Kelas 3 A
2013
PENDEKATAN GENERIK
Hutomo menyatakan bahwa istilah sastra bandingan merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris, Comparative Literature, atau dari bahasa Perancis, La Literature Comparee. Remak
berpendapat, sastra bandingan merupakan kajian sastra di luar batas-batas sebuah negara dan kajian
hubungan di antara sastra dengan bidang ilmu serta kepercayaan (seni) yang lain. Menurut Nada,
sastra bandingan adalah suatu studi atau kajian sastra suatu bangsa yang mempunyai kaitan
kesejarahan dengan sastra bangsa lain, bagaimana terjalin proses saling memengaruhi antara satu
dengan lainnya, apa yang telah diambil suatu sastra, dan apa pula yang telah di sumbangkannya.
Sedangkan Bassnet mengatakan bahwa sastra bandingan adalah studi teks lintas budaya, berciri
antar disiplin dan berkaitan dengan pola hubungan dalam kesusastraan lintas ruang dan waktu.
Menurut Rene Wellek dan Austin Warren, istilah sastra bandingan pertama kali dipakai
untuk studi sastra lisan, cerita rakyat, dan migrasinya, bagaimana dan kapan cerita rakyat masuk ke
dalam penulisan sastra yang lebih artistik. Sastra bandingan mencakup studi hubungan antara dua
kesusastraan atau lebih. Sastra bandingan di sini disamakan dengan studi sastra menyeluruh.
Menurut sejarahnya, sastra bandingan sebagai ilmu mempunyai dua aliran, yaitu aliran
Perancis dan aliran Amerika. Aliran Perancis dipelopori oleh Paul van Tieghem, Jean Marie Carre,
Fernand Baldensperger, dan Marius Francois Guyard, sedangkan aliran Amerika dipelopori oleh
Sekolah Amerika. Aliran Perancis disebut dengan aliran lama dan aliran Amerika disebut dengan
aliran baru. Perbedaan pada kedua aliran tersebut terletak pada objek kajiannya. Aliran Perancis
menekankan perbandingan karya sastra dari negara yang berbeda, sedangkan aliran Amerika
disamping membandingkan dua karya sastra dari negara yang berbeda, juga membandingkan karya
sastra dengan bidang ilmu dan seni tertentu seperti sejarah, politik, ekonomi, agama, dan lain-lain.
Menurut Gaither kajian sastra bandingan aliran Amerika mempunyai tiga bandingan utama,
yaitu hubungan bentuk dan kandungan, pengaruh, dan sintesis. Ketiga hubungan yang ditawarkan
oleh Gaither ini hanya terjadi dalam beberapa karya seni saja. Misalkan hubungan antara novel
dengan film, yang mana film itu mengangkat cerita yang bersumber dari novel.
Damono mengatakan bahwa kajian sastra bandingan merupakan kajian dalam ilmu sastra
yang tidak bisa menghasilkan teori sendiri. Jadi, kajian sastra bandingan dapat menerapkan berbagai
teori, sepanjang teori itu tidak menyimpang dari prinsip-prinsip kajian bandingan. Menurut Remak
setiap objek kajian bandingan mempunyai pendekatan yang dianggap paling sesuai dan paling
efektif.
Clements menentukan lima pendekatan yang bisa dipergunakan dalam penelitian sastra
bandingan, yakni: (1) tema atau mitos; (2) genre atau bentuk; (3) gerakan atau zaman; (4)
hubungan-hubungan antara sastra dan bidang seni dengan disiplin ilmu lainnya; dan (5) pelibatan
sastra sebagai bahan bagi perkembangan teori yang terus-menerus bergulir. Berbeda dengan
Clements, Jost membagi-bagi pendekatan dalam sastra bandingan menjadi empat bidang, yakni: (1)
pengaruh dan analogi; (2) gerakan dan kecenderungan; (3) genre dan bentuk; serta (4) motif, tipe,
dan tema.
Menurut Endaswara, sastra banadingan adalah penelitian yang tidak hanya berusaha
mengkaji persamaan dan perbedaan antarkarya sastra secara kontekstual, namun lebih jauh lagi
yakni berusaha mengetahui latar belakang kehidupan social budaya yang mendasari lahirnya sebuah
teks. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa ada empat kelompok penelitian sastra bandingan jika
dilihat dari aspek objek garapan.
1. Kategori yang melihat hubungan karya satu dengan yang lain melalui cara menelusiru juga
kemungkinan adanya pengaruh suatu karya terhadap karya lain.
2. Kategori yang menkaji tema karya sastra.
3. Penelitian terhadap gerakan atau kecenderungan yang menandai suatu peradaban.
4. Analisis bentuk karya sastra (genre).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kerja penelitian sastra banding. Beberapa hal
tersebut adalah transformasi, terjemahan, peniruan, dan kecenderungan. Transformasi adalah
pengalihan bentuk, terjemahan adalah pengalihan bahasa, peniruan adalah proses kreatif pengarang
berikutnya, dan kecenderungan adalah kandungan kemiripan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan generik atau pendekatan genre
merupakan salah satu pendekatan perbandingan karya sastra yang membandingkan karya sastra
berdasarkan genre atau bentuk yang sama.
1. Epigon
2. Pengaruh
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengaruh adalah daya yang ada atau timbul
dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan
seseorang.
Menurut Mahayana (1995 : 213) adanya kesamaan tema, gaya, maupun bentuk pada
dua karya sastra, mungkin hanya akibat pegaruh karya sastra yang satu terhadap karya yang
lain. Kemunculannya pun bisa pada saat yang bersamaan atau dengan kurun waktu yang
berbeda. Dengan demikian, bisa jadi terjadi kemiripan antara karya sastra disuatu negara dan
karya sastra di negara lain.
Istilah pengaruh harus dartikan secara luas, bukan sekedar proses peniruan yang
menimbulkan karya sastra baru berdasarkan karya sastra yang sudah ada. Ada pendapat
yang mengatakan bahwa seandainya karya sastra yang mempengaruhi itu tidak pernah
ada tidak akan pernah bisa membuktikan hal itu. Konsep pengaruh mencakup spektrum
yang luas, mulai dari pinjaman sampai ke tradisi.Hal tersebut membuka peluang bagi
penelitian sastra bandingan.
Pengaruh bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung.Tidak jelas apakah
yang menimbulkan pengaruh itu sastrawan atau karyanya, dan juga tidak bisa begitu saja
diketahui apakah pengaruh itu terjadi secara langsung atau lewat perantara; penelitilah yang
harus menentukan hal itu. Dibagian lain bukunya, Jost (1974:37) menyatakan bahwa
penelitian bisa dilaksanakan dengan metode genetik atau poligenetik, yang menekankan
pentingnya sebab akibat maupun tidak. Betapapun pentingnya studi pengaruh, hasilnya tidak
selalu menjelaskan bagaimana proses penyebaran suatu teknik atau gagasn, sebab
bagaimana pun suatu masyarakat harus sudah siap menerima sesuatu dari luar; jika tidak
penularan tersebut tidak pernah terjadi. Dengan demikian sebenarnya tidak bisa dikatakan
bahwa seandainya tidak ada sumber pengaruh, tidak akan bisa dipastikan bahwa sastra
tertentu tidak menghasilkan sesuatu.
3. Plagiat
Plagiat adalah kerja sastrawan yang meniru karya orang lain. Plagiat sama halnya
dengan pencurian. Namun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia plagiat adalah
pengambilan karangan (pendapat, dsb.) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan
(pendapat, dsb.) sendiri, misal menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri;
jiplakan.
Plagiattisme tidak hanya terjadi dalam lingkungan sastra suatu daerah, tetapi juga
dalam hubungan sastra daerah dengan daerah lain, dengan sastra nasional, bahkan dengan
sastra negara lain. Produk kesusastraan antar wilayah dan antar negara sering memiliki
pertalian dan kemiripan cerita.Fenomena ini menarik sebab tumbuh dan berkembangnya
karya sastra itu dipisahkan oleh letak geografis yang berjauhan serta latar budaya
masyarakat yang sangat berbeda.
Kaidah sastra bandingan adalah kajian bandingan secara sistematis sastra-sastra antarnegara,
maksudnya karya sastra yang dibandingkan harus karya sastra yang sama genre dan tipenya.
Adapun syarat-syarat dalam membandingkan dua karya sastra menurut disiplin Sastra bandingan
ada tiga, yaitu adanya perbedaan bahasa, wilayah, dan politik. Ketiga syarat tersebut harus dipenuhi
karena dari ketiga perbedaan tersebut dapat ditemukan titik perbedaan antara sebuah karya sastra
dengan karya sastra yang lain. Meskipun terdapat persamaan, tetapi pastinya ada perbedaan antara
hasil karya seorang pengarang dengan pengarang lain. Dari ketiga syarat itulah perbedaan-
perbedaan itu ditemukan. Dengan syarat- syarat tersebut juga dapat diketahui latar belakang
kehidupan masyarakat dengan adat istiadatnya yang tercermin dalam sebuah karya sastra.
Salah contoh kajian sastra bandingan adalah dengan membandingkan cerita “Sangkuriang”
dengan cerita “Oedipus”. Berikut adalah persamaan dan perbedaan yang terdapat pada cerita
“Sangkuriang” dan “Oedipus”.
Persamaan:
a. Memiliki genre yang sama, yaitu legenda.
b. Memiliki tema yang sama, yaitu tentang pernikahan inses atau seks tabu. Persamaan
tema tersebut disebabkan oleh polygenesis, yaitu cerita dengan tipe dan motif yang
lahir di tempat yang banyak dalam waktu yang berbeda tanpa ada hubungan dan
pengaruh sama sekali.
Perbedaan:
a. Bahasa,
“Sangkuriang” ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia sedangkan ”Oedipus”
berbahasa Yunani.
b. Wilayah,
Wilayah atau ruang lingkup yang menjadi latar cerita “Sangkuriang” adalah daerah
Sunda, Jawa Barat. Sedangkan pada cerita “Oedipus” wilayahnya adalah di daerah
Yunani.
c. Politik,
Kondisi politik yang mempengaruhi jalan cerita “Sangkuriang” dipengaruhi oleh
kondisi politik di daerah Sunda yang pada waktu itu masih berupa kerajaan, sedangkan
pada “Oedipus” dipengaruhi oleh kondisi politik di Yunani yang pada saat itu juga
berupa kerajaan Yunani.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, baik pada masyarakat barat maupun
masyarakat timur memiliki satu kepercayaan bahwa hubungan ibu dan anak sangat mulia, dilarang
ada perkawinan inses atau tabu seks, bahkan jika perkawinan antara manusia dan binatang saja
dibolehkan, tetapi perkawinan antara ibu dan anak sangat dilarang dan dianggap hina.
Daftar Pustaka
Frangki. 2013. 10 Teori Tentang Sastra Bandingan Menurut Para Ahli. Dalam
http://www.bungfrangki.com/2013/03/10-teori-tentang-sastra-bandingan.html. Diunduh
pada 6 April 2013, pulul 3.45 WIB.