Anda di halaman 1dari 113

PERANAN KH MUHSIN SALIM DALAM

MENTRANSMISIKAN ILMU QIRA’AT SAB’AH DI


JAKARTA SELATAN (1986-2012)

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk
Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S.Hum)

Disusun Oleh:

Ali Fasya
NIM 11150220000039

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/2019 M
PERANAN KH MUHSIN SALIM DALAM
MENTRANSMISIKAN ILMU QIRA’AT SAB’AH DI
JAKARTA SELATAN (1986-2012)

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk
Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:

Ali Fasya
NIM: 11150220000039

Pembimbing,

H. Nurhasan, MA
NIP. 19690724 199703 1 001

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/2019 M
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul PERANAN KH MUHSIN SALIM DALAM
MENTRANSMISIKAN ILMU QIRA’AT SAB’AH DI
JAKARTA SELATAN (1986-2012) telah diujikan dalam sidang
skripsi Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada 4 November 2019. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Humaniora (S.Hum) pada Program Studi Sejarah dan Peradaban
Islam.

Jakarta, 4 November 2019

Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Awalia Rahma, MA Hikmah Irfaniah, M.Hum


NIP. 19710621 200112 2001 NIP. 19841008 201903 2 010
Anggota
Penguji I, Penguji II,

Dr. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag Dr. Saidun Derani, M.Ag


NIP. 19560817 198603 1 006 NIP. 19570227 199203 1 001
Pembimbing,

H. Nurhasan, MA
NIP. 19690724 199703 1 001
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Ali Fasya

NIM : 11150220000039

Program Studi : Sejarah dan Peradaban Islam

Judul Skrips : Peranan KH Muhsin Salim dalam


Mentransmisikan Ilmu Qira‘at Sab‘ah
di Jakarta Selatan (1986 - 2012)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya
saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan
analisis saya sendiri serta bukan merupakan replikasi maupun
saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang lain. Apabila
terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi
dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk
menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul


di kemudian hari menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 23 Oktober 2019

ALI FASYA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan
hidayah-Nya serta kelimpahan rahmat sehingga penulis dapat
menyelasaikan skripsi ini. Banyaknya rintangan dan hambatan
yang penulis hadapi dalam merampungkan skripsi yang berjudul;
Peranan KH Muhsin Salim dalam Mentransmisikan Ilmu
Qira’at Sab’ah di Jakarta Selatan (1986 - 2012). Namun,
semua rintangan dan hambatan itu dapat terlewati sedikit demi
sedikit dengan usaha dan kerja keras. Oleh sebab itu penulis ingin
menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada mereka
semua, diantaranya:

1. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, M.A Rektor


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Saiful Umam, M.A, Ph.D. Selaku Dekan
Fakultas Adab dan Humaniora.
3. Ibu Dr. Awalia Rahma. M.A. selaku Ketua Program Studi
Sejarah dan Peradaban Islam dan Ibu Hikmah Irfaniah,
M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Sejarah
Peradaban Islam yang telah membantu penulis selama
menjadi mahasiswa dalam beberapa hal yang
berhubungan dengan birokrasi universitas sehingga segala
sesuatunya menjadi mudah.
4. Bapak Drs. Jajang Jahroni, Ph.D. selaku pembimbing
akademik penulis yang telah memberikan arahan dari

i
seminar proposal hingga selesainya skripsi ini, terima
kasih sedalam-dalamnya.
5. Bapak H. Nurhasan, M.A. selaku dosen pembimbing yang
memberikan banyak masukan serta saran kepada penulis
untuk terus mencari sumber primer dalam penulisan
sejarah, serta segala kemudahan yang penulis dapatkan
ketika menjadi mahasiswa bimbingan beliau.
6. Bapak Dr. Abd. Wahid Hasyim dan Bapak Dr. Saidun
Derani selaku dosen penguji skripsi yang telah
memperbaiki isi skripsi penulis menjadi lebih baik.
7. Kepada narasumber Dr. KH. Sobron Zayyan, MA, Ustadz
Sabeni Hamid, Ustadz Dasril terkhusus Dr. KH. M.
Muhsin Salim, MA selaku narasumber utama yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk penulis
wawancarai.
8. Kepada Alwalid Abi Basuni, S.Ag dan Ummi Kartini
yang saya sayangi dan cintai, nenek tercinta Hj. Sofiyah
yang selalu memberikan dukungan setiap hari baik moril
maupun materil yang tak terhingga sehingga menjadikan
penulis menjadi pribadi yang mandiri dan bersemangat
untuk mencapai cita-cita. Juga mendukung penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Kiai-kiai-ku tercinta, KH. Suherman Mukhtar, S.Hi. MA,
Dr. KH. Sobron Zayyan, MA yang mengajarkan penulis
berbagai macam ilmu dan mendukung penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.

ii
10. Kakak-kakakku, Farid Samarbani, S.T, Lubqi Azhari,
S.Kom, Annisa Maulina, S.Pd, Dessy Ikhda Korina, S.Pd,
dan keponakanku M. Alfi Zain, Naira Fadla, M. Zuhdi
Nur yang mereka selalu mendukung penulis dan membuat
penulis merasa bersemangat setiap harinya.
11. Kepada teman-teman santri dan Asatidz dari Al-Isyraq
Jakarta dan Al-Qur‘aniyyah Tang-Sel. Khususnya saudara
Robbi Ahmadi, S.H, Adnan Rasyid, S.H, Nidzomuddin
yang selalu memotivasi dan mendukung penulis.
12. Kepada teman-teman seperjuangan di SPI 2015 terkhusus,
yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu-persatu,
namun penulis merasa harus berterimakasih kepada
Dzunnurain, Khalil Bisri, M. Ardhi, M. Yasin Adha,
Ahmad Rivaldi, Fikriansyah, Arif Muhayyan, Nicko
Pandawa, Ahmad Sulthon, Ulya Azmi, Ali Fahmi, Ridho,
Muklis Bogor, Muklis KW, Ocha, Tati, Intan, Yana, Aida,
Mita, Rizka, Nova, Hanah, Ole, Memey, Zizah, Tripuji,
Ami, Nurul, Sita, mereka semua adalah sahabat yang
banyak membantu dan menemani penulis selama masa
perkuliahan ini.

Akhir kalam, penulis menyadari akan kekurangan dan tiada


yang sempurna di muka bumi ini, tak terkecuali dengan skripsi
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada pembaca agar
berkenan memberikan kritik dan saran pada skripsi ini agar dapat
diperbaiki untuk penulis berikutnya.

Wassalamu’alaikum Wr.wb.

iii
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang Peranan KH. Muhsin Salim
dalam Mentransmisikan Ilmu Qira‟at Sab‟ah di Jakarta Selatan
(1986-2012). Rumusan masalah dari penelitian ini adalah
bagaimana peranan KH Muhsin Salim dalam transmisi ilmu
qira‘at sab‘ah di Jakarta Selatan? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut menggunakan metode historis dengan pendekatan sejarah
sosiologis. Sumber yang digunakan antara lain dari studi
lapangan dan studi literatur. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini yakni menggunakan teori agensi yang
diperkenalkan oleh Anthony Giddens. Hasil yang didapatkan
dalam penelitian ini bahwa peranan KH. Muhsin Salim dalam
perkembangan ilmu qira‘at di Jakarta sangat besar pertama,
mulai dari mengajar di rumahnya, majelis-majelis yang ada di
Jakarta dan di tempat mengajarnya seperti PTIQ dan LBIQ.
Kedua, Ia juga membuat buku tentang qira‘at sab‘ah untuk
mempermudah dalam segi pemahaman. Ketiga, mengkaderisasi
murid-muridnya yang sekarang ini ada yang tersebar di Jakarta
Selatan, Jakarta Barat dan Tangerang Selatan, yang mereka
mempunyai lembaga Alqurannya sendiri.

Kata Kunci: KH Muhsin Salim, Transmisi, Qira'at Sab'ah,


Jakarta Selatan.

iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 6
C. Sumber Sejarah Primer ........................................................... 7
D. Signifikansi dan Hasil yang diharapkan ................................. 7
E. Literature Review ................................................................... 8
F. Metode, Pendekatan, dan Teori .............................................. 9
G. Kerangka Berpikir ................................................................ 13
BAB II BIOGRAFI KH MUHSIN SALIM ........................................... 16
A. Muhsin Salim Kecil dan Keluarga........................................ 16
B. Latar Belakang Pendidikan ................................................... 17
C. Ketokohan KH. Muhsin Salim ............................................. 19
D. Guru-guru Agama ................................................................. 21
BAB III GAMBARAN UMUM QIRA’AT SAB’AH............................. 24
A. Pengertian Qira‘at Sab‘ah..................................................... 24
B. Munculnya Formulasi Qira‘at Sab‘ah .................................. 26
C. Imam Qira‘at Tujuh serta Perawinya.................................... 30
BAB IV PERANAN KH MUHSIN SALIM DALAM TRANSMISI ILMU
QIRA’AT SAB’AH DI JAKARTA SELATAN ..................... 32
A. Qira‘at Sab‘ah di Jakarta Selatan.......................................... 32
B. Sepak Terjang KH Muhsin Salim......................................... 36
1. Membuat Buku Qira‘at Sab‘ah ........................................ 37

v
2. Mengajarkan Qira‘at Sab‘ah di Majelis-majelis .............. 40
3. Mengkaderisasi Murid-muridnya .................................... 41
C. Pengabdian KH. Muhsin Salim ............................................ 43
1. Di PTIQ Jakarta ............................................................... 43
2. Di LBIQ Jakarta ............................................................... 43
3. Di Rumahnya ................................................................... 44
D. Sanad Kitab Qira‘at Sab‘ah Asy-Syathibiyyah KH Muhsin
Salim ..................................................................................... 46
E. Tehnik KH Muhsin dalam Transmisi Ilmu Qira‘at .............. 48
1. Talaqqi ............................................................................. 48
2. Tradisi Nadzoman ............................................................ 51
3. Kitab-kitab Rujukan Qira‘at Sab‘ah ................................ 52
BAB V PENUTUP .................................................................................. 56
A. Kesimpulan ........................................................................... 56
B. Saran ..................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 58
LAMPIRAN .................................................................................................. 63

vi
DAFTAR TABEL
1.1 Karir KH.Muhsin Salim ketika di NTB, Lombok ..................... 64

1.2 Karir KH.Muhsin Salim ketika di DKI Jakarta .......................... 64

1.3 Nama-nama Guru KH. Muhsin se-masa kecil ........................... 66

1.4 Guru-guru KH. Muhsin ketika mahasiswa................................. 67

1.5 Karya-karya KH. Muhsin Salim terkait ilmu qira‘at ................. 67

1.6 Karya-karya KH. Muhsin di bidang lain .................................... 69

1.7 Majelis-majelis tempat KH. Muhsin mengajar .......................... 70

1.8 Kitab-kitab rujukan dalam mempelajari ilmu qira‘at ................. 70

1.9 Kitab-kitab rujukan dalam mempelajari ilmu tajwid ................. 71

vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1: Wawancara penulis dengan Dr. KH. Muhammad
Muhsin Salim di PTIQ ........................................... 77

Gambar 1.2: Wawancara penulis dengan Ustadz Dasril di rumah


kediamannya, selaku murid Kyai Muhsin,
Tangerang Selatan.................................................. 77

Gambar 1.3: Wawancara penulis dengan Dr. KH. Sobron Zayyan.


MA di rumah kediamannya, selaku murid kyai
Muhsin Tangerang Selatan .................................... 78

Gambar 1.4: Salah satu karya monumental KH. Muhsin Salim


dalam bidang qira‘at sab‘ah ................................... 79

Gambar 1.5: Dr. KH. Muhsin Salim saat menyampaikan materi-


materi qira‘at sab‘ah .............................................. 80

viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena ragam artikulasi lafal Alquran sudah terjadi
sejak masa Nabi Muhammad SAW.1 Ragam artikulasi dalam
lafal Alquran ini dilatarbelakangi oleh berbedanya dialek pada
setiap kabilah Arab yang mempunyai ciri khas masing-masing.2
Melihat kondisi sosial-masyarakat seperti itu, maka Rasulullah
SAW memohon kepada Allah SWT dalam sabdanya, yakni untuk
tidak menurunkan Alquran dengan satu huruf saja. Dalam
keterangan hadist tersebut, dikatakan bahwa Alquran diturunkan
dengan tujuh huruf (sab‟a ahruf)3, oleh sebab itu turunya tujuh
macam huruf inilah yang nantinya akan menjadi embrio ilmu
qira‘at di dalam dunia Islam. Dari masa ke masa, ragam artikulasi
lafal Alquran ini semakin berkembang mulai di kalangan sahabat,
tabi‘in, pengikut tabi‘in, ulama imam-imam madzhab dan sampai
sekarang.
Pada penyebarannya dalam bentuk ilmu, qira‘at sab‘ah
pertama kali masuk ke Indonesia pada 1911, dibawa oleh seorang
ulama berdarah Jawa yang belajar di Timur Tengah pada 1888
dan kembali ke tanah air pada 1911, Ia bernama Syaikh

1
Muhammad Ahsin Sakho, ―Qira‘at Sab‘ah di Indonesia‖ (Makalah
dipresentasikan di acara Qira‘at sab‘ah dan Tafsir Bahasa Indonesia, IPQAH
DKI, t.t.).
2
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di Nusantara (Jakarta:
Pustaka STAINU, 2008), 21.
3
Muhammad bin Isa al-Turmudzi, Sunan Al-Turmudzi, vol. 7, 2944
(Beirut: Dar Ihya Turast al-‘Arabi, t.t), 194.

1
2

Muhammad Moenawwir (seterusnya disebut KH Moenawwir). 4


Ia belajar di Makkah al-Mukarramah dan Madinah al-
Munawwarah selama 21 tahun, dengan rincian 16 tahun di
Makkah dan 5 tahun di Madinah. KH Moenawwir selama tinggal
di Makkah, berkonsentrasi untuk mempelajari Alquran, baik
dalam bidang tahfizh (hafalan) Alquran, ilmu tafsir, maupun
qira‘at sab‘ah.5 ia kembali ke kampung halamannya di Krapyak,
Yogyakarta, pada 1911 untuk mengajarkannya kembali di sana.6
Maksud dari qira‘at sab‘ah di sini adalah, sebuah ilmu yang
menjelaskan tentang cara baca Alquran dengan 7 mazhab imam
ahli qira‘at yang mutawatir7.

4
Syaikh Muhammad Munawwir lahir di Kauman, Yogyakarta pada
tahun 1870 dan wafat tahun 1941. Ia adalah seorang santri. Ketika di Indonesia
ia belajar ilmu-ilmu keislaman kepada ulama-ulama masyhur seperti KH
Maksum Bangkalan, KH Kholil Bangkalan, KH Sholih Darat dan KH
Abdurrahman Watucongkol. Setelah ia menimba ilmu di Indonesia, pada tahun
1888 Syekh Munawwir meneruskan belajar-nya di Makkah selama 16 tahun
dan 5 tahun di Madinah. Selama belajar di dua kota suci itu, ia banyak
memperdalam ilmu Alquran diantaranya tafsir dan qira‘at sab‘ah. Kemudian
pada tahun 1911 Syaikh Munawwir kembali ke Krapyak Yogyakarta, ia
mendirikan majelis pengajian dan mendirikan pesantren, yang sekarang
dikenal dengan nama pondok pesantren al-Munawwir Krapyak. Ia dikenal
sebagai ulama Jawa pertama yang berhasil menguasai ilmu qira‘at sab‘ah
dikarenakan sangat ahlinya ia dalam bidang ilmu tersebut. Wawan Djunaedi,
Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di Nusantara (Jakarta: Pustaka STAINU, 2008),
188–192.
5
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di Nusantara (Jakarta:
Pustaka STAINU, 2008), 189.
6
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat
(Bandung: Mizan, 1999). 109
7
Mutawatir adalah periwayatan oleh sejumlah besar perawi yang secara
adat, mustahil mereka bersepakat untuk berdusta. Artinya sejumlah besar
perawi itu memberikan keyakinan yang mantap terhadap apa yang mereka
riwayatkan, dan mustahil mereka bersepakat untuk berdusta, mulai dari awal
sanad sampai akhir sanad, yakni sampai ke Rasulullah SAW. Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2010), 2.
3

Jakarta yang menjadi ibu kota negara Republik Indonesia


juga mendapatkan bagiannya tersendiri dalam penyebaran ilmu
qira‘at sab‘ah ini. Masuknya ilmu qira‘at di Jakarta dikenalkan
langsung oleh pakarnya dari Al-Azhar, Kairo Mesir bernama
Syaikh ‗Abdul Qadir ‗Abdul Adzim ‗Abdul Barri al-Misri
(seterusnya disebut Syaikh ‗Abdul ‗Adzim). Syaikh ‗Abdul
‗Adzim ini diutus langsung pada 1975. Ia ditugaskan selama 10
tahun untuk mengenalkan dan mengajarkan ilmu qira‘at pada
salah satu lembaga pendidikan di Jakarta, yakni di Perguruan
Tinggi Ilmu Qur‘an (PTIQ) Jakarta (seterusnya disebut PTIQ
Jakarta). PTIQ Jakarta berdiri pada 1971. Di sana ia mengajarkan
dua macam qira‘at, yaitu qira‘at sab‘ah dan qira‘at ‗asyarah thariq
al-Syathibiyyah.8 Melihat sejarah masuknya ilmu qira‘at di
Jakarta, dari sini dapat disimpulkan bahwa, masuknya transmisi
qira‘at tidak mempunyai hubungan dengan perkembangan ilmu
qira‘at yang dibawa oleh KH Moenawwir di Krapyak. Di sini,
kita juga melihat bahwa proses masuknya ilmu qira‘at di Jakarta
ini selaras dengan proses masuknya Islam di Nusantara yakni
sengaja diutus dari Timur Tengah. Argumen ini dikemukakan
oleh Naquib al-Attas.9 Ini menjadi bukti bahwa transmisi
keilmuan Indonesia (dahulu Nusantara) itu terhubung dengan
tradisi keilmuan yang ada di Timur Tengah, sebagaimana yang
dikatakan oleh Azyumardi, bahwa kekeliruan yang amat fatal

8
Ustadz Dasril, murid KH. Muhsin Salim, wawancara, Jakarta, 14
Maret 2019 pukul 21.00 WIB
9
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam Dalam Sejarah dan
Kebudayaan Melayu (Bandung: Mizan, 1990), 33.
4

kalau menyebutkan tradisi keilmuan di Nusantara tidak ada


kaitannya dengan Islam di Timur Tengah.10
Dalam jangka singkat ini Syaikh ‗Abdul ‗Adzim fokus
mengajarkan ilmu qira‘at hanya pada beberapa murid saja. Hal ini
dikarenakan untuk mencetak generasi penerus. Diharapkan ilmu
qira‘at ini dapat terus berkembang di Indonesia, khususnya di
Jakarta, oleh sebab itu datangnya Syaikh ‗Abdul ‗Adzim inilah
yang nantinya akan menjadi embrio perkembangan ilmu qira‘at di
Jakarta Selatan.
Pada 1985/1988 Syaikh ‗Abdul ‗Adzim kembali ke Mesir
karena kontrak mengajarnya telah selesai. Penyebaran ilmu
qira‘at setelah kembalinya Syaikh ‗Abdul ‗Adzim ke Mesir,
dilanjutkan oleh murid-muridnya yang mendapatkan sanad. Salah
satu murid yang dipercaya untuk menyebarkan ilmu qira‘at di
Jakarta yakni bernama Muhsin Salim. KH Muhsin adalah seorang
ulama qira‘at asal Lombok. Ia belajar qira‘at kepada Syaikh
‗Abdul ‗Adzim, sanad qira‘atnya juga terhubung dengan Imam
al-Syathibi lewat dua jalur yakni dari Ayahanda beliau Syaikh
Muhammad Salim Rahmatullah, murid daripada Tuan Guru
Pancor (Pendiri Nahdlatul Wathan) dan Syaikh Muhammad
Yasin bin Muhammad Isa al-Fadani (al-Musnid ad-Dunya).11
Maka melihat itu tidak heran bahwa KH Muhsin Salim dipercaya
untuk meneruskan penyebarannya di Jakarta ini.

10
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abab XVII & XVIII (Jakarta: Kencana, 2013), XXV.
11
Ustadz Sabeni Hamid, murid KH. Muhsin Salim dan juga direktur
Yayasan Majelis Studi al-Qur‘an (MSQ) Jakarta, wawancara, Jakarta, 13
Maret 2019 pukul 21.40 WIB
5

Masyarakat Jakarta ketika itu belum mengetahui


keberadaan ilmu qira‘at sab‘ah tersebut, karena ilmu qira‘at
sab‘ah ketika itu belum menyebar dan masyhur seperti yang
dilakukan oleh PTIQ setelah berdirinya pada 1971 dan juga
mahasiswa Indonesia yang lulus dari Al-Azhar, Kairo sekarang
ini. Mereka masih memahami bahwa cara membaca Alquran
yang benar itu sebagaimana bacaan Alquran pada umumnya,
yakni dengan madzhab qiraat Imam ‗Ashim riwayat Hafs.
Mereka juga tidak mengetahui mazhab bacaan siapa yang
digunakan.12 Maka dari itu, di sinilah peran kyai Muhsin Salim
yakni dalam membumikan ilmu qira‘at melalui lembaga-lembaga
Pendidikan Alquran di Jakarta. Di antara lembaga pendidikan
Alquran di Jakarta yang mengajarkan ilmu qira‘at adalah
Perguruan Tinggi Ilmu Qur‘an (PTIQ), Institut Ilmu Alquran
(IIQ) dan Lembaga Bahasa dan Ilmu Qur‘an (LBIQ), Institut
Ilmu Qur‘an (IIQ). Ia diangkat menjadi guru besar di lembaga
tersebut. Terkhusus pada dua lembaga pertama PTIQ dan LBIQ.
Ia berhasil menelurkan regenerasi pertama yang berjumlah 9
murid, yang saat ini juga mempunyai lembaga pendidikan
Alquran yang tersebar di Jakarta. Bukan hanya itu, KH Muhsin
Salim juga menciptakan karya-karya monumental yang
menjadikan murid-muridnya mudah dalam pembelajaran ilmu
qira‘at ini.

12
KH. Sobron Zayyan, murid KH. Muhsin Salim dan juga pimpinan
pondok pesantren al-Qur‘aniyyah, wawancara, Tangerang Selatan, 24 Februari
2019 pukul 16.30 WIB
6

Dalam penyebaran ilmu qira‘at ini, KH Muhsin Salim


tidaklah sendirian. Terdapat beberapa teman seperjuangannya
seperti KH Ahsin Sakho dan KH Ahmad Fathoni.13 Mereka
adalah teman seperjuangan dalam mengembangkan ilmu qira‘at,
mereka juga salah satu pengembang ilmu qira‘at yang
mempunyai sanad keilmuan yang sampai kepada KH Munawwir
Krapyak, akan tetapi di sini penulis hanya akan membahas
ketokohan KH Muhsin Salim serta kontribusinya terhadap
perkembangan ilmu qira‘at di Jakarta Selatan saja. Penulis
mewawancarai beberapa tokoh qira‘at di Jakarta bahkan
Tangerang Selatan. Rata-rata ketika ditanya siapa guru
qira‘atnya, mereka menjawab KH Muhsin ini. KH Muhsin juga
adalah salah satu ulama qira‘at yang banyak menelurkan re-
generasi yang saat ini juga mempunyai lembaga pendidikan yang
mengajarkan ilmu qira‘at yang tersebar di Jakarta, oleh sebab itu
transmisi ilmu qira‘at di Jakarta secara khusus tidak terlepas dari
peran KH Muhsin Salim.14 Maka penelitian ini ingin fokus
kepada KH Muhsin Salim terkhusus pada peranannya.
B. Rumusan Masalah
Dari permasalahan yang ada maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut;
1. Bagaimana biografi KH Muhsin Salim?
2. Bagaimana qira‘at sab‘ah di Jakarta Selatan?

13
Ustadz Hawasyi, Murid KH. Ahsin Sakho, pada 30 Januari pukul
10.15 WIB
14
KH. Sobron Zayyan, murid KH. Muhsin Salim dan juga pimpinan
pondok pesantren al-Qur‘aniyyah, wawancara, Tangerang Selatan, 24 Februari
2019 pukul 16.30 WIB
7

3. Bagaimana peranan KH Muhsin Salim dalam transmisi


ilmu qira‘at sab'ah di Jakarta Selatan?
Pertanyaan di atas akan dijawab dalam uraian-uraian dan
analisis yang didasarkan pada sumber-sumber yang penulis
gunakan.
C. Sumber Sejarah Primer
Dalam penelitian ini penulis mendapatkan sumber primer
langsung dari pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan
penelitian ini, yakni melalui observasi ke Perguruan Tinggi Ilmu
Alquran (PTIQ) dan Lembaga bahasa & ilmu Alquran (LBIQ)
Jakarta, dengan observasi baik melalui website maupun lapangan.
Foto dan dokumen yang berkaitan dengan penilitian ini, juga
akan penulis hadirkan di penelitian ini. Penelitian ini
menggunakan metode wawancara dengan para pakar qira‘at
qab‘ah khususnya kepada KH. Muhsin Salim dan murid-
muridnya. Di antara pakar yang penulis wawancarai adalah KH
Muhsin Salim, Ahsin Sakho dan beberapa murid-muridnya,
Hawasyi, Sobron Zayyan, Sabeni Hamid dan Dasril. Sumber
yang penulis gunakan tidak hanya diperoleh dari wawancara,
akan tetapi juga dari karya-karya KH Muhsin sendiri seperti
qira‘at sab‘ah, qira‘at ‗asyarah, dan lain-lain.
D. Signifikansi dan Hasil yang diharapkan

Penulis berharap dengan adanya penelitian ini bisa menjadi


penggerak bagi peneliti lain untuk terus menyempurnakan
penelitian ini. Penulis sadar bahwa tulisan ini belumlah
sempurna. Penulis juga berharap tulisan ini dapat bermanfaat
8

suatu saat nanti. Signifikansinya, penulis melihat belum ada yang


membahas tentang perkembangan qira‘at sab‘ah khususnya di
Jakarta Selatan, karena ketika penulis mewawancarai para
narasumber, mereka sangat mengapresiasi penelitian ini. Maka
hal inilah yang menjadikan penulis semakin semangat untuk terus
konsisten mengangkat tema ini. Selain itu penulis berharap
supaya tulisan ini menjadi pelengkap penelitian lain dan
informasi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan
keabsahannya dalam bidang sejarah qira‘at sab‘ah di Indonesia.

E. Literature Review
1. ―Metodologi Pengajaran Qira'at Sab‗ah Studi Observasi di
Pondok Pesantren Yanbu‗ul Qur'an dan Dar Al-Qur'an‖
Artikel ini ditulis oleh Urwah dari jurnal ―Suhuf‖. Di dalam
jurnal ini, selain membahas tentang metodologi pengajaran
qira‘at sab‘ah, di jurnal ini juga membahas tentang awal
munculnya formula qira‘at sab‘ah dan juga terdapat profil
pondok pesantren KH Arwani. Ia adalah salah satu ulama
Nusantara yang mengarang kitab tentang qira‘at sab‘ah
yang berjudul Faidhul-Barakat fi Sab‟il-Qira‟at.15
2. ―Tradisi Qira‘at al-Qur‘an : Resepsi Atas Kitab Faidhul
Barakat fi Sab‘il Qira‘at Karya KH Muhamad Arwani bin
Muhamad Amin al-Qudsi‖ jurnal ini ditulis oleh Ade
Chariri Fashichul Lisan dari jurnal ―Misykat‖. Di dalam
jurnal ini lebih spesifik membahas tentang KH. Arwani

15
Urwah, ―Metodologi Pengajaran Qira‘at Sab‗ah Studi Observasi di
Pondok Pesantren Yanbu‗ul Qur‘an dan Dar Al-Qur‘an,‖ Suhuf , Vol 5, no. 2
(2012): 145–168.
9

Amin dan kitab karangannya, kemudian membahas tentang


transmisi dan transformasi Qira‘at Sab‘ah serta sejarahnya
secara singkat.16
Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya
yakni menitik beratkan kepada agensi KH Muhsin Salim dalam
transmisi keilmuan qira‘at sab‘ah di Jakarta Selatan. Ia berperan
dalam regenerasi murid-muridnya menjadi ulama qira‘at dan
karya-karya yang sistematis dan dialih bahasakan sehingga dapat
memudahkan para pelajar qira‘at sab‘ah dalam memahami ilmu
tersebut. Maka karena hal itu menjadikan ilmu qira‘at dapat
menyebar luas dengan cepat di Jakarta Selatan.
F. Metode, Pendekatan, dan Teori
Di dalam penulisan sejarah terdapat dua madzhab yang
dapat digunakan, dan keduanya pun saling terikat dengan teori
dan metodologi yakni sejarah naratif ( narrative history) dan
sejarah analitis (analytical history). Pada penelitian ini
menggunakan sejarah naratif (narrative history) untuk
menjelaskan perkembangan dari sebuah peristiwa dan
menghubungkannya dengan masalah sosial-intelektual.17
Penelitian ini juga menggunakan metode analisis sejarah
intelektual (intellectual history) yaitu dengan cara membaca
(reading) dan menafsirkan (interpreting) fenomena dalam sebuah

16
Ade Chariri Fashichul Lisan, ―Trasdisi Qira'at al-Qur'an : Resepsi
Atas Kitab Faidhul Barakat Fi Sab‘il Qira‘at Karya K.H. Muhamad Arwani
Bin Muhamad Amin Al-Qudsi,‖ Misykat, Vol 2, no. 1 (2018): 89–112.
17
M. Dien Madjid dan Johan Wahyudi, Ilmu Sejarah; Sebuah
Pengantar (Jakarta: Kencana, 2014), 106.
10

peristiwa tokoh intelektual tersebut.18 Pada penelitian ini penulis


ingin menjelaskan perkembangan ilmu qira‘at sab‘ah di Jakarta
Selatan dengan menghubungkan siapa tokoh dibalik itu. Di sini
penulis memfokuskan kepada KH Muhsin, yang mana ia adalah
salah satu tokoh yang lebih dulu berperan aktif dalam
perkembangan ilmu qira‘at di Jakarta.
Studi sejarah intelektual adalah studi tentang ide-ide,
pikiran, argument, keyakinan, asumsi, sikap dan perilaku seorang
tokoh intelektual di keadaannya pada masa lalu, sehingga itu
semua dapat mempengaruhi masa setelahnya/masa depan atau
tidak.19 Pemikiran itu bisa karya tulis ataupun karya nyata, baik
dalam bentuk fisik maupun non fisik yang bermanfaat baik
sezamannya ataupun masa sesudahnya.20
Dalam pengumpulan sumber sejarah, sejarah lisan adalah
merupakan salah satu diantara heuristik yang menggunakan
pendekatan dengan cara mewawancarai pelaku dan saksi sejarah
ataupun orang-orang yang hidup sezaman dengan apa yang
diteliti oleh peneliti sejarah.21

Teori yang sesuai untuk meninjau keterlibatan seseorang


dalam suatu transmisi keilmuan, sehingga suatu ilmu itu dapat
berkembang ke berbagai daearah-daerah yang juga tetap

18
Nyong Eka Teguh Iman Santosa, Sejarah Intelektual Sebuah
Pengantar (Sidoarjo: Uru Anna Books, 2014), 67–68.
19
Nyong Eka Teguh Iman Santosa, Sejarah Intelektual Sebuah
Pengantar (Sidoarjo: Uru Anna Books, 2014), 38.
20
Syahrin Harahap, Metodologi Studi Tokoh dan Penulisan Biografi,
ke-2. (Jakarta: Prenada, 2014), 9.
21
M. Dien Madjid dan Johan Wahyudi, Ilmu Sejarah; Sebuah
Pengantar (Jakarta: Kencana, 2014), 122.
11

mempertahankan tradisi keilmuan. Suatu agen juga bebas


berkehendak dalam membentuk jaringan keilmuan dan karya-
karyanya yang juga menjadi faktor dalam perkembangan
keilmuan tersebut. Maka teori yang sesuai dengan penelitian ini
adalah teori Giddens tentang konsep agensi. Konsep agensi
diartikan sebagai kebebasan, kehendak seseorang yang bersifat
bebas, tindakan untuk berkreatifitas dan mempertahankan
orisinalitas serta kemungkinan seseorang untuk melakukan
perubahan.22 Agensi berorientasi pada tindakan untuk merespon
kekurangan yang ada dalam sebuah struktur tertentu yang
mengikat agen, karena agen dan struktur merupakan satu konsep
yang tidak dapat dipisahkan. Struktur memiliki konsep ruang dan
waktu yang sudah tertata dan fleksibel terhadap perubahan,
sehingga menempati posisi sebagai titik simpang dari sebuah
perubahan. Konsep agensi berjalan sesuai dengan kehendak
seorang agen yang memiliki kebebasan dalam menggerakkan
struktur hingga menghasilkan modernitas.23

Selain membuat suatu perubahan, agen memiliki peran


dalam membentuk dirinya sendiri dalam mewujudkan dirinya
dari ketiadaan. Agen membekali dirinya dengan rasionalitas,
kesadaran dalam bertindak dan pengetahuan tentang tindakan
yang dilakukannya. Agen biasanya mampu bersifat diskursif
untuk menggambarkan tindakan mereka dan alasan dalam

22
Anthony Giddens, The Constitution of Society (U.K: Polity Press,
1984), 5.
23
Anthony Giddens, The Constitution of Society (U.K: Polity Press,
1984), 6-7
12

melakukan tindakan tersebut. Konsep agensi ini dibentuk secara


sosial sebagai sesuatu yang diproduksi, diberdayakan, dan
didistribusikan oleh sumber daya sosial dengan cara yang
bervariasi sehingga dapat memunculkan kemampuan agen untuk
bertindak pada ruang tertentu.24

Penelitian ini menggunakan konsep transmisi dari


Azyumardi, yang di mana penelitian ini menyangkut transmisi
keilmuan. Konsep transmisi menurut Azyumardi, adalah suatu
upaya atau proses dalam menyampaikan sebuah ilmu
pengetahuan/gagasan pembaharuan dari suatu individu kepada
individu atau kelompok selanjutnya, sehingga keilmuan/gagasan
pembaharuan tersebut dapat tetap dipertahankan nilai-nilainya,
atau bahkan direvitalisasi untuk tujuan mempermudah bagi suatu
individu atau kelompok.25 Pengertian transmisi keilmuan, juga
mencakup bagaimana menemukan dan menciptakan sesuatu yang
baru. Maka sesuai dengan penelitian ini, di mana KH Muhsin
Salim mengupayakan dalam proses penyampaian suatu ilmu
pengetahuan yakni qira‘at sab‘ah kepada murid-muridnya,
sehingga ilmu qira‘at sab‘ah itu dapat tetap dipertahankan
keontentikannya dan direvitalisasi ajaran sebelumnya bertujuan
untuk mempermudah dalam proses transmisinya. Hal ini adalah
upaya agar tidak ada penyelewengan terhadap ilmu qira‘at
tersebut, karena ini berkaitan dengan Alquran.

24
Chris Barker, Cultural Studies Teori Dan Praktik, diterjemahkan
oleh. Nurhadi (Bantul: Kreasi Wacana, 2009), 91.
25
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abab XVII & XVIII (Jakarta: Kencana, 2013), XXIV-XXV
13

Maka dari itu penelitian ini menggunakan pendekatan


sosiologis. Karena dengan pendekatan ini dapat membantu
mengungkap latarbelakang sosial masyarakat dari suatu
peradaban. Menurut Dien Madjid, peristiwa sejarah merupakan
bagian dari sebuah peradaban dan peradaban tidak mungkin ada
tanpa masyarakat.26

Adapun metode penulisan penelitian ini merujuk kepada


pedoman penulisan skripsi/tesis yang diterbitkan oleh Fakultas
Adab dan Humaniora pada 2018, dengan harapan penulisan ini
tidak hanya baik dari segi isi, tetapi juga baik dari segi metode
penulisan.27

G. Kerangka Berpikir
ilmu qira‘at sab‘ah di DKI Jakarta khususnya di Jakarta
Selatan belumlah membumi seperti sekarang. Ilmu qira‘at sab‘ah
di Jakarta Selatan pertama kali diperkenalkan oleh lembaga
Perguruan Tinggi Alqur‘an (PTIQ) yang ketika itu mengkontrak
Syaikh/guru dari Timur Tengah, Mesir. PTIQ mengkontrak
Syaikh dari Mesir selama lebih kurang 10 tahun dimulai sejak
tahun 1983. Ilmu qira‘at sab‘ah belum terlalu tersebar luas dan
hanya mahasiswa lembaga tersebut saja yang mengetahui dan
mempelajarinya. Ilmu qira‘at sab‘ah kemudian mulai

26
Dien Majid, Pengantar Ilmu Sejarah (Ciputat: UIN Jakarta Press,
2013), 119.
27
Fakultas Adab dan Humaniora, Pedoman Penulisan Proposal
Skripsi/Tesis Program Studi Sejarah Dan Peradaban Islam (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2018).
14

berkembang di Jakarta Selatan sejak para mahasiswa dari PTIQ


itu lulus studinya yang dipelopori oleh KH Muhsin Salim.
KH Muhsin Salim berperan sebagai agen yang menjadi
inovator dan motor penggerak dalam perkembangan qira‘at
sab‘ah di Jakarta Selatan yang dibuktikan dengan karya-karyanya
yang menggunakan bahasa ibu pertiwi dan juga sistematis dapat
mempermudah murid-muridnya untuk memahami ilmu tersebut,
kemudian ia berhasil meregenerasi murid-muridnya sebagai
penerus yang dipercayakan untuk menerima sanad qira‘at sab‘ah
tersebut, dan sepakterjangnya dalam mengajarkan ilmu qira‘at
sab‘ah di kediamannya, lembaga-lembaga Alquran dan beberapa
majelis-majelis yang berada di DKI Jakarta. Menjadi seorang
agen yang mampu membentuk diri dari ketiadaan, KH. Muhsin
sangat berperan penting dalam perkembangan ilmu qira‘at sab‘ah
di DKI Jakarta khususnya di Jakarta Selatan. KH. Muhsin Salim
mampu memperkenalkan dan menyebarkan ilmu qira‘at sab‘ah di
Jakarta Selatan dari ketiadaan.
15

SKEMA KERANGKA BERFIKIR


QIRA‘AT SAB‘AH

o Bagaimana Peranan KH. Muhsin Salim dalam


Transmisi Qira‘at Sab‘ah di Jakarta Selatan 1986-
Masalah 2012?
o Murid-murid KH Muhsin Salim yang tersebar di
Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan Tangerang
Selatan yang kini mempunyai lembaga Alqurannya
sendiri

Sumber (Primer) o Ilmu Qira‘at Tujuh: Bacaan Al-Qur‘an Menurut


Tujuh Imam Qira‘at dalam Thariq Asy
Syathibiyyah Karya Muhsin Salim
o Wawancara, dokumen, foto

o Urwah (2012): Metodologi Pengajaran Qira'at


Sab‗ah Studi Observasi di Pondok Pesantren
Literature Review
Yanbu‗ul Qur'an dan Dar Al-Qur'an
o Ade Chariri (2018) Tradisi Qira‘at al-Qur‘an :
Resepsi Atas Kitab Faidhul Barakat fi Sab‘il Qira‘at
Karya KH Muhamad Arwani bin Muhamad Amin
al-Qudsi

Metodologi Metode Historis

Pendekatan Sosiologis

Temuan
Teori Agensi (Anthony Giddens)

Peranan KH. Muhsin Salim dalam perkembangan ilmu qira‘at di Jakarta sangat besar pertama,
mulai dari mengajar di rumahnya, majelis-majelis yang ada di Jakarta dan di tempat mengajarnya
seperti PTIQ dan LBIQ. Kedua, Ia juga membuat buku tentang qira‘at sab‘ah untuk
mempermudah dalam segi pemahaman. Ketiga, mengkaderisasi murid-muridnya yang sekarang
ini ada yang tersebar di Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan Tangerang Selatan, yang mereka
mempunyai lembaga Alqurannya sendiri.
BAB II
BIOGRAFI KH MUHSIN SALIM
A. Muhsin Salim Kecil dan Keluarga

Muhammad Muhsin Salim itulah nama lengkapnya. Ia


biasa dipanggil dengan sebutan Muhsin. Muhsin Salim kecil lahir
pada 21 April 1950 di Serengat Praya, Lombok Tengah, Nusa
Tenggara Barat (NTB).28 Ia adalah anak kedua dari delapan
bersaudara, kakaknya bernama Siti Rohati, adik-adiknya bernama
Khairul Anwar, Kasyfun Nuri, Rukiyati, Musyawarah dan
terakhir Masrurati. Muhsin kecil adalah anak kandung dari
pasangan tuan guru Muhammad Salim bin Rahmatullah dengan
ibu Hj Mahyuni. Kedua orang tuanya ialah orang asli Serengat
Praya, Lombok Tengah.29

Muhsin Salim ini dilahirkan dari keluarga yang agamis.


Ayahnya saat itu adalah salah satu tokoh ulama besar di Lombok.
Pada umur empat tahun ia sudah mulai diajarkan ilmu tajwid oleh
ayahandanya untuk menghafal buku tajwid karangan guru
ayahandanya yang bernama tuan guru Zainuddin Abdul Majid
Pancor, Lombok Timur. Kitab tajwid itu berjudul Batu Ngompal
Atas. Sedari kecil Muhsin Salim suka sekali duduk di pangkuan
ayahandanya yang sedang mengajarkan murid-muridnya Alquran.

28
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh
Imam Qiraat dalam Thariq Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis
Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur‘an, 2007). i.
29
KH. Muhsin Salim, selaku sumber utama dan guru besar qira‘at
sab‘ah di PTIQ Jakarta, wawancara, Jakarta Selatan, 9 September 2019 pukul
10.00 WIB

16
17

Dari sini juga Muhsin Salim kecil mengaku bahwa ia


mendapatkan motivasi mengkaji Alquran sampai sekarang dari
sejak ia kecil dulu. Pada saat ayahandanya sedang mengajar, ia
pernah diminta untuk membaca syair dari kitab tajwid tersebut.
Muhsin Kecil belajar kepada ayahandanya, ia juga berguru
dengan para murid ayahandanya di antaranya Zainal Abidin dan
Muhammad Syahdan Abdus Salam serta lain-lainnya lagi di
Majelis Ta‘lim Alquran Asy-Syar‘iyyah, Serengat Praya30,
dengan demikian Muhsin Salim sudah terbiasa hidup bersama
Alquran dari sejak ia berumur empat tahun, sehingga sekarang
masih terus membekas menjadikan ia sebagai pakar ilmu Alquran
di Indonesia sampai saat ini.

B. Latar Belakang Pendidikan

Muhsin Salim kecil dilahirkan dari keluarga agamis dan


berpendidikan. Ayahandanya adalah tokoh ulama di desanya.
Waktu umur empat tahun ia sudah diajarkan Alquran oleh
ayahandanya, tuan guru KH Muhammad Salim yang seorang
tokoh ulama besar di Serengat Praya, Lombok Tengah. Ia juga
belajar Alquran dengan murid-murid ayahandanya di Majelis
Ta‘lim Alquran al-Syar‘iyyah. Pada 1962 ia memulai bersekolah
dasar di Sekolah Rakyat (biasa disingkat SR) No. 2 pada waktu
pagi hari, kemudian pada sore harinya ia juga sekaligus
bersekolah di Madrasah Ibtidaiyyah al-Syar‘iyyah, Praya, dengan

30
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh
Imam Qiraat dalam Thariq Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis
Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur‘an, 2007). i.
18

demikian Muhsin Salim kecil mendapatkan dua ijazah sekaligus


di tingkat sekolah dasarnya.

Pada 1968 Muhsin Salim kecil melanjutkan ke tingkat


mu‟allimin (sekolah menengah pertama dan menengah atas) di
pesantren Nurul Yaqin N.W (Nahdlatul Waton) Karang Lebah
Praya. Di pesantren yang sama, ia melanjutkan pelajarannya ke
tinggat Ma‘had Aly (Akademi) yaitu Ma‘had Darul Qur‘an wa
Al-Hadist N.W Praya tahun 1971. Di samping belajar formal di
pesantren, Muhsin Salim kecil diantarkan dan diserahkan oleh
ayahandanya untuk melanjutkan studinya di bawah asuhan para
tuan guru di desanya untuk ngaji duwah (memperdalam kitab-
kitab kuning).

Pada 1973 Muhsin Salim melanjutkan studinya, ia terbang


ke Jakarta dari Lombok untuk mengambil S1 di Perguruan Tinggi
Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta, di fakultas Syari‘ah. Pada 1975 ia
mendapatkan gelar sarjana muda PTIQ dengan skripsi
“Ahammiyyah ilmi tajwid wa Al-Qira‟at fi Qiraa‟ah Al-Qur‟an”.
Ia kemudian mengikuti persamaan negeri dengan Yudisium Cum
Laude dan mendapatkan gelar sarjana lengkap PTIQ dengan
skripsi “Awjuh Qiraa‟ah Al-Qur‟an wa Atsaruhaa fi Al-Istinbath
Al-Ahkam” sekaligus ujian akhir selesai menghafal Alquran pada
1980. Ia lalu melanjutkan studi S2 di Institut Ilmu Alquran (IIQ)
Jakarta jurusan ‗Ulumul Qur‘an dan ‗Ulumul Hadist dengan
19

Yudisium Cum Laude.31 Muhsin Salim sekarang pun sudah


menyelesaikan studi S3-nya di PTIQ Jakarta jurusan ‗Ulumul
Qur‘an.32 Dari jenjang studinya ini dapat tertlihat bahwa
pendidikan Alquran oleh ayahandanya sejak kecil membekas
pada Muhsin Salim sampai sekarang membawanya menjadi pakar
ilmu Alquran di Indonesia, khususnya di Jakarta Selatan, bahkan
keilmuannya diakui di dunia Islam Internasional.33

C. Ketokohan KH. Muhsin Salim


Seorang tokoh dan gagasan besarnya adalah menjadi salah
satu faktor34 yang dapat mengendalikan maju mundurnya alur
sejarah.35 Pemikiran dan pembaharuan seorang tokoh itu akan
mengendalikan sejarah, baik di masa hidupnya maupun di masa
setelahnya. Hal ini menyebabkan studi tokoh menjadi demikian
penting di setiap zaman. Dalam suatu studi biografi/tokoh,
seseorang dikatakan sebagai seorang tokoh penting dapat diukur

31
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh
Imam Qiraat dalam Thariq Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis
Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur‘an, 2007). i.
32
KH. Muhsin Salim, selaku sumber utama dan guru besar qira‘at
sab‘ah di PTIQ Jakarta, wawancara, Jakarta Selatan, 9 September 2019 pukul
10.00 WIB
33
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh
Imam Qiraat dalam Thariq Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis
Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur‘an, 2007). i.
34
Lima faktor yang dapat mengendalikan perkembangan sejarah
diantaranya, para dewa, rencana besar Allah, gagasan-gagasan besar, tokoh-
tokoh dan keadaan sosial ekonomi. Syahrin Harahap, Metodologi Studi Tokoh
dan Penulisan Biografi, ke-2. (Jakarta: Prenada, 2014), 9–10.
35
Moeflih Hasbullah dan Dedi Supriadi, Filsafat Sejarah (Bandung:
CV. PustakaCeria, 2012), 58–62.
20

dari tiga36 indikator salah satunya adalah integritas tokoh


tersebut.37
Dalam penelitian ini penulis melihat KH. Muhsin Salim
(selanjutnya ditulis kiai Muhsin) sudah dapat dikatakan sebagai
tokoh pasalnya ia adalah salah satu guru besar dalam bidang ilmu
qira‘at di Indonesia, terkhusus di tempat mengajarnya PTIQ
Jakarta Selatan, IIQ Jakarta, LBIQ DKI Jakarta dan di
kediamannya yaitu di wilayah Tangerang Selatan, Bintaro sektor
satu. Kiai Muhsin ini tidak hanya menjadi guru besar dalam
bidang ilmu qira‘at, Ia adalah salah satu tokoh/ulama yang
menguasai berbagai cabang ilmu di antaranya ilmu tajwid, tafsir,
fiqih dan ilmu Nagham38. Kiai Muhsin juga mempunyai peran
dan kontribusi terhadap perkembangan ilmu qira‘at sab‘ah di
Indonesia, khususnya di Jakarta Selatan. Cukup banyak karya dan
gagasan yang telah ia telurkan khususnya dalam bidang ilmu
qira‘at sab‘ah ini.
Kiai Muhsin Salim memulai karir keilmuannya ketika ia
sedang melanjutkan studi S3-nya di PTIQ. Ia diangkat menjadi
asisten dosen dari Mesir bernama Syaikh ‗Abdul ‗Adzim dalam
bidang ilmu Tilawah Alquran yang juga guru qira‘atnya. Kiai
Muhsin diangkat menjadi asisten dosen oleh Rektor PTIQ

36
Integritas, karya-karya, dan pemikiranya. Syahrin Harahap,
Metodologi Studi Tokoh dan Penulisan Biografi, ke-2. (Jakarta: Prenada,
2014)
37
Syahrin Harahap, Metodologi Studi Tokoh dan Penulisan Biografi,
ke-2. (Jakarta: Prenada, 2014), 8.
38
Ilmu Nagham adalah mempelajari cara/metode di dalam
menyenandungkan/ melagukan/memperindah suara pada tilawatil Qur`an.
Lihat Muhsin Salim, Ilmu Nagham Al-Qur‟an (Jakarta: PT. Kebayoran Widya
Ripta, 2004), 1.
21

bernama Ibrahim Hosen. Pada saat yang sama pula, Kiai Muhsin
diangkat menjadi dosen di IIQ Jakarta mulai tahun 1976 – 1979.39
Sekembalinya kiai Muhsin ke NTB kampung halamannya, ia
mendapatkan kepercayaan karir dalam beberapa bidang (lihat
tabel 1.1).40
Kiai Muhsin kembali pindah ke Jakarta pada 1986 karena
mendapatkan kepercayaan karirnya (lihat tabel 1.2).41 Dari sepak
terjangnya ini dapat membuktikan bahwa kiai Muhsin adalah
tokoh penting khususnya yang berkaitan dengan ilmu qira‘at. Ia
banyak aktif dalam bidang Alquran dan organisasi-organisasi
kepemerintahan. Seseorang dapat dikatakan tokoh penting itu
harus mempunyai karya-karya baik tertulis maupun tidak.
Pembahasannya ini akan dibahas pada sub-bab selanjutnya.
D. Guru-guru Agama
Hj. Mahyuni adalah seseorang yang menjadi madrasah
pertama bagi Muhsin Salim. Muhsin Salim ketika usia empat
tahun pun sudah diajarkan ilmu Alquran oleh ayahandanya, tuan
guru KH Muhammad Salim yang seorang tokoh ulama, ia pun
belajar ke majelis murid-murid ayahandanya di desa tempat ia
tinggal. Muhsin Salim lahir dan hidup dalam keluarga yang
agamis dan berpendidikan sehingga ayahandanya pun

39
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh
Imam Qiraat dalam Thariq Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis
Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur‘an, 2007). i.
40
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh
Imam Qiraat dalam Thariq Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis
Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur‘an, 2007). i.
41
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh
Imam Qiraat dalam Thariq Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis
Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur‘an, 2007). i.
22

mengantarkan dan menyerahkannya kepada para tuan guru yang


tidak jauh dari desanya (biasa disebut dengan kiai kampung)
untuk mendalami kitab-kitab kuning. Ada beberapa guru yang
mengajarkannya sekaligus macam ilmu yang diajarkan kepada
Muhsin Salim kecil (lihat tabel 1.3).42
Dari sinilah Muhsin Salim memulai pendidikan agamanya
yang diawali berguru dengan para kiai kampung di desanya, tidak
lain yaitu untuk mendalami ilmu-ilmu Islam, yang kemudian
Muhsin Salim melanjutkan studinya di Jakarta. Pada 1973
Muhsin Salim menjadi mahasiswa di PTIQ Jakarta, ia tidak hanya
belajar di ruang kelas saja, melainkan ia mendatangi rumah-
rumah dosen-dosennya untuk terus mendalami kitab-kitab kuning
secara privat. Di antara dosen-dosen yang Muhsin Salim datangi
ketika mahasiswa untuk pendalaman kitab kuning antara lain:

Dua tabel tersebut menunjukan, bahwa Muhsin Salim


memiliki empat guru qira‘at yakni di antaranya, Syaikh
Muhammad Salim Rahmatullah, Syaikh Muhammad Yasin bin
Muhammad Isa Al-Fadani Al-Makki, Syaikh Sayyid Syarif dan
terakhir Syaikh Abdul Qadir Abdul Adzim Abdul Barri. Dua guru
qira‘at Muhsin Salim di tabel pertama, ia belajar ketika masih
berada di Lombok kampung halamannya, dan dua guru besar
qira‘at di tabel kedua, ketika ia melajutkan studinya di PTIQ
Jakarta.

42
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh
Imam Qiraat dalam Thariq Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis
Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur‘an, 2007). i.
23

Keempat guru qira‘at di atas dapat dilihat dalam kolom


keterangan, bahwa hanya tiga guru yang memberikannya sanad
keilmuan qira‘at sab‘ah. Muhsin Salim megatakan, bahwa ia
belajar qira‘at tujuh kepada Syaikh Sayyid Syarif ini hanya dua
tahun sejak ia menjadi mahasiswa di PTIQ Jakarta pada 1973
sampai 1975. Pada 1975, pihak Al-Azhar Mesir mengutus Syaikh
‗Abdul Qadir ‗Abdul ‗Adzim ‗Abdul Barri untuk menggantikan
Syaikh Sayyid Syarif mengajar di PTIQ yang dikontrak selama
10 tahun.43 Muhsin Salim pun berguru dengan Syaikh ‗Abdul
Qadir itu selama sepuluh tahun, dan ia dipercayakan untuk
mendapatkan sanad keilmuan dari gurunya. Dari jejak studi dan
guru-gurunya dapat dilihat, bahwa tidak heran Muhsin Salim saat
ini menjadi pakar ilmu Alquran khususnya cabang qira‘at, dari
segi sanad dan keilmuan Muhsin Salim sangat mumpuni. Atas
dasar inilah ia menjadi tokoh intelektual muslim dalam bidang
qira‘at sab‘ah yang nantinya menjadi cikal bakal perkembangan
ilmu qira‘at sab‘ah di Jakarta Selatan.

43
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh
Imam Qiraat dalam Thariq Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis
Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur‘an, 2007). i.
BAB III
GAMBARAN UMUM QIRA’AT SAB’AH
A. Pengertian Qira’at Sab’ah

Menurut bahasa, kata qira'at merupakan bentuk kata kerja


(masdar) dalam bahasa Arab dari kata qara'a-yaqra'u-qur'anan-
qira'atan yang secara epistimologi berarti ―Bacaan‖. Adapun
qiraat secara terminologi para ulama beragam pendapat dalam
mendefiniskan kata qira‘at. Ali as-Shabuni mendefinisikan kata
―qira‘at‖ sebagai salah satu dari beberapa madzhab/metode
artikulasi bacaan Alquran dari para imam-imam qurra‘ yang
masing-masing mempunyai perbedaan dalam pengucapan kosa
kata Alquran serta berdasar pada sanad yang bersambung sampai
kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW.44 Adapun Abu
Syamah al-Dimasyqi berpendapat bahwa:45

“Ilmu qira‟at adalah sebuah disiplin ilmu yang


mempelajari cara melafalkan kosa kata Alquran dan
perbedaannya disandarkan pada perawi yang
mentransmisikannya”

Sedangkan kata Sab‟ah di sini adalah bentuk kata bilangan


yang berartian ―tujuh imam qira‘at‖ atau ―tujuh cara bacaan‖,

44
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur‟an Praktis
(Jakarta: Pustaka Amani, 2001), 357.
45
al-Dimasyqi, Ibrazul Ma‟ani Min Hirz al-‟Amani Fil Qira‟at al-Sab‟
Li al-Imam al- Syathibi (Mesir: Maktbah Mushthafa Albani al-Halabi wa
Auladuhu, t.t), 12.

24
25

sehingga dapat disimpulkan bahwa istilah qira‘at sab‘ah46 (qira‘at


tujuh) ini adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang cara
bacaan Alquran dengan tujuh macam cara imam qira‘at yang
bersandar pada sanad yang bersambung sampai kepada Nabi
Muhammad SAW, yang berdasarkan pada sebuah sabda
Rasulullah SAW :47 Diriwayatkan oleh ‗Abdullah bin ‗Utbah,
dikatakan bahwa Ibnu ‗Abbas memberitahu dia bahwa Rasulullah
telah bersabda:

”Malaikat Jibril membacakan (Alquran) kepadaku dengan


satu huruf saja. Kemudian aku meminta tambahan
kepadanya, dan ternyata dia menambah (ragamnya)
sehingga mencapai tujuh huruf.”

Asbabul wurud sabda Rasulullah SAW salah satunya


disebabkan atas dasar sistem artikulasi atau dialek yang beragam
pada kabilah-kabilah Arab, sehingga ada dari kalangan sahabat
mengalami kesulitan dalam melafalkan ayat Alquran sebelumnya.
Rasulullah kemudian meminta kepada Jibril untuk
menambahkannya sehingga sampai tujuh huruf, barulah sahabat

46
Istilah qira‟ah sab‟ah dalam terminologi Arab yang sering
disebutkan dengan menggunakan istilah al-qira‟atus-sab‟, al-qira‟atus-
sab‟iyyah, atau sab‟al-qira‟at. Demikianlah susunan yang benar menurut tata
bahasa Arab. Adapun redaksi yang berbunyi qira‟at sab‟ah atau qira‟ah al-
sab‟ah, sebagaimana yang tercantum di atas, tidak bisa dikategorikan sebagai
istilah yang tepat jika dilihat dari perspektif bahasa Arab. Berdasarkan
reasoning seperti inilah istilah qira‟at sab‟ah bisa dibenarkan dari sudut
panadang gramatika Arab, dan istilah inilah yang akan dipergunakan dalam
penelitian ini untuk menyebut konsep tentang qira‘at tujuh yang menjadi salah
satu variabel pembahasan. Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di
Nusantara (Jakarta: Pustaka STAINU, 2008), 8-9.
47
Muhammad bin Isa al-Turmudzi, Sunan Al-Turmudzi, vol. 7 (Beirut:
Dar Ihya Turast al-‘Arabi, t.t), hadist nomor 2944. 194.
26

sudah tidak lagi mengalami kesulitan melafalkan Alquran,


walaupun pada akhirnya menyebabkan multiartikulasi lafal
Alquran di kalangan para sahabat.48

Dari uraian di atas dapat diketahui aspek ontologi,


epistimologi, dan aksiologi disiplin ilmu qira‘at. Objek kajian
ilmu qira‘at adalah Alquran dari segi perbedaan lafal dan cara
artikulasinya. Metode mendapatkan ilmu qira‘at melalui riwayat
yang berasal dari Rasulullah SAW. Sementara nilai guna ilmu
qira‘at adalah sebagai salah satu instrumen untuk
mempertahankan orisinalitas Alquran yang sekaligus juga
bermanfaat sebagai kunci untuk memasuki ilmu tafsir.49

B. Munculnya Formulasi Qira’at Sab’ah

Istilah sab„ah yang berarti tujuh pada awalnya bersumber


dari hadis Nabi atas diturunkannya Alquran dengan tujuh huruf
atau yang disebut dengan sab‟ah ahruf, istilah sab„ah ahruf ini
berawal dari permohonan Nabi kepada Jibril sebagai bentuk
rukhsah (dispensasi) tentang bacaan Alquran yang pada mulanya
diturunkan dengan satu huruf seperti disebutkan dalam beberapa
hadis Nabi.50 Bermula dari hadist Nabi inilah yang nantinya akan
menjadi embrio terciptanya disiplin ilmu qira‘at sab‘ah, karena
memang pada masa Nabi ilmu qira‘at belumlah berbentuk sebuah

48
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di Nusantara (Jakarta:
Pustaka STAINU, 2008), 7.
49
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di Nusantara (Jakarta:
Pustaka STAINU, 2008), 23.
50
Muhammad Ali Al-Sabuni, At-Tibyan Fii „Ulum al-Qur‟an (Jakarta:
Dinamika Berkah Utama, 1985), 229.
27

disiplin ilmu, hanya saja masih berupa periwayatan secara verbal


dari Nabi untuk para sahabat, dan dari sahabat ke sahabat yang
lain ataupun tabi‘in.51 Adapun para sahabat menerima qira‘at dari
Rasulullah SAW berbeda-beda satu sama lain tergantung dialek
para sahabat karena berbedanya kabilah.

Pada awal abad ke-2 H masa tabi‘in, qira‘at Alquran


mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Para pakar
qira‘at mulai menyebar ke berbagai pelosok. Menyebarnya qira‘at
Alquran di kalangan tabi‘in pun tidak menutup kemungkinan
terjadinya perbedaan qira‘at dalam Alquran, karena para tabi‘in
juga mendapatkan qira‘at-qira‘at itu tidak lain dari para sahabat
dan sahabat dari Rasulullah SAW. Dari masa tabi‘in inilah mulai
melahirkan imam-imam qira‘at terkenal yang kemudian mereka
mengkhususkan diri dalam qira‘at-qira‘at tertentu dan
mengajarkan qira‘at masing-masing tersebut kepada murid-
muridnya. 52

Pembukuan mushaf Alquran yang dilakukan Khalifah


‗Usman tidak berarti menghentikan munculnya variasi bacaan
Alquran. Fenomena ini semakin merebak setelah masa
kepemimpinan ‗Usman sampai pada awal abad ke-4 H. Pada
masa kepemimpinan Khalifah ‗Abbasiah tahun 322 H ia

51
Kurang lebih ada dua puluh satu orang sahabat yang telah
meriwayatkan hadist ini. Hal Ini memberikan keyakinan kepada umat muslim
bahwa terjadinya perbedaan qira‘at itu benar-benar dari Allah (bersifat tauqifi)
dan bukan dibuat-buat oleh Nabi Muhammad SAW. Manna‘ Al-Qattan, Nuzul
Al-Qur‟an Ala Sab‟ah Ahruf (Kairo: Maktabah Wahbah, t.t), 20.
52
Abdul Wadud Kasyful, ―Menelusuri Historitas Qira‘at Al-Qur‘an,‖
Jurnal Syahadah Vol. 3, no. No. 1 (2015): 95–96.
28

memerintahkan kepada dua orang mentrinya untuk menertibkan


fenomena tersebut dikarenakan semakin liar hingga mencapai 50
macam qira‘at53, Oleh karena itu, maka kedua mentrinya
mengutus seseorang bernama Ibnu Mujahid (w. 324). Ibnu
Mujāhid sendiri adalah seorang pakar qira‘at dan ilmu-ilmu
Alquran yang bekerja pada pemerintahan ‗Abbasiah.54

Perkembangan selanjutnya ditandai dengan munculnya


masa pembukuan qira‘at. ada dua pendapat yang terkenal
terhadap munculnya masa pembukuan qira‘at, satu pendapat
orang yang pertama kali menuliskan ilmu qira‘at adalah Imam
Abu ‗Ubaid al-Qasim bin Salam (w. 224 H). Ia menulis kitab
yang diberi nama al-qira‟at yang menghimpun qira‘at dari 25
orang perawi. Pendapat lain menyatakan bahwa orang yang
pertama kali menuliskan ilmu qira‘at adalah Husain bin Usman
bin Tsabit al-Baghdadi al-Dhahir (w. 378 H). Dengan demikian
mulai saat itu qirâ‘at menjadi ilmu tersendiri dalam „ulum al-
Qur‟an.

Menurut Sya‘ban Muhammad Ismail, ke dua pendapat


tersebut bisa dikompromikan. Orang yang pertama kali menulis
masalah qira‘at dalam bentuk prosa adalah al-Qasim bin
Salam. Sedang orang yang pertama kali menulis tentang qira‘at

53
Mustofa, ―Pembakuan Qira‘at ‗Asim Riwayat Hafs dalam Sejarah
dan Jejaknya di Indonesia,‖ Suhuf Vol. 4, no. No. 2 (2011): 224.
54
Abdul Moqsith Ghazali, Metodologi Studi Al-Qur‟an (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2009), 18.
29

sab‘ah dalam bentuk puisi adalah Husain bin Usman al-


Baghdadi.55

Dalam proses membanding-bandingkan semua mushaf


yang berjumlah puluhan, Ibnu Mujahid kemudian memilih tujuh
varian bacaan dari para Qurra ternama, yakni Nafi‗ (Madinah),
Ibnu Katsir (Mekah), Ibnu ‗Amir (Syam), Abu ‗Amr (Bashrah),
‗Ashim, Hamzah, dan al-Kisa‘i (ketiganya dari Kufah).56
Pemilihan terhadap tujuh orang qurra ini dilakukan Ibnu Mujahid
dengan cara melakukan pembandingan dan penelitian, sehingga
munculah pilihan tersebut. Keputusan Ibnu Mujahid hanya
memilih tujuh varian bacaan saja, menurut Moqsith Ghazali,
agaknya diinspirasi oleh hadis Nabi yang banyak beredar ketika
itu, yakni Alquran diturunkan dalam tujuh huruf. Secara implisit,
Ibnu Mujahid barangkali ingin menegaskan bahwa yang
dimaksud ―tujuh huruf‖ dalam hadis tersebut adalah ―tujuh varian
bacaan‖ yang dipilihnya.57 Dalam disiplin ilmu qira‘at, memang
tujuh bacaan inilah yang dianggap memiliki kualitas periwayatan
yang sahih dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain tujuh, ada
lagi pengelompokan qira‘at lain, yakni qira‘at sepuluh (al-qira‘at
al-‗asyr), qira‘at empat belas (al-qira‘at al-arba‗ah ‗asyr), bahkan
hingga puluhan qira‘at.58

55
Ali Ahmadi, ―Al-Qira‘at dan Orisinalitas al-Qur‘an,‖ Al-Insan Vol.
1, no. No. 1 (2005).
56
Mustofa, ―Pembakuan Qira‘at ‗Asim Riwayat Hafs dalam Sejarah
dan Jejaknya di Indonesia,‖ Suhuf Vol. 4, no. No. 2 (2011): 224.
57
Ghazali, Metodologi Studi Al-Qur‟an, 18.
58
Ibrahim al-Ibyari, Tarikh Al-Qur‟an (Mesir: Darul-Kitab al-Misri,
1991), 139.
30

C. Imam Qira’at Tujuh serta Perawinya

Dalam disiplin ilmu fikih kita kenal ada empat Imam


madzhab yang tekenal diantaranya, madzhab Syafi‘I, madzhab
Hanbali, madzhab Maliki dan madzhab Hanafi, dalam kajian
kalam kita ketahui ada beberapa sekte diantaranya, sekte
Asy‘ariyyah, Maturidiyyah, Mu‘tazilah, Jabariyyah, dan lain
sebagainya. Maka begitu pula di dalam disiplin ilmu qira‘at juga
terdapat beberapa imam yang membawahi masing-masing
madzhab qira‘at.59 Dalam ilmu qira‘at sab‘ah ini sesuai dengan
kata ―sab‘ah‖ yang berartian tujuh, maka terdapat tujuh imam
qira‘at, di setiap satu imam qiraat mempunyai dua perawi di
antara nama-namanya sebagai berikut:

1) Imam Nafi‘
Nama lengkapnya ialah Nafi‘ bin Abdurrahman bin Abu
Nu‘aim Al-Laisi, lahir tahun 70 H dan wafat tahun 169 H di
Madinah.Perawi Imam Nafi adalah: (1) Qalun dan (2) Warsy.

2) Imam Ibn Katsir


Nama lengkapnya Abu Ma‘bad Abdullah bin Katsir Al-
Makki,lahir tahun 45 H dan wafat di Mekkah tahun 120H. Perawi
Imam Ibnu Katsir: (1) Al-Bazzi dan (2) Qunbul.

59
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di Nusantara (Jakarta:
Pustaka STAINU, 2008), 5-6.
31

3) Imam Abu ‗Amr


Nama lengkap Zabban bin Al-A‘la bin Ammar, lahir tahun
68 H dan wafat di Kufah tahun 154 H. Perawi dari Imam Abu
Amr: (1) Ad-Duri (2) As-Susi.

4) Imam Ibn ‘Amir


Nama lengkapnya Abdullah bin ‘AmirAl-Yahsabi, lahir
tahun 21 H dan wafat di Damaskus tahun 118 H. Perawinya
Imam Ibnu ‘Amir: (1) Hisyam (2) Ibnu Zakwan.

5) Imam Hamzah
Nama lengkapnya Hamzah bin Hubaib Az-Zayyat, lahir
tahun 80 H dan wafat di Halwan tahun 156 H. Perawinya Imam
Hamzah adalah: (1) Khalaf (2) Khalad.

6) Imam ‘Ashim
Nama lengkapnya Abu Bakar bin Abun Najud Al-Asadi,
wafat di Kufah tahun 128 H. Perwainya Imam ‘Ashim adalah: (1)
Syu‘bah (2) Hafs.

7) Imam Al-Kisa‘i
Nama lengkapnya Abul Hasan Ali bin Hamzah Al-Kisai,
wafat tahun 189 H. Perawinya Imam Al-Kisai adalah : (1) Abu
Al-Haris (2) Ad-Duri Al-Kisa‘i.60

60
Ahmad Fathoni, Kaidah Qira‟at Tujuh, Jilid 2 (Jakarta: Institut PTIQ
dan Institut Al-Qur‘an (IIQ) Jakarta dan Darul Ulum Press, t.t), 6–10.
BAB IV
PERANAN KH MUHSIN SALIM DALAM TRANSMISI
ILMU QIRA’AT SAB’AH DI JAKARTA SELATAN
A. Qira’at Sab’ah di Jakarta Selatan

Berbicara tentang perkembangan ilmu qiraat di Jakarta


tentunya tidak terlepas dari perkembangan ilmu qira‘at di
Indonesia. Persisnya, ilmu qira‘at masuk ke Nusantara ini
memang tidak diketahui secara pasti, akan tetapi ada satu
pendapat yang mengatakan bahwa ilmu qira‘at mulai berkembang
di Indonesia dimulai dari mahasiswa-mahasiswa yang belajar ke
Afrika Timur seperti Mesir dan Timur Tengah seperti Arab
Saudi, Sudan, Libya dan lain-lain. Terutama dari mahasiswa
Indonesia Arab Saudi dan Mesir, yang mereka mempelajari ilmu
qira‘at dengan ulama ahli qira‘at di sana.61 Salah satu ulama
Nusantara yang belajar ke Timur Tengah ialah Syaikh
Muhammad Munawwir bin Abdullah pada 1888. Ia belajar di dua
tanah haram, Makkah dan Madinah selama 19 tahun, setelah itu
ia pulang ke Indonesia pada 1909 untuk mengajarkan ilmu-ilmu
yang telah dipelajarinya di tanah haram. Salah satu bidang
keilmuannya adalah ilmu qira‘at. Banyak orang ketika itu belajar
kepadanya. Salah satu murid yang terkenal dikalangan ulama
qira‘at Indonesia adalah Syaikh Arwani kudus, ia mengarang

61
KH. Sobron Zayyan, murid KH. Muhsin Salim dan juga pimpinan
pondok pesantren al-Qur‘aniyyah, wawancara, Tangerang Selatan, 24 Februari
2019 pukul 16.30 WIB.

32
33

kitab yang bernama Fawaidhul Barakat fii qira‟at sab‟ah. Saat


itu kitabnya pun sudah terkenal di kalangan pesantren.62

Ilmu qira‘at mulai masuk di kawasan Jakarta tepatnya pada


1973 yakni di Pergururan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta
Selatan. PTIQ Jakarta ini adalah pergururan tinggi berbasis
Alquran yang juga mempunyai jurusan yang konsen terhadap
ilmu-ilmu Alquran khusunya di bidang ilmu qira‘at. PTIQ
mempunyai gelar lokal, yakni sarjana Alquran (SQ). Pada 1973,
PTIQ Jakarta sengaja mengkontrak guru besar qira‘at dari Al-
Azhar Mesir khusus untuk mengajarkan ilmu qira‘at kepada
mahasiswa-mahasiswanya, yang pada saat itu di Jakarta memang
tidak ada satupun lembaga yang fokus dalam mempelajari ilmu
qira‘at ini. Hal ini bertujuan untuk menyebarkan ilmu qira‘at di
Indonesia khususnya di Jakarta Selatan ini.63

Syaikh Sayyid Syarif dan Syaikh Syaikh ‗Abdul Qadir bin


‗Abdul ‗Adzim namanya. mereka adalah dosen yang dikirim dari
Mesir untuk mengajarkan ilmu qira‘at di Institut PTIQ Jakarta
pada tahun 1975. Pada 1974 Sayyid Syarif kembali ke Mesir
yang tugasnya terhitung dari tahun 1972, namun tidak lama ia
langsung digantikan oleh syaikh ‗Abdul Adzim yang bertugas

62
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di Nusantara (Jakarta:
Pustaka STAINU, 2008), 188-192.
63
KH Sobron Zayyan, murid KH. Muhsin Salim dan juga pimpinan
pondok pesantren al-Qur‘aniyyah, wawancara, Tangerang Selatan, 24 Februari
2019 pukul 16.30 WIB.
34

mulai 1975-1985.64 Qira‘at yang mereka ajarkan pada saat itu


ialah, qira‟at sab‟ah thariq Al-Syathibiyyah dan qira‟at „Asyarah
thariq Tayyibah Al-Nasr. Dari mengajarkan ilmu qira‘at di PTIQ,
Syekh ‗Abdul ‗Adzim mempunyai murid pertamanya bernama
Muhsin Salim, yang nantinya akan meneruskan estafet Syaikh
Abdul Qadir dalam menyebarkan ilmu qira‘at di Jakarta Selatan.
Terhitung pada 1986 Muhsin Salim mulai aktif dalam
menyebarkan qira‘at sab‘ah, setelah ia diangkat menjadi dosen
tetap di PTIQ dan IIQ, yang sebelumnya ia diminta untuk
menjadi asisten dari Syaikh ‗Abdul ‗Adzim. Terbukti, kini
Muhsin Salim masih eksis menyebarkan ilmu qira‘at tersebut.

Pada 1992 perkembangan ilmu qira‘at mulai berkembang


pesat setelah PTIQ Jakarta sepakat memasukan ilmu qira‘at ke
dalam kurikulumnya, sehingga ilmu qira‘at ini menjadi mata
kuliah yang wajib dipelajari di sana.65 Maka dari PTIQ inilah
yang kemudian banyak mengeluarkan para sarjana-sarjana
Alquran yang tersebar di wilayah Jakarta bahkan di luar Jakarta.
Pada 1997 kiai Muhsin telah mencanangkan regenerasi untuk
membantu meneruskan perjuangannya dalam menyebarkan ilmu
qira‘at sab‘ah, yang pada puncaknya tahun 2012. Pada tahun itu
Kiai Muhsin berhasil menelurkan regenerasi guru-guru qira‘at
baru, setelah sahnya pemberian sanad kepada Sembilan murid

64
KH Muhsin Salim, selaku sumber utama dan guru besar qira‘ah
sab‘ah di PTIQ Jakarta, wawancara, Jakarta Selatan, 9 September 2019 pukul
10.00 WIB.
65
KH Sobron Zayyan, murid KH. Muhsin Salim dan juga pimpinan
pondok pesantren al-Qur‘aniyyah, wawancara, Tangerang Selatan, 24 Februari
2019 pukul 16.30 WIB
35

yang ia didik kurang lebih selama 12 tahun lamannya. 66 Di antara


nama-namanya yakni (1) Muhammad Ali, (2) Sobron Zayyan, (3)
Muhasyim, (4) Masrur Ikhwan, (5) Sabeni Hamid, (6)
Munawwir, (7) Akhyar, (8) Marzuki Al-Fatiri, dan yang terakhir
adalah (9) Dasril. Pada 2012 sampai sekarang inilah ilmu qira‘at
sab‘ah berkembang, menyebar tidak hanya di Jakarta Selatan,
melainkan di seluruh Jakarta bahkan sampai ke Tangerang
Selatan, pun perkembangan qira‘at sab‘ah ini semakin signifikan
ketika diperlombakan pada MTQ tingkat Nasional di Bengkulu
pada 2002, sehingga dari sini ilmu qira‘at sab‘ah tersebar di
berbagai penjuru Indonesia.

Dalam perkembangan ilmu qira‘at sab‘ah di Jakarta tidak


dapat dinafikan bahwa terdapat ulama yang ikut andil dalam
menyebarkan ilmu qira‘at sab‘ah ini yakni Ahsin Sakho dan
Ahmad Fathoni. Mereka bertiga ini, Muhsin Salim, Ahsin Sakho
dan Fathoni dapat disebut tiga serangkai ulama qira‘at yang
menyebarkan ilmu qira‘at sab‘ah di Jakarta Selatan.67

Dari ketiga ulama tersebut, kiai Muhsin Salim yang lebih


dahulu aktif dalam perkembangan qira‘at sab‘ah di Jakarta ini.
Melihat dari sepak terjang, karya, peran dan kontribusinya dalam
meregenerasi dan memprogram murid-muridnya untuk menjadi
pemegang sanad qira‘at sab‘ah dan penerus ulama qira‘at di

66
KH Muhsin Salim, selaku sumber utama dan guru besar qira‘at
sab‘ah di PTIQ Jakarta, wawancara, Jakarta Selatan, 9 September 2019 pukul
10.00 WIB.
67
KH Ahsin Sakho, selaku guru besar di UIN Jakarta dan juga dosen
qira‘at qab‘ah di IIQ Jakarta, wawancara, Tangerang Selatan, 7 Maret 2019
pukul 08.30 WIB.
36

Jakarta dan sekitarnya . Satu alasan lagi yakni karena penulis pun
hanya memfokuskan pembahasan tentang kyai Muhsin Salim.

B. Sepak Terjang KH Muhsin Salim

Pada 1986 ia mulai mengajar di Perguruan Tinggi Ilmu


Alquran dan di Institut Ilmu Alquran sebagai dosen qira‘at
sab‘ah, bahkan ia juga pernah menjadi dosen qira‘at sab‘ah di
Fakultas Ushuluddin jurusan tafsir dan hadist IAIN Jakarta 1993–
1995. Kiai Muhsin pun berperan mengajarkan ilmu qira‘at sab‘ah
di berbagai tempat seperti di PTIQ, LBIQ, beberapa majelis di
Jakarta. Ia pun mengajarkan di rumahnya khusus untuk
mengkaderisasi murid-muridnya, yang ia mulai dari tahun 1997-
2012. Kini, atau tepatnya pada 2012 kiai Muhsin berhasil
mengkaderisasi murid-muridnya, yang kini tersebar di beberapa
wilayah di Jakarta dan Tangerang Selatan.

Beberapa karya-karyanya yang membahas tentang qira‘at


sab‘ah68 pun menjadi salah satu bahan ajar dan referensi baik di
PTIQ, IIQ maupun di UIN Jakarta, bahkan di pesantren-pesantren
seperti pesantren Al-Kaustar dan Al-Qur‘aniyyah yang memang
pesantren tersebut adalah milik salah satu di antara murid-
muridnya kiai Muhsin Salim.

Kiai Muhsin juga dipercaya menjadi dewan hakim untuk


cabang qira‘at sab‘ah pada MTQ tingkat Nasional dan
Internasional69, Bahkan sampai hari ini pun kyai Muhsin masih

68
Karya-karyanya dapat dilihat di tabel 1.3.
69
karirnya dapat dilihat di tabel 1.2.
37

tetap eksis menjalankan perannya dan terus berkontribusi dalam


perkembangan qira‘at di Indonesia khususnya di Jakarta
Selatan.70

1. Membuat Buku Qira’at Sab’ah


Seorang tokoh dapat dilihat integritas ketokohannya salah
satunya, tokoh tersebut mempunyai sebuah karya, baik itu karya
tulis ataupun karya nyata, baik dalam bentuk fisik maupun non
fisik yang bermanfaat baik sezamannya ataupun masa
sesudahnya71, Begitupun dengan kiai Muhsin, ia adalah tokoh
yang cukup banyak memiliki karya dalam cabang ilmu Alquran
khususnya pada cabang qira‘at sab‘ah dan tajwid. Hal ini persis
dengan apa yang dikatakan oleh muridnya Sabeni Hamid, bahwa
kiai Muhsin adalah sosok guru sekaligus penulis buku. Pada
awalnya buku qira‘at itu hanyalah sebuah ringkasan-ringkasan
materi yang ia susun sedemikian rupa dengan tujuan
memudahkan para pembelajar qira‘at sab‘ah di Indonesia
khususnya kepada murid-muridnya yang berlajar ketika itu, yang
kemudian hari ia jadikan buku karangannya, tidak sedikit murid-
muridnya yang berhasil mendapatkan ilmu tersebut dikarenakan
metode dan karya kiai Muhsin yang membuatnya mudah

70
KH. Muhsin Salim, selaku sumber utama dan guru besar qira‘at
sab‘ah di PTIQ Jakarta, wawancara, Jakarta Selatan, 9 September 2019 pukul
10.00 WIB. Sebagaimana yang dikatakan Ustadz Sabeni Hamid, salah satu
dari murid-murid KH Muhsin Salim dan juga direktur Yayasan Majelis Studi
al-Qur‘an (MSQ) Jakarta, wawancara, Jakarta, 13 Maret 2019 pukul 21.40
WIB
71
Syahrin Harahap, Metodologi Studi Tokoh dan Penulisan Biografi,
ke-2. (Jakarta: Prenada, 2014), 9.
38

dipelajari dan dipahami. Berikut kutipan langsung dari


wawancara dengan Sabeni:
―…dengan karya-karya dan metode pembelajaran kiai
Muhsin ini kami murid-muridnya merasakan kemudahan
dalam mempelajari dan memahami ilmu qira‟at sabah,
yang semula itu semua sulit bagi kami, sehingga sekarang
kami bisa membuka lembaga Alquran dan mengajarkannya
lagi kepada masyarakat, karena karyanya itu sangat mudah
dipahami dan sistematis”.72
Kebanyakan para kiai hanya mengajarkan materi dari kitab
kuning saja, namun tidak sedikit juga yang telah menambah
khazanah keilmuan Islamnya dengan mengarang kitab sendiri.
Kiai Muhsin ini adalah kriteria ulama modernis sekaligus
tradisional.73 Dilihat dari pejalanan studinya, kiai Muhsin selain
belajar dengan ulama tradisional seperti tuan guru/kiai di
kampungnya, ia juga belajar dengan ulama modernis seperti
dosen-dosen agama yang ada di kampusnya. Maka tidak heran
beberapa karya-karya tulisnya ada yang disusun dalam bahasa
Indonesia dengan huruf latin, dan ada juga dalam bahasa Arab
beserta aksaranya. Kesenangan Kiai Muhsin dengan ilmu yang
berkaitan dengan Alquran, kini menghantarkan pemikirannya

72
Ustadz Sabeni Hamid, murid KH Muhsin Salim dan juga direktur
Yayasan Majelis Studi al-Qur‘an (MSQ) Jakarta, wawancara, Jakarta, 13
Maret 2019 pukul 21.40 WIB
73
Ulama modernis adalah ulama yang karyanya ditulis dalam bahasa
Indonesia ataupun terjemahan dari kitab klasik. Adapun ulama tradisional
adalah ulama yang karyanya ditulis dalam bahasa Arab, karena dianggap dapat
menambah nilai kehormatannya. Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning:
Pesantren dan Tarekat,(Bandung: Mizan, 1998), 19-20.
39

kepada ilmu Alquran pula, walaupun memang ia fokus dengan


cabang ilmu Alquran yaitu ilmu qira‘at, akan tetapi tidak
menjadikan ia berkarya di bidang itu saja. Ada beberapa bukunya
yang membahas tentang cabang ilmu Alquran lain selain ilmu
qira‘at. Ada beberapa karya tulisnya yang membahas tentang
ilmu qira‘at (lihat tabel 1.5).74
Banyak buku/kitab karangannya ini yang sudah tersebar
pada level nasional bahkan internasional, walaupun memang
tidak terkenal di kalangan lembaga pendidikan salafiyah, yang
notabene hanya mempelajari kitab klasik seperti fiqih, nahwu,
sharaf, tafsir dan lain-lain. Kitab-kitabnya ini terkenal di kalangan
mahasiswa-mahasiswa yang fokus mendalami ilmu-ilmu
Alquran, universitas-universitas Islam seperti seluruh UIN di
Indonesia apalagi yang khusus mendalami Alquran seperti di
PTIQ, IIQ, dan lembaga pesantren-pesantren Alquran seperti PP.
Al-Qur‘aniyyah, PP. Darul Qur‘an dan lain-lain.
Karya kiai Muhsin di atas yang sangat terkenal adalah
“Qira‟at Tujuh Thariq Al- Syathibiyyah” dan “Qira‟at Sepuluh
Thariq Al-Syatibiyyah dan Al-Durrah” kitab ini ia susun dalam
bahasa Indonesia sehingga orang-orang dengan mudah membaca
dan mempelajarinya. Kitab qira‘at tujuh ini berjumlah dua jilid,
yang di dalamnya berisi biografi singkat kiai Muhsin, sanad-
sanad qira‘at yang ia dapatkan, kaidah-kaidah qira‘at, perubahan-
perubahan kata/bacaan dalam qira‘at (farsyul huruf) dan masih

74
KH. Muhsin Salim, selaku sumber utama dan guru besar qira‘ah
sab‘ah di PTIQ Jakarta, wawancara, Jakarta Selatan, 9 September 2019 pukul
10.00 WIB
40

banyak lagi. Sehingga buku ini menjadi karya monumental


(Masterpiece) kyai Muhsin dalam bidang qiraat. Ada beberapa
karya kyai Muhsin bidang lain (lihat tabel 1.6).75
Kiai Muhsin mengatakan bahwa nanti ia akan bukukan
disertasinya sewaktu studi S3 di PTIQ yang berjudul “Pengaruh
Qiraat terhadap Tafsir”. Dari karya-karyanya ini dapat dilihat
dan membuktikan bahwa kiai Muhsin selain seorang tokoh pakar
Alquran dengan segudang karir, juga memiliki beberapa karya
tulis yang dapat memudahkan para peminat ilmu Alquran
khususnya cabang qira‘at yang tersebar sampai ke nasional.
2. Mengajarkan Qira’at Sab’ah di Majelis-majelis

Peranan kiai Muhsin Salim dalam perkembangan qira‘at


sab‘ah di Jakarta Selatan sangat berpengaruh, Pasalnya, ia
menjadi instruktur qira‘at sab‘ah di beberapa majelis ta‘lim di
DKI Jakarta (lihat tabel 1.7).76

Dari sepak terjangnya menjadi instruktur di Majelis-majelis


di DKI Jakarta ini, menjadikan masyarakat DKI Jakarta yang
dahulu tidak mengetahui madzhab qira‘at siapa yang mereka
gunakan dan ada berapa madzhab qira‘at yang mutawwatir, dan
sekarang mereka mengetahui madzhab qira‘at yang ia gunakan,
kemudian mengetahui apa itu qira‘at sab‘ah dan bagaimana cara
membacanya, walaupun memang tidak dapat dipungkiri bahwa

75
KH. Muhsin Salim, selaku sumber utama dan guru besar qira‘ah
sab‘ah di PTIQ Jakarta, wawancara, Jakarta Selatan, 9 September 2019 pukul
10.00 WIB
76
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‘an Menurut Tujuh
Imam Qiraat dalam Thariq Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis
Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur‘an, 2007). i.
41

baru hanya majelis-majelis tertentu yang mengetahui ilmu qira‘at


tersebut.

3. Mengkaderisasi Murid-muridnya

Di antara puluhan murid yang belajar kepada kiai Muhsin,


hanya Sembilan orang saja yang mendapatkan sanad qira‘at
sab‘ah musalsal tersebut. Nama-nama murid yang mendapatkan
sanad dan dipercayakan untuk mengajarkannya antara lain, (1)
Muhammad Ali, (2) Sobron Zayyan, (3) Muhasyim, (4) Masrur
Ikhwan, (5) Sabeni Hamid, (6) Munawwir, (7) Akhyar, (8)
Marzuki Al-Fatiri, dan yang terakhir adalah (9) Dasril.77 Mereka
mendapatkan sanad pada 25 Juli 2012.

Dari semua nama-nama di atas rata-rata semuanya


memegang pesan kiai Muhsin yaitu untuk tetap menyebarkan
ilmu qira‘at sab‘ah di wilayah-wilayah tempat tinggal mereka.
Misalnya seperti Muhammad Ali, ia sekarang menjadi seorang
pimpinan pondok pesantren bernama Al-Kautsar yang terletak di
Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Di sana ia mengajarkan qira‘at
sab‘ah dan ilmu tilawah. Ia juga menjadi dewan hakim MTQ baik
tingkat Nasional maupun Internasional persis seperti gurunya.
Adapun muridnya yang bernama kiai Sobron Zayyan, ia sekarang
mempunyai pondok pesantren bernama Al-Qur‘aniyyah, yang
dari namanya saja sudah dapat menggambarkan bahwa fokusnya

77
KH. Sobron Zayyan, murid KH. Muhsin Salim dan juga pimpinan
pondok pesantren al-Qur‘aniyyah, wawancara, Tangerang Selatan, 24 Februari
2019 pukul 16.30 WIB. Penjelasan ini juga sama dengan apa yang dikatakan
oleh Ustadz Sabeni,Ustadz Dasril dan yang lainnya.
42

adalah Alquran, baik dalam qira‘at sab‘ah, nagham, maupun


tahfidz Alquran. Lembaganya bertempat di Pondok Aren,
Tangerang Selatan.78 Di pesantren miliknya, kiai Sobron telah
meluluskan 12 angkatan terhitung dari tahun 2007-2019 saat ini,
yang di mana perangkatan muridnya mencapai 70-100 murid
pertahunnya.79 Dari data ini mengindikasikan bahwa
perkembangannya cukup pesat melalui murid kiai Muhsin Salim,
Kemudian muridnya bernama Muhasyim sekarang ia menjabat
sebagai dosen ilmu qira‘at di PTIQ. Selanjutnya, sabeni Hamid,
ia juga sekarang mempunyai lembaga khusus mengkaji Alqur‘an
bernama Yayasan Majelis Studi al-Qur‘an (MSQ) di Jakarta
Barat. Dasril pun mempunyai majelis qira‘at khusus di
kediamannya, Tangerang Selatan, Gaga, begitu pula dengan
Masrur Ikhwan, Sabeni Hamid, Munawwir, Akhyar, Marzuki Al-
Fatiri, dan yang terakhir adalah, mereka semua sekarang pun
mempunyai majelis qira‘at Alquran di rumahnya masing-masing,
walaupun bukan di Jakarta lagi melainkan di kampung
halamannya.80

78
Ustadz Sabeni Hamid, murid KH. Muhsin Salim dan juga direktur
Yayasan Majelis Studi al-Qur‘an (MSQ) Jakarta, wawancara, Jakarta, 13
Maret 2019 pukul 21.40 WIB
79
KH. Sobron Zayyan, murid KH. Muhsin Salim dan juga pimpinan
pondok pesantren al-Qur‘aniyyah, wawancara, Tangerang Selatan, 24 Februari
2019 pukul 16.30 WIB.
80
KH. Sobron Zayyan, murid KH. Muhsin Salim dan juga pimpinan
pondok pesantren al-Qur‘aniyyah, wawancara, Tangerang Selatan, 24 Februari
2019 pukul 16.30 WIB.
43

C. Pengabdian KH. Muhsin Salim


1. Di PTIQ Jakarta
Kiai Muhsin diangkat menjadi dosen PTIQ pada 1986 oleh
rektor PTIQ kala ini yang bernama Ibrahim Hosen. Pada tahun
itu, kiai Muhsin juga mengawali karir dan aktifnya ia dalam
penyebaran qira‘at sab‘ah di Jakarta, sampai hari ini. Perguruan
Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) ini berdiri pada 1971. Ilmu qira‘at
masuk di PTIQ pada 1972, yang ketika itu bertindak sebagai
dosen ialah Syaikh Sayyid Syarif, kemudian pada 1975 kembali
ke Mesir, dan digantikan oleh Syaikh ‗Abdul ‗Adzim pada 1975-
1985. Ilmu qira‘at mulai berkembang di PTIQ Jakarta, yakni
setelah disepakatinya memasukan kurikulum ilmu qira‘at pada 2
Maret 1992.81 Dari situlah banyak para mahasiswa/alumni dari
PTIQ khususnya yang menggeluti ilmu qira‘at melahirkan
puluhan judul buku qira‘at. Kini, mahasiswa PTIQ dari berbagai
jurusan berjumlah minimal ada 500 orang, bahkan lebih. Ada
data yang menunjukan bahwa mahasiswa PTIQ dari tahun 2009-
2019 semuanya berjumlah 20.000 ribuan orang.82
2. Di LBIQ Jakarta
Pada 1996 kiai Muhsin menjadi anggota tim kerja ahli
Lembaga Bahasa dan Ilmu Alquran (LBIQ) Jakarta sampai saat
ini. Ia juga menjabat sebagai instruktur Alquran untuk kaderisasi
instruktur Alquran di LBIQ DKI Jakarta. Di tempat ini kiai

81
KH. Sobron Zayyan, murid KH. Muhsin Salim dan juga pimpinan
pondok pesantren al-Qur‘aniyyah, wawancara, Tangerang Selatan, 24 Februari
2019 pukul 16.30 WIB.
82
Ristek Dikti, ―Rekap Pelaporan PDDIKTI Mahasiswa Institut PTIQ
Jakarta, Jakarta Selatan,‖ 2019,
https://forlap.ristekdikti.go.id/perguruantinggi/homerekap/MjEyMDI3/0/1.
44

Muhsin mengajarkan ilmu-ilmu Alquran, khususnya dalam


cabang ilmu qira‘at. LBIQ mulai banyak diminati masyarakat
Jakarta terhitung dari tahun 1994, setelah munculnya program
terjemah Alquran, kajian Alquran, studi naskah ‗Ulum Alquran.
Pada 2012 LBIQ memiliki jama‘ah sebanyak 4.281-4.500 orang
dalam tiga angkatan setiap tahunnya, dengan berbagai macam
tingkatan sosial, pendidikan terutama umur, karena mayoritas
jama‘ah di LBIQ ini merupakan orang tua. Khusus untuk
program pelajaran tahsin tilawah, jama‘ahnya terdiri dari anak-
anak, remaja dan pemuda. Program ini bertujan untuk
menciptakan kader-kader Alquran untuk calon peserta STQ/MTQ
di berbagai tingkatan.83 Sejak 1986 lembaga ini telah membina
umat Islam DKI Jakarta dan sekitarnya pada program Alquran
dan bahasa Arab.
3. Di Rumahnya

Mulai tahun 1997 kiai Muhsin juga membuka pengajian


qira‘at sab‘ah di kediamannya di Tangerang Selatan, Bintaro,
sektor satu. Pada 2012 ia meluluskan 9 muridnya dengan cara
memberikan sanad musalsal qira‘at sab‘ah dengan harapan 9
muridnya tersebut dapat mengajarkan majelis-majelis, pesantren
ataupun di rumah-rumahnya supaya ilmu qira‘at dapat semakin
tersebar di Jabodetabek khususnya di Jakarta Selatan.

83
Damanudin Ibnu Majani, ―Perkembangan Peserta Pembelajaran Di
LBIQ,‖.
45

Menurut murid kiai Muhsin Salim bernama Sobron


Zayyan84, ia mengatakan bahwa ketika ia belajar dengan Kiai
Muhsin pada tahun 2000, murid-murid yang mengikuti pegajian
qira‘at sab‘ah dengan Kiai Muhsin berjumlah puluhan orang.
Pada saat itu, belum ada lembaga apapun, melainkan hanya
majelis ilmu/talaqqi biasa yang siapapun boleh mengikutinya
tanpa ada embel-embel pendaftaran, oleh karena itu tidak ada
catatan ataupun dokumen yang menjelaskan berapa murid ketika
itu yang mengikuti pengajian kiai Muhsin, karena belum adanya
sistem organisir. Pengajian tersebut ia adakan di rumahnya yang
sekaligus ia jadikan sebagai majelis tempat belajar murid-
muridnya. setiap hari minggu dan rabu malam, rutin. Dikatakan
bahwa pengajian itu jarang sekali libur. Pada 1997 murid-murid
kiai Muhsin dikatakan berjumlah puluhan orang murid,85 Namun
hanya 9 orang yang diberikan sanad keilmuan dan dipercayakan
untuk mengajarkannya ke masyarakat.

84
KH. Sobron Zayyan ini adalah salah satu dari Sembilan muird utama
kyai Muhsin yang mendapatkan sanad qira‘at sab‘ah musalsal sekaligus
dipercayakan untuk meneruskan estafet penyebaran dan pengajaran qiraat
sab‘ah. Sekarang KH. Sobron sudah memiliki lembaga pendidikan non-formal
(pesantren) dan lembaga formal (mulai dari tinggat sekolah dasar sama tinggal
menengah atas) yang kurikulumnya berlandaskan Alquran. Didalamnya juga
diajakarkan qira‘at sab‘ah, nagham Alquran dan tahfidz Alquran. lembaga
pendidikannya beralamat di Jl. Pondok Pesantren, Ceger, Pondok Aren,
Tangerang Selatan.
85
Ustadz Dasril, murid KH. Muhsin Salim, wawancara, Jakarta, 14
Maret 2019 pukul 21.00 WIB
46

D. Sanad Kitab Qira’at Sab’ah Asy-Syathibiyyah KH


Muhsin Salim

Dapat dilihat dari guru-guru qira‘at kiai Muhsin Salim


bahwasanya, ia memiliki empat guru qira‘at diantaranya yaitu,
Syaikh Muhammad Salim Rahmatullah, Syaikh Muhammad
Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadani Al-Makki, Syaikh Sayyid
Syarif dan terakhir Syaikh ‗Abdul Qadir ‗Abdul ‗Adzim ‗Abdul
Barri. Ia mendapatkan sanad keilmuan qira‘at dari guru-gurunya,
kecuali dari Syaikh Sayyid Syarif. Ketika diwawancarai, kiai
Muhsin mengatakan bahwa Syaikh Sayyid Syarif dikabarkan
akan kembali ke Mesir dan digantikan oleh Syaikh ‗Abdul Qadir
‗Abdul ‗Adzim ‗Abdul Barri setelah dua tahun mengajarkannya
dimulai dari tahun 1973/1975. Adapun untuk alasannya secara
pasti, ia mengakatan bahwa kontrak mengajar Syaikh Sayyid
Syarif di PTIQ sudah selesai, sehingga ia digantikan dengan
Syaikh ‗Abdul ‗Adzim. Maka oleh karena itu, kiai Muhsin tidak
mendapatkan sanad keilmuan dari Syaikh Sayyid Syarif. Hal ini
terbukti dari bukunya pula, bahwasannya kiai Muhsin hanya
mencantumkan tiga sanad qira‘at saja. Sanad keilmuan ini
tercantum dalam buku karangannya yang berjudul Ilmu Qira‟at
Tujuh dalam Thariq Al-Syathibiyyah sanad yang pertama yaitu
dari ayahandanya sendiri yang bernama TG Muhammad Salim
Rahmatullah (lihat dokumen 1).86 Di dalam sanad tersebut tertulis
bahwa kiai Muhsin mendapatkan sanad qira‘at ini dari

86
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh
Imam Qiraat dalam Thariq Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis
Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur‘an, 2007). i.
47

ayahandanya pada 16 Jumad Al-Awwal 1404 H/ 14 Februari


1984 M ketika ia kembali dari Jakarta rumahnya di Lombok. ia
mendapatkan jalur ke-20 dari pengarang kitab al-Syathibiyyah,
adapun ia mendapatkan jalur ke-32 jika disempurnakan sampai
kepada Rasulullah SAW. Sanad yang kedua ia dapatkan dari
Syaikh ‗Abdul Qadir ‗Abdul ‗Adzim ‗Abdul Barri (lihat
dokumen 2).87 Di dalam sanad tersebut menginformasikan bahwa
kiai Muhsin Salim mendapatkannya dari Syaikh ‗Abdul ‗Adzim
pada 24 September 1988. ia mendapatkannya jalur ke-19 dan ke-
31 sampai ke Rasulullah SAW. Isi sanad ini juga sebenarnya
cukup panjang berisi antara lain, pujian kepada Allah dan
sholawat kepada nabi, nasihat Syekh ‗Abdul ‗Adzim kepada Kiai
Muhsin Salim, dan terakhir pesan-pesan dan harapan untuknya.

Sanad yang terakhir ini, diberikan dari Syaikh Muhammad


Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadani Al-Makki ketika kiai
Muhsin menghadiri MTQ tingkat Nasional ke-13 tahun 1983 di
Padang. Sanad ini berbeda dari sanad-sanad keilmuan
sebelumnya yakni langsung bebahasa Indonesia (lihat dokumen
3).88

Sanad tersebut didapatkan dari ayahandanya Syaikh Salim


Rahmatullah. Sanad itu mempunyai kemiripan dengan sanad
yang diberikan oleh Syaikh Yasin al-Fadani. Perbedaannya hanya

87
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh
Imam Qiraat dalam Thariq Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis
Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur‘an, 2007).
88
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh
Imam Qiraat dalam Thariq Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis
Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur‘an, 2007).
48

berakhir di nama Syaikh ‗Abdul Hamid bin Muhammad Ali Al-


Qudsi di tingkat ke-4 dari bawah dan ke bawah sampai seterusnya
sudah berbeda, selanjutnya, sanad yang kiai Muhsin dapatkan
dari Syaikh ‗Abdul ‗Adzim dengan kedua sanad di atas
persamaannya hanya pada Syaikh Al-Islam Ishaq Zakaria
Muhammad Al-Anshari mulai dari tingkat ke-14 sampai ke atas.

E. Tehnik KH Muhsin dalam Transmisi Ilmu Qira’at


1. Talaqqi
Kata metode berasal dari bahasa Yunani metodos, terdiri
dari dua suku kata, yaitu metha yang berarti melalui atau
melewati dan hodos yang berarti jalan atau cara,89 Sedangkan,
talaqqi menurut bahasa berartian ―saling bertemu‖. Talaqqi
adalah suatu metode pembelajaran ilmu agama secara langsung
kepada guru yang memiliki kompetensi ilmu yang tsiqah90,
dhabith91 dan mempunyai sanad keilmuan yang
muttasil/terhubung sampai kepada Rasulullah SAW.92 Metode
talaqqi sendiri mempunyai dua bagian yang tidak bisa dipisahkan
satu dengan lainnya, yakni proses belajar secara ard dan sima‟.

89
Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah, Teori, Metode, Contoh
Aplikasi, 1st ed. (Bandung: Pustaka Setia, 2014), 73.
90
Tsiqah dalam istilah ilmu hadist ialah terpercaya, amanah, taqwa.
Adapun maksud tsiqah di sini adalah terpercaya dalam menyampaikan ilmu
dan tidak berdusta.
91
Dhabith menurut istilah dalam ilmu hadist ialah orang yang memiliki
ingatan dan hafalan yang sempurna. ia memahami dan hafal dengan baik apa
yang diriwayatkannya itu, serta mampumenyampaikan hafalan itu kapan saja
ia kehendaki. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits (Bandung: Angkasa,
1987), 179.
92
Cucu Susianti, ―Efektivitas Metode Talaqqi dalam Meningkatkan
Kemampuan Menghapal Al-Qur‘an Anak Usia Dini,‖ Tunas Siliwangi vol 2
(2016): 12.
49

Adapun ard ialah suatu metode belajar di mana seorang murid


membaca Alquran di hadapan gurunya dan dalam waktu
bersamaan sang guru menyimaknya dengan seksama. Hal ini agar
sang guru dapat memonitor dan menjamin keabsahan cara baca
murid secara holistik. Istilah ard ini juga biasa disebut dengan
istilah musyafahah. Istilah sima‘ ialah seorang murid mendengar
dengan seksama qira‘at Alquran yang dicontohkan oleh gurunya.
Metode talaqqi ini bisa dilakukan secara kolektif,93 dengan
demikian talaqqi ini adalah gabungan dari proses belajar secara
ard dan sima‟.
Ilmu qira‘at adalah salah satu dari cabang ilmu Alquran, di
mana dalam mempelajari qira‘at sabah ini dibutuhkan salah
satunya menggunakan metode talaqqi, sebagaimana kiai Muhsin
menerapkan metode talaqqi kepada murid-muridnya. Ia juga
telah mempunyai mata rantai sanad keilmuan qira‘at sab‘ah yang
sampai kepada Rasulullah SAW. Kiai Muhsin mendapatkan
sanad tersebut dari gurunya Syaikh ‗Abdul Qadir ‗Abdul ‗Adzim
ketika dikontrak selama lima tahun di PTIQ Jakarta untuk
mengajarkan qira‘at sab‘ah di sana. Sanad keilmuan qira‘at
sab‘ah ini menjadi salah satu syarat esensial bagi seseorang
dikatakan berhak ataupun mampu dan diperbolehakan untuk
mentransimikan ilmu qira‘at sabahnya kepada murid-muridnya.94

93
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di Nusantara (Jakarta:
Pustaka STAINU, 2008), 184-185.
94
KH. Sobron Zayyan, murid KH. Muhsin Salim dan juga pimpinan
pondok pesantren al-Qur‘aniyyah, wawancara, Tangerang Selatan, 24 Februari
2019 pukul 16.30 WIB
50

Adapun talaqqi pada praktek belajar ilmu qira‘at ini, mula-


mula kiai Muhsin membacakan dan mengajarkan materi kitab
kepada santri-santrinya, supaya mereka mengetahui kaidah-
kaidah dahulu sampi selesai satu surah satu periwayatan. Setelah
selesai kemudian mereka langsung praktek membacanya.95
Sebagaimana yang dikatakan Martin dalam bukunya. 96 Adapun
metode talaqqi ini didasari atau bersumber dari pengamalan
Alquran surah Al-Qiyamah ayat 18.97
Dalam prakteknya, yaitu seorang murid membaca satu juz
Alquran menggunakan salah satu perawi dari satu imam qira‘at
sampai selesai. Misalnya surah Al-Baqarah dibaca menggunakan
qira‘at Imam Nafi‘ riwayat Qalun sampai selesai surah tersebut.
Kemudian setelah selesai, maka berlanjut kepada perawi yang
satunya, yakni riwayat Warsy dan tetap pada Imam dan surah
yang sama. Setiap Imam mempunyai dua periwayatan, setelah
selesai satu imam berserta dua perawinya, maka berlanjut pada
imam qira‘at yang lain, yang berjumlah tujuh imam, dan begitu
selanjutnya sampai 14 periwayatan.98 Alquran yang digunakan
dalam belajar qira‘at sab‘ah ini juga khusus, yakni Alquran
qira‘at sab‘ah ataupun qira‘at ‗asyar. Adapun talaqqi juga adalah

95
KH. Sobron Zayyan, murid KH. Muhsin Salim dan juga pimpinan
pondok pesantren al-Qur‘aniyyah, wawancara, Tangerang Selatan, 24 Februari
2019 pukul 16.30 WIB
96
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan
Tarekat,(Bandung: Mizan, 1999). 18.
97
Ustadz Sabeni Hamid, murid KH. Muhsin Salim dan juga direktur
Yayasan Majelis Studi al-Qur‘an (MSQ) Jakarta, wawancara, Jakarta, 13
Maret 2019 pukul 21.40 WIB
98
Ustadz Dasril, murid KH. Muhsin Salim, wawancara, Jakarta, 14
Maret 2019 pukul 21.00 WIB
51

salah satu syarat seorang santri dalam mendapatkan sanad


musalsal.99
2. Tradisi Nadzoman

Nadzoman diambil dari bahasa Arab yakni nadzom. Arti


nadzom menurut epistimologi adalah karangan, secara
terminologi nadzom ialah puisi/syair yang berasal dari Arab,
terdiri atas 12 larik, berirama dua-dua atau empat-empat yang
pada umumnya, berisi perihal hamba sahaya istana yang setia dan
budiman, dengan kata lain, nadzom ialah untaian kata-kata yang
terikat oleh baris dan bait. 100 Adapun isi nadzom itu bisa terkait
dengan pujian-pujian ataupun materi ilmu-ilmu keislaman seperti
fiqih, aqidah, tasawuf, tajwid/qira‟at dan lain-lain yang sengaja
disusun untuk mempermudah bagi murid/santri dalam segi
menghafalnya, dengan demikian, nadzoman adalah tradisi dan
metode baik dari segi pendidikan maupun dakwah bagi dunia
keilmuan Islam,101 karena memang tradisi atau metode nadzoman
ini begitu kental serta identik dengan pesantren dan santri.
Nadzom ini terdiri dari syair-syair yang dipadukan dengan irama

99
Sanad musalsal ialah sanad yang apabila seorang santri
mendapatkannya, maka secara otomatis namanya akan tercantum dalam
jaringan nama perawi qira‘at. Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di
Nusantara (Jakarta: Pustaka STAINU, 2008), 183.
100
Tata Sukayat, ―Nadzom Sebagai Media Pendidikan dan Dakwah,‖
Cendikia Vol.15 (2017): 344.
101
Umar Bukhory, ―Resepsi Pondok Pesantren di Madura Terhadap
Kitab Bergenre Nadzom,‖ Okara Vol. 2 (2011): 14.
52

baik dengan irama lokal maupun irama bahar102 dalam istilah


ilmu „arudh103.

Dalam metode pembelajaran qira‘at sab‘ah, ada sebuah


kitab berjudul ―Hirz Al-Amani”, di dalam kitab ini berisi teori-
teori/kaidah-kaidah ilmu qira‘at sab‘ah sehingga kitab ini menjadi
salah satu kitab yang wajib dikhatamkan dan dihafalkan oleh para
murid,104 karena kitab ini bergenre nadzom, maka kiai Muhsin
Salim dengan mudah mengajarkan kepada murid-muridnya.
Murid-muridnya dengan mudah pula dalam membaca,
menghafal, dan mengakhatamkannya karena menggunakan
lagu/irama bahar yang kemudian diulang-ulang dengan tradisi
lalaran. Tradisi ini biasa dikenal di pesantren dengan istilah
―nadzoman‖.

3. Kitab-kitab Rujukan Qira’at Sab’ah


Kitab-kitab klasik adalah penopang utama dalam tradisi
keilmuan Islam. Secara umum, kitab-kitab klasik atau biasa
disebut kitab kuning105 itu ditulis pada abad ke-10 sampai abad

102
Bahar ialah istilah dari ilmu ‗arudh yang berartian wazan
(timbangan) tertentu yang dijadikan pola dalam menggubah syi'ir arab.
Nawawi dan Yani‘ah Wardani, Ilmu ‟Arudh Teori Dan Aplikasi (Jakarta:
Wardah Press, 2011). 27.
103
Adapun ilmu „arudh adalah ilmu yang membahas pola-pola syi‘ir
Arab untuk mengetahui wazan yang benar dan yang salah. Nawawi dan
Yani‘ah Wardani, Ilmu ‘Arudh Teori Dan Aplikasi (Jakarta: Wardah Press,
2011). 17.
104
Ade Chariri Fashichul Lisan, ―Trasdisi Qira'at al-Qur'an : Resepsi
Atas Kitab Faidhul Barakat Fi Sab‘il Qira‘at Karya K.H. Muhamad Arwani
Bin Muhamad Amin Al-Qudsi,‖ Misykat 2, no. 1 (2018): 93.
105
Kitab Kuning adalah kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab,
Melayu, Jawa atau bahasa-bahasa lokal lain di Indonesia dengan menggunakan
aksara Arab, yang selain ditulis oleh ulama Timur Tengah, juga ditulis oleh
ulama Indonesia sendiri. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi Dan
53

ke-15 M. Adapun dalam cabang-cabang keilmuannya itu seperti


fiqih, hadist, tasawwuf dan lain-lain, semuanya adalah
manifestasi dari Alquran. Dalam ilmu-ilmu tersebut, masing-
masing mempunyai kitab rujukan sesuai apa yang seorang kiai
sarankan kepada santrinya. Misalnya umat muslim di Indonesia
yang mayoritas bermadzhab Syafi‘iyyah, secara otomatis mereka
menggunakan kitab-kitab ulama-ulama yang bermadzhab Syafi‘i.
Misalnya dalam ilmu fiqih, biasanya untuk santri kelas pemula di
pesantren, kitab fiqih yang digunakan ialah Matn Al-Taqrib,
Safinah Al-Najah, Fath Al-Qarib dan lain-lain. Hal ini dilakukan
agar para santri dapat mengikuti dan mencerna pelajaran dengan
baik, begitu pula dalam mempelajari ilmu qira‘at sab‘ah. Ada
beberapa kitab yang menjadi rujukan dalam mempelajari ilmu
qira‘at (lihat tabel 1.8).106
Adapun para murid mempelajari kitab-kitab di atas, yang
membahas tentang ilmu qira‘at, para murid pun diperintah
sekaligus disuguhkan oleh kiai Muhsin untuk memperdalam ilmu
tajwid guna menyempurnakan dalam hukum-hukum dan makharij
al-huruf, semua itu akan berpengaruh dalam membaca Alquran
dengan qira‘at sab‘ah maupun qira‘at ‗Asyarah. Misalnya, seperti

Modernisasi Di Tengah Tantangan Milenium III (Jakarta: Kencana, 2014),


143.
106
Ustadz Dasril, murid KH. Muhsin Salim, wawancara, Jakarta, 14
Maret 2019 pukul 21.00 WIB. Lihat juga, Urwah, ―Metodologi Pengajaran
Qira‘at Sab‗ah Studi Observasi Di Pondok Pesantren Yanbu‗ul Qur‘an Dan
Dar Al-Qur‘an,‖ 161.
54

cara penyebutan imalah107, saktah108, isymam109 dan sebagainya.


Ada beberapa daftar rujukan kitab-kitab tajwid (lihat tabel 1.9).110

Kitab-kitab yang menjadi rujukan di atas ini adalah kitab


yang diwajibkan untuk dibahas dan dibaca secara komprehensif
sampai khatam (selesai) dengan cara talaqqi kepada seorang kiai,
setelah semua kitab dikhatamkan, maka seorang kiai akan
memberikan silsilah sanad keilmuan kepada muridnya. Ini adalah
salah satu syarat dan ketentuan bagi murid yang ingin
mendapatkan silsilah sanad keilmuan.111 Metode Ini dilakukan
dalam rangka menjaga orisinalitas ilmu qira‘at supaya tidak ada
oknum yang dapat merusak Alquran secara internal, karena
qira‘at Alquran adalah kalam ilahi yang harus diriwayatkan
dengan redaksi qira‘at yang sama persis sebagaimana yang
disampaikan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.
Sistem sanad ini dilakukan untuk menjamin tingkat akurasi dan

107
Imalah secara istilah adalah mencondongkan bacaan harakat fathah
pada harakat kasrah sekitar dua pertiganya sehingga awal bunyi bacaannya
berbunyi A kemudian diimalahkan menjadi berbunyi E . Muhsin Salim, Ilmu
Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh Imam Qiraat dalam Thariq
Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis Kajian Ilmu-ilmu Al-
Qur‘an, 2007). 61.
108
Saktah adalah berhenti sejenak tanpa nafas sekitar satu alif lamanya.
Muhsin Salim, Ilmu Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh Imam
Qiraat dalam Thariq Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis Kajian
Ilmu-ilmu Al-Qur‘an, 2007). 59.
109
isymam secara istilah adalah mengkombinasikan harakat fathah
dengan harakat dhammah disertai monyong bibirnya. Muhsin Salim, Ilmu
Qiraat Tujuh: Bacaan Al-Qur‟an Menurut Tujuh Imam Qiraat dalam Thariq
Asy Syathibiyyah, Cetakan Ke-1. (Jakarta: Majelis Kajian Ilmu-ilmu Al-
Qur‘an, 2007). 63.
110
Ustadz Dasril, salah satu dari 9 murid utama KH. Muhsin Salim,
wawancara, Jakarta, 14 Maret 2019 pukul 21.00 WIB
111
Ustadz Dasril, salah satu dari 9 murid utama KH. Muhsin Salim,
wawancara, Jakarta, 14 Maret 2019 pukul 21.00 WIB
55

memelihara orisinalitas qira‘at, akhirnya sistem sanad juga


diberlakukan dalam disiplin ilmu qira‘at. Sanad dalam ilmu
qira‘at memiliki kesamaan fungsi dengan ilmu hadist yakni untuk
mempertahankan orisinilitas redaksi riwayat yang diberikan
secara berantai.112

112
al-Nawawi, Terjemah Syarah Shahih Muslim, diterjemahkan oleh.
Wawan Djunaedi, Cet 1 (Jakarta: Mustaqim, 2003), 181. Lihat juga M.
Syuhudi Isma‘il, Metodologi Penelitian Hadist Nabi (Jakarta: Bulan Bintang,
1992), 24.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Muhsin Salim adalah salah satu ulama yang ahli dalam


bidang Alquran terkhusus pada cabang qira‘at sab‘ah. Ia adalah
seorang ulama berdarah Lombok yang dahulu menetap di Jakarta
Selatan demi melanjutkan studinya. Kini, Muhsin Salim menjadi
seorang tokoh penting terhadap perkembangan ilmu qira‘at
sab‘ah di Indonesia khususnya di Jakarta Selatan. KH Muhsin
Salim mempunyai peran yang sangat besar dalam
mentransmisikan ilmu qira‘at sab‘ah di Jakarta Selatan 1986-
2012, sebagaimana dapat dibuktikan:

Pertama, Ia berperan sebagai pengajar di rumahnya dan majelis-


majelis di Jakarta, membuat buku tentang ilmu qira‘at sab‘ah dan
mengkader Sembilan muridnya menjadi ulama qira‘at untuk
melanjutkan perjuangannya. Ia juga dinobatkan sebagai salah satu
pakar qira‘at Indonesia. Ia juga menjadi dewan hakim pada
Musabaqoh Tilawah Alquran cabang qira‘at sab‘ah baik itu
ditingkat Nasional maupun Inernasional.

Kedua, tehnik kiai Muhsin Salim dalam mentransmisikan ilmu


qira‘at sab‘ah ini memang tidak terlalu berbeda secara signifikan.
Misalnya seperti menggunakan metode talaqqi, musyafahah,
rujukan kitab dan pemberian sanad. Bagi kiai Muhsin Salim
boleh mempelajari ilmu qira‘at sab‘ah tanpa hafal Alquran karena
yang tepenting adalah ia mengerti dan memahami kaidah-kaidah

56
57

dan farsyu huruf. Ia berpendapat itu hanya dapat menghambat


dalam menyebarkan ilmu qira‘at di muka bumi.

Ketiga, ilmu qira‘at sab‘ah ini berkembang setelah ia berperan


aktif pada 1986, melalui lembaga seperti PTIQ, LBIQ, pengajian
di rumahnya pada 1997 kiai Muhsin mengkader 9 muridnya, yang
pada puncaknya tahun 2012. Kiai Muhsin mengizinkan murid-
murid untuk mengajarkan ke masyarakat. Kini muridnya
mempunyai lembaga pendidikan Alqurannya sendiri, seperti
pesantren Al-Qur‘aniyyah di Tangsel, pesantren Al-Kautsar di
Jakarta Selatan dan yayasan studi Alquran di Jakarta Barat.

B. Saran
Penelitian mengenai qira‘at sab‘ah ini masih banyak
kekurangan di sana sini. Penulis berharap kepada pembaca agar
menelusuri lebih jauh tentang persebaran dan perkembangan
qira‘at sab‘ah yang ada di bumi Indonesia sehingga nantinya
penelitian tentang qira‘at sab‘ah ini menjadi kajian yang
komprehensif terkait korelasinya terhadap peradaban Islam di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurohim, Acep Lim. Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap.


Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, t.t.

Ahmadi, Ali. ―Al-Qira‘at dan Orisinalitas al-Qur‘an.‖ Al-Insan


Vol. 1, no. No. 1 (2005).

al-Dimasyqi. Ibrazul Ma‟ani Min Hirz al-‟Amani Fil Qira‟at al-


Sab‟ Li al-Imam al- Syathibi. Mesir: Maktbah Mushthafa
Albani al-Halabi wa Auladuhu, t.t.

al-Nawawi. Terjemah Syarah Shahih Muslim. diterjemahkan oleh


Wawan Djunaedi. Cet 1. Jakarta: Mustaqim, 2003.

al-Qattan, Manna‘. Nuzul Al-Qur‟an Ala Sab‟ah Ahruf. Kairo:


Maktabah Wahbah, t.t.

al-Sabuni, Muhammad Ali. At-Tibyan Fii „Ulum al-Qur‟an.


Jakarta: Dinamika Berkah Utama, 1985.

ash-Shabuni, Muhammad Ali. Ikhtisar Ulumul Qur‟an Praktis.


Jakarta: Pustaka Amani, 2001.

al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam dalam Sejarah dan


Kebudayaan Melayu. Bandung: Mizan, 1990.

Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan


Nusantara Abab XVII & XVIII. Jakarta: Kencana, 2013.

———. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah


Tantangan Milenium III. Jakarta: Kencana, 2014.

Barker, Chris. Cultural Studies Teori dan Praktik. diterjemahkan


oleh Nurhadi. Bantul: Kreasi Wacana, 2009.

Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat.


Bandung: Mizan, 1999.

Bukhory, Umar. ―Resepsi Pondok Pesantren di Madura terhadap


Kitab Bergenre Nadzom.‖ Okara Vol. 2 (2011).

58
59

Djunaedi, Wawan. Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di Nusantara.


Jakarta: Pustaka STAINU, 2008.

Fathoni, Ahmad. Kaidah Qira‟at Tujuh. Jilid 2. Jakarta: Institut


PTIQ dan Institut Al-Qur‘an (IIQ) Jakarta dan Darul
Ulum Press, t.t.

Ghazali, Abdul Moqsith. Metodologi Studi Al-Qur‟an. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama, 2009.

Giddens, Anthony. The Constitution of Society. U.K: Polity Press,


1984.

Harahap, Syahrin. Metodologi Studi Tokoh dan Penulisan


Biografi. Ke-2. Jakarta: Prenada, 2014.

Hasbullah, Moeflih, dan Dedi Supriadi. Filsafat Sejarah.


Bandung: CV. Pustaka Ceria, 2012.

Humam, Abdul Wadud Kasyful. ―Menelusuri Historitas Qira‘at


Al-Qur‘an.‖ Jurnal Syahadah Vol. 3, No. 1 (2015): 89–
119.

Humaniora, Fakultas Adab dan. Pedoman Penulisan Proposal


Skripsi/Tesis Program Studi Sejarah dan Peradaban
Islam. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2018.

al-Ibyari, Ibrahim. Tarikh Al-Qur‟an. Mesir: Darul-Kitab al-


Misri, 1991.

Ismail, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadist Nabi. Jakarta:


Bulan Bintang, 1992.

Ismail, Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: Angkasa,


1987.

Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Sinar Grafika Offset,


2010.

Lisan, Ade Chariri Fashichul. ―Tradisi Qira‘at al-Qur‘an : Resepsi


Atas Kitab Faidhul Barakat Fi Sab‘il Qira‘at Karya K.H.
60

Muhamad Arwani Bin Muhamad Amin al-Qudsi.‖


Misykat 2, no. 1 (2018): 89–112.

Madjid, M. Dien, dan Johan Wahyudi. Ilmu Sejarah; Sebuah


Pengantar. Jakarta: Kencana, 2014.

Majid, Dien. Pengantar Ilmu Sejarah. Ciputat: UIN Jakarta Press,


2013.

Majani, Damanudin Ibnu. ―Perkembangan Peserta Pembelajaran


Di LBIQ.‖ Perekam Suara, 2019.

Mustofa. ―Pembakuan Qira‘at ‗Asim Riwayat Hafs dalam


Sejarah dan Jejaknya di Indonesia.‖ Suhuf Vol. 4, no. No.
2 (2011): 221–245.

Nawawi, dan Yani‘ah Wardani. Ilmu ‟Arudh Teori dan Aplikasi.


Jakarta: Wardah Press, 2011.

Ristek Dikti. ―Rekap Pelaporan PDDIKTI Mahasiswa Institut


PTIQ Jakarta, Jakarta Selatan,‖ 2019.
https://forlap.ristekdikti.go.id/perguruantinggi/homerekap/
MjEyMDI3/0/1.

Sakho, Muhammad Ahsin. ―Qira‘at Sab‘ah di Indonesia.‖


Makalah dipresentasikan di Qira‘at sab‘ah dan Tafsir
Bahasa Indonesia, IPQAH DKI, t.t.

Salim, Muhsin. Ilmu Nagham Al-Qur‟an. Jakarta: PT. Kebayoran


Widya Ripta, 2004.

Santosa, Nyong Eka Teguh Iman. Sejarah Intelektual Sebuah


Pengantar. Sidoarjo: Uru Anna Books, 2014.

Sukayat, Tata. ―Nadzom Sebagai Media Pendidikan dan


Dakwah.‖ Cendikia Vol.15 (2017): 341–355.

Sulasman. Metodologi Penelitian Sejarah, Teori, Metode, Contoh


Aplikasi. Bandung: Pustaka Setia, 2014.
61

Susianti, Cucu. ―Efektivitas Metode Talaqqi dalam Meningkatkan


Kemampuan Menghapal Al-Qur‘an Anak Usia Dini.‖
Tunas Siliwangi vol 2 (2016): 1–19.

Turmudzi, Muhammad bin Isa. Sunan Al-Turmudzi. Vol. 7. 2944.


Beirut: Dar Ihya Turast al-‘Arabi, t.t.

Urwah. ―Metodologi Pengajaran Qira‘at Sab‗ah Studi Observasi


di Pondok Pesantren Yanbu‗ul Qur‘an dan Dar Al-
Qur‘an.‖ Suhuf ,Vol 5, no. 2 (2012): 145–168.

Dokumen:
Dokumen Sanad milik KH. Muhsin Salim 9 September 2019
pukul 10.00 WIB. Jakarta Selatan.
Dokumen sanad milik Ustadz Dasril selaku Murid KH. Muhsin
Salim. pada 14 Maret 2019. Tangerang Selatan.
Dokumen sanad milik KH. Sobron Zayyan selaku Murid KH.
Muhsin Salim. pada 24 Februari 2019, Tangerang Selatan.
Dokumen sanad milik Ustad Sabeni hamid selaku Murid KH.
Muhsin Salim. pada 13 Maret 2019. Jakarta Barat.

Sumber Lisan:

Wawancara dengan KH. Muhsin, selaku guru besar qira‘at


sab‘ah di Perguruan Tinggi Ilmu Qur‘an (PTIQ) 9
September 2019 pukul 10.00 WIB

Wawancara dengan Prof. Dr. Ahsin Sakho, MA selaku guru


besar di UIN Jakarta dan juga tokoh ulama qira‘at sab‘ah,
pada 7 Maret 2019 pukul 08.30 WIB

Wawancara dengan Dr. Sobron Zayyan, MA selaku pimpinan


pondok pesantren al-Qur‘aniyyah dan juga murid KH.
Muhsin Salim, pada 24 Februari 2019 pukul 16.30 WIB
62

Wawancara dengan KH. Sabeni Hamid selaku direktur Yayasan


Majelis Studi al-Qur‘an (MSQ) Jakarta dan juga murid
KH. Muhsin Salim, pada 13 Maret 2019 pukul 21.40 WIB

Wawancara dengan Ustadz Dasril selaku Murid KH. Muhsin


Salim, pada 14 Maret 2019 pukul 21.00 WIB

Wawancara dengan Ustadz Hawasyi, selaku Murid KH. Ahsin


Sakho, pada 30 Januari pukul 10.15 WIB
LAMPIRAN

63
64

LAMPIRAN 1: TABEL-TABEL KARIR, GURU DAN


KARYA KH MUHSIN SALIM
Tabel 1.1 Karir KH Muhsin Salim ketika di NTB, Lombok
No KARIR TAHUN
1. Sekretaris Lembaga Pengembangan
Tilawah Alquran (LPTQ) Provinsi NTB 1981 - 1984
sekaligus pelatih Qari-Qari‘ah NTB.
2. Sekretaris dan anggota Komisi Fatwa 1982 - 1985
MUI NTB.
3. Mendirikan Taman Pendidikan Alquran 1982 - 1984
Masjid Raya At- Taqwa Mataram.
4. Ketua Departemen Cendikiawan 1982 - 1985
Organisasi Gakari NTB
5. Dosen IAIN Mataram bidang Ilmu 1982 - 1984
Tafsir

Tabel 1.2 Karir KH Muhsin Salim ketika di DKI Jakarta


No KARIR TAHUN
1. Dosen tetap di PTIQ Jakarta 1986 - Sekarang
2. Ketua LP3M PTIQ Jakarta 1993 - 1998
3. Wakil Direktur bidang Dirasah
Islamiyyah dan Pendidikan Kader 1996 - 2005
Mubaligh (PKM) KODI DKI Jakarta
4. Anggota Tim Kerja Ahli Lembaga
Bahasa dan Ilmu Alquran (LBIQ) 1996 - Sekarang
Jakarta
5. Instruktur Alquran pada Pendidikan
65

Kaderisasi Instruktur Alquran LBIQ 1996 - Sekarang


DKI Jakarta
6. Dosen Ilmu Qira‘at dan Ilmu Tafsir
pada Jurusan Tafsir Hadist IAIN 1993 - 1995
Jakarta
7. Dosen Ilmu Qira‘at dan Nagham 1988 - 1993
Alquran IIQ Jakarta
8. Instruktur Alquran pada Daurah 1999 - 2004
Tilawah Alquran Masjid Al-Azhar
9. Instruktur dan Pembina Imam-imam 1998 – Sekarang
Masjid Istiqlal
10. Pengasuh Acara Belajar Membaca 1993 - 2003
Alquran di TPI selama 10 tahun
11. Instruktur PAP Mental Keagamaan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk 1999 - 2003
Tenaga kerja Indonesia (TKI)
12. Anggota Komisi Fatwa PERTI Pusat 1998 - 2002
13. Instruktur Alquran pada Halaqah
Alquran Majelis-majelis Ta‘lim 1996 – Sekarang
Alquran DKI Jakarta
14. Aktif pada sarasehan seminar (Diskusi
Alquran yang diadakan oleh LITBANG Sekarang
Depag RI., Kanwil Depag DKI Jakarta,
dan Biro Mental Pemda DKI Jakarta)
15. Aktif pada kegiatan MTQ tingkat DKI,
Nasional, Internasional baik sebagai
66

Official, Pelatih, ataupu Dewan Hakim. Sekarang


Seperti pada MTQ Internasional di
Turki, Indonesia, Mesir, Maroko,
Malaysia dan lain-lain.

Tabel 1.3 Nama-nama guru KH Muhsin se-masa kecil


No Nama Tuan Guru Keterangan
1. TG KH Lalu Subakti Ilmu Nahwu, Sharaf
dan Balaghah
2. TG KH Lomban Ilmu Nahwu, Sharaf
dan Balaghah
3. TG KH Masmu Ilmu Nahwu, Fiqih
dan Tafsir
4. TG KH Najamuddin Ma‘mun Ilmu Hadist dan
Tasawuf
5. TG KH Mu‘adz Abdul Halim Ilmu Kalam/Tauhid
6. TG KH Muhammad Katsiran Ihsan Ilmu Fiqih dan
Bahasa Arab
7. TG KH Syekh Muhammad Salim Ilmu Qira‘at Tujuh,
Rahmatullah beserta sanadnya
secara tertulis
8. Syaikh Muhammad Yasin bin Ilmu Qira‘at Tujuh,
Muhammad Isa Al-Fadani Al-Makki beserta sanadnya
secara tertulis
67

Tabel 1.4 Guru-guru KH. Muhsin ketika mahasiswa


No Nama Dosen Keterangan
1. Prof. KH Dr. Ibrahim Husein, L. ML Ilmu Fiqih
2. Prof. Dr. Muhibbuddin Wali, MA Ushul Fiqh
3. Prof. Dr. KH. Nurasyik, MA Ilmu Tafsir
4. KH Zainuddin Mansur, MA Ilmu Kalam dan
Balaghah
5. Syaikh ‗Abdul Qadir ‗Abdul ‗Adzim Ilmu Qira‘at Tujuh,
Abdul Barri Sepuluh beserta
sanadnya secara
tertulis dan ilmu
Nagham
6. Syaikh Sayyid Syarif Ilmu Qira‘at Tujuh
dan Nagham

Tabel 1.5 Karya-karya KH. Muhsin Salim terkait ilmu qira‘at


No Nama Buku Keterangan
1. Qira‘at Tujuh Thariq Buku ini menjelaskan cara membaca
Al- Syathibiyyah qira‘at imam yang tujuh melalui
jalur Al-Syathibiyyah. Didalamnya
ada kaidah-kaidah, materi-materi
dan farsy huruf. Buku ini berbahasa
Indonesia.
2. Qira‘at Sepuluh Buku ini menjelaskan cara membaca
Thariq Al- qira‘at imam yang sepuluh melalui
Syatibiyyah dan Al- jalur Al-Syathibiyyah dan Al-
68

Durrah Durrah. Didalamnya ada kaidah-


kaidah, materi-materi dan farsy
huruf. Buku ini berbahasa Indonesia.
3. Metodologi Jamak Buku ini menjelaskan tentang
Qira‘at Ashim metode menjamak dalam qira‘at
Riwayat Hafs ‗Ashim riwayat hafs. Buku ini
berbahasa Indonesia.
4. Thuruq Al-Riwayah Kitab ini menjelaskan tentang
An Hafs An Ashim thariq-thariq (para pengikut) dari
Imam Al-Kuffah periwayat bacaan imam Hafs dari
riwayat ‗Ashim. Kitab ini berbahasa
Arab.
5. Syarah Al-Durrah Kitab ini berisi matan nadzom
berjumlah 241 bait nadzom.
Didalamnya terdapat syarahan
(penjelasan) kiai Muhsin tentang
nadzom Al-Durrah. Kitab ini
berbahasa Arab dan penjelasannya
berbahasa Indonesia.
6. Syarah Al- Kitab ini berisi matan nadzom
Syathibiyyah berjumlah 1171 bait nadzom.
Didalamnya terdapat syarahan
(penjelasan) kiai Muhsin tentang
nadzom Al-Syathibiyyah. Kitab ini
berbahasa Arab dan penjelasannya
berbahasa Indonesia.
69

7. Syarah Thayyibah Kitab ini berisi matan nadzom


Al-Nasr berjumlah 1000 bait nadzom.
Didalamnya terdapat syarahan
(penjelasan) kiai Muhsin tentang
nadzom Thayyibah Al-Nasr. Kitab
ini berbahasa Arab dan
penjelasannya berbahasa Indonesia.

Tabel 1.6 Karya-karya KH. Muhsin di bidang lain


No Nama Buku Keterangan
1. Ilmu Nagham Buku ini berisi tentang ilmu
tilawah menggunakan lagu
Alquran.
2. Belajar Membaca Alquran Buku ini berisi tentang cara
dengan Metode Tartil cepat dan mudah membaca
Alquran.
3. Ilmu Tajwid Buku ini berisi tentang
hukum-hukum dalam
membaca Alquran
4. Rasm Usmani Buku ini berisi tentang
penjelasan Alquran rasm
usmani.
5. Kaidah-Kaidah Bahasa Buku ini berisi tenang kaidah-
Arab Alquran kaidah bahasa Arab di dalam
Alquran.
70

Tabel 1.7 Majelis-majelis tempat KH. Muhsin mengajar

No Nama Majelis Keterangan


1. Majelis Alquran sunda Kelapa 1996 – Sekarang
2. Majelis Ta‘lim Alquran Lutfi Ismail 1996 – Sekarang
3. Majelis Ta‘lim Alquran Khairunnisa 1996 – Sekarang
4. Masjid jami‘ Bintaro Sektor 9 1996 – Sekarang
5. Majelis Ta‘lim Alquran Lemigas 1996 – Sekarang
6. Instruktur Alquran pada Pendidikan
Kaderisasi Instruktur Alquran LBIQ 1996 – Sekarang
DKI Jakarta
7. Instruktur Alquran pada Halaqah
Alquran Majelis-majelis Ta‘lim 1996 – Sekarang
Alquran DKI Jakarta

Tabel 1.8 Kitab-kitab rujukan dalam mempelajari ilmu qira‘at


No Nama Kitab Keterangan
1. Hirz Al-Amani/ Kitab ini membahas tentang ragam
Matn Al-Syathibi qira‘at Al-Qur‘an mutawatir yang
diriwayatkan oleh para Imam qira‘at
tujuh. Didalamnya Terdapat 1173 bait
syi‘ir untuk mempermudah dalam
menghafalnya.
2. Irsyadah Al- Kitab ini membahas tentang kaidah-
Jaliyyah kaidah qira‘at tujuh.
71

3. Al-Wafi‟ Kitab ini merupakan Syarah atau


penjelasan matan bait Syi‘ir yang
membahas tentang qira‘at sab‘ah karya
Imam al-Syatibi yakni berjudul Hirz
Al-Amani
4. Al Durrah fi Kitab ini membahas tentang qira‘at
Qira‟ah Al- imam sepuluh. Didalamnya berisi 241
Asyarah syi‘ir tentang qira‘at sepuluh
5. Al-Idhah fi Bayan Kitab ini membahas tentang kaidah
Ushul Al-qira‟ah ushul dalam ilmu qira‘at dan tajwid.
6. Budur Al-Zahirah Kitab ini membahas tentang qira‘at
fi al-Qira‟at al- imam sepuluh.
„Asyr al-
Mutawatirah
8. Ghaits Al-Nafa Kitab ini membahas tentang kaidah-
kaidah dalam ilmu qira‘at
9. Faidh Al-Barakat Kitab ini membahas tentang kaidah-
fi sab‘a al-Qira‘ah kaidah qira‘at imam tujuh. Kitab ini
adalah karangan ulama besar Nusantara
bernama KH. Arwani Kudus yang
ditulis tahun 1930-an

Tabel 1.9 Kitab-kitab rujukan dalam mempelajari ilmu tajwid


No Nama Kitab Keterangan
1. Matn Fath Al-Atfal Kitab ini adalah sebuah kitab kecil
dalam bentuk nadzham (syair) yang
72

memuat dasar-dasar ilmu tajwid


seperti hukum mad, hukum nun dan
mim mati, dan hukum tanwin. Kitab
ini merupakan kitab induk ilmu
tajwid.
2. Matn Jazariyyah Kitab ini pun adalah sebuah kitab
kecil dalam bentuk nadzham (syair)
yang memuat dasar-dasar ilmu tajwid
seperti hukum mad, hukum nun dan
mim mati, dan hukum tanwin. Kitab
ini merupakan kitab induk ilmu
tajwid.
3. Al-Burhan fi Kitab ini merupakan salah satu kitab
Tajwid Al-Qur‟an referensi utama dalam kajian ilmu
Alquran. Kitab ini membahas lebih
luas dibandingkan kitab sebelumnya.
kitab ini adalah karya ulam Mesir
bernama Badruddin Muhammad Az-
Zarkasyi.
4. Al-Qaul Al-Syadid Kitab ini menjelaskan tentang ilmu
tajwid. Kitab ini juga membahas
cukup komprehensif tentang tajwid
mulai dari makharij al-huruf sampai
hukumnya,
5. Al-Tamhid Kitab ini menjelaskan tentang ilmu
tajwid dan yang terkait dengannya
73

seperti model tilawah, sifat huruf,


makhorijul huruf, mad huruf dan
sebagainya
6. Nihayah Al-Qaul Kitab Nihayah al-Qaul al-Mufid fi
Al-Mufid Ilm at-Tajwid adalah karya Syaikh
Muhammad Makki Nashr al-Juraisi,
Imam Masjid az-Zahid Kairo Mesir
tentang ilmu tajwid.
7. Al-Hujjah fi Kitab ini membahas tentang hujjah-
Qira‟ah Al-Saba‟ hujjah/ dalil tentang qira‘ah sab‘ah

Grafik 1.1 Peserta Pembelajaran 1986-2012 di LBIQ113

Grafik Perserta Pembelajaran 1986-2012 LBIQ


5

3 Peserta Alquran
Peserta Bhs. Arab
2
Peserta Arab Qur'ani
1
0 0 0,5 0,27 0,7 0,8
0
1986 1990 1994 2004 2008 2012

113
Dokumentasi Statistik LBIQ
74

LAMPIRAN 2: DOKUMEN SANAD KITAB QIRA’AT


SAB’AH ASY-SYATHIBIYYAH

Dokumen 1: Sanad kitab qira‘at sab‘ah Asy-Syathibiyyah KH.


Muhsin dari jalur ayahandanya Tg. Muhammad Rahmatullah
75

Dokumen 2: Sanad kitab qira‘at sab‘ah Asy-Syathibiyyah KH.


Muhsin dari jalur Syaikh Abdul Adzim
76

Dokumen 3: Sanad kitab qira‘at sab‘ah Asy-Syathibiyyah KH.


Muhsin dari jalur Syaikh Yasin Al-Fadani
77

LAMPIRAN 3: FOTO WAWANCARA DENGAN


NARASUMBER

Gambar 1.1: Wawancara penulis dengan Dr. KH. Muhammad


Muhsin Salim di PTIQ.

Gambar 1.2: Wawancara penulis dengan Ustadz Dasril di rumah


kediamannya, selaku murid Kyai Muhsin, Tangerang Selatan.
78

Gambar 1.3: Wawancara penulis dengan Dr. KH. Sobron


Zayyan. MA di rumah kediamannya, selaku murid kyai Muhsin
Tangerang Selatan.
79

Gambar 1.4: Salah satu karya monumental KH. Muhsin Salim


dalam bidang qira‘at Sab‘ah
80

Gambar 1.5 : Dr. KH. Muhsin Salim saat menyampaikan materi-


materi qira‘at sab‘ah.
(sumber: dokumentasi akun instagram ilmu_qira‘at pada 10 Mei
2018 (https://instagram.com/p/BimbgmODPDV/))
81

LAMPIRAN 4: SALINAN TEKS BIOGRAFI SINGKAT KH


MUHSIN SALIM

Muhsin Salim lahir pada 21 April 1950 di Serengat Praya,


Lombok Tengah. Pada umur empat tahun ia sudah mulai
diajarkan oleh ayahandanya tuan guru KH Muhammad Salim
Rahmatullah dan ibunya Hj. Mahyuni binti H. Usman menghafal
buku tajwid berjudul ―Batu Ngompal Atas‖ berisi syair tajwid
berbahasa Indonesia yang dikarang oleh Syaikh Zainuddin Abdul
Majid Pancor, Lombok Timur. Setiap kali ayahanda Muhsin
Salim mengajarkan murid-muridnya membaca Alquran, Muhsin
Salim duduk dipangkuan ayahandanya sambil memperdengarkan
hafalan syair-syair tajwid. Muhsin Salim selain belajar Alquran
pada ayahandanya, ia juga belajar dengan para murid
ayahandanya antara lain, Zainal Abidin dan Muhammad Syahdan
Abdussalam yang bertempat di majelis Alquran Asy-Syar‘iyyah
Serengat Praya.

Muhsin kecil, selain sekolah pagi hari di SR No.2, ia juga sekolah


pada sore hari di Madrasah Ibtidaiyyah Asy-Syar‘iyyah, Praya
pada 1962. Ia melanjutkan sekolah pada Mu‘allimin 6 tahun di
pesantren Nurul Yaqin NW, Karang Lebah Praya pada 1968. Di
pesantren tersebut ia juga melanjutkan studinya ke tingkat
Ma‘had (akademi) yaitu ma‘had Darul Qur‘an wal Hadist N.W,
Praya pada 1971. Di samping belajar formal di pesantren,
ayahandanya pun mengantarkannya dan menyerahkannya kepada
tuan guru di kampungnya untuk menekuni kitab kuning, antara
lain;
82

1. Ilmu Nahwu, Sharaf dan Balaghah dengan KH Lalu


Subakti.
2. Ilmu Nahwu, Fiqh dan Tafsir dengan KH Ibrahim Lomban
dan KH Masmu.
3. Ilmu Hadist dan Tasawuf dengan KH Najamuddin
Ma‘mun.
4. Ilmu Kalam dengan KH Mu‘adz Abd. Halim.
5. Ilmu Fiqh dan Bahasa Arab dengan KH M. Katsiran Ihsan
Pada 1972 Muhsin Salim masuk ke Fakultas Syari‘ah di
Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur‘an (PTIQ) Jakarta. Pada 1975 ia
meraih sarjana muda di PTIQ dengan skripsi ―Ahammiyyah Ilmi
Tajwidi wal Qira‟at fi Qira‟at Al-Qur‟an‖. Muhsin Salim
kemudian melanjutkan meraih sarjana lengkap di perguruan
tinggi yang sama pada 1980, dengan skripsi ―Awjuh qira‟at Al-
Qur‟an wa Atsaruha fi Al-Istinbat Al-Ahkam‖ dan ia meraih
yudisium Cum Laude. Ia kemudian melanjutkan studi S2 di
Institut Ilmu Al-Qur‘an (IIQ) Jakarta, dengan jurusan Ulum Al-
Qur‘an dan Hadist. Di luar kuliah formal, Muhsin Salim masih
terus mendalami kitab-kitab kuning pada sejumlah ulama, antara
lain;
1. Ilmu Fiqh dengan Prof. Dr. Ibrahim Husein, L. ML,
Rektor PTIQ Jakarta.
2. Ilmu Ushul Fiqh dengan Prof. Dr. Muhibbuddin Wali,
MA, guru besar PTIQ Jakarta.
3. Ilmu Tafsir dengan Prof. Dr. Nurasyik, MA, guru besar
PTIQ Jakarta.
83

4. Ilmu Kalam dan Balaghah dengan KH Zainuddin Mansur,


MA.
5. Ilmu Qira‘at Sab‘ah, Qira‘at ‗Asyr dan Ilmu Naghom Al-
Qur‘an dengan Syaikh ‗Abdul ‗Adzim ‗Abdul Barri, Guru
Besar PTIQ dari Mesir.
6. Ilmu Qira‘at Sab‘ah dan Naghom Al-Qur‘an dengan
Syaikh Sayyid Syarif, Guru Besar PTIQ dari Mesir.
Melalui musyafahah dan talaqqi dari dua syaikh ini, Muhsin
Salim mendapatkan sanad Qira‘at Sab‘ah dan ‗Asyar baik thariq
Asy-Syathibiyyah, Asy-Syathibiyyah wa Durrah, dan thariq
Thayyibah Al-Nasr.
TRANSKRIP WAWANCARA

84
85

Narasumber Dr. KH. Muhsin Salim. MA


Tanggal 09 September 2019
Tempat Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ)
Jakarta
Pukul 10.00 WIB
Penulis: Bagaimana biografi kyai, latar belakang pendidikan serta
keluarga?

Narasumber: nama lengkap Muhammad Muhsin Salim. Saya


selesai S3 jurusan ulumul qur‘an di PTIQ. Saya lahir 21 April
1950. Saya masuk muallimin Nahdatul Wathon selesai 6 tahun di
situ. Dari situ kemudian saya masuk ma‘had qur‘an dan hadist
Nahdatul Wathon di situ juga di Nurul Yaqin, Praya Lombok.
Setelah itu baru saya masuk PTIQ pada tahun 1973. Selama saya
di PTIQ tentu mengkaji dan mendalami semua ilmu yang
diajarkan di PTIQ khususnya qira‘at. Saya mempelajari qira‘at
dari dua syekh Mesir, pertama Syekh Said Syarif beliau 2 tahun,
kemudian datang pengganti namanya Syekh Abdul Qadir Abdul
‗Adzim ahmad 10 tahun, saya belajar dari tahun 73 itu coba
dihitung. Saya pulang ke rumah tahun 1980 karena saya beasiswa
pegawai/guru.

Nama bapak saya dipanggil tuan guru H. Muhammad Salim bin


Rahmatullah. Ibu saya Hj. Mahyuni keduanya dari Praya
Lombok. S1 di PTIQ S2 di IIQ S3 di PTIQ tafsir ulumul qur‘an.
Saya dari 8 bersaudara, kakak saya Siti Rohati, baru saya, Khairul
Anwar, Kasyfun Nuri, Rukiyati, Musyawarati, Masrurati. Saya
tinggal di belakang Bintaro sektor 1.
86

Penulis: Apa motivasi kyai mempelajari ilmu Alquran khususnya


pada cabang qira‘at dan apa saja kontribusi kyai terhadap ilmu
qira‘at?

Narasumber: Cerita dari ibu saya, ―waktu bapak kamu ngajar,


kamu disuruh membaca nadzom terjemahan kitab Tuhfah al-Atfal
yang disusun oleh Syekh Abdul Majid Pancor, saya disuruh baca
syair itu ketika itu saya masih berumur 3 sampai 5 tahun, kamu
duduk dipangkuan bapak waktu bapakmu mengajar Alquran.
Hobi saya mengkaji Alquran, menulis terkait Alquran. Karangan
saya qira‘at tujuh thariq Asy Syathibiyyah 2 jilid, qira‘at sepuluh
thariq Syatibi dan ad-Durrah, ilmu nagham, belajar membaca
Alquran dengan metode tartil, ilmu tajwid, ini sebentar lagi akan
terbit metodologi jamak qira‘at, qira‘at ashim riwayat Hafs dalam
sejumlah thariq yang tersebar dunia islam ada 11 thariq
menggunakan bahasa Indonesia. Dan nanti pada saatnya saya
susun menggunakan nadzom judulnya ―thuruq ar riwayah an
hafsin an ashim imamul kuffah‖ dalam bentuk nadzom, saya juga
tulis kitab ad-Durrah, syarah al-Syathibiyyah dan syarah
Thayyibah al-Nasr. Ad-Durrah itu terdiri dari 241 nadzom itu
saya syarah, al-Syathibiyyah 1171 nadzom, dan Thayyibah al-
Nasr 1000 nadzom, semua saya tulis tangan dan 22 mahasiswa
yang mengetik itu semua. Yang paling dulu terbit nanti mungkin
syarah ad durrah.

Penulis: Bagaimana perkembangan di qira‘at sab‘ah di Jakarta?


87

Narasumber: ya kebetulan ada 10 orang yang rajin selama 11


tahun saya mengajarkan mereka. Walaupun hanya hari minggu
dan malam rabu. Nah itu saya serahkan sanad kepada mereka
selama mereka saya percaya memahaminya dan mampu
mengajarkannya ke masyarakat luas. Alhamdulillah mereka juga
sudah menulis buku pada tingkat pertama yakni ilmu tajwid
seperti H. Sobron, H. Sabeni Hamid. Saya akan serahkan sanad
kepada orang yang serius belajar.
88

Narasumber Dr. KH. Sobron Zayaan. MA


Tanggal 24 Februari 2019
Tempat di Pesantren Al-Qur‘aniyyah Jl. Pesantren,
Ceger, Pondok Aren, Tangerang Selatan.
Pukul 16.30 WIB
Penulis: Bagaimana Sejarah Perkembangan qira‘at sab‘ah di
Jakarta Selatan?

Narasumber: Kalau kita bicara tentang perkembangan ilmu


qira‘at di Jakarta tentunya tidak terlepas dari perkembangan ilmu
qiraat di Indonesia. Kita tahu bahwa kalau persisnya ilmu qira‘at
masuk ke negeri kita Nusantara ini, persisnya tidak diketahui
pasti. Akan tetapi para ulama qira‘at melihat perkembangan ilmu
qira‘at di Indonesia ini di mulai dari mahasiswa-mahasiswa yang
belajar ke timur tengah, yang mereka mempelajari ilmu-ilmu
qiraat tokoh-tokoh/ulama qira‘at. salah satu ulama Nusantara
yang belajar ke Mesir, Timur Tengah adalah syekh Muhammad
Munawwir bin Abdullah. Ia belajar di Hijaz, kemudian setelah
pulang ke Indonesia ia menyebarkan ilmu qiraat itu, dan salah
muridnya yang terkenal dikalangan ulama qiraat Indonesia adalah
Syekh Arwani Kudus, ia mengarang kitab yang bernama
Fawaidhul Barakat fii qiraat sab‟ah. ketika saat itu kitab itu
sudah terkenal di kalangan pesantren.

Kemudian berkembang di Jakarta yang kalau kita lihat


ada PTIQ yang didalamnya memasukan ilmu-ilmu qiraat sejak 2
Maret 1992 bahwa di PTIQ itu disepakati memasukan kurikulum
89

ilmu qira‘at. Dari situlah para alumi-alumni Timur Tengah yakni


ada beberapa nama seperti, KH. Ahsin Sakho Muhammad, KH
Ahmad Fathoni, Dr. KH. Muhsin Salim mereka inilah ulama-
ulama qira‘at yang terkenal mengajarkan ilmu qira‘at di Jakarta
tepatnya di kampus PTIQ. Mulai dari situlah para mahasiswa se-
Nusantara belajar qira‘at kepada ketiga guru kami yang mulia
ulama qira‘at yang masyhur tadi. Secara otomatis perkembangan
ilmu qira‘at di Jakarta itu dimulai dari PTIQ Jakarta. Pada tahun
2002 itu KH. Ahmad Fathoni mengarang buku yang diberi nama
Qaidah-qaidah ilmu qiraat/qaidah qira‘at tujuh, buku ini
memudahkan mereka (para mahasiswa) yang pemahaman bahasa
Arabnya kurang begitu sempurna sehingga buku itu dikuasai juga
oleh para mahasiswa yang akhirnya buku itu terus
berkembang/dikembangkan oleh mahasiswa yang sampai saat ini
melahirkan puluhan judul buku qira‘at.

Secara pasti kita bisa menyimpulkan bahwa


perkembangan ilmu qira‘at di Jakarta itu dimulai sejak masa
perguruan tinggi itu dimasukan kurikulumnya yaitu pada 2 Maret
1992. Berarti dari tahun 90-an sampai saat ini hamper kurang
lebih sekitar 29 tahun ilmu qira‘at berkembang di Jakarta dan
sampai sekarang terus berkembang. Mahasiswa PTIQ ini juga
berperan dalam perkembangan ilmu qira‘at di Jakarta yakni
dengan cara penyebaran/sosialisasi. Terkhusus pada KH. Muhsin
Salim ia belajar dengan syekh yang didatangkan khusus ilmu
qira‘at dari Mesir yang bernama syekh Abdul Qadir Abdul
Adzim, ia adalah dosen pertama yang dikirim dari Mesir untuk
90

mengajarkan ilmu qira‘at di PTIQ Jakarta dari situlah syekh


Abdul Qadir mempunyai murid yakni guru kami Dr. KH. Muhsin
Salim MA. Yang menggeluti ilmu tersebut sehingga sekarang ia
begitu masyhur disamping KH. Muhsin ada juga guru kami yakni
KH. Ahsin Sakho Muhammad dan KH. Ahmad Fathoni yang
juga menjadi tokoh penting di Jakarta dalam menyebarkan ilmu
qira‘at di Nusantara Khususnya di Jakarta. Dan juga para ulama-
ulama yang memiliki ilmu qiraat ikut membantu
perkembangannya.

Penulis: Bagaimana proses penyebaranya?

Narasumber: Di PTIQ itulah mengeluarkan para sarjana-sarjana


al-Qur‘an (SQ) yang itu adalah gelar lokal dari PTIQ Jakarta.
Mulai dari situlah mahasiswa banyak menimba ilmu dari dosen-
dosen mereka dan juga ada yang menambah lagi dengan belajar
secara privat datang ke guru yakni dengan beberapa pakar qira‘at
seperti Dr. KH. Ahsin Sakho, Dr. KH Ahmad Fathoni, Dr. KH
Muhsin Salim yang mereka belajar pada saat di luar jam kampus.
Mereke menelaah, meneliti dan mendalami sehingga mereka
punya basis ilmu yang memadai. Kemudian setelah itu mereka
membuka pesantren di wilayahnya masing-masing setelah
menjadi sarjana mereka membuka lembaga pondok pesantren
yang bergerak di bidang ilmu Alquran salah satunya adalah
pondok pesantren al-Qur‘aniyyah yang berada di kota Tangerang
Selatan yang secara khusus kurikulumnya sudah dimasukan dari
tahun 2008 sampai saat ini sekitar 11 tahun dan jalan 12 tahun ini
di pondok pesantren al-Qur‘aniyyah diajarkan qira‘at sab‘ah.
91

Tiap angkatan itu sekitar 70 sampai 100 orang bahkan lebih yang
lulus dari pondok ini dan itu sudah 12 angkatan dari wawancara
saat ini. Berarti bisa dibayangkan mereka yang sudah belajar
qira‘at begitu menyebar di mana-mana dan mulai dari situlah
menyebar ke pondok-pondok pesantren, menyebar ke masyarakat
dan tidak bisa dibendung lagi bahwa kita lihat nanti 10-20 tahun
ilmu qira‘at sangat pesat nanti perkembangannya di Indonesia
melalui santri-santri yang menyebar di seluruh Indonesia.

Penulis: siapa saja 9 murid utama KH. Muhsin Salim dan mulai
kapan kyai (anda) belajar dengannya?

Narasumber: Tapi ada beberapa murid KH. Muhsin Salim yang


saya ketahui karena saya belajar langsung, saya talaqqi dan
musafahah kepada Dr. Muhsin Salim, bahwa kami belajar di
ikatan persaudaraan qori-qoriah DKI Jakarta (IPQAH DKI
Jakarta) terutama di IPQAH Jakarta Selatan yang diketuai oleh
guru kami KH. M. Ali mengadakan pengajian itu dan setiap
minggu kami lakukan selama kurang lebih 13 tahun lamanya.
Selama 13 tahun kami menimba ilmu pada setiap hari minggu
dan rutin kami jarang libur. Dan sampai-sampai dari puluhan
orang yang belajar ilmu qira‘at dengan Dr. KH. Muhsin Salim,
hanya kurang lebih sekitar 9 nama yang saat itu mendapatkan
ijazah sanad langsung dari KH. Muhsin, yakni sanad untuk
qira‘at tujuh/sab‘ah, diantaranya adalah KH. M. Ali, Dr. KH.
Sobron Zayyan (saya sendiri), KH. Muhasyim (yang sekarang ini
ia menjadi dosen qiraat di PTIQ Jakarta), KH. Masrur Ikhwan,
ust. Sabeni, KH Munawwir, ust Akhyar, ust Marzuki Al Fatiri,
92

dan yang terakhir adalah ust Dasril. Dari 9 orang itu yang
mendapatkan ijazah sanad, kemudian sampai saat ini mereka juga
menyebarkan ilmu qira‘at kepada murid-muridnya masing-
masing. Kita bisa pastikan dari Pon-Pes Al-Quraniyyah banyak
yang sudah menguasai dan memahami tentang perkembangan
ilmu qiraat terutama yang berkaitan tentang qaidah ushuliyyah.
Qaidah ushuliyah ini perlu dipelajari karena ini menyangkut
tentang kaidah-kaidah yang harus diketahui oleh para qari untuk
memperdalam ilmu qiraat dari masing-masing imam dan riwayat
yang ada.

Saya ngaji dengan KH. Muhsin itu dari tahun 2002-2010


ditambahkan lagi 2012 dan 2013 itu KH. Muhsin sangat sibuk
karena menatar di berbagai provinsi. Dan pada akhirnya
diistirahatkan sampai saat ini.

Penulis: Siapa saja yang berjasa mengembangkan ilmu qira‘at di


Jakarta khususnya di Jakarta Selatan?

Narasumber: Banyak sekali sebenarnya yang berjasa dalam


perkembangan ilmu qira‘at di Jakarta, namun karena saya belajar
di PTIQ yang saya tahu adalah mereka itu yakni KH. Muhsin
Salim, KH. Ahsin Sakho. KH. Ahmad Fathoni yang sampai saat
ini juga menatar di berbagai provinsi. Dan setahu saya ahli-ahli
qiraat untuk di Jakarta ini banyak ya. Namun yang masyhurnya
adalah beliau bertiga.

Penulis: Apa salah satu faktor cepatnya perkembangan qira‘at


sab‘ah?
93

Narasumber: Saya ingin menyampaikan kepada masyarakat


bahwa ilmu qira‘at berkembang di Indonesia ini kalau kita lihat
dari tahun ke tahun semakin berkembang apalagi sekarang, sejak
tahun 2002 itu pada saat Menteri Agamanya Prof. Dr. Said Agil
Husin al-Munawwar, beliau juga termasuk tokoh yang mengerti
tentang ilmu qira‘at di Jakarta. Beliau ketika menjadi menteri
mengusulkan gagasan yang sangat inovatif. Beliaulah yang
mengusulkan musabaqoh qira‘at sab‘ah diadakan pada saat itu.
akhirnya pada tahun 2002 diadakanlah pada waktu STQ Nasional
mulai diperlombakan. Yang waktu itu baru exebisi belum masuk
nilai namun sudah diperlombakan. Dan setelah tahun 2002 itu
tahun selanjutkan sampai sekarang itu Musabaqoh qira‘at
Saba‘ah itu sudah me-Nusantara, sudah banyak orang-orang dari
berbagai provinsi yang sudah memahami ilmu qiraat ini. Karena
gagasan kemenag waktu itu sehingga setiap tahun itu
diperlombakan di MTQ Nasional setiap tahunnya. Belum lama
ini di Sumatra Utara (Medan).

Dan kemudian dari mulai diperlombakannya qiraat sabaah itu di


dunia perMTQan masyarakat dari berbagai macam provinsi di
Indonesia semakin banyak yang ingin tahu dan ingin ikut
perlombaan tersebut. Maka mereka mulai berbondong-bondong
mempelajari apa itu qiraat sabaah, siapa yang terkenal yang 7,
bagaimana kaidah-kaidah ushuliyahnya masing-masing imam itu
berbeda dengan imam-imam yang lain. Dan riwayatnya pun
antara riwayat yang lain juga berbeda. Dan saya berharap ke
depan semoga dengan perlombaan qiraat sabaah ini dari tahun-
94

tahun terus membeludak, bahkan waktu MTQ kemarin di Medan,


itu diadakan lomba cabang baru dalam bidang qira‘at sab‘ah
khusus, kalau yang tahun 2002 itu lomba qira‘at sab‘ah
dengan/cabang mujawwad (menggunakan lagu quran) golongan
dewasa. Tahun kemarin sudah dilombakan cabang baru
musabaqoh qira‘at sab‘ah golongan murottal dewasa dan remaja,
kalau anak-anak belum ada, karena ilmu ini agak lumayan susah.
Begitulah saya yakin nanti ke depannya akan ada nanti di masjid-
masjid orang yang membaca yang membaca ilmu qira‘at yang
mutawatirah yang nabi dapet lanngsung dari Allah melalui
malaikat jibril. Dari mana mulainya qiraat sabaah inilah ada
pendapat ulama. Ada yang berpendapat bahwa qira‘at sab‘ah
dimulai dari pada saat alquran diturunkan yakni ketika Nabi di
gua hira, ketika itu nabi meminta kepada malaikat Jibril untuk
menambahkan dengan qira‘at yang lain, karena mengingat yang
menerima Alquran ini kan bukanlah hanya masyarakat Arab, tapi
masyarakat ajam (non Arab) yang tidak bisa menyebutkan huruf
dengan sempurna sehingga dengan qira‘at lain mereka menjadi
bisa. Ketika ada hadis yang mengatakan ―diturunkan Alquran atas
tujuh huruf‖ maka di sinilah perdebatan para ulama dalam
menafsirkannya, ada yang mengatakan 7 hukum syariat atau 7
dialek dll.
95

Narasumber Ustadz Sabeni Hamid


Tanggal 13 Maret 2019
Tempat Dikediamannya, Majelis Studi al-Qur‘an
(MSQ) Jakarta Barat
Pukul 21.40 WIB
Penulis: bagaimana sejarah singkat qira‘at sab‘ah di Jakarta
Selatan?

Narasumber: Pengetahuan saya tentang sejarah qira‘at di Jakarta


bermula dari PTIQ. Saya belajar dari KH. Dr. Muhsin Salim, dan
KH. Dr. Ahmad Fathoni. Ketika itu KH. Muhsin Salim masih
menjadi murid di sana (PTIQ), dan guru besarnya bernama syekh
Abdul Qadir Abdul Adzim dari Mesir Kairo, beliau itu dikontrak
oleh PTIQ selama 10 tahun. Ia mengajarkan qiraah sabaah dan
asyarah (syathiby dan thaibatun nasr). Beliau inilah yang
mengkader mahasiswa PTIQ ketika itu sehingga jadilah diantara
muridnya yakni Dr. KH. Muhsin Salim.

Penulis: sejak kapan ustadz belajar dengan KH. Muhsin?

Narasumber: Saya belajar/kenal KH. Muhsin itu pada tahun 1996


di LBIQ dan saya melanjutkan belajar di rumahnya sampai
2013(menyelesaikan qira‘at sab‘ah serta sanad) bersama dengan
teman-teman saya yakni, ust Sobron, Muhasyim, Masrur, H. Ali,
Marzuki al-Fatiri, Munawir Haris, Dasril Ia ini selain menjadi
guru besar qira‘at beliau juga qori sekaligus ulama.

Dan saya (ust sabeni), saya banyak belajar dari beliau (Dr
Muhsin), dan kalau di kampus (PTIQ) saya belajar oleh Dr.
Fathoni yang berasal dari Jawa, kalau KH. Muhsin itu berasal
96

dari Lombok, dan KH. Ahsin Sakho dari Cirebon. Mereka ini
dididik oleh ulama timur tengah sehingga sekarang mereka ini
menjadi guru besar.

Penulis: Bagaimana metode KH. Muhsin dalam pembelajaran


qira‘ah sab‘ah?

Narasumber: Dalam belajar qira‘at ini kita menggunakan metode


talaqqi/musafahah artinya antara guru dan murid saling bertemu,
kemudian si murid ini membacakan materi di depan gurunya, jika
si murid salah maka langsung dibenarkan oleh gurunya ketika itu
juga. Adapun ada yang menggunakan metode Jibril, yakni guru
memberikan contoh kepada muridnya, kemudian si murid
mengikutinnya. Metode ini ada atas dasar Alquran surah
alqiyamah ayat 18 yakni bahwasannya mempelajari Alquran itu
memang harus melewati guru, kemudian memberikan contoh dan
setelah itu murid mengikutinya.

Penulis: Apa kontribusi dan peran KH. Muhsin terhadap


perkembangan qira‘ah sab‘ah?

Narasumber: Mereka itu luar biasa, semuanya adalah seorang


penyusun buku/kitab. KH Muhsin pertama ia menyusun kitab
tajwid imam hafs 2 jilid, qiraat imam tujuh 1 jilid, kemudian ia
perbaiki lagi qiraat tujuh menjadi 2 jilid, kemudian qiraat imam
sepuluh 2 jilid, sengaja judulnya ia buat juga berbahasa Indonesia
yakni untuk tujuan memudahkan para pembacanya. Kemudian ia
buat khusus hafs qiraat sepuluh (Thaibah al-Nasr), dan sekarang
ia membuat qaidah ushul qiraat imam tujuh dan sudah keluar.
97

Dan sekarang ia sedang membuat tajwid qiraat imam 10 karena


jumlahnya terlalu banyak maka dari itu belum selesai sampai
sekarang sekarang sudah 1500 halaman dan belum selesai. Di
samping itu juga ia membuat ringkasan-ringkasan materi untuk
murid-muridnya untuk mempermudah dalam mempelajari ilmu
qiraat. Kalau KH Muhsin punya metode tartil untuk membaca
quran, kalau KH Fathoni mempunyai metode Maysuro dalam
membaca alquran. Kalau kh ahsin, banyak menyusun kitab-kitab
ia tulis dengan bahasa Arab. Sanad qiraat KH Muhsin Salim
didapat dari syekh Abdul Qadir Abdul Adzim dari Mesir kairo.
Ketiga ulama ini dari jalur sanadnya berbeda-benda, akan tetapi
pada asalnya sama saja, yakni terhubung dengan rasulullah, jibril,
kemudian Allah.
98

Narasumber Ustadz Dasril


Tanggal 14 Maret 2019
Tempat Dikediamannya, kp. Gaga Kel. Larangan
Pukul 21.00 WIB
Penulis: Apa saja syarat untuk mendapatkan sanad keilmuan
qira‘at sab‘ah? Dan siapa saja 9 murid utama KH. Muhsin?

Narasumber: Minimal kalian khatamkan kitab Irsyadah al-


Jaliyyah baru boleh mendapatkan sanad musalsal (terhubung).
Pada bulan juli 2012 tagl 25 kami (9 orang muridnya) baru kami
mendapatkan pengabsahan ijazah sanad tersebut sekalian do‘a
dan wejangannya. Yakni H. Ali, Marzuki al-Fatiri, Sabeni
Hamid, Muhasyim, Masrur Ikhwan, Sobron Zayyan, Munawwir,
Akhyar Mukhsin, Muhammad Dasril. Kami mendapatkan Sanad
itu jalur ke-31 dan guru kami ke-30. Ada juga dari jalur Tg
Zainuddin Pancor bin Abdul Majid NTB ia mendapatkannya jalur
ke-31. Kemudian syekh Yasin Al-Fadani ke-32. Pesan beliau
kepada kami minimal praktek dan baca kitab Irsyadah al-Jaliyah
(karena kata beliau mudah dipahami karena ada rinciannya)
sekalian beliau mengajarkan Matn Syatibiyyah (Hirz al-‗Amani
karangan syekh Salim Muhaisyin) agar supaya dapat dipahami.
Nama murid-murid di atas adalah murid yang sudah
diperkenankan untuk mengajar oleh KH. Muhsin Salim.

Penulis: Bagaimana Metode Talaqqi yang diterapkan KH.


Muhsin?

Narasumber: Kami mendapatkan sanad keilmuan dan bukti


bahwa kami talaqqi dengan beliau. Pada awalnya memang syarat
dalam mempelajari qira‘at itu diharuskan khatam 30 juz al-
99

qur‘an. Namun pada saat itu syarat tersebut tidak diberlakukan


karena mengingat ketika itu kami yang belajar sudah umur
dewasa yang sekiranya kalau hafal Alquran dulu akan lama
sekali, tapi bukan berarti kami tidak hapal alquran sama sekali,
kami hapal tapi tidak sampai 30 juz . Maka ketika itu kyai muhsin
menekankan pada pemahaman kami untuk fokus kepada kaidah-
kaidah ushul, qiraat, farsyul huruf dll yang cukup banyak dalam
satu periwayatan saja. karena kalau kita tidak teliti maka aka nada
bacaan yang menyimpang. Adapun praktek yang diajarkan oleh
KH Muhsin Salim itu, kita praktek 1. Harus setiap riwayat satu
surah/juz albaqarah sampai selesai semua riwayat yakni 14
periwayatan. Karena disetiap surah/juz itu suka ada yang sama
maka selanjutkan/ 2. Kita baca satu juz satu periwayatan
kemudian selesai itu, naik juz ganti lagi periwayatan, ketika
sudah selesai semua kita mulai lagi dari awal. Itulah yang
diajakarkan kyai Muhsin Salim dalam iqra talaqqi qira‘at
sabahhya.

Penulis: Berapa lama ustadz belajar untuk mendapatkan sanad?

Narasumber: Relatif , tapi kalau saya itu 12 tahun. Saya belajar


kepada beliau dari masih di rumahnya sampai pindah ke kantor
IFQAH Jakarta Selatan dan itu secara terus menerus/continue.
Adapun kitab-kitab tajwidnya juga dikhatamkan oleh beliau
seperti, matan fathul atfal, Matn Jazariyyah, al-Burhan fi Tajwid
al-Quran, al-Qoul al-Syadid, al-Tamhid, Nihayah Qoul al-Mufid,
al-Hujjah fi Qiraati Saba‘. Itu semua kita selesaikan selama 12
tahun dari tahun 2000-2012 tapi hanya 7 orang saja. saya belajar
100

di rumah belau sampai tahun 2009, dan itu bukan di PTIQ, akan
tetapi suatu majlis di rumah beliau. Setiap seminggu sekali.
Kemudian pindah di IPQAH Jakarta Selatan dari tahun 2009-
2012.

Penulis: kitab-kitab apa yang dipelajari?

Narasumber: Kitab Hirz al-‗Amani, Irsyadah al-Jaliyyah, al-Wafi,


al-Durrah (asyarah), al-Idhah, Budur al-Zahirah, Ghaits al-Nafa.
Faidh al-Barakat (KH Arwani). dan sampai sekarang belum ada
lagi yang mendapatkan sanad qiraat, dan baru mulai merintis lagi.
101

Narasumber Prof. Dr. Ahsin Sakho. MA


Tanggal 7 Maret 2019
Tempat Dikediamannya, Pamulang, Tang-Sel

Pukul 08.30 WIB

Penulis: siapa saja tokoh yang aktif dalam perkembangan ilmu


qira‘at di Jakarta, khususnya di Jakarta Selatan ini?

Narasumber: untuk tokoh-tokoh yang berperan aktif dalam


perkembangan qira‘at di Jakarta yang saya ketahui tentunya yang
pertama adalah kiai Muhsin, kedua kiai Ahmad Fathoni, kalau
saya datang ke Indonesia tahun 1997-an ya, karena saya lama di
Makkah-Madinah ketika itu, jadi saya terkakhir mulai berperan
aktif.

Penulis: kenapa pak kiai bisa mengatakan bahwa kiai Muhsin


tokoh pertama yang berperan aktif dalam hal ini?

Narasumber: karena yang saya tau beliau itu sudah menurunkan


sanad qira‘at sab‘ahnya, karena untuk menurunkan sanad qira‘at
itu membutuhkan lebih kurang 7 tahunan atau bahkan lebih. Saya
tahu juga dari murid-muridnya yang sekarang ini juga eksis di
dunia per-MTQ-an sebagai dewan hakim tingkat nasional. Yang
saya tau juga kiai Muhsin itu sudah banyak karya dalam ilmu
Alquran khususnya pada ilmu qira‘at ini.

Anda mungkin juga menyukai