Anda di halaman 1dari 40

PENYIMPANGAN SOSIAL

1. Pengertian Penyimpangan Sosial


Penyimpangan sosial atau perilaku menyimpang, sadar atau tidak
sadar pernah kita alami atau kita lakukan. Penyimpangan sosial dapat
terjadi dimanapun dan dilakukan oleh siapapun. Sejauh mana
penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala luas atau sempit
tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan dalam
masyarakat.Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak sesuai
dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat atau dengan kata lain penyimpangan (deviation) adalah
segala macam pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri
(conformity) terhadap kehendak masyarakat.
Definisi-definisi penyimpangan sosial:
a. W. Van Der Zanden:
Penyimpangan perilaku merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar
orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi.
b. Robert M. Z. Lawang:
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari
norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari
mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku
menyimpang.

Penyimpangan dibagi menjadi dua bentuk:


1). Penyimpangan Primer (Primary Deviation)
Penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku
masih dapat diterima masyarakat. Ciri penyimpangan ini bersifat
temporer atau sementara, tidak dilakukan secara berulang-ulang dan
masih dapat ditolerir oleh masyarakat.
Contohnya:
- menunggak iuran listrik, telepon, BTN dsb.
- melanggar rambu-rambu lalu lintas.
- ngebut di jalanan.

2). Penyimpangan Sekunder (secondary deviation)


Penyimpangan yang berupa perbuatan yang dilakukan seseorang
yang secara umum dikenal sebagai perilaku menyimpang. Pelaku
didominasi oleh tindakan menyimpang tersebut, karena merupakan
tindakan pengulangan dari penyimpangan sebelumnya. Penyimpangan ini
tidak bisa ditolerir oleh masyarakat.
Contohnya:
- pemabuk, pengguna obat-obatan terlarang.
- pemerkosa, pelacuran.
- pembunuh, perampok, penjudi.

2. Faktor-faktor Penyimpangan Sosial


a. Menurut James W. Van Der Zanden
Faktor-faktor penyimpangan sosial adalah sebagai berikut:
1). Longgar/tidaknya nilai dan norma.
Ukuran perilaku menyimpang bukan pada ukuran baik buruk atau
benar salah menurut pengertian umum, melainkan berdasarkan ukuran
longgar tidaknya norma dan nilai sosial suatu masyarakat. Norma dan
nilai social masyarakat yang satu berbeda dengan norma dan nilai sosial
masyarakat yang lain.
Misalnya: kumpul kebo di Indonesia dianggap penyimpangan,di
masyarakat barat merupakan hal yang biasa dan wajar.

2). Sosialisasi yang tidak sempurna.


Di masyarakat sering terjadi proses sosialisasi yang tidak
sempurna,sehingga menimbulkan perilaku menyimpang.
Contoh:
di masyarakat seorang pemimpin idealnya bertindak sebagai
panutan atau pedoman,menjadi teladan namun kadangkala terjadi
pemimpin justru memberi contoh yang salah, seperti melakukan KKN.
Karena masyarakat mentolerir tindakan tersebut maka terjadilah
tindak perilaku menyimpang.

3). Sosialisasi sub kebudayaan yang menyimpang.


Perilaku menyimpang terjadi pada masyarakat yang memiliki nilainilai sub kebudayaan yang menyimpang, yaitu suatu kebudayaan khusus
yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan
pada umumnya.
Contoh:
Masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh, masalah etika dan
estetika kurang diperhatikan, karena umumnya mereka sibuk dengan
usaha memenuhi kebutuhan hidup yang pokok (makan), sering cekcok,
mengeluarkan kata-kata kotor, buang sampah sembarangan dsb. Hal itu
oleh masyarakat umum dianggap perilaku menyimpang.
b. Menurut Casare Lombroso
Perilaku menyimpang disebabkan oleh faktor-faktor:
1). Biologis
Misalnya orang yang lahir sebagai pencopet atau pembangkang. Ia
membuat penjelasan mengenai si penjahat yang sejak lahir.
Berdasarkan ciri-ciri tertentu orang bisa diidentifikasi menjadi
penjahat atau tidak. Ciriciri fisik tersebut antara lain: bentuk muka,
kedua alis yang menyambung menjadi satu dan sebagainya.
2). Psikologis
Menjelaskan sebab terjadinya penyimpangan ada kaitannya
dengan
kepribadian retak atau kepribadian yang memiliki kecenderungan untuk
melakukan penyimpangan. Dapat juga karena pengalaman traumatis yang
dialami seseorang.
3). Sosiologis
Menjelaskan sebab terjadinya perilaku menyimpang ada kaitannya
dengan

sosialisasi yang kurang tepat. Individu tidak dapat menyerap normanorma


kultural budayanya atau individu yang menyimpang harus belajar
bagaimana melakukan penyimpangan.

3. Penyimpangan Individual (Individual Deviation)


Penyimpangan individual merupakan penyimpangan yang dilakukan

oleh
seseorang yang berupa pelanggaran terhadap norma-norma suatu
kebudayaan
yang telah mapan. Penyimpangan ini disebabkan oleh kelainan jiwa
seseorang
atau karena perilaku yang jahat/tindak kriminalitas.
Penyimpangan yang bersifat individual sesuai
penyimpangannya
dapat dibagi menjadi beberapa hal, antara lain:

dengan

kadar

a. Tidak patuh nasihat orang tua agar mengubah pendirian yang kurang
baik,
penyimpangannya disebut pembandel.

b. Tidak taat kepada peringatan orang-orang yang berwenang di


lingkungannya,
penyimpangannya disebut pembangkang.
c. Melanggar norma-norma umum yang berlaku, penyimpangannya
disebut
pelanggar.
d. Mengabaikan norma-norma umum, menimbulkan rasa tidak
aman/tertib,
kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya, penyimpangannya
disebut
perusuh atau penjahat.
Apakah Anda pernah melakukan penyimpangan individual? Semoga tidak!
Namun kadangkala karena kekhilafan kita sebagai manusia biasa
penyimpangan
individual itu pernah kita lakukan. Bagaimana kalau hal itu terjadi?
Tentu Anda
akan minta maaf pada lingkungan Anda dan berjanji untuk tidak
mengulangi
kembali perbuatan itu, bukan?

4. Kategori Penyimpangan Individual


Yang termasuk dalam tindak penyimpangan individual antara lain:
a. Penyalahgunaan narkoba
Merupakan bentuk penyelewengan terhadap nilai, norma sosial dan
agama.
Contoh pemakaian obat terlarang/narkoba antara lain:
- Narkotika (candu, ganja, putau)
- Psikotropika (ectassy, magadon, amphetamin)

- Alkoholisme.
b. Proses sosialisasi yang tidak sempurna.
Apabila seseorang dalam kehidupannya mengalami sosialisasi yang

tidak
sempurna, maka akan muncul penyimpangan pada perilakunya.

Contohnya:
seseorang menjadi pencuri karena terbentuk oleh lingkungannya
yang banyak melakukan tidak ketidakjujuran, pelanggaran, pencurian
dan
sebagainya.

c. Pelacuran
Pelacuran dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan menyerahkan
diri kepada
umum untuk dapat melakukan perbuatan sexual dengan mendapatkan
upah.
Pelacuran lebih disebabkan oleh tidak masaknya jiwa seseorang atau
pola
kepribadiannya yang tidak seimbang. Contoh: seseorang menjadi pelacur
karena mengalami masalah (ekonomi, keluarga dsb.)
d. Penyimpangan seksual
Adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan seseorang.
Beberapa
jenis penyimpangan seksual:

- Lesbianisme dan Homosexual


- Sodomi
- Transvestitisme
- Sadisme
- Pedophilia
- Perzinahan
- Kumpul kebo
e. Tindak kejahatan/kriminal
Tindakan yang bertentangan dengan norma hukum, sosial dan
agama. Yang
termasuk ke dalam tindak kriminal antara lain: pencurian, penipuan,
penganiayaan, pembunuhan, perampokan dan pemerkosaan.
f. Gaya hidup
Penyimpangan dalam bentuk gaya hidup yang lain dari perilaku
umum atau
biasanya. Penyimpangan ini antara lain:
- Sikap arogansi
Kesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti kepandaian,
kekuasaan, kekayaan dsb.
- Sikap eksentrik
Perbuatan yang menyimpang dari biasanya, sehingga dianggap aneh,
misalnya laki-laki beranting di telinga, rambut gondrong dsb.
Bagaimana, apakah Anda telah paham seluruh kategori penyimpangan
individual? Semoga. Namun bila ada yang sulit catatlah hal-hal yang
belum Anda
pahami tersebut sebagai bahan diskusi atau pertanyaan pada saat tatap
muka.
Dengan demikian kita bisa melanjutkan belajarnya dengan bahasan
penyimpangan kolektif berikut ini:

5. Penyimpangan Kolektif (Group Deviation)


Penyimpangan kolektif yaitu: penyimpangan yang dilakukan secara
bersamasama
atau secara berkelompok.
Penyimpangan ini dilakukan oleh sekelompok orang yang beraksi secara
bersama-sama (kolektif). Mereka patuh pada norma kelompoknya yang
kuat dan
biasanya bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku.
Penyimpangan
yang dilakukan kelompok, umumnya sebagai akibat pengaruh
pergaulan/teman.
Kesatuan dan persatuan dalam kelompok dapat memaksa seseorang ikut
dalam
kejahatan kelompok, supaya jangan disingkirkan dari kelompoknya.
Penyimpangan yang dilakukan secara kelompok/kolektif antara lain:
a. Kenakalan remaja
Karena keinginan membuktikan keberanian dalam melakukan halhal yang
dianggap bergengsi, sekelompok orang melakukan tindakan-tindakan
menyerempet bahaya, misalnya kebut-kebutan, membentuk geng-geng
yang
membuat onar dsb.

b. Tawuran/perkelahian pelajar
Perkelahian antar pelajar termasuk jenis kenakalan remaja yang

pada
umumnya terjadi di kota-kota besar sebagai akibat kompleknya
kehidupan di
kota
besar.
Demikian
juga
tawuran
yang
terjadi
antar
kelompok/etnis/warga
yang akhir-akhir ini sering muncul. Tujuan perkelahian bukan untuk
mencapai
nilai yang positif, melainkan sekedar untuk balas dendam atau pamer
kekuatan/unjuk kemampuan.
c. Penyimpangan kebudayaan
Karena ketidakmampuan menyerap norma-norma kebudayaan
kedalam
kepribadian masing-masing individu dalam kelompok maka dapat terjadi
pelanggaran terhadap norma-norma budayanya. Contoh: tradisi yang
mewajibkan mas kawin yang tinggi dalam masyarakat tradisional banyak
ditentang karena tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman.
BERITA TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL
Kasus Penyimpangan Sosial
BANJARMASINPOST.CO.ID, KANDANGAN - Suasana Desa Garis
Bangkau, Kandangan, mendadak mencekam akibat amukan seorang
penumpang colt L-300 yang emosi karena diturunkan sopir, Kamis
(2/9/2010) pukul 22.00 Wita.
Ulah penumpang yang masih tak diketahui namanya itu, menyulut

kemarahan warga Desa Garis. Puluhan warga berdatangan mau


menghakimi pelaku yang sempat menangtang warga dengan
mengacungkan senjata tajam.
Ketika suasana memanas, tokoh masyarakat setempat langsung
mengamankan pelaku ke rumah ketua RT setempat. Namun, warga yang
telanjur emosi tetap ngotot meminta agar pelaku diserahkan untuk
dihakimi beramai-ramai.
Warga terus berdatangan sehingga suasana semakin memanas. Mereka
mengepung rumah ketua RT tempat penumpang pembuat onar tersebut
diamankan.
Aparat desa kemudian menghubungi pihak berwajib terdekat untuk
mengamankan penumpan tersebut. Namun, upaya polisi mengevakuasi
pelaku mengalami kesulitan karena warga merengsek mendekat ingin
mengeroyok pelaku.
Sekitar tiga jam melakukan negosiasi dengan warga, Jumat (3/9/2010)
sekitar pukul 02.00 Wita dini hari, penumpang tersebut berhasil
dievakuasi dan diamankan ke Mapolres HSS. Setelah berhasil
dievakuasi, penumpang itu tetap mengamuk dan berteriak-teriak
menentang warga.
Informasi yang dihimpun, peristiwa tersebut bermula dari adanya
cekdok antara Sahdan yang sopir colt jurusan Banjarmasin- Nagara
dengan salah seorang penumpangnya.
Ketika sampai di Desa Garis, Bangkau, Kandangan, Sahdan menurunkan
penumpang tersebut dan memintanya melanjutkan perjalanan ke Nagara
menggunakan angkutan lain.
Diduga tak terima diturunkan, penumpang itu marah dan meminta

kembali ongkos sebesar Rp 23 ribu yang telah dibayarkan kepada


Sahdan. Lelaki itu berdalih uang itu untuk melanjutkan perjalanan naik
ojek ke Nagara. Namun, Sahdan menolak mengembalikan karena uang
yang dibayarkan penumpang itu kurang dari ongkos semestinya.
Penumpang itu tetap ngotot dan minta uangnya dikembalikan, sehingga
terjadilah perang mulut antara keduanya. Kejadian itu menarik
perhatian warga Desa Babaris.
Melihat warga berdatangan sang penumpang malah ancam menyerang
warga dengan senjata tajam yang dibawanya. Hal itulah yang membuat
emosi warga tersulut, sehingga ramai-ramai ingin menghakiminya.
Wakapolres HSS Kompol Asep Hidayat melalui Kasat Reskrim Polres
HSS AKP Ade Adrian membenarkan pihaknya mengamakan penumpang
yang nyaris dihakimi warga tersebut.
"Penumpang itu diamankan di Mapolres HSS. Kita masih belum
mengetahui namanya, sebab dia masih ngamuk-ngamuk dan teriak-teriak
tak bisa dimintai keterangan. Tetapi yang pasti dia orang Nagara,"
tandas Ade.

PENGGUNA NARKOBA
JAMBI Provinsi Jambi menjadi lahan subur peredaran narkoba.
Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN), Jambi masuk peringkat
enam besar di Indonesia sebagai daerah pengguna narkoba. Data
tersebut diperoleh dari hasil penelitian (survei) BNN bersama
Universitas Indonesia (UI) dengan sample usia produktif 10-59 tahun.
Sampai akhir Maret 2011 ini, pengguna narkoba di Jambi tercacat
sebanyak 50.420 orang. Angka tersebut naik tajam dari 44.627

pengguna pada tahun 2008. Dalam kurun waktu dua tahun saja, kenaikan
pengguna narkoba di Jambi mencapai 5.793 orang.
Data tahun 2008, urutan pertama pengguna narkoba ditempati adalah
DKI Jakarta, yakni 286.494 pengguna dengan populasi usia produktif
10-59 mencapai 6.980.700 jiwa. Lalu disusul DI Yogyakarta dengan
jumlah pengguna 68.980 (populasi 2.537.100) jiwa. Di urutan ketiga
Maluku dengan jumlah pengguna 25.302 orang dari populasi penduduk
produktif 968.900 jiwa.
Di urutan keempat, Maluku Utara dengan jumlah pengguna 15.699 jiwa.
Lalu Gorontalo di urutan kelima dengan jumlah pengguna 14.306 dari
populasi penduduk produktif 666.400 Jiwa. Sementara itu, Jambi
populasi penduduk produktif mencapai 2.104.000 Jiwa, untuk peredaran
narkoba, masuk dalam rangking 16 se-Indonesia.
Sedangkan jumlah kasus yang diproses Direktorat Narkoba dan jajaran,
tahun 2006; 270 kasus, 2007; 219 kasus, 2008; 175 Kasus, 2009; 266
kasus dan tahun 2010 mencapai 277 kasus.
Sementara itu, data tahun 2010 yang terkena virus HIV /AIDS akibat
pengguna narkoba yang berobat dan tercacat di Dinas Kesehatan
sebanyak 492 orang. Angka tersebut naik menjadi 506 orang sampai
bulan Maret 2011.
Kepala BNNP Provinsi Jambi Drs Mohammad Yamin Sumitra
mengatakan, maraknya pengguna narkoba di Provinsi Jambi disebabkan
berbagai faktor. Salah satunya faktor ekonomi Narkoba kan dibeli
dengan uang, jadi perekonomian Jambi bagus, terangnya.

Selain faktor ekonomi, penggunaan narkoba berasal dari diri individu.


Kita sendiri yang bisa mengendalikan diri, ujarnya. Selain itu, karena
posisi daerah yang cukup strategis, yakni sebagai pintu gerbang keluar
masuk ke negara tetangga membuat Jambi menjadi salah satu daerah
yang diincar mafia narkoba. Setidaknya Jambi masuk daftar sebagai
daerah tujuan mafia narkoba, katanya.
Sebagai ibu kota provinsi, Kota Jambi menjadi kawasan yang paling
banyak terjadi kasus tindak pidana narkoba. Dalam kurun waktu delapan
bulan saja, angka tindak pidana narkoba telah mencapai 82 kasus. Salah
satu tersangkanya adalah Joni Ruso, bandar besar narkoba yang
beromzet miliaran rupiah.
Seperti diketahui, Joni Ruso digerebek di rumahnya, Jalan Fatah
Leside, No.02, Kelurahan Handil Jaya, Kecamatan Jelutung. Bersama
Joni, polisi menyita barang bukti sabu-sabu sebanyak 800 gram atau
senilai Rp 1,6 miliar. Kepada polisi, Joni mengaku barang bukti sabu itu
dikirim seseorang dari Jakarta lewat jalur darat.
Joni, diyakini polisi sebagai anggota sindikat narkoba internasional yang
beroperasi di Jakarta. Atas perbuatannya, Joni divonis 14 tahun
penjara oleh hakim pengadilan negeri Jambi. Kini dia tengah menjalani
hukuman di Lapas Jambi.
Setelah Kota Jambi, daerah yang menjadi sasaran peredaran narkoba
adalah Kabupaten Bungo. Menurut catatan BNP, dalam kurun delapan
bulan, di daerah ini terjadi 11 kasus narkoba.
Selain Bungo, Kabupaten Kerinci dan Tanjab Barat juga terbilang tinggi
angka kasus narkobanya, yakni masingmasing 10 kasus. Lalu, Kabupaten

Merangin dan Sarolangun masing-masing sembilan kasus. Kasus


selanjutnya, Muarojambi dan Tebo lima kasus.
Daerah paling timur Provinsi Jambi, Kabupaten Tanjab Timur juga tak
luput dari kasus narkoba. Sampai dengan Agustus 2011, setidaknya ada
tiga kasus narkoba di daerah itu.
Jenis narkoba yang banyak beredar di Jambi terdiri dari berbagai
jenis. Di antaranya sabu-sabu, ganja, pil ekstasi dan putaw. Para
pelakunya pun beragam. Mulai dari pengusaha, PNS, mahasiswa, bahkan
ada juga polisi yang terlibat. Selain pengguna, banyak pula para
pengedar atau kurir yang ditangkap. Namun bandar besarnya masih
jarang tersentuh.
Menurut Kombes Pol Mohammad Yamin Sumitra, untuk mencegah
peredaran narkoba yang makin meluas, pihaknya terus melakukan upaya
sosialisasi ke masyarakat, kantor pemerintahan dan swasta serta
sekolah-sekolah. Pengunaan narkoba di Jambi, kata dia, salah satu
disebabkan faktor ekonomi. Untuk membeli narkoba diperlukan uang.
Jadi hanya orang yang punya uang yang bisa membeli, katanya.
Selain faktor ekonomi, pergaulan juga menjadi hal yang sangat penting.
Dengan pergaulan yang salah orang akan terjerumus. Cara menghindari
narkoba adalah berasal dari individu masing-masing, jelasnya.

Tawuran Saling Bacok di Cengkareng, Satu Pelajar Tewas

-Seorang siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tewas dalam sebuah


tawuran antar pelajar di Cengkareng, Jakarta Barat. Thomas Jonathan
yang merupakan siswa kelas 1 SMK Bina Siswa Kebun Jeruk itu tewas
mengenaskan dengan luka tusuk di lutut kiri, dada kiri, dan punggung.
Bahkan leher bagian belakangnya tersabet golok.
Korban bersama sekitar puluhan orang teman sekolahnya sebelumnya
terlibat tawuran dengan siswa dari SMK Kedoya kemarin sore (6/10).
Tawuran sekitar pukul 16.15 WIB di Jalan Daan Mogot KM 12,5 arah
Grogol, Kelurahan Cengkareng Timur, Cengkareng, ujar Kepala
Kepolisian Sektor Cengkareng, Komisaris Ruslan, Kamis (7/10).
Dalam tawuran itu tampaknya kedua kubu telah melengkapi diri dengan
berbagai senjata mulai dari pentungan hingga golok. Perkelahian hanya
berlangsung singkat, sekitar 15 menit. Namun akibatnya fatal, Thomas
terkapar bersimbah darah di jalanan. Dalam tawuran itu korban terluka
parah akibat tusukan dan bacokan di leher belakang, kata Ruslan.
Teman-teman Thomas yang panik, membawanya ke Puskesmas
Cengkareng. Diantar oleh tiga orang rekannya yaitu Angga, Desa, dan
Ahmad Sacyu, lanjut Ruslan. Namun nyawa Thomas tidak tertolong. Ia
mengalami luka parah akibat sabetan senjata tajam di leher belakang
yang mengakibatkan kematian korban, ujar Ruslan.
Kini jasad Thomas telah dibawa ke RSCM untuk diotopsi. Menurut
Ruslan, kadua sekolah itu memang telah lama memiliki budaya tawuran.
Pihak kepolisian juga telah melakukan antisipasi dan pencegahan
terjadinya tawuran.

Sebelumnya kami telah dua kali mencegah dan menggagalkan tawuran


antar kedua sekolah itu, namun tiba-tiba muncul tawuran lagi dan jatuh
korban, kata Ruslan.
Meninjau Ulang Kriminalitas Remaja
Salah satu problem pokok yang dihadapi oleh kota besar, dan kota-kota
lainnya tanpa menutup kemungkinan terjadi di pedesaan, adalah
kriminalitas di kalangan remaja. Dalam berbagai acara liputan kriminal di
televisi misalnya, hampir setiap hari selalu ada berita mengenai tindak
kriminalitas di kalangan remaja. Hal ini cukup meresahkan, dan
fenomena ini terus berkembang di masyarakat.
Dalam satu liputan di harian Republika (2007) misalnya, dikatakan
bahwa di wilayah Jakarta tidak ada hari tanpa tindak kekerasan dan
kriminal yang dilakukan oleh remaja. Tentu saja tindakan kriminal yang
dilakukan oleh remaja sangat bervariasi, mulai dari tawuran
antarsekolah, perkelahian dalam sekolah, pencurian, hingga
pemerkosaan. Tindak kriminalitas yang terjadi di kalangan remaja
dianggap kian meresahkan publik. Harian Kompas (2007) bahkan secara
tegas menyatakan bahwa tindak kriminalitas di kalangan remaja sudah
tidak lagi terkendali, dan dalam beberapa aspek sudah terorganisir. Hal
ini bahkan diperparah dengan tidak mampunya institusi sekolah dan
kepolisian untuk mengurangi angka kriminalitas di kalangan remaja
tersebut.
Dalam liputan khusus yang pernah dikeluarkan oleh Kompas (2002),
dikatakan bahwa angka kriminalitas di Jakarta pada 2002 meningkat
sebesar 9,86% jika dibandingkan dengan tahun 2001. Dalam persentase
kenaikan tersebut memang tidak secara khusus dinyatakan berapa

besaran angka kriminalitas di kalangan remaja. Harian Republika (2005)


lebih berani mengatakan bahwa hampir 40% tindak kriminalitas di
Jakarta dilakukan oleh remaja. Dalam liputannya, Kompas (2002)
menyebutkan bahwa sampai dengan 301
Desember 2002 tercatat 34.270 kasus kriminal. Polresto Jakarta Pusat
merupakan tempat pertama dengan angka kriminalitas tertinggi dengan
7.011 kasus, disusul oleh Jakarta Selatan denan 6.036 kasus, Jakarta
Timur denan 4.274 kasus, Jakarta Barat dengan 2.997 kasus, Jakarta
Utara dengan 2.827 kasus, Depok dengan 2.694 kasus, Bekasi dengan
2.487 kasus, dan Tanggerang dengan 2.474 kasus. Tentu saja daftar ini
dapat lebih panjang lagi jika mempertimbangkan daerah lainnya.
Crime Index atau daftar sebelas kejahatan yang meresahkan
masyarakat juga bertambah, dari 18.677 kasus pada tahun 2001
menjadi 19.011 kasus pada tahun 2002. Adapun yang termasuk dalam
Crime Index adalah pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian
dengan penganiayaan berat (curat), penganiayaan berat (anirat),
pembunuhan, pencurian kendaraan bermotor (curanmor), kebakaran,
perjudian, pemerkosaan, narkotika, dan kenakalan remaja.
Kenakalan remaja yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, dan
dunia pada umumnya, dapat dikategorikan sebagai sebuah bentuk
perilaku menyimpang di masyarakat. Tentu saja fenomena ini dapat
dijelaskan dalam tataran ilmu sosial, hanya saja untuk mencari suatu
teori yang relevan yang dapat menjelaskan dengan baik mengenai
kenakalan remaja dibutuhkan kejelian tersendiri. Kenakalan remaja
dapat diidentifikasikan sebaai bentuk penyimpangan yang terjadi di
masyarakat, dan dengan identifikasi ini maka kenakalan remaja dapat
dijelaskan dalam tataran ilmu- ilmu sosial.

Meninjau Ulang Kriminalitas Remaja


Salah satu problem pokok yang dihadapi oleh kota besar, dan
kota-kota lainnya tanpa menutup kemungkinan terjadi di pedesaan,
adalah kriminalitas di kalangan remaja. Dalam berbagai acara liputan
kriminal di televisi misalnya, hampir setiap hari selalu ada berita
mengenai tindak kriminalitas di kalangan remaja. Hal ini cukup
meresahkan, dan fenomena ini terus berkembang di masyarakat.
Dalam satu liputan di harian Republika (2007) misalnya, dikatakan
bahwa di wilayah Jakarta tidak ada hari tanpa tindak kekerasan dan
kriminal yang dilakukan oleh remaja. Tentu saja tindakan kriminal yang
dilakukan

oleh

antarsekolah,

remaja

sangat

perkelahian

bervariasi,

dalam

sekolah,

mulai

dari

pencurian,

tawuran
hingga

pemerkosaan. Tindak kriminalitas yang terjadi di kalangan remaja


dianggap kian meresahkan publik. Harian Kompas (2007) bahkan secara
tegas menyatakan bahwa tindak kriminalitas di kalangan remaja sudah
tidak lagi terkendali, dan dalam beberapa aspek sudah terorganisir. Hal
ini bahkan diperparah dengan tidak mampunya institusi sekolah dan
kepolisian untuk mengurangi angka kriminalitas di kalangan remaja
tersebut.
Dalam liputan khusus yang pernah dikeluarkan oleh Kompas (2002),
dikatakan bahwa angka kriminalitas di Jakarta pada 2002 meningkat

sebesar 9,86% jika dibandingkan dengan tahun 2001. Dalam persentase


kenaikan tersebut memang tidak secara khusus dinyatakan berapa
besaran angka kriminalitas di kalangan remaja. Harian Republika (2005)
lebih berani mengatakan bahwa hampir 40% tindak kriminalitas di
Jakarta dilakukan oleh remaja. Dalam liputannya, Kompas (2002)
menyebutkan bahwa sampai dengan 30 Desember 2002 tercatat 34.270
kasus kriminal. Polresto Jakarta Pusat merupakan tempat pertama
dengan angka kriminalitas tertinggi dengan 7.011 kasus, disusul oleh
Jakarta Selatan denan 6.036 kasus, Jakarta Timur denan 4.274 kasus,
Jakarta Barat dengan 2.997 kasus, Jakarta Utara dengan 2.827 kasus,
Depok dengan 2.694 kasus, Bekasi dengan 2.487 kasus, dan Tanggerang
dengan 2.474 kasus. Tentu saja daftar ini dapat lebih panjang lagi jika
mempertimbangkan daerah lainnya.
Crime Index atau daftar sebelas kejahatan yang meresahkan
masyarakat juga bertambah, dari 18.677 kasus pada tahun 2001
menjadi 19.011 kasus pada tahun 2002. Adapun yang termasuk dalam
Crime Index adalah pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian
dengan penganiayaan berat (curat), penganiayaan berat (anirat),
pembunuhan, pencurian kendaraan bermotor (curanmor), kebakaran,
perjudian, pemerkosaan, narkotika, dan kenakalan remaja.
Kenakalan remaja yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia,
dan dunia pada umumnya, dapat dikategorikan sebagai sebuah bentuk

perilaku menyimpang di masyarakat. Tentu saja fenomena ini dapat


dijelaskan dalam tataran ilmu sosial, hanya saja untuk mencari suatu
teori yang relevan yang dapat menjelaskan dengan baik mengenai
kenakalan remaja dibutuhkan kejelian tersendiri. Kenakalan remaja
dapat diidentifikasikan sebaai bentuk penyimpangan yang terjadi di
masyarakat, dan dengan identifikasi ini maka kenakalan remaja dapat
dijelaskan dalam tataran ilmu-ilmu sosial.

Teori-Teori Terkait
Terdapat kesulitan untuk menjelaskan kenakalan remaja dari
perspektif teoritis secara ketat, oleh karena itu saya lebih cenderung
untuk melihat kenakalan remaja sebagai bentuk perilaku menyimpang
(deviant behavior) di masyarakat. Jika melihat dari sisi penyimpangan
(deviant), maka setidaknya terdapat tiga teori utama yang dapat
menjelaskan fenomena ini yaitu: struktural fungsional terutama anomie
dari Durkheim dan Merton, interaksi simbolik terutama asosiasi
diferensiasi dari Sutherland, dan power-conflict terutama dari Young
dan Foucault.

(a) Struktural Fungsional

Struktural fungsional melihat penyimpangan terjadi pembentukan


normal dan nilai-nilai yang dipaksakan oleh institusi dalam masyarakat.
Penyimpangan dalam hal ini tidak lah terjadi secara alamiah namun
terjadi

ketika

pemaksaan

atas

seperangkat

aturan

main

tidak

sepenuhnya diterima oleh orang atau sekelompok orang, dengan


demikian penyimpangan secara sederhana dapat dikatakan sebagai
ketidaknormalan secara aturan, nilai, atau hukum. Salah satu teori
utama yang dapat menjelaskan mengenai penyimpangan ini adalah teori
anomie dari Durkheim dan dari Merton.
Durkheim secara tegas mencoba meyakinkan bahwa terdapat
hubungan terbalik antara integrasi sosial dan penaturan sosial dengan
angka bunuh diri. Sekurangnya terdapat dua dimensi dari ikatan sosial
(social bond), yakni integrasi sosial dan aturan sosial (social regulation)
yang masing-masing independen, atau dalam istilah lain, besaran
integrasi

tidak

menentukan

besaran

pengaturan,

demikian

pula

sebaliknya, namun keduanya mempengaruhi ikatan sosial. Integrasi


sosial dapat diterjemahkan sebagai keikutsertaan seseorang dalam
kelompok dan institusi di mana aturan sosial merupakan pengikat
kesetiaan terhadap norma dan nilai-nilai dalam masyarakat. Mereka
yang sangat terintegrasi masuk dalam kategori altruism, dan yang
sangat tidak terinterasi dalam kategori egoism. Demikian pula mereka

yang sangat taat aturan masuk dalam kategori fatalism dan mereka
yang sangat tidak taat masuk dalam kategori anomie (wikipedia t.t.b).
Teori anomie dari Durkheim dikembangkan oleh Merton sebagai
bentuk

alienasi

diri

dari

masyarakat

di

mana

diri

tersebut

membenturkan diri dengan norma-norma dan kepentingan yang ada di


masyarakat. Dalam menjelaskan hal ini, Merton memfokuskan pada dua
variabel, yakni tujuan (goals) dan legitimate means (saya secara
sengaja tidak menterjemahkan kata ini karena tidak menemukan
pengertian yang tepat) ketimbang integrasi sosial dan pengaturan sosial.
Dua dimensi ini menentukan derajat adaptasi masyarakat sesuai dengan
tujuan-tujuan kultural (apa yang diinginkan oleh masyarakat mengenai
kehidupan ideal) dan cara-cara yang dapat diterima di mana seorang
individual dapat menuju tujuan-tujuan kultural. Merton sendiri membagi
derajat adaptasi dengan lima kombinasi, yakni conformity, innovation,
ritualism, retreatism, dan rebellion.

(b) Interaksi Simbolik


Dalam pandangan interaksi simbolik, penyimpanan datang dari
individu yang mempelajari perilaku meyimpang dari orang lain. Dalam hal
ini, individu tersebut dapat mempelajari langsung dari penyimpang
lainnya

atau

membenarkan

perilakunya

berdasarkan

tindakan

penyimpangan yang dilakukan oleh orang lain. Sutherland mengemukakan


mengenai

teori

differential

association,

di

mana

Sutherland

menyatakan bahwa seorang pelaku kriminal mempelajari tindakan


tersebut dan perilaku menyimpang dari pihak lain, bukan berasal dari
dirinya sendiri. Dalam istilah lain, seorang tidak lah menjadi kriminal
secara alami. Tindakan mempelajari tindakan kriminal sama dengan
berbagai tindakan atau perilaku lain yang dipelajari seseorang dari
orang lain. Sutherland mengemukakan beberapa point utama dari
teorinya, seperti ide bahwa belajar datang dari adanya interaksi antara
individu dan kelompok dengan menggunakan komunikasi simbol-simbol
dan gagasan. Ketika simbol dan gagasan mengenai penyimpangan lebih
disukai, maka individu tersebut cenderung untuk melakukan tindakan
penyimpangan

tersebut.

Dengan

demikian,

tindakan

kriminal,

sebagaimana perilaku lainnya, dipelajari oleh individu, dan tindakan ini


dilakukan karena dianggap lebih menyenangkan ketimbang perilaku
lainnya (lihat wikipedia t.t.a)

(c) Power-Conflict
Satu hal yang harus diperjelas, meskipun teori ini didasarkan atas
pandangan Marx, namun Marx sendiri tidak pernah menulis tentang
perilaku menyimpang. Teori ini melihat adanya manifestasi power dalam

suatu institusi yang menyebabkan terjadinya penyimpangan, di mana


institusi tersebut memiliki kemampuan untuk mengubah norma, status,
kesejahteraan dan lain sebagainya yang kemudian berkonflik dengan
individu. Meskipun Marx secara pribadi tidak menulis mengenai perilaku
menyimpang, namun Marx menulis mengenai alienasi. Young (wikipedia
t.t.b) secara khusus menyatakan bahwa dunia modern dapat dikatakan
sangat toleran terhadap perbedaan namun sangat takut terhadap
konflik sosial, meskipun demikian, dunia modern tidak menginginkan
adanya penyimpang di antara mereka.

Kriminalitas Remaja: teori yang relevan


Melihat tiga teori yang ada, maka penulis cenderung untuk memilih
teori struktural-fungsional, terutama yang berasal dari Merton sebagai
teori yang dapat menjelaskan mengenai kenakalan remaja. Secara
khusus Merton memang membahas mengenai deviant yang merupakan
bentuk

lanjut

dari

adanya

disintegrasi

seorang

individu

dalam

masayarakat. Bagi Merton, munculnya tindakan menyimpang yang


dilakukan oleh individu adalah ketidakmampuan individu tersebut untuk
bertindak sesuai dengan nilai normatif yang ada di masyarakat. Secara
umum dapat dikatakan bahwa perilaku menyimpang adalah bentuk
anomie dalam masyarakat. Anomie terjadi dalam masyarakat ketika ada

keterputusan antara hubungan norma kultural dan tujuan dengan


kapasitas terstruktur secara sosial dari anggota kelompok untuk
bertindak sesuai dengan norma kultural (lihat Ritzer dan Goodman
2007).
Secara umum Merton menghubungkan antara kultur, struktur dan
anomie. Kultur didefinikasikan sebagai seperangkan nilai normatif yang
terorganisir yang menentukan perilaku bersama anggota masyarakat.
Dalam hal ini, kultur menjadi buku panduan yang digunakan oleh semua
anggota masyarakat untuk berperilaku. Struktur didefinisikan sebagai
seperangkat hubungan sosial yang terorganisir yang melibatkan seluruh
anggota masyarakat untuk terlibat di dalamnya. Sedangkan anomie
didefinisikan sebagai sebuah keterputusan hubungan antara struktur
dan kultur yang terjadi jika ada suatu keretakan atau terputusnya
hubungan antara norma kultural dan tujuan-tujuan dengan kapasitas
yang terstruktur secara sosial dari anggota dalam kelompok masyarakat
untuk bertindak sesuai dengan nilai kultural tersebut (Merton, 1968:
216).
Perilaku menyimpang dalam hal ini dilihat sebagai ketidakmampuan
seorang individu untuk bertindak sesuai dengan norma, tujuan dan caracara yang diperbolehkan dalam masyarakat. Dalam hal ini, integrasi yang
dilakukan oleh individu tersebut tidak lah bersifat menyeluruh. Tentu
saja hal ini tidak berarti bahwa setiap orang dapat berintegrasi

sepenuhnya. Dapat dikatakan bahwa tidak ada masyarakat yang


terintegrasi secara penuh, di mana Merton melihat bahwa integrasi
yang terjadi di masyarakat tidak lah sama baik secara kualitas maupun
kuantitas (Maliki 2003). Dalam analisa fungsionalnya, Merton melihat
bahwa motif-motif dalam integrasi tidak selalu membawa motif yang
diinginkan (intended motif), namun juga motif-motif yang tidak
diinginkan (unintended motif). Adanya fungsi manifes dan laten dalam
integrasi berarti bahwa integrasi menyebabkan adanya pihak yang
mengalami disintegrasi, atau dalam bahasa yang lebih kasar, integrasi
justru memiliki pengaruh besar atas terjadinya disintegrasi.
Pandangan ini tentu saja membawa konsekuensi yang lebih besar:
anomie yang terjadi di masyarakat, yang berujung dengan terjadinya
penyimpangan, adalah efek samping atau motif yang tidak diinginkan
(unintended

motif)

dari

integrasi

dalam

masyarakat.

Merton

membedakan antara fungsi dan disfungsi. Bagi Merton, fungsi adalah


seluruh konsekuensi yang terlihat dan berguna bagi adaptasi atau
pengaturan dari sistem yang telah ada, sedangkan disfungsi merupakan
konsekuensi yang terlihat yang mengurangi adaptasi atau pengaturan
dalam satu sistem (Merton, 1968:105). Selain membedakan antara
fungsi dan disfungsi, Merton juga membedakan antara fungsi manifes
dan fungsi laten. Fungsi manifes didefinisikan sebagai seluruh
konsekuensi obkektif yang berpengaruh pada pengaturan atau adaptasi

dari suatu sistem yang diinginkan dan diakui oleh seluruh bagian sistem
itu, sedangkan fungsi manifest adalah kebalikannya, yakni konsekuensi
objektif yang berpengaruh pada penaturan dan adaptasi dari satu
sistem yang tidak diinginkan dan tidak akui (Merton, 1968:105)
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa perilaku menyimpang
yang terjadi di kalangan remaja merupakan adanya konflik antara
norma-norma yang berlaku di masyarakat dengan cara-cara dan tujuantujuan yang dilakukan oleh individu. Oleh karena itu, Merton membagi
keadaan ini dalam lima kategori, yaitu:
1.

Conformity atau individu yang terintegrasi penuh dalam


masyarakat baik yang tujuan dan cara-caranya benar dalam
masyarakat

2. Innovation atau individu yang tujuannya benar, namun cara-cara


yang dipergunakannya tidak sesuai dengan yang diinginkan dalam
masyarakat.
3. Ritualism atau individu yang salah secara tujuan namun cara-cara
yang dipergunakannya dapat dibenarkan.
4. Retreatism atau individu yang salah secara tujuan dan salah
berdasarkan cara-cara yang dipergunakan.

5. Rebellion atau individu yang meniadakan tujuan-tujuan dan caracara yang diterima dengan menciptakan sistem baru yang
menerima tujuan-tujuan dan cara-cara baru.
Dalam hal ini Merton memberikan contoh yang sangat baik dalam
melihat perilaku menyimpang dalam masyarakat berupa tindak kriminal.
Karena dibesarkan dalam lingkungan Amerika, Merton dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan sekitarnya. Menurut Merton, Amerika memberikan
setiap warganya the American Dream, di mana Amerika memberikan
kebebasan

setiap

warganya

untuk

memperoleh

kesempatan

dan

kesejahteraan, di mana hal ini menjadi motivasi kultural setiap orang


Amerika, yakni untuk mewujudkan cita-citanya. Merton melihat adanya
kesenjangan antara apa yang diinginkan dan diharapkan oleh masyarakat
atas anggotanya dengan apa yang sesungguhnya dicapai oleh warga
masyarakat. Jika struktur sosial ternyata tidak seimbang dalam
memberikan kesempatan bagi setiap warga masyarakat dan mencegah
sebagian besar dari mereka untuk mencapai mimpi mereka, maka
sebagian dari mereka akan mengambil langkah yang tidak sesuai dengan
cara yang diinginkan, yakni dengan melakukan tindakan kriminal untuk
mewujudkan

mimpi

tersebut

(lihat

Merton

1968).

Merton

mencontohkan beberapa tindakan yang mungkin diambil oleh mereka,


terutama dengan menjadi subkultur penyimpang, seperti pengguna obatobatan, anggota gang, atau pemabuk berat.

Tentu saja kasus yang dicontohkan oleh Merton pun dapat


dipergunakan dalam melihat kasus kenakalan remaja di Indonesia.
Kenakalan remaja sebagai bentuk perilaku menyimpang dapat dilihat
sebagai keterputusan antara remaja sebagai individu dengan norma dan
cara-cara

yang

diinginkan

dalam

masyarakat.

Keterputusan

ini

menyebabkan sebagian remaja untuk bertindak dengan melakukan


berbagai tindak kriminal. Terlepas apakah the American Dream sama
dengan the Indonesian Dream, namun tindakan kriminal yang dilakukan
oleh remaja merupakan cara yang digunakan oleh remaja untuk mencapai
cita-cita yang mereka inginkan yang boleh jadi tidak dapat mereka
capai. Jika melihat derajat adaptasi yang dilakukan oleh remaja, boleh
jadi mereka berada pada tahap retreatism atau rebellion yakni dengan
menciptakan seperangkan tujuan dan aturan main yang benar-benar
baru ketimbang yang berkembang secara umum di masyarakat.
Meskipun demikian, tentu saja terdapat satu aspek lain yang harus
diperhatikan ketika melihat kenakalan remaja sebagai bentuk perilaku
menyimpang, yakni perbuatan tersebut tetap ada dan berlangsung
hingga saat ini karena perbuatan ternyata fungsional, setidaknya bagi
sebagian pihak. Tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja boleh jadi
merupakan fungsi manifes dari adanya integrasi dalam masyarakat.
Secara umum, perilaku menyimpang memiliki fungsi tersendiri dalam
masyarakat, di antaranya: (1) menegaskan nilai-nilai kultural dan norma-

norma yang ada di masyarakat, (2) menciptakan kesatuan sosial dengan


menciptakan dikotomi kami dan mereka, (3) mengklarifikasi batasanbatasan

moral,

(4)

perilaku

menyimpang

boleh

jadi

merupakan

pernyataan sikap individu yang menentang terhadap tujuan dan norma


dalam kelompok.
Kenakalan

remaja

berupa

penyimpangan

sosial

merupakan

gambaran betapa struktur sosial menguasai aktor, di mana struktur


sosial yang ada justru mendorong para remaja untuk bertindak dengan
melakukan tindakan kriminal. Dalam hal ini, mind menjadi bagian
intergral dalam masyarakat, di mana mind menjadikan seperangkan
nilai, norma dan tujuan yang ada di masyarakat sebagai aturan main bagi
semua anggota masyarakat. Dengan menjadikan struktur sebagai bagian
utama, dan mind sebagai bagian integral, maka setiap anggota
masyarakat diharapkan untuk dapat beradaptasi dengan hal itu, dan
mereka yang gagal untuk beradaptasi adalah mereka yang kemudian
dikatakan sebagai penyimpang, termasuk di dalamnya adalah para
remaja yang melakukan tindakan kriminal.

Juvenile Deliquency: Hubungan Sebab-Akibat


Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja berupa tindakan
kriminal boleh jadi membuat kita berpikir ulang mengenai integrasi

dalam masyarakat. Alih-alih menjadi tertuduh utama, sebagaimana yang


dituduhkan dalam media massa, kenakalan remaja berupa tindak kriminal
justru memberikan pengaruh yang besar dalam masyarakat, meskipun
pengaruh mereka tidak lah diinginkan (unintended). Adanya kriminalitas
di kalangan remaja pun mendorong kita bertanya penyebab terjadinya
tindakan tersebut.
Kenakalan remaja boleh jadi berkaitan erat dengan hormon
pertumbuhan yang fluktuatif sehingga menyebabkan perilaku remaja
sulit diprediksi, namun ini bukan lah jawaban yang dapat menjadi
justifikasi atas perilaku remaja. Rasanya angapan bahwa hormon
berpengaruh sangat besar agak dilebih-lebihkan, nampaknya ada faktor
lain yang menyebabkan mengapa angka kriminalitas di kalangan remaja
menjadi sangat tinggi dan perbuatan kriminalitas tersebut dianggap
sangat meresahkan masyarakat secara luas.
Salah satu tuduhan mengenai tingginya angka kriminalitas remaja
atau lebih tepatnya kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya
kelurga

dan/atau

ketidakberfungsian

sosial

masyarakat

(lihat

Masngudin t.t.). Keluarga di anggap gagal dalam mendidik remaja


sehingga menyebabkan mereka melakukan tindakan penyimpangan yang
berujung dengan diberikannya sanksi sosial oleh masyarakat. Alih-alih
tertib, sanksi yang diberikan justru menjadikan remaja menjadi lebih
sulit diatur. Dan hal ini pula yang menyebabkan masyarakat di anggap

gagal dalam melakukan tindakan pencegahan atas terjadinya perilaku


menyimpang tersebut. Keluarga memegang peranan yang penting, dan hal
ini diakui oleh banyak pihak (lihat tanyadokteranda.com t.t.). Keluarga
merupakan elemen penting dalam melakukan sosialisasi nilai, norma, dan
tujuan-tujuan yang disepakati dalam masyarakat, dan tingginya angka
kriminalitas remaja sebagai konsekuensi dari tidak berjalannya aturan
dan norma yang berlaku di masyarakat dianggap sebagai kesalahan
keluarga. Jika melihat dari sisi teoritis, tentu saja bukan hanya
keluarga yang dipersalahkan, masyarakat pun dapat dipersalahkan
dengan tidak ditegakkan aturan secara ketat atau membantu sosialisasi
norma dan tujuan dalam masyarakat.
Salah satu faktor lainnya yang juga harus diperhatikan adalah
peer group remaja tersebut. Teman sepermainan memegang peran
penting dalam meningkatnya angka kriminalitas di kalangan remaja.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Sutherland, bahwa tindakan kriminal
bukan lah sesuatu yang alamiah namun dipelajari, hal ini lah yang
menyebabkan pentingnya untuk melihat teman sepermainan remaja
tersebut.
Persoalan lain yang juga harus dihadapi, sebagaimana yang
dicetuskan oleh Merton, mengenai kegagalan sebagian orang Amerika
untuk mencapai the American Dream, begitu pula yang terjadi di
Indonesia. Boleh jadi mereka yang melakukan tindakan kriminalitas di

kalangan remaja adalah mereka yang gagal mencapai the Indonesian


dream sebagaimana yang selalu dimunculkan dalam media massa. Remaja
dalam media selalu dicitrakan sebagai sosok yang kelewat kaya
sehingga

gambaran

tersebt

adalah

hiperrealitas,

realitas

yang

sebenarnya tidak ada dalam masyarakat Indonesia, dan rasanya tidak


berlebihan jika para remaja mengejar hal tersebut, hanya saja
sebagian dari mereka justru menjadi kriminal sejati untuk mencapai the
Indonesian Dream tersebut.

OPINI MASYARAKAT TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL


Penyimpangan
Oleh : Nurul

Sosial
Setyorini |

di
Era
20-Des-2010, 16:08:06

Kini
WIB

KabarIndonesia - Era yang kini kita hadapi adalah suatu masa di mana
kita menagalami suatu proses pembaharuan masa, dari suatu masa
kemunduran menjadi masa kemajuan akan tetapi entah sadar atau tidak
sadar dalam masa ini penyimpangan sosial menjadi suatu dampak
negatif, yang menjadikan masyarakat kita keluar dari nilai-nilai sebagai
bangsa Indonesia, hal ini dapat kita lihat semakin banyak nya
penyimpangan sosial maupun kriminalitas yang terjadi dalam realita
kehidupan kita. Hal tersebut terjadi karena kesalahan penyerapan nilai
dari
hasil
pembaharuaan
masa
kemajuan.
Jika kita melihat realita dalam masa kini,kita akan menerawang suatu
kejadian-kejadian fakta tentang kriminalitas dan penyimpangan sosial.
Kita lihat setiap hari media masa kerap menyajikan berbagai macam

berita manusia yang oleh masyarakat dianggap suatu penyimpangan nilainilai dan norma-norma sosial yang berlaku, seperti pencurian,
perampokan, penganiayaan, pembunuhan dan perkosaan. Berita ini
muncul hampir setiap hari sehingga mendatangkan kegelisahan kepada
individu- individu atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.
Kaum wanita khawatir peristiwa penodongan dan pemerkosaan akan
terjadi pada dirinya. Kelompok orang tua khawatir anaknya akan jadi
korban penyimpangan sosial atau pelaku penyimpangan sosial.
Selain itu kia dapat melihat realita umum, yang kini menjadi suatu
peristiwa umum yang sudah di jadikan hal yang biasa saja akan tetapi
sesungguhnya menjadi suatu penyimpangan sosial bagi masyarakat kita
pada umumnya dan bangsa Indonesia secara khusus adalah suatu bangsa
yang memiliki nilai-nilai ciri kita bangsa Indonesia, nilai yang dulu di
tanamkan oleh dan bagi bangsa kita bangsa Indonesia, merupakan
ukuran bagi penyimpangan atau tidak nya suatu tindakan.
Yang kini separoh musnah,terkubur dengan penyimpangan yang di anggap
biasa. Misalnya saja tentang suatu hal yang pantas atau tidak pantas
seperti seorang pemuda dan pemudi yang berpacaran bagi kalangan di
Yogyakarta atau pun kota-kota besar lainya berciuman di tempat umum
kini adalah suatu yang telah di anggap lumprah,seperti Negara
barat,atau lagi mengenakan pakaian mini keluar rumah bahkan kesekolah
kini sudah menjadi peristiwa umum yang di anggap mengenal mode
sebuah kemajuan, namun sesungguh nya jika kita menuruti nilai yang
berlaku di Negara Indonesia itu tidak dapat di terima, karena bertolak
dengan nilai-nilai yang tertanam dari akar bangsa Indonesia tumbuh.
Tidak hanya sebab itu saja bangsa kita lalai dengan nilai-nilai yang
tumbuh sejak akar bangsa muncul menjadi bangsa yang merdeka, namun
pengaruh luar menjadikan sebab dari penyimpangan nilai-nilai.
Kita lihat bangsa kita menganggap jika kita meniru bangsa barat maka

kita selayak nya Negara tersebut kita akan mengalami kemajuan,


mungkin benar jika kita meniru dalam teknik intelektual nya,metodenya,
teknologinya, pengetahuanya dan bagaimana kita menanggapi suatu
permasalahan yang umumnya berkaitan dengan IPTEK yang memajukan
bangsa
kita,
menjadi
Negara
yang
maju.
Namun di sini permasalahan nya berada pada bangsa kita yang salah
menyerap niliai, bukan IPTEK yang di jadikan pacuan akan tetapi
perubahan dalam menanggapi nilai, seperti kebebasan umumnya
berkaitan dengan hubungan antara wanita dan laki-laki, yang melampoi
batas yang telah umum tumbuh di Negara barat namun jauh dari nilai
yang tumbuh di Negara kita, selain itu bangsa kita mengenal tentang
obat-obat yang berkembang di Negara barat unutuk sebenarnya di
gunakan untuk pengobatan, namun oleh beberapa orang yang melakukan
penyimpangan di jadikan tidak pada tempatnya, begitu pula bagimana
bangsa kita menanggapi kemajuan di bidng model, bangsa kita sesungguh
bisa menempati bagaimana cara mengenakan pakaian selayaknya untuk
memenuhi nilai dalam bangsa kita, namu saat bangsa kita mengenal hasil
Negara lin, khusus nya Negara barat mereka tidak lagi bisa menempati
kesesuain dalam mengenakan baju. Bahkan menempatkan diri bagaimana
tata
cara
berbicara.
Bangsa Indonesia yang kita hadapi kini, bukan bangsa Indonesia yang
berasakan nilai-nilai, kita lihat kebrutalan mereka, banyak kriminalitas
yang terjadi, penyimpangan seksual, penyalah gunaan obat-obatan, jauh
dari tata karma, perkelahian, dan bahkan ada yang keluar dari cita-cita
bangsa, itu juga pengaruh dari luar banyak nya organisasi yang menetang
pada cita-cita bangsa, mereka beranggapan tentang nilai yang mereka
miliki adalah benar, padahal berbeda dengan asas bangsa kita.
Banyak media yang menyediakan progam-progam yang jauh dari moral
bangsa kita, seperti acara televisi banyak menyediakan acara tv yang
sebenarnya menimbulkan dampak negatif, dari isi ceritanya yang

kebarat-baratan seperti film Virgin, ML, Buruan cium gue, Kawin


kontrak itu sejujurnya lebih banyak mengandung porno grafi,di
bandingkan nilai yang terkandung dalam cerita tersebut, media masa
menyediakan majalah yang sebenarnya tidak bermanfat, itu sekedar
menimbulkan dampak dari penonton dan pembaca yakni timbulnya
peniruan dari apa yang sempat di resap hal ini berarti menimbulkan
penyimpangan
sosial.
Dari itu sebagian bangsa beranggapan bahwa itu sekedar hal yang bukan
rumit, hanya sekedar menanggapi kemajuan di era kini, jika Negara kita
masih seperti itu apa jadinya Negara kita, yang dulu Negara jajahan
menjadi Negara berkembang, dan bangsa Indonesia kini hanya sekedar
mencari kesenangan semata tanpa memikirkan masa depan, oleh karena
nya marilah kita mencari jalan keluar bagaimana sebaiknya agar bangsa
kita tidak keluar dari moral yang seharusnya tidak lenyap yang berulang
kali dikatakan adalah nilai-nilai yang tumbuh sejak akar bangsa kita
tumbuh karena itulah ciri khas bangsa kita, tentang keteladan kita,
kesopanan,
moralitas,
dan
arifan
kita.
Yang sebenarnya harus di bina dan di pelihara karena itu merupakan
suatu ciri khas bangsa Indonesia yang berbudi luhur, berdasarkan panca
sila, berahlak mulia.

GAMBAR GAMBAR PENYIMPANGAN SOSIAL


Menikahi anak di bawah umur

Tawuran antar pelajar maupun masyarakat

Anak sekolah yang sudah merokok

Mencoret coret pakaian sekolah

Kekerasan rumah tangga

Melakukan tindakan kriminal/kejahatan

Anda mungkin juga menyukai