Anda di halaman 1dari 9

Biografi Walisongo

Walisongo atau sembilan wali adalah intelektual yang dijadikan sebagai teladan
masyarakat ketika Islam baru masuk ke Indonesia. Ada 9 sunan yang tergabung dan
merupakan pendakwah agama Islam di pulau Jawa sekitar abad ke 14 M. Selain berdakwah,
sunan juga mengajarkan cara bercocok tanam, berdagang, seni dan budaya yang
mengandung unsur ajaran agama Islam. berikut adalah biografi walisongo yang akan kami
ulas secara lengkap.

Walisongo Sunan Gresik

 
Sunan Gresik memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim merupakan walisongo
pertama yang menyebarkan Islam di pulau Jawa. Sunan ini lahir di Campa (Kamboja) dan
ayahnya adalah seorang ulama besar di Maghrib yang bernama Barakat Zainul Alam. Sunan
memiliki beberapa nama sebutan lain seperti Syekh Maghribi atau Makhdum Ibrahim al-
Samarqandi dan Asmaraqandi.
Dwarawati. Bibinya adalah seorang putri negeri Champa yang menikah dengan
seorang raja Majapahit bernama Prabu Kertawijaya. Moh Limo merupakan dakwah yang
disampaikan Sunan Ampel dan sangat terkenal di masyarakat Jawa.
Moh Limo adalah dakwah yang dilakukan untuk memperbaiki berbagai kerusahakan
akhlak yang terjadi di dalam masyarakat Jawa. Moh Limo terdiri dari Moh Mabok (tidak
minum minuman keras), Moh Main (tidak berjudi, taruhan atau togel), Moh Madon (tidak
berzina, homo atau lesbian), Moh Madat (tidak mencuri) dan Moh Maling (tidak korupsi
atau mencuri serta lainnya).
Sunan Ampel juga sempat mendirikan sebuah masjid pada tahun 1479 M, yang dikenal
dengan masjid Agung Demak. Pesantrennya berada di Ampel Denta di kota Surabaya.
Makam Sunan Ampel juga terletak di kota Surabaya, Jawa Timur. Tepatnya berada di Jalan
Nyamplungan dan merupakan salah satu wisata religi yang ramai dikunjungi serta berada
di tengah kota.

Walisongo Sunan Bonang

Raden Maulana Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang lahir pada tahun 1465. Sunan
Bonang merupakan anak dari Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati. Bonang adalah
sebuah desa yang berada di wilayah kabuoaten Rembang. Nama Sunan Bonang diambil dari
kata Bong Ang, nama marga ayahnya yaitu Bong Swi Hoo atau Sunan Ampel.
Sunan Bonang sempat menimba ilmu sebelum kembali ke daerah Tuban dan mendirikan
sebuah pesantren. Cara berdakwah disesuaikan dengan budaya masyarakat pada saat itu,
yaitu kesenian. Masyarakat yang menyukai hiburan mendorong sunan untuk membuat alat
musik gamelan. Pertunjukan musik ini bertujan untuk menarik masyarakat agar tertarik
untuk belajar agama Islam.
Pesantren yang dibangun adalah basis untuk belajar agama Islam. Sunan Bonang juga aktif
berkeliling untuk berdakwah dengan alat musik. Cara berdakwah menggunakan alat musik
ini sangat menarik hati masyarakat pada saat itu. Beliau juga mempelajari kesenian
masyarakat Jawa seperti Bonang. Bonang merupakan alat musik yang mengeluarkan suara
merdu jika dipukul.
Setiap sunan melakukan pertunjukan, banyak masyarakat yang datang untuk menonton.
Setelah banyak masyarakat yang tertarik, sunan mulai menyelipkan ajaran agama Islam.
Keahliannya di bidang seni mampu menciptakan tembang yang berisi ajaran Islam.
Tembang tersebut juga disukai oleh masyarakat sehingga dipelajari secara tidak langsung
dan tanpa paksaan.
Sunan juga memiliki banyak ilmu yang diajarkan kepada murid-muridnya. Ilmu ini
merupakan cara yang digunakan untuk berdakwah. Sunan mengajarkan ilmu agar
muridnya dapat menghapal huruf hijaiyyah dan membaca Al-Qur’an. Salah satu ilmu yang
masih dilestarikan saat ini adalah Silat Tuhid Indonesia.
Tombo Ati adalah salah satu lagu ciptaan Sunan Bonang yang sangat terkenal hingga saat
ini. Makam Sunan Bonang dikatakan terdapat di tiga lokasi yaitu Tuban, Rembang dan
Pulau Bawean. Namun para ahli sejarah dan ulama setuju jika makam tersebut terletak di
Tuban. Tepatnya berada di sebelah barat masjid Agung kota Tuban, Jawa Timur.

Walisongo Sunan Derajat

 
Raden Qasim atau Sunan Drajat memiliki nama kecil Syarifuddin. Sunan Drajat
merupakan putra bungsu Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati. Sunan ini berdakwah
untuk menyebarkan agama Islam di Desa Paciran Lamongan. Awalnya sunan berdakwah di
pesisir pantai Gresik atas perintah ayahnya, namun akhirnya menetap di Lamongan.
Sebelum menetap di daerah tersebut, Sunan Derajat di antar oleh ayahnya (Sunan Bonang)
untuk meminta izin kepada sultan Demak. Sultan yang baik hati tersebut memberi izin dan
bahkan memberikan  tanah di daerah tersebut pada tahun 1486 H. Sunan ini terkenal
sebagai pendakwah yang berjiwa sosial tinggi, memperhatikan fakir miskin dan
mengutamakan kesejahteraan sosial.
Cara berdakwah yang dilakukannya menggunakan ajaran luhur dan tradisi lokal tanpa
paksaan. Sunan mengajarkan bahwa agama Islam merupakan agama yang empati dan
memiliki etos kerja. Etos kerja ini adalah kedermawanan dalam berbagai kegiatan. Beliau
mengajarkan tentang gotong royong, solidaritas, cara mengetaskan kemiskinan dan
berbagai usaha mencapai kemakmuran.
Makam Sunan Drajat terletak di Lamongan, Jawa Timur. Tepatnya di daerah Pacitan yang
dikelilingi perbukitan dan pepohonan luas. Di sekitar makam juga dibangun Museum
Sunan Derajat yang dapat dikunjungi dengan gratis. Museum berisi tentang sejarah dan
budaya untuk pendidikan, sehingga dapat dikunjungi dengan keluarga Anda.

Walisongo Sunan Kudus

Sunan Kudus lahir pada 9 September 1400 M atau 808 H di Palestina. Nama aslinya
adalah Ja’far Shadiq berasal dari Al-Quds Yerussalem, Palestina. Ayahnya bernama Raden
Usman Haji dan ibunya bernama Syarifah Ruhil. Sunan ini datang ke pulau Jawa bersama
ayah dan kakeknya, jadi bukan merupakan warga asli Kudus.
Ada juga cerita yang mengisahkan jika Sunan Kudus pendatang dari daerah Jipang Panolan
yaitu sebuah daerah di Blora Utara. Sunan ini belajar agama Islam melalui Sunan Ampel
dan Kyai Telingsing. Selama hidupnya Sunan Kudus banyak berperan dalam kerajaan Islam
Demak yaitu sebagai penasehat sultan Demak.
Awalnya Sunan Kudus merupakan seorang senopati kerajaan Demak yang hebat.
Beliau diketahui sebagai senopati yang menaklukkan kerajaan Majapahit. Hal ini membuat
kedudukan Ja’far Shadiq menjadi kuat dan disegani di kerajaan Demak. Namun beliau
meninggalkan kedudukan tersebut agar dapat hidup merdeka dan menyebarkan agama
Islam selama hidupnya.
Metode penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh sunan ini hampir sama
dengan Sunan Kalijaga. Persamaan ini dikarenakan Sunan Kudus memang belajar agama
Islam dengan Sunan Kalijaga. Cara berdakwah yang digunakan adalah dengan
mengapresiasi budaya kearifan lokal masyarakat daerah tersebut.
Saat itu sapi adalah hewan suci bagi agama Hindu dan Budha. Sunan Kudus mengajarkan
pengikutnya untuk tidak menyembelih sapi guna menghormati agama lain. Sunan
mengajarkan toleransi dalam beragama dalam berbagai bentuk seperti diatas. Sehingga
Sunan Kudus terkenal karena toleransinya dalam beragama dan berbudaya.
Makam Sunan Kudus berada di kota Kudus, Jawa Tengah. Tepatnya tidak jauh dari Masjid
Kudus dengan menara yang berbentuk mirip candi agama Hindu. Makam sunan ini juga
dapat dikunjungi sebagai salah satu wisata walisongo.

Walisongo Sunan Giri

Sunan Giri memiliki nama asli Raden Paku dan diberi nama Joko Samudro oleh ibu
yang menemukannya di lautan. Kelahiran Raden Paku dianggap kutukan oleh kakeknya
sehingga dibuang ke lautan. Ayahnya bernama  Syekh Maulana Ishaq yang merupakan
seorang ulama dari Gujarat. Ibunya bernama Dewi Sekardadu yang merupakan putri raja
Blambangan beragama Hindu.
Setelah dewasa, ibu angkat Sunan Giri membawanya ke Ampel Denta untuk belajar agama
Islam kepada Sunan Ampel. Saat Sunan Ampel mengetahui identitas asli Joko Samudro,
maka beliau dikirim untuk berdakwah ke daerah Pasai. Sunan berangkat dengan temannya
yaitu Sunan Bonang. Sunan Giri berdakwah melalui lagu dan permainan untuk
mendekatkan Islam pada anak-anak.
Sunan juga menciptakan tembang yang berisi pelajaran tentang ketauhitan yang
dikenal dengan jelungan atau jitungan. Sunan juga membangun sebuah pesantren yang
terdapat di kota Gresik, tepatnya di desa Sidomukti. Karena berada di tempat yang tinggi
maka sunan diberi nama Sunan Giri yang berarti dataran tinggi atau gunung.
Sunan mendirikan pesantren di daerah perbukitan Sisomukti, Kebomas, kota Gresik.
Pondok pesantren ini menjadi pesantren pertama yang didirikan di kota Gresik. Lokasi
pembangunan dipilih berdasarkan tafakkur yang dilakukan sunan. Tafakkur ini adalah cara
untuk meminta pertolongan Allah, dan lokasi pesantren ditunjukkan dengan sebuah
cahaya.
Setelah meninggal pada tahun 1506 M, Sunan Giri dimakamkan di kota Gresik.
Makamnya terletak di atas sebuah bukit pada daerah Kebomas, yaitu di Dusun Giri Gajah.
Desa Giri berada sekitar empat kilometer dari pusat kota Gresik. Makam ini sangat ramai
dikunjungi oleh wisatawan hingga saat ini.

Walisongo Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga memiliki nama asli Raden Said yang lahir pada tahun 1450. Ayahnya
adalah seorang adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta/ Raden Sahur. Nama
Kalijaga berasal dari sebuah desa di Cirebon. Sebelum menjadi sunan, Raden Said sering
berdiam diri di sungai desa. Dalam bahasa Jawa disebut dengan jogo kali dan akhirnya
menjadi Kalijaga.
Raden Said sangat peduli dan dekat dengan rakyat jelata. Sehingga ketika rakyat
berada dalam masa sulit, sunan mencuri untuk mereka. Hasil bumi yang dicuri tersebut
berasal dari gudang ayahnya yang akan disetorkan ke pemerintah pusat. Pemerintah saat
itu membuat rakyat membayar pajak tinggi untuk mengatasi pembangunan.
Saat malam tiba Raden Said membagikan hasil curiannya secara sembunyi-sembunyi
kepada rakyat miskin. Namun perbuatan tersebut ketahuan oleh ayahnya. Setelah bebas
dari ayahnya, Raden Said kembali mencuri ke orang kaya pelit luar istana. Hingga dijebak
dan diusir oleh ayahnya dari daerah tersebut. Dari sinilah kemudian Raden Said betemu
dan berguru dengan Sunan Bonang.
Sunan Kalijaga memiliki perbedaan yang menonjol dari segi berpakaian. Sunan
berpakaian layaknya masyarakat Jawa, seperti menggunakan baju hitam dan blangkon.
Metode dakwah yang digunakan adalah dengan kesenian dan kebudayaan. Kesenian
tersebut seperti seni suara, seni ukir, wayang dan gamelan. Beberapa tembang ciptaan
sunan yang terkenal adalah Lir Ilir dan Gundul Pacul.
Sunan Kalijaga sangat terkenal dibanding sunan lainnya. Hal ini karena beliau
memiliki banyak ilmu dan kecerdasan. Sunan Kalijaga menguasai banyak ilmu yang
didapatkan dari Sunan Bonang. Ilmu tersebut dipercaya sangat bermanfaat untuk
membawa rejeki, kewibawaan dan perlindungan. Saat ini banyak yang mengunjungi
makam sunan untuk mendapatkan ilmu-ilmu tersebut.
Sunan Kalijaga dimakamkan di desa Kadilangu, kota Demak, Jawa Tengah. Makam
merupakan salah satu tempat wisata religi yang banyak dikunjungi.  Saat bulan puasa
makam hanya buka hingga hari Jumat saja. Bagi Anda yang menginginkan ilmu sunan,
sebaiknya gunakan untuk berbagai kegaitan positif.
Walisongo Sunan Muria

Nama  Sunan Muria diberikan sesuai dengan tempat tingganya, yaitu lereng Gunung
Muria. Raden Umar Said adalah nama asli sunan tersebut. Ayahnya adalah Sunan Kalijaga,
oleh sebab itu cara berdakwahnya menggunakan metode yang sama. Metode tersebut
adalah dengan kesenian dan kebudayaan masyarakat Jawa.
Sunan Muria menyebarkan ajaran agama Islam di daerah sekitaran Gunung Muria. Tempat
tinggalnya berada di atas puncak gunung disebuah desa bernama Colo. Untuk berdakwah,
beliau lebih sering ke tempat terpencil yang jauh dari kota. Sunan juga mengajarkan
masyarakat cara bercocok tanam yang baik, cara berdagang dan cara melaut.
Wilayah dakwah meliputi lereng dan gunung Muria. Selain itu wilayah dakwahnya
diperluas hingga ke daerah Tayu, Juwana dan Kudus. Sunan Muria, keluarganya dan
pengikutnya terkenal memiliki kondisi fisik yang kuat. Mereka mampu naik turun gunung
yang memiliki tinggi sekitar 750 meter, untuk melakukan perluasan wilayah dakwah.
Gemelan dan wayang adalah kesenian yang sering digunakan sunan untuk berdakwah.
Beliau juga menciptakan tembang-tembang yang berisi amalan agama Islam dan dikenal
dengan topo ngeli. Sunan ini dikenal cerdas karena selain berdakwah juga mampu
memberikan penyelesaian terhadap bermacam masalah dalam masyarakat.
Metode dakwah Sunan Muria cukup moderat hingga mampu masuk ke barbagai tradisi
masyarakat Jawa. Contohnya adat kenduri yang dilakukan setelah kematian diganti dengan
nelong dino (tiga harian) sampai nyewu (seratus harian). Masyarakat juga sangat gemar
membakar kemenyam dan memberi sesaji pada saat itu, namun diganti dengan
bersholawat dan berdoa.
Setelah wafat, Sunan Muria dimakamkan di puncak gunung Muria, utara kota Kudus.
Untuk mencapai ke makam, Anda harus melewati 700 anak tangga. Makamnya berada
persis di belakang masjid dengan nama Masjid Muria.
Walisongo Sunan Gunung Jati
Syarif Hidayatullah adalah nama asli Sunan Gunung Jati lahir pada tahun 1448 M.
Sunan merupakan cucu dari Prabu Siliwangi dan ayahnya adalah seorang raja di Mesir. Saat
dewasa sunan di daulat untuk menggantikan ayahnya, namun beliau menolak dan kembali
ke pulau Jawa untuk berdakwah. Syaifah Muda’imah adalah ibunya yang kembali bersama
ke pulau Jawa.
Metode dakwah yang disampaikannya cenderung menggunakan cara Timur Tengah
yang mendekati masyarakat dengan lugas. Saat berusia 25 tahun beliau sudah terkenal
sebagai ulama dan pemimpin yang adil serta bijaksana seperti ilmu kedokteran, bahasa dan
strategi. Penyebaran wilayah dakwahnya adalah sekitaran daerah Cirebon.
Sunan berhasil memuslimkan ribuan prajuritnya dan prajurit Cina. Beliau juga menikahi
seorang putri Cina yang bernama Nyi Ong Tin. Pada tahun 1487, Sunan Gunung Jati
diangkat menjadi seorang sultan di Cirebon. Sunan memiliki pergaulan yang luas dengan
walisongo lainnya. Saat menjadi sultan di Cirebon, hubungan dengan Cina semakin erat.
Sunan mengajarkan gerakan salat yang memiliki manfaat yang sama dengen terapi
akupuntur ringan. Akupuntur pernah dipelajari ketika sunan mengembara ke Cina.
Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1569, tepatnya tanggal 19 September. Usianya
mencapai 121 dan dimakamkan di gunung Sembung. Gunung ini berada di desa Astana,
Cirebon. Makamnya juga merupakan salah satu wisata religi yang banyak dikunjungi
masyarakat hingga saat ini.

Anda mungkin juga menyukai