Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Oleh:
Ridha Rofidah
(11160110000074)
2021
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Oleh:
Ridha Rofidah
(11160110000074)
Menyetujui,
2021
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Yang Mengesahkan,
Pembimbing
The results showed that family education for children and education
about family can be achieved well if the parents and also the increased roles
as husband and wife and their offspring are able to understand, implement,
and provide positive invitations of all obligations and responsibilities to the
child and to each other. -Each role in the family. Because, the role of
parents as first and foremost educators is very influential for their children
in carrying out their next life and is accompanied by cooperation between
all members in the family. Thus, in general the purpose of family education
itself is to live a life into a harmonious family based on the elements of
sakinah, mawaddah, and rahmah and to produce children from generations
of descendants who are pious, pious, have good character, and are
physically healthy and spiritually healthy.
v
KATA PENGANTAR
vi
Dr. Andi. M. Faisal Bakti, M.A, selaku Wakil Rektor IV Bidang
Kerjasama.
4. Ibu Dr. Sururin, M.Ag., Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbyah dan
Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Drs. Abdul Haris, M.Ag dan Bapak Drs. Rusdi Jamil,
M.Ag., selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama
Islam.
6. Bapak Dr. Abdul Ghofur, MA, selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah meluangkan waktunya, memberikan ilmunya, banyak
memberikan bantuan, arahan, dan saran-saran kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Prof. Dr. Ahmad Syafi’I Noor, selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah banyak membantu dan selalu memberikan
arahan, masukan, nasiha-nasihat selama studi.
8. Kakak Kandung beserta Kakak Ipar tercinta Ahmad Hidayat,
Muhammad Fikri Syahruddin, Laila Novia Fakhriyati, Suci
Nanda, Farabi Febriansyah, dan Rina Triana yang tidak pernah
bosan untuk menyemangati dan memberikan bantuan serta doa
selama masa studi dan pengerjaan skripsi sampai selesai.
9. Keponakan tercinta Shabira Afizah Rumaisha, Muhammad
Ziandru AlFarizi dan Muhammad Fatih AlFarabi, yang selalu
memberikan hiburan, canda tawa kepada penulis selama masa
studi dan pengerjaan skripsi, serta mengasah ilmu pengtehauan
penulis dalam memberikan suri tauladan.
10. Ibu Hj. Dra. Juhda, yang telah meminjamkan referensi buku yakni
buku Shahih Bukhari Terjemah kepada penulis sehingga penulis
dapat menggunakannya sebagai referensi dalam penelitian ini.
11. Sahabat fillah Halimaturrahmi, Sofiah, Qoshirotun Thorfi, dan
Fairuz Nadia, yang selalu menemani penulis dari awal studi
dengan terus menciptakan tawa dan kebahagian dalam kehidupan
dan banyak selalu ada ketika penulis dalam situasi dan kondisi
vii
apapun serta tempat penulis untuk bertukar pikiran selama masa
studi dan pengerjaan skripsi sampai selesai.
12. Sahabat dan Kakak Tingkat terbaik, Shofi Sa’diah, Novia Syifa,
Kak Nur Indah, Kak Elmiani, Kak Tunjung, Kak Husnul, Kak
Yaza, yang selalu berkenan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan, menciptakan canda tawa dan selalu memberikan
motivasi semangat dan bantuan kepada penulis.
13. Teman-teman PAI angkatan 2016 dan Kakak Kelas PAI yang
tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, terimakasih telah
memberikan bantuan, pembelajaran, tempat untuk bertukar
pikiran, dan doa selama masa studi dan pengerjaan skripsi.
14. Teman-teman beserta Kakak-kakak dalam Organisasi semua yang
pernah penulis ikuti sehingga memberikan penulis wadah untuk
belajar berorganisasi dan menambah jaringan pertemanan.
Peneliti
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
1. Konsonan
2. Vokal Tunggal
Vokal Tunggal Vokal Rangkap
َ َكت
ََب = kataba َ َكي
َْف = kaifa
ix
َف
َ ع ِر
ُ = ‘urifa ََح ْو َل = haula
3. Madd (Panjang)
Contoh :
4. Tâ’ Marbûţah
Kalau pada suatu kata yang akhir katanya adalah Tâ` Marbûţah diikuti
oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu
terpisah maka Tâ` Marbûţah itu ditransliterasikan dengan /h/. Contoh:
حمزة = Hamzah
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah/tasydîd ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf
yang diberi tanda syaddah (digandakan).
Contoh:
x
= ‘allama = yukarriru
= kurrima = al-maddu
6. Kata Sandang
a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan dengan
huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda
sambung/hubung.
Contoh:
= aş - şalâtu
b. Kata sandang diikuti oleh huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya.
Contoh:
َالفَلَ ُق = al-falaqu ُ اح
َث ِ =َال َبal-bâhiśu
7. Penulisan Hamzah
a. Kata hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan ia
seperti alif,
Contoh:
8. Huruf Kapital
Huruf kapital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata
sandangnya.
Contoh:
= al-Madînatul Munawwarah
xi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
ABSTRACT ............................................................................................................ v
xii
C. Fokus Penelitian ............................................................................................... 39
4. Hadits Tentang Tanggung Jawab dan Kewajiban Setiap Anggota Keluarga. ......... 74
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 84
B. Saran ............................................................................................................... 86
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Muhammad Ali, dkk., Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan; Bagian IV
Pendidikan Lintas Bidang, (Bandung: Sandiarta Sukses, 2016), h. 80.
2
Ibid.,
3
Ibid.,
1
mencakup dua makna tersebut. Karena, jikalau dalam memaknai hal
tersebut lebih cenderung hanya kepada salah satu makna saja, akan
mempersempit pemahaman terkait pendidikan keluarga itu sendiri.
Sebagai contoh, apabila hanya mengetahui lebih dominan kepada salah
satu maknanya, seperti pendidikan terhadap anak saja. Alhasil, antara
pasangan suami dan isteri tersebut tidak maksimalnya dalam
menjalankan kehidupan berkeluarga. Dengan demikian, cenderung lebih
banyak membuka kesalahpahaman yang berujung banyaknya
permasalahan yang terjadi dalam menjalankan kehidupan berkeluarga.
2
kebiasaan dalam hidupnya. Sehingga nantinya akan menjadi karakter
yang melekat pada anak tersebut sebagai bagian dari ciri khas
kepribadiannya. Model inilah yang sesungguhnya menjadi esensi utama
dalam pendidikan yang sebagian besar proses pembentukannya terjadi
dalam keluarga. Oleh karena itu, di dalam keluarga peran orang tua lah
yang paling penting sebagai lingkungan sosial pertama bagi anak
keturunannya yang ditemui dalam dunia nyata.
Selain itu, dapat dikatakan jua bahwa anak merupakan cikal bakal
suatu generasi baru dalam keluarga sebagai aset bangsa, negara, dan
agama dimasa yang akan datang guna meneruskan cita-cita perjuangan
dan perkembangan. Oleh karena itu, anak haruslah tumbuh dan
3
berkembang menjadi sosok yang sehat, kuat, dan beriman lagi bertaqwa.
Maka, peran orang tua lah yang harus masuk kedalam dunia anak
tersebut. Semua itu merupakan kewajiban orang tua untuk anak-anaknya
yang berada di dalam keluarga tersebut guna anak-anak keturunannya
mampu tumbuh dan berkembang secara sempurna meliputi seluruh aspek
baik jasmani, akal, dan rohani. Termasuk juga dalam perihal
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anaknya untuk
4
ketercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
4
Devi Vionita Wibowo, “Konsep Pendidikan Islam Pada Anak Usia Dini Dalam Kitab
Tarbiyatul Aulad Fil Islam Karangan Abdullah Nashih Ulwan”, Skripsi UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang, 2018, tidak dipublikasikan.
5
Abdullah Nashih Ulwan, Lihat dalam Harpansyah, ”Pendidikan Anak Dalam Perspektif
Abdullah Nashih Ulwan (Telaah Atas Kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam)”, Skripsi UIN Raden
Fatah Palembang, 2017, tidak dipublikasikan.
4
yang masuk adalah seluruh anggota di dalam keluarga. Setiap anggota di
dalam keluarga memiliki kewajiban dan tanggung jawabnya dalam
kehidupan berkeluarga. Oleh karena itu, lingkup keluarga adalah lingkup
pendidikan yang pertama dan utama untuk setiap anggota di dalamnya.
Dengan demikian, landasan tauhid keluarga harmonis diterapkan pada
proses pemilihan pasangan, dalam proses pencapaian kesejahteraan dan
kebahagiaan, serta dalam proses pemecah masalah yang dihadapi oleh
suatu keluarga. Maka, landasan tauhid dalam kehidupan keluarga
menumbuhkan perasaan tenteram, mendorong motivasi keberhasilan,
meluruskan arah dalam kebingungan, serta meredam frustasi dalam
kehidupan sehingga menghindarkan kesalahpahaman yang terjadi dan
meminimalisirkan faktor-faktor permasalahan yang terjadi dalam
kehidupan berkeluarga.6
6
Majelis Tarjih dan Tardid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih
Muhammadiyah 3, (Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2018), h. 360-361.
7
Ibid., h. 361.
8
Ibid., h. 369.
5
Komponen itulah yang jua menjadi esensi sangat penting dalam
pembangunan pendidikan terkhususnya pada pendidikan tentang
berkeluarga.
6
untuk membentuk paradigma kehidupannya. Maka, bentuk aktivitas
pendidikan dalam keluarga mendukung segala proses perkembangan bagi
setiap anggotanya baik dalam hal berkomunikasi dan berinteraksi dengan
manusia lainnya, jua berupaya mengenal dirinya, dan berusaha
mengkonstruksi kehidupannya. Hal ini merupakan proses yang secara
alamiah lahir sebagai suatu kesatuan utuh dalam dimensi kehidupan
manusia.
10
Budi Lazarusli, dkk., “Penguatan Peran Keluarga Dalam Pembentukan Kepribadian
Anak Melalui Seminar Dan Pendamping Masalah Keluarga”, Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat, Vol. 5, No. 1, 2014, h. 3
11
Ibid.,
12
Ibid.,
13
Ibid., h. 4.
7
atas kepala keluarga serta anggotanya yang di dasari pada sebuah ikatan
pernikahan antara bapak dan ibu sehingga terciptanya generasi
selanjutnya yang hidup dalam satu tempat tinggal dengan aturan yang
harus ditaati bersama-sama dan sangat mampu mempengaruhi antar
anggotanya guna terwujudnya tujuan yang sudah di tetapkan. Tujuan
tersebut pastinya akan mengandung unsur sakinah, mawaddah, dan
rahmah sesuai syariat Islam yang mana pastinya selalu berpedoman
kepada al-Qur’an dan hadits. Dalam proses pemberian pendidikan itu
sendiri, pada hakikatnya lingkup keluarga masuk kedalam kategori
pendidikan informal. Karena secara teoritis, proses penyelenggaraan
pendidikan dibangun diatas tiga pilar utama yakni keluarga, masyarakat,
dan sekolah/pemerintah.
14
Abdul Khobir, Hakikat Manusia dan Implikasinya Dalam Proses Pendidikan, Forum
Tarbiyah, Vol. 8, No. 1, 2010, h. 8.
15
Ibid.,
16
Ibid.,
17
Ibid.,
18
Ibid.,
8
sebagai pendidikan yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan
anggotanya termasuk perihal proses pembentukan anak.19 Keberadaan
keluarga sebagai lembaga sosial pertama yang terbentuk dalam pranata
kehidupan manusia dipandang sangat memberikan pengaruh dalam
mendesain kepribadian manusia sebagai individu dan sekaligus makhluk
sosial yang baik dilingkungannya. Maka dari itu, pemberian pendidikan
untuk keluarga tidak hanya sangat berpengaruh kepada anak-anak yang
menjadi tanggungan keluarga tersebut, melainkan jua sangat berpengaruh
kepada pasangan suami dan isteri serta anak keturunannya dalam
membina keluarga agar menjadi keluarga yang harmonis, Sebagaimana
contoh kehidupan keluarga Rasulullah beserta para isterinya.
9
banyak memberikan dampak ataupun pemerosotan dalam segala sektor,
termasuk dalam sektor pendidikan. Setiap lembaga pendidikan dalam
segala tingkat baik dari tingkat kanak-kanak sampai perguruan tinggi dan
setingkatnya ditiadakannya pembelajaran di lembaga pendidikan.
Melainkan, semua terpusat pada pembelajaran yang dilakukan secara
daring/online (pembelajaran jarak jauh). Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa semua pembelajaran anak-anak yang biasanya di
sekolah melainkan akan dikembalikan di rumah. Oleh karena itu, peran
orang tua menjadi kunci utama dalam pembelajaran anak sehingga minat
belajar anak tidak menurun meskipun proses pembelajaran tidak
dilangsungkan dengan tatap muka di sekolah. Keterlibatan peran orang
tua menjadi hal yang sangat penting dalam membantu anak dari
keterbatasan belajar, meningkatkan hubungan sosial anak dan
mengajarkan anak mengenai kesadaran akan minat belajar walaupun
keberlangsungan sekolah tidak di lembaga pendidikan melainkan hanya
di rumah maisng-masing saja.
10
merasa kewalahan dikarenakan kurang bahkan tidak pahamnya tentang
hakikat dari kewajiban dan tanggung jawab sebagai peran orang tua yang
pada sebenarnya merupakan pendidik untuk anak-anak keturunannya di
dalam keluarga. Hal itu terjadi dikarenkan banyaknya faktor-faktor yang
mendukung terjadinya hal tersebut, mulai dari kurangnya perhatian orang
tua terhadap pendidikan anaknya dikarenakan para orang tua yang sibuk
dengan pekerjaannya masing-masing. Maka, pada awalnya akan
membuat para orang tua lebih menaruh kepercayaan untuk memberikan
anak-anak yang menjadi naungan di dalam keluarga tersebut dengan
sepenuhnya kepada pihak sekolah. Selian itu, karena kurangnya
pengetahuan dan pemahan orang tua sehingga kurang maksimal dalam
mendampingi anak-anaknya untuk proses pembelajaran jarak jauh yang
berlangsung di rumah. Kemudian dikarenakan faktor ekonomi yang mana
tidak adanya dana orang tua untuk membeli buku bahkan untuk dapat
membeli paket data untuk anak-anaknya dalam proses pembelajaran yang
berlangsung di rumah. Dapat juga dikarenakan banyaknya pekerjaan
rumah yang harus dilakukan para orang tua sehingga tidak maksimalnya
dalam membantu serta mendampingi anak-anak keturunannya dalam
proses pembelajaran jarak jauh yang berlangsung di rumah dan masih
banyak faktor-fator lainnya yang biasanya akan terjadi saat proses
pembelajaran anak-anak masih tetap berlangsung jarak jauh di rumah
masing-masing. Dengan demikian, akan berpengaruh terhadap
pemerosotan dalam keberhasilan pendidikan anak di dalam keluarga.
Sehingga tujuan pembelajaran untuk anak-anak keturunannya akan sulit
tercapai oleh setiap masing-masing individu anak.
11
menyebabkan berbagai permasalahan yang terjadi. Diantara faktor-faktor
terjadinya kesalahpamaham dalam memaknai pendidikan keluarga
terhadap anak yakni pertama Faktor penyalahgunaan fisik anak.
12
berdampak tidak baik dalam proses pembelajaran anak-anak di lingkup
kehidupan keluarga maupun secara khusus dalam proses pembelajaran
anak-anaknya untuk mendukung lembaga pendidikan pemerintah.
Sehingga, anak tersebut merasa kurang bahkan tidak mendapatkan
pertolongan serta arahan yang baik dari kedua orang tuanya sendiri.
Seperti contoh yakni dengan kurangnya pengetahuan dan pemahaman
dari orang tua, ketika anak bertanya perihal tugas sekolah akan tetapi
kedua orang tua tidak mampu membantu anaknya dikarenakan kurang
mengetahui secara mendalam dan tidak mengerti pertanyaan yang
menjadi tugas dari anaknya serta contoh-contoh lainnya yang sangat
banyak ditemukan dalam lingkup kehidupan keluarga.
13
Dengan kurangnya keyakinan agama yang tertanam dalam diri, akan
menyebabkan para anak-anak kurang bahkan tidak ingin melaksanakan
segala aktivitas baik perkataan maupun perbuatan sesuai syariat islam.
Seperti contoh, malas untuk melaksanakan ibadah shalat fardhu sesuai
tuntunan syariat islam maupun ibadah serta aktivitas sunnah lainnya yang
termuat dalam syariat Islam. Dengan demikian, akan terjadinya
ketidakmaksimalan dalam ketercapaian tujuan dari makna pendidikan di
dalam keluarga terhadap anak yang lahir di dalam keluarga atau anak-
anak yang menjadi tanggungan keluarga itu sendiri.
14
dan isteri. Dengan demikian, akan menyebabkan komunikasi antar
keduanya renggang sehingga kurang mampu untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan didalam kehidupan keluarga melalui jalan yang
baik serta bermusyawarah, sebagaimana sesuai syariat islam bahwa
setiap permasalahan harus diselesaikan dengan bertabayyun terlebih
dahulu. Terakhir adalah Faktor jauh dari agama. Sekian banyaknya
faktor-faktor yang terjadi, bahwa faktor yang sangat berpengaruh dalam
kesalahpahaman memaknai pendidikan tentang berkeluarga adalah faktor
jauh dari agama. Karena, pada hakikatnya segala bentuk perbuatan dan
aktivitas yang dilakukan harus berdasarkan pengetahuan dan pelaksanaan
sesuai syariat islam.
Maka dari itu salah satu perbuatan yang sangat penting dilakukan
sebelum memutuskan untuk menikah membanguan keluarga harmonis
yakni haruslah memilih calon suami maupun calon isteri yang paling
utama dari segi agama. Dikarenakan bersama agama yang selalu melekat
dalam hati, diri, dan perbuatan niscaya segala bentuk perbuatan maupun
aktvitas serta permasalahan dapat terselesaikan dan berjalan dengan baik.
Selain itu, niscaya akan memahami betul serta melaksanakan bagaimana
seharusnya peran dari bapak, ibu, maupun anak yang berada di dalam
keluarga tersebut sesuai tuntunan di dalam syariat islam. Selanjutnya,
apabila faktor jauh dari agama itu terjadi, juga akan mampu
menyebabkan sampai kepada tindakan perceraian. Dikarenakan, setiap
faktor-faktor terjadinya kesalahpahaman dari makna pendidikan tentang
berkeluarga, faktor inilah yang dapat mengcover sebagai perwakilan dari
seluruh faktor yang terjadi. Dengan demikian, banyak bermunculan
permasalahan-permasalahan didalamnya. Diantaranya adalah
permasalahan tentang ekonomi, anak, tindakan perselingkuhan
(ketidaksetiaan) atas dasar hawa nafsu saja, problem kesehatan,
perbedaan prinsip dalam pengelolaan keluarga, kesenjangan sosial,
perbedaan dalam pilihan politik, bahkan perceraian tersebut juga
15
disebabkan oleh faktor kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).21
Sehingga dapat dikatakan bahwa sampai terjadinya tindakan perceraian
tersebut, mewakilkan semua faktor-faktor terjadinya perihal
kesalahpahaman dalam memaknai makna dari pendidikan keluarga baik
pendidikan terhadap anak maupun pendidikan tentang berkeluarga yang
sudah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya.
Sebuah contoh lain dari segi agama, apabila dalam diri setiap calon
pasangan suami maupun isteri tidak berselimuti akan agama, maka
kurang mampu memaham, melaksanakan serta memberikan ajakan
positif nan baik untuk hakikat dari makna pendidikan tentang berkeluarga
itu sendiri. Satu dari banyaknya contoh bahwasanya ketika pasangan
suami isteri telah memutuskan untuk menikah guna membangun
keluarga, akan tetapi tidak adanya unsur agama yang melekat dalam diri
masing-masing individu, maka hakikat untuk mencapai tujuan keluarga
harmonis akan sulit tercapai. Demikian juga apabila suami dan isteri
telah menikah dan memiliki anak yang menjadi naungan di dalam
keluarga, maka status suami bertambah menjadi seorang bapak. Apabila
bapak tersebut tidak terikatnya agama di dalam diri, maka seorang bapak
akan sulit untuk mendidik anaknya, termasuk dalam perihal beribadah.
Salah satu contoh yakni seorang bapak jarang bahkan ada pula yang tidak
pernah mengajak anaknya pergi bersama-sama untuk melaksanakan
shalat di masjid serta perbuatan atau aktivitas maupun ibadah fardhu a’in
dan sunnah lainnya.
21
Kemenag, Mencegah Badai Keluarga Indonesia, 2018, (https://kemenag.go.id).
16
mendidik anaknya sesuai syariat islam. Sebuah contoh, seorang ibu yang
jarang bahkan tidak pernah mengajarkan anaknya terkhusus anak
perempuannya untuk belajar memasak. Padahal, dapat diketahui secara
umum bahwasanya memasak bagi perempuan merupakan suatu hal yang
wajib. Karena, ketika ia menikah dengan sosok laki-laki yang menjadi
suaminya, pastilah isteri akan memasak untuk suaminya sendiri.
Walaupun banyak jua laki-laki yang berstatus suami tidak memberatkan
perihal tersebut bahkan mau untuk membantu isterinya termasuk untuk
perihal memasak.
Selain itu, setiap anggota di dalam keluarga termasuk bapak, ibu dan
bahkan anak yang menjadi naungan keluarga tersebut yakni ketika
menjalankan kehidupan berkeluarga jua sepatutnya harus saling bekerja
sama. Karena, peran masing-masing yang dimiliki oleh setiap anggota di
dalam keluarga mempunyai keterkaitan antar sesama. Bekerja sama yang
17
dimaksud adalah bekerja sama dalam segala hal termasuk perihal saling
menyayangi, saling mengasihi, saling menjaga, saling menolong, saling
memberikan arahan, saling memberikan contoh maupun pembiasan yang
baik, saling memberikan bimbingan, dan saling memberikan didikan
yang selalu berpedoman kepada syariat islam. Dengan demikian, akan
meminimalisirkan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam
kesalahpahaman memaknai pendidikan tentang berkeluarga secara
khusus dan pendidikan keluarga secara umum.
18
menjalani kehidupan sesuai perannya masing-masing di dalam
keluarga.Apabila suasana tersebut telah tertanam dan terlaksana dengan
baik oleh setiap masing-masing anggota di dalam keluarga, maka rumah
yang menjadi naungan tempat tinggal bersama layaknya surga niscaya
akan tercapai. Karena makna luas dari surga bahwa apabila setiap
anggota di dalam keluarga akan merasa nyaman, tentram, dan bahagia
apabila lama berada di dalam rumah dan jarang terjadinya
kesalahpahaman dengan bermunculnya berbagai macam permasalahan-
permasalahan di dalamnya. Tidak hanya itu, yang paling utama adalah
mampu bekerja sama sesuai syariat islam sehingga cita-cita untuk kekal
hadir membersamai kembali tidak hanya di dunia melainkan kelak di
kehidupan yang kekal abadi yakni akhirat dalam satu tempat yang sangat
ummat muslim cita-citakan adalah surga. Berdasarkan latar belakang
inilah, menggugah penulis untuk meneliti hal tersebut yang ingin
diangkat menjadi sebuah penelitian skripsi dengan judul : “Pendidikan
Keluarga Dalam Perspektif Hadits (Kajian Hadits Shahih
Bukhari)”.
B. Identifikasi Masalah
1. Kurangnya pemahaman dari orang tua tentang pengetahuan dan
pemaknaan hakikat dasar dari pendidikan terhadap anak.
2. Kurangnya pemahaman akan kewajiban dan tanggung jawab peran
orang tua dalam pendidikan terhadap anaknya.
3. Kurangnya contoh-contoh perilaku dan perbuatan yang baik dari
orang tua dalam pendidikan terhadap anaknya.
4. Kurangnya ajakan positif dan baik dari orang tua dalam pendidikan
terhadap anaknya.
5. Kurangnya pemahaman akan kewajiban dan tanggung jawab peran
suami, isteri maupun anak dalam pendidikan tentang berkeluarga.
19
6. Kurangnya contoh-contoh perilaku yang baik dari masing-masing
peran suami, isteri maupun anak dalam pendidikan tentang
berkeluarga.
7. Kurangnya pemahaman tentang hadits-hadits yang berisi pendidikan
terhadap anak maupun pendidikan tentang berkeluarga.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disebutkan diatas
dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah yakni berupa
Pendidikan keluarga dalam perspektif hadits (Kajian hadits shahih
bukhari) terkait kewajiban dan tanggung jawab orang tua dan seluruh
anggota di dalam keluarga dalam ranah membangun keluarga harmonis
berdasarkan unsur sakinah,mawaddah dan rahmah serta mencetak anak
generasi keturunannya menjadi anak yang sholeh sholehah taqwa
berakhlakul karimah lagi sehat jasmani dan rohani. Dengan fokus
penelitian yakni adapun yang di maksud dengan pendidikan keluarga
dalam perspektif hadits adalah hadits-hadits pendidikan keluarga yang
ada di dalam hadits shahih bukhari.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah
disebutkan di aats, maka adapun rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah sebagai berikut:
20
1. Untuk mengetahui pendidikan di dalam keluarga terhadap anak
2. Untuk mengetahui dan melaksanakan pendidikan tentang
berkeluarga dalam menjalankan kehidupan sehingga
terciptanya keluarga harmonis yang berlandaskan unsur
sakinah, mawaddah, dan rahmah
F. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat.
Adapun manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut :
21
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
Dari ayat tersebut, bahwa kata sakinah memiliki arti tenang dan
tenteram. Selanjutnya sakinah dimaknai sebagai kedamaian,
ketenteraman, kekompakan, dan kehangatan. Terwujudnya
kesakinahan merupakan hasil dari berkembangnya mawaddah dan
rahmah dalam keluarga. Mawaddah dimaknai sebagai rasa saling
mencintai dan menyayangi dengan penuh rasa tanggung jawab
22
anatara suami-isteri. Rahmah bermakna rasa saling simpati yaitu
adanya saling pengertian, penghormatan dan tanggung jawab antar
satu dengan yang lainnya. 22 Pendapat M. Quraish Shihab di atas,
menunjukkan bahwa keluarga harmonis memiliki indikator untuk
setia dengan pasangan hidup, menepati janji, dapat memelihara nama
baik; saling pengertian, dan berpegang teguh pada agama.23
22
Majelis Tarjih dan Tardid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih
Muhammadiyah 3, (Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2018), h. 359.
23
Amanah Badriatin, “Konsep Keluarga Harmonis Menurut M. Quraish Shihab”, Skripsi
IAIN Ponorogo, 2019, tidak dipublikasikan.
24
M.Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an: Kalung Permata Buat Anak-Anakku, (J
akarta: Lentera Hati, 2010), h. 81.
23
dorongan untuk meraih ketenangan. Ketenangan itu didambakan
oleh suami setiap saat, termasuk saat ia meninggalkan rumah dan
anak istrinya, dan dibutuhkan oleh isteri pula, lebih ketika suami
meninggalkannya keluar rumah. Ketenangan serupa dibutuhkan juga
oleh anak-anak, bukan saja saat mereka berada ditengah keluarga,
melainkan sepanjang masa. Inilah hakikat yang menjadi dasar
keluarga harmonis.25
25
M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an; Tafsir Tematik Atas Berbagai Persoalan
Umat, (Jakarta: Mizan 1996), h. 254.
24
didalam keluarga tersebut terdapat kekosongan untuk melakukan
hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama, dalam artian bahwa
didalam keluarga tersebut selalu mengedepankan nilai-nilai agama
sebagai pedoman dan arahan dalam membina keluarga. Agama
dijadikan sebagi kiblat dalam menyelesaikan masalah yang
muncul.26
26
Ibid., h. 276.
27
Abdul Kholik, Konsep Keluarga Sakinah Perspektif M. Quraish Shihab, Vol. 2, No. 2,
2017
28
Ibid.,
25
muncul, perasaan saling mengasihi, menyayangi, menghormati,
menghargai, saling memaafkan kesalahan, saling membantu, tidak
mendzalimi, tidak berbuat kasar, tidak menyakiti perasaan antara
anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya.
29
Siti Khotimah, “Konsep Pendidikan Anak Menurut Abdullah Nashih Ulwan”, Skripsi
UIN Raden Intan Lampung, 2020, tidak dipublikasikan.
26
Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami,
anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa.
30
Mohammad A. Khalfan, Anakku Bahagia Anakku Sukses, (Jakarta: Pustaka Setia,
2014), h. 4.
27
berimu pengetahuan lagi menambah kemapuannya dalam belajar,
wajib memberikan metode dalam penyajian ilmu yang diberikan
kepada anak keturunannya.31
31
Arifin, Perbandingan pendidikan Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h. 233.
28
shalat, mengaji. Dengan demikian, akan mempengaruhi jiwa anak
dan kelak ketika ia tumbuh dan berkembang menjadi dewasa, ia akan
rajin untuk pergi ke masjid melaksanakan ibadah fardhu maupun
sunnah lainnya. Kemudian, adakan pepujian di rumah atau di masjid
berupa banyaknya ucapan seperti salawat, do’a-do’a, dan ayat-ayat
Al-Qur’an. Selain itu, saat liburan sekolah tiba maka masukkan anak
ke pesantren kilat. Lalu, sedini mungkin sampai terus tumbuh
berkembang semakin dewasa para anak-anak di dalam keluarga
untuk mampu terlibat pada setiap kegiatan keagamaan di kampung
halamannya masing-masing, seperti panitia Ramadhan, panitia zakat
fitrah, panitia idul fitri, panitia qurban, panitia pengajian anak-anak,
mengurus khatib, atau mengurus majelis ta’lim dan lain sebagainya.
32
Kemdikbud, KBBI Daring, 2016, (https://kbbi.kemdikbud.go.id/)
33
Prof. Dr. Supriyono, M.Pd., dkk., Op. Cit., h. 90-91.
34
Syaiful Bahri Djamarah, Pola asuh orang tua dan komunikasi dalam keluarga: upaya
membangun citra membentuk pribadi anak, (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), h. 25. Lihat juga dalam
Muhammad Ubaidillah, “Konsep Fitrah Menurut Hadits Fitrah Dan Implikasinya Dalam
Pendidikan Keluarga Pada Akidah Anak”, Skripsi pada UIN Wali Songo Semarang, 2018, tidak
dipublikasikan.
29
Selain itu, tujuan pendidikan dalam keluarga jua termasuk salah
satu upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
pengalaman seumur hidup. Karena, pendidikan dalam keluarga
memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai,
moral, dan aturan pergaulan serta pandangan, ketrampilan dan sikap
hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan. 35
35
Siti Rahmah, “Peran Keluarga Dalam Pendidikan Akhlak”, Jurnal Ilmu dan Teknik
Dakwah, Vol. 4, No. 7, 2016, h. 14.
36
Prof. Dr. Supriyono, M.Pd., dkk., Op. Cit., h. 57-58.
37
Ibid.,
38
Delia Delitri, “Konsep Pendidikan Islam Dalam Keluarga Menurut Prof. Dr. Zakiah
Daradjat”, Skripsi UIN Raden Intan Lampung, 2018, tidak dipublikasikan.
30
mana yang bersangkutan hidup. Sedangkan pelajaran keterampilan
adalah yang terkait dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan
hidup untuk memenuhi kebutuhan fisik, psikis, dan sosial.39
39
Ibid., h. 56-57.
40
Muhammad Ali, dkk., Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan; Bagian IV Pendidikan Lintas
Bidang, (Bandung: Sandiarta Sukses, 2016), h. 90-91.
31
Maka, dalam konteks pendidikan dalam keluarga bahwa orang
tua adalah pendidik utama terhadap anak-anaknya, khususnya segala
pengetahuan tentang kehidupan. Dengan kata lain, pendidikan dalam
keluarga merupakan segala usaha yang dilakukan oleh orang tua
secara naluriah melalui proses informal yang melebur dengan
kehidupan. Setiap keluarga akan memiliki ciri khasnya masing-
masing, karena input (masukan) juga berbeda-beda sehingga akan
berproses secara khusus, dan akan menghasilkan output (keluaran)
yang spesifik juga.41
41
Prof. Dr. Supriyono, M.Pd., dkk., Op. Cit., h. 62-63.
42
Ibid., h. 100.
32
5. Ruang Lingkup Pendidikan Keluarga
Dalam ranah ruang lingkup pendidikan keluarga banyak sekali
aneka ragamnya. Namun secara umum, bahwa ruang lingkup
pendidikan keluarga biasanya harus sesuai dengan landasan dan
makna kehidupan yang sesungguhnya beserta fungsi dan tugas yang
berperan sebagai lingkungan pendidikan yang pertama.
33
ini. Berikut ini beberapa hasil penelitian yang relevan adalah sebagai
berikut :
34
pendidikan di dalam keluarga terhadap anak dan pendidikan
tentang berkeluarga untuk menjalani kehidupan menjadi
keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah.
45
Durrotun Nasihah, “Makna Pendidikan Keluarga Dalam Al- Qur’an Surah Al-Saffat
ayat 100 sampai 102”, Skripsi pada UIN Wali Songo Semarang, 2015, tidak dipublikasikan.
35
anak dan pendidikan tentang berkeluarga untuk menjalani
kehidupan menjadi keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Selain itu, perbedaannya juga kepada perspektif dalam sajian
objek yang terkandung. Dalam penelitian Durrotun Nasihah,
sajian objek yang termuat dalam perspektif ayat-ayat yang ada
di dalam al-Qur’an, sedangkan penelitian ini kepada sajian objek
yang termuat dalam perspektif hadits-hadits shahih bukhari.
36
dari makna pendidikan keluarga itu sendiri yakni mengenai
pendidikan di dalam keluarga terhadap anak dan pendidikan
tentang berkeluarga untuk menjalani kehidupan menjadi
keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah. Selain itu, perbedaan
penelitian terletak pada objek yang diteliti. Afwan meneliti
pendidikan keluarga menurut Muhammad Nawawi al-Bantani,
sedangkan peneliti objek kajiannya yang di teliti tentang
pendidikan keluarga dalam perspektif hadits yang termuat dalam
hadit-hadits shahih bukhari.
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Metode Penelitian
Metode berasal dari Bahasa Yunani methodos yang berarti cara
atau jalan yang ditempuh. Metode dalam upaya ilmiah menyangkut cara
kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan.47 Sedangkan metode penelitian adalah cara mengetahui
sesuatu untuk menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran
secara sistematik, logis dan empiris menggunakan metode ilmiah. Secara
singkat dikatakan metodologi penelitian adalah ilmu yang mempelajari
metode (cara) penelitian.48 Hasil suatu penelitian berupa karya tulis
ilmiah.49
47
Surahman, dkk., Metodologi Penelitian, (Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2018), h.
2.
48
Ibid.,
49
Ibid.,
50
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta, Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2014), h. 1-2.
38
dan mencatat literatur atau buku-buku sebagaimana yang sering dipahami
banyak orang selama ini, melainkan serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan
mencatat serta mengolah bahan penelitian.51 Penelitian ini juga
menggunakan metode deskriptif analisis yang bertujuan memberikan
gambaran dan keterangan yang secara jelas, objektif, sistematis, analitis
dan kritis mengenai pendidikan keluarga dalam perspektif hadits yang
terdapat dalam hadits shahih bukhari.52
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah mempersempit masalah, sehingga peneliti
mampu mengetahui secara mendalam apa yang menjadi fokusnya dalam
penelitian di lapangan. Penelitian tersebut diselidiki secara menyeluruh
dan secara khusus serta dalam bagian yang mendukung atau menambah
kejelasan makna dalam situasi di lapangan. Setelah mengetahui dan
memahami secara mendalam dan menyeluruh dari apa yang terjadi
dilapangan kemudian menghasilkan hipotesis atau teori baru dari yang
terjadi di lapangan.53
51
Ibid., h. 3.
52
Ahmad Zakaria, “Nilai-Nilai Pendidikan Taharah (Telaah Kitab Ihya Ulumu ad-Din
Karya al-Ghazali)”, Skripsi pada Univrsitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2017, tidak
dipublikasikan.
53
Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2014), h. 367.
39
Berdasarkan penjelasan mengenai fokus penelitian di atas, maka
penulis memfokuskan penelitian ini adalah adapun yang di maksud
dengan pendidikan keluarga dalam perspektif hadits adalah hadits-hadits
pendidikan keluarga yang ada di dalam hadits-hadits shahih bukhari.
D. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian kualitatif terdiri atas sumber primer
dan sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder adalah
sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,
misalnya lewat orang lain dan dokumen.54 Penelitian ini merupakan
penelitian studi pustaka, maka sumber data dalam penelitian ini adalah
literatur-literatur yang terkait. Sumber data primer didapatkan dari Buku
Hadits Shahih Bukhari Terjemah, Buku Ringkasan Hadits Shahih
Bukhari, Buku Tarbiyatul Aulad, Buku Hadits Tarbawi, Buku Tafsir Al-
Qur’an Tematik, dan Buku Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik Atas
Berbagai Persolan Umat.
E. Prosedur Penelitian
Dalam metode ini, terdapat prosedur yang harus ditempuh untuk
mencapai hasil yakni sebagai berikut:
54
Sugiyono, Metode Penelitia: Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Jakarta, Alfabeta,
2016), h. 225.
40
1. Menerjemahkan hadits-hadits ke dalam Bahasa Indonesia
dengan tetap mencantumkan haditsnya.
2. Mengulas isi hadits menggunakan buku-buku yang berikaitan
dengan syarh hadits shahih Bukhari.
3. Menelaah hadits dengan cara mengaitkannya dengan al-qu’an
maupun hadits lainnya yang memuat kandungan dari syarh
hadits yang menjadi pembahasan pada penelitian ini, serta
buku-buku pendidikan secara umum dan buku-buku pendidikan
keluarga secara khusus. Seluruh data yang terkumpul dianalisis
dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang
memaknainya. Yang menjadi fokus utama dalam penelitian
skripsi ini adalah pembentukan teori dalam kajian ini, sedapat
mungkin oleh penulis akan didasarkan kepada data yang
ditemukan dari hadits-hadits tersebut.
4. Penarikan kesimpulan. Setelah data yang terkumpul di reduksi
dan selanjutnya disajikan, maka langkah yang terakhir dalam
menganalisis data penelitian ini adalah penarikan kesimpulan
atau verifikasi. Dari data yang diperoleh penulis mencoba untuk
mengambil kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah.
41
BAB IV
َّ ُُث،َ َه ْل ُُِتسو َن فِ َيها ِم ْن َج ْد َعاء،َ أ َْو ُُيَ ِج َسانِِه َك َما تُْن تَ ُج الْبَ ِه َيمةُ ََبِ َيمةً ََجْ َعاء،صَرانِِه
ِ َي ه ِودانِِه أَو ي ن
ُ ْ َ َُ
ين الْ َقيِ ُم ِ ِاَّلل الَِِّت فَطَر النَّاس علَي هاف َّل تَب ِديل ِِللْ ِق اللَّ ِهق ذَل
َِّ َ فِطْرة:ول
ُ ك الد
َ َ َ ْ َْ َ َ َ َ ُ يَ ُق
b. Syarah Hadits
42
tersebut. Sifat asal yang telah Allah berikan adalah kebaikan dan
keburukan, sebagaimana salah satu dalam firman Allah yakni Q.S
AS-Syams : 8 yang berbunyi sebagai berikut:
55
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam , (Jakarta: Ciputat
Pres, 2002), h. 7-8
56
Ibid.,
43
agama.57 Kemudian, Fitrah menurut bahasa berarti ciptaan, sifat
pembawaan manusia (yang ada sejak lahir).58 Sedangkan fitrah
secara istilah berati suatu kekuatan atau kemampuan (potensi yang
terpendam) yang menetap dalam diri manusia sejak awal
kejadiannya, untuk komitmen terhadap nilai-nilai keimanan
kepadaNya, cenderung kepada kebenaran, dan potensi itu merupakan
ciptaan Allah Swt.59
Orang tua adalah sosok pertama dan utama bagi anak bayi yang
baru lahir di kehidupan keluarga. Sosok orang tua lah sebagai dasar
dan acuan untuk anak-anak keturunannya yang berada di dalam
keluarga. Sehingga, peran orang tua haruslah memahami dengan
betul dan baik untuk setiap kewajiban dan tanggung jawabnya serta
57
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2003), dalam Abdul Majid Khon, Hadits Tarbawi: Hadits-Hadits Pendidikan, (Jakarta, Prenada
Media Group, 2012), h. 238.
58
Abdul Khobir, ”Hakikat Manusia dan Impilkasi dalam Proses Pendidikan Jurnal Forum
Tarbiyah, Vol. 8, No. 1, h. 12.
59
Ibid.,
44
mampu melaksanakan segala kewajiban dan tanggung jawabnya
sebagai orang tua untuk anak-anak keturunannya. Selain itu, karena
orang tua adalah suri tauladan untuk setiap anak-anak keturunanya.
Oleh karena itu, pembentukan dan pembiasaan setiap masing-masing
anak mengikuti sebagaimana kedua orang tuanya. Apabila kedua
orang tuanya mampu mendidik, menjaga, membimbing sesuai
syariat islam dengan selalu mampu menjadi contoh teladan yang
baik untuk anak-anak keturunannya, maka anak-anak yang ada di
dalam keluarga tersebut mampu menjaga kefitrahan baik yang ada di
dalam dirinya. Sehingga sifat asal kefitrahan baik yang ada dalam
dirinya mampu selalu terjaga dengan baik untuk setiap perjalanan
kehidupannya dimasa mendatang.
60
Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad: Pedoman Pendidikan Anak dalam
Islam, (Semarang, CV Asy-Syifa’, 1993), h. 49.
45
Dengan demikian, pada masa anak yang baru lahir ke dunia
maka peran orang tua yang harus masuk dalam pemberian
pendidikan terbaik untuk anak-anak tersebut. Anak bayi yang lahir di
dunia dalam kehidupan keluarga merupakan manusia sempurna yang
telah Allah ciptakan sehingga orang tuanya harus mampu
memberikan kewajiban dan tanggung jawabnya yang baik lagi benar
untuk setiap perkembangan anaknya. Setiap perkembangan yang
dilalui anak-anak yang berada dalam keluarga tersebut, maka perang
orang tua untuk memberikan kewajiban dan tanggung jawabnya
dengan baik dan sesuai syariat islam dalam memberikan pendidikan
untuk segala aspek yang berada pada anak-anak tersebut baik dari
segi aspek jasmani, keimanan, ibadah dan intelektualnya.
Dari segi aspek jasmani, peran kedua orag tua terhadap anak-
anak yang berada dalam keluarga bahwa pada sebenarnya
pendidikan jasmani sudah dilaksanakan sebelum anak-anak keturuan
tersebut lahir ke dunia, yakni melalui kesehatan yang
berkesinambungan dengan ibu dan janin yang ada di dalam
kandungan. Selain itu, para ibu dengan bantuan para bapak yang
mencari nafkah mampu memberikan makanan yang baik lagi halal
dan asupan bergizi yang sempurna selama masa ibu dalam masa
mengandung. Semua akan berpengaruh terhadap kesehatan janin
yang berada dalam kandungan. Sehingga, ketika anak tersebut lahir
ke dunia, tanggung jawab dan kewajiban orang tua terhadap
kesehatan jasmani anak-anak yang ada di dalam keluarga tersebut
akan tetap terjaga dan terus menjadi perhatian yang serius untuk para
orang tuanya.
46
positif terhadap terpenuhinya kebutuhan jiwa akan kasih sayang dan
rasa aman. Anak bayi yang baru lahir belum memiliki kesadaran dan
daya intelektual, ia hanya mampu menerima rangsangan yang
bersifat biologis dan psikologis melalui air susu ibunya. Dengan
demikian, seorang bayi harus menyusu dari seorang ibu yang baik
dan memberikannya makanan yang halal, karena anggota badan bayi
akan terbentuk dari air susu ibunya. Jika makanan itu dihasilkan dari
barang yang halal, maka akan terbentuklah akhlak yang baik pada
diri sang bayi, begitupun sebaliknya. Dengan demikian, para bapak
untuk selalu semangat dan terus berupaya untuk mencari nafkah
dengan cara yang baik lagi halal guna keberkahan akan terlimpah
untuk orang-orang terkasihnya di dalam keluarga.
47
kalori yang sesuai dengan tingkat umur anak-anak yang berada
dalam naungan di dalam keluarga tersebut. Memberikan suntikan
untuk melawan penyakit-penyakit menular seperti polio, difteria,
campak, lumpuh, batuk dan sebagainya. Mengadakan pemeriksaan
dokter terhadap berbagai alat-alat tubuh. Memberikan peluang untuk
pergerakan badan dan mengajarkan serta mendidik akan dengan
berbagai kegiatan serta permainan yang berfaedah guna dapat
menolong pertumbuhan dan penguatan otot-otot, dan berbagai
anggota tubuhnya. Memberikan pengetahuan tentang konsep-konsep
kesehatan dan tidak boleh lupa, untuk para orang tua dalam
memberikan contoh yang baik dalam kebersihan. Dengan semua
usaha kewajiban dan tanggung jawab yang diberikan oleh kedua
orang tua, niscaya anak-anak yang menjadi naungan di dalam
keluarga tersebut mampu menjadi anak-anak yang sehat wal’afiat
dalam jasmani dan kekuatan fisiknya.
48
Dalam pemberian pendidikan keimanan, para orang tua harus
memperkenalkan kepada anak-anaknya terhadap nilai-nilai yang
terkandung di dalam rukun iman (baik iman kepada Allah swr,
kepada malaikat, kitab Allah, rasul, hari akhir, dan takdir Allah).
Pengenalan tersebut dapat diungkapkan pada waktu dan situasi yang
sesuai, sebagaimana sesuai dengan perkembangan anak-anak
keturunannya. Pada sang bayi baru lahir, pemberian pendidikan
keimanan dapat terealisasikan identik dengan suara dari kedua orang
tuanya yang mana para bapak mengadzani anak bayi yang baru lahir
di telingan sang bayi tersebut. Dengan pemberian adzan tersebut
guna pengenalam keimanan pertama sang bayi kepada illahi rabb
yakni Allah Swt. Dengan pemberian adzan kepada sang bayi,
disitulah pemberian pengenalan dalam kalimat keimanan kepada
Allah Swt. Selain itu, dengan dikumandangkannya adzan di telingan
sang bayi, akan memberikan pendidikan keimanan berupa
pengenalan kalimat-kalimat tauhid lagi kalimat khair (baik).
Sehingga kalimat-kalimat adzan tersebut dapat terserap dengan baik
ke dalam diri serta sanubari sang bayi, sehingga ketika sang bayi
terus tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu sehingga
dapat dikatakan menjadi anak dalam balutan perkembangan menuju
remaja, dewasa sampai kepada pernikahan, maka akan terealisasikan
menjadi anak yang kepribadian sholeh-sholehah lagi bertaqwa dan
berakhalakul karimah dalam menghadapi kehidupannya dimasa yang
akan mendatang.
49
yang mendorong anak-anak untuk menirunya. Cara tersebut dapat
diberikan sesuai dengan perkembangan umur setiap anak-anak
keturunannya. Dapat disayangkan banyaknya para orang tua dalam
mendidik anak-anaknya mengikuti sebagaimana orang tua dulu
mendidik dirinya. Padahal, suasana, lingkungan hidup, dan kemajuan
ilmu pengetahuan terus berkembang dan berubah demikian, sehingga
media massa, baik yang bersifat elektronik maupun media cetak, dan
pengaruh hubungan langsung dengan budaya asing tidak dapat
dielakkan dan ikut mencampuri pendidikan anak-anak. Dengan
demikian, penggalaan pendidikan keimanan untuk anak-anak yang
menjadi naungan di dalam keluarga tersebut harus selalu disenga dan
dipersipakan dengan sebaik mungkin dan tak luput harus selalu
sesuai dengan ajaran agama islam.61
61
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2008), cet.
ke-3, hlm. 229.
50
tersu tumbuh dan berkembng menjadi anak remaja, dewasa sampai
kepada pernikahan.
51
dasar pendidikan dalam keluarga, para orang tua pada dasarnya
harus mampu bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan
kepada anggota keluarganya guna mencapai tujuan keluarga islami
lagi harmonis berlandasrkan unsur sakinah, mawaddah dan rahmah.
Sehubungan dengan hal itu, untuk mampu mencapai peran maksimal
kepada aturan-aturan yang mengikat antara orang tua dengan
anggota keluarganya termasuk yang utama adalah terhadap anak-
anak keturunannnya yang ada di dalam keluarga tersebut.
Oleh karena itu, kewajiban dan tanggung jawab orang tua dalam
memberikan pendidikan tentang shalat harus sesuai dengan
bimbingan, arahan serta ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
pelaksanaan shalat. Selain ibadah shalat yang dilakukan masinh-
maisng di rumah, cara pembinaan yang baik lain terkhususnya bagi
anak laki-laki dalam keluarga adalah dengan mengajak anaknya
untuk melaksanakan shalat berjamaah. Tidak lupa jua, para orang tua
52
harus mampu mengajarkan pertama kali yaitu tata cara ibadah shalat.
Setelah anak mulai dikenalkan adanya kewajiban dalam
melaksanakan salat, maka para orang tua selaku pendidik di dalam
keluarga mulai mengajarkan praktik dari shalat itu sendiri. Anak
mulai dikenalkan syarat sahnya shalat, rukunnya dan larangan-
larangannya termasuk bagaimana didalamnya perihal shalat
berjamaah yang dilaksanakan pada umumnya di masjid. Karena
dengan ibdaha shalat adalah sarana untuk mengikat hubungan batin
antara seorang hamba dengan Sang Pencipta yakni Allah Swt, dan
juga sebagai penguat benteng pertahanan dari godaan setan yang
tengah berupaya menanamkan sifat-sifat pembakangannya terhadap
perintah Allah. Serta, shalat juga merupakan bentuk syiar Islam yang
diajarkan Rasulullah Saw kepada setiap umatNya. Dengan demikian,
apabila anak yang baru lahir terus tumbuh dan berkembang
bertambah usia, maka haruslah ditanamkan pengenalan dan
pelaksanaan ibadah shalat baik shalat fardhu maupun shalat-shalat
sunnah lainnya.
53
agama islam. Membangkitkan tekad untuk menegakkan hal-hal yang
ma’ruf serta mencegah segala hal-hal yang munkar terhadap seluruh
anak-anaknya agar mampu dipahami, dihayati, dan dikerjakan
dengan baik oleh para anak keturunannya dalam kehidupan sehari-
hari.
54
pentingnya peran orang tua dalam membantu perkembangan taraf
intelegensinya dengan menanamkan jiwa kasih sayang, menjaga
kesehatan remaja, dan membina kreativitas remaja baiknkreativitas
bermain, berbicara, dan kreativitas berpikir. Perkembangan
intelegensi yang cepat akan berlangsung pada anak yang berusia dua
tahun pertama dan kedua. Oleh karena itu, untuk membina
intelegensi anak-anak keturunan tersebut, para orang tua harus
mampu menyediakan lingkungan yang kreatif dengan memperkecil
adanya peluang negative dikarenakan pengaruh lingkungan pada
masa ini adalah sangat dominan untuk diri anak-anak tersebut.
, فَ َرَّد َد َها ِمَر ًار: أ َْو ِص ِ ِْن قَ َال: اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم
َّ صلَّىى ِ َِن َر ُجالً قَ َال للِن
َ َّب َّ َيب ُهَريَْرةَ َر ِضي للاُ َعنْهُ أ
َ ِ َع ْن أ
بْض َ َّلَ تَ ْغ: قَ َال
55
Artinya :َ Abu Hurairah meriwayatkan bahwa seseorang berkata
kepada Rasulullah saw., “Berilah aku wasiat”. Rasulullah saw
bersabda, “Janganlah kamu marah”. Dan orang itu mengulangi
permintaannya beberapa kali, dan Rasulullah saw senantiasa bersabda,
“Janganlah kamu marah”. (H.R Al-Bukhari).
b. Syarah Hadits
Dari hadits tersebut, dapat disimpukan bahwasanya Islam
dengan kaidah-kaidah yang yuriprudental universal dengan prinsip-
prinsip edukatif yang kekal, telah meletakkan pokok dan metode
dalam mengembangkan personalitas anak. Perkembangan ini
meliputi akidah, moral, fisikal, mental, spiritual, dan sosial. 62 Oleh
karena itu, jika para orang tua yang berperan jua sebagai pendidik
didalam lingkup keluarga menggunakan prinsip-prinsip yang jelas
sesuai syariat islam dalam membentuk generasi anak selanjutnya,
maka anak generasi dalam tanggungan keluarga tersebut menjadi
anak yang tidak seperti sebelumnya, melainkan akan mencapai
kekuatan akidah, keluhuran akhlak, kekuatan jasmani dan
kematangan akal.63 Dengan demikian, hakikat tujuan dari pendidikan
keluarga terhadap anak untuk mencetak generasi selanjutnya menjadi
anak-anak yang sholeh sholehah, bertaqwa lagi berakhlakul karimah
serta sehat jasmani dan rohani akan dapat tercapai.
62
Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad: Pedoman Pendidikan Anak dalam
Islam, (Semarang, CV Asy-Syifa’, 1993), h. 176.
63
Ibid.,
64
Ibid., h. 159-163.
56
kecenderungan yang negatif dan akan berganti serta menanggapi
dengan segala kecenderungan-kecenderungan yang postif. Karena
dari sifat-sifat pokok tersebut dapat menolong para orang tua yang
ikut serta berperan sebagai pendidik untuk keberhasilan dalam
menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya kepada setiap anak,
serta membantu untuk membentuk dan memperbaikinya. Salah satu
sifat asasi yang sangat penting dimiliki oleh orang tua adalah santun.
Para orang tua yang memiliki sifat santun, akan berdampak baik
kepada anaknya dengan selalu memberikan setiap tanggapan melalui
perbuatan dan perkataan yang baik lagi indah. Seperti contoh, jika
anak melakukan kesalahan janganlah langsung diberi hukuman,
melainkan coba realisasikan sikap santun. Dalam artian, santun
dalam mengambil keputusan terhadap permasalahan tersebut seperti
memberikan tanggapan dan arahan yang baik dan sesuai dalam
bentuk perkataan maupun perbuatan bahwa hal yang dilakukan salah
dan jangan dilakukan kembali. Oleh karena itu, santun merupakan
salah satu kaidah yang harus dimiliki oleh setiap manusia terkhusus
bagi yang mengemban amanah sebagai orang tua dengan secara
otomatis ikut serta berperan sebagai pendidik untuk anak-anaknya.
57
Pada hakikatnya, santun memiliki makna yang berarti halus dan
baik (budi bahasanya, tingkah lakunya); sabar dan tenang; sopan;
penuh rasa belas kasihan; suka menolong. 65 Kemudian, kesantunan
(politeness), kesopansantunan atau etiket dapat disebut sebagai
tatacara, adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. 66
Dengan demikian santun merupakan aturan perilaku yang ditetapkan
dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga
sikap santun sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh
perilaku sosial.67 Dalam ajaran agama islam, memberikan perhatian
yang besar kepada sifat santun ini dikarenakan kesantunan
merupakan keutamaan spiritual dan moral yang paling besar dengan
mengakibatkan manusia dalam puncak keluhuran akhlak.68
Sebagaimana sesuai dalam salah satu firman Allah yakni al-Qur’an
Surah Asy-Syura: 43, yang berbunyi sebagai berikut :
65
Kamus Besar Bahasa Indonesia, dalam Elvita Yeni, dkk., “Pola Pengajaran Kesantunan
Berbahasa Anak Di Lingkungan Keluarga”, Jurnal Tarbiyah, Vol. 25, No. 1, 2018, h. 44.
66
Siti Mislikhah, “Kesantunan Bahasa”, Jurnal Ar-Rani Ar-Raniry: International Journal
of Islamic Studies, Vol. 1, No.2, 2014, h. 287.
67
Ibid.,
68
Abdullah Nashih Ulwan, Op., Cit, h. 184.
69
Kemenag, Al-Qur’an Kemenag RI, 2020, (https://quran.kemenag.go.id/).
58
permasalahan. Apabila hal tersebut berhasil terlaksana dengan baik,
maka akan dengan sendirinya muncul sikap sabar dan memaafkan.
59
membalas keburukan yang dilakukan orang lain tersebut dengan
keburukan kembali, melainkan membalasnya dengan segala
keindahan dan kebaikan. Walaupun demikian secara nyatanya akan
sulit terlaksana, akan tetapi apabila terus berusaha dengan selalu
tertanam dalam diri sikap sabar serta tak luput selalu berdoa, maka
Allah akan mempermudah dan membantu untuk selalu istiqomah
dalam menyikapi dan menghadapi berbagai jalan serta permasalahan
dalam menjalani kehidupan.
60
seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budaya, maka ia akan
mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang
sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak
berbudaya.74
74
Ibid.,
61
semakin hari segala panca indera yang dimilikinya akan berfungsi
dengan baik sebagaimana fungsinya masing-masing. Dengan
demikian, peran orang tua harus mampu memberikan contoh yang
sangat baik dalam segala aktivitas dan perbuatan yang dilakukan
terhadap anak-anak keturnannya, baik di depan anak-anaknya
maupun diluar hadapan anak-anaknya. Ketika anak tersu tumbuh dan
berkembang maka semakin waktu panca indera akan berfungsi,
dengan itulah anak pastinya akan melihat, mencontohkan, menirukan
bagaimana perbuatan dan aktivitas yang dilakukan oleh kedua orang
tuanya. Dengan demikian, sudah menjadi kewajiban dan tanggung
jawab kedua orang tua dalam segala aktivitas dan perbuatan harus
dilakukan dengan baik dan sesuai dengan syariat ajaran agama islam.
Sehinga mampu mencetak anak keturunannya menjadi anak yang
sholeh-sholehah berakhlakul karimah lagi bertaqwa dengan mampu
melaksanakan segala perintah Allah Swt dan menjauhi segala
laranganNya.
62
kepada para anak keturunanya. Tidak hanya memberikan
pemahaman tentang hal tersebut saja, melainkan juga kepada
pelaksanaannya.
63
seperti itu, niscaya akan memudahkan para anak keturunan dalam
naungan keluarga untuk merubah dirinya.
Oleh karena itu, para orang tua dapat membawa anak dalam
naungan tersebut sampai tujuan yang diharapkan untuk menjadi
manusia Mu’min dan bertaqwa. Oleh karena itu diantara cara atau
metode pemberian pendidikan yakni dengan menunjukkan kesalahan
melalui pengarahan, menunjukkan kesalahan melalui
keramahtamahan, menunjukkan kesalahan dengan memberikan
isyarat, menunjukkan kesalahan dengan kecaman, menunjukkan
kesalahan dengan memukul, dan menunjukkan kesalahan dengan
memberikan hukuman yang menjerakan.75
75
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fil Islam: Pedoman Pendidikan Anak dalam
Islam, (Semarang: CV Asy-Syifa, 1993), h. 159-163.
64
kesalahan dengan memukul dapat di garis bawahi bahwasanya
memiliki persayaratan untuk sampai melakukan kepada tahap
tersebut. Diantara persyaratan memberikan hukuman pukulan adalah
sebagai berikut ini:
65
g) Hendaknya memukul anak dengan tangannya sendiri, tidak
menyarankan kepada pihak manapun maupun benda
apapun.76
َصلَّى للاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم قَ َال تُْن َك ُح الْ َم ْرأَةُ ِْلَ ْربَ ٍع لِ َماْلِا ِ
َ َيب ُهَريَْرَة َرض َي للاُ َعْنهُ َع ْن النَّ ِبِ َع ْن أَبِ ِيه َع ْن أ
ِ ِ ِ ِِ ِ ِ
ْ ََولَ َسبِ َها َوَجَاَْلاَ َولديْن َها فَاظَْف ْر بِ َذات الدي ِن تَ ِرب
ت يَ َد َاك
b. Syarah Hadits
Pada hakikatnya, setiap manusia Allah ciptakan di muka bumi
ini dengan berpasang-pasangan agar merasa tentram. Sebagaimana
salah satu ayat didalam Al-Qur’an yakni Q.S Ar-Rum ayat 21 yang
berbunyi :
76
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fil Islam: Pedoman Pendidikan Anak dalam
Islam, (Semarang: CV Asy-Syifa, 1993), h. 166-168.
66
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berfikir.77
Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa ketika dua insan telah
memutuskan menikah untuk membangun keluarga, sudah pastilah
berlandaskan unsur kasih (mawadah), rasa sayang (rahmah) baik
suami terhadap isteri, ataupun isteri terhadap suami dan bahkan
ketika telah mendapatkan keturunan menurut syariat islam maka
para anak-anak kepada orang tuanya dalam satuan rumah tangga
tersebut. Sebelum terlaksananya ikatan sebuah pernikahan tersebut,
didalam islam memberikan pendidikan dengan gambaran untuk
memilih calon pasangan yang tepat sesuai syariat islam. Pendidikan
untuk memilih pasangan sebelum akad pernikahan didalam islam
tidak hanya saat ingin memilih calon suami, akan tetapi jua saat
ingin memilih calon isteri sebagaimana pada hadits diatas yang telah
diterangkan sebelumnya.
77
Kementerian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an Kemenag, 2019,
(https://quran.kemenag.go.id/).
78
A.M Ismatullah, “Konsep Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah Dalam Al-Qur’an:
Prespektif Penafsiran Kitab Al-Qur’an Dan Tafsirnya”, Jurnal Pemikiran Hiukum Islam, Vol.
XIV, No. 1, 2015, h. 2.
79
Siti Salmi, “Nilai Edukasi Kasih sayang Dalam Kehidupan Rumah Tangga Rasulullah
Saw”, Skripsi pada UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, 2016, h. 1, tidak dipublikasikan.
67
Pada hadits tersebut dapat disimpulkan bahwasanya ketika
seorang laki-laki ingin menikahi seorang perempuan, maka tugas
laki-laki adalah mencari kriteria perempuan sesuai syariat islam yang
sebagaimana termuat dalam hadits diatas. Kriteria perempuan yang
ingin dinikahkan harus memenuhi 4 kriteria yakni dari segi hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan segi agamanya. Akan tetapi, dari
4 kriteria tersebut yang paling utama adalah dari segi agamanya agar
merasa beruntung. Dikatakan beruntung, apabila seseorang memilih
wanita karena agamanya, maka hidup berkeluarga akan tentram.
Dengan maksud, ketika memang seorang wanita dapat memahami
ajaran agama islam beserta aturan yang ada didalamnya, maka tujuan
untuk kehidupan berkeluarga akan mudah tercapai. Dengan
demikian, apabila terjadi sebuah permasalahan didalam keluarga
akan mampu diselesaikan secara lembut, baik dan kekeluargaan
sesuai dengan syariat islam. Maka dari itu pentingnya wanita harus
memperdalam ilmu agama dan tak luput juga bahwa agama menjadi
landasan berkehidupan untuk dirinya agar kelak ketika sudah
menikah tujuan untuk menjalankan kehidupan berkeluarga menjadi
keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah atas berpedoman
kepada al-Qur’an dan hadits terlaksana dengan akan baik dan tetap
terjaga.
80
Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik, (Jakarta, Kamil
Pustaka, 2014), Jilid. 2, h. 8.
68
yang absolut itulah menjadi perekat yang kuat terhadap persatuan
dan keterikatan bersama atas dasar keimanan antara laki-laki dan
perempuan untuk membina keluarga baru.81
81
Ibid.,
69
Oleh karena itu, pentingnya memilih wanita sholehah untuk
dinikahkan agar kelak menjadi isteri sholehah yang dapat menjaga,
mendidik, merawat setiap keturuanan yang telah Allah hadirkan
dikehidupan berkeluarga. Sehingga apabila anak tersebut lahir dalam
keluarga yang berkehidupan sesuai syariat, maka anak tersebut
mampu menjadi anak yang sholeh-sholehah beriman dan bertaqwaan
kepada Allah Swt dengan selalu menjalankan segala perintahNya
dan menjauhi laranganNya. Kemudian, seorang isteri sholehah
mampu mengarahkan, memotivasi, mendidik anak-anak
keturunannya untuk selalu mengarah kepada illahi rabb (Allah Swt),
baik anak tersebut semenjak dalam kandungan sampai terus tumbuh
dan berkembang menjadi dewasa yang kemudian sampai kepada
sebuah pernikahan yang secara dasar peran dan tanggung jawab ibu
dan bapak telah usai. Walaupun pada kenyataannya, ketika anak
tersebut sudah menikah akan tetapi peran orang tua untuk selalu
memotivasi, mengarahkan, dan mendidik selalu dilaksanakan guna
menjadikan disetiap kehidupan berkeluarga anak-anaknya menjadi
keluarga yang teguh akan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
swt sehingga menjadi keluarga harmonis yang berlandaskan unsur
sakinah, mawaddah, dan rahmah.
70
berbagai peran yang dimiliki dalam keluarganya, yakni peran
sebagai isteri dan peran sebagai ibu. Karena, pada haikatnya seorang
wanita yang apabila telah menikah, maka harus mampu multitalent.
Maksudnya adalah ia harus mampu dan bisa dalam segala hal dan
berbagai kondisi untuk menjalani kehidupan berkeluarga yang telah
dibangunnya, baik kepada sang suami maupun kepada anak-anak
yang menjadi naungan di dalam keluarga.
اد ِ ض ْو َن ُخلَُقهُ َوِديْنَهُ فَ َزِو ُج ْوهُ إِ ْن َل تَ ْف َعلُوا تَ ُك ْن فِْت نَةٌ فىِاَّلَ ْر
ٌ ض َوفَ َس َ إِذَا َاَت ُك ْم َم ْن تَ ْر
ٌ َْع ِري
) (رواه ابن ماجه والاكم عن أيب هريرة.ض
71
akan terjadi fitnah dimuka bumi dan kerusakan-kerusakan baru. (H.R
Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abu Hurairah).
72
Maka, Islam sangat menganjurkan agar seorang wanita memilih
suami yang berakhlak baik, sholeh, serta taat dalam menjalankan
agama. Itulah yang menjadikan seorang laki-laki terlihat istimewa.
Karena laki-laki yang bertakwa dan sholeh mampu mengetahui
hukum-hukum Allah.82 Dengan demikian pada akhirnya ia akan
dapat menjalankan segala kewajibannya dengan sempurna dalam
membangun kehidupan berkeluarga baik kehidupan keluarga
terhadap anaknya maupun kehidupan berkeluarga untuk
ketercapainya tujuan sakinah mawaddah, dan rahmah bersama
dengan isterinya. Dalam hal ini, dapat ditemukan bahwa pemberian
pendidikan keimanan untuk setiap anggota di dalam keluarga,
pemberian pendidikan ibadah untuk anak dan jua untuk suami isteri
tersebut. Selain itu pemberian pendidikan fisik, dan dilanjuti dengan
pemberian pendidikan intelektual untuk pasangan suami dan isteri
dalam keluarga disertai juga untuk anak keturunanya.
Selain itu, yang terpenting dari calon suami dan calon isteri
memiliki peran penting untuk memberikan pendidikan keluarga
kelak apabila telah melangsungkan pernikahan dan membangun
keluarga. Dengan cara, memberikan pendidikan pembiasaan agar
suami isteri tersebut selalu saling istiqomah untuk menjalankan
segala perintanya dan menjauhi larangannya dalam lingkup
kehidupan berkeluarga. Dilanjuti dengan pemberian keteladanan,
pemberian motivasi, pemberian tanggung jawab dalam pendidikan
iman, tanggung jawab dalam pendidikan ibadah, tanggung jawab
dalam pendidikan ibadah dan akhlak serta sosail untuk masing-
masing anggota di dalam keluarga. Dengan begitu, unsur sakinah,
mawaddah, dan rahmah sesuai pedoman al-qur’an dan hadits tetap
terlandaskan dan tercapai dengan baik dalam kehidupan berkeluarga.
82
Muhammad Utsman al-Khasyat , Muslimah Ideal Dimata Pria, (Jakarta : Pustaka
Hidayah , 2010) , h. 35.
73
4. Hadits Tentang Kewajiban dan Tanggung Jawab Setiap Anggota
Keluarga
ُول َعنْه ٌ ُت بَ ْعلِ َها َوَولَ ِد ِه َوِه َى َم ْسئُولَةٌ َعْن ُه ْم َوالْ َعْب ُد َر ٍاع َعلَى َم ِال َسيِ ِد ِه َو ُه َو َم ْسئ ِ اعيةٌ علَى ب ي ِ
َْ َ َ َوالْ َم ْرأَةُ َر
ول َع ْن َر ِعيَّتِ ِهٌ ُأََّلَ فَ ُكل ُك ْم َر ٍاع َوُكل ُك ْم َم ْسئ
b. Syarah Hadits
Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya
setiap manusia memiliki pertanggung jawaban kelak dihadapan
Allah swt. Dibalik pertanggung jawaban tersebut, terdapat peran
sebagai pemimpin, baik kepala pemerintah pemimpin terhadap
rakyatnya, suami pemimpin bagi keluarganya, isteri pemelihara
rumah untuk suami dan anak-anaknya, serta budak pemelihara harta
tuannya. Oleh karena itu, setiap pemimpin dituntut untuk senantiasa
bertanggung jawab atas segala hal yang dipimpinnya.
74
Dalam konteks pembahasan perihal kehidupan tentang
berkeluarga, dimana suami pemimpin untuk keluarganya dan isteri
pemelihara rumah untuk suami dan anak-anaknya guna
ketercapainya tujuan kehidupan berkeluarga yang harmonis atas
dasar sakinah, mawaddah, dan rahmah. Oleh karena itu, salah satu
cara agar keharmonisan tetap terbangun dan terjaga selalu dengan
adanya kewajiban dan tanggung jawab diantara masing-masing
anggota keluarga. Adanya kewajiban dan tanggung jawab ini, guna
masing-masing anggota didalam keluarga sadar akan perihal tersebut
kepada satu sama lain, sehingga dengan pelaksanaannya setiap
anggota keluarga akan terpenuhi. Kewajiban dan tanggung jawab
yang selalu diterapkan dengan baik dan sesuai kebutuhan setiap
masing-masing keluarga, maka sebagai salah satu sarana untuk
mewujudkan tujun kehidupan berkeluarga. Selain itu, kewajiban dan
tanggung jawab dapat terlaksana dengan baik, juga sebagai sarana
interaksi dan relasi antar anggota keluarga agar terciptanya
komunikasi dan pergaulan yang baik sehingga tertanam rasa kasih
sayang dalam keluarga.
75
kewajiban dan tanggung jawab sebagai sepasang suami isteri yang
didukung dengan contoh-contoh perilaku yang baik antar suami dan
isteri dalam menjalankan kehidupan berkeluarga.
76
kehidupan manusia yang tidak bisa lepas dengannya, termasuk
dalam lingkup kehidupan keluarga. Pasangan suami dan isteri
merupakan sebuah pakaian yang berupa saling berkebutuhan anatar
satu dengan lainnya. Dengan itu, setiap pasangan suami dan isteri
haruslah melaksanakan kewajibannya dan bukan menuntut haknya.
Maka, laki-laki yang berperan suami itu sebagai pelindung bagi
perempuan yang berperan sebagai isteri. Begitupun, perempuan yang
berperan sebagai isteri, dimana menjaga diri ketika suaminya tidak
ada, karena Allah telah menjaganya. Oleh karena itu, melalui
kepemimpinan suami-isteri yang saling menjaga dan memelihara
disertai pembagian tugas yang komprehensif dan saling melengkapi,
atas dasar cinta dan kasih sayang, di harapkan akan terbangun
keluarga yang kokoh dan kuat, serta melahirkan keluarga harmonis
yang sejahtera serta selamat di dunia maupun di akhirat.84
84
Ibid., h. 37.
85
Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik, (Jakarta, Kamil
Pustaka, 2014), Jilid. 2, h. 63.
86
Ibid., h. 65.
77
ف للاُ نَ ْف ًسا اَِّلَّ ماَ اَََتاَ َسيَ ْج َع ُل ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ليُ ْنف ْق ذُ ْو َس َعة َوَم ْن قُد َر َعلَْيه ِرْزقُهُ فَلْيُ ْنف ْق ِمَّا اَتَهُ للاُ َليُ َكل
للاُ بَ ْع َد عُ ْس ٍر ي ْسًرا
Artinya: “Hendaklah suami yang mampu memberikan nafkah
menurut kemampuannya, dan suami yang disempitkan rezekinya
hendaklah memberi nafkah dari ahrta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memberikan beban kepada seseorang
melainkan sesuai dengan apa yang Allah berikan kepadanya. Allah
kelas akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (at-
Talaq/65:7).َ
Dapat disimpulkan bahwa nafkah itu merupakan kewajiban
suami terhadap anak isterinya yang mana juga menunjukkan bahwa
nafkah bukan sekedar untuk makan, dan minum, tetapi untuk
kebutuhan hidup lainnya yang bersifat sekunder maupun primer
disesuaikan dengan kemampuan ekonomi suami. Oleh karena itu,
suami memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap
keluarganya, begitupula dengan isteri yang memiliki kewajiban dan
tanggung jawabnya. Suami dan isteri dalam kehidupan berkeluarga
tidak hanya berjalan masing-masing, akan tetapi suami dan isteri jua
memiliki peran kewajiban dan tanggng jawab untuk sama-sama
mencapai tujuan mencetak generasi keturunannya yang sholeh
sholehah.
Dari semua kewajiban dan tanggung jawab suami, suami
tersebut lebih idealnya mencontohkan bagaimana kehidupan
Rasulullah yang berperan sebagai suami untuk isteri bahkan
keluarganya. Karena, pada hakikatnya Rasulullah di muka bumi ini
adalah sebagai uswatun hasanah (suri tauladan), dan rahmatan lil-
‘alamin (rahmat bagi seluruh alam). Artinya, sosok kesempurnaan
kemanusiaan yang perlu dicontoh dan teladan bagi seluruh dimensi
kehidupan terutama dalam bidang pendidikan secara umum dan
78
pendidikan kehidupan keluarga secara khusus. 87 Diantaranya adalah
sosok suami idaman yang mana bersikap adil, romantis, hangat dan
akrab, pengertian, senang membantu isteri, sabar dan pemaaf, bersih,
rapi, wangi, dan hidup sederhana.88
Peran isteri dalam kehidupan berkeluarga yakni sebagai sosok
yang mengandung, melahirkan, dan menyusui, yang merupakan
fungsi seimbang dari mencari nafkah pada suami.89 Maka, dapat
disimpulkan bahwasanya peran isteri dalam kepemimpinannya di
dalam keluarga mengarah kepada penguatan keluarga itu sebagai
institusi pendidikan pertama yang melahirkan generasi yang kuat,
shaleh dan shalehah, yang termasuk pada zurriyyah tayyibah
(keturunan yang baik). Tidak hanya itu, peran isteri dalam kehidupan
berkeluarga secara meyeluruh adalah meliputi pasangan bagi
suaminya secara biologis, menjadi pasangan untuk suaminya secara
psikologis, menjadi manajer dalam mengatur rumah tangga,
mengandung anak, melahirkan dan menyusui anak, merawat dan
membesarkan anak yang tidk hanya sebatas untuk kebutuhan fisik
saja, melainkan meliputi semua aspek pertumbuhan dan
perkembangan anak sehingga mampu hidup mandiri, cerdas, dan
memiliki keterampilan hidup yang memadai untuk menjalani
kehidupannya.90
Antara suami dan isteri harus diiringi dengan kewajiban dan
tanggung jawab bersama-sama untuk ketercapainya tujuan dari
kehidupan tentang berkeluarga. Dalam kewajiban dan tanggung
jawab bersama dari suami dam isteri perlu niat dan usaha dari kedua
belah pihak, sehingga tercapainya segala hal yang mengarah pada
pembentukan keharmonisan keluarga seperti saling setia, menjaga
87
Muslim Life Style Community, Ensiklopedia Nabi Muhammad Saw Sebagai Pendidik,
(Jakarta: Lentera Abadi, 2011), h. 3, 6.
88
Muhammad Syafii Antonio, dkk., Ensiklopedia Leadership & Manajemen Muhammad
Saw: Menata Keluarga Harmonis. (Jakarta: Tazkia Publishing, 2010), h. 130.
89
Ibid., h. 66.
90
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Op. Cit., Jilid. 3, h. 90-97.
79
rahasia keluarga, saling membantu, saling menyayangi, dan
lainnya.91 Salah satu tujuan untuk kehidupan berkeluarga dengan
meneruskan keturuan yang sholeh-sholehah. Oleh karena itu,
kewajiban dan tanggung jawab dalam keluarga bertambah yang
mana tidak hanya suami dan isteri, melainkan jua antara orang tua
kepada anak begitupun anak-anak yang berada di dalam keluarga
kepada kedua orang tuanya.
Dalam Islam, memandang anak sebagai manusia yang memiliki
potensi yang harus dikembangkan. Oleh karena itu, anak sebagai
amanah harus dibimbing dan diarahkan agar terbentuk pribadi yang
diinginkan, sehingga tercapai tujuan pendidikan yang selaras dengan
tujuan hidup manusia.92 Anak adalah amanah dari Allah yang
dititipkan kepada orang tuanya. Istilah amanah ini mengimplikasikan
keharusan menghadapi dan memperlakukannya dengan sungguh
hati-hati, teliti, dan cermat.93 Apabila kedua orang tua berhasil
merealisasikan tanggung jawabnya sebagai orang tua, sebagai
pendidik pertama dan utama, maka anak akan tampil dalam
wajahnya yang ketiga, yaitu sebagai hiasan kehidupan di dunia dan
sampai di akhirat.94
Dengan demikian, tugas utama orang tua adalah mendidik
keturunanya, juga memperhatikan aspek fisik dan psikis anak
sehingga anak tumbuh dengan normal dalam menjalani
kehidupannya. Jika anak di dalam naungan keluarga tersebut dapat
tumbuh dan berkembang dengan normal dan sehat menjadi anak
yang sholeh-sholehah dan berakhlakul karimah serta sehat jasmani
maupun rohani, maka tandanya kedua orang tua melaksanakan
tanggung jawab yang diberikan oleh Allah dengan baik. Karena,
91
Ibid.,
92
Andi Safar Danial, “Peran Dan Tanggung Jawab Orang Tua Tentang Pendidikan Anak
Dalam Perspektif Hadits”, Skripsi pada UIN Alauddin Makasar, 2018, h. 24, tidak dipublikasikan.
93
Ibid.,
94
Ibid.,
80
mampu dan terus berusaha serta beristiqomah untuk mendidik,
membimbing, mengajarkan anak keturunannya sesuai syariat islam.
Selain itu, kedua orang tua juga bertanggung jawab atas
pendidikan dan pengasuhan anak-anaknya secara fisik, orang tua
juga bertanggung jawab atas pendidikan dan pembinaan ruhani dan
mental anak. Orang tua harus bekerja keras untuk membersihkan
jiwa anak-anaknya, mendidik akhlak, membina ibadah anak kepada
Allah swt. dan menambah iman dalam hati anak sejak dini.
Sehingga, akan mencetak anak keturunannya menjadi anak yang
sholeh sholehah berakhlakul karimah dan beriman serta bertaqwa
untuk dirinya sendiri maupun untuk kedua orang tuanya dan untuk
umat secara luas. Karena, segala sesuatu yang dihasilkan dari anak
sholeh sholehah merupakan satu hal yang sangat luar biasa indah.
Dengan menjadi anak yang sholeh sholehah mampu menjaga dirinya
serta menjaga dan menolong keluarga dan orang tuanya secara
khusus di akhirat kelak dengan selalu melangitkan doa-doa indah
kepada Allah swt. Baik untuk orang tua yang masih hidup di dunia
bersama anak keturunannya yang sholeh sholehah, maupun untuk
orang tua dari anak keturunan sholeh sholehah yang telah tiada
dipanggil oleh Allah Swt.
Dalam kehidupan berkeluarga, relasi antara kedua orang tua
dengan anak harus adanya kasih sayang antar sesama sebagai dasar
fitrah manusia. Kasih sayang orang tua bahkan diberikan kepada
anaknya sejak anak masih dalam kandungan. Sebab, kewajiban dan
tanggung jawab orang tua terhadap anaknya berkewajiban untuk
merawat, memelihara, dan mendidik anak dari mulai persiapan
kehamilan, pemeriksaan kesehatan janin, melahirkan secara aman,
merawat, memelihara, dan mengawasi perkembangannya serta
mendidiknya agar menjadikan anak yang sholeh, sholehah,
berpengetahuan luas yang tertanam rasa keimanan dan ketaqwaan
didalam diri. Maka, peran kedua orang tua secara umum untuk
81
melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab terhadap anaknya
merupakan hal yang wajib dilakukan guna mencetak anak keturunan
dan generasi penerus yang taat dan beriman.
Selanjutnya, peran anak didalam kehidupan berkeluarga jua
memiliki kewajiban dan tanggung jawab kepada kedua orang tuanya.
Sudah sepatutnya bahwa setiap anak harus berbakti dan berbuat baik
kepada kedua orang tuanya. Berbuat baik kepada kedua orang tua
dalam segala hal, baik dalam perkataan tutur kata dan bahasa
maupun dalam perbuatan. Seperti contoh setiap anak dalam
berkomunikasi dengan kedua orang tuanya harus menggunakan
suara yang lembut dan sopan, tidak berakata ah kepada kedua orang
tua, tidak membentak kedua orang tua, memberikan penghormatan
dan kasih sayang dalam suasana kerendahan hati, dan senantiasa
selalu berdoa untuk kedua oang tua agar memperoleh rahmat,
karunia, berkah, dan ridho dari Allah Swt atas jerih payahnya dalam
merawat, mendidik, membesarkan, membimbing para anak
keturunan yang menjadi naungan di dalam keluarga.
Tak kalah penting, anak juga harus mampu mewarisi nilai-nilai
islam dari kedua orang tuanya dan mampu mengembangkan segala
sisi islami dari kedua orang tuanya. Dengan demikian mampu
meneruskan perjuangan dari kedua orang tuanya untuk selalu
mensyiarkan ajaran islam di jalan kebenaran sesuai syariat islam.
Selain itu juga, harus mampu menjadi anak yang menjaga diri dari
pergaulan. Dengan maksud, mampu membatasi pandangan terhadap
lawan jenis yang bukan mahram, karena islam bertujuan membangun
masyarakat yang sehat dan bersih. Sehingga perilaku menjaga diri
dan kehormatan ini harus ditanamkan sejak kecil agar mengkristal
sebagai sikap hidup dalam diri untuk kehidupan setiap masing-
masing individu. Selanjutnya, Pewarisan yang paling dasar dari
kedua orang tua untuk anaknya adalah akidah yang benar dan kokoh.
Karena, akidah yang benar dan kokoh harus menjadi landasan dari
82
semua aktivitas manusia.95 Dengan akidah yang benar dan kokoh,
mampu menjadi penegak dalam menjalankan kehidupan sesuai
syariat islam.
Sehubungan hal tersebut dapat diketahui bahwa pemberian
pendidikan tentang berkeluarga adalah dengan pemberian
pendidikan keimanan untuk setiap anggota keluarga. Apabila iman
dalam diri sudah tertanam, maka tujuan dari kehidupan berkeluarga
akan tercapai. Sehingga menghasilkan keberkahan dan ridho dari
Allah swt dalam menjalankan kehidupan berkeluarga yang
terebentuk menjadi keluarga yang hamonis. Dilanjuti dengan
pemberian pendidikan fisik agar setiap anggota di dalam keluarga
tetap sehat jasmani dan rohani sehingga dalam melaksanakan setiap
kewajiban dan tanggung jawab akan berjalan dengan lancar dan
ikhlas atas ridha Allah swt, sehingga segala apapun yang dilakukan
untuk kehidupan berkeluarga akan terasa indah tanpa adanya
keterpaksaan dan beban. Kemudian, dengan pemberian pendidikan
intelektual, guna terciptanya setiap anggota di dalam keluarga selalu
dekat kepada Allah swt sehingga selalu menjalankan perintahNya
dengan rasa haru bahagia tanpa beban dan menjauhi laranganNya
dengan penuh semangat dan ikhlas.
Selanjutnya, dengan pemberian pendidikan pembiasaan/contoh.
Antara masing-masing individu dalam keluarga harus bekerja sama
untuk memahami, memberikan pembiasaan ataupun contoh yang
baik serta melaksanakan langsung setiap kewajiban dan tanggung
jawabnya, sehingga hakikat tujuan dari makna pendidikan tentang
berkeluarga untuk menjalankan kehidupan membentuk keluarga
harmonis yang berlandasrkan unsur sakinah, mawaddah, dan rahmah
serta mencetak generasi keturunannya menjadi anak yang sholeh-
sholehah, berakhlakul karimah, taqwa lagi sehat jasmani dan rohani.
95
Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik, (Jakarta, Kamil
Pustaka, 2014), Jilid. 3, h. 99-102.
83
BAB V
A. Kesimpulan
Pendidikan di dalam keluarga terhadap anak mencakup kewajiban
dan tanggung jawab peran kedua orang tua terhadap anak keturunan di
dalam keluarga tersebut. Dari penelitian ini termuat dua hadits yang
mencakup perihal hal tersebut. Dengan itu, dapat di simpulkan bahwa
pendidikan keluarga terhadap anak bahkan dimulai saat anak tersebut
masih dalam kandungan sampai kepada saat di lahirkan dan terus tumbuh
serta berkembang menjadi dewasa dengan berakhirnya anak-anak
keturunan di dalam keluarga akan melaksanakan pernikahan. Walaupun
demikian, hakikat pada orang tua akan tetap memberikan pendidikan
terbaik dengan tetap mendidik, membimbing, mengarahkan, dan
menyayangi sepenuh hati kepada anak-anak keturunannya.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan pendidikan keluarga terhadap anak,
peran orang tua jua harus mampu memberikan pendidikan terbaik dalam
segala aspek kepada anaknya. Guna, terciptanya anak yang sholeh-
sholehah berakhlakul karimah yang selalu taat dan taqwa kepada Allah
sehingga dengan haru gembira melaksanakan perintahNya serta dengan
semangat dan ikhlas menjauhi segala laranganNya. Karena, pada
dasarnya peran orang tua lah sebagai pendidik pertama dan utama yang
sangat berpengaruh untuk anak keturunannya menjalankan kehidupan
selanjutnya.
Dengan demikian, apabila para orang tua mampu memahami,
melaksnakan, dan memberikan ajakan positif kepada anak sehingga
ketercapainya tujuan dari makna pendidikan keluarga terhadap anak,
maka secara otomatis akan meminimalisirkan kesalah pahaman yang
banyak trejadi di lingkungan masyarakat. Sehingga terus berkurangnya
84
permasalahan-permasalahan yang sering terjadi dalam menjalankan
kehidupan bersama-sama. Guna memperkuat hal tersebut, sangat
dibutuhkan juga pemberian pendidikan untuk anak keturunannya.
Pemberian pendidikan dari para peran orang tua terhadap anak
keturunannya adalah mengandung beberap aspek. Dianataranya adalah
aspek pemberian pendidikan jasmani, aspek pemberian pendidikan
keimanan, aspek pemberian pendidikan ibadah, dan aspek pemberian
pendidikan intelektual.
Selanjutnya, makna dari pendidikan tentang berkeluarga bahwa
peran setiap anggota di dalam keluarga saling berhubungan antar satu
dengan lainnya. Maksudnya, bahwa pendidikan tentang berkeluarga
dapat terlaksanakan dengan baik dan sesuai apabila peran bapak, ibu, dan
anak ikut serta didalamnya. Karena keluarga berperan sebagai sektor
paling utama dan peletak dasar pendidikan untuk setiap anggota di dalam
keluarga guna mendapatkan pendidikan dan bimbingan sejak awal untuk
membentuk paradigma kehidupannya. Sehingga, bentuk aktivitas
pendidikan dalam keluarga mendukung segala proses perkembangan bagi
setiap anggotanya baik dalam hal berkomunikasi dan berinteraksi dengan
manusia lainnya, jua berupaya mengenal dirinya, dan berusaha
mengkonstruksi kehidupannya. Hal ini merupakan proses yang secara
alamiah lahir sebagai suatu kesatuan utuh dalam dimensi kehidupan
manusia.
Dengan demikian tujuan dari pendidikan tentang berkeluarga yakni
mampu menjalankan kehidupan untuk membentuk keluarga yang
harmonis dengan berlandaskan unsur sakinah, mawaddah, dan rahmah
sesuai pedoman syariat islam yang termuat dalam al-qur’an dan hadits
tercapai. Dengan peran masing-masing anggota dalam keluarga mampu
bekerja sama untuk memahami, melaksanakan, dan memberikan ajakan
positif dalam setiap kewajiban dan tanggung jawab, sehingga dalam
pandangan dan lingkungan masyarakat mampu meminimalisirkan
kesalah pamahan untuk memaknai pendidikan tentang berkeluarga. Oleh
85
karena itu, mengurangi berbagai macam permasalahan-permasalahan
jarang terjadi saat menjalankan kehidupan berkeluarga.
Sehubungan dengan hal itu, untuk memperkuat hal tersebut, sangat
dibutuhkan juga pemberian pendidikan antar sesama anggota di dalam
keluarga yakni dalam aspek pemberian pendidikan keimanan, aspek
pemberian pendidikan ibadah, akhlak dan sosial, pendidikan pembiasaan,
pendidikan keteladanan, contoh, dan pembiasaan, pemberian pendidikan
motivasi, pemberian pendidikan intelektual, dan pemberian pendidikan
fisik.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, terdapat
beberapa saran dari penulis sebagai berikut :
86
2. Bagi Suami dan Isteri
Harus menyadari bahwa pentingnya juga peran suami maupun
isteri dalam kehidpan berkeluarga. Pada setiap peran dalam keluarga
memiliki kewajiban dan tanggung jawab masing-masing. Walaupun
demikian, dalam segi lain setiap anggota di dalam keluarga harus
bekerja sama untuk membangun dan menjalankan kehidupan agar
tujuan dari pendidikan tentang berkelurga itu sendiri dapat tercapai
yakni dengan mampu menjalankan kehidupan menjadi keluarga yang
harmonis dengan berlansakan unsur sakinah, mawaddah, dan rahmah
serta mencetak genarasi anak keturunannya menjadi anak-anak yang
sholeh-sholehah, berakhlakul karimah, taat, dan taqwa kepada Allah.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Mengingat masih banyaknya pembahasan tentang kehidupan
keluarga ini yang masih condong kepada pendidikan untuk anak saja
ataupun sebaliknya. Padahal sesuai teori dan kenyataannya bahwa
pendidikan keluarga tak hanya pendidikan untuk anak jua, akan
tetapi pendidikan untuk berkeluarga dalam setiap anggota di
dalamnya agar mampu menjalankan kehidupan menjadi keluarga
harmonis. Sehingga hakikat tujuan dari pendidikan keluarga secara
dua makna tersebut dapat tercapai dan agar mampu memberi
tambahan pemahaman dan pengetahuan. Maka dari itu, perlu
dilakukan penelitian yang intensif oleh para peneliti selanjutnya.
Selain itu, para peneliti juga mampu mengumpulkan sebanyak-
banyaknya bacaan terkait judul penelitian ini guna menambah
wawasan dan memperbanyak sudut pandang.
87
DAFTAR PUSTAKA
88
Danial, Andi Safar. “Peran Dan Tanggung Jawab Orang Tua Tentang
Pendidikan Anak Dalam Perspektif Hadits”, Skripsi pada UIN
Alauddin Makasar, 2018, h. 24, tidak dipublikasikan.
Djamarah, Syaiful Bahri. Pola asuh orang tua dan komunikasi dalam
keluarga: upaya membangun citra membentuk pribadi anak.
Jakarta: Rineka Cipta. 2014.
89
Khalfan, Mohammad A. Anakku Bahagia Anakku Sukses. Jakarta:
Pustaka Setia. 2014.
90
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka. 2003.
91
Surahman, dkk. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI. 2018.
92
LEMBAR UJI REFERENSI
Nama : Ridha Rofidah
NIM 11160110000074
Shahih Bukhari).
93
4. Syahrial Labaso, “Konsep 6 dan 16 5 dan 8
Pendidikan Keluarga Dalam
Perspektif Al-Qur’an dan
Hadis”, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol. XV, No. 1,
Juni 2015, h. 53.
5. Budi Lazarusli, dkk., “Penguatan 7, 8, 9 6 dan 7
Peran Keluarga Dalam dan 10
Pembentukan Kepribadian Anak
Melalui Seminar Dan
Pendamping Masalah Keluarga”,
Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat, Vol. 5, No. 1, 2014,
h. 3, 4.
6. Majelis Tarjih dan Tardid
Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, Himpunan
Putusan Tarjih Muhammadiyah
3, (Yogyakarta, Suara
Muhammadiyah, 2018), h. 360-
361.
94
3. Syahrial Labaso, “Konsep 25, 26 23
Pendidikan Keluarga Dalam dan 27
Perspektif Al-Qur’an dan
Hadis”, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol. XV, No. 1,
Juni 2015, h. 53.
4. Amanah, Badriatin, “Konsep 23 23
Keluarga Harmonis Menurut M.
Quraish Shihab”, Skripsi IAIN
Ponorogo, 2019, tidak
dipublikasikan.
95
12. Muhammad Ubaidillah, 32 26
“Konsep Fitrah Menurut Hadits
Fitrah dan Implikasinya Dalam
Pendidikan Keluarga Pada
Akidah Anak”,
Skripsi pada UIN Wali Songo
Semarang, 2018, tidak
dipublikasikan.
13. Siti Rahmah, “Peran Keluarga 33 26
Dalam Pendidikan Akhlak”,
Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah,
Vol. 4, No. 7, 2016, h. 14.
14. Delia Delitri, “Konsep 36, 37 27 dan 31
Pendidikan Islam Dalam dan 42
Keluarga Menurut Prof. Dr.
Zakiah Darajat”, Skripsi pada
UIN Raden Intan Lampung,
2018, tidak dipublikasikan.
15. Durrotun Nasihah, “Makna 43 32
Pendidikan Keluarga Dalam Al-
Qur’an Surah Al-Saffat
ayat 100 sampai 102”, Skripsi
pada UIN Wali Songo Semarang,
2015, tidak dipublikasikan.
16. Afwan Sahab, “Pendidikan 44 33
Berkeluarga Dalam Islam Studi
Pemikiran Syeikh Muhammad
Nawawi Al-Bantani Dalam Kitab
Uqdullujain Fii Bayani
Huqquizzaujain”, Skripsi pada
UIN Raden Intan Lampung,
2019, tidak dipublikasikan.
BAB III
1. Surahman, dkk., Metodologi 45, 46 34
Penelitian, (Jakarta: dan 47
Kementerian Kesehatan RI,
2018), h. 2.
2. Mestika Zed, Metode 48 dan 49 34, dan 35
Penelitian Kepustakaan,
(Jakarta, Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2014), h. 1-2.
3. Ahmad Zakaria, “Nilai-Nilai 50 35
Pendidikan Taharah (Telaah
Kitab Ihya Ulumu ad-Din
Karya al-Ghazali)”, Skripsi
pada Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta,
2017, tidak dipublikasikan.
96
4. Muri Yusuf, Metode 51 35
Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan, (Jakarta:Prenada
Media Group, 2014), h. 555,
367.
5. Sugiyono, Metode Penelitian 52 36
Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, (Bandung: Alfabeta,
2018), h. 9, 42, 225.
BAB IV
1. Khorul Rasyid, “Kepemimpinan 54 38
Menurut hadits Nabi SAW”,
Skripsi
pada IAIN Raden Intan
Lampung, 2016, tidak
dipublikasikan
2. Armai Arief, Pengantar Ilmu dan 55 dan 56 39
Metodologi Pendidikan Islam ,
(Jakarta: Ciputat Pres, 2002), h. 3-
8 dalam Muhlisin, “Konsep Fitrah
Manusia Menurut Manusia Prof.
Dr. Achmadi Dan Implementasinya
Dalam Pendidikan Akhlak Anak
(Analisis Filosofis)”, Skripsi pada
Institut Agama Islam Negeri
Walisongo Semarang, 2008, tidak
dipublikasikan.
3. Majid Khon, Hadits Tarbawi: 57 39
Hadits-Hadits Pendidikan,
(Jakarta, Prenada Media
Group, 2012), h. 238.
4. Abdul Khobir, ”Hakikat 58 dan 59 39
Manusia dan Impilkasi dalam
Proses Pendidikan Jurnal
Forum Tarbiyah, Vol. 8, No.
1, h. 12.
5. Dr. Abdullah Nashih Ulwan, 60, 64, 41, 45, 46,
Tarbiyatul Aulad: Pedoman 65, 66, 48, 53, dan
Pendidikan Anak dalam Islam, 67, 71, 70
(Semarang, CV Asy-Syifa’, 78 dan 79
1993), h. 49, 159, 163, 166,
168, 176, dan 184.
97
6. Kementerian Agama Republik 61, 72 42, 48, dan
Indonesia, al-Qur’an dan 86 58
Kemenag, 2019,
(https://quran.kemenag.go.id/).
7. Surahman, dkk., Metodologi 45, 46 34
Penelitian, (Jakarta: dan 47
Kementerian Kesehatan RI,
2018), h. 2.
8. Mestika Zed, Metode 48 dan 49 34, dan 35
Penelitian Kepustakaan,
(Jakarta, Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2014), h. 1-2.
9. Ahmad Zakaria, “Nilai-Nilai 50 35
Pendidikan Taharah (Telaah
Kitab Ihya Ulumu ad-Din
Karya al-Ghazali)”, Skripsi
pada Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta,
2017, tidak dipublikasikan.
10. Litbang dan Diklat 62, 63, 43, 44, 68,
Kementerian Agama RI, 93, 94, 69, 71, 72
Tafsir Al-Qur’an Tematik III, 100, 101 dan 75
(Jakarta, Kamil Pustaka, dan 105
2014), Jilid. 3, h. 36, 87, dan
88.
11. Elvita Yeni, dkk., “Pola 68, 73, 44, 50, 56,
Pengajaran Kesantunan 74, 75, dan 57.
Berbahasa Anak Di 76, 77,
Lingkungan Keluarga”, Jurnal 83, dan
Tarbiyah, Vol. 25, No. 1, 84.
2018, h. 44, 50.
12. Siti Mislikhah, “Kesantunan 69 dan 47 dan 48
Bahasa”, Jurnal Ar-Rani Ar- 70
Raniry: International Journal of
Islamic Studies, Vol. 1, No.2,
2014, h. 287.
13. Rifansyah Kalimayatullah, 80, 81, 55 dan 56
dkk., “Pendidikan Kesantunan dan 82
di Lingkungan Keluarga”,
Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini, Vol. 8, No. 2, 2017, h. 2,
7, 51.
98
14. Ahmad Tafsir, Filsafat 50 61
Pendidikan Islami (Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2008), cet.
ke-3, hlm. 229.
99