Anda di halaman 1dari 156

PERUBAHAN ORIENTASI PERJUANGAN RAKYAT

PALESTINA PADA TAHUN 1979-1993:


PALESTINE LIBERATION ORGANIZATION (PLO)
MASA KEPEMIMPINAN YASSER ARAFAT

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S.Hum.)

oleh
Muhammad Aqibun Najih
NIM : 1112022000035

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/ 1438 H
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 31 Mei 2017

Muhammad Aqibun Najih

i
PERUBAHAN ORIENTASI PERJUANGAN RAKYAT
PALESTINA PADA TAHUN 1979-1993:
PALESTINE LIBERATION ORGANIZATION (PLO)
MASA KEPEMIMPINAN YASSER ARAFAT

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab Dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S.Hum.)

Oleh
Muhammad Aqibun Najih
NIM. 1112022000035

Pembimbing

Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A


NIP. 19611025 199403 1 001

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/ 1438 H
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “Perubahan Orientasi Perjuangan Rakyat Palestina Pada


Tahun 1979-1993: Palestine Liberation Organization (PLO) Masa
Kepemimpinan Yasser Arafat” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 31 Mei 2017. Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora
(S.Hum) pada program studi Sejarah dan Peradaban Islam.
Jakarta, 31 Mei 2017

Tim Penguji
Penguji I, Penguji II,

Prof. Dr. Budi Sulistiono, M.Hum Dr. Awalia Rahma, MA


NIP: 19541010 198803 1 001 NIP: 19710621 200112 2001

Pembimbing

Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A


NIP. 19611025 199403 1 001

Mengetahui
Ketua Prog. Studi, Sekretaris Prog. Studi,

H. Nurhasan, M.A Sholikatus Sa’diyah, M.Pd


NIP: 19690724 199703 1 001 NIP: 19750417 200501 2 007

iii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada
baginda Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “Perubahan Orientasi Perjuangan Rakyat


Palestina Pada Tahun 1979-1993: Palestine Liberation Organization (PLO)
Masa Kepemimpinan Yasser Arafat” ini dapat diselesaikan oleh penulis berkat
dukungan dari berbagai pihak, baik dukungan secara moril, spiritual, maupun
material. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah berjasa dan membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Rasa terima kasih yang tulus penulis
haturkan kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A. selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora.
3. Nurhasan, MA. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
4. Solikatus Sa’diyah, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban
Islam yang telah dengan sabar mengurusi semua administrasi yang penulis
butuhkan.
5. Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan banyak perhatian, nasihat, masukan dan arahan kepada penulis
dalam menyusun skripsi ini.
6. Prof. Budi Sulistiono, M.Hum. selaku Penguji Skripsi I dan sekaligus menjadi
dosen PA (Pembimbing Akademik) yang telah mengajari dan membimbing
penulis selama duduk di bangku kuliah. Terima kasih banyak atas masukan,
saran dan kritik yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini sesuai dengan standar skripsi-skripsi pada umumnya.

iv
7. Dr. Awalia Rahma, MA. selaku Penguji II, penulis sebelumnya meminta maaf
atas kekurangan-kekurangan yang ada pada skripsi ini dan terima kasih dengan
saran, kritikan, masukan dan nasihat yang ibu berikan akhirnya penulis dapat
memperbaiki kekurangan tersebut sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
8. Bapak Aly Ikhwan dan Ibu Siti A’isyah selaku orang tua penulis. Terima kasih
telah memberikan kasih sayang, dukungan, motivasi, serta doa yang selalu
bapak dan ibu panjatkan sangat membantu dan mempermudah segala urusan
dalam penyusunan skripsi ini.
9. Alvin Azkiya selaku adik kandung penulis yang selalu menginspirasi penulis
untuk lebih giat dalam menuntut ilmu, karena penulis merasa harus menjadi
kakak yang baik untuknya. Terima kasih telah menjadi penyemangat dan
penghibur dalam hari-hari yang sulit.
10. Seluruh Dosen Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah bersabar dalam mengajar dan memberikan ilmu yang bermanfaat
bagi penulisan skripsi ini.
11. Nur Silam, Fitri Masullah, Fathzry Ardillah, Restu Dinianti, Musviroh, Fitriana,
Titi Maria Ulfa, Aris Budiman, Hamdani Wahid, Dwi Septiani, Mustaqim,
Syauqi Hazami, Yusuf Achada, dan seluruh teman-teman Sejarah dan
Peradaban Islam angkatan 2012 yang tidak bisa penulis sebut satu persatu
namanya. Terima kasih telah membuat hari-hari di kampus menjadi
menyenangkan. Penulis pasti akan rindu sekali jika harus berpisah. Namun
penulis yakin, kita akan bertemu kembali di lain kesempatan.
12. Muclishon, Iqbal Fahmi, Wiwit Tri Gusnawan, Jazuli Wafa, Cecep Saefullah,
Ulil Albab, M. Ridwan, Tasya Nailul Fikria, Amimah Azmi, Ibrahim Hasan,
Lukmanul Hakim, Istika Merdeka, Taufiqul Hakim, Ana Hasanah, dan
beberapa nama lainnya yang belum tersebut. Terima kasih atas canda tawa dan
keramaian yang kalian buat di basecamp Keluarga Mathali’ul Falah Jakarta
yang hampir tiap hari menemani penulis.
13. Maftuhatin Ni’mah, Faqih Nur Sofyan, Puput Wijayanti, Abdul Kholiq, Ainut
Taufiq, Sulistiawati, Rina Safrianti, Nizar Fuadi dan teman-teman Pati lainnya
yang tergabung dalam organisisasi SIMPATI (Silaturrahmi Mahasiswa Pati) di
v
Jakarta. Terima kasih saat berkumpul dengan kalian penulis merasakan suasana
kampung halaman Pati ada di Jakarta.
14. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada Laznas
BSM (Lembaga Amil Zakat Nasional Bank Syariah Mandiri) yang telah
memberikan bantuan dana beasiswa sampai akhir jenjang semester perkuliahan.

Atas bantuan dan kerjasamanya, penulis haturkan jazakumullah khoiron


katsiron. Dan semoga Allah melipatgandakan pahala kepada kalian semua. Amin.

Jakarta, 31 Mei 2017

Muhammad Aqibun Najih


NIM. 1112022000035

vi
Nama : Muhammad Aqibun Najih
Prog. Studi : Sejarah dan Peradaban Islam
Judul : Perubahan Orientasi Perjuangan Rakyat Palestina Pada Tahun
979-1993: Palestine Liberation Organization (PLO) Masa
Kepemimpinan Yasser Arafat

ABSTRAK

Rakyat Palestina sampai saat ini masih berkonflik melawan kependudukan Israel,
berbagai perjuangan perlawanan fisik telah terjadi sejak Mandat Inggris 1920-1948.
Kemudian pada tahun 1979 dengan organisasi PLO, Palestina mengubah bentuk
perjuangannya yaitu ke diplomasi. Dengan begitu pada penelitian ini yang akan
menjadi fokus pembahasan adalah tentang perjuangan rakyat Palestina dengan aksi-
aksi perjuangan fisik yang kemudian berubah ke diplomasi di bawah kepemimpinan
Yasser Arafat di PLO. Penelitian ini juga membahas tentang penyebab perubahan
perjuangan serta dampak dan hasil dari diplomasi Palestina-Israel: Konferensi
Madrid 1991 dan Perjanjian Oslo 1993.

Kata kunci:
Yasser Arafat, PLO, Palestina.

vii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ................................................ x
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xi
DAFTAR KRONOLOGI KONFLIK PALESTINA-ISRAEL ....................... xii
DAFTAR TOKOH PENTING KONFLIK PALESTINA-ISRAEL ............. xvii
DAFTAR PENINGKATAN STATUS PALESTINA.................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................................... 19
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................... 19
D. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 20
E. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 21
F. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 21
G. Kerangka Teori ............................................................................................. 24
H. Metode Penelitian ......................................................................................... 28
I. Sistematika Penulisan .................................................................................... 32
BAB II PALESTINE LIBERATION ORGANIZATION (PLO)....................... 33
A. Sejarah Berdirinya PLO................................................................................ 33
B. Faksi-Faksi di dalam PLO ............................................................................ 37
C. Kepemimpinan Yasser Arafat di PLO .......................................................... 39
BAB III PERUBAHAN PERJUANGAN RAKYAT PALESTINA ................ 49
A. Perlawanan Fisik dan Penyebab Perubahan ................................................. 49
B. Kelompok Penentang Diplomasi .................................................................. 53
BAB IV DIPLOMASI PLO-ISRAEL ............................................................... 58
A. Konferensi Madrid 1991............................................................................... 58
B. Perjanjian Oslo 1993..................................................................................... 61

viii
C. Dampak dari Perjuangan Diplomasi ............................................................. 66
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 77
A. Kesimpulan ................................................................................................... 77
B. Saran-Saran ................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 80
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... 86
Teks Deklarasi Balfour ...................................................................................... 86
Resolution 181 (II) ............................................................................................. 87
Resolution 242 ................................................................................................... 89
Resolution 338 ................................................................................................... 91
Question of Palestine 43/177 ............................................................................ 92
Question of Palestine 3236 (XXIX) ................................................................. 94
Observer status for the Palestine Liberation Organization 3237 (XXIX) ....... 96
UN General Assembly Resolutions: Resolution 67/19 ...................................... 97
Declaration of Principles ................................................................................ 101
Pidato Pembukaan KTT LB OKI ke-5 ............................................................ 112
UN Partition Plan (1947) ................................................................................ 114
Territories Occupied By Israel Since June 1967 ............................................. 115
United Nations Special Committee on Palestine (UNSCOP) ......................... 116

ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Dalam skripsi ini, sebagian data ditransliterasikan kedalam huruf latin.
Transliterasi ini berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku
“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” Panduan Akademik Program Strata 1 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012/2013.1
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padananya dalam aksara latin.
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
‫ا‬ Tidak dilambangkan
‫ب‬ b Be
‫ت‬ t Te
‫ث‬ ts Te dan es
‫ج‬ j Je
‫ح‬ h h dengan garis bawah
‫خ‬ kh Ka dan ha
‫د‬ d De
‫ذ‬ dz de dan zet
‫ر‬ r er
‫ز‬ z zet
‫س‬ s es
‫ش‬ sy Es dan ye
‫ص‬ s Es dengan garis di bawah
‫ض‬ d de dengan garis di bawah
‫ط‬ t Te dengan garis di bawah
‫ظ‬ z Zet dengan garis di bawah
‫ع‬ ‘ Koma terbalik di atas hadap kanan
‫غ‬ gh Ge dan ha
‫ف‬ f ef
‫ق‬ q ki
‫ك‬ k ka
‫ل‬ l el
‫م‬ m em
‫ن‬ n en
‫و‬ w we
‫ه‬ h ha
‫ء‬ , apostrof
‫ي‬ y ye

1
Tim Penyusun, Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pedoman Akademik Program Strata 1 2012/2013 (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2012), h.
381-383.
x
DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Keterangan
Arab Liberation Front / Jaysh al-Inqadh al-Arabi
ALF
‫جيش اإلنقاذ العربي‬
Arab National Movement atau Harakat al-Quamiyyun
ANM
‫حركة القوميين‬
DOP Declaration of Principles ‫إعالن المبادئ‬
Harakat Al-Tahrir Al-Filistini/ Palestine Nasional
Fatah
Liberation Movement )‫حركة التحرير الوطني الفلسطيني (فتح‬
General Union of the Palestine Students
GUPS
‫اإلتحاد العام لطلبة فلسطين‬
Harakah Muqawamah Al-Islamiyyah
Hamas
‫حركة المقاومة االسالمية‬
IM Ikhwanul Muslimin ‫االخوان المسلمون‬
LBB Liga Bangsa-Bangsa ‫عصبة األمم‬
Organisasi Konferensi Islam/ Organisasi Kerjasama
OKI
Islam ‫منظمة التعاون اإلسالمي‬
ONP Otoritas Nasional Palestina ‫السلطة الوطنية الفلسطينية‬
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa ‫علم األمم المتحدة‬
Popular Democratic Front for the Liberation of
PDFLP
Palestine
PFL Palestinian Popular Struggle Front
Popular Front for the Liberation of Palestine
PFLP
‫الجبهة الشعبية لتحرير فلسطين‬
Popular Front for the Liberation of Palestine-General
PFLP-GC
Command
PLF Palestine Liberation Front
PLO Palestine Liberation Organization ‫منظمة تحرير فلسطينية‬
PNC Palestine National Council ‫المجلس الوطني الفلسطيني‬
UNRWA UN Relife and Works Agency
UNSCOP United Nation Special Comitee On Palestine

xi
DAFTAR KRONOLOGI KONFLIK PALESTINA-ISRAEL

Tahun Peristiwa Deskripsi


Perjanjian rahasia antara Sir Henry MacMahon
Janji (pejabat tinggi Inggris di Kairo) dengan Sharif Hussein
MacMahon Ibn Ali (Amir Hijaz) yang menimbulkan revolusi Arab
1916
10 Juni 1916.
Sykes-Picot Perjanjian Inggris dan Perancis yang dilakukan pada
Agreement bulan Mei 1916 unuk membagi wilayah Turki Usmani.
2 November 1917 Negosiasi Inggris-Zionis
Deklarasi
1917 menghasilkan perjanjian untuk pendirian negara
Balfour
Yahudi di Palestina.
Pada tanggal 24 April 1920 di San Remo,
ditetapkannya “Mandat” sesuai dengan pembagian
1920 Mandat
wilayah Sykes-Pycot, Inggris pun mendapatkan
wilayah Palestina oleh LBB.
Pengangkatan Hajj Amin al-Hussayni, orang yang diangkat sebagai
1922
Mufti Mufti Yerusalem oleh Inggris.
Kerusuhan di Pada 15 Agustus 1929, sejumlah imigran Yahudi di
1929 Tembok bawah kepemimpinan Jeremia Halpern memasuki kota
Ratapan Yerusalem dan mengakibatkan konflik.
Didirikannya Pada tanggal 20 April 1936, sejumlah elit Palestina
1936 Komite Arab mendirikan Komite Arab Tertinggi (Al Lajnah al
Tertinggi Arabiyah al-Uliya) di kota Nablus.
Pemberontakan Arab Palestina tahun 1936-1939,
1936- Civil dilakukan oleh para petani dan pejuang revolusioner di
1939 Disobedience Palestina untuk menyerang mandat Inggris dan
Yahudi.
Panitia 11 orang yang melakukan penyelidikan
mengenai masalah Palestina di bawah naugan PBB
(UNSCOP) yang merekomendasikan pembagian wilayah Palestina
antara Arab dan Yahudi. Serta Mandat Inggris harus
segera diakhiri.
1947
Pada tanggal 29 November 1947, PBB mengeluarkan
Resolusi no.181. Resolusi tersebut memutuskan
Resolusi 181 bahwa wilayah Mandat Inggris di Palestina dibagi
menjadi dua, satu bagian untuk bangsa Yahudi dan
satu bagian lainnya diberikan kepada bangsa Arab.
Pada tanggal 14 Mei, Inggris meninggalkan Palestina,
David ben Gurion memanfaatkan peluang ini untuk
Berdirinya mendeklarasikan Kemerdekaan Israel. Presiden
1948
Negara Israel Amerika saat itu, Harry Truman langsung memberikan
pengakuan de-facto kepada Negara Israel yang baru
berdiri
Diterimanya Israel sebagai anggota PBB pada 1949 di
Negara Israel
latar belakangi dari kekalahan koalisi dari negara-
1949 Menjadi
negara Arab (Syria, Yordania, Lebanon dan Irak)
Anggota PBB
menyerang Israel. Jamal al-Hussayni, sebagai
xii
perwakilan komite Arab tertinggi di pengasingan
sebelumnya mengirimkan surat kepada perwakilan
PBB bahwa pasukan yang dikirimkan oleh para
anggota Liga Arab bertujuan untuk membela hak
rakyat Palestina sebagai mayoritas melawan kolonisasi
dari pihak Zionis-Yahudi. Namun, setelah perang
selama lebih dari satu tahun (Mei 1948-Juli 1949),
pihak Arab mengalami kekalahan.
o Dari Mesir - Yasser Arafat; orang Palestina yang
sedang menempuh pendidikan di Kairo, membentuk
Persatuan Mahasiswa Palestina (GUPS).
Munculnya
o Pergerakan Ikhwanul Muslimin dengan gerakan
1949- Perjuangan
jihad Islam nasional.
1956 yang Tidak
o Ketergantungan rakyat Palestina yang berada di
Teratur
Mesir terhadap kepemimpinan Jamal Abdul Nasser.
o Yordania mengeklaim sebagian wilayah Palestina
sebagai wilayahnya.
Akibat berbagai aktifitas bermunculan yang tidak
teratur, Liga Arab pada tahun 1959, Mufti Hajj Amin
al-Husseini mencoba membentuk Palestine National
Gagasan
Council (Dewan Nasional Palestina) untuk membuat
Penyatuan
satu ketentuan yang mengajak penataan ulang tentang
Koordinasi
koordinasi rakyat Palestina dalam satu wadah. Namun
1959
pada saat itu gagal, karena tidak ada rancangan yang
baik yang dapat disepakati.
Pada 1959, Arafat membentuk organisasi baru yang
disebut Fatah, yang nantinya akan menjadi faksi
Fatah
terbesar di PLO. Organisasi ini memiliki sayap militer
yang diberi nama Ashifah.
Setelah wakil Palestina di Liga Arab dijabat oleh
Ahmad Syaqiri (September 1963), ia aktif
mengumumkan ke negara-negara Arab untuk adanya
satu wadah perjuangan Palestina. Kemudian
Berdirinya
1964 terselenggara sidang PNC pada 2 Juni 1964.
PLO
Keputusan sidang tersebut ditetapkan berdirinya
Palestine Liberation Organization (PLO). Ketua
Eksekutif PLO pertama diduduki oleh Ahmad Syaqiri
(1964-1967).
Israel menyerang Mesir, Yordania, dan Syiria selama
6 hari, Israel berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza
Six-Day War
(Mesir), Dataran Tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan
Yerusalem (Yordania).
1967
Ahmad Syaqiri, pada tahun 1967 setelah kekalahan
Ketua PLO bangsa Arab pada Perang Enam Hari, ia
Ke-2 mengundurkan diri dan digantikan oleh Yahya
Hamuda yang menjabat ketua PLO dari 1967 s.d 1969.

xiii
Pasca Perang Enam Hari, Fatah muncul sebagai
kekuatan yang dominan dalam dunia politik di
Fatah
Palestina. Maka setelah Fatah resmi bergabung dengan
begabung dgn
PLO pada akhir 1960-an, Fatah menjadi faksi terbesar
PLO
di antara faksi-faksi lain yang tidak kurang dari 15
faksi yang ada di dalam tubuh PLO.
1969 Yasser Arafat Ketika Fatah bergabung dengan PLO, Fatah yang
Menjadi dipimpin oleh Yasser Arafat mampu menjadikan ia
Ketua PLO sebagai ketua PLO (1969-2004).
PLO mendapat pengakuan sebagai perwakilan resmi
Pengakuan bangsa Palestina dari Organisasi Konferensi Islam
dari OKI (OKI) pada 21 Agustus 1969, bersamaan dengan
didirikanya OKI.
Pada bulan September 1970 Fatah membajak tiga
pesawat; satu pesawat Swiss dan dua pesawat
Amerika. Ketiga pesawat tersebut diledakkan; dua
diledakan di Yordania dan satu di Kairo. Tuntutan
Pembajakan
1970 yang diajukan para pembajak adalah agar teman-teman
Pesawat
mereka yang ada di penjara Israel dibebaskan.
Akibat dari kejadian tersebut, PLO diusir oleh raja
Yordania dengan suatu perang saudara selama 10 hari,
dan mengakibatkan jatuhnya banyak korban.
Setelah rakyat Palestina terusir dari Yordania, dan
berpindah ke Lebanon, aksi-aksi perlawanan fisik
belum berhenti. Justru mereka membentuk suatu nama
Black
1972 “Black September”. Dengan melanjutkan aksi-aksi
September
pembajakan pesawat, yang justru menimbulkan
kecaman dari “dunia internasional” sebagai serangan
teroris.
Dalam perang ini, bangsa Arab berhasil membalas
kekalahannya dari Israel. Meski serbuan bangsa Arab
Yom
1973 tidak membuat Israel kalah secara telak, namun perang
Kippur War
ini berhasil memaksa Israel untuk mengembalikan
wilayah Semenanjung Sinai dan Gaza kepada Mesir.
Pada 13 November, Yasser Arafat tampil dalam sidang
PLO Majlis Umum PBB, dengan pidatonya pada sidang
Mendapat tersebut yang menyerukan perjuangan Palestina
1974
Pengakuan dengan jalan diplomasi, membuat PLO memperoleh
dari PBB dukungan dan status sebagai entitas pengamat non-
anggota di PBB.
Pada bulan November 1977, Mesir dibawah
kepemimpinan Anwar Sadat, ia mengunjungi entitas
Zionis. Selanjutnya pada tahun 1979, melalui sebuah
Kunjungan
1977- perjanjian perdamaian yang disepakati antara Presiden
Anwar Sadat
1979 Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel
ke Israel
Menachem Begin serta disaksikan Presiden AS Jimmy
Carter di Camp David berhasil memasukkan Mesir
dalam kondisi damai dengan Israel.
xiv
Pada tahun 1979 dalam sidang PNC diputuskan
kebijakan yang memberikan mandat kepada Arafat
untuk melakukan perjuangan melalui cara-cara
1979 Sidang PNC diplomasi dan Piagam Nasional Palestina resmi
dirubah dari perjuangan bersenjata menjadi
perjuangan diplomasi untuk membebaskan
kemerdekaan Palestina dari Israel.
Presiden Mesir Anwar Sadat terbunuh pada 6 Oktober
1981, perjanjian damai dengan Israel adalah alasan
Terbunuhnya
bahwa sang presiden harus dihabisi. Pelakunya adalah
1981 Presiden
anggota organisasi Jihad Islam yang menolak
Anwar Sadat
Perjanjian Camp David 1979 antara Israel dengan
Mesir.
Intifadah adalah nama untuk perjuangan yang
dilakukan oleh sekelompok orang Palestina yang
bersenjatakan batu melawan tentara Israel yang
memiliki perlengkapan mutahir. menurut sensus yang
1987-
Intifadah dihitung oleh PLO jumlah korban dari pihak Palestina
1993
tidak kurang dari 1540 korban yang meninggal,
130.000 yang cedera, dan sekitar 116.000 yang
ditangkap oleh Israel. Sedangkan jumlah korban dari
pihak Israel 179 korbar yang meninggal.
Hamas (Harakat Al-Muqawwamat Al-Islamiyyah atau
Gerakan Perlawanan Islam) didirikan pada 14
Desember 1987 oleh Syaikh Ahmad Yassin, dan
Berdirinya
menjadi saingan PLO dalam memperjuangkan
1987 Organisasi
kemerdekaan Palestina. Ideologi Hamas adadah
Hamas
berhaluan keagamaan, sedangkan PLO lebih
mengedepankan nasionalisme dan semangat
kebangsaan.
Setelah terbentuknya tatanan baru pada tubuh PLO
untuk berjuang secara diplomasi, beberapa pemimpin
Palestina memproklamasikan berdirinya negara
Palestina pada tanggal 15 November 1988, untuk
mempermudah segala urusan perjuangan. Berdirinya
Didirikannya
negara Palestina diumumkan di Aljir, ibukota Aljazair,
1988 Negara
dengan bentuk negara Republik Parlementer.
Palestina
Ditetapkan bahwa Yerusalem Timur dijadikan sebagai
ibukota negara, dengan Presiden pertamanya Yasser
Arafat. Eksistensi negara ini rapuh karena selain tidak
diakui sebagian negara anggota Dewan Keamanan
PBB, juga akibat wilayah geografi yang belum jelas.
Konfrensi Madrid ini merupakan usaha pertama
masyarakat Internasional untuk memulai perundingan
Konferensi yang melibatkan Israel dan Palestina serta negara-
1991
Madrid negara Arab, termasuk Syria, Lebanon, dan Yordania.
Tujuan dari konferensi ini lebih untuk membuka
sebuah forum perundingan, baik lewat jalur bilateral
xv
maupun multilateral yang juga melibatkan komunitas
internasional.
Perjanjian Oslo 1993; diselenggarakan di Norwegia
pada tanggal 20 Agustus, selanjutnya diresmikan
dalam sebuah upacara di Washington DC pada tanggal
13 September 1993, dengan disepakatinya Declaration
of Principles (DOP) yang mengatur perdamaian antar
kedua negara berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan
Perjanjian
1993 PBB 242 yang menjadi dasar pembentukan Otoritas
Oslo 1993
Nasional Palestina (ONP) 5 Juli 1994, yaitu Palestina
baru di wilayah Jalur Gaza dan Jericho (Tepi Barat)
dan dilaksanakannya pemilu tahun 1996, dengan
dilantiknya Yasser Arafat sebagai dewan legislatif
sekaligus menetapkannya sebagai ketua ONP atau
Presiden pertama Palestina.
Dampak dari perjuangan diplomasi adalah dengan
meningkatnya status Palestina di PBB dari “entitas”
Meningkatnya
menjadi “negara” pengamat non anggota pada 29
2012 Status
November 2012. Namun kedaulatannya masih
Palestina
menjadi permasalahan yang belum terselesaikan
karena ketidak jelasan wilayah yang diklaimnya.

xvi
DAFTAR TOKOH PENTING KONFLIK PALESTINA-ISRAEL
Nama Keterangan
Amin Al- Husayni Lahir : 1895
Meninggal : 4 Juli 1974
Mufti Yerusalem : 1921–1948
Ahmad Syaqiri Ketua PLO Pertama (1964 s.d 1967)
Yahya Hamuda Ketua PLO Kedua (1967 s.d 1969)
Yasser Arafat Lahir : 4 Agustus 1929
Meninggal : 11 November 2004
Ketua PLO : 4 Februari 1969 – Meninggal
Mahmoud Abbas Lahir : 26 Maret 1935
Meninggal :
Ketua PLO : 29 Oktober 2004 -
Ahmad Yassin Lahir : 1 Januari 1929
Meninggal : 22 Maret 2004
Pemimpin Hamas : 14 Desember 1987 – Meninggal
Abdul Nasser Lahir : 15 Januari 1918
Meninggal : 8 September 1970
Presiden Mesir : 23 Juni 1956 – Meninggal
Anwar Sadat Lahir : 25 Desember 1918
Meninggal : 6 Oktober 1981
Presiden Mesir : 20 Oktober 1970 – Meninggal
Hussein Lahir : 14 November 1935
Meninggal : 7 Februari 1999
Raja Yordania : 11 Agustus 1952 – Meninggal
David Ben-Gurion Lahir : 16 Oktober 1886
Meninggal : 1 Desember 1973
Perdana Menteri Israel : 17 Mei 1948 - 26 Juni 1963
Menachem Begin Lahir : 16 Agustus 1913
Meninggal : 9 Maret 1992
Perdana Menteri Israel : 21 Juni 1977 – 10 Oktober 1983
Yitzhak Rabin Lahir : 1 Maret 1922
Meninggal : 4 November 1995
Perdana Menteri Israel : 3 Juni 1974 - Meninggal
Ezer Weizman Lahir : 15 Juni 1924
Meninggal : 18 April 2005
Presiden Israel : 13 Mei 1993 – 13 Juli 2000
Shimon Perez Lahir : 2 Agustus 1923
Meninggal : 28 September 2016
Perdana Menteri Israel : 4 November 1995 - 18 Juni 1996
Presiden Israel : 15 Juli 2007 – 24 Juli 2014
Jimmy Carter Lahir : 1 Oktober 1924
Meninggal :
Presiden AS : 20 Januari 1977 – 20 Januari 1981
Bill Clinton Lahir : 19 Agustus 1946
Meninggal :
Presiden AS : 20 Januari 1993 – 20 Januari 2001
xvii
DAFTAR PENINGKATAN STATUS PALESTINA

Tahun Status Keterangan


PLO yang mewakili Palestina menjadi anggota
1969 Pengakuan OKI OKI (Organisasi Konferensi Islam atau Organisasi
Kerjasama Islam) pada 21 Agustus 1969.
PLO mendapat pengakuan sebagai entitas
1974 Pengakuan PBB perwakilan rakyat Palestina pada 22 November
1974 oleh The United Nations General Assembly.
Berdirinya “Bahwa pemerintahan di Palestina itu eksis”
Negara (Resolusi Sidang Umum no. 43/177)
1988
Palestina “Hak-hak dan privilege tambahan” (Resolusi
di Aljir Sidang Umum no. 52/250).
Palestina juga diterima sebagai anggota UNESCO
2011 UNESCO (United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization) pada November 2011
“entitas pengamat non-anggota” menjadi “negara
Entitas menjadi
2012 pengamat non-anggota” pada tanggal 29
Negara
November 2012.

xviii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pokok persoalan tentang konflik Palestina-Israel yang akan dibahas dalam


penelitian ini adalah adanya perubahan perjuangan rakyat Palestina pada masa
kepemimpinan Yasser Arafat di ‫ منظمة تحرير فلسطينية‬PLO (Palestine Liberation
Organization) tahun 1979. Pada tanggal 22 November 1974 keberadaan PLO diakui
The United Nations General Assembly (Majlis Umum PBB).2 PLO merupakan
representasi rakyak Palestina yang telah dibentuk oleh Liga Arab pada tahun 1964
untuk memperjuangkan hak tanah air rakyat Palestina yang telah dirampas oleh
Israel. Perlu diketahui sebelum berdirinya negara Israel di bumi Palestina (pada
masa Mandat Inggris) rakyat Palestina telah melakukan perjuangan dengan
menggunakan aksi-aksi perlawanan fisik untuk menghapus sepenuhnya
kependudukan bangsa Yahudi di Palestina.

Sebelum adanya negara Israel, sebutan Palestina adalah nama untuk wilayah
barat daya negeri Syam, yaitu wilayah yang terletak di bagian barat Asia dan bagian
timur Laut Tengah.3 Palestina dikuasai oleh Turki Usmani sejak tahun 1517 hingga
1917. Ketika perang dunia pertama dalam situasi kekuasaan yang lemah, Turki
Utsmani pada 22 Juli 1914 mengajukan tawaran aliansi kepada Jerman, Wilhelm II
menerima tawaran itu pada tanggal 2 Agustus 1914. Dengan begitu Turki resmi
bergabung dengan Jerman,4 namun aliansi mereka berakhir dengan kekalahan.

Kekalahan Turki Usmani bukan saja disebabkan oleh Inggris dan Prancis,
namun adanya pemberontakan bangsa Arab terhadap Imperium Ottoman yang di
latar belakangi dari sebuah perjanjian rahasia antara Sir Henry MacMahon (pejabat

2
Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari Deklarasi Negara Israel Sampai
Terbentuknya Negara Palestina”, Laporan Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Univ.
Negeri Yogyakarta, (2008), h. 18.
3
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan dan Konspirasi, (Jakarta: Gema Insani,
2002), h. 13.
4
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan Palestina menjadi Negara
Merdeka (1920-1848),” Al-Turas Vol. 20, No. 2, (Juli 2014), h. 54.

1
2

tinggi Inggris di Kairo) dengan Sharif Hussein Ibn Ali (Amir Hijaz) untuk
membentuk sebuah pemerintahan Arab yang independen.5 Palestina tidak
disebutkan secara eksplisit dalam perjanjian tersebut. Janji MacMahon bukanlah
perjanjian yang diratifikasi secara formal, tetapi punya kekuatan sebagai perjanjian,
khususnya ketika Hussein memutuskan untuk bertindak berdasarkan perjanjian itu
sehingga menyulut pergolakan bangsa Arab melawan kekuasaan Turki Usmani
1916.6 Meskipun orang-orang Arab sepakat untuk menentang kerjasama dengan
orang kafir, namun karena kekecewaan yang melemahkan kredibilitas Islam di
bawah Khalifah Ottoman, ditambah adanya tindakan Ottoman, Jamal Pasha al-
Sagheer yang melaksanakan hukuman mati kepada beberapa orang Arab Syria
membuat pemimpin Arab marah dan geram, sehingga pada 10 Juni 1916 Syarif
Hussein mengisyaratkan revolusi Arab untuk menentang kerajaan Ottoman.7

Namun pada bulan Mei 1916, Inggris juga melakukan perundingan rahasia
dengan Prancis dan Rusia yang menandatangani suatu perjanjian yang dikenal
sebagai Sykes-Picot Agreement, untuk membagi wilayah Turki Usmani. Dalam
perjanjian tersebut, Inggris mendapatkan sebagian besar wilayah-wilayah Irak
timur Jordan dan daerah Haifa di Palestina. Sementara Prancis mendapatkan
Lebanon dan Syria,8 dan untuk Rusia akan menduduki wilayah Istambul.9

Kemudian, Inggris juga melakukan negosiasi dengan Organisasi Zionis


Internasional tentang masa depan Palestina. Tawaran ini dikemukakan karena
Inggris membutuhkan lobi Zionis di Amerika, agar AS bersedia untuk terlibat
secara langsung bahu-membahu dengan Inggris dan Sekutunya. Kemudian

5
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak Berdarah Israel di Palestina dan Dunia
Arab, (Jakarta: Kinza Books, 2009), Cetak I, h. 93.
6
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman, (Surabaya: Risalah Gusti, 2009), h.
505.
7
Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan Sejarah, (Selangor: Taawun Medi
Resources, 2004), h. 51.
8
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 42.
9
Rahmatullah, “Peran Amerika Serikat dalam Menciptakan Perdamaian dan Penyelesaian
Konflik Israel dan Palestina”, Jurnal Ilmiah WIDYA, Vol. 3, No. 1, (Januari–April 2015), h. 2.
3

perjanjian tersebut dikenal sebagai deklarasi Balfour 2 November 1917, dengan


komitmen Inggris, untuk mendirikan negara nasional Yahudi di Palestina.10

Kedua perjanjian rahasia Sykes Picot dan Deklarasi Balfour dibedah oleh
Rusia yang telah mengundurkan diri dari peperangan dunia pertama dengan
kejatuhan pemerintah Tsar (Kaisar) Nicholas II pada bulan Oktober 1917. Kabar
perjanjian tersebut kemudian disebar oleh para tokoh Mesir. Penghianatan Inggris
ini mengejutkan dunia Arab dan mereka enggan menyertai tentara sekutu sampai
Inggris memberi penjelasan. Pada bulan Januari 1918 Inggris pun segera
mengirimkan Hogarth, wakil Inggris untuk menemui Syarif Hussein dengan
jaminan bahwa pendatang Yahudi di Palestina tidak akan mempengaruhi atau
mendapatkan kepentingan politik dan ekonomi bagi rakyat Palestina. Dengan itu,
Inggris lagi-lagi berhasil memperdaya pemimpin Arab.11

Sebagai dampak langsung dari Perang Dunia I, pada tanggal 24 April 1920,
pihak sekutu sebagai pemenang mengadakan pertemuan di San Remo, Italia. Liga
Bangsa-Bangsa (LBB) memutuskan bahwa wilayah-wilayah pendudukan belum
siap untuk diberi kemerdekaan, maka harus diurus oleh administrasi sipil yang
disebut “Mandat”. Setiap mandat dikuasai oleh Inggris atau Perancis “sampai saat
mereka mampu berdiri sendiri”. Sesuai dengan yang telah disepakati sebelumnya
dalam Perjanjian Sykes-Pycot tahun 1916, Inggris mendapat mandat atas wilayah
Palestina.12

Komisaris tinggi sipil pertama yang ditunjuk untuk Palestina pada tahun
1920 adalah Sir Herbert Samuel, dia sendiri adalah seorang Yahudi. Penunjukan ini
tampaknya merupakan tanda yang menjanjikan harapan bagi Zionis dan ancaman
bagi bangsa Arab. Samuel punya komitmen pada Deklarasi Balfour, tetapi
sepanjang masa jabatannya selama lima tahun dia berusaha untuk meyakinkan
orang-orang Arab.13 Pada masa kepemimpinannya, Samuel jelas berusaha bersikap
kooperatif terhadap aspirasi masyarakat Arab Palestina. Dengan Samuel

10
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 42.
11
Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan…, h. 54.
12
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, 54.
13
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 509.
4

memberikan amnesti kepada Amin Al- Husayni yang saat itu sedang mendekam di
penjara”. Setelah bebas, Al- Husayni dilantik oleh Herbert Samuel menjadi Mufti
Agung Palestina (Mufti Filastin al-Akbar). Selain itu, Herbert Samuel mendirikan
Dewan Tinggi Muslim (Supreme Moslem Council) yang bertugas mengatur dan
menjaga lembaga-lembaga dan komunitas Islam di Palestina. Dalam lembaga ini,
Amin al-Husayni diangkat menjadi pimpinan utama. Atas sikap Samuel tersebut, ia
mendapat kecaman dari penduduk Yahudi.14

Tugas yang diberikan LBB kepada Inggris untuk mengelola wilayah


Palestina sampai mereka bisa memerintah secara otonom, ternyata menimbulkan
banyak friksi di antara warga di wilayah Palestina, khususnya antara Arab dan
Yahudi. Kedua bangsa tersebut telah dijanjikan oleh Inggris untuk bisa membentuk
pemerintahan berdaulat yang berdiri sendiri, sehingga menimbulkan banyaknya
gesekan terutama klaim mengenai siapa yang paling berhak untuk berada di wilayah
Palestina. Dalam kurun waktu hampir 30 tahun selama pemerintahan Mandat
Inggris, telah terjadi beberapa bentrokan di antara bangsa Arab dan Yahudi.15

Pada 4 April 1920 bertepatan dengan perayaan Nabi Musa. Prosesi Nabi
Musa selalu dianggap sebagai simbolis untuk perebutan kepemilikan Kota Suci,
bahkan pada tahun ini massa Muslim berpencar dan menyerbu kompleks
pemukiman Yahudi. Peristiwa ini menjadi tanda perlawanan fisik yang pertama
bangsa Arab Palestina di bawah Mandat Inggris melawan bangsa Yahudi yang
dikenal dengan Palestine Riots 1920. Pada peristiwa ini Polisi Arab berpihak
kepada perusuh (Rakyat Palestina), pasukan Inggris tidak keluar untuk
menghentikan pertikaian, dan setelah itu orang-orang Yahudi dilarang untuk
mengorganisir pertahanan mereka sendiri. Sebagian korban adalah Yahudi
(sembilan orang terbunuh dan 244 orang cedera). Kerusuhan itu menciptakan
keretakan antara Yahudi dan Inggris yang sebelumnya bangsa Yahudi sangat
percaya kepada Mandat Inggris akan selalu memihak terhadap apa yang telah
disepakati dalam perjanjian Balfour yaitu untuk mendirikan negara nasional Yahudi

14
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 55.
15
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 94.
5

di Palestina. Zionis menyalahkan administrasi Mandat Inggris atas penyerangan


berdasarkan prasangka rasial ini, mereka (Inggris) menunjukkan keberpihakan
kepada bangsa Arab. Sejak itu, bangsa Yahudi maupun Arab menuduh Inggris
mendukung “pihak lain”.

Sebenarnya, ada kontradiksi yang nyata dalam kebijakan Inggris atas


konflik tersebut, Inggris menjadi kekuatan pemegang Mandat di Palestina. Pasal 22
dari perjanjian Liga Bangsa-Bangsa berisi bahwa Inggris harus menerapkan
“prinsip kesejahteraan dan pembangunan (bagi rakyat Palestina) yang menjadi
amanat suci peradaban”. Tetapi Inggris juga terikat pengimplementasian Deklarasi
Balfour dan pelapangan jalan bagi pendirian National Home (tanah air) Yahudi di
Palestina. Itulah yang membuat Inggris tidak mampu melakukan apa-apa pada
kerusuhan tahun 1920 di Palestina.16

Kemudian pada tahun 1929, konflik antara bangsa Arab Palestina dengan
Yahudi terjadi di Yerusalem, sebuah kota yang menjadi simbol aspirasi terdalam
dari kedua pihak.17 Bagi umat Yahudi, Tembok Barat, atau yang lebih dikenal
dengan Tembok Ratapan, merupakan satu-satunya bagian yang tersisa dari Haikal
Solomon yang dihancurkan oleh Imperium Romawi pada tahun 70 Masehi.
Bangunan tersebut merupakan peninggalan Israel kuno yang sangat penting dan
religius bagi umat Yahudi.18 Bagi umat Islam tembok tersebut merupakan tempat
di mana peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi, perjalanan spiritual Nabi Muhammad dari
Makkah ke Yerusalem, lalu dari Yerusalem ke Sidratul Muntaha, serta terdapatnya
Masjid al-Aqsa, masjid tersuci ketiga bagi umat Islam.19

Pada tanggal 15 Agustus 1929, sejumlah imigran Yahudi di bawah


kepemimpinan Jeremia Halpern berbaris menuju Tembok Ratapan sambil
mengibarkan bendera Zionis dan menyanyikan Hatikvah (Hymne Yahudi).20

16
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 508-509.
17
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 515.
18
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 55.
19
Trias Kuncahyono, Yerusalem 33 Imperium Romanium, Kota Para Nabi, Dan Tragedi
di Tanah Suci, (Jakarta: Kompas, 2011), h. 314.
20
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 56.
6

Mereka bersumpah akan mempertahankan tembok itu sampai mati. Dengan begitu
kedua belah pihak pun mencoba untuk saling mempertahankan tempat tersebut dan
ketegangan pun merebak. Pada hari berikutnya, ketika orang-orang Arab mulai
berkumpul di Haram untuk shalat Jum’at, sebagian dari mereka menyerbu tempat
ibadah Yahudi. Kali ini, polisi Inggris berhasil menghentikan kerusuhan tersebut.

Belakangan, pada tanggal 22 dan 23 Agustus, dari massa petani Palestina di


Yerusalem, mereka membawa pentungan dan pisau, bahkan sebagian ada yang
membawa senjata api. Pada khotbah jumat, Mufti pun tidak mengatakan apa yang
bisa ditafsirkan (secara implisit) sebagai dukungan dan penghasutan, tetapi setelah
itu massa berbondong-bondong dari Haram dan mulai menyerang setiap orang
Yahudi yang mereka jumpai. Lagi, Inggris menolak mengizinkan orang-orang
Yahudi untuk melakukan pembalasan, dan Polisi Inggris yang telah dikurangi
jumlahnya oleh Lord Plumer, tidak dapat menangani krisis ini secara memadai.
Kekerasan pun pecah di seluruh Palestina, mengakibatkan 133 orang Yahudi
terbunuh dan 339 orang cedera. Polisi Inggris telah menewaskan 110 orang Arab,
dan enam orang lagi mati dalam serangan Yahudi di dekat Tel Aviv.21

Kemudian Mufti Hajj Amin al-Husaini mengatakan kepada pemerintahan


Mandat Inggris; Tembok Ratapan adalah bagian dari Thalith al-Haramain dan harta
wakaf Islam. Orang-orang Yahudi tidak boleh memperlakukan tempat suci seolah-
olah itu adalah milik mereka, dengan membawa masuk perabotan dan meniupkan
shofar sedemikian rupa sehingga mengganggu shalat orang Islam di sana. Mereka
berada di sana semata-mata ditolelir oleh kami (meskipun dengan berat hati).
Inggris pun membenarkan dan mendukung hal tersebut, untuk pihak Yahudi agar
tidak berlebih-lebihan lagi dalam melaksanakan kegiatan keagamaannya.22

Meski dampak kerusakan yang dilakukan orang-orang Arab cukup parah,


tapi Pemerintah Mandat Inggris menuding bahwa perbuatan para Imigran Yahudi
pada tanggal 15 Agustus merupakan pemicu utama konflik. Setelah peristiwa
tersebut, Pemerintah Mandat Inggris mempublikasikan peraturan Order in Council

21
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 516-517.
22
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 56.
7

1929 yang menetapkan bahwa umat Islam Palestina memiliki hak tunggal atas
kepemilikan Tembok Ratapan dan area sekitarnya dan kaum Yahudi dilarang
membunyikan Shofar di sana.23 Tetapi ini merupakan kemenangan yang semu,
ketika kelompok Zionisme yang mulai berdatangan dari Jerman dan Polandia ke
Palestina dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Mereka
mengungsi dan akhirnya menetap di Palestina karena adanya pemimpin radikal
Hitler yang berkuasa di wilayah mereka sebelumnya. Orang-orang Arab Palestina
sangat waspada terhadap meningkatnya Imigran Yahudi selama tahun 1930-an.
Mereka menuduh Zionis mengekploitasi bahaya Jerman untuk membela
kepentingan mereka.24

Bagi masyarakat Yahudi, kerusuhan tahun 1929 membuat mereka


memutuskan untuk memperkuat organisasi Paramiliter Yahudi yang disebut
Haganah, yang akan menjadi cikal bakal dari Israeli Defense Force (IDF). Haganah
juga akan terpecah menjadi organisasi paramiliter yang lebih radikal yaitu Irgun
Zvai Leumi. Dengan kata lain, rakyat Arab Palestina “sukses” menggali
kuburannya sendiri dengan memperkuat musuh yang akan mengancam masa
depannya kelak.25

Kesadaran Bangsa Arab akan bahaya meningkatnya Imigran Yahudi yang


datang ke Palestina dari Jerman sekitar tahun 1930-1935 beramai-ramai yang
berjumlah 152.000 orang. Ini menjadikan jumlah penduduk Yahudi meningkat dua
kali lipat yang awalnya jumlah mereka sebanyak 156.000 orang26 yang hanya
meliputi 18,9% dari jumlah penduduk. Menjelang tahun 1936, presentase tersebut
meningkat menjadi 27,7%.27 Melihat hal tersebut, bangsa Arab-Palestina
mengirimkan delegasinya bernama Musa Kazim al-Husaini ke London untuk
mendapatkan simpati dari kerajaan Inggris, memang dalam kesepakatan delegasi
tersebut berhasil. Namun pihak berkuasa setempat (pemerintahan Mandat Inggris)

23
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 56.
24
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 518.
25
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 56.
26
Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan…, h. 63.
27
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 519.
8

yang ada di Palestina gagal untuk menghalang atau menghentikan pembangunan


rumah-rumah Yahudi. Meski telah diperingatkan oleh J. H. Simpson penasihat
kerajaan Inggris, yang dikirim ke Palestina untuk menyampaikan bahwa pemberian
tanah kepada Yahudi perlu dihentikan. Begitu juga imigran bangsa Yahudi ke
Palestina perlu dikurangi. Kegagalan Mandat Inggris atas masalah tersebut,
membuat bangsa Arab Palestina sentimen dan menimbulkan masalah anti-Inggris.28
Sehingga mengakibatkan faksi-faksi yang lebih radikal mulai bermunculan seperti
kamp-kamp Arab dan sebagian dari orang-orang Palestina mulai bergabung dengan
organisasi-organisasi gerilya untuk melawan Inggris dan Zionis.29

Faktor utama lainya, penyebab terjadinya revolusi ini adalah munculnya


seorang ulama karismatik asal Syria bernama Izzudin al-Qassam yang
menganjurkan bagi rakyat Palestina agar melakukan konfrontasi terhadap
kelompok Zionis dan Pemerintah Mandat Inggris. Motivasi Izzudin al-Qassam
menawarkan solusi alternatif yang radikal karena ia menilai Dewan Tinggi Muslim
yang dipimpin Amin al- Hussayni tak serius dalam memperjuangkan kemerdekaan
Palestina. Ia menyalahkan Dewan Tinggi Muslim yang kurang memperhatikan
pembelian senjata untuk perjuangan rakyat Palestina.

Pada tanggal 20 November 1935, Izzudin al Qassam menghimpun 800


anggota Brigade Tangan Hitam untuk menyerang pelabuhan Haifa yang
notabennya adalah pusat perekonomian Inggris karena adanya jaringan pipa minyak
di wilayah itu. Sayangnya Izzudin al-Qassam tewas dalam baku tembak bersama
dengan tiga anak buahnya, sedangkan beberapa anggota Tangan Hitam yang masih
hidup ditangkap oleh Polisi Inggris. Kematian Izzudin al-Qassam dianggap tragis,
membuat seluruh lapisan rakyat Palestina berkabung, sehingga penguburan
jenazahnya diselenggarakan layaknya upacara resmi kenegaraan.

Kemudian pada tanggal 20 April 1936, sejumlah elit Palestina mendirikan


Komite Arab Tertinggi (Al Lajnah al Arabiyah al-Uliya) di kota Nablus, yang
mendeklarasikan perlawanan rakyat Arab Palestina terhadap pemerintah Mandat

28
Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan…, h. 65.
29
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 519.
9

Inggris. Pada tanggal 7 Mei 1936, Komite Arab tersebut, menghimbau agar semua
rakyat Arab Palestina yang bekerja di kantor-kantor pemerintah maupun
perusahaan-perusahaan di seluruh wilayah Palestina melakukan mogok kerja, serta
tidak perlu lagi membayar pajak kepada pemerintah Mandat Inggris. Dengan ini,
dimulailah “Pemogokan Umum di Palestina” (Palestine General Strike).
Pemerintah Mandat Inggris segera memberlakukan Hukum Darurat Militer.
Orang-orang yang dicurigai terlibat dalam pemogokan ditangkap, Pemerintah juga
mengenakan denda pada desa-desa yang warganya terlibat dalam aksi pemogokan
itu.30

Ketika permasalahan ini terjadi akibat tuntutan rakyat Arab Palestina yang
tidak dapat dipenuhi oleh pemerintahan Mandat, selanjutnya pemerintah Inggris
berusaha untuk menemukan solusi atas persoalan ini.31 Pada tahun 1937, Peel
Committee32 merekomendasikan agar sebaiknya wilayah Mandat Inggris di
Palestina dibagi menjadi dua. Satu bagian untuk bangsa Yahudi dan satu bagian
lainnya diberikan kepada bangsa Arab. Dalam pembagiannya wilayah untuk
Yahudi, meliputi kawasan pantai, Lembah Jezreel, Beit She’an, dan Galilea,
sementara Negara Arab akan meliputi Transjordan, Yudea, Samaria, Lembah
Sungai Jordan dan Gurun Negev.33 Setelah melalui perdebatan yang sengit, Zionis
menerima rencana Peel.34

Namun, Komite Arab Tertinggi yang dipimpin Amin al-Hussayni terang-


terangan menolak rekomendasi Komisi Peel dan menganggap Komisi Peel
melanggar janji. Mereka mengeluarkan memorandum yang menyatakan bahwa
Palestina adalah bagian integral dari dunia Arab. Sehingga usulan untuk

30
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 58.
31
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 521.
32
Sebuah Komisi Kerajaan yang dipimpin oleh William Peel. Tugas utama dari Komisi
Peel adalah menemukan penyebab pemberontakan ini. Komisi Peel kemudian menyimpulkan
bahwa pemberontakan tahun 1936 disebabkan karena bangkitnya nasionalisme Palestina, ketakutan
terhadap rencana pihak Yahudi mewujudkan “Jewish National Homeland”, dan ketidakpercayaan
masyarakat Arab Palestina terhadap niat baik Pemerintah Mandat Inggris (Lihat: Hanafi Wibowo,
“Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 58)
33
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 58.
34
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 521.
10

memberikan sebagian wilayah Palestina kepada Imigran Yahudi bukanlah hal yang
dapat diterima.

Pada bulan Juni 1937, kerusuhan terulang kembali. Sejumlah milisi Arab
membunuh Kepala Distrik Galilea, Lewis Andrews dan Pejabat Inggris bernama P.
R. McEwen di luar gereja Anglikan di kota Nazareth. Pemerintah Mandat Inggris
menyalahkan Komite Arab yang dipimpin Amin al-Hussayni atas kerusuhan dan
pembunuhan sejumlah Pejabat Pemerintah. Komisaris Besar Mandat Inggris, Sir
Arthur Grenfell Wauchope mengambil tindakan tegas dengan mengklasifikasikan
Komite Arab tersebut sebagai organisasi terlarang. Amin al-Hussayni selaku
pemimpin organisasi, melarikan diri ke Lebanon, sedangkan para pemimpin militer
lainnya banyak yang ikut melarikan diri, atau terbunuh. Dengan hilangnya para
pemimpin, gerakan nasionalisme Palestina pun menjadi lemah karena absennya
figur pemimpin.

Pemberontakan Arab Palestina tahun 1936-1939 adalah sekumpulan


kerusuhan sporadis yang dilakukan para petani dan pejuang revolusioner di
Palestina. Pemberontakan ini awalnya menggunakan metode ‘ketidaktaatan sipil’
(Civil Disobedience) namun berevolusi menjadi perlawanan bersenjata yang terdiri
atas sekumpulan kecil pengerusakan tanpa mengincar satu target spesifik,
melainkan antara lain, orang Yahudi dan pemerintahan Mandat Inggris, namun
berakhir dengan kegagalan. Pemberontakan ini menghasilkan dampak yang sangat
krusial bagi masyarakat Arab Palestina secara keseluruhan. Pemberontakan ini
menghabiskan semua energi dan sumber daya yang sangat dibutuhkan, karena
bertempur melawan musuh yang masih kuat. Maka pihak Zionis mendapat
keuntungan karena mempertahankan sikap kooperatif dengan Pemerintah Inggris
dan akhirnya mereka dapat mengambil peluang dari momen melemahnya Inggris
pada tahun 1947-1948. Sementara bangsa Arab Palestina yang masih belum pulih
akibat kekalahan dalam pemberontakan ini, di kemudian hari kehilangan
momentum yang berharga tersebut.35

35
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 56-59.
11

Kekuatan Inggris yang melemah akibat Perang Dunia II, tidak dapat
melanjutkan kendalinya atas Palestina.36 Eskalasi konflik dari pihak Arab maupun
Yahudi terus saja terjadi, Inggis berusaha menolak 100.000 pengungsi orang-orang
Yahudi yang selamat dari kamp Nazi untuk masuk ke Palestina. Sebagai respons
ditolaknya orang-orang Yahudi ke Palestina, Irgun (tentara Zionis) meledakkan
sayap Hotel King David, di mana satu lantainya digunakan sebagai markas
angkatan bersenjata Inggris. Sembilan puluh satu orang terbunuh dan empat puluh
lima lainnya luka-luka. Pada tahun terakhir ini, Inggris tampaknya kehilangan
kendali. Pejabat-pejabat Inggris di Palestina mulai kehilangan semangat, gusar, dan
frustrasi, dikarenakan pengimplementasian kebijakan-kebijakan untuk
mendamaikan kedua kelompok bangsa Arab Palestina dan Yahudi yang mereka
jalankan berakhir dengan hasil mustahil. Inggris pun berasumsi apabila mereka
masih tetap tinggal di wilayah tersebut maka yang mereka dapatkan hanyalah akan
membahayakan negeri itu dan mereka memutuskan untuk pergi dari wilayah
Mandatnya tersebut.37

Pada tanggal 7 Februari 1947, sekretaris luar negeri Inggris, Ernst Bevin,
mengumumkan di hadapan kabinetnya, bahwa kerajaan Inggris tidak dapat lagi
meneruskan Mandat yang pernah diberikan oleh Liga Bangsa-Bangsa atas wilayah
Palestina. Dengan demikian, masalah Palestina harus diserahkan kepada
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selaku penerus Liga Bangsa-Bangsa. Pada
tanggal 28 April 1947 dalam Sidang Umum PBB diputuskan untuk membentuk
sebuah Pantia Khusus yang disebut United Nation Special Comitee On Palestine
(UNSCOP) yang beranggotakan 11 orang untuk melakukan penyelidikan mengenai
masalah Palestina. Kemudian UNSCOP mengajukan rekomendasi yaitu:
Pembentukan Palestina merdeka untuk etnis Arab dan Yahudi, dan Mandat Inggris
atas Palestina harus segera diakhiri.

Pada tanggal 29 November 1947, PBB mengeluarkan Resolusi no.181.


Resolusi tersebut memutuskan bahwa wilayah Mandat Inggris di Palestina dibagi

36
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 59
37
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 522.
12

menjadi dua, satu bagian untuk bangsa Yahudi dan satu bagian lainnya diberikan
pada bangsa Arab. Wilayah Yahudi meliputi Jaffa sampai Galilea, serta daerah
pelabuhan Haifa sampai selatan Jaffa dan Gurun Negev. Sementara untuk wilayah
Arab meliputi Lembah Esdraelon sampai Beersheba, wilayah barat Galilea serta
Jalur Gaza sampai ke perbatasan Mesir. Khusus untuk Yerusalem, tidak diberikan
pada Israel atau Arab karena Yerusalem merupakan kota suci untuk 3 agama
(Yahudi, Kristen, dan Islam) jadi diberikan status Corpus Separatum.38 Zionis
menerimanya dengan pragmatisme, mereka selalu menyetujui langkah-langkah
pembagian wilayah,39 terus-menerus menerima dan mengabaikannya (pemikiran
David Ben-Gurion pemimpin politik komunitas Yahudi).40

Namun, para anggota Komite Arab di pengasingan dan Liga Arab, sebagai
pihak yang mewakili Palestina sama-sama menolak Resolusi PBB no.181, mereka
menilai alokasi tanah tersebut tidak adil. Amin al-Hussayni yang ketika itu berada
di Mesir, mengeluarkan Deklarasi, menyerukan kepada seluruh masyarakat Arab di
Timur Tengah untuk bergerak ke wilayah Mandat Inggris dan melakukan intervensi
atas sikap organisasi paramiliter Yahudi yang bertekad mendukung resolusi PBB
no.181 demi mencegah implementasinya resolusi tersebut. Pada akhir Desember
1947, Pemerintah Mandat Inggris terkejut ketika Abdul Qadir al-Hussayni,
keponakan Amin al-Hussayni memimpin pasukan Jihad al-Muqaddas bersama
sejumlah sukarelawan dari Syria dan Lebanon berbaris memasuki batas wilayah
Mandat Inggris. Disusul pada bulan Januari–Februari 1948 oleh tentara Arab
Liberation Army (Jaysh al-Inqadh al-Arabi).41 Bangsa Arab berhasil mengepung
pinggiran kota Yahudi di Yerusalem Barat, tentara Israel Haganah berhasil
membuka jalan - pertempuran pun terjadi di Palestina, suatu kerumunan warga
Arab bergerak melewati Gerbang Yaffa dan menjarah pusat perdagangan Yahudi
di Jalan Ben Yehuda. Irgun membalas dengan cara menyerang pinggiran kota yang

38
Corpus Separatum adalah Bahasa Latin yang artinya ‘tubuh terpisah’. Maksudnya, kota
Yerusalem tak akan dikuasai oleh orang Arab maupun Yahudi, melainkan menjadi Kota
International. (Lihat: Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h.61)
39
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 523.
40
Ilan Pape, Pembersihan Etnis Palestina, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2009), h. 54.
41
Hanafi Wibowo, Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 61.
13

ditempati warga Arab di Katamon dan wilayah Jarrah. Tercatat 70 orang Yahudi
dan 230 orang Arab terbunuh dalam pertempuran di sekitar Yerusalem pada bulan
Maret 1948 tersebut. Pada 10 April, perang memasuki fase baru ketika Irgun
menyerang perkampungan Arab di Deir Yassin, 250 laki-laki, perempuan, dan
anak-anak dibantai, untuk beberapa tubuh mereka ada yang di mutilasi. Pada 13
April, orang-orang Arab membalas dengan menyerang sebuah konvoi yang
membawa para teroris Irgun yang terluka dari Deir Yassin ke Klinik Pusat Scopus,
di sana orang-orang Arab membunuh 40 staf medis Yahudi.42 Namun peristiwa
mutilasi yang dilakukan oleh Irgun lebih menakutkan dibenak para warga Arab
Palestina.

Sebelum hengkangnya Inggris, Irgun membalas menyerang Yaffa, akibat


adanya kesan yang menghantui dari peristiwa di Deir Yassin menyebabkan tujuh
puluh ribu penduduk Arab Palestina di kota melarikan diri. Peristiwa ini menandai
permulaan dari eksodus orang-orang Palestina dari negeri mereka. Situasi ini
dimanfaatkan David ben Gurion untuk mempersiapkan kemerdekaan Israel, dengan
melihat fakta bahwa Mandat Inggris akan segera berakhir. Pemerintahan sementara
pun dibentuk melalui Dewan Nasional yang merupakan penghubung antara Jewish
Agency dan Komite Nasional (Ha’Vaad Ha’Leumi).

Sehari sebelum berakhirnya Mandat Inggris, tepatnya pada tanggal 14 Mei


1948, Sir Alan Cunningham dan para pejabat pemerintahan Mandat Inggris
meninggalkan Palestina dengan menaiki kapal dari pelabuhan Haifa jam 8 pagi.
David ben Gurion memanfaatkan peluang ini dengan mengundang Komite
Persiapan Urusan Kemerdekaan (Minhelet Ha’Am) untuk menandatangani naskah
Deklarasi Kemerdekaan Israel, yang akan ia bacakan pada jam 4 sore di Museum
Tel Aviv. Setelah pembacaan Deklarasi Kemerdekaan, Chaim Weizmann dilantik
sebagai Presiden Israel pertama dengan David ben Gurion sebagai Perdana Menteri.
Presiden Amerika saat itu, Harry Truman langsung memberikan pengakuan de-
facto kepada Negara Israel yang baru berdiri.43

42
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 523.
43
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 59-63.
14

Pejuangan perlawanan fisik ataupun milter yang dilakukan bangsa Arab


Palestina semua berakhir dengan kegagalan dengan keberhasilan bangsa Yahudi
mendirikan Negara Israel tahun 1948. Namun pada tahun 1979 Yasser Arafat
mencoba merubah bentuk perjuangan rakyat Palestina tesebut dengan cara
diplomasi, dan berharap akan mendatangkan hasil yang lebih baik untuk
Palestina.44 Ia juga telah meyakinkan rekan-rekannya untuk secara implisit
mengakui eksistensi negara Israel.45 Maka perjuangan rakyat Palestina berubah
menjadi perjuangan diplomasi pada masa kepemimpinan Yasser Arafat di PLO.
(Selanjutnya nama “Yasser Arafat” penulis sebut atau disingkat dengan “Arafat”)

Arafat melakukan perjuangan untuk Palestina sudah cukup lama, yaitu sejak
ia menempuh pendidikan di Kairo, Mesir di Universitas Faud (Sekarang Universitas
Kairo). Ia salah satu dari pendiri organisasi Fatah, sebutan lain untuk Fatah adalah
Harakat at-Tahrir al-Wathani al-Filasthini )‫ حركة التحرير الوطني الفلسطيني (فتح‬yang
didirikan pada tahun 1958. Organisasi ini pasca Perang Enam Hari 1967 muncul
sebagai kekuatan yang dominan dalam dunia politik di Palestina. Maka setelah
Fatah resmi bergabung dengan PLO pada akhir 1960-an, Fatah menjadi faksi
terbesar di antara faksi-faksi lain yang tidak kurang dari 15 faksi yang ada di dalam
tubuh PLO.46 Dengan begitu Fatah yang dipimpin oleh Arafat telah menjadikan ia
Ketua PLO dari 1969 sampai ia meninggal tahun 2004.47

PLO (Palestine Liberation Organization) merupakan badan organisasi


perjuangan rakyat Palestina yang berdiri pada tanggal 2 Juni 1964 dalam sidang
pertama Dewan Nasional Palestina ‫( المجلس الوطني الفلسطيني‬Palestine National
Council / PNC) di Hotel Ambassador Yerusalem Timur.48 Dengan berdirinya PLO,
nasib Palestina diserahkan ke pundak bangsa Arab-Palestina sendiri, dan tidak lagi
menjadi urusan umat Islam, yang artinya persoalan Palestina direduksi menjadi

44
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai?, Penerjemah: Hasan Basari (Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti 1989), h. 458.
45
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi Pembebasan Palestina Tahun 1988”,
Lontar, Vol. 8, No. 1, (Juni 2011), h. 41.
46
Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h. 20.
47
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 292.
48
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 42.
15

persoalan nasional bangsa Palestina sendiri.49 Dalam pembentukan PLO itu, terpilih
untuk pertama kalinya sebagai Ketua Komite Eksekutif PLO adalah Ahmad Syaqiri
yang menjabat dari tahun 1964 s.d 1967, digantikan oleh Yahya Hamuda sampai
tahun 1969, kemudian pada tahun 1969 Ketua PLO dijabat oleh Yasser Arafat
sampai ia meninggal pada tahun 2004.50

Piagam Nasional Palestina, dalam tubuh PLO yang diresmikan oleh PNC,
menegaskan perjuangan bersenjata untuk memerdekakan Palestina serta tidak akan
mundur sejengkal pun dari tanahnya membuat hubungan Israel-Arab memanas.
Pada tanggal 5 Juni 1967 pecahlah peperangan yang dikenal dengan Six-Days War,
pada pagi hari itu tentara angkatan udara Israel berhasil menghancurkan pesawat-
pesawat tempur Mesir, Yordania, dan Syria yang masih terparkir di bandara
masing-masing.51 Dalam rentang waktu enam hari saja, Israel berhasil merebut
Sinai dan Jalur Gaza (Mesir), Dataran Tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan
Yerusalem (Yordania).52 Persenjataan angkatan udara Mesir, Syria, dan Yordania
hancur berantakan, lebih dari 80% persenjataan dan perlengkapan perang hancur.
Korban yang meninggal dari pihak Arab; sekitar 10 ribu tentara Mesir, 6.094 tentara
Yordania, 1.000 tentara Syria, dan belum lagi dengan mereka yang cedera.53

Akibat kejadian tersebut muncul tanggapan dari Mesir. Nasser berpendapat


bahwa perjuangan dengan cara-cara militerisme untuk pembebasan Palestina harus
ditinggalkan dan melanjutkan perjuangan dengan cara-cara politik. Persepsi yang
hampir sama juga datang dari Yordania, Raja Hussein meyakini bahwa dengan
diplomasi akan membawa hasil yang lebih baik dengan menerima Resolusi 242.54
Persamaan harapan Hussein dan Nasser untuk Palestina adalah bahwa ia dan
Nasser, entah dengan cara apa, akan dapat membujuk Amerika menggunakan

49
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h 80.
50
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 43.
51
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 86-87.
52
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 80.
53
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 87.
54
Resolusi 242 adalah resolusi yang menuntut Israel untuk segera menarik mundur
pasukannya dari seluruh wilayah yang didudukinya dalam Perang Enam Hari tahun 1967 dan
penghentian semua klaim oleh negara-negara yang berperang serta menghormati, mengakui
kedaulatan, integritas tritorial, kemerdekaan politik dari setiap negara di wilayah itu. (Lihat: Abrar,
“Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 47).
16

pengaruhnya guna memaksa Israel menarik diri dari wilayah Arab yang
didudukinya. Pandangan Hussein pada waktu itu, membujuk Amerika untuk
melakukan apa yang harus dilakukannya, mestinya bukan sesuatu yang mustahil
oleh Amerika bersama-sama dengan negara lainnya dalam komunitas internasional
yang sudah terikat oleh Resolusi 242 PBB tahun 1967.55

Kemudian pada bulan November 1977, Mesir di bawah kepemimpinan


Anwar Sadat mengunjungi entitas Zionis untuk melakukan perundingan bilateral.
Kemudian ia menandatangani Perjanjian Camp David pada bulan Desember 1978
di hadapan Presiden AS yang memasukkan Mesir dalam kondisi damai dengan
Israel. Konflik antara keduanya diberhentikan, Sinai dan Jalur Gaza dikembalikan.
Dengan demikian, Palestina telah kehilangan pihak yang paling dominan dalam
perjalanan konflik melawan bangsa Yahudi. Hal ini akan menjadi pertimbangan
tersendiri untuk perjuangan Palestina dengan perlawanan militer terhadap Israel.56

Piagam Nasional Palestina, yang terkandung dalam Pasal 9 berbunyi


sebagai berikut: “Perjuangan bersenjata merupakan satu-satunya cara untuk
membebaskan Palestina”. Pada Pasal 21 berisi: “Rakyat Arab Palestina, yang
menyatakan diri dengan revolusi bersenjata, menolak semua pemecahan yang
merupakan subtitut bagi pembebasan Palestina secara total”. Selain itu, Pasal 28
menjelaskan: “Rakyat Arab Palestina menyatakan kemurnian dan kemandirian
revolusi nasional mereka dan menolak semua bentuk intervensi, perwakilan, dan
subordinasi”57 Namun, pada akhirnya Fatah mampu mengamandemen Piagam
tersebut, karena Fatah merupakan organisasi paling besar, paling kuat, dan jauh
paling populer di antara berbagai organisasi dan front pembebasan. Maka tak ada
yang dapat menghentikan Arafat dan rekan-rekannya untuk menempuh kebijakan-
kebijakan yang lain dari apa yang ada di Piagam itu.58 Hal tersebut terbukti pada
tahun 1979 dalam sidang PNC diputuskan kebijakan yang memberikan mandat

55
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h.275.
56
Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan…, h. 96.
57
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h.282-283.
58
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 292.
17

kepada Arafat untuk melakukan perjuangan melalui cara-cara diplomasi.59 Dengan


begitu perjuangan rakyat Palestina yang awalnya berjuang menggunakan
perlawanan fisik kini berubah ke cara-cara diplomasi di bawah kepemimpinan
Arafat di PLO.

Pada tahun 1969, PLO mendapat pengakuan sebagai perwakilan resmi


bangsa Palestina dari Organisasi Konferensi Islam (OKI) ‫منظمة التعاون اإلسالمي‬.
Kemudian pada bulan Oktober 1974, PLO telah diakui sebagai perwakilan resmi
dari Liga Arab. Selanjutnya pada 22 November 1974 keberadaan PLO diakui The
United Nations General Assembly (Majlis Umum PBB)60 setelah Arafat tampil
dalam sidang sebelumnya (13 November 1974). Ia berpidato yang menyuarakan
aspirasi rakyat Palestina dan memperoleh dukungan dari PBB untuk mendapatkan
kemerdekaan dengan jalan damai.61

Perjuangan Yasser Arafat dari tahun 1974 sampai dengan menjelang 1979
telah berhasil meyakinkan rekan-rekannya untuk mencapai sesuatu yang konkret
melalui cara-cara politik, guna membuktikan bahwa kompromi itu dapat
mendatangkan hasil. Dengan mau menerima kenyataan yakni eksistensi Israel, dan
berdamai dengan Yahudi yang telah menguasai tujuh puluh persen dari tanah air
mereka, kurang-lebih dalam wilayah dengan batasan-batasannya sebelum tahun
1967. Setelah dilakukan sidang PNC 1979, Arafat diberi mandat bebas untuk
berunding secara terang-terangan dengan Israel. Dengan begitu, kredibilitas Arafat
di kalangan rakyat Palestina bergantung kepada kemampuannya.62

Setelah terbentuknya tatanan baru dalam perjuangan politik perdamaian.


Beberapa pemimpin Palestina memproklamasikan berdirinya Negara Palestina
pada tanggal 15 November 1988, untuk mempermudah segala urusan perjuangan.
Berdirinya Negara Palestina diumumkan di Aljir, ibukota Aljazair. Dengan bentuk
negara Republik Parlementer. Ditetapkan bahwa Yerusalem Timur dijadikan

59
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 458.
60
Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h. 18.
61
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 45.
62
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 458.
18

sebagai ibukota negara, dengan Presiden pertamanya Yasser Arafat.63 Adapun


wilayah yang diklaim sebagai wilayah negara Palestina adalah Tepi Barat Sungai
Yordania dan Jalur Gaza dengan ibukota Yerusalem. Eksistensi negara ini rapuh
karena selain tidak diakui sebagian negara anggota Dewan Keamanan PBB, juga
akibat wilayah geografi yang belum begitu jelas.

Meski Negara Palestina telah dideklarasikan, PLO tetap menjadi


representasi Palestina untuk berjuang di forum internasional, karena status Palestina
sebagai negara belum diakui. Melihat PLO berjuang dengan menjunjung tinggi nilai
perdamaian, sejumlah konferensi perdamaian antara Palestina dan Israel mulai
marak dilakukan oleh negara-negara besar, seperti AS, Rusia dan Uni Soviet.
Konferensi perdamaian paling awal adalah Madrid Confrence yang dilaksanakan
pada tahun 1991 dan dilanjutkan dengan kesepakatan Perjanjian Oslo pada tahun
1993.64
Sebagai dampak dari perjuangan diplomasi, Presiden Palestina Mahmoud
Abbas, pengganti Yasser Arafat, berpidato di Majlis Umum PBB, ia menyatakan
kalau Israel terus melakukan pelanggaran, Palestina tidak lagi terikat dengan
Perjanjian Oslo tahun 1993 yang dibuat sebagai persyaratan inti dalam proses
perdamaian. Meskipun bernada dramatis, pidato itu secara efektif menjadi
kebijakan Palestina sejak 2011 ketika Abbas mengajukan banding yang pertama ke
PBB untuk mengubah status Palestina di luar kerangka bilateral Perjanjian Oslo.
Kebijakan Abbas sejak saat itu telah membuat Palestina mendapatkan
serangkaian kemenangan simbolis. Pada bulan November 2012, Majelis Umum
PBB memberikan Palestina status sebagai negara pengamat non-anggota, langkah
yang ditentang keras oleh Israel dan Amerika Serikat. Pada pertengahan September
2015, pemungutan suara di Majelis Umum PBB memutuskan agar bendera
Palestina dikibarkan di markas besar PBB walaupun statusnya masih pengamat.65

Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 83.


63

Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 100-101.


64
65
Simela Victor Muhamad, Konflik Israil-Palestina dan Prospek Perdamaiannya (Jakarta:
Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi, 2009), h. 7.
19

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, terdapat


perubahan perjuangan rakyat Palestina pada masa kepemimpinan Yasser Arafat di
PLO, dari yang awalnya berjuang secara perlawanan fisik berubah ke perjuangan
diplomasi. Yasser Arafat juga telah diberi mandat bebas untuk berunding secara
terang-terangan dengan Israel pada Sidang PNC 1979. Penulis berhasil
mengidentifikasi masalah yang berpotensi untuk dijadikan kajian terkait perubahan
perjuangan rakyat Palestina pada masa kepemimpinan Yasser Arafat di PLO
sebagai berikut:

1. Perjuangan rakyat Palestina dengan perlawanan fisik di bawah Mandat


Inggris, untuk mencegah pengimplementasian Deklarasi Balfour dan
pelapangan jalan bagi pendirian National Home (tanah air) Yahudi di
Palestina, berakhir dengan kegagalan dengan berdirinya Negara Israel 1948.
2. Terdapat perubahan perjuangan rakyat Palestina dari perjuangan bersenjata
berubah menjadi perjuangan diplomasi di bawah kepemimpinan Yasser
Arafat di PLO yang diresmikan pada sidang PNC tahun 1979.
3. Perjuangan PLO dengan diplomasi menghasilkan sejumlah konferensi
perundingan yaitu Konferensi Madrid 1991 dan Perjanjian Oslo 1993.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari tiga permasalahan yang berhasil penulis identifikasi, akhirnya penulis


membatasi permasalahan dalam skripsi ini pada seputar perubahan orientasi
perjuangan rakyat Palestina dari perjuangan perlawanan fisik berubah menjadi
perjuangan diplomasi di bawah kepemimpinan Yasser Arafat di PLO. Batas tahun
yang penulis gunakan untuk melihat titik perubahan perjuangan adalah pada tahun
1979 sampai dengan 1993. Karena pada tahun 1979 pada sidang PNC Piagam
Nasional Palestina resmi dirubah dari perjuangan bersenjata menjadi perjuangan
diplomasi untuk membebaskan kemerdekaan Palestina. Sedangkan batasan waktu
yaitu sampai dengan tahun 1993 (Perjanjian Oslo), karena dalam isi perjanjian
20

tersebut terdapat kesepakatan yang mengatur perdamaian antara Israel-Palestina


dan penarikan mundur tentara Israel dari wilayah yang ditetapakan oleh Resolusi
Dewan Keamanan PBB yaitu wilayah sebelum tahun 1976, dan juga menjadi dasar
pembentukan Otoritas Nasional Palestina (ONP), yaitu Palestina baru di wilayah
Jalur Gaza dan Jericho (Tepi Barat). Penulis juga akan menelusuri lebih jauh
mengenai penyebab dan dampak yang dihasilkan dari perubahan perjuangan rakyat
Palestina dengan organisasi PLO.

Ruang lingkup pembahasan yang akan penulis jelaskan ialah dengan


menggambarkan adanya perubahan perjuangan rakyat Palestina di bawah
kepemimpinan Yasser Arafat, kemudian adanya perundingan-perundingan damai
Israel-PLO; Konferensi Madrid 1991 dan Perjanjian Oslo 1993 serta hasilnya yang
dapat memberikan dampak terhadap kemajuan status Palestina di PBB.
Berdasarkan pemaparan permasalahan tersebut, maka rumusan pertanyaan dalam
penelitian ini di antaranya:

1. Bagaimana perubahan perjuangan yang dilakukan rakyat Palestina dari


perjuangan perlawan fisik ke perjuangan diplomasi dan apa penyebab
perubahan perjuangan tersebut?
2. Apa yang dihasilkan dari diplomasi PLO-Israel dan bagaimana dampaknya
bagi Palestina?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran ide untuk para peneliti
lainnya dalam menganalisa lebih jauh mengenai fenomena perubahan perjuangan
rakyat Palestina dengan organisasi PLO pada masa kepemimpinan Yasser Arafat
dan diharapkan dapat memicu para sejarawan untuk meneliti lebih dalam mengenai
masalah yang diuraikan dalam penelitian ini yang belum tuntas.

Tujuan dari penelitian ini adalah:


21

1. Menjelaskan sejarah berdirinya PLO sebagai representasi perjuangan


rakyak Palestina.
2. Menjelaskan masalah yang dihadapi rakyat Palestina pada masa
kepemimpinan Yasser Arafat di PLO.
3. Menjelaskan penyebab perubahan perjuangan dari perjuangan perlawanan
fisik menjadi perjuangan diplomasi.
4. Menjelaskan hasil dan dampak dari diplomasi Israel-PLO bagi Palestina.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan:

1. Memberikan gambaran mengenai perubahan perjuangan rakyat Palestina


dengan adanya organisasi PLO di bawah kepemimpinan Yasser Arafat.
2. Menjelaskan tentang adanya perbedaan perjuangan yang dilakukan oleh
kelompok masyarakat (Hamas) dengan PLO di Palestina.
3. Menjawab permasalahan sejarah perjuangan rakyat Palestina yang selama
ini telah mendapatkan perhatian dunia internasional akibat konflik
berkepanjangan antara Palestina dengan Israel yang belum mendapatkan
titik temu perdamaian.
4. Menambah khasanah keilmuan yang dapat diambil dari dinamika konflik
Israel-Palestina.

F. Tinjauan Pustaka

Penulis mencari beberapa literatur terkait perjuangan rakyat Palestina dalam


memperjuangkan hak-haknya atas kependudukan Israel di tanah Palestina dan
adanya organisasi pembebasan Palestina (PLO) di bawah kepemimpinan Yasser
Arafat, khususnya dalam perubahan perjuangan yang penulis konsentrasikan dari
arah perjuangan secara perlawanan fisik ke arah perjuangan diplomasi. Sepanjang
yang penulis ketahui tidak banyak sumber yang secara detail dapat menjelaskan
22

permasalahan yang menjadi kajian ini. Sedangkan dalam skripsi-skripsi yang telah
ada baik di Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora maupun Perpustakaan
Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta belum penulis temukan judul yang sama.
Penulis juga mencoba untuk mencari judul buku, majalah, jurnal, tesis, dan artikel-
artikel di internet, dan belum penulis temukan judul yang benar-benar sama dengan
judul skrisi ini. Maka dari itu, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dari hal-
hal yang belum dibahas dari skripsi-skripsi sebelumnya, terutama di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Berikut beberapa literatur yang dijadikan tinjauan pustaka:

1. Arafat Teroris atau Pendamai?,66 Alan Hart; penerjemah Hasan Basari,


Buku ini mengkaji lebih jauh mengenai Yasser Arafat. Buku ini
menjelaskan secara rinci tentang adanya dialog langsung antara si penulis
buku dengan Yasser Arafat dan melibatkan orang-orang yang ada di sekitar
Yasser Arafat untuk ikut mengomentari serta memberikan pendapat tentang
apa yang diketahuinya. Dari isi pembahasannya, buku ini mengupas tuntas
permasalahan yang dihadapi Yasser Arafat dan cukup lengkap dalam
membahas PLO. Namun yang menjadi pembeda antara kajian skripsi ini
dengan buku tersebut adalah dari pendekatan ilmu, arah pemikiran, dan
fokusnya. Karena dalam skripsi ini yang akan peneliti sajikan adalah tentang
perubahan perjuangan rakyat Palestina pada masa kepemimpinan Yasser
Arafat di PLO yang penulis fokuskan pada tahun 1979 sampai tahun 1993,
dengan adanya perubahan perjuangan dari perjuangan perlawanan fisik
menjadi perjuangan diplomasi. Selanjutnya yang menjadi pembeda adalah
dari segi waktu. Buku ini di terbitkan pada tahun 1989, tentunya buku ini
belum membahas tuntas terhadap hasil dan dampak perubahan perjuangan
diplomasi yang dilakukan Yasser Arafat, sedangkan dalam skripsi ini akan
membahas masalah tersebut sampai pada tahun 1993.

66
Alan Hart, Dari judul asli ARAFAT: Terrorist or Peacemaker?, (London: Sidgwick &
Jackson, 1987).
23

2. Palestine Liberation Organization (PLO) Masa Kepemimpinan Yasser


Arafat (1969-1976),67 karya Abdurrachman dari Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini membahas
mengenai Yasser Arafat pada kepemimpinannya di PLO dalam menentukan
kebijakan dalam negeri, kebijakan luar negeri, keberhasilan kebijakan, dan
kegagalan kebijakan. Batasan waktu yang digunakan dari tahun 1969
sampai dengan tahun 1976.
Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi yang akan penulis kaji adalah dari
penekanan tahun, penulis mengambil tahun 1979 sampai dengan 1993.
Fokus penelitian yang akan penulis teliti adalah tentang perubahan
perjuangan rakyat Palestina dengan PLO di bawah kepemimpinan Yasser
Arafat dari perjuangan perlawanan fisik berubah ke perjuangan diplomasi.
Dengan permasalahan yang ingin penulis jawab adalah tentang penyebab
perubahan perjuangan tersebut serta dampak dan hasil dari diplomasi yang
telah dilakukan Yasser Arafat.

3. Dibalik Perubahan Sikap Organisasi Pembebasan Palestina Tahun 1988,68


karya Abrar, Dosen Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Jakarta, Jurnal LONTAR, yang diterbitkan pada bulan Juni 2011.
Jurnal ini membahas tentang penyebab perubahan perjuangan PLO pada
tahun 1988, serta menjelaskan perjuangan PLO dengan aksi-aksi teror yang
membuat kesan buruk terhadap perjuangan rakyat Palestina di dunia
internasional. Jurnal ini sangat membantu dalam skripsi yang penulis kaji,
karena mampu menjelaskan kronologi perubahan perjuangan PLO dengan
sangat baik.
Perbedaan dengan skripsi penulis adalah tentang penekanan dampak
keberhasilan dari perjuangan diplomasi, karena dalam jurnal karya Abrar
tidak disinggung sedikitpun tentang langkah-langkah diplomasi yang

67
Abdurrachman, “Palestine Liberation Organization (PLO) Masa Kepemimpinan Yasser
Arafat (1969-1976)”, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2014).
68
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi Pembebasan Palestina Tahun 1988”, Lontar
Vol. 8, No. 1, (Juni 2011).
24

dilakukan oleh Yasser Arafat. Ia hanya menjelaskan aksi-aksi teror yang


dilakukan Yasser Arafat dalam kepemimpinannya di PLO yang
mengakibatkan citra buruk bagi Palestina di dunia internasional sehingga
Yasser Arafat mendapatkan banyak tekanan politik baik dari dalam maupun
luar negeri.

G. Kerangka Teori

Perjuangan rakyat Palestina dalam memperjuangkan hak-haknya atas


kependudukan bangsa Yahudi di bumi Palestina telah banyak melakukan
perjuangan dengan aksi-aksi perlawanan fisik namun berakhir dengan kegagalan
terbukti dengan berdirinya negara Israel 1948. Kemudian pada tahun 1979
perjuangan rakyat Palestina yang diwakili oleh organisasi PLO merubah arah
perjuangan tersebut ke diplomasi dan menghasilkan Konferensi Madrid 1991 dan
Perjanjian Oslo 1993. Demikian terdapat persamaan tujuan dari kedua perjuangan
tersebut, yaitu sama-sama memperjuangkan hak rakyat Palestina untuk
mendapatkan kedaulatan negaranya, namun dengan cara yang berbeda; yang satu
menggunakan perjuangan perlawanan fisik dan yang satunya berjuang dengan
menggunakan diplomasi.

Menurut Dudung Abdurrahman, dalam bukunya Metode Penelitian


Sejarah, ia menyatakan tentang karya-karya sejarah konvensional bahwa: sejarah
adalah identik dengan politik. Alasannya karena melalui karya-karya seperti itu
lebih banyak diperoleh pengetahuan tentang jalannya sejarah yang ditentukan oleh
kejadian politik, perang, diplomasi, dan tindakan tokoh-tokoh politik.69 Begitupun
perjuangan rakyat Palestina dengan organisasi PLO yang merubah arah perjuang
dari perlawanan fisik berubah ke perjuangan diplomasi pada kepemimpinan Yasser
Arafat 1979.

69
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
cetak. II, h.17.
25

Konsep sejarah dalam ilmu politik,70 konflik yang dimaksud dalam skripsi
ini merujuk pada Israel-Palestina yang merebutkan pembebasan tanah dan hak-hak
rakyatnya khususnya Palestina. Pada kepemimpinan yang dimaksud adalah pada
masa kepemimpinan Yasser Arafat di PLO. Sedangkan integrasi kekuasaan yang
menjadi permasalahan adalah adanya konsep dua negara antara Israel dan Palestina.

Hans, J. Morgenthau, dalam bukunya Politik Antar Bangsa menyatakan


bahwa: Politik luar negeri yang berhasil dan bersifat damai tidak mungkin ada tanpa
menaati peraturan ini. Tidak ada negara yang dapat melaksanakan politik kompromi
dengan militer yang menentukan tujuan-tujuan dan sarana-sarana politik luar
negeri. Angkatan bersenjata merupakan perlengkapan perang; politik luar negeri
adalah alat perdamaian. Memang benar bahwa tujuan-tujuan akhir dari pelaksanaan
perang dan politik luar negeri itu sama: kedua-duanya melayani kepentingan
nasional. Akan tetapi, kedua hal ini berbeda secara mendasar dalam tujuan langsung
mereka, dalam sarana-sarana yang dipakainya, dan dalam dasar-dasar pikiran yang
dikaitkan dengan masing-masing tugas kedua hal tersebut.

Tujuan perang atau militer: Untuk mematahkan keinginan musuh. Metode-


metodenya: Pimpinan militer harus berpikir dalam istilah-istilah yang pasti. Satu-
satunya persoalan baginya adalah bagaimana memperoleh kemenangan dan
bagaimana menghindari kekalahan.

Tujuan politik atau diplomasi: Untuk membelokkan, tidak untuk


mematahkan, keinginan pihak yang lain sejauh diperlukan, agar dapat
diselamatkannya kepentingan-kepentingan utamanya sendiri tanpa melukai
perasaan pihak-pihak lainnya. Metode-metodenya: Jangan melangkah maju dengan
menghancurkan hambatan-hambatan yang ada di hadapan kita, tetapi mundurlah
dan elakkan hambatan-hambatan, adakan gerakan-gerakan menghindar di

70
Konsep Sejarah secara definitif diartikan sebagai “suatu abstraksi mengenai suatu gejala
atau realitas” Konsep berarti pula kata benda umum, dalam ilmu politik umpamanya ada konsep-
konsep kekuasaan, kewibawaan, kepemimpinan, konflik, dan integrasi. (Lihat: Dudung
Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah…, h. 28).
26

sekitarnya secara perlahan-lahan perlunak dan cairkan hambatan melalui persuasi,


negosiasi, dan tekanan. Karena itu, pikiran diplomat itu rumit dan halus.71

Kerangka teori ini sesuai dengan bentuk perubahan perjuangan rakyat


Palestina dari perjuangan secara militer berubah ke diplomasi di bawah
kepemimpinan Yasser Arafat di PLO 1979. Rakyat Palestina yang sebelumnya
berjuang dengan perjuangan militer, mereka mencoba untuk mengalahkan Israel
dan merebut tanah Palestina secara keseluruhan, Namun langkah tersebut berakhir
dengan kegagalan. Selanjutnya perjuangan Yasser Arafat dengan diplomasi
berusaha mengalah dan secara implisit mengakui eksistensi negara Israel. Namun
ia berusaha memenangkan perjuangan dengan jalan diplomasi yang rumit dan
halus.

Perbedaan persepsi kegagalan dan keberhasilan dalam diplomasi sangatlah


wajar, bagi yang melihat dari sisi yang mengalah pasti berdampak kerugian atau
kegagalan, tanpa mereka peduli dengan hasil yang selangkah lebih baik. Ini yang
dilakukan oleh kelompok ekstrim dari kedua negara. Dari Palestina, Hamas yang
menjadi saingan untuk PLO, Hamas merupakan gerakan anti-Israel yang memilih
untuk bergerak secara gerilya (bawah tanah), Hamas (Harakah Muqawamah Al-
Islamiyyah) ‫ حركة المقاومة االسالمية‬pimpinan Syaikh Ahmad Yassin adalah bentukan
dari sayap militer Ikhwanul Muslimin (IM) ‫ االخوان المسلمون‬pada tahun 1987. IM
pada mulanya, bergabung dengan PLO melalui Fatah. Sebab, Fatah sendiri
sebenarnya dibuat oleh kelompok IM di Jalur Gaza, namun IM kecewa karena pada
perjuangan Fatah yang dipimpin oleh Arafat pada akhirnya berideologi nasionalis,
yang tidak lagi mementingkan agama sebagai dasar gerakannya. Maka Hamas
bentukan IM tersebut menolak untuk bergabung dengan PLO.72 Sedangkan dari
pihak Israel, terbukti pada terbunuhnya Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin yang
menjadi pelaku sejarah kesepakatan Oslo. Ia dibunuh oleh Yigar Amir, seorang
Yahudi fanatik pada tahun 1995.73

71
Hans J. Morgenthau dkk, Politik antar Bangsa, Penerjemah S. Maimoen dkk, (Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia 2010), h. 649-650.
72
Tiar Anwar Bahtiar, Hamas Kenapa Dibenci Israel, (Jakarta: Mizan, 2008), h. 32.
73
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 85.
27

Perbedaan perjuangan yang terjadi pada kelompok masyarakat di Palestina


(PLO dengan Hamas) diakibatkan dari tingginya eskalasi konfik (Palestina-Israel),
di mana masing-masing kelompok memiliki keyakinan bahwa perjuangan yang ia
lakukan adalah yang lebih baik jika dibandingkan dengan perjuangan dari
kelompok lainnya. Meski memiliki tujuan yang sama yaitu untuk kemerdekaan
Palestina namun efek spiral kerugian dan posisi delematis yang dialami masyarakat
juga menjadi salah satu penyebab terjadinya pertentangan antar kelompok.
Selanjutnya hasil perubahan perjuangan dari perlawanan fisik ke diplomasi yang
dilakukan PLO di bawah kepemimpinan Yasser Arafat yang mengakui eksistensi
Negara Israel juga dapat menimbulkan kekecewaan; dari sebagian kelompok yang
kecewa (Hamas) - sebagiannya juga ada yang mendukung.74 Dukungan untuk PLO
setelah merubah perjuangannya ke politik diplomasi, PLO mendapat respons dari
Organisasi Konferensi/ Kerjasama Islam (OKI) ‫ منظمة التعاون اإلسالمي‬atau
Organization of Islamic Cooperation (OIC).

Perlu diketahui, PLO mendapat pengakuan sebagai perwakilan resmi


bangsa Palestina dari OKI sejak tahun 1969.75 Organisasi Kerjasama Islam (OKI)
merupakan organisasi internasional yang menghimpun 57 negara-negara Islam dan
yang berpenduduk Islam di seluruh belahan dunia. Sejarah berdirinya OKI tidak
bisa dilepaskan dari isu konflik Israel-Palestina, khususnya menyangkut
permasalahan Yerusalem dan Masjid Al-Aqsa. Ketika kelompok radikal Israel
membakar Masjid al-Aqsa pada 21 Agustus 1969, membuat kesadaran umat Islam
bangkit. Lantas mereka mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pertama di
Rabat Maroko. Saat itulah, pada tanggal 25 September 1969, Organisasi Konferensi
Islam (OKI) resmi berdiri.76 Sedangkan pada KTT OKI kedua di Lahore,
Pakistan, Februari 1974, menegaskan bahwa Yerusalem adalah simbol pertemuan

74
Hendra Kurniawan, “Stabilitas Kawasan Timur Tengah dan Peluang Kerjasama Dalam
Frame TPS-OIC” Makalah ini dipresentasikan pada Seminar “Upaya Meningkatkan Investasi dan
Kerjasama antara Indonesia dan Timur Tengah dan OKI”, yang diselenggarakan oleh Kantor
Utusan Presiden Republik Indonesia untuk Timur Tengah & OKI, 5 Desember 2016 di Hotel
Millenium Jakarta Pusat. h. 5-10.
75
Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h.18
76
Qobidl ‘Ainul Arif, “Kemandulan Rezim Organisasi Kerjasama Islam Dalam
Perlindungan Terhadap Al-Aqsa”, Jurnal Review Politik, Vol. 05, No. 01, (2015), h. 47.
28

Islam secara damai dengan agama samawi lainnya. Israel harus mundur dari Kota
Suci Yerusalem sebagai syarat terciptanya perdamaian yang abadi di Timur
Tengah, karena selama ini Israel telah membawa kerusakan tatanan antar umat
beragama. Ini menegaskan bahwa OKI sangat mendukung langkah-langkah
perdamaian dengan jalur diplomasi di mana OKI tidak serta merta menghapus
eksistensi Israel.77

Kemudian ketika Yasser Arafat merubah bentuk perjuangan rakyat


Palestina dengan organisasi PLO pada tahun 1979 ke perundingan damai atau
diplomasi, OKI merespons baik perubahan perjuangan tersebut. Karena OKI
melakukan peran sebagai sebuah organisasi agama Islam yang cinta perdamaian;
yang pertama, mengedepankan langkah-langkah perundingan atau diplomasi yaitu
pertemuan para Menteri Luar Negeri untuk membangun solidaritas antar negara.
Kedua, OKI juga melakukan pendekatan terhadap Negara-negara berpenduduk
mayoritas Muslim guna mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk
melakukan penindak lanjutan terhadap permasalahan kedaulatan Palestina. Yang
ketiga, OKI melakukan berbagai konferensi untuk permasalahan Palestina - dalam
setiap Konferensi yang berlangsung diharapkan menemukan titik terang bagi
Palestina, sehingga Palestina bisa diakui kemerdekaanya dalam dunia
internasional.78

H. Metode Penelitian

Karya sejarah dalam pengerjaannya dapat dikelompokkan menjadi


narrative history dan analitical history. Sedangkan penelitian skripsi ini

77
Qobidl ‘Ainul Arif, “Kemandulan Rezim Organisasi..., h. 48.
78
Ridho Fathoni, “Peran Organisasi Konferensi Islam Terhadap Upaya Kemerdekaan
Negara Palestina (2008-2014), Skripsi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik Prodi Ilmu Hubungan Internasional https://text-id.123dok.com/document/
9yno5e0q-peran-organisasi-konferensi-islam-terhadap-upaya-kemerdekaan-negara-palestina-
tahun-2008-2014.html akses: 13 Juni 2017.
29

menggunakan analitical history.79 Sehingga secara teoretis langkah-langkah dalam


penelitian yang penulis ambil dari perkataan T. Ibrahim Alfian tersusun sebagai
berikut: Heuristik (pengumpulan bukti-bukti), Kritik (menguji, menilai bukti-
bukti), Auffasung (memahami makna), dan Desterllung (penulisan cerita sejarah).80

Peroses Heuristik dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode


penelitian sejarah melalui kajian kepustakaan (Library Reseach), yaitu penelitian
yang berdasarkan pada sumber tulisan, seperti buku, dokumen, jurnal dan sumber-
sumber lain yang memberi informasi mengenai objek yang diteliti. Penulis telah
menghimpun sumber-sumber yang bersifat sekunder yang nantinya akan penulis
lengkapi dengan sumber-sumber primer. Sebagai langkah awal, penulis mencari
data-data di beberapa tempat, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Perpustakaan Nasional, dan kebeberapa perpustakaan Perguruan Tinggi
untuk mencari sumber-sumber yang terkait dengan yang penulis kaji.

Dalam pengumpulan data sumber, penulis telah mendapatkan sumber


primer yang penulis ambil dari website atau situs resmi di antaranya:

 “Teks Deklarasi Balfour dan peta UN Partition Plan 1947” penulis ambil
dari website Jewish Virtual Library, www.jewishvirtuallibrary.org
 “Resolusi 181, 242, 338, 67/19, UNSCOP, dan Question of Palestine
47/177, 3236, 3237 serta peta Territories Occupied By Israel Since June
1967” penulis ambil dari website United Nations, www.un.org
 “Bukti Palestina telah bergabung dengan OKI dan bentuk dukungan OKI
terhadap Palestina” penulis ambil dari website Organisation of Islamic
Cooperation (OIC) atau Organisasi Kerjasama/ Konferensi Islam (OKI),
www.oic-oci.org

79
Analitical History adalah Pengerjaan karya sejarah yang memanfaatkan teori dan
metodologi. Lihat: Suhartono W. Pranoto, Teory dan Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010) Cetak. I, h. 9.
80
Basri MS., Metodologi Penelitian Sejarah, (Jakarta: Restu Agung, 2006) h. 46.
30

 “Pidato Pembukaan KTT LB OKI ke-5 Presiden Joko Widodo” penulis


ambil dari website Sekretariat Negara Republik Indonesia,
www.setneg.go.id

Sumber primer diatas penulis gunakan sebagai bukti untuk memperkuat sumber-
sumber data yang menjadi rujukan penulisan. Kemudian pada sumber sekunder
penulis dapatkan dari berberapa buku dan Jurnal yang mendekati dengan pokok
pembahasan penelitian yang akan penulis kaji dalam menyusun skripsi ini di
antaranya:

 Arafat Teroris atau Pendamai? / Alan Hart; penerjemah Hasan Basari.


Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989.
 Rahasia Dendam Israel; Jejak Berdarah Israel di Palestina
dan Dunia Arab, / Aguk Irawan MN, cet. ke-1, Jakarta:
Kinza Books, 2009.
 Palestina Sejarah Perkembangan dan Konspirasi, / Muhsin M.S, Jakarta:
Gema Insani, 2002.
 Jerusalem Satu Kota Tiga Iman, / Karen Armstrong, Surabaya: Risalah
Gusti, 2009.
 “PLO: Its Background and Activities”, / Gulshan Dhanani, Social Scientist,
Vol. 10, No. 9 (1982), pp. 52-59, Accessed: 31-12-2015 04:31 UTC.
 “What is the PLO”, / Rashid Hamid, Journal of Palestine Studies, Vol. 4,
No. 4 (1975), pp. 90-109, Accessed: 31-12-2015 03:48 UTC.
 “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan Palestina menjadi Negara
Merdeka (1920-1848)”, / Hanafi Wibowo, Al-Turas, Vol. XX, No. 2,
(2014).
 “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi Pembebasan Palestina Tahun 1988”,
/ Abrar, Lontar, Vol. 8, No. 1, (2011).
 “The PLO in Inter-Arab Politics”, / Alan R. Taylor, Journal of Palestine
Studies, Vol. 11, No. 2 (1982), pp. 70-81, Accessed: 31-12-2015 04:38
UTC.
31

Tahap berikutnya ialah kritik sumber atau verifikasi. Setelah sumber yang
berhubungan dengan topik ini terkumpul, langkah peneliti selanjutnya melakukan
pemilah-milahan sumber dengan memperhatikan hal-hal terpenting yang dapat
penulis jadikan sumber atau tidak. Khusus sumber yang berasal dari internet hanya
akan penulis gunakan apabila berasal dari artikel yang menggunakan referensi yang
dapat dipertanggung jawabkan.

Tahap selanjutnya yakni penulis melakukan interpretasi atau penafsiran


terhadap sumber-sumber yang telah penulis himpun untuk memperoleh fakta-fakta
terkait permasalahan yang menjadi fokus kajian penulis. Dalam tahap ini penulis
menggunakan metode analisis dan sintesis. Dalam proses analisis atau penguraian,
penulis memperoleh beberapa fakta dari sumber-sumber yang telah penulis baca
tentang perjuangan rakyat Palestina dalam memperjuangkan hak-haknya atas tanah
yang diduduki Israel yaitu; pada tahun 1968, faksi kedua terbesar di PLO bercorak
komunis The Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP) membajak
pesawat Israel yang terbang dari Roma ke Tel Aviv dan memblokade penerbangan.
Setelah selama sebulan dibajak, pembajak membebaskan penumpang dan kru
pesawat. Sebagai imbalannya Israel akhirnya membebaskan 16 gerilyawan
Palestina. Kemudian setelah dilakukan sidang PNC 1979, Yasser Arafat telah diberi
mandat bebas untuk berunding secara terang-terangan dengan Israel untuk
memperjuangkan kemerdekaan Palestina dengan diplomasi, dengan
terselenggaranya Konferensi Madrid 1991 dan Perjanjian Oslo 1993. Fakta-fakta
hasil analisis tersebut maka sintesisnya adalah telah terjadi perubahan perjuangan
rakyat Palestina dengan organisasi PLO pada kepemimpinan Yasser Arafat dari
perjuangan perlawanan fisik berubah ke perjuangan diplomasi.

Tahap terakhir yakni Desterllung atau Historiografi, dalam tahap ini penulis
menguraikan fakta-fakta yang sudah didapat ke dalam penulisan sejarah, dan
kemudian menarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan pokok
yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini.
32

I. Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan skripsi ini terbagi menjadi lima bab, adapun susunan
skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Memuat Pendahuluan yang terdiri atas penjelasan singkat permasalahan


yang menjadi fokus kajian, identifikasi masalah, batasan dan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan
pustaka, kerangka teori, dan sistematika penulisan.

Bab II Membahas mengenai sejarah berdirinya PLO, faksi-faksi di dalam PLO,


dan kepemimpinan Yasser Arafat di PLO

Bab III Membahas tentang penyebab perubahan perjuangan rakyat Palestina dari
perjuangan perlawanan fisik berubah menjadi diplomasi dan munculnya
kelompok penentang diplomasi.

Bab IV Membahas mengenai diplomasi Israel-PLO yang menginisiasi


terselenggaranya Konferensi Madrid 1991 dan Perjanjian Oslo 1993 serta
dampak dan hasilnya bagi Palestina.

Bab V Berisi penutup yang terdiri atas kesimpulan yang merupakan jawaban dari
permasalahan yang menjadi motif awal kajian penelitian, dan saran-saran
yang menjadi masukan untuk perbaikan penelitian berikutnya.
BAB II
PALESTINE LIBERATION ORGANIZATION (PLO)

A. Sejarah Berdirinya PLO

Kelahiran negara Israel pada 14 Mei 1948 telah menginisiasi konflik


berkepanjangan antara Arab dan Israel. Konflik bersenjata pertama antara Arab dan
Israel terjadi beberapa hari sesudah diproklamasikannya kemerdekaan Israel.81
Tentara koalisi dari negara-negara Arab (Syria, Yordania, Lebanon dan Irak)
menyerang Israel. Jamal al-Hussayni, sebagai perwakilan komite Arab tertinggi di
pengasingan mengirimkan surat kepada perwakilan PBB bahwa pasukan yang
dikirimkan oleh para anggota Liga Arab bertujuan untuk membela hak rakyat
Palestina sebagai mayoritas melawan kolonisasi dari pihak Zionis-Yahudi.82
Setelah perang selama lebih dari satu tahun (Mei 1948-Juli 1949), pihak Arab
mengalami kekalahan. Kemenangan Israel membuat mereka menguasai sebagian
besar tanah atau wilayah Mandat Inggris di Palestina. Kemudian eksistensi Israel
sebagai negara pun ditegaskan dengan diterimanya Israel sebagai anggota PBB
pada 1949.83 Dampak dari peperangan tersebut, yang terjadi di Palestina adalah
terusirnya bangsa Arab-Palestina dari tempat tinggal mereka. Dapat diperkirakan
sekitar 700.000 orang dari mereka; kisaran 80.000 pergi ke Lebanon, 100.000 ke
Yordania, 70.000 ke Syria, 120.000 ke Gaza, dan sisanya tersebar ke beberapa
wilayah Arab lainya, dan yang masih menetap di tanah Palestina pada kisaran
120.000.84

Namun beberapa bulan setelah kehancuran ini, yang paling penting adalah
semangat dan ide nasionalisme Palestina yang mereka miliki tidak ikut hancur dan
bahkan muncul lebih kuat dari sebelumnya. Orang-orang Arab-Palestina di

81
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 97.
82
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 63.
83
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 97.
84
Gulshan Dhanani, “PLO: Its Background and Activities”, Social Scientist, Vol. 10, No.
9, (1982), pp. 52-59, Accessed: 31-12-2015 04:31 UTC, h. 53.

33
34

pengungsian mulai membangun komunitas-komunitas mereka;85 Dari Mesir -


Yasser Arafat; orang Palestina yang sedang menempuh pendidikan di Kairo,
membentuk Persatuan Mahasiswa Palestina ‫ اإلتحاد العام لطلبة فلسطين‬General Union of
the Palestine Students (GUPS). Dalam semangatnya ia berkonsultasi dengan Hajj
Amin al-Hussayni dan mendapat dukungan pula dari Hasan al-Banna pimpinan
Ikhwanul Muslimin (IM). Sekitar waktu yang sama pada 1950-an, di Lebanon
George Habash dan Hawatmeh bersama orang-orang Palestina yang mengungsi di
sana, mendirikan Arab National Movement (ANM) atau ‫ حركة القوميين‬Harakat al-
Quamiyyun yang berkomitmen untuk membebaskan Palestina.86

Pada 1949-1956 adanya pergerakan IM dengan gerakan jihad Islam


nasional, di mana masyarakat Palestina dapat menikmati kebebasan yang relatif di
Mesir dan Yordania. Namun arus ini, dikhawatirkan oleh kaum nasionalis dan
kekirian Mesir akan membentuk aksi politis dan akan mendirikan kekhilafahan
Islam. Kekhawatiran itu terjawab dengan langkah Abdul Nasser yang memukul
gerakan IM dan membuat bangsa Palestina di sana beralih menggantungkan
aspirasinya kepada pemerintahan Mesir dengan kepemimpinan Jamal Abdul Nasser
1956.87

Pada periode ini, pemerintahan di Liga Arab merasakan adanya gelombang


bermunculannya berbagai aktivitas, pergerakan, dan organisasi rahasia, di tengah
kancah perjuangan Palestina yang tidak teratur.88 Seperti halnya di Yordania, para
pengungsi Palestina dibuat resah, ketika Israel dan Yordania menandatangani
sebuah perjanjian formal 16 Maret 1949, untuk sebuah perbatasan wilayah yang sah
antara kedua negara.89 Pemerintah Yordania secara konstitusional telah dapat
menguasai wilayah yang tersisa dari Palestina (5.878 KM2 atau 21,77% dari seluruh
wilayah Palestina).90 Pada 15 November, Raja Abdullah dari Yordania dilantik

85
Cheryl A. Rubenberg, “The Civilian Infrastructure of the Palestine Liberation
Organization: An Analysis of the PLO in, Lebanon Until June 1982”, Journal of Palestine Studies,
Vol. 12, No. 3, (1983), pp. 54-78 Accessed: 31-12-2015 03:49 UTC, h. 55.
86
Gulshan Dhanani, “PLO: Its Background and Activities…, h. 53.
87
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 76-85.
88
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 85.
89
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 526.
90
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 76-85
35

menjadi Raja Yerusalem di Kota Lama oleh uskup Koptik; Yerusalem Timur dan
Tepi Barat, dinyatakan sebagai wilayah Yordania. Negara-negara Arab tetangga
memprotes keras atas pendudukan Yordania dari tanah Palestina tersebut. Di Mesir,
Mufti Hajj Amin al-Husseini membentuk Palestine National Council (Dewan
Nasional Palestina) untuk mengurus sebuah pemerintahan di pengasingan (salah
satunya tentang Yordania). Raja Abdullah berusaha untuk mencari dukungan
keluarga-keluarga Arab yang berpengaruh, yang secara tradisional menentang
Mufti. Hubungan Mufti dengan pemerintah Yordania tidak membaik sampai pada
April 1951 raja Abdullah dibunuh di pintu masuk Masjid al-Aqsa oleh agen-agen
Mufti. 91

Akibat berbagai aktifitas bermunculan yang tidak teratur, Liga Arab pada
tahun 1959, memutuskan untuk membuat satu ketentuan yang mengajak penataan
ulang tentang koordinasi rakyat Palestina dalam satu wadah.92 Namun pada saat itu
gagal, karena tidak ada rancangan yang baik yang dapat disepakati. Kemudian
setelah wakil Palestina di Liga Arab dijabat oleh Ahmad Syaqiri (September 1963)
yang menggantikan Hilmi Abd Al Baqi, gerakan Palestina semakin proaktif.93 Ia
melakukan tour ke negara-negara Arab, mengumumkan bahwa Dewan Nasional
Palestina atau PNC diundang di Yerusalem94 untuk mempersatukan federasi dari
berbagai organisasi perjuangan Palestina95 yang disatukan dengan wadah Palestine
Liberation Organization (PLO) ‫ منظمة تحرير فلسطينية‬dan nasib Palestina akan secara
resmi diserahkan ke pundak bangsa Arab-Palestina sendiri dan tidak lagi menjadi
urusan umat Islam.96

Sidang pertama Dewan Nasional Palestina (‫ المجلس الوطني الفلسطيني‬/Palestine


Nasional Council) atau PNC di Hotel Ambassador Yerusalem Timur dilaksanakan
pada tanggal 2 Juni 1964 dan ditetapkan sebagai berdirinya organisasi PLO.97 Pada

91
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 524-528.
92
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 76-85
93
Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan…, h. 90.
94
Rashid Hamid, “What is the PLO”, Journal of Palestine Studies, Vol. 4, No. 4 (1975),
pp. 90-109 Accessed: 31-12-2015 03:48 UTC, h. 94.
95
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 42.
96
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 80.
97
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 42.
36

sidang tersebut dengan bantuan dan dukungan Abdul Naser dari Mesir, Ahmad asy-
Syaqiri yang sebelumnya menjabat sebagai representasi Palestina di Liga Arab
terpilih sebagai Ketua Komite Eksekutif PLO yang pertama (1964-1967).98 Komite
Eksekutif PLO merupakan semacam kabinet yang anggotanya dipilih oleh PNC.
Komite Eksekutif bertanggungjawab pada PNC secara kolektif maupun individu.99

Kemudian akibat terjadinya perang enam hari 1967, Syaqiri mendapatkan


kesulitan untuk mengendalikan organisasi PLO yang membuat ia memutuskan
untuk mengundurkan diri sebagai ketua pada tanggal 24 Desember 1967.100 Pada
hari yang sama, ia digantikan oleh Yahya Hamuda. Sebagai ketua yang baru,
Hamuda mengeluarkan pernyataan akan membawa PLO lebih dekat dengan
organisasi aktivis dan gerilya. Ini menekankan perlunya eskalasi dalam penyatuan
perjuangan bersenjata melawan Israel dan untuk memobilisasi semua kekuatan
nasional Palestina. Ia juga membentuk suatu dewan nasional khusus untuk
mengembangkan kelembagaan PLO dengan lebih luas. Pada massa jabatannya
Yahya Hamuda (1967-1969) terlalu sibuk dengan persiapan dan pembentukan
bagan organisasinya.101 Kemudian pada sidang PNC ke lima, tanggal 4 Februari
1969, jabatannya dicopot dan digantikan oleh Yasser Arafat.102

Organisasi PLO yang didirikan sebagai entitas politik yang akan mewakili
kepentingan Palestina yang berfungsi secara independen dari pemerintah Arab,
awalnya sebuah organisasi yang bergerak dengan perjuangan fisik.103 Namun pada
masa kepemimpinan Yasser Arafat (1969-2004), PLO telah mengalami perubahan
perjuangan ke diplomasi. Tepatnya pada tahun 1979 dalam sidang PNC; Arafat
telah diberi mandat bebas untuk berunding secara terang-terangan dengan Israel.
Dengan begitu, muncul beberapa perundingan antara lain Konferensi Madrid 1991

98
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 86.
99
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 43.
100
Alan R. Taylor, “The PLO in Inter-Arab Politics”, Journal of Palestine Studies, Vol. 11,
No. 2 (1982), pp. 70-81 Accessed: 31-12-2015 04:38 UTC, h. 73.
101
Rashid Hamid, “What is the PLO…, h. 100.
102
“The PNC: Historical Background”, Journal of Palestine Studies, Vol. 16, No. 4 (1987),
pp. 149-152 h. 150.
103
Cheryl A. Rubenberg, “The Civilian Infrastructure…, h. 56.
37

dan Perjanjian Oslo 1993. Dan kredibilitas Arafat di kalangan rakyat Palestina
tergantung kepada kemampuannya.104

B. Faksi-Faksi di dalam PLO

PLO (Palestine Liberation Organization) adalah organisasi gabungan dari


beberapa faksi perjuangan rakyak Palestina. Organisasi ini didirikan tahun 1964
melalui Muktamar Umum Rakyat Palestina atau PNC pada 28 Mei – 2 Juni 1964
di Kota Al-Quds (Yerusalem) dengan dihadiri oleh 422 representasi Palestina. Pada
muktamar itu, Ahmad al-Syaqiri terpilih sebagai Ketua PLO yang pertama 1964 s.d
1967,105 digantikan oleh Yahya Hamuda sampai tahun 1969, kemudian pada tahun
1969 Ketua PLO dijabat oleh Yasser Arafat sampai ia meninggal pada tahun
2004.106 Rakyat Palestina menyambut baik dengan adanya PLO sebagai
representasi dari entitas Palestina dan identitas nasionalnya, itu terbukti dengan
bergabungnya beberapa faksi yang ada di dalam PLO, antara lain;

1. Fatah (Harakat Al-Tahrir Al-Filistini/ Palestine Nasional Liberation


Movement), berdiri pada 1957 dan merupakan faksi terbesar dalam PLO.
Fatah didirikan oleh Yasser Arafat ikut dalam tubuh PLO pada tahun 1969,
memiliki nama lain dalam aksi militer yaitu Assifa.107 Pada awal
perjuangannya berorientasi pada Islam yang banyak dipengaruhi dari
pemikiran Ikhwanul Muslimin. Namun, karena suasana politik dan
kekuasaan, garis perjuangannya berubah haluan yang secara ideologi
menjadi nasionalis-sekular.108
2. PFLP (Popular Front for the Liberation of Palestine), didirikan oleh George
Habash pada 1967 dan berhaluan komunis radikal. PFLP merupakan faksi
terbesar kedua di PLO setelah Fatah.

104
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 458.
105
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel,
(Bandung: Mizan, 2009), Cetak I, h. 66.
106
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 43.
107
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., 67.
108
Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari.., h. 19.
38

3. PDFLP (Popular Democratic Front for the Liberation of Palestine) ‫الجبهة‬


‫الشعبية لتحرير فلسطين‬, didirikan oleh Nayif Hawatmeh pada 1969. PDFLP
merupakan pecahan dari PFLP.
4. ALF (Arab Liberation Front) ‫جيش اإلنقاذ العربي‬, didirikan oleh Abdel Rahim
Ahmad pada 1969. AFL merupakan faksi kecil berhaluan sosialis yang
berada di bawah kontrol Partai Ba’ats Irak.
5. Palestine Communist Party, didirikan oleh Suleiman Najjab pada 1984.
Palestine Communist Party berhaluan komunis, tapi tidak militan dan
radikal.
6. PFL (Palestinian Popular Struggle Front), didirikan oleh Samir Ghosheh
pada 1976.
7. Al-Sa’iqa (Vanguards of the Popular Liberation War), didirikan pada 1968
oleh Issam Al-Qadi. Al-Sa’iqa merupakan faksi kecil yang dikontrol oleh
Partai Ba’ats Suriah.
8. PFLP-GC (Popular Front for the Liberation of Palestine-General
Command), didirikan oleh Ahmad Jibril pada 1968. Seperti halnya PDFLP,
PFLP-GC juga merupakan pecahan dari PFLP.109
9. PLF (Palestine Liberation Front), organisasi intel untuk Suriah, didirikan
1961. PLF kemudian bergabung dengan PFLP tahun 1967.110
10. Palestine Liberation Army, merupakan sayap militer resmi PLO.

Sebenarnya, masih ada beberapa faksi yang belum dipaparkan, karena


ketika PLO berdiri sebagai lembaga resmi yang berjuang mewujudkan negara
Palestina merdeka, mereka tidak bersedia untuk menjadi bagian dari PLO. Selain
karena ketidaksetujuan mereka pada kebijakan-kebijakan yang mengarah pada
sikap-sikap kooperatif terhadap Israel, keberadaan faksi-faksi nasionalis-sekular,
sosialis, dan komunis yang mendominasi PLO membuat mereka merasa tidak
nyaman. Di antara kelompok yang melakukan gerakan di luar kebijakan PLO
adalah Islamic jihad of Palestine (Jihad Islam) pimpinan Ibrahim Sibil111 dan Fatah

109
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., 66-68.
110
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 542.
111
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., 68-69.
39

Uprising atau Faksi Abu Musa.112 Selain itu terdapat kelompok perjuangan rakyat
Palestina yang menjadi saingan dan penentang PLO yaitu Hamas pimpinan Syaikh
Ahmad Yassin.113

C. Kepemimpinan Yasser Arafat di PLO

Sejak tahun 1969 ketua PLO dijabat oleh Yasser Arafat sampai ia meninggal
dunia tahun 2004. Pada masa kepemimpinannya, PLO memiliki peran utama dalam
perjuangan rakyat Palestina. Munculnya beberapa organisasi perjuangan tidak
membuat Arafat dengan PLOnya kehilangan dukungan dari rakyat Palestina. PLO
bahkan menjadi payung bagi beragam kelompok perjuangan tersebut. 114 Berikut
adalah biografi singkat pemimpin karismatik yang selalu mengenakan busana
tradisional khasnya keffiyeh. “Dia adalah seorang revolusioner dan orator yang
hebat. Dia dilahirkan untuk melakukan tindakan dan komunikasi”. Kata Karim
Bitar, analis politik dari Institute for International and strategic Relations.115

1. Biografi Singkat Yasser Arafat

Mohammed Abdel-Raouf Arafat bin Qudwa al-Hussaeini yang populer


dengan nama panggilan Yasser Arafat lahir 24 Agustus 1929 di Kairo, Mesir.116 Ia
merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara dari perkawinan pertama ayahnya
yang bernama Abder Rauf Arafat.117 Ibunya bernama Zahwa yang berasal dari
keluarga Abu Saud di Yerusalem. Keluarganya pun memiliki hubungan
kekerabatan dengan Hajj Amin al-Hussayni, yaitu orang yang diangkat sebagai
Mufti Yerusalem oleh Inggris tahun 1922. Ibunya meninggal saat Arafat berumur

112
Ita Mutiara Dewi dkk, Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h. 19.
113
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., 69.
114
Ita Mutiara Dewi dkk, Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h. 18.
115
Rana Setiawan, “Yasser Arafat Simbol Persatuan Palestina”, MINA-Mi’raj Islamic
News Agency, (November, 2014), http://mirajnews.com/2014/11/yasser-arafat-simbol-
persatuan-palestina.html akses: 7 Juni 2017.
116
Damar Saloka Anggoro, “Biografi Yasser Arafat Pemimpin Palestina”, Biografi (Juli,
2014) http://www.biografi.id/2014/07/biografi-yasser-arafat-pemimpin.html akses: 7 Juni 2017.
117
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 59.
40

lima tahun, kemudian ia tinggal bersama paman dari pihak ibunya di Kota Al-Quds,
ibukota Mandat Inggris di Palestina.

Setelah empat tahun di Kota Al-Quds, Arafat dibawa kembali oleh ayahnya
ke Kairo. Ayahnya seorang warga Palestina keturunan Mesir, yang memiliki usaha
118
tekstil dan berdagang bahan pangan Di Mesir usaha Ayahnya semakin
berkembang dengan pabrik keju yang hasilnya dapat didistribusikan ke penjuru
wilayah Arab. Namun, masa kecil Arafat tidaklah bahagia, sepeninggal ibunya pada
tahun 1933, ayahnya menikah lagi, dan ibu tiri Arafat memperlakukan dia dengan
kejam dan keras.

Kemudian, menanggapi perotes dari anak-anaknya, Raouf, ayah Arafat,


menceraikan istrinya yang kedua itu, hanya beberapa bulan setelah mereka
menikah. Tidak lama kemudian ayahnya menikah lagi, untuk membatasi
pertengkaran-pertengkaran antara istri dan anak-anaknya peraturan-peraturan
dalam rumah tangga pun diperketat. Dari sini, Arafat belajar tentang peratuaran-
peraturan dan tekanan dari orang tuanya.

Sejak usia sepuluh tahun Arafat memperlihatkan bakatnya sebagai seorang


pemimpin yang disiplin. Dalam bermain Arafat sering mengumpulkan teman-
temanya di halaman, ia kemudian membagi-baginya dalam kelompok-kelompok
dan berlatih baris berbaris, ia juga sering menirukan aksi-aksi demonstrasi yang
dilakukan oleh orang-orang Mesir. Kemudian ketika ia berusia 17 tahun tepatnya
pada tahun 1946 sudah menjadi seorang tokoh penting dalam suatu operasi
penyelundupan senjata api dan amunisi dari Mesir ke Palestina. Arafat berusaha
menyediakan senjata apabila para pejuang palestina membutuhkannya. Ketika
persediaan senjata mulai berkurang, pekerjaan mencari senjata itu menjadi
berbahaya, untuk sampai ke tempat pemasok senjata, ia harus menghindari bandit-
bandi dan pencuri bahkan saat tertangkap oleh tentara Israel dapat berakibat fatal.
Namun, Arafat sendiri yang bersedia untuk melakukan misi-misi yang berbahaya
tersebut. Dan keberhasilan Arafat sebagai penyelundup senjata api, menyebabkan

118
Rana Setiawan, “Yasser Arafat Simbol Persatuan…,
41

calon pemimpin PLO itu, secara dini memperoleh reputasi sebagai pahlawan yang
berani.119

Setelah pasukan Arab kalah untuk memperjuangkan wilayah Palestina


tahun 1948 dan menjadi kemerdekaan Negara Israel, Arafat mencoba untuk lebih
aktif menjadi mahasiswa. Ia dan beberapa warga Palestina yang menempuh
pendidikan di Universitas Faud (Sekarang Universitas Kairo), pada tahun 1958 ia
membentuk organisasi General Union of the Palestine Students (GUPS) bersama
teman-temanya dan selanjutnya berhasil mendirikan sebuah organisasi yang disebut
Fatah, bermakna "penaklukan" disebut pula Harakat at-Tahrir al-Wathani al-
Filasthini, yang nantinya menjadi faksi terbesar di tubuh PLO.120

Selesai dengan studinya, pada 1964 Arafat meninggalkan Mesir menuju


Yordania, untuk menjadi seorang revolusioner dan mengorganisir serangan Fatah
ke Israel dari Yordania.121 Fatah pada awal rekrutmennya, terkonsentrasi pada IM
dan banyak orang-orang yang berposisi di IM ikut berpartisipasi seperti Said al-
Muzayyin, Ghalib al-Wazir, Salim az-Za’nun, Shalah Khalaf, As’ad ash-Shafthawi,
Muhammad Yusuf an-Najjar, Kamal Udwan, Rafi’ an-Nathasya, Abdul Fatah
Hamud, dan Yusuf Umairah. Namun pada tahun 1963, Fatah lebih terbuka bagi
aliran lain. Dari sini pergerakan Fatah mengidentifikasi diri dengan identitas
nasional yang sekuler dan mendirikan devisi militernya dengan sebutan “al-
Ashifah” yang melancarkan serangan militernya pada awal tahun 1965 sampai
dengan tahun 1967, sudah terjadi 200 operasi serangan ke kependudukan Israel di
Palestina.122 Gerakan serangan tersebut benar-benar gerakan bawah tanah.
Serangan-serangan sabotase yang dilakukan Fatah selama tiga bulan pada tahun
1965 saja, mereka telah melancarkan sepuluh serangan sabotase – tujuh dari
Yordania dan tiga dari Jalur Gaza. Serangan tersebut merupakan balasan dari
serangan Israel sebelumnya pada 14-15 Oktober 1953 dan 28 Februari 1955 yang

119
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 64.
120
Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h. 28.
121
Rana Setiawan, “Yasser Arafat Simbol Persatuan…,
122
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 84.
42

dikenal dengan pembunuhan Qibya, dua serangan Israel tersebut menewaskan 106
orang-orang Mesir dan Palestina yang terjadi di wilayah Semenanjung Gaza.123

Meski Fatah telah melakukan aksinya, mereka tidak memperoleh publisitas


dari para redaktur dan penulis majalah dan koran-koran Arab. Karena mereka
dilarang oleh rezim-rezim Arab untuk tidak memuat tulisan gerakan Ashifah
tersebut. Tanpa publisitas bagi organisasi Fatah mengalami kesulitan. Mereka tidak
dapat menarik perhatian masyarakat Arab untuk berpartisipasi dalam
perjuangannya.124 Namun keuntungannya adalah pihak lawan kesulitan untuk
mengidentifikasi serangan yang dilancarkan Ashifah.

Pasca perang Enam Hari 1967 yang dilakukan oleh Israel menyerang
negara-negara Arab tetangga, beberapa wilayah Arab jatuh ke tangan Israel; Sinai
dan Jalur Gaza (Mesir), Tepi Barat dan Yerusalem (Yordania), dan Dataran Tinggi
Golan (Syria). Ini membuat keresahan bagi Fatah sebagai organisasi perjuangan
Palestina. Kemudian pada bulan Februari 1969 Fatah bergabung dengan PLO. Atas
bantuan Nasser dalam sidang Dewan Nasional Palestina (PNC) yang kelima di
Kairo, dari semua kursi yang jumlahnya 105, untuk 57 kursinya diberikan kepada
organisasi-organisasi gerilya, dan 33 dari 57 kursi itu diberikan kepada Fatah.
Dengan begitu Fatah menjadikan Arafat sebagai ketua Komite Eksekutif PLO
mengantikan Yahya Hamuda.125 Dan ketua PLO dijabat oleh Arafat dari 1969
sampai ia meninggal pada tahun 2004.126

2. Kontribusi Arafat dalam kepemimpinannya di PLO

Pada masa kepemimpinan Yasser Arafat di PLO (4 Februari 1969 - 11


November 2004) terdapat beberapa kontribusi yang telah diberikan:

123
Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan h. 88.
124
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 179-181.
125
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 292.
126
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 43.
43

Pertama, Yasser Arafat dan Raja Hussein dari Yordania menandatangani


perjanjian damai pada 27 September 1970. Perjanjian ditandatangani pada
pertemuan darurat di ibu kota Mesir, Kairo. Dalam perjanjian tersebut dituliskan,
gencatan senjata dan penarikan pasukan harus dilakukan di setiap kota di Yordania.
Selain pemimpin Yordania dan Palestina, Presiden Mesir Gamel Abdel Nasser juga
ikut terlibat dalam upaya perjanjian damai ini.127

Pemerintah Yordania dan gerilyawan PLO telah berselisih paham akibat


terjadinya peledakan dua pesawat Amerika di wilayahnya yang dilakukan oleh
Fatah pada 15 September 1970. Peledakan pesawat di Yordania tersebut membuat
Raja Hussein mengumumkan hukum darurat perang untuk meminta Yasser Arafat
dan teman-temannya keluar dari Yordania. Hal itu dilakukan Hussein karena
Yordania dikucilkan dunia internasional, termasuk dari Amerika Serikat yang
menjadi tulang punggung ekonomi Yordania.128

Pada pertemuan tersebut dijelaskan, penyebab perang saudara Palestina-


Yordania, bukanlah antara gerakan pembebasan Palestina yang monolitik dan
homogen, dengan rezim di Yordania. Dan Arafat mengakui telah kehilangan
kontrol atas peristiwa-peristiwa di pihaknya, karena dia belum lama menjadi Ketua
PLO 1969. Ditengah konflik Israel-Palestina Arafat dan Hussein sedang berusaha
sekuat tenaga untuk menghindarkan suatu konfrontasi habis-habisan, yang sedang
dipancing oleh ekstremis-ekstremis dari kelompok tertentu. Dan keduanya
menyadari pula, bahwa agen-agen Amerika dan Israel sedang memanaskan situasi,
dan berusaha keras agar suatu krisis dalam barisan gerakan pembebasan akan
menjadi suatu malapetaka bagi rakyat Palestina.129

Kedua, PLO mendapat pengakuan sebagai perwakilan resmi bangsa


Palestina dari Organisasi Konferensi Islam atau Organisasi Kerjasama Islam (OKI)

127
Fira Nursya'bani, “Sejarah Hari Ini: Yordania-Palestina Sepakati Perjanjian Damai
Perang Saudara”,http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/selarung-waktu/16/09/26-
oe492p366-sejarah-hari-ini-yordaniapalestina-sepakati-perjanjian-damai-perang-saudara akses: 7
Juni 2017.
128
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 43.
129
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 289-290.
44

pada 21 Agustus 1969.130 Pada hari yang sama OKI juga baru didirikan, karena para
pemimpin negara Islam berkumpul untuk membahas masalah pembakaran satu
bagian dari Masjid al-Aqsa yang dilakukan oleh Israel. Pertemuan tersebut
diselenggarakan di Rabat, Maroko. Tujuan dibentuknya OKI adalah untuk
meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota, mengoordinasikan
kerjasama, mendukung perdamaian dan keamanan internasional, serta melindungi
tempat suci Islam dan membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang
merdeka dan berdaulat. Sebanyak 57 negara tergabung di dalam OKI, baik yang
merupakan negara Islam maupun negara dengan populasi Muslim besar. Ini
membuat OKI di masa awal menaruh perhatian besar pada masalah politik,
terutama masalah Palestina.131

Selanjutnya hasil perubahan perjuangan dari perlawanan fisik ke diplomasi


yang dilakukan PLO di bawah kepemimpinan Yasser Arafat yang mengakui
eksistensi Negara Israel juga dapat menimbulkan kekecewaan; dari sebagian
kelompok; yang kecewa (Hamas) - sebagiannya juga ada yang mendukung.132
Dukungan untuk PLO setelah merubah perjuangannya ke politik diplomasi, PLO
mendapat respons baik dari OKI. Karena OKI melakukan peran sebagai sebuah
organisasi agama Islam yang cinta perdamaian; yang pertama, mengedepankan
langkah-langkah perundingan atau diplomasi yaitu pertemuan para Menteri Luar
Negeri untuk membangun solidaritas antar negara. Kedua, OKI juga melakukan
pendekatan terhadap Negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim guna
mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melakukan penindak lanjutan
terhadap permasalahan kedaulatan Palestina. Yang ketiga, OKI melakukan
berbagai konferensi untuk permasalahan Palestina - dalam setiap Konferensi yang

130
Saibatul Aslamiah, “Diplomasi Indonesia Dalam Mendukung Palestina Menjadi Negara
Peninjau di PBB Tahun 2012”, Jom FISIP, Vol. 2, No. 2, (Oktober 2015), h. 2.
131
Ike Agestu, “OKI dan Cita-cita Kemerdekaan Palestina”, CNN Indonesia, (6 Maret
2016),http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160303184215-106-115202/oki-dan-cita-
cita-kemerdekaan-palestina/ akses: 7 Juni 2017.
132
Hendra Kurniawan, “Stabilitas Kawasan Timur Tengah dan Peluang Kerjasama Dalam
Frame TPS-OIC” Makalah ini dipresentasikan pada Seminar “Upaya Meningkatkan Investasi dan
Kerjasama antara Indonesia dan Timur Tengah dan OKI”, yang diselenggarakan oleh Kantor
Utusan Presiden Republik Indonesia untuk Timur Tengah & OKI, 5 Desember 2016 di Hotel
Millenium Jakarta Pusat. h. 5-10.
45

berlangsung diharapkan menemukan titik terang bagi Palestina, sehingga Palestina


bisa diakui kemerdekaanya dalam dunia internasional.133 Namun dalam
perjalanannya, organisasi ini (OKI) menjadi wadah kerjasama di berbagai bidang
baik politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan antar negara Muslim
di seluruh dunia.134

Ketiga, Palestine Liberation Organization (PLO) memang telah dibentuk


pada tahun 1964 oleh Liga Arab, tetapi statusnya sebagai representasi masyarakat
Palestina baru ditegaskan pada tahun 1974,135 ketika Arafat tampil pada sidang
Majlis Umum PBB tanggal 13 November 1974, berkat pidatonya yang
menyuarakan aspirasi rakyatnya untuk memerdekakan Palestina dengan jalan
damai.136 Maka selanjutnya pada 22 November 1974 keberadaan PLO diakui The
United Nations General Assembly (Majlis Umum PBB).137

Kecemerlangan pidato Arafat itu, terletak pada caranya menghubungkan


dua gagasan khusus: Pertama, ia berbicara mengenai impian rakyat Palestina
tentang lahirnya Negara Demokratik Palestina, sebagai ganti Negara Israel yang
bersifat eksklusif. Ia berkata: “Apabila kami berbicara tentang harapan kami,
bersama bagi Palestina esok hari, kami ingin memasukkan ke dalam perspektif
kami dan disebarkan pula ke semua orang Yahudi yang sekarang ada di Palestina,
yang bersedia untuk hidup bersama kami di sana dalam damai dan tanpa
diskriminasi”. Kedua, ia menyampaikan hasrat PLO untuk menegakkan suatu
“Otoritas Nasional di wilayah manapun di Tepi Barat dan Gaza yang darinya Israel
dapat dibujuk untuk mundur dari wilayah tersebut”. Gagasan pertama-kedua, Arafat
hubungkan dengan pernyataan: “Tidakkah saya berhak untuk bermimpi?- Ya, saya
berhak untuk bermimpi. Kita semua berhak untuk bermimpi… tetapi sebagai orang

133
Ridho Fathoni, “Peran Organisasi Konferensi Islam Terhadap Upaya Kemerdekaan
Negara Palestina (2008-2014), Skripsi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik Prodi Ilmu Hubungan Internasional https://text-id.123dok.com/document/
9yno5e0q-peran-organisasi-konferensi-islam-terhadap-upaya-kemerdekaan-negara-palestina-
tahun-2008-2014.html akses: 13 Juni 2017.
134
Ike Agestu, “OKI dan Cita-cita Kemerdekaan...,
135
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 99.
136
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 45.
137
Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h. 18.
46

yang praktis yang bersedia menghadapi realitas eksistensi Israel, saya mengakui
dan menerima bahwa mimpi tidak selamanya terwujud… dan itulah sebabnya kami
berbicara tentang otoritas nasional kami – itulah yang kami – bersedia menerimanya
sebagai penyelesaian, sebuah tanah air yang kecil bagi kami sendiri, agar kami bisa
berdamai dengan Israel, sampai tiba saatnya nanti di mana orang-orang Israel
memutuskan, dengan kemauan sendiri, untuk bersama-sama kami mendirikan
Negara Demokratik yang kami impikan.”

Akhir pidatonya, ia menyampaikan “Saya datang ke sini dengan membawa


ranting pohon zaitun dan senapan pejuang kemerdekaan. Jangan biarkan ranting itu
lepas dari tanganku.” Pada tanggal 22 November 1974, komunitas internasional,
kecuali Israel dan Amerika, mengakui bahwa “rakyat Palestina mempunyai hak-
hak untuk menentukan nasib, kemerdekaan nasional dan kedaulatannya sendiri,”138
dijelaskan pada Resolusi PBB 3236 dengan judul resolusi hak-hak bangsa
Palestina.139 Dan “Status Pengamat” dijelaskan pada Resolusi 3237.

Tanggapan Israel di PBB, atas pidato Arafat itu, disampaikan oleh Duta
Besar- Tekoah, ia mengecam negara-negara Arab sebagai “pelopor serangan
fanatik terhadap bangsa Yahudi”. Dan ia mengecam PBB karena telah mengundang
Arafat untuk berpidato di hadapan badan dunia itu. PLO, katanya, hanyalah sebuah
“organisasi pembunuh”, dan PBB telah “menyerah” kepadanya. Israel, katanya,
“tidak akan membiarkan pembentukan otoritas PLO di bagian Palestina yang mana
pun dan kami tidak akan menerima perdamaian dengannya”.140 Namun hal tersebut
hanyalah emosi sesaat yang disampaikan Tekoah, karena pada kenyataannya pada
tahun 1993 ditandatanganinya Declaration of Principles (DOP) oleh Menteri Luar
Negeri Israel Shimon Peres dan disaksikan PM Israel Yitzhak Rabin yang
membahas dan menetapkan Otoritas Nasional Palestina (ONP) di Gaza - Jericho.141

138
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h.423-424
139
Misri A. Muchsin, “Palestina Dan Israel: Sejarah, Konflik dan Masa Depan”, MIQOT,
Vol. XXXIX, No. 2, (2015), h. 404.
140
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 423-424.
141
Trias Kuncahyono, Jalur Gaza, Tanah Terjanji…, h. 169.
47

Keempat, Perjuangan Yasser Arafat dari tahun 1974 sampai dengan 1979
telah berhasil meyakinkan rekan-rekannya untuk mencapai sesuatu yang konkret
melalui cara-cara diplomasi, guna membuktikan bahwa kompromi itu dapat
mendatangkan hasil yang lebih baik. Dengan mau menerima kenyataan yakni
eksistensi Israel, dan berdamai dengan Yahudi yang telah menguasai tujuh puluh
persen dari tanah air mereka, agar ia bersedia mundur kurang-lebih dalam wilayah
dengan batasan-batasannya sebelum tahun 1967.142

Arafat dengan organisasi Fatahnya juga mampu mengamandemen Piagam


Nasional Palestina, yang menegaskan perjuangan bersenjata untuk kemerdekakan
Palestina serta tidak akan mundur sejengkal pun dari tanahnya.143 Karena Fatah
merupakan organisasi paling besar, paling kuat, dan jauh paling populer di antara
berbagai organisasi dan front pembebasan yang ada di dalam tubuh PLO. 144 Maka
terbukti pada tahun 1979 dalam sidang PNC diputuskan kebijakan yang
memberikan mandat kepada Arafat untuk melakukan perjuangan melalui cara-cara
diplomasi dengan mengakui eksistensi Negara Israel.145

Kelima, Terpilihnya Yasser Arafat sebagai Presiden pertama di Palestina, ia


membentuk tatanan baru dalam perjuangan diplomasi, dengan diproklamasikannya
Negara Palestina pada tanggal 15 November 1988, yang bertujuan untuk
mempermudah segala urusan perundingan antara PLO-Israel. Berdirinya Negara
Palestina ini diumumkan di Aljir, ibukota Aljazair. Dengan bentuk negara Republik
Parlementer.146 Adapun wilayah yang diklaim sebagai wilayah negara Palestina
adalah Tepi Barat Sungai Yordania dan Jalur Gaza dengan ibukota Yerusalem.

Meski Negara Palestina telah dideklarasikan, PLO tetap menjadi


representasi Palestina untuk berjuang di forum internasional, karena status Palestina
sebagai negara belum diakui sebagian negara anggota Dewan Keamanan PBB,
eksistensi negara ini rapuh akibat wilayah geografi yang belum begitu jelas. Melihat

142
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 458.
143
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 86-87
144
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 292.
145
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 458.
146
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 83.
48

PLO berjuang dengan menjunjung tinggi nilai perdamaian, sejumlah konferensi


perdamaian antara Palestina dan Israel mulai marak dilakukan oleh negara-negara
besar, seperti AS, Rusia dan Uni Soviet. Konferensi perdamaian paling awal adalah
Madrid Confrence yang dilaksanakan pada tahun 1991 dan dilanjutkan dengan
kesepakatan Perjanjian Oslo pada tahun 1993.147

147
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 100-101.
BAB III
PERUBAHAN PERJUANGAN RAKYAT PALESTINA

A. Perlawanan Fisik dan Penyebab Perubahan

Perjuangan rakyat Palestina dalam memperjuangkan hak-haknya atas


kependudukan Israel, melalui perlawanan fisik yang selama ini dilakukan PLO
dengan basisnya di Yordania, dari akibat kekalahan bangsa Arab pada perang Six-
Day War tahun 1967, serangan-serangan bersenjata yang selama ini dilakukan
menghadapi tentara Israel mengalami perubahan. Sasaran serangan-serangan
bersenjata beralih dan ditujukan terhadap warga sipil Israel. 148 Pada tahun 1968,
faksi kedua terbesar di PLO bercorak komunis The Popular Front for the Liberation
of Palestine (PFLP)149 membajak pesawat Israel yang terbang dari Roma ke Tel
Aviv dan memblokade penerbangan. Setelah selama sebulan dibajak, pembajak
membebaskan penumpang dan kru pesawat. Sebagai imbalannya Israel akhirnya
membebaskan 16 gerilyawan Palestina.

Kemudian pada bulan September 1970 Fatah membajak tiga pesawat; satu
pesawat Swiss dan dua pesawat Amerika. Ketiga pesawat tersebut diledakkan; dua
diledakan di Yordania dan satu di Kairo. Tuntutan yang diajukan para pembajak
adalah agar teman-teman mereka yang ada di penjara Israel dibebaskan. Tapi
sampai pesawat tersebut diledakkan tuntutan tersebut tidak dipenuhi Israel.
Peledakan pesawat di Yordania tersebut membuat Raja Hussein mengumumkan
hukum darurat perang untuk meminta Yasser Arafat dan teman-temannya keluar
dari Yordania. Hal itu dilakukan Hussein karena Yordania dikucilkan dunia
internasional, termasuk dari Amerika Serikat yang menjadi tulang punggung
ekonomi Yordania.

Ditambah dengan pernyataan Yasser Arafat kepada Hussein, yang menuntut


suatu pemerintahan nasional. Hussein akhirnya mengirimkan pasukan sebanyak
55.000 orang dan 300 tank untuk mengusir Arafat dan pengungsi-pengungsi

148
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 43.
149
Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h. 19.

49
50

Palestina yang selama ini ditampung di Yordania. Sekitar 3.500 orang gerilyawan
dan warga sipil Palestina tewas dalam kejadian tersebut. Kejadian ini dikenal
dengan nama Black September. Akibat dari kejadian tersebut PLO dan warga
Palestina yang selama ini berada di Yordania akhirnya mengungsi ke wilayah
Lebanon. Di Lebanon PLO membangun basis baru untuk berjuang melawan
kependudukan Israel di Palestina.

Di Lebanon para pejuang Palestina melanjutkan aksinya untuk melawan


Israel. Aksi tersebut dilakukan tidak saja ke wilayah Israel, tetapi juga terhadap
kepentingan Israel di Eropa maupun Timur Tengah. Pada bulan Mei 1972 aksi
pejuang Palestina yang menamakan dirinya Black September membajak sebuah
pesawat Sabana yang sedang terbang dari Brussel ke Israel dan mendarat di dekat
Tel Aviv. Para pembajak menuntut pembebasan seratus tahanan Palestina di penjara
Israel. Namun Israel menolak tuntutan tersebut. Moshe Dayan, Mentri Pertahanan
Israel, memerintahkan untuk mengepung dan menyerang para pembajak. Dalam
penyerangan itu dua orang gerilyawan tewas dan dua orang ditangkap.

Serangan selanjutnya terjadi ketika berlangsungnya Olimpiade Munchen di


Jerman tahun 1972. Kelompok Black September menyandera 11 orang atlet Israel.
Mereka menuntut pembebasan 234 tawanan Palestina dari penjara Israel dan dua
pemimpin kelompoknya yaitu Baader dan Meinhoff dari penjara Jerman. Tuntutan
tersebut tidak dipenuhi oleh Perdana Menteri Israel Golda Meir, sementara Kanselir
Jerman Willy Brant bersedia membebaskan kedua pemimpin kelompok tersebut.
Namun dalam upaya pembebasan sandera pada waktu itu, terjadi kericuhan
sehingga para atlet Israel dan penyandera pun tewas. Kemudian dari kejadian
tersebut Israel menyerang dan menghancurkan basis PLO di Lebanon Selatan dan
Beirut Utara.

Aksi-Aksi sepeti itu telah terjadi sebanyak 1.252, yang dilancarkan ke


bangsa Israel. Serangan terus berlangsung secara tetap terhadap warga sipil,
termasuk ke sebuah sekolah menengah di Ma’alot pada bulan Mei 1974 yang
mengakibatkan tewasnya 21 Murid. Aksi penyerangan seperti itu, jika dikaitkan
dengan perjuangan rakyat Palestiana, maka dapat menimbulkan kecaman dari
51

“dunia internasional” sebagai serangan teroris. Perlu dipahami, aksi-aksi teror tetap
saja tidak memecahkan masalah yang dihadapi rakyat Palestina. Tanah Palestina
tetap saja dikuasai Israel. Oleh karena aksi teror dianggap tidak bisa memecahkan
problem utama masalah Palestina, maka atas desakan sekutunya, Uni Soviet, Mesir,
dan Arab Saudi, membuat Yasser Arafat pimpinan PLO harus bekerja keras untuk
meyakinkan rekan-rekannya bahwa aksi-aksi yang pernah diperjuangkan dalam
pembebasan Palestina harus dirubah dengan menempuh jalur diplomasi.150

Dukungan dari Arab Saudi untuk merubah arah perjuangan PLO. Mereka
berjanji akan mendukung PLO; apabila dalam menempuh kebijakan-kebijakannya
dapat dan tanpa merusak hubungan istimewa Saudi dengan Amerika, Arab Saudi
akan melakukan apa saja dalam batas-batas kemampuannya untuk memajukan
perjuangan Palestina dengan cara-cara diplomasi, dan akan terus berdiri di pihak
PLO, tak peduli siapa yang berusaha menghancurkannya. Kata Khalad Hasan
(Anggota Fatah).151 Dan Arafat tahu, “Kami tidak akan mampu bertahan tanpa
dukungan diplomatik Arab Saudi”.152 Dukungan juga datang dari Uni Soviet yang
menegaskan untuk mendukung dan mengusahakan suatu jalan perdamaian bagi
Palestina. Jika tidak, ia akan menggagalkan segala bentuk inisiatif dengan
sebaliknya. Karena Uni Soviet ingin mempertahankan pengaruhnya di kawasan
Timur Tengah tanpa adanya ganguan masalah dari negara-negara eropa.153

Tanggapan dari Mesir, Nasser berpendapat bahwa perjuangan dengan cara-


cara militerisme untuk pembebasan Palestina harus ditinggalkan dan melanjutkan
perjuangan dengan cara-cara politik. Persepsi yang hampir sama juga datang dari
Yordania, Raja Hussein meyakini bahwa perdamaian akan membawa hasil yang
lebih baik dengan menerima Resolusi 242. Persamaan harapan Hussein dan Nasser
untuk Palestina adalah bahwa ia dan Nasser, entah dengan cara apa, akan dapat
membujuk Amerika menggunakan pengaruhnya guna memaksa Israel menarik diri
dari wilayah Arab yang didudukinya. Dalam pandangan Hussein pada waktu itu,

150
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 43-45
151
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 301.
152
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 464.
153
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 465.
52

membujuk Amerika untuk melakukan apa yang harus dilakukannya mestinya bukan
sesuatu yang mustahil oleh Amerika bersama-sama dengan negara lainnya dalam
komunitas internasional yang sudah terikat oleh Resolusi 242 PBB tahun 1967.154
Resolusi 242 adalah resolusi yang menuntut Israel untuk segera menarik mundur
pasukannya dari seluruh wilayah yang didudukinya dalam Perang Enam Hari
1967155 dan penghentian semua klaim oleh negara-negara yang berperang serta
menghormati, mengakui kedaulatan, integritas tritorial, kemerdekaan politik dari
setiap negara di wilayah itu.156

Kemudian Pada tahun 1973 terjadi peperangan yang dikenal dengan Yom
Kippur War, tepat sebelum peringatan hari Yom Kippur oleh Yahudi. Dalam perang
ini, bangsa Arab berhasil membalas kekalahanya dari Israel. Meski serbuan bangsa
Arab tidak membuat Israel kalah secara telak, namun perang ini berhasil memaksa
Israel untuk mengembalikan wilayah Semenanjung Sinai dan Gaza kepada Mesir.
Pada bulan November 1977, Mesir dibawah kepemimpinan Anwar Sadat, ia
mengunjungi entitas Zionis. Selanjutnya pada tahun 1979, melalui sebuah
perjanjian perdamaian157 yang disepakati antara Presiden Mesir Anwar Sadat dan
Perdana Menteri Israel Menachem Begin serta disaksikan Presiden AS Jimmy
Carter di Camp David158 berhasil memasukkan Mesir dalam kondisi damai dengan
Israel. Konflik antara keduanya diberhentikan, Sinai dan Jalur Gaza dikembalikan.
Dengan demikian, persoalan Palestina telah kehilangan pihak yang paling dominan
dalam perjalanan konflik melawan Zionis. Hal ini akan menjadi pertimbangan
tersendiri untuk perjuangan Palestina dengan perlawanan militer terhadap Israel.159

Pada tahun 1964, PLO memang telah dibentuk oleh Liga Arab, tetapi
statusnya sebagai representasi masyarakat Palestina baru ditegaskan pada tahun

154
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h.275.
155
Simela Victor Muhamad, Konflik Israil-Palestina dan Prospek…, h. 8.
156
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 47.
157
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 98-99.
158
Irwan Ariefyanto, “Hari ini di 1978 Israel dan Mesir Sepakati Perjanjian Camp
David”, Republika.co.id, (2017). http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah-
13/09/17/mt8wvo-hari-ini-di-1978-israel-dan-mesir-sepakati-perjanjian-camp-david akses: 8 Juni
2017.
159
Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan…, h. 96.
53

1974160 dengan keberadaan PLO yang diakui The United Nations General
Assembly. PLO dibawah kepemimpinan Yasser Arafat tampil dalam sidang Majlis
Umum PBB pada tanggal 13 November 1974. Dalam pidatonya pada sidang
tersebut yang menyerukan perjuangan Palestina dengan jalan diplomasi, membuat
PLO memperoleh dukungan dari PBB untuk mendapatkan kemerdekaan dengan
jalan damai. Dukungan juga diberikan RRC (Republik Rakyat Cina) kepada PLO
dengan diperbolehkannya membuka kantor kedutaan dan bendera PLO berkibar di
Beijing. Pengakuan terhadap eksistensi PLO sebagai perwakilan resmi Palestina
disetujui oleh 86 negara dibandingkan Israel yang hanya memperoleh dukungan
dari 72 negara atas wilayah yang didudukinya.161

Perjuangan Yasser Arafat dari tahun 1974 sampai dengan 1979 telah
berhasil meyakinkan rekan-rekannya untuk mencapai sesuatu yang konkret melalui
cara-cara diplomasi, guna membuktikan bahwa kompromi itu dapat mendatangkan
hasil. Dengan mau menerima kenyataan yakni eksistensi Israel, dan berdamai
dengan Yahudi yang telah menguasai tujuh puluh persen dari tanah air mereka, agar
ia bersedia mundur kurang-lebih dalam wilayah dengan batasan-batasannya
sebelum tahun 1967. Setelah dilakukannya sidang PNC tahun 1979, Yasser Arafat
diberi mandat bebas untuk berunding secara terang-terangan dengan Israel. Dan
kredibilitas Arafat di kalangan rakyat Palestina tergantung pada kemampuannya.162

B. Kelompok Penentang Diplomasi

Ketika PLO resmi berjuang dengan diplomatik damai untuk mewujudkan


negara Palestina dan terdapat kebijakan yang mengarah pada sikap kooperatif
terhadap Israel, beberapa organisasi penentang PLO mulai bermunculan seperti
Islamic Jihad of Palestine (Jihad Islam). Jihad Islam didirikan pada 1980 oleh anak-
anak muda Palestina yang menimba ilmu di berbagai universitas di Mesir.

160
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 99.
161
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 45.
162
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 458.
54

Kelompok anak muda ini dipimpin oleh Fathi Asy-Syaqaqi. Kemudian dalam
perjalanannya, Jihad Islam pecah menjadi tiga kelompok, yaitu Jihad Islam
pimpinan Fathi Asy-Syaqaqi sendiri, Jihad Islam Baitulmaqdis pimpinan Syaikh
As’ad, dan Jihad Islam Batalion al-Aqsa pimpinan Ibrahim Sibril. Di antara
ketiganya, Jihad Islam pimpinan Asy-Syaqaqi tetap menjadi kelompok yang
memiliki pengikut paling banyak. Selain Jihad Islam, gerakan perlawanan lainnya
yang juga muncul mengusung jalan perjuangan nonkooperatif adalah Hamas
pimpinan Syaikh Ahmad Yassin.163

Hamas (Harakat Al-Muqawwamat Al-Islamiyyah ‫ حركة المقاومة االسالمية‬atau


Gerakan Perlawanan Islam) didirikan pada 14 Desember 1987 oleh Syaikh Ahmad
Yassin, Dr. Abdel Aziz al-Rantissi, Muhammad Taaha, Dr. Ibrahim al-Bazuri,
Muhammad Syamah, Abdul Fatah Dakhon, Isa an-Nasyar, dan Shalah Syahadah.
Hamas merupakan sayap atau bagian dari kelompok Ikhwanul Muslimin (IM).164
Pada akhir tahun 1970-an IM tidak lagi mempercayai Fatah karena gesekan
ideologi. Fatah yang mendominasi PLO, lebih mengedepankan nasionalisme dan
semangat kebangsaan, sedangkan IM, yang berideologi keagamaan memiliki cita-
cita akan tegaknya pemerintahan Islam di tanah Palestina dan membebaskan
Palestina dari cengkraman Israel. IM kemudian mendirikan sayap militer di Jalur
Gaza yang bernama Mujahidun Palestina (Mujahidun Filisthiniyyun) dengan
Syaikh Ahmad Yassin sebagai pemimpinnya tahun 1978.

Setelah Mujahidun dibentuk, sayap militer ini mulai melakukan


perlawanan-perlawanan terhadap sewenang-wenangan Israel, terutama sejak
perang Lebanon tahun 1982 yang menewaskan 328 lebih warga Palestina. Namun
belum sempat untuk membalas kekalahan dari Israel, Syaikh Ahmad Yassin ditahan
di penjara Israel pada 1983,165 karena perjuangan Mujahidun dianggap terlalu keras
dengan seringkali melakukan bom bunuh diri di tempat umum wilayah Israel.166

163
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h. 68-69.
164
Nando Baskara, Gerilyawan-gerilyawan Militan Islam, (Yogyakarta: Narasi, 2009),
Cetak I, h. 135.
165
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h.69-75.
166
Ulya Fuhaidah, “Analisis Peluang Kedaulatan Negara Palestina”, Jurnal Review Politik,
Volume 02, No 01, (Jambi: Juni 2012), h. 124.
55

Pada 1985, Syaikh Ahmad Yassin dibebaskan dari penjara melalui sebuah program
pertukaran tawanan antara Israel dan Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina.167
Kebebasan Syaikh Yassin dari penjara Israel berhasil membangitkan semangat para
pengikutnya, pada 17 November 1987 gerakan Islam di bawah kepemimpinannya
mengeluarkan keputusan untuk menggerakkan masyarakat berjuang melawan
entitas Israel melalui berbagai demonstrasi dan penyebaran pamflet kepada rakyat
Palestina di daerah Gaza, maka pada 9 Desember 1987 meletus aksi Intifadah.168

Intifadah adalah nama untuk perjuangan yang dilakukan oleh sekelompok


orang Palestina yang bersenjatakan batu melawan tentara Israel yang memiliki
perlengkapan mutahir.169 Kemunculan Intifadah dipaparkan dalam berbagai macam
dugaan: Pertama, ketidakpuasan masyarakat Palestina terhadap peran Negara-
Negara Arab atas konflik Israel-Palestina. Kedua, berasal dari masalah internal,
tewasnya empat orang Palestina oleh truk militer Israel pada tanggal 8 Desember
1987. Ketiga, Intifadah adalah strategi aktivis grassroots di Gaza, yang dengan
cepat menggerakkan massa melakukan perlawanan setelah PLO terusir dari
Lebanon pada tahun 1982, yang menunjukkan PLO sudah susah untuk diharapkan.
Keempat, adalah strategi adari aktivis lokal Palestina yang menggunakan Intifadah
untuk menangkap perhatian dunia internasional.170 Para pelaku Intifadah
kebanyakan adalah pemuda yang dididik dan dibina oleh Syaihk Ahmad Yassin.171

Palestina pada tahun 1980-an dapat dikatakan sebagai kondisi bangkitnya


kecenderungan agama (Islam) sebagai arah perjuangan terutama di kalangan kaum
muda. Berikut adalah beberapa faktor yang mendorong kemunculannya:

Petama, inisiatif-inisiatif Arab, Palestina, dan dunia internasional untuk


mengakhiri kependudukan Israel di Tepi Barat (West Bank) dan Jalur Gaza (Gaza
Strip) tidak membuahkan hasil. Perpecahan ideologi di dunia Arab dan PLO juga

167
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h. 76.
168
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 102.
169
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h. 76.
170
Dikry Feisal Rachman dkk, “Gerakan Intifadah Pertama Rakyat Palestina”,
http://www.academia.edu/28584224 akses: Sabtu, 3 Juni 2017, h. 5.
171
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h. 78.
56

menjadi salah satu faktor. Dalam pandangan kaum muda, hanya kekuatan Islam
yang mampu menawarkan jalan keluar bagi persoalan Palestina.

Kedua, pembunuhan Presiden Anwar Sadat 6 Oktober 1981,172 perjanjian


damai dengan Israel adalah alasan bahwa sang presiden harus dihabisi. Pelakunya
adalah anggota organisasi Jihad Islam yang menolak Perjanjian Camp David antara
Israel dengan Mesir pada 1979.173 Ketiga, gerakan Islam di Tepi Barat dan Jalur
Gaza juga merupakan respon atas kebangkitan Partai Likud di Israel. Perdana
Menteri Begin dan para pemimpin Likud lainnya mengangggap wilayah ini sebagai
tanah Yahudi sehingga kaum Yahudi bebas menempati daerah tersebut.

Keempat, perang Israel melawan PLO dan pembunuhan besar-besaran di


kamp pengungsi Palestina di Sabra dan Shatila174 pada 1982 menewaskan 328-
3.500 orang,175memunculkan perasaan perjuangan yang lebih untuk Islam. Kelima,
perkembangan politik di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza telah memberikan
kontribusi lebih jauh bagi pertumbuhan kecenderungan politik Islam. Gerakan
Islam muncul sebagai reaksi tandingan terhadap meningkatnya aliran komunis di
Tepi Barat dan Kelompok Marxis lainnya.176

Ada beberapa faktor yang membuat gerakan Intifadah begitu fenomenal, di


antaranya adalah:

 Keberanian mereka menentang pasukan Israel yang dilengkapi senjata-


senjata mutahir, sementara senjata yang mereka gunakan hanya berupa
batu dan ban-ban bekas.
 Para pejuang Intifadah sebenarnya mencerminkan perlawanan agama
(Islam) untuk melawan kaum Zionis sebagai bagian dari Jihad fi
sabilillah.

172
Ulya Fuhaidah, Analisis Peluang Kedaulatan Negara…, h. 124.
173
Elin Yunita K. “Presiden Mesir Anwar Sadat Diberondong Peluru 6-10-1981”,
http://global.liputan6.com/read/2114381/6-10-1981-presiden-mesir-anwar-sadat-diberondong-
peluru akses: Sabtu, 3 Juni 2017.
174
Ulya Fuhaidah, Analisis Peluang Kedaulatan Negara…, h. 124.
175
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h. 64.
176
Ulya Fuhaidah, Analisis Peluang Kedaulatan Negara… h. 125.
57

 Para pejuang Intifadah berhasil menempatkan rezim Israel pada posisi


dilematis. Semakin keras tindakan Israel untuk menumpas mereka,
semakin keras pula perlawanan yang mereka hadapi dari kecaman para
pembela hak-hak asasi (HAM). Sebaliknya, jika Israel melunakkan
sikapnya, dengan sendirinya gerakan Intifadah akan semakin luas.
 Pada umumnya, para pejuang Intifadah adalah para remaja yang baru
berusia 15 sampai 20 tahun. Ini menggambarkan keberanian yang
mereka tunjukan sebagai penderitaan dari kekejaman yang dilakukan
rezim Zionis. Ini juga berdampak pada keredibilitas PLO yang dapat
dianggap kurang berani menghadapi lawan karena berjuang dari luar.
 Intifadah mampu membuat dunia internasional lebih bersimpati
terhadap konflik Israel-Palestina dari yang sebelumnya.177

Kemauan bangsa Palestina untuk berkorban dengan perjuangan Intifadah


mengekpresikan keaslian bangsa yang tertindas, menuntut tanah air Palestina secara
keseluruhan yang berdaulat. Sebesar perlawanan yang timbul dari Intifadah sebesar
itupula kemauannya untuk menggagalkan kesepakatan damai Israel dengan PLO.178
Melalui Hamas, gerakan militer makin menampakkan jati dirinya. Hamas menolak
bergabung dengan PLO, ia lebih memilih berjuang secara gerilya. 179 Selama
perjuangan Intifadah berlangsung dari bulan Desember 1987 sampai Desember
1993, menurut sensus yang dihitung oleh PLO jumlah korban dari pihak Palestina
tidak kurang dari 1540 korban yang meninggal, 130.000 yang cedera, dan sekitar
116.000 yang ditangkap oleh Israel. Sedangkan jumlah korban dari pihak Israel 179
korbar yang meninggal.180

177
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h. 78.
178
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 101.
179
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h. 79.
180
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 104.
BAB IV
DIPLOMASI PLO-ISRAEL

Setelah terbentuknya tatanan baru pada tubuh PLO untuk berjuang secara
diplomasi, beberapa pemimpin Palestina memproklamasikan berdirinya negara
Palestina pada tanggal 15 November 1988, untuk mempermudah segala urusan
perjuangan. Berdirinya negara Palestina diumumkan di Aljir, ibukota Aljazair,
dengan bentuk negara Republik Parlementer. Ditetapkan bahwa Yerusalem Timur
dijadikan sebagai ibukota negara, dengan Presiden pertamanya Yasser Arafat.181
Adapun wilayah yang diklaim sebagai wilayah negara Palestina adalah Tepi Barat
Sungai Yordania dan Jalur Gaza dengan ibukota Yerusalem. Eksistensi negara ini
rapuh karena selain tidak diakui sebagian negara anggota Dewan Keamanan PBB,
juga akibat wilayah geografi yang belum begitu jelas.

Meski Negara Palestina telah dideklarasikan, PLO tetap menjadi


representasi Palestina untuk berjuang di forum internasional, karena status Palestina
sebagai negara belum diakui. Melihat PLO berjuang dengan menjunjung tinggi nilai
perdamaian, sejumlah konferensi perdamaian antara Palestina dan Israel mulai
marak dilakukan oleh negara-negara besar, seperti AS, Rusia dan Uni Soviet.
Konferensi perdamaian paling awal adalah Madrid Conference yang dilaksanakan
pada tahun 1991 dan dilanjutkan dengan kesepakatan Perjanjian Oslo tahun
1993.182

A. Konferensi Madrid 1991

Konferensi Madrid ‫ مؤتمر مدريد‬ini merupakan usaha pertama masyarakat


Internasional untuk memulai perundingan yang melibatkan Israel dan Palestina
serta negara-negara Arab, termasuk Syria, Lebanon, dan Yordania. Tujuan dari
konferensi ini lebih untuk membuka sebuah forum dialog dari semua yang hadir

181
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 83.
182
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 100-101.

58
59

dalam konferensi. Namun sangat disayangkan pada akhirnya, tidak mendapatkan


solusi-solusi dan kesepakatan. Dengan kata lain konferensi ini hanya menjadi
semacam peresmian perundingan, baik lewat jalur bilateral maupun multilateral
yang juga melibatkan komunitas internasional.183

Jalan diplomasi seperti ini yang sebelumnya (Perjanjian Camp David 1978)
dapat dilihat telah sukses mendamaikan Mesir dan Israel. Presiden Mesir Anwar
Sadat melakukan diplomasi dengan alasan pertimbangan ekonomi (perang telah
menghabiskan kas Negara). Ia pergi ke Israel tanpa konsultasi dengan Liga Arab.
Mesir mengakui eksistensi Israel, melalui sebuah perjanjian yang diprakarsai AS di
Camp David tahun 1978.184 Sebagai imbalannya PM Israel Menachem Begin
mengembalikan semenanjung Sinai dan Gaza kepada Mesir.185 Maka langkah
selanjutnya adalah mengajak negara-negara Arab lainnya untuk mengikuti jejak
Mesir, yaitu berdamai dengan Israel.

Untuk tujuan damai di antara negara-negara Arab dengan Israel, maka AS


dan Uni Soviet menjadi sponsor Konferensi Madrid 1991.186 Tuan rumah
konferensi internasional tentang Timur Tengah ini adalah Spanyol. Konferensi
dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 1991 dan berlangsung selama tiga hari.187
Pada konferensi ini, AS berjanji untuk bersikap adil dan mempromosikan
penyelesaian yang akan memberikan keamanan bagi Israel dan keadilan untuk
rakyat Palestina. Negosiasi itu seharusnya membahas hal-hal yang berdasarkan
resolusi PBB 242 November 1967 dan prinsip tanah Palestina untuk perdamaian.
Namun dalam kenyataannya tidak.188

183
Trias Kuncahyono, Jalur Gaza, Tanah Terjanji, Intifada, dan Pembersihan Etnis,
(Jakarta: Kompas, 2009), h. 169.
184
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 82.
185
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 560.
186
Erfan Hardoko, Konferensi Madrid dan Perdamaian Israel-Jordania, Kompas.com,
Selasa, 15 Juli 2014 akses: Rabu, 1 Februari 2017.
187
Trias Kuncahyono, Jalur Gaza, Tanah Terjanji…, h. 169.
188
Avi Shlaim, “The Rise and Fall of the Oslo Peace Process”,
http://users.ox.ac.uk/~ssfc0005/The_Rise_and_Fall_of_the_Oslo_Peace_Process.html akses:
Kamis, 2 Februari 2017, h. 242.
60

Pada pertemuan ini Palestina juga terlibat namun hanya dalam


pembicaraan,189 karena delegasi Palestina di wakili oleh Yordania (terdiri dari
warga Tepi Barat dan Jalur Gaza) bukan sebagai delegasi independen dari
pemimpin Palestina Yasser Arafat,190 karena Israel menolak kehadiran organisasi
(PLO). Konferensi ini kemudian diikuti dengan negosiasi bilateral antara Israel dan
delegasi gabungan Yordania-Palestina. Pertemuan ini kemudian dilanjutkan dengan
pertemuan-pertemuan bilateral di Washington DC pada Desember 1991. Lalu pada
Januari 1992 pertemuan dilanjutkan lagi di Moskwa, tetapi tanpa kehadiran
delegasi Syria dan Lebanon, karena mereka menolak dan tak setuju berdamai
dengan Israel.

Salah satu hasil dari rangkaian perundingan dari hubungan bilateral adalah
perjanjian damai Israel-Yordania yang ditandatangani pada 26 Oktober 1994 di
Lembah Areva, Israel, dekat perbatasan Israel-Yordania. Perjanjian itu
ditandatangani PM Israel Yitzak Rabin dan PM Yordania Abdelsalam al-Majali.
Sementara itu, Presiden Israel Ezer Weizman dan Raja Yordania Hussein
bersalaman dengan hangat. Perjanjian damai kedua negara itu disaksikan Presiden
AS Bill Clinton dan Menlu Warren Christopher. Dan Mesir pun menyambut baik
perjanjian tersebut.

Berikut perjanjian yang dibahas oleh Yordania-Israel; (1) Membangun


hubungan diplomatik dan bekerjasama dalam bidang ekonomi. (2) Bersepakat
untuk menghormati kedaulatan dan batas wilayah masing-masing negara serta tidak
akan melintasi perbatasan tanpa izin. (3) Israel juga sepakat untuk memberi 50 juta
meter kubik air tiap tahun dan memberikan 75% kepemilikan air Sungai Yarmuk.
Kedua negara juga sepakat membangun bendungan dan saling membantu pada saat
kemarau. (4) Soal pengungsi Palesina, Yordania dan Israel sepakat untuk bekerja
sama membantu para pengungsi, termasuk membentuk komite empat negara

189
Erfan Hardoko, “Konferensi Madrid dan Perdamaian Israel-Jordania”, Kompas.com,
(2014), akses pada Rabu, 1 Februari 2017.
190
Avi Shlaim, “The Rise and Fall of the Oslo Peace…, h. 243.
61

(Israel, Yordania, Mesir, dan Palestina) agar para pengungsi mendapatkan


kelayakan sebagai rakyat pada umumnya di negara-negara tersebut.191

Konferensi Madrid ini dapat dikatakan sebagai pintu terbukanya hubungan


bilateral dan multirateral perdamaian antara negara-negara Arab dengan Israel.
Meski sangat disayangkan tidak ada keputusan bersama pada Konferensi Madrid di
Spanyol itu. Namun tidak bisa dipungkiri, ini sedikit banyak telah membuahkan
hasil yang menguntungkan bagi pihak Palestina atas terjalinnya hubungan bilateral
dan telah disepakatinya perjanjian yang dibuat oleh Yordania-Israel tersebut.

B. Perjanjian Oslo 1993

Kesepakatan Oslo ‫ اتفاقية أوسلو‬atau yang sering disebut sebagai Declaration


of Principles (DOP) ‫ إعالن المبادئ‬diselenggarakan di Oslo, Norwegia pada tanggal
20 Agustus 1993. Dan menjadi peristiwa penting dalam sejarah Timur Tengah.192
Yang merupakan susulan dari perundingan sebelumnya, dan kali ini melibatkan
Palestina secara langsung.193 Perjanjian ini diresmikan dalam sebuah upacara di
Washington DC pada tanggal 13 September 1993 yang ditandatangani oleh
Mahmoud Abbas yang mewakili Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dengan
Menteri Luar Negeri Israel - Shimon Peres, serta Menteri Luar Negeri AS - Warren
Chistopher, dan Menteri Luar Negeri Rusia – Andrei Kozyrev. Penandatanganan
DOP itu disaksikan langsung oleh Pemimpin PLO Yasser Arafat, PM Israel Yitzhak
Rabin, dan Presiden AS Bill Clinton.194

Berikut isi dari kesepakatan yang telah ditandatangani pada perjanjian


Declaration of Principles (DOP):

191
Erfan Hardoko, “Konferensi Madrid dan Perdamaian Israel-Jordania”, Kompas.com…,
192
Trias Kuncahyono, Jalur Gaza, Tanah Terjanji…, h. 169.
193
Mohd Roslan, dkk, “Perjanjian Oslo: Kajian terhadap Proses Damai Konflik Arab-
Israel”, al-Tamaddun Bil, Vol. 10, No. 1, (2015). h. 1.
194
Trias Kuncahyono, Jalur Gaza, Tanah Terjanji…, h. 169.
62

 Menegaskan keinginan mereka untuk mencapai penyelesaian yang adil,


komprehensif, serta melakukan rekonsiliasi hubungan dalam proses politik
yang damai.
 Mengakui bahwa proses perdamaian yang baru telah dibuat, hubungan yang
baru juga telah dibentuk dan tidak dapat dibatalkan, untuk saling
mempertahankan dan melanjutkan proses perdamaian.
 Mengakui bahwa tujuan negosiasi proses perdamaian Timur Tengah adalah
untuk membangun Palestina Interim Self-Government Authority
(Pemerintahan sementara yang mandiri) di Jalur Gaza dan Jericho,
berdasarkan wilayah yang ditetapkan oleh Resolusi Dewan Keamanan 242
dan 338.195
 Menegaskan pengaturan rakyat agar tidak bertindak anarkis menentang
kesepakatan yang telah diatur pemerintah.196

Inti dari perjanjian itu adalah; mereka bertekat untuk mengakhiri


konfrontasi serta konsisten dalam mendukung langkah perdamaian, saling
menghargai dan menjaga keamanan, untuk mengakui hak hukum dan politik
bersama. Kesepakatan itu juga menjadi dasar pembentukan Otoritas Nasional
Palestina (ONP) yang bertanggung jawab atas pemerintahan di wilayahnya, karena
disebutkan adanya penarikan pasukan Israel dari wilayah Jalur Gaza dan Tepi
Barat. PLO secara resmi mengakui eksistensi Negara Israel, sementara Israel secara
resmi mengakui PLO sebagai wakil Palestina, dengan mengakuinya sebagai negara
tanpa kedaulatannya. Selanjutnya atas perjanjian ini, Israel mendapatkan
pengakuan dan diterima oleh dunia Arab;197 Mesir, Saudi Arabia, Emirat, dan
Yordania, mereka menyambut baik perjanjian itu. Dengan adanya “fatwa” dari
Mufti Mesir dan Saudi untuk mendukung perdamaian kedua negara tersebut.

195
Resolusi 242 tahun 1967 adalah resolusi yang menuntut Israel untuk segera menarik
mundur pasukannya dari seluruh wilayah yang didudukinya dalam Perang Enam Hari tahun 1967.
Dan Resolusi 338 tahun 1973 yang menegaskan kepada para pihak yang bersengketa untuk
menghentikan perang dan mematuhi Resolusi 242. (Lihat: Simela Victor Muhamad, Konflik Israil-
Palestina dan Prospek…, h. 8)
196
Baruch Kimmerling, The Palestinian People, (London: Harvard University Press,
2003), h.331-332.
197
Trias Kuncahyono, Jalur Gaza, Tanah Terjanji…, h. 170.
63

Setelah kekuasaan di wilayah pendudukan (Israel) dialihkan ke PLO, maka


sesuai perjanjian, PLO harus mengatasi segala aksi-aksi anti Israel.198 Akibatnya
keamanan pun diperketat, orang-orang Palestina yang ingin bepergian
meninggalkan Gaza untuk menuju ke wilayah Israel di mana tempat mereka bekerja
sebelumnya, mereka harus terlebih dahulu meminta izin kepada petugas keamanan
Israel. Mereka juga tidak di izinkan untuk bekerja di tempat kerja pada malam hari.
Karena begitu ketatnya peraturan, menjadikan jumlah pengangguran di Gaza
meningkat, dan juga turunnya penghasilan serta semakin banyaknya orang yang
hidup bergantung pada jatah makanan yang diberikan oleh lembaga-lembaga
bantuan internasional. Sebagai contoh UNRWA (UN Relife and Works Agency),
yang pada tahun 1980-an hanya memberikan bantuan pangan tak lebih dari 8.000
keluarga, namun pada pertengahan 1990-an harus memberikan bantuan pangan
sebanyak 120.000 keluarga Palestina di Gaza ketika proses kesepakatan Oslo
mencapai puncaknya.199

Perjanjian Oslo ini, memang menjadi tahapan penting dalam kronik


perdamaian Palestina-Israel, karena memuat rencana-rencana pembentukan negara
Palestina.200 Pasti ada pro dan kontra untuk penerimaannya dari rakyat (kedua belah
pihak). Akibat dari kesepakatan Oslo ini, nampak bahwa rakyat Israel juga belum
sepenuhnya mau berdamai dengan Palestina. Hal itu di buktikan dengan tragedi
terbunuhnya Yitzhak Rabin yang menjadi pelaku sejarah kesepakatan Oslo,201 ia
dibunuh oleh Yigar Amir, seorang Yahudi fanatik pada tahun 1995.202

Dari pihak PLO, juga terdapat kelompok yang kontra atau menentang
terhadap Perjanjian Oslo ini. Mereka datang dari kelompok nasionalis radikal yang
menuduh Arafat telah meninggalkan prinsip-prinsip kemerdekaan Palestina,
mereka termasuk PFLP (The Popular Front for the Liberation of Palestine) yang
dipimpin oleh George Habash dan PDF (Popular Democratic Front) yang dipimpin

198
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 85.
199
Trias Kuncahyono, Jalur Gaza, Tanah Terjanji…, h. 174.
200
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 100.
201
Agus Trilaksana, “Aspek Historis Peranan PBB dalam Penyelesaian Konflik Palestina-
Israel 1967-1995”, AVATARA, Vol. 4, No. 3, (2016), h. 909.
202
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 85.
64

oleh Nayef Hawatmeh. Namun pada akhirnya, Arafat berhasil mengatasi


permasalahan internalnya di tubuh PLO tersebut, dengan mengerahkan anggota
kelompok lainnya untuk mendukung kesepakatan dan keputusan Komite Eksekutif
yang dipimpinnya.203 Kemudian tantangan eksternal PLO datang dari militan
Hamas. Mereka menolak penyelesaian diplomasi dari Perjanjian Madrid dan Oslo.
Hamas berpandangan bahwa proyek normalisasi yang paling berbahaya adalah
proyek kesepakatan “Gaza–Jericho” atau perjanjian Oslo yang ditandatangani di
Washington 13 September 1993 antara Israel dengan pimpinan PLO.

Tanggapan Hamas terkait kesepakatan perjanjian Oslo adalah; (1)


Kesepakatan perjanjian tersebut akan mengakibatkan terhalangnya rakyat Palestina
untuk hidup di atas bumi dan tanah airnya sendiri. (2) Menuntut pimpinan pelaksana
di PLO agar mundur dari perundingan dengan Israel, mengundurkan diri dari
Perjanjian “Gaza – Jericho”, karena perjanjian tersebut mengancam eksistensi
bangsa kami di Palestina dan di luar Palestina. (3) Kami akan menghubungi negara-
negara Arab dan Islam yang terkait, dan menuntut mereka agar menarik diri dari
perundingan dan tidak menuruti konspirasi normalisasi hubungan dengan Israel,
dan berdiri bersama kami (rakyat Palestina), dalam menghadapi musuh dan proyek
Zionisme Israel.204

Pertentangan dari rakyat atau kelompok masyarakat kepada Palestina


ataupun Israel membuat peluang solusi damai dua negara semakin sulit terwujud.
Seruan PBB kepada kedua belah pihak terhadap rakyatnya untuk dapat meredakan
ketegangan dan menghindari aksi kekerasan serta tidak melakukan provokasi,
ditanggapi oleh banyak pihak sebagai imbauan yang bijak tetapi amat sulit
diwujudkan.205 Namun petentangan kelompok Hamas terhadap kebijakan PLO
merupakan hal yang wajar. Karena yang selama ini mendominasi politik Palestina
adalah PLO. Mereka bersaing untuk merebutkan hati rakyat Palestina. Hamas

203
Avi Shlaim, “The Rise and Fall of the Oslo Peace…, h. 249.
204
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 116.
205
Simela Victor Muhamad, Konflik Israil-Palestina dan Prospek…, h. 7.
65

merupakan kelompok yang mendukung perjuangan dengan perlawanan fisik seperti


dalam Intifadhah.206 Sedangkan organisasi PLO berjuangan dengan diplomasi.

Tujuan perang fisik atau militer (Hamas): Untuk mematahkan keinginan


musuh. Metode-metodenya: Pimpinan militer harus berpikir dalam istilah-istilah
yang pasti. Satu-satunya persoalan baginya adalah bagaimana memperoleh
kemenangan dan bagaimana menghindari kekalahan. Sedangkan tujuan politik atau
diplomasi (PLO): Untuk membelokkan, tidak untuk mematahkan keinginan pihak
yang lain sejauh diperlukan, agar dapat diselamatkannya kepentingan-kepentingan
utamanya sendiri tanpa melukai perasaan pihak-pihak lainnya. Metode-metodenya:
Jangan melangkah maju dengan menghancurkan hambatan-hambatan yang ada di
hadapan kita, tetapi mundurlah elakkan hambatan-hambatan dan adakan gerakan-
gerakan menghindar di sekitarnya, secara perlahan-lahan perlunak dan cairkan
melalui persuasi, negosiasi, dan sedikit tekanan.207

Maka dapat dipahami, kesulitan yang dihadapi rakyat Palestina dan


permasalahan kelompok Hamas di atas merupakan akibat dari langkah teori politik
PLO yaitu sedikit mengalah seperti kalah dan merugi dengan mengakui eksistensi
negara Israel.208 Tetapi akan mendapatkan hasil yang lebih baik dengan tujuan
politik yang telah direncanakan. Hasilnya adalah pada 5 Juli 1994 ONP (Otoritas
Nasional Palestina) ‫السلطة الوطنية الفلسطينية‬ diresmikan, yaitu Palestina baru di
wilayah Jalur Gaza dan Jericho (Tepi Barat) dan dilaksanakannya pemilu tahun
1996, dengan dilantiknya Yasser Arafat sebagai dewan legislatif sekaligus
menetapkannya sebagai ketua ONP atau presiden pertama Palestina.209Namun
sangat disayangkan Israel belakangan merubah sikap dan tidak menghargai apa
yang tersirat di perjanjian Oslo dan tidak mempedulikan resolusi-resolusi yang
dikeluarkan oleh Majlis Umum maupun Dewan Keamanan PBB. Sikap Israel itu

206
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 50.
207
Hans J. Morgenthau dkk, Politik antar Bangsa…, h.649-650.
208
Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan…, h. 114.
209
Faisal Assegaf, “Tumbal demokrasi Palestina”, AlBALAD.co- ,
http://albalad.co/buku/2015A2904/tumbal-demokrasi-palestina/ akses: Senin, 6 Maret 2017.
66

mendapat dukungan dari Amerika Serikat sebagai negara super power yang
mempunyai hak veto di PBB.210

C. Dampak dari Perjuangan Diplomasi

Perlu diketahui pada tanggal 22 November 1974 PLO secara resmi diakui
PBB sebagai satu-satunya wakil rakyat Palestina. Beberapa bulan yang lalu yaitu
pada bulan September 1974, Majlis Umum PBB menyetujui tanpa pemungutan
suara untuk memasukkan permasalahan Palestina – (untuk pertama kali sejak
terbentuknya Negara Israel) – sebagai tema tersendiri dalam agendanya, dan
kemudian mengundang Yasser Arafat Ketua PLO untuk ikut ambil bagian dalam
diskusi. Pada tanggal 13 November 1974, Yasser Arafat datang dan berpidato yang
menyerukan jalan diplomasi atau politik perdamaian sebagai agenda penyelesaian
masalah Israel-Palestina211 yang membuat PLO memperoleh dukungan dari PBB
sebagai entitas perjuangan rakyat Palestina dan diakuinya Palestina sebagai entitas
pengamat non-anggota yang diresmikan PBB pada 22 November 1974 (Resolusi
Sidang Umum no. 3237).

Tambahan peningkatan status Palestina di PBB setelah tahun 1974, terjadi


pada tahun 1988 setelah PLO memproklamasikan berdirinya Negara Palestina di
Aljir, ibukota Aljazair dengan bentuk negara Republik Parlementer, pengakuan de
facto yang diberikan berdasarkan fakta “bahwa pemerintahan di Palestina itu eksis”,
diyatakan oleh PBB melalui (Resolusi Sidang Umum no. 43/177).212 Kemudian
status Palestina ditingkatkan lagi dengan (Resolusi Sidang Umum no. 52/250)
diberikannya Palestina hak-hak dan privilege tambahan, termasuk hak untuk ikut
serta dalam perdebatan umum yang diadakan pada permulaan setiap sesi Sidang
Umum, hak untuk menjawab, hak untuk ikut mensponsori resolusi dan hak untuk

210
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 50.
211
Riza Sihbudi, “Palestina dalam Pandangan Imam Khomeini”, cetak. I, (Jakarta: Pustaka
Zahra, 2004), h. 21.
212
Anna Yulia Hartati, “Makna Pengakuan Palestina”, Suara Merdeka.com,
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/12/06/207751/10/Makna-Pengakuan
-Palestina akses: 8 Juni 2017
67

mengajukan keberatan atau pertanyaan yang berkaitan dengan pembicaraan dalam


rapat (points of order) khususnya menyangkut masalah-masalah Palestina dan
Timur Tengah.213

Kemudian sebagai dampak dari perjuangan diplomasi PLO yang


diperjuangkan oleh Mahmoud Abbas (pengganti Yasser Arafat sejak 2004) di PBB
tentang status Palestina:

1. Status Palestina di PBB

Meningkatnya status Palestina di PBB yang semula berstatus “entitas


pengamat non-anggota” kini menjadi “negara pengamat non-anggota” pada
kepemimpinan Mahmoud Abbas di PLO yaitu pada tanggal 29 November 2012
melalui Sidang Majelis Umum PBB di New York AS.214 Dalam pidato resminya ia
mengajukkan permohonan tentang "negara pengamat non-anggota" untuk
Palestina.215 Dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa tersebut
sebanyak 138 negara memberikan dukungan untuk Palestina, 9 menolak, dan 41
abstain. Para pionir pendukung rancangan resolusi itu ada 70 negara. Mereka antara
lain; Cina, Aljazair, Angola, Brasil, Kuba, Yordania, Kenya, Nigeria, Pakistan,
Peru, Qatar, Senegal, Afrika Selatan, Tajikistan, Vene zuela, dan Zimbabwe. Peta
kekuatan itu setidaknya menggambarkan keberhasilan diplomasi yang dipimpin
oleh pimpinan PLO Mahmoud Abbas.216 Dengan demikian, Palestina memiliki
status pengamat di PBB seperti Vatikan. Status ini menunjukkan bahwa masyarakat
internasional mengakui dan menyetujui PLO sebagai wakil keeksistensian negara
Palestina di PBB. Namun kedaulatan Palestina masih menjadi permasalahan yang
belum terselesaikan karena ketidak jelasan wilayah yang diklaimnya.217

213
Mawla Robbi, “Secercah Harapan di Negeri Palestina”, http://news.okezone.com/amp/
2012/12/08/367/729275/secercah-harapan-di-negeri-palestina akses: 10 Juni 2017.
214
Anna Yulia Hartati, “Makna Pengakuan Palestina…,
215
Hafidz Muftisany, “Abbas Surati Obama Minta Solusi Dua Negara”,
http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/12/10/18/mc2iec-abbas-
surati-obama-minta-solusi-dua-negara akses: 9 Juni 2017.
216
Dadan Kristanto, “Diplomasi Palestina Menjadi Negara Pengamat non-Anggota di
Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 2012” Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, h. 11-12.
217
Anna Yulia Hartati, “Makna Pengakuan Palestina…,
68

Keberhasilan Presiden Mahmoud Abbas dalam meningkatkan status


Palestina ini tak terlepas dari keseriusannya membangun lobi (diplomasi). Abbas
melakukan diplomasi ke negara-negara Eropa, di negara Eropa ia berpidato di
markas Uni Eropa di Strasbourg 2011 dan berkunjung ke negara-negara Eropa
lainnya untuk memperoleh dukungan. Dan hasil dari diplomasi yang dilakukan
Abas (Palestina pada Sidang Majlis Umum PBB 2012) berhasil didukung oleh 138
negara, perjuangan belum berakhir sampai Palestina diakui sebagai anggota penuh
PBB dan berdirinya sebuah negara yang berdaulat. Namun ini adalah langkah maju:
untuk Palestina yang meliputi Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem timur, sebuah
wilayah yang dikooptasi Israel dalam Perang 1967.218

2. Pengakuan negara-negara internasional terhadap Palestina

Upaya Palestina menjadi anggota penuh PBB adalah sebuah perjuangan


untuk kemerdekaan Palestina sebagai negara yang berdaulat. Berbagai perundingan
telah digelar baik antara Palestina dan Israel maupun melalui mediasi pihak ketiga.
Namun tampaknya belum memberikan hasil yang signifikan. Sehingga, pada tahun
2011 Palestina mengajukan proposal untuk diterima menjadi anggota penuh PBB
dengan tujuan meningkatkan posisi tawarnya dalam perundingan dengan Israel
sekaligus pengakuan de jure atas Palestina sebagai negara yang merdeka sesuai
batas teritorial yang di usung PBB 242. Namun pada 11 November 2011 diplomasi
palestina gagal untuk mendapatkan 9 (sembilan) suara anggota Dewan Keamanan
PBB sebagai syarat dukungan minimal diterimanya Palestina sebagai anggota
penuh PBB.219

Kegagalan karena kurangnya mendapat dukungan dari negara-negara


internasional di PBB pada proposal pengajuan anggota tetap 2011, membuat Abbas
mengintensifkan perjuangan diplomasi ke negara-negara Eropa, karena terdapat 5

218
Dadan Kristanto, “Diplomasi Palestina Menjadi Negara…, h. 9.
219
Demeiati Nur Kusumaningrum, “Diplomasi Palestina Untuk Merdeka dan Menjadi
Anggota Penuh PBB Tahun 2011”. https://www.slideshare.net/demeiati_n_kusumaningrum/
diplomasi-palestina-untuk-merdeka-dan-menjadi-anggota-penuh-pbb-tahun-2011 akses: 8 Juni
2017.
69

negara Eropa yang pada 2011 menyatakan “abstain” kelima negara itu adalah Italia,
Denmark, Swiss, Portugal, dan Georgia. Setelah dilakukan diplomasi, pada tahun
2012 dalam sidang Majlis Umum PBB kelima negara tersebut menyatakan
dukungan terhadap Palestina sebagai negara pengamat non anggota. Sementara itu,
ada tiga negara yang semula menyatakan “tidak” menjadi abstain, ketiga negara itu
adalah Jerman, Belanda, dan Lithuania. Satu negara Eropa yang bergeser secara
drastis adalah Swedia. Swedia pada 2011 tidak mendukung pengakuan terhadap
Palestina sebagai anggota PBB tapi pada tahun 2012 Swedia berubah total dengan
menyatakan “ya” saat Palestina mengajukan sebagai negara pengamat non anggota.
Peta itu menandakan keberhasilan diplomasi yang dilakukan Abbas di negara-
negara Eropa yang memberikan dukungan yang lebih besar pada upayanya untuk
Palestina diakui sebagai negara pengamat non-anggota di PBB.

Diplomasi juga dilakukan ke negara Timur Tengah di mana terjadi


perubahan peta politik di timur tengah yang semula menjadi sekutu Israel. Sikap
Turki yang mendukung penuh perjuangan Palestina menuju Negara berdaulat juga
menjadi point penting dan sangat menentukan. Mengingat Turki bersama Mesir dan
Yordania sebelumnya merupakan sekutu utama Israel di Timur Tengah. Namun
belakangan, ketiga negara tersebut mulai tidak suka dengan watak arogan Israel.
Namun Turki (yang baru) secara serius membangun dukungan untuk kemerdekaan
Palestina. Kemenangan Mursi menjadi presiden Mesir juga membawa perubahan
positif dalam perjuangan Palestina dengan dibukanya pintu perbatasan Raffah.
Diplomasi terhadap negara-negara tersebut dan membangun konsensus serta
melakukan konsolidasi dengan negara-negara di Timur Tengah terutama dengan
tiga negara tersebut diatas yang notabene memiliki peran strategis dalam percaturan
politik di Timur Tengah. Langkah ini sangat penting, karena ketika negara-negara
di Timur Tengah sudah terkonsolidasi secara baik dalam mendukung kemerdekaan
Palestina, maka akan mempermudah jalur diplomasi di level internasional.

Karena perkembangan konflik Palestina-Israel di dunia internasional sudah


mengalami pergeseran. Di mana banyak negara yang sebelumnya tak mendukung,
sekarang sudah mengubah persepsinya dan mendukung perjuangan Palestina
70

menuju negara berdaulat. Bahkan negara-negara raksasa di Eropa yang sebelumnya


banyak mendukung invasi Israel, sekarang mulai simpatik dan mendukung
perjuangan Palestina. Semua ini terjadi berkat gencarnya Palestina (PLO-Abbas)
dalam mendukung langkah diplomasi atau perundingan.

Sementara peta dukungan internasional untuk Israel kian menipis, bahkan


hanya sekutu abadinya saja (AS) yang masih setia mendukung Isreal saat ini. Ini
merupakan penanda bahwa perjuangan Palestina menuju merdeka direstui oleh
mayoritas negara anggota PBB. Tinggal bagaimana Palestina memanfaatkan
momentum ini untuk mengintensifkan diplomasi di tingkat internasional guna
menekan Israel dan Amerika menyetujui batas wilyah Palestina yang diajukan oleh
PLO.220

3. Dukungan Organisasi Internasional bagi Palestina

Pengakuan negara-negara tersebut terhadap Palestina, menjadikan Palestina


dapat melakukan hubungan kerjasama dalam berbagai aspek kehidupan demi
memenuhi kebutuhan dalam bernegara. Palestina telah bergabung dengan
Organisasi Kerjasama/ Konferensi Islam (OKI) atau ‫منظمة التعاون اإلسالمي‬
/Organization of Islamic Cooperation (OIC) sejak 1969 setelah terjadi serangan
pembakaran di Masjidilharam al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969. OKI ini
didirikan, untuk mewujudkan suatu kelembagaan yang menegaskan visi dan misi
dunia Islam mengenai apa yang dapat ditawarkan - di Negara-negara Islam - dengan
tujuan untuk menjaga kepentingan Palestina dan Al-Quds Al-Sharif ‫القدس الشريف‬
yang berfokus pada tujuan berikut:

 Mengerahkan segala upaya untuk mengakhiri pendudukan Israel atas


wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967, dan memperluas dukungan
aktif untuk hak rakyat Palestina atas penentuan nasib sendiri dan untuk
berdirinya negara merdeka dengan Al-Quds Al-Sharif sebagai ibukotanya.

220
Dadan Kristanto, “Diplomasi Palestina Menjadi Negara…, h. 9-10.
71

 Menjaga kesatuan Islam, mendukung solusi yang adil dan komprehensif


untuk masalah Palestina sesuai dengan resolusi OKI dan keputusan
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan legitimasi internasional.
 Menegaskan bahwa Al-Quds merupakan karakter dari umat Islam, untuk
menegakkan hak-hak Islam di Palestina, memberikan perlindungan bagi
warisan dan kesucian Al-Quds, dan mempertahankan identitas Arab-
Islamnya.
 Memberdayakan rakyat Palestina, mengkonsolidasikan perlawanan mereka
dan membela semua hak fundamental mereka: politik, sosial, sipil, ekonomi
dan budaya.
 Bekerja dengan masyarakat internasional untuk memaksa Israel mengakhiri
usaha permukimannya dan membongkar permukiman di dalam wilayah
Palestina.

OKI untuk mencapai hal-hal yang sudah dijelas di atas, menggunakan


beberapa strategi sebagai berikut:

I. Pelestarian kota Al-Quds Al-Sharif / Yerusalem sebagai isu penting bagi


OKI dan Umat Islam di forum internasional, melalui:

 Koordinasi terhadap negara-negara Anggota untuk terus mendukung


kebijakan-kebijakan terhadap Al-Quds sebagai isu sentral, dan
mengaktifkan resolusi konferensi yang berkaitan dengannya;
 Menegakkan legitimasi internasional, keputusan dan perannya dalam
kerangka politik, hak asasi manusia, dan hukum dalam setiap proses
tindakan di tingkat internasional mengenai Yerusalem.

II. Memberikan dukungan terhadap perkara Palestina dan Al-Quds Al Sharif,


dan membela mereka melalui:

 Mengutuk, mengekspos dan mempublikasikan perbuatan buruk Israel.


 Mempertahankan perkara Palestina dan Al-Quds, melakukan tekanan pada
forum internasional dan regional untuk mendukung perkara Al-Quds dan
mempertahankannya agar tetap menjadi perhatian utama.
72

 Bekerjasama dan berkoordinasi dengan institusi internasional terkait


dengan perkara Palestina.
 Dukungan politik untuk kepentingan Palestina melalui pengesahan dan
implementasi resolusi Konferensi Islam.
 Berkontribusi pada pelestarian karakter historis dan religius dari bangunan
dan lokasi yang ditargetkan, di Al-Quds.

III. Memberdayakan warga Palestina di Kota Al-Quds dan


mengkonsolidasikan perlawanan mereka melalui:

 Mendukung rencana pembangunan multi-sektoral Palestina di Al-Quds Al-


Sharif.
 Mempromosikan pembangunan dan terbentuknya organisasi-organisasi
perjuangan yang (bersifat tidak mengutamakan pemerolehan keuntungan)
berkelanjutan di Al-Quds Al-Sharif.
 Meningkatkan peluang ekonomi dan sosial bagi warga Palestina.
 Mengembangkan dan mendukung layanan kesehatan yang diberikan kepada
orang-orang Yerusalem dan menanggapi kebutuhan mereka.
 Mempromosikan untuk mendapatkan kesempatan akses pendidikan
berkualitas bagi orang-orang Palestina di Al-Quds.
 Memperluas sarana dan prasarana perumahan di Al-Quds.
 Meningkatkan kesadaran, lokal dan internasional, tentang pelanggaran
Israel di Palestina dan Al-Quds.
 Mempublikasikan karakter budaya Al-Qauds Al-Sharif dengan dimensi
historis, religius dan peradabannya.

IV. Tugas dan Tanggung Jawab: Departemen “Palestine and Al-Quds


Affairs” di dalam OKI ini memiliki tanggung jawab harian yang dapat disimpulkan
sebagai berikut:

 Tindak lanjut pengaturan dan persiapan resolusi, laporan dan dokumen


lainnya untuk pertemuan dan konferensi OKI di tingkat menteri dan
perwakilan, agar tetap mengenai Palestina dan memantau pelaksanaannya.
73

 Koordinasi antar lembaga negara-negara anggota OKI mengenai kegiatan


yang berkaitan dengan Palestina.
 Memfasilitasi dan mendukung pembangunan berkelanjutan di semua sektor
politik, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya dan perawatan kesehatan di
wilayah Palestina.
 Menjaga kontak diplomatik antar lembaga, pemimpin dunia dan tokoh-
tokoh yang berpengaruh secara internasional mengenai perkara Palestina.
 Bekerjasama dengan organisasi regional dan internasional untuk menggelar
acara bersama di Palestina dan Al-Quds Al-Sharif.
 Mengintensifkan upaya politik yang mendukung tribun nasional Palestina
dengan hak yang tidak dapat dicabut.
 Meningkatkan kesadaran melalui media tentang perkara Palestina dan
mengekspos pelanggaran Israel di dalam wilayah Palestina, khususnya di
Al-Quds.
 Mewakili Organisasi Kerjasama Islam dalam semua pertemuan dan forum
regional dan internasional.221

Dukungan OKI terhadap Palestina ditegaskan pada KTT LB (Konferensi


Tingkat Tinggi Luar Biasa) OKI ke-5 di Jakarta, 6-7 Maret 2016. Presiden
Indonesia Joko Widodo menjelaskan bahwa negara-negara Islam harus bersatu
untuk melawan aktivitas dan kebijakan ilegal Israel di wilayah pendudukan,
"Indonesia dan dunia Islam siap melakukan langkah-langkah konkret untuk terus
mendesak Israel mengakhiri penjajahannya atas Palestina, dan menghentikan
kesewenang-wenangan di Al-Quds Al-Sharif.

Jokowi mengajak seluruh negara peserta OKI untuk menjadi bagian dari
solusi, bukan bagian dari masalah. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Menteri
Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukry, menurutnya Israel telah merusak perdamaian
yang ada di Palestina, “Mesir mengutuk segala kegiatan yang dilakukan oleh Israel
di teritorialnya dan juga di West Bank”. Ia juga menambahkan agar negara-negara

221
Organisation of Islamic Cooperation (OIC), http://www.oic-oci.org/home/?lan=en
akses: 13 Juni 2017.
74

Timur Tengah, “Meskipun ada kompleksitas terkait dengan isu Palestina, tetapi isu
ini harus menjadi isu yang terdepan bagi negara-negara Arab untuk mendapatkan
solusi yang adil bagi Palestina”. Data terbaru yang diperlihatkan pada KTT LB OKI
ke-5 di Jakarta tentang keadaan rakyat Palestina yaitu empat juta pengungsi
Palestina ada di luar wilayahnya. Jumlah penduduk Palestina di Yerusalem terus
berkurang. Saat ini, hanya sekitar 36,8% penduduk Yerusalem yang merupakan
warga Palestina. Keadaan mereka pun tidak bias dibilang baik, 75% penduduk
Palestina hidup di bawah garis kemiskinan, hanya 41% anak-anak Palestina
bersekolah, dan 36% yang kesulitan memperoleh akses air bersih. Kemudian pada
akhir Konferensi ini disampaikan “Resolusi untuk mendukung Palestina adalah
tugas yang harus diselesaikan, maka perlu melakukan upaya untuk terus bekerja
bagi Palestina dan saudara-saudara Islam yang ada di sana”.

Presiden Mahmoud Abbas mengungkapkan penghargaan yang tinggi atas


upaya OKI menyeleggarakan KTT ini. Rakyat Palestina selama tujuh dekade
berada di bawah pendudukan Israel, dan ini merupakan pendudukan paling lama
dari manusia modern di dunia. Masyarakat Palestina membutuhkan dukungan dari
seluruh dunia, karena warga Palestina berhak menjalankan kehidupan yang damai
seperti warga dunia lainnya.222

Selain itu, Palestina juga diterima sebagai anggota UNESCO (United


Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) pada November 2011.
Tujuan Abbas bagi Palestina untuk ikut dalam organisasi ini adalah untuk
mendapatkan pengakuan dan dukungan dunia internasional terhadap status
Palestina di PBB. Palestina didukung oleh 107 negara dari 173 negara yang ikut
pemungutan suara, Prancis masuk dalam daftar negara yang setuju (Palestina masuk
jadi anggota UNESCO), berdampingan dengan negara-negara Arab, Afrika,
Amerika Latin, dan Asia. Israel, Amerika Serikat, Jerman, dan Kanada masuk
dalam daftar 14 negara yang menentang. Adapun Jepang dan Inggris masuk dalam

222
Humas Kemensetneg, “Negara Islam Perlu Bersatu Kedepankan Isu Palestina”,
Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, akses: Selasa, 6 Juni 2017
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=10984&Itemid=55
75

54 negara yang tidak memberi suara alias abstain. Diakuinya Palestina menjadi
anggota UNESCO merupakan keberhasilan langkah taktis yang dijalankan Otoritas
Palestina untuk mendapat pengakuan dunia internasional. Langkah diplomasi
selanjutnya adalah Palestina berusaha meningkatkan statusnya dari “entitas
pengamat” di PBB menjadi “negara pengamat" non anggota. Hal itu (diplomasi)
terbukti, efektif dengan diterimanya status negara pengamat non anggota bagi
palestina pada tahun 2012. Kemudian, Abbas mengeluarkan instruksi kepada
Kedutaan, Administrasi, dan negara-negara di luar Palestina di seluruh dunia untuk
menggunakan nama “Negara” dalam pergaulan diplomatik bukan lagi “Otoritas”
seperti yang biasa digunakan selama ini sejak perjanjian Oslo tahun 1993.223

Peningkatan status Palestina lainya yaitu dengan dikibarkannya bendera


Palestina di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Organisasi dunia itu
mengizinkan, melalui voting di Sidang Majelis PBB, di mana mayoritas negara-
negara anggotanya mendukung Palestina. "Dari resolusi yang diajukan Palestina
pada 9 September 2015 waktu setempat, didapati perolehan 119 negara anggota
PBB yang setuju, 8 lainnya menolak - termasuk Israel dan Amerika Serikat.
Kemudian 45 negara tak menentukan pilihan alias abstain - termasuk Inggris,
Jerman, Austria, Finlandia, Belanda, dan seterusnya" Pengibaran bendera Palestina
tidak hanya di satu tempat di markas besar PBB di New York saja melainkan
markas PBB di negara lain termasuk di Jenewa, Swiss, Wina, dan Austria.224

Sekali lagi, diplomasi akan kurang memiliki daya dorong psikologisnya,


ketika Hamas masih berjalan sendiri tanpa mendukung langkah PLO. Untuk itu,
rekonsiliasi merupakan langkah mutlak dan rasional untuk dilakukan. Ditengah
polarisasi yang tajam atara Hamas dan PLO, Mahmoud Abbas dengan PLO telah
sukses melakukan diplomasi di level internasional, apalagi kalau kedua kubu utama
ini bersinergi. Keberhasilan Palestina menjadi negara pengamat non-anggota di
PBB adalah babak baru yang malapangkan jalan Palestina menuju negara berdaulat.

223
Dadan Kristanto, “Diplomasi Palestina Menjadi Negara…, h. 16.
224
Tanti Yulianingsih, “Bendera Palestina Kini Berkibar di Markas PBB” Liputan 6, (2015)
http://global.liputan6.com/read/2315015/bendera-palestina-kini-berkibar-di-markas-pbb akses: 10
Juni 2017.
76

Untuk itu, kerja mendesak dari semua faksi perjuangan di Palestina saat ini adalah
berjuang untuk membangun rekonsiliasi dan konsolidasi dikalangan internal
Palestina sendiri yang harus segera diperbaiki.225

225
Dadan Kristanto, “Diplomasi Palestina Menjadi Negara…, h. 10.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah peneliti melakukan telaah terhadap konflik Israel-Palestina dan


perubahan perjuangan rakyatnya dengan organisasi PLO, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, perjuangan Palestina dengan diplomasi telah mendatangkan hasil


yang lebih baik dibandingkan dengan perlawanan fisik. Proses perubahan
perjuangan tersebut dilakukan pada masa kepemimpinan Yasser Arafat di PLO,
yang telah berhasil mengamandemen Piagam Nasional Palestina pada sidang PNC
tahun 1979, di mana ia diberi mandat untuk melakukan perjuangan dengan cara-
cara diplomasi dan berunding secara terang-terangan dengan Israel. Sedangkan
penyebab perubahan perjuangan di latar belakangi oleh gagalnya aksi-aksi
perlawanan fisik yang pernah diperjuangkan dan mengakibatkan jatuhnya banyak
korban dengan balasan yang lebih ofensif dari Israel. Serta adanya kecaman dunia
internasional, karena sasaran serangan bersenjata beralih dan ditujukan kepada
masyarakat sipil. Selain itu juga disebabkan adanya desakan dari beberapa negara;
Uni Soviet, Mesir, Yordania dan Arab Saudi yang mendukung langkah-langkah
diplomasi Palestina-Israel.

Ke dua, hasil dari kebijakan Arafat melakukan perjuangan diplomasi yaitu


terselenggaranya;

 Konferensi Madrid 1991; konferensi ini merupakan usaha pertama


masyarakat Internasional untuk memulai perundingan yang melibatkan
Israel dan Palestina serta negara-negara Arab, termasuk Syria, Lebanon, dan
Yordania. Tujuan dari konferensi ini lebih untuk membuka sebuah forum
dialog dari semua yang hadir dalam konferensi untuk menciptakan suatu
hubungan diplomatik. Kemudian salah satu dari hasil rangkaian
perundingan adalah terjadinya hubungan bilateral antara Israel dengan
Yordania, yang ditandatangani pada 26 Oktober 1994 di Lembah Areva oleh

77
78

PM Israel Yitzak Rabin dan PM Yordania Abdelsalam al-Majali. Isi dalam


perjanjian itu antara lain adalah Yordania dan Israel sepakat untuk
bekerjasama membantu para pengungsi, termasuk membentuk komite
empat negara (Israel, Yordania, Mesir, dan Palestina) agar para pengungsi
mendapatkan kelayakan sebagai rakyat pada umumnya di negara-negara
tersebut.

 Perjanjian Oslo 1993; diselenggarakan di Norwegia pada tanggal 20


Agustus, selanjutnya diresmikan dalam sebuah upacara di Washington DC
pada tanggal 13 September 1993. Dengan disepakatinya Declaration of
Principles (DOP) yang mengatur perdamaian antar kedua negara
berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 242, yaitu resolusi yang
menuntut Israel untuk segera menarik mundur pasukannya dari seluruh
wilayah yang didudukinya dalam Perang Enam Hari 1967. Dan Resolusi
338 yang menegaskan kepada para pihak yang bersengketa untuk
menghentikan peperangan serta akan segera dimulainya negosiasi-negosiasi
untuk menegakkan perdamaian. Perjanjian ini ditandatangani oleh
Mahmoud Abbas yang mewakili Organisasi Pembebasan Palestina (PLO)
dengan Menteri Luar Negeri Israel - Shimon Peres, serta Menteri Luar
Negeri AS - Warren Chistopher, dan Menteri Luar Negeri Rusia – Andrei
Kozyrev. Dan disaksikan langsung oleh Pemimpin PLO Yasser Arafat,
Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin, dan Presiden AS Bill Clinton.
Kesepakatan itu juga menjadi dasar pembentukan Otoritas Nasional
Palestina (ONP) 5 Juli 1994, yaitu Palestina baru di wilayah Jalur Gaza dan
Jericho (Tepi Barat) dan dilaksanakannya pemilu tahun 1996, dengan
dilantiknya Yasser Arafat sebagai dewan legislatif sekaligus
menetapkannya sebagai ketua ONP atau Presiden pertama Palestina.

Kemudian dampak dari perjuangan diplomasi adalah yang utama,


meningkatnya status Palestina di PBB dari “entitas” menjadi “negara” pengamat
non anggota dengan diakuinya Palestina sebagai negara oleh 138 negara anggota
Majlis Umum PBB pada 29 November 2012, Namun kedaulatannya masih menjadi
79

permasalahan yang belum terselesaikan karena ketidak jelasan wilayah yang


diklaimnya. Dan juga mendapatkan dukungan dari organissasi internasional seperti
OKI dan UNESCO, serta dikibarkannya bendera Palestina di marka besar PBB
pada September 2015.

B. Saran-Saran

Perjuangan PLO yang menjunjung tinggi nilai perdamaian membuat


sejumlah masyarakat internasional, khususnya Indonesia harus terus mendorong
proses perdamaian tersebut, baik melalui jalur diplomasi pemerintah atau dengan
kekuatan organisasi internasional. Usaha yang dilakukan Presiden Joko Widodo
pada Konferensi Tingkat Tinggi LB OKI ke-5 di Jakarta untuk membahas masalah-
masalah yang di hadapi rakyat Palestina perlu dilanjutkan. Selanjutnya Saran-saran
yang perlu penulis paparkan terkait dengan kajian yang telah penulis selesaikan ini,
besar harapan dapat menambah khasanah keilmuan, khususnya tentang politik
Timur Tengah (Palestina-Israel). Catatan yang lain yaitu:

1. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan, bagi penulis selanjutnya,


yang berkenaan dengan perkembangan Timur-Tengah, khususnya masalah
Israel-Palestina.
2. Penelitian berikutnya disarankan untuk lebih spesifik dengan mengambil
bidang tertentu sehingga fokus kajian dapat lebih mendalam.
3. Literatur untuk kajian Timur-Tengah yang tersedia di Perpustakaan Utama
dan Perpustakaan Fakultas masih sangat terbatas, khususnya yang
membahas Palestine Liberation Organization (PLO). Ada baiknya jika
dapat ditambahkan beberapa literatur, sehingga memudahkan Mahasiswa/
Mahasiswinya untuk mengkaji dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Abrar. “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi Pembebasan Palestina Tahun


1988”, Lontar, Vol. 8, No. 1, (2011).

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah, cet. ke-II, Jakarta: Logos


Wacana Ilmu, 1999.

Agestu, Ike. “OKI dan Cita-cita Kemerdekaan Palestina”, CNN Indonesia, (6


Maret 016),http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160303184215-
106-115202/oki-dan-cita-cita-kemerdekaan-palestina/ akses: 7 Juni 2017.

Ainul Arif, Qobidl. “Kemandulan Rezim Organisasi Kerjasama Islam Dalam


Perlindungan Terhadap Al-Aqsa”, Jurnal Review Politik, Vol. 05, No. 01,
(2015).

Anggoro, S. Damar. “Biografi Yasser Arafat Pemimpin Palestina”, Biografi


(Juli, 2014) http://www.biografi.id/2014/07/biografi-yasser-arafat-
pemimpin.html akses: 7 Juni 2017.

Anna, Yulia Hartati, “Makna Pengakuan Palestina”, Suara Merdeka.com,


http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/12/06/20775
1/10/Makna-Pengakuan-Palestina akses: 8 Juni 2017.

Armstrong, Karen. Jerusalem Satu Kota Tiga Iman, Surabaya: Risalah Gusti,
2009.

Assegaf, Faisal. “Tumbal demokrasi Palestina”, ALBALAD.co-,


http://albalad.co/buku/2015A2904/tumbal-demokrasi-palestina/ akses:
Senin, 6 Maret 2017,

Bahtiar, A. Tiar. Hamas Kenapa Dibenci Israel, Jakarta: Mizan, 2008.

Baskara, Nando. Gerilyawan-gerilyawan Militan Islam, cet. ke-I, Yogyakarta:


Narasi, 2009.

Basri, MS. Metodologi Penelitian Sejarah, Jakarta: Restu Agung, 2006.

Cassese, Antonio. “The Israel-PLO Agreement and Self-Determination”,


Department of Law, European University Institute, Florence,
www.ejil.org/pdfs/4/1/1219.pdf akses: 8 Juni 2017.

Dhanani, Gulshan. “PLO: Its Background and Activities”, Social Scientist, Vol.
10, No. 9, (1982), pp. 52-59, Accessed: 31-12-2015 04:31 UTC.

80
81

Fathoni, Ridho. “Peran Organisasi Konferensi Islam Terhadap Upaya


Kemerdekaan Negara Palestina (2008-2014), Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Ilmu
Hubungan Internasional https://text-id.123dok.com/document/9yno5e0q-
peran-organisasi-konferensi-islam-terhadap-upaya-kemerdekaan-negara-
palestina-tahun-2008-2014.html akses: 13 Juni 2017.

Fuhaidah, Ulya. “Analisis Peluang Kedaulatan Negara Palestina”, Jurnal


Review Politik, Vol. 02, No. 01, (2012).

Hamid, Rashid. “What is the PLO”, Journal of Palestine Studies, Vol. 4, No. 4,
(1975), pp. 90-109 Accessed: 31-12-2015 03:48 UTC.

Hardoko, Erfan. “Konferensi Madrid dan Perdamaian Israel-Jordania”,


Kompas.com, Selasa, 15 Juli 2014 akses: Rabu, 1 Februari 2017.

Hart, Alan. Arafat Teroris atau Pendamai, Penerjemah: Hasan Basari Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti, 1989.

Husein, Machnun. Prospek Perdamaian di Timur Tengah, cet. ke-I,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Mei 1995, Diterjemah dari: Prospects for
Peace in the Middle East: An Israeli-Palestinian Dialogue, New York:
United Nations, 1991.

Irwan Ariefyanto. “Hari ini di 1978 Israel dan Mesir Sepakati Perjanjian Camp
David”, Republika.co.id, (2017). http://www.republika.co.id/berita/
internasional/timur-tengah-13/09/17/mt8wvo-hari-ini-di-1978-israel-dan-
mesir-sepakati-perjanjian-camp-david akses: 8 Juni 2017.

Irawan MN, Aguk. Rahasia Dendam Israel; Jejak Berdarah Israel di Palestina
dan Dunia Arab, cet. ke-I Jakarta: Kinza Books, 2009.

Jewish Virtual Library http://www.jewishvirtuallibrary.org/text-of-the-balfour


-declaration akses: 8 Juni 2017.

Jewish Virtual Library, http://www.jewishvirtuallibrary.org/un-general-


assembly-resolution-67-19-november-2012 akses: 13 Juni 2017.

Jewish Virtual Library http://www.mfa.gov.il/mfa/aboutisrael/maps/pages


/1947%20un %20partition%20plan.aspx akses: 13 Juni 2017.

Jmcc (Jerusalem Media & Communication Center), http://www.jmcc.org/


Documentsandmaps.aspx?id=392 akses: 13 Juni 2017.

Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia “Negara Islam Perlu


Bersatu Kedepankan Isu Palestina”, http://www.setneg.go.id/index.php?
82

option=com_content&task=view&id=10984&Itemid=55 akses: Selasa, 6


Juni 2017.

Kimmerling, Baruch. The Palestinian People, London: Harvard University


Press, 2003.

Kristanto, Dadan. “Diplomasi Palestina Menjadi Negara Pengamat non-


Anggota di Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 2012” Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.

Kumoro, Bawono. Hamas Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel,


cet. ke-I, Bandung: Mizan, 2009.

Kuncahyono, Trias. Jalur Gaza, Tanah Terjanji, Intifada, dan Pembersihan


Etnis, Jakarta: Kompas, 2009.

Kuncahyono, Trias. Yerusalem 33 Imperium Romanium, Kota Para Nabi, Dan


Tragedi di Tanah Suci, Jakarta: Kompas, 2011.

Kurniawan, Hendra. “Stabilitas Kawasan Timur Tengah dan Peluang


Kerjasama Dalam Frame TPS-OIC” Makalah ini dipresentasikan pada
Seminar “Upaya Meningkatkan Investasi dan Kerjasama antara Indonesia
dan Timur Tengah dan OKI”, yang diselenggarakan oleh Kantor Utusan
Presiden Republik Indonesia untuk Timur Tengah & OKI, 5 Desember 2016
di Hotel Millenium Jakarta Pusat.

Kusumaningrum, N. Demeiati. “Diplomasi Palestina Untuk Merdeka dan


Menjadi Anggota Penuh PBB Tahun 2011”.
https://www.slideshare.net/demeiati_n_kusumaningrum/diplomasi-
palestina-untuk-merdeka-dan-menjadi-anggota-penuh-pbb-tahun-2011
akses: 8 Juni 2017.

M.S, Muhsin. Palestina Sejarah Perkembangan dan Konspirasi, Jakarta: Gema


Insani, 2002.

Morgenthau, J. Hans. Morgenthau dkk, Politik antar Bangsa, Penerjemah S.


Maimoen dkk, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia 2010.

Muchsin, A. Misri. “Palestina Dan Israel: Sejarah, Konflik dan Masa Depan”,
MIQOT, Vol. XXXIX, No. 2, (2015).

Muftisany, Hafidz. “Abbas Surati Obama Minta Solusi Dua Negara”,


http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/palestina-
israel/12/10/18/mc2iec-abbas-surati-obama-minta-solusi-dua-negara akses:
9 Juni 2017.
83

Mutiara Dewi Ita, dkk. “Gerakan Rakyat Palestina Dari Deklarasi Negara
Israel Sampai Terbentuknya Negara Palestina”, Laporan Penelitian
Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Univ. Negeri Yogyakarta 2008.

Nursya'bani, Fira. “Sejarah Hari Ini: Yordania-Palestina Sepakati Perjanjian


Damai Perang Saudara”, http://internasional.republika.co.id/berita/
internasional/selarung-waktu/16/09/26-oe492p366-sejarah-hari-ini-
yordaniapalestina-sepakati-perjanjian-damai-perang-saudara akses: 7 Juni
2017.

Organisation of Islamic Cooperation (OIC), http://www.oic-oci.org


/home/?lan=en akses: 13 Juni 2017.

Pape, Ilan. Pembersihan Etnis Palestina, Jakarta: Kompas Gramedia, 2009.

Pranoto, W. Suhartono. Teory dan Metodologi Sejarah, cet. ke-I


Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Rachman, F. Dikry, dkk. Gerakan Intifadah Pertama Rakyat Palestina,


http://www.academia.edu/28584224 akses: Sabtu, 3 Juni 2017.

Rahmatullah, “Peran Amerika Serikat dalam Menciptakan Perdamaian dan


Penyelesaian Konflik Israel dan Palestina”, WIDYA, Vol. 3, No. 1, (2015).

Rashid, Zainur, dkk. Palestin Meniti Rentetan Sejarah, Selangor: Taawun


Medi Resources, 2004.

Robbi, Mawla. “Secercah Harapan di Negeri Palestina”,


http://news.okezone.com/amp/2012/12/08/367/729275/secercah-harapan-
di-negeri-palestina akses: 10 Juni 2017.

Rodriguez, Fernando. “The 1991 Madrid Peace Conference: U.S. Efforts


Towards Lasting Peace in the Middle East Between Israel and its
Neighbors”, University of New Orleans, (2011),
http://scholarworks.uno.edu/td h. 36-44.

Roslan, Mohd, dkk. “Perjanjian Oslo: Kajian terhadap Proses Damai Konflik
Arab-Israel”, al-Tamaddun Bil, Vol. 10 No.1, (2015).

Rubenberg, A. Cheryl, “The Civilian Infrastructure of the Palestine Liberation


Organization: An Analysis of the PLO in, Lebanon Until June 1982”,
Journal of Palestine Studies, Vol. 12, No. 3 (1983), pp. 54-78 Accessed: 31-
12-2015 03:49 UTC.

Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Negara Islam Perlu Bersatu


Kedepankan Isu Palestina” http://www.setneg.go.id akses: 7 Juni 2017.
84

Setiawan, Rana. “Yasser Arafat Simbol Persatuan Palestina”, MINA-Mi’raj


Islamic News Agency, (November, 2014), http://mirajnews.com/
2014/11/yasser-arafat-simbol-persatuan-palestina.html akses: 7 Juni 2017.

Shlaim, Avi. The Rise and Fall of the Oslo Peace Process,
http://users.ox.ac.uk/~ssfc0005/The_Rise_and_Fall_of_the_Oslo_Peace_h
tml akses: Kamis, 2 Februari 2017.

Sihbudi, Riza. “Palestina dalam Pandangan Imam Khomeini”, cetak. I, Jakarta:


Pustaka Zahra, 2004.

Taylor, R. Alan. “The PLO in Inter-Arab Politics”, Journal of Palestine Studies,


Vol. 11, No. 2 (1982), pp. 70-81 Accessed: 31-12-2015 04:38 UTC.

“The PNC: Historical Background”, Journal of Palestine Studies, Vol. 16, No.
4, (1987), pp. 149-152, Accessed: 31-12-2015 04:38 UTC.

Trilaksana, “Aspek Historis Peranan PBB dalam Penyelesaian Konflik


Palestina-Israel 1967-1995”, AVATARA, Vol. 4, No. 3, (2016).

Victor, Simela Muhamad. “Konflik Israil-Palestina dan Prospek


Perdamaiannya”, Jakarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan
Informasi, 2009.

Wibowo, Hanafi. “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan Palestina menjadi


Negara Merdeka (1920-1848),” Al-Turas, Vol. 20, No. 2, (2014).

Yulianingsih, Tanti. “Bendera Palestina Kini Berkibar di Markas PBB” Liputan


6, (2015) http://global.liputan6.com/read/2315015/bendera-palestina-kini-
berkibar-di-markas-pbb akses: 10 Juni 2017.

Yunita, K. Elin. “Presiden Mesir Anwar Sadat Diberondong Peluru 6-10-1981”,


http://global.liputan6.com/read/2114381/6-10-1981-presiden-mesir-anwar-
sadat-diberondong-peluru akses: Sabtu, 3 Juni 2017.

United Nation, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/7F0AF2BD8


97689B7852 56C330061D253 akses: 13 Juni 2017.

________, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/7D35E1F729DF49
1C85256EE700686136 akses: 13 Juni 2017.

________, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/7FB7C26FCBE80
A31852560C50065F878 akses: 13 Juni 2017.
85

________, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/146E6838D505833
F852560D600471E25 akses: 13 Juni 2017.

________, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/025974039ACFB17
1852560DE00548BBE akses: 13 Juni 2017.

________, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/512BAA69B5A327
94852560DE0054B9B2 akses: 13 Juni 2017.

________, https://unispal.un.org/DPA/DPR/UNISPAL.NSF/cf02d057b04d35
6385256ddb006dc02f/b08a2e4d1fde5cec85256b98006e752f?OpenDocum
ent akses: 13 Juni 2017.

________, https://archives.un.org/sites/archives.un.org/files/files/Finding%20
Aids/2015Finding_Aids/AG-057.pdf akses: 13 Juni 2017.
DAFTAR LAMPIRAN

Teks Deklarasi Balfour * 226

Foreign Office
November 2nd, 1917

Dear Lord Rothschild,

I have much pleasure in conveying to you. on behalf of His


Majesty's Government, the following declaration of sympathy with
Jewish Zionist aspirations which has been submitted to, and approved
by, the Cabinet

His Majesty's Government view with favour the establishment


in Palestine of a national home for the Jewish people, and will use their
best endeavors to facilitate the achievement of this object, it being
clearly understood that nothing shall be done which may prejudice the
civil and religious rights of existing non-Jewish communities in
Palestine or the rights and political status enjoyed by Jews in any other
country.

I should be grateful if you would bring this declaration to the


knowledge of the Zionist Federation.

Yours,

Arthur James Balfour

 Jewish Virtual Library http://www.jewishvirtuallibrary.org/text-of-the-balfour-


declaration akses: 8 Juni 2017.

86
87

Resolution 181 (II) *


227

A/RES/181(II)
29 November 1947
A
The General Assembly,

Having met in special session at the request of the mandatory Power to constitute
and instruct a special committee to prepare for the consideration of the question of
the future government of Palestine at the second regular session;

Having constituted a Special Committee and instructed it to investigate all questions


and issues relevant to the problem of Palestine, and to prepare proposals for the
solution of the problem, and

Having received and examined the report of the Special Committee (document
A/364) including a number of unanimous recommendations and a plan of partition
with economic union approved by the majority of the Special Committee,

Considers that the present situation in Palestine is one which is likely to impair the
general welfare and friendly relations among nations;

Takes note of the declaration by the mandatory Power that it plans to complete its
evacuation of Palestine by 1 August 1948;

Recommends to the United Kingdom, as the mandatory Power for Palestine, and to
all other Members of the United Nations the adoption and implementation, with
regard to the future government of Palestine, of the Plan of Partition with Economic
Union set out below;

Requests that

(a) The Security Council take the necessary measures as provided for in the plan
for its implementation;

(b) The Security Council consider, if circumstances during the transitional period
require such consideration, whether the situation in Palestine constitutes a threat to

 United Nation https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/7F0AF2BD897689B7852


56C330061D253 akses: 13 Juni 2017.
88

the peace. If it decides that such a threat exists, and in order to maintain international
peace and security, the Security Council should supplement the authorization of the
General Assembly by taking measures, under Articles 39 and 41 of the Charter, to
empower the United Nations Commission, as provided in this resolution, to exercise
in Palestine the functions which are assigned to it by this resolution;

(c) The Security Council determine as a threat to the peace, breach of the peace or
act of aggression, in accordance with Article 39 of the Charter, any attempt to alter
by force the settlement envisaged by this resolution;

(d) The Trusteeship Council be informed of the responsibilities envisaged for it in


this plan;

Calls upon the inhabitants of Palestine to take such steps as may be necessary on
their part to put this plan into effect;

Appeals to all Governments and all peoples to refrain from taking action which
might hamper or delay the carrying out of these recommendations, and

Authorizes the Secretary-General to reimburse travel and subsistence expenses of


the members of the Commission referred to in Part I, Section B, paragraph 1 below,
on such basis and in such form as he may determine most appropriate in the
circumstances, and to provide the Commission with the necessary staff to assist in
carrying out the functions assigned to the Commission by the General Assembly.

The General Assembly

Authorizes the Secretary-General to draw from the Working Capital Fund a sum
not to exceed $2,000,000 for the purposes set forth in the last paragraph of the
resolution on the future government of Palestine.

Hundred and twenty-eighth plenary meeting


29 November 1947
[At its hundred and twenty-eighth plenary meeting on 29 November 1947 the
General Assembly, in accordance with the terms of the above resolution [181 A],
elected the following members of the United Nations Commission on
Palestine: Bolivia, Czechoslovakia, Denmark, Panama and Philippines.
89

*
Resolution 242 228

of 22 November 1967
S/RES/242 (1967)

The Security Council,

Expressing its continuing concern with the grave situation in the Middle East,

Emphasizing the inadmissibility of the acquisition of territory by war and the need
to work for a just and lasting peace in which every State in the area can live in
security,

Emphasizing further that all Member States in their acceptance of the Charter of the
United Nations have undertaken a commitment to act in accordance with Article 2
of the Charter,

1. Affirms that the fulfilment of Charter principles requires the establishment of a


just and lasting peace in the Middle East which should include the application of
both the following principles:
i. Withdrawal of Israel armed forces from territories occupied in the recent
conflict;
ii. Termination of all claims or states of belligerency and respect for and
acknowledgment of the sovereignty, territorial integrity and political
independence of every State in the area and their right to live in peace within
secure and recognized boundaries free from threats or acts of force;

2. Affirms further the necessity


a) For guaranteeing freedom of navigation through international waterways in
the area;
b) For achieving a just settlement of the refugee problem;
c) For guaranteeing the territorial inviolability and political independence of
every State in the area, through measures including the establishment of
demilitarized zones;

 United Nation, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/7D35E1F729DF4


91C85256EE700686136 akses: 13 Juni 2017
90

3. Requests the Secretary-General to designate a Special Representative to proceed


to the Middle East to establish and maintain contacts with the States concerned in
order to promote agreement and assist efforts to achieve a peaceful and accepted
settlement in accordance with the provisions and principles in this resolution;

4. Requests the Secretary-General to report to the Security Council on the progress


of the efforts of the Special Representative as soon as possible.

Adopted unanimously at the 1382nd meeting.


91

Resolution 338*
of 22 October 1973

The Security Council


1. Calls upon all parties to the present fighting to cease all firing and terminate all
military activity immediately, no later than 12 hours after the moment of the
adoption of this decision, in the positions they now occupy;
2. Calls upon the parties concerned to start immediately after the cease-fire the
implementation of Security Council resolution 242 (1967) in all of its parts;
3. Decides that, immediately and concurrently with the cease-fire, negotiations shall
start between the parties concerned under appropriate auspices aimed at
establishing a just and durable peace in the Middle East.

Adopted at the 1747th meeting


by 14 votes to none.

 United Nation, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/7FB7C26FCBE80A3


1852560C50065F878 akses: 13 Juni 2017.
92

Question of Palestine 43/177*

The General Assembly,

Having considered the item entitled "Question of Palestine",

Recalling its resolution 181 (II) of 29 November 1947, in which, inter alia, it called
for the establishment of an Arab State and a Jewish State in Palestine,

Mindful of the special responsibility of the United Nations to achieve a just solution
to the question of Palestine,

Aware of the proclamation of the State of Palestine by the Palestine National


Council in line with General Assembly resolution 181 (II) and in exercise of the
inalienable rights of the Palestinian people,

Affirming the urgent need to achieve a just and comprehensive settlement in the
Middle East which, inter alia, provides for peaceful coexistence for all States in the
region,

Recalling its resolution 3237 (XXIX) of 22 November 1974 on the observer status
for the Palestine Liberation Organization and subsequent relevant resolutions,

1. Acknowledges the proclamation of the State of Palestine by the Palestine National


Council on 15 November 1988;

2. Affirms the need to enable the Palestinian people to exercise their sovereignty
over their territory occupied since 1967;

3. Decides that, effective as of 15 December 1988, the designation "Palestine"


should be used in place of the designation "Palestine Liberation Organization" in
the United Nations system, without prejudice to the observer status and functions
of the Palestine Liberation Organization within the United Nations system, in
conformity with relevant United Nations resolutions and practice;

4. Requests the Secretary-General to take the necessary action to implement the


present resolution.

 United Nation, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/146E6838D505833F8


52560D600471E25 akses: 13 Juni 2017.
93

***

RECORDED VOTE ON RESOLUTION 43/177: 104-2-36

In favour: Afghanistan, Albania, Algeria, Angola, Argentina, Bahrain, Bangladesh,


Benin, Bolivia, Botswana, Brazil, Brunei Darussalam, Bulgaria, Burkina Faso,
Burma, Burundi, Byelorussia, Cape Verde, Chad, China, Colombia, Comoros,
Cuba, Cyprus, Czechoslovakia, Democratic Kampuchea, Democratic Yemen,
Djibouti, Ecuador, Egypt, Equatorial Guinea, Ethiopia, Gabon, Gambia, German
Democratic Republic, Ghana, Guinea, Guinea-Bissau, Guyana, Haiti, Hungary,
India, Indonesia, Iran, Iraq, Jordan, Kenya, Kuwait, Lao People's Democratic
Republic, Lebanon, Libya, Madagascar, Malaysia, Maldives, Mali, Malta,
Mauritania, Mauritius, Mexico, Mongolia, Morocco, Mozambique, Nicaragua,
Niger, Nigeria, Oman, Pakistan, Panama, Papua New Guinea, Peru, Philippines,
Poland, Qatar, Romania, Rwanda, Saint Lucia, Saint Vincent and the Grenadines,
Samoa, Sao Tome and Principe, Saudi Arabia, Senegal, Seychelles, Sierra Leone,
Singapore, Somalia, Sri Lanka, Sudan, Suriname, Swaziland, Syria, Thailand,
Togo, Tunisia, Turkey, Uganda, Ukraine, USSR, United Arab Emirates, United
Republic of Tanzania, Vanuatu, Viet Nam, Yemen, Yugoslavia, Zambia,
Zimbabwe.

Against: Israel, United States.

Abstentions: Antigua and Barbuda, Australia, Austria, Bahamas, Barbados,


Belgium, Bhutan, Canada, Central African Republic, Costa Rica, Côte d'Ivoire,
Denmark, Finland, France, Federal Republic of Germany, Greece, Iceland, Ireland,
Italy, Japan, Lesotho, Liberia, Luxembourg, Malawi, Nepal, Netherlands, New
Zealand, Norway, Portugal, Spain, Sweden, Trinidad and Tobago, United
Kingdom, Uruguay, Venezuela, Zaire.

Absent: Belize, Cameroon, Chile, Congo, Dominica, Dominican Republic, El


Salvador, Fiji, Grenada, Guatemala, Honduras, Jamaica, Paraguay, Saint Kitts and
Nevis, Solomon Islands.

IRAN ANNOUNCED THAT IT WAS NOT PARTICIPATING IN THE VOTE.


94

Question of Palestine 3236 (XXIX) *

The General Assembly,


Having considered the question of Palestine,
Having heard the statement of the Palestine Liberation Organization, the
representative of the Palestinian people,
Having also heard other statements made during the debate,
Deeply concerned that no just solution to the problem of Palestine has yet been
achieved and recognizing that the problem of Palestine continues to endanger
international peace and security,
Recognizing that the Palestinian people is entitled to self-determination in
accordance with the Charter of the United Nations,
Expressing its grave concern that the Palestinian people has been prevented from
enjoying its inalienable rights, in particular its right to self-determination,
Guided by the purposes and principles of the Charter,
Recalling its relevant resolutions which affirm the right of the Palestinian people to
self-determination,
1. Reaffirms the inalienable rights of the Palestinian people in Palestine, including:
(a) The right to self-determination without external interference;
(b) The right to national independence and sovereignty;

2. Reaffirms also the inalienable right of the Palestinians to return to their homes
and property from which they have been displaced and uprooted, and calls for their
return;
3. Emphasizes that full respect for and the realization of these inalienable rights of
the Palestinian people are indispensable for the solution of the question of Palestine;
4. Recognizes that the Palestinian people is a principal party in the establishment of
a just and lasting peace in the Middle East;

 United Nation, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/025974039ACFB17


1852560DE00548BBE akses: 13 Juni 2017.
95

5. Further recognizes the right of the Palestinian people to regain its rights by all
means in accordance with the purposes and principles of the Charter of the United
Nations;
6. Appeals to all States and international organizations to extend their support to the
Palestinian people in its struggle to restore its rights, in accordance with the Charter;
7. Requests the Secretary-General to establish contacts with the Palestine Liberation
Organization on all matters concerning the question of Palestine;
8. Requests the Secretary-General to report to the General Assembly at its thirtieth
session on the implementation of the present resolution;
9. Decides to include the item entitled "Question of Palestine" in the provisional
agenda of its thirtieth session.
96

Observer status for the Palestine Liberation Organization 3237 (XXIX)*

The General Assembly,

Having considered the question of Palestine,

Taking into consideration the universality of the United Nations prescribed in the
Charter,

Recalling its resolution 3102 (XXVIII) of 12 December 1973,

Taking into account Economic and Social Council resolutions 1835 (LVI) of 14
May 1974 and 1840 (LVI) of 15 May 1974,

Noting that the Diplomatic Conference on the Reaffirmation and Development of


International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflicts, the World
Population Conference and the World Food Conference have in effect invited the
Palestine Liberation Organization to participate in their respective deliberations,

Noting also that the Third United Nations Conference on the Law of the Sea has
invited the Palestine Liberation Organization to participate in its deliberations as an
observer,

1. Invites the Palestine Liberation Organization to participate in the sessions and the
work of the General Assembly in the capacity of observer;

2. Invites the Palestine Liberation Organization to participate in the sessions and the
work of all international conferences convened under the auspices of the General
Assembly in the capacity of observer;

3. Considers that the Palestine Liberation Organization is entitled to participate as


an observer in the sessions and the work of all international conferences convened
under the auspices of other organs of the United Nations;

4. Requests the Secretary-General to take the necessary steps for the


implementation of the present resolution.

 United Nation, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/512BAA69B5A327948


52560DE0054B9B2 akses: 13 Juni 2017.
97

*
UN General Assembly Resolutions: Resolution 67/19
(29 November 2012)

The General Assembly,

Guided by the purposes and principles of the United Nations Charter, and stressing
in this regard the principle of equal rights and self-determination of peoples,

Recalling its resolution 2625 (XXV) of 24 October 1970, affirming, inter alia, the
duty of every State to promote through joint and separate action realization of the
principle of equal rights and self-determination of peoples;

Stressing the importance of maintaining and strengthening international peace


founded upon freedom, equality, justice and respect for fundamental human rights;

Recalling its resolution 181 (II) of 29 November 1947;

Reaffirming the Charter principle of the inadmissibility of the acquisition of


territory by force;

Reaffirming relevant Security Council resolutions, including, inter alia, resolutions


242 (1967), 338 (1973), 446 (1979), 478 (1980), 1397 (2002), 1515 (2003) and
1850 (2008);

Reaffirming the applicability of the Geneva Convention relative to the Protection


of Civilian Persons in Time of War, of 12 August 1949, to the Occupied Palestinian

 Jewish Virtual Library, http://www.jewishvirtuallibrary.org/un-general-assembly-


resolution-67-19-november-2012 akses: 13 Juni 2017.
98

Territory, including East Jerusalem, including, inter alia, with regard to the
matter of prisoners;

Reaffirming its resolution 3236 (XXIX) of 22 November 1974, and all relevant
resolutions, including resolution 66/146 of 19 December 2011, reaffirming the right
of the Palestinian people to self-determination, including the right to their
independent State of Palestine;

Reaffirming its resolution 43/176 of 15 December 1988, resolution 66/17 of 30


November 2011, and all relevant resolutions regarding the “Peaceful Settlement of
the Question of Palestine”, which, inter alia, stress the need for (a) the withdrawal
of Israel from the Palestinian territory occupied since 1967, including East
Jerusalem; (b) the realization of the inalienable rights of the Palestinian people,
primarily the right to self-determination and the right to their independent State; (c)
a just resolution of the problem of the Palestine refugees in conformity with
resolution 194 (III) of 11 December 1948; and (d) the complete cessation of all
Israeli settlement activities in the Occupied Palestinian Territory, including East
Jerusalem;

Reaffirming also its resolution 66/18 of 30 November 2011 and all relevant
resolutions regarding the status of Jerusalem, bearing in mind that the annexation
of East Jerusalem is not recognized by the international community, and
emphasizing the need for a way to be found through negotiations to resolve the
status of Jerusalem as the capital of two States;

Recalling the advisory opinion of the International Court of Justice of 9 July 2004;

Reaffirming its resolution 58/292 of 6 May 2004, affirming, inter alia, that the status
of the Palestinian territory occupied since 1967, including East Jerusalem, remains
one of military occupation, and that in accordance with international law and
relevant United Nations resolutions, the Palestinian people have the right to self-
determination and to sovereignty over their territory;

Recalling its resolutions 3210 (XXIX) of 14 October 1974 and 3237 (XXIX) of 22
November 1974, by which, respectively, the Palestine Liberation Organization was
invited to participate in the deliberations of the General Assembly as the
representative of the Palestinian people and was granted observer status;

Recalling also its resolution 43/177 of 15 December 1988, by which it, inter alia,
acknowledged the proclamation of the State of Palestine by the Palestine National
Council on 15 November 1988, and decided that the designation “Palestine” should
be used in place of the designation “Palestine Liberation Organization” in the
United Nations system, without prejudice to the observer status and functions of the
Palestine Liberation Organization within the United Nations system;
99

Taking into consideration that the Executive Committee of the Palestine Liberation
Organization, in accordance with a decision by the Palestine National Council, is
entrusted with the powers and responsibilities of the Provisional Government of the
State of Palestine;

Recalling its resolution 52/250 of 7 July 1998, by which additional rights and
privileges were accorded toPalestine in its capacity as observer;

Recalling the Arab Peace Initiative adopted in March 2002 by the League of Arab
States;

Reaffirming its commitment, in accordance with international law, to the two-State


solution of an independent, sovereign, democratic, viable and contiguous State of
Palestine living side by side with Israel in peace and security on the basis of the pre-
1967 borders;

Bearing in mind the mutual recognition of 9 September 1993 between the


Government of the State of Israel and the Palestine Liberation Organization, the
representative of the Palestinian people;

Affirming the right of all States in the region to live in peace within secure and
internationally recognized borders;

Commending the Palestinian National Authority’s 2009 plan for constructing the
institutions of an independent Palestinian State within a two-year period,
and welcoming the positive assessments in this regard about readiness for Statehood
by the World Bank, the United Nations and the International Monetary Fund and as
reflected in the Ad Hoc Liaison Committee Chair Conclusions of April 2011 and
subsequent Chair Conclusions, which determined that the Palestinian Authority is
above the threshold for a functioning State in key sectors studied;

Recognizing that full membership is enjoyed by Palestine in the United Nations


Educational, Scientific and Cultural Organization, the Economic and Social
Commission for Western Asia, and the Group of Asian States and is also a full
member as in the League of Arab States, the Non-Aligned Movement, the
Organization of Islamic Cooperation and the Group of 77 and China;

Recognizing that, to date, 132 States Members of the United Nations have
accorded recognition to the State of Palestine;

Taking note of the 11 November 2011 report of the Security Council Committee on
the Admission of New Members;

Stressing the permanent responsibility of the United Nations towards the question
of Palestine until it is satisfactorily resolved in all its aspects;
100

Reaffirming the principle of universality of membership of the United Nations;

Reaffirms the right of the Palestinian people to self-determination and to


independence in their State of Palestine on the Palestinian Territoryoccupied
since 1967;

Decides to accord to Palestine Non-member Observer State status in the United


Nations, without prejudice to the acquired rights, privileges and role of the
Palestine Liberation Organization in the United Nationsas the representative of the
Palestinian people, in accordance with the relevant resolutions and practice;

Expresses the hope that the Security Council will consider favorably the application
submitted on 23 September 2011 by the State of Palestine for admission to full
membership in the United Nations;

Affirms its determination to contribute to the achievement of the inalienable rights


of the Palestinian people and the attainment of a peaceful settlement in the Middle
East that ends the occupation that began in 1967 and fulfills the vision of two States,
an independent, sovereign, democratic, contiguous and viable State of Palestine,
living side by side in peace and security with Israel, on the basis of the pre-1967
borders;

Expresses the urgent need for the resumption and acceleration of negotiations
within the Middle East peace process, based on the relevant United Nations
resolutions, the Madrid terms of reference, including the principle of land for peace,
the Arab Peace Initiative and the Quartet Roadmap, for the achievement of a just,
lasting and comprehensive peace settlement between the Palestinian and Israeli
sides that resolves all outstanding core issues, namely the Palestine refugees,
Jerusalem, settlements, borders, security and water;

Urges all States and the specialized agencies and organizations of the United
Nations system to continue to support and assist the Palestinian people in the early
realization of their right to self-determination, independence and freedom;

Requests the Secretary-General to take the necessary measures to implement the


present resolution and to report to the Assembly within three months on progress
made in this regard.
101

Declaration of Principles*
on Interim Self-Government Arrangements
Washington DC, 13 September 1993

Contents

* Declaration of Principles on Interim Self-Government Arrangements


* Annex I: Protocol on the Mode and Conditions of Elections
* Annex II: Protocol on Withdrawal of Israeli Forces from the Gaza Strip and
Jericho Area
* Annex III: Protocol on Israeli-Palestinian Cooperation in Economic and
Development Programs
* Annex IV: Protocol on Israeli-Palestinian Cooperation Concerning Regional
Development Programs
* Agreed Minutes to the Declaration of Principles on Interim Self-
Government Arrangements
* Exchanged Letters

Declaration of Principles

The Government of the State of Israel and the P.L.O. team (in the Jordanian-
Palestinian delegation to the Middle East Peace Conference) (the "Palestinian
Delegation"), representing the Palestinian people, agree that it is time to put an
end to decades of confrontation and conflict, recognize their mutual legitimate
and political rights, and strive to live in peaceful coexistence and mutual dignity
and security and achieve a just, lasting and comprehensive peace settlement and
historic reconciliation through the agreed political process.

Accordingly, the two sides agree to the following principles:

Article I: AIM OF THE NEGOTIATIONS

The aim of the Israeli-Palestinian negotiations within the current Middle East
peace process is, among other things, to establish a Palestinian Interim Self-
Government Authority, the elected Council (the "Council"), for the Palestinian
people in the West Bank and the Gaza Strip, for a transitional period not
exceeding five years, leading to a permanent settlement based on Security
Council Resolution 242 and 338.

It is understood that the interim arrangements are an integral part of the whole
peace process and that the negotiations on the permanent status will lead to the
implementation of Security Council Resolutions 242 and 338.

 Jmcc (Jerusalem Media & Communication Center), http://www.jmcc.org/


Documentsandmaps.aspx?id=392 akses: 13 Juni 2017.
102

Article II: Framework for the Interim Period

The agreed framework for the interim period is set forth in this Declaration of
Principles.

Article III: ELECTIONS

1. In order that the Palestinian people in the West Bank and Gaza Strip may
govern themselves according to democratic principles, direct, free and general
political elections will be held for the Council under agreed supervision and
international observation, while the Palestinian police will ensure public order.
2. An agreement will be concluded on the exact mode and conditions of the
elections in accordance with the protocol attached as Annex I, with the goal of
holding the elections not later than nine months after the entry into force of this
Declarations of Principles.
3. These elections will constitute a significant interim preparatory step toward
the realization of the legitimate rights of the Palestinian people and their just
requirements.

Article IV: Jurisdiction

Jurisdiction of the Council will cover West Bank and Gaza Strip territory, except
for issues that will be negotiated in the permanent status negotiations. The two
sides view the West Bank and the Gaza Strip as a single territorial unit, whose
integrity will be preserved during the interim period.

Article V: Transitional period and permanent status negotiations

The five-year transitional period will begin upon the withdrawal from the Gaza
Strip and Jericho area.

1. Permanent status negotiations will commence as soon as possible, but not


later than the beginning of the third year of the interim period, between the
Government of Israel and the Palestinian people representatives.
2. It is understood that these negotiations shall cover remaining issues,
including: Jerusalem, refugees, settlements, security arrangements, borders,
relations and cooperation with other neighbors, and other issues of common
interest.
3. The two parties agree that the outcome of the permanent status negotiations
should not be prejudiced or preempted by agreements reached for the interim
period.

Article VI: Preparatory transfer of powers and responsibilities


103

Upon the entry into force of this Declaration of Principles and the withdrawal
from the Gaza Strip and the Jericho area, a transfer of authority from the Israeli
military government and its Civil Administration to the authorized Palestinians
for this task, as detailed herein, will commence. This transfer of authority will
be of a preparatory nature until the inauguration of the Council.

1. Immediately after the entry into force of this Declaration of Principles and
the withdrawal from the Gaza Strip and Jericho area, with the view to promoting
economic development in the West Bank and Gaza Strip, authority will be
transferred to the Palestinians on the following spheres: education and culture,
health, Social welfare, direct taxation, and tourism. The Palestinian side will
commence in building the Palestinian police force, as agreed upon. Pending the
inauguration of the Council, the two parties may negotiate the transfer of
additional powers and responsibilities, as agreed upon.

Article VII: Interim Agreement

The Israeli and Palestinian delegations will negotiate an agreement on the


interim period (the "Interim Agreement").

1. The Interim Agreement shall specify, among other things, the structure of
the Council, the number of its members, and the transfer of powers and
responsibilities from the Israeli military government and its Civil Administration
to the Council. The Interim Agreement shall also specify the Council‘s executive
authority, legislative authority in accordance with Article IX below, and the
independent Palestinian judicial organs.
2. The Interim Agreement shall include arrangements, to be implemented upon
the inauguration of the Council, for the assumption by the Council of all of the
powers and responsibilities transferred previously in accordance with Article VI
above.
3. In order to enable the Council to promote economic growth, upon its
inauguration, the Council will establish, among other things, a Palestinian
Electricity Authority, a Gaza Sea Port Authority, a Palestinian Development
Bank, a Palestinian

Export Promotion Board, a Palestinian Environmental Authority, a Palestinian


Land Authority and a Palestinian Water Administration Authority, and any other
Authorities agreed upon, in accordance with the Interim Agreement that will
specify their powers and responsibilities.

5. After the inauguration of the Council, the Civil Administration will be


dissolved, and the Israeli military government will be withdrawn.

Article VIII: Public order and security


104

In order to guarantee public order and internal security for the Palestinians of
the West Bank and the Gaza Strip, the Council will establish a strong police
force, while Israel will continue to carry the responsibility for overall security of
Israelis for the purpose of safeguarding their internal security and public order.

Article IX: Laws and military orders

The Council will be empowered to legislate, in accordance with the Interim


Agreement, within all authorities transferred to it.

1. Both parties will review jointly laws and military orders presently in force
in remaining spheres.

Article X: Joint Israeli-Palestinian liaison committee

In order to provide for a smooth implementation of this Declaration of Principles


and any subsequent agreements pertaining to the interim period, upon the entry
into force of this Declaration of Principles, a Joint Israeli-Palestinian Liaison
Committee will be established in order to deal with issues requiring
coordination, other issues of common interest, and disputes.

Article XI: Israeli-Palestinian cooperation in economic fields

Recognizing the mutual benefit of cooperation in promoting the development of


the West Bank, the Gaza Strip and Israel, upon the entry into force of this
Declaration of Principles, an Israeli-Palestinian Economic Cooperation
Committee will be established in order to develop and implement in a
cooperative manner the programs identified in the protocols attached as Annex
III and Annex IV.

Article XII: Liaison and cooperation with Jordan and Egypt

The two parties will invite the Governments of Jordan and Egypt to participate
in establishing further liaison and cooperation arrangements between the
Government of Israel and the Palestinian representatives, on the one hand, and
the Government of Jordan and Egypt, on the other hand, to promote cooperation
between them. These arrangements will include the constitution of a Continuing
Committee that will decide by agreement on the modalities of admission of
persons displaced from the West Bank and Gaza Strip in 1967, together with
necessary measures to prevent disruption and disorder. Other matters of
common concern will be dealt with by this Committee.

Article XIII: Redeployment of Israeli forces


105

1. After the entry into force of this Declaration of Principles, and not later than
the eve of elections for the Council, a redeployment of Israeli military forces in
the West Bank and the Gaza Strip will take place, in addition to withdrawal of
Israeli forces carried out in accordance with Article XIV.
2. In redeploying its military forces, Israel will be guided by the principle that
its military forces should be redeployed outside populated areas.
3. Further redeployments to specified locations will be gradually implemented
commensurate with the assumption of responsibility for public order and internal
security by the Palestinian police force pursuant to Article VIII above.

Article XIV: Israeli withdrawal from the Gaza Strip and Jericho Area

Israel will withdraw from the Gaza Strip and Jericho area, as detailed in the
protocol attached as Annex II.

Article XV: Resolution of disputes

1. Disputes arising out of the application or interpretation of this Declaration


of Principles, or any subsequent agreement pertaining to the interim period, shall
be resolved by negotiations through the Joint Liaison Committee to be
established pursuant to Article X above.
2. Disputes which cannot be settled by negotiations may be resolved by a
mechanism of conciliation to be agreed upon by the parties.
3. The parties may agree to submit to arbitration disputes relating to the interim
period, which cannot be settled through conciliation. To this end, upon the
agreement of both parties, the parties will establish an Arbitration Committee.

Article XVI: Israeli-Palestinian cooperation concerning regional programs

Both parties view the multilateral working groups as an appropriate instrument


for promoting a "Marshal Plan," the regional programs and other programs,
including special programs for the West Bank and Gaza Strip, as indicated in the
protocol attached as Annex IV.

Article XVII: Miscellaneous provisions

1. This Declaration of Principles will enter into force one month after its
signing.
2. All protocols annexed to this Declaration of Principles and Agreed Minutes
pertaining thereto shall be regarded as an integral part hereof.

Done at Washington, D.C., this thirteenth day of September, 1993.


For the Government of Israel: [Shimon Perez]
For the P.L.O.: [Mahmoud Abbas]
Witnessed by:
106

The United States of America: [Warren Christopher]


The Russian Federation: [Andrei Kozyrev]

Annex I

Protocol on the mode and conditions of elections

1. Palestinians of Jerusalem who live there will have the right to participate in
the election process, according to an agreement between the two sides.
2. In addition, the election agreement should cover, among other things, the
following issues:
* The system of elections;
* the mode of the agreed supervision and international observation and
their personal composition; and
* rules and regulations regarding election campaign, including agreed
arrangements for the organizing of mass media, and the possibility of licensing
a broadcasting and TV station.
3. The future status of displaced Palestinians who were registered on 4th June
1967 will not be prejudiced because they are unable to participate in the election
process due to practical reasons.

Annex II

Protocol on withdrawal of Israeli forces from the Gaza Strip and Jericho Area

1. The two sides will conclude and sign within two months from the date of
entry into force of this Declaration of Principles, an agreement on the withdrawal
of Israeli military forces form the Gaza Strip and Jericho area. This agreement
will include comprehensive arrangements to apply in the Gaza Strip and the
Jericho area subsequent to the Israeli withdrawal.
2. Israel will implement an accelerated and scheduled withdrawal of Israeli
military forces from the Gaza Strip and Jericho area, beginning immediately
with the signing of the agreement on the Gaza Strip and Jericho area and to be
completed within period not exceeding four months after the signing of this
agreement.
3. The above agreement will include, among other things:

* Arrangements for a smooth and peaceful transfer of authority from the


Israeli military government and its Civil Administration to the Palestinian
representatives.
* Structure, powers and responsibilities of the Palestinian authority in
these areas, except: external security, settlements, Israelis, foreign relations, and
other mutually agreed matters.
* Arrangements for the assumption of internal security and public order
by the Palestinian police force consisting of police officers recruited locally and
107

from abroad (holding Jordanian passports and Palestinian documents issued by


Egypt). Those who will participate in the Palestinian police force coming from
abroad should be trained as police and police officers.
* A temporary international or foreign presence, as agreed upon.
* Establishment of a joint Palestinian-Israeli Coordination and
Cooperation Committee for mutual security purposes.
* An economic development and stabilization program, including the
establishment of an Emergency Fund, to encourage foreign investment, and
financial and economic support. Both sides will coordinate and cooperate jointly
and unilaterally with regional and international parties to support these aims.
* Arrangements for a safe passage for persons and transportation between
Gaza Strip and Jericho area.
1. The above agreement will include arrangements for coordination between
both parties regarding passages:
a. Gaza--Egypt; and
b. Jericho--Jordan.

2. The offices responsible for carrying out the powers and responsibilities of
the Palestinian authority under this Annex II and Article VI of the Declaration
of Principles will be located in the Gaza Strip and in the Jericho area pending
the inauguration of the Council.
3. Other than these agreed arrangements, the status of the Gaza Strip and
Jericho area will continue to be an integral part of the West Bank and Gaza Strip,
and will not be changed in the interim period.

Annex III

Protocol on Israeli-Palestinian Cooperation in economic and development


programs

The two sides agree to establish an Israeli-Palestinian Continuing Committee for


Economic Cooperation, focusing, among other things, on the following:

1. Cooperation in the field of water, including a Water Development Program


prepared by experts from both sides, which will also specify the mode of
cooperation in the management of water resources in the West Bank and Gaza
Strip, and will include proposals for studies and plans on water rights of each
party, as well as on the equitable utilization of joint water resources for
implementation in and beyond the interim period.
2. Cooperation in the field of electricity, including an Electricity Development
Program, which will also specify the mode of cooperation for the production,
maintenance, purchase and sale of electricity resources.
3. Cooperation in the field of energy, including an Energy Development
Program, which will provide for the exploitation of oil and gas for industrial
purposes, particularly in the Gaza Strip and in the Negev, and will encourage
108

further joint exploitation of other energy resources. This Program may also
provide for the construction of a Petrochemical industrial complex in the Gaza
Strip and the construction of oil and gas pipelines.
4. Cooperation in the field of finance, including a Financial Development and
Action Program for the encouragement of international investment in the West
Bank and the Gaza Strip, and in Israel, as well as the establishment of a
Palestinian Development Bank.
5. Cooperation in the field of transport and communications, including a
Program, which will define guidelines for the establishment of a Gaza Sea Port
Area, and will provide for the establishing of transport and communications lines
to and from the West Bank and the Gaza Strip to Israel and to other countries.
In addition, this Program will provide for carrying out the necessary construction
of roads, railways, communications lines, etc.
6. Cooperation in the field of trade, including studies, and Trade Promotion
Programs,which will encourage local, regional and inter-regional trade, as well
as a feasibility study of creating free trade zones in the Gaza Strip and in Israel,
mutual access to these zones, and cooperation in other areas related to trade and
commerce.
7. Cooperation in the field of industry, including Industrial Development
Programs, which will provide for the establishment of joint Israeli-Palestinian
Industrial Research and Development Centers, will promote Palestinian-Israeli
joint ventures, and provide guidelines for cooperation in the textile, food,
pharmaceutical, electronics, diamonds, computer and science-based industries.
8. A program for cooperation in, and regulation of, labor relations and
cooperation in social welfare issues.
9. A Human Resources Development and Cooperation Plan, providing for
joint Israeli-Palestinian workshops and seminars, and for the establishment of
joint vocational training centers, research institutes and data banks.
10. An Environmental Protection Plan, providing for joint and/or coordinated
measures in this sphere.
11. A program for developing coordination and cooperation in the field of
communication and media.
12. Any other programs of mutual interest.

Annex IV

Protocol on Israeli-Palestinian cooperation concerning regional development


programs

1. The two sides will cooperate in the context of the multilateral peace efforts
in promoting a Development Program for the region, including the West Bank
and the Gaza Strip, to be initiated by the G-7. The parties will request the G-7 to
seek the participation in this program of other interested states, such as members
of the Organization for Economic Cooperation and Development, regional Arab
states and institutions, as well as members of the private sector.
109

2. The Development Program will consist of two elements:

* An Economic Development Program for the West Bank and the Gaza
Strip.
* A Regional Economic Development Program.

A. The Economic Development Program for the West Bank and the Gaza
Strip will consist of the following elements:
1. A Social Rehabilitation Program, including a Housing and Construction
Program.
2. A Small and Medium Business Development Plan.
3. An Infrastructure Development Program (water, electricity,
transportation and communications, etc.).
4. A Human Resources Plan.
5. Other programs.

B. The Regional Economic Development Program may consist of the


following elements:
1. The establishment of a Middle East Development Fund, as a first step,
and a Middle East Development Bank, as a second step.
2. The development of a joint Israeli-Palestinian-Jordanian Plan for
coordinated exploitation of the Dead Sea area.
3. The Mediterranean Sea (Gaza) - Dead Sea Canal.
4. Regional Desalinization and other water development projects.
5. A regional plan for agriculture development, including a coordinated
regional effort for the prevention of desertification.
6. Interconnection of electricity grids.
7. Regional cooperation for the transfer, distribution and industrial
exploitation of gas, oil and other energy resources.
8. A regional Tourism, Transportation and Telecommunications
Development Plan.
9. Regional cooperation in other spheres.

1. The two sides encourage the multilateral working groups, and will
coordinate towards their success. The two parties will encourage intersession
activities, as well as pre-feasibility and feasibility studies, within the various
multilateral working groups.

Agreed minutes to the declaration of principles on interim self-government


arrangements

A. General understandings and agreements

Any powers and responsibilities transferred to the Palestinians pursuant to the


Declaration of Principles prior to the inauguration of the Council will be subject
110

to the same principles pertaining to Article IV, as set out in these Agreed Minutes
below.

B. Specific understandings and agreements

Article IV

It is understood that:

1. Jurisdiction of the Council will cover West Bank and Gaza Strip territory,
except for issues that will be negotiated in the permanent status negotiations:
Jerusalem, settlements, military locations, and Israelis.
2. The Council‘s jurisdiction will apply with regard to the agreed powers,
responsibilities, spheres and authorities transferred to it.

Article VI(2)

It is agreed that the transfer of authority will be as follows:

1. The Palestinian side will inform the Israeli side of the names of the
authorized Palestinians who will assume the powers, authorities and
responsibilities that will be transferred to the Palestinians according to the
Declaration of Principles in the following fields: education and culture, health,
social welfare, direct taxation, tourism, and any other authorities agreed upon.
2. It is understood that the rights and obligations of these offices will not be
affected.
3. Each of the spheres described above will continue to enjoy existing
budgetary allocations in accordance with arrangements to be mutually agreed
upon. These arrangements also will provide for the necessary adjustments
required in order to take into account the taxes collected by the direct taxation
office.
4. Upon the execution of the Declaration of Principles, the Israeli and
Palestinian delegations will immediately commence negotiations on a detailed
plan for the transfer of authority on the above offices in accordance with the
above understandings.

Article VII(2)

The Interim Agreement will also include arrangements for coordination and
cooperation.

Article VII(5)

The withdrawal of the military government will not prevent Israel from
exercising the powers and responsibilities not transferred to the Council.
111

Article VIII

It is understood that the Interim Agreement will include arrangements for


cooperation and coordination between the two parties in this regard. It is also
agreed that the transfer of powers and responsibilities to the Palestinian police
will be accomplished in a phased manner, as agreed in the Interim Agreement.

Article X

It is agreed that, upon the entry into force of the Declaration of Principles, the
Israeli and Palestinian delegations will exchange the names of the individuals
designated by them s members of the Joint Israeli-Palestinian Liaison
Committee. It is further agreed that each side will have an equal number of
members in the Joint Committee. The Joint Committee will reach decisions by
agreements. The Joint Committee may add other technicians and experts, as
necessary. The Joint Committee will decide on the frequency and place or places
of its meetings.

ANNEX II

It is understood that, subsequent to the Israel withdrawal, Israel will continue to


be responsible for external security, and for internal security and public order of
settlements and Israelis. Israeli military forces and civilians may continue to use
roads freely within the Gaza Strip and the Jericho area.

Done at Washington, D.C., this thirteenth day of September, 1993.


For the Government of Israel: [Shimon Perez]
For the P.L.O: [Mahmoud Abbas]
Witnessed by:
The United States of America: [Warren Christopher]
The Russian Federation: [Andrei Kozyrev]
112

Pidato Pembukaan KTT LB OKI ke-5


Presiden Joko Widodo*

Negara Islam Perlu Bersatu Kedepankan Isu Palestina


Senin, 07 Maret 2016
Pada pidato pembukaan KTT LB OKI ke-5

Presiden Joko Widodo kembali menyerukan, bahwa negara-negara Islam harus


bersatu untuk melawan aktivitas dan kebijakan ilegal Israel di wilayah pendudukan,
"Indonesia dan dunia Islam siap melakukan langkah-langkah konkret untuk terus
mendesak Israel mengakhiri penjajahannya atas Palestina, dan menghentikan
kesewenang-wenangan di Al-Quds Al-Sharif". Jokowi mengajak seluruh negara
peserta OKI untuk menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah (7/3).
A.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukry,
menurutnya Israel telah merusak perdamaian yang ada di Palestina, Mesir
mengutuk segala kegiatan yang dilakukan oleh Israel di teritori tersebut dan juga di
West Bank. Ia juga menambahkan agar Negara-negara Timur Tengah, meskipun
ada kompleksitas terkait dengan isu Palestina, tetapi isu ini harus menjadi isu yang
terdepan bagi Negara-negara Arab untuk mendapatkan solusi yang adil bagi
Palestina.
A.
Saat ini empat juta pengungsi Palestina ada di luar wilayahnya. Jumlah penduduk
Palestina di Yerusalem terus berkurang. Saat ini, terdata hanya sekitar 36,8%
penduduk Yerusalem yang merupakan warga Palestina. Keadaan mereka pun tidak
bias dibilang baik, 75% penduduk Palestina hidup dibawah garis kemiskinan, hanya
41% anak-anak Palestina bersekolah, dan 36% yang kesulitan memperoleh akses
air bersih.
A.
Palestina Kini
A.
Presiden Palestina mengungkapkan penghargaan yang tinggi atas upaya OKI yang
ingin menyeleggarakan KTT ini. Rakyat Palestina selama tujuh dekade berada di
bawah pendudukan Israel, dan ini merupakan pendudukan paling lama dari manusia

 Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Negara Islam Perlu Bersatu Kedepankan Isu
Palestina” http://www.setneg.go.id akses: 7 Juni 2017
113

modern di dunia. Masyarakat Palestina membutuhkan dukungan dari seluruh dunia,


karena warga Palestina berhak menjalankan kehidupan yang damai seperti warga
dunia lainnya.
A.
Situs suci baik situs Islam dan Kristen mengalami kerusakan yang parah, ada
kebijakan destruktrif dan isolasi yang dilakukan Israel. Selain itu, Israel semakin
memperburuk keadaan warga Palestina dengan memberlakukan pajak yang tinggi,
tidak memperbolehkan kepemilikan gedung, dan menghancurkan rumah-rumah,
dan Israel berusaha mengubah konflik ini menjadi konflik agama.
A.
Resolusi mendukung Al-Quds adalah tugas yang harus diselesaikan, maka perlu
melakukan upaya untuk terus bekerja bagi Palestina dan saudara-saudara Islam
yang ada di sana.
(Humas Kemensetneg)
114

UN Partition Plan (1947)*

 Jewish Virtual Library http://www.mfa.gov.il/mfa/aboutisrael/maps/pages/1947%20un


%20partition%20plan.aspx akses: 13 Juni 2017
115

Territories Occupied By Israel Since June 1967*

 United Nation, https://unispal.un.org/DPA/DPR/UNISPAL.NSF/cf02d057b04d35638525


6ddb006dc02f/b08a2e4d1fde5cec85256b98006e752f?OpenDocument akses: 13 Juni 2017
116

United Nations Special Committee on Palestine (UNSCOP)*

 United Nations, https://archives.un.org/sites/archives.un.org/files/files/Finding%20


Aids/2015_Finding_Aids/AG-057.pdf akses: 13 Juni 2017.
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137

Anda mungkin juga menyukai