Anda di halaman 1dari 10

1.

Sunan Bonang

a. Sejarah dan Silsilah

Sunan Bonang ,beliau dilahirkan pada tahun 1465, dengan nama


Raden Maulana Makdum Ibrahim. Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai
Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa di kabupaten Rembang.
Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, dan saat ini makam aslinya
berada di Desa Bonang. Namun, yang sering diziarahi adalah makamnya
di kota Tuban. Lokasi makam Sunan Bonang ada dua karena konon, saat
beliau meninggal, kabar wafatnya beliau sampai pada seorang muridnya
yang berasal dari Madura. Sang murid sangat mengagumi beliau sampai
ingin membawa jenazah beliau ke Madura. Namun, murid tersebut tak dapat membawanya dan
hanya dapat membawa kain kafan dan pakaian-pakaian beliau. Saat melewati Tuban, ada seorang
murid Sunan Bonang yang berasal dari Tuban yang mendengar ada murid dari Madura yang
membawa jenazah Sunan Bonang. Mereka memperebutkannya.

Terdapat silsilah yang menghubungkan Sunan Bonang dan Nabi Muhammad, Sunan Bonang
(Makdum Ibrahim) bin Sunan Ampel (Raden Rahmat) Sayyid Ahmad Rahmatillah bin Maulana
Malik Ibrahim bin
Syekh Jumadil Qubro (Jamaluddin Akbar Khan) bin Ahmad Jalaludin Khan bin
Abdullah Khan bin Abdul Malik Al-Muhajir (dari Nasrabad,India) bin Alawi Ammil Faqih (dari
Hadramaut) bin Muhammad Sohib Mirbath (dari Hadramaut) bin Ali Kholi’ Qosam bin Alawi
Ats-Tsani bin
Muhammad Sohibus Saumi’ah bin Alawi Awwal bin Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa
Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Uradhi bin Ja’afar As-Sodiq bin Muhammad Al
Baqir bin Ali Zainal ‘Abidin bin Hussain bin Ali bin Abi Thalib (dari Fatimah az-Zahra binti
Muhammad).

b. Kepribadian
Banyak keteladanan yang dapat diambil dari kehidupan dan perilaku Sunan Bonang,
diantara keteladanan tersebut yaitu:

1. Rajin menuntut ilmu. Sunan Bonang memiliki semangat yang tinggi dalam menuntut
ilmu. Beliau menuntut ilmu dengan orang tuanya dan juga para ulama di negeri seberang.
2. Bijak dalam Berdakwah. Sunan Bonang sangat bijak dalam berdakwah. Beliau
mengambil simpati terlebih dahulu dari masyarakat sebelum mengajarkan Islam. Setelah
mendapatkan simpati, beliau juga memberi pelajaran-pelajaran Islam dengan santun
tanpa ada paksaan sedikitpun.
3. Pemberani. Selain terkenal dengan keilmuan agama yang mumpuni, Sunan Bonang
adalah sosok pemberani. Beliau sendiri yang memimpin bala tentara Kerajaan Islam
Demak. Beliau juga yang mengangkat panglima perang dalam meneguhkan dakwah
Islam melalui Kerajaan Islam pertama di Jawa tersebut.
c. Perjuangan dalam berdakwah
Sejak kecil, Sunan Bonang sudah diberi pelajaran agama Islam oleh ayahnya yang
juga seorang anggota Wali Sanga, yaitu Sunan Ampel. Beliau menyerap ilmu agama
dari ayahnya dengan sangat rajin. Sewaktu masih remaja, beliau meneruskan
pelajaran agama Islam hingga ke tanah seberang, yaitu negeri Pasai, Aceh.

Bersama dengan Raden Paku, Sunan Bonang menambah pengetahuan kepada Syeikh
Maulana Ishaq. Mereka juga belajar kepada para ulama besar yang menetap di negeri
Pasai, seperti para ulama tasawuf yang berasal dari Baghdad, Mesir, Arab, ataupun
Persia.

Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku pulang ke jawa setelah belajar di negeri
Pasai. Raden paku kembali kembali ke Gresik dengan mendirikan pesantren di Giri
sehingga terkenal sebagai Sunan Giri. Sementara itu, Raden Makdum Ibrahim
diperintahkan Sunan Ampel untuk berdakwah di Tuban.

Dalam berdakwah, beliau sering mempergunakan kesenian tradisional untuk menarik


simpati rakyat, yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut bonang.

Bonang adalah sejenis kuningan yang bagian tengahnya lebih ditonjolkan. Apabila
benjolan itu dipukul dengan kayu lunak, maka timbul suara yang merdu di telinga
penduduk setempat. Terlebih lagi bila Raden Makdm Ibrahim sendiri yang
membunyikan alat musik tersebut. Ia adalah seorang wali yang mempunyai cita rasa
seni yang tinggi. Jika ia membunyikan alat itu, maka pengaruhnya sangat hebat bagi
para pendengarnya. Dan, tidak sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan
bonang, sekaligus melagukan berbagai tembang ciptaan beliau.

Begitulah siasat Raden Makdum Ibrahim yang dijalankan penuh kesabaran. Setelah
rakyat berhasil direbut simpatinya, ia tinggal menyiapkan ajaran Islam dalam berbagi
tembang kepada mereka. Dan, seluruh tembang yang diajarkannya adalah tembang
yang berisikan ajaran agama islam. Maka, tanpa terasa penduduk sudah mempelajari
gama Islam dengan senang hati dan bukan dengan paksaan.

Murid-murid Raden Makdum Ibrahim ini sangat banyak, baik yang berada di Tuban,
Pulau Bawean, Jepara, Surabaya maupun Madura. Karena beliau sering
mempergunakan bonang dalam berdakwah maka masyarakat memberinya gelar
Sunan Bonang.

Pada masa hidupnya, Sunan Bonang termasuk pendukung Kerajaan Islam Demak dan
ikut membantu mendirikan Masjid Agung Demak di Jawa Tengah. Saat itu, ia lebih
dikenal sebagai pemimpin bala tentara Demak oleh masyarakat setempat. Ia juga
memutuskan pengangkatan Sunan Ngudung, ayah Sunan Kudus, sebagai panglima
tentang Islam Demak. Ketika Sunan Ngudung gugur, Sunan Bonang pula yang
mengangkat Sunan Kudus sebagai panglima perang. Bahkan, ia pun memberikan
nasihat yang berharga pada Sunan Kudus tentang strategi perang menghadapi
majapahit.
d. Nilai Positif
Beliau juga menciptakan karya sastra yang disebut Suluk. Hingga sekarang karya
sastra Sunan Bonang itu dianggap sebagai karya sastra yang sangat hebat, penuh
keindahan dan makna kehidupan beragama. Suluk Sunan Bonang disimpan rapi di
perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.

Suluk berasal dari bahasa Arab “Salakattariiqa” artinya menempuh jalan (tasawuf)
atau tarikat. Ilmunya sering disebut Ilmu Suluk. Ajaran yang biasanya disampaikan
dengan sekar atau tembang disebut Suluk, sedangkan bila diungkapkan secara biasa
dalam bentuk prosa disebut wirid.

2. Sunan Kalijaga

a. Riwayat dan Silsilah


Menurut sejarah yang dikenal di masyarakat umum, Sunan Kalijaga
memiliki nama asli yaitu Raden Mas Syahid atau Raden Said. Beliau
anak seorang Adipati Tuban yang bernama Ki Tumenggung Wilatikta,
namun ada juga yang mengatakan bahwa nama lengkap ayah Raden Mas
Syahid adalah Raden Sahur Tumenggung Wilatikta.

Nama-nama lain dari Sunan Kalijaga adalah Raden Mas Syahid atau
Raden Said, Raden Abdurahman, Lokojoyo, dan Pangeran Tuban. Pada masa mudanya,
Raden Mas Syahid merupakan seorang yang giat dalam mencari ilmu. Terutama ilmu Agama
Islam, Beliau pernah berguru kepada Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Ampel.

Menurut cerita yang ada, Beliau diperkirakan lahir di tahun 1450. Asal-usul atau silsilah
beliau ada yang berpendapat Raden Said atau Sunan Kalijaga merupakan orang pribumi Jawa
asli. Pendapat tersebut berdasarkan pada cerita Babad Tuban yang menceritakan tentang
penguasa Tuban pada tahun 1500 M.

Didalamnya diceritakan bahwa Raden Said merupakan cucu dari penguasa Islam pertama di
Tuban yaitu ayahnya Sunan Kalijaga. Hal itu berdasarkan pada catatan Tome Pires pada
tahun 1468 – 1540, Tome Pires merupakan seorang penulis dari Portugis yang pernah
mencatat sejarah Tuban di periode 1468 – 1540.
Sedangkan pendapat kedua mengatakan Sunan Kalijaga merupakan keturunan Arab yang
memiliki silsilah sampai ke Nabi Muhammad SAW. Sejarawan yang bernama De Graaf
berpendapat bahwa Sunan Kalijaga mempunyai silsilah dengan paman Nabi Muhammad
SAW yakni Ibnu Abbas.
Menurut sejarah Sunan Kalijaga memiliki usia sampai 100 tahun, dengan begitu berarti
Beliau mengalami berakhirnya kekuasan kerajaan Majapahit yang berakhir pada tahun 1478.
Selain itu. Beliau juga mengalami masa Kesultanan Demak, Cirebon, dan Banten.

Bahkan juga merasakan masa Kerajaan Pajang yang berdiri pada tahun 1546, dan juga masa
Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senopati. Beliau juga diriwayatkan ikut
serta dalam merancang pembangunan Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Cirebon.
Sebagai bukti disitu terdapat tiang utama yang merupakan hasil kreasi dari Sunan Kalijaga.

Ada salah satu riwayat yang mengatakan bahwa Raden Said atau Sunan Kalijaga menikah
dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak. Yang mana Maulana Ishak memiliki dua orang
anak yakni Dewi Saroh dan Sunan Giri. Setelah menikah Beliau Sunan Kalijaga di karuniai
3 yakni R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh, dan Dewi Sofiah.

Dalam riwayat lain yang tertera di isi buku PUSTAKA DARAH AGUNG, Sunan Kalijaga
pernah menikah dengan Dewi Sarokah, putri dari Sunan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung
Jati). Yang mana Sunan Gunung Jati juga merupakan salah satu guru dari Sunan Kalijaga.

Setelah menikah dengan Dewi Sarokah, Beliau dikaruniai 5 anak yakni, Kanjeng Ratu
Pembayun, Nyai Ageng Pahenggak, Sunan Hadi, Raden Abdurrahman, dan Nyai Ageng
Ngerang.

b. Kepribadian

Ada salah satu cerita yang meriwayatkan asal-usul nama Sunan Kalijaga. Diceritakan
sebelum mendapatkan nama Sunan Kalijaga atau Gelar Walisongo, Raden Said merupakan
seorang yang sudah mengenal Islam sejak kecil, yakni melalui guru agama di Tuban.
Raden Said merupakan putra Adipati yang dekat dan peduli dengan rakyat jelata, hal ini
dibuktikan dengan masa muda Beliau yang pernah membela rakyat jelata di masa yang sulit.
Pada masa itu, terjadi musim kemarau panjang yang membuat para rakyat jelata gagal
panen. Namun, dalam waktu yang bersamaan, pemerintahan pusat sedang membutuhkan
dana yang besar untuk mengatasi pembangunan atau roda pemerintahan. Akhirnya mau
tidak mau rakyat jelata harus mau untuk membayar pajak yang tinggi.
Melihat keadaan yang semakin kontradiksi antara pemerintahan dengan rakyat jelata, Raden
Said yang dekat dengan rakyat jelata merasa harus membantu rakyat jelata. Akhirnya Raden
Said tanpa pikir panjang melakukan perbuatan yang tidak terpuji demi menolong rakyat
jelata. Beliau mencuri hasil bumi yang tersimpan di gudang penyimpanan istana ayahnya.
Hasil bumi tersebut merupakan hasil dari upeti rakyat jelata yang akan disetorkan ke
pemerintahan pusat. Biasanya malam-malam Raden Said membaca Al-Quran di kamarnya,
kini Beliau keluar dan melakukan aksinya lalu langsung membagikan hasil aksinya tersebut
secara tersembunyi-tersembunyi tanpa sepengetahuan rakyat jelata sekalipun.
Namun, seiring berjalannya waktu, penjaga gudang pun merasa curiga melihat barang-
barang yang akan disetorkan ke pemerintahan pusat semakin berkurang. Melihat keadaan
tersebut penjaga gudang pun semakin ketat dalam menjaga gudang penyimpanan tersebut.
Hingga pada suatu malam penjaga gudang merasa penasaran dengan masalah tersebut, dan
sengaja meninggalkan gudang lalu mengintip dari kejauhan. Ternyata penjaga gudang
tersebut berhasil memergoki aksi Raden Said, dan akhirnya Raden Said ditangkap dan
dibawa ke hadapan ayahnya. Raden Said pun dimarahi habis-habisan dan Beliau juga
mendapatkan hukuman cambuk sebanyak dua ratus kali di tangannya karena mencuri. Selain
itu, Raden Said juga disekap selama beberapa hari tidak boleh keluar rumah.

c. Dakwah
Sunan Kalijaga bisa dikatakan salah satu tokoh sentral dalam proses penyebaran Islam di
Tanah Jawa. Pendekatannya unik. Sunan Kalijaga yang melihat keadaan masyarakat Jawa
pada waktu itu, di mana masyarakatnya masih kental dengan tradisi Hindu, Buddha, dan
kepercayaan-kepercayaan lama melakukan pendekatan seni dan budaya. Dia mencoba
menyerap budaya dan tradisi yang sudah ada untuk menyebarkan ajaran-ajarannya. Dia
berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, memasuki daerah-daerah terpencil.

Sunan Kalijaga melakukan penyebaran Islam dengan cara yang up todate, nut jaman
kelakone (menurut semangat zaman). Ia mempergunakan falsafah empan papan atau local
setting, di mana bumi dipijak, di situ adat dijunjung. Sunan Kalijaga memperkenalkan Islam
selapis demi selapis melalui pendekatan budaya dan kearifan lokal (local wisdoms) Jawa,
yang waktu itu masih didominasi oleh agama Syiwa-Buddha. Beliau tidak sekaligus
memperkenalkan Islam secara frontal, melainkan dengan memadukan istilah-istilah Islam
dengan istilah-istilah dalam agama yang masih berlaku. Hasilnya, Islam diadopsi orang Jawa
secara damai, tanpa kekerasan dan perang yang memakan korban jiwa, dan harta benda serta
trauma. Kanjeng Sunan Kalijaga berdakwah dengan style mengecam dan membuang nilai-
nilai agama dan kepercayaan lama masyarakat, terutama yang sudah menjadi kebiasaan
hidup sehari-hari. Beliau menyusupkan nilai-nilai baru ke dalam agama, kepercayaan, tata
cara, dan adat kebiasaan hidup yang sudah ada sebelumnya. Nilai-nilai lama dibungkus
selapis demi selapis, digeser sedikit demi sedikit. Dengan metode dakwah yang seperti
itulah, maka Nusantara, khususnya pulau Jawa, diislamkan, sehingga sekarang menjadi
negara dengan penganut agama Islam terbesar di dunia.

Sebagai ulama, budayawan, dan sekaligus seniman, Sunan Kalijaga menciptakan banyak
karya seni, di mana itu menggambarkan pendiriannya. Dia menciptakan dua perangkat
gamelan,yang semula bernama Nagawilaga dan Guntur Madu, kemudian dikenal dengan
nama Nyai Sekati (lambang dua kalimat syahadat). Wayang, yang pada zaman Majapahit
dilukis di atas kertas lebar sehingga disebut wayang beber, oleh Sunan Kalijaga dijadikan
satu-satu, dibuat dari kulit kambing, yang sekarang dikenal dengan nama wayang kulit.
Banyak lakon-lakon yang digubah untuk kepentingan ini. Di antaranya yang terkenal adalah
lakon Jimat Kalimasada, Dewa Ruci, dan Petruk Dadi Ratu.

Banyak teori yang menyatakan mudahnya orang Jawa masuk agama Islam. Antara lain,
karena Islam tidak mengenal kasta, tidak seperti agama yang mereka anut sebelumnya.
Beberapa bentuk seni budaya diadopsi dan disinergikan dengan seni budaya yang berasal
dan bernuansa Arab, tempat asal Islam. Pendekatan budaya yang dilakukan Njeng Sunan
Kali dalam memperkenalkan Islam ibarat menyebar biji di tanah yang subur.

Ketika masyarakat Jawa sedang mengalami zaman peralihan, dari Kerajaan Majapahit ke
Kesultanan Demak. Demikian pula dalam hal agama dan kepercayaan. Mereka menganut
agama Hindu-Buddha atau Syiwa-Buddha, Kapitayan, dan percaya bahkan banyak yang
memuja roh-roh halus. Mereka juga sangat memercayai hal-hal gaib dan mistis, serta
mengaitkan hampir semua aspek kehidupan dengan hal tersebut. Dalam suasana kehidupan
yang seperti itulah agama Islam diperkenalkan oleh para pendakwah, yang kemudian dikenal
sebagai para wali, dan diberi sebutan atau nama panggilan “Sunan”. Dua dari para wali itu
adalah Sunan Bonang dan muridnya, Sunan Kalijaga. Mereka dikenang masyarakat sampai
sekarang karena jago berdakwah menggunakan media kesenian, terutama musik tradisional
gamelan berserta tembang-tembang Jawa dan wayang.

3. Sunan Muria

a. Riwayat dan Silsilah


Raden Said merupakan putra Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh.
Seperti ayahnya, dalam berdakwah beliau menggunakan cara yang halus,
ibarat mengambil ikan tanpa membuat kotor airnya. Itulah cara yang
ditempuh untuk mengajarkan agama Islam di sekitar Gunung Muria.
Tempat tinggal Raden Said berada di gunung Muria yang salah satu
puncaknya bernama Colo. Letaknya adalah di sebelah utara kota Kudus.
Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan, dan rakyat jelata.
Beliau satu-satunya wali yang tetap mempertahankan kesenian gamelan
dan wayang sebagai alat dakwah untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Dan beliau pula
yang menciptakan tembang Sinom dan Kinanti.
Sunan Muria adalah Wali yang sakti dan kuat. Hal itu dapat dibuktikan dengan letak tempat
tinggalnya yang berada diatas gunung. Tangga menuju ke atas melalu tangga bisa sampai
750 meter lebih.Keterampilan yang dimiliki Sunan Muria adalah bercocok tanam, berdagang
dan melau.. Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal
di Kesultanan Demak (1518-1530). Dia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan
berbagai masalah yang sangat rumit sekalipu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat
diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana
hingga sekitar Pati dan Kudus.

b. Cara Berdakwah
Dari berbagai versi itu, tak ada yang meragukan reputasi Sunan Muria dalam berdakwah.
Gayanya ''moderat'', mengikuti Sunan Kalijaga, menyelusup lewat berbagai tradisi
kebudayaan Jawa. Misalnya adat kenduri pada hari-hari tertentu setelah kematian
anggota keluarga, seperti nelung dino sampai nyewu, yang tak diharamkannya.

Hanya, tradisi berbau klenik seperti membakar kemenyan atau menyuguhkan sesaji
diganti dengan doa atau salawat. Sunan Muria juga berdakwah lewat berbagai kesenian
Jawa, misalnya mencipta macapat, lagu Jawa. Lagu sinom dan kinanti dipercayai sebagai
karya Sunan Muria, yang sampai sekarang masih lestari.

Lewat tembang-tembang itulah ia mengajak umatnya mengamalkan ajaran Islam. Karena


itulah, Sunan Muria lebih senang berdakwah pada rakyat jelata ketimbang kaum
bangsawan. Maka daerah dakwahnya cukup luas dan tersebar. Mulai lereng-lereng
Gunung Muria, pelosok Pati, Kudus, Juana, sampai pesisir utara.

Cara dakwah inilah yang menyebabkan Sunan Muria dikenal sebagai sunan yang suka
berdakwah topo ngeli. Yakni dengan ''menghanyutkan diri'' dalam masyarakat. Sasaran
dakwah dari Sunan Muria adalah para pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Ia
adalah satu-atunya wali yang tetap mempertahankan kesenian gamelan dan wayang
sebagai alat dakwah untuk menyampaikan islam.
Keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di
Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan
berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu
dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara,
Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni
adalah lagu Sinom dan Kinanti.

Tempat dakwahnya berada di sekitar gunung muria, kemudian dakwahnya diperlua


meliputi Tayu, Juwana, kudus, dan lereng gunung muria. Ia dikenal dengan sebutan
sunan muria karena tinggal di gunung Muria.

4. Sunan Gunung Jati


a. Riwayat dan Silsilah
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, lahir sekitar 1450 M, namun
ada juga yang mengatakan bahwa beliau lahir pada sekitar 1448 M.
Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari kelompok ulama besar di Jawa
bernama walisongo. Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya
Walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat. Ayah beliau adalah
Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar, seorang Mubaligh
dan Musafir besar dari Gujarat, India yang sangat dikenal sebagai Syekh Maulana Akbar
bagi kaum Sufi di tanah air. Syekh Maulana Akbar adalah putra Ahmad Jalal Syah putra
Abdullah Khan putra Abdul Malik putra Alwi putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath,
ulama besar di Hadramaut, Yaman yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah melalui
cucu beliau Imam Husain. bunda Sunan Gunung Jati adalah Nyai Rara Santang (Syarifah
Muda’im) yaitu putri dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan Nyai Subang
Larang, dan merupakan adik dari Kian Santang atau Pangeran Walangsungsang yang
bergelar Cakrabuwana / Cakrabumi atau Mbah Kuwu Cirebon Girang yang berguru
kepada Syekh Datuk Kahfi, seorang Muballigh asal Baghdad bernama asli Idhafi Mahdi
bin Ahmad.

b. Dakwah
Cara dakwah Sunan Gunung Jati sangatlah berliku karena beliau harus melewati banyak
peperangan demi meng-Islam kan warga Banten dan Cirebon di bawah kepemimpinan
kerajaan Padjajaran. Dari silsilah Sunan Gunung Jati, beliau merupakan anak dari Lara
Santang. Lara Santang sendiri merupakan anak dari Prabu Siliwangi dengan Nyai Subang
Larang. Ketika sang Ibu (Nyai Lara Santang) pergi memperdalam ilmu Agama Islam di
Gunung Ngamperan Jati, oleh sang guru Nyai Lara Santang diutus untuk berhaji. Di
Mekah inilah Nyai Lara Santang bertemu dengan Maulan Sultan Mahmud (Syarif
Abdullah), seorang bangsawan Arab dari Bani Hasyim. Dari pernikahannya ini lahirlah
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
Cara dakwah Sunan Gunung Jati dimulai ketika kepulangannya dari Arab Saudi ke Pulau
Jawa, dan menemui pamannya Raden Walasungsang atau Cakrabuana. Nah, cara dakwah
Sunan Gunung Jati ini pun terbilang unik karena beliau harus memainkan peran ganda.
Dimana ia sebagai ulama dengan gelar waliyullah serta mendapat gelar Sayidin
Panatagama atau dalam tradisi Jawa dianggap sebagai wakil Tuhan di Dunia (khalifah),
juga memerankan tokoh seorang raja.

5. Sunan Kudus
a.Riwayat dan Silsilah

Nama Asli Sunan Kudus: Ja’far Shadiq


Wilayah Dakwah Sunan Kudus: Kudus, Jawa Tengah
Peninggalan Sunan Kudus: Masjid Menara Kudus
Tahun Wafatnya: 1550 M
Makam Sunan Kudus: Kudus, Jawa Tengah

Ja’far Shodiq belajar agama dengan ayahnya sendiri. Selain belajar dengan ayahnya, Ja’far
Shodiq juga belajar kepada Kyai Telingsing dan Sunan Ampel. Kyai Telingsing merupakan
ulama China yang datang ke tanah Jawa bersama Cheng Hoo. Cheng Hoo merupakan
Laksamana Jendral dari China yang ingin menyebarkan agama Islam dan membuat tali
persaudaraan dengan orang Jawa.
Raden Ja’far Shodiq dapat mewarisi kepribadian orang China selama berguru dengan Kyai
Telingsing. Semenjak saat itu, Ja’far Shodiq memiliki kepribadian yang tekun dan disiplin
dalam meraih suatu keinginan. Salah satu keinginan Raden Ja’far Shodiq adalah berdakwah
menyebarkan agama Islam di tengah-tengah masyarakat yang masih beragama Hindu dan
Budha. Setelah selesai berguru dengan Kyai Telingsing, Raden juga berguru dengan Sunan
Ampel selama beberapa tahun di Surabaya.

b.Cara Berdakwah

1. Mendekati Masyarakat Hindu

Cara ini sangat sulit dilakukan karena masyarakat Hindu masih memegang teguh kepercayaan
mereka. Tapi cara ini tetap dilakukan agar Masyarakat Hindu masuk ke agama Islam. Sunan
Kudus mengajarkan toleransi yang tinggi dalam agama Islam kepada masyarakat Hindu.
Sehingga umat Hindu tertarik untuk masuk ke agama Islam. Ajaran toleransi tersebut adalah
menghormati sapi yang dikramatkan oleh umat Hindu. Selain itu, Sunan Kudus juga membangun
menara masjid yang hampir sama dengan bangunan candi Hindu.

2. Mendekati Masyarakat Budha

Setelah Masjid dibangun, Sunan Kudus membuat sebuah tempat wudhu yang berbentuk
pancuran sebanyak delapan buah. Setiap pancuran diberi arca Kebo Gumarang yang dihormati
umat Budha. Setelah umat Budha melihat arca tersebut, mereka penasaran dan masuk ke area
masjid. Setelah masuk ke masjid, mereka terpengaruh dengan penjelasan Sunan Kudus.
Akhirnya mereka masuk ke agama Islam.

3. Mengubah Inti Ritual Mitoni (Selametan)


Acara Selametan Mitoni merupakan acara yang sejak dulu disakralkan oleh masyarakat Hindu -
Budha. Inti dari acara Mitoni adalah bersyukur atas dikaruniai seorang anak. Namun,
masyarakat Hindu-Budha dulu tidak bersyukur kepada Allah SWT, melainkan kepada patung-
patung dan arca. Disinilah tugas Sunan Kudus untuk meluruskan inti dari acara tersebut. Sunan
Kudus tidak menghapus Selametan dalam kebiasaan masyarakat. Tapi, Sunan kudus
meluruskan acara mitoni menuju ke arah Islami.
6. Sunan Drajat

a. Riwayat dan Silsilah


Sunan Drajat adalah salah satu dari para wali yang berjasa menyebarkan
agama islam. Diperkirakan lahir pada tahun 1470 Masehi. Nama kecilnya
adalah Raden Qasim, kemudian mendapat gelar Raden Syarifudin. Beliau
juga diketahui mempunyai banyak nama antara lain Masaikh Munat,
Pangeran Kadrajat, Pangeran Syarifudin, Syekh Masakeh, Maulana Hasyim,
Raden Imam, Sunan Muryapada, dan Sunan Mahmud.
Sunan Drajat merupakan putra dari Sunan Ampel dari pernikahannya dengan
Nyi Ageng Manila alias Dewi Condrowati. Raden Qasim merupakan satu dari empat
bersaudara. Saudara-saudaranya antara lain adalah Sunan Bonang, Siti Muntisiyah (istri
Sunan Giri), Nyi Ageng Maloka (istri Raden Patah), dan seorang putri yang merupakan istri
Sunan Kalijaga.

b. Cara Berdakwah
Sunan Drajat terkenal akan kearifan dan kedermawanannya.
Ia menurunkan kepada para pengikutnya kaidah tak saling menyakiti , baik melalui
perkataan maupun perbuatan.

"Bapang den simpangi , ana catur mungkur", demikian petuahnya yang berarti :
Jangan dengarkan pembicaraan yang menjelek-jelakan orang lain , apalagi melakukan
perbuatan tersebut.
Zsjasmkw..
Sunan Drajat memperkenalkan Islam melalui kosep dakwah bil-hikmah , dengan cara-
cara bijak , tanpa memaksa.
Dalam menyampaikan ajarannya , Sunan Drajat menempuh 5 cara.

» Pertama , lewat pengajian secara langsung di masjid atau langgar.


» Kedua , melalui penyelenggaraan pendidikan di pesantren.
» Ketiga , memberi fatwa atau petuah dalam menyelesaikan suatu masalah.
» Keempat , melalui kesenian tradisional dengan kerap berdakwah lewat tembang yang
diiringi gamelan. Karena itu ia dikenal sebagai seorang wali pencipta tembang Mocopat
yakni Pangkur.
Sisa-sisa Gamelan Singo Mengkoknya kini tersimpan di Museum Daerah.
» Kelima , ia juga menyampaikan ajaran agama melalui ritual adat tradisional , asal
tidak bertentang dengan ajaran Islam.

Empat pokok ajaran Sunan Drajat dari sap tangga ketujuh yang terakhir adalah
1. Paring teken marang kang kalunyon lan wuta = Berikan tongkat kepada yang
terpeleset dan buta.
2. Paring pangan marang kang kaliren = Berikan makan kepada yang kelaparan.
3. Paring sandang marang kang kawudan = Berikan pakaian kepada yang telanjang.
4. Paring payung marang kang kodanan = Berikan payung kepada yang kehujanan.

Sunan Drajat sangat memperhatikan masyarakatnya.


Ia kerap berjalan mengitari perkampungan pada malam hari , sehingga penduduk
merasa aman dan terlindungi dari gangguan makhluk halus yang konon merajalela
selama dan setelah pembukaan hutan tersebut.
Ia juga sering mengobati warga yang sakit dengan ramuan tradisional dan doa.

Istri Sunan Drajat

Dalam beberapa naskah , Sunan Drajat disebut-sebut menikahi tiga perempuan.

1. Dewi Sufiyah putri Sunan Gunung Jati.


Menurut Babad Tjerbon bahwa sebelum sampai ke Lamongan , ia sempat dikirim
ayahnya untuk berguru mengaji kepada bekas murid ayahnya yaitu Sunan Gunung Jati
dan menikahi putrhnya.

2. Kemuning putri Mbah Mayang Madu , salah satu tokoh tetua yang pernah menolong
Sunan Drajat ketika terdampar di Jelak.Dan mungkin karena menikah dengan putri
Mbah Mayang Madu inilah , Sunan Drajat mendapat gelar dari Raden Patah dengan
sebutan Sunan Mayang Madu.

3. Retnayu Condrowati putri Adipati Kediri yang bernama Raden Suryadilaga. Peristiwa
itu diperkirakan terjadi pada tahun 1465.

Dalam Babad Tjerbon diceritakan, setelah menikah dengan Dewi Sufiyah , ia tinggal di
Kadrajat. Ia pun biasa dipanggil dengan sebutan Pangeran Kadrajat atau Pangeran
Drajat.

Di desa Drajat , terdapat sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Nur Drajat.
Naskah Badu Wanar dan Naskah Drajat mengkisahkan bahwa dari istri pertama yaitu
Dewi Sufiyah mendapat keturunan tiga anak.

1. Pangeran Rekyana atau Pangeran Tranggana.


2. Pangeran Sandi.
3. Dewi Wuryan.

Anda mungkin juga menyukai