Anda di halaman 1dari 90

PENGARUH MAKSIAT TERHADAP PENYAKIT HATI

MENURUT IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persayaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial Islam (S.Sos. I)

Disusun Oleh:

Husni Mubaroq
101052022638

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M/1429 H
PENGARUH MAKSIAT TERHADAP PENYAKIT HATI
MENURUT IBNU AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi


untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar
Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

HUSNI MUBAROQ
NIM: 101052022638

Di Bawah Bimbingan :

Dra. Asriati Jamil, M.Hum


NIP: 150 244 766

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2008 M/1429 H
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 24 Juni 2008

Penulis
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati Menurut Ibn

Al-Qayyim Al-Jauziyyah telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas

Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta pada tanggal 24 Juni 2008. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial

Islam (S. Sos. I) pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 24 Juni 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Study Rizal LK, MA Nasichah, MA


NIP: 150 262 876 NIP: 150 276 298

Anggota

Penguji I Penguji II

Drs. M. Luthfi, MA Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA


NIP: 150 268 782 NIP: 150 299 324

Pembimbing

Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum


NIP: 150 244 766
ABSTRAK

Husni Mubaroq

Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati Menurut Ibn Al-Qayyim


Al Jauziyyah

Skripsi ini dibuat untuk mendeskripsikan dan menganalisis pandangan Ibn


Al-Qayyim Al-Jauziyyah mengenai pengaruh maksiat terhadap penyakit hati,
lewat beberapa pendapat yang disampaikan beliau dalam bukunya.
Sebuah kata yang mungkin sering didengar ditelinga, bahkan sampai
disaksikan sendiri dengan mata kepala terbuka. Kata tersebut merupakan sebuah
perbuatan yang melanggar aturan dan syari’at yang telah ditetapkan atau
ditentukan oleh Allah SWT. Tentunya aturan dan syari’at tersebut mempunyai
makna yang dalam bagi umat Islam. Adapun kata tersebut adalah “maksiat”.
Ketika seseorang berbuat maksiat, di dalam hatinya terjadi pergolakan
yang sangat dahsyat, antara membenarkan atau menyalahkan atas perbuatan yang
telah dilakukannya. Bahkan hatinya bisa menjadi beku terhadap aturan dan
syari’at Allah jika telah terbiasa melakukan kemaksiatan.
Penelitian skripsi ini merupakan penilitan literar sehingga termasuk
penelitian kulitatif, dengan metode deskrpsi analisis, yaitu menerangkan dalam
bentuk analisis pustaka (library research), karena data-data yang disajikan berupa
pernyataan-pernyataan dan dapat diartikan sebagai penelitian yang tidak
menggunakan angka statistik.
Dalam bahasa Arab, makna dasar kata maksiat adalah durhaka. Di dalam
ajaran Islam, kata ini dipakai untuk menyebut perbuatan durhaka atau dosa
seseorang yang tidak mau mengikuti perintah Allah SWT dan rasul-Nya.
Sebaliknya, ia justru mengerjakan larangan-Nya. Sedangkan penyakit hati ialah
rasa sakit yang menimpa hati, seperti rasa sakit ketika musuh menguasai anda.
Sesungguhnya yang demikian mendatangkan rasa panas atau menyayat hati.
Penyakit hati juga dikarenakan terjadiya kerusakan, terutama pada persepsi dan
keinginan. Orang yang hatinya sakit akan tergambar kepadanya hal-hal berbau
subhat. Akibatnya, ia tidak dapat melihat kebenaran. Di sisi lain, keinginannnya
membenci kebenaran yang bermanfaat dan menyukai kebathilan yang berbahaya.
Dalam hal ini Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyyah memberikan sebuah
pandangan bahwa pengaruh dan bahaya maksiat terhadap penyakit hati sebagai
berikut: maksiat menghalangi ilmu, maksiat menghalangi rizki, maksiat
menimbulkan kerisauan dan kesepian dalam hati, maksiat mendatangkan
kesulitan, maksiat menimbulkan kegelapan dalam hati, maksiat melemahkan hati
dan badan, maksiat menghalangi ketaatan, maksiat mengurangi umur dan
mengikis berkah, maksiat melemahkan hati untuk berbuat kebajikan, dan maksiat
melemahkan kebaikan.
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain memanjatkan untaian puji

dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang

senatiasa berlimpah kepada penulis, sehingga penulis diberikan kemampuan,

kekuatan serta ketabahan hati dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta

salam tidak lupa penulis haturkan kepada Revolesioner Besar junjungan Nabi

Muhammad Saw, yang senantiasa membawa cahaya dan rahmat bagi seru

sekalian alam.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak sekali kesulitan dan

hambatan yang dihadapi, serta saat ini juga masih jauh dari kesempurnaan dan hal

ini tidak terlepas dari sifat manusia sebagai makhluk yang disebut oleh Nabi “al-

insan minal khoto’wa al-nisyan” manusia tempatnya salah dan lupa.

Selanjutnya penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih tiada tara dan

tiada terhingga atas bimbingan dan pengarahan-pengarahan yang diberikan kepada

penulis, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A. Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta para Pembantu Rektor.

2. Bapak Dr. Murodi M.A, sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan

Komunikasi, beserta jajarannya, Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II,

dan Pembantu Dekan III. Mudah-mudahan dapat membawa Fakultas

Dakwah dan Komunikasi menjadi Fakultas terdepan

3. Bapak Drs. M. Lutfi, M.A. sebagai Ketua Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam, beserta Ibu Nasichah M.A. selaku Sekretaris Jurusan


Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Tak lupa pula penulis ucapkan terima

kasih kepada mantan Sekretaris Jurusan BPI, Ibu Dra. Musfirah Nurlaily.

4. Ibu Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum. sebagai Dosen Pembimbing skripsi,

atas ketulusan dan kebaikan hatinya, memberikan motivasi kepada penulis

serta membimbing dengan penuh keikhlasan di tengah kesibukannya, dan

mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan

fasilitas kepustakaan sebagai bahan referensi dalam pembuatan skripsi

penulis.

6. Terima kasih penulis haturkan kepada segenap Civitas Akademika UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, Pimpinan, Dosen, dan Karyawan khususnya

di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, atas andil mereka penulis dapat

melalui proses belajar dengan baik dan lancar.

7. Ibunda Fatimah dan Ayahanda (alm) Hasan Arfan, kakak-kakakku

Wardah, Faridah, yang berada jauh di Bali yang penulis cintai yang tiada

putus memberikan motivasi berupa moril maupun materil, Saidah yang

berada di Bogor yang selalu memberikan semangat berupa moril maupun

materil, sehingga menjadikan penulis mampu meraih cita, cipta, dan cinta-

Nya

8. Sahabat-sahabat BPI angkatan 2001, Ru’yat (Ablenk), Yayat (Jawa),

Handy (Ndut), Ruby, Decky, Munakib, Sahroji, Amut, Abdul Kahfi,

Muhammad Hafidz, dan yang lainnya, yang tak bisa penulis sebut semua.
9. Teman-teman seperjuangan, Duplax, Ndut, Jawa, Lutfi, Asep, Risdy,

David, Bode, Mawan, Aplox, Joel, Ra’uf, dan lainnya yang tidak bisa

penulis sebut satu persatu.

10. Terima kasih pula untuk adik-adik kelas angkatan 2003 sampai dengan

angkatan 2007 yang selalu memberikan dorongan untuk menyelesaikan

skripsi ini.

Banyak lagi nama-nama yang ingin penulis sebut, namun tidak

memungkinkan untuk menuliskannya. Penulis hanya berharap semoga

Allah SWT membalas amal, dan budi baik semuanya, dan semoga skripsi

ini dapat membawa manfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada

umumnya. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 24 Juni 2007

Penulis
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................... 9
D. Tinjauan Pustaka ......................................................... 10
E. Metodologi Penelitian ................................................. 11
F. Sistematika Penulisan .................................................. 13

BAB II LANDASAN TEORITIS


A. Pemahaman Umum Tentang Maksiat ......................... 15
1. Pengertian Maksiat ................................................ 15
a. Menggelisahkan Hati ...................................... 18
b. Terjadi Bencana Alam .................................... 18
c. Konflik Antara Manusia .................................. 19
d. Terhambat Untuk Masuk Surga ...................... 21
B. Pengertian Penyakit Hati ............................................ 22
1. Pengertian Penyakit Hati ...................................... 22
2. Tanda-tanda Penyakit Hati .................................... 33
3. Pengobatan Penyakit Hati ..................................... 34

BAB III BIOGRAFI IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH


A. Silsilah dan Kemasyhuran Beliau ............................... 41
B. Putra-Putra Ibnu Qayyim ............................................ 42
C. Akhlak Ibnu Qayyim ................................................... 42
D. Aktivitas Ibadah dan Kezuhudan Ibnu Qayyim .......... 43
E. Masa Kehidupan Ibnu Qayyim ................................... 44
F. Masa Mencari Ilmu Pengetahuan ................................ 46
G. Ilmu-ilmu Yang Dikuasai ............................................ 47
H. Peran Ibnu Qayyim Dalam Bidang Intelektual ........... 47
I. Guru-guru Ibnu Qayyim .............................................. 49
J. Murid-murid Ibnu Qayyim .......................................... 49
K. Perlakuan Tidak Nyaman Terhadap Ibnu Qayyim....... 49
L. Wafatnya Ibnu Qayyim ............................................... 50
M. Karya-karya Ibnu Qayyim ........................................... 51
BAB IV ANALISIS PENGARUH MAKSIAT TERHADAP PENYAKIT
HATI MENURUT IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH
A. Analisa Tentang Maksiat dan Penyakit Hati ............... 58
1. Al-lahazat (pandangan pertama) ........................... 60
2. Al-khothorot (pikiran yang melintas dibenak) ...... 61
3. Al-lafazhat (ungkapan kata-kata) .......................... 62
4. Al-khuthuwat (langkah nyata untuk perbuatan) .... 63
B. Pandangan Ibnu Qayyim Tentang Pengaruh Maksiat
Terhadap Penyakit Hati ............................................... 67
1. Maksiat menghalangi ilmu .................................... 68
2. Maksiat menghalangi rizki .................................... 69
3. Maksiat menimbulkan kerisauan dan kesepian dalam
hati ......................................................................... 69
4. Maksiat mendatangkan kesulitan .......................... 70
5. Maksiat menimbulkan kegelapan dalam hati ........ 70
6. Maksiat melemahkan hati dan badan .................... 70
7. Maksiat menghalangi ketaatan .............................. 71
8. Maksiat mengurangi umur dan berkah .................. 71
9. Maksiat melemahkan hati untuk berbuat
kebajikan ............................................................... 72
10. Maksiat melemahkan kebaikan ............................. 73

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................. 74
B. Saran ............................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA
PEDOMAN TRANSLITERASI

ARAB LATIN ARAB LATIN


‫أ‬ a/’ ‫ض‬ dh

‫ب‬ b ‫ط‬ th

‫ت‬ t ‫ظ‬ zh

‫ث‬ ts ‫ع‬ ‘

‫ج‬ j ‫غ‬ gh

‫ح‬ ħ ‫ف‬ f

‫خ‬ kh ‫ق‬ q

‫د‬ d ‫ك‬ k

‫ذ‬ dz ‫ل‬ l

‫ر‬ r ‫م‬ m

‫ز‬ z ‫ن‬ n

‫س‬ s ‫و‬ w

‫ش‬ sy ‫ﻩ‬ h

‫ص‬ sh ‫ي‬ y

â (a panjang), contoh ‫اﻟﻤﺎﻟﻚ‬ : al-Mâlik


î (i panjang), contoh ‫اﻟﺮﺣﻴﻢ‬ : al-Raħîm
û (u panjang), contoh ‫اﻟﻐﻔﻮر‬ : al-Ghafûr
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN


LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK .............................................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................
PEDOMAN TRANSLITERASI ..........................................................

BAB I PENDAHULUAN
G. Latar Belakang Masalah ..............................................
H. Pembatasan dan Perumusan Masalah...........................
I. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................
J. Metodologi Penelitian ..................................................
K. Sistematika Penulisan ..................................................

BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG MAKSIAT DAN


PENYAKIT HATI
C. Pemahaman Umum Tentang Maksiat ..........................
2. Pengertian Maksiat.................................................
a. Menggelisahkan Hati .......................................
b. Terjadi Bencana Alam .....................................
c. Konflik Antara Manusia...................................
d. Terhambat Untuk Masuk Surga .......................

D. Pengertian Penyakit Hati dan Tanda-tandanya ............


4. Pengertian Penyakit Hati........................................
5. Tanda-tanda Penyakit Hati ....................................
6. Pengobatan Penyakit Hati ......................................

BAB III BIOGRAFI IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH


N. Silsilah dan Kemasyhuran Beliau ...............................
O. Putra-Putra Ibnu Qayyim .............................................
P. Akhlak Ibnu Qayyim ...................................................
Q. Aktivitas Ibadah dan Kezuhudan Ibnu Qayyim ..........
R. Masa Kehidupan Ibnu Qayyim ....................................
S. Masa Mencari Ilmu Pengetahuan ................................
T. Ilmu-ilmu Yang Dikuasai.............................................
U. Peran Ibnu Qayyim Dalam Bidang Intelektual ............
V. Guru-guru Ibnu Qayyim...............................................
W. Murid-murid Ibnu Qayyim...........................................
X. Perlakuan Tidak Nyaman Terhadap Ibnu Qayyim.......
Y. Wafatnya Ibnu Qayyim ................................................
Z. Karya-karya Ibnu Qayyim............................................

BAB IV ANALISIS PENGARUH MAKSIAT TERHADAP PENYAKIT


HATI MENURUT IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH
C. Analisa Tentang Maksiat dan Penyakit Hati................
5. Al-lahazat (pandangan pertama) ............................
6. Al-khothorot (pikiran yang melintas dibenak).......
7. Al-lafazat (ungkapan kata-kata) ............................
8. Al-khuthuwat (langkah nyata untuk perbuatan).....
D. Pandangan Ibnu Qayyim Tentang Pengaruh Maksiat
Terhadap Penyakit Hati................................................
11. Maksiat menghalangi ilmu.....................................
12. Maksiat menghalangi rizki.....................................
13. Maksiat menimbulkan kerisauan dan kesepian dalam
hati..........................................................................
14. Maksiat mendatangkan kesulitan ...........................
15. Maksiat menimbulkan kegelapan dalam hati.........
16. Maksiat melemahkan hati dan badan .....................
17. Maksiat menghalangi ketaatan...............................
18. Maksiat mengurangi umur dan berkah...................
19. Maksiat melemahkan hati untuk berbuat kebajikan
................................................................................
20. Maksiat melemahkan kebaikan ..............................

BAB V PENUTUP
C. Kesimpulan ..................................................................
D. Saran.............................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia yang hidup pada sebuah jaman yang serba canggih ini dengan

iptek sebagai andalannya, terkadang sering memberikan perubahan-perubahan

yang tidak pasti baik dalam bidang hukum, politik, budaya, moral, norma,

nilai dan etika kehidupan yang semua itu berakselerasi dengan cepat. Semakin

cepat perubahan itu, maka semakin maju pula masyarakat dan tuntutan hidup

yang harus dipenuhi oleh masing-masing individu juga semakin meningkat.

Akibat bertambahnya kebutuhan hidup pada masyarakat modern maka

manusia dalam hidupnya selalu mengejar waktu, mengejar benda, dan

mengejar prestise. Dari sinilah manusia akan memikirkan diri sendiri atau

merasa bahwa ia perlu terlebih dahulu memikirkan kepentingan dirinya

(egois). Sikap ini selanjutnya akan berakibat pada timbulnya persaingan hidup

dan pada gilirannya orang kehilangan pegangan hidup, hanyut terbawa arus

globalisasi.

Dengan hilangnya pegangan hidup itu manusia menjadi tidak

mempunyai jati diri. Peniruan-peniruan sering mereka lakukan (imitasi) untuk

bisa dikatakan mempunyai jati diri. Karena itulah orang sering tidak mampu

mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga menimbulkan

ketegangan atau stres pada dirinya yang pada akhirnya harus menghadapi

berbagai penderitaan, dan jiwa mereka dipenuhi rasa gelisah dan khawatir.
Menurut Ahmad Najid Burhani, secara alamiah manusia merindukan

kehidupan yang tenang dan sehat, baik jasmani maupun rohani. Kesehatan

yang bukan hanya menyangkut badan, tetapi juga kesehatan mental1.

Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad pun bukan hanya

dipersembahkan bagi pemeluknya (kaum muslimin) saja, tapi juga untuk

seluruh umat manusia. Semua umat Islam tahu bahwa Islam mampu

menjawab segenap persoalan yang terjadi pada umat manusia di muka bumi

ini. Sayangnya banyak orang yang enggan mengakui sifat ‘alamiyah

(universal) Islam ini.

Allah SWT dalam mensyari'atkan segala sesuatu atas hambanya pasti

menyertakan hikmah di dalamnya. Namun demikian, bukan kewajiban hamba

itu untuk mengetahui hikmah tersebut, tetapi jika ia mengetahui hikmah-

hikmah tersebut, maka itu lebih baik, karena akan memotifasinya untuk

istiqamah dalam melaksanakan syari'ah Allah SWT itu.

Harus diyakini bahwa Allah SWT tidak memerintahkan suatu perintah

kecuali pasti ada manfaat bagi hamba yang mentaatinya. Demikian pula

sebaliknya, Allah tidak melarang sesuatu kecuali pasti ada muhlarat untuk

hamba yang melanggarnya.

Sebuah kata yang mungkin sering terdengar ditelinga, kata tersebut

merupakan sebuah perbuatan yang melanggar aturan atau syari’at yang telah

ditentukan oleh Allah, tentunya bagi umat Islam mempunyai makna yang luas.

Kata tersebut yaitu “maksiat”.

1
Ahmad Najib Burhani,, Manusia Modem Mendamba Allah Renungan Tasawuf Positif,
(Jakarta: Hikmah, 2002), hal. 175
Dari awal mulanya penciptaan manusia yaitu Nabi Adam kata tersebut

sudah dilakukan, Nabi Adam melanggar perintah Allah dengan mengambil

buah Khuldi. Akhirnya Nabi Adam dikeluarkan dari surga atas kemaksiatan

yang ia perbuat. Iblis terusir dari rahmat Allah Swt karena maksiat. Dan

sungguh rontoknya seluruh peradaban di muka bumi ini, hanya disebabkan

satu kata. Itu tiada lain adalah ‘maksiat.’ Tiada yang beruntung seseorang

dalam melakukan maksiat. Hal terbaik yang harus dikerjakan adalah

meninggalkannya.

Maksiat tidak hanya dilakukan oleh kaum durjana, ia bahkan dapat

membuat seorang shaleh tergelincir dan membuat para kekasih Allah

terperosot. Karenanya berhati-hatilah dari perbuatan maksiat. Sungguh dalam

berbuat maksiat tidak ada seorang pun yang beruntung

Contoh-contoh yang penulis terangkan diatas telah jelas sekali bahwa

kemaksiatan telah meraja-lela dimuka bumi ini. Melakukan suatu dosa atau

maksiat sangat mempengaruhi kepribadian, jiwa dan hati.

Allah SWT telah jelas menerangkan didalam al-Quran, surat Ar-Ruum

ayat: 41, bahwa kerusakan yang timbul di muka bumi ini adalah disebabkan

oleh perbuatan manusia sendiri sebagai berikut:

⌧ ☺


Artinya : ”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar).2 (Ar-Ruum: 41)

Adapun Hati terbagi menjadi dua bagian, yaitu hati yang merupakan

tempat ‘Arsy Rahman, yang di dalamnya terdapat cahaya, kehidupan,

kebahagiaan, kesenangan dan segala bentuk kebajikan. Sedangkan hati yang

kedua adalah hati yang menjadi tempat bercokolnya syaitan. Didalamnya

terdapat kesempitan, kegelapan, kesedihan, kecemasan, ketakutan, duka cita3.

Hati adalah sumber kebaikan dan keburukan seseorang. Bila hati

penuh dengan ketaatan kepada Allah, maka perilaku seseorang akan penuh

dengan kebaikan. Sebaliknya, bila hati penuh dengan syahwat dan hawa nafsu,

maka yang akan muncul dalam perilaku adalah keburukan dan kemaksiatan.

Menurut Kartini Kartono, mental yang sehat adalah kemampuan

seseorang memecahkan segenap keruwetan batin manusia yang ditimbulkan

oleh macam-macam kesulitan hidup, serta berusaha mendapatkan kebersihan

jiwa, dalam pengertian tidak terganggu oleh ketegangan, ketakutan dan

konflik batin4. Hati nurani adalah salah satu aspek terdalam dalam jiwa

manusia yang senantiasa menilai benar salahnya perasaan, niat, angan-angan,

pemikiran, hasrat, sikap dan tindakan seseorang, terutama dirinya sendiri.

Sekalipun hati nurani ini cenderung menunjukkan apa yang benar dan apa

yang salah, tetapi ternyata tidak jarang mengalami keragu-raguan dan

2
Yayasan Penterjemah Al-Qur’an/Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya.
Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur’an. Raja Fahd. 1971.
3
M. Shalih al-Munjid, Terapi Mengatasi Kecemasan, Robbani Press, Jakarta. Cet ke-II,
h.1-3
4
Kartono, Kartini, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental, (Bandung: Mandar Maju,
1989) hal. 4
sengketa batin, sehingga seakan-akan sulit menentukan mana yang benar dan

mana yang salah.5

Tempat untuk memahami dan mengendalikan diri itu ada di hati.

Hatilah yang menunjukkan watak dan siapa diri kita sebenarnya. Hati atau

kalbulah yang membuat manusia mampu berprestasi, bila hati bening dan

jernih, insya Allah, keseluruhan diri manusia akan menampakkan kebersihan,

kebeningan, dan kejernihan.6

Di antara fungsi hati, menurut Al-Ghazali, adalah untuk mendekatkan

diri kepada Allah swt.7 Allah telah menciptakan hati sebagai tempat Dia

bersemayam. Fungsi hati adalah untuk mengenal Tuhan, mencintai Tuhan,

menemui Tuhan, dan pada tingkat tertentu, melihat Tuhan atau berjumpa

dengan-Nya. Hati yang berpenyakit ditandai dengan tertutupnya mata batin

seseorang dari penglihatan-penglihatan rohaniah.

Terkadang hati diserang oleh penyakit dan sakitnya bertambah parah,

tetapi tidak disadari oleh pemiliknya. Bahkan bisa membuat hati beku dan

mati. Seseorang dapat menyadari apabila kesibukan-kesibukan menghampiri,

begitu banyak pikiran-pikiran, sehingga Sholat sebagai sarana mengingat

Allah, terlewati dengan sekedarnya, kalau bisa bacaan-bacaannya sedemikan

cepatnya agar bisa melanjutkan aktivitas lain. Ada kalanya sholat serasa indah

dan penuh makna, tetapi kebanyakan lainnya begitu cepat tanpa meninggalkan

kesan. Disinilah hati akan mulai terpengaruhi, karena serba terburu-buru,

5
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, (Yogkayarta: Yayasan Insan
Kamil-Pustaka Pelajar Offset, 2001). h. 147
6
Herwono dan M. Deden Ridwan, Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauhid: Memperbaiki
Diri Lewat Manajemen Qalbu, (Bandung: Hikmah-Mizan, 2002) h. 226-227
7
http://www.semaian.net/agritech/index.php?option=com=view&id=24&Itemid=157 7
Juli 2008
sampai-sampai tidak merasakan indahnya kedamaian tatkala sholat dan

ketenangan setelahnya.

Ketika seseorang menyadari ada yang tidak beres dengan hatinya,

serasa penuh stress dan tidak tenang bahkan penuh angan-angan yang

berlebihan, maka detik itu hatinya mulai sakit, dan setiap penyakit harus

diobati agar kembali sembuh. Adapun untuk mengobati hati kita haruslah

bersabar.

Untuk mengobati Hati, kita harus telaten dan sabar, karena ini akan

sangat berat dan susah, karena cobaan-cobaan yang muncul dari diri kita

masing-masing. Adapun makanan yang bergizi untuk Hati adalah Iman dan

Obat yang dimaksud adalah Al-qur'an. Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,

salah satu tanda kesehatan Hati adalah meninggalkan kesenangan dunia

hingga berlabuh ke Akhirat dan bertempat disana (dunia) seakan-akan dirinya

bagian dari penduduk akhirat.8

Allah Maha pengasih lagi maha penyayang, barangsiapa yang berusaha

mencari kedamaian dan ketenangan Jiwa dengan jalan yang Allah telah

syari'atkan, tentulah Allah tidak akan menyia-nyiakan. Allah akan

menumbuhkan ketenangan kepada Hatinya, sehingga seluruh perkara-perkara

kehidupan di dunia tersusah sekalipun dihadapi dengan senyum ketenangan.

Tentunya seseorang pernah merasakan kegagalan dalam sebuah ujian di kuliah

ataupun kehidupan, terkadang kegagalan ini ada karena ketergesa-gesaan

mereka sendiri, sehingga semua serasa semrawut dan tidak bisa konsentrasi

8
http://ikider.de/index.php?option=com_content&task=view&id=35&Itemid=30 7 Juli
2008
dalam ujian yang akan dihadapi, ini karena pikiran dipenuhi kesibukan-

kesibukan dan hati menjadi tidak bisa fokus.

Penyakit hati adalah kesedihan, kemarahan, dendam, iri hati,

kesombongan dan semua sifat buruk lainnya. Bila disimpan, menyebabkan

kesulitan mencari keseimbangan, bahkan kehilangan keseimbangan.9

Banyak penyakit hati yang sulit dihilangkan, ketika seseorang

mengalami penderitaan akibat perbenturan ego. Penyakit hati dapat

menyebabkan benturan itu meluap setiap kali mengalami masalah. Pada jenis

penyakit hati ini, selalu saja tak ada yang ingin disalahkan. Jarang yang ingin

mengintropeksi dirinya ketika mengalami benturan dalam hidupnya.

Penyakit hati menimbukan gangguan psikologi dan gangguan ini

berpengaruh pada kesihatan fizikal.10 Contoh penyakit hati adalah dengki, iri

hati, dan dendam kepada orang lain. Dendam adalah rasa marah yang

tersimpan jauh di dalam hati, sehingga memporak-porandakan hati. Akibat

dari menyimpan dendam dihati, akhirnya menjadi tertekan berkepanjangan.

Adapun akibat dari iri hati ialah kehilangan perasaan tenteram. Orang yang iri

hati tidak dapat menikmati kehidupan yang normal kerana hatinya tidak

pernah tenang sebelum melihat orang lain mengalami kesulitan. Dia

melakukan berbagai hal untuk memuaskan rasa iri hatinya. Bila ia gagal, ia

akan jatuh kepada tekanan dan kekecewaan.

Penyakit-penyakit hati secara tidak langsung dapat diketahui melalui

tanda-tandanya secara lahiriyah yang mengisyaratkan tentang kehadirannya.

Tanda-tanda tersebut banyak sekali, yang paling nyata di antaranya ialah sikap

9
http://www.mahoni30.org/index.php?Itemid=36&id=34&option=com 7 Juli 2008
10
Ibid, www. semaian.com
bermalas-malasan dalam mengerjakan berbagai macam ketaatan, merasa berat

berbuat kebajikan, sangat terikat pada syahwat hawa nafsu, sangat cenderung

kepada kelezatan dunia, sangat ingin memperluas kesejahteraan di dalamnya

serta lebih lama berdiam di sana.11

Menurut Ibnu Qoyyim, dosa dan maksiat karena hati yang sakit

menyebabkan seseorang terus terjerumus dalam perbuatan yang menjauhkan

dirinya dari Allah. Hal itu berakibat pada hilangnya berkah, rasa malu, dan

kenikmatan yang seharusnya diterima oleh hamba serta berujung pada syirik,

cinta dunia, laknat, dan kehancuran12 Dari sinilah maka penyakit hati lebih

mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk dari penyakit-

penyakit tubuh ditinjau dari berbagai segi dan arah yang paling merugikan dan

paling besar bahayanya ialah karena penyakit hati mendatangkan madharat

atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal kebahagiaan di dunia, dan

bermudharat bagi akhiratnya.

Jelaslah perbuatan maksiat jika dilakukan terus-menerus akan

membuat keresahan dalam hati, setiap orang melakukan hal-hal yang berbau

dosa secara tidak langsung hatinya merasakan keresahan dan kegelisahan yang

membuat dirinya ragu-ragu untuk melakukan hal tersebut.

Jadi adakah kemaksiatan yang seseorang lakukan akan mempengaruhi

hati? Bagaimana dan atas jalan apa maksiat itu mempengaruhi hati? Dari itu

penulis dalam kesempatan ini mencoba memberikan sebuah masukan bagi

civitas akademika yang penulis tuangkan dalam skripsi dengan judul

11
As-Sayyid Al-Allamah Abdullah Hadad,, Menuju Kesempurnaan Hidup,(Bandung:
Mizan, 1992), hal. 88-89
12
Ibnu Qoyyim, Penawar Hati Yang Sakit. (Jakarta: Gema Insani, 2003), hal. 23
”Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati Menurut Ibn Al-Qayyim Al

Jauziyyah”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Adapun pembatasan masalahnya:

1. Maksiat dan penyakit hati

2. Pengaruh maksiat terhadap penyakit hati menurut Ibn Al Qayyim

Perumusan masalah:

1. Apa yang dimaksud dengan penyakit hati?

2. Bagaimana pengaruh maksiat terhadap penyakit hati menurut Ibn Al-

Qayyim?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh maksiat terhadap penyakit hati

menurut Ibn Al-Qayyim?

Adapun manfaat yang di harapkan oleh penulis dari penelitian ini adalah:

a. Bagi pengembangan keilmuan yang berkaitan dengan bidang konseling.

Khususnya yang berkaitan dengan maksiat dan penyakit hati

b. Dapat dijadikan acuan bagi civitas akademika

c. Dapat dijadikan data atau bahan analisis bagi yang berminat melakukan

penelitian lebih lanjut

D. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penelitian di Perpustakaan Fakultas Dakwah, penelitian

yang peneliti kaji adalah masalah pengaruh maksiat terhadap penyakit hati,

yang merupakan sebuah fenomena sosial masyarakat pada akhir-akhir ini

tanpa disadari sering terlihat oleh mata kepala kita sendiri. Oleh karena itu di

bawah ini ada beberapa kajian skripsi yang ditulis oleh peneliti lain:

Pertama, skripsi yang disusun oleh saudara Habsi Nurhidayat yang

berjudul: “Terapi Penyakit Hati Menurut Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah.

Penyusun skripsi tersebut pada intinya menyatakan penyakit hati bagi setiap

manusia tidak hanya menyebabkan ketidakseimbangan fungsi hati manusia,

tetapi mengakibatkan manusia semakin jauh dari Allah SWT. Dalam skripsi

tersebut Ibnul Qayyim menjelaskan beberapa penyakit hati dan pengobatan

atau terapinya. Adapun penyakit hati diidentifikasikan sebagai akibat dari

nafsu al-ammarah dan nafsu al-lawwamah, kedua akibat dari nafsu tersebut

telah melahirkan berbagai penyakit hati bagi manusia yang sangat

mengganggu batin dan spiritualitas manusia. Dengan pengobatan melalui

terapi yang diberikan oleh Ibnul Qayyim, yaitu dengan terapi Al-Qur’an,

muhasabah, penguatan diri untuk berlindung dari sentan, dan terapi melalui

ibadah qalbu (hati) yang merupakan ajaran yang telah dibawa oleh Rasulullah

SAW dengan dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Kedua, skripsi yang disusun oleh saudara Dunih yang berjudul:

Penyakit Hati dan Terapinya menurut Ibnu Taimiyyah. Di dalam skripsi

tersebut dijelaskan bebrapa penyakit hati dan terapinya. Adapun terapi yang

diberikan oleh Ibnu Taimiyyah tidak jauh berbeda dengan Ibnul Qayyim, yaitu

dengan Al-Qur’an dan ritual keagamaan seperti: shalat, puasa, zakat, dan Haji.
Dari kedua skripsi di atas, penulis tidak menemukan adanya pengaruh

maksiat, tetapi penulis hanya menemukan bahasan tentang penyakit hati.

Maka dari itu penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi ini.

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian literer sehingga termasuk

jenis penelitian kualitatif, karena data-data yang disajikan berupa

pernyataan-pernyataan dan dapat diartikan sebagai penelitian yang tidak

menggunakan angka statistic, yang berkaitan dengan terapi dan

kecemasan.

1.2. Pendekatan Penelitian

Berkaitan dengan judul yang diangkat, maka diperlukan

pendekatan-pendekatan yang diharapkan mampu memberikan

pemahaman yang mendalam dan komprehensif. Ada dua pendekatan

yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama: pendekatan filosofis.

Filsafat berarti mencari hakekat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan

akibat dan serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman

manusia.13 Dari definisi tersebut diketahui bahwa filsafat pada intinya

berupaya menjelaskan inti, hakekat, atau mengenai sesuatu yang berada

di balik obyek formalnya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas

dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriah. Dalam penelitian

13
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003). h.
42-43
ini penulis menggunakan pendekatan filsafat dengan landasan bahwa

manusia diciptakan dalam kondisi fitrah,14 memiliki naluri keagamaan

(memiliki nilai Illahiyah), di samping manusia sebagai mahluk itu

sendiri, sehingga atas dasar inilah manusia dipandang sebagai mahluk

secara utuh, yaitu manusia yang memiliki bio-psikososio-religious.

Kedua: pendekatan psikologis. Psikologi atau ilmu jiwa adalah

ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku. yang

dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat, bahwa perilaku seseorang

yang nampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang

dianutnya. Seseorang ketika berjumpa mengucapkan salam dan rela

berkorban untuk kebenaran adalah merupakan gejala-gejala keagamaan

yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama

sebagaimana diungkapkan oleh Zakiah Daradjat tidak akan

mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang,

melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama

tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya. Dalam

ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan

sikap batin seseorang.15 Dalam penelitian ini penulis menggunakan

pendekatan psikologi dikarenakan dengan pendekatan psikologi dapat

diketahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan

sesorang, juga dapat di gunakan sebagai alat untuk memasukkan agama

kedalam jiwa.

14
Mengenai fitrah dijelaskan dalam al-Qur’an: disadari atau tidak manusia membutuhkan
penciptaan (39: 8, 49). Suara fitrah manusia muncul atau terdengar dan menjerit memanggil Robb-
Nya manakala manusia dihadapkan malapetaka (31: 32; 17 : 77-69)
15
Ibid, Metodologi Studi Islam, 2003. h. 50
1.3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitiaan

ini, penulis menggunakan metode penelitian malalui telaah kepustakaan

(library reseach). Metode library reseach adalah penelitian yang

dilakukan terhadap sumber-sumber tertentu berupa buku, majalah,

artikel dan karangan lain.16 Artinya peneliti mengumpulkan data-data

berupa buku, majalah, artikel dan karangan lain tentang maksiat, dan

penyakit hati menurut Ibn Al-Qayyim, serta karangan-karangan yang

sesuai dengan judul peneliti.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:

Bab I : Adalah bab Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika

Penulisan.

Bab II : Adalah bab Landasan Teori yang terdiri dari Pengertian Maksiat,

Pengertian Penyakit Hati, Tanda-tanda Penyakit Hati, Pengobatan

Penyakit Hati.

Bab III : Adalah bab Biografi Ibn Al-Qayyim yang terdiri dari Biografi Ibn

Al-Qayyim dan Karya-karyanya.

16
Prasetya Irawan, , Logika dan prosedur penelitian, Jakarta: STIA-LAN Press 1999.
hal. 65
Bab IV : Adalah bab Analisis yang terdiri dari Analisa Tentang Maksiat dan

Penyakit Hati, dan Pandangan Ibn Al-Qayyim Tentang Pengaruh

Maksiat Terhadap Penyakit Hati.

Bab V : Terdiri dari Kesimpulan, Saran.


BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pemahaman Umum tentang Maksiat

1. Pengertian Maksiat

Maksiat, ini adalah satu kata yang mampu menjerumuskan

manusia ke dalam kenistaan. Berjuta Bani Adam telah terperosok ke

kubang dosa, dan terlempar dari rahmat Tuhan karena satu kata tersebut.

Dalam bahasa Arab, makna dasar kata ma'shiyat adalah durhaka.17

Di dalam ajaran Islam, kata ini dipakai untuk menyebut perbuatan durhaka

atau dosa seseorang yang tidak mau mengikuti perintah Allah SWT dan

rasul-Nya. Sebaliknya, ia justru mengerjakan larangan-Nya.

Fathi al-Duraini, seorang ahli ushul figh, memberikan pengertian

maksiat sebagai segala perbuatan yang sifatnya meninggalkan yang wajib

dan mengerjakan yang haram. Hal tersebut menyangkut apakah perbuatan

itu berkaitan dengan hak-hak Allah SWT ataupun yang berkaitan dengan

hak-hak pribadi seseorang.18

Karena itu, maksiat dalam perspektif fiqh sebenarnya tidak terbatas

pada perbuatan zina atau mengkonsumsi minuman keras dan sejenisnya. la

juga mencakup misalnya, pidana pencurian, penistaan (termasuk

qadzaf/menuduh orang lain berbuat zina), mengkonsumsi sesuatu yang

diharamkan (termasuk merampas hak dan memakan harta orang lain

dengan cara batil) atau memberikan kesaksian dan sumpah palsu.

17
Kamus Bahasa Arab-Indonesia. (Jakarta: 1998)
18
Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ihtiar Baru Van Hove, 2002. hal. 133
Adam As telah dikeluarkan dari surga atas kemaksiatan yang ia

perbuat. Iblis terusir dari rahmat Allah Swt karena maksiat. Dan sungguh

rontoknya seluruh peradaban di muka bumi ini, hanya disebabkan satu

kata. Itu tiada lain adalah ‘maksiat.’ Tiada yang beruntung dalam

melakukan maksiat. Hal terbaik yang harus dikerjakan adalah

meninggalkannya.

Dalam artikel majlis al-Kauny menyatakan bahwa maksiat adalah

setiap perbuatan yang menyimpang dari ketentuan hukum, agama, adat

dan tata krama, dan kesopanan antara lain wanita tuna susila, laki-laki

hidung belang, meminum minuman keras, judi serta perbuatan maksiat

lainnya yang belum terjangkau oleh hukum yang berlaku.19

Maksiat artinya durhaka, kata ini dipakai untuk menyebut

perbuatan durhaka atau dosa yang tidak mau mengikuti perintah Allah

dan Rasul-Nya, tetapi justru mengerjakan larangan-Nya. Maksiat yaitu

segala pekerjaan yang sifatnya meninggalkan yang wajib dan mengerjakan

yang haram.20 Maksiat ada yang sifatnya merusak dan menodai

ketentraman umum dan hak masyarakat dan ada pula yang sifatnya

pribadi. Dengan demikian segala perbuatan yang tidak sejalan dengan

kehendak syariat Islam di sebut maksiat, apakah itu menyangkut hak

Allah SWT ataupun yang menyangkut hak pribadi.

Pengertian maksiat adalah perbuatan melanggar perintah Allah

SWT. Perbuatan jahat/dosa, tidak mentaati norma-norma agama.21 Dengan

kata lain maksiat adalah perbuatan yang melanggar/menyimpang dari


19
http://www.kaunee.com/index.php? =blog&id=103&Itemid=138 7 Juli 2008
20
http://www.cimbuak.net/content/view/1237/5/ 7 Juli 2008
21
Sriwijaya Post, Jum’at 4 Agustus 2006. hal. 11
norma-norma agama dan hukum yang berlaku. Jadi maksiat mencakup

segala perbuatan yang dapat merusak moral dan sendi-sendi kehidupan

bermasyarakat yang Islami, seperti prostitusi, pornografi, perkosaan,

berzina, minum miras, berjudi dan lain-lain.

Maksiat menurut penulis sendiri berarti durhaka, pembangkangan,

‘ndablek, dan gak bisa diatur. Tidak mau tunduk dengan aturan Allah &

Rasul-Nya, sehingga membuat hidup manusia yang melakukan tindak

maksiat menjadi keluar dari jalur hidup yang diridhai.

Secara harfiyah, maksiat artinya durhaka atau tidak patuh.

Maksudnya adalah suatu perbuatan yang tidak mengikuti apa yang telah

digariskan Allah Swt. Lawan dari maksiat adalah taat. Salah satu kesan

penting dari keimanan kepada Allah Swt adalah taat kepada segala

perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya, baik dalam keadaan

sendiri maupun bersama orang lain, dalam situasi senang maupun susah,

begitulah seterusnya.

Dalam perjuangan menegakkan ajaran Islam, setiap pejuang mesti

selalu berada dalam ketaatan dan tidak boleh melakukan hal-hal yang

bernilai maksiat. Hal ini karena kemaksiatan akan mengakibatkan

penilaian dosa dari Allah Swt dan dosa akan menimbulkan akibat yang

sangat buruk, baik bagi individu maupun jamaah.

Dosa yang merupakan kemaksiatan setidak-tidaknya akan

membawa empat akibat, tidak hanya di dunia ini tapi juga di akhirat nanti.
Empat akibat itu sangat penting kita fahami dan kita renungi agar dosa dan

kemaksiatan tidak kita anggap mudah, sekecil apapun kemaksiatan itu.22

a. Menggelisahkan Hati.

Ketenangan hati merupakan sesuatu yang sangat diperlukan oleh

manusia dalam menjalani kehidupannya, apalagi bagi para pejuang di

jalan Allah. Sebagai manusia, kehidupan ini dapat dijalani dengan baik

apabila ada ketenangan batin, namun bila ketenangan jiwa tidak

dimiliki disebabkan oleh maksiat-maksiat yang dilakukan seperti

permasalahan syirik cinta (virus pink) dan mengutamakan kehidupan

dunia, tentu saja kehidupan ini tidak mampu dijalani dengan baik.

Oleh sebab itu, sangat berbahaya bila pemimpin dan rakyatnya

tidak memiliki ketenangan jiwa disebabkan dosa yang dilakukannya.

Hal ini kerana dosa memang dapat menggelisahkan hati pelakunya dan

melahirkan tindakan-tindakan yang mendatangkan perbuatan dosa

berikutnya

b. Terjadi Bencana Alam

Di dunia ini seringkali terjadi bencana alam mulai dari kemarau

yang terlalu panjang hingga masyarakat kesulitan air, gunung meletus,

gempa bumi, tanah longsor, banjir, kebakaran, angin kencang,wabak

penyakit dan sebagainya. Hal itu jangan kita anggap sebagai peristiwa

alam biasa. Kerana pada hakikatnya bencana ada kaitannya dengan

dosa yang dilakukan oleh manusia sehingga Allah Swt menunjukkan

kemurkaan-Nya. Allah Swt berfirman, "Maka masing-masing (mereka

22
http://www.paksi.net/modules/sentuhan_jiwa/article.php?storyid=66 7 Juli 2008
itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka diantara mereka ada yang

Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan diantara mereka ada

yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan diantara mereka ada

yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan diantara mereka ada yang

Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya

mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri."

(Q.S. 29:40)

Terjadinya berbagai bencana alam pada hakikatnya adalah untuk

mengingatkan manusia agar menyadari kesalahannya sehingga mereka

mau kembali ke jalan Allah yang benar. Allah Swt berfirman, "Telah

nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan kerana perbuatan

tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari

(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang

benar)." (QS 30:41)

c. Konflik Antara Manusia.

Dosa yang dilakukan oleh manusia ternyata bisa menimbulkan

konflik di antara sesama mereka. Bahkan hingga terjadi tindakan-

tindakan yang ganas, antara satu dengan lainnya, sesuatu yang semula

tidak kita duga sama sekali. Hal ini kerana orang yang berbuat dosa

tidak mau mengakui kesalahannya, meskipun tahu bahwa ia telah

berbuat salah. Maka orang yang dianggap telah berbuat salah dan dosa

akan dipermasalahkan sehingga terjadilah konflik yang tidak sedikit

melahirkan tindakan-tindakan yang sadis. Kerana itu, bila di suatu

negeri sering terjadi konflik, baik antara masyarakat maupun para


pemimpinnya, salah satu yang harus kita teliti adalah dosa apa yang

mereka lakukan sehingga mereka saling berselisih. Hal ini terdapat di

dalam firman-Nya, "Katakanlah: Dialah yang berkuasa untuk

mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu

atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling

bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan

sebagian yang lain. Perhatikanlah, betapa kami mendatangkan tanda-

tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami" (QS

6:65)

Dalam kehidupan berjamaah, bila di antara anggota-anggotanya

ada yang melakukan kemaksiatan, ini akan menimbulkan pertentangan

di antara mereka, saling mecari kesalahan, merasakan diri lebih baik

dari yang lain. Juga merasakan diri seolah-olah lebih laju dalam

beramal secara infiradi daripada beramal jama'i lantas menolak untuk

tunduk beramal jama'i. Pertentangan yang menimbulkan hilangnya

kekuatan jamaah itu kerana ada perpecahan.

d. Terhambat Untuk Masuk Surga.

Dalam rangkaian peristiwa pada hari kiamat, ada saat di mana

manusia akan menunggu keputusan Allah Swt, apakah ia akan

dimasukkan ke dalam surga atau ke neraka. Orang yang banyak

beramal soleh dengan membawa pahala yang banyak, akan tenang-

tenang saja menghadapi situasi itu. Bahkan dari raut wajahnya nampak

kegembiraan kerana ia yakin akan keputusan Allah yang

menggembirakan dirinya, yakni dimasukkan ke dalam surga.


Tapi bagi orang yang berbuat dosa dalam hidupnya di dunia,

apalagi dosa-dosa besar yang dibawanya, maka ia sangat murung dan

takut dalam menghadapi keputusan Allah terhadap dirinya. Apalagi

memang tidak mungkin rasanya bila ia masuk ke dalam surga kerana

dalam kehidupan yang dijalaninya, ia selalu berpaling dari nilai-nilai

yang terkandung di dalam Al-Qur’an, Allah Swt berfirman, "Barang

siapa berpaling dari Al-Qur’an, maka sesungguhnya ia akan memikul

dosa yang besar di hari kiamat, mereka kekal di dalam keadaan itu.

Dan amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari kiamat,

(yaitu) di hari (yang waktu itu) ditiup sangkakala dan Kami akan

mengumpulkan pada hari itu orang-orang yang berdosa dengan muka

yang biru muram" (QS 20:100-102).

Hal itu dapat itu terjadi, pada sebuah negeri yang dapat dikatakan

sebagai negeri yang penuh dosa Sehingga tidak mungkin dapat

mencapai kebahagiaan dan ketenangan hidup di dalamnya. Bahkan di

dalam hadits, Rasulullah Saw memastikan orang yang bermaksiat

kepada Allah Swt dan mati dalam kemaksiatan tidak akan dapat masuk

ke dalam surga, Rasulullah Saw bersabda: Semua umatku akan masuk

surga, kecuali yang tidak mau. Sahabat bertanya, “Siapa yang tidak

mau Ya Rasulullah?”. Rasul menjawab, “Barang siapa yang taat

kepadaku ia masuk surga dan siapa yang durhaka kepadaku ia

termasuk orang yang tidak mau”.


B. Pengertian Penyakit Hati

1. Pengertian Penyakit Hati

Kita mengenal tiga macam penyakit; penyakit hati, penyakit jiwa,

dan penyakit fisik. Membedakan penyakit fisik dengan penyakit jiwa lebih

mudah ketimbang membedakan penyakit jiwa dengan penyakit hati.

Walaupun demikian, ketiganya memiliki persamaan. Apa pun yang dikenai

oleh ketiga penyakit itu, ia tidak akan mampu menjalankan fungsinya

dengan baik. Tubuh kita disebut berpenyakit apabila ada bagian tubuh kita

yang tidak menjalankan fungsinya dengan benar. Telinga anda disebut sakit

apabila ia tidak dapat mendengar lagi.

Penyakit hati ialah rasa sakit yang menimpa hati, seperti rasa sakit

ketika musuh menguasai anda. Sesungguhnya yang demikian

mendatangkan rasa panas atau menyayat hati. Penyakit hati juga

dikarenakan terjadiya kerusakan, terutama pada persepsi dan keinginan.

Orang yang hatinya sakit akan tergambar kepadanya hal-hal berbau subhat.

Akibatnya, ia tidak dapat melihat kebenaran. Disisi lain, keinginannnya

membenci kebenaran yang bermanfaat dan menyukai kebathilan yang

berbahaya.

Karena itu kata ”Maradl” terkadang dimaknai ”Keragu-raguan”,

atau juga dapat dimaknai syahwat atau keinginan untuk berbuat zina.

Begitu pula keraguan dan kebodohan, keduanya membuat hati sakit.

Rosulullah SAW. Bersabda ; ”Tidakkah mereka bertanya bila mana tidak

tahu? Ketahuilah, sesungguhnya penyakit bodoh dapat disembuhkan

dengan banyak bertanya.” Ragu-ragu menimbulkan penyakit di dalam hati.


Syak dan ragu membuat hati sakit sampai teraihnya ilmu dan keyakinan.

Maka, apabila ada orang berilmu memberi jawaban yang menjelaskan

kebenaran, kepadanya dikatakan, ”sungguh aku telah terobati dengan

jawabannya.”23

Penyakit hati menurut Hamka, terdiri dari: marah, ujub,

membanggakan diri sendiri, mengolok-olok orang lain, dendam, dan

mangkir dari janji.24 Menurut Amin Syukur, penyakit hati terdiri dari :

marah, egois, dengki, sombong, kikir, boros, mudah berkeinginan, buruk

sangka dan berbohong,25 sedangkan menurut Mujtaba Musawi, penyakit

hati terdiri dari : pemberang, pesimis, dusta, munafik, ghibah, mencari-cari

kesalahan orang lain, dengki, sombong, zalim, marah, melanggar janji,

khianat, kikir, dan serakah.26

Berikut ini adalah deskripsi dari jenis-jenis penyakit hati dengan

acuan utama adalah pemikiran Amin Syukur yang dikomparasikan dengan

pemikiran Hamka dan Mujtaba Musawi, yang terdiri dari: Pertama : Marah

(ghadlab) berarti menyimpan ‘api’ dalam jiwanya. Orang yang suka marah-

marah sama saja dengan berakrab ria dengan iblis/syetan yang memang

terbuat dari api. Jika dituruti sifat ini membuat seseorang tidak dapat

mengendalikan diri, hal ini hanya akan membuahkan penyesalan. Nabi

mengajarkan apabila sedang marah kita diperintahkan mengubah posisi,

atau mengambil air wudlu. ‘Memerangi’ sifat pemarah adalah dengan sabar

23
Syekh Ibn Taimiyah. Jangan Biarkan Penyakit hati Bersem,i PT. Serambi Ilmu
Semesta. (Jakarta, 2006). Hal :18-19
24
Hamka, Tafsir al Azhar, (Jakarta : Panji Mas, 1983) h. 154
25
Amin Syukur, Insan Kamil: Paket Pelatihan Seni Menata Hati. (Semarang. Lembkota.
2004). hlm. 5-11
26
Musawi, Mujtaba, Psikologi Islam, Membangun Kembali Generasi Muda. Terj.Youth
and Moral. (Bandung : Pustaka Hidayah, 1990) hal. 5-7
dan pemaaf (QS. Ali Imran : 134). Jika seseorang mampu mengendalikan

amarahnya lalu mengarahkannya menjadi aset, ia dapat menjadi sebuah

kekuatan yang dapat memproteksi hak-hak pribadinya, secara

proporsional.27

Menurut Musawi, marah adalah suatu keadaan psikologis yang bisa

menyimpangkan watak seseorang dari jalan yang benar. Menurutnya,

ketika marah tersebut mempengaruhi manusia bisa mewujud dalam bentuk

kesombongan dan dapat membutakan pikiran serta mampu mengubah

manusia menjadi “hewan” yang tidak menyadari realitas. Ini

memungkinkan manusia untuk melakukan kejahatan yang membawa

akibat-akibat yang langsung dalam kehidupannya. Apalagi dia menyadari

kesalahannya biasanya setelah ia menghadapi akibat-akibat yang tak

diharapkan dan terjerumus kedalam kesengsaraan.28 Perangai buruk ini

hanya menimbulkan kesedihan karena puncaknya tidak akan menurun

sebelum tersalurkan dan mengubah perbuatan-perbuatan hina kobaran

kemarahan sehingga menyebabkan terlepasnya kendali penilaian akal dan

hilangnya kesadaran. Ketika hasil penilaian akal muncul pada seseorang

yang sedang marah, kesedihan dan penyesalan hadir di hatinya.

Hendaklah dimengerti bahwa, marah sebetulnya diperlukan bila

dalam proporsinya yang benar. Dalam proporsi itu marah merupakan suatu

unsur kekuatan dan keberanian. Jenis kemarahan yang memungkinkan

manusia melawan penindasan dan membela hak-haknya adalah suatu sifat

manusiawi. Sudah menjadi hal yang wajar apabila manusia bersifat lupa.

27
Ibid, Amin Syukur. hal. 14
28
Ibid, Musawi. hal. 114
Oleh karena itu apabila suatu perbuatan memicu kemarahan orang

lain maka cara terbaik untuk memperoleh kembali adalah mengakui

kesalahan. Seperti yang diungkapkan oleh Dale Carnegi sebagaimana di

kutip oleh Musawi : Apabila menjadi jelas kepada kita bahwa kita patut

dihukum atau disesali, maka tidaklah lebih baik bila kita mengakui

kesalahan kita?.

Tidakkah teguran yang kita arahkan kepada diri kita sendiri lebih

pantas dan lebih ringan dipikul ketimbang yang dilontarkan oleh orang lain.

Maka marilah kita mulai dengan mengakui perbuatan-perbuatan kita yang

tercela. Dengan cara ini kita dapat menjamin bahwa kita akan mendapat

maaf dan kesalahan-kesalahan kita akan dilupakan. Setiap orang dapat

dengan mudah menyembunyikan kekurangannya tetapi hanya orang mulia

dan terhormat bila ia mengakui kesalahannya. Bila mana kita yakin bahwa

kebenaran berada di pihak kita wajib bagi kita untuk menyediakan suasana

yang sesuai untuk meraih orang lain di sisi kita. Sebaliknya apabila kita

keliru adalah kewajiban moral kita untuk segera mengakuinya.

Setelah kita mengakui kesalahan-kesalahan kita bukan saja

memperoleh hasil melainkan memperoleh rasa nikmat yang lebih besar

ketimbang kita menempuh jalan balas dendam.29

Kedua : Egois (ananiyah) adalah orang yang hanya memikirkan

demi kepentingan diri sendiri. Sifat itu mengarah kepada kerakusan, tega

merampas hak orang lain karena segala sesuatu ingin dikuasainya. Egoisme

merusak tatanan di masyarakat karena berbagai pelanggaran bisa bermula

29
Ibid, Musawi. hal. 115
dari sifat ini, seperti korupsi, penganiayaan, penindasan, tak punya

kepedulian, dan sebagainya. Dan sifat ini bertentangan dengan kodrat

manusia selaku mahkluk sosial yang bahkan, Islam mengajarkan agar orang

lebih mengutamakan orang lain (QS. Ali Imran/3:92). Maka egoisme harus

diobati dengan menumbuhkan sikap kebersamaan, mau berbagi dengan

orang lain, dan punya kepedulian agar tidak menjadi manusia yang akan

dilemparkan ke neraka jahannam (QS. Al- A’raf / 7:179). Sifat egois yang

telah dibersihkan kotorannya akan dapat menjadi pemacu seseorang untuk

dapat menggapai sukses hidup.

Ketiga : Dengki (hasud), yakni tidak senang jika mengetahui orang

lain senang dan justru senang jika mengetahui orang lain susah. Orang yang

dengki menginginkan agar kenikmatan orang lain hilang, jika bisa dapat

berpindah kepada dirinya. Biasanya sifat ini disertai dengan upaya mencari-

cari kesalahan orang yang dia dengki, menjelek-jelekkannya, memfitnah,

dendam, bahkan ingin mencelakakannya karena kedengkian dapat membuat

hati seseorang buta (ingat kisah Qabil dan Habil).Allah membenci sifat

dengki ini, maka Dia memerintahkan kita untuk mohon perlindungan pada-

Nya darinya (QS. Al-Falaq / 113:5). Sifat dengki dapat diobati dengan

membiasakan rasa syukur, apapun dan berapapun yang telah diperoleh.

Syukur kepada Allah dan kepada orang lain. Sifat dengki bisa

diarahkan kepada ighthibat, yakni suatu kekaguman terhadap prestasi atau

kesuksesan orang lain, ingin menirunya tapi tanpa mengganggu orang lain.

Berarti sifat ini dapat mendorong seseorang untuk lebih berprestasi.


Menurut Socrates, orang dengki melewatkan hari-harinya sambil

menghancurkan dirinya sendiri dengan merasa sedih atas apa yang tidak

dapat dicapainya. Ia merasa sedih dan menyesal dan menghasratkan semua

manusia hidup dalam kesengsaraan dan penderitaan sambil membuat

rencana jahat untuk merenggut kebahagiaan mereka, bahkan ada yang

berpendapat bahwa jiwa manusia itu seperti sebuah kota ditengah gurun

tanpa benteng atau tembok untuk melindunginya. Angin kecilpun dapat

merusak jiwa kita.

Setiap orang awam mengetahui bahwa ia harus kedokter apabila

menderita sakit kepala tetapi orang yang terjangkiti dengki tak pernah

mencari seseorang untuk merawatnya.

Orang dengki membuat keberuntungan orang lain sebagai

sasarannya. Dia mengunakan setiap cara untuk mengambil kebehagiaan

orang lain tersebut. Ia menjadi mangsa keinginan-keinginan rendah tanpa

menyadarinya. Orang dengki mewujudkan niat-niat buruknya dengan

menyebarkan tuduhan dan kebohongan tentang orang yang didengkinya.

Dan apabila ia merasa bahwa hawa nafsunya tidak memperoleh kepuasan

dengan perbuatan itu, bahkan ia mungkin merongrong kebebasan orang

yang didengkinya atau bahkan merenggut haknya untuk hidup, semata-

mata untuk memenuhi keinginannya yang tak berkesudahan.30

Menurut Musawi, salah satu unsur yang paling efektif dalam

kemajuan dan perkembangan di kehidupan ini adalah memasuki hati orang

lain dan mempengaruhinya. Orang yang mampu mengontrol hati orang lain

30
Ibid, Hamka. hal. 154
dengan kecakapan dan budi mulia dapat menikmati dukungan dari

masyarakat dalam hidup dan memperoleh kunci keberhasilan (Musawi

:1998, 87).31

Orang yang baik ibarat cahaya dalam masyarakat yang bersinar dan

menuntun pikiran para anggotanya dengan meninggalkan efek-efek yang

mendalam dalam perilaku mereka. Sebaliknya dengki mengakibatkan

hancurnya sifat baik dan mencegah hati manusia dari menyediakan

ruangruang bernilai untuk para sahabatnya. Oleh karena itu dengki

merenggut dari si pendengki kesempatan menikmati rasa kerjasama dan

saling menolong.

Selain itu ketika si pendengki mewujudkan perasaannya dengan

lidah atau tindakan dan membeberkan kekotorannya, dia hanya akan

mendapat kebencian dari masyarakat. Kecemasan yang nyata dan

kebencian terhadap diri dengan memelihara rasa dengki akan selalu

menekan jiwa.

Menurut Shopenhauer, dengki adalah perasaan manusia yang paling

berbahaya sehingga manusia perlu memandangnya sebagai musuh

bebuyutan dan berjuang untuk menghapuskannya. Lebih jauh apabila

dengki menyebar kemasyarakat banyak fenomena yang tidak dikehendaki

muncul di dalam masyarakat. Setiap masyarakat yang penuh penderitaan

dan permasalahan setiap orang menjadi penghalang bagi kebahagiaan orang

lain. Menurut Carl. G. Jung, dengki adalah penyebab kekikiran kita karena

ia menghalangi penyebaran keberhasilan (Musawi : 1998, 89).

31
Ibid, Musawi. hal. 89
Keempat : Sombong (takabur), yakni merasa diri lebih baik dari

pada orang lain, misalnya merasa lebih terhormat, lebih pantas, lebih pintar,

lebih kaya , lebih tampan/cantik, dsb.Sehingga sifat cenderung melecehkan

dan memandang rendah terhadap orang lain tanpa ada rasa bersalah, dan tak

jarang tega mendhalimi/aniaya orang lain. Dahulu kala iblis menghina Nabi

Adam. Karena kesombongannya (QS. Al-A’raf/7:12) dan Allah

mengutuknya. Mengobati kesombongan adalah dengan menumbuhkan

kesadaran bahwa hanya Allahlah yang berhak sombong (al-Mutakabbir),

Tumbuhkan sikap rendah hati (tawadlu’) ini dan sikap kerendahan hati

justru menampakkan kemuliaan seseorang. Sekalipun demikian sifat

sombong bisa diambil spiritnya, yakni punya rasa percaya diri dan menjadi

semangat untuk menjadi yang terbaik.32

Menurut Musawi, bahaya yang paling fatal bagi kebahagiaan dan

musuh terbesar bagi umat manusia adalah kesombongan dan percaya diri

yang berlebihan.33 Kejengkelan seseorang atas sesuatu perangai buruk tidak

sebesar kebencian mereka atas kesombongan. Bukan saja kesombongan

menyebabkan putusnya hubungan cinta dan keserasian tetapi juga

mengubahnya menjadi rasa permusuhan.

Dalam al-Qur’an ada legitimasi menarik dari sifat sombong ini pada

kisah nasehat Luqman Hakim kepada anaknya dalam ayat ; “Dan janganlah

kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan janganlah

kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan

32
Ibid, Amin Syukur. Hal. 17
33
Ibid, Musawi. hal. 98
diri”,(QS. 31 : 18), bahkan Imam Ali, sebagaimana dikutip oleh Musawi,

berkata : Sekiranya Allah mengijinkan kesombongan bagi seorang hamba-

Nya, Ia pasti telah megijinkannya bagi para nabi dan wali-Nya yang

terdekat, tetapi Allah membuat mereka membenci kesombongan dan

menyukai kerendahan hati.34

Kelima : Kikir (bakhil) adalah seseorang yang tak ingin apa yang

dimiliki terlepas darinya, disengaja ataupun tidak. Biasanya sifat ini berkait

dengan sifat egoistis, dan Allah melarangnya dalam QS. al-Isra’(17):29

serta QS. Ali Imran (3):92. Sifat ini harus diobati dengan menumbuhkan

kesadaran bahwa roda kehidupan berputar, jika sekarang sedang ‘di atas’

mungkin suatu saat ‘di bawah,’ butuh bantuan/pengorbanan orang lain.

Apalagi pada hakikatnya segala sesuatu yang kita punya adalah titipan

Allah, kita hanyalah ‘si tukang parkir’ yang harus menjaganya. Maka

sewaktu-waktu jika Sang Empunya harus mengambil titipan-Nya (baik

lewat ajaran ZIS atau yang lainnya), si tukang parkir harus rela

melepaskannya. Sifat kikir yang telah disucikan dapat menjadi semangat

untuk hidup hemat dan bersahaja sebagaimana dicontohkan Rasulullah .35

Keenam: Boros (israf) adalah suka berfoya-foya atau menghambur-

hamburkan apa yang dimilikinya, termasuk harta, waktu dan masa

mudanya untuk hal-hal yang tidak berguna. Sifat ini tidak disukai Allah

(QS. al-An’am / 6:141) dan dilarang oleh-Nya (QS. al-Isra’ / 17;29),

bahkan dinyatakan akan menjadi orang yang merugi. Sifat ini perlu

disembuhkan dengan kesadaran bahwa manusia katanya punya waktu/umur

34
Ibid, Musawi. hal. 101
35
Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000). hal. 37
tapi kenyatan tak dapat menguasainya, punya harta tapi tak dapat

mengendalikan sepenuhnya.

Manusia tak dapat menduga apalagi memastikan nasib diri sendiri,

sehingga jika tidak antisipatif terhadap berbagai kemungkinan yang tidak

diharapkan, penyesalanlah yang akan dialami. Namun sifat boros dapat

diarahkan kepada sifat kedermawanan, selama masih tetap dalam

perhitungan yang proporsional.36

Ketujuh : Mudah berkeinginan (al-hirshu), sifat ini mendorong

seseorang untuk rakus, tidak mau mensyukuri apa yang sudah ada, hatinya

tak pernah puas sehingga selalu merasa kurang. Jika menuruti sifat ini

hanya akan menjadi budak hawa nafsu, mudah korup, menyeleweng,

berselingkuh, dan lain-lain. Padahal ajaran Nabi, orang harus pandai

bersyukur sekalipun baru sedikit yang dimiliki; orang harus bersabar dan

tetap baik sekali pun pasangan hidupnya tidak seperti yang diinginkan,

mungkin Allah banyak meletakkan kebaikan padanya (QS. al-Nisa / 4;19).

Oleh karena itu hawa nafsu harus dikendalikan agar tidak menjerumuskan

kita pada kehinaan.

Manusia berkeinginan memang tidak selamanya buruk, asal dapat

membimbingnya ke arah yanng positif, dapat menjadi penggugah gairah

hidup hingga semakin maju.

Kedelapan : Berburuk sangka (su’udhan), sehingga apapun yang

dilakukan orang lain harus diintai dan perlu dicurigai, sebab apapun yan

36
Amin Syukur, Menggugat Tasawuf : Tanggungjawab Sosial Tawasuf Abad XXI,
(Yogyakarta: 2002.) hal. 56
ada dan terjadi dihadapannya selalu salah, yang benar dan baik hanyalah

dirinya.

Sifat ini dilarang oleh Allah dalam QS. Al-Hujurat/49:12. Berburuk

sangka akan berlanjut pada sikap penuh kecurigaan, tidak

komunikatif/kooperatif, dan suka mencela (sakhar). Ini dilarang QS. al-

Hujurat / 49:11. Sifat ini perlu disembuhkan dengan menyadari bahwa

mempercayai orang lain penting dan akan membawa kebaikan, bagi diri

orang yang mempercayai hati menjadi tenang, sedang bagi yang dipercaya

akan merasa diuwongke. Sisi baik dari buruk sangka (yang disucikan)

adalah menjadi sikap waspada dan hati-hati sehingga tidak sembrono.

Kesembilan : Suka bohong (kadzib) adalah sifat tidak jujur, suka

membolak-balikkan fakta dan menyembunyikan kebenaran (Syukur : 2002,

32). Sifat ini dilarang dan dilaknat oleh Allah (QS. Ali Imran / 3:61).

Lawan bohong adalah jujur. Dalam hal ini ada kisah menarik, seorang yang

berdosa besar (perampok) datang kepada Nabi menyampaikan niatnya ingin

tobat, Nabi hanya mensyaratkannya: “jangan berbohong”! Setiap kali dia

tergoda akan melakukan dosa lagi, selalu ingat pesan Nabi tadi, kemudian

tak jadi berbuat. Jadi jujur membimbing seseorang pada kebaikan. Sisi

baiknya kebohongan yang disucikan adalah bisa menjadi tameng untuk

taqiyyah pada saat darurat jika diperlukan, misalnya demi keselamatan jiwa

(diri sendiri atau orang lain) orang terpaksa berbohong.

2. Tanda-Tanda Penyakit Hati

Pertama, kehilangan cinta yang tulus. Orang yang mengidap

penyakit hati tidak akan bisa mencintai orang lain dengan benar. Dia tidak
mampu mencintai keluarganya dengan ikhlas. Orang seperti itu agak sulit

untuk mencintai Nabi, apalagi mencintai Tuhan yang lebih abstrak. Karena

ia tidak bisa mencintai dengan tulus, dia juga tidak akan mendapat

kecintaan yang tulus dari orang lain. Sekiranya ada yang mencintainya

dengan tulus, ia akan curiga akan kecintaan itu.

Kedua, kehilangan ketentraman dan ketenangan batin. Ketiga,

memiliki hati dan mata yang keras. Pengidap penyakit hati mempunyai

mata yang sukar terharu dan hati yang sulit tersentuh. Keempat, kehilangan

kekhusyukan dalam ibadat. Kelima, malas beribadat atau beramal. Keenam,

senang melakukan dosa. Orang yang berpenyakit hati merasakan

kebahagiaan dalam melakukan dosa. Tidak ada perasaan bersalah yang

mengganggu dirinya sama sekali. Sebuah doa dari Nabi saw berbunyi: "Ya

Allah, jadikanlah aku orang yang apabila berbuat baik aku berbahagia dan

apabila aku berbuat dosa, aku cepat-cepat beristighfar."

Di antara taubat yang tidak diterima Allah ialah taubat orang yang

tidak pernah merasa perlu untuk bertaubat karena tak merasa berbuat dosa.

Kali pertama seseorang melakukan dosa, ia akan merasa bersalah. Tetapi

saat ia mengulanginya untuk kedua kali, rasa bersalah itu akan berkurang.

Setelah ia berulang kali melakukan maksiat, ia akan mulai menyenangi

kemaksiatan itu. Bahkan ia menjadi ketagihan untuk berbuat maksiat terus

menerus. Ini menandakan orang tersebut sudah berada dalam kategori

firman Allah: "Dalam hatinya ada penyakit lalu Allah tambahkan

penyakitnya." (QS. Al-Baqarah: 10).


Dalam kitabnya Ihyâ `Ulûmuddîn, Al-Ghazali berbicara tentang

tanda-tanda penyakit hati dan kiat-kiat untuk mengetahui penyakit hati

tersebut. Ia menyebutkan sebuah doa yang isinya meminta agar kita

diselamatkan dari berbagai jenis penyakit hati: "Ya Allah aku berlindung

kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu

yang tidak kenyang, mata yang tidak menangis, dan doa yang tidak

diangkat." Doa yang berasal dari hadis Nabi saw ini, menunjukkan tanda-

tanda orang yang mempunyai penyakit hati.37

3. Pengobatan Penyakit Hati

Menurut Yunasril Ali, mengobati penyakit hati salah satunya dapat

ditempuh dengan mensucikan hati yang merupakan perpaduan dari konsep

menjernihkan kalbu dan mendekatkan diri kepada Allah Swt, sehingga

lebih terfokus pada kiat-kiat sufiyah (Ali : 2002, 69). Memang patut

disayangkan apabila hati yang potensial tersebut harus terhalang dan hilang

kemampuannya, apalagi jika sampai menjadi buta sebagaimana dinyatakan

oleh surat al Hajj (22:46). Buta hati jauh lebih berbahaya ketimbang buta

mata, karena orang yang buta hatinya dapat merusak siapa saja dan apa saja

yang ada, termasuk dirinya sendiri.

Di sini pentingnya kita memperhatikan, merawat dan mendidik hati

kita masing-masing. Betapa sesalnya oorang yang dalam hidupnya tak

pernah menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi hatinya. Betapa

37
Ibid, Jangan Biarkan Penyakit Hati Bersemi.
beruntungnya orang yang sepenuhnya sadar akan pentingnya

memperhatikan kebeningan hatinya.38

Pengobatan penyakit hati menurut Amin Syukur39 dapat dilakukan

dengan menempuh sembilan (9) kiat shufiyah yang harus diamalkan

sebagai berikut:

a) Bertaubat: siapapun dan kapanpun, seorang salik harus

melakukannya, karena taubat adalah modal dasar baginya,

manfaatnya juga untuk dirinya (QS. Huud [11]:3). Guna menjaga

kelestarian taubatnya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan terus

menerus: (i) Muhasabah, Ibnu Muhammad Syatha mengajak:

“Ikutilah taubatmu dengan muhasabah, yang akan mencegahmu

meremehkan dan mengulangi dosa.” (ii) Menjaga tujuh anggota

badan (mata, lisan, telinga, perut, tangan, kaki dan kemaluan) dari

kerja mereka yang dapat mendorong kepada maksiat dan dosa-dosa.

(iii) Tekun beribadah, ibaratnya, taubat adalah pondasi dan ibadah

adalah bangunan diatasnya. Keinginan setiap orang tentu pondasi

harus kuat dan bangunan juga harus seindah mungkin.

b) Qana’ah, yakni perasaan rela menerima pemberian yang sedikit.

Maka dia tidak pernah rakus ataupun tamak dalam kehidupannya.

Yang menyebabkan berhasilnya qana’ah, dalam mencari ‘hidup

akhirat’ rela meninggalkan sesuatu yang amat menarik dan

membanggakannya dari duniawi.

38
Ali, A. Mukti, Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga
Press,1998) hal. 47
39
Ibid, Amin Syukur, 2004. hal. 4-5
c) Zuhd al-dunya, artinya adalah menentang keinginan atau

kesenangan. Makna Zuhd adalah berpaling dari mencintai dunia

manuju cinta ilahi. Maka yang perlu dilakukan zahid (orang yang

zuhd) adalah menghilangkan rasa cinta dunia dari dalam hatinya, tapi

tak perlu menghilangkan dunianya. Karena jika hati dipenuhi oleh

duniawi, akan usah untuk ‘memasukkan’ Allah ke dalam hatinya.

Sikap zuhud dalam hal ini berarti melihat dunia hanya sebagai sarana

untuk meraih kebahagiaan abadi di akhirat. Dunia bukan tujuan

hidup, tetapi hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Tujuan hidup

ialah Tuhan dan ridhaNya. Seorang zahid bukan pribadi yang lemah

dan bertekuk lutut di depan para penyembah dunia dan

mengharapkan sisa-sisa makanan mereka. Zahid sejati adalah pribadi

yang memiliki wibawa yang tinggi tidak dipermainkan oleh dunia,

tidak merasa takut berpisah dengan dunia, kendati akan habis segala

yang ada ditangannya. Allah berfirman, “Agar kamu tidak terlalu

bersedih terhadap yang telah hilang dan tidak terlalu gembira

terhadap yang datang’. (QS.Al-Hadid : 23)

Sikap zuhud mengarahkan manusia untuk melihat dunia

sebagai lembah yang luas dan lapang. Tidak takut menghadapi

bahaya, tidak gentar menghadapi bencana. Bersyukur ketika

mendapat karunia dan tidak lupa daratan. Bersabar ketika ditimpa

musibah dan tidak berputus asa. Manusia adalah hamba Allah, bukan

hamba dunia. Zuhud tidak akan meninggalkan dunia, karena dunia

diperlukan. Namun dunia bukan tujuan hidupnya. Allah berirman :


“Dan carilah pada apa yang dianugerahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan) negeri akhirat, dan jangan kamu melupakan

kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kamu

(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik

kepadamu (QS.Al-Qashash : 77). Dengan zuhud, nilai dunia yang

bersifat sementara berubah menjadi bernilai abadi yang melampaui

ruang, waktu sebagai sarana untuk meraih ridha Allah, sebagaimana

ditunjukkan oleh Nabi, “Dunia adalah ladang untuk akhirat”. Di

dunia kita menyemai dan menanam, didunia kita akan memetik

hasilnya.

d) Mempelajari syari’at guna meningkatkan kualitas takwanya. Secara

garis besar ada 3 kandungan syari’at Islam yakni ibadah, aqidah dan

akhlaq. Ketiganya merupakan serangkaian amalan lahir dan batin

sebagai bukti kesempurnaan iman seseorang.

e) Memelihara sunnah-sunnah Nabi, baik dalam pengertian

melaksanakan amalan/ibadah sunat maupun mencontoh adab (budi

pekerti) Nabi.

f) Tawakkal, arti bahasanya adalah penyerahan dan penyandaran. Maka

makna tawakkal adalah menyandarkan hati dan segala urusan

hidupnya sepenuhnya hanya kepada Yang Maha Mewakili, Allah

SWT. (QS. Ali Imran :159)

g) Ikhlash semata-mata karena Allah, merupakan dasar gerakan hati dan

sebagai pusat seluruh ibadah. (QS. al-Bayyinah : 5). Maka yang


harus kita hindari adalah riya, sum’ah, ujub, (bangga diri), dan

takabur (sombong).

h) ‘Uzlah, yakni menyendiri dari kehidupan sesama manusia. Memang

ada yang memahaminya secara fisik (misalnya Imam Ghazali pernah

melakukannya), tetapi sebenarnya yang lebih utama adalah tetap al-

julus (berdampingan) dan bergaul dengan masyarakat namun

bersikap ‘uzlah dalam menjaga dirinya. Maka untuk itu dibutuhkan

kesabaran, ketabahan, kebesaran jiwa, kedewasaan, dan tetap

tanggap akan kebutuhan sosialnya.

i) Memperbanyak wirid dan dzikir, baik dengan hati, lisan, sikap

maupun perbuatannya. Dengan berbagai amalan tersebut di atas

diharapkan seorang Salik dapat menempuh perjalanan spiritualnya

dengan baik dan benar, sehingga benar-benar sampai pada kondisi

ma’rifatullah, dengan hati yang mukasyafah (terbukanya hijab).

Dalam posisi yang seperti ini, Yunasril Ali menyebut sebagai insan

kamil yang dia sebut juga sebagai manusia citra Ilahi yang memiliki ciri

hidup di dunia yang tidak mendunia yang ia jelaskan dalam konsep zuhud

dan tidak pasrah yang ia jelaskan dalam konsep aktualisasi makna sabar.

Apa yang diutarakan Yunasril sejalan pendapat Amin Syukur : Dalam

tataran ini Insan kamil merupakan kualitas moral yang hidup dan dinamis,

tidak menjelma dalam wujud figur seseorang, tetapi hanyalah proses

penyempurnaan diri, dan tempat manusia mencoba dan berusaha membuat

dirinya semakin sempurna. Insan kamil membawa misi moral intelektual.


Dia merupakan jembatan kosmis tempat lewat kehendak Allah, dalam

totalitas dan waktu dan menjadikannya aktual.

Dengan dilengkapi dengan akal dan kemampuan

mengkonseptualisasikan manusia diberi petunjuk melalui wahyu Tuhan

dalam tema-tema keutamaan moral. Alam ini baginya adalah wahana ujian.

Oleh karena itu, manusia memegang tanggung jawab kekhalifahan dan

harus mempertanggungjawabkan dihadapan Allah Swt.

Manusia demikian inilah yang mampu menyerap sifat-sifat Ilahi dan

memancarkannya kembali dalam kehidupan antara sesama manusia.

Penyerapan dan pemancaran kembali sifat-sifat Ilahi ini pada hakikatnya

adalah usaha pemantapan dan pemberian makna pada keberadaan manusia

bahwa ia benar-benar ada, berada dan mengada, yang hanya mungkin

terjadi dalam komunikasi dan interaksi antara manusia dan keadaan di luar

dirinya yaitu Tuhan.40

Menurut Syariati, insan kamil ialah manusia tiga dimensional,

manusia dengan tiga talenta utama yaitu kesadaran, kemampuan iradah dan

daya cipta. Sedangkan menurut saya manusia yang telah melalaui jenjang

demikian dan telah mencapai puncak perolehan tasawuf yaitu akan selalu

bisa dan mampu menguasai diri dan menyesuaikan diri ditengah-tengah

deru modernisasi dan industrialisasi. Orang yang demikian telah benar-

benar melaksanakan fungsi kekahalifahan dan telah mencapai

ma’rifatullah, ma’rifatunnafs dan ma’rifalkaun (mengerti Allah, mengerti

diri sendiri, mengerti sesama manusia dan mengerti alam).41

40
Ibid, Amin Syukur, 2004. hal. 24
41
Amin Syukur, Intelektualisme Tasawuf. (Surabaya, Bina Ilmu. 2002). hal. 46-47
Menurut Abi bakar Ibnu Muhammad, ada lima obat penyakit hati

yaitu membaca Al-Qur’an, mengosongkan perut, shalat malam, berdzikir di

waktu sahur, dan bergaul dengan orang-orang yang saleh.42 Sebagian ulama

menambahkan yang keenam yakni mengkonsumsi makanan yang halal.

Membaca al-Qur’an termasuk obat pelipur lara dan pengobat hati,

sebab dengan sering membaca Qur’an maka hati akan menjadi jinak,

lembut dan dipenuhi oleh kasih sayang. Mengosongkan perut juga termasuk

obat pelipur hati. Dengan cara ini hati menjadi lapang dan gembira. Badan

manusia akan menjadi ringan untuk melaksanakan ibadah. Shalat malam

juga merupakan obat hati, karena shalat malam dapat menangkal tipu

muslihat setan, mencegah dosa dan menghindari berbagai macam penyakit

jasmani. Berdzikir diwaktu sahur termasuk amalan yang dapat memberi

kesenangan dan mengobati hati, sebab waktu sahur adalah waktu yang tepat

untuk bermujahadah kepada Allah. Terakhir, bergaul dengan orang saleh

adalah salah satu cara yang dapat menghibur hati dan megobati jiwa.

Bergaul dengan mereka adalah salah satu sikap hidup untuk mendapatkan

teladan dari kehidupan para ahli ibadah dan ahli ilmu.43

42
Muhammad, Sayyid Abi Bakar Ibnu, Kifayatui Atqiya wa Manhq/ul Ashifa, terj.
Djamaludin Bumi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002). hal. 137
43
Ibid, Muhammad. hal. 141
BAB III

BIOGRAFI

A. Silsilah Dan Kemasyhuran Beliau

Beliau adalah Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad ibn Abi Bakar

ibn Ayyub ibn Sa'ad ibn Hariz ibn Makki Zainudin az-Zur'I ad-Damasyqi,

yang lebih terkenal dengan julukan Ibnu Qayyim al Jauziyyah. Sebab ayahnya

adalah seorang kepala sekolah pada Madrasah al Jauziyyah yang berada di

daerah Damaskus.44

Dilahirkan pada tanggal 7 Shafar 691 H. tepatnya setahun setelah

orang-orang Kristen terkalahkan dan ditetapkan hukuman atas mereka. Allah

telah memberikan otak yang brilian kepada Ibnu Qayyim, daya hafal yang

sangat kuat, jiwa yang jernih, batin yang bersih dan pengetahuan yang sangat

kuat.45 Hal itu bisa dibuktikan dengan melihat ketekunan beliau dalam

menggeluti ilmu pengetahuan. Beliau sangat rajin dalam belajar, mengajar

maupun mengarang. Memang al Imam Ibnu Qayyim rahimahullahu ta'aala

seorang yang benar-benar alim.

Ayahnya adalah Abi Bakar ibn Ayyub az-Zur'i, seorang kepala

madrasah al Jauziyyah. Dia adalah seorang tokoh yag shalih, tidak suka

berpura-pura dan sangat menguasai disiplin ilmu fara'idl (ilmu pembagian

waris). Beliau meninggal secara mendadak di Madrasah al Jauziyyah.

44
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, 13 Pengaruh Maksiat, Jakarta, Pustaka Azzam 2001, Cet.
I.h. 14.
45
Ibid. h. 14
Akhirnya jenazah beliau rahimahullahu ta'aala dikebumikan di komplek

pemakaman Baabus Shafir di Damaskus.46

B. Putra-putra Ibnu Qayyim

1. Syarafuddin Abdullah. Lahir pada tahun 723 H. Anak ini sangat cerdas

dan berhasil menghafal kitab suci al Qur'an. Dia menggantikan

ayahnya mengajar di Shadriyyah serta serius dalam memerangi

berbagai macam bid'ah. Di antara bid'ah yang ditentang keras adalah

bid'ah pada malam nishfus sya'ban. Beliau wafat pada tahun 756 H,

tepatnya lima tahun setelah wafatnya mendiang ayahnya al Imam

Syamsuddin.47

2. Burhanuddin Ibrahim ibn Syamsuddin. Lahir pad tahun 716 H. dia

belajar ilmu pengetahuan dari ayahnya sendiri dan juga dari Madrasah

Shadriyyah. Dia akhirnya dipercaya untuk menjadi mufti dan masyhur

sebagai seorang ulama yang ahli nahwu (ilmu tata Bahasa Arab). Dia

telah mensyarahi kitab Alfiyah Ibnu Malik. Dan kitab syarahnya

tersebut diberi nama Irsyaadus Saalik Ilaa Hilli Alfiah Ibnu Malik. Dia

wafat pada tahun 767 H.48

C. Akhlak Ibnu Qayyim

Untuk mengetahui bagaimana akhlak al Imam Ibnu Qayyim, mari kita

dengarkan komentar Ibnu Katsir. Beliau memberitahukan kepada kita di

dalam kitab al Bidayah wan Nihaayah sebagai berikut:

Beliau adalah seorang yang baik bacaan qira'at al Qur'annya, berbudi

mulia, dan memiliki sifat kasih sayang terhadap sesama. Beliau tidak pernah
46
Ibnu Katsir, al Bidayah wan Nihaayah, (XIV/95).
47
Ibid. (XIV/202).
48
Ibnu Hajar, Ad Durarul Kaaminah, (I/60).
merasa hasud kepada seseorang, menyakiti ataupun menggunjingkannya.

Bahkan beliau juga tidak memiliki rasa iri kepada seorang pun. Intinya,

mayoritas perilaku beliau adalah baik dan selalu mencerminkan etika luhur."
49

Ternyata etika keseharian yang telah beliau terapkan sesuai dengan

metode yang beliau tawarkan di dalam kitabnya yang berjudul Madaarijus

Saalikiin.50

D. Aktivitas Ibadah Dan Kezuhudan Ibnu Qayyim

Ada hikayat tentang aktifitas ibadah dan kezuhudan Ibnu Qayyim yang

sampai kepada kita. Cerita itu berasal dari muridnya yang bernama Ibnu Rajab

dan disebutkan di dalam at Thabaqat berikut ini : 51

Ibnu Qayyim rahimahullah ta'aala adalah seorang yang ahli

mengerjakan ibadah dan tahajjud. Jika sudah mengerjakan shalat, maka sangat

lama. Beliau sangat khusu' ketika berdzikir dan selalu rindu untuk

bermahabbah (cinta kepada Allah), inabah (kembali kepada Allah), istighfar

(memohon ampun) dan butuh kepada Allah Ta'aala. Beliau juga selalu merasa

bersalah dan bersimpuh di hadapan-Nya untuk menghamba.

Selama menjalani hukuman penjara, beliau menyibukkan diri untuk

membaca al Qur'anul Karim. Beliau tidak hanya sekedar membaca ayat-ayat

suci al Qur'an, namun juga merenungkan dan memikirkan kandungannya

sehingga mampu memperoleh kebaikan yang banyak. Beliau manunaikan

ibadah haji berulang kali dan sempat tinggal di kota Mekah al Mukarramah.

Para penduduk kota Mekah mengenal beliau sebagai orang yang rajin
49
Ibnu Katsir, op.cit. (XIV/234-235).
50
Ibnu Qayyim, Madaarijus Saalikiin, (II/337).
51
Ibnu Rajab. Dzail Thabaqat Hanaabillah (II/448).
beribadah dan sering melakukan thawaf dengan jumlah yang cukup membuat

orang terkagum-kagum.

Ibnu Katsir berkata:52 "Aku tidak menjumpai orang di zaman ini yang

lebih banyak aktifitas ibadahnya dibandingkan dengan beliau. Beliau

mengerjakan shalat sangat lama, sambil menyempurnakan gerakan ruku' dan

sujudnya."

Ibnu Hajar berkata:53 "jika seusai mengerjakan shalat shubuh, maka

Ibnu Qayyim tetap duduk di tempatnya untuk membaca dzikir sampai

matahari bersinar terang sembari berkata: "ini adalah waktu pagiku. Jika aku

tidak duduk untuk berdzikir pada waktu itu, maka kekuatanku akan hilang."

Beliau juga pernah berkata: "Kepemimpinan dalam agama hanya bisa diraih

dengan bersabar dan fakir." Pada kesempatan lain beliau berkata : "orang yang

berjalan menuju Allah harus memiliki keinginan kuat yang akan memudahkan

dan meringankan langkahnya. Namun dia juga harus memiliki ilmu yang akan

berfungsi menjadi petunjuk dan hidayah baginya."

E. Masa Kehidupan Ibnu Qayyim

Ibnu Qayyim rahimahullah ta'aala hidup disuatu masa yang telah

diawali berbagai macam kejadian besar. Pengaruh berbagai peristiwa besar itu

masih sangat terasa dalam kebudayaan masyarakat di masa Ibnu Qayyim.

Bahkan efeknya masih terus terasa pasca masa Ibnu Qayyim dalam kurun

waktu yang cukup lama. Ternyata efek tersebut sampai mempengaruhi kondisi

sosial kemasyarakatan dan situasi keagamaan serta intelektual. Dapat

diketahui dengan jelas bagaimana pengaruh runtuhnya Baghdad,

52
Ibnu Katsir, op.cit. (XIV/235).
53
Ibnu Hajar, op.cit. (IV/21-22).
diumumkannya kekhilafahan Shuriyah di Mesir dan para penguasa yang saling

bertikai. Masih banyak lagi beberapa fitnah yang menyebabkan efek negatif

bagi kehidupan masyarakat pada waktu itu.

Terjadinya persaingan agama dan peradaban antara kaum muslim dan

kaum kristiani di satu pihak dan munculnya fanatisme agama di pihak lain

menyebabkan mudahnya tercuat konflik keagamaan di kalangan kaum

muslimin. Masing-masing individu merasa benar dan terlalu percaya diri. Oleh

karena itu para ulama kaum muslimin merasa bahwa amanat yang diemban

harus segera mereka laksanakan dihadapan umat. Walau cara

mengekspresikan amanat tersebut lebih bersifat menghakimi pihak lain

menurut perspektifnya sendiri. Berangkat dari sikap sebagai pihak yang

berhak memberi hukuman itulah tidak jarang para ulama memberikan

putusan-putusan yang terlampau tegas, seperti hukum penjara, pembuangan di

tempat terkucil dan bentuk penyiksaan lainnya.

Karena pada waktu itu ulama memiliki peran kunci dalam mengatur

barisan mujahidin dari kaum muslimin. Tujuan mereka sebenarnya untuk

memberikan dukungan kepada orang-orang yang ikhlas dalam beramal di

dalam menolak bahaya ekspansi dari pihak luar dan mempertahankan tanah air

mereka. di antara kiat yang dilakukan oleh para ulama untuk megatasi

berbagai masalah dengan memberikan nasehat kepada amir, khalifah dan para

sultan. Dari sebagian hasil penafsiran pendapat mereka itulah akhirnya Ibnu

Qayyim bersama gurunya, Ibnu Taimiyyah rahimahumallahu ta'aala terpaksa

harus dijebloskan di balik jeruji-jeruji besi. Mungkin dari sinilah munculnya

beberapa permasalahan tentang kebebasan mulia dari segi politis sampai


intelektual yang dapat kita jumpai dalam pembahasan ilmiyah Ibnu Qayyim al

Jauziyyah dan syaikhnya Ibnu Taimiyyah.

Dari bidang keilmuan, ada persaingan peradaban dari kaum kristiani

dan bangsa mongol yang selalu saja ingin menyerang kebudayaan Arab

Islam. usaha yang mereka kerahkan cukup berbahaya dan mengancam

eksistensi kesatuan budaya umat Islam. namun dari pergolakan itulah malah

melahirkan semangat baru dalam dunia ilmu pengetahuan di kalangan kaum

muslim. Telah banyak karya ilmiyah yang bernuansa ensiklopedik dari hasil

jerih payah generasi baru. Hal ini terwakili dalam pusat-pusat khazanah

keilmuan baik di Mesir maupun di daerah Syam. Seperti misalnya yang

terdapat di masjid Jami' al Azhar dan Jami' Ibnu Thulun di Mesir. Begitu juga

dengan Madrasah ad Dzahiriyyah, Madrasah al 'Adiliyyah al Kubra, Madrasah

al Jauziyyah dan Madrasah as Shadriyyah di daerah Syam.

F. Masa Mencari Ilmu Pengetahuan

Ibnu Qayyim sangat rajin dan tekun menimba ilmu pengetahuan. Sejak

kecil beliau sudah belajar dari para ulama bermadzhab hanbali dan berapa

ulama lain dari berbagai macam latar belakang disiplin ilmu. Kebeliaan beliau

di dalam menuntut ilmu ini bisa dilihat dari beberapa syaikh beliau seperti as

Syihab al 'Abir Ibnu Ni'mah yang wafat pada tahun 697 H. dan Abul Fath al

Ba'labakki yang wafat pada tahun 709 H. padahal Ibnu Qayyim sendiri

dilahirkan pada tahun 691 H. dengan demikian, setidaknya sejak usia enam

tahun Ibnu Qayyim al Jauziyyah telah menggeluti berbagai macam disiplin

keilmuan Islam.
G. Ilmu-ilmu Yang dikuasai

Allah subhaanahu wa ta’aala telah memberikan dua kesempatan

kepada Ibnu Qayyim, dimana kesempatan tersebut tidak diberikan kepada

kebanyakan para penuntut ilmu. Kesempatan pertama adalah anugerah berupa

kecerdasan otak yang sangat luar biasa. Sedangkan kesempatan kedua adalah

beliau diuntungkan oleh keadaan atau masa. Sebab pada waktu itu Ibnu

Qayyim tumbuh didalam sebuah masa (penuh semangat intelektual) dan di

daerah Syam. Pada waktu itu banyak bermunculan ulama, para hafidz dan

karya-karya ilmiah mereka. Oleh karena itu beliau bisa menimba dari mereka

mulai dari ilmu tauhid yang disebut juga dengan ilmu kalam, tafsir, hadits,

fikih, fara’id (ilmu pembagian harta waris), ushul fikih, linguistik, nahwu,

(ilmu tata bahasa) dan masih banyak lagi ilmu lainnya.

Disamping menimba ilmu langsung dari tokoh-tokohnya, beliau juga

menelaah karya-karya ilmiah yang terdapat dalam beberapa perpustakaan

Islam. Dari sinilah bisa diketahui kekayaan ilmu pengetahuan yang terekam

dalam dirinya yang tampak dalam karya-karya yang beliau tulis. Namun

setidaknya ada beberapa aktifitas yang beliau geluti semasa hidupnya. Di

antaranya menjadi pimpinan Madrasah al Jauziyyah, mengajar di Madrasah as

Shadriyyah dan beberapa istansi pendidikan lainnya. Selain itu beliau juga

aktif dalam memberikan fatwa dan mengarang.

H. Peran Ibnu Qayyim Dalam Bidang Intelektual

Untuk mengetahui bagaimana peran Ibnu Qayyim dalam bidang ilmu

pengetahuan, berikut ini akan kami kemukakan beberapa pendapat ulama

tentang beliau.
Ad Dzahabi berkata di dalam al Mukhtashar: “Beliau sangat

memperhatikan hadits, matan, dan perawinya. Beliau juga menyibukkan diri

untuk mempelajari dan mendalami ilmu fikih, ilmu nahwu. Ada banyak kajian

ilmiah yang telah ditulis oleh Ibnu Qayyim al Jauziyyah. Hal ini telah ditulis

dengan baik oleh Dr. Thaha Sulaiman Hamudah dengan judul Ibnu Qayyim al

Jauziyyah yang dicetak oleh Daarul Jaami’att al Mishriyyah. Di dalam kitab

tersebut juga dijelaskan bagaimana perhatian beliau yang sangat besar

terhadap ilmu bahasa dan lain sebagainya.”54

Al Qadli Burhanuddin az-Zur’I berkata: “Tidak ada dibawah kolong

langit ini seorang yang sangat luas ilmu pengetahuannya dengan sejumlah

daftar karya ilmiyah dibanding dengan beliau.” 55

Ibnu Katsir berkata:56 ”Beliau meriwayatkan hadits Rasulullah,

menyibukkan diri untuk menuntut ilmu dan sangat menguasai macam disiplin

ilmu. Terutama dalam bidang ilmu tafsir dan hadits.”

Ibnu Hajar berkata:57 “Beliau adalah seorang pemberani, luas ilmu

pengetahuannya, menguasai berbagai perbedaan pendapat dan madzhab salaf.

Beliau sangat menyayangi gurunya Ibnu Taimiyyah. Sehingga semua kata-

kata gurunya selalu beliau kumpulkan dan dituangkan di dalam karya-

karyanya.”

As Syaukani berkata: “Beliau telah berhasil menguasai berbagai

disiplin ilmu pengetahuan, melampaui kelebihan teman-temannya dan sangat

54
Ibnu Rajab, Dzail Thabaqaatil Hanaabilah, (II/448).
55
Ibid. h.593
56
Ibnu Katsir, op.cit. (XIV/202).
57
Ibnu Hajar, op.cit. (III/400).
terkenal di dunia Islam. Beliau sangat memahami ajaran-ajaran madzhab

salaf.”58

I. Guru-guru Ibnu Qayyim

Untuk pertama kali beliau belajar kepada ayahnya sendiri dalam

bidang fara’idl. Sedangkan ilmu fikih, beliau belajar kepada Ibnu Taimiyyah

rahimahullahu ta’aala. Belajar ilmu tata bahasa Arab kepada Abu Fath

Ba’labakki, Abu Bakar ibn Abdud Daim, Isa al Muth’im, dan Ibnus Syirazi.

Dalam bidang ushul beliau belajar kepada as Shaifi al Hindi, Fatimah ibnatu

Jauhar, Ismail ibn Maktum, as Syiha an Nabalasi al ‘Abid, al Madji al Harani,

al Hakim ibn Qudamah al Maqdisi, al Bard Ibnu Jama’ah, Muahammad ibn

Abu Fath al Ba’labakki dan masih banayak lagi yang lain.59

J. Murid-murid Ibnu Qayyim

Banyak para pelajar yang menimba ilmu dari beliau. Di antara mereka

adalah putra beliau sendiri yang bernama Burhanuddin Ibrahim dan Syaraf

Abdullah, al Hafidz Ibnu Katsir pemilik kitab Dzail Thabaqaat al Hanaabilah,

Taqiyuddin as Subki, Al Hafidz adz Dzahabi, Ibnu Abdul Hadi, an Nabalasi

pengarang kitab Mukhtashar Thabaqaat al Hanaabilah, al Ghazi, Al Fairuuz

Abadi pemilik kitab Al Qaamus dan al Muqri Jadd pengarang kitab Nafhut

Thayyib.60

K. Perlakuan Tidak Nyaman Terhadap Ibnu Qayyim

Akibat kebebasan berfikir yang diterapkan oleh Ibnu Qayyim

rahimahullahu ta’aala, maka beliau memperoleh perlakuan yang tidak

nyaman. Ibnu Qayyim menerapkan kebebasan berfikir karena beliau merasa


58
al Allamah as Syaukani al Yamani. al Badrut Thaali’. (I/143).
59
Bakr ibn Abdullah Abu Zaid. Ibnu Qayyim al Jauziyyah: Hayaatuhu wa Aatsaaruhuu.
60
Ibid. h. 107-110
bahwa situasi dunia Islam terutama di Negerinya mengalami kejumudan yang

disebabkan tradisi taklid kepada para imam madzhab. Oleh karena itulah

beliau menyerukan kepada umat agar segera kembali kepada ajaran madzhab

salaf, mau beristinbath hukum dari nash-nash al Qur’an dan hadits Rasulullah

saw. secara langsung, memerangi endemi gerakan sufi, filsafat dan bid’ah

khurafat. Semua distorsi (penyimpangan) pemahaman keberagamaan tersebut

mendapat perhatian besar dari beliau. Tidak heran umat Islam di daerahnya

terbagi menjadi dua, yakni yang pro dan yang kontra terhadap sikap beliau.

Bagi kelompok yang kontra kepada Ibnu Qayyim, pada akhirnya

meningkat menjadi orang-orang yang geram dan mendendam. Sehingga pada

akhirnya Ibnu Qayyim mendapatkan sanksi seperti yang telah diterima oleh

gurunya, Ibnu Taimiyyah rahimahullahu ta’aala. Beliau dipenjara bersama-

sama dengan gurunya itu hanya berdua saja dalam satu tempat di dalam

sebuah benteng (sebuah benteng didaerah Damaskus yang sekarang cukup

terkenal. Benteng itu terletak di tengah-tengah daerah tersebut). Pengasingan

itu mereka jalani setelah sebelumnya beliau berdua mendapatkan penyiksaan

dan berbagai bentuk pelecehan, Ibnu Qayyim tidak dibebaskan dari

pengasingan kecuali setelah gurunya, Ibnu Taimiyyah meninggal dunia.

L. Wafatnya Ibnu Qayyim

Beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir pada malam kamis

pada tanggal 13 Rajab 751 H.61 Sejak saat itu bintang Ibnu Qayyim padam

setelah sebelumnya menyala sangat terang. Kehidupan beliau telah dipenuhi

dengan kegiatan ilmiah yang sudah menembus jauh melebihi batasnya.

61
Ibnu Katsir, op.cit. (IV/202).
Bahkan tidak ada seorang pun baik yang hidup sebelumnya atau pun yang

hidup sesudah beliau yang bisa melebihi keseriusan beliau dalam mengarang.

Banyak sekali yang mengiring jenazah Ibnu Qayyim rahimahullahu ta’aala

sampai ketempat peristirahatan terakhir.

Jasa beliau benar-benar diakui oleh masyarakat luas, bahkan dari

kalangan qadhi, pembesar maupun orang-orang shalih. Ini menunjukkan

bahwa mereka memang manaruh kepercayaan kepada beliau. Mereka semua

juga merasa kehilangan dengan kepulangan beliau kepada penciptanya.

Bahkan semua itu menunjukkan kesetiaan dan ketulusan mereka kepada

beliau. Jenazah Ibnu Qayyim dishalati setelah shalat dzuhur sehari berikutnya

di masjid Jami al Jarah. Masjid yang terletak dengan komplek pemakaman al

Baabus Shagiir di Damaskus. Akhirnya jenazah beliau dikebumikan di

komplek pemakaman al Baabus Shagiir di Damaskus di samping ibunya.62

Semoga Allah memasukkan beliau ke dalam surga dan memberikan manfaat

ilmu-ilmu beliau kepada kita semua yang ditinggalkan.

M. Karya-karya Ibnu Qayyim

Ibnu Qayyim merupakan seorang representasi tokoh yang benar-benar

alim dalam ilmu agama di masanya. Beliau telah menulis banyak sekali karya

ilmiah dengan jumlah yang sangat banyak. Di antara disiplin ilmu yang beliau

karang adalah tata bahasa Arab, ilmu kalam dan tasawwuf, fikih dan ushul

fikih sebagaimana beliau juga menulis dalam bidang sejarah dan sirah.

Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah karya yang telah beliau

tulis. Ibnu hajar menyebutkan bahwa karya yang beliau tulis berjumlah tiga

62
Bakr ibn Abdullah Abu Zaid. op.cit. h.198-199
belas kitab.63 As-Sakahwi mengatakan bahwa karya beliau berjumlah lima

puluh sekian.64 As Shafadi, salah seorang murid Ibnu Qayyim menyebutkan

bahwa karya gurunya itu berjumlah sembilan belas kitab. As-Suyuthi

berpendapat bahwa beliau memiliki koleksi karya ilmiah sebanyak empat

belas kitab.

Selain itu, Haji Khalifah, pengarang kitab Kasyfud Dzunuh

menyebutkan bahwa tulisan Ibnu Qayyim berjumlah enam puluh kitab.65 As

Syaukani mengatakan bahwa jumlah kitab beliau adalah enam belas.66 Ad-

Dawudi menyebutkan bahwa jumlah karya beliau adalah empat puluh empat.

Ismail Basya al Baghdadi, pengarang kitab Hadiyyatul 'Arifiin mengatakan

bahwa jumlah karangan Ibnu Qayyim mencapai enam puluh enam.67

Muhammad al faqih menyebutkan bahwa karya beliau adalah enam puluh

enam.68 Sedangkan buah pena beliau yang cukup terkenal akan kami daftar

sebagai berikut: 69

1. Al ijtihaad

2. Ijtimaa'ul Jusuusyil Islaamiyyah 'alaa' Azwil Mu'aththilah wal Jahmiyyah

(telah tercetak)

3. Ahkaam Ahlidz Dzimmah (sudah tercetak).

4. Ahkaamul Mauluud atau yang disebut juga dengan Tuhfatul Mauduud Fi

Ahkaamil Mauluud (sudah tercetak)

5. Asmaau Ba'dhi Muallafaati Ibni Taimiyyah (telah tercetak)

63
Ibnu hajar. (IV/23).
64
Shadiq Hasan Khan alQunuji. at-Taajul Mukallal, h. 419
65
Haji Khalifah. Al Kasyfud Dzunuh. Urutan abjad
66
al Allamah as Syaukani al Yamani. op.cit. (II/145)
67
Ismail Basya al Baghdadi. Al Hadiyyatul 'Arifiin. (III/158-159).
68
Ibnu Qayyim. Muqaddimah Ighaatsatul Lahaafan. (1357 H) Cet ke-1.
69
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, 13 Pengaruh Maksiat, h. 26-32
6. Ushuulut Tafsiri.

7. Al 'Alaam Bittisaa'I Thuruqil Ahkaam.

8. I'laamul Muwaqqi'iin 'an Rabbil "Aalamiin atau yang disebut juga dengan

Ma'aalimul Muwaqqi'iin 'an Rabbil "Aalamiin (telah tercetak)

9. Ighaatsul Lahafaan fi Ahkaami Thalaaqil Ghadhbaan (sudah tercetak)

10. Ighaatsatul Lahafaan fi Mashaayidis Syaithan atau Mashaaidis Sulthan

(telah tercetak)

11. Iqtidhaaud Dzikri li Hushuulil Khair wa Da'is Syar.

12. Al Amaalil Makkiyyah yang disebutkan juga dengan nama at Tuhfatul

Makkiyyah.

13. Amtsaalul Qur'an (etlah tercetak).

14. Al Iijaaz.

15. Al Iimaan bil Qur'an yang dikenal juga dengan nama at-Tibyaan fi

Aqsaamil Qur'an.

16. Badaai'ul Fawaaid (telah tercetak).

17. Buthlaaanul Kimyaa, Min Arba'iina Wajhan.

18. Buluughus Suaal Min Aqdhiyatur Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam

(telah tercetak).

19. Bayaanul Istidhaal 'alaa Buthlaani Isythiraath Muhilliis Siyaq Wa

Nidhaal yang dikenal juga dengan Bayaanud Daliil "Alaas Tighnaail

Musaabaqah" Indat Tahliil.

20. At-Tahbiir Lima Yahillu Wa Yahrumu Min Libaasil Hariir.

21. At-Tuhfatul Qudsiyyah.

22. Tuhfatun-Naaziliin Bi Hiwaari Rabbil 'Alamiin.


23. Tadbiirur Riaasah fil Qawaaidil Hikmah fidz Dzakaa' wal Qariihah.

24. Tarjiih Dzauqil Qiraa'ah Was Shalaah 'alaa Dzauqis Simaa' Wal

Ashwaathil Fanniyyah.

25. At-Ta'liiq 'alaal Ahkaam.

26. Ta'limun Nisaa' Minal Waajib.

27. Tafsiiru Suuratil Kaafiruun (sudah tercetak).

28. Tafsiirul Faatihah (telah tercetak).

29. Tafsiirul Mu'awwidzatain yang sering dikenal juga dengan nama ar-

Risaalatus Syaafiyah Fi Ahkaamil Mu'awwidzatain (telah tercetak).

30. Tafsiirul Qayyim Lil Imam Ibnil Qayyim yang dikumpulkan dari beberapa

karyanya (telah tercetak).

31. Yafdhiilu Makkah 'alaal Maadiinah.

32. Tahdziib Mukhtashar Sunan Abi Dawuud (telah tercetak).

33. Al Jaami' Bainas Sunan Wal Atsaar.

34. Jalaaul Afhaam Fi Tafdhiilus Shalaati Was Salaam 'alaa Khairil Anaam

(telah tercetak).

35. Al Jawaabul Kaafi Fi Liman Sa'ala 'anid Dawaa'is Syaafi yang dikenal

juga dengan sebutan ad Daa'wal Dawaa' (sudah tercetak).

36. Jawaabaat 'Aabidiis Shahabaat Wa Anna Maa Hum 'Alaihi Diinus

Syaithaan.

37. Haadil Arwaah Ilaa Bilaadil Afraah (sudah tercetak).

38. Al Haamil Hal Tahiidhu Am Laa.

39. Al Haawii.

40. Hurmatus Simaa' yang dikenal juga dengan judul as Simaa'us Syaithaani.
41. Humu Ighmaami Hilaali Ramadhaan yang dikenal juga dengan sebutan

Kasyful Ghithaa' 'an Hukmi Simaa'il Ghinaa'.

42. Hukmu Taarikhis Shalaah yang disebut juga dengan nama Kitaabys

Shalaah (dicetak oleh Al Maktabatul Islami).

43. Hukmu Tafdhii Ba'dhil Aulaad 'alaa Ba'dh fil 'Athiyyah.

44. Durarul Bayaan fi Tasfsiiri Amtsaalil Qur'an (telah tercetak).

45. Dawaa'ul Quluub (telah tercetak).

46. Rabii'ul Abraar fis Shalaati 'alan Nabiyyil Mukhtaar.

47. Ar-Risaalatut Tabukiyyah (telah tercetak).

48. Ar-Risaalatul Halabiyyah fit Thariiqatil Muhammadiyyah.

49. Risaalatu Ibnil Qayyim Ilaa Ahadi Akhwaanihi.

50. Ar-Risaalatul Qubriyyah fir Raddi 'Alaa Munkirii 'Adzaabil Qabr Minaz

Zanaadiqah Wal Qadariyyah yang dikenal juga dengan Kitaabur Ruuh

(sudah tercetak).

51. Ar-Risaalatut Tharaabalisiyyah yang disebut juga dengan judul al

Masaailut Tharaabalisiyyah atau at Tharaabaisiyyaat.

52. Raf'ut Tanziil.

53. Raf'ul Yadain fis Shalaah.

54. Rhaudhun Nadziir fi 'Ilmit Tadzkiir.

55. Raudhatul Muhibbiin Wa Nuzhatul Muttaqiin yang disebut juga dengan

nama Nuzhatul Musytaqiin Wa Raudhatul Muhibbin atau Raudhatul

Muhibbiin Wa Nuzhatul Basaatiin.

56. Ar-Ruuh Wan Nafs yang disebut juga dengan judul Ma'rifatur Ruuh Wan

Nafs.
57. Zaadul Musaafiriin ilaa Manaazilis Su'adaa' fi Hadyi Khaatimil Anbiyaa'

Wal Mursaliin.

58. Zaadul Ma'aad fi Hadyi Khairil 'Ibaad yang disebut juga dengan al

Hadyin Nabawi atau al Hadyis Sawi (telah tercetak).

59. As-Sabaq War-Raami.

60. Aafarul Hijratain Wa Baabus Sa'aadatain (telah tercetak).

61. As-Sunnah Wal Bid'ah.

62. Syarhu Asmaail Kitaabil 'Aziiz.

63. Syarhul Asmaa'il Husnaa.

64. Syarhus Syuruuthi 'Umriyyah.

65. Syahrul Kalimit Thayyib yang disebut juga dengan sebutan Al Kalimit

Thayyib Wal 'Amalis Shaalih atau al Waabilus Shayyib Wal 'Amalus

Shaalih atau al Waabilis Shayyib minal kalimit Thayyib (telah tercetak).

66. Syifaa'ul 'Aliil fi Masaa'ilil Qadhaa' Wal Qadar wal Hikmah Wat Ta'liil

yang dikenal juga dngan nama al Qadaa' wal Qadar (sudah tercetak).

67. As Shabru Was Sakan yang disebut juga dengan sebutan as Shabru Was

Syukr.

68. As Shiraathul Mustaqiim fi Ahkaami Ahlil Jahiim.

69. As Shawaa'iqul Munazzalah 'alal Jahmiyyah wal Mu'aththilah.

70. At Thaa'uun.

71. Thibbhul Quluub.

72. At Thibbun Nabawi (telah dicetak).

73. At Thuruqul Hukmiyyah fis Siyasatis Syar'iyyah (tilah dicetak).

74. Thariiqatul Bashaair Ilaa Hadiiqatis Saraair fi Nudzumil Kabaair.


75. Thalaaqul Haa'idh.

76. 'Uddatus Shaabiriin Wa Dzakhiiratus Syaakiriin (telah dicetak).

77. 'Aqdu Muhkamil Ahyaa' Bainal Kalimit Thayyib wal 'Amalis Shaalihil

Marfuu' Ilaa Raabbis Samaa'.

78. Al Fataawaa.

79. Al Fathul Qadsi.

80. Al Fathul Makki.

81. Al Futuuhaatul Qudsiyyah.

82. Al Farqu Bainal Khillah Wal Mahabbhah Wa Muanaadzaratul Khailiil li

Qaumihii.

83. Al Faruusiyyah yang disebut juga dengan nama al Faruusiyyatus

Syar'iyyah atau al Faruusiyyatul Muhammadiyyah (telah dicetak).

84. Fadhlul 'Ilmi atau disebut juga dengan Fadhlul 'Ulamaa'.

85. Fawaaid fil Kalaam 'Alaa Hadiitsil Ghamaamah Wa Hadiitsil Ghazaalah

Wad Dlab Wa Ghairihi.

Dan masih banyak lagi yang lainnya, Wallahu a'lam, mungkin kitab-

kitab beliau jauh lebih banyak dari daftar nama kitab yang telah disebutkan di

atas. Paling tidak kitab-kitab yang telah disebutkan di atas bisa dipertanggung

jawabkan keberadaannya sesuai sumber yang kami dapat.


BAB IV

ANALISIS PENGARUH MAKSIAT TERHADAP PENYAKIT HATI

MENURUT IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH

A. Analisa Tentang Maksiat dan Hati

Di dunia ini hanya terdapat 2 golongan manusia. Golongan pertama

adalah mereka yang selalu taat pada segala perintah Allah swt dan sunnah

Rasulullah saw. Sedangkan golongan kedua adalah mereka yang ingkar

kepada 2 hal tersebut. Perbuatan ingkar itulah yang disebut dengan maksiat

dan setiap perbuatan maksiat itu adalah dosa.

Ibnu Qayyim memberikan beberapa penjelasan dalam bukunya yang

berjudul “13 Pengaruh Maksiat”70 yaitu orang yang memiliki faham atau sudut

pandang ketika ia melakukan maksiat, dari sudut pandang yang paling buruk

sampai sudut pandang yang halus dan baik. Sudut pandang tersebut antara

lain: sudut pandang kebinatangan dan pelampiasan syahwat, pembawaan

tabi’at dan watak, Jabariyyah, Qodariyyah, hikmah, tauhid, taufik dan

khadzlan, nama dan sifat Allah, menambah keimanan, kasih sayang,

kelemahan dan ketidakmampuan, hina dan butuh, cinta dan penghambaan.

Disini penulis akan memberikan sedikit gambaran tentang 13 pengaruh

maksiat di atas, misalnya dari sudut pandang Jabariyyah. Orang yang

berfaham Jabariyyah menganggap bahwa segala perbuatan yang dilakukan

bukanlah atas dasar kemauan sendiri, namun ada sesuatu yang menggerakkan

semua keinginannya, jadi jika terjadi sesuatu, maka hal itu sama sekali bukan
70
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, 13 Pengaruh Maksiat, (Jakarta, Pustaka Azzam 2001) Cet.
I. h. 41
dari dalam dirinya, hal itu terjadi diluar kemampuannya. Mereka berpendapat

bahwa semua aktivitas yang mereka lakukan berdasarkan atas takdir semata.71

Dari sudut pandang Qodariyyah misalnya, mereka ini adalah orang-

orang berkeyakinan bahwa segala tindakan kriminal dan dosa adalah hasil dari

perbuatan mereka sendiri.72 Setan benar-benar ridha kepada orang-orang yang

memiliki keyakinan seperti itu. Dia (setan) tidak akan bersusah payah

membujuk mereka untuk mengerjakan maksiat, seperti fiman Allah SWT:

Artinya : “Tidakkah kamu lihat, bahwasanya kami Telah mengirim

syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka

berbuat ma'siat dengan sungguh-sungguh?, (Maryam : 83)

Dan setan juga tidak akan gelisah apabila mereka tidak berbuat

maksiat. Setan berbuat seperti itu sebenarnya memiliki dua tujuan utama:73

Pertama, setan ingin meyakinkan hati mereka bahwa akidah dan

prinsipnya sudah sangat tepat, dan meyakinkan bahwa segala sesuatu itu

tergantung pada keputusan mereka sendiri. Jadi merekalah sebenarnya

yang bisa menjaga dirinya dari bencana, dan dirinya sendirilah yang bisa

menghindar dari perbuatan maksiat.

Kedua, setan ingin berburu orang-orang bodoh melalui tangan

orang-orang yang berfaham Qadariyyah ini. Orang bodoh itu akan

71
Ibid, 13 Pengaruh Maksiat. h. 55-57
72
Ibid, 13 Pengaruh Maksiat. h. 58
73
Ibid, 13 Pengaruh Maksiat. h. 59-60
menganggap bahwa bid’ah yang dikerjakan orang-orang Qadariyyah

dianggap sesuatu yang baik, maka dia akan lebih senang mengerjakan

bid’ah dari pada maksiat.

Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziah mengatakan, bahwa orang-orang

bodoh mengandalkan rahmat dan ampunan Allah swt sehingga mereka

mengabaikan perintah dan larangan-Nya serta lupa dengan azab-Nya yang

pedih dan tak mungkin dicegah. Barangsiapa yang mengandalkan ampunan-

Nya tetapi tetap berbuat dosa, dia sama dengan orang-orang yang

membangkang.74

Hanya orang bodohlah yang ingin mendapatkan rahmat dan ampunan

Allah swt, sedangkan mereka tetap berbuat maksiat, mengingkari dan

melanggar apa-apa yang diperintah atau disyari’atkan Allah.

Ibnu Qayyim mengatakan bahwa sebagian besar maksiat itu masuk

melalui empat pintu, yaitu: Al-Lahazhat (pandangan pertama), Al-Khatharat

(pikiran yang terlintas di benak), Al-Lafazhat (ungkapan yang diucapkan), Al-

Khuthuwat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan).75

1. Al Lahazhat (pandangan pertama). Yang satu ini bisa dikatakan

sebagai ‘provokator’syahwat, atau ‘utusan’ syahwat. Oleh karenanya,

menjaga pandangan merupakan pokok dalam usaha menjaga

kemaluan. Maka barang siapa yang melepaskan pandangannya tanpa

kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang

kebinasaan. Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda:

“Janganlah kamu ikuti pandangan (pertama) itu dengan pandangan


74
http://www.pk-sejahtera.org/v2/main.php?op=isi&id=211 7 Juli 2008
75
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Jangan Dekati Zina, Terj. Tim Darul Haq-Jakarta (Jakarta:
Maktabah Ummu Salmi Al-atsari, 2007), h. 9
(berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak

dengan pandangan selanjutnya.” (HR. At Turmudzi, hadits hasan

ghorib).Dan di dalam musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari

Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, beliau bersabda:

“Pandangan itu adalah panah beracun dari panah panah iblis. Maka

barang siapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan

seorang wanita,ihlas karena Allah semata, maka Allah akan

memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari kiamat.” (HR.

Ahmad). Beliau juga bersabda : “Palingkanlah pandangan kalian, dan

jagalah kemaluan kalian.” (HR. At Thobrani dalam Al mu’jam al

kabir ). Pandangan adalah asal muasal seluruh musibah yang menimpa

manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak,

kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang

melahirkan syahwat, dan dari syahwat itu timbullah keinginan,

kemudian keinginan itu menjadi kuat, dan berubah menjadi niat yang

bulat. Akhirnya apa yang tadinya melintas dalam pikiran menjadi

kenyataan, dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang

menghalanginya. Oleh karena itu, dikatakan oleh sebagian ahli hikmah

bahwa “bersabar dalam menahan pandangan mata ( bebannya ) adalah

lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang

ditimbulkannya. Betapa banyak pandangan yang berhasil menembus

kedalam hati pemiliknya, seperti tembusnya anak panah yang

dilepaskan dari busurdan talinya.


2. Al Khothorot (pikiran yang melintas dibenak). Adapun “Al

Khothorot” (pikiran yang terlintas dibenak) maka urusannya lebih

sulit. Di sinilah tempat dimulainya aktifitas, yang baik ataupun yang

buruk. Dari sinilah lahirnya keinginan (untuk melakukan sesuatu) yang

akhirnya berubah manjadi tekad yang bulat. Maka barang siapa yang

mampu mengendalikan pikiran pikiran yang melintas di benaknya,

niscaya dia akan mampu mengendalikan diri dan menundukkan hawa

nafsunya. Dan orang yang tidak bisa mengendalikan pikiran

pikirannya, maka hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya. Dan

barang siapa yang menganggap remeh pikiran pikiran yang melintas di

benaknya, maka tanpa dia inginkan ia akan terseret pada kebinasaan.

Orang yang paling jelek cita citanya dan paling hina adalah orang yang

merasa puas dengan angan angan kosongnya. Dia pegang angan angan

itu untuk dirinya dan dia pun merasa bangga dengan senang

dengannya. Padahal demi Allah, angan angan itu adalah modal orang

orang yang pailit, dan barang dagangan para pengangguran serta

merupakan makanan pokok bagi jiwa yang kosong, yang bisa merasa

puas dengan gambaran gambaran dalam hayalan, dan angan angan

palsu.

3. Al Lafazhat (ungkapan kata-kata). Adapun tentang Al Lafazhat

(ungkapan kata kata), maka cara menjaganya adalah dengan mencegah

keluarnya kata kata atau ucapan dari lidahnya, yang tidak bermanfaat

dan tidak bernilai. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali dalam hal

yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan


menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin berbicara, hendaklah

seseorang melihat dulu, apakah ada manfaat dan keuntungannya atau

tidak ? bila tidak ada keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk

berbicara, dan bila dimungkinkan ada keuntungannya, dia melihat lagi,

apakah ada kata kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata kata

tersebut ? bila memang ada, maka dia tidak akan menyia-nyiakannya.

Kalau anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang, maka

lihatlah ucapan lidahnya, ucapan itu akan menjelaskan kepada anda

apa yang ada dalam hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka.Yahya

bin Mu’adz berkata : hati itu bagaikan panci yang sedang menggodok

apa yang ada di dalamnya, dan lidah itu bagaikan gayungnya, maka

perhatikanlah seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu

sedang menciduk untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis atau

asam, tawar atau asin, dan sebagainya. Ia menjelaskan kepada anda

bagaimana “rasa” hatinya, yaitu apa yang dia katakan dari lidahnya,

artinya, sebagaimana anda bisa mengetahui rasa apa yang ada dalam

panci itu dengan cara mencicipi dengan lidah, maka begitu pula anda

bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang dari lidahnya, anda

dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dan lidahnya,

sebagaimana anda juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu

dengan lidah anda.

4. Al Khuthuwat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan). Adapun

tentang Al Khuthuwat maka hal ini bisa dicegah dengan komitmen

seorang hamba untuk tidak menggerakkan kakinya kecuali untuk


perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala dari Allah

Subhanahu wa Ta’ala. Bila ternyata langkah kakinya itu tidak akan

menambah pahala, maka mengurungkan langkah tersebut tentu lebih

baik baginya. Dan sebenarnya bisa saja seseorang memperoleh pahala

dari setiap perbuatan mubah (yang boleh dikerjakan dan boleh juga

ditinggalkan, pent.) yang dilakukannya dengan cara berniat untuk

Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian maka seluruh

langkahnya akan bernilai ibadah. Tergelincirnya seorang hamba dari

perbuatan salah itu ada dua macam : tergelincirnya kaki dan

tergelincirnya lidah. Oleh karena itu kedua macam ini disebutkan

sejajar oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya :

“Dan hamba hamba Ar Rahman, yaitu mereka yang berjalan di


atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa
mereka, mereka mengucapkan kata kata (yang mengandung)
keselamatan.” (QS. Al Furqon, 63).

Hati nurani adalah salah satu aspek terdalam dalam jiwa manusia yang

senantiasa menilai benar salahnya perasaan, niat, angan-angan, pemikiran,

hasrat, sikap dan tindakan seseorang, terutama dirinya sendiri. Sekalipun hati

nurani ini cenderung menunjukkan apa yang benar dan apa yang salah, tetapi
ternyata tidak jarang mengalami keragu-raguan dan sengketa batin, sehingga

seakan-akan sulit menentukan mana yang benar dan mana yang salah.76

Tempat untuk memahami dan mengendalikan diri itu ada di hati.

Hatilah yang menunjukkan watak dan siapa diri kita sebenarnya. Hati atau

“kalbu’lah yang membuat manusia mampu berprestasi, bila hati bening dan

jernih, insya Allah, keseluruhan diri manusia akan menampakkan kebersihan,

kebeningan, dan kejernihan.77

Hati menjadi esensi dari perilaku dan kehidupan manusia, jika hatinya

baik maka perilaku seseorang akan baik, tetapi bila hati buruk maka akan

berakibat negatif bagi perilaku manusia.

Allah swt yang menciptakan sesuatu dan menetapkan sebuah hukuman.

Sesungguhnya apa yang Dia kehendaki akan terjadi dab yang tidak Dia kehendaki

juga tidak akan pernah terwujud. Tidak ada sesuatu walau sekecil apapun yang

bergerak kecuali seizin-Nya. Semua makhluk takluk di bawah genggaman

kekuasan-Nya. Dan sesungguhnya tidak ada hati seorang hamba pun kecuali

berada di antara pengawasan Allah Ta’ala. Apabila Allah hendak meluruskan hati

tersebut, maka Dia akan meluruskannya. Namun apabila Dia hendak

menyelewengkannya, maka Dia pun akan menyelewengkan hati tersebut. Hati

seorang hamba sebenarnya berada dalam genggaman Allah. Dia-lah Dzat Yang

Membolak-balikkan pendirian hati seseorang menurut kehendak dan keinginan-

Nya. Dia-lah yang menentukan kondisi hati sesuai dengan keinginan-Nya.

Ibnu Qayyim mengatakan bahwa orang-orang ahli bid’ah, orang yang

berpaling dari al-Qur’an, orang yang lalai kepada Allah dan orang-orang tukang
76
Bastaman, Hanna Djumhana, Integrasi Psikologi dengan Islam, (Menuju Psikologi
Islami), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997). h. 147
77
Hermowo dan M. Deden Ridwan, Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauhid:
Memperbaiki Diri Lewat Manajemen Qalbu, (Bandung: Hikmah-Mizan, 2002). h. 226-227
berbuat maksiat, hatinya berada dalam neraka Jahim yang sesungguhnya.

Sedangkan hati orang-orang yang baik berada di dalam surga an Na’im sebelum

masuk ke dalam surga an-Na’im yang sebenarnya.78

Dari penjelasan di atas, penulis memberikan banang merah bahwa

yang berperan penting dalam hal ini adalah hati. Hati merupakan pangkal dari

segala perbuatan yang kita lakukan, dia juga merupakan esensi dari semua

tindakan yang telah, sedang, dan akan kita lakukan. Dalam hal ini hati

berperan penting dalam keseharian kita.

Adapun penyakit hati menurut Ibnu Taimiyah adalah suatu bentuk

kerusakan yang menimpa hati, dengan merusak gambaran dan kehendak hati.

Akibatnya orang yang terjangkit penyakit hati akan membenci kebenaran yang

bermanfaat dan menyukai kebatilan yang membawa kepada kemudharatan.79

Oleh karena itu kata maradh (sakit) kadang-kadang diintepretasikan dengan

syakh atau raib (keraguan).

Menurut Ibnu ‘Atha’illah, hati yang bersinar dan yang bercahaya,

sehingga bebas dari kegundahan, keresahan, kesedihan, dan kecemasan. Maka

hal ini dapat diperoleh dengan jalan mengingat Allah (dzikir) dan membaca al-

Qur’an.80 Hal yang sama dinyatakan oleh Syaikh Hakim Mu’inuddin Chisty,

bahwa untuk menyembuhkan penyakit, baik fisik ataupun psikis salah satunya

adalah dengan membaca ayat-ayat suci al-Qur’an.81

78
Op. Cit, 13 Pengaruh Maksiat, h. 105
79
Ibnu Taimiyyah, Terapi Penyakit Hati. (Jakarta: Gema Insani Press. 1998). h. 78
80
Sulaiman al-Kumayi, Cahaya Hati Penentram Jiwa, (Pesan-pesan Spiritual Ibnu-
Atha’illah), (Semarang: Pustaka Nuun, 2005), h. 208
81
Syaikh Hakim Mu’inudin Chisty, Penyembuhan Cara Sufi, terj. Burhan Wira Subrata,
(Jakarta: Lentera, 1999), h.151
Keburukan dan kemaksiatan ini bisa datang karena hati seseorang

dalam keadaan lengah dari dzikir kepada Allah. Ibnul Qoyyim al-Jauziyah

berkata, “Apabila hati seseorang itu lengah dari dzikir kepada Allah, maka

setan dengan serta merta akan masuk ke dalam hati seseorang dan

mempengaruhinya untuk berbuat keburukan. Masuknya setan ke dalam hati

yang lengah ini, bahkan lebih cepat daripada masuknya angin ke dalam sebuah

ruangan.”82

B. Pandangan Ibn Al-Qayyim Tentang Pengaruh Maksiat Terhadap

Penyakit Hati

Menurut Ibn Al-Qayyim, dosa dan maksiat karena hati yang sakit

menyebabkan seseorang terus terjerumus dalam perbuatan yang menjauhkan

dirinya dari Allah. Hal itu berakibat pada hilangnya berkah, rasa malu, dan

kenikmatan yang seharusnya diterima oleh hamba serta berujung pada syirik,

cinta dunia, laknat, dan kehancuran.83 Dari sinilah maka penyakit hati lebih

mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk dari penyakit-

penyakit tubuh ditinjau dari berbagai segi dan arah yang paling merugikan dan

paling besar bahayanya ialah karena penyakit hati mendatangkan madharat

atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal kebahagiaan di dunia, dan

bermudharat bagi akhiratnya.

Dari keterangan Ibn Al-Qayyim di atas, hati yang sakit menyebabkan

seseorang itu terus terjerumus kedalam perbuatan yang menjauhkan dirinya

dari Allah.
82
Ahmad bin Yusuf al-Duraiwisy, al-Istiqamah Arkaanuhu wa al-Wasailu al-Mu’inah la
Tathbiqihi, terj. Istiqamah oleh Abu Umar Basyir (Jakarta: Darul Haq, 2001) hal. 254
83
Ibn Al-Qoyyim, , Penawar Hati Yang Sakit. (Jakarta: Gema Insani, 2003) h.23
Maksiat membahayakan manusia di dunia dan di akhirat. Tidak ada

yang bisa mengetahui akibat dan pengaruhnya kecuali Allah Subhaana Wa

Ta’aala. Namun demikian, pengaruh maksiat itu dapat dirasakan.

Muhammad dalam bukunya “Kitab Tauhid” terjemahan M. Yusuf

Harun, mengatakan bahwa kemaksiatan itu bisa berdampak negatif,

sebagaimana ketaatan berdampak positif.84

Selanjutnya pada skripsi ini akan terlihat pengaruh dan bahaya

maksiat yang dapat langsung dirasakan oleh setiap diri manusia, seperti yang

dituliskan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziah dalam bukunya Aatsaarul Ma'ashi

wa Adhraaruha" (Akibat Berbuat Maksiat) :85

1. Maksiat menghalangi ilmu

Sesungguhnya ilmu adalah sinar yang diletakkan Allah di dalam

hati, sedangkan maksiat memadamkan sinar tersebut.

Imam Syafi’i duduk di depan Imam Malik. Dia membacakan

sesuatu yang membuat Imam Malik kagum. Imam Malik sangat

mengagumi kecepatannya dalam menangkap pelajaran, kecerdasannya

dan pemahamannya yang sempurna. Imam Malik berkata, “Aku

melihat, Allah telah meletakkan sinar dalam hatimu. Jangan padamkan

sinar itu dengan kegelapan maksiat.” Imam Syafi’i menjawab, “Saya

mengeluhkan hafalanku yang jelek kepada Waki’. Ia menasehatiku

untuk meninggalkan maksiat. Waki’ berkata, ‘Ketahuilah bahwa ilmu

itu anugerah dan anugerah Allah tidak diberikan kepada pelaku

maksiat.”
84
Muhammad bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, Terjemahan M.Yusu Harun, MA
(Islam.house.com, 2007). h. 71
85
Ibid, http://www.pk-sejahtera.org/v2/main.php?op=isi&id=211 7 Juli 2008
2. Maksiat menghalangi rezeki

Dalam Musnad dikatakan, “Sesungguhnya seorang hamba tidak

mendapatkan rezeki karena dosa yang dikerjakannya.”

Taqwa kepada Allah dapat mendatangkan rezeki, sementara

meninggalkan taqwa mendatangkan kefakiran dan kemiskinan.

3. Maksiat menimbulkan kerisauan dan kesepian dalam hati

Kenikmatan dunia seisinya tidak akan mampu mengimbangi

keresahan seorang manusia. Ini adalah sesuatu yang tidak dirasakan,

kecuali oleh orang-orang yang hatinya hidup. Orang mati tidak

merasakan sakit yang ditimbulkan oleh lukanya. Maksiat dapat

membuat keresahan dan keterasingan. Orang berakallah yang memilih

meninggalkan maksiat.

Tidak ada yang lebih pahit yang dirasakan seseorang di dalam

hatinya daripada kerisauan dan keterasingan dari orang lain, lebih-lebih

dari orang baik yang ada di lingkungannya. Setiap kali perasaan terasing

akan menjadi kuat, ia akan menjauhkan diri dari lingkungan dan dari

majelis mereka. Ia tidak akan mendapatkan manfaat dari orang-orang

yang baik. Akhirnya, ia mendekati kelompok setan, sebanding dengan

jauhnya ia dengan kelompok orang yang dekat dengan Allah. Perasaan

terasing ini bertambah kuat dan akhirnya menguasai dirinya. Kemudian

muncullah perasaan terasing dari keluarganya serta anak-anaknya. Iapun

menjadi risau dan tertekan.


4. Maksiat mendatangkan kesulitan

Kemaksiatan menjadikan seseorang menjumpai banyak kesulitan.

Ia tidak mendapatkan pemecahan, kecuali jalan yang serba sulit. Orang

yang bertaqwa kepada Allah mendapatkan keringanan, orang yang tidak

bertaqwa akan mendapatkan kesukaran dari Allah dalam setiap

urusannya. Sangat mengherankan, seorang hamba mendapati pintu-

pintu kebaikan dan kemaslahatan sudah tertutup bagi dirinya, sedangkan

ia tidak mengetahui asal muasalnya.

5. Maksiat menimbulkan kegelapan dalam hati

Berkatalah Abdullah ibn Abbas r.a, “Sesungguhnya untuk

kebaikan ada cahaya pada wajah, sinar pada hati, kelapangan pada

rejeki, kekuatan pada badan, dan kecintaan dari hati banyak orang

terhadap dirinya. Adapun perbuatan buruk menimbulkan warna hitam

pada wajah, kegelapan dalam hati, kelemahan pada badan, kekuranga

rezeki, dan rasa benci kepadanya di hati banyak orang.”

6. Maksiat melemahkan hati dan badan

Sesungguhnya orang mukmin itu kekuatannya terletak pada hati.

Bilamana hatinyamenguat, badannya pun menjadi kuat. Sedangkan

orang yang jahat akan rusak badannya. Walaupun berbadan kuat,

sesungguhnya ia sangat lemah. Saat memerlukan kekuatan, ia dikelabui

oleh oleh kekuatannya sendiri yang sangat diperlukannya. Kita tidak

bisa membayangkan mengenai kekuatan badan tentara Romawi dan

Persia yang akhirnya dapat dikalahkan oleh orang-orang beriman

dengan kekuatan hati.


7. Maksiat menghalangi ketaatan

Hukuman bagi pendosa adalah terhalangnya ia dari menaati Allah

dan terputusnya jalan kebaikan yang lain. Sedangkan ketaatan lebih baik

dari dunia seisinya. Ibaratnya, seseorang makan makanan yang

mendatangkan penyakit, yang akhirnya mencegahnya dari berbagai

macam makanan yang enak dan baik.

8. Maksiat mengurangi umur dan mengikis berkah

Sesungguhnya kebaikan akan menambah umur dan kejahatan

mengurangi umur. Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini.

Sebagian mengatakan bahwa kurangnya umur orang yang suka

melakukan maksiat ialah karena hilangnya berkah. Ini yang benar dan

merupakan bagian dari akibat kemaksiatan.

Ulama yang lain berpendapat, maksiat benar-benar mengurangi

umur. Ia menguranginya seperti ia mengurangi rezeki.

Allah s.w.t menjadikan berkah pada rezeki sebagai sebab yang

membuatnya bertambah banyak. Adapun berkah umur manusia juga

banyak tandanya. Bisa berupa rezeki yang bertambah banyak dan umur

yang bertambah panjang.

Para ulama mengatakan, bertambahnya atau berkurangnya itu tidak

karena sesuatu sebab. Rezeki dan ajal, bahagia dan sengsara, kesehatan

dan penyakit, kekayaan dan kemiskinan, merupakan ketetapan dari

Allah. Kelompok lain berpendapat bahwa pengaruh dari maksiat itu ada

pada panjang pendeknya umur, karena hakekat hidup merupakan


kehidupan kalbu. Oleh karena itu, Allah menjadikan orang kafir sebagai

orang mati.

9. Maksiat melemahkan hati untuk berbuat kebajikan

Maksiat tumbuh sedemikian rupa sehingga terasa berat bagi

seseorang untuk meninggalkan dan keluar darinya. Para salaf

mengatakan bahwa buah dari keburukan adalah keburukan pula.

Sesungguhnya pahala dari kebaikan adalah kebaikan pula. Bila

seseorang hamba berbuat kebajikan, amal kebajikan lain akan berkata,

“Amalkan aku juga.” Kalau ia mengerjakan amal yang kedua tadi, amal

kebaikan yang ketiga-pun menuntut hal yang sama. Dengan demikian

keuntungan menjadi bartambah berlipat ganda.

Demikian pula halnya dengan keburukan. Sikap taat dan maksiat,

sama-sama dapat menjadi sifat yang permanen dan akan menjadi

karakter yang kuat. Bila sedikit saja melalaikan ketaatan kepada Allah,

orang yang berakhlak baik akan merasa terhimpit. Bumi yang teramat

luas akan terasa sempit.

Jika pelaku maksiat meninggalkan maksiat dan berniat berbuat taat,

pasti hatinya merasa sempit, resah dan sesak. Pandangannya menjadi

buntu, ia tak rela meninggalkan kemaksiatannya. Ia lega apabila

kembali berbuat maksiat, Oleh karena itu, banyak orang fasik berbuat

maksiat lagi tanpa merasa puas dan ingin selalu mengulanginya karena

merasa sakit bila meninggalkannya.

Bila seorang hamba terus menerus menyukai ketaatan, Allah akan

mengirimkan malaikat pembawa rahmat untuknya. Malaikat tersebut


mengangkatnya dengan rahmat yang dibawa, menariknya dari tempat

tidur atau tempat duduk untuk dicurahi rahmat itu.

Kalau seseorang terus-menerus menumpuk kemaksiatan sehingga

menjadi ketagihan, Allah akan mengirim setan untuknya. Setan

mengangkat orang itu lalu menggotongnya untuk dilemparkan lagi ke

jurang kemaksiatan yang semakin dalam.

10. Maksiat melemahkan kebaikan

Maksiat merupakan hal yang paling menakutkan bagi manusia. Ia

akan melemahkan kehendak yang baik dan memperkuat kehendak yang

buruk atau keinginan berbuat maksiat. Sementara itu, keinginan untuk

bertaubat melemah sedikit dmi sedikit hingga lenyap secara keseluruhan

dari hatinya.

Perbuatan maksiat di dunia ini tidak akan mendapat sebuah

manfaat melainkan mudharat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain,

bahkan kita akan terjerumus untuk selalu ingin melakukannya berulang-

ulang kali, yang akan membuat kehancuran pada diri sendiri dan orang

lain.

Perbuatan maksiat jelas-jelas telah mempengaruhi hati, apalagi hati

yang mempunyai penyakit iri, dengki, hasud, marah, ujub, mengolok-

olok orang lain, dendam, egois, sombong, ria, kikir, berbohong,

munafik, mencari-cari kesalahan orang lain, khianat, serakah, mudah

berkeinginan, membenci kebenaran, dan menyukai kebathilan.


DAFTAR PUSTAKA

Baghdadi, Ismail Basya. al Al Hadiyyatul 'Arifiin. (III/158-159).

Bastaman, Hanna Djumhana, Integrasi Psikologi dengan Islam, (Menuju


Psikologi Islami), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997).

Burhani, Ahmad Najib, Manusia Modem Mendamba Allah Renungan Tasawuf


Positif, (Jakarta: Hikmah, 2002)

Duraiwisy, Ahmad bin Yusuf al- al-Istiqamah Arkaanuhu wa al-Wasailu al-


Mu’inah la Tathbiqihi, terj. Istiqamah oleh Abu Umar Basyir (Jakarta:
Darul Haq, 2001)

Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ihtiar Baru Van Hove, 2002.

Hadad,, As-Sayyid Al-Allamah Abdullah Menuju Kesempurnaan


Hidup,(Bandung: Mizan, 1992)

Hajar, Ibnu, Ad Durarul Kaaminah, (I/60).

Hamka, Tafsir al Azhar, (Jakarta : Panji Mas, 1983)

Hermowo dan M. Deden Ridwan, Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauhid:


Memperbaiki Diri Lewat Manajemen Qalbu, (Bandung: Hikmah-Mizan,
2002).

Jauziyyah, Ibn Al-Qoyyim, Penawar Hati Yang Sakit. (Jakarta: Gema Insani,
2003)

_____________, Jangan Dekati Zina, Terj. Tim Darul Haq-Jakarta (Jakarta:


Maktabah Ummu Salmi Al-atsari, 2007)

_____________,13 Pengaruh Maksiat, (Jakarta, Pustaka Azzam 2001), Cet. I.

_____________, Madaarijus Saalikiin, (II/337).

_____________, Muqaddimah Ighaatsatul Lahaafan. (1357 H) Cet ke-1.

_____________, Penawar Hati Yang Sakit. (Jakarta: Gema Insani, 2003)

Kamus Bahasa Arab-Indonesia. (Jakarta: 1998)

Kartono, Kartini, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental, (Bandung: Mandar


Maju, 1989)
Katsir, Ibnu al Bidayah wan Nihaayah, (XIV/95).

Khalifah. Haji Al Kasyfud Dzunuh. Urutan abjad

Kumayi, Sulaiman al- Cahaya Hati Penentram Jiwa, (Pesan-pesan Spiritual Ibnu-
Atha’illah), (Semarang: Pustaka Nuun, 2005)

Muhammad, Sayyid Abi Bakar Ibnu, Kifayatui Atqiya wa Manhq/ul Ashifa, terj.
Djamaludin Bumi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).

Mukti, Ali, A. Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga


Press,1998)

Munjid, M. Shalih Terapi Mengatasi Kecemasan, (Robbani Press, Jakarta). Cet


ke-II,

Musawi, Mujtaba, Psikologi Islam, Membangun Kembali Generasi Muda.


Terj.Youth and Moral. (Bandung : Pustaka Hidayah, 1990)

Nata, Abudin Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003)

Prasetya, Irawan, Logika dan prosedur penelitian, (Jakarta: STIA-LAN Press


1999)

Qunuji, Shadiq Hasan Khan. at-Taajul Mukallal,

Rajab, Ibnu. Dzail Thabaqat Hanaabillah (II/448).

Sriwijaya Post, Jum’at 4 Agustus 2006.

Syaikh Hakim Mu’inudin Chisty, Penyembuhan Cara Sufi, terj. Burhan Wira
Subrata, (Jakarta: Lentera, 1999)

Syekh Ibn Taimiyah. Jangan Biarkan Penyakit hati Bersem,i PT. Serambi Ilmu
Semesta. (Jakarta, 2006).

Syukur, Amin Insan Kamil: Paket Pelatihan Seni Menata Hati. (Semarang.
Lembkota. 2004).

_____________,Menggugat Tasawuf : Tanggungjawab Sosial Tawasuf Abad XXI,


(Yogyakarta: 2002.)

_____________,Intelektualisme Tasawuf. (Surabaya, Bina Ilmu. 2002)

_____________, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000)

Taimiyyah, Ibnu. Terapi Penyakit Hati. (Jakarta: Gema Insani Press. 1998).
Wahab, Muhammad bin Abdul Kitab Tauhid, Terjemahan M.Yusuf Harun, MA
(Islam.house.com, 2007).

Yamani, al Allamah as Syaukani al al Badrut Thaali’. (I/143).

Yayasan Penterjemah Al-Qur’an/Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan


Terjemahnya. Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur’an. Raja Fahd. 1971.

Zaid, Bakr ibn Abdullah Abu Ibnu Qayyim al Jauziyyah: Hayaatuhu wa


Aatsaaruhuu.

http://ikider.de/index.php?option=com_content&task=view&id=35&Itemid=30 7
Juli 2008

http://www.cimbuak.net/content/view/1237/5/ 7 Juli 2008

http://www.kaunee.com/index.php? =blog&id=103&Itemid=138 7 Juli 2008

http://www.mahoni30.org/index.php?Itemid=36&id=34&option=com 7 Juli 2008

http://www.paksi.net/modules/sentuhan_jiwa/article.php?storyid=66 7 Juli 2008

http://www.pk-sejahtera.org/v2/main.php?op=isi&id=211 7 Juli 2008

http://www.semaian.net/agritech/index.php?option=com=view&id=24&Itemid=1
57 7 Juli 2008

Anda mungkin juga menyukai