Anda di halaman 1dari 7

PENDEKATAN GENERIK

Mata Kuliah Kajian Sastra Bandingan

Dosen Pengampu : Erfi Firmansyah, M.A.

Disusun oleh Kelompok 7 :

Herlina Eka Putri (2115102063)

Nurcahayani Citra Arum (2115102066)

Nurul Ayu Widyani (2115102080)

Kelas 3 A

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2013
PENDEKATAN GENERIK

Hutomo menyatakan bahwa istilah sastra bandingan merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris, Comparative Literature, atau dari bahasa Perancis, La Literature Comparee. Remak
berpendapat, sastra bandingan merupakan kajian sastra di luar batas-batas sebuah negara dan kajian
hubungan di antara sastra dengan bidang ilmu serta kepercayaan (seni) yang lain. Menurut Nada,
sastra bandingan adalah suatu studi atau kajian sastra suatu bangsa yang mempunyai kaitan
kesejarahan dengan sastra bangsa lain, bagaimana terjalin proses saling memengaruhi antara satu
dengan lainnya, apa yang telah diambil suatu sastra, dan apa pula yang telah di sumbangkannya.
Sedangkan Bassnet mengatakan bahwa sastra bandingan adalah studi teks lintas budaya, berciri
antar disiplin dan berkaitan dengan pola hubungan dalam kesusastraan lintas ruang dan waktu.
Menurut Rene Wellek dan Austin Warren, istilah sastra bandingan pertama kali dipakai
untuk studi sastra lisan, cerita rakyat, dan migrasinya, bagaimana dan kapan cerita rakyat masuk ke
dalam penulisan sastra yang lebih artistik. Sastra bandingan mencakup studi hubungan antara dua
kesusastraan atau lebih. Sastra bandingan di sini disamakan dengan studi sastra menyeluruh.
Menurut sejarahnya, sastra bandingan sebagai ilmu mempunyai dua aliran, yaitu aliran
Perancis dan aliran Amerika. Aliran Perancis dipelopori oleh Paul van Tieghem, Jean Marie Carre,
Fernand Baldensperger, dan Marius Francois Guyard, sedangkan aliran Amerika dipelopori oleh
Sekolah Amerika. Aliran Perancis disebut dengan aliran lama dan aliran Amerika disebut dengan
aliran baru. Perbedaan pada kedua aliran tersebut terletak pada objek kajiannya. Aliran Perancis
menekankan perbandingan karya sastra dari negara yang berbeda, sedangkan aliran Amerika
disamping membandingkan dua karya sastra dari negara yang berbeda, juga membandingkan karya
sastra dengan bidang ilmu dan seni tertentu seperti sejarah, politik, ekonomi, agama, dan lain-lain.
Menurut Gaither kajian sastra bandingan aliran Amerika mempunyai tiga bandingan utama,
yaitu hubungan bentuk dan kandungan, pengaruh, dan sintesis. Ketiga hubungan yang ditawarkan
oleh Gaither ini hanya terjadi dalam beberapa karya seni saja. Misalkan hubungan antara novel
dengan film, yang mana film itu mengangkat cerita yang bersumber dari novel.
Damono mengatakan bahwa kajian sastra bandingan merupakan kajian dalam ilmu sastra
yang tidak bisa menghasilkan teori sendiri. Jadi, kajian sastra bandingan dapat menerapkan berbagai
teori, sepanjang teori itu tidak menyimpang dari prinsip-prinsip kajian bandingan. Menurut Remak
setiap objek kajian bandingan mempunyai pendekatan yang dianggap paling sesuai dan paling
efektif.
Clements menentukan lima pendekatan yang bisa dipergunakan dalam penelitian sastra
bandingan, yakni: (1) tema atau mitos; (2) genre atau bentuk; (3) gerakan atau zaman; (4)
hubungan-hubungan antara sastra dan bidang seni dengan disiplin ilmu lainnya; dan (5) pelibatan
sastra sebagai bahan bagi perkembangan teori yang terus-menerus bergulir. Berbeda dengan
Clements, Jost membagi-bagi pendekatan dalam sastra bandingan menjadi empat bidang, yakni: (1)
pengaruh dan analogi; (2) gerakan dan kecenderungan; (3) genre dan bentuk; serta (4) motif, tipe,
dan tema.
Menurut Endaswara, sastra banadingan adalah penelitian yang tidak hanya berusaha
mengkaji persamaan dan perbedaan antarkarya sastra secara kontekstual, namun lebih jauh lagi
yakni berusaha mengetahui latar belakang kehidupan social budaya yang mendasari lahirnya sebuah
teks. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa ada empat kelompok penelitian sastra bandingan jika
dilihat dari aspek objek garapan.
1. Kategori yang melihat hubungan karya satu dengan yang lain melalui cara menelusiru juga
kemungkinan adanya pengaruh suatu karya terhadap karya lain.
2. Kategori yang menkaji tema karya sastra.
3. Penelitian terhadap gerakan atau kecenderungan yang menandai suatu peradaban.
4. Analisis bentuk karya sastra (genre).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kerja penelitian sastra banding. Beberapa hal
tersebut adalah transformasi, terjemahan, peniruan, dan kecenderungan. Transformasi adalah
pengalihan bentuk, terjemahan adalah pengalihan bahasa, peniruan adalah proses kreatif pengarang
berikutnya, dan kecenderungan adalah kandungan kemiripan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan generik atau pendekatan genre
merupakan salah satu pendekatan perbandingan karya sastra yang membandingkan karya sastra
berdasarkan genre atau bentuk yang sama.

1. Epigon

Epigon secara etimologi epigon berasal dari bahasa latin epigonos atauepigignestai,


yang berarti ‘terlahir kemudian’. Dalam dunia penulisan, orang yang meniru gaya tulisan
seorang penulis lazim disebut epigon.
Menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) epigon adalah orang yang tidak
memiliki gagasan baru dan hanya mengikuti jejak pemikir atau seniman yang
mendahuluinya.
Epigon memang telah mewarnai dan ikut ambil bagian dalam proses kreatif
penciptaan sebuah karya dari para penulis. Bagi seorang penulis menjadi epigon adalah
sebuah proses belajar. Mereka butuh observasi, referensi, inspirasi dan logika ataupun
imajinasi untuk menghasilkan karya baru.
Damono (2005: 18-20) dalam Suwardi memberikan rambu-rambu bahwa sastra
bandingan perlu mencermati tiga hal, yaitu Asli, Pinjaman, dan Tradisi.Ketiganya jelas
terkait dengan epigonistik. Karya asli, biasanya disebut orisinal, yang sering menjadi sumber
epigon. Istilah pinjaman sama halnya dengan serapan. Sastra serapan sah-sah saja, sebab
hubungan estetis tidak mungkin dibendung oleh siapa pun. Tradisi, yang paling bagus,
memang pengarang tidak sekedar epigon, melainkan membangun tradisi baru. Namun
demikian, tradisi baru juga sering tidak mudah dilakukan, sebab pada dasarnya pengarang
senantiasa tidak pernah nihil dari karya orang lain.
Ahli sastra bandinganlah yang akan mendudukan seberapa tingkat epigon, plagiat,
dan terjemahan. Baik epigon, plagiat, dan terjemahan sebenarnya menjadi  bagian bandingan
interteks dan interteks yang tak akan pernah ada habisnya. Meniru sebenarnya sah-sah saja,
biarpun ada yang menganggap sebuah pencurian. Tak jarang jika kita sedang berada di toko
buku, membolak-balikan novel, membuka cerpen masa lalu, atau mencermati dongeng, kita
mendapati banyak sekali buku yang serupa atau mirip dalam tampilannya, dalam tema
tulisannya, atau yang lainnya dengan buku-buku yang sudah menjadi phenomena dan best
seller. Contoh setelah buku tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, atau novel 
popular karya Habiburrahman El-Shirazy, ayat-ayat cinta dan ketika cinta bertasbih, 
bermunculan buku atau novel serupa baik dalam tema, isi cerita, maupun hanya sekedar
tamplan cover-nya saja.
Sesuai kodrat manusia yang sejak kecil bahkan masih bayi memang sudah diajarkan
aktivtas untuk meniru, hingga besar pun cenderung untuk meniru dari orang-orang yang
dianggap hebat atau berhasil dalam bidangnya.Sebenarnya pun menjadi atau melakukan
epigon itu dapat dianggap sah-sah saja jika orang yang melakukan epigon itu tidak sekedar
meniru tetapi melakukannnya sebagai alat untuk menemukan jati diri atau ciri khasnya, serta
selanjutnya membuat kreativitas dalam karyanya dan ini disebut epigon kreatif. Namun jika
epigon dilakukan dengan cara menjiplak karya orang lain atau yang lazim disebut plagiat,
maka inilah epigon yang tidak diharapkan, bahkan yang seperti ini dianggap sebagai pencuri
orang lain dan termasuk kategori melanggar hak cipta.
Kecenderungan karya sastra yang menjadi epigon karya sastra lain dapat dipahami
dengan menggunakan pendekatan generik dan genetik. Melalui pendekatan generik dapat
terungkap hubungan karya satu dengan yang lain. Hubungan antar genre, sering terjadi 
lintas genre, sehingga tidak begitu jelas ketika pengarang cerpen mengepigon sebuah pusi.
Berbeda ketika puisi mengepigon puisi, tentu akan segera diketahui. Hubungan generik akan
selalu ada, sejauh pengarang tidak menutup diri. Pengarang dapat dipastikan akan membaca
karya lain dari genre yang berbeda.  Itulah sebabnya sastra bandingan akan memahami
penyusupan genre satu ke genre lain. Aspek kesengajaan atau ketaksengajaan tidak perlu
diperdebatkan dalam konteks epigon, plagiat, dan terjemahan. Epigon menandai bahwa
pengarang berikutnya sedang takluk, sedang tergiur, dan bahkan jatuh cinta pada karya
sebelumnya.

2. Pengaruh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengaruh adalah daya yang ada atau timbul
dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan
seseorang.
Menurut Mahayana (1995 : 213) adanya kesamaan tema, gaya, maupun bentuk pada
dua karya sastra, mungkin hanya akibat pegaruh karya sastra yang satu terhadap karya yang
lain. Kemunculannya pun bisa pada saat yang bersamaan atau dengan kurun waktu yang
berbeda. Dengan demikian, bisa jadi terjadi kemiripan antara karya sastra disuatu negara dan
karya sastra di negara lain.
Istilah pengaruh harus dartikan secara luas, bukan sekedar proses peniruan yang
menimbulkan karya sastra baru berdasarkan karya sastra yang sudah ada. Ada pendapat
yang mengatakan bahwa seandainya karya sastra yang mempengaruhi itu tidak pernah
ada  tidak akan pernah bisa membuktikan hal itu. Konsep pengaruh mencakup spektrum
yang luas, mulai dari pinjaman sampai ke tradisi.Hal tersebut membuka peluang bagi
penelitian sastra bandingan.
Pengaruh bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung.Tidak jelas apakah
yang menimbulkan pengaruh itu sastrawan atau karyanya, dan juga tidak bisa begitu saja
diketahui apakah pengaruh itu terjadi secara langsung atau lewat perantara; penelitilah yang
harus menentukan hal itu. Dibagian lain bukunya, Jost (1974:37) menyatakan bahwa
penelitian bisa dilaksanakan dengan metode genetik atau poligenetik, yang menekankan
pentingnya sebab akibat maupun tidak. Betapapun pentingnya studi pengaruh, hasilnya tidak
selalu menjelaskan bagaimana proses penyebaran suatu teknik atau gagasn, sebab
bagaimana pun suatu masyarakat harus sudah siap menerima sesuatu dari luar; jika tidak
penularan tersebut tidak pernah terjadi. Dengan demikian sebenarnya tidak bisa dikatakan
bahwa seandainya tidak ada sumber pengaruh, tidak akan bisa dipastikan bahwa sastra
tertentu tidak menghasilkan sesuatu.

3. Plagiat

Plagiat adalah kerja sastrawan yang meniru karya orang lain. Plagiat sama halnya
dengan pencurian. Namun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia plagiat adalah
pengambilan karangan (pendapat, dsb.) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan
(pendapat, dsb.) sendiri, misal menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri;
jiplakan.
Plagiattisme tidak hanya terjadi dalam lingkungan sastra suatu daerah, tetapi juga
dalam hubungan sastra daerah dengan daerah lain, dengan sastra nasional, bahkan dengan
sastra negara lain. Produk kesusastraan antar wilayah dan antar negara sering memiliki
pertalian dan kemiripan cerita.Fenomena ini menarik sebab tumbuh dan berkembangnya
karya sastra itu dipisahkan oleh letak geografis yang berjauhan serta latar budaya
masyarakat yang sangat berbeda.

Contoh Kajian Sastra Bandingan Berdasarkan Pendekatan Genre

Kaidah sastra bandingan adalah kajian bandingan secara sistematis sastra-sastra antarnegara,
maksudnya karya sastra yang dibandingkan harus karya sastra yang sama genre dan tipenya.
Adapun syarat-syarat dalam membandingkan dua karya sastra menurut disiplin Sastra bandingan
ada tiga, yaitu adanya perbedaan bahasa, wilayah, dan politik. Ketiga syarat tersebut harus dipenuhi
karena dari ketiga perbedaan tersebut dapat ditemukan titik  perbedaan antara sebuah karya sastra
dengan karya sastra yang lain. Meskipun terdapat persamaan, tetapi pastinya ada perbedaan antara
hasil karya seorang pengarang dengan pengarang lain. Dari ketiga  syarat itulah perbedaan-
perbedaan itu ditemukan. Dengan syarat- syarat tersebut juga dapat diketahui latar belakang
kehidupan masyarakat dengan adat istiadatnya yang tercermin dalam sebuah karya sastra.
Salah contoh kajian sastra bandingan adalah dengan membandingkan cerita “Sangkuriang”
dengan cerita “Oedipus”.  Berikut adalah persamaan dan perbedaan yang terdapat pada cerita
“Sangkuriang” dan “Oedipus”.

Persamaan:
a. Memiliki genre yang sama, yaitu legenda.
b. Memiliki tema yang sama, yaitu tentang pernikahan inses atau seks tabu. Persamaan
tema tersebut disebabkan oleh polygenesis, yaitu cerita dengan tipe dan motif  yang
lahir di tempat yang banyak dalam waktu yang berbeda tanpa ada hubungan dan
pengaruh sama sekali.

Perbedaan:
a. Bahasa,
“Sangkuriang” ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia sedangkan ”Oedipus”
berbahasa Yunani.
b. Wilayah,
Wilayah atau ruang lingkup yang menjadi latar cerita “Sangkuriang” adalah daerah
Sunda, Jawa Barat. Sedangkan pada cerita “Oedipus” wilayahnya adalah di daerah
Yunani.
c. Politik,
Kondisi politik yang mempengaruhi jalan cerita “Sangkuriang” dipengaruhi oleh
kondisi politik di daerah Sunda yang pada waktu itu masih berupa kerajaan, sedangkan
pada “Oedipus” dipengaruhi oleh kondisi politik  di Yunani yang pada saat itu juga
berupa kerajaan Yunani.

Berdasarkan peristiwa-peistiwa dalam “Sangkuriang” dan “Oedipus”, maka dapat


disimpulkan bahwa:
a. Legenda timur “Sangkuriang” merupakan asal mula  terjadinya Telaga Bandung dan Gunung
Tangkuban Perahu.
b. Legenda barat  “Oedipus” merupakan asal mula runtuhnya suatu kerajaan Sparta dan Thebes
dan berdirinya kerajaan yang baru.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, baik pada masyarakat barat maupun
masyarakat timur memiliki satu kepercayaan bahwa hubungan ibu dan anak sangat mulia, dilarang
ada perkawinan inses atau tabu seks, bahkan jika perkawinan antara manusia dan binatang saja
dibolehkan, tetapi perkawinan antara ibu dan anak sangat dilarang dan dianggap hina.
Daftar Pustaka

Fayza. 2012. Epigon, Pengaruh, dan Plagiat. Dalam


http://fayzaaveiroo.blogspot.com/2012/11/epigon-pengaruh-dan-plagiat.html. Diunduh pada
18 Maret 2013, pukul 21.05 WIB.

Frangki. 2013. 10 Teori Tentang Sastra Bandingan Menurut Para Ahli. Dalam
http://www.bungfrangki.com/2013/03/10-teori-tentang-sastra-bandingan.html. Diunduh
pada 6 April 2013, pulul 3.45 WIB.

NN. -. Kajian Sastra Bandingan dan Fokus Utama Analisisnya. Dalam


http://www.bimbie.com/sastra-bandingan.htm. Diunduh pada 18 Maret 2013, pukul 21.09
WIB.

Rejo, Uman. 2011. Sastra Bandingan. Dalam http://umanrejoss.blogspot.com/2011/03/sastra-


bandingan.html. Diunduh pada 18 Maret 2013, pukul 20.57 WIB.

Rejo, Uman. 2012. Sastra Bandingan: Sebuah Pengantar Awal. Dalam


http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/sastra-bandingan-sebuah-pengantar-awal.
diunduh pada 6 April 2013, pulul 3.51 WIB.

Sparina, Citra. 2012. Tes Pertama Disiplin Sastra Bandingan. Dalam


http://citraindonesiaku.blogspot.com/2012/02/tes-pertama-disiplin-sastra-bandingan.html.
DIunduh pada 6 APril 2013, pukul 4.07 WIB.

Anda mungkin juga menyukai