PENDAHULUAN
Rasanya sudah tidak asing lagi kita mendengar kata “Wali atau Sunan” di bumi
Indonesia ini, apalagi di tanah Jawa yang kita tempati ini. Penyebaran Islam di
Jawa tidak bisa dilepaskan dari pengaruh dan kiprah dari perjalanan orang-orang
suci yang sangat legendaris dalam cerita lisan orang Jawa-Islam yang sangat
populer dengan sebutan Wali Songo (Wali Sembilan). Ada beberapa pendapat
mengenai arti Wali Songo. Menurut Solichin Salam dalam Sekitar Wali Songo,
kata Wali Songo merupakan kata majemuk yang berasal dari kata wali dan songo.
Kata wali berasal dari bahasa Arab, suatu bentuk singkatan dari waliyullah, yang
berarti „orang yang mencintai dan dicintai Allah‟. Sedangkan kata songo
„sembilan‟. Jadi Wali Songo berarti „wali sembilan‟, yakni sembilan orang yang
mencintai dan dicintai Allah‟. Mereka dipandang sebagai ketua kelompok dari
sebutan Wali Songo, tetapi diduga kemungkinan besar sebenarnya jumlah yang
sesungguhnya lebih dari itu, namun angka sembilan dalam mitologi Jawa memiliki
makna tersendiri, dan kesembilan wali yang populer dan diyakini masyarakat
sebagai penyebar Islam pertama di Jawa adalah : Maulana Malik Ibrahim, Sunan
1
Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus,
linuwih (lebih) baik secara fisik maupun spiritual, bahkan mereka dianggap mampu
untuk melakukan hal-hal yang sulit untuk diterima secara akal, misalnya merubah
pohon pinang jadi emas dan membuat soko Masjid Demak dari pasahan kayu.
Lepas dari perdebatan apakah cerita lisan itu benar atau salah, yang jelas para wali
yang jumlahnya sembilan itu memiliki kemampuan lebih dalam arti yang rasional
dan ilmiah yaitu mereka sebagai pendatang yang berusaha merintis sebuah ajaran
dan ideologi baru mampu melakukan strategi yang jitu di dalam mencari celah-
celah nilai antara tradisi dan keyakinan lama (Hindu-Budha) dengan tradisi dan
keyakinan baru (Islam) dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan, sehingga Islam
sebagai nilai-nilai baru dengan strategi yang mereka bangun bisa diterima, bahkan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sunan Bonang atau Maulana Makhdum Ibrahim lahir pada tahun 1465 M.
Diperkirakan dia mulai menetap dan menjadi imam bagi masyarakat Tuban sekitar
hidupnya, dia masih menjumpai runtuhnya kerajaan Majapahit pada tahun 147 M.
M. Sunan Bonang merupakan putra dari Sunan Ampel dan Nyai Ageng Malina.
Dari pernikahan itu Sunan Bonang juga memiliki dua saudara putri yaitu Nyai
perkawinannya dengan Nyai Ageng Manila dan Arya Teja”. Selain mempunyai
kakak dia juga mempunyai adek yang bernama Raden Qosim yang kelak juga akan
menjadi Wali Songo yang lebih akrap dengan panggilan atau julukan Sunan Drajat.
Secara silsilah, Sunan Bonang masih memiliki garis keturunan dengan Nabi
Muhammad SWT. Dia merupakan keturunan ke-23 dari garis keturunan melalui
Siti Fatimah dan Ali Bin Abi Tholib. Sunan Bonang merupakan salah satu dari
“Wali Songo”, dia di kenal sebagai juru dakwah yang luas pengetahuannya, baik
3
sastra, dan masih banyak lagi.
ayahnya sendiri di Pesantren Ampel Denta dan ketika itu ia berteman akrab dengan
Raden Paku (Sunan Giri). Setelah menuntut ilmu dengan ayahnya akhirnya dia
kembali menuntut ilmu ke Pasai bersama dengan Sunan Giri. Dia meneruskan ke
Pasai untuk mempelajari ilmu sufi karena pada waktu itu Pasai adalah pusat
pengajaran ilmu sufi di nusantara yang waktu itu lebih cenderung ke ajaran al-
Selain belajar ilmu pengetahuan dan agama dengan ayahnya Sunan Bonang
juga pernah menuntut ilmu dengan Syekh Maulana Ishaq, sewaktu ia bersama
Sunan Giri ke Malaka dalam perjalanan ke Makah. Selain berteman akrap dengan
Raden Paku atau Sunan Giri, dia juga berteman akrab dengan Sunan Kalijaga.
Karena dalam sejarahnya Sunan Bonang adalah guru spiritual dari Sunan Kalijaga.
Dan tidak hanya itu saja ternyata Bupati Tuban yang bernama Arya Wilatikta ayah
dari Sunan Kalijaga adalah paman dari Sunan Bonang. Jadi tidak dipungkiri
Sunan Bonang menikah dengan Dewi Hirah putri dari Raden Jakandar. Dari
pernikahan itu dikaruniai tiga orang anak, satu perempuan yang bernama Dewi
ruhil dan nama ank laki lakinya adalah jayeng katon dan jayeng rono.
4
Berbicara mengenai perjalanan dakwah Sunan Bonang di Nusantara dalam
menyiarkan agama Islam, khususnya di daerah Tuban, Pati, Madura, dan pulau
Bawean pastilah akan menemukan hal-hal yang akan lmembuat kita semakin
mencintai agama Islam. Sunan Bonang bertempat tinggal di daerah Bonang. Dalam
cerita sejarah, Sunan Bonang dikisahkan bahwa ia mempunyai sifat yang gigih dan
Dalam menyebarkan Agama Islam Sunan Bonang lebih mengarah kepada hal-hal
seni dan budaya. Hal itu juga dilakukan Sunan Kalijaga yang tidak lain adalah
muridnya sendiri. Sunan Bonang adalah seorang Wali Songo yang terkenal
5
menggunakan wayang dalam dakwahnya. Tidak hanya itu saja dia juga
menggunakan media yang lain dalam menyiarkan agama Islam yang salah satunya
Selain itu dia juga sangat piawai dalam menciptakan sebuah tembang dan
media kesenian dalam menyiarkan agama Islam di Jawa? Karena jika kita melihat
seperti tembang-tembang.
dibuatlah sebuah kolam sehingga setiap pengunjung yang datang sudah dengan
dalam masjid Sunan Bonang akan mengajarkan sebuah tembang- tembang. Yang di
dalam tembang tersebut terdapat sebuah ajaran-ajaran Islam. Yang tanpa mereka
Sunan Bonang dan para wali lainnya dalam menyiarkan agama Islam selalu
gamelan. Oleh sebab itu Sunan Bonang memanfaatkan hal tersebut dengan
6
dakwahnya agar bisa diterima oleh masyarakat setempat.
ajaran keislaman di dalamnya. Syair lagu gamelan ciptaan para wali tersebut berisi
pesan tauhid, sikap menyembah Allah SWT, dan tidak menyekutukannya. Setiap
bait lagu diselingi dengan mengucapkan dua kalimat syahadat dan gamelan yang
mengiringinya kini dikenal dengan istilah sekaten, yang berasal dari syahadatain.
menggunakan kesenian Ia dianggap sebagai salah satu seorang penemu alat musik
gamelan Jawa yang sampai sekarang dikenal dengan sebutan bonang. Tidak hanya
itu Sunan Bonang juga dikenal msebagai guru tasawuf yang diyakin memiliki
kekuatan keramat sebagaimana lazimnya seorang Wali Allah. Sunan Bonang wafat
kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka, yaitu berupa seperangkat gamelan
yang disebut Bonang. Bonang adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan dibagian
tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak timbulah suara yang merdu
yang membunyikan alat musik itu, beliau adalah seorang wali yang mempunyai
cita rasa seni yang tinggi, sehingga apabila beliau bunyikan pengaruhnya sangat
pasti banyak penduduk yang datang ingin mendengarnya. Dan tidak sedikit dari
7
tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim. Begitulah siasat Raden Makdum
simpatinya tinggal mengisikan saja ajaran agama Islam kepada mereka. Tembang-
tembang yang diajarkan Raden Makdum Ibrahim adalah tembang yang berisikan
ajaran agama Islam. Sehingga tanpa terasa penduduk sudah mempelajari agama
Islam dengan senang hati, bukan dengan paksaan. Murid-murid Raden Makdum
Ibrahim ini sangat banyak, baik yang berada di Tuban, Pulau Bawean, Jepara,
8
C. Karya Sastra Sunan Bonang
Beliau juga menciptakan karya sastra yang disebut Suluk. Hingga sekarang
karya sastra Sunan Bonang itu dianggap sebagai karya sastra yang sangat hebat,
penuh keindahan dan makna kehidupan beragama. Suluk Sunan Bonang disimpan
rapi di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Suluk berasal dari bahasa Arab
disebut Ilmu Suluk. Ajaran yang biasanya disampaikan dengan sekar atau tembang
disebut Suluk, sedangkan bila diungkapkan secara biasa dalam bentuk prosa
disebut wirid. Karya Sunan Bonang, puisi dan prosa, cukup banyak. Di antaranya
ialah Suluk Wujil, Suluk Khalifah, Suluk Regok, Suluk Bentur, Suluk Wasiyat,
Suluk Ing Aewuh, Suluk Pipiringan, Suluk Jebeng dan lain-lain. Melalui karya-
karyanya itu kita dapat memetik beberapa ajarannya yang penting dan relevan.
Seluruh ajaran Tasawuf Sunan Bonang, sebagai ajaran Sufi yang lain, berkenaan
dengan metode intuitif atau jalan cinta pemahaman terhadap ajaran Tauhid; arti
mengenal diri yang berkenaan dengan ikhtiar pengendalian diri, jadi bertalian
dengan masalah kecerdasan emosi; masalah kemauan murni dan lain-lain. Cinta
menurut pandangan Sunan Bonang ialah kecenderungan yang kuat kepada Yang
Satu, yaitu Yang Maha indah. Dalam pengertian ini seseorang yang mencintai tidak
memberi tempat pada yang selain Dia. Ini terkandung dalam kalimah syahadah La
ilaha illa Llah. Laba dari cinta seperti itu ialah pengenalan yang mendalam
9
(makrifat) tentang Yang Satu dan perasaan haqqul yaqin (pasti) tentang kebenaran
dan keberadaan-nya. Apabila sudah demikian, maka kita dengan segala gerak-
gerik hati dan perbuatan kita, akan senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan
oleh-Nya. Kita menjadi ingat (eling) dan waspada. Cinta merupakan, baik keadaan
rohani maupun peringkat rohani. Sebagai keadaan rohani ia diperoleh tanpa upaya,
sebagai maqam atau peringkat rohani, cinta dicapai melalui ikhtiar terus-menerus,
perjuangan batin melawan kecenderungan buruk dalam diri disebabkan ulah hawa
seseorang mengenal kehadiran rahasia Yang Satu dalam setiap aspek kehidupan.
Kemauan murni, yaitu kemauan yang tidak dicemari sikap egosentris atau
Kita harus menjadikan diri kita masjid yaitu, tempat bersujud danmenghadap
kiblat-Nya, dan segala perbuatan kita pun harus dilakukan sebagai ibadah.
Kemauan mempengaruhi amal perbuatan dan perilaku kita. Kemauan baik datang
dari ingatan (zikir) dan pikiran (pikir) yang baik dan jernih tentang-Nya. Dalam
Suluk Wujil, yang memuat ajaran Sunan Bonang kepada Wujil pelawak cebol
terpelajar dari Majapahit yang berkat asuhan Sunan Bonang memeluk agama Islam
sang — wali bertutur: Jangan terlalu jauh mencari keindahan Keindahan ada dalam
diri Malah jagat raya terbentang dalam diri Jadikan dirimu Cinta Supaya dapat kau
1
0
melihat dunia (dengan jernih) Pusatkan pikiran, heningkan cipta Siang malam,
Kerusakan dunia ini timbul, Wujil! Karena perbuatanmu Kau harus mengenal yang
tidak dapat binasa Melalui pengetahuan tentang Yang Sempurna Yang langgeng
tidak lapuk Pengetahuan ini akan membawamu menuju keluasan Sehingga pada
akhirnya mencapai TuhanSebab itu, Wujil! Kenali dirimu Hawa nafsumu akan
1
1
Dengan menyatakan `jagat terbentang dalam diri` Sunan Bonang ingin
Adalah yang spiritual yang menentukan yang material, bukan sebaliknya. Tetapi
menjadi khalifah Tuhan di bumi. Diantara tembang yang terkenal ialah : “Tamba
ati iku sak warnane, Maca Qur‟an angen-angen sak maknane, Kaping pindho shalat
sunah lakonona, Kaping telu wong kang saleh kancanana, Kaping papat kudu
wetheng ingkang luwe, Kaping lima dzikir wengi ingkang suwe, Sopo wongé bisa
ngelakoni, Insya Allah Gusti Allah nyemba dani. Artinya : Obat sakit jiwa ( hati )
itu ada lima jenisnya. Pertama membaca Al-Qur‟an dengan artinya, Kedua
Sunan Bonang sering berdakwah keliling hingga usia lanjut. Beliau meninggal
dunia pada saat berdakwah di Pulau Bawean. Berita segera disebarkan ke seluruh
1
2
tanah jawa. Para murid berdatangan dari segala penjuru untuk berduka cita dan
Pulau Bawean. Tetapi murid yang berasal dari Madura dan Surabaya menginginkan
Dalam hal memberikan kain kafan pembungkus jenasah mereka pun tak mau kalah.
Jenasah yang sudah dibungkus dengan kain kafan milik orang bawean masih
sirep untuk membikin ngantuk orang-orang Bawean dan Tuban. Lalu mengangkut
jenasah Sunan Bonang kedalam kapal dan hendak dibawa ke Surabaya. Karena
Kapal layar segera bergerak ke arah Surabaya, tetapi ketika berada diperairan
Tuban tiba-tiba kapal yang dipergunakan tidak bisa bergerak akhirnya jenasah
Sunan Bonang dimakamkan di Tuban yaitu sebelah barat Mesjid Jami‟ Tuban.
Dengan demikian ada dua jenasah Sunan Bonang, inilah karomah atau kelebihan
yang diberikan Allah kepada beliau. Dengan demikian tak ada permusuhan
diantara murid-muridnya.
Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M. Makam yang dianggap asli adalah
yang berada dikota Tuban sehingga sampai sekarang makam itu banyak yang
1
3
diziarahi orang dari segala penjuru tanah air.
1
4
B
Sebagai seorang wali yang disegani dan dianggap Mufti atau pemimpin agama
se tanah jawa, tentu saja Sunan Ampel mempunyai ilmu yang sangat tinggi. Sejak
kecil Raden Makdum Ibrahim sudah diberi pelajaran agama Islam secara tekun
dan disiplin.
1
5
Sudah bukan rahasia bahwa latihan atau riadha para wali itu lebih berat
daripada orang awam. Raden Makdum Ibrahim adalah calon wali yang besar,
rakyat untuk menarik simpati mereka, yaitu berupa seperangkat gamelan yang
tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak timbulah suara yang merdu
musik itu, beliau adalah seorang wali yang mempunyai cita rasa seni yang tinggi,
1
6
DAFTAR PUSTAKA
http://garissinggung.blogspot.com/2013/06/sejarah-sunan-bonang-raden-
maulana.html
http://kisah-kisahwalisongo.blogspot.com/2012/01/sunan- bonang.html
1
7