Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh
ABDUL WAHID
NIM: 11170340000195
Oleh :
Abdul Wahid
NIM: 11170340000195
Pembimbing
FAKULTAS USHULUDDIN
JAKARTA
2021 M/1442 H
LEMBAR PENGESAHAN
Sidang Munaqasyah
Ketua Sekretaris
Anggota
Penguji I Penguji II
Pembimbing
1. Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan merupakan hasil
karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain,
maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Abdul Wahid
NIM 11170340000195
vii
Abstrak
Abdul Wahid, 11170340000195
Miskin dalam Perspektif Tafsir al-Jailānī
Penulis meneliti tentang bentuk miskin dan ciri-ciri atau kategorisasi
dalam tafsir al-Jailānī yang ditulis oleh ulama’ besar yaitu Syaikh Abdul
Qādir al-Jailānī. ini dilatar belakangi dengan perbincangan terkait
pemaknaan miskin dan fakir yang simpang siur dalam pendefinisian
keduanya, ada yang mengatakan miskin lebih utama dari pada fakir ada
pula yang mengatakan fakir lebih baik keadaannya dari pada miskin,
bahkan ada juga yang menyebutkan keduanya sama. Nabi juga pernah
berdoa agar hidup, mati dan dikumpulkan dengan orang miskin. Hal ini
merupakan pembahasan yang sangat penting untuk diteliti dan memiliki
daya tarik tersendiri untuk diangkat, guna mengetahui pendefinisian
atau makna miskin sehingga diketahui alasan al-Qur’an memberi
anjuran membantu orang miskin, karena di dalam al-Qur’an banyak
memberikan anjuran untuk membantu, terutama kepada orang miskin.
Penelitian ini adalah penelitian pustaka library research yaitu penelitian
yang menggunakan data-data yang berbasis keperpustakaan, metode
yang penulis gunakan adalah deskriptif-analisis. Adapun langkah-
langkah penelitian yang ditempuh oleh penulis yaitu dengan
menggunakan metode dokumentasi dalam mengumpulkan data, yaitu
suatu metode pengurmpulan data dengan melihat atau mencatat laporan
yang sudah ada sebelumnya, yang bersumber dari data-data dalam
bentuk dokumen tentang hal-yang sesuai dengan tema penelitian, karya
ilmiah, baik berupa surat kabar, makalah, buku, jurnal, atau majalah
serta laporan-laporan penelitian. Metode ini dipakai oleh penulis untuk
melacak dan menghimpun data dari berbagai sumber tersebut, yang
berkaitan dengan objek penelitian ini, terutamanya kitab tafsir yang
dikarang oleh Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī yaitu Tafsir al-Jailānī.
Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa miskin lebih baik
keadaannya dari pada fakir. Al-Jailānī dalam menjelaskan ayat,
memperlihatkan penafsirannya yang condong kepada mazhab Syafi’i.
Didapat pemaknaan miskin dan pengkategorisasian di setiap orang-
orang miskin tersebut diantaranya adalah miskin adalah orang yang
kehilangan pekerjaannya, miskin adalah orang yang tak mampu
memenuhi kebutuhan haria, miskin adalah orang yang menjaga diri dari
meminta, miskin adalah orang yang berada pada sudut keghinaan,
terakhir miskin adalah orang yang sangat kekurangan żū matrabah.
Juga, penafsiran al-Jailānī lebih condong kepada corak fiqh, karena pada
lafaz miskīn tersebut al- Jailānī tidak menafsirkannya secara mistik.
Kata kunci: Miskīn, Tafsir al-Jailānī.
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahiim
Alhamdulillāhirabbil‘ālamīn. Segala puji dan syukur
penulis panjatkan atas kehadirat Allah Ta‘ālā yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Miskin dalam Al-Qur’an
Perspektif al-Jailānī” dengan baik. Tak lupa salawat serta salam
selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW karna
berkat jasanya yang telah membawa risalah dan membimbing
umat Islam dari zaman Jahiliyah kepada zaman yang Islamiyyah.
xi
xii
Abdul Wahid
NIM 11170340000195
DAFTAR ISI
xv
xvi
BAB V PENUTUP........................................................................................ 77
A. Kesimpulan .......................................................................................... 77
B. Saran..................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 79
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Tabel:
Tabel 2.1: Klasifikasi Ayat Miskin dengan Term sakana .................. 21
Tabel 2.2: Ayat Miskin dengan Berbagai Term Selain sakana .......... 23
Tabel 4.1: Lafaz Miskīn yang Ditafsirkan oleh al-Jailānī ................... 53
Tabel 4.2: Kategorisasi Miskin dalam Tafsir al-Jailānī ...................... 66
Gambar:
Gambar 3.1: Sumber Penafsiran ......................................................... 48
Gambar 3.2: Metode Penafsiran ......................................................... 49
Gambar 3.3: Penafsiran Tasawwuf..................................................... 51
xvii
xviii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin
dapat dilihat pada halaman berikut:
ب b Be
ت t Te
ث ṡ es (dengan titik di atas)
ج j Je
ح ḥ h (dengan titik di bawah)
خ Kh ka dan ha
د d De
ذ Ż zet (dengan titik di atas)
ر r Er
ز z zet
س s Es
ش Sy es dan ye
ص ṣ es dengan titik di bawah
ض ḍ de dengan titik di bawah
ط ṭ te dengan titik di bawah
xix
xx
B. Tanda Vokal
َ a fatḥah
َ i kasrah
َ u ḍammah
xxi
َي ai a dan i
َو au a dan u
Dalam bahasa Arab untuk ketentuan alih aksara vokal panjang (mad)
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
C. Kata Sandang
Kata sandang dilambangkan dengan “al-“, yang diikuti huruf
syamsiyah dan huruf qamariyah.
E. Ta Marbūṭah
Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta marbūṭah yang
hidup atau mendapat harkat fatḥah, k
xxii
F. Huruf Kapital
Penerapan huruf kapital dalam alih aksara ini, juga mengikuti Ejaan
Bahasa Indonesia (EBI) yaitu, untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf
awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri
didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap
huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.
Contoh: Abū Hāmīd al-Gazālī, al-Kindī.
1
Umar bin Abdullah al-Muqbil, Kaidah Al-Qur’an untuk Jiwa dan Kehidupan,
(Jakarta Timur: Pustaka Al-kautsar, 2015), vii.
1
2
2
Syahrul Firdaus, “Konsep Miskin Menurut Al-Qur’an (Skripsi S1., Universitas
Islam Negri Alauddin Makassar, 2014), 1.
3
Fiqri Auliya Ilhamy, “Hadis Kemiskinan Menurut Ibnu Qutaibah dakam Kitab
Ta’wīl Mukhtaliful Hadītṡ” (Skripsi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2014), 1.
3
4
Ahmad Abū al-Husain, Maqāyis al-Lughah, (Kairo: Dār al-Fikr, 1979), 88.
4
5
Al-Bāqi, Muhammad Fu’ad, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ Al-Qur’an al-
Karīm, (Kairo: Dār al-Kutub al-Misriyah, 1364), 354.
6
Muhammad bin Yazid Al-Qazwinī, Sunan Ibn Mâjah, (Kairo: Dār Ihya’ al-
Kutub al-‘Arabiyah, 1918), 1381.
5
أعوذ بك من الفقر
Artinya: Aku berlindung kepadamu (Allah) dari kefakiran. 7
Dua hadis ini menunjukkan bahwa miskin lebih baik dari fakir
dimana al-Qusyairī berpendapat dalam tafsirannya bahwa orang miskin
lebih utama daripada orang fakir dikarenakan orang miskin masih
memiliki pendapatan dalam kehidupannya, dengan begitu dia dapat fokus
ibadah kepada Tuhannya dan tidak bingung mencari penghidupan di satu
hari tertentu.8
Kesimpangsiuran pemaknaan miskin menjadi permasalahan yang
sangat serius, dimana miskin di dalam al-Qur’an sendiri disebutkan bahwa
mereka adalah golongan atau orang-orang yang perlu dibantu dalam segi
perekonomiannya.
Al-Qur’an sebagai satu-satunya kitab yang selalu relevan pada
setiap tempat dan juga masa “wa annahu al-kitāb al-wāhid allażī yaśluhu
likulli zamān wa makān”.9 Seperti yang difirmankan oleh Allah swt.
dalam surah al-Isrā’ ayat 9:
َْ َّ َ ُ ْ َ ََٰ َّ
ِإن هذا الق ْرآن َي ْه ِدي ِلل ِتي ِه َي أق َو ُم
Artinya: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk
kepada (jalan) yang lebih lurus”. (Qs. al-Isrā’/17: 9).
Untuk memahami ayat-ayat yang ada di dalam Al-Qur’an, maka
harus kembali kepada penjelasan Nabi dengan kembali kepada kitab-kitab
hadis yang ada, selain itu dengan melihat penjelasan para mufassir dalam
kitab-kitab tafsir yang ada dimana seperti yang disampaikan oleh al-
7
Ahmad bin Syu’aib An-Nasā’i, Sunan al-Nasā’i, (Riyadl: Dār al-Hadlarah li an-
Nasyr wa at-Tauzi’, 2015), 729.
8
Abdul Karīm Al-Qusyairī, Latāif al-Isyārāt, Juz 1, (Beirut: Dār al-Kutub al-
Ilmiyah, 2007), 429.
9
Al-Muqbil Umar bin Abdullah, Qawā’id Qur’aniyyah 50 Qā’idah Qur’aniyyah
fī al-Nafs wa al-Hayāh, cet. 3, (Riyadl: al-Mulk Fahd al-Wathoniyyah Astna’a an-Nasyr,
2012), 307.
6
Zarkasyī bahwa tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami kitab
Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad saw. baik itu
dari segi makna maupun dalam segi pengluaran hukum-hukumnya. 10
Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī yang memiliki nama lengkap Abdul
Qādir bin Abī Shālih bin Jankī Dusat al-Jailānī. Sedangkan nasabnya
adalah Abdul Qādir bin Abī Shālih bin Jankī Dusat bin Abdullāh bin
Yahyā bin Muhammad bin Dāud bin Musā bin Abdullah bin Musā bin
Abdullāh bin al-Hasan al-Muṣannā bin bin al-Hasan bin Alī bin Abī
Thālib al-Hasanī al-Jilī.11 Dilahirkan pada tahun 470 H. atau 1077 M. di
daerah Jil.12 Wafat pada tahun 561 H. atau 1166 M. yang tepatnya pada
malam Sabtu, 10 Rabiul Awal 561 H.
Banyak kitab-kitab atau karya yang dihasilkan olehnya.
Diantaranya adalah Sirr al-Asrār fī Mażāhir al-Anwār fî mā Yahtāju Ilaihi
al-Abrār, futūh al-Gayb, Tafsīr al-Jailānī, Jawāhir al-Fath al-Rabbānī, al-
Tiryāq al-Mujarrab, As-Salāh al-Kubrā, Warad al-Jalālah. Dan masih
banyak lagi kitab-kitab yang ditulisnya. Pada kitab Tafsīr al-Jailānī inilah
yang akan dibahas pada penelitian ini.
Tafsîr al-Jailānī adalah sebuah kitab yang tafsir yang dikarang
olehnya adalah sebuah kitab tafsir yang singkat dan ungkapan yang mudah
dipahami. Tafsir yang bercorak sufi inilah yang dijadikan rujukan oleh
para salik untuk menempuh jalan kesufian, penjelasan yang ringkas dan
padat inilah menjadikan tafsir ini diakui oleh banyak ulama dan juga para
sufi. Tafsīr al-Jailānī ini juga banyak digunakan oleh peneliti sebelumnya
untuk menemukan pemaknaan secara sufistik dalam al-Qur’an, dari
10
Khalīl Manna’Al-Qatthān, Mabāhits fī Ulūm Al-Qur’an, (Kairo: Wahbah,
1995), 316.
11
Abdul Qādir al-Jailāni, futūh al-Ghaib, (Riyadl: Dār al-Hadi, 2013), 9.
12
Shalāh ad-Dīn an-Nakdalī, Jawāhir al-Fath al-Rabbānī, (Jerman: al-Dār al-
Islamiyah li al-I’lam, 2011), 5.
7
13
Nata Abuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Radja Garfindo Persada, 2002), 200.
8
tafsirnya
2. Batasan Masalah
Meningat identifiaksi maslah yang liuas dengan begitu untuk
menghindari pembahasan yang meluas juga serta menjadikan pembahasan
yang tidak mengarah kepada maksud dan tujuan penulisan skripsi, maka
penulis lebih menekankan dan menitik beratkan pembahasan atau
memberikan batasan masalah dengan memfokuskan kepada pemaknaan
miskin, dan juga penafsiran Syaikh Abdul Qādir dalam kitab “Tafsîr al-
Jailānī” terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan miskin.
3. Rumusan Masalah
Dengan pembatasan masalah yang ada di atas, maka rumusan
masalah dari pada skripsi ini adalah: Bagaimana al-Jailānī Memaknai
Lafaz “miskīn” dalam Tafsirnya?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian dilakukannya penelitian ini adalah:
a. Untuk memahami penafsiran Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī terhadap
ayat-ayat yang berisikan tentang miskin dan fakir di dalam kitab
tafsirnya yaitu Tafsīr al-Jailānī.
b. Untuk mengetahui corak yang diberikan Syaikh Abdul Qādir al-
Jailānī dalam menafsirkan ayat tentang miskin dalam kitab Tafsīr al-
Jailānī.
Kemudian tujuan akademik dari penelitian ini adalah:
a. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama
(S.Ag.)
b. Sebagai penopang untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan tafsir, khususnya Tafsīr al-Jailānī.
2. Manfaat dari pada penelitian ini adalah:
9
14
Sofyan Hadi, “Problema Miskin dan Kaya dalam Pandangan Islam” Jurnal Asy-
Syir’ah, vol. 43, no. 2, (Desember, 2009): 457.
10
15
Anwar Sitepu, “Karakteristik Keluarga Menurut Peringkat Kemiskinan Studi
Pendahuluan Untuk Perumusan Kriteria Fakir Miskin” Jurnal Informasi, vol. 17, no. 1,
(Januari, 2012): 48.
16
Fiqri Auliya Ilhamy, “Hadits Kemiskinan Menurut Ibnu Qutaibah dalam Kitab
Ta’wīl Mukhtaliful Hadis” (Skripsi S1., Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2014), ix.
17
Syahrul Firdaus, “Konsep Miskin Menurut Al-Qur’an” (Skripsi S1., Universitas
Islam Negri, Alauddin Makassar, 2014), ix.
11
18
Rahman Ritonga, “Memaknai Terminologi Fakir Dan Miskin Dalam Kontek
Amil Zakat Masa Kini” Jurnal al-Hurriyah, vol. 15 no. 2, (Juli-Desember, 2014): 92.
19
Dede Rodin, “Rekonstruksi konsep fakir dan miskin sebagai mustahik zakat”
Jurnal Ijtihad, vol. 15 no. 1, (Juni, 2015): 137.
20
Fauzi Arif Lubis, “Miskin Menurut Pandangan Al-Qur’an”, Jurnal Tansiq, vol.
1, no. 1, (Januari – Juni, 2018): 68.
12
21
Badriyatul Azizah, “Al-Hayah Perspektif Tafsir al-Jailānī”, (Skripsi S1,
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), ix.
22
Kuntano Noor Aflah, “Urgensi Penetapan Kriteria Fakir Miskin Bagi
Penyaluran Zakat di Indonesia”, Jurnal ZISWAF, Vol. 4, No. 1, (Juni 2017): 169.
23
Kiki Baihaqi, “Mental Miskin Menurut Al-Qur’an” (Skripsi S1., Institut Agama
Islam Negri Surakarta Jawa Tengah, 2019), ix.
13
kerja untuk mencapai objek yang diinginkan atau yang dimaksud sehingga
fokus kepada penelitian yang diinginkan, karena metodologi penelitian
tidak hanya berhubungan dengan pengetahuan, tetapi juga dengan ilmu
pengetahuan. 24 Dengan begitu, metodologi adalah aktivitas suatu
penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mencapai
keobjektivitasannya dalam penelitian, sehingga mencapai hasil dan
kesimpulan yang diinginkan. Oleh karena itu, terkait metode tersebut, ada
poin-poin yang perlu disampaikan:
1. Jenis Penelitian
Adapun penelitian ini adalah penelitian pustaka atau biasa disebut
dengan library research yaitu penelitian yang menggunakan data-data
yang berbasis keperpustakaan seperti buku, kitab, jurnal, artikel dan
bacaan-bacaan yang lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian ini,
terutamanya kitab tafsir yang dikarang oleh Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī
yaitu Tafsīr al-Jailānī.
2. Metode Pengumpulan Data
Adapun cara ini yang digunakan untuk mengumpulkan data yang
diperlukan dalam penelitian melalui prosedur yang sistematika dan
standar. Data tersebut berkaitan dengan bahan penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian. ini dilakukan dengan sistematik dan juga
sesuai standar yang ada. Data yang digunakan adalah harus sesuai dengan
pokok permasalahan yang ada dan juga harus relevan dengan penelitian
yang akan dilakukan. Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan agar
penelitian yang dilakukan dapat terjaga tingkat validitas dan
reabilitasnya.25
24
W. Gulo, metodologi Penelitian (Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia,
2002), 10.
25
Sandu Siyoto & M. Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian (Yogyakarta:
Literasi Media Publishing, 2015), 75.
14
26
Sandu Siyoto & M. Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, 109.
27
Sandu Siyoto & M. Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, 77-78.
15
28
Fauzan, Imam Mustofa & Masruchin, “Metode Tafsir Mauḍu’i (Kajian Ayat
Ekologi)”, Jurnal al-Dzikra, vol. 13, no. 2, (Desember, 2019): 199.
16
masuk ke bab dua untuk melihat pemetaan lafaz miskin serta diskursus
pemaknaannya dalam setiap bentuk lafaz, baik itu maṣdar, fa‘il maupun
jama’. Lebih spesifiknya adalah
Bab kedua akan membahas terkait gambaran umum tentang miskin
menurut ulama. Didalamnya terdiri dari beberapa sub bab: A) Tema
Maskanah dan Derevansinya dalam al-Qur’an, ini untuk mengungkap
sebanyak apa lafaz yang tekait miskin dalam al-Qur’an diulang, sub bab
ini kemudian dilanjutkan pada sub bab B) Ragam Mutarādifat dan
Maknanya dalam Konsep Maskanah, pada sub bab ini menampilkan
macam mutarādifat yang berkaitan dengan miskin, kemudian sub bab
selanjutnya memberikan C) Kontroversi Ulama Seputar Keutamaan Status
Miskin, setelah itu menampilkan D) Tafsir Makna Istilah Miskīn dalam
Literatur Miskin Secara Umum, setelah diketahui pemaknaan secara
mendalam terkait miskin ini maka dilanjutkanlah dengan bab selanjutnya
yang menjelaskan secara mendalam akan hal-hal yang berkaitan dengan
Syailh Abdul Qādir al-Jailānī lebih detailnya adalah
Bab ketiga menjelaskan tentang hal-hal yang berhubungan dengan
Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī. Pada bab ini juga menjelaskan tentang
gambaran daripada tafsir al-Jailānī. Di antaranya adalah: A) Biografi
Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī. B) Guru-guru dan Murid-muridnya. C)
Karya Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī. C) Profil Kitab Tafsir al-Jailānī
karya Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī. D) Metode Penafsiran Syaikh Abdul
Qādir al-Jailānī, kemudian setelah sempurna mengetahui latar belakang
dan juga hal-hal yang berkaitan dengan Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī dan
juga tafsirnya yaitu Tafsir al-Jailānī maka dilanjutkanlah kepada bab
empat yang berisikan yaitu
Bab keempat merupakan inti dari pembahasan ini, membahas
tentang penafsiran Syaikh Abdul Qodir al-Jailānī terhadap ayat-ayat yang
18
berisikan lafaz miskin. Bab ini terdiri dari beberapa sub bab yang di
dalamnya membahas tentang penafsiran Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī
terhadap ayat-ayat yang terdapat lafaz miskin. A) Ayat-ayat al-Qur’an
yang Mengandung Lafaz Miskīn dalam al-Qur’an, B) Kategorisasi Miskin
dalam Tafsir al-Jailānī. Setelah ditemukan terkait makna miskin yang
diberikan al-Jailānī maka kemudian dilanjukan bab kelima yang berkaitan
dengan kesimpulan dari penelitian ini, secara spesifik adalah
Bab kelima, merupakan kesimpulan dari seluruh uraian yang telah
dikemukakan dan merupakan jawaban atas permasalahan yang diteliti
disertai dengan saran-saran yang dapat disumbangkan sebagai
rekomendasi untuk kajian lebih lanjut dari penelitian ini sekaligus
merupakan penutup rangkaian dari pembahasan skripsi ini.
BAB II
DISKURSUS MAKNA ISTILAH MISKĪN DALAM LITERATUR
TAFSIR AL-QUR’AN
jama’ ( )مساك نيyang terulang sebanyak 12 kali, dan juga ada yang
tersebar di dalam beberapa surah dan ayat, antara lain yang terdapat di
dalam surah QS. al-Baqarah (2) ayat: 83, 177, 184, 215. Itu adalah kata
muqtir (ت
ُ )ال ُمقyang terulang sebanyak 1 kali, imlāq ( )اءمَلقterulang
sebanyak 2 kali, ‘aylah ( )عي لةyang disebutkan sebanyak satu kali, al-
ba’sā’ (ُ )الباءساءdan terakhir ‘āil ( )عاءلyang juga disebutkan sekali dalam
1
Wahbah az-Zuhailī, Al-mausū‘ah al-Qur’aniyah al-Muyassarah (Beirut: Dār al-
Fikr al-Mu’ashirah, 2002), 28.
19
20
pada orang yang tidak mempunyai harta benda. Kata al-maskanah ()املسكنة
ini dibentuk dari fi‘l māḍi ( ماضي )فعلatau kata kerja yang memiliki waktu
lampau “sakana” yang berarti diamnya sesuatu sesudah bergerak, dan
seperti contoh: سكن فَلن مكان كذاartinya: Fulan tinggal di tempat seperti
ini.2 Bentuk maṣdarnya adalah maskanah ( )املسكنةadapun lafaz “mim”
Karīm” yang ditulis oleh Fuad Abdul Bāqī menyebutkan Di dalam al-
Qur’an kata miskin dan kata lain yang seasal dengan itu, yang berasal dari
2
Al-Rāgib al-Iṣfahanī, Mufrodat Alfādz al-Qur’ān (Beirut: Dār al-Syamiyah,
2009), 417.
3
Muhammad Fuad Abdul Bāqī, Al-Mu’jam al-Mufahras li alfāż al-Qur’an (Kairo.
Dār al-Kutub al-Mishriyah, 1945), 353.
21
menyantuninya.
Berikut ini persebaran ayat-ayat tentang miskin dengan
menggunakan term sakana di dalam al-qur’an:
Tabel 2.1 Klasifikasi Ayat miskin dengan Term sakana
No Surah Ayat Status
Qur’an yang relatif memiliki kedekatan makna dengan miskin itu sendiri.
Adapan kata-kata tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 2.2 Klasifikasi Ayat Miskin dengan Berbagai Term Selain sakana
No Surah Ayat ke Kata Terjemah
1 Al-Baqarah 268 الفقر Kemiskinan
4
Ahmad bin Fāris bin Zakariyā, Mu'jam Maqāyis al-Lughah, Juz I (Beirut: Dār al-
Fikr, 1970), 328.
5
Al-Rāgib al-Iṣfahanī, Mufradat Alfāż al-Qur'an, 153.
6
Al-Rāgib al-Ishfahanī, Mufradat Alfāż al-Qur'an, 437.
25
7
Ahmad bin Fāris bin Zakariyā, Mu'jam Maqāyis al-Lughah, Juz III (Beirut: Dār
al-Fikr, 1970), 362.
8
Al-Rāgib al-Iṣfahanī, Mufradat Alfāzh al-Qur'an, 598.
9
Ahmad bin Fāris bin Zakariyā, Mu'jam Maqāyis al-Lughah, juz v, 32.
10
Al-Rāgib al-Iṣfahanī Mufradat Alfāzh al-Qur'an, 685.
26
حدَّث نا قُت ي بةُ ب ُن سعي ُد حدَّث نا ال ُمغي رةُ ي عين أِب الزَند عن اْلعرج عن أِب ُهري رة رضي
ُ ني ِبذا الطََّّو
اف ُ اَّللُ عليه وسلَّم قال ليس المسك َّ اَّلل صَّلى َّ اَّللُ عنهُ أ َّن ر ُسول
َّ
ُ ُالَّذي يط
ُ وف على النَّاس ت ُرُّدهُ اللُّق مةُ واللُّقمتان والتَّمرةُ والتَّمرَتن قالُوا فما المسك
ني
اَّلل قال الَّذي َل َي ُد غ ىًن يُغنيه وَل يُفط ُن لهُ ف يُ تص َّد ُق عليه وَل يسأ ُل َّ َي ر ُسول
13.النَّاس شي أى
11
Ahmad bin Fāris bin Zakariyā, Mu'jam Maqāyis al-Lughah, Juz III, 45.
12
Al-Rāgib al-Iṣfahanī, Mufradat Alfāż al-Qur'an, 556.
13
Abū al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Shahīh Muslim, Juz 5 (Beirut: Dār al-Kitab
Ilmiyyah, 1412), 24.
27
َّ
واح ُشرين يف ُزمرة المساكني، وأمتين مسك ىينا،الل ُه َّم أحيين مسك ىينا
Imam Baihaqi menyebutkan bahwa yang diharapkan atau yang
diminta adalah miskin yang berarti tunduk dan merendahkan diri sehingga
khusyū’ dan tawāḍu‘. Begitu juga yang disebutkan oleh Hujjatul Islam
Imam Gazālī dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
28
, َل اءىل الدنيا يلتفت وَل اءيل أخرة يشتغيل,و املسكني من َل يرضى بغري موَله
وَل بغري موَله يكتفي
Artinya: Miskin adalah dimana seseorang tidak mencari keridaan
kecuali kepada Tuhannya, tidak melirik kepada kehidupan dunia,
tidak pula sibuk dengan akhirat, dan orang miskin hanya merasa
cukup kepada Tuhannya.
Di halaman yang sama, al-Qusyairī menyebutkan bahwa keutamaan
orang miskin adalah dimana orang miskin tersebut mempunyai
penghasilan dan dengan penghasilan tersebut ia dapat fokus ketika
beribadah, karena jika ia tidak memiliki penghasilan maka dia akan
disibukkan untuk mencari kebutuhannya, dimana itu mengganggu
peribadatannya. 14
Kalangan mazhab Syafi’ī dan juga mazhab Hanbalī berpendapat
bahwa yang fakir yang lebih pasrah keadaannya dibandingkan dengan
miskin yaitu dimana fāqir adalah mereka yang tidak mempunyai
penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti
sandang, pangan, tempat tinggal serta beberapa kebutuhan pokok lainnya.
Akan tetapi menurut pendapat kalangan Malikiyah dan juga dalam
mazhab Hanafiyah adalah sebaliknya yaitu faqīr lebih baik keadaannya
dari pada miskīn.
D. Tafsir Makna Istilah Miskīn dalam Literatur Tafsir secara
umum
Adapun makna istilah miskin dalam literatur tafsir, banyak ulama’
yang menjelaskan terkait maknanya. Dalam penjelasan ini tidak semua
tafsir dipaparkan, hanya beberapa tafsir yang digunakan untuk
14
Abū al-Qāsim Abdul Karīm, Lathā’if al-Isyārāt, Juz I (Beirut: Dār al-Kutub,
2001), 429.
29
15
Ibnu Kaṡīr, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Ażīm, (Riyadh: Dār Kunuz Eshbelia, 2009),
Cet. ke-VIII, Jilid I, 887.
16
Al-Zamakhsyarī, Al-Kasysyāf ‘An Haqāiq al-Tanzīl Wa ‘Uyūn al-Aqāwīl Fī
Wujūh al-Ta’wīl, Juz I, cet. I (Kairo: al-Quds: 2018), 194.
30
17
Syamsuddīn Muhammad bin Muhammad As-Syarbinī, Al-Sirāj al-Munīr, cet. I
(Kairo: Al-Quds, 2018), 316.
18
Jalāluddīn al-Suyuthī, al-Dūr al-Mantsūr fī al-Tafsīr al-Ma`tsūr, Juz 4 (Beirut:
Dār al-Fikr, 2011), 221.
BAB III
BIOGRAFI SYAIKH ABDUL QĀDIR AL-JAILĀNĪ
1
Abdul Qādir al-Jailānī, Tafsīr al-Jailānī, Juz I (Quwait: al-Maktabah al-
Ma’rufiyah, 2010), 5.
2
Abdul Qādir al-Jailānī, Abdul Qādir al-Jailānī, futūh al-Gayb, (Riyadl: Dār al-
Hadi, 2013), 9.
3
Abdul Qādir al-Jailānī, Fath al-Rabbanī, (Jerman: adl- Dār al-Islamiyah li al-
I’lam, 2011), 5.
4
Abdul Qādir al-Jailānī, Tafsīr al-Jailānī, Juz I, 5.
5
Mahbub Junaidi, “Pemikiran Kalam Syekh Abdul Qādir al-Jailānī” Jurnal Studi
Keagamaan, Pendidikan, dan Humaniora” Vol. 5 No. 2, (Oktober, 2018): 163.
31
32
ketika menulis biografinya dalam kitab Sirr A’lām Al-Nubalā’. Selain itu
juga para sufi juga banyak memberinya gelar seperti al-qutb wa al-gauṣ,
al-bāz al-asyhāb dan sebagainya. Diantara gelarnya adalah “imam” yang
seperti disebutkan oleh As-Sam’ānī seraya berkata “al-Jailānī adalah
pengikut hambali”. 6 Sebagai ulama atau sufi yang terkenal, maka Syaikh
Abdul Qādir memiliki gelar lain yaitu seperti muhyī al-dīn (penghidup
agama), al-‘ārif billāh (yang dekat dengan Allah), atau juga al-Jailānī
sering disebut dengan sulṭān al-auliyā’ (raja dari para wali). Seperti yang
dijelaskan Ibnu Rajab dalam Zāilu Ṭabaqāt Al-Hanabilah, “al-Jailānī
adalah syaikh di masanya, teladannya orang-orang ārif, penguasa para
syuyūkh, pemilik maqāmat (kedudukan), pemilik karāmah dan ilmu
pengetahuan yang luas. 7
Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī berasal atau dilahirkan di Jailan atau
jail, yaitu negeri yang terpencil di belakang Tabarastan, yang dikenal
dengan Kail atau Kailan. Penisbatan ke nama wilayah itulah menjadi Jaili,
Jailānī, Kailī atau Kailani. Daerah Jailan atau sebagian menyebutnya Gilan
sendiri berada di sebelah Utara Iran dan membentang ke laut Qazwin. 8 Di
daerah ini pula aliran mazhab Hambali terkenal yang dimana Syaikh
Abdul Qādir juga termasuk aliran Hanabillah setelah kemudian pindah
menjadi Syafi’iyah atau bermazhab kepada Imam Syafi‘i.
Keistimewaan Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī mulai nampak
semenjak al-Jailānī baru lahir. Hal ini dikarenakan sejak masih bayi ia ikut
puasa dengan tidak meminum ASI pada siang hari. Hal ini berdasarkan
penuturan Sayyidah Fatimah ibunda Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī.
“Semenjak aku melahirkan anakku, ia tidak pernah meminum air susu di
6
Said bin Musafir al-Qahthani, Buku Putih Syaikh Abdul Qādir al-Jailāni
(Jakarta: Dārul Falah, 2003), 13-14.
7
Said bin Musafir al-Qahthani, Buku Putih Syaikh Abdul Qādir al-Jailāni, 17
8
Abdul Qādir al-Jailānī, Fath al-Rabbani, 9.
34
9
Sahara Ramadhani, Kisah Penyejuk Jiwa Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī
(Yogyakarta: Anak Hebat Indonesia, 2021), 43.
35
10
Syarif Hadi Masyah, The Wisdom of Abdul Qādir al-Jailānī (Jakart:. Serambi
Ilmu Semesta, 2002), 22.
11
Sahara Ramadhani, Kisah Penyejuk Jiwa Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī, 20.
12
Said bin Musafir al-Qahthani, Buku Putih Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī, 17.
13
Sahara Ramadhani, Kisah Penyejuk Jiwa Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī 22.
36
14
Said bin Musafir al-Qahthani, Buku Putih Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī,17-18.
15
Sahara Ramadhani, Kisah Penyejuk Jiwa Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī, 30.
16
Abdul Qādir al-Jailānī, Tafsīr al-Jailānī, juz 1, 9.
37
17
Abdul Qādir al-Jailānī, Tafsir al-Jailānī, Juz I, 12-14.
38
18
Sahara Ramadhani, Kisah Penyejuk Jiwa Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī, 24.
39
19
Abdur Razzāq al-Kailānī, As-Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī al-Imām al-Zāhid
al-Qudwah (Beirut: Dār al-Qalam, 1994), 286-288.
40
Kitab ini berisi tuntunan bagi para salik (orang yang menjalani
kesufian) menapaki jalan-jalan yang sunyi menuju rahasia dibalik rahasia.
6. Al-Ṣalawāt wa al-Awrād
7. Al-Rāsāil
8. Al-Diwān
9. Yawaqit al-Hikām
10. Asrārul Asrār
11. Jalā’ul Khātir
12. Al-Amru al-Muhkam
13. Ushūl as-Saba’
14. Mukhtashar Ihyā’ Ulumuddīn
15. Ushuluddin. 20
D. Profil kitab Tafsir al-Jailānī karya Syaikh Abdul Qādir Al-
Jailānī
Selain dari kitab-kitab yang dikarang oleh Syaikh Abdul Qādir al-
Jailānī, maka kitab al-Jailānī inilah yang termasuk karya besar al-Jailānī
dalam bidang tafsir. Tafsir yang ditahqiq oleh dua ulama besar, pertama
yaitu Syaikh Dr. Fāḍil Jailānī al-Hasanī al-Tailānī al-Jimazraq dilahirkan
di Desa Jimzarqa pada tahun 1954, kemudian dibesarkan di Qurtalan.
Syaikh Fāḍil ini merupakan cucu ke-25 dari Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī
seperti yang disebutkan oleh literatur yang ada. Yang kedua tafsir al-
Jailānī ini yang didalamnya menyimpan banyak pengetahuan ditahqiq
oleh Farīd al-Mazīdī.
Tafsir al-Jailānī adalah naskah yang ditemukan setelah
menghilang kurang lebih selama 800 tahun lamanya. Tafsir yang dikarang
oleh Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī ini ditemukan di Vatikan. Manuskrip
dari kitab tafsir ini tersimpan rapi di perpustakaan.
20
Sahara Ramadhani, Kisah Penyejuk Jiwa Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī, 31-33.
41
Halaman luar dari kitab tafsir ini berjudul ( تفسري اجليَلينTafsīr al-
Jailānī) seperti itu yang terlihat di sampul halaman cetakan kitab ini. Dari
penamaan kitab tersebut dapat diketahui kalau kitab ini disandingkan
kepada nama pengarangnya yaitu Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī.
Walaupun begitu, pentahqiq menyebutkan dalam muqaddimah kalau nama
asli dari kitab ini adalah الفواتح اإلهلية و املفاتح الغيبية و املواضحة للكامل القرأنية و
احلكمة الفرقانية (al-Fawātih al-Ilāhiyyah wa al-Mafātih al-Gaybiyyah al-
Muwāḍihah li al-Kālim al-Qur’āniyyah wa al-Hikām al-Furqāniyyah).
Tafsīr al-Jailānī ini menguras banyak tenaga dan biaya dalam menemukan
naskahnya sehingga pada akhirnya terkumpulkan dan dikoreksi. Tepat
pada tahun 1998 kitab tafsir ini resmi diterbitkan di Istanbul, Turki yaitu
di markaz al-Jilani li al-Buhus al-Ilmiyyah wa at-Tab’a wal Nasyr.
Di lima puluh perpustakaan pribadi dan juga perpustakaan resmi
dimana tepatnya di dua puluh negara Muhammad Fāḍil mencari serta
melacak keberadaan naskah-naskah maupun manuskrip-manuskrip dari
pada Tafsīr al-Jailānī ini. Akhirnya Muhammad Fāḍil menemukan tujuh
belas kitab dalam bentuk manuskrip hingga kemudian mengamankan
Tafsīr al-Jailānī. Dalam pencarian tersebut perpustakaan besar Vatikan
yang berada di daerah Roma, Italia tidak luput dari jejak pencariannya.
Petugas dari perpustakaan tersebut berkata kepada Muhammad Fāḍil
ketika datan ke perpustakaan megah itu “Syaikh Abdul Qādir adalah
42
Filosof Islam”, ini seakan menunjukkan kalau Syaikh Abdul Qādir al-
Jailānī juga menguasai bidang filsafat.
“Sang Filosof Islam” dan “Syaikh al-Islām wa al-Muslimīn”
adalah dua gelar yang ditemukan oleh Muhammad Fāḍil hanya di Vatikan,
al-Jailānī tidak menemukan gelar tersebut di tiga benua yang pernah
dikunjunginya dalam pencarian manuskrip maupun naskah. Di Vatikan
inilah ditemukannya naskah al-Jailānī dan di perpustakaan itu pula
disebutkan bahwa Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī menguasai tiga belas
cabang ilmu.
Acuan naskah dalam penerbitan Tafsīr al-Jailānī ini adalah
tentunya naskah asli tulis tangan Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī, kemudian
naskah di India dimana naskah ini kurang satu juz. Adapun naskah
primernya atau naskah utamanya adalah naskah alif kemudian naskah
sekundernya ba dan jim.
Adapun kitab tafsir yang diterbitkan oleh Muhammad Fāḍil ini
terbagi menjadi enam jilid yang berisikan:
a. Jilid yang pertama dimulai dari al-Fātihah hingga surah al-Māidah.
b. Jilid kedua berawal dari surah al-An’ām sampai akhir surah
Ibrāhim.
c. Jilid ketiga memuat surah al-Hijr hingga surah an-Nūr.
d. Jilid keempat memuat dari surah al-Furqān sampai surah Yāsīn.
e. Jilid kelima dimulai dari surah ash-Ṣaffāt sampai surah al-
Wāqi‘ah.
f. Jilid keenam dimulai dari surah al-Hadīd sampai surah an-Nās.
Kata َل خيفى (lā yakhfā) yang berarti bukan rahasia/sangat jelas
adalah awalan yang khas dari pengantar setiap surah. Selanjutnya dua kata
tersebut yaitu َل lā dan خيفى yakhfā ini disandingkan dengan nasihat-
nasihat yang terkandung di setiap surah, tentunya dengan nasihat yang
43
bernuansa tasawuf atau sufistik. Selain dari awalan yang khas dalam setiap
permulaan surah tersebut maka, Syaikh Abdul Qādir juga memberikan ke
khas-an dalam khātimah setiap surah, dimana Syaikh Abdul Qādir al-
Jailānī menyandingkan kata عليك ‘alaika di akhir suratnya di awal
nasihatnya.
Tafsīr al-Jailānī ini dinilai sebagai tafsir yang berpegang teguh
pada ilmu dan paham tertentu, kesan sufistik yang didalamnya berisikan
tentang nasihat penghidupan ruh, dan taqwa juga menghubungkan
kedekatan antara guru dan murid sehingga tujuan terbaiknya adalah
mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah swt. begitu pendapat dari pada
pentahqiq kitab tafsir ini yaitu Muhammad Fāḍil.
al-Jailānī ini kental dengan corak isyari dan ilmiahnya. Sehingga dalam
do’a, ini dilakukannya di setiap karyanya. Misal di akhir ayat ke-2 dari
dengan ayat juga menyertakan hadis-hadis maka bisa disebut kalau Tafsīr
3. Tafsir ini tergolong tafsir isyari. Meskipun tidak semua ayat dalam
surah al-Qur’an ditafsirkan dengan Isyari, akan tetapi struktur
dalam bangunan pandangan sufi terhadap tauhid melalui
penafsiran al-Jailānī kepada seluruh ayat-ayat al-Qur’an, sangat
sistematis, runtut dan sempurna. Sehingga ini memperkuat tafsir
al-Jailānī sebagai sebuah referensi utama, serta standar matlamat
bagi umat islam, khususnya para penempuh jalan menuju Allah
swt.
4. Sebagai sebuah kitab dan rujukan tasawuf tingkat tinggi (first
class), kitab ini juga menyebutkan sanad dan kualitas hadis,
mentarjih sesuatu yang dipandang benar tanpa fanatik atau taklid
tanpa dalil. Tafsir ini benar-benar bersih dari Israiliyat yang tidak
terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis.
5. Terbukti tafsir al-Jailānī telah diterima dan tersebar di seluruh
dunia Islam serta diakui oleh para ulama, seperti Syaikh Ali
Jum’ah (mufti mesir), mufti Syiria, mufti Lebanon, serta Syaikh
sufi seperti murabbi besar Syaikh Youssef Riq al-Bakhour dan
lain-lain.
editor menyebutkan bahwa nama asli dari tafsir ini adalah “al-Fawātih al-
Ilāhiyyah wa al-Mafātih al-Gaybiyyah al-Muwāḍihah li al-Kalim al-
Qur’āniyyah wa al-Hikām al-Furqāniyyah”. Dari judul tersebut dapat
diartikan bahwa Tafsīr al-Jailānī ini berisikan tentang mengungkap
isyarat-isyarat dalam Al-Qur’an. Sebagaimana ia (al-Jailānī) adalah orang
yang dekat dengan Allah swt. dan menyambung wusulnya dengan Nabi
saw. sehingga mengalami banyak karomah dalam setiap peribadatannya
dan juga mendapat petunjuk dalam setiap mujahadahnya.
Sampai saat ini tafsir al-Jailānī adalah karya tafsir yang ditahqiq
oleh dua ulama terkenal yaitu, yang pertama adalah Fādhil Jailānī al-
Hasanī dan oleh Farīd al-Mazīdī al-Hasanī. Kitab tafsir yang ditahqiq oleh
Fāḍil Jailānī al-Hasanī terdiri dari enam jilid. Adapun kitab tafsir yang
ditahqiq oleh Farīd al-Mazīdī al-Hasanī terdiri dari lima juz. Tafsir al-
Jailānī adalah kitab tafsir yang berisikan lengkap 30 juz Al-Qur’an.
Sedangkan dalam tafsir yang ditahqiq oleh Farīd al-Mazīdī al-
Hasanī yang terdiri dari lima juz itu adalah:
a. Juz 1 berisikan muqoddimah dari pentahqiq, biografi dan sifat dari
Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī, beberapa karya tulis yang berkaitan
dengan Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī. Juz 1 ini terdiri dari
penafsiran surah al-Fātihah sampai dengan al-Māidah
b. Juz 2 berisikan penafsiran surah al-An‘ām sampai dengan surah an-
Nahl
c. Juz 3 berisikan penafsiran surah al-Isrā’ sampai dengan surah al-
Ankabūt
d. Juz 4 berisikan penafsiran surah ar-Rūm sampai dengan surah
Muhammad
e. Juz 5 berisikan penafsiran surah al-Fath sampai dengan an-Nās, di
juz 5 ini juga terdapat indeks sumber dan referensi penting.
47
21
Abdul Qādir al-Jailānī, Tafsīr al-Jailānī, Juz 1-5.
22
M. Ridlwan Nasir, Perspektif Baru Metode Tafsir Muqarin Dalam Memahami
al-Qur’an (Surabaya: Imtiyaz, 2010), 14.
48
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Di atas adalah contoh penafsiran secara ijmali dalam Tafsīr al-
Jailānī. Penjelasan yang diberikan adalah bersifat global dan tidak panjang
sehingga mudah untuk dimengerti. Dalam contoh tersebut juga nampak
bayānī (deskriptif) penjelasan yang tanpa menghadirkan beberapa
pendapat ulama dan juga tanpa mentarjih setiap pendapat sebelumnya.
4. Tartib Ayat
23
Muhammad Abdul Ażīm az-Zarqānī, manāhil al-Irfān fī Ulūm al-Qur’ān
(Beirut: Matba’ah Isa al-Babi al-Halabi wa Syarakahu 1943), 5.
24
Tinggal Purwanto, Pengantar Studi Tafsir (Yogyakarta: Adab Press, 2013), 42.
50
Dari segi tartīb al-ayat yang ditafsirkan dalam kitab Tafsīr al-Jailānī
maka dapat dilihat bahwa tafsir ini menggunakan metode tahlili yaitu
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang
terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut serta
menerangkan makna-makna yang tercangkup di dalamnya sesuai dengan
keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat tersebut. 25
Hal ini dimana Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī menafsirkan al-Qur’an
lengkap 30 juz sesuai dengan urutan mushaf Uṡmani.
Setelah dijelaskan terkait dengan metode (manhaj) dari Tafsīr al-
Jailānī maka selanjutnya adalah terkait dengan natijah atau corak tafsir
yang terdapat pada Tafsīr al-Jailānī ini. Corak tafsir atau natijah sebuah
tafsir dapat diketahui dengan kecenderungan atau bidang keilmuan dari
seorang mufassir. Pengarang dari Tafsīr al-Jailānī yaitu Syaikh Abdul
Qādir al-Jailānī adalah seorang ulama’ sufi yang masyhur sehingga
banyak khalayak dapat menerka bahwa tafsir yang dikarang ini adalah
tafsir sufi (isyārī) yaitu tafsir yang tidak hanya menjelaskan tentang makna
dzahir saja, namun juga mengungkap makna batin dari setiap ayat
qur’an.26
Penafsiran secara isyārī yang dilakukan oleh Syaikh Abdul Qādir
al-Jailānī terlihat jelas, dimana ketika al-Jailānī menjelaskan atau
menafsirkan suatu ayat sering disandingkan dengan ketauhidan yang
seperti diketahui bahwa ketauhidan adalah bagian pokok dari ilmu
taṣawwuf. Barikut contoh penafsirannya:
25
Tinggal Purwanto, Pengantar Studi Tafsir, 46.
26
Muhammad Abdul Adzim az-Zarqani, manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an, 74.
51
Gambar 3.3
52
BAB IV
PENAFSIRAN MAKNA LAFAZ MISKĪN DALAM AYAT-AYAT
AL-QUR’AN PERSPEKTIF TAFSIR AL-JAILĀNĪ
1) QS. al-Baqarah 2: 83
َٰ ْ ُ ْ ً ْ ْ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ
َ اق َبن ْي ا ْس َراۤء ْي َل َلا َت ْع ُب ُد ْو َن اَّلا ه
اّٰلل َو ِبال َوا ِلدي ِن ِاح َسانا َّو ِذى القرٰب ِ ِ ِ ْٓ ِ واِ ذ اخذنا ِميث
َّ ُ ْ َّ َ ُ َ َٰ َّ ُ َٰ َ َ َٰ َّ َ ً ُ َّ ْ ُ ْ ُ َ ْ َٰ َ ْ َ َٰ َٰ َ ْ َ
الزكوةَۗ ثَّم ت َوليت ْم ِالا اس ح ْسنا َّوا ِق ْي ُموا الصل وة واتوا ِ واليتمى والمس ِكي ِن وقولو ا ِل
لن
َ ُ ْ ُ َْ ُ ْ ً َ
ق ِل ْيلا ِمنك ْم َوانت ْم ُّمع ِرض ْو ن
53
54
ْ َٰ َّ ْ َّ َ ْ َٰ َ َ ه ْ ْ ْ ْ َ ُ َ ْ ُ ْ ُّ َ ُ ْ َ َّ ْ َْ
اّٰلل َوال َي ْو ِم
ِ لي َس ال ِبران تولو ا ُوجوهك ْم ِق َبل ال َمش ِر ِق َوال َمغ ِر ِب َول ِكن ال ِبر من ا من ِب
َٰ َ ْ َٰ ُ ْ َ ُ َٰ َ َ َ ْ َ َٰ َ َّ َٰ ْ َ ٰۤ ْ َٰ ْ
الا ِخ ِر َوال َملىِٕك ِة َوال ِكت ِب َوالن ِب ّٖينۚ َوات المال على ح ِب ّٖه ذ ِوى الق ْرٰب َواليت َٰم ى
َ ُ ْ َ َٰ َّ َ َٰ َ َ َٰ َّ َ َ َ َ َ َ الساۤىِٕل ْي َن
ْ
َّ َوال َم َٰسك ْي َن َو ْاب َن
الزكوةۚ َوال ُم ْوف ْو ن ابۚ واقام الصل وة و ات ِ الرقِ ِ ف و ِ
َّ السب ْي لِۙ َو
ِ ِ ِ
55
ْ ْ ْ ْ
َ ْ َّ َ ٰۤ ُ َ َّ ه ُ َ َ َ َ
ِبع ْه ِد ِه ْم ِاذا عاهد ْواۚ َو الص ِب ِر ْي َن ِف ال َبأ َسا ِۤء َوالضَّرا ِۤء َو ِح ْين ال َبأ ِسَۗ اول ِٕىك ال ِذين
َ ُ َّ ْ ُ َ ٰۤ ُ َ ْ ُ َ َ
َۗواول ِٕىك ه ُم ال ُمتق ْون
صدقو ا
1
Jalaluddīn Abī Abdur Rahmān as-Suyūtī, Lubāb an-Nuqūl fī asbān an-Nuzūl
(Beirut: Mu’assisatul Kutub as-Saqafiyah, 2002) 30.
56
َٰ َ ْ َ ْ َ ْ ْ َ ْ َ َ ُ ْ ََْ ْ ُ َ ُ ْ َ َ َ ُ َ
ي ْس َٔـل ْونك َماذا ُين ِفق ْونَۗ قل َمآْ انفقت ْم ِم ْن خ ْي ٍر ف ِلل َوا ِلدي ِن َوالاق َر ِب ْين َوالي ت َٰمى
َ َ َ َ َ ْ َ ُ ْ ْ َ ْ َ َّ ه ْ
اّٰلل ِب ّٖه ع ِل ْيم الس ِب ْي ِلَۗ وما تفعلوا ِمن خي ٍر ف ِان َّ َوال َم َٰسك ْين َو ْابن
ِ ِ ِ
2
Abdul Qādir al-Jailānī, Tafsīr al-Jailāni, Juz I (Quwait: al-Maktabah al-
Ma’rufiyah, 2010), 179-180.
3
Jalaluddin Abī Abdur Rahmān as-Suyūtī, Lubāb an-Nuqūl fī asbān al-Nuzūl, 41.
57
4) QS. an-Nisā’ 4: 8
ً َ َ ُ ُ ُ ْ ُ ُُ َ ُ ْ َٰ َ ْ َٰ ُ ْ ُ ُ َ ْ َ َ َ
َواِ ذا حض َر ال ِق ْس َمة اولوا الق ْرٰب َوالي ت َٰمى َوال َم َٰس ِك ْين ف ْارزق ْو ه ْم ِمنه َوق ْول ْو ا ل ُه ْم ق ْولا
ً ْ
َّمع ُر ْوفا
4
Abdul Qādir al-Jailānī, Tafsir al-Jailānī, Juz I, 206.
58
5) QS. an-Nisā’ 4: 36
َٰ َ ْ َٰ ْ ُ ْ ْ َ ْ ُ ُْ َ
َواليت َٰم ى
ً ْ َ
اّٰلل َولا تش ِرك ْوا ِب ّٖه ش ْي ًٔـا َّو ِبال َوا ِلدي ِن ِاح َسانا َّو ِب ِذى القرٰبَ اع ُب ُدوا ه
ْ َ
و
ْ ُ ُْ َ ْ َ َٰ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ َٰ َ ْ َ
َّ الصاح ب بال َج ْن ْۢب َو ْابن
الس ِب ْي ِلِۙ َو َما
َ َ
و ب ن جال ار ج ال و ٰبر ق ال ى ذ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ والمس ِكي ِن وال
ار ج
ُ َ ً َُْ َ َ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ُ ُ ْ َّ ه
ِۙيح ُّب َم ْن كان مختالا فخ ْو ًرا ِ ملكت ايمانكمَۗ ِان اّٰلل لا
6) QS. al-Anfāl 8: 41
6
Abdul Qādir al-Jailānī, Tafsīr al-Jailānī, Juz I, 360-361.
60
7) QS. at-Taubah 9: 60
َّ ْ ْ ْ
اب
َ َ الص َد َٰق ُت ل ْل ُف َق َراۤء َوال َم َٰسك ْين َوال َعام ل ْي َن َع َل ْي َها َو ال ُم َؤل َفة ُق ُل ْو ُب ُه ْم
َّ َ َّ
ِ الرق
ِ فِ و ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِانما
َ َ ُ ه َ ْ َّ ْ َ ْ َ ً َ ه َ ه َْ َْ
اّٰلل ع ِل ْيم ح ِك ْيم اّٰللَۗو
ِ اّٰلل واب ِن الس ِبي ِلَۗ ف ِريضة ِمن ِ َوالغ ِار ِمين َو ِف ْي َس ِب ْي ِل
7
Abdul Qādir al-Jailānī, Tafsīr al-Jailānī, Juz II, 167.
61
ُ َ ْ ْ َٰ
َ َّ َوات َذا ال ُق ْرٰبَٰ َحَّق ٗه َوالم ْسك ْي َن َو ْاب َن
الس ِب ْي ِل َولا ت َب ِذ ْر ت ْب ِذ ْي ًر ا ِ ِ ِ
ُ َ َ ْ َ ْ َ ُّ ْ َ َ ْ ْ َ ُ ْ َ ْ َ َ َ ُ َ ْ َّ ََّ
الس ِفينة فكانت ِل َم َٰس ِك ْين َيع َمل ْون ِف ال َبح ِر فا َردت ا ن ا ِعي َب َهاَۗ َوكان َو َرا َۤءه ْم اما
ْ َ َْ َُّ ُ ُ ْ
َّم ِلك َّيأخذ كل َس ِفين ٍة غص ًبا
"Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut;
aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang
raja yang akan merampas setiap perahu." (Qs. al-Kahf/ 18: 79)
ْ َ ْ ْ
َٰ ُ ْ ُ ُ ْ ْ َ َ ُ ْ َْ ُ ُ َ َ ََ
َّ ضل م ْنك ْم َو
السع ِة ان ُّيؤت ْوْٓا ا ِول الق ْرٰب َوال َم َٰس ِك ْين َوال ُم َٰه ِج ِر ْي َن ِف ْي ِ ِ ولا يأت ِل اولو الف
ْ َّ ْ ُ َ ُ ه َ ْ َ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ َ ُ ُّ ْ َ َ ْ َّ ْ َ ه ُ َ ُ ْ َ ه
تحبون ان يغ ِفر اّٰلل ل كمَۗواّٰلل غفور ر ِحيم ِ َس ِب ْي ِل
ِ اّٰللۖوليعفوا ول يصفحواَۗ الا
8
Abdul Qādir al-Jailānī, Tafsīr al-Jailānī, Juz III, 92.
63
9
Jalaluddin Abī Abdur Rahmān as-Suyūtī, Lubāb an-Nuqūl fī asbān al-Nuzūl,
185.
64
َ ْ َّ َ َ َٰ ْ ْ
َ ْ َ ُ َّ َف َٰات َذا ال ُق ْرٰبَٰ َحَّق ٗه َوالم ْسك ْي َن َو ْاب َن
الس ِب ْي ِلَۗ ذ ِلك خ ْي ر ِلل ِذين ُي ِر ْيد ْون َوجه ِ ِ ِ
َ ُ ْ ْ ُ َ ٰۤ َ ه ُ
ۖواول ِٕىك ه ُم ال ُمف ِلح ْو ن اّٰلل
ِ
10
Abdul Qādir al-Jailānī, Tafsīr al-Jailānī, Juz III, 290.
65
َ ً ًْ ُ َٰ َ َ َ َّ َ ْ ُ ْ ُ َ
ام على ح ِب ّٖه ِم ْس ِكينا َّو َي ِت ْيما َّوا ِس ْي ًرا ويط ِعمون الطع
ة ََْ َ َ ًْ ْ َْ
ٍَۗ او ِمس ِكينا ذا مترب
"atau orang miskin yang sangat fakir." (Qs. al-Balad/ 90: 16)
lagi dengan begitu ia disebut miskin. Dalam contoh yanag lain juga adalah
usahanya, namun pada suatu waktu tiba-tiba motor atau sepeda yang
bekerja dan tidak memiliki pekerjaan, sama dengan yang di atas, penyebab
untuk bekerja tidak ada serta tidak adanya bantuan untuknya, sesuatu yang
dimaksud di sini adalah seperti alat-alat untuk usaha tersebut. Dalam hal
ini al-Jailānī menafsirkan lafaz miskīn pada surah al-Baqarah ayat 83, ia
berkata
11
Abdul Karīm al-Qusyairī. Lathā’if al-Isyārāt, Juz II (Beirut: Dār al-Kutub, 2001), 37.
73
hanya jadi muḍāf, sedangkan kata benda utamanya adalah al-hawān, ini
adalah merupakan kiasan untuk kelompok sufi yang nampak merendahkan
diri dengan pakaian yang dipakainya. Selain itu juga bahwa Zāwiyah
biasanya adalah tempat seorang sufi dalam menimba ilmu atau
memperdalam tarekat selain itu juga dapat diartikan sebagai tempat
tinggal orang-orang fakir miskin. bentuk mufrad dari pada lafaz زوياyaitu
adalah suatu ruangan yang biasanya terdapat pada pojokan masjid. Dan
merupakan tempat mutaṣawwifin untuk melakukan zikir dan juga
menuntut ilmu. Di dalam al-Mu‘jam al-Wasiṭ juga disebutkan bahwa
zāwiyah ini merupakan tempat tinggal orang-orang sufi. Secara literasi
diamana kata zāwiyah adalah kata yang diambil dari bahasa arab yang
bermaknakan pojok ataupun sudut, yang dimaksudkan adalah pojok
masjid dimana ini adalah tempat orang-orang miskin berkumpul untuk
mendengarkan pelajaran dari para masyāyikh. Dapat diartikan bahwa
orang miskin ini adalah orang yang tinggal di zāwiyah karena tiadanya
tempat tinggal mereka atau dapat juga berarti orang miskin berada pada
sudut kehinaan.
Selain tinggal di zāwiyah atau berada pada sudut kehinaan, miskin
pada kategori ini keadaannya hampir mendekati faqir seperti yang
dijelaskan oleh al-Jailānī
الَّذين أسكن ُه ُم الفق ُر و الفاقةُ يف زاوية اْلهوان و ال ُمذلَّة
Pada pendefinian di atas al-Jailānī tidak hanya menggunakan lafaz
faqr akan tetapi juga menggunakan lafaz fāqat yang berarti kebutuhan
yang lebih, yang membedakannya dengan fakir adalah ketika al-Jailānī
menafsirkan surah al-Hajj ayat 268, ia menyebutkan fakir adalah الَّذين شل ُهم
س الفقر و احاطتُهُ ش َّدةُ الفاقة
ُ ب ُؤkeadaan ekonomi ini lebih parah dari pada
miskin yang dimana al-Jailānī ketika memaknai miskin hanya menggu
74
ُ َل شيء لهُ ح َّّت كأنَّهُ قد لصق ِبلتُّ راب من الفقر ليس لهُ مأىوى إََّل التُّ ر
اب
Tiada sesuatu yang dimilikinya seakan-akan ia menempel dengan
tanah karena kefakiran atau kekurangan tersebut, tiada tempat tinggal
kecuali tanah, al-Jailānī menyebutkan dalam tafsirnya
أسكنهُ الفق ُر و أغربهُ يف التُّ راب
12
Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī, Jilid 20, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008), 424.
75
77
78
B. Saran
Setelah penelitian serta pengkajian terhadap tafsir al-Jailānī ini,
maka kemudian berangkat dari hal tersebut penulis menyadari bahwasanya
masih terdapat banyak celah dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis
ini, dengan begitu membutuhkan kajian yang berkelanjutan. Dengan
ditulisnya skripsi ini. Hendaknya para pembaca bisa paham terkait miskin
yang dimaksud, dimana orang miskin itu cenderung kepada sifat qanā‘ah
dan juga ‘iffah tidak mengantarkan kepada meminta-minta kepada
manusia.
Miskin dalam Perspektif Tafsir al-Jailānī Yang diteliti oleh penulis
pada saat ini, yaitu hanya dalam satu sudut pandang al-Jailānī. Saran dari
penulis adalah penelitian ini masih bisa diperluas seperti pemaknaan yang
mendasar terkait dengan fakir yang biasa disandingkan dengan miskin,
juga sehingga diharapkan para peneliti yang akan datang bisa lebih
memperdalam lagi terkait kajian ini.
DAFTAR PUSTAKA
79
80
Al-Qahthani, Said bin Musafir. Buku Putih Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī.
Jakarta: Dārul Falāh, 2003.
Al-Qazwinī, Muhammad bin Yazīd. Sunan Ibn Mājah, Kairo: Dār Ihyā’
al-Kutub al-‘Arabiyah, 1918.
Al-Qurṭubī, Abdullah Muhammad bin Ahmad. Tafsir al-Qurṭubi, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008
Ramadhani, Sahara. Kisah Penyejuk Jiwa Syaikh Abdul Qādir al-Jailānī.
Yogyakarta. Anak Hebat Indonesia, 2021.
Ritonga, Rahman. “Memaknai Terminologi Fakir Dan Miskin Dalam
Kontek Amil Zakat Masa Kini” Jurnal al-Hurriyah, vol. 15 no. 2,
(Juli-Desember, 2014): 92-104.
Al-Syarbinī, Syamsuddīn bin Muhammad,.Al-Sirāj Al-Munīr. Kairo: Al-
Quds, 2018.
Siyoto, Sandu & Sodik, M. Ali, Dasar Metodologi Penelitian.
Yogyakarta: Literasi Media Publishing, 2015.
Sitepu, Anwar. “Karakteristik Keluarga Menurut Peringkat Kemiskinan
(Studi Pendahuluan untuk Perumusan Kriteria Fakir Miskin)” Jurnal
Informasi, vol. 17 no. 1, (Januari, 2012): 48-63.
Al-Suyuthī, Jalāluddīn. al-Dūr al-mantsūr fī al-Tafsīr al-Ma`tsūr. Beirut:
Dar al-Fikr, 2011.
———. Lubāb an-Nuqūl fī asbān an-Nuzūl. Beirut: Mu’assisatul Kutub
as-Saqafiyah, 2002.
Al-Zamakhsyarī. Al-Kasysyāf ‘An Haqāiq al-Tanzīl Wa ‘Uyūn al-Aqāwīl
Fī Wujūh al-Ta’wīl, Kairo: Al-Quds: 2018.
Az-Zuhailī, Wahbah. Al-mausū’ah al-Qur’aniyah al-Muyassarah. Beirut:
Dar al-Fikr al-Mu’ashirah, 2002.