Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Fahmi Hidayatullael
NIM: 1112034000120
Skripsi
Diajukan trnttrk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh
Fahmi Hidayatullael
NIM: I I12034000120
Pembimbing
Sidang Munaqasyah
Anggota
Penguji I Penguji II
Pembimbing
: Fahmi Hidayatullael
NIM :1112034A00120
1, Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk mernenuhi salatr satu
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya hi bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
t7
il1
ABSTRAK
Fahmi Hidayatullael
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Swt., Tuhan semesta alam. Maha Pengasih
Pelimpah kasih. Maha Penyayang Pencurah sayang. Ilāhi Anta Maqṣ ūdī wa Riḍ āka
Maṭ lūbī. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang senantiasa melimpahkan
nikmat, rahmat dan pertolongannya kepada kepada penulis. Berkat izin dari-Nya
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat beserta salam semoga selalu
tercurahkan kepanda Nabi Muhammad Saw. Semoga kita termasuk umatnya yang
kelak.
FATHULLAH, MA.” ini tidak akan selesai jikan hanya mengandalkan daya yang
penulis miliki. Ada banyak sosok, kerabat, dan orang-orang yang secara langsung
maupun tidak langsung telah banyak membantu penulis. Maka dalam pengantar
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur’an
v
4. Bapak Dr. Muhammad Zuhdi, M.Ag., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
5. Bapak Dr. M. Isa H. A. Salam, M.Ag., selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberi semangat kepada penulis dan membimbing dalam proses akademik.
6. Seluruh dosen dan Pegawai kampus terutama Fakultas Ushuluddin khususnya dosen
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah bersedia sepenuh hati
yang telah diberikan. Pahlawan tanpa tanda jasa. Jazākum Allāh Khairan Jazīla.
7. Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA selaku narasumber dalam penulisan ini. Tiada kata
yang pantas terucap selain terimakasih atas kesediaan meluangkan waktu untuk
8. Ibu Lisfa Aisyah Sentosa Aisyah, M. Ag, yang telah memberikan arahan dan
9. Ayah dan Ibu tercinta, yang dengan pengorbanannya, dengan ketulusannya, penulis
dapat tumbuh kembang sampai saat ini, selalu men-support baik moril maupun dan
materil, juga atas doa-doanya yang tiada tara. Tanpa kalian berdua, maka tiadalah
aku yang sekrang ini. Kasih sayangnya bagai pelita, cintanya begitu memberikan
Ponpes Izzatul Islam dan Ponpes Nahdlatul Ulum Cempaka Kresek, yang telah
vi
membimbing penulis dalam menimba ilmu-ilmu agama terutama dalam hal membaca
11. Kiyai H. Bahruddin (abi) dan umi beserta keluarga yang telah bersedia sepenuh hati
12. Ibu (Nenek), kedua bibi, abajilid, abaedi, kang ubed, mbok (alm), Ferdi, Faren,
UIN Jakarta khususnya divisi Syarhil Qur’an, para sahabat Ponpes Daar el-Hikam,
Rahma, Rudini, Aini, Mang Meni, Ayu S. Harahap, Ummi Hasanah, Syifa, Mia,
Abdurrahman, Nuraman, Badru, Irfan, Baihaqi, Abi Arif Amaruddin, Umi Eva Nur
Latipah, Lutfi, Mas Husen, Mas Hanafi, Ka handieni, Ka Ade, Ka Kiki, Aal, Nur
Padilah, Rara, Putri, Teh Eli, Teman-teman Team MC UIN, FLP Ciputat, SDN
13. Semua keluarga dan teman-teman penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, dimana pun berada. Terimkasih atas semua doa dan dukungannya. Semoga
Allah membalas dengan kebaikan yang berlimpah baik di dunia maupun di akhirat.
Amin.
Fahmi Hidayatullel
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ……………………………………………... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Permasalahan Penelitian .......................................................... 8
1. Identifikasi Masalah .......................................................... 8
2. Pembatasan Masalah ......................................................... 8
3. Perumusan Masalah ........................................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 9
D. Kajian Pustaka ....................................................................... 10
E. Metodologi Penelitian ........................................................... 15
F. Sistematika Penulisan ............................................................ 17
viii
2. Bentuk Serban pada Agama Yahudi ................................ 40
3. Bentuk Serban pada Agama Kristen ................................ 40
4. Bentuk Serban pada Agama Hindu .................................. 41
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………….. 114
ix
B. Saran …………………………………………………...…. 114
x
DAFTAR GAMBAR
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
B Be
T te dan es
Ts te dan es
J Je
Kh ka dan ha
D da
Dz de dan zat
R er
Z zet
S es
Sy es dan ye
F ef
Q ki
xii
K ka
L el
M em
N en
W we
H ha
‘ apostrof
Y ye
Vokal
Vokal dalam bahasa arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri dari vocal
tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong. Untuk vocal tunggal,
I Kasrah
ۥ U Ḏ ammah
berikut:
ai a dan i
au a dan u
xiii
Vocal Panjang
Ketentuan alih aksara vocal panjang (madd), yang dalam bahasa arab
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam system aksara arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu ﺍﻝ, dialihaksarakan menjadi huruf/I/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun
Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam system tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda (ّ )ـ, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata َ ﺍلّضَّ وُْر ةtidak
Ta Marbûṯ ah
Berkaitan dengna alih aksara ini,jika huruf ta marbûṯ ah terdapat pada
kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf
/h/.Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûṯ ah tersebut diikuti oleh kata sifat
(na’t). Namun,jika huruf ta marbûṯ ah tersebut diikuti kata benda (ism), maka
xiv
Contoh :
2 al-jâmi’ah al-islâmiyyah
Huruf Kapital
Meskipun dalam siistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,dalam
alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan,dengan mengikuti ketentuan
oleh kata sandang ,maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama
diri tersebut,bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Ḫâmid al-
2 Tsabata al-ajru
4 Yu’atstsirukum Allâh
xv
BAB I
PENDAHULUAN
Pakaian berperan besar dalam menentukan citra seseorang. Lebih dari itu,
pakaian merupakan cermin dari identitas, status, hierarki, gender, dan memiliki
nilai simbolik, serta merupakan ekspresi cara hidup tertentu. Pakaian juga
sosial, politik, dan religius. Dengan kata lain, pakaian adalah “kulit sosial” dan
ia bukan merupakan bagian dari tubuh. Pakaian tidak saja dapat menghubungkan
tubuh dengan dunia luar, tetapi sekaligus memisahkan keduanya. Sadar atau tidak
sadar, mau atau tidak mau, kita menaruh harapan besar bahwa pakaian dapat
1
Henk Schulte Notdholt (ed.), Outward Appearances: Trend, Identitas, Kepentingan,
penerjemah M. Imam Aziz (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2005), h. v.
1
2
Pakaian adalah salah satu penanda yang paling jelas dari sekian banyak
penanda penampilan luar, dengan apa orang membedakan diri dari orang lain dan
pernyataan yang menunjukkan bahwa kita berasal dari kelompok tertentu yang
kerudung atau jilbab menjadi simbol tentang suatu cara berpakaian yang khas.
Para pria juga memiliki pars pro toto mereka tersendiri, suatu pelengkap pakaian
yang menjadi fokus pembahasan, namun untuk beberapa orang menjadi fokus
kecil dari kelengkapan pakaian seorang pria yang boleh dikatakan tidak
2
Henk Schulte Notdholt (ed.), Outward Appearances, h. 2.
3
Kees Van Dijk, “Sarung Jubah dan Celana: Penampilan sebagaimana Sarana Pembedaan
dan Diskriminasi” dalam Henk Schulte Notdholt (ed.), Outward Appearances: Trend, Identitas,
Kepentingan, penerjemah M. Imam Aziz (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2005), h. 57.
3
berhubungan. Barang yang cocok untuk maksud ini: dasi. Di barat, demikian juga
di Timur Jauh dan Timur Tengah, dasi menjadi sasaran serangan berkala. Sebagai
simbol kehidupan barat modern, dasi telah menjadi soal perdebatan di kalangan
beragam. Pada saat ini warga negara yang sama di Indonesia dapat memilih
dasi); dan apabila ia pejabat penting atau menteri kabinet, ia akan berkeliling
berpakaian manusia akan tampak berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Cara
daerah tempat ia tinggal. Orang yang hidup di daerah yang beriklim panas,
misalnya, lebih nyaman menggunakan pakaian yang tipis. Berbeda dengan orang
yang tinggal di daerah yang dingin. Mereka lebih nyaman mengenakan pakaian
yang tebal.
Perbedaan itu pula nampak pada pelengkap pakaian yang dikenakan. Salah
satunya adalah serban. Serban identik dengan pakaian orang-orang timur tengah.
4
Van Dijk, Sarung Jubah dan Celana, h. 58.
5
Van Dijk, Sarung Jubah dan Celana, h. 6.
4
mengenai perbedaan cara memakai serban tersebut, Nabi Muhammad Saw pernah
bersabda
ِحسَنِ الْ َعسْقَلَانِّيُ عَنْ أَبِّي جَعْفَرِ بْنِ مُحَّمَ ِّد بْن
َ ْحَّدَثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيّدٍ الّثَقَفِّيُ حَّدَثَنَا مُحَّمَّدُ بْنُ رَبِيعَةَ حَّدَثَنَا أَبُو ال
ََعَلِّيِ بْنِ رُكَانَةَ عَنْ أَبِيهِ أَّنَ رُكَانَةَ صَارَعَ النَبِّيَ صَلَى اللَهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ َفصَرَعَهُ النَبِّيُ صَلَى اللَهُ عَلَيْهِ َوسَلَمَ قَا
6
ِرُكَانَ ُة َوسَّمِ ْعتُ النَبِّيَ صَلَى اللَهُ عَلَيْ ِه َوسَلَمَ يَقُوَُ فَ ْرقُ مَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْ ُّمشْرِكِينَ الْعَّمَائِمُ عَلَى الْقَلَا ِنس
menurut Ibn al-Qayyîm dalam al-Hâdi bahwa Nabi memakai peci tanpa serban
dan terkadang pula Nabi memakai serban tanpa peci.7Sedangkan al-„Azizi berkata
kaum muslim memakai peci dan di atasnya diletakkan serban. Adapun memakai
peci saja maka itu adalah pakaian kaum musyrik. Demikian pula dengan al-Jazâri
mengutip dari sebagian ulama dan ditegaskan oleh al-Qâdi Abû Bakar dalam
Pendapat ini juga diikuti oleh Ibn al-Mâlik.8 Begitupula dengan al-Qâri dalam al-
Mirqât. Al-Qârî berkata, diriwayatkan dari Ibn Abbâs bahwasanya Rasululah Saw.
memakai peci di bawah serban dan memakai serban tanpa peci dan mereka
6
Abû „Isa Muhammad „Isa bin Saurah, Sunan al-Tirmidzi, juz 3 (Beirut: Dâr al-Fikr,
2003), h. 286.
7
Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdullah al-Syaukani, Nail al-Awṭ âr tahqiq
„Iṣ âm al-Dīn al-Ṣ ibâbiti, juz 2 (Kairo: Dâr al-Hadīth, 1993), h. 127.
8
Muhammad Asyraf al-Ṣ adīqi, „Aun al-Ma‟bûd Syarh Sunan Abī Dâwûd (Beirur: Dâr
al-Kutub al-„Alamiah, 1994), juz 11, h. 87.
5
(sahabat) tidak melihat Nabi Saw memakai peci tanpa serban maka jelas dari sini
serban dan memakai peci dibawahnya, Nabi juga kadang memakai peci tanpa
serban dan serban tanpa peci. Dalam al-Jâmi‟ al-Shaghîr dengan riwayat al-
Tabrani dari Ibn „Abbâs, ia berkata bahwa Nabi memakai peci putih. Menurut
riwayat al-Rûyânî dan Ibn „Asâkir dari Ibn „Abbâs bahwa Nabi memakai peci di
bawah serban dan tanpa serban, memakai serban tanpa peci. Nabi juga memakai
peci Yaman yang berwarna putih dan memakai peci yang mempunyai daun
Islam di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh saudagar yang berasal dari
Indonesia sangat gemar mengenakan kain penutup kepala, yakni serban. Dalam
memakai serban para saudagar memiliki ukuran serban yang berbeda sesuai
melipatkan kain hijau pada serban mereka, yang berfungsi melindungi mereka
yang mengenakan serban dalam kehidupan sehari-hari. Namun banyak pula yang
9
Muhammad Asyraf al-Ṣ adīqi, „Aun al-Ma‟bûd, juz 11, h. 88.
10
Muhammad Asyraf al-Ṣ adīqi, „Aun al-Ma‟bûd, juz 11, h. 90.
11
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2 (Jakarta: Kapan Mulia, 2006),
h. 468.
6
seperti Walisongo, Habib Rizieq, Habib Lutfi bin Yahya. Sedagkan ulama yang
jarang dilihat mengenakan serban seperti Qurasih Shihab, Ali Musthafa Yaqub,
Dari begitu banyak ulama di Indonesia, namun masih sedikit dari mereka
terkenal seperti Syaikh Yasin al-Fadani, Syaikh Mahfuz Termas, Hasbi Ash-
tentang hadis pemakain serban adalah Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub, MA. Menurut
serban adalah sahih. Namun harus dipahami bahwa Nabi mengenakan serban
dalam kapasitas sebagai orang Arab. Sebab orang-orang Arab non-muslim juga
mengenakan serban. Lebih lanjut, beliau berkesimpulan bahwa serban tidak dapat
dikatakan sebagai pakaian yang diamanatkan oleh Islam dan harus diikuti. Serban
notabene adalah putra betawi asli, cucu dari Guru Mughni, ulama ternama di akhir
era 1800-an dan awal 1900-an yang bernama Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA.
Beliau merupakan pendiri sekaligus direktur PKH (Pusat Kajian Hadis) di Jakarta
dan Pesantren Pusat Kajian Hadis di Bogor. Beliau adalah seorang dosen, guru,
da‟i, serta pembimbing ibadah haji, yang telah banyak memberikan kontribusi
12
Ali Musthafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016),
h. 88., Hadis-Hadis Bermasalah (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016), h. 174., dan Setan Berkalung
Serban (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014), h. 95.
7
kepada masyarakat, baik dalam bidang ilmu hadis dan perkembangannya maupun
digital seperti CD, DVD Interaktif, website maupun aplikasi handphone. Namun
sejauh ini beliau belum secara spesifik membahas mengenai hadis pemakaian
serban. Dr. Ahmad Lutfi Fathullah sebenarnya pernah membahas tentang salah
satu pakaian Nabi ini (serban), namun tidak dalam bentuk buku maupun karya
adalah “Potret Pribadi dan Kehidupan Rasulullah Saw” yang dapat diakses
melalui ponsel berbasis Android maupun IOS. Dalam aplikasi tersebut, Ahmad
Lutfi Fathullah membahas mengenai serban sebagai pakaian Nabi dalam kategori
Rasulullah Saw. sering menggunakan serban sebagai penutup kepala. Serban yang
dalam bentuk terjemah bahas Indonesia. Beliau juga mencantumkan dimana letak
Oleh karena itu, penjelasan yang lebih luas dan mendalam menjadi sangat
mengenai serban sebagai pakaian Rasulullah Saw. Maka penulis bermaksud untuk
penulis bermaksud untuk membahas hal tersebut dalam skripsi ini dengan judul
FATHULLAH, MA”.
B. Permasalahan Penelitian
1. Identifikasi Masalah
a. Apakah memakai serban merupakan sunah Nabi Saw. yang mesti diikuti
tidak mengikuti sunah Nabi Saw. atau hanya sekedar budaya Arab, tempat
setempat?.
2. Pembatasan Masalah
masalah pada pemahaman ulama hadis Indonesia tentang pemakaian serban, salah
satunya adalah Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA yang mendirikan PKH (Pusat
Kajian Hadis) di Jakarta . Penulis membatasi kajian hadis hanya pada hadis-hadis
yang termuat dalam al-kutub al-tis‟ah. Penulis juga membatasi kajian tentang
9
serban hanya pada pembahasan tentang definisi serban, sejarah serban, dan
selainnya.
3. Perumusan Masalah
Fathullah, MA
Muhammad Saw.
tengah masyarakat.
10
D. Kajian Pustaka
berikut:
Arab. Kondisi masyarakat Arab pra-Islam telah memberikan pengaruh yang besar
terhadap ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw., sehingga banyak
hadis yang apabila dilihat dari sudut pandang sosio-kultural dan historis telah
terpengaruh oleh budaya dan tradisi masyarakat Arab. Hal tersebut juga dapat
ditemukan pada hadis seputar surban dan jenggot. Oleh karena itu untuk
tersebut.
Jurusan Tafsir Hadis UIN Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru, 2015.
11
memakai serban adalah sahih. Yang daif hanyalah hadis yang berupa fadilah
memakai serban. Hadis ini sama sekali tidak bisa dijadikan sandaran dan landasan
untuk menetapkan keutamaan shalat memakai serban. Bersamaan dengan itu, bisa
Saw. meskipun ini termasuk sunah yang bersifat adat kebiasaan dan bukan sunah
yang bersifat ibadah. Ria juga menyimpulkan bahwa pemakaian serban dapat
diartikan sama dengan peci, karena antara peci dan serban memiliki tujuan („illat)
yang sama yaitu untuk penutup kepala bagi kaum laki-laki, dan juga karena hal ini
hanya bersifat adat kebiasaan suatu daerah saja. Kalau di Jazirah Arab,
2014.
agama atau aliran tertentu dalam teknik pengumpulan data. Dalam analisnya, Ia
menggunakan teori akulturasi yang dikemukakakan oleh Yong Yun Kim dan
konsep komodifikasi agama. Hasil dari analisisyna adalah bahwa bentuk serban di
khususnya Yaman dan India. Selain sebagai komodifikasi agama, serban juga
dapat bermakna komditas, agama, status sosial, budaya, maupun adat kebiasaan
12
wilayah tertetu. Serban dipahami oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu
simbol keagamaan, khususnya agama Islam. Lebih lanjut lagi, serban dimaknai
sebagai salah satu bentuk tuntunan yang termasuk kesunahan Rasulullah Saw.
Serban juga bermakna menunjukkan status sosial yang tinggi, seperti tokoh
agama, sultan, serta orang yang telah berhaji. Namun seiring dengan
status sosial tapi juga dapat dipakai oleh siapa saja. Serban juga dapat mencirikan
bentuk dan makna serban pada Jamaah Tabligh dengan bentuk dan makna serban
Majlis al-Fachriyah.
4. Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub, MA dalam tiga karyanya, antara lain:
Pertama, buku “Cara Benar Memahami Hadis”. Dalam buku ini, penulis
Kedua, dalam buku Setan Berkalung Serban. Buku ini membahas persoalan-
pembahasan tentang serban. Ia berkesimpulan bahwa serban bisa saja haram dan
masuk ke dalam kategori pakaian syuhrah jika pemakainya berniat agar dikenal
orang lain dan untuk sombong dan berbangga diri. Ketiga, dalam buku Hadis-
Muhammad Saw.
7. Prof. Dr. Raghib al-Sirjani dalam buku Sumbangan Peradaban Islam Pada
Dunia. Buku ini membahas apa saja yang telah disumbangkan oleh para
Ahmad Lutfi Fathullah, MA. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Fathullah menggunakan media yang canggih dan modern yang bertujuan agar
mad‟u dapat menerima pesan dakwah. Aktifitas dakwah Ahmad Lutfi Fathullah
masyarakat.
2. Muliyana Sari. Skripsi. Kontribusi Ali Mustafa Yaqub dan Ahmad Lutfi
Mustafa Yaqub dan Ahmad Lutfi Fathullah sebagai upaya pengembangan hadis di
karya dua tokoh tersebut. Kesimpulan yang diambil adalah kedua tokoh tersebut
merupakan ulama hadis yang sudah menjadi suri tauladan bagi masyarakat dan
memiliki andil besar dalam perkembangan kajian hadis dan ilmu hadis di
pada pembahasan mengenai pemahaman ulama hadis Indonesia, yang dalam hal
ini adalah Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA terhadap hadis-hadis yang membahas
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati.13
sebagai tokoh utama dalam penulisan skripsi ini. Jika data sudah terkumpul
subjek dan objek penelitian adalah pemahaman hadis pemakaian serban menurut
yaitu :
13
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, PT Rosdakarya, 2007),
h. 9.
16
a. Kepustakaan
b. Wawancara
narasumber untuk memperoleh data dalam suatu penelitian dengan bertatap muka
meggunakan alat komunikasi seperti telpon, email, surat, pesan singkat, dan lain
dikarenakan jadwal yang begitu padat sehingga tidak dapat bertemu dengan
4. Analisis Data
Dikutip dari buku karangan Masri Singarimbun dan Sofian Effendi bahwa
14
M. Nasir, Metodologi Penelitian (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1998), h. 182.
17
membuat perbandingan antara data yang telah dikumpulkan dengan teori yang
telah ada lalu menjadikannya sebagai bentuk laporan hasil akhir penelitian dari
penulis.
5. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan
penulisan.
Bab kedua membahas kajian umum tentang serban yang meliputi : definisi
agama.
15
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei (Jakarta : LP3S,
1989), h. 263
18
MA.
A. Definisi Serban
tiga variasi kata, yaitu: “serban” (dengan „e‟ setelah „s‟), “sorban” (dengan „o‟
setelah „s‟) dan “surban” (dengan „u‟ setelah „s‟). Kata “serban” merupakan
bentuk baku, sedangkan “sorban” dan “surban” merupakan bentuk tidak baku.
Serban dalam kamus tersebut diberi arti sebagai ikat kepala yang lebar (yang
jamaknya adalah “"‘( ”عمائمamâim), yaitu pakaian lebar yang dililitkan seseorang
di atas kepalanya untuk melindungi dari panas dan dingin.2 Sedangkan dalam
kamus Lisân al-‘Arab, serban berarti pakaian penutup kepala yang berfungsi
sebagai tanda pengenal (identitas) bagi bangsa Arab. Bahkan dijelaskan bahwa
Serban dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman dikenal dengan istilah
turban. Dalam Bahasa Spanyol dan Italia disebut serbante. Semuanya muncul
melalui bentuk-bentuk kata tulband dan tulbant. Dalam bahasa Turki, serban
1
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), edisi
III. h. 145.
2
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997),
h. 133.
3
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab (Kairo: Dâr al-Hadîts, 2003), jilid 6, h. 449.
19
20
dulband, yaitu selempang atau penutup untuk kepala. Serban juga merupakan
hiasan tradisional khas kawasan Islam Timur, Iran, dan wilayah-wilayah yang
berpenduduk Muslim lainnya. Serban juga dipakai oleh penganut agama Sikh
Dalam kamus The Oxford English Dictionary, serban adalah salah satu
busana muslim yang digunakan sebagai penutup kepala oleh orang-orang dari
negara-negara timur, terdiri atas topi penutup yang berbentuk bulat dan kain
panjang yang terbuat dari kain linen, katun, atau pun sutera sebagai simbol agama
Islam, atau penganutnya. Serban juga digunakan untuk penutup kepala Pendeta
Yahudi Kuno.5
merupakan suatu jenis hiasan kepala yang terbuat dari kain panjang (linen, katun,
atau sutra) yang dikenakan mengelilingi sekitar kepala. Serban mungkin berasal
dari Persia Kuno, namun biasanya terkait dengan negara-negara muslim sebagai
penutup kepala untuk pria. Serban yang mengelilingi, memutar, atau dilipat dalam
berbagai gaya mengindentifikasi tanah air, pangkat, dan terkadang juga profesi
dari pemakainya. Serban mungkin memiliki salah satu ujung yang menggantung
longgar atau kedua ujungya yang diselipkan. Serban dipakai di atas kepala,
membalut sekitar kepala atau dibuat agak rapat dan ketat, seperti peci di Mesir;
topi kerucut di Afghanistan atau kopiah di bagian benua India. Terkadang serban
dihiasi dengan permata atau ornamen lainnya. Pada periode mode Barat, serban
4
P.J. Bearman (Ed.), The Encyclopedia of Islam, vol. X (Leiden: E.J. Brill, 2000), h.
608.
5
James A. H. Murray, The Oxford English Dictionary, vol. XI (Oxford: Oxford
University Press, 1978), h. 471.
21
laki kadang masih memakai serban sebagai bagian dari kostum pergaulan
mereka.6
mengenakan baju panjang sampai kaki yang terbuat dari bulu domba atau unta. Di
Indonesia, pakaian seperti ini biasa dikenal sebagai baju gamis. Selain memakai
jubah, kaum badui melengkapinya dengan memakai serban di kepala yang diikat
B. Sejarah Serban
Asal usul bentuk hiasan kepala seharusnya mungkin harus dicari di Timur
Kuno; seperti topi serban tampaknya ditemukan pada monumen Asyur dan Mesir
tertentu. Dalam Arab kuno, Suku Badui pra-Islam dikatakan telah mengenakan
serban, dan telah diduga bahwa topi tinggi adalah berasal dari Persia dan kain
wilayah timur membuka jalan bagi bermacam gaya kontemporer barat secara
bertahap, terutama di Afrika Utara, Timur Tengah, dan India. Ketiga wilayah
6
“Turban” dalam The Encyclopedia of Americana, vol. XXVII (New York: Grolier
Incorporated,1994), h. 239.
7
Fuad Hashem, Sirah Muhammad Rasulullah: Suatu Penafsiran Baru (Bandung: Mizan,
1996), h. 28.
8
P.J. Bearman (Ed.), The Encyclopedia of Islam, vol. X, h. 608.
22
yang ada di dunia barat yang ada saat ini merupakan ciri khas dari ragam pakaian
Sebelum perang salib, penutup kepala bukan merupakan fitur penting dari
pakaian barat. Masyarakat Eropa mengenakan kerudung atau topi untuk menahan
sinar matahari dan hujan, atau menggunakan helm sebagai pelindung kepala
penutup kepala untuk menandai status dan afiliasi. Kemudian tradisi ini ditambah
dengan adopsi serban bagi laki-laki serta jilbab bagi perempuan. Pengaruh
penutup kepala dari Turki Utsmani pada perkembangan mode di Eropa terjadi
pada tahun antara 1380 M dan 1580 M. Pada abad ke-11 Masehi, serban yang
merupakan simbol klasik dari seorang muslim sudah menyebar ke Eropa. Dari
abad ke-12 Masehi sampai abad ke-15 Masehi, perdagangan Eropa dengan
wilayah timur semakin diperluas. Perhatian komersial Eropa pada periode ini
awalnya berpusat di Mesir, yang saat itu berada di bawah kekuasaan Mamluk.
9
Hafshoh Arrobbaniyah,”Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” (Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, 2014), h. 19.
23
kemiripan yang mencolok dengan hiasan kepala bicorne11 yang menjadi mode di
Eropa pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15 Masehi.12
tradisi yang lebih luas mengenai serban telah lebih dahulu ada selama berabad-
abad.13
belakang kepala, atau hanya menyelampirkan ke salah satu sisi kepala mereka
saja. Tindakan mereka dianggap vulgar dan tidak sesuai dengan syariat Islam
10
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 20.
11
Bicorne adalah penutup kepala yang dikenakan sebagai rangkaian dari pakaian militer
dan angkatan laut Eropa dan Amerika pada tahun 1790, seperti yang dikenakan oleh Napoleon
Bonaparte.
12
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 20.
13
Louis McLennan, “The History and Ettique of Turbans” diakses pada 20 Maret 2017
dari http://www.lens.appstate.edu/fryeem/christylitcircle/turban.htm
14
McLennan, “The History and Ettique of Turbans”.
24
topi kerucut yang dikelilingi oleh balutan kain.15 Disebutkan bahwa dari sini lah
asal mula perkembangan bentuk serban modern. Namun teori lain menyatakan
bahwa serban secara luas dipakai pertama kali di Mesir. Ditemukan delapan
serban oleh Ekspedisi Mesir, yaitu dari tujuh diantaranya merupakan serban yang
saudagar yang berasal dari Timur Tengah dan Gujarat, India. Selanjutnya mereka
menetap di Indonesia dan kerap kali membuat komunitas dari kalangan mereka.
penyebaran agama Islam berlangsung sekitar abad ke-13 sampai abad ke-16 M.
Namun menurut L.W.C. Van Deg Berg, munculnya komunitas Arab di kawasan
rata orang Arab yang menetap di Indonesia pada awalnya adalah pedagang. Proses
berasal dari Hadramaut, hanya sedikit yang berasal dari Maskat (tepian Teluk
15
McLennan, “The History and Ettique of Turbans”.
16
Nora E. Scoutt, “Three Egyptian of The Lte Roman Period” artikel diakses pada 21
Maret 2017 dari http://www.jstor.org/stable/3256428
17
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 36.
25
Persia), Hijaz, Mesir, atau dari pantai Timur Afrika. Lebih lanjut Berg
Indonesia dalam jumlah yang besar baru terjadi pada akhir abad ke-18. Konflik
internal dalam masyarakat Yaman serta sumber daya alam yang memadai di
lain.18
yakni serban. Ukuran serban yang mereka kenakan beraneka ragam, sesuai
kain hijau pada serban mereka, yang berfungsi melindungi mereka dari paparan
oleh para saudagar, di antaranya kaffiyah, serban putih, peci hitam dan shemagh.
Muhammad Saw. Selain itu, para imam yang mendirikan empat mazhab dari
menceritakan bahwa ia memiliki tujuh serban, mungkin satu untuk setiap hari
sunnah Rasulullah Saw. dan para imam mereka. Hal tersebut juga dicontohkan
18
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 37.
19
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2 (Jakarta: Kapan Mulia, 2006),
h. 468.
20
Gibril Fouad Haddad, “The Turban Tradition in Islam,” artikel diakses pada 11
Agustus 2017 dari http://www.caribbeanmuslims.com/articles/1286/1/The-turban-tradition-in-
Islam/page1.html
26
model atau gaya berserban yang dicontohkan oleh habib atau guru spiritual
mereka.21
Serban telah lama berperan dan menjadi bagian dari spiritual masyarakat
Indonesia memakai serban, seperti Maulana Malik Ibrahim, Sunan Gresik, Sunan
Ampel, serta Wali songo. Pemakaian serban oleh Wali Songo merupakan salah
satu dari pengaruh sufisme yang mereka pelajari.22 Dakwah Wali Songo di
masyarakat saat ini, sehingga pembaharuan yang diajarkan oleh Wali Songo
mudah diterima oleh masyarakat Indonesia. Satu-satunya Wali Songo yang tidak
budaya Arab dan India dengan budaya Jawa. Blangkon masih digunakan oleh
21
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 38.
22
Agus Sunyoto, Wali Songo: Rekontruksi Sejarah yang disingkirkan (Jakarta:
Transpustaka, 2011), h. 92.
23
Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013), h. 338.
24
Arrobbaniyah,“Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 37.
27
air, pangkat, dan terkadang juga profesi dari pemakainya. 26 Serban menjadi
penutup kepala yang sering dikenakan di sebagian besar wilayah Asia Selatan,
Timur Tengah dan Afrika Utara. Bentuk-bentuk serban dari berbagai negara
antara lain:
negara yang berada di wilayah Asia Barat Daya yang berada pada persimpangan
benua Afrika dan Asia. Jazirah Arab antara lain terdiri dari negara Arab Saudi,
Kuwait, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Palestina, Irak, Suriah,
(kurdi) atau sudra (ibrani) adalah nama lain dari kufiyah yang biasa digunakan
dan model yang umumnya disesuaikan dengan daerah mereka juga sebagai
25
Northwest life, “Understanding Turban”, artikel diakses pada 21 Maret 2017 dari
http://www.cozynuk.com/India-travel-blog/?tag=turban
26
“Turban” dalam The Encyclopedia of Americana, vol. XXVII, h. 239.
27
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 28.
28
teknis, kufiyah bukan termasuk serban.28 Kain kufiyah berbentuk persegi dan
di atas kepala. Pemakaian kufiyah tidak seperti bentuk pemakaian serban pada
yang berfungsi untuk menyangga kufiyah tersebut. Kain serta model pemakaian
Kain kufiyah meiliki motif yang khas. Motif kain kufiyah berupa kain
Metopotamia Kuno yaitu dari bentuk jaring ikan atau telinga gandum.29
(sumber: wikipedia.org)
Ada tiga bentuk serban yang umum digunakan oleh masyarakat Afghanistan,
antara lain:
28
Northwest life, Understanding Turbans, paragraf 6.
29
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 30.
29
pengikat kain serban bentuk pasthun menyisakan ekor serban yang relatif pendek
Gambar 2. Pasthun
(maiwandday.blogspot.co.id)
bentuk lungee ekor serban lebih panjang dan diletakan di sebelah kiri bahu.31
(sumber: afghan-web.com)
30
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 28.
31
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 27.
30
c. Pawkul
sebagai penutup kepala, mereka juga mengenakan sejenis topi yang disebut
pawkul.32
Gambar 4. Pawkul
(sumber: afghan-web.com)
putih, terutama pada sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah Kurdistan
Selatan. Sebagian serban yang dikenakan masyarakat Kurdistan terdiri dari kain
serban tersebut salah satunya dapat dilihat pada sosok seorang kepala suku Kurdi,
menjuntai di samping wajah sebelah kanan. Ada pula model pemakain dengan
32
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 28
31
kepala. Bentuk tersebut seperti yang dikenakan oleh salah seorang Presiden
Iran mengenakan serban hitam atau putih dengan beraneka ragam gaya, salah
satunya yaitu datar melingkar seperti yang dikenakan oleh pemimpin tertinggi
Iran, Ayatullah Ali Khomenei. Serban hitam dalam tradisi mazhab Syiah hanya
boleh dikenakan oleh ulama dari dzurriyyah (keturunan) Nabi Muhammad Saw.
Sedangkan ulama Syiah yang bukan dari keturunan Nabi dikenal dengan serban
putihnya.34
33
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 31.
34
Kikipea, “Turban Segala Bangsa: Know What You Wear!,” artikel diakses pada 12 Mei
2017 dari http://www.kikipea.com/2015/04/turban-segala-bangsa-know-what-you-wear.html
32
terkadang untuk menunjukkan kelas sosial mereka, kasta, profesi atau afiliasi
Terdapat banyak bentuk serban yang dikenakan oleh masyarakat India. Beberapa
model serban di India bisa sangat rumit, terbuat dari tenunan kain mewah dan
(sumber: kikipea.com)
35
Kikipea, “Turban Segala Bangsa.”
33
setiap daerah dan golongan memiliki ciri khas dalam mengenakannya. Ciri khas
tersebut biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah topografi
wilayah serta adanya peran para pendakwah Islam yang mengenakan serban
tersebut.36 Beberapa bentuk serban di Indonesia yang memiliki ciri khas tersendiri
dalam dunia dakwah Para habib sendiri mempunyai model dalam mengenakan
serban. Lebih lanjut, Habib Husein Alhamid menyebutkan bahwa ada lima macam
bentuk serban yang umumnya digunakan oleh para habib di Indonesia. Kelima
1) Serban dibuat tipis dan dililit rapi mengikuti pola awal bentukan serban
tersebut.
berlapis sebelum dikenakan di atas kepala. Pemakaian bentuk serban seperti ini
terkadang menyisakan ekor pada salah satu sisi bahu atau keduanya. Bentuk
serban seperti ini dicontohkan oleh Habib Umar yang kemudian diikuti oleh para
36
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban,” h. 39.
37
Tarikat Alawiyah dinasabkan pada garis keturunan cucu Rasulullah yaitu Hasan dan
Husein. Dan tarikat Alawiyah merupakan tarikat besar dan tersebar ke seluruh pelosok di
Indonesia. Mereka yang bertarikat Alawiyah adalah para habib yang berasal dari berbagai negara
dan sudah lama menetap di Indonesia.
38
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban,” h. 40.
34
menggunakan kain serban dengan panjang kain mencapai tiga hingga empat
meter.39
(sumber: wikipedia.org)
(sumber: insgrum.com)
pemakaian, peci polos berwarna putih dikenakan terlebih dahulu sebelum dibalut
39
Arrobbaniyah, Bentuk dan Makna Serban, h. 39-40.
35
dengan kain serban. Bentuk serban seperti di atas merupakan ciri kedaerahan dari
pemakaian serban ini merupakan terakulturasi dengan bentuk serban yang terdapat
di India. 41
(sumber: ali-al-ataz.blogspot.com)
40
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban,” h. 41.
41
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban,” h. 42.
36
seperti ini sebagai ciri khas kewilayahan mereka, dan umumnya bentuk serban ini
5) Penggunaan rida (selendang) yang menutup serban yang telah dililit di atas
kepala.
Pemakaian rida ini diperuntukkan bagi alim ulama yang sudah tabahur
Gambar 12. Contoh serban yang dikenakan oleh Habib Lutfi bin Yahya
(sumber: habiblutfi.net)
ekor pada ujung serban. Mereka mencontoh serban berekor yang dikenakan
Rasulullah Saw.43
42
Majelis Al-Fachriyah merupakan yayasan kajian keagamaan yang didirikan oleh Habib
Novel bin Jindan yang diteruskan oleh keturunannya. Habib Jindan bin Salim bin Novel Jindan
serta adiknya, Habib Ahmad bin Salim bin Novel bin Jindan. Majelis Al-Fachriyah telah memiliki
banyak pengikut baik dari kalangan masyarakat Arab yang tinggal di Indonesia maupun
masyarakat pribumi.
43
Arrobbaniyah, Bentuk dan Makna Serban, h. 44.
37
(sumber: alfachriyah.org)
kepala dengan bentuk lilitan, sedangkan kain serban kedua dikenakan di antara
kedua bahunya.
Gambar 14. Bentuk serban yang dikenakan Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad
(Abah Sepuh)
(sumber: tqn-ppsuryalaya.blogpot.co.id)
Bentuk serban Jamaah Tabligh ini hampir sama penggunaan serban yang
ada di India dan Pakistan. Jamaah Tabligh tidak memiliki bentuk serban secara
44
Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah merupakan salah satu tarekat terbesar di
Indonesia dengan Kyai Haji Shohibul Wafa Tajul Arifin atau Abah Anon sebagai mursyid utama
dari tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Indonesia.
38
jamaah ini disesuaikan dengan selera pemakai, tidak berdasarkan satu bentuk
tertentu.
(sumber: nexlaip.wordpress.com)
di antanya Bogor, Medan, Batam dan Jakarta. Wilayah yang memiliki jamaah atau
pirang dengan panjang sebatas bahu dan memakai peci lancip yang disertai
45
Arrobbaniyah, Bentuk dan Makna Serban, h. 48.
39
Faktanya, serban tidak hanya dikenakan oleh umat muslim saja, tetapi
serban juga dikenakan oleh penganut agama lain. Berikut ini akan ditampilkan
bentuk-bentuk serban yang dikenakan oleh para umat beragama di dunia selain
Islam.
Kalangan Sikh atau Punjabi di seluruh dunia turut memakai serban tetapi
dalam bentuk lebih tebal, lonjong dan seragam bentuknya. Di beberapa tempat
serban yang dipakai oleh penganut Sikh atau Punjabi dipanggil turban atau
dastar. Pada dasarnya serban Sikh ini mereka gunakan untuk mengatur rambut
Dalam agama Sikh, kesh atau rambut yang terpotong, adalah salah satu
simbol terpenting. Sepanjang apa pun, rambut, jenggot, dan semua bulu yang
tumbuh di sekujur tubuh tak boleh dipotong. Kaum pria menyembunyikan rambut
panjangnya dengan rapi di bawah surban mereka. Kaum wanita selain berambut
panjang juga tidak boleh mencukur alis. Rambut punya arti yang penting dalam
agama ini. Memasuki tempat suci ini, semua orang diharuskan untuk menutup
46
Syaful Azmi, Agama-Agama Minor (Tangerang Selatan: UINPress,2013), h.23
40
(sumber: en.wikipedia.org)
Ciri Serban pada agama Yahudi yaitu berbentuk seperti labu, topi kerucut
atau selilitan kain yang membentuk lubang di tengahnya, seperti donat. Konon,
pada zaman dahulu, serban dikenakan oleh para rabi serta raja-raja sebagai simbol
pastur atau pendeta dengan serban yang dikenakan oleh jemaahnya, supaya
47
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 23.
41
menandakan adannya orang yang sudah dekat dengan Tuhan dan pantas
menyebarkan dakwahnya. 48
(sumber: kikipea.com)
Asal-mula serban dalam agama Hindu tidak lepas dari pengaruh serban
48
Kikipea, “Turban Segala Bangsa.”
49
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 24.
50
Arrobbaniyah, “Bentuk dan Makna Serban di Indonesia,” h. 24.
BAB III
kuningan, Jakarta Selatan. Beliau adalah putra betawi asli yang terlahir dari
pasangan H. Fathullah dan Hj. Nafisah. Beliau merupakan salah satu cucu Guru
Mughni, seorang tokoh ulama Betawi ternama di era akhir 1800 dan awal 1900-
an. Kediaman beliau berada di komplek Masjid Baitul Mughni, Jl. Gatot Subroto
Ahmad Lutfi Fathullah sejak kecil sudah diajarkan ilmu agama oleh
Secara ekonomi, keluarga beliau tergolong sebagai keluarga yang mapan. Ayah
beliau, H. Fathullah adalah keturunan dari Guru Mughni. Guru Mughni yang
memiliki nama lengkap Abdul Mughni bin Sanusi bin Ayyub bin Qois, yang lahir
sekitar tahun 1860 M. Guru Mughni adalah seorang ulama besar asli betawi di era
awal 1900-an. Sedangkan Ibunda Ahmad Lutfi Abdullah, Hj. Nafisah adalah anak
dari seorang ketua rombongan haji. Pada usia 14 tahun, Hj. Nafisah sudah
Ahmad Lutfi Fathullah adalah sosok anak yang patuh dan taat kepada
kedua orang tuanya. Beliau sangat mengagumi sosok kakek yang memiliki
1
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah, Jakarta, 28 Desember 2017.
2
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
42
43
kesemangatan dalam menuntut ilmu. Sang kakek yakni Guru Mughni memiliki
cita-cita agar anak, cucu dan keturunannya bisa menjadi ulama seperti beliau.
Berkat tekad, doa dan dorongan dari keluarga, Ahmad Lutfi Fatullah selalu
dididik dan dibesarkan dengan ilmu agama. Hal itu nampaknya berbuah manis.
luar negeri.
Ahmad Lutfi Fathullah selain menjadi anak yang cerdas, beliau dikenal
sebagai sosok yang pemberani, ulet dan tekun dalam menuntut ilmu. Ketika
sekolah dasar beliau sudah terbiasa jauh dari asuhan kedua orang tuanya. Ketika
masih sekolah dasar, beliau sekolah di SDN 01 Kuningan Timur, Jakarta Selatan.
untuk belajar di Pondok Pesantren tersebut selama 7 Tahun. Setelah lulus, beliau
Sosok yang semangat dan cekatan dalam menuntut ilmu dapat ditemukan
dalam diri Ahmad Lutfi Fathullah. Beliau tidak kenal lelah dalam menuntut ilmu
agama. Sosok kakek selalu menjadi motivasi bagi dirinya. Pada masa studi di
wanita yang dipersunting menjadi istri saat beliau berusia 29 tahun, pada tahun
1993 M. Mereka dikaruniai tiga orang anak yaitu Hanin Fathullah, Muhammad
3
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
4
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
44
Anak-anaknya pun sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu yang jarang bertemu
dengan sang ayah. Namun dengan perkembangan teknologi yang canggih jarak
jauh tidak menjadi penghalang Ahmad Lutfi Fathullah dan anak-anaknya untuk
Ahmad Lutfi Fathullah, peran istri sangat banyak dalam hal mendidik anak.
Beliau sangat percaya kepada istrinya, Jehan Azhari untuk mendidik anak-
anaknya. Jehan Azhari membesarkan anak-anaknya dengan penuh cinta dan kasih
anaknya. Menurutnya, keluarga dan sekolah adalah dua hal yang dapat
pesantren, sampai perguruan tinggi. Latar belakang pendidikan beliau mulai dari
01 Kuningan Timur, Jakarta Selatan pada pagi hari. Tak puas dengan sekolah
5
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
45
umum, beliau mengikuti “Sekolah Diniyah” pada sore hari untuk mempelajari
diri untuk menjadi santri pada tahun 1977. Mudah bergaul, pandai berorganisasi
Modern Darussalam Gontor. Selain itu beliau menyukai sepak bola dan
bergabung dalam Klub Sepak Bola Darmajaya yang berada di Pondok Pesantran
Modern tersebut.7
mendalam. Beliau selalu mengikuti kajian selepas salat subuh. Beliau sangat
aktif bertemu guru untuk mengaji dan menyetorkan hafalan al-Qur‟an. Pada sore
Indonesia yang belajar di Negara tersebut mengambil pekerjaan itu sehingga ada
6
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
7
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
8
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
46
Jordan University, Jordania. Beliau memilih Jurusan Hadis dan Tafsir. Ahmad
Beliau lulus dari universitas tersebut dengan menyelesaikan tugas akhir berupa
wa Dirâsat”.10
tahun 1998. Beliau mengambil Jurusan Ilmu Hadis. Pada tahun 1999 beliau
9
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
10
www.pusatkajianhadis.com, diakses pada 21 Desember 2017, pkl. 12:15 WIB.
11
www.pusatkajianhadis.com, diakses pada 21 Desember 2017, pkl. 12:15 WIB.
12
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
47
masih menginjak kelas 2 SMA pada tahun 1982. Meskipun ilmu agamanya
belum terlalu dalam, beliau sudah dipercaya untuk membantu para guru dan
kiyai untuk mendidik para santri.14 Sejak saat itu, bakat dan talenta beliau dalam
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tahun 2000 setelah
13
www.pusatkajianhadis.com, diakses pada 21 Desember 2017, pkl. 12:15 WIB.
14
www.pusatkajianhadis.com, diakses pada 21 Desember 2017, pkl. 12:15 WIB.
15
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
48
sarjana.
bukan saja bergerak dalam lingkup perguruan tinggi, tapi juga merambah ke
jenjang yang lebih dasar yaitu tingkat sekolah menengah. Sebagai seorang
muballigh dan guru, Beliau juga mengajar di SD dan SMPIT al-Mughni Jakarta,
yang tak jauh dari kediaman beliau serta kantor beliau yakni Pusat Kajian Hadis
Jakarta.16
Tepat pada tanggal 17 Mei 2008, Ahmad Lutfi Fathullah mendirikan Pusat
Kajian Hadis (PKH) di Jakarta. PKH merupakan wadah dan media untuk
16
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
49
beliau kepada hadis, sekarang beliau menjadi seorang pakar hadis. Beliau juga
Pada tahun 2011, satasiun televisi TVRI membuat sebuah acara yang
bertema Hikmah pagi dalam Kajian Kitab Kuning Shahih Bukhari yang
juga kerap kali mengisi program tausiah di stasiun televisi TransTV dan Trans7.17
beliau juga menjadi pembimbing ibadah haji dan umroh pada PT. Dian Nusa
Insani Jakarta. Kegiatan ini sama dengan kakek beliau dari jalur ibunya.18
Beliau juga mengajar di beberapa Majlis Ta‟lim secara rutin antara lain :
17
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
18
www.pusatkajianhadis.com, diakses pada 21 Desember 2017, pkl. 12:15 WIB.
19
www.pusatkajianhadis.com, diakses pada 21 Desember 2017, pkl. 12:15 WIB.
50
menciptakan karya. Bukan hanya karya dalam bentuk tulisan seperti buku dan
sebagainya, namun beliau juga sangat kreatif dalam menciptakan karya dalam
untuk melihat website beliau. Oleh karena itu, penulis mengambil data mengenai
karya-karya beliau dari website tersebut. Karya yang paling terkenal dengan
5. Hadis-hadis Lemah & Palsu dalam Kitab Dzurrat al-Nâsihîn, (Jakarta: Darus
10. Membaca Pesan-Pesan Nabi dalam Pantun Betawi, (Jakarta: al-Mughni Press,
2008)
11. Membuka Pintu Rezeki Melalui Wirid Pagi dan Petang, (Jakarta: Al-Mughni
Press, 2009)
51
12. Jalan Santri Menjadi Ulama : Kiat dan Tips, (Jakarta: Al-Mughni Press,
2005).
13. Selangkah Lagi Mahasiswa UIN Jadi Kiyai, (Jakarta: Al-Mughni Press,
2005).
14. Ketika Ulama Jakarta Harus Memilih Gubernur DKI, (Jakarta: Al-Mughni
Press, 2007).
17. Pahala dan Keutamaan Haji, Umrah, Ziarah dalam Hadis-hadis Rasulullah
18. Pribadi Rasulullah Saw: Telaah Kitab Tauhid al-Dalâ‟il fî Tarjamat Hadîs al-
Press, 2005)
Selain menulis karya hasil sendiri, Ahmad Lutfi Fathullh juga menulis
karya dengan berkolaborasi bersama Tim Pusat Kajian Hadis Jakarta. Adapun
20
www.pusatkajianhadis.com, diakses pada 28 Desember 2017, pkl. 12:15 WIB.
52
1. Ragam-ragam Hadis
6. Mari Berdoa : Filosofi, Fiqh, Etika dan Kumpulan Pesan Allah dalam Hadis-
Hadis Qudsi
Ahmad Lutfi Fathullah adalah sosok ulama yang haus akan karya. Beliau
dikenal sebagai ulama cerdas yang mampu membaca perkembangan zaman dan
memanfaatkan perkembangan sains dan teknologi yang pesat, beliau bukan hanya
berkarya dalam bentuk buku, namun beliau juga beliau banyak melahirkan karya
dalam bentuk multimedia. Dalam pengerjaan karya beliau ini dibantu oleh para
1. CD al-Qur‟an al-Hadi
7. Website warungustad.com21
Sementara itu, ada beberapa karya dalam bentuk multimedia yang saat ini
21
www.pusatkajianhadis.com, diakses pada 28 Desember 2017, pkl. 12:15 WIB.
22
www.pusatkajianhadis.com, diakses pada 28 Desember 2017, pkl. 12:15 WIB.
BAB IV
Pada bab IV, penulis akan memaparkan inti dari penulisan skripsi ini,
untuk menemukan pemahaman baru dari seorang tokoh hadis mengenai hadis
Ahmad Lutfi Fathullah, MA, yang notabene adalah ulama sekaligus tokoh hadis
di Indonesia.
kritik sanad dan kualitas hadis. Lalu dilanjutkan dengan pendapat ulama-ulama
dibahas hanyalah hadis-hadis yang terkait dengan pemakaian serban oleh Nabi
Muhammad Saw. Dari sekian banyak hadis yang membahas tentang pemakaian
54
55
serban, penulis akan membahas tiga hadis. Hadis-hadis tersebut antara lain:
pertama, hadis tentang Nabi mengenakan serban hitam ketika memasuki kota
mekah pada hari Yaum Fath. Kedua, hadis tentag Nabi mengenakan serban hitam
ketika berkhutbah. Ketiga, hadis tentang cara Nabi mengenakan serban, yaitu
ِْشِ عٍَْ جَاتِشِ تٍِْ عَثْذَٛ انضُتِِٙ عٍَْ أَتُُِْْٙكٌ عٍَْ عًََاسٍ انذِٚىٍ انَْأْٔدُِ٘ أَخْثَشَََا شَشُِٛ تٍُْ حَكِٙحَذَثََُا عَه
ُعْٕدَاء
َ ٌِّْ عًَِايَحَْٕٛوَ فَرْحِ يَكَ َح َٔعَهَٚ َْ ِّ َٔعَهَىَ دَخَمََٛ صَهَٗ انهَُّ عَهِٙانهَِّ أٌََ انَُث
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami „Ali bin Hakîm al-Audi, telah
mengabarkan kepada kami Syarîk dari „Ammâr al-Duhni dari Abû Zubair
dari Jâbir bin „Abdullâh bahwa Nabi Saw.masuk kota Mekkah pada hari
Fath Makkah dengan memakai serban hitam.”
ٍِْعٌ عٍَْ ُيغَأِسٍ ا ْنَٕسَاقِ عٍَْ جَعْفَشِ تِٛىَ لَانَا أَخْثَشَََا َٔكَِْٛٗ َِٔإعْحَكُ تٍُْ إِتْشَاَْٛحٚ ٍَُْٗ تَْٛحٚ حَذَثََُا
ٌِّْ عًَِايَحَٛطةَ انَُاطَ َٔعَه
َخَ َِّْ َٔعَهَىَِّٛ أٌََ َسعُٕلَ انهَِّ صَهَٗ انهَُّ عَهِٛثٍ عٍَْ أَتْٚ َعًَْشِٔ تٍِْ حُش
ُعْٕدَاء
َ
Artinya:
“Yahya bin Yahya dan Ishâq bin Ibrâhîm meriwayatkan hadis
kepada kami, mereka berdua berkata, Wakî‟ telah mengkhabarkan kepada
kami dari Musâwir al-Warrâq dari Ja‟far bin „Amr bin Huraits dari
bapaknya bahwasanya Rasulullah Saw. berkhutbah di hadapan manusia
dengan mengenakan serban hitam.”
1
Muslim bin al-Hajjâj al-Naisâbûri, Sahîh Muslim, juz 7 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-
„Arabi, t,t.), h. 92.
2
Al-Naisâbûri, Sahîh Muslim, juz 2, h. 990.
56
Kitab Sunan al-Tirmidzi kitab al-libâs bab fî sadl al-„imâmat bayn al-
katifain.3
ٍَْضِ تٍِْ يُحًََذٍ عُِٚ عٍَْ عَثْذِ انْعَضَََِٙٗ تٍُْ يُحًََذٍ انًَْذَْٛحٚ ُ حَذَثََُاَِٙحكَ انًَْْٓذَا
َ ْحَذَثََُا َْاسٌُُٔ تٍُْ ِإع
َِّْ َٔعَهَىَ إِرَا اعْرَىَ عَذَلَُٛ صَهَٗ انهَُّ عَهِْٙذِ انهَِّ تٍِْ عًَُشَ عٍَْ ََافِعٍ عٍَْ اتٍِْ عًَُشَ لَالَ كَاٌَ انَُثَٛعُث
َدُ انْمَاعِىْٚ َْذُ انهَِّ َٔسَأَِّْٛ لَالَ عُثٍََْٛ كَرِفَٛغْذِلُ عًَِايَرَُّ تَٚ َِّْ لَالَ ََافِعٌ َٔكَاٌَ اتٍُْ عًَُشٍََْٛ كَرِفَٛعًَِايَرَُّ ت
ُثَِٚصِحُ حَذٚ ٍ َٔنَاِٙ انْثَاب عٍَْ عَهِٙةٌ َٔفِٚحغٌٍَ غَش
َ ٌثِٚغَٗ َْزَا حَذَِٛفْعَهَاٌِ رَِنكَ لَالَ أَتُٕ عٚ َٔعَانًًِا
ِ ِ َْزَا يٍِْ لِثَمِ ِإعَُْادٍِٙ فِٙعَه
Artinya:
“Hârûn bin Ishâq al-Hamdâni telah menceritakan kepada kami, ia
berkata, Yahya bin Muhammad al-Madani telah menceritakan kepada
kami dari „Abd al-„Azîz bin Muhammad dari „Ubaidillâh bin „Umar dari
Nâfi' dari Ibn „Umar, ia berkata, “Jika Nabi Muhammad Saw.
mengenakan „imâmah (serban yang dililitkan di kepala), maka beliau
menguraikan „imâmahnya di antara dua pundaknya.”Nâfi' berkata, "Ibn
„Umar menguraikan „imâmahnya di antara dua pundaknya."„Ubaidillâh
berkata, "Aku melihat al-Qâsim dan Sâlim pun melakukan seperti itu."Abû
„Îsa berkata, "Hadis ini derajatnya hasan gharîb. Dalam bab ini juga ada
hadis dari „Ali namun tidak sahih dari sisi sanadnya."
3
Abû „Isa Muhammad „Isa bin Saurah al-Tirmidzi, al-Jâmi‟ al-Kabîr, jilid ke-3 (Beirut:
Dâr al-Gharb al-Islâmi, 1996), h. 349.
57
menyebutkan semua perawi dalam mata rantai sanad hadis itu beserta metode
periwayatan masing-masingnya.4
Ada empat metode takhrîj hadis. Pertama, takhrîj hadis melalui lafal atau
kata yang terdapat dalam matan hadis. Kedua, takhrîj hadis melalui tema hadis.
Dalam skripsi ini, penulis hanya menggunakan tiga metode takhrîj hadis
karena sudah dianggap mewakili metode lainnya. Ketiga metode tersebut antara
lain: pertama, takhrîj hadis melalui lafal yang terdapat dalam matan hadis. Kedua,
takhrîj hadis melalui kata pertama dalam hadis. Ketiga, takhrîj hadis melalui tema
hadis.
a. Teks Hadis
ِْشِ عٍَْ جَاتِشِ تٍِْ عَثْذَٛ انضُتِِٙ عٍَْ أَتُُِْْٙكٌ عٍَْ عًََاسٍ انذِٚىٍ انَْأْٔدُِ٘ أَخْثَشَََا شَشُِٛ تٍُْ حَكِٙحَذَثََُا عَه
ُعْٕدَاء
َ ٌِّْ عًَِايَحَْٕٛوَ فَرْحِ يَكَ َح َٔعَهَٚ َْ ِّ َٔعَهَىَ دَخَمََٛ صَهَٗ انهَُّ عَهِٙانهَِٓأٌََ انَُث
b. Informasi Hadis
adalah menggunakan metode lafadz hadis dengan merujuk pada kamus hadis kitab
4
M. Ma‟shum Zein, Ilmu Memahami Hadis Nabi (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2013),
h. 222.
5
Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis (Jakarta: Ushul Press, 2009), h. 191.
58
sebagai berikut:
Sahîh Muslim bab Hajj nomor 451-454, Sunan Abû Dâwûd bab libâs nomor 6 dan
2120, Sunan al-Tirmidzi bab libâs nomor 11, bab jihâd nomor 9, tafsir surah ke-29
nomor 2, Sunan al-Nasâi bab manâsik nomor 107, bab zînah nomor 109, Sunan Ibn
Mâjâh bab iqâmat nomor 85, bab libâs nomor 14 dan 15, bab jihâd nomor 22,
Sunan al-Dârimi bab manâsik nomor 88, Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 3 nomor
6
Wensinck, al-Mu‟jam al-Mufahras, juz 4, h. 348.
7
Muhammad al-Sa‟îd bin Basyûni Zaghlûl, Mausû‟at Atrâf al-Hadîts al-Nabawi al-
Syarîf, Juz 5 (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah,t.t.), h. 7.
8
Muhammad al-Sa‟îd, Mausû‟at Atrâf,Juz 5, h. 8.
59
Sunan Abû Dâwûd nomor 4076, kitab Ittihâf al-Sâdât al-Muttaqîn li al-Zabîdî juz 3
nomor 253, Musnaf Ibn Abî Syaibah juz 8 nomor 234 dan 237, Dalâil al-
kepada kitab Miftâh Kunûz al-Sunnah. Pembahasan tentang sorban termasuk dalam
sebagai berikut:
Sahîh al-Bukhâri kitab ke-77, bab 15-17, Sunan Abû Dâwûd kitab ke-31 bab 21,
Sunan al-Tirmidzi kitab ke-22, Sunan al-Nasâi kitab ke-38 bab 127-129, Sunan Ibn
c. Lafadz-Lafadz Hadis
hadis yang akan dicantumkan hanya hadis-hadis yang terdapat kitab-kitab tersebut.
9
Muhammad Fuâd, Miftâh Kunûz, h. 426.
60
)1حَذَثََُا َٚحْ َٗٛتٍُْ َٚحْ َٗٛانرًََِٔ ًُِٙٛلُرَْٛثَحُ تٍُْ عَعِٛذٍ انّثَمَفِ ٔ ُٙلَالَ َٚحْ َٗٛأَخْثَشَََا ٔ لَالَ لُرَْٛثَحُ حَذَثََُا يُعَأَِٚحُ تٍُْ عًََاسٍ
انذُُِْْ ُٙعٍَْ أَتِ ٙانضُتَْٛشِ عٍَْ جَاتِشِ تٍِْ عَثْذِ انهَِّ انْأََْصَاسِِ٘ أٌََ َسعُٕلَ انهَِّ صَهَٗ انهَُّ عَهََٔ ِّْٛعَهَىَ دَخَمَ يَكَ َح َٔلَالَ
٤٢
عْٕدَاءُ تِغَْٛشِ إِحْشَا ٍو َٔفِِ ٙسَٔاَٚحِ لُ َرْٛثَحَ لَالَ حَذَثََُا أَتُٕ انضُتَْٛشِ عٍَْ جَاتِشٍ
لُرَْٛثَحُ دَخَمَ َْٕٚوَ فَرْحِ يَكَ َح َٔعَهَ ِّْٛعًَِايَ ٌح َ
)2حَذَثََُا عَهِ ُٙتٍُْ حَكِٛىٍ انَْأْٔدُِ٘ أَخْثَشَََا شَشِٚكٌ عٍَْ عًََاسٍ انذُُِْْ ِٙعٍَْ أَتِ ٙانضُتَْٛشِ عٍَْ جَاتِشِ تٍِْ عَثْذِ انهَِّ أٌََ انَُثَِٙ
٤٤
عْٕدَاءُ
صَهَٗ انهَُّ عَهََٔ ِّ ْٛعَهَىَ دَخَمَ َْٕٚوَ فَرْحِ يَكَ َح َٔعَهَ ِّْٛعًَِايَ ٌح َ
)٤حَذَثََُا أَتُٕ ا ْنَٕنِٛذِ انطََٛاِنغُِ َٔ ُٙيغْهِىُ تٍُْ إِتْشَاِْٛىَ َٔيُٕعَٗ تٍُْ ِإعًَْعِٛمَ لَانُٕا حَذَثََُا حًََادٌ عٍَْ أَتِ ٙانضُتَْٛشِ عٍَْ جَاتِشٍ أٌََ
٤١
عْٕدَاءُ
َسعُٕلَ انهَِّ صَهَٗ انهَُّ عَهََٔ ِّ ْٛعَهَىَ دَخَمَ عَاوَ انْفَرْحِ يَكَ َح َٔعَهَ ِّْٛعًَِايَ ٌح َ
)٤حَذَثََُا يُحًََذُ تٍُْ عًَُشَ تٍِْ ا ْنَٕنِٛذِ انْكُِْذُِ٘ انْكُٕفَِٔ ُٙأَتُٕ كُشَ ْٚةٍ َٔيُحًََذُ تٍُْ سَافِعٍ لَانُٕا حَذَثََُا َٚحْ َٗٛتٍُْ ددَوَ عٍَْ شَشِٚكٍ
عٍَْ عًََاسٍ َٚعُِْ ٙانذُُِْْ َٙعٍَْ أَتِ ٙانضُتَْٛشِ عٍَْ جَاتِشٍ أٌََ انَُثِ َٙصَهَٗ انهَُّ عَهََٔ ِّْٛعَهَىَ دَخَمَ يَكَ َح َِٔنَٕا ُؤُِ أَتَْٛضُ لَالَ أَتُٕ
ٍ شَشِٚكٍ لَالَ َٔعَأَ ْندُ يُحًََذًا عٍَْ َْزَا انْحَذِٚثِ فَهَىْ
عِٛغَٗ َْزَا حَذِٚثٌ غَشِٚةٌ نَا َعْشِفُُّ إِنَا يٍِْ حَذِٚثِ َٚحْ َٗٛتٍِْ ددَوَ عَ ْ
َٚعْشِفُّْ إِنَا يٍِْ حَذِٚثِ َٚحْ َٗٛتٍِْ ددَوَ عٍَْ شَشِٚكٍ ٔ لَالَ حَذَثََُا غَْٛشُ َٔاحِذٍ عٍَْ شَشِٚكٍ عٍَْ عًََاسٍ عٍَْ أَتِ ٙانضُتَْٛشِ عٍَْ
عْٕدَاءُ لَالَ يُحًََذٌ َٔانْحَذِٚثُ َُْٕ َْزَا لَالَ أَتُٕ عِٛغَٗ
جَاتِشٍ أٌََ انَُثِ َٙصَهَٗ انهَُّ عَهََٔ ِّْٛعَهَىَ دَخَمَ يَكَحَ َٔعَهَ ِّْٛعًَِايَحٌ َ
َٔانذٍُُْْ َتطٌٍْ يٍِْ تَجِٛهَحَ َٔعًََاسٌ انذُُِْْ َُْٕ ُٙعًََاسُ تٍُْ يُعَأَِٚحَ انذَُُُِْْٚٔ ُٙكَُْٗ أَتَا يُعَأَِٚحَ َٔ َُْٕ كُٕفِ َُْٕ َٔ ٌٙثِ َمحٌ عُِْذَ
٤٣
أَْْمِ انْحَذِٚث
)١حَذَثََُا يُحًََذُ تٍُْ َتّشَاسٍ حَذَثََُا عَثْذُ انشَحًٍَِْ تٍُْ يَْٓذٍِ٘ عٍَْ حًََادِ تٍِْ عَهًََحَ عٍَْ أَتِ ٙانضُتَْٛشِ عٍَْ جَاتِشٍ لَالَ َدخَمَ
عْٕدَاءُ لَالَ َٔفِ ٙانْثَاب عٍَْ عَهَِٔ ٍٙعًَُشَ َٔاتٍِْ حُشَ ْٚثٍ
انَُثِ ُٙصَهَٗ انهَُّ عَهََٔ ِّْٛعَهَىَ يَكَحَ َْٕٚوَ انْفَرْحِ َٔعَهَ ِّْٛعًَِايَحٌ َ
٤١
حغٌٍَ صَحِٛحٌ
ط َٔسُكَا َحَ لَالَ أَتُٕ عِٛغَٗ حَذِٚثُ جَاتِشٍ حَذِٚثٌ َ
َٔاتٍِْ عَثَا ٍ
10
Al-Naisâbûri, Sahîh Muslim, juz 7, h. 91.
11
Al-Naisâbûri, Sahîh Muslim, juz 7, h. 92.
12
Abu Dâwud Sulaimân Al-„Asy al-Sijistâni, Sunan Abû Dâwud, Juz 11 (Beirut: Dâr al-
Fikr, 2003), h. 109.
13
Al-Tirmidzi, al-Jâmi‟ al-Kabîr, jilid ke-3, h.305.
14
Al-Tirmidzi, al-Jâmi‟ al-Kabîr, jilid ke-3, h. 348.
61
)١أَخْثَشَََا لُرَْٛثَحُ لَالَ حَذَثََُا يُعَأَِٚحُ تٍُْ عًََاسٍ لَالَ حَذَثََُا أَتُٕ انضُتَْٛشِ عٍَْ جَاتِشٍ أٌََ َسعُٕلَ انهَِّ صَهَٗ انهَُّ عَهََٔ ِّْٛعَهَىَ
٤٦
عْٕدَاءُ تِغَْٛشِ إِحْشَاوٍ
دَخَمَ َْٕٚوَ فَرْحِ يَكَ َح َٔعَهَ ِّْٛعًَِايَحٌ َ
)٣أخْثَشَََا عًَْشُٔ تٍُْ يَُْصُٕسٍ لَالَ حَذَثََُا انْفَضْمُ تٍُْ دُكَ ٍٍْٛعٍَْ شَشِٚكٍ عٍَْ عًََاسٍ انذُُِْْ ِٙعٍَْ أَتِ ٙانضُتَْٛشِ عٍَْ جَاتِشٍ
٤١
عْٕدَاءُ
ح َٔعَهَ ِّْٛعًَِايَ ٌح َ
لَالَ دَخَمَ انَُثِ ُٙصَهَٗ انهَُّ عَهََٔ ِّْٛعَهَىَ َْٕٚوَ انْفَرْ ِ
)٤حَذَثََُا أَتُٕ تَكْشِ تٍُْ أَتِ ٙشَْٛثَحَ حَذَثََُا َٔكِٛعٌ حَذَثََُا حًََادُ تٍُْ عَهًََحَ عٍَْ أَتِ ٙانضُتَْٛشِ عٍَْ جَاتِشٍ أٌََ انَُثِ َٙصَهَٗ انهَُّ
٤٥
عْٕدَاءُ
عَهََٔ ِّ ْٛعَهَىَ دَخَمَ يَكَ َح َٔعَهَ ِّْٛعًَِايَ ٌح َ
)١حَذَثََُا أَتُٕ تَكْشِ تٍُْ أَتِ ٙشَْٛثَحَ حَذَثََُا عُثَْٛذُ انهَِّ أََْثَأَََا يُٕعَٗ تٍُْ عُثََ ْٛذجَ عٍَْ عَثْذِ انهَِّ تٍِْ دَُِٚاسٍ عٍَْ اتٍِْ عًَُشَ أٌََ
٤٩
عْٕدَاءُ
انَُثِ َٙصَهَٗ انهَُّ عَهََٔ ِّ ْٛعَهَىَ دَخَمَ َْٕٚوَ فَرْحِ يَكَ َح َٔعَهَ ِّْٛعًَِايَ ٌح َ
)٤حَذَثََُا عَفَاٌُ حَذَثََُا حًََادٌ أَخْثَشَََا أَتُٕ انضُتَْٛشِ عٍَْ جَاتِشٍ أٌََ انَُثِ َٙصَهَٗ انهَُّ عَهََٔ ِّْٛعَهَىَ دَخَمَ َْٕٚوَ فَرْحِ يَكَحَ َٔعَهَِّْٛ
١٢
عْٕدَاءُ
عًَِايَ ٌح َ
)١حَذَثََُا أَتُٕ عَهًََحَ انْخُضَاعِ ُٙحَذَثََُا شَشِٚكٌ عٍَْ عًََاسٍ انذُُِْْ ِٙعٍَْ أَتِ ٙانضُتَْٛشِ عٍَْ جَاتِشٍ أٌََ َسعُٕلَ انهَِّ صَهَٗ انهَُّ
١٤
عْٕدَاءُ
عَهََٔ ِّ ْٛعَهَىَ دَخَمَ َْٕٚوَ انْفَرْحِ يَكَ َح َٔعَهَ ِّْٛعًَِايَ ٌح َ
15
Abû „Abd al-Rahmân Ahmad bin Syu‟aib al-Khurâsâni al-Nasâi, Sunan al-Nasâi, juz 9
(Riyâd: Maktabah al-Ma‟ârif, 1988), h. 286.
16
Al-Nasâi, Sunan al-Nasâi, juz 16, h. 157.
17
Al-Nasâi, Sunan al-Nasâi, juz 16, h. 158.
18
Muhammad bin Yazîd al-Quzwaini, Sunan Ibn Mâjah, juz 4 (Beirut: Dâr al-
Ma‟rifat,1996), h. 53.
19
Muhammad bin Yazîd al-Quzwaini, Sunan Ibn Mâjah, juz 4, h. 154.
20
Abû „Abdillâh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad al-Syaibâni,
Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 29, h. 434.
21
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 30, h. 174.
62
)٤أَخْثَشَََا ِإعًَْعِٛمُ تٍُْ أَتَاٌَ حَذَثََُا يُعَأِ َٚحُ تٍُْ عًََاسٍ انذُُِْْ ُٙعٍَْ أَتِ ٙانضُتَْٛشِ عٍَْ جَاتِشٍ لَالَ دَخَمَ انَُثِ ُٙصَهَٗ انهَُّ
ٌ يَعَ
عْٕدَاءُ تِغَْٛشِ إِحْشَاوٍ لَالَ ِإعًَْعِٛمُ عًَِعَُّ يٍِْ أَتِ ٙانضُتَْٛشِ كَا َ
عَهََٔ ِّْٛعَهَىَ يَكَحَ حِ ٍَٛافْرَرَحََٓا َٔعَهَ ِّْٛعًَِايَحٌ َ
١١
أَتِّٛ
22
„Abdullah bin „Abd al-Rahmân al-Dârimi, Sunan al-Dârimi, Juz 2 (Riyadh: Dar al-
Mughni, 2000), h. 101.
63
d. Skema Sanad Hadis سعٕل اهلل صهٗ اهلل عه ٔ ّٛعهى
اتٕ انضتٛش
ٚح ٗٛتٍ ٚحٙ عهٙ عًسٔ اتٕ سهًة عفاٌ يحًد تٍ عًس ،اتٕ كسٚة ،يحًد تٍ زافع يحًد تٍ تشاز اتٕ انٕنٛد ،يسهى ،يٕسٗ اتٕ تكس
اندازيٙ يسهى انُسائٙ احًد تٍ حُثم انتسير٘ اتٕ دأد اتٍ ياجّ
64
tahun dan negeri semasa hidupnya guna memastikan ke-muttasil-an sanad. Dalam
hal ini, penulis hanya melakukan kritik sanad hadis dari jalur perawi ter-tsiqah
yaitu Muslim. Hal itu dilakukan karena jalur tersebut sudah dianggap mewakili
Nama lengkap beliau adalah Jâbir bin Abdullâh bin „Amr bin Harâm bin
Tsa‟labah bin Ka‟ab bin Ghanam bin Ka‟ab bin Salimah bin Sa‟d bin „Ali bin
Asad bin Sâradah ibn Tazîd bin Jusyam bin al-Khazraj. Kuniahnya adalah al-
Khalîfah ibn Khayyât, dan riwayat lain selain mereka, Jâbir bin Abdullâh wafat
pada tahn 68 H. Sedangkan menurut Abû Sulaimân bin Zabr beliau wafat pada
tahun 72 H, tetapi menurut Muhammad bin Yahyâ bin Habân, beliau wafat pada
tahun 77 H. Abû Nu‟aim berpendapat bahwa Jâbir bin Abdullâh wafat pada tahun
23
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsûf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz 4
(Beirut: Muasasah al-Risâlah, 1983), h. 444.
65
79 H. Beliau wafat di Madinah. Namun menurut pendapat lain Jâbir bin Abdullâh
wafat di Buqâ‟.24
Guru-guru beliau antara lain: Nabi Muhammad Saw., Khâlid bin al-Walîd,
Talhah bin „Ubaidillâh, Abdullâh bin Unais, „Ali bin Abî Tâlib, „Ammâr bin
Yâsir, „Umar bin al-Khattâb, Mu‟âdz bin Jabal, Abû Burdah bin Niyâr, Abû Bakar
al-Siddîq, Abû Humaid al-Sâ‟idi, Abû Sa‟îd al-Khudri, Abû Qatâdah al-Ansâri,
Abû Hurairah, Ummu Syarîk, Ummu Kultsûm bintu Abû Bakar al-Siddîq, Ummu
Murid-murid beliau antara lain : Ibrâhîm bin „Abdullah bin Qâriz, Ayman
al-Habasyi, Basyîr bin Salmân al-Ansâri, Ja‟far bin Mahmûd bin Muhammad bin
2. Abû al-Zubair
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Muslim bin Tadrus al-
penduduk Mekah.
24
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 4, h. 454.
25
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 4, h. 444.
26
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 4, h. 444-448.
66
Menurut al-Bukhâri dari „Ali bin al-Madani, Abû al-Zubair wafat sebelum
„Amr bin Dînâr, dan „Amr bin Dînâr wafat pada tahun 126 H. Namun menurut
„Amr bin „Ali beliau wafat pada tahun 128 H, al-Tirmidzi pun berpendapat bahwa
Guru-guru Abû al-Zubair antara lain adalah Jâbir bin Abdullâh, Dzakwân
Abî Sâlih, Sa‟îd bin Jubair, Sufyân bin „Abd al-Rahmân al-Tsaqafi, Sâlih Abî al-
Khalîl, Safwân bin Abdûllâh bin Safwân, Tâwûs bin Kaisân, Abî al-Tafîl „Âmir
Mughîrah bin Ziyâd al-Mausili, al-Mughîrah bin Muslim al-Sarrâj, dan lain-lain.28
tentang Abû al-Zubair: ثٚاحفظ نٓى انحذ. Ya‟lâ bin „Atâ‟: اكًم انُاط عمال ٔاحفظٓى. Harb
bin Ismâ‟îl bercerita; suatu ketika Ahmad bin Hanbal ditanya tentang Abû al-
Zubair. Maka ia berkata: “”احرًهّ انُاط. Abû Bakar bin Abî Khaitsamah, Isâq bin
3. „Ammâr al-Duhni29
Ibn Salâh, Ibn Hayyân, al-Duhni al-Bajali, Abû Mu‟âwiyah al-Kûfi, Maulâ al-
Hakam bin Nufail, orang tua dari Mu‟âwiyah bin „Ammâr. Duhn adalah Ibn
Mu‟âwiyah bin Aslam bin Ahmas bin al-Ghauts bin Anmâr. Dalam „Abd al-Qais
27
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 26, h. 402-403.
28
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 26, h. 404-406.
29
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 21, h. 208.
67
Duhn bin „Udzrah. Menurut Muhammad bin „Abdullâh al-Hadrâmi, „Ammâr al-
bin „Utaibah, „Atiyyah al-„Aufi, Mâlik bin „Umair al-Hanafi, Mujâhid bin Jabr al-
Maki, Abû Ja‟far al-Bâqir, Abû al-Zubair al-Maki, Abû Salamah bin „Abd al-
al-Ju‟fi, Sufyân al-Tsauri, Sufyân bin „Uyainah, Syarîk bin „Abdullâh, Syu‟bah al-
Hajjâj, al-Sabâh bin Yahyâ, „Abdullâh bin al-„Ajlah, „Amr bin Abî Qais al-Râzi,
Komentar ulama: „Abdullâh bin Ahmad bin Hanbal, Ishâq bin Mansûr,
31
Abû Hâtim, al-Nasâi: ثمح. Ibn Hibbân menyebutkannya dalam kitab al-tsiqât.
4. Syarîk33
Nama lengkapnya adalah Syarîk bin „Abdullâh bin Abî Syarîk al-Nakha‟i.
Kuniahnya adalah Abû „Abdullâh al-Kûfi al-Qâdi. Beliau pernah sezaman dengan
„Umar bin „Abd al-„Azîz. Syarîk dilahirkan di Bukhara, Khurasan pada tahun 95
Ibrâhîm bin Muhâjir, „Ammâr al-Duhni, Muhammad bin Ishâq bin Yasâr,
30
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 21, h. 210.
31
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 21, h. 209.
32
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 21, h. 210.
33
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 12, h. 462.
68
Muhammad bin Hujâdah, Muhammad bin Sa‟d al-Ansâri, Mukhtâr bin Yazîd,
Mikhwal bin Râsyid, Muslim bin Sâlim, al-Miqdâm bin Syuraih, dan lain-lain.34
„Âmir Syâdzân, „Ali bin Hujr al-Marwazi, „Ali bin Hakîm al-Audi, „Ali bin
Komentar ulama: Sâlih bin Ahmad bin Hanbal berkata dari bapaknya
bahwa dia mendengar Syarîk dari Abû Ishâq terlebih dahulu, dan Syarîk dalam
pandangan Abû Ishâq lebih terpercaya dari pada Zuhair, Ismâ‟il, dan Zakariya.36
Yazîd bin al-Haitsam al-Bâdâ berkata, aku mendengar Yahyâ bin Ma‟în berkata
Syarîk adalah tsiqah, dia (Syarîk) lebih aku sukai dari pada Abû al-Ahwas dan
Jarîr. Yahyâ bin Sa‟îd al-Qattân: ثمح ثمح. Al-Nasâi: ظ تّ تأطٛن. Abû Taubah al-Rabî‟
bin Nâfi‟: aku mendengar „Îsâ bin Yûnûs berkata bahwa aku tidak melihat seorang
Kuniyahnya adalah Abû al-Hasan al-Kûfi, Akhû „Utsmân bin Hakîm. „Ali bin
Guru-guru beliau antara lain: Ja‟far bin Ziyâd al-Ahmar, Hibbân bin „Ali
al-„Anazi, Hafs bin Ghiyâts, Humaid bin „Abd al-Rahmân al-Ruâsi, Sufyân bin
34
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 12, h. 465.
35
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 12, h. 465.
36
Al-Jarhwa al-Ta‟dîl juz 4, h. 1602, Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 12, h. 467.
37
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 12, h. 469-473.
38
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 20, h. 415.
69
„Uyainah, Syarîk bin „Abdullâh, Mus‟ab bin al-Miqdâm, Huraim bin Sufyân,
Muhammad bin „Utsmân bin Sa‟îd al-Darîr, Abû Ja‟far Muhammad bin Mansûr
bin Yazîd al-Kûfi, Mûsâ bin Ishâq bin Mûsâ al-Ansâri, Najî‟ bin Ibrâhîm al-Zuhri
Komentar Ulama: Ibrâhîm bin „Abdullâh bin al-Junaid dari Yahyâ bin
Ma‟în: laisa bihi ba‟s, tsiqah. Menurut Abû Hâtim: sadûq. Abû „Ubaid al-Âjiri
dari Abû Dâwud: sadûq, ia pernah keluar mencari ilmu bersama Abû al-Sarâyâ.
menyebutkannya ke dalam kitab al-Tsiqât. Ibn Qâni‟: tsiqah dan sâlih. Ibn Hajar:
tsiqah.39
6. Muslim
Guru-gurunya antara lain: „Ali bin Nasr bin „Ali al-Jahdâmi, „Umar bin
Hafs bin Ghiyâts, „Amr bin „Ali al-Sîrifi, „Aun bin Salâm al-Hâsyimi, „Ali bin
Hakîm al-Audi, „Îsâ bin Zaghabah, al-Fadl bin Sahl al-A‟raj, al-Qâsim bin
bin Muhammad bin Hamzah, Abû al-Fadl Ahmad bin Salamah al-Hâfiz, Husaim
39
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 20, h. 416
70
bin Muhammad bin Ziyâd al-Qubbâni, Abû Hâmid „Amr Ahmad bin al-Mubârak
al-Mutsamlâ.
Menurut Ibn Hajar dan al-Dzahabi: hâfiz, sâhib, sahîh. Menurut Ibn Hâtim: Ia
adalah yang tsiqah dalam kata-kata dan banyak tahu tentang hadis. Muhammad
bin „Abdullah Wahab al-Farrâ‟: beliau termasuk ulama besar di antara manusia
yang paling memahami ilmu dan aku tidak mengetahui apa pun dari dirinya
kecuali kebaikan.40 Abû Sâdah dan Abû Hâtim selalu mengistimewakan dan
40
Abû Syuhbah, Fî Riâb al-Sunnah al-Kutub al-Sittah (Kairo: Majma‟ al-Buhûts al-
Islâmiyyah, 1969), h. 83.
71
Muslim, dapat disimpulkan bahwa perawi yang diteliti tidak ada yang dinilai
Muslim (w. 261 H) menerima hadis dari „Ali bin Hakîm (w. 231 H)
dengan cara “haddatsanâ”, para ulama menilai positif (ta‟dîl) dan dimungkinkan
„Ali bin Hakîm (w. 231 H) menerima hadis dari Syarîk (w. 177 H) dengan
cara “akhbaranâ”, para ulama menilai positif (ta‟dîl) dan dimungkinkan mereka
Syarîk (w. 177 H) menerima hadis dari „Ammâr al-Duhni (w. 133 H)
dengan cara “‟an”, para ulama menilai positif (ta‟dîl) dan dimungkinkan mereka
„Ammâr al-Duhni (w. 133 H) menerima hadis dari Abû al-Zubair (w.
126 H) dengan cara “‟an”, para ulama menilai positif (ta‟dîl) dan dimungkinkan
Abû al-Zubair (w. 126 H) menerima hadis dari Jâbir bin Abdullâh (w. 68
H) dengan cara “‟an”, para ulama menilai positif (ta‟dîl) dan dimungkinkan
diteliti semuanya bersambung, tsiqah, tidak syadz, dan tidak ada „illat, sehingga
72
dapat disimpulkan bahwa sanad hadis yang diriwayatkan oleh Muslim berkualitas
sahîh.
Berkhutbah
a. Teks Hadis
ٍْثَٚعٌ عٍَْ ُيغَأِسٍ ا ْنَٕسَاقِ عٍَْ جَعْفَشِ تٍِْ عًَْشِٔ تٍِْ حُشِٛىَ لَانَا أَخْثَشَََا َٔكِْٛحكُ تٍُْ إِتْشَا
َ َْٗ َِٔإعَْٛحٚ ٍَُْٗ تَْٛحٚ حَذَثََُا
١٤
ُعْٕدَاء
َ ِّْ عًَِايَ ٌحَٛط َٔعَه
َ طةَ انَُا
َخَ َْ ِّ َٔعَهَىَِّٛ أٌََ َسعُٕلَ انهَِّ صَهَٗ انهَُّ عَهِٛعٍَْ أَت
b. Informasi Hadis
sebagai berikut:
Sahîh Muslim bab Hajj nomor 451-454, Sunan Abû Dâwûd bab libâs nomor 6 dan
2120, Sunan al-Tirmidzi bab libâs nomor 11, bab jihâd nomor 9, tafsir surah ke-29
nomor 2, Sunan al-Nasâi bab manâsik nomor 107, bab zînah nomor 109, Sunan Ibn
Mâjâh bab iqâmat nomor 85, bab libâs nomor 14 dan 15, bab jihâd nomor 22,
41
Al-Naisâbûri, Sahîh Muslim, juz 2, h. 990.
42
Wensinck, al-Mu‟jam al-Mufahras, juz 4, h. 348.
73
Sunan al-Dârimi bab manâsik nomor 88, Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 3 nomor
Musnaf Ibn Abî Syaibah juz 8 nomor 233 dan kitab Misykât al-Masâbîh li al-
Metode tema hadis dengan merujuk kepada kitab Miftâh Kunûz al-Sunnah.
١٥
Sahîh al-Bukhâri kitab ke-77, bab 15-17, Sunan Abû Dâwûd kitab ke-31 bab 21,
43
Wensinck, al-Mu‟jam al-Mufahras, juz 2, h. 44.
44
Zaghlûl, Mausû‟at Atrâf, juz 4, h. 620.
45
Muhammad Fuâd, Miftâh Kunûz, h. 426.
74
Sunan al-Tirmidzi kitab ke-22, Sunan al-Nasâi kitab ke-38 bab 127-129, Sunan Ibn
c. Lafadz-Lafadz Hadis
hadis yang akan dicantumkan hanya hadis-hadis yang terdapat kitab-kitab tersebut.
ٍْثَٚعٌ عٍَْ ُيغَأِسٍ ا ْنَٕسَاقِ عٍَْ جَعْفَشِ تٍِْ عًَْشِٔ تٍِْ حُشِٛىَ لَانَا أَخْثَشَََا َٔكِْٛحكُ تٍُْ إِتْشَا
َ َْٗ َِٔإعَْٛحٚ ٍَُْٗ تَْٛحٚ ) حَذَثََُا٤
١٦
ُعْٕدَاء
َ ِّْ عًَِايَ ٌحَٛط َٔعَه
َ طةَ انَُا
َخَ َْ ِّ َٔعَهَىَِّٛ أٌََ َسعُٕلَ انهَِّ صَهَٗ انهَُّ عَهِٛعٍَْ أَت
ِٙ َٔفَُُِٙ لَانَا حَذَثََُا أَتُٕ ُأعَايَحَ عٍَْ ُيغَأِسٍ انَْٕسَاقِ لَالَ حَذَثَِٙحغٍَُ انْحُهَْٕا
َ ْْثَحَ َٔانَٛ شِٙ) ٔ حَذَثََُا أَتُٕ تَكْشِ تٍُْ أَت١
َُّ أَ َْظُشُ إِنَٗ َسعُٕلِ انهَِّ صَهَٗ انهََِٙل كَأ
َ ِّ لَاِٛثٍ عٍَْ أَتْٚ َِ لَالَ عًَِعْد جَعْفَشَ تٍَْ عًَْشِٔ تٍِْ حُشََِٙحِ انْحُ ْهَٕاِٚسَٔا
١١
َِمُمْ أَتُٕ تَكْشٍ عَهَٗ انًُِْْثَشٚ ْْ ِّ َٔنَىٍََْٛ كَرِفََْٛٓا تَٛعْٕدَاءُ لَذْ أَسْخَٗ طَشَف
َ ِّْ عًَِايَ ٌحَْٛ ِّ َٔعَهَىَ عَهَٗ انًُِْْثَ ِش َٔعَهَٛعَه
ُدْٚ َِّ لَالَ سَأِْٛثٍ عٍَْ أَتٍَٚ حَذَثََُا أَتُٕ ُأعَايَحَ عٍَْ ُيغَأِسٍ ا ْنَٕسَاقِ عٍَْ جَعْفَشِ تٍِْ عًَْشِٔ تٍِْ حُشِٙحغٍَُ تٍُْ عَه
َ ْ) حَذَثََُا ان٤
١٥
ٍََِّْْٛ كَرِفَٛعْٕدَاءُ لَذْ أَسْخَٗ طَشَفََٓا ت
َ ِّْ عًَِايَ ٌحَْٛ ِّ َٔعَهَىَ عَهَٗ انًُِْْثَ ِش َٔعَهََٛ صَهَٗ انهَُّ عَهِٙانَُث
ََِِّٙ لَالَ كَأَِٛحَ عٍَْ أَتَٛ) أَخْثَشَََا يُحًََذُ تٍُْ أَتَاٌَ لَالَ حَذَثََُا أَتُٕ ُأعَايَحَ عٍَْ ُيغَأِسٍ ا ْنَٕسَاقِ عٍَْ جَعْفَشِ تٍِْ عًَْشِٔ تٍِْ أُي٤
ٍََْٛعْٕدَاءُ لَذْ أَسْخَٗ طَشَفََٓا ت
َ ٌِّْ عًَِايَحَِّْٛ َٔعَهَىَ عَهَٗ انًُِْْثَشِ َٔعَهَٛأَ َْظُشُ انغَاعَحَ إِنَٗ َسعُٕلِ انهَِّ صَهَٗ انهَُّ عَه
١٩
َِّْٛكَرِف
46
Muslim al-Hajjâj al-Naisâbûri, Sahîh Muslim, juz 2, h. 990.
47
Muslim al-Hajjâj al-Naisâbûri, Sahîh Muslim, juz 2 h. 94
48
Abu Dâwud Al-„Asy al-Sijistâni, Sunan Abû Dâwud, juz 11, h. 110.
49
Jalâl a-Dîn al-Suyûti, Sunan al-Nasâi (Beirut: Dâr al-Fikr, 2005), juz 4, h. 224.
75
َِّ لَالِٛثٍ عٍَْ أَتْٚ ََُْحَ عٍَْ ُيغَأِسٍ ا ْنَٕسَاقِ عٍَْ جَعْفَشِ تٍِْ عًَْشِٔ تٍِْ حُشََُٛٛاٌُ تٍُْ عْٛ) حَذَثََُا ِّْشَاوُ تٍُْ عًََاسٍ حَذَثََُا عُف٤
٥٢
ُعْٕدَاء
َ ِّْ عًَِايَ ٌحَٛطةُ عَهَٗ انًُِْْثَ ِش َٔعَه
ُخْ َٚ َْ ِّ َٔعَهَىََٛ صَهَٗ انهَُّ عَهِٙدُ انَُثْٚ َسَأ
50
Muhammad bin Yazîd al-Quzwaini, Sunan Ibn Mâjah, juz 3 h. 411.
51
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 4, h.307.
76
عًَْشِٔ
جَعْفَش
ُيغَأِسٍ
tahun dan negeri semasa hidupnya guna memastikan ke-muttasil-an sanad. Dalam
hal ini, penulis hanya melakukan kritik sanad hadis dari jalur perawi ter-tsiqah
yaitu Muslim. Hal itu dilakukan karena jalur tersebut sudah dianggap mewakili
Nama lengkap beliau adalah „Amr bin Huraits bin „Amr bin „Ustmân bin
merupakan sahabat Rasulullah Saw. Beliau adalah saudara dari Sa‟îd bin
Huraits.52
Menurut al-Waqidi, ketika Nabi wafat, „Amr bin Huraits berusia dua belas tahun.
Sedangkan menurut al-Bukhâri dan yang lainnya seperti Abu Nu‟aim al-Fadl,
bin Huraits, Sa‟îd bin Zaid, „Abdullâh bin Mas‟ûd, „Adi bin Hâtim, „Ali bin Abî
52
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsûf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz 21
(Beirut: Muasasah al-Risalah, 1983), h. 580.
53
Syams al-Dîn Abû „Abdillâh Muhammad al-Dzahabi, Siyar A„lâm al-Nubalâ, juz 3
(Beirut: Muasasah al-Risalah, 1985), h. 417.
54
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 21, h. 582
55
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 21, h. 581
78
Asbagh, anaknya; Ja’far bin ‘Amr bin Huraits, Khalaf bin Khalîfah, al-Hasan
Pendapat ulama: Amr bin Huraits adalah seorang sahabat. Seorang sahabat
Nama lengkap beliau adalah Ja‟far bin „Amr bin Huraits. Kuniah-nya
adalah al-Qurasyi, al-Makhzûmi, al-Kûfi. Beliau adalah kakek dari Ja‟far bin
„Aun dan beliau adalah seorang tabiin dalam tabaqah ketiga. Beliau wafat pada
Guru-guru beliau antara lain: ‘Adî bin Hâtim, „Amr bin Huraits.58
Murid-murid beliau antara lain: Hajjâj bin Artah, al-Râbi bin Sa‟ad al-
Ju‟fi, al-Fadl bin Sa‟ad al-Ju‟fi, Musâwir al-Warrâq, al-Musayyab bin Syârik,
Pendapat ulama: menurut Ibn Hajar dan Ibn Hibbân, Ja‟far adalah orang
yang ثمح.60
3. Musâwir al-Warrâq
saudara dari Siyar Abi al-Hakam. Beliau adalah seorang kibar tâbi‟ tabi‟în dalam
56
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 21, h. 581.
57
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz.5, h. 69-70.
58
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz.5, h. 70.
59
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz.5, h. 70.
60
Syihâb al-Dîn Ahmad bin „Ali bin Hajar al-„Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, juz.8
(Beirut: Dâr al-Fikr, 1984), h. 148.
79
Guru-guru beliau antara lain: Ja’far bin ‘Amr bin Huraits, Siyar Abi al-
Hakam, Syu‟aib bin Yasâr, Abû Husain „Utsmân bin „Âsim al-Asadi.62
Sufyân bin „Uyainah, „Ubaidullâh al-Asyjai‟, Wakî’ bin al-Jarrâh dan Yahya bin
Pendapat ulama: menurut Ishâq bin Masyhûr dari Yahya bin Ma‟în,
Musâwir adalah seorang yang tsiqah. Ibn Hibbân menyebutnya di dalam kitabnya
“al-Tsiqât”.64
Nama lengkap beliau adalah Wakî‟ bin al-Jarrâh bin Malîh bin „Adi bin
Faras bin Jumjumah bin Sufyân bin „Amr bin „Ubaid bin Ruâs. Kuniah-nya
adalah al-Ruâsi, al-Kûfi. Beliau adalah seorang al-Hâfiz, ahli hadis di Iraq. Beliau
Sedangkan menurut Khalîfah dan Hârûn bin Hatim, beliau dilahirkan pada tahun
128 H.66 Kemudian, menurut Abû Hisyâm al-Rifa‟i, beliau wafat pada tahun 197
haji. Sedangkan menurut Ahmad bin Hanbal, Wakî‟ berhaji pada tahun 196 H dan
wafat di Faid.67
61
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 27, h. 425.
62
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 27, h. 426.
63
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 27, h. 426.
64
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 27, h. 426.
65
Al-Dzahabi, Siyar A„lâm al-Nubalâ, juz 9, h. 141.
66
Al-Dzahabi, Siyar A„lâm al-Nubalâ, juz 9, h. 141.
67
Al-Dzahabi, Siyar A„lâm al-Nubalâ, juz 9, h. 166.
80
Guru-guru beliau antara lain: Abân bin Sam‟ah, Abân bin „Abdullâh al-
Bajali, Ibrâhîm bin al-Fadl al-Makhzûmi, Usâmah bin Zaid al-Laitsi, Ishâq bin
Sa‟îd al-Qurasyi, Ismâ‟îl bin Abî Khâlid, Jarîr bin Hâzim, Hammâd bin Salamah,
Hanzalah bin Abî Sufyân, Khârijah bin Mus‟ab al-Khurasani, Zakariyâ bin Ishâq
dan lain-lain.68
Murid-murid beliau antara lain: Ibrâhîm bin Sa‟îd al-Jauhari, Ahmaf bin
Hanbal, Ishâq bin Rahawaih, Hâjib bin Sulaimân, Sufyân bin Wakî‟ bin al-
Jarrâh, „Ubaid bin Wakî‟ bin al-Jarrâh, Qutaibah bin Sa‟îd, Muhammad bin Râfi‟
tsiqat, „âbid, salih, min huffâz al-hadîts dan seorang mufti.70 Diriwayatkan dari
Yahyâ bin Ma‟în, beliau berkata: “aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih
Nama lengkap beliau adalah Ishâq bin Ibrâhîm bin Makhlad bin Ibrâhîm
bin „Abdullâh bin Matar bin „Ubaidillâh bin Ghâlib bin Wârits bin „Ubaidullâh
bin „Atiyyah bin Murrah bin Ka‟ab bin Hammâm bin Asad bin Murrah bin Amr
bin Hanzalah bin Mâlik bin Zaid Manât bin Tamîm. Kuniah-nya adalah al-
Taimîmi, al-Hanzali, al-Marwazi. Beliau sering dikenal dengan sebutan Ishâq bin
68
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 30, h. 463-366.
69
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 30, h. 468-470.
70
Al-Dzahabi, Siyar A„lâm al-Nubalâ, juz 9, h. 152.
71
Al-Dzahabi, Siyar A„lâm al-Nubalâ, juz 9, h. 153.
72
Al-Dzahabi, Siyar A„lâm al-Nubalâ, juz 11, h. 359.
81
Namun menurut riwayat lain menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada tahun
166 H.74 Kemudian belaiu wafat pada malam nisfu Sya‟ban tahun 238 H di
Naisabur.75
Guru-guru beliau antara lain: Al-Fadl bin Mûsâ, Mu‟tamir bin Sulaimân,
Jarîr bin „Abdul Hamîd, Sufyân bin „Uyainah, Hâtim bin Ismâ‟îl, Syu‟aib bin
Ishâq, Muhammad bin Fudail, Yazîd bin Hârûn, Wakî’ bin al-Jarrâh, Yahyâ bin
Murid-murid beliau antara lain: Baqiyyah bin al-Walîd, Yahyâ bin Adam,
Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Ma‟în, Ishâq bin Mansûr, Muhammad bin Yahyâ,
Muhammad bin Ismâîl al-Bukhâri, Muslim bin al-Hajjâj, Abû Dâwud, al-Nasâi,
ma‟mûn dan imâm. Kemudian Abû Zur‟ah berkata: “ أحفظ يٍ إعحاقٙ”يا سئ. Abû
Hâtim berkomentar bahwa Ishâq adalah seorang yang mutqin; selamat dari ghalat
Nama lengkap beliau adalah Yahyâ bin Yahyâ bin Bakr bin „Abdurrahmân
bin Yahyâ bin Hammâd, Abû Zakariyâ. Kuniah-nya adalah al-Taimîmi. al-
Hanzali, dan al-Naisabûri. Beliau adalah seorang budak Bani Hanzalah. Namun
73
Al-Dzahabi, Siyar A„lâm al-Nubalâ, juz 11, h. 359.
74
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 2, h. 378.
75
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 2, h. 387.
76
Al-Dzahabi, Siyar A„lâm al-Nubalâ, juz 11, h. 359.
77
Al-Dzahabi, Siyar A„lâm al-Nubalâ, juz 11, h. 359-360.
78
Al-Dzahabi, Siyar A„lâm al-Nubalâ, juz 11, h. 373.
82
ada pula riwayat yang mengatakan bahwa beliau adalah seorang budak Bani
Yahyâ bin Yahyâ lahir pada tahun 142 H dan wafat pada hari rabu di akhir
Guru-guru beliau antara lain: Ibrâhîm bin Ismâ‟îl al-Saigh, Ibrâhîm bin
Sa‟ad al-Zuhri, Ja‟far bin Sulaimân al-Dabi‟, Abû Qudâmâh al-Hâris, Mâlik bin
Anas, Yahyâ bin Zakariyâ bin Abî Zaidah, Wakî’ bin al-Jarrâh, Yusuf bin
Muhammad bin Râfi‟ al-Qusyairi, Ya‟qûb bin Sufyân al-Farisi dan lain-lain.81
Komentar ulama: menurut Ahmad bin Hanbal, Yahyâ bin Yahyâ adalah
seorang yang ثمح. Menurut al-Nasâi, beliau ثمح ثثٕخdan riwayat lain pun
Guru-gurunya antara lain: „Ali bin Nasr bin „Ali al-Jahdâmi, „Umar bin
Hafs bin Ghiyâts, „Amr bin „Ali al-Sîrifi, Yahyâ bin Yahyâ „Aun bin Salâm al-
Hâsyimi, „Ali bin Hakîm al-Audi, „Îsâ bin Zaghabah, al-Fadl bin Sahl al-A‟raj, al-
79
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 32, h. 36.
80
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 32, h. 33.
81
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 32, h. 34.
82
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 32, h. 35.
83
bin Muhammad bin Hamzah, Abû al-Fadl Ahmad bin Salamah al-Hâfiz, Husaim
bin Muhammad bin Ziyâd al-Qubbâni, Abû Hâmid „Amr Ahmad bin al-Mubârak
al-Mutsamlâ.
Komentar Ulama: Abû Bakar al-Khâtib: qâri‟, faqîh, tsiqah. Ibn Hajar dan
al-Dzahabi: hâfiz, sâhib, sahîh. Ibn Hâtim: Ia adalah yang tsiqah dalam kata-kata
dan banyak tahu tentang hadis. Muhammad bin „Abdullah Wahab al-Farrâ‟:
beliau termasuk ulama besar di antara manusia yang paling memahami ilmu dan
aku tidak mengetahui apa pun dari dirinya kecuali kebaikan.83 Abû Sâdah dan
83
Abû Syuhbah, Fî Riâb al-Sunnah al-Kutub al-Sittah (Kairo: Majma‟ al-Buhûts al-
Islâmiyyah, 1969), h. 83.
84
Muslim, dapat disimpulkan bahwa perawi yang diteliti tidak ada yang dinilai
Muslim (w. 261 H) menerima hadis dari Yahyâ bin Yahyâ (w. 226 H) dan
Ishâq bin Ibrâhîm (w. 238) dengan cara “haddatsanâ”, para ulama menilai positif
Yahyâ bin Yahyâ (w. 226 H) dan Ishâq bin Ibrâhîm (w. 238) menerima
hadis dari Wakî‟ (w. 197 H) dengan cara “akhbaranâ”, para ulama menilai positif
Wakî‟ (w. 197 H) menerima hadis dari Musâwir al-Warrâq (w. 131 H)
dengan cara “‟an”, para ulama menilai positif (ta‟dîl) dan dimungkinkan mereka
Musâwir al-Warrâq (w. 131 H) menerima hadis dari Ja‟far bin „Amr (w.
117 H) dengan cara “‟an”, para ulama menilai positif (ta‟dîl) dan dimungkinkan
Ja‟far bin „Amr (w. 117 H) menerima hadis dari „Amr bin Huraits (w. 85
H) dengan cara “‟an”, para ulama menilai positif (ta‟dîl) dan dimungkinkan
diteliti semuanya bersambung, tsiqah, tidak syadz, dan tidak ada „illat, sehingga
dapat disimpulkan bahwa sanad hadis yang diriwayatkan oleh Muslim berkualitas
sahîh.
a. Teks Hadis
ٍِْْذِ انهَِّ تَٛضِ تٍِْ يُحًََذٍ عٍَْ عُثُِٚ عٍَْ عَثْذِ انْعَضَََِٙٗ تٍُْ يُحًََذٍ انًَْذَْٛحٚ ُ حَذَثََُاَِٙحكَ انًَْْٓذَا
َ ْحَذَثََُا َْاسٌُُٔ تٍُْ ِإع
ٌِّْ لَالَ ََافِعٍََْٛ كَرِفَِّْٛ َٔعَهَىَ إِرَا اعْرَىَ عَذَلَ عًَِايَرَُّ تَُٛ صَهَٗ انهَُّ عَهِٙعًَُشَ عٍَْ ََافِعٍ عٍَْ اتٍِْ عًَُشَ لَالَ كَاٌَ انَُث
غَٗ َْزَاَِٛفْعَهَاٌِ رَِنكَ لَالَ أَتُٕ عٚ دُ انْمَاعِىَ َٔعَانًًِاْٚ َْذُ انهَِّ َٔسَأَِّْٛ لَالَ عُثٍََْٛ كَرِفَٛغْذِلُ عًَِايَرَُّ تَٚ ََٔكَاٌَ اتٍُْ عًَُش
٥١
ِ ِ َْزَا يٍِْ لِثَمِ ِإعَُْادٍِٙ فِٙثُ عَهَِٚصِحُ حَذٚ َٔنَاٙ
ٍ ِ انْثَاب عٍَْ عَهِٙة َٔف
ٌ ِٚحغٌٍَ غَش
َ ٌثِٚحَذ
b. Informasi Hadis
berikut:
٥٦
٤١ خ نثاط ٍََِّْْٛ كَرِفَٛعَذَلَ عًَِايَرَُّ ت
84
Abû „Isa Muhammad „Isa bin Saurah al-Tirmidzi, al-Jâmi‟ al-Kabîr, jilid ke-3 (Beirut:
Dâr al-Gharb al-Islâmi, 1996), h. 349.
85
Wensinck, al-Mu‟jam al-Mufahras, juz 4, h. 345.
86
Sunan al-Tirmidzi nomor 1736, al-Sunan al-Kubrâ bab 1 nomor 469, Syarh al-
Sunan bab 12 nomor 37, Misykât al-Masâbîh nomor 4338, Fath al-Bâri bab 10
nomor 273, Kanz al-„Umâl nomor 17269, al-Syamâil nomor 56, al-Tabaqât al-
Kubrâ bab 1 nomor 151, Akhlâq al-Nubuwwah nomor 117, al-Silsilah al-Sahîhah
nomor 717, al-Hâwî li al-Fatâwâ bab 1 nomor 469, dan al-Da‟fâ‟ bab 3 nomor 21.
ditelusuri dalam kitab Miftâh Kunûz al-Sunnah, maka ditemukan data berikut:
٥٥
86
Wensinck, al-Mu‟jam al-Mufahras, juz 2, h. 444.
87
Zaghlûl, Mausû‟at Atrâf, juz 6, h. 38.
87
Sahîh al-Bukhâri kitab ke-77, bab 15-17, Sunan Abû Dâwûd kitab ke-31 bab 21,
Sunan al-Tirmidzi kitab ke-22, Sunan al-Nasâi kitab ke-38 bab 127-129, Sunan
c. Lafadz-Lafadz Hadis
tersebut. Namun setelah distelusuri, lafaz hadis tersebut hanya terdapat satu hadis
ٍِْْذِ انهَ ِّ تَٛضِ تٍِْ يُحًََذٍ عٍَْ عُثُِٚ عٍَْ عَثْذِ انْعَضَََِٙٗ تٍُْ يُحًََذٍ انًَْذَْٛحٚ ُ حَذَثََُاَِٙحكَ انًَْْٓذَا
َ ْحَذَثََُا َْاسٌُُٔ تٍُْ ِإع
ٌِّْ لَالَ ََافِعٍََْٛ كَرِفَِّْٛ َٔعَهَىَ إِرَا اعْرَىَ عَذَلَ عًَِايَرَُّ تَُٛ صَهَٗ انهَُّ عَهِٙعًَُشَ عٍَْ ََافِعٍ عٍَْ اتٍِْ عًَُشَ لَالَ كَاٌَ انَُث
غَٗ َْزَاَِٛفْعَهَاٌِ رَِنكَ لَالَ أَتُٕ عٚ دُ انْمَاعِىَ َٔعَانًًِاْٚ َْذُ انهَِّ َٔسَأَِّْٛ لَالَ عُثٍََْٛ كَرِفَٛغْذِلُ عًَِايَرَُّ تَٚ ََٔكَاٌَ اتٍُْ عًَُش
٥٩
ِ ِ َْزَا يٍِْ لِثَمِ ِإعَُْادٍِٙ فِٙثُ عَهَِٚصِحُ حَذٚ َٔنَاٙ
ٍ ِ انْثَاب عٍَْ عَهِٙة َٔف
ٌ ِٚحغٌٍَ غَش
َ ٌثِٚحَذ
88
Muhammad Fuâd, Miftâh Kunûz, h. 426.
89
Abû „Isa al-Tirmidzi, al-Jâmi‟ al-Kabîr, jilid ke-3, h. 349.
88
اتٍِْ عًَُش
ٍََافِع
َحك
َ َْْاسٌُُٔ تٍُْ ِإع
٘انرشيز
1. Ibn „Umar
Nama lengkap beliau adalah „Abdullâh bin „Umar bin al-Khattâhâb bin
Mekah pada tahun 11 sebelum hijriyah. Sedangkan beliau wafat pada tahun 72 H.
„Âisyah, Zaid bin Tsâbit, Abû Lubâbah, „Abdullâh bin Mas‟ûd, „Utsmân bin
89
„Affân, „Ali bin Abî Tâlib, „Umar bin al-Khattâhâb, Abî Sa‟îd al-Khudri, „Utsmân
bin Talhah.
al-Rahmân, Anas bin Sîrîn, Jâbir bin Abî Salamah, Abû Qâsim, Hafs bin Hâsyim,
Penilaian para ulama terhadap Ibn „Umar adalah Menurut Ibnu Hajar
beliau adalah sahabat. Menurut Ad-Dzahabi beliau juga sahaby. Seorang sahabat
2. Nâfi‟
Nama lengkap beliau adalah Nâfi‟ Maulâ „Abdullâh bin „Umar bin al-
Khattâb bin al-Quraisyi al-Adawi. Beliau merupakan cucu dari „Umar bin al-
„Abdullâh. Semasa hidupnya beliau tinggal di Madinah. Beliau wafat pada tahun
117 H.
Guru-guru beliau antara lain adalah „Abdullâh bin „Umar, Ibrâhim bin
„Abdullâh, Sâlim bin „Abdullâh, Mughîrah bin Hakîm, Abî Sa‟îd al-Khudri,
Murid-murid beliau antara lain: Ibrâhîm bin Sa‟îd, Ishâq bin „Abdullâh,
Hasan bin „Atiyah, „Abdullâh bin „Utsmân, ‘Ubaidillâh bin „Umar, „Abdullâh bin
90
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 15, h. 333.
90
Penilaian para ulama: menurut Yahyâ bin Ma‟în: tsiqah. Menurut Al-„Ijli:
Nama lengkap beliau adalah „Ubaidillâh bin „Umar bin Hafs bin „Âsîm bin
„Umar bin Khattâb al-Qurasyi al-Adawi. Beliau wafat pada tahun 147 H.
Guru-guru beliau adalah Nâfi’ Maulâ Ibn „Umar, Muhammad bin Yahyâ
bin Hibbân, Humaid al-Tawîl, Ibrâhîm bin Muhammad bin Jahsy al-Asadi, Ayyûb
bin Mûsâ al-Qurasyi, Muhammad bin al-Munkadir, Hisyâm bin „Urwah, dan lain-
lain.
Murid-murid beliau antara lain: „Abd al-Mâlik bin Juraij, „Abd al-„Azîz
bin Abî Salamah, Ismâ‟îl bin Zakariya al-Khulqaniy, ‘Abd al-‘Azîz bin
Komentar ulama: menurut Abdullah bin Ahmad bin Hambal, beliau adalah
tsiqah. Demikian juga Yahyâ bin Ma‟în, beliau adalah seorang yang tsiqah.
Menurut Abû Zur‟ah beliau adalah tsiqah. Abû Hâtim dan al-Nasâi berpendapat
Nama lengkap beliau adalah „Abd al-„Azîz bin Muhammad bin „Ubaid bin
91
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 29, h. 298.
92
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 19, h. 124.
91
Guru-guru beliau antara lain adalah Ibrâhîm bin „Uqbah, Usâmah bin Zaid
al- Laits, Ismâ‟îl bin Abî Habîbah, Tsaur bin Zaid al-Dili, ‘Ubaidillâh bin
Murid murid beliau antara lain: Yahyâ bin Muhammad, Ibrâhîm bin
Ishâq, Ibrâhîm bin Hamzah al-Zubair, Ahmad bin „Ismâ‟îl al-Madani, Ibrâhîm
Abû Bakar bin Abî Haitsamah menilai beliau dengan laisa bihi ba‟s.
Ahmad bin Sa‟d berpendapat bahwa beliau adalah orang yang tsiqah hujjah.93
Nama lengkap beliau adalah Yahyâ bin Muhammad bin „Abdullâh bin
Mihrân al-Jariy al-Madani. Beliau adalah ahli Hijaz. Tidak diketahui tahun wafat
beliau.
Guru-guru: Ismâ‟îl bin Tsâbit, Zakariyâ bin Ibrâhîm, ‘Abd al-‘Azîz bin
fîh, Ibn Hibbân menyebutkannya dalam kitab al-tsiqât namun berkata, “wa
yughrabu”.94
93
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 18, h. 187.
94
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 31, h. 522.
92
Nama lengkap beliau adalah Hârûn bin lshâq bin Muhammad bin Mâlik
Ismâ‟îl bin Abî al-Hakîm, Wakî‟ bin al-Jarrâh, Yahyâ bin Muhammad, dan lain-
lain.
Menurut Abû Hatim, Hârûn bin lshâq adalah orang yang tsiqah95
7. Al-Tirmidzi
Nama lengkap adalah Muhammad bin „Isa bin Saurah bin Mûsâ bin al-
Dahhâk. Beliau lahir pada tahun 209 H. Beliau meninggal pada tanggal 13 Rajab
279 H di Tirmidzi.
tsiqah, Demikian juga dengan Al-Dzahabi dan Ibn Hajar menilai beliau adalah
95
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 30, h. 75.
93
al-Tirmidzi, terdapat dua perawi dengan komentar jarh, yaitu „Abd al-„Azîz yang
lafadz jarh-nya adalah laisa bihi ba‟sun (tidak dijumpai pembahasan hadis ini)
dan Yahyâ bin Muhammad dengan lafadz jarhnya yatakallamunâ fîh (perawi yang
diperdebatkan).
Al-Tirmidzi (w. 279 H) menerima hadis dari Hârûn bin lshâq al-Hamdâni
(w. 258 H) dengan cara “haddatsanâ”, para ulama menilai positif (ta‟dîl) dan
96
Jamâl al-Dîn al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, juz 26, h. 250.
94
diterima.
Hârûn bin lshâq al-Hamdâni (w. 258 H) menerima hadis dari Yahyâ bin
ulama menilai positif (ta‟dîl) namun ada yang menilai negatif (jarh) Yahyâ bin
sebagai guru dan murid dalam kitab Tahdzîb al-Kamâl sehingga sanadnya
dari „Abd al-„Azîz bin Muhammad (w. 187 H) dengan cara “‟an”, para ulama
terbagi menjadi dua kelompok dalam menilai kedua rawi tersebut. Ada yang
menilai positif (ta‟dîl) dan ada yang menilai negatif (jarh). Namun kedua rawi
tersebut dimungkinkan pernah bertemu karena tercatat sebagai guru dan murid
dalam kitab Tahdzîb al-Kamâl sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
„Abd al-„Azîz bin Muhammad (w. 187 H) menerima hadis dari „Ubaidillâh
bin „Umar (w. 147 H) dengan cara “‟an”, para ulama menilai positif (ta‟dîl) dan
diterima.
„Ubaidillâh bin „Umar (w. 147 H) menerima hadis dari Nâfi‟ (w. 117 H)
dengan cara “‟an”, para ulama menilai positif (ta‟dîl) dan dimungkinkan mereka
Nâfi‟ (w. 117 H) menerima hadis dari „Abdullâh bin „Umar (w. 72 H)
dengan cara “‟an”, para ulama menilai positif (ta‟dîl) dan dimungkinkan mereka
Berdasarkan penelitian dan pendapat para ulama di atas, sanad yang diteliti
orang yang di-jarh, yaitu „Abd al-„Azîz yang lafadz jarh-nya laisa bihi ba‟sun
(tidak dijumpai pembahasan hadis ini) dan Yahyâ bin Muhammad dengan lafadz
jarh-nya yatakallamunâ fîh (perawi yang diperdebatkan). Oleh sebab itu hadis ini
berstatus hasan. Secara kuantitas, hadis ini termasuk hadis gharib. Dilihat dari
matan, hadis ini tidak terdapat syadz dan „illat. Dengan demikian dapat
hasan gharîb.
Serban
Sunan Abî Dâwud, hadis pertama yang membicarakan tentang Nabi mengenakan
97
Muhammad Asyraf al-Sadîqi, „Aun al-Ma‟bûd Syarh Sunan Abî Dâwud (Beirur: Dâr
al-Kutub al-„Alamiah, 1994), juz 11, h. 87.
96
al-Syaukâni dalam kitab Nayl al-Autâr lebih menerangkan bahwa hadis tersebut
pakaian yang berwarna putih tetap lebih utama, sebagaimana pembahasan yang
kata “dzuâbah” (ujung serban) tidak disebutkan dalam hadis yang diriwatkan oleh
Jâbir di atas. Hal tersebut menunjukkan bahwa “dzuâbah” tidak selalu dijulurkan
di antara kedua bahu oleh Nabi. Dalam kondisi tersebut, mengandung pandangan
bahwa ketika kata dzuâbat tidak disebutkan dalam hadis di atas, maka ia dapat
dijadikan dalil bahwasanya Nabi Muhammad Saw. tidak selalu menjulurkan ujung
Sementara itu , dalam kitab syarh lainnya, yakni kitab Ma‟âlim al-Sunan,
dijelaskan bahwaNabi memasuki kota Mekah pada hari Fath Makkah tidak
menggunakan baju ihram sebab beliau mengenakan serban hitam. Hal ini
hitam.102
98
Muhammad „Abd al-Rahmân al-Mubârakfûri, Tuhfat al-Ahwadzi Syarh Jâmi‟ al-
Tirmidzi (Beirut: Dâr al-Hadis, 2001), juz 5 h. 335.
99
Muhammad bin „Ali al-Syaukâni, Nayl al-Autâr (Mesir: Dâr al-Hadis, 1993), juz 4, h.
55.
100
Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Zâd al-Ma‟âd fî Hadyi Khoir al-„Ibâd (Beirut: Maktabah
al-Manâr al-Islâmiyyah, 1994), juz 1, h. 130. Lihat pulaMuhammad Asyraf al-Sadîqi, „Aun al-
Ma‟bûd Syarh Sunan Abî Dâwud, juz 11, h. 88.
101
Muhammad Asyraf al-Sadîqi, „Aun al-Ma‟bûd Syarh Sunan Abî Dâwud, juz 11, h.
88.
102
Abu Sulaimân al-Khattâbi, Ma‟âlim al-Sunan, juz 2 (Kairo: Dâr al-Kutub al-„Ilimyah,
2005), h. 219.
97
saat berkhutbah, menurut al-Nawâwi dalam Syarh al-Nawawi „alâ Muslim: bahwa
pun riwayat lain yang menyatakan bahwa Nabi mengenakan serban hitam ketika
berkhutbah, tetapi warna putih tetap lebih utama sebagaimana hadis sahih
mengenakan serban dengan menjulurkan ujung serban di antara dua bahu, Abû al-
yang dimaksud kata (َ)إِذَا اعْتَى-dengan tasydid mim- adalah mengenakan serban di
(َُّ )عًَِايَتartinya ujung-ujung serban (nya), dan (ٍََِّْْٛ كَتِفَٛ )تadalah dua bahu (nya).
yang menunjukkan terurainya serban diantara dua bahu seperti hadis di bab ini,
hadis yang diriwayatkan oleh „Amr bin Huraits R.A. yang telah disebutkan oleh
al-Tirmidzi dalam bab sebelumnya, hadis yang diriwayatkan oleh al-Hasan bin
„Ali R.A yang dikeluarkan oleh Abû Dâwud, sebagaimana yang terdapat di
„Umdat al-Qâri :
103
Abû Zakariyâ Yahyâ bin Syaraf bin Muri al-Nawâwi, al-Minhâj Syarh Sahîh Muslim
bin al-Hajjâj, juz 9 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, 1972), h. 133.
98
Kemudian hadis yang diriwayatkan oleh „Abd al-A‟lâ bin „Adi yang
dikeluarkan oleh Abû Nu‟aîm dalam bab Ma‟frifat al-Sahâbat dari riwayat
„Ismâ‟îl bin „Ayyâs dari „Abdullâh bin Bisyr dari „Abd al-Rahmân bin ‟Adi al-
ٍِْسِ خُىٍ فَعًًَََُّ َٔأَزْخَٗ عَرَتَةَ انْعًَِايَةِ يِْٕٚوَ غَدَٚ ٍ طَاِنةَِٙ تٍَْ أَتِِّْٙ َٔسَهَىَ دَعَا عَهَٛأٌََ َزسُٕلَ انهَِّ صَهَٗ انهَُّ عَه
ثِٚخَهْفِِّ ثُىَ قَالَ َْكَرَا فَاعْتًَُٕا انْحَد
Lalu hadis yang diriwayatkan oleh Ibn „Adi, ia berkata bahwa aku tidak
“Nabi Saw. memiliki serban hitam yang di pakai di dua hari raya
dan menguraikannya ke belakang.”
104
Al-Mubârakfûri, Tuhfat al-Ahwadzi, juz 5 h. 336.
99
kedua tangan orang yang dipakaikan serban dan dari belakangnya seperti hadis
yang diriwayatkan oleh Abû Dâwud dari „Abd al-Rahmân bin „Auf :
Selain itu, ada juga hadis dari „Âisyâh R.A. yang diriwayatkan oleh Ibn
menguraikannya (serban) dari sisi sebelah kanan, seperti hadis yang diriwayatkan
“ٌُِحَٕ انْأُذ
ْ َ ًٍََِْٚ نََٓا يٍِْ جَاَِثِِّ انْأُِٙسْخَٚٔ ًًََُُِّعٚ ًَٗا حَتِٛ َٔانَِٕٙنُٚ ِّْ َٔسَهَىَ قَهًََاَٛ”كَاٌَ َزسُٕلُ انهَِّ صَهَٗ انهَُّ عَه
ٌْعُ تٍُْ َث ْٕبٍ َٔ َُْٕ يَتْسُٔكًَُٛ ِإسَُْا ِد ِ جِٙسِ َٔفِٛ انْكَثُِٙ فَِٙأَخْسَجَُّ انّطَثَسَا
105
Al-Mubârakfûri, Tuhfat al-Ahwadzi, juz 5 h. 336.
100
al-Qayyim dalam al-Hady dengan hadis Jabir di jalur Muslim, Abu Daud, al-
ُعْٕدَاء
َ ِّْ عًَِايَ ٌحَْٛ ِّ َٔعَهَىَ دَخَمَ يَكَ َح َٔعَهَٛأٌََ َسعُٕلَ انهَِّ صَهَٗ انهَُّ عَه
Dalam redaksi hadis di atas tidak disebutkan lafadz ِ(ان ُرؤَاتَةujung serban).
Menurut Ibn al-Qayyim, bahwa itu menunjukkan Nabi tidak selalu menjulurkan
hadis yang paling kuat dan sahih dari berbagai hadis tersebut adalah hadis yang
diriwayatkan oleh „Amr bin Huraits dalam hadis yang menyebutkan bahwa Nabi
Al-„Aini berkata dalam kitab al-„Umdah, guru kami; Zain al-Dîn berkata
bahunya, apakah yang dimaksud itu adalah menjulurkan ujung bawah sampai
kemungkinan, namun saya tidak melihat mana yang lebih jelas yang dijulurkan itu
adalah adzabah kecualidalam hadis yang diriwayatkan oleh „Abd al-A‟la bin‟Adi
106
Al-Mubârakfûri, Tuhfat al-Ahwadzi, juz 5 h. 337.
107
Al-Mubârakfûri, Tuhfat al-Ahwadz, juz 5 h. 337.
101
dan di dalamnya terdapat kalimat ِِّّ َٔأَزْخَٗ عَرَتَةَ انْعًَِايَةِ يٍِْ خَهْفَِٛٔفyang sudah terdahulu
pembahasannya.”
سْٕط
َ َٔكَعَرَتَةِ انِهسَاٌِ‟عَرَتَةِ انujung cambuk dan ujung lisan. Ujung yang atasnya –dari
segi bahasa disebut „adzabah walaupun saat ini ada perbedaan istilah secara adat.”
tersebut adalah hasan. Ibn Abî Syaibah telah mengeluarkan hadis bahwasanya
Abdullah bin Zubair memakai serban hitam dan menjulurkannya dari belakang
Sa‟d bin Sa‟îd telah meriwayatkan dari Rusydain, ia berkata aku melihat
„Abdullâh bin al-Zubair memakai serban hitam dan menjulurkannya satu syibr
atau lebih sedikit dari satu syibr. Lebih lanjut lagi Ia mengungkapkan dalam kitab
serban dengan melepas yang jelek atau fâhisy seperti menjulurkannya karena
Hâwi dalam bab al-Fatâwâ, bahwa ukuran serban Nabi Muhammad Saw. yang
108
Al-Mubârakfûri, Tuhfat al-Ahwadzi, juz 5 h. 338.
102
mulia itu tidak ditemukan dalam hadis. Namun menurut al-Baihaqi, ukuran serban
Nabi tersebut adalah beberapa dzirâ‟. Hal ini bisa diketahui dari hadis yang
diriwayatkan dari Ibn Salâm bin „Abdullâh bin Salâm dalam kitab syu‟ab al-îmân,
Ia berkata, “Aku bertanya kepada Ibn „Umar bagaimana Rasulullah Saw. dalam
jelas lagi, Ia menambahkan bahwa itu seukuran sepuluh dzirâ‟ atau lebih.
masâbîh bahwa Ia telah meneliti beberapa kitab dan mencari dalam kitab perjalan
yang aku percaya kepadanya bahwasanya ditemukan dari ucapan Imam al-
Nawâwi, Ia menyebutkan bahwa serban Nabi Muhammad Saw. ada yang panjang
dan ada yang pendek. Ada pun yang pendek itu tujuh dzirâ‟ dan yang panjang dua
Saw. adalah tujuh dzirâ‟ secara mutlak tanpa terikat pendek dan panjang.
berpendapat bahwa ukuran serban Nabi Muhammad Saw. sekian dan sekian
Faidah lain dalam kitab al-Subul yaitu di antara adab memakai serban
109
Al-Mubârakfûri, Tuhfat al-Ahwadzi, juz 5 h. 339.
103
tanpa menjulurkannya dan tidak ada kemakruhan didalam salah satu dari
Ibn al-Arabi menjelaskan serban adalah sunah para rasul dan kebiasaan
para nabi dan pemimpin. Nabi berkata. Menurut Ibn al-Arabi, pernyataan Nabi
“orang yang sedang ber-ihram tidak boleh mngenakan gamis dan serban” hanya
ditujukan untuk orang yang sedang ihram saja namun serban dianjurkan untuk
memakai serban adalah sesuai dengan kebutuhan saja, tidak boleh merasa
Fathullah, MA.
pendapat beliau mengenai cara yang benar dalam memahami hadis. Penulis
110
Al-Mubârakfûri, Tuhfat al-Ahwadz, juz 5 h. 339.
111
„Abd al-Rauf al-Munawi, Fayd al-Qadîr Syarh al-Jâmi‟ al-Saghîr (Mesir: al-
Maktabah al-Tijâriyah al-Kubrâ), juz 4, h. 429.
112
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah, Jakarta, 28 Desember 2017.
104
kualitas hadis yakni sahih atau tidak sahih. Jika hadis yang akan diteliti memiliki
kualitas yang sahih maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya. Namun jika
selanjutnya adalah memahami teks hadis secara tekstual. Hadis yang bernilai
sahih maka akan diteliti lebih lanjut dengan memahami teksnya secara tekstual.
Apakah secara tekstual hadis tersebut bisa diterima atau tidak. Ketika suatu hadis
tidak bisa dipahami secara tekstual, maka hadis tersebut mesti dipahami dengan
cara kontekstual.
Hadis yang tidak dapat dipahami secara tekstual, maka solusinya adalah
al-wurûd hadis sangat lah penting. Dengan begitu, dapat diketahui latar belakang
yang menyebabkan suatu hadis muncul. Dengan melihat asbâb al-wurûd hadis
pula dapat diketahui hadis yang nâsikh dan hadis yang mansûkh.
105
Setelah itu dilihat fiqh al-hadîts-nya seperti apa, barulah dieksplor disitu.
Dari teks hadis tersebut dapat diterjemahkan dan dapat dipahami secara tekstual
dan bisa dengan kontekstual. Adapun untuk bermain dengan kontekstual bisa
boleh memahaminya dengan memahami satu hadis saja. Dalam memahami suatu
hadis, harus pula melihat hadis-hadis lainnya yang memiliki tema pembahasan
yang sama. Hal itu disebabkan karena suatu hadis erat kaitannya dengan hadis
yang lain. Setiap hadis tidak berdiri sendiri, namun memiliki kaitan dengan hadis-
dahulu. Kesalahan tersebut semakin fatal ketika hanya memahami satu teks hadis
sama akan terlihat secara jelas ketika menemukan hadis yang „âm dan khâs.
Dalam kajian hadis, ada hadis yang mansûkh dan hadis yang nâsikh. Oleh karena
itu, tidak boleh memahami hadis hanya dengan satu hadis tetapi harus
Prinsip dasar dalam mengkaji hadis adalah secara tekstual terlebih dahulu,
113
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
106
hadis yang dibaca menjadi satu-satunya hadis, akan tetapi yang lebih sempurna
adalah mengumpulkan semua hadis yang membahas tema yang sama. Setelah itu
Pemakaian Serban
sesuatu belum tentu beliau memerintahkan para umatnya untuk mengenakan apa
serban adalah hal yang penting dan banyak memiliki manfaat. Pada saat itu,
biasa dikenakan untuk penutup wajah ketika terjadi badai pasir maupun debu.
Orang agak sulit untuk berlindung jika harus berlindung di balik pohon atau batu
besar. Cara yang paling mudah dilakukan adalah berlindung di balik serban.115
dan faktor geografis. karena nabi adalah orang Arab. Sebagai contoh pada saat ini,
114
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
115
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
107
debu. Seperti itu pula saat ini orang mengenakan masker untuk melindungi dari
polusi udara. Dengan demikian, mengenakan serban adalah hal yang baik pada
kondisi tertentu.116
ini sama dengan pendapat Ali Mustafa Yaqub bahwa serban bukan bagian daroi
agama, namun termasuk salah satu tradisi bangsa Arabyang setiap muslim boleh
maka akan mendapatkan pahala atas apa yang ia niatkan. Namun jika mengenakan
serban tidak diniatkan karena mengikuti Rasulullah Saw., maka tidak akan
berpahala. Sebab, melakukakan sesuatu jika mengikuti Rasulullah maka akan ada
pahalanya. Jadi, mengenakan serban bukan sunnah bi dzâtih seperti salat qabliyah
bisa memiliki serban karena jumlah tekstil yang minim pada masa itu. Nabi-nabi
terdahulu mengenakan serban selain sebagai budaya, juga dapat melindungi dari
terik matahari yang panas dan juga dari debu padang pasir. Kondisi alam di Timur
Tengah yang sangat panas dan gersang membuat mengenakan serban pada masa
116
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
117
Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016), h.
91.
108
itu menjadi sebuah kebutuhan pribadi masing-masing orang sesuai dengan kondisi
alamnya.118
hal yang dibolehkan. Rasulullah Saw. mengenakan serban adalah fakta. Namun,
menghormati orang yang tidak mengenakan serban. Pada sisi lain, ketika ingin
mengatakan harus memakai serban karena Rasulullah memakai serban, maka hal
tersebut perlu dikaji terlebih dahulu. Rasulullah betul memakai serban, namun
tidak mewajibkan dan tidak pula memerintahkan untuk memakai serban. Di sini
lah letak fleksibel touch-nya. Misalnya, Ketika bisa menilainya dari dua sisi maka
enak sekali, hari ini mengenakan serban, maka Alhamdulillâh bagus. Jika esok
Kesalehan seseorang tidak dapat diukur hanya dari serban yang dikenakan.
Serban bukan bagian dari ajaran yang merekat pada agama. Ketika seorang ulama,
kiayi, ustad dan orang-orang saleh lainnya mengenakan serban dengan maksud
mengikuti Rasulullah Saw., maka hal tersebut boleh dilakukan. Tidak ada
larangan ataupun tidak ada perintah untuk mengenakan serban. Umat islam harus
menghormati orang yang mengenakan serban dan juga harus menghormati orang
118
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
119
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
120
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
109
serban karena sesuai dengan apa yang Rasulullah Saw. kenakan seperti serban.
Karena apa yang Rasul lakukan adalah sebuah sunnah. Namun anggapan tersebut
adalah salah. Tidak ada hadis shohih yang menjelaskan bahwa nabi muhammad
pertama, beliau adalah sebagai manusia biasa. Kedua, beliau sebagai seorang
Nabi. Ketiga, beliau sebagai seorang pemimpin. Dari tiga keriteria tersebut, ketika
bukan karena beliau seorang Nabi, bukan juga beliau seorang pemimpin. Tapi
beliau mengenakan serban sebagai manusia biasa. Oleh karena itu, sama sekali
tidak dipermasalahkan seorang muslim mengenakan serban atau tidak. Jika tidak
keislamannya. Dari sini dapat diartikan bahwa tidak ada perintah untuk
Asyur dan al-Dahlawi yang menyatakan bahwa dalam memahami hadis perlu
ketokohan maka hal tersebut tidak menjadi sebuah masalah, karena hal tersebut
121
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
122
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
123
M. Syuhudi Ismail, Hadis yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma‟ani al-Hadis
tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal (Jakarta: Bulan Bintang, 2009), h. 4.
110
adalah sebagai bentuk manusiawi, bukan agamawi. Tetapi jika serban dijadikan
mengenakan serban, maka tidak semudah itu. Sebab, jika demikian, maka banyak
orang jahat maling mengenakan serban agar dianggap orang baik. sedangkan
orang yang saleh ketika tidak mengenakan serban, maka dianggap sebagai orang
yang tidak baik. Oleh karena itu, serban yang dikenakan tidak dapat dijadikan
serban, Ahmad Lutfi Fathullah berpendapat bahwa caranya sama seperti bangsa
Arab mengenakan serban, baik diselempangkan atau dililit-lilit seperti kopiah. Hal
tersebut adalah budaya Arab sebab Rasulullah Saw. tidak mengajarkan secara
tidak mengajarkan dengan detail, karena itu bukan bagian dari agama melainkan
melakukan sesuatu harus didahulukan dari sebelah kanan. Namun itu hanya
kaidah umum bukan kaidah khusus untuk mengenakan serban. Rasulullah Saw
pula dengan fungsinya, pada musim panas mereka mengenakan serban sebagai
pelindung dari debu dan panasnya terik matahari. Ketika musim dingin tiba,
124
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
125
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
111
Adapun hadis tentang Rasulullah Saw menganakan serban pada hari fath
Makkah, Ahmad Lutfi Fathullah menjelaskan bahwa pada saat peristiwa fath
kondisional. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban mengikutinya dalam hal warna
belakangi Rasulullah Saw mengenakan pakaian hitam ketika peristiwa itu adalah
kondisi dan situasi saat itu yang dalam kondisi perang. Kemungkinan Rasulullah
Ketika fath al-Makkah, beliau dalam posisi sebagai tentara, panglima perang, jadi
wajar bila mengenakan pakaian perang atau yang berwarna keberanian seperti
hitam. Dalam hadis, warna pakaian yang pernah dikenakan Rasulullah Saw cukup
beragam, yaitu merah, hijau, hitam, dan seringkali mengenakan pakaian berwarna
putih. Rasulullah Saw sangat senang mengenakan pakaian putih. Namun perlu
pakaian dengan warna tertentu termasuk putih meskipun itu adalah warna yang
sangan disenangi.
adalah bagi orang yang sudah menunaikan ibadah haji. Ada pula anggapan bahwa
seorang khatib harus mengenakan serban. Ini adalah sebuah tradisi dan budaya
anggapan tersebut tidak boleh dijadikan sebagai sebuah hukum agama. Sebagai
contoh, “seorang khotib tidak akan sah dalam menyampaikan khutbah jika tidak
mengenakan serban”, atau “sudah haji kok tapi gak pakai serban”. Ini adalah
sebuah contoh pemahaman yang salah. Sebab, serban bukan termasuk hukum tapi
Seorang ustad atau kiayi tidak ditentukan dari serban yang dikenakan.
Begitu pula dengan keimanan dan kesalehan seorang muslim. ke-ustadz-an, ke-
kiyai-an, keimanan dan kesalehan dilihat dari ilmu, ketakwaan dan amal ibadah
Pakaian orang Indonesia dengan pakaian orang Arab jelas berbeda. Orang
Yaman dan Orang Turki pun berbeda dalam cara berpakaian. Orang Cina dan
orang Yaman dengan budayanya, orang Arab dengan budayanya, orang Cina
berbeda dengan serban. Namun keduanya memiliki hukum yang sama, yakni
sebagai penutup kepala. Peci dan serban bukan bagian dari agama. Hakikatnya
adalah sama yaitu digunakan untuk menutp kepala, apa pun itu bentuknya. Di
indonesia, ada sebuah penutup kepala khas Jawa yang biasa disebut dengan
126
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
113
blangkon. Peci bisa disamakan dengan belangkon dengan syarat tidak ada makna
mistik di dalamnya. Baik serban, peci, maupun belangkon memiliki model yang
serban yang ada di Arab. Sebagai contoh, bisa dlihat pada gambar di bawah ini
Gambar 22. Bentuk Serban di Arab Gambar 23. Bentuk Serban di Indonesia
Kedua gambar di atas merupakan salah satu bentuk serban di Arab dan
peci, berbeda antara peci Indonesia dengan peci Maroko. Dengan demikian,
Adapun hadis yang mengatakan bahwa salat dengan mengenakan peci atau
serban akan mendapatkan pahala yang sangat besar dibandingkan dengan salat
127
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
128
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fathullah, MA. serban adalah budaya. Serban bukan termasuk sunah. Nabi
Muhammad Saw. mengenakan serban ketika beliau dalam posisi sebagai seorang
pribadi bukan dalam kapasitas beliau sebagai pembawa risalah. Sehingga dalam
hal ini tidak ada kewajiban untuk mengikutinya. Umat muslim dipersilahkan
mengenakan serban atau tidak. Orang yang mengenakan serban dan orang yang
Saw. namun tidak mendapat pahala jika tidak diniatkan mengikutinya. Perbuatan
apa saja yang dilakukan dengan niat mengikuti Rasul maka mendapat pahala,
begitu pun sebaliknya. Kadar keimanan dan kesalehan seseorang tidak ditentukan
dari pakaian yang dikenakan taoi dari ilmu, akhlak dan amal ibadah, Hadis-hadis
yang berbicara bahwa Nabi mengenakan serban adalah sahîh. Namun hadis yang
berbicara tentang keutamaan serban seperti salat dengan mengenakan serban akan
B. SARAN
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada pembaca -sudi kiranya-
114
115
untuk memberikan kritik dan saran yang membangun dan membantu dalam
kesempurnaan skripsi ini supaya lebih bermanfaat bagi penulis khususnya dan
Penulis mengharapkan kajian ini untuk dikaji dalam sudut pandang yang
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhari, Muhammad bin Isma‟il bin Ibrahim bin al Mughirah bin Bardizbah.
Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr, 2000.
Al-Dârimi, „Abdullâh bin „Abd al-Rahmân. Sunan al-Dârimi. Riyadh: Dar al-
Mughni, 2000.
Hasan, Ibrahim Hasan. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta: Kapan Mulia,
2006.
Ismail, M. Syuhudi. Hadis yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al-
Hadis tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal. Jakarta:
Bulan Bintang, 2009.
Al-Mahdi, Abû Muhammad „Abd. Metode Takhrîj Hadis. Semarang: Dina Utama,
t.t.
Al-Mizzi, Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsûf. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl.
Beirut: Muasasah al-Risâlah, 1983.
Al-Munawi, „Abd al-Rauf. Fayd al-Qadîr Syarh al-Jâmi’ al-Saghîr. Mesir: al-
Maktabah al-Tijâriyah al-Kubrâ, t.t.
Al-Mûshili, Abû Ya‟lâ. Musnad Abû Ya’lâ. Damaskus: Dâr al-Ma‟mûn li al-
Turâts, 1984.
Al-Naisâbûri, Muslim bin al-Hajjâj. Sahîh Muslim. Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-
„Arabi, t,t.
118
Al-Nasâi, Abû „Abd al-Rahmân Ahmad bin Syu‟aib al-Khurâsâni. Sunan al-
Nasâi. Riyâd: Maktabah al-Ma‟ârif, 1988.
Notdholt, Henk Schulte, ed. Sarung Jubah dan Celana: Penampilan sebagai
Sarana Pembedaan dan Diskriminasi dalam Outward Appearances:
Trend, Identitas, Kepentingan. Penerjemah M. Imam Aziz.
Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2005.
P.J. Bearman, ed. The Encyclopedia of Islam. Leiden: E.J. Brill, 2000.
Al-Quzwaini, Muhammad bin Yazîd. Sunan Ibn Mâjah. Beirut: Dâr al-
Ma‟rifat,1996.
Al-Shibabuthi, Ishamuddin. ‘Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud. Beirut: Dar
al-Hadis, 2001.
Al-Sijistâni, Abu Dâwud Sulaimân Al-„Asy. Sunan Abû Dâwud. Beirut: Dâr al-
Fikr, 2003.
Al-Sulami, Abû „Isa Muhammad bin „Isa Ibnu Saurah. Sunan al-Turmudzi.
Beirut: Dar al-Fikr, 2003.
Al-Syaibâni, Abû „Abdillâh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin
Asad. Musnad Ahmad bin Hanbal. Beirut: al-Maktub al-Islam, 1978.
119
Al-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdullah. Nail al-Awtâr
Tahqiq ‘Isâm al-Dîn al-Sibâbiti. Kairo: Dâr al-Hadîth, 1993.
Al-Tirmidzi, Abû „Îsâ Muhammad „Isa bin Saurah. Sunan al-Tirmidzi. Beirut: Dâr
al-Fikr, 2003.
Yaqub, Ali Mustafa. Cara Benar Memahami Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus,
2016.
Artikel Online
Gibril Fouad Haddad, “The Turban Tradition in Islam,” artikel diakses pada 11
Agustus 2017 dari http://www.caribbeanmuslims.com/articles/1286/1/The-turban-
tradition-in-Islam/page1.html
120
Nora E. Scoutt, “Three Egyptian of The Lte Roman Period” artikel diakses pada
21 Maret 2017 dari http://www.jstor.org/stable/3256428
Northwest life, “Understanding Turban”, artikel diakses pada 21 Maret 2017 dari
http://www.cozynuk.com/India-travel-blog/?tag=turban
Wawancara
Kenada Yth. ,
ilI.,frdJ tsthfl.. f+thurtah. MA'
di-
Tempat
Dengan hormat,
Akademik,
Tanggok, M.Si/
NIP, 19"651r29 t99403 t 002
Tembusan .
Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ST]RAT KETERANGAT\I
Yang bertanda tangdn di bawah ini Dr. Ahmad Lutfi Fathhullah, MA.
Fahmi Hidayatullael
NIM l I 12034000120
Jakarta
Demikian surat ini kami buat, Wtr dapat diketahui dan digunakan
sebagaimana mestinya.
Zm&,t6"
\7inffiilffi
Dr. Ahmad Lufti Fathullah, MA.
LAPORAN WAWANCARA
tingkat akhir UIN Jakarta program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, mengenai
tugas akhir saya membahas tentang hadis pemakaian serban, bolehkah saya
Jawaban:
Jawaban:
Jawaban:
Saya lahir 25 Maret 1964 di Kuningan, Jakarta. Ayah saya bernama H.
Fathullah dan Ibu saya Hj. Nafisah. Kakek saya, kakek dari ibu, Abdul
Mughni bin Sanusi bin Ayyub bin Qois, lahir sekitar tahun 1860 M, beliau
seorang ulama besar asli betawi di era awal 1900-an. Sedangkan Ibu saya
anak dari seorang ketua rombongan haji. Dulu Pada usia 14 tahun ibu saya
sudah merasakan pergi ke Masjid al-Haram. Saya sejak kecil sudah diajarkan
ilmu agama oleh keluarga saya. Karena orang tua ingin kelak saya menjadi
Jawaban:
ustadz?
Jawaban:
banyak memiliki teman di sana, karena saya sangat suka bergaul dengan
Republik Indonesia (KBRI) pada sore hari. Tapi gak setiap hari, bergantian
S2-nya di Jordany University, Jurusan Hadis dan Tafsir. Saat saya kuliah di
Jordan kondisi di sanah tidak aman, sedang ada perang teluk sedang
Jawaban:
Damaskus, tahun 1985 baru kuliah, sampe 1989 S1-nya, 1990-1994 S2, 1995-
1999 S3-nya.
Jawaban:
Pertama kali saya ketika berada di Malaysia, karena diwajibkan di sana. Terus
jadi asisten dosen pun pernah saya rasakan. Pulang ke Indonesia, saya mulai
Hidayatullah Jakarta. Pada tahun 2000 setelah saya mendapat ijazah resmi
hingga sekarang.
Sejak tahun 2001, saya diangkat menjadi pegawai negeri di Bandung, dan
Jakarta sampai sekarang. Selanjutnya pada tahun 2003 saya mengajar pasca-
Jakarta.
Selain menjadi seorang dosen saya pun mengajar di SD dan SMPIT al-
Mughni Jakarta, yang tak jauh dari kediaman serta kantor saya Pusat Kajian
Hadis Jakarta.
Jawaban:
Untuk saat ini resminya dosen di UIN Bandung Fakultas Ushuluddin juga di
Jawaban:
Kalau di media massa yang rutin di TVRI, Pada tahun 201. Membuat sebuah
acara yang bertema Hikmah pagi dalam Kajian Kitab Kuning Shahih
Bukhari. Tapi kalau di yang lainnya Trans TV dan Trans 7 itu tidak rutin.
Jawaban:
Jawaban: Iya
Jawaban:
hadisnya dulu apakah dia benar-benar hadis sahih atau tidak sahih, setelah
mengetahui sahih atau tidak sahih baru memahami teksnya tapi kalau
misalnya awal sekali bahwa hadis ini tidak sahih ya ga usah dipahami. Nanti
kalau udah sahih baru kita meneliti lebih lanjut ya, secara tekstual dulu,
secara tekstual bisa diterima atau tidak, setelah itu dilihat asbabul wurudnya,
Jawaban:
Setelah mengetahui asbabul wurudnya, baru deh tuh fiqhul hadisya seperti
apa, nah silahkan eksplorasi disitu, karena awalnya kan kita melihat ke
mentok baru dengan kontekstual. Untuk bermain dengan kontekstual juga kita
lihat asbabul wurudnya jika ada. Dan ketika kita memahami hadis, tidak
boleh memahaminya dengan cara sendiri. Maksudnya hadis itu tidak boleh
berdiri sendiri, hadis itu pasti ada kaitannya dengan hadis-hadis yang lain.
Kebanyakan kesalahan orang adalah memahami hadis apa yang ada diteks ya
udah. Tanpa melihat ada hadis yang lian, yang mungkin di sini yang ‘am,
yang di sana khash atau yang di sini khash ada lagi hadis yang ‘am. Ada yang
di sini hadistnya mansukh atau ada lagi nasikh dengan hadis yang mansukh
yang mana, itu memahaminnya tidak boleh dengan satu hadis. Akan tapi
Jawaban:
Iya dieksplor terus. Itu prinsip dasarnya, prinsip dasar saya adalah tekstual
hadis yang kita baca ini menjadi satu-satunya hadis, akan tetapi kalo mau
yang lebih sempurna kumpulkan semua hadis yang membahas tema yang
sama. Dan istilahnya kan fil bab ya, dengan bab yang sama, baru dilihat, baru
bisa di pahami.
Jawaban:
Ya.
16. Untuk pertanyaan ke dua, menurut ustadz apakah memakai serban itu adalah
sunnah yang di anjurkan dan di aplikasikan, atau hanya budaya arab saja?
Jawaban:
Emmm bisa dua, dua sisi. Pada hakikatnya gini “Apakah Rasulullah memakai
serban? Dan Jawabannya Iya. “apakah serban ini menjadi sunnah, nah ini
baik memakai serban? Ini kan bisa menjadi dua hal dalam konteks ke-Araban
Serban fungsinya apa? sebagai penutup kepala iya, sebagai penutup muka iya.
Ketika terjadi badai, debu, badai debu itu orang agak sulit untuk berlindung,
berlindung di pohon, pohon jarang. Berlindung di batu, baju juga harus pergi
kemana gitu, nah jalan yang paling enak ya dengan serbannya, mereka
Nah nanti ketika orang pengen meniru Rasulullah beliau memakai serban ya
silahkan, silahkan pake serban, ingin meniru Rasulullah. Walhasil kan orang
jadi menghormati orang yang memakai serban, menghormati juga orang yang
gak memakai serban. Nah nanti ketika ingin mengatakan ya harus memakai
serban. Disini fleksibel touch-nya disitu. Ketika kita bisa menilainya dari dua
sisi maka enak banget tuh stadz, enak banget, sekarang saya pake serban, ya
alhamdulillah, gapapa bagus. Besok kalau saya gak peke serban, jangan
dikritik gitu, jangan dikiritik. Dan jangan menilai kesholihan seseorang lewat
serbanya. Nah silahkan. Silahkan. tapi Lagi-lagi jangan dikatakan itu bagian
Nah kan ini kan Rasulullah diterjemahkan dalam bahasa fiqih nya ada tiga :
ada beliau sebagai manusia biasa, ada beliau sebagai nabi, ada beliau sebagai
pemimpin. Nah ini beliau memakai serban itu sebagai apa? Apakah Sebagai
artian, gak masalah orang gak pake serban gak masalah. Gak mengurangi
banget ya orang pake serban, wah itu saleh banget ya. Nah orang maling pake
serban jadi orang saleh. Sedangkan orang saleh gak pake serban gak jadi
orang saleh. Nah itu kan gak bisa, gak bisa menilainya seperti itu. Gitu
ustadz.
17. Terima kasih ustadz, Kemudian apakah memakai serban sudah dilakukan
oleh orang Arab Jahiliah dulu, sehingga Nabi melanjutkan tradisi itu?
Jawaban:
Iya betul. Orang Arab sebelum zaman Nabi itu memakai serban, jadi serban
itu sebenarnya budaya orang Arab, yang saya katakan kondisi sosial
Jawaban:
Kondisi budaya. Ya Nabi mau dibilang gimana juga ya tetap orang Arab,
tinggal di geografis yang seperti itu. Kaya kita nih memakai helm, apakah
pake helm tanda kesalehan sesorang? Ya gak. Pake helm untuk keselamatan.
Nah dulu keselamatan seseorang kan pake serban, untuk menghindari angin
dan debu. Nah kalau sekarang kan menghindari debu gak pake serban,
sekarang ini orang pake selampe, nah kita liat ojek rata-rata orang kan
memakai masker ya. Dulu-dulu kan orang gak pake masker. Ketika kondisi
jalan jakarta seperti ini membutuhkan masker. Bagus gak pake masker? Ya
19. Jadi kesimpulannya serban itu bisa budaya dan juga bisa sunah ya?
Jawaban:
Gak, dia budaya. Bukannya sunah Nabi. Dia dipake bukan karena sunah. Tapi
di pake oleh Nabi. Nah jadi kalo saya pake berpahala atau tidak, ya berpahala,
jika diniatin mengikuti Nabi. Tapi Kalo cuma pake serban doang ya gak
Apapun jika mengikuti Nabi maka ada pahalanya. Jadi kalo bahasanya itu
serban bukan sunnah bi dzâtihi, kalau solat sunnah qobliyah kan sunnah bi
20. Baik ustdz, jadi serban itu sudah dipakai sejak zaman dahulu ya?
Jawaban:
Ya betul.
21. Lalu, apakah para Nabi sebelum Nabi Muhammad juga mengenakan serban,
ustadz?
Jawaban:
problem adalah namanya pakaian itu tidak mudah di zaman Rasulullah ya,
gak mudah orang memiliki serban, gak mudah orang memiliki baju, karena
mampu memakai serban. Tapi itu menjadi kebutuhan? Iya, kebutuhan pribadi
Jawaban:
Nah cara Nabi memakai serban adalah cara Arab. Apakah di selempangin
atau dililit-lilit nah itu budaya Arabnya tadz, karena Rasulullah kan gak
karena itu bukan bagian dari agama. Tapi itu dari kebutuhan manusia. Kalau
mandi itu kebutuhan dari luar agama. Misalnyan pake sarung paling
itu kaidah umum ya bukan kaidah serban. Nah apakah Rasulullah di musim
panas atau musim dingin pakenya sama? Ya jelas beda. Masing-masing orang
Arab meliliki modelnya tersendiri. Jika musim panas ia pakenya seperti ini,
bahwa Nabi mengenakan serban hitam ketika masuk ke kota Mekah pada hari
Fath Makkah?
Jawaban:
Ya gak menjadi masalah. Jadi apakah memakai pakaian hitam itu wajib? Kan
adalah pakaian putih, kata Ibnu Abbas seperti itu. Nah Rasulullah sangat
memakain baju putih? Ya gak. Ketika Rasul masuk ke Mekah pake serban
kondisional. Ketika orang perang, tentara perang pakaiannya seperti itu, ya itu
pakaiannya tentara. Nah waktu Rasulullah Fath Makkah itu beliau sebagai
tentara, panglima tentara atau sebagai Nabi biasa, karena saat itu dikaitkan
dengan perang.
24. Menurut ustaz bagaimana kualitas hadis yang membahas tentang serban?
Jawaban:
Tidak semua hadis tentang serban itu sahîh. Boleh jadi ada hadis tentang
serban yang sahîh ada juga hadis yang da’îf. Kalau tentang Nabi memakai
serban itu sahîh, tapi kalau tentang salat pakai serban pahalanya segini segini
itu da’îf.
Indonesia?
Jawaban:
Di Indonesia kan ada tradisi tertentu ya, tradisi pake serban. Ada lagi tradisi
pake serban kalau sudah pergi haji. Kalau khatib pake serban. Nah ini kan
tradisinya berbeda-beda. Nah ini budaya banget ya, beragam banget. Menurut
sebagai hukum. Seperti apa? Sebagai contoh, misalnya, seorang khatib tidak
sah kecuali memakai serban. Nah ini yang salah. Kalau dia mengatakan gak
sah karena serbannya, atau gimna sih udah pak haji kok belum atau gak
memakai serban. Itu bukan hukum, tapi itu budaya. Nah kalau ustadz
ditentukan dengan serban, itu yang salah. Ustadz itu keilmuan bukan serban.
Ustadz atau kiai atau ulama bukan ditentukan dari pakaiannya tapi dari
ilmunya, bukan pakaiannya. Kalo dari pakaiannya kita bisa bedain orang
Indonesia dengan orang Arab, beda, orang Indonesia dengan orang Yaman,
Yaman dengan bedayanya. Nanti orang Turki beda lagi, orang Cina beda lagi
26. Menurut ustadz, apakah serban bisa digantikan dengan benda lain, seperti:
Jawaban:
Bisa. kalau peci kan modelnya beda-beda tuh. Kalau serban dengan peci kan
beda. Kalau peci itu kan belangkon ya. Asal tidak ada makna-makna tertentu.
Contohnya makna buntelan yang di belangkon itu ada makna mistisnya atau
tidak, kalau tidak ada makna mistisnya maka boleh. Kan berbeda peci kita
dengan peci Maroko, dengan Arab pun berbeda, mereka bundar, kita lonjong.
Nah biarkan aja itu menjadi budaya, bukan agama. Yang agamanya kan
menutup kepala dengan benda. Bendanya itu apa? Seperti peci. Nah pecinya
27. Jadi apakah mengenakan peci nilainya sama seperti mengenakan serban?
Jawaban:
Paci dengan serban jelas berbeda. Tapi hukumnya sama. Dia bukan bagian
dari agama. Kalau ada hadis yang mengatakan salat memakai peci pahalanya
lebih besar, itu bukah hadis sahîh, tadz. Memakai peci pahalanya lebih besar
sekian kali dibanding ibadah tertentu, nah itu hadisnya palsu, tadz.