MENURUT SUKARNO
Skripsi
Agus Juliyanto
11170331000005
NIM : 11170331000005
Agus Juliyanto
NIM 11170331000005
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi
Oleh:
Agus Juliyanto
NIM. 11170331000005
Pembimbing
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Sidang Munaqasyah,
Pembimbing,
iii
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan kuasa-
Nya yang telah diberikan kepada kita semua. Sholawat serta salam senantiasa
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta kepada keluarga,
sahabat dan para pengikutnya yang telah memberi cahaya terang ke seluruh
penjuru dunia melalui penyebaran agama Islam.
Tentu, dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang dilibatkan dalam
proses penulisan skripsi ini. Penulis mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari
berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena
itu, penulis haturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah sangat
membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis sampaikan terima kasih
yang mendalam kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., selaku Rektor
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.
Yusuf Rahman, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, dan segenap
civitas akademika Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu kelancaran administrasi
dan birokrasi.
2. Dra. Tien Rohmatin, M.A., selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat
Islam, Dra. Banun Binaningrum, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Aqidah
dan Filsafat Islam dan juga jajarannya yang telah membantu penulisan
dalam mengurus segala keperluan untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Aktobi Ghozali, M.A., selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah
menasehati dari semester awal hingga akhir.
v
4. Drs. Agus Darmaji, M.Fils., selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dan menasehati dengan setulus hati dalam memberi masukan
serta arahan yang baik kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir atau skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang tidak bisa penulis sebut namanya satu
per satu. Semoga ilmu yang telah diajarkan kepada penulis dapat
diamalkan dan semoga kelak mendapat balasan dari Allah SWT.
6. Al-Habib Juni Wiraatmaja bin Muslih, selaku ayah sekaligus guru dan
penyemangat selama penulis hidup hingga akhirnya penulis bisa
menyelesaikan studi Strata Satu (S1) ini. Tak lupa, Ibu tercinta Seriah binti
Khairullah yang selalu memberikan semangat dan do’a restunya kepada
penulis.
7. Keluarga tercinta, Bapak Abdullah Hendrid Suko Prastyono dan Ibu Puji
Lestari, selaku Ayah dan Ibu angkat penulis yang selalu memberi motivasi
dan dukungan agar penulis mampu menyelesaikan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi dan berprestasi.
8. Ust. Akhmad Zaenudin, S.Ag., dan Ibu Wardiyatun selaku Orang Tua
sekaligus pengasuh di Yayasan Cinta Yatim dan Dhuafa yang selalu
membimbing dan memberi dukungan selama penulis melaksanakan
pendidikan S1 hingga lulus.
9. Yayasan Cinta Yatim dan Dhuafa, Yayasan Qalbu Walisongo Indonesia,
dan para Pembina serta seluruh Pengurus Yayasan yang telah memberi
dukungan, motivasi dan do’a selama penulis melaksanakan pendidikan S1
hingga lulus.
10. Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) baik para pengurus ataupun
para pendiri, yang mendo’akan serta memotivasi penulis agar segera
menyelesaikan skripsinya.
11. Teman-teman redaktur Jurnal Filsafat Paradigma Jurusan Aqidah dan
Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu.
vi
Terima kasih sudah memberi dukungan, diskusi bersama dan membagi
pengalamannya kepada penulis agar penulis cepat menyelesaikan
skripsinya.
12. Teman-teman Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam angkatan 2017, serta
kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu
dalam proses pengerjaan skripsi ini.
Agus Juliyanto
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Vokal Panjang
viii
DAFTAR ISI
ix
B. Filosofi Lambang Bintang Tunggal .......................................... 54
C. Filosofi Lambang Rantai Emas ................................................. 56
D. Filosofi Lambang Pohon Beringin ............................................ 58
E. Filosofi Lambang Kepala Banteng ........................................... 61
F. Filosofi Lambang Padi dan Kapas ............................................ 63
BAB V PENUTUP ............................................................................... 66
A. Kesimpulan ............................................................................... 66
B. Saran .......................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 69
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
4 Ahmad Rofi’ Usmani. Ensiklopedia Tokoh Muslim. (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2015).
h. 579
5 Jakob Oetama. Berpikir Ulang tentang Keindonesiaan. (Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara. 2002). h. 245
6 Soekarno. Dibawah Bendera Revolusi. Jilid II, Cet. Kedua. (Djakarta: Di Bawah Bendera
Revolusi. 1965). h. 3
7 Soekarno. Filsafat Pancasila menurut Bung Karno. (Jakarta: Media Pressindo. 2019).
Cet. 4. h. 44
8 Soekarno. Pokok-pokok Ajaran Marhaenisme menurut Bung Karno. (Jakarta: Media
9 Riyanto. “Pancasila Dasar Negara Indonesia.” Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun
ke-37 No. 3 Juli-September. 2007. h. 464
10 Kumpulan Pidato BPUPKI. Lahirnya Pancasila. (Jakarta: Media Pressindo. 2019). Cet. 3.
h. 55
11 Cindy Adams. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. (Jakarta: Yayasan
c. Praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi referensi dan dapat
memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai filosofi
lambang sila-sila dalam Pancasila menurut Soekarno.
D. Tinjauan Pustaka
Dari beberapa referensi judul skripsi dan karya tulis ilmiah yang
telah dibaca oleh peneliti, penelitian ini bukan yang pertama kalinya, ada
beberapa karya ilmiah yg sudah dipublikasikan tentang Filosofi Pancasila
menurut Soekarno.
Pertama, Dwi Siswoyo (2013). Jurnal tentang “Pandangan Bung
Karno tentang Pancasila dan Pendidikan”. Cakrawala Pendidikan,
Februari 2013, Th. XXXII, No. 1, FIP Universitas Negeri Yogyakarta.
Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang esensial dari
pandangan Bung Karno tentang Pancasila dan pendidikan sehingga dapat
memberikan gambaran pandangan tentang urgensi nasionalisme dalam
membangun bangsa dan urgensi Pancasila sebagai dasar filosofi negara
termasuk sebagai dasar filosofi pendidikan nasional Indonesia, serta
urgensi pendidikan nasional dalam membangun kepribadian (karakter)
bangsa Indonesia.12 Pada Jurnal ini, tidak dijelaskan mengenai pandangan
Soekarno tentang filosofi lambang sila-sila dalam Pancasila. Maka dari itu,
Jurnal ini sangat berbeda dengan penelitian yang akan peneliti teliti.
Kedua, Fani Pradana (2014). Skripsi tentang “Implementasi Nilai-
nilai Pancasila Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dalam
Kehidupan Santri di Pondok Pesantren”. Program Studi Pendidikan
Pancasila Dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi ini bertujuan untuk
menggambarkan implementasi nilai-nilai pancasila sila kemanusiaan yang
adil dan beradab dalam kehidupan santri di Pondok Pesantren
12 Dwi Siswoyo. “Pandangan Bung Karno tentang Pancasila dan Pendidikan”. Jurnal
Cakrawala Pendidikan. Februari 2013. Th. XXXII, No. 1. h. 103
7
13 Fani Pradana. Implementasi Nilai-nilai Pancasila Sila Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab dalam Kehidupan Santri di Pondok Pesantren. Skripsi Program Studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta. 2014. h. xxi
14 Ajik Arfian. Hubungan Pemahaman Nilai-nilai Pancasila dalam Pembelajaran PKN
dengan Karakter Siswa Kelas VIII Smp Negeri 13 Magelang. Skripsi Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan dan Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta. 2014. h. vii
8
Dlingo Maladan, Jatimulyo, Dlingo, Bantul. Skripsi Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Yogyakarta. 2016. h.
ii
9
Karno karya Ir. Soekarno dan mengacu pada buku Lahirnya Pancasila
Kumpulan Pidato BPUPKI karya Kumpulan Pidato agar penulis mampu
mendeskripsikannya secara terperinci dalam pemahaman yang
komperhensif.17 Meskipun di dalam penelitian ini terdapat sumber data
primer yang sama, Peneliti menemukan adanya perbedaan skripsi ini
dengan penelitian yang akan Peneliti teliti yaitu, redaksi dan isinya yang
berbeda. Peneliti akan lebih membahas mengenai Filosofi yang terkandung
di dalam lambang sila-sila dalam Pancasila menurut Soekarno sedangkan
pada Skripsi ini tidak dijelaskan secara spesifik mengenai filosofi lambang
sila-sila dalam Pancasila menurut Soekarno. Penulis skripsi ini hanya
berbicara mengenai nilai-nilai Filosofis yang terkandung di dalam
Pancasila secara menyeluruh. Karena itu, sangat jelas sekali bahwa skripsi
ini berbeda dengan penelitian yang akan peneliti teliti.
Ketujuh, Bella Rosa (2019). Skripsi tentang “Implementasi Nilai
Pancasila dalam Mengembangkan Sikap Sosial Siswa di SMA Negeri 4
Bandar Lampung”. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung Bandar Lampung. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan
menjelaskan sikap sosial siswa dan implementasi nilai Pancasila di SMA
Negeri 4 Bandar Lampung. 18 Secara redaksi dan isi jelas sangat berbeda
kerana skripsi ini sama sekali tidak menjelaskan pemikiran Soekarno
tentang filosofi lambang-lambang dalam Pancasila.
Kedelapan, Mahmud Alwi (2019). Skripsi tentang “Aktualisasi
Nilai-nilai Pancasila dalam Pengembangan Kurikulum PAI di SMP Negeri
9 Yogyakarta”. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Tujuan dari skripsi ini (1) untuk mengetahui nilai-nilai Pancasila yang
diaktualisasikan di SMP Negeri 9 Yogyakarta (2) untuk mengetahui
SMA Negeri 4 Bandar Lampung. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Lampung, Bandar Lampung. 2019. h. ii
10
mirip dengan penelitian yang diajukan ini namun secara garis besar
sangatlah berbeda karena peneliti bukan hanya sekedar memahami nilai-
nilai yang terkandung di dalam Pancasila ataupun pemikiran Soekarno
tentang nilai-nilai filosofis Pancasila secara umum. Tapi, peneliti akan
menjelaskan secara spesifik tentang filosofi lambang sila-sila dalam
Pancasila menurut Soekarno yang tertuang di dalam karya-karyanya yaitu
Filsafat Pancasila menurut Bung Karno karya Ir. Soekarno dan mengacu
pada buku Lahirnya Pancasila Kumpulan Pidato BPUPKI karya
Kumpulan Pidato agar peneliti mampu mendeskrpikan pemikiran
Soekarno secara komperhensif dan sistematis. Sehingga penelitian ini
diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang peneliti gunakan merupakan kajian pustaka
atau yang sering disebut libraray research, artinya penulis mengumpulkan
dari buku-buku, majalah, kamus, jurnal, serta sumber-sumber lainnya yang
berkaitan dengan objek kajian penelitian. Penelitian ini merupakan
penelitian kepustakaan yang objeknya adalah pemikiran pemikiran
Soekarno. Oleh karena itu dibutuhkan sumber-sumber yang mendukung
penelitian ini. Sumber-sumber tersebut terdiri dari sumber data primer dan
sumber data sekunder serta sumber data pendukung lainnya.
1. Sumber data primer dari penelitian ini yaitu Filsafat Pancasila menurut
Bung Karno karya Ir. Soekarno, dan Lahirnya Pancasila Kumpulan
Pidato BPUPKI karya Kumpulan Pidato.
2. Data sekunder atau data pendukung yang digunakan dalam penelitian
ini adalah buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy
Adams.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, maka
penelitian ini disusun dalam lima Bab besar sebagai berikut:
Bab I adalah pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah
yang menjadi alasan pelaksanaan penelitian ini, batasan dan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, dan sistematika penulisan. Pada bagian ini penting bagi peneliti
untuk memperjelas apa masalah yang diangkat, di mana batasan
masalahnya, dan bagaimana rumusannya. Selanjutnya, Bab II akan dibahas
tokoh yang berkaitan erat dengan pembahasan skripsi ini yaitu Soekarno,
termasuk di dalamnya biografi dan pemikirannya, kondisi sosial politik
pada masanya dan pergolakan pemikirannya.
Pada Bab III akan membahas Pancasila dalam perspektif, pada bab
ini akan disajikan sebuah pengantar, lalu dilanjutkan dengan perspektif
tokoh-tokoh nasional, yaitu; Nicolaus Driyarkara, Notonagoro dan Yudi
Latif yang akan lebih memperkuat teori tentang filosofi Pancasila dari
berbagai sudut pandang. Kemudian Bab IV akan membahas pemikiran
Soekarno tentang Pancasila yaitu, Pengantar, lalu dilanjutkan degan
pemikiran Soekarno mengenai Sila Pertama tentang Ketuhanan, Sila
Kedua tentang Perikemanusiaan, Sila Ketiga tentang Kebangsaan, Sila
13
14
15
bantuan kepada salah satu sahabat Sukemi yang menjabat kepala polisi. Di
rumah sahabat itulah, mereka menikah. Kemudian, utusan dikirim ke
rumah orang tua Idayu untuk memberitahukan bahwa putri mereka sudah
resmi menikah secara Islam. 6
Setelah menikah dengan Idayu, Sukemi mengajukan permohonan
kepada Departemen Pengajar agar dipindahkan ke Pulau Jawa. Ia merasa
tidak begitu disukai oleh orang-orang di Bali. Permohonannya dikabulkan.
Selanjutnya, ia pindah ke Surabaya, Jawa Timur. Di kota itu, lahir putra
mereka, yakni Kusno.7 Kusno merupakan nama Soekarno pada saat dia
masih kecil. Semula namanya adalah Kusno Sosrodihardjo. Tapi karena
Kusno kecil selalu sakit-sakitan, maka namanya diganti menjadi
Soekarno.8 Sukemi berkata, “Namanya tidak cocok. Kita harus
memberinya nama lain supaya tidak sakit-sakitan lagi.” Sukemi sangat
gandrung pada kisah Mahabharata. Pada suatu hari, ketika Sukarno
menjelang usia remaja, Sukemi berkata, “Kus, kau akan kunamai Karna.
Karna termasuk salah satu pahlawan terbesar dalam cerita Mahabharata.”9
Karena itulah nama Koesno diganti menjadi Soekarno. Soekarno
mempunyai kakak perempuan bernama Sukemi. Usianya 2 tahun lebih tua
daripada Kusno.10 Dalam masyarakat Jawa, memakai 1 nama saja
merupakan hal biasa. Di sekolah, tanda tangan “Soekarno” dieja
“Sukarno” menurut ejaan Belanda. Setelah Indonesia merdeka, ia
memerintahkan supaya segala ejaan “oe” kembali ke “u”. Ejaan dari
“Soekarno” pun menjadi “Sukarno”, walaupun Sukarno menulis tanda
tangannya dengan S-O-E.11 Oleh karena itu, di dalam berbagai literatur
nama orang-orang yang hidup di zaman itu apabila terdapat ejaan “u”
terkadang masih ditulis “oe”.
6 Anom Whani Wicaksana. Sukarno Biografi Lengkap. h. 2
7 Anom Whani Wicaksana. Sukarno Biografi Lengkap. h. 3
8 Taufik Adi Susilo. Soekarno Biografi Singkat (1901-1970). (Jogjakarta: Garasi. 2020).
Cet. 2. h. 14
9 Anom Whani Wicaksana. Sukarno Biografi Lengkap. h. 12
10 Anom Whani Wicaksana. Sukarno Biografi Lengkap. h. 4
11 Anom Whani Wicaksana. Sukarno Biografi Lengkap. h. 13
16
penjajah agar pergi dari Nusantara ini. Jika kita membayangkan di Zaman
yang gelap itu Soekarno dilahirkan sungguh begitu kerasnya perjuangan
yang telah dilakukannya untuk sampai kepada kemerdekaan negeri kita
tercinta ini. Keyakinan dan tekad yang kuat mengantarkannya menjadi
orang yang mulia. Menurut Ibunya, kelahiran Soekarno di waktu fajar
memiliki makna khusus. Kata Soekarno, ibunya pernah mengatakan:
“Kelak engkau akan menjadi orang yang mulia, karena ibu melahirkanmu
jam setengah enam pagi di saat fajar mulai menyingsing. Kita orang Jawa
mempunyai suatu kepercayaan, bahwa orang yang dilahirkan di saat
matahari terbit, nasibnya telah ditakdirkan terlebih dulu. Jangan lupakan
itu, jangan sekali-kali kau lupakan, nak, bahwa engkau ini putra dari sang
Fajar.”14 Dari perkataan ibunya itu membuat Soekarno yakin bahwa
kelahiran dirinya memang memiliki makna yang khusus. Bagaimana tidak
memiliki makna yang khusus? Hari lahirnya saja ditandai oleh angka serba
enam yaitu tanggal 6 Juni. Dan membuatnya semakin percaya diri bahwa
dirinya kelak akan bernasib sangat baik.
Soekarno percaya bahwa dirinya bernasib sangat baik dengan
dilahirkan di bawah bintang Gemini, lambang anak kembar. Dan memang
itulah Soekarno yang sebenarnya. 15 Soekarno memang merasa bahwa
dirinya memiliki dua sifat yang sangat bertentangan, terkadang dia bisa
tenang seperti air atau dia juga bisa keras seperti baja. Soekarno melihat
dirinya yang terdiri dari dua sifat yang berlawanan sebagai satu
kemungkinan pertanda nasibnya di dunia politik. “Karena aku terdiri dari
dua belahan, aku dapat memperlihatkan segala rupa; aku dapat mengerti
segala pihak; aku memimpin semua orang. Boleh jadi ini secara kebetulan
bersamaan. Boleh jadi juga pertanda lain. Akan tetapi, kedua belahan dari
watakku itu menjadikanku seseorang yang merangkul semuanya.” 16 Sifat
itu lah yang membuat dirinya menjadi bijaksana dan berkarisma. Bahkan
dikeluarganyapun ia kerap menjadi pusat perhatian. Dan itu memang
14 Taufik Adi Susilo. Soekarno Biografi Singkat (1901-1970). h. 14
15 Cindy Adams. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. h. 22
16 Taufik Adi Susilo. Soekarno Biografi Singkat (1901-1970). h. 14
18
merupakan cikal bakal sifat seorang pemimpin yang sudah ada pada
dirinya sejak dia masih kecil.
Namun di balik pertanda nasib dan kelahirannya tersebut
dikisahkan bahwa masa kecil Soekarno bersama orang tuanya hanya
berlangsung selama beberapa tahun saja. Pada masa kecilnya, Bung Karno,
yang masih bernama Koesno, sejak berumur tiga tahun dititipkan di rumah
kakek dan neneknya di daerah Tulungagung, Jawa Timur. 17 Karena
keluarga Sukemi tergolong miskin, berat baginya untuk memberi makan 2
orang anak. Keluarga Sukemi sering bergantung pada kebaikan dan
keramahan para tetangga. 18 Karena tingkat ekonomi keluarga Soekarno
yang terlalu sederhana, kakek-nenek Soekarno dari pihak sang ayah, lantas
memutuskan untuk membawanya tinggal bersama mereka di daerah
Tulung Agung, Jawa Timur. 19 Sang kakek yang bernama Raden
Hardjodikromo, secara ekonomi, memang tidak dapat dibilang mampu.
Akan tetapi masyarakat Tulungagung begitu menghormatinya. Ia sangat
gemar menolong sesama. Tidak hanya dengan kemampuannya mengobati
orang yang sedang sakit tanpa pamrih atau imbalan sepeser pun, tetapi
juga dengan berbagai petuah dan pitutur yang selalu berguna dan
bermanfaat bagi orang lain. 20 Pada saat tinggal bersama kakek dan
neneknya, Koesno begitu dimanjakan dalam asuhan sang kakek. Walaupun
Koesno hadir sebagai anak kecil yang bengal, bandel, dan tidak pintar di
sekolahnya, kakeknya selalu berusaha memberikan nasihat-nasihat yang
mudah untuk dipahami oleh anak-anak seusianya. Kakek dan neneknya
tidak bosan-bosan untuk selalu mengingatkan dan memberikan petuah
serta nasihat-nasihat kepadanya sehingga kelak Koesno akan menjadi
remaja, bahkan orang yang sukses dan berhasil di masa dewasanya. 21
2018). h. 3
20 Adji Nugroho. Soekarno Sebuah Biografi. h. 9
21 Adji Nugroho. Soekarno Sebuah Biografi. h. 10
19
masa yang akan datang.”31 Setelah itu, nama organisasi tersebut kemudian
diganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada tahun 1918 oleh Bung
Karno sendiri.32
Sejak Sukarno mengenal dan bertukar pikiran bersama tokoh-tokoh
penting tersebut, wawasan dan cara berpikir Soekarno pun menjadi
semakin matang dan bijaksana. Tak heran jika saat Soekarno remaja
banyak yang meramalkan Sukarno kelak menjadi pemimpin besar.
Ramalan yang sangat bagus, pertama kali diucapkan oleh ibunya di waktu
Sukarno lahir dan dikemukakan kembali oleh neneknya waktu Sukarno
masih bocah kecil dan lagi-lagi disampaikan oleh Profesor Hartagh saat
Sukarno remaja, kembali diucapkan ketika usianya menjelang 20 tahun.
Dan oleh dua orang yang berbeda.33
Ramalan yang kedua keluar dari pak Cokro. Sebagai seorang
penganut Islam yang saleh, dia banyak menggunakan waktunya untuk
sembahyang dan berdoa. Setelah beberapa lama melakukan meditasi, dia
kembali ke tengah keluarganya pada suatu malam yang diguyur hujan dan
dia berbicara dengan sungguh-sungguh, “Ikutilah anak ini. Dia diutus oleh
Tuhan untuk menjadi Pemimpin Besar kita. Aku bangga karena telah
memberinya tempat berteduh di rumahku.” 34 Begitulah ramalan atau
ungkapan rasa syukur serta do’a yang disampaikan pak Cokro kepada
Sukarno ke tengah keluarganya.
Tanggal 10 Juni 1921 Sukarno lulus dari HBS. Tanggal 11 Juni
rencana yang telah Sukarno susun untuk masa depannya, gagal total. Dia
ingin seperti teman-temannya yang bermaksud melanjutkan sekolah ke
Negeri Belanda. Namun, Ibunya sama sekali tidak menyetujuinya. 35
Akhirnya, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang
ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. 36 Ketika berada di Bandung,
Bung Karno tinggal di kediaman Haji Sanusi, yang merupakan anggota
Sarekat Islam dan sahabat karib H.O.S. Tjokroaminoto. Soekarno bersama
Djoko Asmo, yang kala itu adalah rekan satu angkatannya, melanjutkan
pendidikan ke Technische Hoge School (TH), yang sekarang dikenal
sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB), mengambil jurusan Teknik
Sipil. Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada 25 Mei 1926. Ia
diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya pada 3 Juli 1926,
bertepatan dengan Dies Natalis ke-6 kampusnya.37
Setamatnya dari Technische Hoge School, Soekarno menolak
menjadi pegawai pemerintah kolonial. Pada 4 Juli 1927, dia bersama Mr.
Sartono, Ir. Anwari, Mr. Sunario, dan lain-lain justru mendirikan PNI
(Partai Nasional Indonesia), sebuah partai politik yang memiliki program
untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tahun itu pula, memelopori
pembentukan PPPKI (Permufakatan, Partai-partai Politik Kebangsaan
Indonesia) sebagai gabungan dari organisasi-organisasi dan partai politik
yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, diantaranya PNI, PSII
(Partai Sarekat Islam Indonesia), Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen
Bond, dan Kaum Betawi. Karena intensitas kegiatan politiknya, pada tahun
1930 Soekarno ditahan oleh pemerintah kolonial Belanda dan kemudian
dijatuhi hukuman selama empat tahun di penjara Sukamiskin, Bandung,
pada 29 Desember 1929.38 Namun, hukuman tersebut tidak berlangsung
lama. Setelah delapan bulan disekap di dalam penjara, kasusnya
disidangkan dan dalam pembelaannya tersebut, Sukarno menegaskan
perlawanannya terhadap kolonialisme Belanda yang membuat Belanda
semakin marah dan mengegerkan dunia internasional. Akhirnya pada Juli
1930, PNI dibubarkan. Peristiwa itu pun Sukarno tulis ke dalam karyanya
yang berjudul Indonesia Menggugat.
51 Soekarno. Filsafat Pancasila menurut Bung Karno. (Jakarta: Media Pressindo. 2019).
Cet. 4. h. 78
52 Soekarno. Filsafat Pancasila menurut Bung Karno. h. 79
53 Taufik Adi Susilo. Soekarno Biografi Singkat (1901-1970). h. 16
29
secara umum mulai berdiri pada tahun 1927. Partai politik ini juga dapat
dikatakan sebagai penjelmaan Algemene Studie Club, yang telah terbentuk
beberapa tahun sebelumnya. 57
PNI sendiri merupakan partai politik tertua di Indonesia. Partai ini
didirikan pada 4 Juli 1927 dengan nama Perserikatan Nasional Indonesia
dengan ketuanya pada saat itu adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr.
Sartono, Mr Iskaq Tjokrohadisurjo, dan Mr. Sunario. Selain itu, para
pelajar yang tergabung dalam Algemeene Studie Club yang diketuai oleh
Soekarno pun ikut bergabung dengan partai ini. Pada tahun 1928,
Perserikatan Nasional Indonesia berganti nama menjadi Partai Nasional
Indonesia. Setahun kemudian, pemerintah kolonial Belanda menilai PNI
sebagai organisasi yang membahayakan, karena menyebarkan ajaran-
ajaran pergerakan kemerdekaan.58
Aktivitas Soekarno di PNI tersebut menyebabkannya ditangkap
Belanda pada Desember 1929, dan memunculkan pleidoinya yang
fenomenal, yaitu Indonesia menggugat. Pleidoi Soekarno itu tetap saja
membuatnya masuk penjara. Setelah diadili di pengadilan Belanda, dia dan
para tokoh PNI lainnya dimasukkan ke dalam penjara Sukamiskin,
Bandung.59 Dia lalu dibebaskan pada 31 Desember 1931. Pada Juli 1932,
Soekarno bergabung dengan Partindo, pecahan dari PNI. Namun, dia
kembali ditangkap pada Agustus 1933, lalu diasingkan ke Ende, Flores.
Soekarno baru kembali bebas semasa penjajahan Jepang pada tahun
1942.60 Namun dibalik semangat nasionalisme dan jiwa pergerakan
nasionalnya itu, Sukarno masih tetap memiliki pergolakan pemikiran.
Pergolakan pemikirannya tersebut didasari oleh pengetahuannya tentang
kegagalan para pejuang sebelum dirinya yang sama-sama berusaha
melawan kolonialisme-imperialisme untuk meraih kemerdekaan
61 Irfan Syah Amin. “Jejak Ideologi Dalam Pemikiran Soekarno Muda”. Jurusan
Pemerintahan Fukultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau. (JOM FISIP Vol. 7: Edisi I
Januari – Juni 2020). h. 3
32
A. Pengertian Filosofi
Filosofi adalah kata yang diserap dari bahasa Belanda, filosofie.
Sementara filsafat berasal dari serapan bahasa Arab, falsafa. Kata ini
berakar dari bahasa Yunani, philosophia.1
Filosofi merupakan salah satu ilmu tertua dalam ilmu pengetahuan.
Filosofi adalah cabang ilmu yang mengkaji tentang masalah mendasar
dalam kehidupan. Filosofi adalah pemikiran dengan cakupan yang
kompleks dan terkadang sulit dimengerti. Filosofi adalah pandangan dunia
yang sistematis. Banyak pandangan bahwa filosofi adalah dasar dari segala
ilmu.
Sukarno merupakan Presiden pertama Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Berkat perjuangannya melawan kolonialisme dan kegigihannya
meraih kemerdekaan Indonesia. Sukarno menjadi sosok yang sangat
berpengaruh. Sehingga, tak heran jika banyak pemikiran-pemikirannya
yang hingga kini masih mendarah daging dengan bangsa ini.
Pancasila sebagai dasar negara, ini pun merupakan buah dari
pemikiran Sukarno. Melalui pergolakan pemikiran dan pengetahuannya
Sukarno mampu menghadirkan sebuah ideologi negara yang hingga kini
terus melekat menjadi jati diri bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
pemikiran Sukarno tentang Pancasila yang di dalamnya terkandung nilai-
nilai filosofis sangat penting untuk kita ketahui. Mengapa ini sangat
penting? Karena, pada dasarnya kita sebagai warga negara yang
memegang ideologi Pancasila sudah sepatutnya memahami dengan baik
apa nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya.
Dalam hal ini, perspektif Sukarno akan menjadi landasan dasar
untuk kita memahami pemikirannya tentang Pancasila. Mulai dari Sila
1 https://id.berita.yahoo.com/filosofi-adalah-filsafat-ketahui-pengertian-121052544.html
diakses pada tanggal 28 Agustus 2021 pukul 22.23 WIB
37
38
memang benar adanya bahwa jika dilihat dari sudut pandang apa pun pasti
terdapat golongan-golongan dalam beberapa macam. Maka, peneliti
menganggap ini merupakan statement awal Sukarno dalam menguraikan
perspektifnya tentang Kebangsaan.
Pernyataan awal Sukarno itu mengantarkan kita pada satu
pertanyaan. Apakah yang mengikat golongan-golongan (manusia) itu
menjadi satu jiwa? Sukarno berkata “Kalau kata Ernest Renan, yang
menjadi pengikat itu ialah kehendak untuk hidup bersama. Jadi
gerombolan manusia meskipun agamanya berwarna macam-macam,
meskipun bahasanya bermacam-macam, meskipun asal turunannya
macam-macam, asal gerombolan manusia itu mempunyai kehendak untuk
hidup bersama; itu adalah bangsa. Itu kata Ernest Renan.” 13
Menurut Sukarno bangsa adalah satu individualiteit, sebagaimana
individu mempunyai karakter sendiri-sendiri. Bung Achmadi mempunyai
karakter sendiri, Overste Pamu mempunyai karakter sendiri. Pak Ahem
Erningpraja mempunyai karakter sendiri, Saudara Widarbo mempunyai
karakter sendiri, Rochmuljati mempunyai karakter sendiri, Saudara Gonta
mempunyai karakter sendiri; tiap-tiap manusia mempunyai watak sendiri-
sendiri. Demikian pula bangsa mempunyai watak sendiri-sendiri. 14
Sukarno juga mengatakan ulang secara tegas bahwa bangsa adalah satu
individualiteit. Mempunyai watak sendiri, mempunyai karakter sendiri.
Dan ini yang ditekankan oleh Otto Bauer. Charaktergemeinschaft,
persamaan watak itu yang menetapkan, menentukan corak bangsa. Itu
yang menentukan bangsa atau bukan bangsa.15 Oleh karena itu, kini kita
sudah memiliki sedikit gambaran tentang arti sebuah bangsa menurut
perspektif Sukarno. Dengan berlandaskan pemikiran tersebut kita tau
bahwa bangsa adalah satu individualiteit yang mempunyai watak sendiri-
sendiri.
waktu itu. Sukarno berkata bahwa dia sudah pernah mengatakan teknis
kedaulatan rakyat atau dalam bahasa asing democratie, sekadar adalah satu
alat, alat untuk mencapai satu tujuan. 20 Dari pernyataan ini kita sudah
menemukan sedikit gambaran bahwa kedaulatan rakyat yang Sukarno
maksud adalah satu tujuan, dan alat untuk mencapai satu tujuan itu adalah
demokrasi.
Pandangannya tentang demokasi merupakan salah satu pemikiran
Soekarno yang paling menggugah hati. Baginya demokrasi politik
merupakan sebuah peluang bagi semua lapisan masyarakat agar
mempunyai hak yang sama untuk ikut bercampur tangan di dalam politik
kenegaraan, hak untuk memilih dan dipilih menjadi anggota parlement. 21
Oleh karena itu, peneliti melihat pemikiran Sukarno tentang demokrasi ini
merupakan sebuah upaya yang ia lakukan untuk meraih kedaulatan rakyat
Indonesia. Namun, pada akhirnya timbul sebuah pertanyaan demokrasi apa
yang Sukarno maksud?
Baik demokrasi maupun nasional-sosialisme, maupun diktatur
proletariat adalah alat-alat untuk mencapai sesuatu bentuk masyarakat
yang dicita-citakan. Oleh karena itu, di dalam alam pikiran dan perasaan
yang demikian itu maka demokrasi dus, bagi kita bukan sekadar satu alat
teknis saja, tetapi satu “geloof”, atau kepercayaan dalam usaha mencapai
bentuk masyarakat sebagai yang kita cita-citakan.22 Dalam hal ini, Sukarno
bukan hanya sekadar menjelaskan kepada kita tentang alat-alat untuk
mencapai sesuatu bentuk masyarakat yang dicita-citakan. Tetapi Sukarno
meyakinkan kepada kita bahwa demokrasi yang ia maksud adalah satu alat
dan satu kepercayaan yang bisa mengantarkan rakyat yang berdaulat.
Disamping itu, kedaulatan rakyat yang Sukarno maksud adalah
demokrasi yang mempunyai corak nasional, satu corak kepribadian kita,
satu corak yang dus, tidak perlu sama dengan corak demokrasi yang
dipergunakan oleh bangsa-bangsa lain sebagai alat teknis. Artinya,
demokrasi kita adalah demokrasi Indonesia, demokrasi yang disebutkan
sebagai sila ke-4 itu adalah demokrasi Indonesia yang membawa corak
kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Tidak perlu “identiek”, artinya sama
dengan demokrasi yang dijalankan oleh bangsa-bangsa lain. Sukarno juga
mengatakan dengan tetap dan penuh keyakinan “Janganlah demokrasi kita
itu demokrasi jiplakan. Janganlah demokrasi yang kita jalankan itu
demokrasi jiplakan dari entah Eropa Barat, entah Amerika, entah negara
lain. Bahkan saya dalam waktu yang akhir-akhir ini berani menegaskan,
demokrasi Indonesia adalah demokrasi terpimpin.” 23
Maka oleh sebab itu, Sukarno barkata: “Demokrasi yang harus kita
jalankan adalah demokrasi Indonesia, membawa kepribadian Indonesia
sendiri. Jikalau kita tidak bisa berpikir demikian itu, nanti tidak dapat
menyelenggarakan apa yang menjadi amanat penderitaan daripada rakyat
itu.”24 Sukarno mengatakannya kembali dengan tegas bahwa demokrasi
bagi kita bukan sekadar alat teknis; memang benar bahwa demokrasi
adalah alat teknis untuk mencapai sesuatu hal, sebagaimana nasionalisme
adalah alat teknis, sebagaimana diktator proletariat adalah satu alat teknis.
Demokrasi bagi kita sebenarnya bukan sekadar satu alat teknis, tetapi satu
alam jiwa dan pemikiran kita itu di atas penyelenggaraan cita-cita satu
masyarakat yang adil dan makmur yang sudah jelas tidak bisa dengan
demokrasi secara ini.25 Kemudian, Sukarno bertanya apakah dasar yang
akan mencapai kedulatan rakyat? Lantas Sukarno menjawab: “Dasar itu
ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara
Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk
satu golongan walaupun golongan-golongan kaya. Tetapi kita mendirikan
negara “semua buat semua”, “satu buat semua, semua buat satu”. Saya
yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah
23 Soekarno. Filsafat Pancasila menurut Bung Karno. h. 217
24 Soekarno. Filsafat Pancasila menurut Bung Karno. h. 246
25 Soekarno. Filsafat Pancasila menurut Bung Karno. h. 247
49
A. Pengantar
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Dengan kelima sila
yang tersusun harmonis sebagai bentuk nyatanya, Pancasila secara eksotis
mampu melekat dan menjadi jati diri bangsa Indonesia. Jati diri yang
melekat ini pun, memiliki lambang yang demikian terpaku di dalam
kalbunya rakyat Indonesia, sehingga lambang ini telah menjadi darah
daging rakyat Indonesia dalam kecintaannya kepada Republik, sehingga
bencana batin akan amat besarlah jikalau dasar negara kita itu dirubah,
jikalau dasar negara itu tidak ditetapkan dan dilanggengkan sebagai
Pancasila. Sebab, lambang negara sekarang yang telah dicintai oleh rakyat
Indonesia sampai ke pelosok-pelosok desa itu adalah lambang yang
bersendikan kepada Pancasila. 1 Oleh karena itu, disetiap lambang sila-sila
dalam Pancasila, semuanya memiliki filosofi dan makna yang
mengagumkan di dalamnya. Sehingga, tidak diragukan lagi Pancasila
memang layak menjadi dasar negara dan jati diri bangsa ini.
Dalam sejarah terciptanya lambang Garuda Pancasila, Bung Hatta
dalam bukunya “Bung Hatta Menjawab” menerangkan telah dilaksanakan
sayembara oleh Menteri Priyono sebagai pelaksana keputusan Sidang
Kabinet yang bertugas menyeleksi berbagai usulan rancangan lambang
negara untuk selanjutnya dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Maka
terpilihlah dua karya perancang lambang negara terbaik, yaitu karya putra
sulung Sultan Pontianak ke-6, Sultan Hamid II dan karya sang pelopor
sumpah pemuda, Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H.2 Sultan Hamid II atau
yang bernama asli Syarif Abdul Hamid Alkadrie, lahir di Pontianak,
1 Soekarno. Filsafat Pancasila menurut Bung Karno. (Jakarta: Media Pressindo. 2019).
Cet. 4. h. 173
2 https://www.gramedia.com/literasi/lambang-garuda-pancasila/ diakses pada tanggal
52
53
Kalimantan Barat, 12 Juli 1913 dan wafat di Jakarta, 30 Maret 1978 ini
kemudian pada proses selanjutnya rancangannya diterima pemerintah dan
DPR, sedangkan karya M. Yamin mengandung unsur pengaruh Jepang
yaitu menyertakan sinar-sinar matahari pada rancangannya. Demi
mematangkan dan menyempurnakan konsep rancangan yang telah terpilih
Presiden RIS Sukarno dan perdana Menteri Mohammad Hatta melakukan
dialog intensif dengan Sultan Hamid II, selaku perancang. Kesepakatan
terjadi pada perubahan pita yang dicengkram Garuda, warna putih polos
dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” mengganti rancangan pita merah
putih sebelumnya. Selanjutnya Sultan Hamid II, selaku perancang yang
juga menjabat sebagai Menteri Negara RIS, mengajukan rancangannya
kepada Presiden Sukarno pada tanggal 8 Februari 1950. Rancangan
lambang negara ini sempat dikritik oleh Partai Masyumi (Partai yang
beranggotakan muslim terbesar), mereka mengajukan keberatan karena
mengandung sifat mitologis pada gambar burung Garuda dengan tangan
dan bahu manusia yang memegag perisai. Kemudian, Sultan Hamid II
menerima aspirasi positif ini dan akhirnya menyempurnakan kembali
rancangannya menjadi bentuk Rajawali-Garuda Pancasila Disingkat
Garuda Pancasila.3 Maka, dari peristiwa ini kita bisa mengetahui bahwa
Sultan Hamid II merupakan Perancang Lambang Negara Indonesia.
Kini kita bisa melihat dan memperhatikan bahwa memang sejatinya
lambang sila-sila dalam Pancasila itu menjadi simbol filosofis yang
menggambarkan isi dan maknanya. Setiap sila memiliki lambang yang
berbeda, namun secara keseluruhan kelimanya merupakan satu kesatuan
yang memiliki keharmonisan isi yang sesuai dengan filosofinya masing-
masing. Sila pertama dilambangkan seperti Bintang Tunggal, sila kedua
dilambangkan seperti Rantai Emas, sila ketiga dilambangkan seperti
Pohon Beringin, sila keempat dilambangkan seperti Kepala Banteng dan
sila kelima dilambangkan seperti Padi dan Kapas. Kemudian, kelima
lambang itu menjadi satu sebagai Burung Elang Rajawali, garuda yang
sayap kanan dan sayap kirinya ber-elok 17 buah, dengan ekor yang ber-
elar 8 buah, tanggal 17 bulan 8, dan yang berkalungkan perisai yang di
atas perisai itu tergambar Pancasila. Yang di bawahnya tertulis slogan
buatan Empu Tantular, “Bhinneka Tunggal Ika”, “Bhina Ika Tunggal Ika,
berjenis-jenis tetapi tunggal”.4
Itulah lambang Garuda Pancasila yang menjadi lambang negara
Indonesia. Sungguh alangkah megahnya, alangkah hebat dan cantiknya
lambang negara Indonesia ini. Begitulah yang disampaikan Sukarno pada
kursusnya tentang Pancasila di Istana Negara, Jakarta, pada tanggal 5 Juli
1958. Hal ini tentu merupakan hasil pergolakan pemikirannya dalam
merumuskan dan menentukan dasar negara Indonesia ini bersama para
Founding Father lainnya. Namun, di sisi lain bukan berarti Sukarno hanya
sekadar itu memberikan tanggapannya tentang lambang Pancasila. dia
justru memaparkan di dalam kursusnya tentang filosofi dari setiap
lambang sila-sila dalam Pancasila itu dengan sangat jelas dan meyakinkan.
Oleh karena itu, pemikiran-pemikiran Sukarno tentang lambang sila-sila
dalam Pancasila ini akan menjadi objek penelitian yang sangat menarik.
Sehingga pada bab ini peneliti akan lebih fokus untuk mengetahui filosofi
lambang sila-sila dalam Pancasila menurut perspektif Sukarno.
7 Sukarno. Pancasila Dasar Negara Kursus Presiden Sukarno Tentang Pancasila. h. 116
8 Soekarno. Filsafat Pancasila. h. 174
58
lain yang memperingati Sukarno ialah Dr. Sun Yat Sen! Di dalam
tulisannya San Min Chu I atau The Three People’s Principles, Sukarno
mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitisme yang diajarkan
oleh A. Baars itu. Dalam hati Sukarno sejak itu tertanamlah rasa
kebangsaan, oleh pengaruh The Three People’s Prinsiples itu.13 Kemudian
Rasa kebangsaan itu pun hingga akhir hayatnya terus melekat dan tertanam
pada diri Sukarno.
Namun, Sukarno juga mengatakan bahwa prinsip kebangsaan juga
ada bahayanya! Bahayanya ialah mungkin orang meruncingkan
nasionalisme menjadi chauvinisme, sehingga barpaham “Indonesia uber
Alles”. Inilah bahayanya! Kita cinta tanah air yang satu, merasa berbangsa
yang satu, mempunyai bahasa yang satu. Tetapi air kita Indonesia hanya
satu bagian kecil saja daripada dunia! Ingatlah akan hal ini! Ghandi
berkata, “Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah
perikemanusiaan”, “My nationalism is humanity”.14 Oleh karena itu,
kebangsaan yang menjadi prinsip Sukarno adalah kebangsaan yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, persatuan dan persaudaraan.
Pada prinsipnya lambang Pohon Beringin menurut Sukarno
memiliki filosofi kebangsaan dan persatuan. Bentuk dan gambarnya
merupakan filosofi negara Indonesia sebagai tempat berteduhnya seluruh
rakyat Indonesia dengan menjunjung tinggi nilai persatuan yang harus
tertanam kuat dan bertambah besar. Dengan berbagai akar dan ranting
pohon yang menjalar ke segala arah menjadikan negara Indonesia
memiliki ciri khas rakyat yang mempunyai berbagai perbedaan. Sehingga,
walaupun perbedaan itu bermacam-macam bentuknya, mereka tetaplah
menjadi satu kesatuan yaitu bangsa Indonesia.
Dengan demikian Sukarno pun menegaskan kepada kita agar
persatuan dan kesatuan Indonesia yang difilosofikan sebagai Pohon
Beringin itu dapat tertanam kuat dijiwa dan raganya rakyat Indonesia.
18 Sukarno. Pancasila Dasar Negara Kursus Presiden Sukarno Tentang Pancasila. h. 116
64
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang Filosofi lambang Sila-sila dalam
Pancasila menurut Sukarno, peneliti dengan ini menarik kesimpulan
bahwa dari rumusan masalah yang ada, yaitu bagaimana filosofi dari
lambang sila-sila dalam Pancasila menurut Sukarno? Dan apakah ada
hubungannya antara isi/bunyi sila dengan lambang sila-sila dalam
Pancasila menurut Sukarno?. Dengan ini peneliti menyatakan bahwa
Lambang-lambang yang terdapat pada sila Pancasila memang memiliki
filosofi yang sesuai dengan isi yang terkandung di dalamnya. Tak hanya
itu, Sukarno juga menjelaskan filosofinya tersebut dengan sangat jelas dan
menyeluruh. Sehingga, tak heran jika Sukarno mampu menjadi sosok yang
sangat berpengaruh besar terhadap lahirnya ideologi negara ini.
Setiap lambang satu demi satu Sukarno jelaskan filosofi yang
terkandung di dalamnya. Adapun filosofi lambang sila-sila dalam
Pancasila menurut Sukarno, yaitu;
Pertama, Filosofi lambang Bintang Tunggal menurut Sukarno
merupakan filosofi dari Ketuhanan yang Maha Esa. Warna kuning
keemasan melambangkan sinar cemerlang abadi yang dianggap Sukarno
sebagai cahaya kerohanian yang dipancarkan Tuhan kepada setiap
manusia. Lima sudut bintang yang melambangkan Indonesia memiliki
berbagai macam sudut pandang dan keyakinan tentang Tuhan.
Kedua, Filosofi lambang Rantai Emas menurut Sukarno merupakan
filosofi dari Kemanusiaan dan Perikemanusiaan. Rantai yang terdiri dari
gelang-gelang persegi dan bundar, persegi sebagai lambang wanita dan
bundar sebagai lambang pria yang bersambung satu sama lain dalam
sambungan yang tiada putusnya sebagai filosofi dari Kemanusiaan. Warna
rantai yang berwarna emas mengandung filosofi Perikemanusiaan bahwa
66
67
B. Saran
Setelah peneliti mengamati kesimpulan dan menganalisa hasil
penelitian di atas, ada beberapa saran yang berkaitan dengan skripsi akan
peneliti sampaikan, yaitu:
68
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Irfan Syah. “Jejak Ideologi Dalam Pemikiran Soekarno Muda”. Jurusan
Pemerintahan Fukultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau.
JOM FISIP Vol. 7: Edisi I Januari – Juni 2020.
Notonagoro. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: PT. Bina Aksara. 1984.
Riyadi, Said. Konsep Keadilan dalam Pancasila: Telaah terhadap pemikiran Yudi
Latif. Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2020.
Soekarno. Dibawah Bendera Revolusi, Jilid II, Cet. Kedua, Djakarta: Di Bawah
Bendera Revolusi, 1965.
_____. Filsafat Pancasila menurut Bung Karno. Jakarta: Media Pressindo. 2019.
http://digilib.uinsby.ac.id/15954/5/Bab%202.pdf
https://id.berita.yahoo.com/filosofi-adalah-filsafat-ketahui-pengertian-
121052544.html
https://kalteng.prokal.co/read/news/39785-bung-karno-dan-prinsip-ketuhanan.
html
http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-perspektif-atau-sudut-
pandang/
https://www.gramedia.com/literasi/lambang-garuda-pancasila/