Anda di halaman 1dari 55

HOMOSEKSUAL DAN ISLAM

(Analisis Maqâṣid Sharî’ah terhadap Wacana dan


Argumen Sarjana Islam Liberal)

Penulis: Zulfa Hudiyani


Editor: Ahmad Fauzi, S.S.I
Layout dan Cover: Rizky Priyatna

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan


(KDT)

xxv, 122 hlm


14,5 x 20,5
Cetakan I, Oktober 2017
ISBN: 978-602-74686-5-8

Diterbitkan Oleh:

Yayasan Pengkajian Hadist El-Bukhori


Jl. Cempaka No. 52B 04/09. Cirendeu-Ciputat.
Tangerang Selatan.
E-Mail: elbukhari.institute@gmail.com

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang


All right reserved

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi atas segala limpahan


anugrah dan kasih sayangNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis dengan
judul‚HOMOSEKSUAL DAN ISLAM (Analisis Maqa>s}id
Shari>‘ah terhadap Wacana dan Argumen Sarjana Islam
Liberal)‛. Tesis ini merupakan hasil penelitian penulis
untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Magister, program
Pengkajian Islam konsentrasi Syariah Interdisipliner di
Sekolah Pascaarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
S}alawat serta salam dilimpahkan kepada baginda Nabi
Muhammad Saw. keluarga dan para Sahabat yang telah
memperjuangkan dakwah Islam dan menjunjung tinggi
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dengan segenap
pengorbanan sehingga dengan izin Allah, seluruh manusia di
penjuru dunia dapat merasakan rahmat sekalian alam.
Penyelesaian tesis ini tidak akan terealisasi tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah memberikan dukungan baik moril maupun materil
dalam menyelesaikan tesis ini. Yaitu:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Selaku rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Prof. Dr. Masykuri Abdillah,
MA. Selaku Direktur SPs UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Prof. Dr. Didin Saepudin, MA. Selaku Wakil
Direktur I Ketua Jurusan Program Doktor. Dr. JM.
Muslimin, MA. Selaku Wakil Direktur II Ketua
Jurusan Program Magister, seluruh staf, pustakawan-
pustakawati dan civitas akademika SPs UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Huzaemah T. Yanggo, MA selaku promotor,
penulis menyampaikan ribuan terimakasih atas waktu
luang yang diberikan serta kesabarannya dalam

iii
membimbing, sehingga penulis mampu menyelesaikan
penelitian ini. Juga mengenai metode menulis yang
baik sehingga bermanfaat bagi kelangsungan penelitian
ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada para
dosen Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan pengetahuan dan
informasi selama proses perkuliahan, Prof. Dr.
Azyumardi Azra MA. Prof. Dr. Suwito, MA. Prof. Dr.
Atho Mudzhar, MSPD. Prof. Dr. Yunan Yusuf MA.
Prof. Dr. Yunasril Ali, MA. Prof. Dr. Zainun Kamal
MA. Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor, MA. Prof. Dr.
Agil Husein al-Munawwar MA. Dr. Fuad Jabali MA.,
Dr. Yuli Yasin,MA., dan terkhusus Dr. Yusuf Rahman
yang telah memberikan wawasan kepada penulis
sehingga penulis dapat memperkaya argumen dalam
penulisan tesis ini.
3. Sang motivator sekaligus fasilitator ayahanda tercinta
H. Zulkifli, M. Pd.I dan ibunda Anizar Hosein, penulis
haturkan terimakasih tak terhingga atas segala curahan
kasih sayang, dukungan, arahan dan do’a. Terlebih
segenap tenaga dan pengorbanannya yang telah
membiayai pendidikan penulis hingga sampai pada
jenjang S2 ini. Semoga penulis senantiasa bersemangat
dalam menggapai cita-cita sebagaimana ayahanda dan
ibunda harapkan. Secara khusus, terimakasih sebagai
penghormatan penulis sampaikan kepada suami
terkasih A. Fauzi S.S.I atas seluruh cinta yang
dicurahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
ini dengan jerih payah yang nikmat. Teruntuk buah
hati tercinta, Ahmad Azwan Dhiyaurrahman, yang
memberikan ruang yang lebih banyak serta
pengorbanan kepada penulis sehingga dapat lebih
berkonsentrasi dalam menulis tesis dari awal. Terima
kasih kepada keluarga tercinta yang dengan tulus

iv
memberikan doa, dan dukungan baik moral, material
maupun spiritual. Teruntuk ibunda mertua Hj. Mulyati
yang siap membantu dengan tulus ikhlas untuk
menjaga Azwan kala penulis ke kampus. Terima kasih
pula kepada semua pihak yang tidak mungkin
disebutkan satu-persatu yang turut membantu
terselesaikannya tesis ini. Terakhir, kepada adinda
Zulfa Masruri kandidat sarjana Universitas Esa Unggul
yang sedang berpacu dengan waktu, semoga Allah
selalu memudahkan dalam proses penyelesaian
skripsinya dan adinda Zulfa Habib agar selalu
diberikan hidayah dalam menuntut ilmu di pesantren.
4. Sahabat yang setia menyuport penulis Izzatu Tazkiyah,
MA., Nurul Hikmah, MA., Hengki Ferdiansyah, MA. ,
Junaidah, MA., Defi Uswatun, MA., dan teman-teman
seperjuangan lainnya.

Semoga Allah Swt. memberikan balasan pahala yang


terbaik bagi mereka yang telah berkontribasi kepada
penulis. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis mengaharapkan kritik dan saran
konstruktif untuk perbaikan penelitian ini. Akhirnya,
kepada Allah kita memohon perlindungan dan memohon
ampun dari segala kekhilafan dalam proses mencari ilmu,
semoga karya ilmiah ini berkah dan bermanfaat.

Zulfa Hudiyani

v
vi
vii
viii
ABSTRAK

Penelitian ini menunjukkan bahwa sarjana Islam Liberal


salah paham dalam memahami terminologi homoseksual
dan kesalahpahaman mereka dalam menginterpretasi kisah
Luth. Sarjana Islam Liberal menggunakan konsep
kemaslahatan yang bermuara pada terwujudnya keseteraan,
keadilan, dan kehormatan jiwa dalam pelegalan pernikahan
sejenis. Namun, ditinjau dengan pendekatan maqasid
shariah, perilaku homoseksual dapat merusak hifz nafs
karena lebih rentan terhadap penyakit kelamin dan
pernikahan sejenis dapat merusak maqasid nikah itu
tersendiri yaitu h{ifz nasl dan h{ifz usrah.
Penelitian ini mendukung pendapat ulama terdahulu
Imam al-Nawawi, al-Ghazali, Mufti Muhammad Zarefuddin
(1999), Abdurrahman al-Jaziri (2014) yang mengatakan
bahwa praktik homoseksual secara tegas terdapat dalam al-
Qur’an dan Hadith adalah sebuah dosa yang diharamkan
karena dapat memutuskan keturunan. Dan sarjana
kontemporer seprti Adian Husaini (2015) dan ahli psikologi
Dadang Hawari (2009) yang mengatakan bahwa
homoseksual banyak dipengaruhi oleh pola asuh dan
lingkungan hingga dapat dicegah dan dapat dirubah
orientasi seksualnya. Penelitian ini bertolak belakang
dengan Scott Siraj (2010), Muhsin Hendrik(2010), Kecia
Ali (2006), Irshad Manji, Mun’im Sirry, dan Musdah Mulia
(2011) yang mengatakan bahwa larangan homoseksual
bukan berasal dari al-Qur’an namun kesalahpahaman ahli
hukum Islam dalam soal penafsiran kisah Luth. Tafsir
dalam Islam didominasi oleh heteronormativitas sehingga
penafsiran surat Luth merupakan hasil yang cacat dan
pengaruh persepsi patriarki.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
menekankan kajian kepustakaan murni (Library Research).

ix
Sementara, tipe kajian ini adalah analisis isi (content
analysis) dengan suatu pendekatan us}u>l al-fiqh dan Maqa>s}id
al-Shari>‘ah. Lebih spesifik lagi, kajian hukum Islam ini
termasuk kategori filosofis-sosiologis. Metode untuk
menganalisis data penelitian ini adalah deskriptif analisis
dan pendekatan yang digunakan dalam penyajian tesis ini
berupa pendekatan tekstual dan pendekatan analitik. Data
primer penelitian ini adalah ‚Homosexuality in Islam:
Critical Reflection on Gay, Lesbian, and Transgender
Muslim‛ karya Scott Siraj al-Haqq, ‚Sexuality, Diversity,
and Ethic in the Agenda of Progressive Muslims‛ karya
Scott Siraj, dan Muhsin Hendrik dalam tulisannya ‚Islamic
Texts: A Source for Acceptance of Queer into Mainstream
Muslim Society‛. Siti Musdah Mulia, Mun’im Sirry dan
aktifis feminis serta para sarjana pro dan kontra terhadap
homoseksual lainnya yang menerbitkan tulisan-tulisan
mereka dalam sejumlah buku dan jurnal.

Keyword: Homoseksual, Pernikahan Sejenis, Hukum Islam

x
ABSTRACT

This study shows that Liberal Islam scholars


misunderstood in understanding homosexual terminology
and their misconceptions in interpreting the story of Luth.
Liberal Islam scholar uses the concept of prosperity that
leads to the realization of equality, justice, and the honor of
the soul in the marriage of a kind marriage. However,
viewed with the approach of maqasid shariah, homosexual
behavior can damage hifz nafs because it is more
susceptible to venereal diseases and similar marriages can
damage the marriage maqasid it is hifl nasl and hifz usrah.
This study supports the opinions of the early
clerics of Imam al-Nawawi, al-Ghazali, Mufti Muhammad
Zarefuddin (1999), Abdurrahman al-Jaziri (2014) who say
that homosexual practices are firmly contained in the
Qur'an and Hadith is a forbidden sin because it can decide
offspring. And contemporary scholars like Adian Husaini
(2015) and psychologist Dadang Hawari (2009) who say
that homosexual is influenced much by parenting and
environment so that it can be prevented and can be changed
its sexual orientation. This research contradicts Scott Siraj
(2010), Muhsin Hendrik (2010), Kecia Ali (2006), Irshad
Manji, Mun'im Sirry, and Musdah Mulia (2011) who say
that the homosexual prohibition is not derived from the
Qur'an but the misunderstanding of Islamic jurists in the
matter of the interpretation of the story of Lut. Tafsir in
Islam is dominated by heteronativity so that the
interpretation of Lut's letter is a defective result and the
influence of patriarchal perception.
This research is a qualitative research by
emphasizing the study of pure literature (Library Research).
Meanwhile, this type of study is content analysis with an
approach us}u>l al-fiqh dan Maqa>s}id al-Shari>‘ah. More

xi
specifically, the study of Islamic law is a philosophical-
sociological category. Methods to analyze the data of this
research are descriptive analysis and approach used in this
thesis presentation in the form of textual approach and
analytic approach. The primary data of this study are Scott
Siraj al-Haqq, Scott Siraj, "Sexuality, Diversity, and Ethic
in the Agenda of Progressive Muslims" and Muhsin Hendrik
in "The Critical Reflection on Gay, Lesbian, and
Transgender Muslim". "Islamic Texts: A Source for
Acceptance of Queer into Mainstream Muslim Society".
Siti Musdah Mulia, Mun'im Sirry and feminist activists and
other pro and con scholars against homosexuals who publish
their writings in books and journals.

Keyword: Homosexual, Same-sex Marriage, Islamic

xii
‫التجريد‬
‫دؿ ىذا التحليل على أف علماء اإلسالـ الليربالية‬ ‫ٌ‬
‫خيطؤ فهمهم يف فهم املصطلحة املثلية كخطئهم يف تفسَت‬
‫قصة اللوط‪ .‬كيستخدموف نظرية املصلحة اليت تؤدم إىل‬
‫حتقيق املساكاة كالعدالة كالعرض يف حتليل الزكاج املثلي‪،‬‬
‫كلكن إذا استعرض من هنج املقاصد الشريعة فيمكن سلوؾ‬
‫مثلي اجلنس أف يهلك حفظ النفس ألنو عرضة لألمراض‬
‫التناسلية ككاف الزكاج املثلي يهلك مقاصد النكاح نفسو‬
‫كىي حفظ النسل كحفظ األسرة‪.‬‬
‫كيعضد ىذا التحليل رأم العلماء املتقدمُت كاإلماـ‬
‫النواكم كاإلماـ الغزايل كمفيت حممد زفَت الدين(‪ )9999‬كعبد‬
‫الرمحن اجلزيرم (‪ )2094‬الذين قالوا أف مثلي اجلنس قد ذكر‬
‫يف القرآف كاحلديث‪ ،‬كىو ذنب كبَت كحراـ لقطع النسل‪.‬‬
‫كيعضد رأم العلماء املعاصرين كأدياف حسيٍت (‪ )2095‬ك‬
‫العاملم النفسي داداع حوارم (‪ )2009‬الذاف قاال أف مثلي‬
‫اجلنس تتأثر من الًتبية كالبيئة حىت ميكن أف مينع كيغَت هتيئة‬

‫‪xiii‬‬
‫‪2090‬‬ ‫جنسيتو‪ .‬كخيالف ىذا التحليل بسكوت سَتاج ‪/‬‬
‫(‪ ،)Scott Sirajj‬كحمسن حنداريك ‪Muhsin ( 2090 /‬‬

‫‪ ،)Hendrik‬ككجيا علي ‪ ،)Kecia Ali( 2006 /‬كإرشاد منجي‬


‫(‪ ،)Irshad Manji‬كمنعم سرم (‪ ،)Mun’im Sirry‬كمسداح‬
‫موليا ‪ )Musdah Mulia( 2099 /‬الذين قالوا أف القرآف ال‬
‫ينهي مثلي اجلنس كلكن خطأ فهمهم عن تفسَت قصة‬
‫لوط‪ ،‬كأكثر التفسَت ىف اإلسالـ تتأثر من‬
‫‪ heterenormativitas‬حىت يكوف تفسَت قصة لوط عيب كأثر‬
‫مالحظة الرجولية‪.‬‬
‫ىذه الدراسة ىي دراسة حبثية نوعية بتأكيد البحث‬
‫املكتيب (املكتبة)‪ .‬كيف الوقت نفسو‪ ،‬كنوع ىذه الدراسة ىو‬
‫حتليل احملتول الذم حاكؿ حتليل كجهات نظر املفكرين‬
‫الدينيُت عن زكاج املثليُت الواردة يف الكتب‪ .‬كتدرس ىذه‬
‫الكتب خصائص اللغة‪ ،‬مث حتليلها باستخداـ حتليل اللغة‬
‫كحتليل استعماؿ املصطلحات كاملفردات‪ ،‬كالكلمات‪،‬‬
‫ككذلك باستخداـ ابستيمولوجيا الشريعة اإلسالمية كىو‬

‫‪xiv‬‬
‫أصوؿ الفقو كمقاصد الشريعة‪ .‬كبشكل أكثر حتديدا‪ ،‬أما‬
‫ىذه دراسة الشريعة اإلسالميةمن الدراسة الفلسفية‬
‫كالسوسيولوجية‪ .‬كالطرؽ املستخدمة لتحليل البيانات من‬
‫ىذا البحث ىي التحليل الوصفي‪ ،‬كاملنهج املستخدـ يف‬
‫إعداد ىذه الرسالة ىو هنج النصية كاملنهج التحليلي‪.‬‬
‫البيانات األكلية هلذه الدراسة ىي " ‪Homosexuality in Islam:‬‬
‫‪Critical Reflection on Gay, Lesbian, and Transgender‬‬
‫‛‪ Muslim‬لسكوت سراج احلق (‪ ،)Scott Siraj al-Haq‬ك "‬
‫‪Sexuality, Diversity, and Ethic in the‬‬ ‫‪Agenda of‬‬
‫‪ "Progressive‬لسكوت سراج‪ ،‬كحمسن ىندريك‬ ‫‪Muslims‬‬

‫" ‪Islamic Texts: A Source for Acceptance of Queer‬‬ ‫يف كتابتو‬


‫‪ ."into Mainstream Muslim Society‬كسييت موسدة موليا‬
‫كاملنعم سرم كالنشطاء كالباحثُت نسائي للوضد مثليوف‬
‫جنسيا اآلخرين الذين ينشركف كتاباهتم يف عدد من الكتب‬
‫كاجملالت‪.‬‬
‫الكلمات الرئيسية‪ :‬المثليون‪ ،‬زواج نوع‪ ،‬القانون‬
‫اإلسالمي‬

‫‪xv‬‬
xvi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Tesis ini menggunakan pedoman transliterasi Arab-


Latin ALA-LC Romanization Tables, berikut
penjelasannya:

A. Daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf


latin sebagai berikut:

Huruf Arab Nama Huruf Latin


‫ا‬ Alif Tidak dilambangkan
‫ب‬ Ba> B
‫ت‬ Ta> T
‫ث‬ Tha> Th
‫ج‬ Ji@m J
‫ح‬ H{a> H{
‫خ‬ Kha> Kh
‫د‬ Da>l D
‫ذ‬ Dha>l Dh
‫ر‬ Ra R
‫ز‬ Zay Z
‫س‬ Si@n S
‫ش‬ Shi@n Sh
‫ص‬ S}ad S{
‫ض‬ D{a>d D{
‫ط‬ T{a> T{
‫ظ‬ Z{a> Z{
‫ع‬ ‘Ayn ‘

xvii
‫غ‬ Ghayn Gh
‫ؼ‬ F>a> F
‫ؽ‬ Qa>f Q
‫ؾ‬ Ka>f K
‫ؿ‬ La>m L
‫ـ‬ Mi@m M
‫ف‬ Nu>n N
‫ك‬ Wa>wu W
‫ ق‬،‫ة‬ Ha, Ta> H*
marbut}ah
‫ء‬ Hamzah ’
‫ي‬ Ya> Y

*Untuk huruf (‫) ة‬, ta>marbu>t{ah dalam kata benda majemuk


(mud}a>f) dilambangkan dengan huruf t.

B. Vokal

1. Vokal Tunggal
=a ‫ب‬ ‫ىكتى ى‬ kataba
=i ‫يسئً ىل‬ su’ila
‫ـــــــ‬ =u ‫ب‬ ‫يى ٍذ ىى ي‬ yadhhabu

2. Mad atau Vokal Panjang


‫ػا‬ = a> ‫اؿ‬‫قى ى‬ qa>la
‫ػي‬ = i@ ‫قًٍي ىل‬ qi@la
‫ػو‬ = u> ‫يىػ يق ٍو يؿ‬ yaqu<lu

xviii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................ iii


Pengesahan Tim Penguji................................................. vii
Abstrak Indonesia........................................................... ix
Abstrak Inggris................................................................ xi
Abstrak Arab................................................................... xiii
Pedoman Transliterasi Arab-Latin................................. xvii
Daftar Isi........................................................................ xix
Daftar Singkatan............................................................ xxii

BAB I : PENDAHULUAN............................................. 1

A. Latar Belakang Masalah............................. 1


B. Permasalahan ............................................. 21
C. Tujuan Penelitian ...................................... 24
D. Manfaat Penelitian...................................... 24
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan............ 25
F. Metode Penelitian....................................... 30
G. Sistematika Penelitian................................ 33

BAB II: PERDEBATAN TENTANG HOMOSEKSUAL


DALAM DISKURSUS KEISLAMAN........... 35

A. Homoseksual dalam Sebuah Terminologi


dan Sejarahnya............................................ 36
B. Homoseksual dalam Khazanah Islam Klasik 46
1. Homoseksual dalam Ayat Al-Qur’an...... 46
2. Homoseksual dalam Hadith................... 65
3. Homoseksual dalam Fikih...................... 83

C. Pandangan Sarjana Muslim Menafsirkan


Leksikal Homoseksual................................. 86

xix
BAB III: PEMIKIRAN SARJANA ISLAM LIBERAL
TENTANG
HOMOSEKSUAL........................................ 91

A. Homoseksual Dalam Pemikiran Sarjana


Islam Liberal............................................... 95

1. Keberagaman Orientasi Seks dan


Seksualitas.......................................... 95
2. Interpretasi Kisah Luth dan Penolakan
terhadap Otoritas
Hadith.................................................. 108
3. Pandangan Sarjana dalam menafsirkan
lafaz Fa{hishah...................................... 121
4. Teori Humanisme dalam Membela
Homoseksual....................................... 127

B. Kritik terhadap Argumen Sarjana Islam


Liberal tentang Homoseksual dalam
Penafsiran Kisah Luth, Keotentikan hadith,
dan Perspektif HAM ................................. 129

BAB IV: ANALISIS PEMIKIRAN SARJANA ISLAM


LIBERAL TENTANG HOMOSEKSUAL
DALAM METODOLOGI USHUL FIKIH DAN
MAQASID SYARIAH....................... 145

A. Maqa<s{id Shari<’ah dalam Pandangan Ahli


Ushul......................................................... 145
1. Maqa<s{id Shari<’ah dalam Perspektif
Ahmad Raisuni................................... 146
2. Maqa<s{id Shari<’ah dalam Perspektif
Jaser Auda.......................................... 153

xx
3. Tipolog maqas{id Shari’ah Ahmad
Raisuni dan Jasser Audah.................. 165

B. Kritik terhadap Argumen Sarjana Muslim


Progresif tentang Homoseksual dan
Pernikahan Sejenis dalam Perspektif
us{ul fiqh dan maqa<s{id shari<’ah................ 166

BAB V: PENUTUP....................................................... 203

A. Kesimpulan............................................... 203
B. Saran......................................................... 204

DAFTAR PUSTAKA ................................................. 206

GLOSARIUM ............................................................. 217

INDEKS....................................................................... 226

BIOGRAFI PENULIS................................................. 229

xxi
DAFTAR SINGKATAN

Cet = Cetakan

dkk.= dan kawan-kawan

Ed. = Editor

H = Tahun Hijriyah

M = Tahun Masehi

No. = Nomor

Q.S.= al-Qur’a>n, Surat

ra. = rad{ia ‘anhu

saw = S{alla ‘Allahu ‘alaihi wa sallam

SWT = Subh{anahu wa ta‘ala>

t.th = Tanpa tahun

t.th = Tanpa penerbit

Ter. = Terjemah

Vol. = Volume

w. = wafat

xxii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam sangat mengakui kecenderungan naluri manusia
untuk melakukan hubungan seksual, terutama kepada lawan
jenisnya. Jika seksualitas manusia tidak diatur, maka
perilaku seksual akan liar tanpa aturan. Oleh karena itu,
Islam telah mengatur hal ini dalam bentuk pernikahan agar
kecenderungan ini tidak menjadi liar. Namun, di era
globalisasi sekarang ini, institusi perkawinan hampir tidak
memiliki taringnya. Sebab, menurut Nur Syam, institusi
perkawinan justru dianggap sebagai pelacuran struktur atau
pelacuran hipokrit1. Oleh karena itu, merebaklah seksualitas
yang menyimpang.2

1
Menurut Nur Syam, perkawinan disebut pelacuran hipokrit
karena didalamnya banyak kepalsuan dan keterpaksaan. Sebab
menurutnya, perkawinan banyak dijadikan sebagai kedok untuk
menghalalkan hubungan seksual belaka, tanpa adanya rasa saling
cinta serta saling memberi dan menerima. Lihat Nur Syam,
Agama Pelacur; Dramaturgi Transendental (Yogyakarta: LkiS,
2010), 23.
2
Perilaku seksual dianggap menyimpang jika didalamnya
ditemukan ketidakwajaran berdasarkan berbagai penilaian, baik
berdasarkan budaya yang berlaku, pertimbangan ilmiah atau
terkait dengan pertimbangan matafisis dan teologis.
Penyimpangan seksual meliputi spektrum perilaku yang sangat
luas. Istilah penyimpangan seksual ( sexual deviation) sering juga
disebut dengan abnormalitas seksual (sexual abnormality) atau
ketidakwajaran seksual (sexual perversion) termasuk zina,
homoseks, lesbi, menyetubuhi binatang. Lihat: Rita Seobagio,

1
Diantara perilaku seksual yang dianggap menyimpang
adalah homoseksual, meskipun ada sebagian orang yang
menganggapnya sebagai hal yang normal. Menurut Erick
Fromm, penyimpangan homoseksual merupakan kegagalan
dalam meraih kesatuan kutub kelelakian dan
keperempuanan. Oleh karena itu, seorang homoseksual
mengalami penderitaan yang disebabkan oleh rasa
keterpisahan yang tak dapat diatasi. Namun, selain
homoseksual, kaum heteroseksual juga dapat mengalami
kegagalan jika dia tidak sanggup mencintai.3 Cinta menurut
Quraish Shihab merupakan kecenderungan hati kepada
sesuatu. Kecenderungan ini dapat disebabkan oleh lezatnya
yang dicintai atau oleh adanya manfaat yang diperoleh
darinya. Namun, cinta sejati terjadi karena adanya sifat-
sifat pada orang yang dicintai sesuai yang didambakan oleh
orang yang mencintai.4 Senada dengan ini, Erich Fromm
mengatakan bahwa perasaan jatuh cinta biasanya
berkembang karena adanya komoditas-komoditas yang bisa
dipertukarkan.5
Menurut Erich Fromm, individu-individu yang tidak
dapat menemukan cara untuk mengurangi rasa
keterpisahannya, maka dia mengatasinya dengan cara
orgasme seksual yang relatif sama dengan menenggelamkan
diri kedalam alkoholisme dan obat bius.6 Sebab,

‚Homoseksual (LGBT) dan Problem Psikologi Sekuler‛, Jurnal


Islamia, Volume X, No. 1, Januari 2016, 10.
3
Erich Fromm, The Art Of Loving (Jakarta: Fresh Book,
2005), 57.
4
Quraish Shihab, Untaian Permata Buat Anakku, Pesan al-
Qur’an untuk Mempelai (Bandung: Mizan, 1995), 41.
5
Erich Fromm, The Art Of Loving (Jakarta: Fresh Book,
2005), 5.
6
Erich Fromm, The Art Of Loving (Jakarta: Fresh Book,
2005), 20.

2
keterpisahan dapat menimbulkan kecemasan yang luar biasa
dalam diri setiap manusia.7 Oleh karena itu, setiap orang
senantiasa mencari pertalian dengan orang lain.
Perilaku homoseksual merupakan tradisi seksualitas
yang menyejarah meskipun dianggap menyimpang.8 Bahkan
Stephen Murray dan Will Roscoe mengungkapkan,
homoseks merupakan tradisi yang sudah menyejarah dalam
kehidupan masyarakat di timur tengah.9 Semakin modern
suatu masyarakat, semakin ada kecenderungan
menyimpang, terutama homoseksual. Sebab, masyarakat
modern semakin terbuka terhadap perilaku seksual orang
lain dengan alasan kebebasan dan HAM (Hak Asasi
Manusia), tapi melupakan nilai-nilai moral, etika, dan
agama.10 Homoseksual memang harus dipandang sebagian
dari kebebasan. Namun, kebebasan seperti itu bertentangan
dengan norma-norma di negara kita, muslim Indonesia.11
Sebab, Indonesia menjunjung asas kemanusiaan yang adil
dan beradab. Seyogyanya sebagai bangsa yang beradab,
Indonesia menolak perilaku homoseksual. Selain itu,
Indonesia juga menjunjung asas ‚Ketuhanan Yang Maha
Esa‛ meskipun Indonesia bukan negara Islam, tetapi
penduduknya beragama. Oleh karena itu, untuk menilai

7
Erich Fromm, The Art Of Loving (Jakarta: Fresh Book,
2005), 13.
8
Nur Syam, Agama Pelacur; Dramaturgi Transendental
(Yogyakarta: LkiS, 2010), 66.
9
Stephen O Murray dan Will Roescoe, Islamic
Homosexuality, Cultur, History and Literature (New York: New
York University Press, 1997), 18.
10
Dadang Hawari, Pendekatan Psikoreligi pada Homoseksual
(Depok: Balai Penerbit FKUI, 2009), 37-38.
11
Hasil wawancara Ariyanto dan Rido Triawan dengan Prof.
Dr. Zakiyah Daradjat, MA. Lihat: Ariyanto dan Rido Triawan,
‚Hak Kerja Waria: Tanggung Jawab Negara,‛ hal. 108.

3
homoseksual harus mempertimbangkan agama, bukan
semata mempertimbangkan ‚Humanisme Sekuler‛.
Jika kita lihat dari perspektif sejarah, kita dapati bahwa
perilaku homoseksual sudah terjadi sejak zaman kuno,
bahkan dilakukan oleh iblis sebagaimana sabda Nabi saw.,
‫أكؿ من الط إبليس أىبط من اجلنة فردا ال زكجة لو فالط بنفسيو‬
12
‫فكانت ذريٌتو منو‬
‚Orang yang pertama kali melakukan sodomi adalah
iblis yang diturunkan dari surga seorang diri yang tidak
memiliki istri, maka dia mensodomi sejenisnya sehingga
keturunannya berasal darinya.‛
Di Romawi menjelang abad ke-2 SM, cinta kepada
laki-laki sudah menjadi mode dan bisa diterima secara
sosial. Sementara pada abad 1 M, orang rela membayar
orang lain agar mau ‘menungganginya’. Bahkan Kaisar
Nero13 mengawini seorang budak laki-lakinya bernama
Sporus yang sudah dikebiri, lalu dia sering menciumi dan
memeluknya di muka umum.14
Sementara itu, perilaku homoseksual juga sudah
dikenal di Indonesia sejak dulu, seperti tradisi Warok yang
12
Al-Mawardi, al-H{a>wi> al-Kabi>r (Bairut: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmiyyah<, 1994), 222.
13
Kaisar Nero (15 Desember 27 – 9 uni 68) adalah kaisar
Romawi ke-5 dan yang terakhir dari dinasti Juli-Claudian. Dia
naik tahta pada 13 Oktober 54, yaitu mulai tahun 54 sampai tahun
68. Dia dikenal sebagai kaisar yang kejam dan bengis, dia
membunuh ibu dan saudara kandung adopsinya, dia juga pernah
membakar kota Roma, tetapi mengkambinghitamkan pengikut
Nasroni. Oleh karena itu, rakyat Roma dan para prajuritnya pun
memberontak kepadanya, sehingga dia melarikan diri ke rumah
mantan budaknya, lalu bunuh diri.
14
Colin Spencer, Sejarah Homoseksualitas dari Zaman Kuno
hingga Sekarang (Bantul: Kreasi Wacana, 2011), 76-77.

4
ada di Ponorogo, Jawa Timur. Warok merupakan seorang
penari laki-laki yang membawakan tarian ritual untuk
keberuntungan masyarakat. Selain warok, ada juga gemblak
yang merupakan seorang laki-laki tampan yang berumur
antara 10-16 tahun. Sebelum menari, sang warok melakukan
hubungan seks dengan gemblaknya untuk menjaga kekuatan
mistisnya. Namun, kini, pemerintah telah mengganti penari
tersebut dengan perempuan.15
Homoseksual adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan orientasi seksual sesama jenis, sekaligus
didalamnya meliputi aktifitas dan tindakan seksual.16 Istilah
homoseksual juga lebih banyak dipakai dalam kaitannya
dengan kajian ilmiah dan literatur-literatur saintifik. Dalam
pembahasan tesis ini, penulis merujuk pada homoseksual
yang diwakili oleh kelompok waria, Gay, Lesbi, dan
Biseksual.
Kaum homoseksual LGBT (Lesbian, Gay, Biseks, dan
Transgender) menuntut agar mereka juga diakui
sebagaimana kaum heteroseksual. Sebab, mereka merasa
bahwa orientasi seksual kepada sesama jenis sama saja
dengan orientasi seksual kepada lawan jenis.17 Untuk
menyuarakan tuntutannya ini, mereka melakukan demo dan
menerbitkan buku-buku agar pemerintah dan agama
mengakui keberadaan mereka.
Namun, Dadang Hawari dalam penelitiannya yang
telah diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul

15
Julia Suryakusuma, Agama, Seks, & Kekuasaan (Depok:
Komunitas Bambu, 2012), 411.
16
Rita Seobagio, ‚Homoseksual (LGBT) dan Problem
Psikologi Sekuler‛, Jurnal Islamia, Volume X, No. 1, Januari
2016, 10.
17
Adian Husaini, LGBT di Indonesia; perkembangan dan
solusinya (Jakarta: Insists, 2015), 35.

5
‚Pendekatan Psikoreligi pada Homoseksual‛
mengungkapkan bahwa ditinjau dari pendekatan psikoreligi
bahwa homoseksual menyalahi fitrah dan kodrat manusia.
Oleh karena itu, dengan pendekatan terapi psikiatrik dan
agama, orientasi seksual seseorang dapat diubah agar
kembali ke jalan yang benar. 18
Untuk memperoleh pengakuan itu, dalam Dialog
Nasional Komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Biseks, dan
Transgender) Indonesia Nusa Dua (Bali) pada 12-13 Juni
2013,19 mereka membuat rekomendasi kepada pemerintah
dan lembaga internasional, diantaranya pemerintah
membuat pengakuan resmi bahwa LGBT dan SOGIE
(Sexual Orientation, Gender Identity & Expression)
merupakan bagian dari masyarakat yang tidak dapat
dipisahkan; serta menghormati, melindungi, dan memenuhi
hak-hak kaum LGBT sebagaimana warga negara lainnya.20
Hanya saja, untuk memperoleh pengakuan itu, menurut
Musdah Mulia akan mengalami tiga hambatan yang harus
dihadapi, yaitu:
 Pertama, hambatan kultural atau budaya.

18
Dadang Hawari, Pendekatan Psikoreligi pada
Homoseksual, (Jakarta: FK UI, 2009), 99.
19
Dialog ini diinisiasi oleh Forum LGBT Indonesia dan
didukung oleh USAID dan UNDP, sebagai inisiatif ‚Being LGBT
in Asia‛ di 6 Negara, yaitu Kamboja, China, Filipina, Thailand,
Vietnam, dan Indonesia. Dialog ini dihadiri oleh 71 peserta dari
49 lembaga yang terdiri dari perwakilan pemerintah pusat,
lembaga HAM Negara, perguruan tinggi, Ormas, dan lain-lain.
Dalam dialog ini menghasilkan 11 rekomendasi untuk pemerintah,
4 untuk lembaga internasional, dan 7 untuk komunitas dan
organisasi LGBT di Indonesia.
20
Lihat ‚Pernyataan dan Rekomendasi‛ Dialog Nasional
Komunitas LGBT Indonesia di Nusa Dua, Bali, yang dilaksanakan
pada 12-13 Juni 2013.

6
 Kedua, hambatan struktural, berupa kebijakan
publik dan undang-undang yang diskriminatif.
 Ketiga, hambatan interpretasi ajaran agama.21
Dari ketiga hambatan ini, hemat penulis hambatan
interpretasi agamalah yang paling sulit untuk ditaklukkan,
meskipun menurut Nur Syam, agama harus tertatih-tatih
dalam menghadapi gelegak seksualitas yang semakin
menemukan otonominya.22
Bukan agama saja yang mencoba menahan laju gairah
homoseksual dan berujung pada pernikahan sejenis, bahkan
di negara-negara liberal sekalipun, pernikahan sejenis
merupakan isu yang tidak mudah dihadapi, meskipun
masyarakat masih menganggapnya sebagai perilaku yang
menyimpang. Negara pertama yang melegalkan pernikahan
sejenis secara resmi adalah Belanda, Belgia, Canada,
Norwegia, Afrika Selatan, Spanyol, dan Swedia.23
Sementara, baru-baru ini Amerika pun meresmikan
pelegalan pernikahan sejenis diseluruh negara bagian AS
pada tanggal 27 juni 2015. Amerika merupakan negara ke-
21 yang melegalkan pernikahan sejenis ini.24 Padahal pada
abad 13 M. praktek homoseksual dihukum mati di Prancis.25
Sedangkan di Indonesia, sudah sangat jelas Perkawinan
sesama jenis secara normatif dilarang berdasarkan Undang-

21
Musdah Mulia, Membangun Surga di Bumi; Kiat-kiat
Membangun keluarga Ideal dalam Islam (Jakarta: Quanta, 2011),
252-253.
22
Nur Syam, Agama Pelacur; Dramaturgi Transendental, 23.
23
Dadang Hawari, Pendekatan Psikoreligi pada Homoseksual
(Depok: Balai Penerbit FKUI, 2009), 45.
24
Adian Husaini, LGBT di Indonesia; perkembangan dan
solusinya (Jakarta: Insists, 2015), 25.
25
Mufti muhammad Zafeeruddin, Islam on Homo-Sexuality
(Karachi: Darul-Ishaat, 1999), 16.

7
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa
perkawinan adalah jalinan batin dan biologis antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan.26 Undang-Undang tentang
pornografi No. 44 tahun 2008, Pasal 4, Ayat 1, Huruf (a)
juga melarang ‚Persenggamaan yang Menyimpang‛ seperti
Lesbian dan Homoseksual. Namun, dalam realitanya masih
ada warga negara Indonesia yang melaksanakan perkawinan
sejenis, sebagaimana yang dilakukan di Bali.27
Diantara usaha yang dilakukan oleh Kaum LGBT
adalah mereka telah berhasil mengeluarkan LGBT dari
DSM (Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder).
DSM-I yang disusun oleh APA (America Psychiatric
Assiciation) pada tahun 1952 dan DSM-II pada tahun 1968
masih memasukkan homoseksual sebagai penyimpangan
seksual. Namun, istilah homoseksual diganti dengan istilah
Ego-dystonic homosexuality pada DSM-III pada tahun
1973. Lantas pada 17 Mei 1990, WHO (World Health
Organization) mendukung DSM dengan mencabut kata
‘Homoseksualitas’ dari International Classification of
Disease (ICD). Pada tahun 1994 APA mengeluarkan DSM-
IV dan direvisi menjadi DSM-IVTR (The Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders IV Text Revision)
pada tahun 2000, yang tidak memuat Homoseksualitas
sebagai kelainan seksual.28
Sementara itu, Indonesia di PPDGJ-III (Pedoman
Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa) yang disusun

26
Lihat Undang-Undang Perkawinan (UU no. 1 tahun 1974),
(Surabaya: Rona Publishing), 8.
27
Lihat http://tv.liputan6.com/read/2320629/heboh-
pernikahan-sejenis-polres-gianyar-periksa-saksi. Diakses pada 17
Januari 2016, pukul 21.31 WIB.
28
Adian Husaini, LGBT di Indonesia; perkembangan dan
solusinya (Jakarta: Insists, 2015), 43.

8
pada tahun 1993 juga telah menganggap homoseksual dan
biseks setara dengan heteroseksual, bukan gangguan
psikologis. PPDGJ-III ini merujuk pada standard dan sistem
pengodean dari International Classification of Disease
(ICD-10) dan sistem multiaksis dari Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV).29
Dipandang dari segi kesehatan, perilaku homoseksual
menyebabkan timbulnya penyakit AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome). Pada tahun 1979, penyakit
ini baru diketahui. Pusat pemantau penyakit yang berada di
Atlanta, Georgia, Amerika Serikat melaporkan ada satu
penyakit aneh menimpa pada lima pemuda. Penyakit itu
adalah Pneumo Cystis Carini Pheumonia, yang
mengherankan kelima pemuda itu semuanya pelaku
homoseksual. Dr. Martin, seorang anggota panitia khusus
yang dibentuk UNESCO (United Nations Educational,
Scientific, and Cultural Organization) di tahun 1969 untuk
meneliti penyakit seksual yang disebabkan oleh kelainan
seks, menyatakan bahwa penyebab utama penyakit
syphilish dan gonorhea adalah homoseksual. Di lain pihak,
65% penyakit syphilis yang terjadi pada kurun waktu 1960-
1962 di London disebabkan homoseksual.30
Para aktifis pembela homoseksual berpendapat bahwa
budaya menganggap heteronormalitas (orientasi seksual
hetero) sebagai satu-satunya orientasi seksual yang benar,
sedangkan selainnya seperti homoseksual dianggap sebagai
penyimpangan, abnormal, dan perbuatan yang menjijikkan.

29
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-
Islam/khazanah/12/06/16/m5ptyy-waspadai-kampanye-lesbi-
berkemasan-psikologi (diakses pada 13 Desember 2013, puku
12:15 WIB).
30
Jaslim bin Muhammad bin Muhalhil Al Yasin, Seks Islami
(Jakarta: Al Mawardi Prima 2006), 137.

9
Pandangan ini disebabkan oleh ideologi dan sistem
patriarki.31
Sementara itu, dalam ranah HAM, pada tahun 2006
tokoh-tokoh HAM dunia secara resmi mendeklarasikan The
Yogyakarta Principles di Yogyakarta. Isinya menyerukan
diakhirinya diskriminasi atas dasar gender dan orientasi
seksual. Kampanye legalisasi LGBT di Indonesia atas dasar
HAM terus bergema. Mereka menuntut untuk diakui dan
disahkan perkawinan ala mereka.32 HAM sebagai klaim
setiap orang, hak bicara dan berserikat, hak mendapat
penghidupan secara adil dan lain-lain, kini merupakan
seruan internasional dan keyakinan kemanusiaan untuk
membebaskan setiap orang dari tirani atau hambatan
apapun.33 Hanya saja, HAM yang berlaku di Indonesia
bukan tanpa batas, tetapi dibatasi oleh hukum, norma susila,
dan juga agama sebagaimana yang telah diatur oleh
konstitusi.34
Isu pernikahan sejenis juga mengundang perdebatan
dikalangan pemikir keagamaan tentang interprestasi mereka
terhadap tafsir agama. Interpretasi teks-teks keagamaan
dianggap belum ramah dan juga belum mengakomodasi
kelompok orientasi seksual diluar heteroseksual. Yang mana
tafsir teks-teks keagamaan sangat dihegemoni oleh hetero-

31
Husein Muhammad dkk., Fiqh Seksualitas (Jakarta: PKBI,
2011), 18.
32
Adian Husaini, LGBT di Indonesia Perkembangan dan
Solusinya, 28-34.
33
Soffa Ihsan, Now Its Time to Sex Pelacuran, Legalisasi dan
Agama (Jakarta: Panta Rei, 2006), 68.
34
Asrorun Niam Shaleh, Politik Perang Gerakan LGBT.
Dikutip dari Rubik ‚Opini‛ di koran Republika, Sabtu, 93
Februari 2016, hlm. 7.

10
normativitas.35 Senada dengan ini, Husein Muhammad
mengemukakan, tafsir keagamaan, termasuk tafsir dalam
Islam, didominasi oleh heteronormativitas, yaitu pandangan
yang menganggap bahwa manusia harus berpasangan
dengan lawan jenisnya, dan menganggap tujuan perkawinan
semata-mata untuk menghasilkan keturunan.36 Bahkan
Muhsin Hedricks mengatakan bahwa penafsiran surat Luth
di dalam Al-Qur’an merupakan hasil yang cacat dari
pengaruh persepsi patriarki dan maskulin.37
Lebih dari itu, untuk mendukung pernikahan sejenis,
Muhsin Hendricks mempertanyakan kredibilitas hadith
sebagai sumber hukum Islam, sebagaimana yang dia
ungkapkan bahwa hadith mengandung banyak
inkonsistensi, kontradiksi, dan distorsi fakta. Hal ini sangat
problematik sebagai sumber difinitif dan tepercaya. Oleh
karena itu, tidak heran apabila mereka (pemikir Islam
liberal) membenci homoseksual.38
Larangan pernikahan sejenis bukan berasal dari al-
Qur’an, tetapi dari konstruksi hukum perkawinan dan
hubungan seksual antara gender dan hierarki.39 Tetapi hal

35
Gayle Rubin, Thinking Sex: Notes for a Radical Theory of
the Politics of Sexuality, (Boston and London, 1984), 267-312.
36
Husein Muhammad dkk., Fiqh Seksualitas (Jakarta: PKBI,
2011), 18.
37
Muhsin Hedricks, ‚Islamic Texts: A Source for Acceptance
of Queer Individuals into Mainstream Muslim Society,‛ Journal
The Equal Rights Review, Vol. Five (2010), 33.
38
Muhsin Hendricks, ‚Islamic Texts: A Source for
Acceptance of Queer Individuals into Mainstream Muslim
Society,‛ Journal The Equal Rights Review, Vol. Five (2010), 33.
39
Kecia Ali, Sexual Ethics & Islam: Feminist Reflections on
Qur’an, Hadith, and Jurisprudence (England: Oneworld Oxford,
2006), 95. Lihat juga Muhsin Hendricks, ‚Islamic Texts: A
Source for Acceptance of Queer Individuals into Mainstream

11
ini dibantah dalam ‚Homosexuality and Religion an
Encyclopedia‛ disebutkan, Al-Qur’an sebagai sumber
hukum meskipun telah membuat rekomendasi yang spesifik
dalam menghukum perbuatan zina, tetapi tidak pada
masalah homoseksual. Adapun petunjuk dalam al-Quran
untuk menghindari homoseksual hanya membahas hukuman
tindakan tersebut dan agar hati-hati terhadap praktek
sodomi, sedangkan larangan homoseksual lebih tegas
diucapkan dalam hadith.40
Abdurrahman al-Jaziri mengungkapkan homoseksual
termasuk kejahatan kemanusiaan yang tidak sesuai dengan
kemanusiaan dan fitrah yang telah ditetapkan Allah Swt.
Homoseksual menurut al-Jaziri lebih keji daripada zina,
sehingga para ulama telah sepakat akan keharamannya.41 al-
Qur’an menganggap perbuatan gay dan lesbian sebagai
perbuatan yang keji (al-fa>hishah).
Memang jika kita melihat di kitab-kitab fiqih kelasik
seperti kitab al-H{a>wi> al-Kabi>r karya al-Mawardi, Kifa>yah
al-Nabi>h Sharh{ al-Tanbi>h karya Ibnu Rif’ah, dan al-Ka>fi>
karya Ibnu Qudamah tentang hubungan sesama jenis
mereka menggunakan istilah liwa>t{ untuk gay dan sih{a>k
untuk lesbi, sedangkan istilah homoseksual baru digunakan
dalam literatur arab modern dengan istilah al-Jinsiyyah al-
Mithliyyah (‫)الجنسية المثلية‬.
Imam al-Mawardi mendefinisikan liwa>t{ sebagai Itya>nu
al-dhakar al-dhakar, dan mendefinisikan sih{a>q sebagai Itya>n

Muslim Society,‛ Journal The Equal Rights Review, Vol. 5, 2010;


32.
40
Edited by Jeffrey S. Siker, Homosexuality an Encyclopedia
(London: Greenwood Press, 2007), 130.
41
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala al-Madha>hib al-
Arba’ah (Kairo: Dar Ibn al-Jauzi, 2014), juz ke-5, 113.

12
al-mar’ah bi al-mar’ah.42 Imam al-Nawawi mendefinikan
liwa>t{ sebagai al-wat{’u fi al-dubur (Hubungan seksual
dengan memasukkan dhakar ke dalam dubur).43 Sementara
itu, Ibnu al-Gharabili mendefinisikan liwa>t{ sebagai bi an
wat{i’ahu fi> duburihi.44 Orang-orang yang melarang
homoseksual45 menggunakan kata liwa>t{ ini untuk
menunjukkan homoseksual. Jika kita bandingkan definisi
dari ulama klasik ini, maka akan ada perbedaan dengan
definisi pada masa modern, diantaranya yang didefinisikan
oleh Dr. Abdurrahman Muhammad Aisari, homoseksual (al-
Jinsiyyah al-Mithliyyah) adalah cinta hubungan seksual
dengan seseorang dari jenis kelamin yang sama, atau
orientasi seksual kepada jenis kelamin yang sama.46 Ulama
klasik lebih mendefinisikan liwa>t{ (homoseksual) sebagai
‚perilaku seksual‛, sedangkan dalam terminologi modern,
homoseksual didefinisikan sebagai ‚orientasi seksual‛.
Dari perbedaan terminologi inilah Musdah Mulia
menganggap homoseksual bukanlah liwa>t}, karena tidak
semua homoseksual melakukan liwa>t} (sodomi). Lantas,
apakah akibat hukum ‚perilaku seksual‛ sama dengan
akibat hukum ‚orientasi seksual.‛ Ulama klasik hanya

42
Al-Mawardi, al-H{a>wi> al-Kabi>r (Bairut: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmiyyah<, 1994), 222 dan 224.
43
An-Nawawi, Nihayatu al-Zain Fi Irsha<d al-Mubtadi’i<n
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002), 344.
44
Abu Qasim al-Ghazi, H{a>shiyah al-Ba>ju<ri ‘Ala Ibni Qa><si<m
al-Gha>zi (Jeddah: al-Haramain), 233.
45
Penulis menggunakan istilah homoseksual untuk
menunjukkan ketertarikan sesama jenis, baik gay, lesbi, maupun
biseks. Kata liwa>t{ penulis gunakan untuk menunjukkan perliku
sodomi sebagaimana dalam definisi ulama klasik, sedangkan sih{a>q
untuk menunjukkan perilaku lesbi.
46
Abdurrahman Muhammad Aisari, Ilmu al-Nafs Fi al-H{aya>h
al-Mu’a>s{irah (Da>r al-Ma’a>rif, 9986), 85.

13
membahas hukuman bagi ‚prilaku seksual‛, bukan
‚orientasi seksual‛. Padahal kedua hal tersebut merupakan
dua hal yang berbeda, tetapi sebagian besar orang
menyamakannya, sehingga akibat hukumnya pun sama.
Orientasi seksual adalah kecendrungan yang dimiliki
manusia yang berkaitan dengan ketertarikan emosi, rasa
sayang, dan hubungan seksual.47 Sementara itu, perilaku
seksual adalah cara seseorang mengekspresikan hubungan
seksualnya, seperti sodomi.48
Ulama-ulama klasik hanya berkutat pada masalah
sanksi hukum bagi pelanggarnya, antara hukuman hadd atau
ta’zir. Bahkan sebagian ulama membedakan antara
hukuman pelaku liwat} (sodomi) dengan pelaku sih{a>q (lesbi).
Menurut Sayyid Sabiq, hukuman gay dan lesbi berbeda, gay
dikenakan hadd jika dia tidak bertaubat (surah an-Nisa’:
16), sementara pelaku lesbian dikurung di rumah hingga
mati jika dia tidak bertaubat setelah didatangkan empat
saksi (an-Nisa’: 95). Oleh karena itu, Sayyid sabiq
membedakan antara homoseksual dengan zina karena
pelaku zina diwajibkan di hadd.49
Imam an-Nawawi pun membedakan antara hukuman
keduanya, pelaku liwa>t} dihukum hadd sebagaiman pelaku
zina, sedangkan pelaku sih{a>k dihukum ta’zir.50
Samar Habib mengungkapkan, ketika Ali bin Abu
Thalib menjadi hakim setelah wafatnya Rasulullah Saw.,

47
Musdah Mulia, Membangun Surga di Bumi .(Jakarta:
Quanta, 2011), 254.
48
Musdah Mulia, Membangun Surga di Bumi .(Jakarta:
Quanta, 2011), 257.
49
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah .(Bairut: Dar al-Fikr, 2007),
juz ke-2, 663.
50
Al-Nawawi, al-Majmu<’ Sharh{ al-Muhadhab, juz 20
(Beirut: Dar al-Fikr, 2002), 28.

14
beliau menjatuhi hukuman bagi pelaku homoseksual dengan
menjatuhkannya ke tanah dan melemparinya dengan batu.
Inilah hukum homoseksual pertama dalam Islam.51
Para ulama klasik yang mengharamkan liwa>t} berpijak
pada beberapa ayat al-Qur’an tentang kaum Nabi Luth,
diantaranya firman Allah swt. Dalam surah al-A’ra>f (7): 80-
81,
.‫ُت‬ ً
‫الٍ ىعالىم ى‬ ‫ىح ود ِّمن‬ ً ً ً ً ً ً ‫كليوطان إً ٍذ قى ى‬
‫اؿ ل ىق ٍومو أىتىأٍتيو ىف الٍ ىفاح ىشةى ىما ىسبىػ ىق يكم ِبىا م ٍن أ ى‬ ‫ى‬
،‫ُّم ٍس ًرفيو ىف‬ ‫ِّساء بى ٍل أىنتي ٍم قىػ ٍوهـ‬ ً ِّ ‫إًنَّ يك ٍم لىتىأٍتيو ىف‬
‫اؿ ىش ٍه ىونة ِّمن يدكف الن ى‬ ‫الر ىج ى‬
.)89-80 :]4[‫اؼ‬ ٍ ‫(األعر‬
"Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya).
(Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: ‘Mengapa
kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum
pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini)
sebelummu?’ Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk
melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada
wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui
batas.‛

Dan beberapa hadith Nabi saw. diantaranya, sabda


Nabi saw.,
‫لى ىع ىن اهللي ىم ٍن يػى ٍع ىم يل ىع ىم ىل قىػ ٍوًـ ليٍو وط لى ىع ىن اهللي ىم ٍن يػى ٍع ىم يل ىع ىم ىل قىػ ٍوًـ ليٍو وط (ركاه‬
52
.)‫الًتمذم‬

51
Samar Habib, al-Mithliyyah al-Jinsiyyah ‘Inda al-Nisa> fi>
al-Shari<’ah al-Aus{t{, Ta>ri>khuha< wa Tashwi>ruha< (Palestina: as}wa>t
al-Nisa>` Falist}iniyyat mithliyyah, 2008), 12-13
52
Al-Mawardi, al-H{a>wi> al-Kabi>r (Bairut: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmiyyah<, 1994), 222.

15
‚Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum
Luth. Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan
kaum Luth, (HR. At-Tirmidzi).‛

Literatur klasik inilah yang mendapat sorotan keras


oleh Musdah Mulia karena semua yang ada dalam kitab-
kitab fikih tentang homoseksual dianggap mutlak dan final.
Siapapun yang mengkritisinya dianggap melawan hukum
Islam. Oleh karena itu, Musdah Mulia mengajukan
pertanyaan, apakah kita tidak boleh membaca ulang
interpretasi para fuqaha yang rigid dan kaku itu?53 Padahal
menurut Musdah Mulia, nash (al-Qur’an dan hadith) sajalah
yang merupakan ajaran agama yang statis, sedangkan tafsir
merupakan ajaran agama yang dinamis.54 Oleh karena itu,
beliau menyerukan pembacaan ulang teks-teks agama
mengenai homoseksual.
Perbedaan pendapat dalam masalah ini merupakan
suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Sebab,
dengan mengutip Mohamad Hashim Kamali, ayat-ayat Al-
Qur’an yang terbuka untuk penafsiran jauh lebih banyak.
Oleh karena itu, kebulatan suara dan konsesus sulit terjadi.55
Al-Qur’an bukanlah dokumen hukum atau konstitusi,
karena materi hukum hanya merupakan bagian kecil dari
Al-Qur’an. Konten hukum atau sering disebut ayat al-
ah}ka>m (ayat-ayat hukum), menjadi dasar bagi apa yang
dikenal sebagai yurisprudensi al-Qur’a>n (fiqh al-Qur’a>n),
ada sekitar 350 dari total 6200-an ayat hukum dalam al-

53
Musdah Mulia, Islam & Hak Asasi Manusia: Konsep dan
Implementasi (Jakarta: Naufan Pustaka, 2010), 294.
54
Musdah Mulia & Anik Farida, Perempuan & Politik
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), 112.
55
Mohamad Hashim Kamali, Membumikan Syari’ah;
Pergulatan Mengaktualisasikan Islam (Jakarta: Mizan, 2013), 52.

16
Qur’an, yang diturunkan di Madinah sebagai respon atas
masalah-masalah aktual yang terjadi.56 Soffa Ihsan
menyimpulkan bahwa efeknya adalah para hakim dan ahli-
ahli hukum menciptakan aturan-aturan baru untuk
menangani berbagai permasalahan yang muncul. Hukum
Tuhan dibaurkan dengan hukum buatan manusia dan hukum
al-Qur’an bercampur aduk dengan pendapat, penafsiran dan
keputusan hakim. Seolah-olah pendapat manusia melebihi
perintah-perintah Tuhan.57
H.A.R Gibb dalam bukunya ‚Muhammadanism, An
Historical Survey‛ sebagaimana dikutip oleh Abdul Manan
mengemukakan bahwa hukum Islam mampu mempunyai
jangkauan paling jauh dan alat yang paling efektif untuk
membentuk tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat
Islam.58 Berdasarkan pemahaman atas berbagai macam teks
keagamaan, lahirlah konstruksi sosial tentang seksualitas

56
Para fuqaha berbeda pendapat soal jumlah persis ayat
hukum (ayat al-ahkam) dalam Al-Qur’an, sebagian besar karena
pendekatan yang berbeda terhadap subjek ini. Beberapa pendapat
menyebut angka yang lebih tinggi karena mereka sering
mengekstraksi aturan hukum dari suatu ayat historis, atau bahkan
suatu parabel dalam al-Qur’an, sementara yang lain menghitung
jumlah yang lebih kecil karena mereka ,melihat ayat-ayat hukum
terutama dalam konteks hukum. Perbedaan aturan penafsiran
diantara fuqaha juga menjelaskan mengapa kesimpulan mereka
berbeda-beda. Lihat: Mohamad Hashim Kamali, Membumikan
Syari’ah; Pergulatan Mengaktualisasikan Islam, 26.
57
Soffa Ihsan, Now Its Time to Sex Pelacuran, Legalisasi dan
Agama, (Jakarta: Panta Rei, 2006), 40.
58
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam: Tinjauan dari
Aspek Metodologi, Legalisasi, dan Yurisprudensi (Jakarta:
Grapindo, 2007), 59.

17
normatif-halal dan seksualitas non normatif-haram.59 Lebih
jauh lagi, Nur Syam mengungkapkan bahwa berdasarkan
pemahaman kegamaan itulah hukum positif melegalkan
relasi seksualitas normatif dan melarang seksualitas non-
normatif. Dengan dimikian, seksualitas masuk kedalam
wilayah negara, sehingga pihak yang melanggar dianggap
salah dan menentang hukum.60
Sementara itu, Santilana (guru besar hukum dari
Universitas Harvard) sebagaimana yang dikutip oleh Abdul
Manan mengatakan bahwa hukum Islam sangat mumpuni
bagi kebulatan hukum di kalangan umat Islam, dan hukum
Islam mampu menyelesaikan persoalan umat manusia.61 Hal
ini menurut Abdul Manan karena hukum Islam memiliki
keluhuran fitrah, seimbang antara hak dan kewajiban, antara
jasmani dan rohani, antara dunia dan akhirat, tegaknya
diatas prinsip keadilan, dan selalu memerhatikan
kemaslahatan manusia.62
Senada dengan Abdul Manan, Ibn Qayyim Al-
jauziyyah mengungkapkan sebagaimana dikutip oleh
Mohammad Hashim Kamali, syariah hendak mengamankan

59
Seksualitas normatif-halal adalah perilaku seksual yang
sesuai dengan nilai-nilai agama, sedangkan seksualitas
nonnormatif-haram adalah perilaku sesual yang tidak sesual nilai-
nilai agama. Lihat, Nur Syam, Agama Pelacur; Dramaturgi
Transendental (Yogyakarta: LkiS, 2010), 183-184.
60
Nur Syam, Agama Pelacur; Dramaturgi Transendental
(Yogyakarta: LkiS, 2010), 184.
61
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam: Tinjauan dari
Aspek Metodologi, Legalisasi, dan Yurisprudensi (Jakarta:
Grapindo, 2007), 64-65.
62
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam: Tinjauan dari
Aspek Metodologi, Legalisasi, dan Yurisprudensi (Jakarta:
Grapindo, 2007), 65.

18
kepentingan manusia di dunia dan akhirat, secara utuh ia
adalah keadilan, rahmat, dan kearifan.63
Terkait permasalahan homoseksual yang berujung pada
pernkahan sejenis, inilah kenyataan yang acapkali disebut
sebagai mushkila>t al-as}liyah wa al-hada>thah, yaitu berputa-
putar pada persoalan keotentikan dan kemodernan. Yang
mana modernitas adalah dampak dari perubahan sosial.
Perubahan sosial yang sejalan dengan perkembangan
teknologi dan sistem ekonomi serta kemajuan aspek-aspek
kehidupan lainnya menuntut suatu ‚panduan keagamaan‛.
Panduan ini tentunya yang memiliki relevansi erat dan
melekat dengan masalah-masalah nyata yang akan terus
menerus muncul, seiring dengan perkembangan sistem dan
budaya. Dalam kasus pernikahan sejenis yang terus
menumbuh secara modern dan canggih, sudah seharusnya
fikih memberikan ‚panduan‛ yang jelas dan berimbang.
Adapun upaya membangun fikih bukan dengan
membuangnya, namun dengan revitalisasi dan
mengaktualisasi. Sebagaimana kesimpulan Al-Qarafi
(w.1283) yang dikutip oleh Hasyim Kamali bahwa kondisi
kehidupan aktual masyarakat harus menjadi pertimbangan
utama: ‘Semua aturan fiqih yang ddasarkan pada adat dapat
diubah sejalan dengan berubahnya adat dimana aturan-
aturan fikih itu pada awal dibentuk.’64 Homoseksual juga
perlu diperjelaskan melalui perspektif agama termasuklah
perspektif hadith kerana ia menjadi sumber kedua dalam
Islam disamping al-Quran. Kejahilan atau salah tafsiran
terhadap hukum menyebabkan segelintir masyarakat

63
Mohammad Hashim Kamali, Membumikan Syari’ah:
Pergulatan Mengaktualkan Islam (Jakarta: Mizan, 2013), 36.
64
Mohammad Hashim Kamali, Membumikan Syari’ah:
Pergulatan Mengaktualkan Islam (Jakarta: Mizan, 2013), 35.

19
menganggap gejala homoseksual sebagai suatu norma
kehidupan serta hak kebebasan individu.
Selain itu, maqasid dirasakan dapat mengisi celah ini.
Karena syariah hendak mewujudkan kebaikan dunia dan
akhirat kepada manusia. Terkait maqasid itu sendiri, Al-
Ghazali menulis secara tegas bahwa syariah hendak
mencapai lima tujuan, yakni yang terkait keimanan,
kehidupan, intelek, keturunan, dan kepemilikan yang harus
dilindungi sebagai prioritas yang absolut.65 \ Maqa>s}id
Shari>‘ah adalah tujuan dari hukum Islam yang sangat jelas
pentingnya dan tak pernah terabaikan dari syariah. Bahkan
mnurut Jaser Auda, maqasid merupakan salah satu media
intelektualdan metodologi masa kini yang terpenting untuk
reformasi Islami.66Maqa>s}id Shari>‘ah terbagi menjadi 3
bagian yaitu: kemaslahatan-kemaslahatan yang kepadanya
bersandar kehidupan manusia dan eksistensi masyarakat,
perkara-perkara yang dibutuhkan manusia untuk
menghilangkan kesulitan, kemudian sesuatu yang
menjadikan kehidupan manusia lebih pantas dan beradab.
Adapun tujuan dari ketiga unsur diatas adalah untuk
memelihara dan mewujudkan agama, jiwa, akal, harta,
kehormatan dan keturunan.67

Lebih lanjutnya, Al-Shatibi bahkan menyebut


mashlahah sebagai satu-satunya tujuan besar Syariah yang
65
Al-Ghazali, Ih{ya<’ Ulu<<>m al-Di><n, (Kairo: Lajnah Nashr ath-
Thaqafa al-Islamiyyah, 1356 H), jiid XI, 1999
66
Jaser Auda, Maqsid Shariah as Philosophy of Islamic Law,
diterj Rosidin, Ali Abd el Mun’im, Membumikan Hukum Islam
Melalui Maqasid Syariah, (Bandung: Mizan Pustaka, 2015), 40.
67
Muhammad Jamhuri, ‚Maqashid Syariah dan kaitannya
dengan HAM menurut Islam dan HAM menurut Barat‛, diakses
dari http://www.slideshare.net/guest4d5c082/ maqashid-syariah
pada hari Minggu tanggal 10 Januari 2016 Jam 02.11.

20
cukup luas untuk mencakup segala langkah yang membawa
kebaikan kepada manusia, termasuk menjalankan keadilan
dan ibadah. Ia memberi penekanan segar pada Maqa>s}id
Shari>‘ah, begitu kuatnya sampai kontribusi uniknya pada
pemahaman mengenai tujuan dan filosofi Syariah diakui
secara luas. Dalam melegalkan pernikahan sejenis, para
sarjana pro pernikahan sejenis juga menggunakan
pendekatan Maqa>s}id Shari>‘ah, hanya pendekatan yang
mereka gunakan mengesampingkan Al-Qur’an dan Hadith,
padahal menurut Raisuni Maqa<s{id Shari<’ah haruslah
bertolak ukur pada Al-Qur’an dan Hadith. Setiap al-
Maqa<s{id (tujuan) ini harus memiliki dalil shar’i (argumen
yang valid).68 Maqa<s{id Shari<’ah dapat dijadikan sebagai
jembatan antara shariat Islam dengan berbagai isu-isu
kekinian, bahkan menjadi kunci utama. Ia menjadi pintu
dasar untuk melakukan ijtihad terhadap pembaharuan.69
Oleh karena itu, penulis menganggap permasalahan ini
sangat layak untuk dikaji lebih dalam dan komprehensif
dengan judul ‚Homoseksual dan Islam: (Analisis Maqa>s}id
Shari>‘ah terhadap Wacana dan Argumen Sarjana Islam
Liberal)‛.

B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
dapat diidentifikasi beberapa permasalahan penelitian,
sebagai berikut:

68
Ahmad Raisuni, Al-Fikr Al-Maqa<s{idy Qawa<’iduhu wa
Fawa<’iduhu, (Rabat: Mat{{ba’ah Al-Naja<h{ Al-Jadi>dah, 1999), 59.
69
Jasser Auda, Maqa>si} d al-Shari’> ah; Dalil> li al-Mubtadi’in>
(London: al-Ma’had al-A>lami li al-Fikr al-isla>mi, 2008), h. 7, 32
dan 49.

21
a. Terdapatnya hukum yang jelas dalam Al-Qur’an
dan Hadith tentang homoseksual, namun banyak
para pendukung homoseksual yang berupaya
melakukan penafsiran ulang untuk menghalalkan
homoseksual.
b. Pembelaan para aktifis HAM terhadap
homoseksual.
c. Terdapatnya polemik pernikahan sejenis di dunia
Islam, banyak yang menerima dan ada juga yang
menolak dengan berbagai argumen.
d. Terdapatnya berbagai pendapat dari sarjana
pemikir pro pernikahan sejenis tentang
homoseksual bukan pendosa dan alamiah, tidak
melawan kodrat serta kehadirannya harus dihargai
dan diberlakukan secara ramah oleh Agama dan
Negara.

2. Perumusan Masalah
Dengan demikian, berdasarkan identifikasi masalah di
atas, dapat dirangkum rumusan masalah dalam sebuah
kalimat, yaitu: ‚Bagaimana pandangan sarjana Islam
Liberal ditinjau dari Maqasid Syariah?‛
Rumusan masalah tersebut ditinjau dalam dua hal:
a. Bagaimana pemikiran sarjana Islam Liberal
tentang homoseksual dan interpretasi mereka
terhadap teks-teks keagamaan?
b. Bagaimana argumentasi itu ditinjau dari
pendekatan ushul fiqh dan Maqa>s}id Shari>‘ah?

3. Pembatasan Masalah
Karena luasnya ruang lingkup pembahasan masalah
homoseksual maka penelitian ini akan fokus kepada
diskursus pemikiran Sarjana Islam Liberal tentang
homoseksual. Adapun liberal yang dimaksud penulis dalam

22
tesis ini ialah mereka yang cendrung menggunakan metode
atau pendekatan dalam berpikir dengan mengangkat isu-isu
tertentu melalui wacana keislaman dengan menafsirkan Al-
Qur’an secara bebas. Dintaranya, Scott Siraj Kugle dalam
tulisannya ‚Homosexuality in Islam: Critical Reflection on
Gay, Lesbian, and Transgender Muslim‛ dan ‚Sexuality,
Diversity, and Ethic in the Agenda of Progressive
Muslims‛, dan Muhsin Hendrik dalam tulisannya ‚Islamic
Texts: A Source for Acceptance of Queer into Mainstream
Muslim Society‛. Siti Musdah Mulia, Mun’im Sirry dan
aktifis feminis Liberal lainnya yang menerbitkan tulisan-
tulisan mereka dalam sejumlah buku dan jurnal. Penulis
meneliti waktu pemikiran para sarjana tersebut sejak
pemikiran itu diformulasikan. Yaitu pada rentang waktu:
a. Scott Siraj Kugle 2003-sekarang
b. Muhsin Hendrick 2010-sekarang
c. Kecia Ali 2006-sekarang
d. Musdah Mulia 2010-sekarang
e. Mun’im Sirry 2096-sekarang

Kemudian pandangan sarjana tersebut akan dianalisis


dan dikritisi dengan metode ushul al-fiqh dan Maqa>s}id
Shari>‘ah Raisuni. Ada empat kaidah maqa<s{id shari<’ah yang
ditawarkan oleh Ahmad Raisuni: Pertama, setiap hukum
shari’at pasti mu’allalah (memiliki motif), Kedua, setiap
maqa<s{id (tujuan) harus memiliki dalil yang valid, Ketiga,
pengurutan level maslahat dan mafsadat, Keempat,
pembedaan secara jeli antara al- maqa<s{id (tujuan) dan al-
Wasa>'il (perantara). Selain Maqa>s}id Shari>‘ah Raisuni,
penulis juga menggunakan kaidah Maqa>s}id Shari>‘ah
lainnya seperti Jaser Auda. Metode Sadd al-dhari<’ah
merupakan pengaplikasian dari kaidah fiqih ‚Dar’u al-
mafa>sid muqaddam ‘ala jalbi al-Mas{a>lih{‛ (menghindari
kerusakan lebih diutamakan dari mengambil kemaslahatan).

23
Dalam konteks homoseksual, sadd al-dhari<’ah dapat kita
gunakan untuk menetapkan hukum prilaku homoseksual
dengan mempertimbangkan apakah homoseksual
berdampak negatif atau tidak? Jika homoseksual berdampak
negatif baik bagi si pelaku maupun bagi masyarakat, maka
ia masuk dalam kaidah ini.

C. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini betujuan untuk
membuktikan bahwa metode yang digunakan dalam
‚menghalalkan‛ praktik homoseksual oleh kaum pro
pernikahan sejenis terdapat kekeliruan. Adapun tujuan
penelitian ini secara khusus ialah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan dan menganalisis pemikiran sarjana
Islam Liberal tentang homosek dan interpretasi mereka
terhadap teks-teks keagamaan dalam membela
homoseksual.
2. Menganalisa pemikiran sarjana Islam Liberal tentang
homoseksual dengan pendekatan ushul fiqh dan
Maqa>s}id al-Shari>‘ah.
Dengan demikian, penelitian ini sangat layak untuk
dikaji lebih dalam dan komprehensif karena ada sejumlah
pihak yang melakukan interpretasi ulang terhadap al-Qur’an
dan hadith untuk memperbolehkan homoseksual dan
pernikahan sejenis.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran serta memperkaya
khasanah keilmuan dan pendekatan dalam ilmu syariah
terkait isu-isu homoseksual dan nikah sejenis (same-
sex marriage).

24
2. Secara praktis penelitian ini juga diharapkan dapat
bermanfaat bagi masyarakat umumnya, khususnya bagi
pemikir keagamaan dalam menangani wabah global
nikah sejenis, bagi pemerintah dalam merumuskan
undang-undang, dan terkhusus bagi kaum pro nikah
sejenis agar kembali lagi meluruskan paradigma
mereka pada syariat Islam.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan


Penulis akan memaparkan temuan penelitian dan celah-
celah apa saja yang sudah diteliti oleh civitas akademika,
hingga memudahkan penulis untuk memetakan celah-celah
yang akan diteliti selanjutnya pada penelitian ini. Meskipun
sangat sedikit penelitian terdahulu yang membahas tentang
pernikahan sejenis, penulis menemukan beberapa karya
penting dalam literatur Indonesia dan literatur asing yang
membahas tema yang sama. Diantaranya;
Artikel dalam Jurnal Agama dan Masyarakat Vol.3
No.9 2096 yang berjudul ‚Kasus Pernikahan Sejenis dalam
Perspektif Hukum Moral John Calvin‛.70 Persamaan dengan
tesis ini adalah sama-sama menjelaskan sekilas mengenai
fakta homoseksual, etika situasi sebagai dasar pembenaran,
dan komunitas yang memperjuangkan legalisasi pernikahan
sejenis. Perbedaaannya adalah tulisan ini merupakan sebuah
peninjauan terhadap hukum moral John Calvin untuk
menyoroti apakah dasar yang dijadikan pembenaran
pernikahan sejenis itu tepat atau tidak. Temuan dalam
tulisan ini, legalisasi pernikahan sejenis tidak memiliki
landasan yang sesuai dengan hukum moral Calvin, dan
karena itu tidak dapat diterima oleh Gereja. Sedangkan tesis

70
Imelda Ginting, ‚Kasus Pernikahan Sejenis dalam
Perspektif Hukum Moral John Calvin‛, Jurnal Societas Dei, Vol.3,
No.1, April 2016.

25
menggunakan Ushul Fikih dan Maqa>s}id al-Syari>‘ah sebagai
pisau analisis terhadap permasalahan nikah sejenis.
Pada penelitian serupa, Makalah yang berjudul
‚Kekeliruan Kaum Liberal Soal Homoseksual‛ yang ditulis
oleh Qosim Nursheha Dzulhadi dalam buku yang berjudul
‚Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia.‛ Tulisan ini
juga pernah dimuat dalam Jurnal Islamia Vol III No. 5,
2010. Makalah ini juga mengkritik kekeliruan kaum liberal
perihal homoseksual. Perbedaannya adalah makalah itu
secara khusus mengkritik tulisan Mohammad Guntur Romli
yang secara vulgar mendukun homoseksualitas yang dimuat
dalam jurnal Perempuan No. 58, Maret 2008. Sedangkan
tesis ini mencoba menhadirkan tokoh lain seperti Scott Siraj
dan lain-lain. Scott yang secara terbuka tidak hanya
mendukung homoseksual tetapi juga menggunakan teks-
teks keagamaan yang tertuang dalam sebuah buku setebal
355 halaman.
Selain itu, Penelitian oleh Nur Chasanah, yang berjudul
‚Studi Komparatif Hukum Positif dan Hukum Islam di
Indonesia Mengenai Pernikahan Sejenis‛. Dimuat dalam
Jurnal Cendekia Vol. 12 No. 3, Septempber 2014 secara
keseluruhan menyimpulkan bahwa perkawinan sesama jenis
(gay dan lesbian) merupakan bentuk menyalahi ketentuan
hukum positif dan hukum Islam dalam suatu hidup bersama
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
memenuhi syarat-syarat dalam peraturan perundang-
undangan maupun agama. Penelitian ini telah membahas
tinjauan hukum positif pernikahan sesama jenis di Indonesia
dengan menggunakan penelitian hukum normatif dengan
pendekatan perundang-undangan.71 Meskipun penelitian ini

71
Nur Chasanah, ‚Studi Komparatif Hukum Positif dan
Hukum Islam di Indonesia Mengenai Pernikahan Sejenis‛ Dimuat
dalam Jurnal Cendekia Vol 12 No 3 Sept 2014, hal 67-69.

26
telah menyinggung pernikahan sejenis dalam tinjauan
hukum Islam, namun peneliti hanya memaparkan bahwa
hukum pernikahan sejenis adalah haram berdasarkan Al-
Qur’an dan Hadith. Peneliti hanya menyebutkan beberapa
surat di dalam Al-Qur’an yang berkenaan dengan
homoseksual dan gay, tanpa melakukan kritik dan
reaktualisasi terhadap tafsir keagamaan (tafsir kisah Luth
dan konsep pernikahan) yang tidak memihak pernikahan
sejenis. Disini, penulis merasa memiliki celah untuk
meneliti lebih dalam dengan berinteraksi pada teks-teks
keagamaan dari sudut pandang pihak yang pro pernikahan
sejenis.
Selanjutnya, Agus Salim Nst. tulisannya yang berjudul
‚Homoseksual dalam Pandangan Hukum Islam,‛ yang
dimuat dalam jurnal USHULUDDIN Vol. XXI No. 1,
Januari 2014. Tulisan ini berisi tentang konsekuensi yang
harus diterima seorang homoseksual sesuai dengan
ketentuan fiqh menurut ulama mazhab. Para ulama fiqh
berbeda pendapat tentang hukuman bagi homoseksual. Ada
tiga pendapat: dibunuh secara mutlak; di had sebagaimana
had zina. Bila pelakunya jejaka, dia harus didera, bila
pelakunya muhshan, dia harus dihukum rajam; dan yang
terakhir dikenakan hukuman ta’zir.72 Berbicara tentang
homoseksual dalam pandangan hukum Islam, peneliti belum
menyinggung masalah orientasi seksual seseorang hingga
terjerumus pada tindakan homoseksual. Disini penulis,
merasa memiliki celah dalam melanjutkan penelitian ini.
Penulis akan mengulas apakah orientasi seksual merupakan
fitrah manusia dan kodrat Ilahi? Karena alasan ini sering
dijadikan dalih orang para pendukung homoseks untuk

72
Agus Salim Nst, ‚Homoseksual dalam Pandangan Hukum
Islam,‛ jurnal USHULUDDIN Vol. XXI No. 1, Januari 2014. Hal
27

27
menghalalkan pernikahan sejenis. Bagaimana Islam
sebenarnya memandang masalah orientasi seksual?
Sadena Febriana Suryatiningsih. Tulisannya yang
dimuat dalam repository upi 2013 berjudul ‚Pembagian
Peran Pada Pasangan Orientasi Seksual Sejenis yang
Memiliki Komitmen Marriage-Like (Studi Eksploratif
Terhadap Satu Pasangan Gay di Kota Bandung).‛ Penelitian
ini berfokus terhadap permasalahan bagaimana pembagian
peran pada satu pasangan orientasi seksual sejenis yang
memiliki komitmen Marriage-Like. Penelitian ini berbeda
dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sadena.
Karena penelitian sebelumnya bertujuan untuk mengetahui
awal mula subjek memulai kehidupan dan membangun
komitmen pada pasangan Marriage-Like, mengetahui
pembagian peran pada pasangan lesbian, serta mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya
peran gender dan mengetahui konflik apa saja yang dominan
muncul pada pasangan sejenis ini.
Artikel oleh Muhsin Hendricks73 yang berjudul Islamic
Texts: A Source for Acceptance of Queer Individuals into
Mainstream Muslim Society. Artikel ini membahas tentang
interprestasi alternatif teks Ilahi dan mengembangkan
potensi manusia untuk memperkuat sifat inklusif Al-Qur’an
yang mempromosikan kesetaraan dan kebebasan memilih.

73
Imam Muhsin Hendricks adalah seorang direktur the Inner
Circle, sebuah organisasi Muslim LGBT yang terdapat di Cape
Town, Afrika Selatan. Didirikan pada tahun 2006, the Inner Circle
memberikan dukungan kepada Muslim LGBT lokal dan
internasional dan memiliki sejumlah program pemberdayaan bagi
umat Islam LGBT. The Inner Circle juga menjadi tuan rumah
sebuah Retreat Internasional Tahunan yang menyatukan aktivis
LGBT Muslim dari organisasi Muslim LGBT yang berbeda di
seluruh dunia.

28
Tidak ada paksaan dalam Agama, manusia harus diberi
kebebasan dalam memilih bagaimana mereka harus
menjalani hidup.74 Muhsin Hendricks menggunakan metode
ijtih}a>d sebagai penalaran independent dalam berbicara
tentang Islam dan homoseksual. Baginya, hukuman bagi
pelaku homoseksual yang telah ditetapkan oleh para ulama
terdahulu tidak sejalan dengan Al-Qur’an. Ia juga
mengatakan bahwa hadith tidak dapat dijadikan sumber
utama dalam menentukan produk hukum karena sifatnya
yang kontradiktif terhadap Al-Qur’an.
Dadang Hawari dalam penelitiannya yang telah
diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul ‚Pendekatan
Psikoreligi pada Homoseksual‛. Kesimpulan terbesar dari
penelitian ini menunjukkan bahwa ditinjau dari pendekatan
psikoreligi bahwa homoseksual menyalahi fitrah dan kodrat
manusia. Oleh karena itu, dengan pendekatan terapi
psikiatrik dan agama, orientasi seksual seseorang dapat
diubah agar kembali ke jalan yang benar. 75 Persamaan
dengan tulisan Dadang Hawari bahwa tesis ini juga ingin
mengungkapkan tentang homoseksual merupakan given
atau tidak dapat diubah. Perbedaanya lebih jauh tesis ini
ingin meninjau produk hukum Islam tentang homoseksual
dengan menggunakan maqasid sebagai suatu pisau analis.

74
Muhsin Hendricks, ‚Islamic Texts: A Source for
Acceptance of Queer Individuals into Mainstream Muslim
Society‛, Journal The Equal Rights Review, Vol. Five 2010. Hal
35-36.
75
Dadang Hawari, Pendekatan Psikoreligi pada
Homoseksual, (Jakarta: FK UI, 2009), 99.

29
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
menekankan kajian kepustakaan murni (Library Research),
sehingga kajian ini semata-mata bersumber dari
kepustakaan baik sumber primer maupun sekunder, yang
berupa buku, jurnal, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan
sumber-sumber lainnya yang mendukung dan berkaitan
dengan tema kajian ini. Sementara, tipe kajian ini adalah
analisis isi (analysis content) yang berusaha menganalisa
pandangan-pandangan dalam kitab klasik dan pemikir
keagamaan pro nikah sejenis yang terdapat didalam
sejumlah literatur. Literatur-literatur tersebut dipelajari
karakteristik bahasanya, kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis bahasa yaitu menganalisis
penggunaan istilah, kosakata, dan kalimat, serta dengan
menggunakan pendekatan epistemologi hukum Islam, yaitu
us}u>l al-fiqh dan Maqa>s}id al-Shari>‘ah.
Lebih spesifik lagi, kajian hukum Islam ini termasuk
kategori filosofis-sosiologis.76 Pendekatan sosiologis

76
Atho Mudzhar mengkategorikan penelitian hukum menjadi
tiga kategori: studi filsafat hukum, studi hukum Islam normatif,
dan studi hukum Islam empiris. Studi filsafat hukum merupakan
kajian tentang teori-teori hukum, seperti usl al-fiqh, qawa`id al-
fiqhiyyah, maqashid al-shari‘ah, dan lain-lain. Studi hukum
normatif lebih mengarah kepada kajian tentang literatur hukum
Islam yang meliputi ayat-ayat dan hadis-hadis ahkam, kitab-kitab
fikih, keputusan-keputusan pengadilan, fatwa-fatwa mufti atau
ulama. Sementara studi hukum Islam empiris, difokuskan kepada
sosiologi hukum Islam yang mengkaji interaksi masyarakat
dengan hukum Islam, baik respon masyarakat ataupun
dampaknya. Termasuk dalam kategori ini juga penelitian tentang
tokoh hukum Islam, dengan mengkaji latar-belakang sosial,
politik, dan kultur yang mendasari pemikirannya. Lihat: Atho

30
berguna untuk melihat konteks sosial dan budaya ketika
pemikiran diformulasikan. Bagaimanapun pemikiran adalah
hasil dari dialektika antara seseorang dengan konteks sosial
dan objek yang diamati.77 Pendekatan filosofis bertujuan
untuk mengungkap substansi pemikiran seorang tokoh, baik
dari aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis.78
Penelitian ini disebut filosofis juga karena membahas dasar-
dasar hukum Islam, yang lebih dikenal dengan nama
Maqa>s}id al-Shari>‘ah dan us}u>l al-fiqh, serta
pengaplikasiannya dalam menetapkan hukum homoseksual
dan pernikahan sejenis.

2. Teknik Pengumpulan Data


Adapun metode yang digunakan untuk menganalisis
data penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu penulis
membahas permasalahan same-sex marriage dengan cara
meneliti, mengolah data, menganalisis, dan
menginterpretasikan pemahaman mereka untuk
mendapatkan kesimpulan yang sistematis dan akurat.
Setelah mendapatkan kesimpulan pemikiran mereka,
penulis menggunakan beberapa pendekatan:
a. Pendekatan Tekstual.
Penulis menggunakan pendekatan ini sebagai basis
tekstual (naqli) terhadap persoalan pernikahan

Mundzhar, ‚Taksonomi dan Tantangan Studi Hukum Islam di


Indonesia Dewasa Ini‛, dikutip dalam Esai-Esai Sejarah Hukum
Islam, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 14-17.
77
Penjelasan mengenai karakteristik pendekatan sosiologi,
lihat Michael S. Northcott, ‚Pendekatan Sosiologis,‛ tej: Imam
Khoiri, dalam Aneka Pendekatan Studi Agama, ed: Peter
Connolly, (Yogyakarta: LKIS, 2002), 271.
78
Rob Fisher, ‚Pendekatan Filosofis," dalam Aneka
Pendekatan Studi Agama, 173-176.

31
sejenis. Yaitu, penulis mencari dan menghimpun
ayat-ayat al-Qur’an diantaranya: Q.S. al-A’ra>f:
80-102, Q.S. Hu>d: 77-82, Q.S. al-Anbiya>: 74, Q.S.
al-Shu’ara>’: 160-173. Hadis yang berkaitan
dengan pernikahan sejenis. Sebab, al-Qur’an dan
hadith merupakan sumber utama dalam
menetapkan suatu hukum. Pendekatan ini penulis
gunakan selain untuk memberikan basis tekstual
terhadap masalah ini, juga agar dapat memberikan
dasar yang kuat dalam menentukan hukum
masalah ini.
b. Pendekatan Analitik.
Setelah ayat-ayat al-Qur’an, hadith, dan pendapat
para tokoh terhimpun, lalu penulis menggunakan
pendekatan analitik untuk mengungkapkan
pandangan penulis dalam masalah ini. Dalam
melakukan analisis ini, penulis menggunakan
pendekatan Maqa>s}id al-Syari>‘ah Ahmad Raisuni
dalam bukunya yang berjudul Al-Fikr Al-
Maqa<s{idi, Muh{a<d{ara<t fi< Maqa<s{id Al-Shari’ah dan
us}u>l al-fiqh seperti karangan Ash-Shat{ibi, Al-
Muwa<faqa<t Fi< Us{u<l Al-Fiqh dan lain-lain.

3. Sumber Data Penelitian


Adapun data-data penelitian yang penulis gunakan
lebih banyak menggunakan literatur-literatur berbahasa
Arab dan Inggris, karena kurangnya literatur berbahasa
Indonesia yang membahas permasalahan ini. Penulis
menggunakan data primer dan juga ada data sekunder. Data
primer penelitian ini adalah ‚Homosexuality in Islam:
Critical Reflection on Gay, Lesbian, and Transgender
Muslim‛ karya Scott Siraj al-Haqq, ‚Sexuality, Diversity,
and Ethic in the Agenda of Progressive Muslims‛ karya
Scott Siraj, dan Muhsin Hendrik dalam tulisannya ‚Islamic

32
Texts: A Source for Acceptance of Queer into Mainstream
Muslim Society‛. Siti Musdah Mulia, Mun’im Sirry dan
aktifis feminis serta para sarjana pro dan kontra terhadap
homoseksual lainnya yang menerbitkan tulisan-tulisan
mereka dalam sejumlah buku dan jurnal. Seperti ‚Sexual
Ethich & Islam‛ karya Kecia Ali, Homosexuality and
Religion an Encyclopedia karya Jeffrey S. Siker, Islam on
Homo-Sexuality karya Mufti Muhammad Zafeeruddin,
Pendekatan Psikoreligi pada Homoseksual karya Dadang
Hawari, LGBT di Indonesia; perkembangan dan solusinya
karya Adian Husaini.

G. Sistematika Penelitian
Adapun mengenai sistematika penelitian, penelitian ini
dituangkan ke dalam lima bab.
Bab pertama, berupa pendahuluan yang membahas
tentang latar belakang masalah penelitian, permasalahan
penelitian, tujuan penelitian, penelitian terdahulu yang
relevan, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan
sistematika penelitian.
Bab dua penulis membahas tentang terminologi
homoseksual dan sejarahnya mulai pada homoseksual ada
didunia. Penulis mencoba mengungkapkan tentang
homoseksual dalam wacana kontemporer. Sejauh mana
perkembangan homoseksual ini di negara-negara maju dan
sekuler dengan membuat gerakan-gerakan sosial maupun
politik untuk mendapatkan pengakuan dengan alasan HAM
dan liberalisasi tafsir. Sedangkan homoseksual dalam
khazanah Islam klasik, penulis bertujuan untuk mengungkap
homoseksual dalam diskursus al-Qur’an, hadith Nabi, dan
mazhab fikih. Pembahasan ini terdiri dari tiga tema, yaitu
homoseksual dalam al-Qur’an; penafsiran ayat yang
berkaitan dengan homoseksual khususnya kisah kaum Nabi
Luth. Penafsiran para ulama klasik dan kontemporer tentang

33
ayat Al-Qur’an yang berkaitan tentang homoseksual.
Kemudian hadith Nabi saw. dan Penafsirannya serta
pendapat para ulama klasik dan kontemporer tentang makna
hadist dan hukuman bagi pelaku homoseksual. begitu pula
dalam fikih. Penulis membahas perdebatan akademik
tentang leksikal homoseksual. dengan menghimpun seluruh
pendapat dan argumen para ahli dan peneliti homoseks.
Bab tiga penulis membahas Homoseksual dalam
Pemikiran Kaum Liberal. Homoseksual Menurut Scott Siraj
Kugle, Muhsin Hendrik, Kecia Ali, Irshad Manji, Samar
Habib, dan Musdah Mulia. Interprestasi Kaum Liberal
terhadap Kisah Luth. Teori Humanisme dalam Membela
Same-sex Marriage. Bab ini merupakan bab inti penelitian,
dimana penulis akan melakukan kritik terhadap argumen
kaum liberal dalam membela same-sex marriage dengan
dalih HAM.
Bab empat penulis akan membahas epistemologi
hukum Islam yaitu us}u>l al-fiqh dan Maqa>s}id al-Shari>‘ah
sebagai sebuah tawaran metodologis dalam menganalisa
argumen sarjana Islam Liberal tentang homoseksual. Bab ini
diharapkan akan menghasilkan analisa yang komprehensif
dalam mengungkap hakikat homoseksual dan pernikahan
sejenis menurut hukum Islam.
Bab kelima merupakan penutup berupa kesimpulan dan
rekomendasi. Pada bagian ini akan disajikan kesimpulan
dari hasil Melacak Interpretasi Pemahaman Teks
Pernikahan Sejenis. Selain itu, karena penelitian ini tentu
masih ada kekurangan dan tidak mencakup semua aspek,
maka penulis akan memberikan rekomendasi agar bisa
dilanjutkan lagi oleh penulis lainnya.

34

Anda mungkin juga menyukai