Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PAI

Nama:Rafifkhan K.M
Kelas:9H
No Absen:030
PRESENTASI Sunan BONANG
Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang merupakan salah satu ulama anggota Wali Songo
sebagai penebar syiar Islam di Jawa pada abad ke-14 Masehi. Sunan Bonang juga dikenal sebagai
seniman yang berdakwah dengan menggunakan sejumlah perangkat seni, termasuk gamelan, juga
karya sastra. Konon, Raden Makdum Ibrahim adalah penemu salah satu jenis gamelan dengan
tonjolan di bagian tengahnya atau yang kerap disebut bonang. Dari situlah julukan Sunan Bonang
disematkan kepada Raden Makdum Ibrahim.

Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo (2016) menuliskan bahwa Raden Makdum Ibrahim atau Sunan
Bonang merupakan putra keempat Raden Rahmat atau Sunan Ampel dari perkawinan dengan Nyai
Ageng Manila, putri Bupati Tuban, Arya Teja.

Sejarah Hidup Sunan Bonang

Raden Makdum Ibrahim lahir pada 1465 M di Surabaya dan tumbuh dalam asuhan keluarga ningrat
yang agamis. Sunan Ampel adalah pendiri sekaligus pengasuh Pesantren Ampeldenta. Pendidikan
Islam diperoleh Raden Makdum Ibrahim pertama kali dari ayahnya sendiri di pesantren Ampeldenta.
Sejak kecil, Sunan Ampel sudah mempersiapkan putranya itu sebagai penerus untuk mensyiarkan
ajaran Islam di bumi Nusantara.

Beranjak remaja, Raden Makdum Ibrahim pergi ke negeri Pasai, Aceh, untuk berguru kepada Syekh
Maulana Ishak, ayahanda Sunan Giri. Sejak kecil, sudah tampak kecerdasan dan keuletan Raden
Makdum Ibrahim dalam menuntut ilmu. Selain dibimbing oleh Sunan Ampel dan Syekh Maulana
Ishak, Raden Makdum Ibrahim juga berguru kepada banyak ulama lainnya. Hingga akhirnya, Raden
Makdum Ibrahim diakui keilmuannya yang mumpuni dalam penguasaan fikih, ushuluddin, tasawuf,
seni, sastra, arsitektur, dan bela diri silat. Kelak, keterampilan silat Sunan Bonang berguna ketika ia
mengalahkan seorang perampok bernama Raden Said. Raden Said pun tunduk dan bertobat,
kemudian ikut menyebarkan dakwah Islam dan menjadi anggota Wali Songo yang dikenal dengan
nama Sunan Kalijaga.

Asal Usul Nama Sunan Bonang

Dakwah Sunan Bonang dimulai dari Kediri, Jawa Timur. Ia mendirikan langgar atau musala di tepi
Sungai Brantas, tepatnya di Desa Singkal. Diceritakan, Sunan Bonang sempat mengislamkan Adipati
Kediri, Arya Wiranatapada, dan putrinya. Usai dari Kediri, Sunan Bonang bertolak ke Demak, Jawa
Tengah. Oleh Raden Patah, pendiri sekaligus pemimpin pertama Kesultanan Demak, Sunan Bonang
diminta untuk menjadi imam Masjid Demak. Ada satu lagi versi berbeda terkait penamaan Sunan
Bonang yang disematkan kepada Raden Makdum Ibrahim selain dari kisah bahwa ia adalah penemu
gamelan jenis bonang. Selama menjadi imam Masjid Demak, Raden Makdum Ibrahim tinggal di Desa
Bonang. Versi kedua menyebut julukan Sunan Bonang disematkan berdasarkan lokasi tempat
tinggalnya tersebut.
Berdakwah Lewat Seni dan Sastra

Sebagaimana Wali Songo lainnya, Raden Makdum Ibrahim menyebarkan Islam melalui media seni
dan budaya. Ia menggunakan alat musik gamelan untuk menarik simpati rakyat. Konon, Raden
Makdum Ibrahim sering memainkan gamelan berjenis bonang, yaitu perangkat musik ketuk
berbentuk bundar dengan lingkaran menonjol di tengahnya. Jika tonjolan tersebut diketuk atau
dipukul dengan kayu, maka akan muncul bunyi merdu. Raden Makdum Ibrahim alias Sunan Bonang
membunyikan alat musik ini yang membuat penduduk setempat penasaran dan tertarik. Warga
berbondong-bondong ingin mendengarkan alunan tembang dari gamelan yang dimainkan Sunan
Bonang. Ia menggubah sejumlah tembang tengahan macapat, seperti Kidung Bonang, dan
sebagainya. Hingga akhirnya, banyak orang yang bersedia memeluk agama Islam tanpa paksaan.

Sunan Bonang juga mahir memainkan wayang serta menguasai seni dan sastra Jawa. Dalam
pertunjukan wayang, Sunan Bonang menambahkan ricikan, yaitu kuda, gajah, harimau, garuda,
kereta perang, dan rampogani untuk memperkaya pertunjukannya. Dalam buku Sejarah Kebudayaan
Islam (2013), Hery Nugroho menuliskan bahwa dakwah Sunan Bonang yang lain adalah melalui
penulisan karya sastra yang bertajuk Suluk Wujil. Saat ini, naskah asli Suluk Wujil disimpan di
perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Suluk Wujil diakui sebagai salah satu karya sastra terbesar
di Nusantara karena isinya yang indah serta kandungannya yang kaya dalam menafsirkan kehidupan
beragama. Sunan Bonang sangat fokus dalam menjalani perannya sebagai ulama dan seniman
sehingga ia tidak sempat menikah hingga wafatnya pada 1525 M. Makam Sunan Bonang terletak di
kompleks pemakaman Desa Kutorejo, Tuban, Jawa Timur, atau berada di barat alun-alun dekat
Masjid Agung Tuban.

Jakarta - Sunan Bonang merupakan salah satu tokoh dari wali songo yang populer akan metode
dakwahnya saat menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Ia menggunakan pendekatan budaya.

Asti Musman dalam buku Sunan Bonang Wali Keramat Karomah, Kesaktian dan Ajaran-Ajaran Hidup
sang Waliullah, menjelaskan mengenai biografi dan metode dakwah yang dilakukan oleh Sunan
Bonang.

Baca juga:

Strategi Dakwah Sunan Giri: Kirim Santri ke Berbagai Daerah


Sunan Bonang memiliki nama kecil Raden Makhdum Ibrahim. la merupakan putra Sunan Ampel
dengan Nyai Ageng Manila (Dyah Siti Manila binti Arya Teja).

ADVERTISEMENT

Menurut perhitungan B.J.O. Schrieke dalam Het Book van Bonang (1916), Sunan Bonang
diperkirakan lahir sekitar tahun 1465 Masehi.

Pendidikan Sunan Bonang

Waktu kecil Sunan Bonang berguru kepada ayahnya sendiri di Pesantren Ampel Denta dan berkawan
akrab dengan Raden Paku (Sunan Giri).

Selesai menuntut ilmu dari ayahnya, Sunan Bonang dan Raden Paku rihlah ke Pasai, pusat
pengajaran ilmu sufi di Nusantara yang pada waktu itu cenderung ke ajaran Al-Halajj.

Tetapi, setelah satu tahun belajar di Pasai, ia kembali ke Jawa, dengan alasan tenaganya sedang
dibutuhkan untuk gerakan penyebaran Islam di Jawa.

Metode Dakwah Sunan Bonang

Merujuk dari buku Sejarah Islam Nusantara karya Rizem Aizid, Sunan Bonang menggunakan kesenian
sebagai media dakwahnya. Kesenian ini digunakan Sunan Bonang untuk menarik simpati
masyarakat.

Adapun kesenian tersebut adalah berupa seperangkat gamelan yang disebut bonang. Bonang adalah
sejenis kuningan yang ditonjolkan di bagian tengahnya.

Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak, maka akan menimbulkan suara yang sangat merdu.
Terlebih lagi, bila yang memukul atau menabuhnya adalah Sunan Bonang pasti suara musiknya
sangat merdu. la adalah seorang wali yang mempunyal cita rasa seni yang tinggi.

Sehingga, apabila membunyikan bonang pengaruhnya sangat hebat bagi pendengarnya. Besar
kemungkinan, karena alat kesenian yang dipakai inilah yang kemudian ia dijuluki Sunan Bonang.
Ternyata, media dakwah yang digunakan Sunan Bonang ini cukup mujarab. Terbukti, ia berhasil
menarik simpati rakyat sehingga mereka pun dengan mudah menerima Islam.

Selain itu, tembang-tembang yang diajarkan Sunan Bonang juga merupakan tembang yang berisikan
ajaran agama Islam. Dengan cara ini masyarakat mempelajari agama Islam dengan senang hati,
bukan dengan paksaan.

Sebagai seorang wali dan sekaligus seniman, Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa
suluk (tembang tamsil) dan prosa yang sangat hebat, tidak hanya bebat pada masanya, tetapi juga
hebat sampai masa sekarang.

Karya sastra Sunan Bonang penuh keindahan dan makna kehidupan beragama.

Ajaran Sunan Bonang

Imam Subchi dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam menjelaskan mengenai ajaran Sunan Bonang.
Dikatakan, Sunan Bonang menguasai ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, dan arsitektur.

Ajaran yang disampaikan Sunan Bonang adalah perpaduan antara ajaran ahlus sunnah bergaya
tasawuf.

Selain hal tersebut terdapat peninggalan dari Sunan Bonang, di antaranya:

1. Makam, Tempat pemakaman Sunan Bonang yang berada di Tuban. Namun pendapat lain
mengatakan makam Sunan Bonang terletak di Bawean.

2. Kitab atau buku yang berisi pemikiran dari Sunan Bonang. Karya sastranya yang berjudul Suluk
Wujil sebagai karya sastra yang paling terkenal. Kitab ini berada di perpustakaan Belanda.

3. Sumur Srumbung yang terletak di Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Tuban yang airnya diyakini
memiliki berkah.

Anda mungkin juga menyukai