Anda di halaman 1dari 107

PENGARUH BIMBINGAN AGAMA

TERHADAP KESEHATAN MENTAL JAMAAH


MAJELIS RASULULLAH PANCORAN
JAKARTA SELATAN

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Disusun Oleh:

Udy Hariyanto
NIM: 109052000040

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI


JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 (S1) Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini, saya telah

cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari ditemukan bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau

hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juli 2015

Udy Hariyanto
PENGARUH BIMBINGAN AGAMA
TERHADAP KESEHATAN MENTAL JAMAAH
MAJELIS RASULULLAH PANCORAN
JAKARTA SELATAN

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Udy Hariyanto
NIM: 109052000040

Dibawah Bimbingan

Dra. Nasichah, MA.


NIP. 196711261996032001

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI


JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PENGARUH BIMBINGAN AGAMA TERHADAP


KESEHATAN MENTAL JAMAAH MAJELIS RASULULLAH
PANCORAN JAKARTA SELATAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada hari kamis, tanggal 9 Juli 2015. Skripsi telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 9 Juli 2015

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si. Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si.
NIP. 19690607 199503 2 003 NIP. 19650301 199903 1 001

Anggota,
Penguji I Penguji II

Prof. Dr. H. Daud Effendi, AM. Artiarini Puspita Arwan, M.Psi.


NIP. 19490504 197703 1 001 NIP. 19861109 201101 2 016

Pembimbing

Dra. Nasichah, MA.


NIP. 19671126 199603 2 001
ABSTRAK

UDY HARIYANTO
Pengaruh Bimbingan Agama Terhadap Kesehatan Mental Jamaah Majelis
Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan

Bimbingan Agama adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seorang


dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-
kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya. Tujuannya yaitu agar orang
tersebut mampu mengatasinya sendiri masalahnya, karena timbul kesadaran dan
penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga timbul pada
diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagiaan hidup masa sekarang dan masa
depannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Bimbingan Agama
terhadap Kesehatan Mental jamaah di Majelis Rasulullah Pancoran Jakarta
Selatan. Adapun rumusan masalahnya yaitu: Apakah ada pengaruh signifikan
bimbingan agama terhadap kesehatan mental jamaah di Majelis Rasulullah
Pancoran Jakarta Selatan?
Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan pendekatan kuantitatif.
Adapun penelitian ini termasuk jenis penelitian survei. Untuk mengetahui
pengaruh variabel Independent terhadap variabel Dependen dalam penelitian ini
diambil 91 sampel yang dilakukan dengan teknik Sampling Insidental dari
populasi jamaah Majelis Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan. Sementara, analisis
dan uji hipotesis menggunakan uji regresi linier sederhana dengan menggunakan
bantuan software SPSS 16.0 for windows.
Uji Hipotesis menggunakan analisis regresi linier satu prediktor
menunjukkan: Ada pengaruh signifikan bimbingan agama terhadap kesehatan
mental jamaah majelis Rasulullah Pancoran Jakarta selatan yang ditunjukkan oleh
thitung = 9.308 > ttabel dengan taraf signifikansi 0.000 < 0.05. Hasil uji korelasi
menunjukkan bahwa ada pengaruh cukup signifikan antara Bimbingan Agama
terhadap Kesehatan Mental jamaah majelis Rasulullah SAW, hal ini ditunjukkan
oleh koefesien korelasi r𝑥𝑦 = 0,702 > rtabel dimana koefesien determinasinya r2
= 0.488, yang berarti bahwa Kesehatan Mental jamaah majelis Rasulullah 48,8 %
dipengaruhi oleh Bimbingan Agama. Sedangkan dari persamaan regresi yang
didapat yaitu KM = 23.966 + 0.505 BA menunjukkan adanya hubungan positif
antara Bimbingan Agama dengan Kesehatan Mental.

Kata kunci: Bimbingan Agama, Kesehatan Mental, Majelis Rasulullah SAW

v
KATA PENGANTAR

‫ﺑــــــــــــــﺴﻢ ﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿــــــــــــــﻢ‬


Assalamu’alakum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas beribu-ribu

limpahan nikmat yang Allah berikan kepada kita semua, terlebih-lebih nikmat

Iman dan Islam. Karena dengan nikmat-nikmat itulah kita masih bisa beraktifitas

sampai saat ini.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan

kita baginda nabi Muhammad SAW. Yang karena kemuliaannyalah kita berharap

syafaatnya di hari kiamat. Disamping itu shalawat dan salam semoga terlimpah

curahkan pula kepada keluarganya, sahabatnya serta pengikutnya yang setia

sampai akhir zaman.

Rasa-rasanya tidak ada sesuatu yang paling membahagiakan bagi penulis

melainkan telah terselesaiakannya skripsi dengan judul “Pengaruh Bimbingan

Agama terhadap Kesehatan Mental Jamaah majelis Rasulullah Pancoran

Jakarta Selatan” ini. Bukan perjuangan yang mudah untuk menyelesaikan semua

ini, akan tetapi buah kesabaran dan ketekunanlah yang mewujudkannya.

Walaupun demikian penulis sadar, bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak tidak mungkin skripsi ini terselesaiakan dengan baik.

Oleh karenanya, tidak ada hal lain yang lebih utama melainkan penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terutama kedua orang tua

penulis, Bapak (Haryoto) dan Ibu (Dominingsih) yang senantiasa memberikan

dukungan dan do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu

vi
tentu penulis juga sangat berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu

penulis dalam penelitian ini yang diantaranya:

1. Dr. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku

Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Raudhonah, MA. selaku Wakil Dekan

Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi, M.Si. selaku Wakil Dekan

Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kerjasama.

2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam, Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si. selaku Sekretaris

Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dra. Nasichah, MA. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk membimbing dan

mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini dengan penuh kesabaran

dan keikhlasan.

4. Almarhumah Dr. Elidar Husein, MA. Semoga Allah SWT menempatkannya

ditempat yang terbaik. Terimakasih atas segala bimbingannya semoga Allah

SWT membalas dengan kebaikan yang berlimpah.

5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada

penulis selama perkuliahan.

6. Keluarga besar jamaah majelis Rasulullah SAW, terutama staf dan crew

majelis Rasulullah SAW terkhusus Habib Muhammad Al Kaff, Jazakallah

khaeran.

vii
7. Teman-teman Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam program beasiswa

Kementrian Agama angkatan 2009, yang berjuang bersama menuntut ilmu

selama perkuliahan.

8. Keluarga besar Pesantren Luhur Sabilussalam, terutama angkatan 2011,

Mizan, Renong, Sufyan, Arwing, Oca, Ulfah, Irfan, Feni, Putri, Ina, Fachria,

Ikhwan, Tiflen, Akew, Haidir.

9. Warga RW 09 Cempaka Putih khususnya Jamaah masjid Darussalam yang

telah memberi kesempatan pada penulis untuk bersosialisasi dan

mengaplikasikan ilmu-ilmu yang penulis dapatkan baik selama di pesantren

maupun diperkuliahan.

10. Mas Dany dan Mba’ Farah beserta sikecil Ayesha dan Naufal, yang telah

banyak memberi dukungan baik berupa materi maupun motivasi.

11. Semua pihak yang tidak tercantum dalam pengantar ini yang juga membantu

penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya, dan

kesuksesan selalu bersama kita dengan segala keridhoaanNya. Amiin.

Wassalamu’alakum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta,
Juli 2015 M
Ramadhan 1436 H

Udy Hariyanto

viii
DAFTAR ISI

ABSTRAK............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR.......................................................................................... vi
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka............................................................................... 7
E. Sistematika Penulisan........................................................................ 10

BAB II LANDASAN TEORITIS .................................................................... 12


A. Bimbingan Agama............................................................................. 12
1. Pengertian Bimbingan.................................................................. 12
2. Pengertian Agama......................................................................... 14
3. Definisi Bimbingan Agama.......................................................... 15
4. Tujuan Bimbingan Agama............................................................ 16
5. Fungsi Bimbingan Agama............................................................ 17
6. Metode Bimbingan Agama.......................................................... 18
7. Materi Bimbingan Agama............................................................ 21

ix
8. Syarat Pembimbing Agama...............................................................24

9. Sasaran Bimbingan Agama...............................................................26

B. Kesehatan Mental...................................................................................27

1. Pengertian Kesehatan Mental............................................................27

2. Gangguan Kejiwaan dan Penyakit Jiwa............................................29

3. Unsur-unsur Sehat Mental.................................................................35

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental......................39

C. Hubungan Bimbingan Agama dan Kesehatan Mental...........................43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................47

A. Metode Penelitian................................................................................47

B. Lokasi dan Waktu Penelitian...............................................................48

C. Subjek dan Objek Penelitian................................................................48

D. Variabel Penelitian...............................................................................48

E. Sumber Data........................................................................................49

F. Populasi dan Sampel............................................................................50

G. Hipotesis Penelitian.............................................................................52

H. Definisi Operasional dan Indikator Variabel.......................................52

I. Teknik Pengumpulan Data...................................................................57

J. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen..............................................58

K. Teknik Analisa Data............................................................................62

1. Uji Regresi Linier Sederhana.........................................................62

2. Uji Koefesien Korelasi...................................................................63

3. Uji Koefesien Determinasi.............................................................65


x
4. Uji Koefesien Korelasi Parsial (Uji t)............................................65
BAB IV GAMBARAN UMUM MAJELIS RASULULLAH PANCORAN

JAKARTA SELATAN.............................................................................67

A. Sejarah dan Perkembangan Majelis Rasulullah...................................67

B. Visi, Misi dan Tujuan Majelis Rasulullah...........................................71

C. Program-program Majelis Rasulullah.................................................72

D. Pelaksanaan Bimbingan Agama di Majelis Rasulullah.......................75

E. Struktur Kepengurusan Majelis Rasulullah.........................................78

BAB V TEMUAN DAN ANALISIS DATA..........................................................81

A. Identifikasi Responden.........................................................................81

B. Pengaruh Bimbingan Agama Terhadap Kesehatan Mental

Jamaah Majelis Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan.........................83

1. Uji Regresi Linier Sederhana.........................................................85

2. Uji Koefesien Korelasi...................................................................86

3. Uji Koefesien Determinasi.............................................................86

4. Uji Koefesien Korelasi Parsial (Uji t)............................................87

BAB VI PENUTUP..................................................................................................88

A. Kesimpulan............................................................................................88

B. Saran.......................................................................................................89

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................90

LAMPIRAN...............................................................................................................93

xi
DAFTAR TABEL

1. Tabel 1. Definisi Operasional dan Indikator Variabel Penelitian....................52

2. Tabel 2. Skala Likert........................................................................................57

3. Tabel 3. Blue Print Skala Bimbingan Agama Sebelum Uji Instrumen............60

4. Tabel 4. Blue Print Skala Bimbingan Agama Setelah Uji Instrumen..............60

5. Tabel 5. Blue Print Skala Kesehatan Mental Sebelum Uji Instrumen.............61

6. Tabel 6. Blue Print Skala Kesehatan Mental Seetelah Uji Instrumen.............61

7. Tabel 7. Interval Koefesien Korelasi dan Kekuatan Hubungan.......................64

8. Tabel 8. Identifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin..........................81

9. Tabel 9. Identifikasi Responden Berdasarkan Usia.........................................81

10. Tabel 10. Identifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan...............82

11. Tabel 11. Identifikasi Responden Berdasarkan Pekerjaan...............................83

12. Tabel 12. Out Put Pengolahan Data dengan SPSS 16.0 for Windows.............84

13. Tabel 13. Koefesien Regresi Linier Sederhana................................................85

14. Tabel 14. Koefesien Korelasi...........................................................................86

15. Tabel 15. Koefesien Determinasi.....................................................................87

xii
DAFTAR

1. Surat Keterangan Penelitian

2. Surat Keterangan Pembimbing Skripsi

3. Daftar Kuesioner Pretest

4. Tabel Skor Jawaban dan Uji Validitas Variabel X Pretest

5. Tabel Skor Jawaban dan Uji Validitas Variabel Y Pretest

6. Daftar Kuesioner Postest

7. Tabel Skor Jawaban Postest Variabel X

8. Tabel Skor Jawaban Postest Variabel Y

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbagai kesibukan telah membuat kebanyakan manusia mengalami

kejenuhan, stres, depresi serta masalah-masalah psikologis lainnya. Di sisi

lain perkembangan zaman memaksa manusia untuk mengikuti skenario sosial

yang ada di masyarakat dengan berbagai tuntutan. Masalah ini juga sangat

rentan menimbulkan masalah-masalah mental atau psikologis seperti cemas,

putus asa atau perilaku-perilaku menyimpang, terutama apabila mereka tidak

mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial tersebut. Menurut Achmad

Mubarok sebagai akibat dari sikap hipokrit yang berkepanjangan, maka

manusia modern mengidap gangguan kejiwaan antara lain berupa:

kecemasan, kesepian, kebosanan, perilaku menyimpang dan psikosomatis.1

Kebutuhan manusia tidak terbatas pada kebutuhan fisik saja akan

tetapi juga kebutuhan psikologis. Ketenangan jiwa merupakan unsur penting

dalam menjalani kehidupan. Karena, dengan jiwa yang sehatlah kita bisa

menikmati segala sesuatu yang kita lakukan di dalam kehidupan. Yusak

Burhanuddin dalam bukunya kesehatan mental menjelaskan bahwa orang

yang sehat mentalnya mempunyai pribadi yang normal. Mereka akan

bertindak dan berperilaku baik agar dapat diterima oleh masyarakat. Selain

1
Achmad Mubarok, Jiwa Dalam Al Quran; Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern
(Jakarta: Paramadina, 2000), h. 8.

1
2

itu, dalam karakter dirinya terdapat kesesuaian dengan norma dan pola hidup

masyarakat.2

Terbebas dari gangguan mental atau psikologis merupakan dambaan

setiap orang. Akan tetapi, tidak dipungkiri bahwa sebagaian manusia secara

tak sadar terkena masalah ini. Walaupun demikian, lain orang lain pula

masalah psikologis yang dihadapinya, dari yang ringan misalnya stres sampai

yang lebih parah seperti hilangnya ingatan. Berbagai masalah mental yang

mendera manusia pada dasarnya diawali dari ketidak mampuan seseorang

dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Di sisi lain manusia

cenderung memandang setiap permasalahan kehidupannya merupakan

masalah besar yang hanya dialami oleh dirinya. Sehingga pikiran-pikiran

tersebut menumbuhkan gejolak didalam jiwa seseorang yang akhirnya

mengganggu kesehatan mentalnya.

Dengan segala kemampuannya manusia telah sanggup menguasai

berbagai hal yang ada di bumi maupun di laut. Akan tetapi sampai saat ini

manusia belum mampu menundukkan dirinya sendiri, banyak manusia yang

tidak paham terhadap dinamika yang bekerja dalam dirinya. Kontradiksi yang

terjadi di masyarakat terkadang membuat kita bingung, seperti ada orang

yang nampaknya senang dengan banyak harta, berkedudukan tinggi dengan

pangkat dan jabatannya, namun ternyata tidak merasakan kebahagiaan. Di sisi

lain ada orang yang hidupnya sederhana tidak berlimpah harta dan juga tidak

mempunyai jabatan namun mereka bisa merasakan kebahagiaan dan

ketenangan jiwa dalam hidup. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan lahiriyah

2
Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental (Jakarta: Pustaka Setia, 1999), h. 13.
3

tidak mencerminkan keadaan jiwa seseorang demikian pula dengan

kesehatan mental seseorang, sangat dipengaruhi oleh banyak faktor baik

faktor internal maupun faktor eksternal.

Terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi kesehatan mental,

data yang diumumkan badan kesehatan dunia WHO menunjukkan bahwa

penderita gangguan mental sudah sangat tinggi, hampir 450 juta orang di

seluruh dunia menderita gangguan mental dan sepertiganya tinggal di negara

berkembang dan sekitar delapan dari sepuluh penderita gangguan mental itu

tidak mendapatkan perawatan. 3


Sedangkan di Indonesia sendiri penderita

gangguan jiwa seperti yang dilaporkan Direktur Bina Kesehatan Jiwa

Kementerian Kesehatan Diah Setia Utami diperkirakan jumlah penderita

gangguan jiwa di seluruh indonesia mencapai 18.000 jiwa. 4


Selain itu

kementerian kesehatan juga memperkirakan sebanyak 19 juta jiwa atau

sekitar 11,6 persen penduduk Indonesia mengalami gangguan mental

emosional, termasuk depresi.5

Di tengah-tengah masyarakat yang banyak mengalami berbagai

masalah psikologis Majelis Rasulullah datang memberikan solusi untuk

mendapatkan ketenangan batin dengan bimbingan agama yang diberikan

kepada para jamaahnya. Pada awalnya majelis ini hanya majelis pengajian

biasa yang dipimpin oleh habib Munzir Al Musawwa, namun seiring waktu

majelis ini menjadi majelis besar yang mana pada setiap kegiatannya di

3
Lusia Kus Anna, http://health.kompas.com/WHO.450.Juta.Orang.Menderita.
Gangguan.Jiwa, diakses tanggal 24 Maret 2013 pukul 15. 30 wib
4
B Kunto Wibisono, http://www.antaranews.com/18000-penderita-gangguan-jiwa-di-
indonesia-dipasung, diakses tanggal 24 Maret 2013 pukul 15. 30 wib
5
Rin, http://www.beritasatu.com/berita-utama/dua-puluhribuan-orang-dipasung-di-
indonesia.html, diakses tanggal 24 Maret 2013 pukul 15. 30 wib
4

datangi oleh jamaah dari berbagai daerah. Walaupun majelis ini berada di

tengah hedonisme kehidupan kota Jakarta, akan tetapi nampaknya tidak

menghalangi para jamaah untuk datang dalam setiap acaranya. Dalam

pandangan penulis ada hal yang menarik di sini, majelis pengajian biasa yang

berada di tengah kota besar dimana masyarakatnya sibuk dengan segala

aktifitasnya masing-masing namun mampu menghimpun jamaah yang

jumlahnya ribuan.

Bimbingan agama yang dilaksanakan di Majelis Rasulullah

sebenarnya tidak berbeda dengan majelis pada umumnya. Akan tetapi,

jamaahnya dari tahun-ketahun cenderung meningkat. Dari peningkatan

jamaah yang siknifikan tersebut mengidikasikan bahwa masyarakat dapat

mengambil manfaat setelah mengikuti kegiatan majelis Rasulullah.

Jika kita kaitkan antara masyarakat yang banyak mengalami gangguan

mental akibat berbagai kesibukan dalam kehidupan khususnya di tengah kota

besar, dan solusi apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan ketenangan

jiwa, maka dzikir atau mengingat Allah merupakan jawabannya. Hal ini

sejalan dengan apa yang dijelaskan dalam Al Quran surat Ar Ra’d ayat 28:

                


        
  

Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi

tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-

lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar Ra’d, 28)

Ayat di atas dengan jelas menjelaskan bahwa untuk memperoleh

ketenangan hati atau ketenangan jiwa maka perbanyaklah dengan bedzikir


5

atau mengingat Allah SWT. Karena sesungguhnya yang memberikan

ketenangan pada diri manusia hanyalah Allah SWT sebagai mana dijelaskan

dalam Al Quran surat Al Fath ayat 4:

                   


     

Artinya: Dia-lah yang Telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-

orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan

mereka (yang Telah ada). (QS. Al Fath, 4)

Oleh karena itu sangat masuk akal apabila kemudian majelis-majelis yang ada

banyak didatangi orang untuk mendapatkan ketenangan jiwa.

Pelaksanaan bimbingan agama islam di Majelis Rasulullah Pancoran

Jakarta Selatan sangat representatif untuk diteliti karena beberapa alasan;

Pertama, majelis Rasulullah merupakan majelis terbesar di kota Jakarta.

Kedua, metode bimbingan agamanya mengkolaborasikan antara dzikir,

shalawat, dan ceramah agama. Ketiga, fokus materi tausiyahnya mencakup

aqidah, syari’ah, dan akhlaq, yang berorientasi pada mengagungkan dan

meneladani akhlaq Rasulullah SAW. Keempat, mejelis rasulullah tidak hanya

bergerak untuk memberikan bimbingan agama saja akan tetapi juga bergerak

dalam misi-misi sosial khususnya pengembangan pendidikan.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut sehingga penulis

tertarik untuk meneliti tentang bimbingan agama yang dilaksanakan di

majelis Rasulullah dengan judul “PENGARUH BIMBINGAN AGAMA

TERHADAP KESEHATAN MENTAL JAMAAH MAJELIS

RASULULLAH PANCORAN JAKARTA SELATAN “.


6

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terperinci dan akurat maka

pembahasannya penulis batasi pada hal-hal yang berhubungan dengan

pengaruh bimbingan agama terhadap kesehatan mental jamaah Majelis

Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan. Oleh karena itu, berdasarkan

pembatasan masalah tersebut maka permasalahannya dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh signifikan bimbingan agama terhadap kesehatan

mental jamaah di Majelis Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah yang sudah

dikemukakan, penelitian ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh signifikan bimbingan agama

terhadap kesehatan mental jamaah di Majelis Rasulullah Pancoran

Jakarta Selatan.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara akademis

Secara akademis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

bahan untuk mengembangkan pelaksanakan bimbingan agama di

Majelis Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan, serta menambah

literatur dan khasanah keilmuan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan

Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


7

b. Secara praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat membantu

berbagai pihak untuk menyelesaikan berbagai permasalahan

psikologis serta gangguan mental khususnya dengan bimbingan

agama yang dilaksanakan di majelis Rasulullah, serta membantu para

jamaah untuk menemukan cara dalam menyelesaikan masalah

psikologisnya.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam menyusun skripsi ini penulis telah melakukan studi pustaka

baik di perpustakaan fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam

negeri Syarif Hidayatullah Jakarta maupun di perpustakaan Umum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan sejauh pengamatan

penulis, penulis menemukan beberapa penelitian yang berhubungan dengan

kesehatan mental serta penelitian-penelitian yang pernah dilakukan pada

Majelis Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan diantaranya yaitu;

1. Maryanah (BPI), Efektifitas Konseling Keagamaan Terhadap Jamaah di

Majelis Rasulullah Masjid Al Munawar Pancoran Jakarta Selatan

(Jakarta: Fak Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2009). Penelitian ini berisi tentang efektifitas konseling keagamaan di

Majelis Rasulullah Masjid Al Munawar Pancoran Jakarta Selatan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Adapun hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa


8

konseling keagamaan di Majelis Rasulullah Masjid Al Munawar

Pancoran Jakarta Selatan berjalan dengan efektif.

2. Ai Rahmi Nursobah (BPI), Pengaruh Dzikir Terhadap Kesehatan Mental

Jamaah Pondok Pesantren As Salafiyah Cibaregbeg Cibeber Cianjur

(Jakarta: Fak Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2007). Penelitian ini berisi tentang pengaruh dzikir terhadap kesehatan

mental Jamaah Pondok Pesantren As Salafiyah Cibaregbeg Cibeber

Cianjur. Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan

metode analisis deskriptif ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh dzikir

yang signifikan terhadap kesehatan mental Jamaah Pondok Pesantren As

Salafiyah Cibaregbeg Cibeber Cianjur.

3. Rosyidin (PAI), Pengaruh Puasa Terhadap Kesehatan Mental Siswa Di

MTs Al Khairiyah Kedoya Selatan Jakarta Barat (Jakarta: Fak Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011).

Penelitian ini membahas tentang pengaruh puasa terhadap kesehatan

mental siswa di MTs Al Khairiyah Kedoya Selatan Jakarta Barat. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif. Adapun hasilnya yaitu menyatakan bahwa puasa hanya

memiliki pengaruh sebesar 30 persen terhadap kesehatan mental siswa di

MTs Al Khairiyah Kedoya Selatan Jakarta Barat selebihnya dipengaruhi

oleh faktor lain.

4. Ahmad Fauzan (KPI), Peranan Majelis Rasulullah Dalam Membina

Akhlak Remaja Masjid Al munawar Pancoran Jakarta Selatan (Jakarta:

Fak Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008). Isi
9

dari penelitian ini yaitu tentang Peranan Majelis Rasulullah Dalam

Membina Akhlak Remaja Masjid Al munawar Pancoran Jakarta Selatan.

5. Tini Aulawiyah Komba (BPI), Pengaruh Pelaksanaan Dzikir Syifa’

Terhadap Kesehatan Mental Korban Pecandu Narkotika, Psikoterapi dan

Zat Adiktif (NAPZA) di Yayasan Nurus Syifa’ Kalapa Dua Jakarta Barat

(Jakarta: Fak Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2008). Penelitian ini membahas tentang Pengaruh Pelaksanaan Dzikir

Syifa’ Terhadap Kesehatan Mental Korban Pecandu Narkotika,

Psikoterapi dan Zat Adiktif (NAPZA) di Yayasan Nurus Syifa’ Kalapa

Dua Jakarta Barat.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini terbagi dalam lima bab yaitu:

Bab I Pendahuluan, bab ini mebahas hal-hal yang menyangkut latar

belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teoritis, dalam bab ini dijelaskan mengenai deskripsi

teoritis tentang bimbingan agama yang mencakup pengertian bimbingan,

pengertian agama, definisi bimbingan agama, tujuan bimbingan agama,

fungsi bimbingan agama, metode bimbingan agama, materi bimbingan

agama, syarat-syarat pembimbing agama dan sasaran bimbingan agama.

Selain itu, di deskripsikan pula tentang kesehatan mental yang mencangkup

pengertian kesehatan mental, gannguan kejiwaan dan sakit jiwa, unsur-unsur

sehat mental, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental. Dan


1

diakhiri dengan pembahasan hubungan bimbingan agama dan kesehatan

mental.

Bab III, dalam bab ini dijelaskan tentang metodologi penelitian yang

meliputi metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian, subjek dan objek

penelitian, variabel penelitian, sumber data, populasi dan sampel, hipotesis

penelitian, definisi operasional dan indikator variabel, teknik pengumpulan

data, uji validitas dan reliabilitas instrumen, dan teknik analisa data.

Bab IV Gambaran Umum Majelis Rasulullah, dalam bab ini

dijelaskan tentang seluk-beluk Majelis Rasulullah diantaranya, sejarah

perkembangan, visi, misi dan tujuannya, program-program, pelaksanaan

bimbingan agama di Majelis Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan serta

struktur kepengurusan Majelis Rasulullah.

Bab V Hasil Penelitian, bab ini menjelaskan tentang temuan dan

analisis data yang mencangkup, identifikasi responden, dan pengaruh

bimbingan agama terhadap kesehatan mental jamaah majelis Rasulullah

Jakarta Selatan.

Bab VI Penutup, dalam bab ini dikemukakan kesimpulan hasil

penelitian dan saran sehubungan telah dilakukannya penelitian tersebut.


BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Bimbingan Agama

1. Pengertian Bimbingan

Bimbingan agama berasal dari dua kata yaitu bimbingan dan

agama. Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari

bahasa inggris guidance. Sementara guidance sendiri berasal dari kata to

guide yang artinya menuntun, mempedomani, menjadi petunjuk jalan,

mengemudikan. 6
Sedangkan pengertian bimbingan secara harfiyah

adalah menunjukkan, memberi jalan, atau menuntun orang lain kearah

tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya masa kini, dan yang akan datang.7

Adapun definisi bimbingan sendiri para ahli mempunyai pendapat

yang berbeda-beda berdasarkan sudut pandang masing-masing. Diantara

pendapat para ahli tentang definisi bimbingan adalah sebagai berikut.

a. Rachman Natawidjaya, bimbingan adalah suatu proses


pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami
dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat
bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan
lingkungan, sekolah, keluarga, dan masyarakat, serta kehidupan
umumnya. Dengan demikian, ia dapat mengecap kebahagiaan
hidup dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi
kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan membantu
individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai
makhluk sosial.8
6
M. Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan Untuk Fakultas Tarbiyah,
(Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal. 9
7
M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT
Golden Terayon Press, 1994), hal. 1
8
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 5

11
1

b. Djumhur dan Moh. Surya, bimbingan adalah suatu proses


pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada
individu dalam memecahkan masalah yang di hadapinya, agar
tercapai kemampuan untuk memahami dirinya (self
understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self
acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self
direction), dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self
realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam
mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga,
sekolah, maupun masyarakat.9

c. Winkel sebagaimana di kutip Hamdani mendefinisikan


bimbingan adalah:
1) Usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan,
pengalaman, dan informasi tentang dirinya sendiri.
2) Cara untuk memberikan bantuan kepada individu untuk
memahami dan mempergunakan secara efesien dan efektif
segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan
pribadinya.
3) Sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka
dapat menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat,
dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat
menyesuaikan diri dengan memuaskan diri dalam lingkungan
tempat mereka hidup.
4) Proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu
dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan
pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, dan
memilih, menentukan, dan menyusun rencana sesuai dengan
konsep dirinya dan tuntutan lingkungan.10

d. Hallen mendefinisikan bimbingan sebagai suatu proses


pemberian bantuan yang terus menerus dari seorang
pembimbing, yang telah dipersiapkan kepada individu yang
membutuhkannya, dalam rangka mengembangkan seluruh
potensi yang dimilikinya secara optimal dengan menggunakan
berbagai media dan teknik bimbingan dalam suasana asuhan
yang normatif agar tercapai kemandirian, sehingga bermanfaat
bagi dirinya dan bagi lingkungannya.11

9
M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), hal. 7
10
Hamdani, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung, Pustaka Setia, 2012), hal. 80
11
Ibid., hal. 82
1

2. Pengertian Agama

Kata agama merupakan terjemahan dari bahasa arab Ad Din. Dalam

praktek kata Ad Din dalam bahasa arab sering dimaknai agama dalam

bahasa indonesia. Arti agama dalam kamus bahasa Indonesia adalah

segenap kepercayaan (kepada Tuhan, dewa, dsb) serta dengan ajaran

kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan

itu.12

Sedangkan pengertian agama menurut M. Arifin dibagi menjadi

dua aspek, yaitu:13

a. Aspek subyektif (pribadi manusia)

Agama mengandung pengertian tentang tingkah laku manusia,

yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan yang berupa getaran batin,

yang mengatur dan menggerakkan tingkah laku tersebut kepada pola

hubungan dengan masyarakat serta alam sekitarnya.

b. Aspek obyektif (doktriner)

Agama dalam pengertian ini mengandung nilai-nilai ajaran

Tuhan yang bersifat menuntun manusia kearah tujuan yang sesuai

dengan kehendak ajaran tersebut. Berdasarkan aspek ini agama juga

dapat diartikan peraturan yang bersifat Ilahi (dari Tuhan) yang

menuntun orang-orang berakal budi ke arah ikhtiar untuk mencapai

kesejahteraan hidup di dunia dan memperoleh kebahagiaan hidup di

akhirat.

12
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, ed. 3, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2014), hal. 10
13
M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT
Golden Terayon Press, 1994), hal. 1
1

Menurut Harun Nasution, agama adalah:14

a. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan


ghaib yang harus dipatuhi.
b. Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai
manusia.
c. Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung
pengakuan pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia
dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
d. Kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara
hidup tertentu.
e. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari sesuatu kekuatan
ghaib.
f. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini
bersumber pada sesuatu kekuatan ghaib.
g. Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbul dari perasaan
lemah dan perasaan takut dari kekuatan misterius yang terdapat
dalam alam sekitar manusia. Ajaran-ajaran yang diwahyukan
Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.

3. Definisi Bimbingan Agama

Adapun definisi tentang bimbingan agama secara utuh berdasarkan

pendapat para ahli yaitu sebagai berikut:

a. M. Arifin mendefinisikan bimbingan dan penyuluhan agama


adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seorang dalam
rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami
kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar
orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena timbul
kesadaran dan penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang
Maha Esa, sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya
harapan kebahagiaan hidup masa sekarang dan masa
depannya.15

b. Rasyidan, mendefinisikan bimbingan dan penyuluhan agama


sebagaimana dikutip oleh Imam Sayuti Farid dalam bukunya
yang berjudul pokok-pokok bahasan tentang bimbingan dan
penyuluhan agama sebagai teknik dakwah adalah suatu proses
pemberian bantuan kepada individu atau kelompok masyarakat,
dengan tujuan untuk memfungsikan seoptimal mungkin nilai-
nilai keagamaan dalam kebulatan pribadi atau tatanan

14
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 12
15
M. Arifin, Pokok-pokok Pikiran Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), hal. 25
1

masyarakat, sehingga dapat memberikan manfaat bagi dirinya


dan masyarakat.16

Dengan demikian berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa bimbingan agama merupakan suatu proses pemberian

bantuan secara terus-menerus yang diberikan oleh pembimbing kepada

terbimbing tentang nilai-nilai ajaran Agama. Dengan tujuan agar

terbimbing mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta

mampu menghadapi segala persoalan hidupnya dengan potensi yang

dimilikinya. Karena, timbulnya kesadaran dan penyerahan diri terhadap

kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga memperoleh kebahagiaan

hidup di dunia maupun di akhirat.

4. Tujuan Bimbingan Agama

M. Arifin berpendapat bahwa bimbingan dan penyuluhan agama

dimaksudkan untuk membantu si terbimbing supaya memiliki religious

reference (sumber pegangan keagamaan) dalam memecahkan problem.

Bimbingan dan penyuluhan agama yang ditujukan kepada terbimbing

membantu si terbimbing agar dengan kesadaran serta kemampuannya

bersedia mengamalkan ajaran agamanya.17

Secara garis besar bimbingan agama tentu bertujuan untuk

mendapatkan kebahagiaan, baik didunia maupun diakhirat. Akan tetapi,

apabila dirinci pokok-pokok dari tujuan bimbingan agama kurang lebih

16
Imam Sayuti Farid, Pokok-pokok Bahasan tentang Bimbingan Penyuluhan Agama
sebagai Tenik Dakwah, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), hal. 25.
17
M. Arifin, Pokok-pokok Pikiran Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), hal. 29
1

seperti apa yang dikatakan oleh Samsul Munir Amin bahwa bimbingan

konseling dalam islam memiliki tujuan:18

a. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan


kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan
damai (muthmainnah), besikap lapang dada (radhiyah), dan
mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah tuhannya
(mardhiyah).
b. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, dan kesopanan
tingkah laku yang dapat memeberikan manfaat, baik pada diri
sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun
lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
c. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu
sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi,
kesetiakawanan, tolong menolong, dan rasa kasih sayang.
d. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu
sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat
taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya,
serta ketabahan menerima ujian-Nya.
e. Untuk menghasilkan potensi Ilahiah, sehingga dengan potensi
itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan
baik dan benar, ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai
persoalan hidup dan dapat memberikan kemanfaatan dan
keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek
kehidupan.

5. Fungsi Bimbingan Agama

Secara umum bimbingan agama memiliki 3 fungsi yaitu fungsi

pencegahan (preventif), pengentasan, pemeliharaan dan pengembangan.19

a. Fungsi pencegahan

Fungsi pencegahan mengandung arti bahwa dengan bimbingan

akan dapat mencegah terbimbing dari berbagai permasalahan

jiwa/rohani.

18
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 43
19
Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press,
2014), hal. 3
1

b. Fungsi pengentasan

Fungsi pengentasan terkadang disebut juga fungsi perbaikan

yaitu bahwa bimbingan befungsi untuk memecahkan atau

menanggulangi permasalahan rohani yang dialami terbimbing.

c. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan

Bimbingan berfungsi memelihara dan mengembangkan potensi

dan kondisi positif terbimbing sehingga mampu berkembang secara

terarah dan berkelanjutan.

6. Metode Bimbingan Agama

Metode berarti jalan yang harus dilalui. Metode sendiri berasal dari

dua kata yaitu meta yang berati melalui dan hodos yang berarti jalan. Jadi

metode bimbingan agama adalah jalan atau cara yang dilalui oleh

pembimbing untuk menyampaikan materi-materi agama kepada

terbimbing.

Ada beberapa metode yang dapat dilakukan dalam menyampaikan

bimbingan diantaranya yaitu:20

a. Metode wawancara

Wawancara adalah suatu cara untuk memperoleh fakta-fakta kejiwaan

yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya

hidup kejiwaan terbimbing pada saat tertentu yang memerlukan

bantuan. Namun demikian wawancara dapat berjalan dengan baik

apabila terpenuhinya hal-hal berikut:

1) Pembimbing harus bersikap kooperatif terhadap terbimbing.

20
M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT
Golden Terayon Press, 1994), hal. 44-50
1

2) Terbimbing harus dapat dipercaya oleh terbimbing sebagai

pelindung.

3) Pembimbing harus dapat menciptakan situasi dan kondisi yang

memberikan perasaan damai dan aman serta santai.

4) Pembimbing harus dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan yang

tidak menyinggung perasaan terbimbing.

5) Pembimbing harus dapat menunjukkan etikat baiknya menolong

terbimbing mengatasi segala kesulitan yang sedang dihadapi.

6) Masalah yang ditanyakan oleh pembimbing harus benar-benar

mengenai sasaran yang ingin diketahui.

7) Pembimbing harus menghormati harkat dan martabat terbimbing.

8) Pembimbing harus menyediakan waktu yang cukup terhadap

berlangsungnya wawancara, serta bersikap sabar, tenang dan

konsisten.

9) Pembimbing harus dapat menyimpan rahasia pribadi terbimbing.

b. Metode bimbingan kelompok (group guidance)

Metode kelompok adalah suatu metode pengungkapan jiwa atau batin

serta pembinaannya melalui kegiatan kelompok, seperti ceramah,

diskusi, seminar, simposium atau dinamika kelompok. Metode ini

menghendaki adanya hubungan timbal balik baik antara pembimbing

dengan terbimbing maupun antar sesama terbimbing.

c. Metode mengarahkan (direktif)

Metode direktif adalah metode yang bersifat mengarahkan

kepada terbimbing untuk berusaha mengatasi kesulitan (problema)


1

yang dihadapi. Pengarahan yang diberikan kepada terbimbing yaitu

dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap

permasalahan yang menjadi sebab kesulitan yang dialami terbimbing.

d. Metode tidak mengarahkan (non-direktif)

Metode non-direktif yaitu metode yang memberikan kesempatan

kepada terbimbing untuk mengungkapkan segala permasalahan yang

dihadapinya. Pembimbing lebih bersikap tenang mendengarkan dan

memperhatikan serta mencatat poin-poin permasalahan yang

disampaikan terbimbing. Sehingga akan muncul kesadaran pada

terbimbing apa yang seharusnya dilakukannya.

e. Metode penganalisahan jiwa (psikoanalitis)

Metode ini berasal dari metode psiko-analisis Freud yang

digunakan untuk mengungkapkan segala tekanan perasaan yang sudah

tidak lagi disadari. Metode ini mengasumsikan bahwa perasaan-

perasaan tertekan masa lalu yang tidak terselesaikan akan menumpuk

dan mengendap dalam dalam lapisan jiwa bawah sadar.

Pada saat tertentu, perasaan tersebut akan muncul dalam

berbagai bentuk seperti mimpi atau bentuk kesalahan-kesalahan yang

tidak disadari. Oleh karenanya untuk mengatasinya diperlukan

psikoanalitis atau penganalisahan jiwa.

f. Metode sosiometri

Metode sosiometri yaitu metode yang digunakan untuk

mengetahui kedudukan terbimbing dalam hubungan kelompok.


2

7. Materi Bimbingan Agama

Pokok-pokok materi bimbingan agama yaitu meliputi:21

a. Akidah

Dari segi bahasa akidah bearti ikatan atau pengikat. Sedangkan

dalam arti teknis akidah yaitu suatu yang mengikat (mempertalikan)

antara jiwa makhluk yang diciptakan dengan khalik yang

menciptakan. Pokok akidah Islam yaitu mengEsakan Allah SWT,

yaitu bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah.

Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 73:

           


     
 

             


  g 


   

Artinya: Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan:

"Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-

kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa. jika mereka tidak

berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang

kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (QS Al

Maidah, 73)

Adapun ruang lingkup akidah yaitu:

1) Iman kepada Allah

2) Iman kepada Malaikat-Nya

21
M. Bambang Pranowo, dkk, Materi Bimbingan dan Penyuluhan Bagi Penyuluh
2
Agama Islam Terampil, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), hal. 5-35
2

3) Iman kepada Kitab-kitab-Nya

4) Iman kepada Rasul-rsul-Nya

5) Iman kepada Hari Akhirat

6) Iman kepada Qadha dan Qadhar.

b. Syari’ah

Syariah dari segi bahasa berarti jalan, sedangkan secara istilah

yaitu sistem norma Ilahi atau peraturan yang mengatur hubungan

manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia

dan hubungan manusia dengan alam lainnya. Allah SWT berfirman:

               


   

       




Artinya: Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. dia Telah

memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama

yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS Yusuf,

40)

Syari’ah terdiri dari aspek:

1) Ibadah

Ibadah dalam arti luas adalah segala amalan untuk

mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan dengan niat

mencari keridhaannya. Ibadah diantaranya mencakup:

a) Thaharah

b) Shalat

c) Zakat
2

d) Puasa

e) Haji

2) Muamalah meliputi:

a) Hukum Perdata (Al-qanunu’I khas) diantaranya yaitu:

(1) Muamalah (hukum niaga)

(2) Munakahat (hukum nikah)

(3) Warastah (hukum waris)

b) Hukum Publik (Al-qanunul’I ‘am) diantaranya yaitu:

(1) Jinazah (hukum pidana)

(2) Khilafah (hukum kenegaraan)

(3) Jihad (hukum perang dan damai)

c. Akhlak

Dari segi bahasa akhlak merupakan jamak dari khuluq yang

berarti buatan dan sangkut pautnya dengan kata khaliq (pencipta) dan

makhluk (yang diciptakan). Khuluk mengandung pengertian sifat yang

senantiasa nampak pada tingkah laku dan telah menjadi tabiat

seseorang. Sedangkan secara istilah akhlak adalah sifat, perangai,

tingkah laku yang berakar pada bathin seseorang yang melahirkan

amal perbuatan yang diselaraskan dengan tujuan manusia diciptakan

oleh sang khaliq yaitu Allah SWT.

Akhlak terbagi menjadi dua, yakni:

1) Akhlak terhadap Khalik (yang menciptakan yaitu Allah SWT),

diantara akhlak-akhlak terhadap Khalik yaitu:


2

a) Memuji Allah sebagai tanda bersyukur atas nikmat-Nya yang

tiada terhingga.

b) Meresapkan ke dalam jiwa kecintaan dan kasih sayang llah

kepada hamba-Nya.

c) Mengakui kekuasaan-Nya yang mutlak dan tunggal yang

menentukan posisi manusia di dunia dan di akhirat.

d) Mengabdi hanya kepada Allah.

e) Memohon pertolongan hanya kepada Allah.

f) Memohon hidayah supaya ditunjukkan ke jalan yang lurus dan

dihindarkan dari jalan yang sesat.

2) Akhlak terhadap makhluk (yang diciptakan)

a) Akhlak terhadap manusia, yang meliputi:

(1) Akhlak terhadap diri sendiri

(2) Akhlak terhadap keluarga

(3) Akhlak terhadap masyarakat

b) Akhlak terhadap makhluk lain bukan manusia, meliputi:

(1) Akhlak terhadap tumbuh-tumbuhan (flora)

(2) Akhlak terhadap hewan (fauna)

8. Syarat-syarat Pembimbing Agama

Pembimbing adalah orang yang memberikan bimbingan.

Sedangkan terbimbing yaitu orang yang mendapatkan atau menjadi objek

bimbingan. Suatu bimbingan agama akan tercapai tujuannya apabila

bimbingan tersebut berjalan secara efektif, serta didukung oleh

pembimbing yang profesional. Sehingga dengan demikian apa yang


2

disampaikan oleh pembimbing bisa dipahami oleh terbimbing. Ketika

terbimbing memahami apa yang disampaikan pembimbing maka akan

mudah bagi terbimbing untuk menjalankan materi-materi bimbingan.

Oleh karenanya, dalam hal ini perlu adanya syarat-syarat bagi seorang

pembimbing agar proses bimbingan bisa berjalan sesuai dengan fungsi

dan tujuan bimbingan itu sendiri.

Adapun syarat-syarat seorang pembimbing diantaranya yaitu:22

a. Memiliki sifat baik, setidak-tidaknya sesuai ukuran si terbantu.


b. Bertawakal, mendasarkan segala sesuatu atas nama Allah.
c. Sabar, utamanya tahan menghadapi si terbantu yang menentang
keinginan untuk diberikan bantuan.
d. Tidak emosional, artinya tidak mudah terbawa emosi dan dapat
mengatasi emosi diri dan si terbantu.
e. Retorika yang baik, mengatasi keraguan si terbantu dan dapat
meyakinkan bahwa ia dapat memberikan bantuan.
f. Dapat membedakan tingkah laku klien yang berimplikasi
terhadap hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram terhadap
perlunya taubat atau tidak.

Disamping syarat-syarat yang tersebut di atas, penting juga bagi

seorang pembimbing yaitu mengatahui dan memahami materi bimbingan

yang akan disampaikan sebelum ia melakukan bimbingan. Karena,

dengan demikian pembimbing akan mampu memberikan solusi-solusi

yang tepat bagi terbimbing.

Keberadaan pembimbing sangatlah penting, oleh karena sangat

wajar apabila seorang pembimbing harus memenuhi kriteria-kriteria

tertentu yang relevan terhadap kebutuhan efektifitas suatu bimbingan.

Seorang ahli didik dari mesir bernama Zaman Khilafat Fatimiyyah Al

22
Elfi Mu’awanah dan Rifa Hidayah, Bimbingan dan Konseling Islam di Sekolah
Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 142
2

Qaga Syandy juga pernah menetapkan syarat mental-psikologis bagi

pembimbing, yaitu:23

a. Dia harus memiliki bentuk jasmaniah yang bagus.


b. Berwajah berseri (yang memberi kesan akan kebersihan
jiwanya)
c. Dahi mukanya lebar (yang menandakan akan kecerdasannya)
d. Berdahi terbuka, tidak tertutup oleh rambut kepalanya (tanda
sebagai orang yang terpelajar/terdidik)
e. Berpikiran sehat, tajam dan memahami permasalahan, berwatak
ksatria, jelas ucapan-ucapannya (yang mudah dipahami artinya
oleh orang lain), dan bila berbicara arti ucapannya terlebih
dahulu disadari dalam jiwanya, beradap hatinya, bersikap adil,
bertasammuh (luas dada), kata-kata yang diucapkan selalu
dipilih yang baik-baik, menjauhi ucapan/kata-kata yang
kabur/tidak jelas artinya.

9. Sasaran Bimbingan Agama

Sasaran bimbingan agama adalah orang atau sekelompok orang

yang menjadi objek bimbingan dalam kegiatan bimbingan objek

bimbingan sering disebut sebagai terbimbing. Secara umum objek

bimbingan adalah masyarakat luas tanpa ada batasan. Akan tetapi agar

bimbingan bisa berjalan secara efektif maka perlu adanya pengkategorian

objek bimbingan atau sasaran bimbingan.

Secara umum sasaran/objek bimbingan agama terbagi menjadi

dua, yaitu:24

a. Umum, yaitu sasaran bimbingan yang mencakup masyarakat umum

tanpa ada pengkategorian apapun, sasaran ini memiliki ciri-ciri:

1) Terbimbing tidak terdaftar dan selalu berubah-ubah jumlah

individu yang hadir.

23
M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT
Golden Terayon Press, 1994), hal. 31
24
M. Bambang Pranowo, dkk, Pedoman Pembentukan Kelompok Sasaran Penyuluhan
Agama Islam, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2002), hal. 10-19
2

2) Tidak ada struktur organisasinya.

3) Tidak terjadwal dan bersifat sementara.

b. Khusus, yaitu sasaran bimbingan yang ditujukan untuk kelompok

tertentu. Ciri-cirinya yaitu:

1) Memiliki program bimbingan yang terarah dan sistematis.

2) Terorganisasi walaupun sederhana.

3) Bimbingan bersifat terus-menerus dalam jangka waktu yang

lama.

B. Kesehatan Mental

1. Pengertian Kesehatan Mental

Kesehatan mental adalah istilah yang sudah tidak asing lagi dalam

ilmu kejiwaan. Ilmu kesehatan mental merupakan cabang termuda dari

ilmu jiwa, yang mana tumbuh pada akhir abad ke-19.25 Para ahli telah

banyak mendefinisikan tentang pengertian kesehatan mental. Akan tetapi

sebelum membahas kesehatan mental terlebih dahulu penulis akan

menjelaskan tentang arti mental itu sendiri. Istilah mental mempunyai

arti ganda, ada yang mengartikannya sebagai jiwa, nyawa, sukma, roh,

tetapi ada pula yang mengartikannya semangat.26 Dalam penelitian ini

penulis menganggap bahwa mental adalah memiliki arti yang linier

dengan jiwa, maksudnya bahwa mental sama dengan jiwa atau

25
A.F. Jaelani, Penyucian Jiwa dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Amzah, 2000), hal. 75
26
MIF Baihaqi dkk, Psikiatri (Konsep Dasar dan Gangguan-gangguan), (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2005), hal. 3
2

sebaliknya. Jadi, penulis dalam bagian tertentu mnggunakan istilah

mental dan mungkin di bagian lain menggunakan istilah jiwa.

Secara umum para ahli mempunyai pandangan masing-masing

mengenai kesehatan mental, mereka mendefinisikan kesehatan mental

dari berbagai sudut pandang yang berbeda, seperti halnya Zakiyah

Daradjat dalam bukunya Kesehatan Mental ia mendefinisikan kesehatan

mental sebagai berikut:27

a. Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala-gejala

gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa

(psychose).

b. Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri

dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta

lingkungan dimana ia hidup. Definisi kedua yang dikemukakan oleh

Zakiah Daradjat ini lebih umum dari pada definisi yang pertama,

karena pada definisi ini ia menghubungkannya dengan kehidupan

secara keseluruhan.

c. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan

untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan

pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa

kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan-

gangguan dan penyakit jiwa.

d. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-

sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan

27
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001), hal. 4-6
2

untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi, dan

merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.

Teori yang di kemukakan oleh Abdul Aziz El Quussiy


menyatakan bahwa kesehatan mental adalah keserasian yang
sempurna atau integrasi antara fungsi-fungsi jiwa yang bemacam-
macam, disertai kemampuan untuk menghadapi kegoncangan-
kegoncangan jiwa yang ringan, yang biasa terjadi pada orang,
disamping secara positif dapat merasakan kebahagiaan dan
kemampuan.28

Masih sangat banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli

mengenai kesehatan mental, akan tetapi penulis melihat bahwa dua

pengertian di atas telah mencakup dua hal yang sangat penting dalam

kaitannya dengan kesehatan mental. Dimana definisi tersebut jika

dipahami secara mendalam telah merangkum sisi internal dan sisi

eksternal dari seseorang sehingga seseorang tersebut dikatakan memiliki

mental yang sehat.

2. Gangguan Kejiwaan (neurose) dan Penyakit Jiwa (psychose)

Gangguan jiwa dan penyakit jiwa adalah dua hal yang berbeda,

terutama dari segi gejala-gejalanya walaupun sama-sama permasalahan

jiwa. Pada bagian sebelumnya telah sedikit disinggung mengenai

Gangguan Kejiwaan (neurose) dan Penyakit Jiwa (psychose), akan tetapi

dalam bagian ini akan dijelaskan lagi lebih spesifik tentang definisi

neurose dan psychose.

a. Gangguan Kejiwaan (neurose)

Gangguan kejiwaan adalah kumpulan dari keadaan-keadaan

yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun

28
Abdul Aziz El-Quussiy, Pokok-pokok Kesehatan jiwa/Mental, (Jakarta: Bulan
bintang, 1974), hal. 14
3

dengan mental. 29
Sedangkan dalam laporan tahunan organisasi

psikiatri yang terbit pada tahun 1952 dinyatakan bahwa gangguan

kejiwaan adalah merupakan sejumlah kelainan yang terjadi bukan

karena kalainan jasmani, anggota tubuh atau kerusakan pada sistim

otak (kendatipun gejalanya bersifat badaniyah).30

Zakiah Daradjat sendiri mengatakan bahwa jika seseorang

sering mengalami cemas tanpa sebab, malas, tidak ada kegairahan

untuk bekerja, serta rasa badan lesu maka itu tanda orang tersebut

mengalami gangguan jiwa. 31


Namun demikian dalam pandangan

penulis tidak ada di dunia ini orang yang sama sekali terbebas dari

gangguan-gangguan tersebut.

Sebenarnya rasa cemas, malas, tidak ada gairah, badan lesu

dan semacamnya adalah sesuatu yang wajar ada pada seseorang dan

ini tidak bisa di generalisir bahwa seseorang tersebut mengalami

gangguan jiwa. Akan tetapi jika gangguan-gangguan tersebut terlalu

sering dan sudah membuat dirinya tidak nyaman ini bisa dikatakan

bahwa ia mengalami gangguan jiwa.

Dalam kehidupan ini tipe manusia sangat bermacam-macam

ada orang yang apabila menghadapi setiap masalah baik kecil

maupun besar dihadapinya dengan rasa cemas serta penuh

kegelisahan. Namun, tidak sedikit pula orang yang menghadapi setiap

masalahnya dengan wajar-wajar saja serta penuh dengan keyakinan.


29
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001), hal. 26
30
Musthafa Fahmi, Kesehatan Jiwa (Dalam Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat) Jilid
II, (Jakarta: Bulan Bintang), hal. 58
31
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001), hal. 4
3

Sehingga tidak bisa setiap rasa cemas, malas, gelisah dan

semacamnya itu dianggap sebagai gangguan jiwa.

Yang juga termasuk gangguan kejiwaan (neurose) diantaranya

yaitu:

1) Hysteria

Gangguan psikoneurotik khas ditandai oleh emosionalitas

yang ekstrim. 32
Hal ini akibat tidak mampunya seseorang

menghadapi kesukaran-kesukaran, tekanan perasaan dan

pertentangan batin. Adapun gejala-gejalanya adalah lumpuh,

cramp, kejang dan mutism (hilang kesanggupan berbicara). Selain

itu gejala-gejala lain yaitu hilang ingatan (amnesia), kepribadian

kembar (double personality), mengelana secara tidak sadar

(fugue) dan jalan-jalan sedang tidur (somnabulism).

2) Neurasthenia

Penyakit syaraf yang menyebabkan sipenderita kehilangan

tenaga dan merasa diri lemah sekali.33 Hal ini disebabkan karena

ketidak tenangan jiwa, kegelisahan, tekanan, dan pertentangan

batin serta persaingan.

3) Psychasthenia

Psychasthenia yaitu gangguan jiwa yang bersifat paksaan,

yang berarti kurangnya kemampuan jiwa untuk tetap dalam

32
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999),
hal. 274
33
M. Noor HS, Himpunan Istilah Psikologi, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), hal.
126
3

keadaan integrasi yang normal. 34


Biasanya dibarengi dengan

ketegangan-ketegangan akibat fobia. Gejala-gejala gangguan ini

diantaranya yaitu:

a) Phobia (rasa takut yang tidak masuk akal)

b) Obsesi (dikuasai suatu pikiran yang tidak bisa dihindari)

c) Kompulsi (menyebabkan melakukan sesuatu untuk

menghilangkan kecemasan)

4) Ngompol

Buang air kecil yang tidak disadari yang terjadi pada anak

yang sudah besar yang seharusnya sudah mampu menguasai dan

mengatur dirinya, hal ini disebabkan adanya tekanan perasaan

atau ingin diperhatikan.35

5) Gagap berbicara

Adalah gangguan yang mungkin disebabkan karena

gangguan fisik, seperti kurang sempurnanya alat pecakapan,

gangguan pernafasan, amandel dan sebagainya. Akan tetapi jika

alat-alat itu sehat dan baik, maka gejala itu akibat pertentangan

batin, tekanan perasaan, ketidakmampuan menyesuaikan diri.36

6) Kepribadian psychopathi

Psikopat adalah kelainan tingkah laku, khususnya

berbentuk tingkah laku anti sosial, yaitu tidak memperdulikan

34
Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2007), hal. 167
35
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001), hal. 43
36
Ibid., hal. 42
3

norma-norma sosial atau adaptasinya dengan lingkungan sosial

kurang tepat atau tidak normal.37

7) Keabnormalan seksual

Adalah pemuasan dorongan seksual yang tidak benar baik

pada obyek sasarannya maupun caranya melakukannya.

b. Penyakit Jiwa (psychose)

Zakiah Daradjat mendefinisikan mengenai penyakit jiwa yaitu

orang yang pandangannya jauh berbeda dari pandangan orang pada

umumnya, jauh dari realitas, yang dalam istilah sehari-hari kita kenal

miring, gila dan sebagainya.38 Antara gangguan jiwa dan penyakit

jiwa ada kesamaan dalam jenisnya tapi berbeda dalam tingkatannya.

Maksudnya yaitu apabila masalah-masalah kejiwaan seperti malas,

cemas, gelisah dan semacamnya itu sudah mengganggu dan ia masih

sadar bahwa ada yang mengganngu jiwanya maka ini dikatakan

gangguan jiwa. Akan tetapi jika ia sudah tidak sadar akan gangguan-

gangguan yang mengganggu tersebut maka ini dikatakan penyakit

jiwa atau orang tersebut sakit jiwa. Bahkan sebagai akibatnya ia

sudah tidak sadar akan apa yang dilakukannya.

Penyakit jiwa adalah keadaan yang lebih berat dari gangguan

jiwa dengan kata lain bahwa penyakit jiwa merupakan tingkat lanjut

dari gangguan jiwa. Dulu istilah penyakit jiwa diartikan sama dengan

gangguan mental. Namun, seiring berjalannya waktu makna itu

37
Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2007), hal. 175
38
Ibid., hal. 4
3

dipersempit yaitu hanya mencakup gangguan-gangguan yang

melibatkan patologi otak atau berupa disorganisasi kepribadian yang

parah.39 Gangguan jiwa yang tidak teratasi besar kemungkinannya

menjadi pemicu penyakit jiwa. Yang termasuk golongan penyakit

jiwa (psychose) yaitu:

1) Schizophrenia

Suatu penyakit jiwa yang menyebabkan sipenderita hidup

dalam keadaan jiwa yang terbelah, yang bersangkutan sering

hidup dalam khayal.40 Diantara tanda-tandanya yaitu:

a) Penderita tidak punya kontak dengan realitas (bertingkah laku

sesuai dengan khayalnya).

b) Logikanya tidak berfungsi (isi pembicaraannya sukar

dipahami).

c) Ucapan, perbuatan dan pikirannya tidak sejalan.

d) Penderita merasa dirinya orang besar.

e) Penderita sering mengalami halusinasi.

2) Paranoia

Gangguan adanya kecurigaan tidak beralasan yang terus-

menerus yang pada puncaknya menjadi tingkah laku agresif.41

Ciri-ciri dari penderita ini diantaranya yaitu:

a) Mempunyai pendapat (keyakinan) yang salah.


39
MIF Baihaqi dkk, Psikiatri (Konsep Dasar dan Gangguan-gangguan), (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2005), hal. 22
40
M. Noor HS, Himpunan Istilah Psikologi, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), hal.
150
41
Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2007), hal. 173
3

b) Merasa bahwa ada orang yang jahat kepadanya dan selalu

berusaha untuk menjatuhkan atau menganiayanya.

c) Merasa dirinya orang besar, hebat tiada bandingnya.

3) Manicdepressive

Manicdepressive adalah penyakit jiwa dimana

penderitanya merasa besar/gembira yang kemudian berubah

menjadi sedih/tertekan.42 Diantara gejalanya yaitu:

a) Mania yaitu gila kumat-kumatan, dimana penderita tampak

emosional, marah mencaci, ingin menghancurkan sesuatu

tertawa terbahak-bahak tetapi dalam sekejap terlihat sedih dan

murung.

b) Melancholia yaitu penderita selalu terlihat muram, sedih dan

putus asa.

3. Unsur-unsur Sehat Mental

Kriteria bahwa seseorang dikatakan mempuyai mental yang sehat

sangatlah relatif tergantung dari sisi mana melihatnya. Para ahlipun

memiliki pendapat yang variatif. Kartini Kartono berpendapat bahwa

orang yang memiliki mental sehat mempunyai tanda-tanda khas antara

lain.43

a. Ada koordinasi dari segenap energi, potensi dan aktivitasnya.

b. Memiliki integrasi dan regulasi terhadap struktur kepribadian.

c. Efesien dalam setiap tindakannya.

42
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001), hal. 53
43
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999),
hal. 230
3

d. Memiliki tujuan hidup.

e. Bergairah, dan tenang harmonis batinya.

Dari kriteria-kriteria tersebut menunjukkan bahwa sehat mental

tidak hanya terbebas dari gangguan batin saja akan tetapi juga harus ada

keseimbangan dari berbagai sisi kehidupannya. Sedangkan Hasan

Langgulung berpendapat bahwa seseorang dikatakan normal dari segi

kesehatan mental apabila dalam dirinya terdapat sifat-sifat.44

a. Bahwa seseorang menerima dirinya dengan pengertian


menyadari segi-segi kekuatan dan kelemahannya dan
menerima segi-segi itu.
b. Jarak antara tingkat aspirasi dan potensinya yang realistik
sesuai.
c. Ia memiliki keluwesan yang sesuai dalam hubungannya
dengan orang lain.
d. Ia mempunyai keseimbangan emosi yang sesuai.
e. Ia mempunyai sifat sertamerta (spontaniety) yang sesuai.
f. Ia berhasil menciptakan hubungan-hubungan sosial yang
dinamis dengan orang lain.

Sedangkan kriteria jiwa atau mental sehat yang ditetapkan oleh

WHO (World Health Organization) dalam sidang umum di Geneva pada

tahun 1959 yaitu:45

a. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan,


meskipun kenyataan itu buruk baginya.
b. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.
c. Merasa lebih puas memberi dari pada menerima.
d. Secara relatif terbebas dari rasa tegang dan cemas.
e. Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan
saling memuaskan.
f. Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran
untuk dikemudian hari.
g. Menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif.

44
Hasan Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1986),
hal. 49
45
Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2007), hal. 151
3

Dari kreteria-kriteria di atas dapat penulis sederhanakan, sehingga

dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang dikatakan sehat

jiwa/mentalnya apabila dilihat dari sisi perasaannya terbebas dari rasa

cemas, gelisah, khawatir dan semacamnya. Dari sisi pikirannya

merasakan adanya ketenangan, tidak terbebani suatu masalah kehidupan

yang berefek kepada perasaan yang buruk. Jika dilihat dari semangat

hidup orang yang sehat mentalnya mempunyai motivasi dan kepercayaan

diri yang tinggi dalam menghadapi persaingan kehidupan. Dan jika

dilihat dari kemampuan dalam menghadapi setiap permasalahannya maka

ia selalu bisa mengambil keputusan yang positif. Disamping itu orang

yang sehat mentalnya juga di tunjukkan adanya sikap merasa puas

terhadap apa yang di usahakannya, ini menunjukkan bahwa ia memiliki

rasa syukur yang tinggi terhadap apa yang dimiliki.

Selanjutnya, jika dilihat dari sisi motorik maka orang yang sehat

mentalnya akan menampilkan akhlaq-akhlaq yang mulia dalam

kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, sebagai akibat dari kemampuan

meneladani dan mempraktekkan akhlaq-akhlaq yang mulia maka dari sisi

spiritualitas akan merasakan kedekatan dengan Allah SWT yang lebih

baik. Selain itu, jika dilihat dari sisi sosial mampu menciptakan

hubungan yang baik dengan orang lain serta tumbuh sikap suka

menolong sesama. Secara umum selain terbebasnya dari gangguan psikis

orang yang sehat mentalnya akan terlihat dari kemampuannya

mewujudkan konsep hablum minAllah, hablum minannas dan juga

hablum minal’alam yang baik.


3

Kesehatan mental seseorang yang terganggu dapat mempengaruhi

banyak sisi dari kehidupannya, akan tetapi paling tidak empat hal yang

akan terpengaruh adalah pikiran (kecerdasannya), perasaan, kelakuan,

dan kesehatan badan.46

a. Pikiran/Kecerdasan

1) Sering lupa

2) Tidak konsentrasi

3) Kemampuan berfikir menurun

b. Perasaan

1) Cemas/gelisah

2) Iri hati

3) Rasa sedih

4) Tidak percaya diri

5) Pemarah

6) Ragu/bimbang

c. Kelakuan

Tekanan yang terjadi pada seseorang berpotensi mendorong untuk

melakukan hal-hal diluar akal sehatnya. Sehingga memungkinkan ia

akan melakukan sesuatau yang bertentangan dengan norma yang ada

sebagai upaya untuk melepaskan perasaan tertekan yang ada pada

dirinya.

46
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001), hal. 10
3

d. Kesehatan badan

Dalam badan yang sehat ada mental/jiwa yang sehat. Tampaknya

pernyataan tersebut benar adanya, beberapa penyakit bahkan

diketahui disebabkan adanya tekanan perasaan yang berkepanjangan

seperti darah tinggi, darah rendah exceem dan juga beberapa

penderita penyakit jantung. Hal ini disebabkan karena tidak

tercapainya keinginan maupun banyaknya persaingan hidup.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental secara umum

terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri seseorang

sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar orang

tersebut.

a. Faktor internal

Faktor internal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi

kesehatan mental seseorang yang berasal dari dalam diri orang

tersebut. Faktor internal merupakan akar seseorang itu mudah

tidaknya terganggu mentalnya. Namun demikian, pada dasarnya

setiap orang memiliki potensi terhadap gangguan mental, dan potensi

yang ada pada satu orang tidak sama dengan orang lain. Hal-hal yang

termasuk dalam faktor internal diantaranya yaitu:

1) Keturunan

Keturunan memiliki konstribusi yang signifikan dalam

membentuk kekuatan mental seseorang. Orang tua yang memiliki


4

gangguan mental memiliki potensi besar dalam mewarisi

kelemahan mental tersebut. Hal ini telah dibuktikan oleh

penelitian yang dilakukan Terman47, yang hasilnya menyatakan

bahwa keturunan mempunyai saham yang nyata dalam

menyebabkan terjadinya kasus-kasus kejahatan dan lemah otak,

kendatipun hubungan antara keturunan dengan kejahatan dan

lemah otak masih memerlukan penelitian yang lebih lengkap.

2) Sifat

Sifat ada juga yang menamakan karakter atau kepribadian.

Sifat yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh dalam

menyesuaikan diri dengan lingkungan dan juga bergaul dengan

sesama. Terkadang, dengan sifat yang dimiliki seseorang tidak

mudah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, hal ini

yang kemudian menyebabkan permasalahan tersendiri bagi orang

tersebut. Namun, ada juga dengan sifat atau karakter tertentu akan

mudah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

3) Bakat

Menurut kamus besar bahasa Indonesia bakat adalah

dasar, kepandaian, sifat dan pembawaan yang dibawa sejak lahir.

Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat yang tidak jauh

beda, hanya saja bidang yang terasah berbeda-beda dan juga

adanya pengaruh eksternal menyebabkan kemampuan seseorang

berbeda-beda. Seseorang yang bakatnya tersalurkan dengan baik

47
Abdul Aziz El-Quussiy, Pokok-pokok Kesehatan jiwa/Mental, (Jakarta: Bulan
bintang, 1974), hal. 29
4

cenderung mempunyai kesehatan mental yang baik. Sebaliknya

seseorang yang bakatnya tidak tersalurkan dengan baik akan

mengalami kesulitan menyesuaikan diri bahkan pada tahap yang

lebih parah menyebabkan kemunduran mental.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi kesehatan

mental seseorang yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor

eksternal memiliki pengaruh sangat besar terhadap kesehatan mental

seseorang. Ini pengaruhnya akan sangat besar apabila dalam diri

seseorang faktor internalnya begitu kuat akan tetapi sebaliknya jika

faktor internalnya tidak ada maka seseorang tidak akan mudah

terpengaruh oleh faktor eksternal. Diantara faktor-faktor eksternal

yang mempengaruhi kesehatan mental seseorang yaitu:

1) Lingkungan

Berbeda dengan ahli-ahli di bidang Ilmu Keturunan, ahli-

ahli di bidang Ilmu Sosial dan Kemasyarakatan menganggap

bahwa lingkunganlah yang lebih besar pengaruhnya. Memang,

seiring berkembangnya zaman ada perubahan pola kehidupan.

Dahulu, segala sesuatunya masih serba sederhana sehingga

pengaruh lingkungan seakan tidak begitu tampak, berbeda dengan

keadaan sekarang yang serba modern yang memungkinkan

manusia berinteraksi secara bebas. Hal ini memungkinkan satu

sama lain saling terpengaruh ataupun mempengaruhi.


4

2) Sosial budaya

Diantara hal-hal yang mempengaruhi kesehatan mental

yang menurut penulis memiliki peranan penting juga yaitu sosial

budaya. Kehidupan sosial dan budaya yang berkembang dalam

suatu masyarakat akan membentuk suatu kebiasaan masyarakat,

yang mana apabila hal itu positif akan mampu menggiring orang

kepada kamampuan dan kekuatan mental seseorang, sehingga ia

bisa menyesuaikan diri dengan sosial budaya yang ada dengan

baik tanpa menimbulkan gejolak jiwa. Akan tetapi sebaliknya,

sosial budaya yang tidak mendukung cenderung menimbulkan

gejolak jiwa yang akhirnya menyebabkan tekanan-tekanan yang

dapat mengganggu kesehatan mental seseorang.

3) Kebutuhan

Tuntutan kebutuhan menyebabkan seseorang harus

melakukan apa saja untuk memenuhinya, sehingga hal ini

menyebabkan tekanan pada jiwa seseorang terutama pada orang-

orang yang tidak memiliki kekuatan mental yang baik. Akibat

dari tekanan-tekanan tersebut sangat mungkin menyebabkan

stress, kecemasan dan masalah-masalah mental lainnya bahkan

tidak sedikit orang-orang yang mengambil jalan pintas menjadi

pilihannya. Oleh karenanya tidak disanksikan lagi bahwa

kebutuhan memiliki pengaruh sangat besar terhadap kesehatan

mental seseorang.
4

C. Hubungan Bimbingan Agama dan Kesehatan Mental

Bimbingan agama dan kesehatan mental adalah dua hal yang yang

berkaitan erat. Agama sebagai pedoman hidup manusia tentu mengajarkan

kepada pemeluknya agar dapat hidup bahagia di dunia maupun di akhirat. Di

sinilah, bimbingan agama mempunyai peran penting dalam mewujudkan

manusia agar memiliki mental yang sehat. Allah SWT berfirman dalam Al

Quran surat Yunus ayat 57:

                     


         
   

       
 


Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari

Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada

dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus 57)

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa ajaran agama merupakan obat

terhadap penyakit rohaniah yang ada dalam jiwa manusia. Kalau kita

perhatikan antara orang yang beragama dengan baik dan orang yang jauh dari

agama tentu sangat berbeda. Orang yang agamanya baik cenderung

kehidupannya lebih tenang, tidak diliputi dengan kecemasan, kelakuannya

tidak banyak menyusahkan orang lain. Sebaliknya, orang yang jauh dari

agama kehidupannya cenderung kalut, mementingkan diri sendiri, mudah

emosi, mudah putus asa bahkan keberadaannya sering membuat orang lain

susah. Oleh karenanya bimbingan agama bukan saja sebagai penambah

pengetahuan semata akan tetapi merupakan kebutuhan rohaniah yang mesti


4
diperoleh setiap orang agar memiliki mental yang sehat.
4

Peran agama begitu kuat dalam mewujudkan kesehatan mental. Hal ini

sebagai mana hasil metaanalisis yang dilakukan oleh Bergin pada hasil-hasil

penelitian tentang agama dan kesehatan mental yang hasilnya jika religiusitas

dikorelasikan dengan kesehatan mental, 47 % menunjukkan hubungan positif,

23 % menunjukkan hubungan negatif dan 30 % tidak ada hubungan.48 Namun

demikian hasil analisa tersebut perlu diuji kebenarannya, sebagai mana yang

penulis lakukan dalam penelitian ini. Begitu besar dan ampuh arti agama

dalam kehidupan manusia, karena agama mempunyai fungsi atau manfaat

yaitu:49

1. Memberikan bimbingan dalam hidup

2. Menolong dalam menghadapi kesukaran

3. Penawar bagi tekanan jiwa

4. Menentramkan batin

5. Menciptakan kebahagiaan dan kemaslahatan

Efek dari bimbingan agama pada seseorang adalah meningkatnya

religiusitas. Adapun hubungan positif antara bimbingan agama dengan

kesehatan mental yaitu dimana seseorang yang memiliki religiusitas baik

maka akan memiliki mental yang baik, sebaliknya, dengan mental yang baik

maka akan mudah menerima nasehat-nasehat kebenaran. Demikian Islam

mengajarkan kepada manusia agar manusia memiliki mental yang sehat

sehingga bisa hidup bahagia di dunia dan juga di akhirat. Ajaran-ajaran yang

48
Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2007), hal. 190
49
Ibid., hal. 186
4

mengarahkan kepada pemeluknya untuk bisa hidup serasi dalam berbagai segi

kehidupan, ajaran-ajaran tersebut diantaranya yaitu:50

1. Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam


menghadapi cobaan dan mengatasi kesulitan hidupnya, seperti
dengan cara sabar dan shalat.

             g  
   

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan
(kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.
2. Islam mendorong orang untuk berbuat baik dan taat, serta
mencegahnya dari perbuatan jahat dan maksiyat.

           


    
  

         


  
  g 
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
3. Islam membantu orang dalam menumbuhkan dan membina
pribadinya melalui penghayatan ketaqwaan dan keteladanan nabi
Muhammad SAW.

            


   
  

       
  

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.
4
4. Islam memberikan tuntunan bagi manusia dalam menjalin
hubungan yang baik, baik dengan diri sendiri, dengan tuhan,
dengan orang lain maupun dengan alam.

               


 

               


      
  

50
A.F. Jaelani, Penyucian Jiwa dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Amzah, 2000), hal. 88-
90
4

  
            
       
  

      


  
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang
yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah
biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar
balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang
kamu kerjakan.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan pendekatan

kuantitatif. Lexy J. Moleong dalam bukunya menyatakan bahwa pendekatan

kuantitatif merupakan suatu pendekatan yang didasarkan atas perhitungan

persentase, rata-rata, ci kuadrat, dan perhitungan statistik lainnya.51 Pendapat

lain mengatakan bahwa; Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu

pendekatan yang banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari

pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari

hasilnya. 52
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan

kuantitatif merupakan pendekatan yang menggunakan angka-angka statistik

dalam memaparkan data-data penelitian maupun dalam menganalisis serta

mengambil kesimpulan terhadap hasil penelitian.

Adapun penelitian ini termasuk jenis penelitian survei, yaitu penelitian

yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. 53


Kuesioner

merupakan daftar pertanyaan yang tersusun dalam suatu lembaran yang

diajukan kepada responden untuk menghimpun sejumlah data yang

dibutuhkan.

51
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 3.
52
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), h. 27.
53
Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 49

46
4

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun lokasi penelitian skripsi ini yaitu di Masjid Al Munawwar

Pancoran Jakarta Selatan. Alasan penulis memilih lokasi tersebut yaitu karena

majelis Rasulullah merupakan majelis terbesar di kota Jakarta dan juga

Masjid Al Munawwar merupakan pusat dilaksanakan kegiatan bimbingan

agama majelis majelis Rasulullah. Selain itu, tempatnya strategis dan mudah

dijangkau, dengan demikian akan memudahkan penulis dalam

mengumpulkan data penelitian. Sedangkan waktu penelitiannya kurang lebih

dilaksanakan selama kurun waktu tiga bulan, yaitu mulai bulan Maret 2015

sampai bulan Juni 2015.

C. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah benda, hal atau orang tempat data untuk

variabel penelitian melekat dan yang dipermasalahkan.54 Dalam hal ini subjek

penelitian skripsi ini adalah jamaah Majelis Rasulullah Pancoran Jakarta

Selatan.

Sedangkan objek penelitian adalah barang yang hendak diteliti oleh

peneliti. 55
Adapun objek penelitian skripsi ini yaitu pengaruh bimbingan

agama terhadap kesehatan mental jamaah Majelis Rasulullah Pancoran

Jakarta Selatan.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel independen

sebagai variabel X dan variabel dependen sebagai variabel Y.

54
Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian, (Jogjakarta: Ar Ruzz Media,
2011), h. 28.
55
Ibid., hal. 29.
4

1. Variabel Independen ( X )

Variabel independen atau juga disebut variabel bebas adalah merupakan

variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau

timbulnya variabel dependen. 56


Dalam penelitian ini sebagai variabel

independen atau variabel bebas yaitu Bimbingan Agama.

2. Variabel Dependen ( Y )

Variabel dependen atau sering juga disebut variabel terikat adalah

merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya

variabel bebas. 57
Dengan demikian dapat diketahui bahwa Kesehatan

Mental merupakan variabel dependen atau variabel terikat dalam

penelitian ini.

E. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini yaitu subjek dari

mana data tersebut diperoleh. 58


Sumber data dalam penelitian ini

dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:

1. Data Primer,

Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data

pertama dilokasi penelitian atau objek penelitian.59 Sumber data pertama

dalam penelitian ini yaitu jamaah Majelis Rasulullah Pancoran Jakarta

Selatan.

56
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2009), hal. 39
57
Ibid., hal. 39
58
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), h. 172.
59
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana, 2010) h.
122.
4

2. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua atau

sumber sekunder dari data yang kita butuhkan. 60


Data sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa dokumen-dokumen, catatan-

catatan, buku-buku serta rekaman-rekaman.

F. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.61 Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa populasi

tidak hanya keseluruhan subjek atau objek penelitian saja akan tetapi juga

termasuk karakteristik-karakteristik yang melekat di dalamnya. Adapun

populasi jamaah yang secara aktif mengikuti bimbingan agama di majelis

Rasulullah diperkirakan yaitu 1000 orang jamaah.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut.62 Untuk memperoleh data dalam penelitian ini,

penulis tidak mengambil dari keseluruhan populasi. Akan tetapi, penulis

mengambil sampel dari populasi yang ada. Dalam pengambilan sampel

teknik yang digunakan adalah Sampling Insidental yaitu teknik penentuan

sampel berdasarkan kebetulan, siapa saja yang kebetulan bertemu dengan


60
Ibid., hal. 122.
61
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2009), hal. 80
62
Ibid., hal. 81
5

peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang

kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.63

Adapun dalam menentukan besaran sample, penulis menggunakan

rumus Slovin.64

𝑛 = 1+𝑁𝑒
𝑁
2

Keterangan:

n : Besaran sampel

N : Besaran Populasi

e : Nilai kritis (batas ketelitian) = 10%

Dari rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel yang diteliti

dalam penelitian ini yaitu:

1000
𝑛 = 1 + 1000(10%)2

1000
𝑛 = 1 + 10

𝑛 = 90,9

Dari hasil tersebut dibulatkan menjadi 91, sehingga total sampel yang

diteliti yaitu sebanyak 91 orang.

63
Sugiyono, Statistik untuk penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 67
64
Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 137
5

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara

terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah sehingga

harus di uji secara empiris.65 Berdasarkan perumusan masalah yang telah

dikemukakan maka hipotesis yang akan di jawab dan di buktikan dalam

penelitian ini adalah:

H0 : β0 = 0 Tidak ada pengaruh bimbingan agama terhadap kesehatan

mental jamaah majelis Rasulullah Pancoran Jakarta selatan

H𝑎 : β0 ≠ 0 Ada pengaruh bimbingan agama terhadap kesehatan

mental jamaah majelis Rasulullah Pancoran Jakarta selatan

H. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian

Definisi operasional merupakan definisi yang didasarkan pada sifat-

sifat variabel yang diteliti, bersifat spesifik dan menggambarkan karakteristik

variabel-variabel penelitian dan juga hal-hal yang dianggap penting. Dari

definisi operasional ini kemudian akan didapat suatu indikator yang akan di

jadikan acuan untuk mengukur variabel yang diteliti.

Tabel 1. Definisi Operasional dan Indikator Variabel Penelitian

Variabel Teori Definisi Operasional Indikator


Bimbingan Teori M. Arifin Bimbingan agama adalah Materi:
Agama (X) bimbingan agama bantuan atau pelayanan yang 1. Jamaah memahami materi yang
adalah segala diberikan secara terus- disampaikan pembimbing.
kegiatan yang menerus oleh pembimbing 2. Materi yang disampaikan
dilakukan oleh kepada terbimbing, berupa: menarik para jamaah.
seorang dalam Materi-materi bimbingan 3. Materi yang disampaikan sesuai
rangka memberikan agama yang diantaranya dengan kebutuhan (menjadi
bantuan kepada meliputi, aqidah, syariah, persoalan) jamaah
orang lain yang ibadah, dan akhlak dengan 4. materi yang disampaikan selalu
mengalami materi baru
65
Ibid., hal. 31
5

kesulitan-kesulitan Tujuan: Tujuan:


rohaniah dalam 1. Untuk menghasilkan suatu 1. Jamaah merasakan adanya
lingkungan perubahan, perbaikan, perubahan, perbaikan,
hidupnya agar kesehatan, dan kebersihan kesehatan dan kebersihan jiwa
orang tersebut jiwa dan mental. Jiwa dan mental setelah mengikuti
mampu menjadi tenang, jinak dan bimbingan agama di majelis
mengatasinya damai (muthmainnah), Rasulullah.
sendiri karena besikap lapang dada 2. Jamaah merasakan ketenangan
timbul kesadaran (radhiyah), dan dan kedamaian jiwa
dan penyerahan diri mendapatkan pencerahan (muthmainnah) setelah
terhadap kekuasaan taufik dan hidayah mengikuti bimbingan agama di
Tuhan Yang Maha tuhannya (mardhiyah). majelis Rasulullah.
Esa, sehingga 2. Untuk menghasilkan suatu 3. Jamaah bersikap lapang dada
timbul pada diri perubahan, perbaikan, dan (radhiyah) setelah mengikuti
pribadinya suatu kesopanan tingkah laku bimbingan agama di majelis
cahaya harapan yang dapat memeberikan Rasulullah.
kebahagiaan hidup manfaat, baik pada diri 4. Jamaah mendapatkan
masa sekarang dan sendiri, lingkungan pencerahan taufik dan hidayah
masa depannya keluarga, lingkungan kerja, tuhannya (mardhiyah) setelah
maupun lingkungan sosial mengikuti bimbingan agama di
dan alam sekitarnya. majelis Rasulullah.
3. Untuk menghasilkan 5. Jamaah merasakan adanya
kecerdasan rasa (emosi) perubahan kesopanan dan
pada individu sehingga tingkah laku yang lebih baik
muncul dan berkembang setelah mengikuti bimbingan
rasa toleransi, agama di majelis Rasulullah.
kesetiakawanan, tolong 6. Tumbuh pada jamaah rasa
menolong, dan rasa kasih toleransi, kesetiakawanan,
sayang. tolong menolong, dan rasa
4. Untuk menghasilkan kasih sayang setelah mengikuti
kecerdasan spiritual pada bimbingan agama di majelis
diri individu sehingga Rasulullah.
muncul dan berkembang 7. Tumbuh pada diri jamaah untuk
rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya,
berbuat taat kepada ketulusan mematuhi segala
Tuhannya, ketulusan perintah-Nya, serta ketabahan
mematuhi segala perintah- menerima ujian-Nya setelah
Nya, serta ketabahan mengikuti bimbingan agama di
menerima ujian-Nya. majelis Rasulullah.
5. Untuk menghasilkan 8. Jamaah dapat dengan baik
potensi Ilahiah, sehingga menanggulangi berbagai
dengan potensi itu individu persoalan hidup dan dapat
dapat melakukan tugasnya memberikan kemanfaatan dan
sebagai khalifah dengan keselamatan bagi
baik dan benar, ia dapat lingkungannya pada berbagai
dengan baik aspek kehidupan setelah
menanggulangi berbagai mengikuti bimbingan agama di
persoalan hidup dan dapat majelis Rasulullah.
5

memberikan kemanfaatan Metode:


dan keselamatan bagi 1. Jamaah menyukai metode
lingkungannya pada bimbingan agama yang
berbagai aspek kehidupan. digunakan pembimbing.
2. Metode yang digunakan sesuai
Disampaikan dengan dengan materi yang
Metode tertentu disampaikan.
diantaranya: 3. Metode yang digunakan
1. Wanwancara memudahkan jamaah menerima
2. Ceramah materi yang disampaikan
3. Diskusi 4. Metode yang digunakan tidak
4. Seminar membosankan.
5. Simposium
6. Direktif Pembimbing:
7. Non-direktif 1. Pembimbing agama di majelis
8. Psikoanalitis Rasulullah memiliki sifat yang
9. Sosiometri baik.
2. Pembimbing agama dimajelis
Oleh seorang Pembimbing Rasulullah memiliki
yang profesional dengan spiritualitas yang sangat baik.
syarat minimal: 3. Pembimbing bersikap sabar
g. Memiliki sifat baik dalam membimbing jamaah
h. Bertawakal majelis Rasulullah.
i. Sabar 4. Pembimbing tidak bersikap
j. Tidak emosional emosional dalam melaksanakan
k. Retorika yang baik bimbingan.
5. Retorika pembimbing dalam
Dengan menggunakan menyampaikan materi menarik
Sarana dan prasarana: bagi jamaah.
yang memadai demi
tercapainya tujuan Sarana dan prasarana:
bimbingan dengan 1. Sarana yang digunakan untuk
maksimal. bimbingan di majelis
Rasulullah telah memadai.
2. Sarana dan prasarana yang
digunakan sangat membantu
pelaksanaan bimbingan agama

Kesehatan Teori Zakiah Kesehatan mental adalah Kognitif:


Mental (Y) Darajat kesehatan suatu keadaan dimana 3b. Jamaah mengetahui potensi
mental yaitu: seseorang: yang ada pada dirinya setelah
1. Terhindarnya e. Terhindar dari berbagai mengikuti bimbingan agama
orang dari macam gangguan jiwa, di majelis Rasulullah.
gejala-gejala seperti: 3c. Jamaah mengetahui
gangguan jiwa a. Cemas/gelisah kelemahan-kelemahannya
(neurose) dan b. Rasa sedih setelah mengikuti bimbingan
dari gejala-gejala c. Pemarah agama di majelis Rasulullah.
5

penyakit jiwa d. Ragu/bimbang 3d. Jamaah dapat berfikir maju


(psychose). e. Rasa tegang setelah mengikuti bimbingan
2. Kemampuan f. Rasa takut agama di majelis Rasulullah.
untuk f. Memiliki kemampuan 3e. Jamaah memiliki daya
menyesuaikan untuk menyesuaikan diri: konsentrasi yang lebih baik
diri dengan diri a. Suka bergaul dalam setelah mengikuti bimbingan
sendiri, dengan masyarakat agama di majelis Rasulullah.
orang lain dan b. Dapat menyesuaikan 3f. Jamaah mampu berfikir
masyarakat serta diri dengan dengan jernih setelah
lingkungan lingkungannya mengikuti bimbingan agama
dimana ia hidup. c. Aktif dalam kegiatan di majelis Rasulullah.
3. Pengetahuan dan masyarakat
perbuatan yang d. Saling tolong-menolong Afektif:
bertujuan untuk g. Mampu mengembangkan 1a. Jamaah merasa tenang setelah
mengembangkan dan memanfaatkan mengikuti bimbingan agama
dan potensinya: di majelis Rasulullah.
memanfaatkan a. Percaya diri yang tinggi 1b. Jamaah merasakan
segala potensi, b. Tahu potensi dirinya kebahagiaan setelah
bakat dan c. Tahu kelemahan- mengikuti bimbingan agama
pembawaan kelemahannya di majelis Rasulullah.
yang ada d. Memiliki pikiran yang 1c. Jamaah bersikap ramah
semaksimal dinamis setelah mengikuti bimbingan
mungkin, e. Memiliki konsentrasi agama di majelis Rasulullah.
sehingga yang baik 1d. Jamaah lebih yakin dalam
membawa f. Daya pikir yang baik. melakukan sesuatu setelah
kepada g. Mampu mengotrol mengikuti bimbingan agama
kebahagiaan diri emosinya di majelis Rasulullah.
dan orang h. Mampu menghadapi 1e. Jamaah merasa rileks/santai
lain.serta problem kehidupan dengan setelah mengikuti bimbingan
terhindar dari positif: agama di majelis Rasulullah.
gangguan- a. Sanggup menghadapi 1f. Tumbuh keberanian pada
gangguan dan masalah-masalah yang jamaah setelah mengikuti
penyakit jiwa. terjadi bimbingan agama di majelis
4. Terwujudnya b. Bergairah/punya Rasulullah.
keharmonisan semangat hidup
yang sungguh- c. Mampu menghadapi Psikomotorik:
sungguh antara tekanan 2a. Jamaah suka bergaul di
fungsi-fungsi d. Bersyukur dengan apa masyarakat setelah mengikuti
jiwa, serta yang didapat bimbingan agama di majelis
mempunyai e. Mampu mengambil Rasulullah.
kesanggupan keputusan suatu 2b. Jamaah dapat menyesuaikan
untuk permasalahan dengan diri dengan baik setelah
menghadapi akal sehat mengikuti bimbingan agama
problem- f. Memiliki tujuan hidup di majelis Rasulullah.
problem biasa yang jelas 2c. Jamaah aktif dalam kegiatan
yang terjadi, dan di masyarakat setelah
merasakan mengikuti bimbingan agama
secara positif di majelis Rasulullah.
5

kebahagiaan dan 2d. Tumbuh sikap suka menolong


kemampuan diri. pada diri jamaah setelah
mengikuti bimbingan agama
di majelis Rasulullah.
3a. Jamaah memiliki kepercayaan
diri yang tinggi setelah
mengikuti bimbingan agama
di majelis Rasulullah.
3g. Jamaah bisa mengendalikan
emosinya setelah mengikuti
bimbingan agama di majelis
Rasulullah.
4a. Jamaah sanggup menghadapi
masalah yang dihadapinya
setelah mengikuti bimbingan
agama di majelis Rasulullah.
4b. Jamaah memiliki semangat
hidup yang tinggi setelah
mengikuti bimbingan agama
di majelis Rasulullah.
4c. Jamaah bisa menghadapi
segala tekanan yang ada pada
dirinya setelah mengikuti
bimbingan agama di majelis
Rasulullah.
4d. Jamaah merasa puas terhadap
apa yang dimilikinya setelah
mengikuti bimbingan agama
di majelis Rasulullah.
4e. Jamaah bisa mengambil
keputusan terhadap
permasalahan yang dihadapi
dengan jernih setelah
mengikuti bimbingan agama
di majelis Rasulullah.
4f. Jamaah memiliki tujuan hidup
yang jelas setelah mengikuti
bimbingan agama di majelis
Rasulullah.

Selanjutnya untuk mempermudah dalam mengolah data, item-item yang

tersusun dari indikator yang ada diberikan skor dengan menggunakan skala

Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
5

seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial.66 Dimana setiap

item pernyataan diberikan lima pilihan jawaban dengan interval skor skala

sebagai berikut:

Tabel 2. Skala Likert

Pilihan Jawaban Skor


Sangat Tidak Setuju (STS) 1
Tidak Setuju (TS) 2
Ragu-ragu (R) 3
Setuju (S) 4
Sangat Setuju (SS) 5

Penggunaan skala dengan lima tingkatan lebih memungkinkan untuk

mendapatkan data yang akurat dibandingkan dengan hanya menggunakan dua

tingkatan skala.

I. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang akurat dalam menyusun skripsi ini

penulis menggunakan angket atau kuesioner. Angket atau kuesioner adalah

daftar pertanyaan yang didistribusikan melalui pos untuk diisi. Dan

dikembalikan atau dapat juga dijawab di bawah pengawasan peneliti. 67

Umumnya angket ini digunakan untuk memperoleh keterangan tentang fakta

yang diketahui responden, namun demikian bisa juga angket digunakan untuk

mengetahui pendapat atau sikap responden terhadap sesuatu masalah.

66
Umi Zulfa, Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Cahaya Ilmu, 2011), hal. 80
67
S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: Bumi Aksara, 2011),
h. 128.
5

J. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. 68


Suatu hasil penelitian

dikatakan valid apabila instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan

data penelitian tersebut valid. Sehingga uji validitas sangat penting

dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan/kebenaran suatu

instrumen untuk dijadikan sebagai alat ukur.

Untuk menghitung validitas suatu kuesioner digunakan teknik

korelasi product momen. Item yang mempunyai korelasi positif dengan

kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa

item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat

minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3. 69

Dengan demikian suatu butir dalam instrumen dinyatakan valid apabila

korelasi antara butir tersebut dengan skor total > 0,3 dimana taraf

kesalahan sebesar 5%. Dalam hal ini penulis menggunakan bantuan

software SPSS 16.0 for windows untuk melakukan uji statistik, dimana

angka koefesien korelasi terlihat pada kolom Corrected Item Total

Corelation.

2. Uji Reliabilitas

Sedangkan reliabilitas instrumen menunjuk pada suatu pengertian

bahwa adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran

68
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), hal. 211.
69
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2009), hal. 134
5

tertentu.70 Maksudnya, bahwa suatu instrumen yang dikatakan reliabel

apabila digunakan untuk mengukur suatu objek yang sama beberapa kali

maka data yang dihasilkan akan sama. Adapun pengujian reliabilitas

instrumen penelitian ini dilakukan dengan internal consistency yaitu

dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian yang diperoleh

dianalisis dengan teknik tertentu.71 Dalam hal ini penulis menggunakan

teknik alfa cronbach dimana rumus untuk menentukan koefesien

reliabilitas alfa cronbach adalah sebagai berikut.

𝑟i = 𝑘 ∑
{1 − 𝑠2
(𝑘 − 1) i}

�i
Dengan bantuan perangkat lunak SPSS 16.0 for windows maka akan

diperoleh nilai koefesien alfa cronbach, dimana suatu item instrumen

dikatakan reliabel atau mempunyai kehandalan yang tinggi apabila

diperoleh nilai alfa cronbach > 0.6.72

Sebelum pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen

yang telah dibuat, instrumen terlebih dahulu diujicobakan untuk mengetahui

tingkat validitas dan realibilitasnya sehingga akan jelas item-item mana yang

dapat digunakan untuk mengukur pengaruh bimbingan agama di Majelis

Rasululullah terhadap kesehatan mental jamaah Majelis Rasulullah tersebut.

Adapun blue print skala Bimbingan Agama sebelum dilakukan uji coba

validitas terlihat seperti pada tabel berikut:

70
Jonathan Sarwono, Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS, (Yogyakarta:
Andi, 2006), hal. 219
71
Sugiyono, Statistik untuk penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 359
Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivarians dengan Program SPSS, (Semarang:
72

UNDIP, 2003), hal.41


5

Tabel 3. Blue Print Skala Bimbingan Agama sebelum Uji Instrumen

No Dimensi Variabel Butir Positif Butir Negatif Jumlah


Bimbingan Agama
1 Materi 1,2,4,5,7 3,6 7
2 Tujuan 8,9,11,12,13, 10,16 11
14,15,17,18
3 Metode 19,21,22,24 20,23 6
4 Pembimbing 25,26,28,29,31 27,30 7
5 Sarana Dan Prasarana 32,33,34 35 4
Total 26 9 35

Selanjutnya setelah dilakukan uji validitas terhadap skala Bimbingan

Agama dengan teknik Product Moment yang diujicobakan kepada 30

responden, dari 35 item butir pertanyaan yang diujicobakan diketahui 32 item

butir valid dan 3 item butir tidak valid. Dengan demikian maka 32 item butir

yang valid yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya. Adapun Blue

Print 32 item butir yang valid terlihat dalam tabel berikut:

Tabel 4. Blue Print Skala Bimbingan Agama setelah Uji Instrumen

No Dimensi Variabel Butir Positif Butir Negatif Jumlah


Bimbingan Agama
1 Materi 1,2,4,5,7 3,6 7
2 Tujuan 8,9,11,12,13, 10,16 11
14,15,17,18
3 Metode 19,21,22,24 20,23 6
4 Pembimbing 26,28,31 27,30 5
5 Sarana Dan Prasarana 32,33,34 3
Total 24 8 32
6

Adapun blue print skala Kesehatan Mental sebelum dilakukan uji coba

validitas terlihat seperti pada tabel berikut:

Tabel 5. Blue Print Skala Kesehatan Mental sebelum Uji Instrumen

No Dimensi Variabel Butir Positif Butir Negatif Jumlah


Kesehatan Mental
1 Kognitif 1,2,3,4,5,7,8 6 8
2 Afektif 9,10,11,13, 12,14 9
15,16,17
3 Psikomotorik 18,19,20,21,23, 22,27,32 18
24,25,26,28,29,
30,31,33,34,35
Total 29 6 35

Selanjutnya setelah dilakukan uji validitas terhadap skala Kesehatan

Mental dengan teknik Product Moment yang diujicobakan kepada 30

responden, dari 35 item butir pertanyaan yang diujicobakan diketahui 23 item

butir valid dan 12 item butir tidak valid. Banyaknya butir yang tidak valid ini

disebabkan pertanyaan yang rancu. Dengan demikian maka 23 item butir

yang valid yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya. Adapun Blue

Print 23 item butir yang valid tersebut terlihat dalam tabel berikut:

Tabel 6. Blue Print Skala Kesehatan Mental setelah Uji Instrumen

No Dimensi Variabel Butir Positif Butir Negatif Jumlah


Kesehatan Mental
1 Kognitif 1,2,3,4,7 5
2 Afektif 9,10,15,16 12 5
3 Psikomotorik 18,19,21,23,24,25 27,32 13
28,29,33,34,35
Total 20 3 23
6

K. Teknik Analisa Data

Setelah data dikumpulkan dengan lengkap, tahapan berikutnya

adalah tahap analisa data. Analisa data adalah proses penyederhanaan data

kedalam bentuk yang lebih mudah diinterpretasikan. Analisa data diperlukan

agar peneliti dapat menghasilkan hasil yang dapat dipercaya. Pada tahap ini

data akan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga diperoleh kebenaran-

kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalaan yang diajukan

dalam penelitian. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis

kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dan dikumpulkan kemudian diolah

melalui tiga tahap yaitu editing, coding dan tabulating.73

1. Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan

karena kemungkinan data yang telah dikumpulkan tidak logis dan

meragukan. Tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang

terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi.

2. Coding yaitu pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk

dalam kategori yang sama.

3. Tabulasi yaitu membuat tabel-tabel yang berisikan data yang telah diberi

kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.

Selanjutnya data akan dianalisis dengan cara sebagai berikut:

1. Uji Regresi Linier Sederhana

Oleh karena dalam penilitian ini terdiri dari dua variabel yaitu satu

variabel independen dan satu variabel dependen maka untuk mengetahui

berapa besar bimbingan agama berpengaruh terhadap kesehatan mental

73
Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, (Jakarta: Bumi Aksara,
2004), hal. 24
6

jamaah majelis Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan penulis melakukan uji

regresi linier sederhana. Uji statistik regresi linier sederhana digunakan

untuk menguji signifikan atau tidaknya hubungan dua variabel melalui

koefesien regresinya.74 Di samping itu, dengan uji regresi linier sederhana

pula akan diketahui sejauh mana perubahan nilai variabel dependen

terhadap perubahan nilai variabel independen.

Adapun persamaan regresi linier sedarhana adalah:75

Y = a + bX

Keterangan:

Y = Variabel dependen (kesehatan mental jamaah majelis

Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan).

a = Harga Y ketika harga X = 0 (harga konstan).

b = Angka arah atau koefesien regresi, yang menunjukkan angka

peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang

didasarkan pada perubahan variabel independen.

X = Variabel independen yang mempunyai nilai tertentu

(pengaruh bimbingan agama)

2. Uji Koefesien Korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk mencari arah dan kuatnya

hubungan antara dua variabel atau lebih, baik hubungan yang bersifat

simetris, kausal, dan reciprocal.76 Uji koefesien korelasi dilakukan dalam

penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana kekuatan dan

74
Ibid., hal. 103
75
Sugiyono, Statistik untuk penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 261
76
Ibid., hal. 260
6

arah hubungan antara variabel independen yaitu bimbingan agama dan

variabel dependen kesehatan mental jamaah majelis Rasulullah Pancoran

Jakarta Selatan. Untuk mengetahui kekuatan hubungan kedua variabel

tersebut yaitu dengan cara menginterpretasikan nilai yang diperoleh dari

uji koefesien korelasi dengan berpedoman pada ketentuan berikut:

Tabel 7. Interval Koefesien Korelasi dan Kekuatan Hubungan77

No Interval Nilai Kekuatan Hubungan


1 KK = 0,00 Tidak ada
2 0,00 < KK < 0,20 Sangat rendah atau lemah sekali
3 0,20 < KK < 0,40 Rendah atau lemah tapi pasti
4 0,40 < KK < 0,70 Cukup berarti atau sedang
5 0,70 < KK < 0,90 Tinggi atau kuat
6 0,90 < KK < 1,00 Sangat tinggi atau kuat sekali, dapat diandalkan
7 KK = 1,00 Sempurna

Untuk menentukan besarnya koefesien korelasi digunakan rumus

sebagai berikut:78

𝑟𝑥𝑦 = ∑ 𝑥𝑦
√∑ 𝑥2𝑦2

Keterangan:

𝑟𝑥𝑦 = Korelasi antara variabel X dan Y

x = Selisih nilai X dengan rata-rata variabel X (Xi − X̅ )

y = Selisih nilai Y dengan rata-rata variabel Y (𝑌i − 𝑌̅ )

77
Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik , (Jakarta: Bumi Aksara,
2004), hal. 44
78
Sugiyono, Statistik untuk penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 228
6

3. Uji Koefesien Determinasi

Uji koefesien determinasi yaitu untuk mengetahui seberapa besar

kemampuan variabel independen dalam menjelaskan varians dari variabel

dependen. Koefesien ini juga disebut koefesien penentu, karena varians

yang terjadi pada variabel dependen dapat dijelaskan melalui varians yang

terjadi pada variabel independen.79

Dalam output SPSS 16.0 for windows, koefesien determinasi dapat

diketahui dari nilai R square pada tabel model summary. Dimana interval

nilai R square yaitu antara nol sampai dengan satu. Nilai koefesien

determinasi atau R square besarnya adalah kuadrad dari koefesien korelasi

( 𝑟2 ). Dengan demikian koefesien determinasi dapat dihitung dengan

rumus:80

KD = 𝑟2 x 100%

Dimana: KD = Koefesien Determinasi (angka atau indeks yang

digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan

suatu variabel terhadap variasi variabel yang lain)

𝑟2 = Kuadrat Koefesien Korelasi ( Nilai R square dalam

output SPSS 16.0 for wondows)

4. Uji Koefesien Korelasi Parsial ( Uji t )

Uji koefesien korelasi parsial yaitu uji statistik untuk menganalisis

bila peneliti bermaksud mengetahui pengaruh atau mengetahui hubungan

antara variabel independen dan dependen, dimana salah satu variabel

79
Ibid., hal. 231
80
Jonathan Sarwono, Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS, (Yogyakarta:
Andi, 2006), hal. 123
6

independennya dibuat tetap atau dikendalikan. 81


Adapun untuk

mengetahui signifikan atau tidak koefesien korelasi parsial yang di peroleh

maka dilakukan uji t dengan menggunakan rumus sebagai berikut:82

𝑟 √𝑛 − 𝑚
𝑡 = √1 − 𝑟2

Dimana: t = Koefesien korelasi parsial n = Jumlah sampel

r = Koefesien korelasi m = Banyaknya variabel

Selanjutnya, harga t hitung yang diperoleh dibandingkan dengan

harga t tabel, dengan ketentuan dk = n – m untuk taraf kesalahan 5% uji

dua fihak. Adapun angka signifikansi dalam output SPSS 16.0 for

windows terdapat pada tabel anova dan tertulis Sig. Dari nilai signifikansi

tersebut untuk mengetahui apakah ada hubungan linier antara variabel

bimbingan agama dan kesehatan mental jamaah majelis Rasulullah

Pancoran Jakarta Selatan dilakukan uji hipotesis. Adapun rumusan

hipotesis tersebut adalah:

H0 : Tidak ada pengaruh signifikan bimbingan agama terhadap kesehatan

mental jamaah majelis Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan

H𝑎 : Ada pengaruh signifikan bimbingan agama terhadap kesehatan

mental jamaah majelis Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan

Dengan ketentuan sebagai berikut:

Sig < 0,05 maka H0 ditolak dan H𝑎 diterima

Sig > 0,05 maka H0 diterima dan H𝑎 ditolak

81
Sugiyono, Statistik untuk penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 235
82
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2009), hal. 184
BAB IV

GAMBARAN UMUM MAJELIS RASULULLAH PANCORAN

JAKARTA SELATAN

A. Sejarah dan Perkembangan Majelis Rasulullah

Majelis Rasulullah adalah sebuah majelis ta’lim yang senantiasa

menyerukan ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW. Majelis ini penulis

sebut sebagai majelis ta’lim karena pada dasarnya di dalamnya banyak proses

pembelajaran serta penyampaian ajaran-ajaran Allah SWT sebagaimana yang

diajarkan Rasulullah SAW. Namun demikian di dalam kegiatannya majelis

ini tidak terlepas dari pembacaan shalawat, pembacaan maulid, dzikir, dan

ceramah agama.

Majelis Rasulullah merupakan salah satu majelis yang masyhur di

antara beberapa majelis yang ada di Jakarta. Kemasyhurannya ini bisa dilihat

dari berbagai sisi selain kegiatannya yang aktif di berbagai tempat juga bisa

dilihat dari ribuan jamaahnya yang selalu hadir dalam setiap kegiatanya,

bahkan mereka datang dari berbagai daerah. Namun demikian majelis

Rasulullah bisa menjadi sebegitu besar dalam perkembangannya banyak

suka-dukanya terutama pada masa awal berdirinya majelis ini. Akan tetapi

kegigihan dan ketabahan dari pendirinya yaitu almarhum habib Munzir Al

Musawwa serta keistiqomahan jamaahnya membuat majelis ini berkembang

begitu pesat di tahun-tahun berikutnya.

Berdirinya majelis Rasulullah merupakan buah dari perjuangan

dakwah almarhum habib Munzir bin Fuad Al Musawwa atau yang lebih

66
6

dikenal dengan sebutan habib Munzir Al Musawwa beliau wafat pada tanggal

13 september 2013 dan dimakamkan di Jakarta. Awal mula Majelis

Rasulullah yaitu setelah habib Munzir Al Musawwa lulus dari studinya di

Darul Musthafa pimpinan Al ‘Allamah Al Habib Umar bin Hafizh Tarim

Hadramaut Yaman beliau kembali ke Jakarta dan memulai dakwah pada

tahun 1998. Beliu berdakwah dengan mengajak orang bertaubat dan

mencintai nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, ummat ini akan pula

mencintai sunnahnya dan menjadikan Rasulullah SAW sebagai idola.

Dalam dakwahnya habib Munzir Al Musawwa tidak pernah mengenal

lelah, ia habiskan waktunya siang dan malam untuk berkeliling dari rumah ke

rumah. Ia tidur dimana saja dirumah warga, bahkan dikatakan ia pernah

tertidur di teras rumah warga karena sungkan untuk membangunkan

penghuninya yang sudah tidur. Setelah kurang lebih enam bulan berjalan

habib Munzir Al Musawwa mulai mengembangkan dakwahnya dengan

membuka majelis mingguan yaitu setiap malam selasa. Hal ini dilakukan

mengikuti jejak gurunya Al Habib Umar bin Hafizh yang juga membuka

majelis mingguan setiap malam selasa. Selain itu, habib Munzir Al Musawwa

juga memimpin Ma’had Assa’adah yang di wakafkan oleh habib Umar bin

Hud Al Attas di Cipayung. Setahun berlalu habib Munzir Al Musawwa tidak

meneruskan memimpin Ma’had tersebut, ia kemudian melanjutkan

dakwahnya dengan menggalang majelis-majelis disekitar Jakarta.

Habib Munzir Al Musawwa membuka majelis malam selasa dari

rumah ke rumah untuk mengajarkan fiqih-fiqih dasar. Akan tetapi,

dakwahnya ini kurang mendapatkan respon dari jamaah, tampak jamaah


6

kurang bersemangat menerima bimbingannya. Habib Munzir Al Musawwa

adalah sosok yang gigih dalam berdakwah walaupun kurang mendapat respon

dari jamaah ia terus berupaya untuk mencari sebab-sebabnya demi membawa

umat ini pada kedamaian, meninggalkan kemungkaran serta mencintai sunah

nabi Muhammad SAW. Supaya dakwahnya bisa diterima masyarakat

akhirnya habib Munzir Al Musawwa merubah penyampaiannya kini tidak

lagi membahas masalah fiqih dan kerumitannya, melainkan mewarnai

bimbingannya dengan nasehat-nasehat mulia dari hadis-hadis Rasulullah

SAW dan ayat-ayat Al Quran. Namun demikian tidak di tinggalkan amar

ma’ruf nahi munkar. Disamping itu penyampainya beliau lengkapi dengan

bahasa sastra yang dipadu dengan kelembutan ilahi dan tafakkur penciptaan

alam semesta, yang mana kesemuanya itu diarahkan agar masyarakat

menjadikan Rasulullah SAW sebagai idola. Setelah majelis berjalan, lama-

kelamaan jamaah semakin bertambah hingga majelispun harus berpindah-

pindah dari mushola ke mushola. Akan tetapi, perkembangan yang begitu

pesat musholapun akhirnya tidak mampu menampung jamaah maka habib

Munzir Al Musawwa memutuskan untuk memindah majelis dari masjid ke

masjid.

Setelah jamaahnya semakin banyak maka muncullah permintaan agar

majelisnya diberi nama. Habib Munzir Al Musawwa menanggapi permintaan

para jamaah tersebut dengan polos menjawab “Majelis Rasulullah“. Memang

majelis ini tidak mengajarkan kecuali apa yang telah diajarkan oleh

Rasulullah SAW dan membimbing mereka untuk mencintai Allah SWT dan
6

Rasulnya, walaupun semua majelis pada dasarnya adalah majelis rasulullah

tetapi begitulah yang disampaikan habib munzir kepada para jamaahnya.

Majelispun kian memadat, maka habib Munzir Al Musawwa

menyelenggarakan majelisnya pada malam selasa di empat masjid secara

bergantian yaitu Masjid Raya Al Munawwar Pancoran Jakarta Selatan,

Masjid Raya At Taqwa Pasar Minggu Jakarta Selatan, Masjid Raya At

Taubah Rawa Jati Jakarta Selatan dan Ma’had Daarul Ishlah pimpinan KH.

Amir Hamzah di jalan Raya Buncit Kalibata Pulo, akan tetapi karena jamaah

semakin bertambah maka habib Munzir Al Musawwa akhirnya memusatkan

majelis malam selasa ini di masjid Al Munawwar Pancoran Jakarta Selatan.

Dalam setiap kegiatannya majelis Rasulullah SAW di hadiri ribuan

jamaah setiap minggunya. Habib Munzir Al Musawwa juga mengembangkan

wilayah dakwahnya di beberapa wilayah Jakarta dan sekitarnya bahkan

sekarang hampir mencapai seluruh pulau jawa. Majelis Rasulullah SAW

tersebar di sepanjang pantai utara dan pantai selatan pulau jawa dan kini terus

meluas ke Bali, Mataram, Irian Barat bahkan sampai Singapura, Johor dan

Kualalumpur. Disamping itu majelis Rasulullah juga mengembangkan

dakwahnya melalui stasiun-stasiun TV swasta, VCD, majalah bulanan dan

lainnya. Untuk mendukung kegiatan dakwahnya majelis Rasulullah SAW saat

ini juga memiliki website khusus dengan alamat www.majelisrasulullah.org,

yang bisa diakses oleh jamaah maupun masyarakat umum. Kini setelah habib

Munzir Al Musawwa wafat kepemimpinan Majelis Rasulullah satu tahun

dipimpin habib Ahmad bin Novel bin Jindan dan kini kepemimpinan

dipegang oleh Dewan Syuro yang terdiri dari tiga orang.


7

B. Visi, Misi dan Tujuan Majelis Rasulullah

1. Visi Majelis Rasulullah

Visi majelis Rasulullah SAW adalah menjadikan masyarakat

dapat mengenal secara menyeluruh sosok kemuliaan dan keagungan

Rasulullah SAW, dengan mengenalnya akan bangkitlah kecintaan kepada

sunnah-sunnahnya dan menjadikan Rasulullah SAW sebagai idola dan

sandaran. Sehingga tercipta masyarakat yang nabawi.

2. Misi Majelis Rasulullah

Misi dari didirikannya majelis Rasulullah SAW yaitu:

a. Menghasilkan masyarakat yang menjadikan Rasulullah SAW sebagai

idola.

b. Menggerakkan kelembagaan Islam secara efektif.

c. Membina umat Islam dalam menanamkan dan memupuk akidah

Islamiyah.

d. Menjalankan syaria’at demi terciptanya khairul ummah (umat

terbaik).83

3. Tujuan Majelis Rasulullah

Tujuan majelis Rasulullah adalah untuk mewadahi dakwah

islamiyah agar kegiatan dakwah ini lebih terorganisir. Disisi lain majelis

ini ada untuk memberikan pancerahan kepada masyarakat sehingga

mereka belajar ilmu agama sesuai dengan yang diajarkan Al Quran dan

Rasulullah SAW. Dan yang tidak kalah utama yaitu, mengajak kepada

83
Dokumen Majelis Rasulullah SAW Selasa, 22 Februari 2015
7

masyarakat agar bisa meneladani Rasulullah SAW dan menjadikannya

sebagai idola karena hanya beliaulah uswatun hasanah sejati.

C. Program Dakwah Majelis Rasulullah

Majelis Rasulullah SAW dalam kegiatan dakwahnya menjalankan beberapa

program diantaranya yaitu:84

1. Bimbingan Rohani di Instansi Perkantoran

Program ini telah di jalankan di berbagai instansi baik instansi

pemerintah maupun instansi swasta. Program dakwahnya yaitu berupa

khotib jumat dan siraman rohani. Di antara intansi-instansi yang telah

bekerja sama dengan majelis Rasulullah SAW yaitu Departemen

Keuangan, Gedung GKBI Jakarta, Bank Danamon, Bank Indonesia (BI)

dan lain-lain.

2. Bimbingan Rohani di Stasiun TV

Program bimbingan rohani di stasiun televisi sudah berlangsung

sejak tahun 2000 yaitu dengan menjalin kerjasama dengan ANTV dimana

habib Munzir Al Musawwa dan team hadroh majelis Rasulullah mengisi

acara mutiara subuh. Majelis Rasulullah terus menjalin kerjasama dengan

stasiun-stasiun TV swasta baik lokal maupun nasional. Stasiun-stasiun

televisi yang telah menjalin kerjasama dengan majelis Rasulullah selain

ANTV diantaranya yaitu Metro TV yang telah meliput acara mingguan

majelis Rasulullah di Masjid Raya Al Munawar Pancoran Jakarta Selatan

dan ditayangkan pada acara oasis di Metro TV. Stasiun TV lain yang

bekerjasama dengan majelis Rasulullah adalah Indosiar yang telah

84
www.majelisrasulullah.org, diakses tanggal 24 Maret 2015 pukul 15. 30 wib
7

beberapa kali melakukan rekaman saat kedatangan guru agung habib

Umar bin Hafidz dimana beberapa episode telah ditayangkan di acara

embun pagi. Disamping itu stasiun TV SCTV dan RCTI juga telah

bekerjasama dengan majelis Rasulullah dalam menegakkan dakwah

islamiyah.

3. Hadroh Majelis Rasulullah

Sebagai sarana pendukung dakwah majelis Rasulullah SAW juga

memiliki team hadroh. Team hadroh majelis Rasulullah SAW terdiri dari

sembilan personil dengan empat buah hadroh ukuran standar dan empat

buah bas dengan ukuran besar dan satu buah bas ukuran sangat besar.

Team hadroh majelis Rasulullah selalu mengiringi kegiatan tabligh akbar

majelis Rasulullah diberbagai wilayah jakarta dan sekitarnya dengan lagu-

lagu shalawat dan nasyid. Lagu-lagu shalawat dan nasyid tersebut di

lantunkan dengan suara yang merdu dan indah sehingga memunculkan

ketenangan dan kesejukan dihati.

Lagu-lagu yang dilantunkan team hadroh majelis Rasulullah

adalah syair-syair para salaf seperti syair fakhrulwujud Imam Abubakar

bin Salim, Imam Abdullah bin Alwi Al Hadad, dan juga syair-syair guru

agung Al habib Umar bin Hafidz serta syair-syair lainnya. Lagu-lagu

shalawat serta nasyid yang dilantunkan oleh team hadroh majelis

Rasulullah sekarang telah banyak di gandrungi oleh ribuan pemuda dan

juga anak-anak. Ini merupakan sinyal positif kemajuan islam yang mana

anak muda tidak hanya suka pada lagu-lagu band modern tapi juga cinta

shalawat.
7

4. Iklan Kalender

Pembuatan kalender merupakan program untuk memperkenalkan

kepada masyarakat tentang majelis Rasulullah serta kegiatan-kegiatan

yang dilaksanakan agar kemudian masyarakat berbondong-bondong untuk

belajar tentang apa yang telah diajarkan oleh Allah SWT dan Rasulullah

SAW. Disamping itu melalui program ini pula majelis Rasulullah

mengajak para jamaah untuk bersama-sama mendukung kegiatan dakwah

islamiyah.

5. VCD Ceramah dan Nasyidah MP3

Majelis Rasulullah juga mengembangkan dakwah melalui

rekaman-rekaman ceramah maupun shalawat atau nasyid dalam bentuk

VCD, Kaset pita dan juga MP3. Dakwah dengan cara ini menjadi salah

satu program majelis Rasulullah, ini merupakan wujud kepedulian majelis

Rasulullah terhadap dahsyatnya peredaran VCD-VCD yang mengandung

unsur pornografi yang seakan-akan sulit dibendung khususnya di ibukota.

Oleh karenanya program ini menjadi sangat relevan untuk

menyeimbangkan atau bahkan melawan peredaran VCD-VCD yang bisa

merusak akhlak para generasi muda Indonesia. Jadi, dari program ini

disamping kita melarang terhadap masyarakat khususnya kaum muslimin

untuk menonton VCD-VCD yang tidak memberikan manfaat tersebut

disisi lain kita juga memberikan solusi dengan tontonan yang lebih

bermanfaat baik bagi kehidupan dunia maupun akhirat.

Majelis Rasulullah telah memperbanyak VCD-VCD rekaman

ceramah habib Munzir Al Musawwa maupun rekaman-rekaman sholawat


7

dan nasyid yang disebarkan ke ratusan tempat penyewaan VCD disekitar

Jakarta. Setiap tempat penyewaan VCD dipinjamkan satu copy VCD

dengan cuma-cuma, dimana pihak penyewaan (rental) boleh menyewakan

dan mengambil untung dan satu bulan kemudian VCD tersebut diambil

kembali. Selama program berjalan pihak rental mengaku bahwa mereka

telah menyewakan VCD tersebut sebanyak lima sampai sepuluh kali

dalam waktu sebulan.

Dari program ini, ratusan VCD yang disebar ke kurang lebih 500

tempat penyewaan VCD telah berhasil setidaknya menembus 2500 rumah

dalam satu bulannya. Program ini terus berjalan dengan sistem VCD yang

dipinjamkan ke tempat penyewaan setelah satu bulan diambil dan

dipinjamkan ketempat penyewaan yang lain. Melalui program ini

diperkirakan VCD ceramah habib Munzir Al Musawwa dan juga VCD

sholawat dan nasyid majelis Rasulullah telah masuk ke-lebih dari 30.000

rumah muslimin dijakarta.

D. Pelaksanaan Bimbingan Agama di Majelis Rasulullah

1. Pembimbing

Pembimbing atau pembina dimajelis Rasulullah sering disebut

sebagai Dewan Guru. Dewan Guru sering berganti-ganti dalam periode

tertentu hal ini agar jamaah tidak bosan dan selalu mendapatkan hal yang

baru. Dalam satu periode kurang lebih tiga bulan terdapat kurang lebih

tiga Dewan Guru. Adapun Dewan Guru di Majelis Rasulullah SAW saat

dilakukan penelitian ini diantaranya yaitu:

a. Ustadz Ubaydillah Khalid


7

b. Habib Muhammad Al Bagir bin Alwi bin Yahya

c. Habib Alwi bin Abdurrahman Al Habsyi

selain Dewan Guru tersebut yang juga sebagai dewan syuro yaitu kakak

kandung almarhum Habib Munzir Al Musawwa yakni Habib Nabil bin

Fuad Al Musawwa.

2. Terbimbing

Terbimbing di majelis Rasulullah adalah jamaah majelis

Rasulullah SAW yang tidak dibatasi asal, jenis kelamin, usia, pekerjaan

maupun yang lainnya. Akan tetapi majelis Rasulullah untuk semua

kalangan, siapapun yang ingin menimba ilmu di majelis Rasulullah

terbuka lebar. Oleh karenanya majelis Rasulullah berkembang dengan

cepat hingga saat ini dan tidak dapat dipungkiri lagi kalau majelis

Rasulullah mempunyai peran penting dalam pembinaan akhlaq generasi

muda khususnya di kota Jakarta.

3. Pelaksanaan Bimbingan

Bimbingan agama majelis Rasulullah SAW dilaksanakan di

masjid Al Munawwar Jl. Raya Pasar Minggu Pancoran Jakarta Selatan,

dilaksanakan secara rutin setiap hari senin. Adapun waktu pelaksanaan

yaitu ba’da sholat isya sampai dengan selesai. Bimbingan terlebih dahulu

diawali dengan pembacaan maulid Dliyaulami’ karya Habib Umar bin

Hafizh yang merupakan guru dari almarhum Habib Munzir Al Musawwa

pendiri Majelis Rasulullah SAW.

Selanjutnya setelah selesai pembacaan maulid satu-persatu

pembimbing akan bergantian menyampaikan materinya masing-masing.


7

Selain di masjid Al Munawwar majelis Rasulullah juga melaksanakan

bimbingan rutin di gedung Dalail Khaerat Komplek HANKAM Cidodol

Jakarta Selatan. Disamping itu majelis Rasulullah juga menerima

undangan majelis di berbagai daerah baik di Jakarta maupun diluar

Jakarta.

4. Materi Bimbingan

a. Akidah

Akidah menjadi prioritas materi bimbingan di majelis

Rasulullah terutama diawal-awal berdirinya majelis Rasulullah,

banyak kitab-kitab tauhid yang menjadi rujukan. Bahkan almarhum

Habib Munzir Al Musawwa sendiri telah menulis buku yang berjudul

Kenalilah Akidahmu, oleh karena begitu pentingnya masalah akidah.

Buku ini sendiri terbit dalam dua tahap.

b. Syari’ah

Syari’ah yang didalamnya mencakup masalah ibadah juga

menjadi pokok materi bimbingan. Salah satu kitab yang menjadi

pembahasan adalah kitab Risalatul Jami’ah. Kitab ini disampaikan

oleh Dewan Guru yang mana dalam periode tertentu bergantian. Dan

masih banyak lagi kitab-kitab syari’ah yang dibahas di majelis

Rasulullah baik tentang ibadah maupun muamalah.

c. Akhlak

Materi pokok lainnya yang menjadi prioritas bimbingan yaitu

tentang akhlak. Tentu dalam hal ini mengacu kepada akhlak-akhlak

Rasulullah SAW. Penyampaian materi tentang akhlak ini mengacu


7

pada hadis-hadis yang disampaikan Rasulullah SAW, kisah-kisah

nabawiyah dan juga aklak-akhlak salafushsholih.

5. Metode Bimbingan

Metode bimbingan di majelis Rasulullah yaitu dengan metode

ceramah. Pembimbing menyampaikan materinya masing-masing dengan

berceramah di hadapan ribuan terbimbing yang hadir dalam majelis

Rasulullah SAW. Dalam hal ini terbimbing tidak punya kesempatan untuk

berdialog, akan tetapi terbimbing yang terdaftar dalam forum majelis

online maka akan berkesempatan untuk berdialog secara online dan

melalui keanggotaan online inilah majelis Rasulullah memfollow up

jamaahnya.

6. Media Pendukung

Adapun media pendukung bimbingan agama di majelis

Rasulullah yaitu diantaranya perangkat pengeras suara yang cukup

memadai, beberapa layar lebar dan juga materi pembahasan yang di

bagikan kepada jamaah sebelum pelaksanaan bimbingan. Selain itu

kegiatan majelis juga disiarkan secara langsung melalui media streaming

dan juga media sosial seperti facebook. Dan bagi jamaah yang tidak

berkesempatan hadir bisa membaca uraian materi bimbingan di website

resmi majelis Rasulullah www.majelisrasulullah.org.

E. Struktur Organisasi Majelis Rasulullah

Struktur keorganisasian majelis Rasulullah SAW terdiri dari penasehat

yang dijabat oleh ketua rabithoh alawiyah. Kemudian, dewan syuro

membawahi sekretaris, bendahara serta divisi-divisi. Di dalam kepengurusan


7

majelis Rasulullah SAW terdapat beberapa divisi yaitu divisi dakwah, divisi

tijariyah, divisi tekhnologi dan beberapa staff. Adapun struktur lengkapnya

sebagai berikut:

Penasehat : Habib Umar bin Salim bin Hafizh

Dewan Syuro : Habib Muhsin Al Hamid

Habib Nabiel bin Fuad Al Musawwa

Habib Ahmad Al Bahar Al Hadar

Bendahara Umum : Saiful Zahri

Sekretaris Umum : H. Muhammad Syukran Makmun

Div Dakwah : Muhammad Qalby

Habib Muhammad Al Kaff

Habib Zaki Shahab

Musthafa Deden

Div Tijariyah : Muhammad Rizal

Fauzan Ramdhani

Div Teknologi : Muhammad Mahfud, Fauzan Hakim

Muhammad Daud

Staff Audit Informasi : Ahmad Fauzi

Staff Sistem Programer : Ahmad Fauzi

Staff Teknisi Operasional : Abdul Khair As’ad, Muhammad Adhi

Muhammad Yudi, Muhammad Ari

Muhammad Hikmah, Muhammad

Nashrul

Staff Non Teknis : Muhammad Wahyu, Muhammad Ozi

Muhammad Fani
7

Bagan Struktur Organisasi Majelis Rasulullah SAW

PENASEHAT

Habib Umar bin Salim bin Hafizh (Yaman)

DEWAN SYURO DEWAN GURU

Habib Muhsin Al Hamid Habib Nabiel bin Fuad Al MusawwaUstadz Ubaydillah Khalid
Habib Ahmad Al Bahar Al Hadar
Hb Muhammad Al Bagir bin Alwi bin Yahya Habib Alwi bin Abdurrahman Al H

SEKRETARIS UMUM BENDAHARA UMUM

H. M Syukran Makmun Saiful Zahri

DIV DAKWAH DIV TIJARIYAH DIV TEKNOLOGI

Muhammad Qalby Habib Muhammad Al Muhammad


Kaff Muhammad
Rizal Mahfud Fauzan Hakim Muhammad Daud
Fauzan Ramdhani
Habib Zaki Shahab Musthafa Deden

S. INFORMASI S. OPERASIONAL S. PROGRAMER S. NON TEKNIS

Ahmad Fauzi Muhammad Adhi Muhammad


Ahmad
Yudi
Fauzi
Muhammad AriMuhammad
MuhammadWahyu
Hikmah
Muhammad
Muhammad
Ozi
Nas
M

Keterangan: Garis Komando


Garis Koordinasi
BAB V

TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Identifikasi Responden

Responden dalam penelitian ini adalah jamaah majelis Rasulullah

SAW Pancoran Jakarta Selatan. Jumlah responden dalam penelitian ini yaitu

sebanyak 91 responden yang diambil dengan teknik Sampling Insidental.

Jumlah tersebut sesuai dengan perhitungan sampel yang telah dihitung

menggunakan rumus slovin. Adapun hasil dari identifikasi terhadap

responden dalam penelitian ini maka dapat di deskripsikan sebagai berikut:

Tabel 8. Identifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Frekuensi Relatif


Laki-laki 55 60 %
Perempuan 36 40 %
Jumlah 91 100 %

Dari tabel delapan di atas menunjukkan bahwa responden laki-laki lebih

banyak dari pada responden perempuan, yaitu 60 % responden laki-laki dan

sisanya 40 % responden perempuan. Hal ini dikarenakan keadaan jamaah

dilapangan memang didominasi oleh jamaah laki-laki.

Tabel 9. Identifikasi Responden Berdasarkan Usia

Klasifikasi Responden Usia Frekuensi Frekuensi Relatif


Anak-anak < 14 Th 3 3%
Remaja 15 - 25 Th 56 62 %
Dewasa > 26 Th 32 35 %
Jumlah 91 100 %

80
8

Tabel sembilan adalah identifikasi responden berdasarkan usia. Dari

tabel tersebut terlihat bahwa responden didominasi oleh remaja yaitu sebesar

62 %, sedangkan responden dewasa sebanyak 35 %. Walaupun jumlahnya

tidak terlalu banyak yaitu hanya 3 % responden kategori anak-anak tetap ada,

ini menunjukkan bahwa ada juga jamaah anak-anak meskipun jumlahnya

tidak sebanyak jamaah remaja maupun jamaah dewasa.

Tabel 10. Identifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan Frekuensi Frekuensi Relatif


SD sederajat 4 4%
SMP sederajat 12 13 %
SMA sederajat 37 41 %
S1/D3 27 30 %
S2 2 2%
Tidak Memberi Jawaban 9 10 %
Jumlah 91 100 %

Data pada tabel 10 di atas menunjukkan karakteristik responden

berdasar tingkat pendidikannya. Responden dengan pendidikan SMA

sederajat terlihat mendominasi dari keseluruhan responden hingga 41 %.

Sementara responden dengan tingkat pendidikan sarjana atau diploma

(S1/D3) juga cukup signifikan yaitu mencapai 30 %. Selebihnya SMP

sederajat 13 %, SD sederajat 4 %, magister (S2) 2 % dan responden yang

tidak memberikan jawaban sebanyak 10 %.

Tingginya responden yang tidak memberikan jawaban terhadap

pendidikan mereka, disebabkan adanya kemungkinan responden yang

pendidikannya diperoleh dari lembaga non formal. Dalam hal ini pesantren

atau lembaga lain seperti madrasah.


8

Tabel 11. Identifikasi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Frekuensi Relatif


Pelajar/Mahasiswa 17 19 %
Karyawan swasta 24 26 %
PNS/TNI/POLRI 3 3%
Wiraswasta 18 20 %
Lainnya 14 15 %
Tidak Memberi Jawaban 15 17 %
Jumlah 91 100 %

Supaya data yang peneliti sajikan lebih lengkap maka peneliti selain

mengidentifikasi responden berdasar jenis kelamin, usia dan pendidikan,

peneliti juga mengidentifikasi responden berdasarkan pekerjaannya. Seperti

terlihat pada tabel 11 dari pilihan jawaban yang peneliti berikan dalam

kuesioner maka diketahui 26 % berprofesi sebagai karyawan swasta, 20 %

sebagai pekerja wiraswasta, 19 % adalah pelajar atau mahasiswa, 3%

PNS/TNI/POLRI, dan 15 % profesi lainnya. Sedangkan 17 % sisanya tidak

memberikan jawaban.

B. Pengaruh Bimbingan Agama Terhadap Kesehatan Mental Jamaah

Majelis Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan

Tahap selanjutnya dari pengolahan data dalam penelitian ini yaitu

menganalisis pengaruh bimbingan agama terhadap kesehatan mental jamaah

majelis Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan. Setelah data diolah

menggunakan bantuan Software SPSS 16.0 for Windows hasil yang

didapatkan sebagai berikut:


8

Tabel 12. Out Put Pengolahan Data dengan SPSS 16.0 for Windows

REGRESSION
/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT Y
/METHOD=ENTER X.
Regression
[DataSet0]

Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Y 90.1429 8.52783 91
X 1.3113E2 11.86799 91

Correlations

Y X
Pearson Correlation Y 1.000 .702
X .702 1.000
Sig. (1-tailed) Y . .000
X .000 .
N Y 91 91
X 91 91

Variables Entered/Removedb
Variables
Model Variables Entered Removed Method
1 X a . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Y
Model Summary
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate
1 .702a .493 .488 6.10460
a. Predictors: (Constant), X
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3228.457 1 3228.457 86.632 .000a
Residual 3316.686 89 37.266
Total 6545.143 90
a. Predictors: (Constant), X
8

Variables Entered/Removedb
Variables
Model Variables Entered Removed Method
1 X a . Enter
b. Dependent Variable: Y
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 23.966 7.139 3.357 .001
X .505 .054 .702 9.308 .000
a. Dependent Variable: Y

1. Uji Regresi Linier Sederhana

Uji regresi linier dilakukan dengan menggunakan bantuan Software

SPSS 16.0 for Windows. Setelah dilakukan pengolahan data maka didapat

hasil sebagai berikut:

Tabel 13. Koefesien Regresi Linier Sederhana

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1(Constant) 23.966 7.139 3.357 .001
X .505 .054 .702 9.308 .000
a. Dependent Variable: Y

Dari hasil di atas maka diketahui bahwa nilai a= 23.966 dan nilai b=

0.505. dengan demikian diperoleh persamaan regresi linier sederhana

yaitu:

Y = 23.966 + 0.505 X atau KM = 23.966 + 0.505 BA

Dimana: KM = Kesehatan Mental

BA = Bimbingan Agama

Nilai 23.966 merupakan harga konstanta yang berarti apabila nilai

bimbingan agama nol, maka besarnya kesehatan mental 23.966.

Sedangkan nilai 0.505 merupakan koefesien regresi yang menunjukkan


8

bahwa akan terjadi peningkatan atau penurunan variabel kesehatan mental

sebesar 0.505 yang didasarkan pada perubahan variabel bimbingan agama.

Dengan demikian bisa diketahui bahwa terdapat hubungan yang positif

antara Bimbingan Agama di Majelis Rasulullah SAW Pancoran Jakarta

Selatan dengan Kesehatan Mental Jamaah Majelis Rasulullah SAW

Pancoran Jakarta Selatan.

2. Uji Koefesien Korelasi

Dari hasil pengolahan data menggunakan SPSS 16.0 for Windows

maka didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 14. Koefesien Korelasi

Correlations

Y X
Pearson Y 1.000 .702
Correlation
X .702 1.000
Sig. (1-tailed) Y . .000
X .000 .
N Y 91 91
X 91 91

Dari tabel 14. di atas dapat diketahui bahwa korelasi antara variabel

bimbingan agama dengan kesehatan mental yaitu 0.702 dimana nilai

signifikan 0.000. Selanjutnya angka yang diperoleh dikonsultasikan

dengan tabel interval korelasi. Ini menunjukkan bahwa hubungan antara

bimbingan agama dengan kesehatan mental cukup berarti atau sedang.

3. Uji Koefesien Determinasi

Koefesien determinasi dapat diketahui dari tabel Model Summary.

Dari hasil pengolahan data menggunakan SPSS 16.0 for Windows maka

didapatkan hasil sebagai berikut:


8

Tabel 15. Koefesien Determinasi

Model Summary
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate
1 .702a .493 .488 6.10460
a. Predictors: (Constant), X

Dari tabel 15. Tersebut dapat diketahui bahwa nilai koefesien determinasi

𝑟2 ( R Square) yaitu sebesar 0.493 dimana nilai koefesien determinasi

yang telah disesuaikan ( Adjusted R Square) sebesar 0.488. Selanjutnya

koefesien determinasi dapat diketahui dengan rumus:

KD = 𝑟2 x 100 %

= 0,488 x 100 %

= 48,8 %

Dari hasil tersebut berarti dapat disimpulkan bahwa bimbingan agama

mempunyai pengaruh sebesar 48,8 % terhadap kesehatan mental jamaah

majelis Rasulullah. Selebihnya, dipengaruhi oleh variabel-variabel lain

diluar bimbingan agama.

4. Uji Koefesien Korelasi Parsial (Uji t)

Dari hasil pengolahan data menggunakan SPSS 16.0 for Windows

sebagai mana terlihat pada tabel 12. maka dari out put yang ada dapat

diketahui bahwa t-hitung > t-tabel dimana taraf signifikannya < 0,05

seperti yang terlihat pada tabel ANOVA berarti terdapat hubungan

linieritas yang signifikan. Sesuai dengan ketentuan hipotesis yang diajukan

maka H0 ditolak dan H𝑎 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa: ada pengaruh signifikan bimbingan agama terhadap kesehatan

mental jamaah majelis Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah peneliti melakukan pengumpulan data, mengolah dan

menganalisanya. Maka, peneliti mengambil kesimpulan bahwa pengaruh

Bimbingan Agama terhadap Kesehatan Mental dapat diketahui sebagai

berikut:

a. Ada pengaruh positif antara Bimbingan Agama terhadap Kesehatan

Mental. Hal ini ditunjukkan dari persamaan regresi yang diperoleh KM =

23.966 + 0.505 BA yang berarti dimana setiap ada penambahan nilai

variabel Bimbingan Agama akan menaikkan nilai variabel Kesehatan

Mental sebesar 0.505.

b. Adanya hubungan cukup berarti atau sedang antara variabel Bimbingan

Agama dengan variabel Kesehatan Mental. Hal ini terlihat dari Koefesien

Korelasi yang diperoleh yaitu 0.702 yang selanjutnya dikonsultasikan

dengan tabel interval korelasi.

c. Bimbingan Agama mempunyai pengaruh sebesar 48,8% terhadap

Kesehatan Mental jamaah majelis Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan

selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain diluar Bimbingan Agama. Hal ini

dapat dilihat dari nilai R Square sebesar 0.493 dan Adjusted R Square

sebesar 0.488.

d. Dari hasil uji t parsial diketahui bahwa t-hitung > t-tabel dimana

signifikansinya 0.000 < 0.05. dengan demikian hipotesis yang berbunyi:

87
8

Tidak ada pengaruh signifikan bimbingan agama terhadap kesehatan

mental jamaah majelis Rasulullah Pancoran Jakarta Selatan ( H0) ditolak

dan hipotesis yang berbunyi: Ada pengaruh signifikan bimbingan agama

terhadap kesehatan mental jamaah majelis Rasulullah Pancoran Jakarta

Selatan (H𝑎) diterima.

B. Saran

Setelah mendapatkan kesimpulan dari penelitian yang peneliti

lakukan, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:

1. Bimbingan Agama dimajelis Rasulullah SAW telah nyata memberikan

pengaruh positif terhadap kesehatan mental jamaahnya, oleh karenanya

perlu diistiqomahkan dan selalu ditingkatkan.

2. Agar Bimbingan Agama semacam ini bisa bertahan ditengah hedonisme

masyarakat maka perlu dikemas lebih menarik. Sehingga mampu bersaing

dengan program-program lain yang kurang mendidik.


8

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. Bimbingan dan konseling Islam, Jakarta: Amzah, 2010.

Ardani, Tristiardi Ardi. Psikiatri Islam, Malang: UIN Malang Press, 2008.

Arifin, Isep Zaenal. Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah


Melalui Psikoterapi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Arifin, M. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta:


Golden Terayon Press, 1994.

, Pokok-pokok Pikiran Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta:


Bulan Bintang, 1979.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:


Rineka Cipta, 2010.

Azwar, Saifuddin. Penyusunan Skala Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2012

Baihaqi, MIF. Dkk. Psikiatri (Konsep Dasar dan Gangguan-gangguan),


Bandung: PT. Refika Aditama, 2005.

Bambang Pranowo, M. dkk. Materi Bimbingan dan Penyuluhan Bagi Penyuluh


Agama Islam Terampil, Jakarta: Departemen Agama RI, 2003.

, Pedoman Pembentukan Kelompok Sasaran Penyuluhan


Agama Islam, Jakarta: Departemen Agama RI, 2002.

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana, 2010.

Burhanuddin, Yusak. Kesehatan Mental, Jakarta: Pustaka Setia, 1999.

Bustaman, Hanna Djumhana. Integrasi Psikologi Dengan Islam, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 1995.

Daradjat, Zakiah. Kesehatan Mental, Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001.

El-Quussiy, Abdul Aziz. Pokok-pokok Kesehatan jiwa/Mental, Jakarta: Bulan


bintang, 1974.

Emzir. Metodologi Penelitian Pendidikan; Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada, 2008.

Fahmi, Musthafa. Kesehatan Jiwa (Dalam Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat)


Jilid II, Jakarta: Bulan Bintang.
9

Faqih, Ainur Rahim. Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Yogyakarta: UII
Press, 2014.

Farid, Imam Sayuti. Pokok-pokok Bahasan tentang Bimbingan Penyuluhan


Agama sebagai Tenik Dakwah, Jakarta: Bulan Bintang, 2007.

Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivarians dengan Program SPSS,


Semarang: UNDIP, 2003

Hadikusuma, Hilman. Pembuatan Kertas Kerja Skripsi Hukum, Bandung :


Mandar Maji, 1991.

Hamdani. Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung, Pustaka Setia, 2012.

Hasan, Iqbal. Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Jakarta: Bumi Aksara,
2004.

Hawari, Dadang. Al Quran; Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,


Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 2004.

Hidayati, Heny Narendrany dan Andri Yudiantoro. Psikologi Agama, Jakarta:


UIN Jakarta Press, 2007.

HS, M. Noor. Himpunan Istilah Psikologi, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.

Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Sosial; Pendekatan Kuantitatif dan


Kualitatif. Jakarta: Erlangga, 2009.

Jaelani, A.F. Penyucian Jiwa dan Kesehatan Mental, Jakarta: Amzah, 2000.

Jalaluddin. Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Kartono, Kartini. Patologi Sosial Jilid I, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.

Kasiram, Moh. Metodologi penelitian. Malang: UIN Malang Press, 2008.

Langgulung, Hasan. Teori-teori Kesehatan Mental, Jakarta: Pustaka Al Husna,


1986.

Lutfi, M. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Jakarta: Lembaga


Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2007.

Mu’awanah, Elfi dan Rifa Hidayah. Bimbingan Konseling Islam di Sekolah


Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Nasution, S. Metode Research (Penelitian Ilmiah), Jakarta: Bumi Aksara, 2011.


9

Paramita, Shinta. “Efektifitas Penanganan Masalah Rumah Tangga Melalui


Lembaga Pelayanan Konsultasi di Masjid Agung Al Azhar Jakarta,”
Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri
Jakarta, 2009.

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, ed. 3, Jakarta: Balai


Pustaka, 2014.

Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. Metode Penelitian Kuantitatif,


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.

Prastowo, Andi. Memahami Metode-metode Penelitian, Jogjakarta: Ar Ruzz


Media, 2011.

Sarwono, Jonathan. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS, Yogyakarta:


Andi, 2006.

Subyantoro, Arief dan FX. Suwarto. Metode dan Teknik Penelitian Sosial,
Yogyakarta: ANDI, 2006.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,


2009.

, Statistik untuk penelitian, Bandung: Alfabeta, 2012.

Sururin. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Umar, M. dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan Untuk Fakultas Tarbiyah,


Bandung: Pustaka Setia, 1998.

Zulfa, Umi. Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Cahaya Ilmu, 2011.

Alquran dan Terjemahnya. Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2009.

Anda mungkin juga menyukai