Anda di halaman 1dari 19

CIRI KHAS LUKISAN PERIODE SANGGAR (1945-1950) DAN PERIODE

SENIMAN AKADEMI (1950-AN) DAN PENYANDINGAN TERHADAP


KARYA-KARYA PADA SENIMAN AKADEMISI

Makalah

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Sejarah Seni Rupa
Indonesia II” yang diampu oleh

Dewi Munawwarah Sya'bany, S.Pd., M.Ds.

oleh :

RIZKI WIDYARTO - NIM. 1702095

MILAINIA RAMADHANI – NIM. 1700485

M. IRKHAM SADDAD – NIM. 1701216

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SENI RUPA

FAKULTAS PENDIDIKAN SENI DAN DESAIN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal. Untuk itu penulis
bersyukur dan menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki makalah observasi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah observasi tentang “CIRI KHAS
LUKISAN PERIODE SANGGAR (1945-1950) DAN PERIODE SENIMAN
AKADEMI (1950-AN) DAN PENYANDINGAN TERHADAP KARYA-
KARYA PADA SENIMAN AKADEMISI” ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bandung, 21 Mei 2018

Penulis
LUKISAN MASA PERIODE SANGGAR(1945-1950) / MASA PASCA
KEMERDEKAAN

Karya-karya seni rupa baru cenderung bersifat eksperimental atau


memberi pengalaman baru dari apa yang telah ada dengan maksud memenuhi
tuntutan zaman dan situasi yang berkembang. Seniman dalam grup ini adalah
Harsono, Nanik Mirna, Siti Adiyati Subangun, Ris Purwono, S. Prinka, Bonyong
Munni Ardhi, dan Jim Supangkat.
Periode Persagi, pada masa ini di Indonesia sedang terjadi pergolakan.
Bangsa Indonesia berjuang untuk mendapatkan hak yang sejajar dengan bangsa-
bangsa lain, terutama hak untuk merdeka dari penjajahan asing. Pergolakan di
segala bidang pun terjadi, seperti dalam bidang kesenian yang berusaha mencari
ciri khas Indonesia. Pelopor masa ini yang dikenal memilki semangat tinggi
adalah S. Sdjojono, ia tidak puas dengan kehidupan seni rupa Jelita yang serba
indah, karena dianggap bertolak belakang dengan kejadian yang melanda bangsa
Indonesia.
Sebagai langkah perjuangannya maka S. Sudjojono dan Agus Jayasuminta
bersama kawan-kawannya mendirikan PERSAGI (Persatuan Ahli-ahli Gambar
Indonesia). Persagi bertujuan untuk mengembangkan seni lukis di Indonesia
dengan mencari corak Indonesia asli. Konsep persagi itu sendiri adalah semangat
dan keberanian, bukan sekedar kecakapan melukis melainkan melukis dengan
tumpahan jiwa. Karya-karya S. Sudjojono (Di depan kelambu terbuka, Cap Go
Meh, Jongkatan, Bunga kamboja), karya Agus Jayasuminta (Barata Yudha,
Arjuna wiwaha, Dalam Taman Nirwana), karya Otto Jaya (Penggodaan, Wanita
impian).
Peiode Pendudukan Jepang, kegiatan melukis pada masa ini dilakukan
dalam kelompok Keimin Bunka Shidoso. Tujuannya adalah untuk propaganda
pembentukan kekaisaran Asia Timur Raya. Kelompok ini didirikan oleh tentara
Dai Nippon dan diawasi oleh seniman Indonesia, Agus Jayasuminta, Otto Jaya,
Subanto, Trubus, Henk Ngantung, dll. Untuk kelompok asli Indonesia berdiri
kelompok PUTRA (Pusat Tenaga Rakyat), tokoh-tokoh yang mendirikan
kelompok ini adalah tokoh empat serangkai yaitu Ir. Sukarno, Moh. Hatta, KH.
Dewantara dan KH. Mas Mansyur. Khusus yang menangani bidang seni lukis
adalah S. Sudjojono dan Affandi. Pelukis yang ikut bergabung dalam Putra
diantaranya Hendra Gunawan, Sudarso, Barli, Wahdi, dll. Pada masa ini para
seniman memiliki kesempatan untuk berpameran, seperti pameran karya dari
Basuki Abdullah, Affandi, Nyoman Ngedon, Hendra Gunawan, Henk Ngantung,
Otto Jaya, dll.
Periode Akademi (1950), Pengembangan seni rupa melalui pendidikan
formal. Lembaga Pendidikan yang bernama ASRI yang berdiri tahun 1948
kemudiaan secara formal tahun 1950 Lembaga tersebut mulai membuat rumusan-
rumusan untuk mencetak seniman-seniman dan calon guru gambar. Pada tahun
1959 di Bandung dibuka jurusan Seni Rupa ITB, kemudian dibuka jurusan seni
rupa disemua IKIP diseluruh Indonesia.
Setelah Jepang keluar dari bumi Indonesia, dunia seni lukis mendapatkan
angin segar. Masa kemerdekaan benar-benar mendapatkan kebebasan yang
sesungguhnya. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai kelompok atau
perkumpulan seniman Lukis Indonesia, yaitu antara lain :

 Sanggar Masyarakat (1946) dipimpin Affandi, kemudian diganti


nama menjadi SIM (Seniman Indonesia Muda) yang dipimpin oleh S.
Sudjojono;
 Pelukis Rakyat (1947), Affandi dan Hendra Gunawan keluar dari
SIM dan mendirikan Pelukis Rakyat dipimpin oleh Affandi;
 Perkumpulan Prabangkara (1948);
 ASRI (Akademi Senirupa (1948), tokoh-tokoh pendirinya RJ.
Katamsi, S.Sudjojono,Hendra Gunawan, Jayengasmoro, Kusnadi dan
Sindusisworo;
 Tahun 1950 di Bandung berdiri Balai Perguruan Tinggi Guru
Gambar yang dipelopori oleh Prof. Syafei Sumarya, Mochtar Apin,
Ahmad Sadali, Sujoko, Edi Karta Subarna;
 Tahun 1955, berdiri Yin Hua oleh Lee Man Fong ( perkumoulan
pelukis Indonesia keturunan Tionghoa);
 Tahun 1958, berdiri Yayasan seni dan desain Indonesia oleh Gaos
Harjasumantri.
 Tahun 1959, berdiri Organisasi Seniman Indonesia oleh Nashar.

Perjalanan Sejarah Seni setelah kemerdekaan dari tahun ke tahun di jelaskan


secara detail seperti di bawah ini :

Th. 1945 telah ada perkumulan seni lukis di Yogyakarta dengan nama
Pusat Tenaga Pelukis Indonesia disingkat PTPI. Ketua Djajangasmoro dan
Anggotanya Sindusisworo, Indrosughondo. Kegiatannya mengadakan kursus
menggambar serta pembuatan poster. Th. 1945 di Surakarta berdiri Himpunan
Budaya Surakarta dengan ketua Dr. Moerdowo.

Th. 1946 di Medan berdiri perkumpulan seni “Angkatan Seni Rupa


Indonesia” yang disingkat ASRI Ketuanya Dr. Djulham, anggotanya Nasjah
Djamin, Hasan Djafar, Tino. S.
Th. 1946 di Bukittinggi berdiri Seniman Indonesia Muda yang disingkat SEMI
dengan Ketua Zetka, dan anggota A.A. Navis, Zanain.
Th. 1946 berdiri sanggar Seniman masyarakat yang dipimpin oleh Afandi.
Tidak lama kemudian namanya diganti menjadi Seniman Indonesia Muda (SIM)
dengan pergantian pimpinan oleh S. Sudjojono. Kegiatan yang dilakukan dengan
mengadakan latihan melukis bersama, Pameran bersama dilaksanakan sewaktu-
waktu dalam sanggar. Anggotanya : Afandi, Hendra, Soedarso, Trubus, Dullah,
Kartono Yudhokusuma, Bazuki Resobowo,m Rusli, Harijadi, Surumo, Surono,
Abdul Salam, D. Joes, dan Zaini. Kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia
juga terasa sebagai suatu kebebasan dalam mengeluarkan pendapat,
berorganisasi, beraliran. Seniman yang ikut pindah ke Yogyakarta menjadikan
perjuangan mempertahankan kemerdekaan sebagai tema lukisnya. Presiden
Soekarno yang menaruh minat besar terhadap seni meminta kepada Agus Djaja
menghimpun pelukis untuk nantinya dapat mewujudkan museum seni lukis (1946).
Seniman Bandung pun pindah ke Yogyakarta dan berhimpun dalam sanggar
Seniman Masyarakat di bawah pimpinan Affandi (1946) yang merupakan
organisasi seniman pertama setelah merdeka dan memiliki potensi tinggi sebagai
seniman-pejuang.
Th. 1947 sebagian anggota SIM dengan ketua S. Sudjojono pindah ke
Surakarta. Pada tahun 1947 berdiri perkumpulan pelukis rakyat yang dipimpin
oleh Affandi dan Hendra yang keluar dari perkumpulan SIM.

Th. 1948 Anggota SIM kembali lagi dari Surakarta ke Yogyakarta dengan
membawa anggota baru seperti Trisno Sumardjo, Oesman Efendi, Sasongko,
Suparto, Mardian, Wakijan, dan Srihadi. Th. 1948 diterbitkan sebuah majalah
seni rupa dengan nama Prolet Kult Th. 1947 berdiri perkumpulan seni rupa
dengan nama Pelukis Rakyat. Anggotanya sebagain dari anggota SIM seperti
Afandi, Hendra, Soedarso, Sudiardjo, Trubus, dan Sasongko, serta ditambah
anggota baru Kusnadi, S. Kerton, Rustamadji, Sumitro, Sajono, Saptoto, CJ. Ali,
Juski, Permadi.

Th. 1948 melaksanakan pemeran pertama untuk seni patung Indonesia


Pameran diselenggarakan di Pendopo timur Sonobudojo Yogyakarta. Karya
patung yang dipamerkan dibuat dari bahan tanah liat dan sebagain dari bahan
batu (Hendra, Trubus dan Rustamadji)
Kegiatan lain mendidik seni lukis anak-anak di Sentulredjo dan Taman sari
dengan media cat minyak bubuk diatas kertas. Th. 1947 kembali berdiri
perkumpulan seni lukis Pelangi diketuai oleh Sularko. Pada th. 1948
terselenggara Kongres Kebudayaan Pertama yang ketuai oleh Wongsonegoro,
dan di selenggarakan pula saat itu pameran seni lukis oleh sanggar SIM dan
Pelukis Rakyat.
Th. 1948 R.j. Katamsi bersama Djajengasmoro mendirikan Sekolah
Menengah Guru Gambar di Yogyakarta. Th. 1948 didirikan perkumpulan
Gabungan Pelukis Indonseia di Jakarta oleh Afandi setelah kembali dari
Yogyakarta. Dengan anggota Nasjah Djamin, Handriyo, Zaini, Sjahri, Nashar,
Oesman Efendi, Trisno Sumardjo. Selain itu di Bandung berdiri perkumpulan seni
Jiwa Mukti dengan ketua Barli, dan Pancaran Cipta Rasa oleh Abedy.
Di Madium berdiri kumpulan Gabungan Pelukis Muda dengan Ketua
Kartono, anggota Sudiyono Sunindyo, Ismono. Di Malang Pelukis Muda Malang
dengan ketua Widagdo. Di Surabaya Prabangkara dengan ketua Karyono Yr.
berdiri perkumpulan yang memberikan kursus menggambar, yaitu Prabangkara.
Selanjutnya para tokoh SIM, Pelukis rakyat dkk. merumuskan pendirian lembaga
pendidikan Akademi Seni Rupa.
Situasi dalam th. 1945-1949 Hubungan dengan luar negeri terisolir.
Seniman susah mencari bahan untuk melukis Kanvas dibuat dari kain blacu
dilapisi kanji Bahan lain untuk melukis adalah kertas, Warna sangat langka dan
sering warna satu tube dibagi.
Banyak lukisan memiliki warna-warna yang minimal dalam
kombinasinya. Keadaan yang kekurangan ini telah memberikan efek yang khas
pada seni lukis pada masa itu Mencerminkan jauh dari kemewahan,Mewakili rasa
dan iklim perjuangan untuk mengatasi situasi. Melahirkan sifat kehematan, hal ini
tercermin dari minimnya kombinasi warna yang terdapat dalam lukisan saat itu.
Tema yang diangkat mencatat situasi kehidupan rakyat yang sulit
mengabadikan berbagai perjuangan fisik melawan tantara Belanda melalui sketsa
banyak dilukis potret diri untuk menghemat biaya untuk sewa model, bentuk studi
yang baik tentang wajah dengan ekspresi perwatakannya. Melukis alam benda
sering menjadi tema saat itu. Melukis hidangan di piring yang terdiri dari nasi dan
ikan asin sebagai pernyataan prihatin.
Istri pelukis sendiri sering diminta sebagai model di sanggar. Gaya seni
lukis saat itu berkisar realime, impresionisme, dan exspresionisme dengan warna-
warna yang mengesankan dekoratif.
Balinese Beauty,Basoeki Abdullah
Ikan Karya Hendra Gunawan
Self Portrait on Kusamba Beach,1983, Karya Lukisan Affandi
Tiga Wanita Karya Barli Sasmitawinata

CIRI KHAS LUKISAN MASA PERIODE SANGGAR(1945-1950) / MASA


PASCA KEMERDEKAAN

 Tema yang diangkat mencatat situasi kehidupan rakyat


 Ilustrasi yang digambarkan , menggambarkan kehidupan rakyat
yang sulit mengabadikan berbagai perjuangan fisik melawan
tantara Belanda
 Melukiskan gaya potert diri
 Penghematan biaya untuk sewa model,
 Anatosi bentuk studi yang baik tentang wajah dengan ekspresi
perwatakannya.
 Melukis alam benda sering menjadi tema saat itu. Melukis
hidangan di piring yang terdiri dari nasi dan ikan asin sebagai
pernyataan prihatin.
 Bergaya Realisme
 Bergaya Impresionisme
 Bergaya Ekspresionisme
 Mengesankan Warna – warna yang dekoratif
 Cenderung warna – warna kearifan lokal yang dekoratif

VISUALISASI
 Objek yang digambar biasanya tokoh – tokoh penting di NKRI atau tokoh
budaya
 Gestur objek natural dan realis
 Penggayaan ekspresi yang dekoratif
UNSUR
 Penggunaan warna yang dekat dengan kearifan budaya lokal Indonesia
 Penggunaan warna yang kontras

LUKISAN MASA PERIODE SENI LUKIS AKADEMISI(1950-AN) /


MASA PENDIDIKAN FORMAL
Pada masa ini ditandai dengan lebih mantap berdirinya pendidikan formal
Berdirinya ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia) Tanggal 18 Januari 1948 di
Yogyakarta dengan direktur RJ Katams.Perguruan Tinggi Guru Gambar
(sekarang jurusan seni rupa ITB) yang dipelopori oleh Prof. Syafei Sumarja di
Bandung.Guru gambar di tingkat sekolah-sekolah menengah menuntut
terbentuknya jurusan seni rupa di perguruan tinggi Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikanyang terbesar di Indonesia.Dari Masa Pendidikan Formal lahir
pelukis-pelukis akademisseperti: Widayat, Bagong Kusudiharjo, Edhi
Sunarso, Saptoto, G. Sidharta, Abas Alibasyah, Hardi, Sunarto, Siti Rulyati,
Mulyadi , Irsam, Arief Sudarsono, Agus Dermawan, Aming Prayitno, dan
lainnya (Yogyakarta). Popo Iskandar, Achmad Sadali, Tapi Muchtar, Srihadi,
AD Pirous, Hariadi, Kabul Suadi, Sunaryo, Jim Supangat, Pandu Sadewa, T.
Sutanto. (Bandung).

Beratapkan Langit dan Bumi Ampran Karya AD Pirous


Berita Duka Karya G. Sidharta
Garuda Karya Kanva Abas
Hutan Karya Widayat
Pelukis-pelukis akademis
Yogyakarta

 Widayat,
 Bagong Kusudiharjo,
 Edhi Sunarso,
 Saptoto,
 G. Sidharta,
 Abas Alibasyah,
 Hardi,
 Sunarto,
 Siti Rulyati,
 Mulyadi,
 Irsam,
 Arief Sudarsono,
 Agus Dermawan,
 Aming Prayitno
 Dll

Bandung

 Popo Iskandar
 Achmad Sadali
 But Muchtar
 Srihadi
 A.D. Pirous
 Hariadi
 Kabul Suadi
 Sunaryo
 Jim Supangat
 Pandu Sadewa
 T. Sutanto

Dll

CIRI KHAS LUKISAN MASA PERIODE SENI LUKIS


AKADEMISI(1950-AN) / MASA PENDIDIKAN FORMAL
CIRI KHAS LUKISAN MASA PERIODE SANGGAR(1945-1950) / MASA
PASCA KEMERDEKAAN

 Tema yang diangkat mencatat situasi kehidupan sosial saat itu


 Tema yang diangkat menyindir kondisi bangsa indonesia
 Ilustrasi yang digambarkan , menggambarkan kehidupan rakyat
yang mengalami kemiskinan
 Anatomi bentuk studi yang baik tentang wajah dan tubuh manusai
dengan ekspresi perwatakannya.
 Melukis ilustrasi kejadian sering menjadi tema saat itu. Melukis
hidangan di piring yang terdiri dari nasi dan ikan asin sebagai
pernyataan prihatin.
 Bergaya Impresionisme
 Bergaya Ekspresionisme
 Mengesankan Warna – warna yang dekoratif
 Cenderung warna – warna yang mewakili objek tersebut

VISUALISASI
 Objek yang digambar biasanya tokoh – tokoh penting di NKRI atau tokoh
budaya
 Gestur objek kurang relais
 Menekankan aspek konsep dan permaknaan
 Penggayaan ekspresif
UNSUR
 Penggunaan warna yang dekat dengan kearifan budaya lokal Indonesia
 Penggunaan warna yang kontras
DAFTAR PUSTAKA
Widyarto, Rizki. “Perkembangan Seni Lukis Indonesia Baru”. 21 Mei 2018.
http://garasilukisan.blogspot.co.id/2014/10/perkembangan-seni-lukis-indonesia-
baru.html

Ramadhani, Milania. “Periode Seni Lukis Modern Indonesia”. 21 Mei 2018.


http://dinda-sukma.blogspot.com/2012/08/periode-seni-lukis-modern-di-
indonesia.html

Saddad Irkham, Muhammad. “Seni Rupa Modern Indonesia “.

http://sugengssr.blogspot.com/2013/09/seni-rupa-modern-di-indonesia-sm-xii-
sma.html

Anda mungkin juga menyukai