Anda di halaman 1dari 10

WALISONGO

Sunan Gunung Jati

Nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah yang kemudian digelari dengan Sunan Gunung
Jati, beliau lahir pada tahun 1448 / 1450 dan wafat pada tahun 1569 Masehi, ayah beliau
bernama Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar (musafir dari Gujarat yang hijrah
ke jawa), terkenal dengan nama Syekh Maulana Akbar dan ibunya yaitu Nyai Rara Santang
(Putri Prabu Siliwangi). Makam beliau terletak di Gunung Sembung, Desa Astana, Kec. Gunung
Jati, Kab. Cirebon, Jawa BaratKeterangan Lain menyebutk beliau termasuk keturunan ke 23 dari
Nabi Muhammad SAW

Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir.
Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan
atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kesultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai
Kesultanan Pakungwati. Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya wali songo
yang memimpin pemerintahan. Beliau memutuskan untuk berdakwah disana serta membangun
pondok untuk mengajarkan ilmu agama islam pada masyarakat sekitar. Karena beliau orang
timur tengah, maka metode penyampaian agamanya diajarkan secara lugas khas timur tengah.

Namun karena beliau juga sadar dengan kondisi masyarakat jawa, maka digunakanlah pengantar
menggunakan musik gamelan. Cara ini mirip dengan cara yang dipakai oleh sunan-sunan
sebelumnya. Tujuannya agar masyarakat mudah tertarik dengan dakwah dan sekaligus sebagai
media komunikasi antar masyarakat. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun
infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.Pada usia 89 tahun, wali
songo Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah.
Sunan Kali Jaga

Nama asli beliau yaitu Raden said, dan masyarakat memanggilnya dengan sebutan Sunan
Kalijogo, beliau lahir sekitar tahun 1450, namun mengenai wafatnya tidak ada sumber
menyebutkannya mengenai waktunya. Nama ayahnya bernama Tumenggung Wilwatikta
(Adiapti Tuban), dan dari keturuanan ibu tidak ada yang menyebutkan siapa ibu beliau. Makam
beliau terletak di Desa Kadilangu, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Dalam menyebarkan agama
Islam beliau Terkenal menggunakan kesenian sebagai media dakwah, (Wayang dan Suluk)
Pencipta lagu lir ilir dan gundul-gundul pacul. Beberapa muridnya yang terkenal adalah Sunan
Bayat (Klaten), Sunan Geseng (Kediri), Syekh Jangkung (Pati) dan Ki Ageng Selo
(Demak)Dalam dakwah, Sunan Kalijaga punya pola yang sama dengan gurunya, Sunan Bonang.
Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan
semata)..Maka ajaran salah satu anggota wali songo ini terkesan sinkretis dalam mengenalkan
Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana
dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada,
lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua
beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.

Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam
melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen,
Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya).

Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak. Peninggalan dari Sunan


Kalijaga adalah seni ukir, wayang, gamelan dan suluk. Tembang suluk lir-Ilir dan Gundul-
Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya.
Sunan Kudus.

Nama Asli belua adalah Ja’far Shodiq dan kemudia dipanggil dengan panggilan Sunan
Kudus. Beliau wafat pada tahun 1550 Masehi dan Beliau dimakamkan di Kota Kudus, Jawa
Tengah Ayah beliau bernama Raden Usman Haji (Sunan Ngudung) dan ibu bernama Syarifah
Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti
Sunan Ampel. Beliau dimakamkan di Kota Kudus, Jawa Tengah. Beliau termasuk Keturunan ke
24 Dari Nabi Muhammad SAW dan Pernah menjadi panglima perang kerajaan demak Dalam
berdakwah, Sunan Kudus memakai metode yang sama dengan Sunan Kali Jaga. Yakni memakai
budaya setempat yang disisipi nilai islam di tengah budaya Hindu. Oleh karena itu Sunan Kudus
mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha.
Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan
wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan
Sunan Kudus.Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan
tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di
halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah
mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi
betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk
menyembelih sapi.Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut
disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah
pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah.
Dengan begitulah salah satu anggota wali songo ini menarik masyarakatnya.
Sunan Muria

Nama Aslinya Raden Umar Said, menenai kapan lahir dan wafatnya tidak ada sumber
yang sahih menyebutkannya, akan tetapi dimana dimakamkannya beliau dimakamkan Gunung
Muria, Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Beliau termasuk
keturunan Sunan Kalijaga dan sunan kalijaga sendiri sebagai ayahandanya dengan ibunya
bernama Dewi Sarah (Adik Sunan Giri) binti Maulana Ishaq. Beliau Terkenal sangat dekat
dengan rakyat jelata

Jawa tengah sebagai pusat dakwahnya. Sedangkan jalur dakwah beliau meyebar sampai
ke Jepara, Tayu, Juana, sekitar Kudus dan Pati. Rata-rata di seputaran pedesaan, gunung dan
pesisir pantai. Sunan Muria lebih suka dan akrab dengan rakyat jelata. Karena menurut beliau
rakyat jelata adalah kelompok masyarakat yang paling banyak jumlahnya dan juga mau
menerima pengetahuan baru. Sehingga selain mengajarkan ilmu agama, Sunan Muria juga
mengajarkan ilmu bercocok tanam, berdagang dan melaut sesuai kepandaiannya. Sedangkan
untuk menarik minat masyarakat untuk memelajari agama digunakan media tembang, yang
paling terkenal adalah tembang Sinom dan Kinanti.

Selain itu, Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik
internal di Kesultanan Demak (1518-1530), ia salah satu anggota wali songo yang dikenal
sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah serumit apapun itu. Solusi
pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria
berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati.

Peninggalan dari Sunan Muria sendiri adalah Masjid Muria dan budaya kenduri mendo’akan
orang yang meninggal setelah di kubur. Ada nelung dinani/3 hari, mitung diani/7hari,
Matangpuluhi/40 hari, nyatus/100 hari, mendhak pisan, mendhak pindho, nyewu/1000 hari.
Sunan Bonang

Nama Aslinya adalah Raden Makdum Ibrahim yang dipanggil dengan kanjeng Sunan
Bonang. Lahir beliau pada tahun 1465 Masehi dan wafatnya pada tahun 1525 M dan
dimakamkan di Tuban, Jawa Timur. Ayah beliau adalah Sunan Ampel dan ibunya Nyai Ageng
Manila (Putri Addiapti Tuban Arya Teja). Keterangan menyebutkan beliau Merupakan
keturunan ke 23 dari Nabi Muhammad SA Sunan Bonang memutuskan untuk belajar agama di
Malaka, tepatnya di daerah Pasai.Setelah selesai menimba ilmu di sana, beliau pulang ke Tuban
dan mendirikan pondok di tanah kelahiran ibunya tersebut. Karena karakteristik masyarakat di
Tuban yang senang terhadap hiburan, maka Sunan Bonang membuat alat musik gamelan untuk
menarik minat orang untuk belajar islam. Jadi di sela-sela pertunjukan musik diselingi dengan
dakwah. Seperangkat gemlan tersebut disebut dengan Bonang. Bonang adalah sejenis kuningan
yang ditonjolkan dibagian tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak timbulah
suara yang merdu di telinga penduduk setempat.

Setiap Raden Makdum Ibrahim membunyikan Bonang pasti banyak penduduk yang
datang ingin mendengarnya. Dan tidak sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan
Bonang sekaligus melagukan tembang-tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim. Begitulah
siasat Raden Makdum Ibrahim yang dijalankan penuh kesabaran. Setelah rakyat berhasil direbut
simpatinya tinggal mengisikan saja ajaran agama Islam kepada mereka. Tembang-tembang yang
diajarkan Raden Makdum Ibrahim adalah tembang yang berisikan ajaran agama Islam. Sehingga
tanpa terasa penduduk sudah mempelajari agama Islam dengan senang hati, bukan dengan
paksaan. Beliau juga adalah Pengarang tembang tombo ati
Sunan Derajat

Nama Aslinya Raden Qosim dilahirkan pada tahun 1470 M yang kemudian wafat pada
tahun 1522 M. beliau juga termasuk anak dari Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila (Putri
Addiapti Tuban Arya Teja). Makam beliau ada di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Kab.
Lamongan, Jawa Timur dan beliau Merupakan keturunan ke 23 dari Nabi Muhammad SAW,
Pencipta tembang Macapat Pangkur. Sunan Drajat memutuskan untuk mendirikan pondok di
daerah Daleman Duwur, tepatnya di Desa Drajat, Paciran, Lamongan dikarenakan muridnya
semakin banyak. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran
masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Di sana beliau mendapatkan ide untuk
menyelipkan ajaran agama melalui suluk yang pernah dipelajarinya di tempat Sunan Muria.
Suluk yang sering disampaikan pada murid-muridnya adalah “Suluk Petuah”. Dalam suluk
tersebut ada beberapa pesan-pesan yang ditanamkan dalam diri manusia, khususnya ajaran untuk
menolong sesama manusia. Salah satu kutipan di dalamnya adalah “Wenehono teken marang
wong kang wuto (berilah tongkat pada orang buta). Wenehono mangan marang wong kang luwe
(berilah makanan pada orang yang lapar). Wenehono busono marang kang wudo (berilah
pakaian pada orang yang telanjang). Wenehono ngiyup marang wong kang kudanan (berilah
tempat berteduh pada orang yang kehujanan)”.

Masih ada beberapa suluk lain yang juga menjadi peninggalan dari Sunan Drajat tetapi yang
terkenal adalah Suluk Petuah di atas. Hingga saat ini suluk-suluk Sunan Drajat masih diajarkan
di pondok-pondok kuno di tanah Jawa.

Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok
pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin. Tembang macapat
Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di
Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat pada 1522.
Sunan Gresik

Nama Aslinya adalah Maulana Malik Ibrahim lahir di Samarkandy (Asia Tengah) awal
abad 14 dari Maulana Jumadil Kubro (Keturunan ke 10 dari Husein / Cucu Nabi Muhammad
SAW) dan wafat pada tahun 1419 Masehi kemudian dimakamkan di Desa Gapuro Wetan, Kota
Gresik, Jawa Timur. Menurut keterangan beliau Merupakan keturunan ke 22 dari Nabi
Muhammad SAW dan juga Merupakan Walisongo paling tua / pertama.

Dasar perjuangan utama beliau adalah menghilangkan sistem kasta yang ada di masyarakat,
karena semua manusia di mata Allah itu sama, hanya yang membedakan adalah amal ibadahnya
saja. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat yang
kebanyakan dari golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik
Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang
saudara. Sehingga masyarakat yang sedang kesulitan ekonomi mulai terbantu dan perlahan ingin
mempelajari islam.

Kemudian ia membangun pondok tempat belajar agama Islam di Leran, Gresik, Karena semakin
banyaknya orang yang ingin belajar Islam. Beliau mengajar ilmu agama hingga akhir hayatnya
dan wafat pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal 822 Hijriah dan dimakamkan di desa Gapura
Wetan, Gresik, Jawa Timur. Sunan Gresik mewariskan peninggalan berupa Masjid Malik
Ibrahim, Leran, Gresik.
Sunan Giri.

Nama Aslinya adalah Raden Paku / Raden Ainul Yaqin lahir di Blambangan, 1442 M.
Ayah beliau adalah Maulana Ishak dan ibunya Dewi Sekardadu, (Putri Prabu Menak Sembuyu,
Raja Blambangan), beliau Wafat pada tahun1506 M dan dimakamkan di Desa Giri, Kecamatan
Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur . beliau Merupakan keturunan ke 23 dari Nabi
Muhammad SAW dan Pencipta mainan cublak-cublak suweng

Setelah lama di Pasai beliau kembali ke Blambangan. ia membuka pesantren di daerah


perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia
dijuluki Sunan Giri. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Beliau dikenal sebagai guru yang
menyampaikan dakwah melalui keceriaan. Buktinya adalah dakwahnya disisipkan dalam lagu
permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi
Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat
dengan ajaran Islam.Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di zaman wali
songo. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai
penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak.
Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin
tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang
penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan
Amangkurat II pada Abad 18.Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam
yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Ternate, hingga Nusa
Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah
murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.

Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang
pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Peninggalan Sunan Giri adalah Masjid Giri, Giri
Kedaton dan Telogo Pegat.
Sunan Ampel

Nama Aslinya adalah Raden Rahmad yang kemudian digelari dengan pangggilan Sunan
Ampel lahir di Champa (Kamboja) 1401 Masehi dari ayah yaitu Sunan Gresik / Maulana Malik
Ibrahim dan ibu beliau adalah Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir Dari Dinasti
Ming. Beliau wafat pada tahun 1481 M dan makam beliau ada di Sebelah Barat Masjid Sunan
Ampel, Desa Ampel, Kota Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan keturunan ke 22 dari Nabi
Muhammad SAW, Beliaulah yang mengenalkan istilah Molimo (moh main, moh ngombe, moh
maling, moh madat, moh madon), 2 Orang muridnya yang sangat terkenal yaitu mbah sholeh
(Penjaga Masjid Ampel yang makamnya ada 9) dan mbah bolong (Melubangi pengimaman
untuk melihat ka’bah/arah kiblat dalam pembangunan Masjid Ampel)

Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan
Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk
muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan
Demak tahun 1475 M. Kemudian Sunan Ampel mendirikan pondok di Ampel Denta yang
berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit.

Di sana beliau mendirikan pondok untuk memfasilitasi orang-orang yang ingin belajar agama
Islam dan berkonsultasi. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan
Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah
Nusantara bahkan mancanegara. Selain itu pesantren tersebut juga merupakan salah satu pusat
penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Sunan Ampel mengajarkan konsep perbaikan akhlak
dan moral yang dikenal dengan falsafah “Moh Limo”. Moh artinya tidak/menolak, dan limo
artinya lima.
KLIPING WALISONGO

DISUSUN OLEH :

NAMA : SABIQOTUL KHUSNA


KELAS : 6 (ENAM)
NO : 10

MI MA’ARIF SUMUR ARUM


TAHUN AJARAN 2018/2019

Anda mungkin juga menyukai