastra-angkatan-
45.html?m=1

Maguna Eliastuti, Sri Mulyani, Endang Sulistijani, & Tio Zulfan Amri. Modul
Sejarah Sastra Indonesia. Diakses pada 15 November 2023.

Gisca, S. 2022. Mengenal Angkatan 45 dalam Sejarah Sastra Indonesia. Diakses


pada 15 November dari
https://www.kompas.com/skola/read/2022/11/25/200000969/mengenal
angkatan-45-dalam-sejarah-sastra-indonesia
?amp=1&page=2&_gl=1*ijn33c*_ga*YW1wLUx4N2xKWmhILUNNcFpVZ
UU0SGZCbmpUams0R1hxS2sxVDg5UGh5T3laVjQ5Z3c4SlZKQTkxU3c3Yl
NzZGxvZE0.*_ga_77DJNQ0227*MTcwMDExMDQ4MC42LjEuMTcwMDE
xMDY0MC4wLjAuMA..*_ga_7KGEC8EBBM*MTcwMDExMDQ4MC42Lj
EuMTcwMDExMDY0MC4wLjAuMA

Lembaga Sastra. 2016. Gelanggang Seniman Merdeka. Diakses pada 15


November 2023 dari
https://ensiklopedia.kemendikbud.go.id/sastra/artikel/Gelanggang_Seniman_M
erdeka

Wicaksono, A. 2017. Pengkajian Prosa Fiksi. Yogyakarta : Garudhawaca.

Wirawan, Y. 2023. Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA). Diakses pada 15


November 2023 dari
https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Lembaga_Kebudayaan_Rakyat_(LEKRA)

24
Prasety, E.J. 2023. Perjalanan Batin Seniman di Wilayah Malang Raya Pasca-
G30SPKI : Pendekatan Konflik KURP Lewin. Diakses pada 15 November 2023
dari https://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/tmmt/article/view/15674/3442

Qadhafi, M. 2022. Possition Ambiguity : Gelanggang, Asrul Sani, N “Sahabat


Saya Cordiaz”. Diakses pada 15 November 2023 dari
http://gramatika.kemdikbud.go.id/index.php/gramatika/article/view/421

Rachman, A. 2022. Mengenal Angkatan 45 dalam Sejarah Sastra Indonesia.


Diakses pada 15 November dari
https://amp.kompas.com/skola/read/2022/11/25/200000969/mengenal-
angkatan-45-dalam-sejarah-sastra-indonesia-

25

Anda mungkin juga menyukai